PENGARUH PEMBELAJARAN IPS TERHADAP PEMAHAMAN PESERTA DIDIK SMP TENTANG BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN PANGALENGAN Asep Saepul Bahri Email: [email protected] ABSTRAK Gempa bumi, letusan gunungapi, longsor, banjir, kebakaran hutan, kekeringan serta, bencana alam lainnya senantiasa menjadi fenomena yang dominan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Melalui pendidikan, diharapkan mampu menumbuhkan pengetahuan dan pemahaman terhadap potensi bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survai, analisisnya menggunakan statistik dengan bantuan program SPSS v.17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS belum mampu menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan peserta didik tentang bencana gempa bumi yakni hanya sebesar 1,3%, terhadap tingkat pemahaman peserta didik sebesar 13,7% dan terhadap kesiapsiagaan peserta didik menunjukkan level kurang siap. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor lain di luar variabel menunjukkan pengaruh yang sangat besar, seperti faktor media massa dan juga simulasi penanggulangan bencana. Oleh karena itu, perlunya peningkatan kualitas pembelajaran IPS khususnya pada materi pembentukan muka bumi dan dampaknya terhadap kehidupan yang didalamnya terdapat materi kebencanaan. Kata kunci : Pembelajaran IPS, Pemahaman bencana, Kesiapsiagaan Pendahuluan a. Latar Belakang Masalah Gempa bumi, letusan gunungapi, longsor, banjir, kebakaran hutan, kekeringan serta, bencana alam lainnya senantiasa menjadi fenomena yang dominan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari refleksi fenomena alam yang secara geografis merupakan kekhasan dari wilayah Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak diantara tiga lempeng besar dunia yaitu, Lempeng Indo-Australia, PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng tersebut menempatkan Indonesia menjadi wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang cukup tinggi. UU No. 24 tahun 2007 pasal 1 angka 1 mendefinisikan bencana adalah “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak 15 psikologis”. Serangkaian bencana alam telah melanda Indonesia, khususnya Jawa Barat yang merupakan wilayah daerah dengan kerentanan bencana cukup besar seperti bencana gunungapi, gempa bumi dan tsunami, longsor, banjir, kekeringan, dan kegagalan teknologi. Fakta bencana yang terjadi di Indonesia hampir selalu menelan korban jiwa dan juga harta benda yang besar, hal ini menggambarkan kekurangsiapan masyarakatnya. Hal ini dapat timbul karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman msayarakat akan potensi bencana dari lingkungannya serta bagaimana cara penanggulangan dampak dari bencana itu. Selain itu, hal ini disebabkan oleh masih lemahnya sistem penanggulangan bencana yang dipersiapkan oleh pemerintah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat berfungsi sebagai media informasi diharapkan mampu mengembangkan platform nasional yang terkait dengan pengembangan pengetahuan yang diperlukan dalam upaya mitigasi. Menurut Astuti dan Sudarsono (2010: 33) bahwasanya “sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat berfungsi sebagai media informasi yang efektif dalam mengubah pola pikir dan pola perilaku masyarakat dengan memberikan pendidikan mitigasi di sekolah”. Hal ini sesuai dengan kerangka berpikir yang dikembangkan dalam upaya pengurangan risiko bencana atau mitigasi, meliputi 4 kerangka konseptual, yaitu: Awarenesss (Perubahan Perilaku), Knowledge Development (salah satunya pendidikan dan pelatihan), Public Commitmen, dan PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 Risk Assesment. Dari keempat konseptual di atas, pada konseptual kedua sudah dengan jelas tergambar bahwasanya pendidikan merupakan salah satu elemen yang penting dalam upaya pengurangan risiko bencana atau mitigasi. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi dari konsepkonsep dan keterampilan disiplin ilmu sejarah, geografi, sosiologi, antropologi dan ekonomi yang diorganisasikan secara ilmiah, psikologis dan pedagogis untuk mencapai tujuan pembelajaran. National Council for the Social Studies (NCSS) tahun 1992 menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah: Social studies is the integrated study of the social science and humanities to promote civic competence. Within the school program social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent word. Dari pengertian tersebut memberikan batasan pengertian pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan sebuah kajian yang 16 terintegrasi dalam ilmu sosial dan kemanusiaan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Menengah pendidikan IPS merupakan mata pelajaran yang terintegrasi ataupun gabungan dari ilmu-ilmu sosial, yaitu: geografi, sejarah sosiologi, dan ekonomi sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) IPS sudah merupakan bidang ilmu yang berdiri sendiri, seperti: ekonomi, sejarah, geografi dan ilmu-ilmu lainnya. Bencana, perlu dipahami dan diantisipasi oleh semua masyarakat. Halnya dengan para peserta didik SMP di kecamatan Pangalengan yang berada di kawasan rawan bencana. Diharapkan dapat memahami karakteristik wilayahnya yang merupakan wilayah rawan bencana terutama bencana gempa. Berkenaan dengan hal di atas, penelitian ini akan membahas lebih fokus menyoroti masalah dengan tema yaitu: ”Pengaruh Pembelajaran IPS Terhadap Pemahaman Peserta Didik SMP tentang Bencana Gempa Bumi” khususnya di kecamatan Pangalengan kabupaten Bandung. b. Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pemahaman peserta didik di SMP Pangalengan terhadap kebencanaan? 2. Bagaimanakah kontribusi materi pembelajaran IPS terhadap pemahaman peserta didik di SMP PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 Pangalengan kebencanaan? terhadap c. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai efektivitas pembelajaran IPS dalam meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap bencana gempa bumi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui kontribusi pembelajaran IPS dalam meningkatkan pengetahuan terhadap kebencanaan di Kecamatan Pangalengan 2) Mengetahui kontribusi pembelajaran IPS dalam meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap kebencanaan 3) Untuk mengidentifikasi pemahaman peserta didik terhadap bencana gempa bumi. Tinjauan Pustaka a. Hakekat Pembelajaran Pada hakekatnya pembelajaran merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, guru sebagai figure sentral, harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar peserta didik yang aktif, produktif dan efisien. (Hamalik, 2002:48) Menurut Eggen & Kauchak (1996:98), ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu: 17 Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan, Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran. Dari pengertian pembelajaran di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai pembelajaran, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. b. Pengertian PIPS Secara konseptual maupun operasional Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) erat hubungannya dengan studi sosial dan ilmu sosial. Somantri (2001: 45) menjelaskan bahwa “IPS merupakan perpaduan antara konsepkonsep ilmu sosial dengan konsepkonsep pendidikan yang disajikan secara sistematik, psikologis dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik”. Ilmu Pengetahuan Sosial mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. IPS sebagai suatu pelajaran yang diberikan di jenjang persekolahan yaitu SD, SMP dan SMA. Di SD diberikan secara terintegrasi sedangkan di SMP disebut dengan IPS namun diberikan secara PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 terpisah (separated), sedangkan di tingkat SMA pelajaran IPS sebagai ilmu sosial yang terpisah-pisah, walaupun payungnya dalam kurikulum tetap IPS. c. Tujuan Pendidikan Pengetahuan Sosial Ilmu Karakter tujuan IPS menurut Joyce (Leonard S. Kenworthy, 1981:10) memiliki tiga kategori, yaitu :1) Pendidikan Kemanusiaan, 2) Pendidikan kewarganegaraan, dan 3)Pendidikan intelektual. Pendidikan kemanusiaan memiliki arti bahwa IPS harus membantu anak memahami pengalamannya dan menemukan arti atau makna dalam kehidupannya. Dalam tujuan pertama ini terkandung unsur pendidikan nilai. Berdasarkan pengertian diatas bahwa tujuan dari pendidikan IPS melatih dan mengasah kemampuan dari peserta didik untuk senantiasa mampu menempatkan diri dalam lingkungannya, dan tentunya menjadikannya seorang warganegara yang baik. d. Hasil Pembelajaran Hasil belajar sering juga disebut dengan prestasi belajar, kata prestasi sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa Indonesia disebut dengan prestasi yang diartikan sebagai hasil usaha. Menurut Hamalik (2001:19) hasil belajar bukanlah merupakan suatu penguasaan dari hasil latihan melainkan merupakan hasil dari pengubahan kelakuan. Sedangkan menurut Djamarah (2000:19), “prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang 18 telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara berkelompok”. Dari pendapat ini dapat diartikan bahwa prestasi tidak akan bisa dihasilkan sesuatu apabila seseorang tidak melakukan suatu kegiatan, hasil belajar merupakan suatu hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar. e. Hakekat Bencana Menurut ISDR (2004), mendefinisikan bahwa “bencana merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri”. Bencana alam itu sendiri sebuah konsekwensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti gempa, letusan gunungapi, tanah longsor, banjir) dengan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurangnya manajemen bencana, sehingga menimbulkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai dengan kematian. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Bankoff et al. (2003:4) “bencana muncul apabila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. f. Gempa Bumi Menurut Sampurno (2005:7), gempa adalah “terlepasnya tegangan pada PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 kerak/kulit bumi sehingga menimbukan gelombang elastis yang merambat melintasi lapisan-lapisan bumi”. Kepulauan Indonesia sendiri merupakan daerah gempa yang penting di dunia; 1/10 dari jumlah gempa di dunia terjadi di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan karena Indonesia merupakan daerah pertemuan antara 3 buah lempengan dunia yang terus bergerak secara aktif, yaitu: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Euro-Asia dan Lempeng Pasifik. Selanjutnya gerakan-gerakan lempeng dan akibatnya disebut gerakan tektonik. Benturan-benturan ketiga lempeng tersebut menyebabkan terjadinya penunjaman, patahan, pergeseran, getaran dari kulit bumi, gejala vulkanisme, dan sebagainya, sehingga gerakan-gerakannya itu menyebabkan terjadinya gempa. Sumber : kouzinet.blogspot.com Gambar Proses terjadinya Gempa bumi g. Mitigasi Bencana Menurut UU No 24/2007 mitigasi merupakan “serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana”. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 Tahun 2003, 19 menyatakan bahwa “mitigasi atau penjinakan adalah upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana, yang meliputi kesiapsiagaan serta penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan merehabilitasi atau merecovery”. sistem peringatan dini. Tingkat kesiapsiagaan dalam hal ini adalah upaya peserta didik dalam menyiapkan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan tanggap darurat secara cepat dan tepat. Kegiatan tanggap darurat meliputi langkah-langkah dan tindakan sesaat sebelum bencana, pada saat bencana, dan setelah terjadinya bencana. h. Kesiapsiagaan Bencana Terjadinya bencana di berbagai belahan bumi cukup memberikan pembelajaran tentang pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan bukan hanya pada tingkat pemerintahan pusat atau daerah, tetapi juga pada tingkat komunitas yang langsung merasakan dan menghadapi bencana. Menurut definisi yang diberikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, kesiapsiagaan adalah “serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna”. Dari definisi di atas, dapat ditarik pengertian bahwasanya sekolah memiliki potensi kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan bencana (sebelum, saat dan setelah bencana), ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur, serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan, prosedur yang tetap (Standard Operational Procedure), dan PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 Metodologi Penelitian a. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena data penelitian berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik. Dalam penelitian ini menggunakan metode survai, menurut Singarimbun (1992:1) bahwa metode penelitian survai adalah “penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner dan tes sebagai alat pengumpul data yang pokok.” Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioner dan tes. b. Populasi dan Sampel 1) Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah SMP Negeri Se-Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Jumlah sekolah negeri yang menjadi populasi adalah 4 sekolah, yang terdiri dari 1142 siswa kelas 7. 2) Sampel Teknik pengambilan sampel responden peserta didik di tiap sekolah dengan teknik Stratified Random 20 Sampling yaitu pengambilan sampel peserta didik dari anggota populasi (seluruh peserta didik SMPN di Kecamatan Pangalengan) secara acak dan berstrata secara proposional. Hal ini dilakukan karena kondisi populasi penelitian ini terdiri dari beberapa kelompok individu dengan karakteristik yang berbeda-beda, yaitu peserta didik kelas VII. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, jumlah seluruh peserta didik SMPN kelas VII di kecamatan Pangalengan adalah 1142. Dari jumlah populasi tersebut dapat dihitung jumlah minimal sampel penelitian dengan menggunakan rumus dari Taro Yamone (Rahmat, 1995:82), sebagai berikut : đ n = đ (đ)2 + 1 Keterangan : N = jumlah sampel N = jumlah populasi D = nilai kritis/tingkat kesalahan yang ditetapkan sebesar 5% atau 10% Dengan menggunakan rumus tersebut, maka tingkat kesalahan yang digunakan adalah 10%, didapatkan ukuran sampel sebesar: 1142 n = 1142 (0.1)2 + 1 = 91 c. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS (X1) yang memiliki defenisi konseptual adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar, keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar. Persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru IPS PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 (X2) yang memiliki defenisi konseptual adalah kecakapan atau kemampuan yang dimiliki oleh guru yang diindikasikan dalam satu kompetensi, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan tugas profesionalnya sebagai guru dengan pandangan dari peserta didik. Pengetahuan peserta didik tentang kebencanaan (Y1) dalam hal ini diartikan sebagai pendukung dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku sehari-hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan akan mampu mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003:140). Pemahaman peserta didik tentang Kebencanaan (Y2) dapat diartikan sebagai mengerti benar atau memahami dengan benar akan konsep dari kebencanaan. Kesiapsiagaan (Y3), menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. d. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa instrumen tes dan studi dokumentasi. Instrumen tes digunakan untuk mengukur variabel pemahaman kebencanaan. Dengan bentuk tes objektif, tes objektif merupakan keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Sedangkan untuk studi dokumentasi digunakan untuk mengamati catatan-catatan prestasi, baik yang menyangkut prestasi akademik maupun non-akademik. 21 Dokumentasi diambil dari nilai rata-rata prestasi peserta didik pada mata pelajaran IPS dalam periode tertentu pada materi pokok keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan. e. Teknik Analisis Tes 1) Validitas Untuk mengetahui validitas item dari tes, digunakan teknik kolerasi “Pearson’s Product Moment”. Adapun perumusannya sebagai berikut: rxy īŊ nīĨ x y ī ī¨īĨ x īŠī¨īĨ y īŠ īģī¨nīĨ x īŠ ī ī¨īĨ x īŠīŊī¨īģnīĨ y īŠ ī ī¨īĨ y īŠ īŊ 2 2 2 (Sugiono, 2009:147) dengan : rxy = koefisien kolerasi antara variabel x dan y x = skor siswa pada butir item yang diuji validitasnya y = skor total yang diperoleh siswa 2) Realibilitas Reliabilitas merupakan keandalan yang dapat diartikan dapat dipercaya. Kepercayaan berhubungan dengan ketetapan dan konsistensi. Menurut Kerlinger (Purwanto, 2009:154) memberikan batasan tentang reliabilitas yaitu : 1. Reliabilitas dicapai apabila kita mengukur himpunan objek yang sama berulang kali dengan instrument yang sama atau serupa, 2. Reliabilitas dicapai apabila ukuran yang sebenarnya untuk sifat yang diukur, dan 3. Keandalan dicapai dengan meminimalkan alat pengukuran yang PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 terdapat dalam suatu instrumen pengukuran. Pengujian alat ukur tes dan kuesioner menggunakan Alpha Cronbach. Menurut Konting (Iskandar, 2009:95), nilai reliabilitas Alpha Cronbach dengan nilai 0.60 hingga 0.7 adalah nilai terendah yang dapat diterima. Rumus pengujian koefesioen reliabilitas Alpha Cronbach sebagai berikut: ri = đ (đ−1) {1- đ đ 2 đ đĄ 2 } Keterangan: K = mean kuadrat antara subjek 2 ∑Si = mean kuadrat kesalahan 2 St = varians total (Sugiyono, 2009:365) f. Teknik Pengolahan Data Untuk teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan normalitas data, uji homogenitas dan uji hipotesis. 1) Normalitas Data Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara frekuensi hasil observasi dengan frekuensi harapan (teoretis), Somantri dan Sambas Ali Muhidin (2006:292) menjelaskan bahwa “jika frekuensi hasil observasi sangat dekat dengan frekuensi yang diharapkan, maka hal tersebut menunjukkan kesesuaian yang baik, dan kesesuaian yang baik akan membawa kepada penerimaan hipotesis”. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS v.17 dengan menggunakan uji kolmogorof-Smirnov. 22 2) Uji Homogenitas Sebagaimana yang dikatakan oleh Sugiyono (2009:150) bahwa “statistik parametris memerlukan terpenuhi beberapa asumsi atau syarat, diantaranya yaitu data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, varians data harus homogen dan harus memenuhi asumsi linieritas”. Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS v.17. 3) Uji Hipotesis Pengujian hipotesis pertama dan kedua masing-masing dengan teknik korelasi dan regresi sederhana, Rumus yang digunakan adalah : đ ΣđĨ1đĻ1− ΣđĨ1 (ΣđĻ1) rxy = √{đΣđĨ12 −(Σx 2 2 1 )2 }{đΣđĻ 1 −(ΣđĻ1 } Selanjutnya untuk mengetahui apakah korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka digunakan uji dua pihak yaitu uji signifikasi korelasi product moment dengan menggunakan formulasi sebagai berikut : t= đ √đ−2 √1−đ 2 Keterangan : t = uji dua korelasi product moment r = Koefesien korelasi product moment n = Ukuran jumlah sampel (Sugiyono, 2007:148) Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Data Hasil Penelitian 1) Pengetahuan Peserta Didik tentang Kebencanaan Pengetahuan yang dimiliki siswa tentang kebencanaan merupakan PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 sebuah modal yang akan meningkatkan tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah. Pengetahuan ini juga tidak terlepas dari peran seorang guru yang merupakan bagian dari sumber informasi siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang kebencanaan. Parameter pengetahuan tentang bencana yang dimiliki siswa dapat dikategorikan pada level siap. Tetapi level siap pada responden siswa masih bernilai kecil sehingga diperlukan banyak pembenahan untuk memperbaikinya. Guru merupakan peluang besar untuk menambah pengetahuan siswa agar mencapai level yang lebih baik lagi. Dengan rata-rata parameter pengetahuan siswa yaitu 63. 2) Rencana tanggap darurat Rencana tangap darurat yang menjadi parameter bagi responden siswa adalah berkaitan dengan persiapan responden dalam menghadapai bencana gempa bumi. Parameter ini sangat dibutuhkan untuk mengatahui tingkat persiapan siswa dalam menghadapi bencana. Parameter rencana tanggap darurat yang dimiliki oleh responden siswa dikategorikan pada level kurang siap dengan rata-rata parameter mencapai 54. Beberapa responden menjawab pernah mengikuti latihan penyelamatan diri. Kegiatan ini bukan diadakan oleh sekolah, melainkan oleh lembaga lain yang mengundang siswa untuk mengikuti kegiatan. 23 3) Peringatan Bencana Hasil kajian menunjukkan bahwa pemahaman peserta didik tentang sistem peringatan bencana belumlah baik, kajian ini harus lebih ditingkatkan kembali agar dapat berguna bagi peserta didik maupun keluarga dan juga kerabat dari peserta didik itu sendiri dalam mengantisipasi resiko bencana. Parameter peringatan bencana yang dimiliki oleh responden siswa dikategorikan rata-rata 59 yang berarti berada pada level hampir siap. Responden sudah mengetahui dengan baik tindakan-tindakan yang harus dilakukan ketika terdengar bunyi peringatan bencana gempa. Pengetahuan peserta didik mengenai sistem peringatan ini hampir merata antara pengetahuan sistem peringata bencana tradisional dan sistem peringatan bencana nasional. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik sudah mulai memahami sistem peringatan bencana, meskipun masih berada pada kategori kurang siap. 4) Mobilisasi Sumber Daya Parameter mobilitas sumberdaya pada peserta didik lebih ditekankan kepada peningkatan skill peserta didik dalam menghadapi bencana, agar dapat mempunyai peranan ketika terjadi bencana. Parameter mobilisasi sumber daya yang dimiliki oleh responden siswa ratarata hanya 53 sehingga dapat dikategorikan pada level kurang siap. Dengan demikian diharapkan PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 pihak sekolah mampu mengadakan berbagi macam kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan mitigasi bencana. Dengan kegiatan ini diharapkan nantinya dapat menjadikan peserta didik memahami akan pentingnya kesadaran terhadap mitigasi bencana untuk mengurangi jumlah korban yang diakibatkan oleh resiko bencana. b. Pembahasan Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa hasil belajar mempunyai hubungan yang searah dengan tingkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan, dengan demikian bisa diartikan bahwa semakin tinggi hasil belajar peserta didik maka hal ini menunjukkan semakin tinggi pula tingkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan. demikian pula halnya dengan persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru IPS mempunyai hubungan searah dengan tingkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan, hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru IPS maka semakin tinggi pula tingkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan. Namun demikian bila dilihat dari hasil temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan dari hasil belajar IPS (X1) dan persepsi peserta didik tentang kompetensi guru IPS (X2) terhadap tingkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan. Besarnya persentase pengaruh hasil belajar IPS dan persepsi peserta didik 24 tentang profesionalisme guru IPS terhadap pemahaman peserta didik menunjukkan kategori sangat rendah, dengan kata lain bahwa hasil belajar (X1) dan persepsi peserta didik tentang profesionalisme guru IPS (X2) memberikan pengaruh yang tidak signifikan dan terlalu rendah dalam mempengaruhi tingkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan. Secara parsial pengaruh hasil belajar dan persepsi peserta didik tentang kompetensi profesionalisme guru IPS terhadap pengetahuan peserta didik tentang kebencanaan diketahui bahwa hasil belajar secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemahaman peserta didik tentang kebencanaan dengan pengaruh yang dikatagorikan sangat rendah. Dari uji dominan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui variabel bebas mana yang lebih dominan mempengaruhi variabel terikat, diketahui bahwa variabel hasil belajar berpengaruh lebih dominan terhadap peningkatan pemahaman peserta didik tentang kebencanaan. Menurut Depdikbud (1996: 74), menerangkan bahwa pemahaman mempunyai arti: (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran: pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti. Sedangkan menurut Bloom (1975: 89) bahwa peserta didik dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan hal-hal yang lain. PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan Hasil belajar tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengetahuan peserta didik tentang kebencanaan, pengaruh hasil belajar sebesar 0,013 atau 1,3% (kategori sangat rendah). Hasil belajar disini belum begitu mampu mengungkapkan pembelajaran IPS mampu meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang kebencanaan, karena pembelajaran masih terpaku pada buku sumber. Pengaruh hasil belajar terhadap pemahaman peserta didik tentang kebencanaan mempunyai hubungan yang searah, dengan artian bahwa semakin tinggi hasil belajar maka akan semakin meningkat pemahaman peserta didik tentang kebencanaan. Adapun pengaruh hasil belajar sebesar 0,137 atau 13,7% (kategori sangat rendah), hal ini disebabkan oleh pembelajaran IPS masih mengacu pada hasil. Pemahaman peserta didik tentang kebencanaan sekitar 86,3% diperoleh dari unsur lain yang tak dijelaskan dalam penelitian ini, seperti peran informasi dari media massa dan juga dari lingkungan sekitar peserta didik sehari-hari. Pengaruh hasil belajar terhadap kesiapsiagaan, menunjukkan pengaruh yang signifikan namun tidak searah (berbanding terbalik). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ini belum mampu menunjukkan tingkat kesiapsiagaan peserta didik, namun hanya sebatas nilai semata untuk memenuhi Kriteria Ketuntasan Mengajar. Guru masih terfokus pada 25 penyampaian materi semata namun belum menyentuh pada aspek kesiapsiagaan, sehingga peserta didik menurut angket kesiapsiagaan berada pada level kurang siap. Hal ini menggambarkan bahwa peserta didik baru sebatas tahu mengenai kebencanaan belum sampai pada tahap faham. b. Saran Untuk para guru, mengingat bahwa aspek profesionalisme guru merupakan dasar bagi seseorang atau peserta didik membentuk persepsi maka perlu ditingkatkan kembali proses pembelajaran di kelas. Terdapat persiapan yang perlu dilakukan dalam proses pembelajaran, adalah : kesiapan dan pemahaman guru secara keilmuan terhadap materi IPS, pemahaman guru terhadap model dan metode yang digunakan dalam pembelajaran di kelas, sikap simpati dan sosial yang ditunjukkan oleh guru sehingga dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Peran perguruan tinggi yang mencetak sumber daya manusia yang seharusnya dapat menghasilkan SDM yang berkualitas terutama peran lembaga pendidikan yang akan menghasilkan guru sebagai pendidik generasi bangsa. Didalamnya pula harus terdapat sinergitas antara lembaga pendidikan dan setiap masing-masing jurusan pendidikan agar nantinya menghasilkan guru profesionalisme yang berkualitas. * Asep Saepul Bahri adalah Dosen Pgsd Universitas Islam “45” Bekasi PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 26 Daftar Pustaka Bloom, Benjamin S.1956. Taxonomy of Educational Objectives. The Classification of Educational Goals. USA: Longmans UNDP.1992. Tinjauan Umum Manajemen Bencana. Program Pelatihan Manajemen Bencana. United Kingdom: UNDP Djamarah, Bahri Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta Depdikbud. 1996. Petunjuk Praktis Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dikdasmen Eggen, P.D dan Kauchak, D.P. 1996. Strategies for Teacher Teaching Content and Thinking Skills Third Edition. Boston: Allyn and Bacon G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst (eds.). 2003. Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People. ISBN ISBN 1-85383-964-7. Hamalik, Oemar. 2001. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo _________________. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpend FIP UPI Maryani, Enok. 2008. Model Pembelajaran Mitigasi Bencana Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial Di Sekolah Menengah Pertama. Bandung : Penelitian Hibah DIKTI National Council For The Social Studies. 1994. The Curriculum Standard for Social Studies. Washington DC : NCSS. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta S, Kenworthy, Leonard. 1981. Social Studies For the Eighties. Canada: John Wiley & Sons Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES. Somantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Pascasarjana UPI & Penerbit Rosda Karya Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabet Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Tim UN/ISDR. 2006. Konstruksi Sekolah yang Lebih Aman (Guidance Notes on Safer School Construction). New York: UNISDR Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Tentang Penanggulangan Bencana. PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017 27