Perbedaan Penyesuaian Diri Pada Gay Ditinjau Dari Kecedasan Emosional Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE, MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Dr. A. M. Heru Basuki, Msi. (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma) Windhi Swandhani L (Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Universitas Gunadarama) ABSTRAK Penyesuaian diri pada kaum gay tentu bukanlah hal yang mudah terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia karena kaum gay harus dapat menghadapi tekanantekanan dari dalam dirinya sendiri maupun tekanan dari lingkungan seperti terhadap pandangan atau stereotipe masyarakat, norma-norma yang berlaku, penolakan dari pihak keluarga, teman, lingkungan serta pandangan dari sisi agama. Namun penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam proses penerimaan jati diri (“coming out”) yang harus dimiliki kaum gay agar dapat menjalani kehidupan dan mental yang sehat. Untuk dapat melakukan penyesuaian diri yang baik maka sangatlah dibutuhkan kemampuan untuk mengelola emosi dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Faktor tersebut sangat terkait dengan karakteristik kecerdasan emosional, karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi mampu memahami diri sendiri, mampu mengelola emosi dengan baik, mampu menghormati perasaan orang lain, dan memiliki keterampilan yang baik untuk berhubungan dengan orang lain. Sebaliknya apabila seseorang memiliki kecerdasan emosi yang rendah tidak peka akan perasaan diri yang sesungguhnya, terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri, tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain, dan seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan. Oleh karena itu dengan adanya tekanan dari dalam diri maupun lingkungan dan segala permasalahan yang dialami kaum gay peneliti merasa tertarik untuk menguji apakah ada perbedaan penyesuaian diri pada gay yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik penarikan sampel incidental sampling yaitu teknik penarikan sampel kebetulan. Teknik penarikan sampel ini dipilih karena populasi subyek tidak diketahui jumlahnya dan subyek memiliki karakteristik yang sulit untuk ditemui. Subjek dalam penelitian ini adalah pria yang memiliki orientasi seksual sebagai homoseksual atau yang sering disebut gay yang berada di wilayah Kota Depok dan berusia antara 20 sampai dengan 30 tahun (penyesuaian diri sudah tampak baik) dengan jumlah 38 orang gay. Berdasarkan hasil pengumpulan serta analisis data yang dilakukan penulis pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan penyesuaian PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com diri yang signifikan pada gay dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi dan gay dengan tingkat kecerdasan emosional rendah. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa penyesuaian diri pada gay yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi berada pada kategori tinggi sedangkan untuk gay yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi berada pada kategori sedang, sehingga terlihat jelas bahwa tingkat kecerdasan emosi mempengaruhi penyesuaian diri pada gay. Berdasarkan hasil deskripsi tempat tinggal, ditemukan bahwa gay yang tinggal dengan orang tua memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gay yang tinggal dengan saudara atau kost. BAB I A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kalangan gay di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Australia, sudah berani tampil ke permukaan. Bahkan, setiap tahun mereka menggelar karnaval khusus bagi mereka. Namun, di negara berkembang, termasuk Indonesia, mereka masih malu-malu kucing untuk tampil terbuka dan memproklamasikan diri sebagai gay. Bagi sebagian gay proses membuka diri ini sulit walaupun mungkin bagi sebagian gay dapat dilakukan dengan mudah. Proses perkembangan jati diri atau yang dikenal sebagai “membuka diri” (“coming out”), ternyata terkait dengan kemampuan penyesuaian psikologis dalam dirinya. Semakin yakin akan identitas mereka sebagai gay semakin baik kesehatan mentalnya,semakin tinggi rasa percaya diri/penerimaan diri mereka dan mampu melakukan penyesuaian diri yang baik dalam kehidupannya Scheneider (1955) menyatakan individu yang penyesuaian dirinya baik adalah individu yang memberikan respon yang matang, efisien, bermanfaat dan memuaskan. Matang berarti mampu menghadapi tekanan yang ada dan dapat mengendalikan emosinya. Efisien berarti dalam pencapaian keinginannya, ia tidak banyak membuang energi. Sedangkan memuaskan berarti respon individu mampu memuaskan kebutuhannya dengan cara yang dapat diterima lingkungan. Bagi wanita yang telah bercerai mencari pasangan bukanlah hal yang mudah, karena tanggung jawab mereka menjadi bertambah, ia harus menjadi seorang ibu sekaligus menjadi tulang punggung keluarga untuk membiayai anak-anak dan juga dirinya sendiri, bagi wanita yang bekerja diluar rumah tentunya frekuensi untuk bertemu lawan jenis yang sesuai dan menerima statusnya saat ini bukan hal yang mudah karena adanya keterbatasan waktu. Saat ini mencari pasangan tidak hanya dilakukan secara langsung (face to face) pada jaman yang sudah maju ini seseorang dapat melakukan pencarian atau pendekatan tanpa harus berhadapan dengan orang tersebut, dalam melakukan pendekatan, pengekspresian diri atau pencapaian informasi seseorang membutuhkan suatu media, seperti surat, telepon, komputer atau Internet. Selama beberapa dekade, satusatunya ukuran intelegensi adalah IQ yang dianggap sebagai indikasi baik buruknya tindakan seseorang dalam PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com menjalani hidup. Namun asumsi ini tidak selalu benar, karena justru yang mampu meraih kepemimpinan adalah individu-individu tertentu yang memiliki IQ rata – rata. Banyak contoh dalam kehidupan,yang membuktikan bahwa kecerdasan intelektual tidak menjamin kesejahteraan dan keharmonisan diri serta hubungannya dengan masyarakat. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik cenderung dapat mengenali emosi diri, mampu mengelola emosi, mampu memotivasi diri melalui keoptimisan dan harapan, dapat mengenali emosi orang lain dan mampu membina hubungan dengan orang lain. Penyesuaian diri pada kaum gay tentu bukanlah hal yang mudah terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia karena kaum gay harus dapat menghadapi tekanan-tekanan dari dalam dirinya sendiri maupun tekanan dari lingkungan seperti terhadap pandangan atau stereotipe masyarakat, norma-norma yang berlaku, penolakan dari pihak keluarga, teman, lingkungan serta pandangan dari sisi agama. Namun penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam proses penerimaan jati diri (“coming out”) yang harus dimiliki kaum gay agar dapat menjalani kehidupan dan mental yang sehat. Untuk dapat melakukan penyesuaian diri yang baik maka sangatlah dibutuhkan kemampuan untuk mengelola emosi dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Faktor tersebut sangat terkait dengan karakteristik kecerdasan emosional, karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi mampu memahami diri sendiri, mampu mengelola emosi dengan baik, mampu menghormati perasaan orang lain, dan memiliki keterampilan yang baik untuk berhubungan dengan orang lain. Sebaliknya apabila seseorang memiliki kecerdasan emosi yang rendah tidak peka akan perasaan diri yang sesungguhnya, terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri, tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain, dan seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan. Oleh karena itu dengan adanya tekanan dari dalam diri maupun lingkungan dan segala permasalahan yang dialami kaum gay peneliti merasa tertarik untuk menguji apakah ada perbedaan penyesuaian diri pada gay yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan pada penyesuaian diri gay yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan penyesuaian diri pada gay yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberi masukan pada masyarakat khususnya kaum gay mengenai perbedaan penyesuaian PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com diri pada kaum gay yang ditinjau dari kecerdasan emosionalnya. 2. Manfaat Praktis Memberi masukan bagi kemajuan ilmu psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, psikologi kesehatan mental khususnya mengenai perbedaan penyesuaian diri pada kaum gay ditinjau dari kecerdasan emosional. BAB II A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri mula-mula digunakan dalam istilah biologi yang berarti kemampuan untuk mempertahankan diri. Istilah ini kemudian dikenal sebagai adjustment yang menekankan pada bagaimana individu dapat mengatur hidupnya (Scheider 1960). Menurut Schneider (1960) penyesuaian diri merupakan suatu proses untuk mengatasi kebutuhan dalam dirinya sendiri, mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik dalam usaha untuk mencapai keharmonisan antara tuntutan yang berasal dari dalam diri sendiri dan tuntutan dari lingkungannya. Menurut Haber & Runyon (1984) penyesuaian diri merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus dalam kehidupan seseorang sehingga penyesuaian diri bukanlah suatu proses atau keadaan yang statis dan efektifitas dari penyesuaian diri ini ditinjau dari seberapa baik seorang individu mampu mengatasi kondisi yang selalu berubah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan proses psikologi untuk dapat mengatasi kebutuhan baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungan sekitar, mengatasi ketegangan, frustasi serta konflik yang dihadapinya untuk mencapai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya. 2. Pendekatan Penyesuaian Diri Menurut Lazarus (1976) mengungkapkan mengenai tiga pendekatan dalam penyesuaian diri yaitu: a. Pendekatan Nativistik Dalam pendekatan ini, penyesuaian diri dikatakan baik bila tidak menimbulkan konsekuensi yang negatif (buruk) pada seseorang. b. Pendekatan Positivistik Pendekatan ini menyatakan bahwa penyesuaian diri yang baik menghasilkan kesehatan mental yang positif, menekankan pada usaha yang besar dan tindakan yang efektif walaupun kita mengetahui bahwa symptom dapat saja ditimbulkan oleh stres yang sedang dihadapi. c. Pendekatan Statistik Pendekatan ini menekankan pada perhitungan secara statistik yaitu membagi individu ke dalam kelompok rata-rata (normal) atau kelompok yang menyimpang dari rata-rata (abnormal). 3. Karakteristik Penyesuaian Diri PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Menurut Haber & Ruyon (1984) ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki seseorang, yaitu: a. Memiliki Persepsi yang Akurat Terhadap Realitas/Kenyataan. b. Kemampuan Mengatasi atau Menangani Stres dan Kecemasan c. Citra Diri Positif d. Kemampuan Mengekspresikan Perasaan e. Memiliki Hubungan Interpersonal yang Baik 4. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri Menurut Manurung (2003) terdapat dua jenis atau bentuk dari penyesuaian diri, yaitu: a. Penyesuaian Diri Aloplastis Adalah penyesuaian diri yang buruk di mana seorang menerima kenyataan secara pasif dan tidak melakukan usahaha apapun untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya yaitu dalam keadaan saat individu ditentukan oleh lingkungan. b. Penyesuaian Diri Autoplastis Adalah penyesuaian diri yang aktif di mana seorang dapat menerima keterbatasanketerbatasannya yang tidak dapat diubah, namun ia tetap berusaha memodifikasi keterbatasan-keterbatasannya itu seoptimal mungkin yaitu kondisi ketika individu mempengaruhi lingkungannya. Sedangkan menurut Lazarus (1976) berdasarkan baik atau buruknya usaha dalam penyesuaian diri, Lazarus membaginya menjadi dua jenis yaitu: a. Penyesuaian diri yang kurang baik (Poor Adjustment) Yaitu di mana seseorang menerima kenyataan secara pasif dan tidak melakukan usaha apapun untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. b. Pentesuaian diri yang baik (Good Adjustment) Yaitu di mana seseorang dapat menerima keterbatasanketerbatasan yang tidak dapat diubah namun ia tetap berusaha untuk memodifikasi keterbatasan-keterbatasan itu seoptimal mungkin. B. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Stein & Book (2002) kecerdasan emosional adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit, meliputi aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari kecerdasan emosional biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat”. Menurut Goleman (1995), kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa janda cerai adalah wanita yang sudah tidak memiliki suami lagi, yang PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com dikarenakan oleh proses perceraian, perceraian itu sendiri mempengaruhi kehidupan wanita tersebut, baik dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan sosial. Menurut Patton (1997), kecerdasan emosional adalah kekuatan dibalik singgasana kemampuan intelektual. Kecerdasan emosional merupakan dasar-dasar pembentukan emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan untuk menunda kepuasan dan mengendalikan impuls, tetap optimis jika berhadapan dengan kemalangan dan ketidakpastian, menyalurkan emosi-emosi yang kuat secara efektif, mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan, menangani kelemahan-kelemahan pribadi, menunjukan rasa empati kepada orang lain, membangun kesadaran diri dan kelemahan pribadi. Menurut Cooper & Sawaf (2000), orang yang secara intelektual cerdas sering kali bukanlah orang yang paling berhasil dalam bisnis maupun kehidupan pribadi. Seorang eksekutif dan profesional yang secara teknik unggul dan kecerdasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengatasi konflik, kesenjangan yang perlu dijembatani atau diisi, melihat hubungan yang tesembunyi yang menjanjikan peluang dan menempuh interaksi gelap, misterius yang menurut pertimbangan paling bisa menumbuhkan emas secara lebih siap, lebih cekatan, lebih cepat dibanding orang lain. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, menunda kepuasan, mengatur keadaan jiwa, mampu menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan, menangani kelemahan-kelemahan pribadi, menunjukan rasa empati kepada orang lain, membangun kesadaran diri dan kelemahan pribadi, dan dengan kemampuan ini maka dapat menjaga keharmonisan dan keberhasilan hidup seseorang bagi dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar. 2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi Menurut Goleman (2000) faktorfaktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional (emotional intelligence) meliputi: a. Faktor yang bersifat bawaan genetik Faktor yang bersifat bawaan genetik misalnya temperamen. Menurut Kagan (1972) ada 4 temperamen, yaitu penakut, pemberani, periang, pemurung. Anak yang penakut dan pemurung mempunyai sirkuit emosi yang lebih mudah dibangkitkan dibandingkan dengan sirkuit emosi yang dimiliki anak pemberani dan periang. b. Faktor yang berasal dari lingkungan keluarga Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com menanggapi perasaan kita; bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa takut. 3. Komponen–komponen Kecerdasan Emosi Menurut Goleman (1995), komponen-komponen kecerdasan emosi meliputi: a. Mengenali Emosi Diri Adanya kemampuan seseorang untuk mengenali bagaimana perasaan yang muncul pada diri sendiri. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi adalah kemampuan yang dapat membuat seseorang untuk mengatur emosi dalam dirinya maupun orang lain. c. Memotivasi Diri Motivasi menurut Myres (dalam Goleman, 1995) adalah suatu kebutuhan atau keinginan yang dapat memberi kekuatan dan mengarahkan tingkah laku. Kemampuan seseorang dalam memotivasi diri dapat diselusuri melalui hal-hal berikut: a) Optimisme b) Harapan c) Flow d. Mengenali Emosi Orang Lain Mengenali emosi orang lain berarti kemampuan menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan hal-hal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain atau lebih dikenal dengan empati. e. Membina Hubungan Dengan Orang Lain Mampu menangani emosi orang lain merupakan inti dari membina hubungan dengan orang lain yang merupakan salah satu aspek dari kecerdasan emosi. 4. Ranah Kecerdasan Emosi Reuven Bar-On (dalam Stein & Book, 2002) membagi kecerdasan emosional ke dalam lima area atau ranah yang menyeluruh dan 15 subbagian atau skala kecerdasan emosional. Kelima ranah dan lima belas subbagian tersebut adalah sebagai berikut: a. Ranah Intrapribadi Ranah kecerdasan emosional ini terkait dengan apa yang biasa disebut sebagai “inner self” (diri terdalam, batiniah). Ranah ini meliputi lima subbagian yaitu: a) Kesadaran Diri Emosional Merupakan kemampuan untuk mengenal dan memilah-milah perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan dan mengapa hal itu kita rasakan, dan mengetahui penyebab munculnya perasaan itu. b) Sikap Asertif Sikap asertif adalah sikap yang tegas, berani menyatakan perasan dan pendapat. c) Kemandirian Merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa tergantung PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com pada orang lain secara emosional. d) Penghargaan Diri Merupakan kemampuan untuk menghormati dan menerima diri sendiri sebagai pribadi yang pada dasarnya baik. Menghormati diri sendiri intinya adalah menyukai diri apa adanya. e) Aktualisasi Diri Merupakan kemampuan untuk mengejawantahkan kemampuan kita yang potensial. Unsur kecerdasan emosional ini diwujudkan dengan ikut serta dalam perjuangan untuk meraih kehidupan yang bermakna, b. Ranah Antarpribadi Ranah kecerdasan emosional ini berhubungan dengan apa yang dikenal sebagai keterampilan berinteraksi. Ranah ini mencakup tiga subbagian yaitu: a) Empati Kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain. b) Tanggung Jawab Sosial Kemampuan yang menunjukan bahwa kita adalah anggota kelompok masyarakat yang dapat bekerja sama, berperan dan konstruktif. c) Hubungan Antarpribadi Kemampuan membina dan memelihara hubungan yang saling memuaskan yang ditandai dengan keakraban dan saling memberi serta menerima kasih sayang. c. Ranah Penyesuaian Diri Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan kemampuan kita untuk menilai dan menanggapi situasi yang sulit. Ranah ini mencakup tiga subbagian yaitu: d) Pemecahan Masalah Kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah, serta menemukan dan menerapkan pemecahan yang ampuh. e) Uji Realitas Kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami dan apa yang secara objektif terjadi. Uji-realitas adalah “menyimak” situasi yang ada di depan kita. f) Sikap Fleksibel Kemampuan menyesuaikan emosi, pikiran, perilaku dengan perubahan situasi dan kondisi. d. Ranah Penanggulangan Stres Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan kemampuan menanggung stres tanpa harus ambruk, hancur, kehilangan kendali atau terpuruk. Ranah ini mencakup dua subbagian yaitu: a) Ketahanan Menanggung Stress Kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan positif mengatasi stress. b) Pengendalian Impuls Kemampuan menunda atau menolak impuls, dorongan, atau godaan untuk bertindak. Pengendalian impuls ini PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com mencuatkan kemampuan menampung impuls agresif, tetap sabar dan mengendalikan sikap agresif, permusuhan, serta perilaku yang tidak bertanggung jawab. e. Ranah Suasana Hati Umum Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira sendirian dan dengan orang lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita rasakan. Ranah ini mencakup dua hal yaitu: a) Kebahagiaan Kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan kita, bergembira sendirian dan dengan orang lain, serta bersenang-senang. b) Optimisme Merupakan kemampuan melihat sisi terang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun ketika berada dalam kesulitan. C. Gay 1. Pengertian Gay Orientasi seksual terentang dari sepenuhnya homoseksual sampai sepenuhnya heteroseksual termasuk didalamnya berbagai ragam biseksualitas. Namun pada orang– orang tertentu orientasi seks pada lawan jenis atau yang sering disebut sebagai kaum heteroseksual tidak muncul atau hanya berkadar kecil pada dirinya. Mereka justru tertarik pada orang–orang yang sejenis atau yang sering disebut sebagai kaum homoseksual. Kata homoseksual berasal dari 2 kata, yang pertama adalah dari kata 'homo', yang kedua 'seksual' dan seksual berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual, sedangkan homo mengacu pada kata sama. Hubungan seseorang dengan yang sejenis kelamin dengan kita. Istilah ini adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan juga orientasi yang dimiliki oleh seseorang, kalau itu seorang pria biasanya disebut kaum gay dari bahasa Inggris sedangkan kalau pada wanita disebut lesbion atau lesbian, dua-duanya itu masuk dalam kelompok homoseksual.( Gunadi ,2006). Menurut Benokraitis (1996), homoseksual adalah individu yang secara psikologis, emosi dan sosial memiliki ketertarikan pada orang lain yang berasal dari jenis kelamin yang sama walaupun ketertarikan tersebut tidak diekspresikan secara berlebihan. Davison & Neale (1996) kemudian menjelaskan bahwa sesungguhnya homoseksual dibagi menjadi dua kategori, yaitu (1) gay atau kecenderungan pada pria untuk menyukai secara seksual terhadap jenis kelamin yang sama dan (2) lesbian atau kecenderungan pada wanita untuk menyukai secara seksual terhadap jenis kelamin yang sama. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa homoseksual adalah ketertarikan dan orientasi seksual seseorang pada jenis kelamin yang sama. Homoseksual terdiri dari dua jenis yaitu gay bagi pria yang menyukai seseorang dari sesama jenis kelaminnya dan lesbi bagi wanita yang tertarik pada sesama jenisnya. Pada penelitian ini, penulis lebih memfokuskan subjek penelitian PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com pada kaum gay yaitu seorang pria yang menyukai sesama jenisnya. 2. Faktor-faktor Penyebab Homoseksual Beberapa saran telah ditawarkan tentang bagaimana seseorang menjadi homoseksual. Tiga penjelasan yang paling sering disebutkan adalah teori psikoanalitik tentang homoseksualitas, teori belajar dan teori biologi tentang homoseksual. a. Teori Psionalitik tentang Homoseksual Teori psikoanalitik tentang homoseksual yang dikemukakan oleh Frued menyebutkan bila perasaan seksual anak yang pertama kali tentang orang tua dengan jenis kelamin yang berlawanan dihukum (punished) secara kuat, anak tersebut akan lebih mengenal orang tua yang berjenis kelamin sama dengan dirinya dan akan semakin mengembangkan orientasi homoseksual yang permanen. b. Teori Belajar tentang Homoseksual Teori ini menawarkan penjelasan yang lain. Binatang yang berada dibawah skala mamalia mengikuti kemampuan seksual bawaan (dari dalam diri). Pada binatang dengan tingkat yang lebih tinggi, termasuk manusia, belajar adalah faktor yang lebih penting dari pada faktor bawaan. c. Teori Biologis tentang Homoseksual Mengemukakan bahwa tidak ada bukti langsung bagaimana seseorang menjadi homoseksual karena genetik atau alasan hormon. Bagaimanapun dalam studi mengenai homoseksual, Buunk & Van Driel (dalam Dacey & Kenny, 1997) menuliskan bahwa para peneliti ingin mencari apa yang diketahui sebagai homoseksual dalam spesies lain sebagai petunjuk. Baru-baru ini ada ketertarikan dari pengaruh hormon selama masa perkembangan fetal (janin). 3. Jenis-Jenis Homoseksual Jenis-jenis homoseksual dibedakan menjadi beberapa kategori seperti tersebut di bawah ini: a. Berdasarkan gaya hidup b. Berdasarkan pengalaman c. Berdasarkan tingkah laku yang ditampilkan d. Berdasarkan segi kejiwaan e. Berdasarkan preferensi keragaman pasangan seksual dan kelangsungan relasional f. Berdasarkan peran keseharian g. Berdasarkan aktivitas seksual ketika berhubungan seks 4. Tipe Hubungan Pasangan Homoseksual Bell & Winberg (dalam Tobing, 2003) menyebutkan lima tipe hubungan pasangan homoseksual, yaitu: a. Close coupled Tipe ini menggambarkan relasional antara dua orang homoseksual yang terikat sebuah komitmen seperti halnya sebuah perkawinan pada dunia heteroseksual b. Open coupled Pada tipe ini dijumpai sebuah bentuk hubungan antara dua orang homoseksual yang terikat oleh sebuah komitmen tetapi PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com memungkinkan terjadinya hubungan lain di luar komitmen tersebut. Di dalam tipe ini biasanya muncul banyak permasalahan seperti kecemburuan. c. Functional Pada tipe ini seorang homoseksual tidak terikat komitmen dengan seseorang tetapi memiliki pasangan atau partner seksual yang cukup banyak. d. Dysfunctional Dalam tipe ini seorang homoseksual tidak memiliki pasangan tetap, memiliki banyak pasangan seksual tetapi juga disertai dengan banyak permasalahan yang berkaitan dengan seksualitas. e. Asexual Di dalam tipe ini seorang homoseksual kurang memiliki keinginan untuk mencari pasangan seksual baik itu yang bersifat tetap atau yang tidak tetap. BAB III A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variablevariabel yang akan dikaji adalah: 1. Variabel Terikat: Penyesuaian Diri 2.Variabel Bebas: Kecerdasan emosional B. Definisi Operasional VariabelVariabel Penelitian 1. Penyesuaian Diri Penyesuaian diri adalah merupakan proses psikologi untuk dapat mengatasi kebutuhan baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungan sekitar, mengatasi ketegangan, frustasi serta konflik yang dihadapinya untuk mencapai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Dalam penelitian ini penyesuaian diri diukur dengan menggunakan Skala Penyesuaian Diri yang disusun berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yaitu memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas atau kenyataan, kemampuan mengatasi atau menangani stress dan kecemasan, citra diri positif, kemampuan mengekspresikan perasaan dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. 2. Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, menunda kepuasan, mengatur keadaan jiwa, mampu menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan, menangani kelemahan-kelemahan pribadi, menunjukkan rasa empati kepada orang lain, membangun kesadaran diri dan kelemahan pribadi, dan dengan kemampuan ini maka dapat menjaga keharmonisan dan keberhasilan hidup seseorang bagi dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar.. Kecerdasan emosi diukur melalui skala sikap yang disusun berdasar lima komponen-komponen kecerdasan emosi yang meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah pria yang memiliki orientasi seksual sebagai homoseksual atau yang sering disebut gay yang berada di wilayah Kota Depok dan berusia antara 20 sampai dengan 30 tahun (penyesuaian diri sudah tampak baik) dengan jumlah 38 orang gay. D. Teknik Penarikan Sampel Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik penarikan sampel incidental sampling yaitu teknik penarikan sampel kebetulan. Menurut Azwar (1998) dalam teknik sampel ini yang dijadikan anggota sampel adalah apa atau siapa saja yang kebetulan dijumpai ditempat-tempat tertentu. Teknik penarikan sampel ini dipilih karena populasi subyek tidak diketahui jumlahnya dan subyek memiliki karakteristik yang sulit untuk ditemui. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kuesioner dalam proses pengumpulan data. Kuesioner yaitu suatu daftar pertanyaan yang disampaikan pada responden secara tertulis untuk memperoleh data berupa jawaban dari para responden (Koentjaraningrat, 1991). Kuesioner tersebut terdiri dari Identitas Subjek, Skala Penyesuaian Diri dan Skala Kecerdasan Emosional. F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas adalah sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur dengan cermat dan tepat (Azwar, 2003). Untuk menguji validitas digunakan analisa item total correlation yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total dari skala (Anastasi&Urbina, 1997). Sedangkan yang dimaksud dengan reliabilitas adalah sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2003). Reliabilitas akan diuji menggunakan Alpha Cronbach yang merupakan suatu bentuk pengujian reliabilitas tes yang dapat dipecah menjadi beberapa bagian. Pembelahan ini sangat penting untuk menjadikan banyaknya item dalam tiap belahan sama, sehingga diharapkan belahanbelahan itu seimbang (Azwar, 2003). Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan bantuan program computer SPSS versi 11.5. G. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik nonparametrik yaitu uji uji dua sample independen uji U Mann-Whitney. Menurut Azwar (2003) analisis statistik nonparametrik digunakan bagi penelitian yang subyeknya berjumlah sedikit (sampel kecil) sehingga sangat mungkin datanya tidak berdistribusi normal. Dalam penelitian ini Uji U MannWhitney digunakan untuk menganalisis perbedaan penyesuaian diri sebagai variabel terikat (Y) berdasarkan tingkat kecerdasan emosional sebagai variabel bebas (X). Analisis tersebut akan dilakukan menggunakan program computer SPSS for Window ver.11.0. BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Persiapan dalam penelitian ini yaitu dengan mempersiapkan alat ukur. Alat ukur yang digunakan dalam PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com penelitian ini disiapkan dengan menyususn skala penyesuaian diri yang dikembangkan berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yaitu memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas atau kenyataan, kemampuan mengatasi atau menangani stress dan kecemasan, citra diri positif, kemampuan mengekspresikan perasaan dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Sedangkan untuk skala kecerdasan emosional disusun berdasar lima komponen-komponen kecerdasan emosi yang meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. B. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode try out terpakai disekitar wilayah Depok. Kuesioner penyesuaian diri dan kecerdasan emosional disebar mulai tanggal 12 februari 2007 sampai dengan tanggal 8 Maret 2007, sebanyak 38 eksemplar kepada gay yang berada disekitar wilayah Depok. Pengisian kuesioner ini mengalami sedikit hambatan karena waktu dan tempat yang tidak pasti kapan subjek akan berkumpul atau datang ketempat-tempat yang diperkirakan oleh penulis sehingga pengisian kuesioner memerlukan waktu yang lama. C. Hasil Penelitian 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Pada skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan skala Likert, dari 100 item yang digunakan diperoleh 70 item yang valid, sementara 30 item yang lain dinyatakan gugur. Item yang valid memiliki nilai korelasi berkisar antara 0,3011 sampai dengan 0,6943. Sedangkan pada skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan skala Likert, dari 100 item yang digunakan diperoleh 95 item yang valid, sementara 5 item yang lain dinyatakan gugur. Item yang valid memiliki nilai korelasi berkisar antara 0,3304 sampai dengan 0,7168. Pengujian validitas ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for Window Ver 11.0. Sedangkan untuk Uji reliabilitas untuk Skala Penyesuaian Diri dan Kecerdasan Emosi dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0,9401 untuk Skala Penyesuaian Diri sedangkan untuk skala Kecerdasan Emosi sebesar 0,9779. 2. Uji Asumsi Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas, dalam hal ini yaitu terpenuhinya normalitas dan homogenitas sebaran data. a. Uji Normalitas Untuk Uji Normalitas digunakan alat Bantu SPSS for Windows Ver. 11.0 yaitu uji Kolmogorov-Smirnov dan ShapiroWilk untuk menguji normalitas sebaran skor. Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel penyesuaian diri diperoleh data subyek dengan kecerdasan emosional yang tinggi dan subyek yang memiliki kecerdasan emosional rendah memiliki signifikansi yang sama yaitu sebesar 0,200 (p > 0,05) pada Kolmogorov-Smirnov dan pada skala Shapiro-Wilk diperoleh signifikansi sebesar 1,00 (p > 0,05) untuk subyek dengan kecerdasan emosional tinggi dan 0,341 (p > 0,05) untuk subyek dengan kecerdasan emosional rendah PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com (Lihat lampiran D). Secara umum dikatakan bahwa distribusi skor penyesuaian diri pada sampel yang diambil berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Dari hasil pengujian homogenitas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,354 (p>0,05) (Lihat lampiran D), hasil pengujian ini menunjukan bahwa penyesuaian diri subyek dengan kecerdasan emosional tinggi dan subyek dengan kecerdasan emosional tinggi memiliki varians yang sama (homogen). c. Analisis Data Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji statistik Nonparametrik yaitu Uji Mann-Whitney, diperoleh skor 5,500 dengan signifikansi (2-tailed) sebesar 0,001 (p<0,05) (Lihat lampiran E). Hal ini berarti ada perbedaan penyesuaian diri yang signifikan antara gay yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dengan gay yang memiliki kecerdasan emosioanal yang rendah. Hasil tersebut menunjukan bahwa hipotesis yang dibuat penulis, diterima. rendah sedangkan gay pada kelompok sedang tidak terpakai. Berdasarkan hasil analisis, diketahui perbedaan bahwa penyesuaian terdapat diri yang signifikan antara gay yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan gay yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Hal ini berarti hipotesis yang ditetapkan penulis, diterima. Individu kecerdasan yang emosional memiliki yang baik menurut Goleman (1995) cenderung dapat mengenali emosi diri, mampu mengelola emosi, mampu memotivasi diri melalui keoptimisan dan harapan, dapat mengenali emosi orang lain dan mampu membina hubungan dengan orang lain. Selain itu Reuven Bar-On (dalam Stein & Book, 2002) membagi kecerdasan emosional kedalam lima area atau ranah yang menyeluruh dan 15 D. Pembahasan subbagian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penyesuaian diri pada gay yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan gay yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Sehingga subyek yang dianalisis hanya gay yang berada pada kelompok skor tinggi dan gay pada kelompok atau skala kecerdasan emosional yaitu ranah intrapribadi, ranah antarpribadi, ranah penyesuaian diri, ranah penanggulangan stress dan ranah suasana hati umum. Adapun karakteristik yang harus dimiliki seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik menurut Haber & Ruyon (1984) yaitu memiliki PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com persepsi yang akurat realitas/kenyataan, terhadap kemampuan emosional rendah sebanyak 8 subyek, sebagai berikut. mengatasi atau menangani stress dan kecemasan, citra diri positif, kemampuan mengekspresikan perasaan dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Dari dua uraian diatas, maka untuk dapat memiliki penyesuaian diri yang baik seorang individu harus dapat memahami emosi diri sendiri dan orang lain serta merupakan lingkungannya ciri-ciri -2SD -1SD +1SD +2SD 142,5 190 237,5 285 332,5 yang seseorang Rendah Tinggi yang memiliki kecerdasan emosional yang baik. Selain itu ranah kecerdasan X Kurva I Penggolongan Skor Kecerdasan emosional yang diajukan oleh Bar-On Emosional salah satunya menyangkut penyesuaian diri. Oleh karena itu jika seeorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka menyesuaiakan akan sedangkan diri jika mampu dengan tidak baik memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka Berdasarkan perhitungan Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH) pada skala Penyesuaian Diri dapat diperoleh skor Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH) sebagai berikut (Lihat lampiran D). seseorang akan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah pula. Berdasarkan perhitungan Tabel 9 Perhitungan Mean Empirik dan Mean Mean Hipotetik Hipotetik dan standar deviasi terhadap skala kecerdasan emosional, dapat Skala diketahui jumlah subyek yang berada pada kecerdasan emosional tinggi sebanyak 12 subyek dan kecerdasan Skor ME MH SD Me Kecerdasan Mean Mean Hipote Emosi Penyesuaian PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Tinggi Empirik Hipotetik 235.50 175 22,33 Diri Rendah 189.13 Berdasarkan hasil tersebut diatas 22,33 175 dapat dikatakan bahwa gay yang Berdasarkan perhitungan pada memiliki kecerdasan emosional yang skala penyesuaian diri pada gay yang tinggi memiliki penyesuaian diri yang memiliki kecerdasan emosional tinggi lebih baik dibanding dengan gay yang sebesar 235.50, berada diatas skor mean memiliki kecerdasan emosional yang hipotetik ditambah satu standar deviasi rendah. (175+22,33) yaitu sebesar 197,33 yang keterkaitan dapat digolongkan berada pada kategori Goleman, Bar-On dan Haber & Ruyon. Hal ini teori dapat yang memenuhi diungkapkan yang Selain hasil mean empirik dan memiliki kecerdasan emosional yang mean hipotetik diatas, pada tabel 10 rendah memiliki skor penyesuaian diri dibawah ini dapat terlihat hasil deskripsi sebesar 189.13 yang berada diantara subyek penelitian berdasarkan tempat mean hipotetik ditambah 1 standar tinggal. tinggi. deviasi Sedangkan bagi (175+22,33) gay yaitu sebesar 197,33 dan mean hipotetik dikurang 1 Tabel 10 standar deviasi (175-22,33) yaitu sebesar Deskripsi Subyek Berdasar Tempat 152,66 yang berarti dapat digolongkan Tinggal berada pada kategori sedang. Tempat Jumlah % Tinggal Mean Skala Kecerdasan Emosi -2SD 130,33 -1SD X +1SD +2SD 152,66 175 197,33 219,66 Orang 12 31,58 274,83 Saudara 2 5,26 235,5 Kost 24 63,16 257.29 Tua Kurva II Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik a. Berdasarkan data tersebut diatas, ditemukan bahwa kecerdasan emosional pada gay yang tinggal dengan orang tua memiliki mean PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com yang lebih tinggi daripada gay yang tinggal dengan saudara atau kost yaitu sebesar 274,83. Hal ini sesuai dengan pendapat Goleman (2000) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah faktor yang berasal dari lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk memepelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita; bagaimana berfikir tentang perasan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung pada anak-anaknya, melainkan juga melalui contohcontoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. untuk gay yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi berada pada kategori sedang,sehingga terlihat jelas bahwa tingkat kecerdasan emosi mempengaruhi penyesuaian diri pada gay. Berdasarkan hasil deskripsi tempat tinggal, ditemukan bahwa gay yang tinggal dengan orang tua memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gay yang tinggal dengan saudara atau kost. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1. Bagi subyek penelitian, pilihan untuk menjadi seorang gay jangan menjadi penghambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dirinya sendiri. 2. Bagi masyarakat, telah banyak penelitian dan perkembangan ilmu yang menyatakan bahwa homoseksual bukanlah penyakit melainkan penyimpangan normal maka diharapkan masyarakat mampu membantu untuk menghilangkan dorongan seksual mereka, diarahkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dirinya sendiri bukan dijauhi seperti penyandang penyakit menular. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan serta analisis data yang dilakukan penulis pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada gay dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi dan gay dengan tingkat kecerdasan emosional rendah. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa penyesuaian diri pada gay yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi berada pada kategori tinggi sedangkan a Bagi Penelitian yang lain, sebaiknya jumlah sampel gay sehingga dapat lebih mewakil hasil tujuan penelitian yang dilakukan. Selain itu, perlu lebih memperhatikan faktor lain seperti penerimaan diri atau coming out. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com DAFTAR PUSTAKA Goleman, D. (2000). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anastasi, A. & Urbina. (1997). Tes Psikologi. Jilid I. Alih bahasa: Imam, R.H. S. Jakarta: Prahellindo. Haber, A. & Runyon, P. (1984). Psychology Of Adjustment. USA: The Dorsey Press. Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment. New York: Englewood Cliffs. Handoyo, A. H. (1987). Pola Komunikasi Kaum Pria Homoseksual. Tesis Magister. Depok: Universitas Indonesia. Azwar, S. (1998). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2003). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Benokraitis, N. J. (1996). Marriages and families: Changes, Choices, and Constraints (2nd Ed). New Jersey: Prentice-Hall. Cooper, R. K. & Swaf, A. (2000). Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dacey, J. & Kenny, M. (1997). Adolescence Development (2nd Ed). Dubuque: Brown & Benchmark. Davison, G, C. & Neale, J. M. (1996). Abnormal Psychology (Revised 6th Ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. London: Bloomsbury. Hart, T. A. (2003). Sexual Behavior Among HIV-Positive Men Who Have Sex With Men: What’s in a Label? Journal of Sex Research, May Edition. World Wide Web http://www.findaricles.com/p/articl es/mi_m2372/is_2_40/ai_1055182 20 Gunadi, P. (2006). Memahami Perilaku Homoseksual. World Wide Web http://www.telaga.org/ringkasan.ph p?perilaku_homoseksual.htm Kartono, K. (1989). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju. Koentjaraningrat. (1991). Metodemetode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lazarus, R. S. (1976). Patters Of Adjustment (3rd Ed). Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha. Manurung, B. (2003). Kondisi Kejiwaan Anda. Bandung: Pionir Jaya. MYS. (2007). Homoseksual Penyimpangan Seksual. Wide PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Bukan World Web http://www.kompas.com/ver1/kese hatan/0609/14/221027 Patton, P. (1997). EQ: Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Jkarta: Mitra Media Publisher. Schneiders, A. A. (1960). Personality Development and Adjustment in Adolescence. Milwaukee: The Bruce. Soedarjoen, S. S. (2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung: Rafika Aditama. Stein, S. J. & Book, H, E. (2002). Prinsip Dasar Kecerdasan Emosi Meraih Sukses. Alih bahasa: Januarsari, T, R & Murtanto, Y. Bandung: Kaifa. Tobing, E. B. U. (2003). Eskalasi Hubungan Pasangan Homoseksual (Tahap Perkembangan Komunikasi Antar Pribadi Gay Timur dan Barat). Tesis Magister. Depok: Universitas Indonesia.unication Research, 19, 50-90. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com