Perbedaan Penyesuaian Diri Pada Gay Ditinjau Dari Kecedasan

advertisement
Perbedaan Penyesuaian Diri Pada Gay Ditinjau Dari Kecedasan Emosional
Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE, MM.
(Rektor Universitas Gunadarma)
Dr. A. M. Heru Basuki, Msi.
(Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma)
Windhi Swandhani L
(Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Universitas Gunadarama)
ABSTRAK
Penyesuaian diri pada kaum gay tentu
bukanlah hal yang mudah terutama di
negara-negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia karena kaum gay
harus dapat menghadapi tekanantekanan dari dalam dirinya sendiri
maupun tekanan dari lingkungan seperti
terhadap pandangan atau stereotipe
masyarakat, norma-norma yang berlaku,
penolakan dari pihak keluarga, teman,
lingkungan serta pandangan dari sisi
agama. Namun penyesuaian diri
merupakan faktor yang penting dalam
proses penerimaan jati diri (“coming
out”) yang harus dimiliki kaum gay agar
dapat menjalani kehidupan dan mental
yang sehat. Untuk dapat melakukan
penyesuaian diri yang baik maka
sangatlah dibutuhkan kemampuan untuk
mengelola emosi dan kemampuan untuk
berinteraksi dengan lingkungan. Faktor
tersebut
sangat
terkait
dengan
karakteristik kecerdasan emosional,
karena seseorang yang memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi
mampu memahami diri sendiri, mampu
mengelola emosi dengan baik, mampu
menghormati perasaan orang lain, dan
memiliki keterampilan yang baik untuk
berhubungan dengan orang lain.
Sebaliknya apabila seseorang memiliki
kecerdasan emosi yang rendah tidak
peka akan perasaan diri yang
sesungguhnya, terus menerus bertarung
melawan perasaan murung atau
melarikan diri pada hal-hal negatif yang
merugikan dirinya sendiri, tidak akan
mampu menghormati perasaan orang
lain, dan seringkali dianggap angkuh,
mengganggu atau tidak berperasaan.
Oleh karena itu dengan adanya tekanan
dari dalam diri maupun lingkungan dan
segala permasalahan yang dialami kaum
gay peneliti merasa tertarik untuk
menguji
apakah
ada
perbedaan
penyesuaian diri pada gay yang
memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi dengan yang memiliki kecerdasan
emosional yang rendah.
Pada penelitian ini, penulis
menggunakan teknik penarikan sampel
incidental sampling yaitu teknik
penarikan sampel kebetulan. Teknik
penarikan sampel ini dipilih karena
populasi
subyek
tidak
diketahui
jumlahnya
dan
subyek
memiliki
karakteristik yang sulit untuk ditemui.
Subjek dalam penelitian ini adalah pria
yang memiliki orientasi seksual sebagai
homoseksual atau yang sering disebut
gay yang berada di wilayah Kota Depok
dan berusia antara 20 sampai dengan 30
tahun (penyesuaian diri sudah tampak
baik) dengan jumlah 38 orang gay.
Berdasarkan hasil pengumpulan
serta analisis data yang dilakukan
penulis pada penelitian ini menunjukan
bahwa terdapat perbedaan penyesuaian
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
diri yang signifikan pada gay dengan
tingkat kecerdasan emosional tinggi dan
gay
dengan
tingkat
kecerdasan
emosional rendah. Dalam penelitian ini
diperoleh bahwa penyesuaian diri pada
gay yang memiliki tingkat kecerdasan
yang tinggi berada pada kategori tinggi
sedangkan untuk gay yang memiliki
tingkat kecerdasan emosional yang
tinggi berada pada kategori sedang,
sehingga terlihat jelas bahwa tingkat
kecerdasan
emosi
mempengaruhi
penyesuaian diri pada gay. Berdasarkan
hasil
deskripsi
tempat
tinggal,
ditemukan bahwa gay yang tinggal
dengan orang tua memiliki kecerdasan
emosi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan gay yang tinggal dengan
saudara atau kost.
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari,
kalangan gay di berbagai negara,
termasuk Amerika Serikat dan
Australia, sudah berani tampil ke
permukaan. Bahkan, setiap tahun
mereka menggelar karnaval khusus
bagi mereka. Namun, di negara
berkembang, termasuk Indonesia,
mereka masih malu-malu kucing
untuk
tampil
terbuka
dan
memproklamasikan diri sebagai gay.
Bagi sebagian gay proses membuka
diri ini sulit walaupun mungkin bagi
sebagian gay dapat dilakukan dengan
mudah. Proses perkembangan jati
diri atau yang dikenal sebagai
“membuka diri” (“coming out”),
ternyata terkait dengan kemampuan
penyesuaian
psikologis
dalam
dirinya. Semakin yakin akan
identitas mereka sebagai gay
semakin
baik
kesehatan
mentalnya,semakin
tinggi
rasa
percaya diri/penerimaan diri mereka
dan mampu melakukan penyesuaian
diri yang baik dalam kehidupannya
Scheneider (1955) menyatakan
individu yang penyesuaian dirinya
baik
adalah
individu
yang
memberikan respon yang matang,
efisien, bermanfaat dan memuaskan.
Matang berarti mampu menghadapi
tekanan yang ada dan dapat
mengendalikan emosinya. Efisien
berarti
dalam
pencapaian
keinginannya, ia tidak banyak
membuang
energi.
Sedangkan
memuaskan berarti respon individu
mampu memuaskan kebutuhannya
dengan cara yang dapat diterima
lingkungan.
Bagi wanita yang telah bercerai
mencari pasangan bukanlah hal yang
mudah, karena tanggung jawab
mereka menjadi bertambah, ia harus
menjadi seorang ibu sekaligus
menjadi tulang punggung keluarga
untuk membiayai anak-anak dan juga
dirinya sendiri, bagi wanita yang
bekerja diluar rumah tentunya
frekuensi untuk bertemu lawan jenis
yang sesuai dan menerima statusnya
saat ini bukan hal yang mudah
karena adanya keterbatasan waktu.
Saat ini mencari pasangan tidak
hanya dilakukan secara langsung
(face to face) pada jaman yang sudah
maju ini seseorang dapat melakukan
pencarian atau pendekatan tanpa
harus berhadapan dengan orang
tersebut,
dalam
melakukan
pendekatan, pengekspresian diri atau
pencapaian informasi seseorang
membutuhkan suatu media, seperti
surat, telepon, komputer atau
Internet.
Selama beberapa dekade, satusatunya ukuran intelegensi adalah IQ
yang dianggap sebagai indikasi baik
buruknya tindakan seseorang dalam
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
menjalani hidup. Namun asumsi ini
tidak selalu benar, karena justru yang
mampu
meraih
kepemimpinan
adalah individu-individu tertentu
yang memiliki IQ rata – rata. Banyak
contoh
dalam
kehidupan,yang
membuktikan bahwa kecerdasan
intelektual
tidak
menjamin
kesejahteraan dan keharmonisan diri
serta
hubungannya
dengan
masyarakat.
Individu
yang
memiliki
kecerdasan emosional yang baik
cenderung dapat mengenali emosi
diri, mampu mengelola emosi,
mampu memotivasi diri melalui
keoptimisan dan harapan, dapat
mengenali emosi orang lain dan
mampu membina hubungan dengan
orang lain.
Penyesuaian diri pada kaum
gay tentu bukanlah hal yang mudah
terutama di negara-negara yang
sedang
berkembang
termasuk
Indonesia karena kaum gay harus
dapat menghadapi tekanan-tekanan
dari dalam dirinya sendiri maupun
tekanan dari lingkungan seperti
terhadap pandangan atau stereotipe
masyarakat, norma-norma yang
berlaku, penolakan dari pihak
keluarga, teman, lingkungan serta
pandangan dari sisi agama. Namun
penyesuaian diri merupakan faktor
yang
penting
dalam
proses
penerimaan jati diri (“coming out”)
yang harus dimiliki kaum gay agar
dapat menjalani kehidupan dan
mental yang sehat. Untuk dapat
melakukan penyesuaian diri yang
baik maka sangatlah dibutuhkan
kemampuan untuk mengelola emosi
dan kemampuan untuk berinteraksi
dengan lingkungan. Faktor tersebut
sangat terkait dengan karakteristik
kecerdasan
emosional,
karena
seseorang yang memiliki kecerdasan
emosional yang tinggi mampu
memahami diri sendiri, mampu
mengelola emosi dengan baik,
mampu menghormati perasaan orang
lain, dan memiliki keterampilan yang
baik untuk berhubungan dengan
orang lain. Sebaliknya apabila
seseorang
memiliki kecerdasan
emosi yang rendah tidak peka akan
perasaan diri yang sesungguhnya,
terus menerus bertarung melawan
perasaan murung atau melarikan diri
pada hal-hal negatif yang merugikan
dirinya sendiri, tidak akan mampu
menghormati perasaan orang lain,
dan seringkali dianggap angkuh,
mengganggu atau tidak berperasaan.
Oleh karena itu dengan adanya
tekanan dari dalam diri maupun
lingkungan dan segala permasalahan
yang dialami kaum gay peneliti
merasa tertarik untuk menguji
apakah ada perbedaan penyesuaian
diri pada gay yang memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi
dengan yang memiliki kecerdasan
emosional yang rendah.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji apakah ada perbedaan yang
signifikan pada penyesuaian diri gay
yang memiliki kecerdasan emosional
yang tinggi dengan penyesuaian diri
pada gay yang memiliki kecerdasan
emosional yang rendah.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberi masukan pada
masyarakat khususnya kaum gay
mengenai perbedaan penyesuaian
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
diri pada kaum gay yang ditinjau
dari kecerdasan emosionalnya.
2. Manfaat Praktis
Memberi masukan bagi
kemajuan
ilmu
psikologi
kepribadian,
psikologi
perkembangan,
psikologi
kesehatan mental khususnya
mengenai perbedaan penyesuaian
diri pada kaum gay ditinjau dari
kecerdasan emosional.
BAB II
A. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri mula-mula
digunakan dalam istilah biologi yang
berarti
kemampuan
untuk
mempertahankan diri. Istilah ini
kemudian
dikenal
sebagai
adjustment yang menekankan pada
bagaimana individu dapat mengatur
hidupnya (Scheider 1960).
Menurut
Schneider
(1960)
penyesuaian diri merupakan suatu
proses untuk mengatasi kebutuhan
dalam dirinya sendiri, mengatasi
ketegangan, frustasi dan konflik
dalam usaha untuk mencapai
keharmonisan antara tuntutan yang
berasal dari dalam diri sendiri dan
tuntutan dari lingkungannya.
Menurut Haber & Runyon
(1984) penyesuaian diri merupakan
suatu proses yang terjadi terus
menerus
dalam
kehidupan
seseorang sehingga penyesuaian
diri bukanlah suatu proses atau
keadaan yang statis dan efektifitas
dari penyesuaian diri ini ditinjau
dari seberapa baik seorang individu
mampu mengatasi kondisi yang
selalu berubah.
Berdasarkan uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri merupakan proses
psikologi untuk dapat mengatasi
kebutuhan baik yang berasal dari
dalam dirinya sendiri maupun dari
lingkungan sekitar, mengatasi
ketegangan, frustasi serta konflik
yang dihadapinya untuk mencapai
hubungan yang baik dengan
lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan Penyesuaian Diri
Menurut
Lazarus
(1976)
mengungkapkan
mengenai tiga
pendekatan dalam penyesuaian diri
yaitu:
a. Pendekatan Nativistik
Dalam
pendekatan
ini,
penyesuaian diri dikatakan baik
bila
tidak
menimbulkan
konsekuensi yang negatif (buruk)
pada seseorang.
b. Pendekatan Positivistik
Pendekatan
ini
menyatakan
bahwa penyesuaian diri yang
baik menghasilkan kesehatan
mental yang positif, menekankan
pada usaha yang besar dan
tindakan yang efektif walaupun
kita mengetahui bahwa symptom
dapat saja ditimbulkan oleh stres
yang sedang dihadapi.
c. Pendekatan Statistik
Pendekatan ini menekankan pada
perhitungan secara statistik yaitu
membagi individu ke dalam
kelompok rata-rata (normal) atau
kelompok yang menyimpang dari
rata-rata (abnormal).
3. Karakteristik Penyesuaian Diri
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Menurut Haber & Ruyon (1984)
ada beberapa karakteristik yang
harus dimiliki seseorang, yaitu:
a. Memiliki Persepsi yang Akurat
Terhadap Realitas/Kenyataan.
b. Kemampuan
Mengatasi
atau
Menangani Stres dan Kecemasan
c. Citra Diri Positif
d. Kemampuan
Mengekspresikan
Perasaan
e. Memiliki Hubungan Interpersonal
yang Baik
4. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri
Menurut
Manurung
(2003)
terdapat dua jenis atau bentuk dari
penyesuaian diri, yaitu:
a. Penyesuaian Diri Aloplastis
Adalah penyesuaian diri yang
buruk di mana seorang
menerima kenyataan secara
pasif dan tidak melakukan
usahaha
apapun
untuk
mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya
yaitu
dalam
keadaan
saat
individu
ditentukan oleh lingkungan.
b. Penyesuaian Diri Autoplastis
Adalah penyesuaian diri yang
aktif di mana seorang dapat
menerima
keterbatasanketerbatasannya yang tidak
dapat diubah, namun ia tetap
berusaha
memodifikasi
keterbatasan-keterbatasannya
itu seoptimal mungkin yaitu
kondisi
ketika
individu
mempengaruhi lingkungannya.
Sedangkan menurut Lazarus
(1976) berdasarkan baik atau
buruknya usaha dalam penyesuaian
diri, Lazarus membaginya menjadi
dua jenis yaitu:
a. Penyesuaian diri yang kurang baik
(Poor Adjustment)
Yaitu di mana seseorang
menerima kenyataan secara
pasif dan tidak melakukan
usaha
apapun
untuk
mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya.
b. Pentesuaian diri yang baik (Good
Adjustment)
Yaitu di mana seseorang dapat
menerima
keterbatasanketerbatasan yang tidak dapat
diubah namun ia tetap berusaha
untuk
memodifikasi
keterbatasan-keterbatasan itu
seoptimal mungkin.
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Stein & Book (2002)
kecerdasan
emosional
adalah
serangkaian
kecakapan
yang
memungkinkan kita melapangkan
jalan di dunia yang rumit, meliputi
aspek pribadi, sosial, dan pertahanan
dari seluruh kecerdasan, akal sehat
yang penuh misteri dan kepekaan
yang penting untuk berfungsi secara
efektif setiap hari. Dalam bahasa
sehari-hari kecerdasan emosional
biasanya kita sebut sebagai “street
smart (pintar)”, atau kemampuan
khusus yang kita sebut “akal sehat”.
Menurut
Goleman
(1995),
kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan
dalam
menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan serta mengatur
keadaan jiwa.
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa janda cerai
adalah wanita yang sudah tidak
memiliki
suami
lagi,
yang
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
dikarenakan oleh proses perceraian,
perceraian itu sendiri mempengaruhi
kehidupan wanita tersebut, baik
dalam kehidupan pribadinya maupun
kehidupan sosial.
Menurut
Patton
(1997),
kecerdasan
emosional
adalah
kekuatan
dibalik
singgasana
kemampuan intelektual. Kecerdasan
emosional merupakan dasar-dasar
pembentukan emosi yang mencakup
keterampilan-keterampilan
untuk
menunda
kepuasan
dan
mengendalikan impuls, tetap optimis
jika berhadapan dengan kemalangan
dan ketidakpastian, menyalurkan
emosi-emosi yang kuat secara
efektif, mampu memotivasi dan
menjaga semangat disiplin diri dalam
usaha mencapai tujuan, menangani
kelemahan-kelemahan
pribadi,
menunjukan rasa empati kepada
orang lain, membangun kesadaran
diri dan kelemahan pribadi.
Menurut Cooper & Sawaf
(2000), orang yang secara intelektual
cerdas sering kali bukanlah orang
yang paling berhasil dalam bisnis
maupun kehidupan pribadi. Seorang
eksekutif dan profesional yang
secara teknik unggul dan kecerdasan
emosional yang tinggi adalah orang
yang mampu mengatasi konflik,
kesenjangan yang perlu dijembatani
atau diisi, melihat hubungan yang
tesembunyi
yang
menjanjikan
peluang dan menempuh interaksi
gelap, misterius yang menurut
pertimbangan
paling
bisa
menumbuhkan emas secara lebih
siap, lebih cekatan, lebih cepat
dibanding orang lain.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan
bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan lebih
yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi
kegagalan,
mengendalikan emosi, menunda
kepuasan, mengatur keadaan jiwa,
mampu menjaga semangat disiplin
diri dalam usaha mencapai tujuan,
menangani
kelemahan-kelemahan
pribadi, menunjukan rasa empati
kepada orang lain, membangun
kesadaran diri dan kelemahan
pribadi, dan dengan kemampuan ini
maka dapat menjaga keharmonisan
dan keberhasilan hidup seseorang
bagi dirinya sendiri maupun dalam
hubungannya dengan lingkungan
sekitar.
2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Kecerdasan Emosi
Menurut Goleman (2000) faktorfaktor
yang
mempengaruhi
kecerdasan emosional (emotional
intelligence) meliputi:
a. Faktor yang bersifat bawaan
genetik
Faktor yang bersifat bawaan
genetik misalnya temperamen.
Menurut Kagan (1972) ada 4
temperamen, yaitu penakut,
pemberani, periang, pemurung.
Anak
yang
penakut
dan
pemurung mempunyai sirkuit
emosi yang
lebih
mudah
dibangkitkan
dibandingkan
dengan sirkuit emosi yang
dimiliki anak pemberani dan
periang.
b. Faktor
yang
berasal
dari
lingkungan keluarga
Kehidupan keluarga merupakan
sekolah pertama kita untuk
mempelajari
emosi;
dalam
lingkungan yang akrab ini kita
belajar bagaimana merasakan
perasaan kita sendiri dan
bagaimana
orang
lain
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
menanggapi
perasaan
kita;
bagaimana
berfikir
tentang
perasaan ini dan pilihan-pilihan
apa yang kita miliki untuk
bereaksi;
serta
bagaimana
membaca
dan
mengungkap
harapan dan rasa takut.
3. Komponen–komponen
Kecerdasan Emosi
Menurut
Goleman
(1995),
komponen-komponen
kecerdasan
emosi meliputi:
a. Mengenali Emosi Diri
Adanya kemampuan seseorang
untuk mengenali bagaimana
perasaan yang muncul pada diri
sendiri.
b. Mengelola Emosi
Mengelola
emosi
adalah
kemampuan yang dapat membuat
seseorang untuk mengatur emosi
dalam dirinya maupun orang
lain.
c. Memotivasi Diri
Motivasi menurut Myres (dalam
Goleman, 1995) adalah suatu
kebutuhan atau keinginan yang
dapat memberi kekuatan dan
mengarahkan
tingkah
laku.
Kemampuan
seseorang
dalam
memotivasi diri dapat diselusuri
melalui hal-hal berikut:
a) Optimisme
b) Harapan
c) Flow
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Mengenali emosi orang lain
berarti kemampuan menangkap
sinyal-sinyal sosial tersembunyi
yang mengisyaratkan hal-hal
yang
dibutuhkan
atau
dikehendaki orang lain atau lebih
dikenal dengan empati.
e. Membina
Hubungan
Dengan
Orang Lain
Mampu menangani emosi orang
lain
merupakan
inti
dari
membina hubungan dengan
orang lain yang merupakan salah
satu aspek dari kecerdasan
emosi.
4. Ranah Kecerdasan Emosi
Reuven Bar-On (dalam Stein &
Book, 2002) membagi kecerdasan
emosional ke dalam lima area atau
ranah yang menyeluruh dan 15
subbagian atau skala kecerdasan
emosional. Kelima ranah dan lima
belas subbagian tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Ranah Intrapribadi
Ranah kecerdasan emosional ini
terkait dengan apa yang biasa
disebut sebagai “inner self” (diri
terdalam, batiniah). Ranah ini
meliputi lima subbagian yaitu:
a) Kesadaran Diri Emosional
Merupakan
kemampuan
untuk
mengenal
dan
memilah-milah
perasaan,
memahami hal yang sedang
kita rasakan dan mengapa hal
itu
kita
rasakan,
dan
mengetahui
penyebab
munculnya perasaan itu.
b) Sikap Asertif
Sikap asertif adalah sikap
yang
tegas,
berani
menyatakan perasan dan
pendapat.
c) Kemandirian
Merupakan
kemampuan
untuk mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri
dalam berfikir dan bertindak,
serta tidak merasa tergantung
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
pada orang lain secara
emosional.
d) Penghargaan Diri
Merupakan
kemampuan
untuk menghormati dan
menerima diri sendiri sebagai
pribadi yang pada dasarnya
baik.
Menghormati
diri
sendiri
intinya
adalah
menyukai diri apa adanya.
e) Aktualisasi Diri
Merupakan
kemampuan
untuk
mengejawantahkan
kemampuan
kita
yang
potensial. Unsur kecerdasan
emosional ini diwujudkan
dengan ikut serta dalam
perjuangan untuk meraih
kehidupan yang bermakna,
b. Ranah Antarpribadi
Ranah kecerdasan emosional ini
berhubungan dengan apa yang
dikenal sebagai keterampilan
berinteraksi. Ranah ini mencakup
tiga subbagian yaitu:
a) Empati
Kemampuan
untuk
menyadari, memahami, dan
menghargai perasaan dan
pikiran orang lain.
b) Tanggung Jawab Sosial
Kemampuan
yang
menunjukan bahwa kita
adalah anggota kelompok
masyarakat
yang
dapat
bekerja sama, berperan dan
konstruktif.
c) Hubungan Antarpribadi
Kemampuan membina dan
memelihara hubungan yang
saling memuaskan yang
ditandai dengan keakraban
dan saling memberi serta
menerima kasih sayang.
c. Ranah Penyesuaian Diri
Ranah kecerdasan emosional ini
berkaitan dengan kemampuan
kita
untuk
menilai
dan
menanggapi situasi yang sulit.
Ranah ini mencakup tiga
subbagian yaitu:
d) Pemecahan Masalah
Kemampuan
untuk
mengenali dan merumuskan
masalah, serta menemukan
dan menerapkan pemecahan
yang ampuh.
e) Uji Realitas
Kemampuan
menilai
kesesuaian antara apa yang
dialami dan apa yang secara
objektif terjadi. Uji-realitas
adalah “menyimak” situasi
yang ada di depan kita.
f) Sikap Fleksibel
Kemampuan menyesuaikan
emosi,
pikiran,
perilaku
dengan perubahan situasi dan
kondisi.
d. Ranah Penanggulangan Stres
Ranah kecerdasan emosional ini
berkaitan dengan kemampuan
menanggung stres tanpa harus
ambruk, hancur, kehilangan
kendali atau terpuruk. Ranah ini
mencakup dua subbagian yaitu:
a) Ketahanan
Menanggung
Stress
Kemampuan
untuk
menghadapi peristiwa yang
tidak menyenangkan dan
situasi yang penuh tekanan
tanpa menjadi berantakan,
dengan secara aktif dan
positif mengatasi stress.
b) Pengendalian Impuls
Kemampuan menunda atau
menolak impuls, dorongan,
atau godaan untuk bertindak.
Pengendalian impuls ini
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
mencuatkan
kemampuan
menampung impuls agresif,
tetap
sabar
dan
mengendalikan sikap agresif,
permusuhan, serta perilaku
yang
tidak
bertanggung
jawab.
e. Ranah Suasana Hati Umum
Ranah kecerdasan emosional ini
berkaitan dengan pandangan kita
tentang kehidupan, kemampuan
kita bergembira sendirian dan
dengan
orang
lain,
serta
keseluruhan rasa puas dan
kecewa yang kita rasakan. Ranah
ini mencakup dua hal yaitu:
a) Kebahagiaan
Kemampuan untuk merasa
puas dengan kehidupan kita,
bergembira sendirian dan
dengan orang lain, serta
bersenang-senang.
b) Optimisme
Merupakan
kemampuan
melihat sisi terang kehidupan
dan memelihara sikap positif,
sekalipun
ketika
berada
dalam kesulitan.
C. Gay
1. Pengertian Gay
Orientasi seksual terentang dari
sepenuhnya homoseksual sampai
sepenuhnya heteroseksual termasuk
didalamnya
berbagai
ragam
biseksualitas. Namun pada orang–
orang tertentu orientasi seks pada
lawan jenis atau yang sering disebut
sebagai kaum heteroseksual tidak
muncul atau hanya berkadar kecil
pada dirinya. Mereka justru tertarik
pada orang–orang yang sejenis atau
yang sering disebut sebagai kaum
homoseksual. Kata homoseksual
berasal dari 2 kata, yang pertama
adalah dari kata 'homo', yang kedua
'seksual' dan seksual berarti mengacu
pada hubungan kelamin, hubungan
seksual, sedangkan homo mengacu
pada kata sama. Hubungan seseorang
dengan yang sejenis kelamin dengan
kita. Istilah ini adalah istilah yang
mengacu pada perilaku dan juga
orientasi
yang
dimiliki
oleh
seseorang, kalau itu seorang pria
biasanya disebut kaum gay dari
bahasa Inggris sedangkan kalau pada
wanita disebut lesbion atau lesbian,
dua-duanya itu masuk dalam
kelompok homoseksual.( Gunadi
,2006).
Menurut Benokraitis (1996),
homoseksual adalah individu yang
secara psikologis, emosi dan sosial
memiliki ketertarikan pada orang
lain yang berasal dari jenis kelamin
yang sama walaupun ketertarikan
tersebut tidak diekspresikan secara
berlebihan.
Davison & Neale (1996)
kemudian
menjelaskan
bahwa
sesungguhnya homoseksual dibagi
menjadi dua kategori, yaitu (1) gay
atau kecenderungan pada pria untuk
menyukai secara seksual terhadap
jenis kelamin yang sama dan (2)
lesbian atau kecenderungan pada
wanita untuk menyukai secara
seksual terhadap jenis kelamin yang
sama.
Dari
uraian
diatas
dapat
disimpulkan bahwa homoseksual
adalah ketertarikan dan orientasi
seksual seseorang pada jenis kelamin
yang sama. Homoseksual terdiri dari
dua jenis yaitu gay bagi pria yang
menyukai seseorang dari sesama
jenis kelaminnya dan lesbi bagi
wanita yang tertarik pada sesama
jenisnya. Pada penelitian ini, penulis
lebih memfokuskan subjek penelitian
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
pada kaum gay yaitu seorang pria
yang menyukai sesama jenisnya.
2. Faktor-faktor
Penyebab
Homoseksual
Beberapa saran telah ditawarkan
tentang
bagaimana
seseorang
menjadi
homoseksual.
Tiga
penjelasan yang paling sering
disebutkan adalah teori psikoanalitik
tentang
homoseksualitas,
teori
belajar dan teori biologi tentang
homoseksual.
a. Teori
Psionalitik
tentang
Homoseksual
Teori
psikoanalitik
tentang
homoseksual yang dikemukakan
oleh Frued menyebutkan bila
perasaan seksual anak yang
pertama kali tentang orang tua
dengan jenis kelamin yang
berlawanan dihukum (punished)
secara kuat, anak tersebut akan
lebih mengenal orang tua yang
berjenis kelamin sama dengan
dirinya dan akan semakin
mengembangkan
orientasi
homoseksual yang permanen.
b.
Teori
Belajar
tentang
Homoseksual
Teori ini menawarkan penjelasan
yang lain. Binatang yang berada
dibawah
skala
mamalia
mengikuti kemampuan seksual
bawaan (dari dalam diri). Pada
binatang dengan tingkat yang
lebih tinggi, termasuk manusia,
belajar adalah faktor yang lebih
penting dari pada faktor bawaan.
c.
Teori
Biologis
tentang
Homoseksual
Mengemukakan bahwa tidak ada
bukti
langsung
bagaimana
seseorang menjadi homoseksual
karena genetik atau alasan
hormon. Bagaimanapun dalam
studi mengenai homoseksual,
Buunk & Van Driel (dalam
Dacey
&
Kenny,
1997)
menuliskan bahwa para peneliti
ingin mencari apa yang diketahui
sebagai homoseksual dalam
spesies lain sebagai petunjuk.
Baru-baru ini ada ketertarikan
dari pengaruh hormon selama
masa perkembangan fetal (janin).
3. Jenis-Jenis Homoseksual
Jenis-jenis
homoseksual
dibedakan menjadi beberapa kategori
seperti tersebut di bawah ini:
a. Berdasarkan gaya hidup
b. Berdasarkan pengalaman
c. Berdasarkan tingkah laku yang
ditampilkan
d. Berdasarkan segi kejiwaan
e. Berdasarkan preferensi keragaman
pasangan
seksual
dan
kelangsungan relasional
f. Berdasarkan peran keseharian
g. Berdasarkan aktivitas seksual
ketika berhubungan seks
4. Tipe
Hubungan
Pasangan
Homoseksual
Bell & Winberg (dalam Tobing,
2003) menyebutkan lima tipe
hubungan pasangan homoseksual,
yaitu:
a. Close coupled
Tipe
ini
menggambarkan
relasional antara dua orang
homoseksual yang terikat sebuah
komitmen seperti halnya sebuah
perkawinan
pada
dunia
heteroseksual
b. Open coupled
Pada tipe ini dijumpai sebuah
bentuk hubungan antara dua
orang homoseksual yang terikat
oleh sebuah komitmen tetapi
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
memungkinkan
terjadinya
hubungan lain di luar komitmen
tersebut. Di dalam tipe ini
biasanya
muncul
banyak
permasalahan
seperti
kecemburuan.
c. Functional
Pada
tipe
ini
seorang
homoseksual
tidak
terikat
komitmen dengan seseorang
tetapi memiliki pasangan atau
partner seksual yang cukup
banyak.
d. Dysfunctional
Dalam
tipe
ini
seorang
homoseksual tidak memiliki
pasangan tetap, memiliki banyak
pasangan seksual tetapi juga
disertai
dengan
banyak
permasalahan yang berkaitan
dengan seksualitas.
e. Asexual
Di dalam tipe ini seorang
homoseksual kurang memiliki
keinginan
untuk
mencari
pasangan seksual baik itu yang
bersifat tetap atau yang tidak
tetap.
BAB III
A. Identifikasi Variabel-Variabel
Penelitian
Dalam penelitian ini variablevariabel yang akan dikaji adalah:
1. Variabel Terikat: Penyesuaian Diri
2.Variabel Bebas: Kecerdasan emosional
B. Definisi Operasional VariabelVariabel Penelitian
1. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah merupakan
proses psikologi untuk dapat
mengatasi kebutuhan baik yang
berasal dari dalam dirinya sendiri
maupun dari lingkungan sekitar,
mengatasi ketegangan, frustasi serta
konflik yang dihadapinya untuk
mencapai hubungan yang baik
dengan
lingkungan
sekitarnya.
Dalam penelitian ini penyesuaian diri
diukur dengan menggunakan Skala
Penyesuaian Diri yang disusun
berdasarkan
karakteristik
penyesuaian diri yaitu memiliki
persepsi yang akurat terhadap
realitas atau kenyataan, kemampuan
mengatasi atau menangani stress dan
kecemasan, citra diri positif,
kemampuan
mengekspresikan
perasaan dan memiliki hubungan
interpersonal yang baik.
2. Kecerdasan emosional
Kecerdasan
emosional
adalah
kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan
dalam
menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosi,
menunda
kepuasan,
mengatur
keadaan jiwa, mampu menjaga
semangat disiplin diri dalam usaha
mencapai
tujuan,
menangani
kelemahan-kelemahan
pribadi,
menunjukkan rasa empati kepada
orang lain, membangun kesadaran
diri dan kelemahan pribadi, dan
dengan kemampuan ini maka dapat
menjaga
keharmonisan
dan
keberhasilan hidup seseorang bagi
dirinya sendiri maupun dalam
hubungannya dengan lingkungan
sekitar.. Kecerdasan emosi diukur
melalui skala sikap yang disusun
berdasar lima komponen-komponen
kecerdasan emosi yang meliputi
mengenali emosi diri, mengelola
emosi, memotivasi diri, mengenali
emosi orang lain dan membina
hubungan dengan orang lain.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah
pria yang memiliki orientasi seksual
sebagai homoseksual atau yang sering
disebut gay yang berada di wilayah Kota
Depok dan berusia antara 20 sampai
dengan 30 tahun (penyesuaian diri sudah
tampak baik) dengan jumlah 38 orang
gay.
D. Teknik Penarikan Sampel
Pada
penelitian
ini,
penulis
menggunakan teknik penarikan sampel
incidental sampling yaitu teknik
penarikan sampel kebetulan. Menurut
Azwar (1998) dalam teknik sampel ini
yang dijadikan anggota sampel adalah
apa atau siapa saja yang kebetulan
dijumpai
ditempat-tempat
tertentu.
Teknik penarikan sampel ini dipilih
karena populasi subyek tidak diketahui
jumlahnya dan subyek memiliki
karakteristik yang sulit untuk ditemui.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan kuesioner dalam proses
pengumpulan data. Kuesioner yaitu
suatu
daftar
pertanyaan
yang
disampaikan pada responden secara
tertulis untuk memperoleh data berupa
jawaban
dari
para
responden
(Koentjaraningrat, 1991). Kuesioner
tersebut terdiri dari Identitas Subjek,
Skala Penyesuaian Diri dan Skala
Kecerdasan Emosional.
F. Validitas dan Reliabilitas Alat
Ukur
Validitas adalah sejauh mana suatu
alat pengukur dapat mengukur apa yang
ingin diukur dengan cermat dan tepat
(Azwar, 2003). Untuk menguji validitas
digunakan analisa item total correlation
yaitu dengan cara mengkorelasikan skor
tiap-tiap item dengan skor total dari
skala
(Anastasi&Urbina,
1997).
Sedangkan yang dimaksud dengan
reliabilitas adalah sejauh mana hasil dari
suatu pengukuran dapat dipercaya
(Azwar, 2003). Reliabilitas akan diuji
menggunakan Alpha Cronbach yang
merupakan suatu bentuk pengujian
reliabilitas tes yang dapat dipecah
menjadi beberapa bagian. Pembelahan
ini sangat penting untuk menjadikan
banyaknya item dalam tiap belahan
sama, sehingga diharapkan belahanbelahan itu seimbang (Azwar, 2003). Uji
validitas dan reliabilitas dilakukan
dengan bantuan program computer SPSS
versi 11.5.
G. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, pengujian
hipotesis menggunakan analisis statistik
nonparametrik yaitu uji uji dua sample
independen uji U Mann-Whitney.
Menurut Azwar (2003) analisis statistik
nonparametrik digunakan bagi penelitian
yang subyeknya berjumlah sedikit
(sampel kecil) sehingga sangat mungkin
datanya tidak berdistribusi normal.
Dalam penelitian ini Uji U MannWhitney digunakan untuk menganalisis
perbedaan penyesuaian diri sebagai
variabel terikat (Y) berdasarkan tingkat
kecerdasan emosional sebagai variabel
bebas (X). Analisis tersebut akan
dilakukan
menggunakan
program
computer SPSS for Window ver.11.0.
BAB IV
PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN
HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian
Persiapan dalam penelitian ini
yaitu dengan mempersiapkan alat ukur.
Alat ukur yang digunakan dalam
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
penelitian
ini
disiapkan
dengan
menyususn skala penyesuaian diri yang
dikembangkan berdasarkan karakteristik
penyesuaian diri yaitu memiliki persepsi
yang akurat terhadap realitas atau
kenyataan, kemampuan mengatasi atau
menangani stress dan kecemasan, citra
diri
positif,
kemampuan
mengekspresikan perasaan dan memiliki
hubungan interpersonal yang baik.
Sedangkan untuk skala kecerdasan
emosional disusun berdasar lima
komponen-komponen kecerdasan emosi
yang meliputi mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain dan
membina hubungan dengan orang lain.
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode try out terpakai
disekitar wilayah Depok. Kuesioner
penyesuaian diri dan kecerdasan
emosional disebar mulai tanggal 12
februari 2007 sampai dengan tanggal 8
Maret 2007, sebanyak 38 eksemplar
kepada gay yang berada disekitar
wilayah Depok. Pengisian kuesioner ini
mengalami sedikit hambatan karena
waktu dan tempat yang tidak pasti kapan
subjek akan berkumpul atau datang
ketempat-tempat yang diperkirakan oleh
penulis sehingga pengisian kuesioner
memerlukan waktu yang lama.
C. Hasil Penelitian
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Skala
Pada skala penyesuaian diri yang
disusun berdasarkan skala Likert, dari
100 item yang digunakan diperoleh 70
item yang valid, sementara 30 item yang
lain dinyatakan gugur. Item yang valid
memiliki nilai korelasi berkisar antara
0,3011 sampai dengan 0,6943.
Sedangkan
pada
skala
kecerdasan
emosi
yang
disusun
berdasarkan skala Likert, dari 100 item
yang digunakan diperoleh 95 item yang
valid, sementara 5 item yang lain
dinyatakan gugur. Item yang valid
memiliki nilai korelasi berkisar antara
0,3304 sampai dengan 0,7168. Pengujian
validitas ini dilakukan dengan bantuan
program SPSS for Window Ver 11.0.
Sedangkan untuk Uji reliabilitas
untuk Skala Penyesuaian Diri dan
Kecerdasan Emosi dilakukan dengan
teknik Alpha Cronbach dan diperoleh
angka koefisien reliabilitas sebesar
0,9401 untuk Skala Penyesuaian Diri
sedangkan untuk skala Kecerdasan
Emosi sebesar 0,9779.
2. Uji Asumsi
Sebelum
dilakukan
pengujian
hipotesis,
maka
terlebih
dahulu
dilakukan uji asumsi yang terdiri dari uji
normalitas dan uji homogenitas, dalam
hal ini yaitu terpenuhinya normalitas dan
homogenitas sebaran data.
a. Uji Normalitas
Untuk Uji Normalitas digunakan alat
Bantu SPSS for Windows Ver. 11.0 yaitu
uji Kolmogorov-Smirnov dan ShapiroWilk untuk menguji normalitas sebaran
skor.
Berdasarkan pengujian normalitas
pada variabel penyesuaian diri
diperoleh data subyek dengan
kecerdasan emosional yang tinggi
dan
subyek
yang
memiliki
kecerdasan
emosional
rendah
memiliki signifikansi yang sama
yaitu sebesar 0,200 (p > 0,05) pada
Kolmogorov-Smirnov dan pada skala
Shapiro-Wilk diperoleh signifikansi
sebesar 1,00 (p > 0,05) untuk subyek
dengan kecerdasan emosional tinggi
dan 0,341 (p > 0,05) untuk subyek
dengan kecerdasan emosional rendah
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
(Lihat lampiran D). Secara umum
dikatakan bahwa distribusi skor
penyesuaian diri pada sampel yang
diambil berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Dari hasil pengujian homogenitas
diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,354 (p>0,05) (Lihat lampiran D),
hasil pengujian ini menunjukan
bahwa penyesuaian diri subyek
dengan kecerdasan emosional tinggi
dan subyek dengan kecerdasan
emosional tinggi memiliki varians
yang sama (homogen).
c. Analisis Data
Berdasarkan analisis data yang
dilakukan dengan menggunakan uji
statistik Nonparametrik yaitu Uji
Mann-Whitney, diperoleh skor 5,500
dengan
signifikansi
(2-tailed)
sebesar 0,001 (p<0,05) (Lihat
lampiran E). Hal ini berarti ada
perbedaan penyesuaian diri yang
signifikan antara gay yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi dengan
gay yang memiliki kecerdasan
emosioanal yang rendah. Hasil
tersebut
menunjukan
bahwa
hipotesis yang dibuat penulis,
diterima.
rendah sedangkan gay pada kelompok
sedang tidak terpakai. Berdasarkan hasil
analisis,
diketahui
perbedaan
bahwa
penyesuaian
terdapat
diri
yang
signifikan antara gay yang memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi dan
gay
yang
memiliki
kecerdasan
emosional yang rendah. Hal ini berarti
hipotesis
yang
ditetapkan
penulis,
diterima.
Individu
kecerdasan
yang
emosional
memiliki
yang
baik
menurut Goleman (1995) cenderung
dapat mengenali emosi diri, mampu
mengelola emosi, mampu memotivasi
diri melalui keoptimisan dan harapan,
dapat mengenali emosi orang lain dan
mampu
membina hubungan dengan
orang lain. Selain itu Reuven Bar-On
(dalam Stein & Book, 2002) membagi
kecerdasan emosional kedalam lima area
atau ranah yang menyeluruh dan 15
D. Pembahasan
subbagian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui perbedaan penyesuaian diri
pada gay yang memiliki kecerdasan
emosional yang tinggi dan gay yang
memiliki kecerdasan emosional yang
rendah. Sehingga subyek yang dianalisis
hanya gay yang berada pada kelompok
skor tinggi dan gay pada kelompok
atau
skala
kecerdasan
emosional yaitu ranah intrapribadi, ranah
antarpribadi, ranah penyesuaian diri,
ranah penanggulangan stress dan ranah
suasana hati umum.
Adapun karakteristik yang harus
dimiliki
seseorang
yang
memiliki
penyesuaian diri yang baik menurut
Haber & Ruyon (1984) yaitu memiliki
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
persepsi
yang
akurat
realitas/kenyataan,
terhadap
kemampuan
emosional rendah sebanyak 8 subyek,
sebagai berikut.
mengatasi atau menangani stress dan
kecemasan, citra diri positif, kemampuan
mengekspresikan perasaan dan memiliki
hubungan interpersonal yang baik.
Dari dua uraian diatas, maka untuk
dapat memiliki penyesuaian diri yang
baik
seorang
individu
harus dapat
memahami emosi diri sendiri dan orang
lain
serta
merupakan
lingkungannya
ciri-ciri
-2SD
-1SD
+1SD
+2SD
142,5
190
237,5
285
332,5
yang
seseorang
Rendah
Tinggi
yang
memiliki kecerdasan emosional yang
baik.
Selain
itu
ranah
kecerdasan
X
Kurva I
Penggolongan Skor Kecerdasan
emosional yang diajukan oleh Bar-On
Emosional
salah satunya menyangkut penyesuaian
diri. Oleh karena itu jika seeorang
memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi
maka
menyesuaiakan
akan
sedangkan
diri
jika
mampu
dengan
tidak
baik
memiliki
kecerdasan emosional yang rendah maka
Berdasarkan perhitungan Mean
Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH)
pada skala Penyesuaian Diri dapat
diperoleh skor Mean Empirik (ME) dan
Mean Hipotetik (MH) sebagai berikut
(Lihat lampiran D).
seseorang akan memiliki kemampuan
penyesuaian diri yang rendah pula.
Berdasarkan
perhitungan
Tabel 9
Perhitungan Mean Empirik dan Mean
Mean
Hipotetik
Hipotetik dan standar deviasi terhadap
skala
kecerdasan
emosional,
dapat
Skala
diketahui jumlah subyek yang berada
pada
kecerdasan
emosional
tinggi
sebanyak 12 subyek dan kecerdasan
Skor
ME
MH
SD Me
Kecerdasan
Mean
Mean
Hipote
Emosi
Penyesuaian
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Tinggi
Empirik Hipotetik
235.50
175
22,33
Diri
Rendah
189.13
Berdasarkan hasil tersebut diatas
22,33
175
dapat
dikatakan
bahwa
gay
yang
Berdasarkan perhitungan pada
memiliki kecerdasan emosional yang
skala penyesuaian diri pada gay yang
tinggi memiliki penyesuaian diri yang
memiliki kecerdasan emosional tinggi
lebih baik dibanding dengan gay yang
sebesar 235.50, berada diatas skor mean
memiliki kecerdasan emosional yang
hipotetik ditambah satu standar deviasi
rendah.
(175+22,33) yaitu sebesar 197,33 yang
keterkaitan
dapat digolongkan berada pada kategori
Goleman, Bar-On dan Haber & Ruyon.
Hal
ini
teori
dapat
yang
memenuhi
diungkapkan
yang
Selain hasil mean empirik dan
memiliki kecerdasan emosional yang
mean hipotetik diatas, pada tabel 10
rendah memiliki skor penyesuaian diri
dibawah ini dapat terlihat hasil deskripsi
sebesar 189.13 yang berada diantara
subyek penelitian berdasarkan tempat
mean hipotetik ditambah 1 standar
tinggal.
tinggi.
deviasi
Sedangkan
bagi
(175+22,33)
gay
yaitu
sebesar
197,33 dan mean hipotetik dikurang 1
Tabel 10
standar deviasi (175-22,33) yaitu sebesar
Deskripsi Subyek Berdasar Tempat
152,66 yang berarti dapat digolongkan
Tinggal
berada pada kategori sedang.
Tempat Jumlah
%
Tinggal
Mean
Skala
Kecerdasan
Emosi
-2SD
130,33
-1SD
X +1SD
+2SD
152,66 175 197,33
219,66
Orang
12
31,58
274,83
Saudara
2
5,26
235,5
Kost
24
63,16
257.29
Tua
Kurva II
Perhitungan Mean Empirik dan Mean
Hipotetik
a. Berdasarkan data tersebut diatas,
ditemukan
bahwa
kecerdasan
emosional pada gay yang tinggal
dengan orang tua memiliki mean
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
yang lebih tinggi daripada gay yang
tinggal dengan saudara atau kost
yaitu sebesar 274,83. Hal ini sesuai
dengan pendapat Goleman (2000)
yang menyatakan bahwa salah satu
faktor
yang
mempengaruhi
kecerdasan emosional adalah faktor
yang berasal dari lingkungan
keluarga.
Kehidupan
keluarga
merupakan sekolah pertama kita
untuk memepelajari emosi; dalam
lingkungan yang akrab ini kita
belajar
bagaimana
merasakan
perasaan kita sendiri dan bagaimana
orang lain menanggapi perasaan kita;
bagaimana berfikir tentang perasan
ini dan pilihan-pilihan apa yang kita
miliki
untuk
bereaksi;
serta
bagaimana
membaca
dan
mengungkap harapan dan rasa takut.
Pembelajaran emosi bukan hanya
melalui hal-hal yang diucapkan dan
dilakukan oleh orang tua secara
langsung
pada
anak-anaknya,
melainkan juga melalui contohcontoh yang mereka berikan sewaktu
menangani perasaan mereka sendiri
atau perasaan yang biasa muncul
antara suami dan istri.
untuk gay yang memiliki tingkat
kecerdasan emosional yang tinggi berada
pada kategori sedang,sehingga terlihat
jelas bahwa tingkat kecerdasan emosi
mempengaruhi penyesuaian diri pada
gay.
Berdasarkan hasil deskripsi tempat
tinggal, ditemukan bahwa gay yang
tinggal dengan orang tua memiliki
kecerdasan emosi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan gay yang tinggal
dengan saudara atau kost.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka saran-saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut.
1. Bagi subyek penelitian, pilihan
untuk menjadi seorang gay
jangan menjadi penghambat
dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan maupun dirinya
sendiri.
2. Bagi masyarakat, telah banyak
penelitian dan perkembangan
ilmu yang menyatakan bahwa
homoseksual bukanlah penyakit
melainkan penyimpangan normal
maka diharapkan masyarakat
mampu
membantu
untuk
menghilangkan dorongan seksual
mereka, diarahkan untuk dapat
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan maupun dirinya
sendiri bukan dijauhi seperti
penyandang penyakit menular.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan serta
analisis data yang dilakukan penulis
pada penelitian ini menunjukan bahwa
terdapat perbedaan penyesuaian diri
yang signifikan pada gay dengan tingkat
kecerdasan emosional tinggi dan gay
dengan tingkat kecerdasan emosional
rendah.
Dalam penelitian ini diperoleh
bahwa penyesuaian diri pada gay yang
memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi
berada pada kategori tinggi sedangkan
a
Bagi
Penelitian
yang
lain,
sebaiknya jumlah sampel gay
sehingga dapat lebih mewakil hasil
tujuan penelitian yang dilakukan.
Selain
itu,
perlu
lebih
memperhatikan faktor lain seperti
penerimaan diri atau coming out.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
DAFTAR PUSTAKA
Goleman,
D.
(2000).
Emotional
Intelligence. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Anastasi, A. & Urbina. (1997). Tes
Psikologi. Jilid I. Alih bahasa:
Imam, R.H. S. Jakarta: Prahellindo.
Haber, A. & Runyon, P. (1984).
Psychology Of Adjustment. USA:
The Dorsey Press.
Atwater, E. (1983). Psychology of
adjustment. New York: Englewood
Cliffs.
Handoyo, A. H. (1987). Pola
Komunikasi
Kaum
Pria
Homoseksual. Tesis Magister.
Depok: Universitas Indonesia.
Azwar, S. (1998). Sikap Manusia: Teori
dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2003). Tes Prestasi: Fungsi
dan Pengembangan Pengukuran
Prestasi Belajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Benokraitis, N. J. (1996). Marriages and
families: Changes, Choices, and
Constraints (2nd Ed). New Jersey:
Prentice-Hall.
Cooper, R. K. & Swaf, A. (2000).
Executive
EQ:
Kecerdasan
Emosional dalam Kepemimpinan
dan Organisasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Dacey, J. & Kenny, M. (1997).
Adolescence Development (2nd Ed).
Dubuque: Brown & Benchmark.
Davison, G, C. & Neale, J. M. (1996).
Abnormal Psychology (Revised 6th
Ed). New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Goleman,
D.
(1995).
Emotional
Intelligence: Why It Can Matter
More
Than
IQ.
London:
Bloomsbury.
Hart, T. A. (2003). Sexual Behavior
Among HIV-Positive Men Who
Have Sex With Men: What’s in a
Label? Journal of Sex Research,
May Edition. World Wide Web
http://www.findaricles.com/p/articl
es/mi_m2372/is_2_40/ai_1055182
20
Gunadi, P. (2006). Memahami Perilaku
Homoseksual. World Wide Web
http://www.telaga.org/ringkasan.ph
p?perilaku_homoseksual.htm
Kartono, K. (1989). Psikologi Abnormal
dan
Abnormalitas
Seksual.
Bandung: Mandar Maju.
Koentjaraningrat.
(1991).
Metodemetode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lazarus, R. S. (1976). Patters Of
Adjustment (3rd Ed). Tokyo: Mc
Graw Hill Kogakusha.
Manurung, B. (2003). Kondisi Kejiwaan
Anda. Bandung: Pionir Jaya.
MYS. (2007). Homoseksual
Penyimpangan Seksual.
Wide
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Bukan
World
Web
http://www.kompas.com/ver1/kese
hatan/0609/14/221027
Patton, P. (1997). EQ: Pengembangan
Sukses Lebih Bermakna. Jkarta:
Mitra Media Publisher.
Schneiders, A. A. (1960). Personality
Development and Adjustment in
Adolescence. Milwaukee: The
Bruce.
Soedarjoen, S. S. (2005). Bunga Rampai
Kasus Gangguan Psikoseksual.
Bandung: Rafika Aditama.
Stein, S. J. & Book, H, E. (2002).
Prinsip Dasar Kecerdasan Emosi
Meraih Sukses. Alih bahasa:
Januarsari, T, R & Murtanto, Y.
Bandung: Kaifa.
Tobing, E. B. U. (2003). Eskalasi
Hubungan Pasangan
Homoseksual (Tahap
Perkembangan Komunikasi
Antar Pribadi Gay Timur dan
Barat). Tesis Magister. Depok:
Universitas Indonesia.unication
Research, 19, 50-90.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Download