BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pembelajaran Pendidikan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu
program pendidikan yang tujuan utamanya membina warganegara yang
lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, ukuran dan ketentuan-ketentuan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Dasar
1945. Bahannya diambil dari Ilmu Kewargaan Negara
termasuk
kewiraan nasional, filsafat Pancasila, mental Pancasila dan filsafat
pendidikan nasional, serta menuju kedudukan para warganegara yang
diharapkan dimasa depan (Bambang Daroeso, 1986 : 13).
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi materi
bidang keilmuan yaitu pengetahuan, kedisiplinan, ketrampilan, sopan
santun, nilai-nilai demokrasi, religius, norma, moral, keadialan,
kebebasan berpendapat, kebebasan berkelompok, kebebasan pers dan
lain-lain. Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa
pendidikan
kewarganegaraan
adalah
pendidikan
demokrasi
yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokrasi, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada
generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat
yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah
suatu learning yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain.
9
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
Sementara itu, PKn di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat
dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hakekat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang
pembentukannya didasari pada semangat kebangsaan atau nasionalisme
yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan
bersama dibawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat
tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik atau golongan.
Menurut Somantri (2001: 161) ada beberapa faktor yang lebih
menjelaskan mengenai pendidkan kewarganegaraan antara lain:
a.
PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu
bahan pendidikannya diorganisasikan secara terpadu (intergrated)
dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara,
terutama pancasila, UUD 1945, GBHN, dan perundangan negara.
dengan tekanan bahan pendidikan pada hunbungan warga negara dan
bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara.
b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial,
humaniora, dokumen negara, pancasila, dan UUD 1945 yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
tujuan pendidikan.
c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat
jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir
secara integratif, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara
hubungan pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan ilmu
pengetahuan ekstraseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan
pendidikan nasioanal, pancasila, UUD 1945, GBHN, filsafat
pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan kurikulum disiplin
ilmu-ilmu sosial dalam menginternallisasikan nilai-nilai warga negara
yang baik (good citizen) dalam suasana demokrasi dalam berbagai
masalah kemasyarakatan (civic affairs).
e. Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civic education, yang
salah satu batasnya adalah seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan
masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi.
Dari pendapat diatas menjelaskan bahwa betapa pentingnya PKn
untuk siswa sebagai generasi penerus, karena PKn mengiring untuk
menjadikan siswa sadar akan politik, sikap, demokrasi, dan sebagai mata
pelajaran yang wajib dibelajarkan disekolah. PKn sebagai pendidikan
nilai dapat membantu para siswa memilih sistem nilai yang dipilihnya
dan mengembangkan aspek afektif yang akan ditampilkan dalam
perilakunya.
2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Penentuan fungsi pendidikan kewarganegaraan didasarkan pada
tahap perkembangan peserta didik. Makin tinggi taraf perkembangan
peserta didik makin meluas fungsi Pendidikan Kewarganegaraan. Fungsi
Pendidikan
Kewarganegaraan
dalam
Garis-Garis
Besar
Program
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
Pengajaran (GBPP) dirumuskan dalam 3 (tiga) jenjang sesuai dengan
satuan pendidikan, dengan rincian sebagai berikut :
a. Mengembangkan dan melestarikan nilai luhur Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan
dan
membina
siswa
agar
akan
hak
dan
kewajibannya, taat pada peraturan yang berlaku, serta berbudi pekerti
luhur.
c. Membina siswa agar memahami dan menyadari hubungan antara
sesama anggota keluarga, sekolah dan masyarakat, serta dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara (Tarmudi Dkk, 1995:13).
Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
bertujuan
untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan
mandiri serta menjadi warga negara yang demokrasi dan tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (Hamid Darmadi 2007:97).
Tujuan lain dari pemebelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yakni
agar peserta didik meniliki kemampun :
a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara aktif dan tanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
anti korupsi.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
c. Bekembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karekter-karekter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
(Imam Sudipatuh Dkk 2013:1).
Tujuan pembelajaran PKn secara umum mempersiapkan generasi
bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal,
regional maupun global. Sedangkan tujuan PKn menurut Djahiri Kosasi
(1995:10) adalah sebagai berikut:
a. Secara umum tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan
pencapaian pendidikan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan
kedidupn bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
b. Secara khusus tujuan PKn adalah membina moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
kerakyatan
kepentingan
yang
mengutamakan
perseorangan
dan
kepentingan
golongan
bersama
sehingga
diatas
perbedaan
pemikiran pendapat ataupun kepentingan dapat diatasi melalui
musyawarah
mufakat
serta perilaku
yang
Mendukung untuk
mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan tujuan PKn yang telah dikemukakan diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya dalam setiap tujuan pendidikan
membekali kemampuan-kemampuan kepada peserta didik dalam hal
tanggung jawab sebagai warga negara, yaitu warga negara yang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, rasional dan kreatif,
berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa lain.
Djahiri Kosasi (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa
diharapkan:
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sabagai filsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara
RI.
c. Menghayati dan menyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam
butir diatas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap dan
perilaku diri dan kehidupanya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan
Istilah Pendidikan Kewarganegaran di Indonesia mengalami
perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan
Pendidikan Kewarganegaraan yang
lebih dikenal dengan nama Civic
Education di USA menunjukan adanya perluasan dari waktu ke waktu.
Secara historis pertumbuhan civic education dapat digambarkan sebagai
berikut (Sumantri,1975 :31) :
a. Civics (1790).
b. Community Civics (1970, A.W. Dunn) Civic Education (1901, Harold
Wiison).
c. Civic- Citizenship Education (1945, John Mahoney).
d. Civic- Citizenship Education (1971, NCSS).
Pembelajaran Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di
Amerika
Serikat.
Pelajaran
tersebut
diberikan
dalam
rangka
“mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “
Theory of Americanization”. Untuk menyatukan warganegara Amerika
Serikat untuk menjadi satu bangsa, maka pelajaran civics diajarkan
disekolah-sekolah. Dalam taraf tersebut pelajaran civic membicarakan
masalah government, hak dan kewajiban dan civic merupakan bagian dari
ilmu politik (Bambang Daroeso 1986:1).
Menurut asal kata (etimologis), Civics berasal dari kata Latin Civis
yang dapat berarti :
a. Warganegara.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
b. Sesama warganegara, sesama penduduk, orang setanah air.
c. Bawahan atau kaula.
Arti civics mempunyai kesamaan yang sama yaitu membahas
tentang government, hak dan kewajiban sebagai warganegara. Akan tetapi
arti civics dalam perkembangan selanjutnya bukan meliputi government
saja kemudian dikenal istilah Community Civics, Ecomomic Civics dan
Vocational Civics. Gerakan
Community Civics pada tahun 1070
dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada
lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang
lingkup lokal maupun internasional. Gerakan
Community Civics
disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya mempelajari
konsitusi dan pemerintahan saja, akan tetapi kurang memperhatikan
lingkungan sosial. Selain gerakan diatas timbul pula gerakan Civic
Education atau banyak disebut sebagai Citizenship Education.
Raung lingkup Citizenship Education (Somantri,1975:33) antara
lain :
a. Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah.
b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar,
yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik
dalam masyarakat demokrasi.
c. Dalam Civic Education, termasuk pula hal-hal yang menyangkut
kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyek hidup
bernegara.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih
luas, karena bahannya selain mencakup program sekolah juga mencakup
pengaruh belajar diluar kelas, dan pendidikan dirumah. Selanjutnya PKn
digunakan untuk membantu genarasi muda memperoleh pemahaman citacita nasional atau tujuan negara dan dapat mengambil keputusankeputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah pribadi,
masyarakat dan negara. Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi
acuan bagi para pelajar, antara lain: mengetahui, memahami dan
mengapresiasikan cita-cita nasional, dan dapat membuat keputusankeputusan yang cerdas.
4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
Suatu bidang studi yang diajarkan disekolah, materi PKn menurut
Branson (1999:4) harus mencakup tiga komponen yaitu,
Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), CivicSkills(ketrampilan
kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan).
Komponen yang pertama, Civic Knowledge berkaitan dengan hubungan
atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Aspek ini
menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari
berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Secara lebih
terperinci, materi PKn meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung
jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses
demokrasi, pemerintah berdasarkan hukum (rule of law) dan peradilan
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan normanorma dalam masyarakat.
Kedua,
Civic
Skills
meliputi
ketrampilan
intelektual
dan
ketrampilan berpartisipasidalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Contoh ketrampilan intelektual adalah ketrampilan dalam merespon
berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD.
Contoh kertampilan berpartisipasi adalah ketrampilan menggunakan hak
dan kewajibannya dibidang hukum, misalnya segera melapor kepada pihak
yang berwajib jika terjadi tindakan kriminal.
Ketiga Civic Disponsition, kompoenen ini sesunggunya merupakan
dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn.
Dengan memperhatikan tujuan mata pelajaran PKn, karakteristik mata
pelajaran PKn ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter,
sikap dan moral. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
wajib diasukan di dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem
Pendidikan
Nasioanal,
menyatakan
bahwa
Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
5. Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu
didesentralisasikan
terutama
dalam
pengembangan
silabus
dan
pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa,
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
keadaan sekolah, dan kondisi sekolah. Dengan demikian sekolah memiliki
cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar,
pengalaman belajar, dan penilaian hasil pembelajaran. Sekolah harus
menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau silabus
dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian standar isi dan
standar kompetensi lulusan. KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Di
dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa:
a. Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang
sederajat menekankan pentingya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan
berkomunikasi (pasal 6 ayat 6).
b. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan dibawah supervisi dinas
pendidikan kabupaten/kota yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK serta agama untuk MI,
MTs, MAK (pasal 17 ayat 2).
c. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar (pasal 20).
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
B. Tinjauan Kematangan Moral
1. Pengertian Moral
Dari segi etimologis perkataan moral berasal dari kata Latin yaitu
“Mores” yang berasal dari kata suku “Mos”.Mores berarti adat istiadat,
kelakuan, tabiat, watak, akhlak yang kemudian artinya berkembang
menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik.Moralitas
berarti mengenai kesusilaan (kesopanan, sopan-santun, keadaban) orang
yang susila adalah orang yang baik budi bahasanya (Durkheim Emile,
1990:16).Menurut W.J.S. Poerdarminta (dalam Hamid Darmadi, 2007:50)
moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan,
sedangkan etika merupakan ilmu pengetahuan mengenai asas-asas akhlak.
Dalam masyarakat Indonesia moral yang dimaksud ialah moral Pancasila,
termasuk didalamnya nilai-nilai UUD 1945. Dengan kata lain moral atau
kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah
tuntutan kodrat manusia.
Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu
dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan
yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali
dalam bertingkah laku. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan
proses sosialisasi. (Hamid Darmadi, 2007:52).
Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak
orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang
sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan
manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat. Moral adalah perbuatan atau tingkah laku dan ucapan seseorang
dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu
sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
diterima serta menyenangkan lingkungan. Dalam kaitanya dengan
pengalaman nilai-nilai hidup, maka moral merupakan control dalam sikap
dan tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya
dalam pengalaman nilai hidup tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang
akan selalu memperhatikan perasaan orang lain. Nilai-nilai kehidupan
sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara
baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral (Sarlito, 1991: 91).
2. Obyek Moral
Obyek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia,
tindakan manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Dalam
melakukan perbuatan tersebut manusia didorongkan oleh tiga unsur, yaitu:
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
a. Kehendak, yaitu pendorang pada jiwa manusia yang memberi alasan
pada manusia untuk melakukan perbuatan.
b. Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan
dalam segala situasi dan kondisi.
c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang
memberikan corak dan warna perbuatan tersebut (Bambang Daroeso
1986:26).
Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa
yang akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap , mana yang harus
dikerjakan dan mana yang tidak boleh dikerjakan. Sikap ini ditentukan
oleh kehendak yang merupakan sikap bathin manusia, yang mengamati
perbuatan yang dilakukan. Perbuatan yang akan dilakukan merupakan
obyek yang ada dalam suara hati manusia (Bambang Daroeso 1986:25).
Menurut Bambang Daroeso (1986:25) dalam diri manusia ada dua
suara hati yaitu :
a. Suara hati yang mengarah kebaikkan.
b. Suara hati was-was yang mengajak keburukkan.
3. Nilai-Nilai Moral
Djahiri Kosasi (1995 :17) memberikan pengertian bahwa nilai
adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau kelompok orang terhadap
sesuatu (materiil, immateriil, personal, kondisional) ataau harga yang
dibawakan atau tersirat atau menjadi jati diri sesuatu. Menurut Rokyah
(dalam Hamid Darmadi, 2007:50), nilai merupakan suatu yang berharga,
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
yang dinggap bernilai, adil, baik, dan indah serta menjadi pedoman atau
pegangan diri. Hukum moral alamiah yang mendasari agenda moral
disekolah dapat diekspresikan dalam dua macam nilai dasar moral, yaitu
sikap hormat dan bertanggung jawab. Kedua nilai inilah yang membentuk
inti dari moralitas publik universal. Kedua nilai ini memiliki kelayakan
obyektif dan dapat ditunjukan fungsinya terhadap kebaikan individu
maupun kebaikan seluruh masyarakat.
Menurut Thomas Lickona (2013:61) nilai sikap hormat dan
bertanggung jawab sangat penting untuk :
a. Membangun kesehatan pribadi.
b. Menjaga hubungan interpersonal.
c. Membangun masyarakat yang demokratis dan berperikemanusiaan.
d. Membangun dunia yang adil dan damai.
Sikap hormat dan bertanggung jawab harus diajarkan disekolah jika
ingin membangun manusia yang melek etika yang dapat memosisikan diri
mereka sebagai wagra negara yang bertanggung jawab dalam sebuah
masyarakat. Selain nilai dasar moral diatas juga terdapat nilai-nilai moral
yang lainnya yang harus diajarkan di sekolah. Nilai-nilai moral lainnya
menurut Thomas Lickona (2013:65) yaitu:
a. Kejujuran, yaitu salah satu bentuk nilai yang harus diajarkan
disekolah. Jujur dalam berurusan dengan orang lain tidak menipu,
mencurigai, mencuri dari orang lain.
b. Keadilan, yang mewajibkan kita memberlakukan orang secara tidak
memihak dan tidak pilih kasih.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
c. Toleransi, yakni sikap yang adil dan obyektif terhadap semua orang
yang memiliki perbedaan gagasan, ras, atau keyakinan.
d. Bijaksana, misalnya memberitahukan kepada kita untuk tidak
menempatkan diri dalam bahaya fisik maupun moral.
e. Disiplin, mengajarkan kita agar tidak memperturutkan kehendak hati
yang cenderung untuk melakukan perbuatan yang merendahkan diri
atau kesenangan yang merusak diri.
f. Kerja sama, dengan kerja sama kita dapat menyelesaikan atau
memecahkan masalah bersama tanpa manimbulkan konflik.
Nilai moral seperti kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun,
disiplin diri, intergrasi, belas kasih, kedermawanan, dan keberanian adalah
faktor penentu dalam membentuk kepribadian yang baik. Jika disatukan
seluruh faktor ini akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari
generasi ke generasi berikutnya (Thomas Lickona, 2013:77). Nilai moral
tidak terpisah dari nilai-nilai sejenis lainnya setiap nilai dapat memperoleh
suatu bobot (K.Bartens, 2001:142-143).Syarat menjadi manusia yang
bermoral adalah memenuhi salah satu ketentuan yaitu adanya kehendak
yang baik, kehendak yang baik ini dimensyaratkan adanya tingkah laku
dan tujuan yang baik pula.
Orang yang bertindak baik atau bertingkah laku baik kadangkadang belum dapat disebut orang yang bermoral. Dengan demikian,
keterkaitan antara nilai, moral dan tingkah laku akan tampak dalam
pengalaman nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal telebih
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk
sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud
tingkah laku sesuai dengan nilai yang dimaksud (Agung Sunarto,2008:
170).
4. Perkembangan Moral
Menurut Furter (1965) (dalam Agung Sunarto, 2008 : 171),
kehidupan moral merupakan problematik yang pokok dalam masa remaja.
Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas ini mulai
dari waktu anak dilahirkan, untuk dapat memahami mengapa justru pada
masa remaja hal tersebut menduduki tempat yang sangat penting. Menurut
pandangan konstruktiis, perkembangan moral manusia sangat ditentukan
oleh kemampuan seseorang dalam merespon lingkungan dimana mereka
melakoninya, sehingga akan terbentuk kembali pengetahuan yang baru
menyangkut moral dan kematangannya (DjahiriKosasih 1996:44).
Pendidikan moral telah berabad-abad di Indonesia, bentuk
pendidikan moral merupakan masalah yang dihadapi oleh semua orang tua,
guru dan masyarakat tanpa melihat latar belakang kehidupan sosial dengan
sendirinya seseorang sampai pada tingkat perkembangan yang paling tinggi
tanpa melalui suatu proses yang disebut pendidikan moral. Hasil penelitian
Kohlberg pada tahun 1980 (dalam Asri Budininggsih, 2008:27) tahap
perkembangan moral menyatakan sebagai berikut:
a. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi nilai-nilai moral
lainya dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilainilai moral lainya.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
b. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang
berasal dari dirinya sendiri.
c. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang
sama dan universal bagi setiap kebudayaan.
d. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral banyak ditentukan oleh
faktor kognitif atau kematangan intelektual.
Teori perkembangan moral menurut John Deway (dalam Agung
Sunarto,2008: 32) didasarkan pada perkembangan kognitif. John Deway
mengatakan pendidikan moral seperti pendidikan intelektual mempunyai
basis pada berfikir aktif mengenal masalah-masalah moral dan keputusankeputusan
selanjutnya
ia
mengatakan
tujuan
pendidikan
adalah
pertumbuhan atau perkembangan moral intelektual. Menurut John Deway
(dalam Agung Sunarto,2008: 34) ada tiga tingkatan perkembangan moral,
yaitu:
a. Tingkat premoral atau prekonvensional, pada tahap ini tingkah laku atau
perbuatan seseorang dimotivasi oleh dorongan sosial dan biologis.
b. Tingkat tingkah laku konvensional, pada tahap ini individu menerima,
ukuran yang terdapat dalam kelompok secara kritis pada tingkat yang
rendah.
c. Autonomi, pada tahap ini tingkah laku atau perbuatan di bimbing oleh
pikiran atau pertimbangan individu sendiri apakah ukuran-ukuran yang
berasal dari kelompoknya itu diterima begitu saja, hal ini tergantung
pada dirinya.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
Perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi normanorma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik
biologis. Menurut psikoanalisis norma dan nilai menyatu dalam konsep
superego. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan
atau perintah-perintah yang datang dari luar sedemikian rupa sehingga pada
akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri (Agung Sunarto, 2008 : 175).
5. Hukum dan Moral
Hukum dan moral adalah perbuatan manusia dengan tujuan yang
hampir sama. Hukum bertujuan mengatur tata tertib masyarakat dan
tingkah laku warga masyarakat dalam bermasyarakat dan bernegara sesuai
dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral mempunyai
tujuan mengatur tingkah laku manusia. Sebagai manusia tingkah laku ini
meliputi hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama
manusia, dengan masyarakat dan alam semesta. Lingkungan moral lebih
luas dari pada lingkungan hukum. Hukum berisikan larangan-larangan
agaar tingkah laku manusia tidak melanggar aturan-aturan tertulis maupun
tidak tertulis. Sedangkan moral memerintahkan manusia untuk berbuat apa
yang berguna dan melarang segala apa yang tidak baik (Bambang Daroeso
1986:39).
Menurut Bambang Daroeso (1986:40) sanksi moral dapat berupa:
a. Sanksi yang dijatuhkan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang berupa nestapa
di akhirat nanti.
b. Sanksi terhadap dirinya sendiri yang bersifat ketuhanan, yang mungkin
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
pada sampai kematian.
c. Sanksi pada diri sendiri yang bersifat kejiwaan, misalnya: sedih, resah,
malu, dan sebagainya.
d. Sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat, misalnya: dihina,
disingkirkan atau diasingkan dari masyarakat itu.
6. Peran Kematangan Moral
Kematangan moral menuntut penalaran-penalaran yang matang pula
dalam arti moral. Suatu keputusan bahwa suatu keputusan itu baik barang
kali dianggap tepat, tetapi keputusan itu baru disebut matang bila dibentuk
oleh suatu proses penalaran yang matang. Oleh sebab itu tujuan dari
pendidikan moral adalah kematangan moral. Dan jika kematangan moral
itu adalah suatu yang harus dikembangkan, maka seharusnya para guru dan
pendidik moral mengetahui proses perkembangan dan cara-cara membantu
perkembangan moral tersebut (Asri Budiningsih,2008:26).
Etik mengungkapkan kadar perbuatan dan tindakan seorang dalam
hubungan dengan sesamanya, sebagaimana terintegrasinya norma-norma
kehidupan diukur dari pernyataan melalui kata dan perbuatan. Bahwa
pendidikan moral itu adalah menyangkut aspek dari pada watak seseorang
yang sama pendidikanya. Watak merupakan suatu keseluruhan yang
berkembang secara sistematis, harmonis sesuai dengan perkembangan
anak, yang dengan sendirinya tidak secara terpisah-pisah, karena
kehidupan si anak itu berasal dari kehidupan keluarga, bahkan sebelumnya
dilahirkan pada dalam pengaruhnya. Manusia pada hakekatnya adalah etis,
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
mempunyai potensi untuk menjadi manusia yang bermoral, potensi untuk
hidup penuh dengan nilai atau norma.Potensi itu harus dikembangkan agar
dapat berkembang harus ada bantuan dari orang dewasa (orang tua,
pendidik/guru, pepimpin).
Orang tua dan pendidik atau guru dapat melaksanakan dengan cara
menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati oleh anak-anak agar
memiliki dasar-dasar dalam mengembangkan kedisiplinan.Pendidikan di
sekolah memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai
moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap
hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.Anak yang berdisiplin memiliki keteraturan diri berdasarkan
nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan
sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat bangsa dan
negara. Artinya, tanggung jawab orang tua dan guru adalah mengupayakan
agar anak disiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang
menciptakannya, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan alam dan
makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral (Bambang Daroeso,
1986:44).
7. Kematangan Moral Siswa SMP
Upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan menanamkan
nilai-nilai moral dalam pembentukan karakter siswa secara optimal,
penyajian materi pendidikan moral hendaknya dilaksanakan secara terpadu
kepada semua pelajaran dengan menggunakan strategi dan model
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
pembelajaran yang terpadu pula, yaitu dengan melibatkan semua guru,
kepala sekolah,orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat sekitar.
Menanamkan nilai-nilai moral pada siswa disekolah berarti merupakan
suatu
usaha
untuk
memberikan
bekal
yang
baik
untuk
hidup
bermasyarakat.
Dengan cara ini aturan-aturan anak didik atau siswa dapat
memahami, manghayati serta melaksanakan aturan-aturan yang berlaku
tanpa ragu-ragu, tanpa menghayati secara batiniyah, sehingga dengan sadar
siswa dapat melaksanakan aturan-aturan atau tata tertib yang berlaku. Jika
penalaran moral dilihat sebagai isi, maka sesuatu baik atau buruk akan
sangat tergantung pada lingkungan sosial budaya tertentu, sehingga
sifatnya akan sangat relative. Tetapi jika penalaran moral dilihat sebagai
struktur maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaaan penalaran moral
seorang anak dengan orang dewasa, dan hal ini dapat diidentifiikasi tingkat
perkembangan moralnya (Kohlberg,1995).
Menurut Kohlberg (1995) melalui longitudinal riset dan cerita
patennya mengemukakan tahap perkembangan moral terbagi menjadi 3
(tiga)
tahap:
Pre-Conventional
Level,Conventioanal
Level,
Post
Conventioanal Level. Dari ketiga tahap perkembangan moral diatas, bahwa
anak usia SMP tergolong dalam tahap Pre-Conventional Level. yakni
tahapan kepatuhan yang dasarrnya hanya membina harapan atau nilai-nilai
yang diharapkan seseorang, kelompok, bangsa.Karena seseorang sangat
tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk,
tetapi ia dapat menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik,
penghargaan, tukar-menukar kebaikan).
Tingkat ini dibagi menjadi 2 tahap :
a. Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan.
Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan
oleh akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai
manusiawi tidak diperhatikan. Menghindari hukuman dan kepatuhan
buta terhadap penguasa dinilai baik pada dirinya.
b. Tahap 2: Orientasi instrumentalistis
Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri dengan mempererat orang lain.
Hubungan antara manusia dipandang seperti hubungan daging. Unsurunsur keterbukaan, kesalingan dan tukar-menukar merupakan prinsip
dalam tindakannya dan hal-hal itu ditafsirkan dengan cara fisik dan
pragmatis.
Nilai moral seperti menghormati dan kemerdekaan, tanggung jawab,
kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, kedermawaan dan keberanian
adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik. Anak harus
mengetahui bahwa tanggung jawab moral pertama mereka adalah
menggunakan
akal mereka untuk melihat
kapan
sebuah
situasi
membutuhkan penilaian moral kemudian dengan cermat memikirkan
pertimbangkan
apakah
yang
benar
untuk
tindakan
tersebut(Kohlberg,1995).
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
C. Sumber Empirik
Merupakan kajian mengenai penelitian-penelitian terdahulu. Berdasarkan
pengamatan penulis, ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang membahas
tentang moral. Akan tetapi sampai saat ini belum ada hasil penelitian yang
membahas tentang peranan pembelajaran PKn dalam membentuk kematangan
moral (moral maturity) peserta didik di SMP Negeri 1 Rowokele. Adapun
hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan hal tersebut, antara lain:
1. Penelitian, Rofingah mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto tahun 2004, yang berjudul “Bentuk-Bentuk
Penanaman Nilai-Nilai Moral di SMP Negeri 1 Kemranjen Banyumas
Tahun Pelajaran 2003/2004”. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk penanaman nilai-nilai moral di SMP Negeri 1 Kemranjen
Tahun Pelajaran 2003/2004 telah dilaksanakan melalui mata pelajaran
Agama, PPKn, Muatan Lokal, BP dan OSIS yang dalam prakteknya
terkait dengan program sekolah yang lain. Sedangkan hasil yang dipakai
cukup baik, terbukti dengan tingkat kenakalan dan pelanggaran rendah
dan terciptanya suasana sekolah yang tertib dan teratur.
2. Penelitian, Marliana Rahayu mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012, yang berjudul “Peranan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Menanamkan Nilai
Dan Moral Pada Siswa Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
Analisis) di SMP Putra Harapan Purwokerto”. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn
membantu
perilaku
siswa
Anak
Berkebutuhan
Khusus
(ABK)
menumbuhkan dan memperkuat nilai. Dalam implementasi pembelajaran
PKn, diawali dengan menentukan strategi belajar pada siswa ABK, yaitu
dilakukan dengan cara mengenali karakteristik siswa ABK oleh guru PKn
dan dalam pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi.
3. Penelitian, Siti Joharti mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto tahun 2002, yang berjudul “Pelaksanaan
Pendidikan Moral Pada Pondok Pesantren Miftahussalam Banyumas”.
Berdasarkan
hasil
penelitian
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
pendidikan moral pada pondok Pesantren Muftahussalam secara formal
dilaksanakan melalui semua mata pelajaran yang dititik beratkan pada
pelajaran PPKn dan pelajaran keagamaan. Melalui metode non formal
yaitu melalui berbagai kegiatan pendidikan dan ketrampilan diluar jam
sekolah yang bersifat extrakulikuler dan melalui kegiatan sosial
keagamaan.
Peranan Pembelajaran Pendidikan..., Mustofa Lutfi, FKIP UMP 2014
Download