Pujian untuk SACRED COMPANIONS “Saya sangat menantikan setiap buku yang ditulis Dr. Benner. Buku ini tidaklah mengecewakan saya. Beliau telah menghasilkan sebuah bimbingan praktis dan menyeluruh mengenai salah satu topik yang paling penting tentang kerohanian di masa kini. Sebuah buku penting yang dengan senang hati sangat saya rekomendasikan.” Selwyn Hughes, pendiri dan direktur, Crusade for World Revival “Menurut hikmat kuno dari bapa-bapa gereja, kita semua mirip batu berharga yang membentuk komunitas. David Benner menawarkan konsep yang segar dan jelas mengenai bimbingan rohani, menunjukkan pada kita bagaimana batu-batu ini diubahkan dengan mengikir bagian kasar sehingga berbentuk melalui percakapan, persahabatan serta bimbingan rohani.” John Chryssavgis, penulis Soul Mending: The Art of Spiritual Direction “Ini adalah salah satu buku Injili terbaik yang pernah saya baca mengenai topik ini. Sacred Companions adalah karya yang hadir tepat waktu – memenuhi kerinduan akan kerohanian yang lebih dalam – dan sangat membantu dalam menjelaskan peranan penting dari persahabatan rohani dalam perjalanan untuk mendapatkan kerohanian yang mendalam ini.” Leighton Ford, presiden, Leighton Ford Ministries “Penuntun yang bijak dan jeli bagi semua orang yang serius untuk mengusahakan dan memupuk hubungan persahabatan dan bimbingan rohani dalam perjalanan hidupnya.” James M. Houston, professor teologi spiritualitas dari Regent College “Baca, terapkan, dan renungkan buku David Benner ini, dan dapat mengembangkan pemahaman rohani Anda, memperkuat kehidupan doa Anda, bertumbuh dalam perjalanan Anda bersama Tuhan, dan memperjelas pengetahuan tentang bimbingan rohani. Buku ini bisa menjadi buku klasik. Buku ini terus memberi dampak kepada saya, dan saya dengan bersemangat merekomendasikannya bagi Anda.” Gary R. Collins, penulis Christian Counseling: A Comprehensive Guide “Tidak terbelenggu oleh satu tradisi gereja dan tidak dibingungkan oleh jargon-jargon teologis atau psikologis, David Benner telah menulis dengan elegan dan jelas tentang subjek yang dalam dan mendasar dari persahabatan dan bimbingan rohani. Saya percaya buku ini dapat menolong gereja di seluruh dunia untuk merebut kembali dan menebus hak miliknya – melayani dalam pelayanan jiwa.” Simon Yiu-Chuen Lee, profesor dan direktur dari Pastoral Institute, Alliance Bible Seminary, Hong Kong “Buku ini – ditulis bagi mereka yang melihat hidup sebagai suatu perjalanan rohani – bisa menyajikan pemahaman yang bijaksana akan sifat manusia, kerohanian Kristen, dan teologi Protestan dalam suatu karya yang bisa membantu kita dalam usaha untuk mengenal dan mengalami Tuhan.” Mark R. McMinn, profesor psikologi, Wheaton College “David G. Benner adalah pionir dalam gerakan ini. Dia menyatukan wawasan dari psikologi dengan hikmat dari kerohanian Kristen. Karya terbarunya Sacred Companions, merupakan bukti lanjutan tentang pentingnya suaranya bagi mereka yang rindu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pelayanan jiwa dan transformasi.” Gary W. Moon, direktur, Charlie Shedd Institute for Clinical Theology “David Benner telah menulis sebuah buku yang sangat baik mengenai persahabatan dan bimbingan rohani, termasuk bagaimana menggabungkan keduanya dalam konteks kelompok kecil dan pernikahan. Saya sangat merekomendasikan Sacred Companions ini untuk Anda baca dan mendapatkan berkat rohani.” Siang-Yang Tan, profesor psikologi, Fuller Theological Seminary L iteratur P erkantas J awa T imur S acred C ompanions (Sahabat Kudus) Menjadi Sahabat dan Pembimbing Rohani dalam Perjalanan Rohani yang Penuh Berkat oleh David G. Benner Originally published by InterVarsity Press as Sacred Companions by David G. Benner Copyright © 2002 by David G. Benner Translated and printed by permission of InterVarsity Press P.O. Box 1400, Downers Grove, IL 60515-1426, USA Alih Bahasa:Tim Literatur Perkantas Jawa Timur Editor: Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul: Danny Suryadi & Leonie Tjandra Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: [email protected] www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: [email protected], atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN: 978-602-96700-6-6 Cetakan Pertama: Maret 2012 Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit. Kepada Rev. Robert W. Harvey (1931-2000) Sahabat yang terkasih bagi banyak orang D AFTAR I SI Prakata oleh Larry Crabb............................................................. 8 Kata Pengantar: Sahabat Kudus dalam Perjalanan Rohani............. 11 Bagian Pertama: Persahabatan Rohani 1 Perjalanan yang Mengubahkan.......................................... 21 2 Keramahan, Kehadiran, dan Dialog.................................... 45 3 Cita-cita dari Persahabatan Rohani..................................... 65 Bagian Kedua: Bimbingan Rohani 4 Menjelaskan Bimbingan Rohani......................................... 95 5 Penyelarasan Jiwa............................................................. 119 6 Gambaran Tentang Proses.................................................. 141 7 Menjadi Pembimbing Rohani............................................. 163 Bagian Ketiga: Menggabungkan Persahabatan dan Bimbingan Rohani 8 Bimbingan dan Persahabatan Rohani dalam Kelompok Kecil... 181 9 Bimbingan dan Persahabatan Rohani dalam Pernikahan........... 203 Penutup: Panggilan Mulia Sebagai Sahabat Kudus......................... 226 Ucapan Terima Kasih.................................................................... 229 P RAKATA K etika berdiam diri, saya sepertinya bisa merasakan adanya suatu hembusan angin lembut menerpa jiwa saya. Orang lain juga mengatakan bahwa mereka pernah mengalami pengalaman yang sama. Saya sangat senang. Karena pengalaman melankolis yang menggugah ini menunjukkan adanya sesuatu yang supranatural sedang terjadi. Saya percaya itulah yang terjadi. Di dalam perjalanan kehidupan saya sebagai orang Kristen selama hampir 50 tahun, saya tidak pernah melihat kehausan jiwa akan Allah lebih banyak dibicarakan, lebih banyak diakui sebagai suatu motivasi yang utama dalam kepribadian manusia, atau diinginkan begitu kuat agar dapat dialami seperti sebelumnya. Mungkin sebuah revolusi akan terjadi, sebuah revolusi Roh yang akan menggeser seluruh daya utama kita menjauh dari hidup yang berfokus hanya bagi kenyamanan diri sendiri menuju kepada hidup yang mendekat pada Tuhan. Iklim rohaninya sudah matang. Orang-orang yang mencari Yesus di seluruh dunia sedang bersiap untuk meninggalkan hidup lamanya, dari menjalani hukum menuju kepada hidup yang baru dari Roh. Paulus pernah mengatakan bahwa kita telah dimerdekakan melalui Injil untuk menjalani hidup yang baru, tetapi kita tidak mengerti apa itu hidup yang baru dan bagaimana menjalani hidup yang baru itu. Namun hari ini, hidup di dunia yang sudah jatuh dalam dosa dan dalam daging yang fana ini telah menipu kita. Kita rela berhenti berusaha untuk melakukan apa yang benar agar hidup bisa berja- Prakata 9 lan dengan nyaman. Itu tidak mungkin terjadi, setidaknya tidak bisa diandalkan untuk bisa berhasil. Tidak ada usaha apa pun, termasuk usaha “Kristen” yang baik, dapat membuat hidup selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bahkan ketika berhasil ataupun segala sesuatu berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan, jiwa kita sendiri tidak sepenuhnya dipuaskan. Ada sesuatu yang kurang ketika semua itu terjadi tanpa kehadiran berkat Tuhan. Belum pernah ada seperti sekarang ini, begitu banyak orang yang mau mengizinkan semua kesulitan hidup menyakitkan dan segala kesenangan kosong menjadi pendorong bagi mereka untuk memahami hati Tuhan, melakukan apa pun untuk mengenal Tuhan dan melihat Kristus terwujud di dalam kita. Kita mulai memikirkan apakah ada yang lebih penting dari hal tersebut. Menurut penilaian saya, tidak ada hal yang lebih dibutuhkan untuk memajukan revolusi di atas selain membuat pemikiran tentang bimbingan rohani menjadi semakin memiliki dasar Alkitab dan semakin jelas dipahami (kecuali hal-hal yang masih misteri bagi kita) serta membuat praktik bimbingan rohani yang bijaksana menjadi semakin bernilai dan umum dilakukan. Tahun lalu saja, saya telah membaca belasan buku mengenai topik ini. Saya sangat bersyukur untuk kesemua buku tersebut. Namun ada satu buku yang menonjol dibanding buku-buku lain bahkan sangat mendasar, cukup jernih dalam menjelaskan proses yang terjadi tanpa kehilangan rasa supranatural dari pembahasannya, dan cukup bersemangat sehingga kita tidak merasa buku ini hanya suatu pembahasan akademis mengenai bimbingan rohani. Buku yang saya maksud tentu saja adalah buku yang sedang Anda baca sekarang. Saya sudah lama mengenal David Benner, melalui reputasi maupun tulisan beliau. Saya sudah lama memperhatikan Dr. Benner dari jauh dan menghormatinya sebagai seorang pemikir yang tanggap dan seorang psikolog yang sungguh-sungguh menjadi orang Kristen. Namun sekarang saya telah mengenal David. Tahun lalu David dan saya menjadi sahabat. Hati kami bertemu ketika kami menyadari bahwa sedang menjalani perjalanan yang sama. Rasa hormat saya semakin 10 S AC R E D C O M PA N I O N S diperdalam dan pengalaman persekutuan dalam Injil telah dimulai. Karena saya sudah mengenal beliau, saya bisa saja mendukung buku ini tanpa membacanya terlebih dahulu. Tetapi saya sudah membaca buku ini – beberapa kali. Dan saya mengharuskan buku ini dibaca sebagai buku utama dalam kelas pertama yang saya ajar mengenai bimbingan rohani. Menurut saya buku ini sangat bagus. Bacalah buku ini pelan-pelan. Bacalah beberapa kali. Bacalah buku ini dengan buku catatan di samping Anda dan sebuah pena untuk mencatat semua pemikiran dan kesan yang Anda tangkap. Jika Anda melakukannya, pada waktu Anda selesai membacanya, saya yakin setidaknya ada tiga hal yang akan terjadi: (1) Anda akan lebih peka terhadap rasa haus Anda untuk mengenal Allah, (2) Anda akan berdoa dengan sungguh-sungguh agar ada seseorang yang bisa memberikan bimbingan rohani kepada Anda, dan (3) Anda akan meminta Allah memberi Anda kehormatan untuk menawarkan bimbingan rohani kepada orang lain. Para pembaca buku David Benner, menurut pandangan saya, akan merasakan hembusan dari Roh yang membawa kesegaran ke dalam dan melalui jiwa mereka. Mereka akan semakin diperlengkapi dengan lebih baik untuk bergabung dalam revolusi meninggalkan hidup yang lama, yaitu kehidupan yang serupa dengan dunia ini. Mereka akan semakin rindu untuk menghidupi hidup yang baru yang mencari Tuhan dan hidup bagi Dia dalam dunia yang mengecewakan ini sampai mereka hidup dalam dunia berikutnya, tempat kepuasan kekal terjamin. Larry Crabb K ATA P ENGANTAR Sahabat Kudus dalam Perjalanan Rohani D ari semua perubahan sosial di dalam beberapa dekade terakhir ini, tidak ada yang lebih mengejutkan saya daripada semakin meningkatnya ketertarikan pada masalah kerohanian. Di dalam masyarakat Barat pada umumnya, rasa lapar akan sesuatu yang sakral muncul dari kekecewaan akan materialisme dan sekuralisme. Dan bagi banyak orang di dalam gereja, keinginan kuat akan perjumpaan yang dalam dengan Allah, muncul dari adanya kekeringan dalam pengenalan akan Allah, serta kurangnya pengalaman bersama Dia secara pribadi. Dunia saya penuh dengan orang-orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan rohani – Orang-orang Katolik Roma menemukan kembali gereja dan iman mereka, orang-orang yang dulunya ateis mulai mengunjungi komunitas-komunitas pemulihan, orang-orang Kristen mulai mempraktikkan meditasi Budhis, para pencari aliran new age berusaha mendapatkan perjumpaan dengan yang sakral, orang-orang Injili menemukan mistisisme, orang-orang Katolik Roma mulai menjalankan studi Alkitab dan doa syafaat, dan orangorang Protestan mulai menjalankan liturgi dan sakramen. Waktu istirahat makan siang di klinik kesehatan mental publik tempat saya bekerja biasanya dipenuhi dengan berbagai macam topik percakapan yang umum – gosip, rencana dan kegiatan akhir pekan, olahraga dan hiburan. Sekarang topik utamanya adalah tentang kerohanian. (Topik terpenting kedua tetap gosip yang ada dalam klinik!) Orang-orang sepertinya begitu bersemangat ingin menceritakan ke- 12 S AC R E D C O M PA N I O N S pada semua orang yang mau mendengar tentang perjalanan rohani mereka. Mereka ingin sekali membagikan perjalanan rohani tersebut dengan orang lain. Mereka ingin agar orang lain tidak hanya mendengarkan mereka tetapi bisa juga bersimpati dengan kisah mereka karena sama-sama sedang melakukan perjalanan rohani masing-masing. Kerohanian bisa memiliki makna yang berbeda bagi orang-orang ini. Tetapi komponen umum yang ada di dalam setiap makna beragam ini adalah konsep terhubung. Orang-orang ini ingin sekali terhubung – dengan Tuhan (apa pun pemahaman mereka tentang Tuhan yang mereka percayai), dengan orang lain, dengan diri mereka sendiri, dan seringkali juga dengan bumi. Rasa lapar akan adanya suatu hubungan adalah salah satu keinginan paling mendasar dalam hati manusia. Kita seperti pendatang dalam sebuah wilayah yang baru, tanpa keluarga atau tempat tinggal dan tidak mengenal wilayah tersebut. Kita sepertinya kehilangan arah. Atau kita mungkin telah kehilangan sebagian dari diri kita sendiri. Seperti potongan puzzle yang mencari pasangannya, kita sangat menginginkan adanya hubungan apa pun yang dapat menjamin bahwa kita diterima. Namun kita tidak sedang mencari hubungan secara umum. Di dalam pusat diri kita, kita ingin adanya suatu keintiman. Kita ingin orang lain turut berbagi hidup dengan kita. Kita menginginkan sahabat sejiwa. Kita tidak pernah ingin menjalani pengembaraan dalam hidup ini secara sendirian. Dan berusaha melakukan perjalanan rohani secara sendirian sangatlah berbahaya. Namun secara paradoks, apa yang sangat kita inginkan juga merupakan apa yang sangat kita takutkan. Apalagi yang bisa menjelaskan mengapa kita enggan untuk sepenuhnya dikenal orang-orang yang paling dekat dengan kita? Sepertinya apa yang kita inginkan adalah persahabatan tanpa adanya tuntutan akan kedekatan yang penuh. Namun ada sesuatu di dalam kita yang tetap tidak puas dengan semua hubungan dangkal yang kita alami. Jiwa kita sangat rindu untuk mengalami pertemuan yang mendalam dengan orang lain. Ketakutan kita mungkin bisa menutupi sebagian dari kerinduan yang kuat itu, tetapi keinginan tersebut akan tetap terus ada. Kita ingin adanya Kata Pengantar 13 sahabat-sahabat dalam perjalanan, sahabat-sahabat yang bisa berbagi jiwa dan perjalanan bersama-sama. Menetapkan Definisi dari Istilah-istilah Kita Saya telah menunjukkan ambiguitas dari istilah kerohanian. Tetapi sekarang saya telah memberikan istilah yang tidak kalah ambigunya – jiwa. Karena kedua konsep ini sangat penting bagi apa yang akan dibahas dalam keseluruhan buku ini, maka penting bagi saya untuk menjernihkan apa yang saya maksudkan dengan istilah-istilah tersebut. Jiwa yang saya maksudkan dalam buku ini bukanlah konsep teknis yang biasa dipakai oleh para teolog atau filsuf. Penggunaan saya terhadap istilah ini lebih menjurus kepada makna metaforis. Saya menggunakan istilah jiwa untuk merujuk pada pribadi dalam kedalamannya dan totalitasnnya, dengan penekanan secara khusus pada kehidupan batin dari pribadi tersebut. Penggunaan kata ini menurut saya, mirip dengan yang Yesus gunakan berkaitan dengan istilah tersebut. Sebagai contoh, ketika Dia berbicara mengenai jiwa-Nya sangat sedih (Mat. 26:38), Yesus sedang berbicara mengenai dunia batin dari perasaan dan pengharapan-Nya. Hal yang sama berlaku ketika Dia menjanjikan ketenangan jiwa bagi mereka yang datang kepada Dia (Mat. 11:29). Ketenangan jiwa yang Yesus tawarkan menyentuh seluruh keberadaan kita – secara fisik, rohani, dan psikologis – tetapi secara khusus terfokus pada batin kita. Maka sebuah persahabatan dikatakan sejiwa artinya sebuah hubungan di mana saya memberi keseluruhan diri saya, terutama diri batin saya. Dan perhatian yang saya tawarkan bagi orang lain tersebut dalam hubungan sejiwa ini adalah perhatian bagi diri orang tersebut secara keseluruhan, terutama batin orang itu. Sahabat-sahabat sejiwa berusaha saling menjaga keunikan masing-masing dan memupuk pertumbuhan batin mereka. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan satu sama lain sebagai pribadi utuh dan saling membantu untuk menjadi pribadi yang utuh. Mereka saling menawarkan diri untuk menjadi berkat sebagai sahabat dan pembimbing dalam perjalanan hidup manusia ini. 14 S AC R E D C O M PA N I O N S Kalau begitu, peran apa yang dimainkan konsep kerohanian dalam hal ini? Saya menggunakan istilah kerohanian untuk merujuk pada kepekaan dan respons seseorang terhadap yang ilahi. Atas dasar ini saya berpendapat bahwa menjadi manusia adalah menjadi rohani. Setiap orang pasti memiliki kepekaan akan Allah. Perbedaan yang ada hanyalah masalah tingkat kepekaan dan natur dari respons yang kita buat terhadap hal tersebut. Kita semua menghadapi tantangan yang tidak terelakkan yaitu menjalani keberadaan kita di dunia ini dalam hubungan bersama Tuhan. Itulah kerohanian kita. Itulah yang dimaksud dengan menjadi manusia. Kerohanian Kristen tentu saja memiliki makna yang lebih spesifik. Kerohanian Kristen melibatkan menjalani eksistensi kita di dalam konteks iman dan komunitas Kristen. Lebih tepatnya, kerohanian Kristen adalah hubungan yang mendalam dengan Tuhan ketika roh manusia ditambatkan pada Roh Allah. Kerohanian bukanlah kerohanian Kristen jika kerohanian itu tidak dipusatkan pada Roh. Kerohanian Kristen adalah respons kita kepada Roh. Dia adalah Pribadi yang memulai dan membimbing perjalanan ini bagi setiap orang Kristen. Bagi setiap orang Kristen, perjalanan rohani merupakan inti dari perjalanan hidup mereka sebagai manusia. Kita percaya bahwa pemenuhan tertinggi bagi kemanusiaan kita ditemukan dalam persatuan dengan Tuhan melalui Kristus. Maka tidak ada yang lebih penting daripada menemukan dan mengaktualisasikan diri-dalamKristus yang unik sebagai tujuan kekal pribadi. Inilah inti dari kerohanian Kristen. Sahabat-sahabat rohani. Jika Anda ingin mendapatkan perkembangan yang berarti dalam perjalanan rohani yang mengubahkan sebagai orang Kristen, Anda perlu memiliki satu atau lebih sahabatsahabat yang turut mendukung perjalanan tersebut. Jika tidak, Anda tidak akan mendapat perkembangan yang berarti. Sesederhana itu. Sahabat-sahabat rohani saling memupuk pertumbuhan rohani di dalam jiwa masing-masing secara bersama. Kasih mereka terhadap satu sama lain terwujud dalam suatu keinginan kuat agar yang lain menjadi diri mereka yang sejati. Apa yang mereka tawarkan kepada satu sama lain sebagai respons dari keinginan kuat tersebut bukan- Kata Pengantar 15 lah suatu peran profesional. Tidak juga suatu keahlian khusus, tetapi lebih bagus bila disebut sebagai “pemberian” yaitu memberi diri mereka sendiri sebagai sahabat dan pembimbing dalam menjalani perjalanan rohani yang mengubahkan sebagai orang Kristen. Sahabat-sahabat rohani adalah sahabat-sahabat sejiwa. Ini berarti mereka memperhatikan satu sama lain sebagai pribadi yang utuh, tidak hanya secara roh semata. Sahabat-sahabat sejiwa menjadi sahabat-sahabat rohani ketika mereka berusaha saling membantu untuk berfokus dan berespons pada Tuhan. Untuk selanjutnya saya akan memakai istilah sahabat-sahabat rohani. Namun, saya akan menggunakan istilah sahabat-sahabat sejiwa ketika saya ingin menekankan aspek-aspek dasar dari memperhatikan orang lain dalam kedalaman dan totalitas mereka, dan sahabat-sahabat sejati ketika saya ingin menekankan natur ideal dari hubungan-hubungan ini. Kemungkinan bagi terjadinya persahabatan rohani bisa terjadi kapan saja di sekitar kita – tidak hanya di dalam gereja tetapi juga dalam keluarga, tempat kerja, dan komunitas kita. Tragisnya, mereka yang mencari persahabatan seperti itu seringkali gagal untuk melihat kemungkinan yang sudah ada dalam kehidupan mereka. Mereka gagal melihat pasangan hidup sebagai orang yang mungkin dijadikan pasangan sejiwa dan hanya melihatnya sebagai seorang suami atau istri atau pasangan dalam membesarkan anak. Mereka tidak melihat adanya kemungkinan memiliki persahabatan rohani yang tulus dengan anak-anak mereka dan hanya memahami peran mereka sebagai pengawas dan pelatih, bukan sebagai sahabat maupun pembimbing. Orang lain tidak dianggap layak karena mereka sepertinya tidak seperti kita. Sahabat, pasangan hidup, dan anggota keluarga semuanya memiliki kesempatan untuk bisa menjadi sahabat dalam menjalani perjalanan rohani. Meskipun bentuk dari persahabatan sejiwa ini memiliki beragam perbedaan dari bentuk hubungan yang lebih formal dan terstruktur dari bimbingan rohani, kita akan melihat bahwa kedua bentuk ini juga memiliki banyak kualitas yang sama. Cita-citanya, kedua bentuk ini bisa membentuk inti gereja yang dinamis. Komunitas rohani sebenarnya adalah jaringan dari persahabatan rohani. Bimbingan rohani. Bentuk kedua dari persahabatan sejiwa yang 16 S AC R E D C O M PA N I O N S akan kita bahas adalah bimbingan rohani. Bimbingan rohani lebih terstruktur dan kurang timbal balik dibanding persahabatan rohani. Sering dirujuk dengan istilah seperti mentoring, pemuridan, atau pengarahan rohani (semua istilah ini menggambarkan bentuk hubungan yang terkait dengan istilah itu meskipun ada sedikit perbedaan), bimbingan rohani belum lama dipakai dalam lingkungan Protestan. Tetapi peningkatan ketertarikan dalam penggunaan istilah ini lebih tepat dilihat sebagai penemuan kembali daripada penemuan yang pertama kali. Bimbingan rohani adalah bentuk perhatian terhadap jiwa yang sudah ada lama dalam kekristenan sejak gereja mula-mula. Bimbingan rohani tidak pernah hilang. Hanya saja sebagian besar gereja telah melupakan warisan mereka sendiri. Di dalam bentuk klasiknya, bimbingan rohani adalah hubungan satu pribadi dengan satu pribadi lain yang diatur bersamaan dengan doa dan percakapan yang diarahkan kepada keintiman yang semakin dalam dengan Tuhan. Sebagaimana yang akan kita lihat nanti, para pembimbing rohani bukanlah orang-orang yang ahli, bahkan bukan mereka yang membimbing. Mereka tidak mengikuti sebuah kurikulum yang distandarisasi atau menerapkan program yang sudah dipaketkan sebelumnya. Namun, mereka melakukan perjalanan bersama dengan orang lain yang, seperti diri mereka, berkomitmen pada proses perubahan rohani dalam Kristus. Dan yang paling penting, mereka berusaha menolong orang-orang yang melakukan perjalanan yang sama untuk peka terhadap kehadiran dan pimpinan Roh Allah – Pribadi yang Yesus utus sebagai Pembimbing Rohani sejati kita. Para pendamping yang kudus. Untuk menjelaskan para pembimbing dan sahabat rohani sebagai “para pendamping yang kudus” bisa dilihat dari cara mereka menolong kita untuk semakin peka terhadap kehadiran dari yang kudus. Pemberian tertinggi yang bisa diberikan seseorang kepada orang lain adalah menolong orang tersebut menjalani hidup semakin peka akan kehadiran Allah. Para pendamping yang kudus membantu kita mengingat bahwa ini adalah dunia milik Bapa kita. Mereka membantu kita mendengar suara-Nya, peka terhadap kehadiran-Nya, dan melihat jejak-Nya saat kita berjalan mengarungi kehidupan ini. Mereka menjadi sahabat dan pembimbing kita Kata Pengantar 17 dalam suatu perjalanan yang menjadi kudus bukan karena kehadiran mereka tetapi karena kehadiran Allah. Dengan cara demikian, mereka membuat perjalanan tersebut menjadi kudus. Dengan cara demikian, mereka membantu kita hidup dengan kesadaran yang semakin kuat akan yang kudus. Berbicara dari Pengalaman Pribadi Sebelum memulai pembahasan tentang bentuk-bentuk dari bimbingan rohani, saya ingin bicara sedikit mengenai bagaimana saya, seorang psikolog klinis, bisa menulis sebuah buku mengenai bimbingan dan persahabatan rohani. Meskipun saya sudah lama tertarik dengan interaksi jiwa secara psikologis dan rohani, tetapi fokus pekerjaan dan tulisan saya sebelumnya lebih kepada psikologi daripada rohani. Semua buku saya sebelumnya adalah mengenai konseling atau psikoterapi. Meskipun buku-buku tersebut memberi pertimbangan yang utama pada hal rohani dari kegiatan-kegiatan klinis, semua buku saya tersebut ditujukan terutama kepada kaum profesional dalam bidang ini. Saya tidak mungkin mengabaikan konseling atau psikologi klinis yang merupakan disiplin ilmu profesional saya. Saya tetap kagum dengan nilai yang diberikan oleh psikologi, tidak hanya sebagai sarana perubahan tetapi sebagai alat bantu untuk memahami dinamika dari jiwa. Saya juga tetap berkomitmen penuh untuk melatih para konselor dan psikoterpis dan menyediakan pelayanan terapi. Namun saya prihatin dengan dominannya perawatan kejiwaan dalam budaya gereja dan masyarakat kita. Kita telah mempercayakan pelayanan kehidupan batin seseorang kepada para ahli yang melihat peran mereka terutama sebagai pemecah masalah dan penyembuh. Tetapi perawatan kejiwaan tidak boleh menjadi model bagi pelayanan jiwa Kristen. Para profesional yang terlatih secara medis juga tidak boleh dijadikan tempat bergantung sebagai penyedia perawatan secara umum. Meskipun para konselor dan terapis memiliki peran yang penting dalam memulihkan keutuhan yang telah hilang, para sahabat dan pembimbing rohani juga memiliki peran yang sama penting dalam 18 S AC R E D C O M PA N I O N S membantu orang lain menjadi diri mereka yang sejati. Saya berharap agar dominasi terapi yang mewarnai pelayanan jiwa Kristen masa kini akan diimbangi dengan pelayanan rohani ketika semakin banyak orang Kristen yang menawarkan diri mereka dalam suatu hubungan pendampingan yang kudus. Pelayanan jiwa terlalu penting untuk sekadar diserahkan kepada para ahli medis profesional. Hasrat dari Seorang yang Amatir Saya menulis mengenai persahabatan dan bimbingan rohani sebagai seorang yang amatir, bukan sebagai seorang profesional. Saya tidak memiliki gelar formal dalam bidang ini, saya juga tidak beranggapan bahwa saya seorang ahli. Apa yang saya ketahui tentang persahabatan dan bimbingan rohani terutama berasal dari pengalaman bersama dalam menjalani perjalanan rohani dengan sahabat-sahabat rohani saya. Saya juga sangat diberkati melalui pengalaman pribadi dalam bimbingan rohani, melalui membaca dan mendapat sejumlah pelatihan yang cukup, dan melalui pengalaman selama beberapa tahun membagikan hal ini kepada orang lain. Pengalaman-pengalaman tersebut tidak menjadikan saya seorang ahli. Namun pengalaman tersebut membakar hasrat saya dalam menggeluti persahabatan rohani. Atas dasar itulah saya menulis buku ini. Orang-orang yang masih amatir biasanya melakukan berdasarkan hasrat bukan karena keahlian. Ini secara tepat menjelaskan perasaan saya tentang besarnya nilai dari memberi diri menjadi berkat sebagai sahabat dan pembimbing rohani. Di dalam tahun-tahun belakangan ini, gereja secara tragis telah mengesampingkan pelayanan jiwa ini. Meningkatnya budaya terapis yang mendominasi budaya Barat dalam abad-abad ini menghasilkan pemisahan dangkal antara aspek psikologis dan rohani dari kepribadian manusia. Penerimaan terhadap pemisahan ini terlihat dari penilaian bahwa gereja hanya relevan bagi aspek rohani seseorang. Saya sangat prihatin dengan perkembangan ini dan telah bekerja selama dua dekade untuk memulihkan hal tersebut. Jika gereja ingin dipulihkan kembali ke posisinya yang benar yaitu gereja yang relevan dan unggul dalam mendukung pelayanan dan Kata Pengantar 19 pemulihan jiwa, kita harus memperlengkapi dan mendorong orangorang untuk memberi diri mereka masuk ke dalam hubungan persahabatan jiwa dan bimbingan rohani. Ini tetap membutuhkan keterlibatan dari konselor. Dan tetap membutuhkan lebih banyak pembimbing rohani yang terlatih dengan baik. Namun ini juga membutuhkan para orangtua, pasangan hidup, dan sahabat yang hanya menginginkan suatu persahabatan rohani yang sejati, yang keluar dari keinginan mereka sendiri. Ini juga membutuhkan para penatua, pemimpin kelompok kecil, dan orang-orang yang mengerti bagaimana membentuk hubungan dalam cara yang paling cocok dalam memupuk pertumbuhan rohani. Komitmen saya untuk membantu usaha-usaha di atas merupakan motivasi saya bagi penulisan buku ini. Saya mempersembahkan buku ini dengan doa agar buku ini bisa digunakan oleh Tuhan untuk membangkitkan sejumlah besar orang yang siap menjadi sahabat dan pembimbing bagi orang lain dalam suatu perjalanan rohani. Dengan kata lain, saya ingin buku ini memiliki dampak yang menentukan. Agar ini tercapai, saya memasukkan beberapa pertanyaan perenungan dan diskusi di akhir setiap bab. Sekadar membaca buku seringkali tidak cukup untuk menghasilkan perubahan dalam perilaku. Perenungan yang disertai doa dan diskusi dengan orang lain selalu membantu menjabarkan dampak dari apa yang telah kita baca dan dipersiapkan untuk perubahan apa pun yang mungkin disodorkan oleh Roh. Maka saya berharap agar kesempatan perenungan ini bisa berguna bagi individu maupun kelompok yang membaca pembahasan selanjutnya dari buku ini. Minggu Pertama Paskah Kuala Lumpur, Malaysia BAGIAN PERTAMA Persahabatan Rohani P ERJALANAN YANG M ENGUBAHKAN S aya selalu menikmati perjalanan. Secara intelektual dan rohani, saya selalu berada dalam suatu perjalanan – selalu gelisah dan selalu ingin mencari. Ketika saya sedang membaca sebuah buku mengenai jenis-jenis kerohanian1, saya terkejut menemukan bahwa buku itu menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki jenis kerohanian kontemplatif (yang sangat cocok menggambarkan diri saya) sebagai orang-orang yang selalu berada dalam pengembaraan rohani. Buku itu juga sangat baik menggambarkan diri saya ketika mengatakan tentang ketertarikan orang-orang seperti itu terhadap gambaran perjalanan sebagai metafora bagi kehidupan. Maka tidak heran saya merangkai buku tentang persahabatan rohani ini dalam kerangka bimbingan dan persahabatan dalam sebuah perjalanan. Namun, menjelaskan kerohanian dalam istilah sebuah perjalanan sama dengan menggunakan sebuah metafora yang menghubungkan kita secara kuat dengan penjelasan Alkitab tentang sifat dari iman Kristen. Perjanjian Lama maupun Baru sering menyajikan iman sebagai respons terhadap sebuah panggilan untuk melakukan sebuah perjalanan – sebuah perjalanan mengikuti dan memercayakan diri kepada Allah saat Dia memimpin kita dalam petualangan yang telah Dia rencanakan bagi kita. Sebagai contoh, kita bisa melihat Abraham. Allah waktu itu me1 Corinne Ware, Discover Your Spiritual Type (Bethesda, Md.: Alban Institute, 1995). 22 S AC R E D C O M PA N I O N S minta Abraham untuk meninggalkan kotanya dan sanak saudaranya untuk pergi ke suatu tempat yang akan Dia tunjukkan kemudian. Secara logis ini tidak masuk akal. Orang yang memiliki keluarga dan tanggung jawab umumnya tidak siap melakukan perjalanan ke padang belantara tak dikenal ketika diminta oleh Tuhan mereka, terutama ketika mereka tidak mengetahui ke mana tujuannya. Tetapi Abraham melakukan hal itu. Dia setuju untuk mengikuti Tuhannya dalam sebuah perjalanan yang akan membuat dia dan dunia selamanya berubah. Dan ingat juga tentang perjalanan yang dilakukan oleh anak-anak Israel ketika mereka mengikuti Tuhan keluar dari Mesir ke padang belantara. Mengikuti jejak mereka selama empat puluh tahun mengembara di tempat yang sekarang ini disebut sebagai Arab Saudi bisa mengesankan bahwa mereka sedang tersesat. Tetapi mereka tidak sedang tersesat – mereka sedang mengikut Tuhan di padang belantara sampai mereka mengalami perubahan karakter yang diinginkan Tuhan. Mereka pikir panggilannya hanya untuk keluar dari Mesir ke Tanah Perjanjian yang penuh dengan susu dan madu. Tetapi meskipun Allah memang memaksudkan keselamatan mereka dari Mesir, rencana keselamatan Allah tidak sampai disitu saja. Allah juga ingin menyelamatkan mereka dari diri mereka sendiri. Mereka dipanggil untuk melakukan suatu perjalanan yang mengubahkan, bukan sekadar sebuah perjalanan menuju ke suatu kota tempat mereka akan tinggal nanti. Terakhir, ingat juga tentang panggilan Yesus kepada para murid-Nya. Panggilan-Nya yang sederhana kepada Simon dan Andreas “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mrk. 1:17). Kepada Lewi panggilan-Nya bahkan lebih tegas “Ikutlah Aku!” (Mrk. 2:14). Sekali lagi, panggilan ini adalah panggilan untuk melakukan suatu perjalanan, tanpa ada indikasi suatu tujuan. Dan sekali lagi panggilan ini adalah panggilan untuk melakukan suatu perjalanan yang akan mengubah mereka selamanya. Esensi dari kerohanian Kristen adalah mengikuti Kristus dalam suatu perjalanan yang mengubahkan hidup. Tanah yang jauh di mana tempat kita dipanggil bukan surga. Bukan juga suatu tempat Perjalanan yang Mengubahkan 23 eksternal atau secara fisik. Tanah yang jauh itu adalah ciptaan baru yang ingin Kristus bentuk terhadap kita – pribadi yang utuh dan kudus yang menemukan keunikan, identitas, dan panggilannya dalam Kristus. Para sahabat rohani secara bersama-sama saling menemani dan membimbing dalam perjalanan ini. Perjalanan jiwa dalam kerohanian Kristen adalah sebuah perjalanan untuk menjadi sesuatu, bukan sekadar tindakan atau bahkan keberadaan. Inilah alasannya mengapa kerohanian Kristen memberi prioritas kepada kehidupanbatin seseorang. Perubahan yang dihasilkan dalam kerohanian Kristen berasal dari dalam keluar. Inilah signifikansi dari penekanan yang terus Yesus berikan tentang hati. Semua perubahan dalam perilaku kita adalah penting, tetapi semua motivasi kita atas apa yang kita lakukan bahkan lebih penting. Coba ingat kembali bagaimana Yesus menyusun Khotbah di Bukit dengan rumus “Kamu telah mendengar firman … tetapi Aku berkata kepadamu” (lihat Mat. 5-7). Apa standar lebih tinggi yang sedang ditetapkan oleh Kristus? Sesuatu yang ada dalam hati Anda. Motivasi sangat penting. Apa yang ada dalam pikiran Anda sangat penting. Diri batin Anda sangat penting dan sebenarnya itu merupakan fokus utama dari perubahan pribadi yang Yesus sebut sebagai konversi. Jalur bagi Perjalanan Sebagaimana yang terjadi dalam perjalanan yang diminta untuk dijalani oleh Abraham, demikian juga tidak mungkin menetapkan secara tepat jalur yang harus diikuti dalam perjalanan perubahan jiwa seseorang, karena dalam perjalanan ini kita tidak sedang mengikuti peta, kita sedang mengikuti seorang pribadi – Yesus. Yesus tidak memberitahu kita ke mana kita harus pergi; Dia hanya meminta kita untuk mengikuti Dia. Perjalanan rohani orang Kristen mewajibkan kita untuk mengatasi godaan untuk mengikuti manusia daripada mengikuti Yesus. Jika kita diberkati, kita akan mengalami pengalaman melihat Dia dalam perjalanan kita bersama dengan sahabat-sahabat rohani atau orang Kristen lainnya. Di dalam semua keadaan ini, kita sering tergoda untuk melihat bahwa mengikuti sahabat rohani sama dengan mengikuti 24 S AC R E D C O M PA N I O N S Yesus. Tetapi itu tidak benar. Para sahabat rohani sangat membantu kita ketika mereka menunjukkan dengan jelas bahwa pekerjaan mereka adalah menunjukkan jalan, bukan memimpin jalan. Dan jalan yang harus mereka tunjukkan adalah Yesus. Sebuah godaan yang sama pentingnya bagi mereka, yang sedang menawarkan persahabatan rohani, dengan berasumsi bahwa jalur merekalah yang terbaik bagi orang lain. Betapa mudahnya kita berpikir bahwa semua orang harus bertemu Tuhan dengan cara dan tempat yang sama seperti yang pernah kita lakukan. Betapa mudahnya kita membayangkan bahwa setiap orang harus mengikuti jalur doa, devosi, atau pelayanan yang sama seperti yang pernah kita lakukan. Tugas dari para sahabat rohani adalah membantu kita mengerti kehadiran, kehendak, dan pimpinan Roh Allah. Para sahabat rohani melakukan kesalahan besar ketika mereka mengambil otoritas untuk memaksakan jalur tertentu yang harus diikuti. Jika demikian, mereka berusaha memberi kita sebuah peta buatan mereka sendiri. Tindakan tersebut bisa saja hanya mengganggu fokus kita kepada Yesus dan Roh-Nya. Tetapi yang lebih buruk lagi, tindakan tersebut bisa membuat kita berfokus pada peta itu sendiri bukan kepada Allah sendiri – dan itu adalah dosa penyembahan berhala. Namun, meskipun kita tidak bisa menjelaskan jalur secara detail, kita pasti bisa menjelaskan sedikit mengenai hal ini. Mengikuti John Calvin, kaum Protestan umumnya memberikan tiga tahap umum dari perjalanan ini – konversi, pengudusan, dan pemuliaan. Konversi merujuk pada awal dari kehidupan baru kita dalam Kristus, pengudusan kepada pertumbuhan dalam kekudusan, dan pemuliaan kepada akhir dari proses ini ketika kita menerima suatu tubuh kebangkitan. Karena hanya dua tahap pertama yang terlibat dalam hidup ini, kaum Protestan berbicara banyak mengenai kedua hal tersebut dalam perjalanan ini. Setelah menunjukkan konversi sebagai awal dari perjalanan seseorang dan mendorong orang tersebut melakukan berbagai disiplin rohani dasar (doa, belajar Alkitab, keterlibatan dan kegiatan gereja, dan sebagainya), kaum Protestan seringkali tidak banyak memberi nasihat secara spesifik mengenai jalur bagi perjalanan ini. Ini Perjalanan yang Mengubahkan 25 menghasilkan perbedaan utama langsung antara apa yang disebut dengan pemuridan (atau mentoring) dan bimbingan rohani. Pemuridan, sebagaimana umum dipraktikkan, berfokus pada langkah pertama bagi mereka yang baru dalam mengikuti Kristus atau mereka yang belum bertumbuh jauh dalam perjalanan ini. Bimbingan rohani lebih berfokus pada tahap selanjutnya dari perjalanan ini dan biasanya dianggap lebih relevan bagi mereka yang ingin memperdalam praktik kerohanian yang sudah biasa dilakukan sebelumnya. Rumusan dari perjalanan rohani yang diterapkan oleh Katolik Roma dan Kristen Ortodoks Timur juga mencakup tiga tahapan – pemurnian, iluminasi, dan penyatuan. Pemurnian merujuk pada memurnikan karakter seseorang melalui pengakuan dosa dan menerapkan suatu sikap netral terhadap semua yang dimiliki dalam dunia. Iluminasi merujuk pada menumbuhkan pengalaman pribadi tentang kasih dan damai Allah dan menumbuhkan kemauan yang semakin meningkat untuk menyerahkan kehendak diri kepada Tuhan. Penyatuan terkait dengan harmoni keseluruhan antara keberadaan seseorang dan Allah sendiri, terutama berfokus pada penyerahan penuh kepada kehendak-Nya ketika Roh-Nya menjadi bagian kita. Mistisisme praktis. Beberapa pembahasan yang berguna mengenai tahapan yang lebih lanjut dari perubahan rohani Kristen berasal dari kaum mistis, baik dari kalangan Katolik maupun Protestan. Kaum mistis memberi diri mereka dalam usaha untuk mendapatkan suatu pemahaman pribadi dari pengalaman pribadi tentang Tuhan, terutama pengalaman bersatu dengan Tuhan. Apa yang akan mereka katakan kepada kita mengenai perjalanan rohani bisa sangat membantu semua orang yang secara serius berusaha mengenal Allah lebih dalam lagi atau membantu orang lain untuk melakukan hal yang sama. Di sini saya hanya menyebut dua penulis, yang satu Protestan dan yang satu lagi Katolik Roma. Di dalam bukunya yang berjudul Interior Castle, Teresa dari Ávila (1515-1582) menggambarkan perjalanan rohani sebagai suatu tindakan melalui tujuh ruangan dari sebuah kastil. Perkembangan dari perjalanan tersebut adalah dari luar menuju ke ruang paling dalam, tempat Kristus tinggal dan tempat kita berjumpa dengan Dia secara 26 S AC R E D C O M PA N I O N S langsung. Apa yang Teresa gambarkan melalui sarana metafora ini adalah kehidupan doa yang semakin mendalam. Bergerak dari satu ruang ke ruang lain dalam kastil melibatkan pertumbuhan dari sekadar berkata-kata dalam doa kepada meditasi kepada kontemplasi dan terakhir menyatu dengan Tuhan. Keintiman yang semakin mendalam dengan Tuhan yang Teresa gambarkan dapat dicapai melalui kasih, bukan sekadar melalui pengetahuan. Pengetahuan akan Allah seperti ini adalah pengetahuan dari hati, bukan sekadar pengetahuan dari kepala. Itu merupakan suatu keadaan jatuh cinta kepada Tuhan. Evelyn Underhill (1875-1941) juga menggambarkan perjalanan rohani dalam istilah yang memperlihatkan suatu pertumbuhan dalam doa. Di dalam bukunya yang berjudul Practical Mysticism dia mengatakan bahwa awal dari setiap pertumbuhan yang benar dalam doa menuntut tiga hal: (1) disiplin dalam berkonsentrasi, (2) menyederhanakan gaya hidup kita, dan (3) melakukan orientasi ulang terhadap semua afeksi dan kehendak kita. Pendekatan terhadap doa yang dia ajarkan dimulai dari apa yang dia sebut rekoleksi, kemudian bertumbuh menjadi meditasi dan menuju kepada kontemplasi. Pertumbuhan ini awalnya sangat membutuhkan disiplin untuk berkonsentrasi dan kemudian penyerahan kepada Roh Allah yang ada dalam kontemplasi. Di dalam kontemplasi, kita mengalami Allah secara langsung bukan sekadar berpikir mengenai Dia. Evelyn merujuk hal ini sebagai pengalaman merasakan tanpa berpikir, yang oleh Teresa dan penulis lainnya disebut sebagai penyatuan dengan Allah. Penjelasan dari kedua penulis wanita diatas tentang medan yang harus dilalui dalam suatu perjalanan rohani memiliki kemiripan. Bersama dengan Yohanes Salib, Thomas Merton, Francis dari Sales, dan sejumlah besar kaum mistis Kristen, mereka menekankan pentingnya doa dalam perjalanan rohani. Pertumbuhan dalam disiplin berdoa tidak hanya melibatkan disiplin tetapi juga pertumbuhan dari berdoa dengan kepala (doa dengan kata-kata) kepada berdoa dengan hati (berdoa yang melibatkan kepekaan dalam kasih akan kehadiran Allah). Meskipun doa seperti itu bukan dimaksudkan untuk menggantikan doa dengan kata-kata, tetapi doa dengan hati dimaksudkan untuk memperdalam doa dengan kata-kata. Doa dengan hati juga Perjalanan yang Mengubahkan 27 memiliki kemungkinan untuk menolong kita menghasilkan pertumbuhan yang signifikan ke arah doa yang tak henti-hentinya. Menerima misteri. Kaum Protestan sering memiliki kecurigaan terhadap mistisisme. Terkadang mereka menyamakan mistisisme dengan sihir atau okultisme, mereka memiliki asumsi bahwa mistisisme Kristen merupakan sebuah istilah lain dari sihir atau okultisme. Ini merupakan kesalahpahaman yang sangat disayangkan. Kaum mistis Kristen menawarkan sumber-sumber yang sangat kaya bagi mereka yang ingin memperdalam kehidupan doa dan keintiman mereka dengan Tuhan. Bantuan seperti ini sangat dibutuhkan dan sering ditolak oleh mereka yang memiliki latar belakang atau kepribadian yang terlalu intelek dalam kehidupan iman mereka. Itu merupakan pengalaman pribadi saya. Selama bertahun-tahun pengenalan saya akan Tuhan terutama berhubungan dengan pengenalan mengenai Dia. Iman lebih terkait dengan penegasan intelektual daripada kebergantungan dan kepercayaan secara emosional, dan saya berhubungan dengan Tuhan lebih dengan kepala saya daripada hati saya. Meskipun Firman telah menjadi daging, saya cenderung mengembalikan Dia menjadi firman kembali – saya lebih memilih media itu sebagai sarana saya bertemu Tuhan. Ini membuat saya secara arogan mengecilkan semua pendekatan berdasarkan pengalaman terkait dengan kerohanian Kristen. Saya melihat pendekatan seperti itu memiliki dasar teologis yang lemah. Tidak heran, hal ini juga menghasilkan pengalaman pribadi akan Tuhan yang sangat kering. Besarnya kemiskinan rohani saya pertama kali disadari pada waktu saya berada diumur pertengahan tiga puluh. Saya mulai merasa tidak puas dengan pengalaman kehadiran Tuhan secara langsung yang sangat terbatas. Saya gelisah secara rohani dan dipenuhi dengan kerinduan. Saya iri dengan mereka yang sepertinya mengasihi Tuhan secara pribadi, bukan hanya mengasihi ide tentang Tuhan. Saya ingin mengenal dia secara pribadi dan memiliki pengalaman pengenalan tersebut, bukan hanya pengetahuan tentang Dia. Kelaparan rohani ini membawa saya membaca buku-buku klasik Kristen tentang kerohanian – salah satunya adalah penulis-penulis yang telah saya sebutkan di atas. Saya sebelumnya sudah memiliki 28 S AC R E D C O M PA N I O N S banyak buku seperti itu dalam rak buku saya, tetapi saya mengkoleksinya, tidak secara serius membacanya. Sekarang saya melahap semua buku itu. Membacanya berdampingan dengan Alkitab, buku-buku itu membantu saya berjumpa dengan Firman yang ada dibalik kata-kata dalam Kitab Suci. Buku-buku ini juga membantu saya mengambil langkah pertama bertemu dengan Tuhan yang tidak hanya dengan kepala tetapi juga dengan hati saya. Saya merasa saya telah dilahirkan kembali. Itu merupakan kelahiran rohani, bisa dibandingkan dampak rohaninya dengan konversi saya dua dekade sebelumnya. Tuhan memberi saya kaum mistis Kristen sebagai sahabat rohani saya dan menggunakan mereka untuk membimbing saya kepada pengalaman yang semakin dalam akan Dia. Saya masih jauh dari kedalaman perjumpaan dengan Tuhan seperti yang saya inginkan. Tetapi saya sudah jauh lebih dekat daripada sebelumnya. Dari tempat yang jauh dan waktu yang lampau, orang-orang Kristen bijak ini mampu menembus halangan budaya, generasi dan denominasi, dan menawarkan persahabatan serta bimbingan pelayanan jiwa kepada mereka yang mencari persahabatan dan bimbingan dalam menjalani perjalanan rohani mereka sebagai orang Kristen. Kita perlu berhati-hati agar tidak mengabaikan atau mengecilkan mereka hanya karena mereka berbeda dengan kita – mungkin karena terlalu serius, mungkin seperti makhluk dari dunia lain, mungkin karena terkait dengan cabang tertentu dari sebuah gereja Kristen. Di dalam kenyataannya mereka adalah sesama musafir, yang merupakan bagian dari sejumlah besar saksi yang mengelilingi kita dalam perjalanan ini, menawarkan kepada kita persahabatan dan bimbingan rohani yang penting. Misteri akan selalu tidak dapat dipahami sepenuhnya. Tetapi misteri tidak perlu ditakuti. Sebuah perjalanan rohani yang berusaha menyingkirkan semua hal yang misteri, tidak akan membawa kita cukup jauh untuk keluar dari zona aman kita sehingga bisa membawa perubahan yang sejati. Tujuan dari Perjalanan Saya telah berbicara mengenai peta dari medan yang harus dilalui Perjalanan yang Mengubahkan 29 dalam perjalanan rohani orang Kristen. Tetapi apa yang bisa kita katakan mengenai tujuan dari perjalanan itu? Setiap perjalanan harus memiliki tujuan dan setiap proses untuk perubahan harus memiliki tujuan. Maka bagaimana kita menjelaskan tujuan dari perjalanan rohani orang Kristen yang mengubahkan ini? Tujuan yang diharapkan dari sebuah perjalanan rohani orang Kristen pernah dijelaskan dalam beragam cara. Seringkali penjelasannya menggunakan istilah menjadi seperti Kristus, menghasilkan buah Roh atau menjadi kudus. Pengakuan Iman Westminster menjelaskan hal ini sebagai mengenal Tuhan dan menikmati-Nya selamanya. Orang-orang Kristen Ortodoks Timur sering berbicara mengenai bertumbuh dari membayangkan Tuhan menjadi menyerupai Dia (ini menegaskan apa yang dijelaskan kaum Protestan Barat sebagai pengudusan). Orang-orang Katolik Roma umumnya berbicara mengenai tujuan dari perjalanan ini sebagai penyatuan dengan Tuhan. Setiap penjelasan ini menangkap dimensi penting yang saling terkait dari perubahan pribadi yang merupakan bagian dari menjadi seorang pengikut Kristus. Semua penjelasan di atas, menurut saya, dapat diringkas oleh tiga tujuan utama yang saling terkait dari perjalanan rohani: (1) menjadi kekasih yang luar biasa, (2) menjadi utuh dan kudus, dan (3) menjadi diri kita yang sejati dalam Kristus. Menjadi Kekasih yang Luar Biasa Tidak ada penjelasan mengenai kerohanian Kristen yang bisa dikatakan lengkap jika penjelasan itu gagal memberikan tempat utama bagi kasih. Allah itu kasih. Dia telah mencurahkan kasih ini ke dalam hati kita melalui Roh Kudus (Rm. 5:5). Melalui menawarkan kasih-Nya kepada kita, Dia rindu agar kita menjadi seperti Dia – seorang kekasih yang luar biasa. John Wesley menjelaskan pengudusan sebagai suatu proses pemulihan dalam gambar dan rupa Kristus. Hal yang utama dari makna pengudusan yang Wesley maksudkan adalah mengasihi seperti Kristus mengasihi. Dan bagaimana Kristus mengasihi? Dia mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan, dan mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri. Perubahan rohani Kristen 30 S AC R E D C O M PA N I O N S dalam pengertian Wesley adalah dijadikan sempurna dalam kasih – kasih Kristus menjadi kasih kita. Urutan perintah dari ringkasan hukum taurat yang Yesus berikan sangatlah penting. Kasih dimulai dari Allah. Maka perubahan kita menjadi kekasih yang luar biasa tidak dimulai dari mengasihi diri sendiri dengan lebih dalam, tidak juga dengan mengasihi sesama kita dengan lebih sungguh, tetapi dengan sepenuhnya mengasihi Allah. Bagaimana kita belajar mengasihi Allah? Jawabannya adalah dengan berusaha mengenal Dia. Tetapi pengenalan yang menghasilkan kasih tidak mungkin hanya sekadar pengenalan dengan kepala – sekadar pengetahuan tentang Allah. Pengenalan yang menghasilkan devosi harus didasarkan pada pengenalan dengan hati. Agar bisa sepenuhnya mengenal Allah, kita harus mengenal kasih-Nya melalui pengalaman. Saya mulai mengasihi Allah ketika saya mengenal – tidak sekadar percaya – bahwa Allah mengasihi saya. Ketika hal utama yang paling saya ketahui adalah saya sangat dikasihi oleh Tuhan, maka saya sudah melakukan langkah pertama menuju kepada sebuah hati yang mengenal Allah. Saya juga telah melakukan langkah awal untuk bisa mengasihi sesama dengan tulus. Buku The Practice of the Presence of God dari Brother Lawrence menunjukkan rahasia sederhana tentang doa yang dia pelajari ketika dalam waktu yang lama ia harus mencuci piring kotor di dapur sebuah biara pada abad ketujuhbelas. “Rahasia” Lawrence sangatlah sederhana, yaitu ia suka sekali mengalihkan pandangannya kepada Tuhan sepanjang waktu. Metode doa Brother Lawrence sebenarnya tidak lebih dari sebuah disiplin untuk memupuk sebuah hubungan kasih. Bagaimana lagi seseorang bisa mengasihi orang lain selain memberi perhatian dalam kasih kepada orang lain tersebut? Untuk mengenal Allah kita harus memikirkan Dia, tidak hanya sekadar memikirkan tentang Dia. Kita harus belajar peka akan kehadiran-Nya bersama dengan kita. Kita harus belajar memberi waktu memandang Dia, berdiam di hadapan Dia, dan fokus kepada Dia. Dan kita harus belajar untuk mendengarkan Dia. Semua disiplin memberi perhatian dalam kasih ini membentuk dasar bagi perkembangan sebuah hubungan kasih dengan Tuhan. Perjalanan yang Mengubahkan 31 Kasih yang sejati akan Tuhan meluas menjadi kasih terhadap sesama. Yesus mengatakan kepada kita bahwa kasih kita terhadap sesama adalah tanda bagi dunia bahwa kita adalah pengikut-Nya (Yoh. 13:35). Yohanes mengatakan kepada kita bahwa setiap orang yang mengasihi dilahirkan dari Allah dan mengenal Allah dan setiap orang yang tidak mengasihi sesama tidak mengenal Allah (1 Yoh. 4:7-8). Hubungan antara mengenal Allah dan kasih tidak bisa dibuat lebih jelas lagi dari itu. Tuntutan-tuntutan dari kasih. Menuliskan kata-kata tersebut membuat saya sangat peka akan betapa jauhnya saya dari cita-cita ini. Saya menjadi teringat tentang betapa kasarnya sikap saya terhadap seorang sahabat yang sangat dekat dengan saya, membiarkan kejengkelan menguasai saya hanya karena masalah yang remeh dan menghasilkan perkataan yang sangat tidak baik dan menyakitkan. Lalu, setelah meminta pengampunannya dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar diberi kemampuan untuk mengasihi sahabat saya sebagaimana adanya dia, saya melakukan hal yang sama lagi hanya berselang beberapa minggu kemudian. Betapa saya sangat berharap agar Tuhan menetapkan sesuatu – apa pun itu – selain dari kasih sebagai standar tertinggi dari pertumbuhan rohani. Mengakui miskinnya kasih saya baik kepada Tuhan maupun sesama manusia merupakan hal yang sangat mematahkan semangat. Itu merupakan hal yang paling membuat saya tertekan dalam proses mengikut Kristus. Respons pertama melihat kurangnya kasih saya adalah saya selalu mencoba dengan lebih keras. Saya berdoa meminta agar bisa semakin mengasihi dengan lebih tekun. Tetapi sepertinya tidak ada yang berubah. Kemudian saya ingat bahwa saya sekali lagi melakukannya secara terbalik. Allah tidak ingin agar saya berusaha menjadi semakin keras mengasihi. Dia ingin saya untuk menyerap kasih-Nya sehingga kasih-Nya itu bisa mengalir keluar melalui saya. Oleh karena itu saya kembali menyadari kembali bahwa saya sangat dikasihi oleh Tuhan. Saya merenungkan tentang kasih-Nya, mengizinkan fokus saya adalah kepada Dia dan kasih-Nya kepada saya, bukan kepada diri saya dan kasih saya kepada Dia. Dan secara perlahan segala sesuatu mulai berubah. Hati saya secara perlahan mulai meng- 32 S AC R E D C O M PA N I O N S alami kehangatan dan dilembutkan. Saya mulai mengalami tingkatan yang baru dari pengalaman kasih Allah terhadap saya. Secara perlahan, hampir tidak nampak, saya mulai melihat orang lain melalui mata kasih Allah. Saya mulai mengalami kasih Allah bagi orang lain. Hanya kasih yang mampu menghasilkan perubahan sejati. Kehendak kita tidaklah cukup, bahkan usaha rohani tidak mampu melakukan tugas perubahan tersebut. Jika kita ingin menjadi kekasih yang luar biasa, kita harus selalu kembali kepada kasih yang luar biasa dari Allah sang Kekasih yang Luar Biasa. Thomas Merton mengingatkan kita bahwa akar dari kasih Kristen bukan kehendak untuk mengasihi tetapi iman untuk percaya bahwa kita sangat dikasihi oleh Allah. Kembali kepada kasih yang luar biasa itu – suatu kasih yang diperuntukkan bagi kita sebelum kita mengalami penolakan apa pun dan kasih itu akan tetap ada di sana bagi kita setelah semua penolakan telah dialami – ini merupakan pekerjaan rohani sejati kita. Memulai sebuah perjalanan rohani yang mengubahkan sebagai orang Kristen sama seperti mendaftarkan diri masuk ke dalam sekolah kasih ilahi. Tugas utama kita dalam sekolah ini bukan hanya belajar dan praktik tetapi juga membiarkan diri kita dikasihi secara mendalam oleh Tuhan. Menjadi Utuh dan Kudus Alasan mengapa saya suka menjelaskan tujuan dari perjalanan rohani orang Kristen sebagai menjadi utuh dan kudus adalah untuk mengingatkan kita bahwa fokus dari kasih dan keselamatan yang Allah berikan pada kita bukan untuk sebagian dari diri kita tetapi secara utuh. Yesus tidak mengasihi suatu bagian non materi atau bagian kekal dari diri saya. Dia mengasihi saya. Dan Yesus tidak mati bagi kita agar hanya sebagian dari diri saya yang diselamatkan. Dia mati bagi saya agar seluruh diri saya bisa menjadi ciptaan baru. Jika kurang dari itu sama dengan mengecilkan keselamatan dan memecah belah personalitas manusia yang sebenarnya tidak diinginkan oleh Tuhan. Perjalanan rohani orang Kristen terlalu sering dipahami hanya dalam istilah menjadi serupa dengan Allah. Meskipun itu merupakan Perjalanan yang Mengubahkan 33 komponen yang sangat penting, jika kita hanya menekankan aspek tersebut, maka kita hanya mengembangkan suatu kerohanian yang mengecilkan kemanusiaan kita. Tujuan dari perjalanan rohani orang Kristen bukanlah untuk menjadi semakin ilahi dan kurang manusiawi. Keselamatan bukan untuk melepaskan kita dari kemanusiaan kita; keselamatan adalah untuk menebus kemanusiaan kita. Secara tragis, beberapa gagasan dari perjalanan Rohani orang Kristen telah memimpin orang-orang untuk menolak seluruh aspek dari kemanusiaan mereka. Beberapa orang telah menolak seksualitas mereka, sebagian orang lain menolak intelektualitasnya, emosi atau kemampuan mereka menikmati sesuatu. Semua orang yang melakukan ini dibuat cacat sehingga sulit menjalani jalan ke arah keutuhan dan kekudusan. Tetapi bukannya membawa kecacatan mereka kepada Tuhan untuk disembuhkan, mereka malah mengenakan itu sebagai lencana yang menunjukkan kehormatan rohani. Kerohanian yang tidak didasarkan pada kemanusiawian tidak baik diterapkan dalam dunia ini. Bahkan, kerohanian seperti ini bisa berbahaya. Kerohanian yang kelihatannya membuat kita seperti Tuhan tetapi gagal membuat kita menjadi manusia sejati sebenarnya sedang menghancurkan personalitas kita sebagai manusia. Jika menerima kemanusiawian dilakukan oleh Yesus sebagai hal yang baik, mengapa kita malah membencinya? Untuk menjadi seperti Yesus dan memiliki karakter-Nya, kita harus – seperti juga Dia – menerima kemanusiawian kita dan mengerjakan kerohanian kita di dalam kerangka tersebut. Perjalanan kerohanian orang Kristen yang otentik harus selalu melibatkan penebusan atas kemanusiaan kita, bukan penolakan atau bahkan menyalibkannya. Ini mengantar kita untuk memperhatikan pentingnya dan saling terkaitnya pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri. Seperti yang dikemukakan oleh John Calvin di halaman pembuka dalam karyanya Institutes of the Christian Religion, tidak mungkin ada pengenalan yang dalam akan Allah di luar pengenalan yang dalam akan diri dan tidak mungkin ada pengenalan yang dalam akan diri di luar dari pengenalan yang dalam akan Allah. Meister Eckhart, seorang teolog dan mistis Kristen abad ke empat belas, pernah mengatakan 34 S AC R E D C O M PA N I O N S hal yang sama dua abad sebelumnya. Mengenal Allah dan mengenal diri sendiri merupakan dua hal yang harus ada bagi keutuhan dan kekudusan. Betapa tragis jika seseorang yang telah memberi seluruh dayanya dalam usaha mengenal Allah tetapi sama sekali tidak memiliki pengenalan yang sejati akan dirinya sendiri. Dan betapa menakutkannya ketika orang seperti itu berada dalam posisi sebagai pemimpin atau memiliki pengaruh. Kedewasaan dalam pengertian orang Kristen menuntut agar kita mengenal Allah dan diri kita sendiri, mengakui bahwa pengenalan yang dalam akan Allah mendukung pengenalan yang dalam akan diri kita sendiri. Sementara kekudusan menekankan pada memiliki karakter Allah, keutuhan mengingatkan kita bahwa memiliki karakter Allah tidak membuat kita menjadi Allah atau malaikat – memiliki karakter Allah membuat kita menjadi seorang manusia yang utuh. St. Ireneus mengingatkan kita bahwa kemuliaan dari Allah adalah kemanusiaan yang penuh dan kehidupan yang penuh. Allah berusaha membuat kita menjadi manusia yang utuh dan hidup. Inilah kehidupan berlimpah yang Yesus janjikan (Yoh. 10:10). Energi kita, kepenuhan hidup kita yang sejati, merujuk kembali pada Allah, penulis kehidupan ini. Jika kita melakukannya, kita memuliakan Allah. Tujuan dari keselamatan adalah mengutuhkan apa yang hancur. Perjalanan rohani orang Kristen mengharuskan adanya keutuhan tersebut. Tetapi keutuhan yang sejati tidak bisa muncul terpisah dari kekudusan. Di dalam bukunya The Holiness of God, R. C. Sproul mencatat bahwa pola dari perjumpaan Allah dengan manusia yang mengubahkan adalah selalu sama. Allah muncul; Manusia merespons dengan kegentaran karena dosa mereka Allah mengampuni dosa kita dan memulihkan kita (kekudusan dan keutuhan). Allah kemudian mengutus kita keluar untuk melayani Dia. Ini artinya kekudusan dan keutuhan merupakan dua tujuan yang saling terkait dari sebuah perjalanan rohani orang Kristen. Kekudusan adalah tujuan dari sebuah perjalanan rohani karena Allah adalah kudus dan memerintahkan agar kita juga menjadi kudus (Im. 11:44). Kekudusan melibatkan tindakan memiliki kehidupan dan karakter Perjalanan yang Mengubahkan 35 Allah yang kudus melalui sarana suatu hubungan yang dipulihkan dengan Dia. Hubungan ini memulihkan penyakit kita yang paling mendasar – keterpisahan kita dari Sumber kita, Penebus kita, Kekasih yang Luar Biasa dari jiwa kita. Maka hubungan ini juga secara bersamaan menjadi sumber bagi kekudusan dan keutuhan kita. Umat manusia dirancang untuk memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan dan tidak bisa menemukan pemenuhan diri sejati dan terdalam di luar dari hubungan itu. Kekudusan tidak melibatkan hilangnya identitas kita karena mencangkokkan identitas Allah. Tetapi, melibatkan perubahan diri kita, yang dimungkinkan melalui karya Roh Allah dalam diri kita. Kekudusan adalah menjadi seperti Allah yang bersama Dia kita hidup dalam hubungan yang intim. Kekudusan mengharuskan kehadiran Roh Allah dan mengizinkan roh kita diubah oleh Roh Allah. Kekudusan mengharuskan kita menemukan dan menghidupi hidup kita dalam Kristus, dan kemudian menemukan bahwa hidup dan Roh Kristus adalah hidup dan roh kita. Ini adalah perjalanan rohani orang Kristen yang mengubahkan. Ini adalah proses untuk menjadi utuh dan kudus. Menjadi Diri Kita yang Sejati dalam Kristus Ajaran mistis dari Perjanjian Baru tentang hubungan antara hidup kita dan hidup Kristus di dalam kita telah sering disalahmengerti, sering dengan akibat yang parah. Kegagalan untuk memahami masalah ini telah menghasilkan bahaya dan ajaran sesat tentang diri manusia. Kegagalan ini juga tidak jarang membuat orang berusaha menyalibkan hal yang benar. Paulus berbicara mengenai disalibkan bersama dengan Kristus tetapi Kristus hidup di dalam dia (Gal. 2:20). Tetapi bagian mana dari diri kita yang perlu disalibkan dan bagian mana yang hidup dalam Kristus? Apa hubungan antara diri saya dan Kristus yang hidup di dalam saya? Bagaimana pun, Kristus dijelaskan sudah hidup di dalam saya. Maka pasti ada sebagian dari “saya” yang selamat dari penyaliban tersebut. Jadi, apa yang ingin dikatakan penjelasan ini kepada kita terkait dengan tujuan dari perjalanan rohani orang Kristen yang mengubahkan? 36 S AC R E D C O M PA N I O N S Konsep menjadi diri kita yang sejati dalam Kristus menekankan fakta bahwa ada cara yang benar dan salah dalam menjalani hidup. Sebagian besar dari kita bisa menunjukkan beragam cara kita memakai topeng ciptaan diri sendiri. Fakta bahwa kita mampu berpikir mengenai bagaimana kita ingin berperilaku di dalam situasi apa pun menunjukkan bahwa kita bisa membuat pilihan tentang hal ini. Hal yang tidak bisa dipisahkan dalam pilihan ini adalah fakta bahwa kita bisa memilih untuk menjalani kehidupan dalam kebohongan. Kita dapat memilih untuk berpura-pura menjadi seseorang atau sesuatu yang sebenarnya bukan diri kita yang sejati. Di dalam pembahasannya yang sangat membantu mengenai diri yang palsu dan sejati, Basil Pennington berpendapat bahwa diri kita yang palsu dibentuk dari apa yang kita miliki, apa yang kita lakukan, dan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Oleh karena itu, diri yang palsu dibentuk dari materi yang salah.2 Coba berhenti sejenak dan pikirkan mengenai bagaimana Anda memperkenalkan diri Anda. Hal itu yang akan menunjukkan banyak sisi kepada Anda tentang bagaimana Anda ingin orang lain melihat Anda. Kapan pun saya mengundang orang untuk melihat diri saya dalam kerangka apa yang saya miliki atau lakukan, saya sedang menghidupi diri saya yang palsu. Pennington berpendapat bahwa pencobaan Kristus di pandang belantara merupakan pencobaan untuk memaksa Kristus menghidupi kepalsuan. Pertama sang penggoda mengundang Dia untuk mengubah batu menjadi roti. Tetapi Yesus menolak undangan tersebut, yang mengharuskan Dia menunjukkan dirinya atas dasar apa yang Dia perbuat. Kemudian sang penggoda mengundang Dia untuk menjatuhkan Dirinya dari atas bubungan bait Allah ke antara orang banyak di bawah agar mereka bisa langsung mengenali Dia sebagai Mesias. Sekali lagi Yesus menolak cobaan ini. Dia memilih untuk tidak mengalaskan identitas-Nya pada apa yang diakui orang lain. Terakhir, sang penggoda menawarkan Dia seluruh kerajaan dunia. Tetapi sekali lagi Yesus menolak tawaran tersebut, menolak untuk Basil Pennington, True Self/False Self (New York: Crossroad, 2000). 2 Perjalanan yang Mengubahkan 37 menyamakan identitas diri-Nya berdasarkan harta atau kekuasaan. Yesus mengetahui siapa Dia di hadapan Tuhan dan di dalam Tuhan. Oleh karena itu, Dia dapat menolak semua cobaan yang mendorong Dia untuk menjalankan kehidupan-Nya dalam kepalsuan, berdasarkan harta, tindakan atau apa pun yang orang lain nilai. Merton berpendapat bahwa inti dari keberadaan kita yang palsu pasti adalah penolakan yang berdosa untuk berserah kepada kehendak Allah.3 Keengganan saya untuk menemukan identitas dan kepenuhan saya dalam Kristus membuat saya rentan, sehingga saya bisa jatuh dalam menjalani hidup penuh kepalsuan. Ini membuat saya tidak memiliki pilihan lain selain menciptakan diri yang merupakan ciptaan saya semata. Di sinilah masalahnya bermula. Panggilan kekal bagi diri saya hanya memiliki makna dalam hubungan dengan Kristus. Panggilan yang unik bagi diri saya bukanlah keunikan yang saya putuskan dan bentuk sendiri sesuai keinginan saya. Diri saya yang sebenarnya adalah diri saya di dalam Kristus. Itulah diri saya yang dari kekekalan. Itulah diri saya yang dimaksudkan dari semula. Itulah diri saya yang bisa mengizinkan saya untuk sepenuhnya utuh dan kudus. Maka apa yang harus disalibkan? Diri saya yang berdosa atau diri saya yang palsu. Apa yang perlu disalibkan adalah semua cara hidup saya di luar keberserahan terhadap kehendak Allah. Usaha itu tidak cukup radikal untuk bisa berhenti melakukan dosa. Itu terlalu dangkal. Ignatius dari Loyola berpendapat bahwa dosa intinya adalah sebuah penolakan untuk percaya bahwa apa yang Allah inginkan adalah kebahagiaan dan kepenuhan kita. Ketika saya gagal untuk mempercayai hal tersebut, saya tergoda untuk berdosa – menjalani hidup berdasarkan kekuatan saya, berasumsi bahwa saya berada dalam posisi yang terbaik untuk menentukan apa yang bisa membawa saya kepada kebahagiaan. Saat saya mulai yakin bahwa apa yang Allah inginkan adalah kepenuhan saya maka berserah kepada kehendakNya memiliki kemungkinan yang semakin besar. Jika keberadaan diri kita yang palsu dan berdosa merupakan hal Thomas Merton, New Seeds of Contemplation (New York: New Directions, 1961). 3 38 S AC R E D C O M PA N I O N S yang perlu kita salibkan, maka apa yang harus kita wujudkan? Diri yang perlu saya wujudkan adalah diri saya dalam Kristus atau Kristus di dalam saya. Kedua hal tersebut merujuk pada hal yang sama. Keduanya merujuk pada diri yang unik, yang hanya bisa ditemukan dalam Kristus dan dalam kepenuhan hidup-Nya di dalam dan melalui saya. Ini adalah kabar baik yang dikatakan dalam Galatia 2:20. Ini adalah tujuan dari perjalanan rohani orang Kristen yang mengubahkan. Jika dimengerti dengan benar, ketiga tujuan perjalanan yang dimaksudkan ini – menjadi kekasih yang luar biasa, menjadi utuh dan kudus, dan menjadi diri saya yang sejati dalam Kristus – menunjukkan seberapa radikal perubahan rohani orang Kristen yang sebenarnya. Ada kalanya ketiga tujuan ini kelihatannya tidak mungkin dicapai, sangat jauh dari jangkauan kita saat ini. Perubahan yang otentik kelihatannya sangat melelahkan, begitu lama baru bisa dicapai. Saya ingin tetap berada di tempat saya sekarang ini. Saya ingin berhenti melakukan perjalanan dan menjadikan tempat saya berada saat ini sebagai tujuan saya. Jika saya ingin membuat perjalanan rohani ini sendirian, saya rasa bisa melakukannya. Tetapi saya tidak harus melakukannya sendiri. Pada faktanya, saya sebenarnya tidak berani. Melakukan Perjalanan Secara Bersama Seorang sahabat yang tidak senang dengan gereja memiliki jawaban yang menarik ketika saya belum lama ini bertanya kepada dia alasan mengapa dia tetap terus hadir di gereja, meskipun tidak secara teratur. Dia menjawab bahwa dia takut akan berhenti bertumbuh jika keluar dari gereja. Dia lebih lanjut menjawab: “Meskipun saya tidak mendapat apa-apa dari khotbah dan meskipun saya kesulitan untuk bertemu dengan Tuhan di sepanjang ibadah, gereja membuat saya tetap terhubung dengan orang lain dalam suatu perjalanan rohani. Pertumbuhan rohani terlalu sulit untuk dijalani sendirian.” Dia benar. Kerohanian Kristen menuntut perjalanan yang dilakukan secara bersama. Ini bukan hanya berarti disertai dan dibimbing oleh Roh Allah. Ini berarti disertai dan dibimbing oleh sesama kita Perjalanan yang Mengubahkan 39 manusia. Semua pembahasan masa kini mengenai jiwa sering menempatkan penekanan pelayanan jiwa pada jiwa diri sendiri. Meskipun itu penting, penekanan dari pelayanan jiwa dalam kekristenan selalu diletakkan pada pelayanan jiwa orang lain. Pelayanan jiwa adalah suatu tindakan mengasihi sesama manusia. Ketika Yesus mengajarkan bahwa kita harus mengasihi sesama kita manusia seperti diri kita sendiri, Dia sedang menekankan tentang pelayanan jiwa orang lain, bukan diri sendiri. Prinsip dari pelayanan diri sendiri tersirat di dalamnya tetapi bukan merupakan inti yang ingin ditekankan Yesus. Perhatian yang seksama terhadap kehidupan batin kita sendiri merupakan syarat awal yang tidak bisa diabaikan sebelum memperhatikan pelayanan jiwa orang lain. Tetapi ketika kita menjadikan pelayanan jiwa terutama berpusat pada diri sendiri, kita mengecilkan konsep yang ada pada inti misi dari gereja Kristen. Perjalanan rohani orang Kristen adalah sebuah perjalanan yang kita jalani bersama dengan orang lain. Setiap kita harus menjalani perjalanan rohani dan bagi kita perjalanan tersebut unik dalam masing-masing pribadi. Tetapi tidak ada satu pun dari kita yang diharapkan untuk menjalani perjalanan rohani tersebut sendirian. Mitos mengenai orang Kristen yang berjalan sendiri menuju ke sorga sangat berlawanan dengan semua yang Alkitab ajarkan tentang gereja sebagai tubuh Kristus (1 Kor. 12:12-31). Kita adalah bagian dari satu tubuh saat kita mengikut Kristus dalam perjalanan menuju pada perubahan diri. Kita tidak bisa menjalani perjalanan ini tanpa adanya para sahabat dan komunitas rohani. Saya adalah jenis manusia yang suka menerima tantangan untuk melakukan petualangan besar. Pergi ke padang belantara tanpa tujuan yang jelas sangat menantang bagi saya. Berlayar sendirian mengarungi laut dalam waktu yang lama juga sangat menantang bagi saya. Tetapi orang seperti saya yang suka akan petualangan besar sering merupakan kaum individualis yang lebih memilih untuk menjalani petualangan mereka sendirian. Perjalanan rohani orang Kristen tidak bisa dilakukan seperti itu. perjalanan rohani tidak seperti melakukan lari maraton. Tidak ada orang yang bisa mendapat perkembang- 40 S AC R E D C O M PA N I O N S an yang nyata dalam perjalanan ini jika dilakukan secara sendirian. Melakukan perjalanan secara bersama merupakan satu-satunya cara yang memiliki dampak bagi perubahan diri yang merupakan tujuan dari perjalanan ini. Ada beberapa alasan mengapa kita membutuhkan para sahabat dan pembimbing dalam melakukan perjalanan rohani Kristen. Alasan pertama adalah pengenalan yang mendalam terhadap diri dan Allah yang sangat mendasar bagi kerohanian Kristen menuntut pengenalan yang mendalam tentang orang lain dan juga dikenali oleh orang lain. Pengenalan akan Allah dan diri tidak bisa bertumbuh lebih jauh tanpa adanya orang lain yang mampu dan mau menawarkan bantuan kepada kita. Sebagian sahabat rohani bisa menawarkan kita bantuan agar kita bisa mengenal diri kita, sedangkan sebagian yang lain bisa menawarkan bantuan agar kita bisa mengenal Allah. Sahabat rohani yang terbaik adalah sahabat rohani yang bisa menawarkan kita kedua hal tersebut. Ini merupakan ciri utama dari sahabat rohani sejati yang menjadi berkat. Perhatikan saya mengatakan bahwa pengenalan yang dalam tentang diri dan Allah mengharuskan adanya pengenalan yang dalam tentang orang lain dan dikenali oleh orang lain. Semua hubungan yang intim dengan orang lain mempersiapkan kita untuk kedekatan dengan Tuhan. Sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana seseorang bisa mengalami hubungan pribadi yang intim dengan Allah tetapi tidak mampu mengalami hubungan yang sama tersebut dengan orang lain. Orang-orang yang mau menjadi sahabat dan membimbing kita dalam melakukan perjalanan rohani, mereka melakukannya bukan sekadar bahwa bisa membantu kita mengenal Allah dan diri sendiri. Tapi juga, melalui hubungan mereka dengan kita, mereka membantu kita menjadi manusia yang mampu memiliki suatu keintiman – suatu elemen yang sangat penting dalam karakter Kristen yang juga merupakan tujuan dari melakukan perjalanan rohani ini. Kasih hanya bisa bertumbuh dalam suatu hubungan antar jiwa secara intim. Kita mungkin bisa belajar sesuatu tentang kasih dalam interaksi kita dengan orang yang tidak kita kenal, tetapi karya perubahan untuk menjadi kekasih yang luar biasa yang Kristus ingin- Perjalanan yang Mengubahkan 41 kan bagi kita menuntut hubungan lebih intim. Melalui persahabatan sejiwalah kita bisa berjumpa dengan kemungkinan terbesar untuk terjadinya pertumbuhan dalam sekolah kasih. Perjalanan yang dilakukan bersama mendatangkan banyak kesempatan untuk menemukan betapa besar narsisismenya kita dan mengembangkan hati yang memiliki kasih sejati. Merenungkan Perjalanan yang Mengubahkan Sebelum membahas lebih jauh mengenai perjalanan kita bersama, marilah kita mengambil waktu sejenak untuk mengulang kembali medan yang sudah kita bahas. Untuk membuat perenungan ini praktis, saya juga menawarkan beberapa pertanyaan bagi pribadi atau diskusi kelompok, selain itu saya juga memberi satu atau dua usulan. Meskipun saya telah menjelaskan kerohanian Kristen sebagai sebuah perjalanan, tidak semua orang memikirkannya dalam istilah tersebut. Mungkin Anda cenderung melihatnya sebagai suatu komitmen atau bahkan serangkaian kewajiban. Atau Anda mungkin mengerti kerohanian sebagai suatu identitas. Di dalam istilahnya yang paling dasar, kerohanian Kristen adalah suatu hubungan dengan Allah. Mungkin hal paling luar biasa yang bisa kita perhatikan tentang Allah orang Kristen ini adalah Dialah yang mencari kita, bukan kita yang mencari Dia. Bahkan, apa pun pengalaman ketika kita merasakan kerinduan kepada Allah itu juga adalah hasil dari panggilan Roh-Nya di dalam kita untuk datang kepadaNya. Kerohanian adalah respons roh kita atas panggilan Roh-Nya. • Renungkanlah tentang perjalanan rohani Anda sampai saat ini. Apa dorongan rohani awal yang Anda alami? Bagaimana cara Allah memanggil Anda untuk bertumbuh dan datang kepada-Nya selama perjalanan rohani Anda ini? Apa perbedaan yang dihasilkan jika Anda melihat perjalanan rohani Anda ini merupakan suatu respons roh Anda terhadap panggilan Roh-Nya? • Jika Anda tidak siap melakukannya, pertimbangkanlah untuk memulai suatu jurnal yang berisi perenungan rutin disertai dengan doa tentang perjalanan rohani Anda. Gunakan jurnal Anda 42 S AC R E D C O M PA N I O N S sebagai alat untuk berdialog dengan Allah mengenai pertanyaanpertanyaan yang ada disetiap bab. Kerohanian Kristen adalah mengenai menjadi diri kita yang sejati. Di dalam bab ini saya telah menjelaskan bahwa itu bisa tercapai dengan menjadi kekasih yang luar biasa yang utuh dan kudus karena kita telah mulai menemukan diri kita yang sejati dalam Kristus. Kerohanian Kristen juga mengenai menjadi manusia yang utuh dan sejati. Menjadi diri kita yang sejati dan utuh. Ini merupakan petualangan hidup terbesar yang mungkin dilakukan! • Bagaimana Anda memahami tujuan dari kerohanian Kristen? Apa yang Anda anggap sebagai standar utama untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan dari perjalanan rohani ini? Bagaimana Anda menilai pertumbuhan Anda sendiri dalam perjalanan rohani ini? • Bagaimana Anda berespons terhadap kemungkinan adanya pengalaman pengenalan akan Allah secara pribadi? Jika Anda menemukan bahwa diri Anda mengenal Allah lebih dengan kepala daripada hati, apa yang menyulitkan untuk mengalami keintiman dengan Allah seperti yang Teresa dari Ávila gambarkan sebagai suatu “pengenalan melalui kasih”? Apakah ini merupakan sesuatu yang ingin Anda alami lebih utuh lagi? Tulislah jurnal mengenai keinginan dan ketakutan Anda, dan kemudian berusaha mencari kesempatan untuk mendiskusikannya dengan seseorang yang Anda anggap memiliki pengenalan yang lebih besar akan Allah melalui hati. Salah satu ciri penting dari panggilan orang Kristen untuk menjalani perjalanan rohani adalah panggilan untuk mengikuti Yesus, bukan sekadar pergi ke suatu tempat atau melakukan sesu-atu. Panggilan Kristus kepada kita tidak pernah hanya sekadar panggilan untuk pertobatan. Panggilan ini sama relevannya di setiap tahap dalam perjalanan rohani ini. • Baca beberapa kisah dari kitab-kitab Injil mengenai panggilan Kris- Perjalanan yang Mengubahkan 43 tus kepada para murid untuk mengikuti Dia, dan tempatkan diri Anda dalam kisah tersebut sebagai orang yang Tuhan ajak bicara (Mrk. 1:14-19; 2:13-17; Luk. 5:1-11, 27-32; Yoh. 1:35-51). Apa yang Yesus katakan kepada Anda pada hari ini? Tidak ada seorang pun yang dipanggil untuk melakukan perjalanan rohani ini secara sendirian. Tentu saja kita tidak pernah benarbenar sendiri, karena kita memiliki Roh yang menyertai kita saat berusaha mengikuti Yesus. Tetapi kita juga membutuhkan sahabatsahabat manusia – apakah itu sahabat rohani atau pembimbing rohani. Mereka adalah, seperti yang akan kita temukan, orang-orang yang menemani kita dalam perjalanan yang mengubahkan ini. Mereka menemani dan membimbing kita bukan hanya untuk menolong kita bertumbuh tetapi karena mereka mengasihi dan ingin berbagi hidup dengan kita. Dengan demikian mereka menawarkan kepada kita suatu kesempatan untuk adanya pertumbuhan rohani – kesempatan yang akan kita bahas dalam bab-bab berikutnya. • Apakah ada seseorang yang bisa menjadi tempat Anda bercerita tentang beberapa aspek yang tidak ada dalam perjalanan rohani Anda sampai hari ini? Pertimbangkanlah untuk melakukannya sebagai cara mendapatkan cara baru dan lebih bermakna dalam menjalani perjalanan rohani ini bersama dengan orang lain. Berdoalah agar Allah menolong Anda menemukan seseorang yang bisa menjadi tempat Anda mendiskusikan beberapa perenungan Anda dalam bab ini. Wired for Intimacy (Dirancang untuk Keintiman) Bagaimana Pornografi Membajak Otak Pria William M. Struthers Apa yang membuat pornografi begitu menggoda bagi banyak pria? Apa yang terjadi dengan otak pria ketika menonton pornografi sehingga sulit melupakannya? Pornografi memiliki pengaruh yang sangat kuat. Dunia kita telah dipenuhi dan dikotori oleh pornografi di mana-mana, yang mengakibatkan rusaknya cara berelasi antara pria dan wanita. Banyak orang berusaha lepas tetapi sulit sekali untuk bisa meninggalkannya. Pendekatan secara spiritual saja cukup terbatas untuk memahami kerja pornografi. Kita perlu memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam otak pria sehingga dapat menolong secara tuntas. Penulis dengan pengalamannya sebagai pakar neurosains akan menjelaskan realita biologis perkembangan seksualitas kita, sehingga kita dapat mengembangkan perspektif seksualitas yang sehat, menampik pandangan yang salah tentang maskulinitas, dan menemukan cara tuntas lepas dari jerat ikatan pornografi. Dengan menghadirkan berbagai wawasan pembahasan bagi pria yang berjuang melawan pornografi dan siapa saja yang peduli terhadap mereka agar terbebas dari pornografi. Buku ini menghadirkan harapan untuk pemulihan dan transformasi hidup yang dimerdekakan dari pornografi. Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: [email protected], www.perkantasjatim.org Sanctuary of the Soul (Tempat Perlindungan Bagi Jiwa) Perjalanan Menuju Doa Meditasi Richard J. Foster Pada hari ini, distraksi merupakan salah satu masalah terbesar yang kita hadapi. Semua dorongan visual, semua percakapan di internet, semua kebisingan ini menghalangi kita untuk bisa memusatkan perhatian. Ini merupakan masalah penting dalam hubungan kita tetapi lebih penting lagi dalam hubungan kita dengan Tuhan. Singkatnya, kita telah kehilangan kemampuan untuk memusatkan perhatian kepada Allah dalam tempat perlindungan dari jiwa ini. Buku ini diharapkan menolong kita agar bisa kembali mendengar Allah di dalam keheningan yang agung, memiliki kasih, dan meliputi segala sesuatu. Apakah Anda telah dibutakan oleh kedangkalan budaya modern? Apakah Anda telah menjadi lelah dengan semua pergumulan, semua hiruk pikuk dan keramaian yang ada? Apakah Anda merasakan adanya suatu rasa lapar yang dalam akan kehadiran Allah yang hidup? Jika benar, temanku, selamat datang ke rumah. Rumah penuh kedamaian, ketenangan, dan sukacita. 2011 Leadership Journal Top Book of the Year! Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: [email protected], www.perkantasjatim.org