BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warganegara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, ukuran dan ketentuan-ketentuan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Dasar 1945. Bahannya diambil dari Ilmu Kewargaan Negara termasuk kewiraan nasional, filsafat Pancasila, mental Pancasila dan filsafat pendidikan nasional, serta menuju kedudukan para warganegara yang diharapkan dimasa depan (Bambang Daroeso, 1986 : 13). Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi materi bidang keilmuan yaitu pengetahuan, kedisiplinan, ketrampilan, sopan santun, nilai-nilai demokrasi, religius, norma, moral, keadialan, kebebasan berpendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan pers dan lain-lain. Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokrasi, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. 9 Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakekat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasari pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama dibawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik atau golongan. Menurut Somantri (2001: 161) ada beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai pendidkan kewarganegaraan antara lain: a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannya diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, terutama pancasila, UUD 1945, GBHN, dan perundangan negara. dengan tekanan bahan pendidikan pada hunbungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara. b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, pancasila, dan UUD 1945 yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan ilmu pengetahuan ekstraseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasioanal, pancasila, UUD 1945, GBHN, filsafat pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dalam menginternallisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good citizen) dalam suasana demokrasi dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs). e. Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasnya adalah seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi. Dari pendapat diatas menjelaskan bahwa betapa pentingnya PKn untuk siswa sebagai generasi penerus, karena PKn mengiring untuk menjadikan siswa sadar akan politik, sikap, demokrasi, dan sebagai mata pelajaran yang wajib dibelajarkan disekolah. PKn sebagai pendidikan nilai dapat membantu para siswa memilih sistem nilai yang dipilihnya dan mengembangkan aspek afektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya. 2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Penentuan fungsi pendidikan kewarganegaraan didasarkan pada tahap perkembangan peserta didik. Makin tinggi taraf perkembangan peserta didik makin meluas fungsi Pendidikan Kewarganegaraan. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Garis-Garis Besar Program Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 Pengajaran (GBPP) dirumuskan dalam 3 (tiga) jenjang sesuai dengan satuan pendidikan, dengan rincian sebagai berikut : a. Mengembangkan dan melestarikan nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. b. Mengembangkan dan membina siswa agar akan hak dan kewajibannya, taat pada peraturan yang berlaku, serta berbudi pekerti luhur. c. Membina siswa agar memahami dan menyadari hubungan antara sesama anggota keluarga, sekolah dan masyarakat, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Tarmudi Dkk, 1995:13). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta menjadi warga negara yang demokrasi dan tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Hamid Darmadi 2007:97). Tujuan lain dari pemebelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yakni agar peserta didik meniliki kemampun : a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan tanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 c. Bekembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karekter-karekter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainya. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Imam Sudipatuh Dkk 2013:1). Tujuan pembelajaran PKn secara umum mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal, regional maupun global. Sedangkan tujuan PKn menurut Djahiri Kosasi (1995:10) adalah sebagai berikut: a. Secara umum tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian pendidikan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kedidupn bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. b. Secara khusus tujuan PKn adalah membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 kerakyatan kepentingan yang mengutamakan perseorangan dan kepentingan golongan bersama sehingga diatas perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan dapat diatasi melalui musyawarah mufakat serta perilaku yang Mendukung untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan tujuan PKn yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya dalam setiap tujuan pendidikan membekali kemampuan-kemampuan kepada peserta didik dalam hal tanggung jawab sebagai warga negara, yaitu warga negara yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain. Djahiri Kosasi (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan: a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sabagai filsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI. b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI. c. Menghayati dan menyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas. d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap dan perilaku diri dan kehidupanya dengan penuh keyakinan dan nalar. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan Istilah Pendidikan Kewarganegaran di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di USA menunjukan adanya perluasan dari waktu ke waktu. Secara historis pertumbuhan civic education dapat digambarkan sebagai berikut (Sumantri,1975 :31) : a. Civics (1790). b. Community Civics (1970, A.W. Dunn) Civic Education (1901, Harold Wiison). c. Civic- Citizenship Education (1945, John Mahoney). d. Civic- Citizenship Education (1971, NCSS). Pembelajaran Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat. Pelajaran tersebut diberikan dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “ Theory of Americanization”. Untuk menyatukan warganegara Amerika Serikat untuk menjadi satu bangsa, maka pelajaran civics diajarkan disekolah-sekolah. Dalam taraf tersebut pelajaran civic membicarakan masalah government, hak dan kewajiban dan civic merupakan bagian dari ilmu politik (Bambang Daroeso 1986:1). Menurut asal kata (etimologis), Civics berasal dari kata Latin Civis yang dapat berarti : a. Warganegara. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 b. Sesama warganegara, sesama penduduk, orang setanah air. c. Bawahan atau kaula. Arti civics mempunyai kesamaan yang sama yaitu membahas tentang government, hak dan kewajiban sebagai warganegara. Akan tetapi arti civics dalam perkembangan selanjutnya bukan meliputi government saja kemudian dikenal istilah Community Civics, Ecomomic Civics dan Vocational Civics. Gerakan Community Civics pada tahun 1070 dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal maupun internasional. Gerakan Community Civics disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya mempelajari konsitusi dan pemerintahan saja, akan tetapi kurang memperhatikan lingkungan sosial. Selain gerakan diatas timbul pula gerakan Civic Education atau banyak disebut sebagai Citizenship Education. Raung lingkup Citizenship Education (Somantri,1975:33) antara lain : a. Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah. b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokrasi. c. Dalam Civic Education, termasuk pula hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyek hidup bernegara. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih luas, karena bahannya selain mencakup program sekolah juga mencakup pengaruh belajar diluar kelas, dan pendidikan dirumah. Selanjutnya PKn digunakan untuk membantu genarasi muda memperoleh pemahaman citacita nasional atau tujuan negara dan dapat mengambil keputusankeputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara. Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional, dan dapat membuat keputusankeputusan yang cerdas. 4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Suatu bidang studi yang diajarkan disekolah, materi PKn menurut Branson (1999:4) harus mencakup tiga komponen yaitu, Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), CivicSkills(ketrampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan). Komponen yang pertama, Civic Knowledge berkaitan dengan hubungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Aspek ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Secara lebih terperinci, materi PKn meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, pemerintah berdasarkan hukum (rule of law) dan peradilan Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan normanorma dalam masyarakat. Kedua, Civic Skills meliputi ketrampilan intelektual dan ketrampilan berpartisipasidalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh ketrampilan intelektual adalah ketrampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh kertampilan berpartisipasi adalah ketrampilan menggunakan hak dan kewajibannya dibidang hukum, misalnya segera melapor kepada pihak yang berwajib jika terjadi tindakan kriminal. Ketiga Civic Disponsition, kompoenen ini sesunggunya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dengan memperhatikan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata pelajaran PKn ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan moral. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan wajib diasukan di dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal, menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. 5. Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 keadaan sekolah, dan kondisi sekolah. Dengan demikian sekolah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar, dan penilaian hasil pembelajaran. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau silabus dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian standar isi dan standar kompetensi lulusan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa: a. Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (pasal 6 ayat 6). b. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan dibawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota yang bertanggung jawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK serta agama untuk MI, MTs, MAK (pasal 17 ayat 2). c. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (pasal 20). Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 B. Tinjauan Kematangan Moral 1. Pengertian Moral Dari segi etimologis perkataan moral berasal dari kata Latin yaitu “Mores” yang berasal dari kata suku “Mos”.Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik.Moralitas berarti mengenai kesusilaan (kesopanan, sopan-santun, keadaban) orang yang susila adalah orang yang baik budi bahasanya (Durkheim Emile, 1990:16).Menurut W.J.S. Poerdarminta (dalam Hamid Darmadi, 2007:50) moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika merupakan ilmu pengetahuan mengenai asas-asas akhlak. Dalam masyarakat Indonesia moral yang dimaksud ialah moral Pancasila, termasuk didalamnya nilai-nilai UUD 1945. Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. (Hamid Darmadi, 2007:52). Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan atau tingkah laku dan ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan. Dalam kaitanya dengan pengalaman nilai-nilai hidup, maka moral merupakan control dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya dalam pengalaman nilai hidup tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang akan selalu memperhatikan perasaan orang lain. Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral (Sarlito, 1991: 91). 2. Obyek Moral Obyek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia, tindakan manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Dalam melakukan perbuatan tersebut manusia didorongkan oleh tiga unsur, yaitu: Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 a. Kehendak, yaitu pendorang pada jiwa manusia yang memberi alasan pada manusia untuk melakukan perbuatan. b. Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi. c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut (Bambang Daroeso 1986:26). Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap , mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak boleh dikerjakan. Sikap ini ditentukan oleh kehendak yang merupakan sikap bathin manusia, yang mengamati perbuatan yang dilakukan. Perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam suara hati manusia (Bambang Daroeso 1986:25). Menurut Bambang Daroeso (1986:25) dalam diri manusia ada dua suara hati yaitu : a. Suara hati yang mengarah kebaikkan. b. Suara hati was-was yang mengajak keburukkan. 3. Nilai-Nilai Moral Djahiri Kosasi (1995 :17) memberikan pengertian bahwa nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau kelompok orang terhadap sesuatu (materiil, immateriil, personal, kondisional) ataau harga yang dibawakan atau tersirat atau menjadi jati diri sesuatu. Menurut Rokyah (dalam Hamid Darmadi, 2007:50), nilai merupakan suatu yang berharga, Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 yang dinggap bernilai, adil, baik, dan indah serta menjadi pedoman atau pegangan diri. Hukum moral alamiah yang mendasari agenda moral disekolah dapat diekspresikan dalam dua macam nilai dasar moral, yaitu sikap hormat dan bertanggung jawab. Kedua nilai inilah yang membentuk inti dari moralitas publik universal. Kedua nilai ini memiliki kelayakan obyektif dan dapat ditunjukan fungsinya terhadap kebaikan individu maupun kebaikan seluruh masyarakat. Menurut Thomas Lickona (2013:61) nilai sikap hormat dan bertanggung jawab sangat penting untuk : a. Membangun kesehatan pribadi. b. Menjaga hubungan interpersonal. c. Membangun masyarakat yang demokratis dan berperikemanusiaan. d. Membangun dunia yang adil dan damai. Sikap hormat dan bertanggung jawab harus diajarkan disekolah jika ingin membangun manusia yang melek etika yang dapat memosisikan diri mereka sebagai wagra negara yang bertanggung jawab dalam sebuah masyarakat. Selain nilai dasar moral diatas juga terdapat nilai-nilai moral yang lainnya yang harus diajarkan di sekolah. Nilai-nilai moral lainnya menurut Thomas Lickona (2013:65) yaitu: a. Kejujuran, yaitu salah satu bentuk nilai yang harus diajarkan disekolah. Jujur dalam berurusan dengan orang lain tidak menipu, mencurigai, mencuri dari orang lain. b. Keadilan, yang mewajibkan kita memberlakukan orang secara tidak memihak dan tidak pilih kasih. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 c. Toleransi, yakni sikap yang adil dan obyektif terhadap semua orang yang memiliki perbedaan gagasan, ras, atau keyakinan. d. Bijaksana, misalnya memberitahukan kepada kita untuk tidak menempatkan diri dalam bahaya fisik maupun moral. e. Disiplin, mengajarkan kita agar tidak memperturutkan kehendak hati yang cenderung untuk melakukan perbuatan yang merendahkan diri atau kesenangan yang merusak diri. f. Kerja sama, dengan kerja sama kita dapat menyelesaikan atau memecahkan masalah bersama tanpa manimbulkan konflik. Nilai moral seperti kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, intergrasi, belas kasih, kedermawanan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk kepribadian yang baik. Jika disatukan seluruh faktor ini akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya (Thomas Lickona, 2013:77). Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai sejenis lainnya setiap nilai dapat memperoleh suatu bobot (K.Bartens, 2001:142-143).Syarat menjadi manusia yang bermoral adalah memenuhi salah satu ketentuan yaitu adanya kehendak yang baik, kehendak yang baik ini dimensyaratkan adanya tingkah laku dan tujuan yang baik pula. Orang yang bertindak baik atau bertingkah laku baik kadangkadang belum dapat disebut orang yang bermoral. Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral dan tingkah laku akan tampak dalam pengalaman nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal telebih Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai yang dimaksud (Agung Sunarto,2008: 170). 4. Perkembangan Moral Menurut Furter (1965) (dalam Agung Sunarto, 2008 : 171), kehidupan moral merupakan problematik yang pokok dalam masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk dapat memahami mengapa justru pada masa remaja hal tersebut menduduki tempat yang sangat penting. Menurut pandangan konstruktiis, perkembangan moral manusia sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam merespon lingkungan dimana mereka melakoninya, sehingga akan terbentuk kembali pengetahuan yang baru menyangkut moral dan kematangannya (DjahiriKosasih 1996:44). Pendidikan moral telah berabad-abad di Indonesia, bentuk pendidikan moral merupakan masalah yang dihadapi oleh semua orang tua, guru dan masyarakat tanpa melihat latar belakang kehidupan sosial dengan sendirinya seseorang sampai pada tingkat perkembangan yang paling tinggi tanpa melalui suatu proses yang disebut pendidikan moral. Hasil penelitian Kohlberg pada tahun 1980 (dalam Asri Budininggsih, 2008:27) tahap perkembangan moral menyatakan sebagai berikut: a. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi nilai-nilai moral lainya dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilainilai moral lainya. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 b. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang berasal dari dirinya sendiri. c. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang sama dan universal bagi setiap kebudayaan. d. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral banyak ditentukan oleh faktor kognitif atau kematangan intelektual. Teori perkembangan moral menurut John Deway (dalam Agung Sunarto,2008: 32) didasarkan pada perkembangan kognitif. John Deway mengatakan pendidikan moral seperti pendidikan intelektual mempunyai basis pada berfikir aktif mengenal masalah-masalah moral dan keputusankeputusan selanjutnya ia mengatakan tujuan pendidikan adalah pertumbuhan atau perkembangan moral intelektual. Menurut John Deway (dalam Agung Sunarto,2008: 34) ada tiga tingkatan perkembangan moral, yaitu: a. Tingkat premoral atau prekonvensional, pada tahap ini tingkah laku atau perbuatan seseorang dimotivasi oleh dorongan sosial dan biologis. b. Tingkat tingkah laku konvensional, pada tahap ini individu menerima, ukuran yang terdapat dalam kelompok secara kritis pada tingkat yang rendah. c. Autonomi, pada tahap ini tingkah laku atau perbuatan di bimbing oleh pikiran atau pertimbangan individu sendiri apakah ukuran-ukuran yang berasal dari kelompoknya itu diterima begitu saja, hal ini tergantung pada dirinya. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 Perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi normanorma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis norma dan nilai menyatu dalam konsep superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar sedemikian rupa sehingga pada akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri (Agung Sunarto, 2008 : 175). 5. Hukum dan Moral Hukum dan moral adalah perbuatan manusia dengan tujuan yang hampir sama. Hukum bertujuan mengatur tata tertib masyarakat dan tingkah laku warga masyarakat dalam bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral mempunyai tujuan mengatur tingkah laku manusia. Sebagai manusia tingkah laku ini meliputi hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia, dengan masyarakat dan alam semesta. Lingkungan moral lebih luas dari pada lingkungan hukum. Hukum berisikan larangan-larangan agaar tingkah laku manusia tidak melanggar aturan-aturan tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan moral memerintahkan manusia untuk berbuat apa yang berguna dan melarang segala apa yang tidak baik (Bambang Daroeso 1986:39). Menurut Bambang Daroeso (1986:40) sanksi moral dapat berupa: a. Sanksi yang dijatuhkan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang berupa nestapa di akhirat nanti. b. Sanksi terhadap dirinya sendiri yang bersifat ketuhanan, yang mungkin Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 pada sampai kematian. c. Sanksi pada diri sendiri yang bersifat kejiwaan, misalnya: sedih, resah, malu, dan sebagainya. d. Sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat, misalnya: dihina, disingkirkan atau diasingkan dari masyarakat itu. 6. Peran Kematangan Moral Kematangan moral menuntut penalaran-penalaran yang matang pula dalam arti moral. Suatu keputusan bahwa suatu keputusan itu baik barang kali dianggap tepat, tetapi keputusan itu baru disebut matang bila dibentuk oleh suatu proses penalaran yang matang. Oleh sebab itu tujuan dari pendidikan moral adalah kematangan moral. Dan jika kematangan moral itu adalah suatu yang harus dikembangkan, maka seharusnya para guru dan pendidik moral mengetahui proses perkembangan dan cara-cara membantu perkembangan moral tersebut (Asri Budiningsih,2008:26). Etik mengungkapkan kadar perbuatan dan tindakan seorang dalam hubungan dengan sesamanya, sebagaimana terintegrasinya norma-norma kehidupan diukur dari pernyataan melalui kata dan perbuatan. Bahwa pendidikan moral itu adalah menyangkut aspek dari pada watak seseorang yang sama pendidikanya. Watak merupakan suatu keseluruhan yang berkembang secara sistematis, harmonis sesuai dengan perkembangan anak, yang dengan sendirinya tidak secara terpisah-pisah, karena kehidupan si anak itu berasal dari kehidupan keluarga, bahkan sebelumnya dilahirkan pada dalam pengaruhnya. Manusia pada hakekatnya adalah etis, Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 mempunyai potensi untuk menjadi manusia yang bermoral, potensi untuk hidup penuh dengan nilai atau norma.Potensi itu harus dikembangkan agar dapat berkembang harus ada bantuan dari orang dewasa (orang tua, pendidik/guru, pepimpin). Orang tua dan pendidik atau guru dapat melaksanakan dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati oleh anak-anak agar memiliki dasar-dasar dalam mengembangkan kedisiplinan.Pendidikan di sekolah memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Anak yang berdisiplin memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat bangsa dan negara. Artinya, tanggung jawab orang tua dan guru adalah mengupayakan agar anak disiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannya, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral (Bambang Daroeso, 1986:44). 7. Kematangan Moral Siswa SMP Upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan menanamkan nilai-nilai moral dalam pembentukan karakter siswa secara optimal, penyajian materi pendidikan moral hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dengan menggunakan strategi dan model Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 pembelajaran yang terpadu pula, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah,orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Menanamkan nilai-nilai moral pada siswa disekolah berarti merupakan suatu usaha untuk memberikan bekal yang baik untuk hidup bermasyarakat. Dengan cara ini aturan-aturan anak didik atau siswa dapat memahami, manghayati serta melaksanakan aturan-aturan yang berlaku tanpa ragu-ragu, tanpa menghayati secara batiniyah, sehingga dengan sadar siswa dapat melaksanakan aturan-aturan atau tata tertib yang berlaku. Jika penalaran moral dilihat sebagai isi, maka sesuatu baik atau buruk akan sangat tergantung pada lingkungan sosial budaya tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relative. Tetapi jika penalaran moral dilihat sebagai struktur maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaaan penalaran moral seorang anak dengan orang dewasa, dan hal ini dapat diidentifiikasi tingkat perkembangan moralnya (Kohlberg,1995). Menurut Kohlberg (1995) melalui longitudinal riset dan cerita patennya mengemukakan tahap perkembangan moral terbagi menjadi 3 (tiga) tahap: Pre-Conventional Level,Conventioanal Level, Post Conventioanal Level. Dari ketiga tahap perkembangan moral diatas, bahwa anak usia SMP tergolong dalam tahap Pre-Conventional Level. yakni tahapan kepatuhan yang dasarrnya hanya membina harapan atau nilai-nilai yang diharapkan seseorang, kelompok, bangsa.Karena seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia dapat menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik, penghargaan, tukar-menukar kebaikan). Tingkat ini dibagi menjadi 2 tahap : a. Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan. Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai manusiawi tidak diperhatikan. Menghindari hukuman dan kepatuhan buta terhadap penguasa dinilai baik pada dirinya. b. Tahap 2: Orientasi instrumentalistis Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan mempererat orang lain. Hubungan antara manusia dipandang seperti hubungan daging. Unsurunsur keterbukaan, kesalingan dan tukar-menukar merupakan prinsip dalam tindakannya dan hal-hal itu ditafsirkan dengan cara fisik dan pragmatis. Nilai moral seperti menghormati dan kemerdekaan, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, kedermawaan dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik. Anak harus mengetahui bahwa tanggung jawab moral pertama mereka adalah menggunakan akal mereka untuk melihat kapan sebuah situasi membutuhkan penilaian moral kemudian dengan cermat memikirkan pertimbangkan apakah yang benar untuk tindakan tersebut(Kohlberg,1995). Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 C. Sumber Empirik Merupakan kajian mengenai penelitian-penelitian terdahulu. Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang membahas tentang moral. Akan tetapi sampai saat ini belum ada hasil penelitian yang membahas tentang peranan pembelajaran PKn dalam membentuk kematangan moral (moral maturity) peserta didik di SMP Negeri 1 Rowokele. Adapun hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan hal tersebut, antara lain: 1. Penelitian, Rofingah mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2004, yang berjudul “Bentuk-Bentuk Penanaman Nilai-Nilai Moral di SMP Negeri 1 Kemranjen Banyumas Tahun Pelajaran 2003/2004”. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk penanaman nilai-nilai moral di SMP Negeri 1 Kemranjen Tahun Pelajaran 2003/2004 telah dilaksanakan melalui mata pelajaran Agama, PPKn, Muatan Lokal, BP dan OSIS yang dalam prakteknya terkait dengan program sekolah yang lain. Sedangkan hasil yang dipakai cukup baik, terbukti dengan tingkat kenakalan dan pelanggaran rendah dan terciptanya suasana sekolah yang tertib dan teratur. 2. Penelitian, Marliana Rahayu mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012, yang berjudul “Peranan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Menanamkan Nilai Dan Moral Pada Siswa Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014 Analisis) di SMP Putra Harapan Purwokerto”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn membantu perilaku siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) menumbuhkan dan memperkuat nilai. Dalam implementasi pembelajaran PKn, diawali dengan menentukan strategi belajar pada siswa ABK, yaitu dilakukan dengan cara mengenali karakteristik siswa ABK oleh guru PKn dan dalam pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi. 3. Penelitian, Siti Joharti mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2002, yang berjudul “Pelaksanaan Pendidikan Moral Pada Pondok Pesantren Miftahussalam Banyumas”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan moral pada pondok Pesantren Muftahussalam secara formal dilaksanakan melalui semua mata pelajaran yang dititik beratkan pada pelajaran PPKn dan pelajaran keagamaan. Melalui metode non formal yaitu melalui berbagai kegiatan pendidikan dan ketrampilan diluar jam sekolah yang bersifat extrakulikuler dan melalui kegiatan sosial keagamaan. Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014