PENGARUH PEMBELAJARAN IPS TERHADAP PEMAHAMAN

advertisement
PENGARUH PEMBELAJARAN IPS TERHADAP PEMAHAMAN PESERTA DIDIK SMP
TENTANG BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN PANGALENGAN
Asep Saepul Bahri
Email: [email protected]
ABSTRAK
Gempa bumi, letusan gunungapi, longsor, banjir, kebakaran hutan,
kekeringan serta, bencana alam lainnya senantiasa menjadi fenomena yang
dominan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Melalui pendidikan,
diharapkan mampu menumbuhkan pengetahuan dan pemahaman terhadap potensi
bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survai,
analisisnya menggunakan statistik dengan bantuan program SPSS v.17. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS belum mampu menunjukkan
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan peserta didik tentang
bencana gempa bumi yakni hanya sebesar 1,3%, terhadap tingkat pemahaman
peserta didik sebesar 13,7% dan terhadap kesiapsiagaan peserta didik menunjukkan
level kurang siap. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor lain di luar variabel
menunjukkan pengaruh yang sangat besar, seperti faktor media massa dan juga
simulasi penanggulangan bencana. Oleh karena itu, perlunya peningkatan kualitas
pembelajaran IPS khususnya pada materi pembentukan muka bumi dan dampaknya
terhadap kehidupan yang didalamnya terdapat materi kebencanaan.
Kata kunci : Pembelajaran IPS, Pemahaman bencana, Kesiapsiagaan
Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
Gempa bumi, letusan gunungapi,
longsor, banjir, kebakaran hutan,
kekeringan serta, bencana alam lainnya
senantiasa menjadi fenomena yang
dominan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Potensi bencana
alam yang tinggi pada dasarnya tidak
lebih dari refleksi fenomena alam yang
secara geografis merupakan kekhasan
dari wilayah Indonesia. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang
terletak diantara tiga lempeng besar
dunia yaitu, Lempeng Indo-Australia,
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Interaksi antar lempeng tersebut
menempatkan
Indonesia
menjadi
wilayah yang memiliki aktivitas
kegempaan yang cukup tinggi. UU No.
24 tahun 2007 pasal 1 angka 1
mendefinisikan
bencana
adalah
“peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu
kehidupan
dan
penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia,
kerusakan
lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak
15
psikologis”. Serangkaian bencana alam
telah melanda Indonesia, khususnya
Jawa Barat yang merupakan wilayah
daerah dengan kerentanan bencana
cukup
besar
seperti
bencana
gunungapi, gempa bumi dan tsunami,
longsor, banjir, kekeringan, dan
kegagalan teknologi. Fakta bencana
yang terjadi di Indonesia hampir selalu
menelan korban jiwa dan juga harta
benda
yang
besar,
hal
ini
menggambarkan
kekurangsiapan
masyarakatnya. Hal ini dapat timbul
karena kurangnya pengetahuan dan
pemahaman msayarakat akan potensi
bencana dari lingkungannya serta
bagaimana
cara
penanggulangan
dampak dari bencana itu. Selain itu, hal
ini disebabkan oleh masih lemahnya
sistem penanggulangan bencana yang
dipersiapkan oleh pemerintah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan
dapat berfungsi sebagai media
informasi
diharapkan
mampu
mengembangkan platform nasional
yang terkait dengan pengembangan
pengetahuan yang diperlukan dalam
upaya mitigasi. Menurut Astuti dan
Sudarsono (2010: 33) bahwasanya
“sekolah sebagai lembaga pendidikan
dapat berfungsi sebagai media
informasi yang efektif dalam mengubah
pola pikir dan pola perilaku masyarakat
dengan
memberikan
pendidikan
mitigasi di sekolah”. Hal ini sesuai
dengan kerangka berpikir yang
dikembangkan
dalam
upaya
pengurangan risiko bencana atau
mitigasi,
meliputi
4
kerangka
konseptual,
yaitu:
Awarenesss
(Perubahan
Perilaku),
Knowledge
Development (salah satunya pendidikan
dan pelatihan), Public Commitmen, dan
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
Risk
Assesment.
Dari
keempat
konseptual di atas, pada konseptual
kedua sudah dengan jelas tergambar
bahwasanya pendidikan merupakan
salah satu elemen yang penting dalam
upaya pengurangan risiko bencana atau
mitigasi.
Pembelajaran
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
di
sekolah
merupakan penyederhanaan, adaptasi,
seleksi dan modifikasi dari konsepkonsep dan keterampilan disiplin ilmu
sejarah, geografi, sosiologi, antropologi
dan ekonomi yang diorganisasikan
secara ilmiah, psikologis dan pedagogis
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
National Council for the Social Studies
(NCSS) tahun 1992 menyatakan bahwa
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah:
Social studies is the integrated study
of the social science and humanities
to promote civic competence. Within
the school program social studies
provides coordinated, systematic
study drawing upon such diciplines
as
anthropology,
archeology,
economics, geography, history, law,
philosophy,
political
science,
psychology, religion, and sociology,
as well as appropriate content from
the humanities, mathematics and
natural science. The primary purpose
of social studies is to help young
people develop the ability to make
informed and reasoned decisions for
the public good as citizens of a
culturally diverse, democratic society
in an interdependent word.
Dari
pengertian
tersebut
memberikan
batasan
pengertian
pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) merupakan sebuah kajian yang
16
terintegrasi dalam ilmu sosial dan
kemanusiaan
dalam
pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat. Pada tingkat
Sekolah Dasar (SD) dan Menengah
pendidikan IPS merupakan mata
pelajaran yang terintegrasi ataupun
gabungan dari ilmu-ilmu sosial, yaitu:
geografi, sejarah sosiologi, dan
ekonomi sedangkan untuk Sekolah
Menengah Atas (SMA) IPS sudah
merupakan bidang ilmu yang berdiri
sendiri, seperti: ekonomi, sejarah,
geografi dan ilmu-ilmu lainnya.
Bencana,
perlu
dipahami
dan
diantisipasi oleh semua masyarakat.
Halnya dengan para peserta didik SMP
di kecamatan Pangalengan yang berada
di kawasan rawan bencana. Diharapkan
dapat
memahami
karakteristik
wilayahnya yang merupakan wilayah
rawan bencana terutama bencana
gempa. Berkenaan dengan hal di atas,
penelitian ini akan membahas lebih
fokus menyoroti masalah dengan tema
yaitu: ”Pengaruh Pembelajaran IPS
Terhadap Pemahaman Peserta Didik
SMP tentang Bencana Gempa Bumi”
khususnya di kecamatan Pangalengan
kabupaten Bandung.
b. Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah
di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pemahaman peserta
didik di SMP Pangalengan terhadap
kebencanaan?
2. Bagaimanakah kontribusi materi
pembelajaran
IPS
terhadap
pemahaman peserta didik di SMP
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
Pangalengan
kebencanaan?
terhadap
c. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah
memperoleh
informasi
mengenai
efektivitas pembelajaran IPS dalam
meningkatkan pemahaman peserta
didik terhadap bencana gempa bumi.
Adapun
tujuan
khusus
dari
penelitian ini adalah:
1) Mengetahui
kontribusi
pembelajaran
IPS
dalam
meningkatkan
pengetahuan
terhadap
kebencanaan
di
Kecamatan Pangalengan
2) Mengetahui
kontribusi
pembelajaran
IPS
dalam
meningkatkan pemahaman peserta
didik terhadap kebencanaan
3) Untuk mengidentifikasi pemahaman
peserta didik terhadap bencana
gempa bumi.
Tinjauan Pustaka
a. Hakekat Pembelajaran
Pada hakekatnya pembelajaran
merupakan suatu proses komunikasi
transaksional yang bersifat timbal balik,
baik antara guru dengan peserta didik,
peserta didik dengan peserta didik,
untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, guru
sebagai figure sentral, harus mampu
menetapkan strategi pembelajaran
yang tepat sehingga dapat mendorong
terjadinya perbuatan belajar peserta
didik yang aktif, produktif dan efisien.
(Hamalik, 2002:48) Menurut Eggen &
Kauchak (1996:98), ada enam ciri
pembelajaran yang efektif, yaitu:
17
Peserta didik menjadi pengkaji yang
aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi,
membandingkan,
menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan
serta
membentuk konsep dan generalisasi
berdasarkan kesamaan-kesamaan yang
ditemukan, Guru menyediakan materi
sebagai fokus berpikir dan berinteraksi
dalam pelajaran. Dari pengertian
pembelajaran di atas, dapat ditarik
kesimpulan mengenai pembelajaran,
bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
b. Pengertian PIPS
Secara
konseptual
maupun
operasional Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) erat hubungannya dengan studi
sosial dan ilmu sosial. Somantri (2001:
45)
menjelaskan
bahwa
“IPS
merupakan perpaduan antara konsepkonsep ilmu sosial dengan konsepkonsep pendidikan yang disajikan
secara sistematik, psikologis dan
fungsional sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik”. Ilmu
Pengetahuan
Sosial
mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang berkaitan dengan
isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai. IPS
sebagai suatu pelajaran yang diberikan
di jenjang persekolahan yaitu SD, SMP
dan SMA. Di SD diberikan secara
terintegrasi sedangkan di SMP disebut
dengan IPS namun diberikan secara
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
terpisah (separated), sedangkan di
tingkat SMA pelajaran IPS sebagai ilmu
sosial yang terpisah-pisah, walaupun
payungnya dalam kurikulum tetap IPS.
c. Tujuan
Pendidikan
Pengetahuan Sosial
Ilmu
Karakter tujuan IPS menurut Joyce
(Leonard S. Kenworthy, 1981:10)
memiliki tiga kategori, yaitu :1)
Pendidikan
Kemanusiaan,
2)
Pendidikan kewarganegaraan, dan
3)Pendidikan intelektual. Pendidikan
kemanusiaan memiliki arti bahwa IPS
harus membantu anak memahami
pengalamannya dan menemukan arti
atau makna dalam kehidupannya.
Dalam tujuan pertama ini terkandung
unsur pendidikan nilai. Berdasarkan
pengertian diatas bahwa tujuan dari
pendidikan IPS melatih dan mengasah
kemampuan dari peserta didik untuk
senantiasa mampu menempatkan diri
dalam lingkungannya, dan tentunya
menjadikannya seorang warganegara
yang baik.
d. Hasil Pembelajaran
Hasil belajar sering juga disebut
dengan prestasi belajar, kata prestasi
sendiri berasal dari bahasa Belanda
yaitu prestatie, kemudian dalam
bahasa Indonesia disebut dengan
prestasi yang diartikan sebagai hasil
usaha. Menurut Hamalik (2001:19)
hasil belajar bukanlah merupakan suatu
penguasaan
dari
hasil
latihan
melainkan merupakan hasil dari
pengubahan kelakuan. Sedangkan
menurut Djamarah (2000:19), “prestasi
adalah hasil dari suatu kegiatan yang
18
telah dikerjakan, atau diciptakan secara
individu maupun secara berkelompok”.
Dari pendapat ini dapat diartikan
bahwa prestasi tidak akan bisa
dihasilkan sesuatu apabila seseorang
tidak melakukan suatu kegiatan, hasil
belajar merupakan suatu hasil yang
telah dicapai oleh peserta didik setelah
melakukan kegiatan belajar.
e. Hakekat Bencana
Menurut
ISDR
(2004),
mendefinisikan
bahwa
“bencana
merupakan suatu gangguan serius
terhadap
keberfungsian
suatu
masyarakat, sehingga menyebabkan
kerugian yang meluas pada kehidupan
manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan
dan
melampaui
kemampuan
masyarakat
yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumberdaya mereka
sendiri”. Bencana alam itu sendiri
sebuah konsekwensi dari kombinasi
aktivitas alami (suatu peristiwa fisik,
seperti gempa, letusan gunungapi,
tanah longsor, banjir) dengan aktivitas
manusia. Karena ketidakberdayaan
manusia, akibat kurangnya manajemen
bencana,
sehingga
menimbulkan
kerugian dalam bidang keuangan dan
struktural, bahkan sampai dengan
kematian. Hal ini berkaitan dengan
pernyataan Bankoff et al. (2003:4)
“bencana muncul apabila ancaman
bahaya
bertemu
dengan
ketidakberdayaan”.
f. Gempa Bumi
Menurut Sampurno (2005:7), gempa
adalah “terlepasnya tegangan pada
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
kerak/kulit bumi sehingga menimbukan
gelombang elastis yang merambat
melintasi
lapisan-lapisan
bumi”.
Kepulauan
Indonesia
sendiri
merupakan daerah gempa yang
penting di dunia; 1/10 dari jumlah
gempa di dunia terjadi di Indonesia. Hal
ini tidak mengherankan karena
Indonesia
merupakan
daerah
pertemuan antara 3 buah lempengan
dunia yang terus bergerak secara aktif,
yaitu:
Lempeng
Indo-Australia,
Lempeng Euro-Asia dan Lempeng
Pasifik. Selanjutnya gerakan-gerakan
lempeng dan akibatnya disebut
gerakan tektonik. Benturan-benturan
ketiga lempeng tersebut menyebabkan
terjadinya
penunjaman,
patahan,
pergeseran, getaran dari kulit bumi,
gejala vulkanisme, dan sebagainya,
sehingga
gerakan-gerakannya
itu
menyebabkan terjadinya gempa.
Sumber : kouzinet.blogspot.com
Gambar
Proses terjadinya Gempa bumi
g. Mitigasi Bencana
Menurut UU No 24/2007 mitigasi
merupakan “serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran
dan
peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman
bencana”. Menurut Keputusan Menteri
Dalam Negeri RI No. 131 Tahun 2003,
19
menyatakan bahwa “mitigasi atau
penjinakan adalah upaya dan kegiatan
yang dilakukan untuk mengurangi dan
memperkecil
akibat-akibat
yang
ditimbulkan oleh bencana, yang
meliputi kesiapsiagaan serta penyiapan
kesiapan fisik, kewaspadaan dan
kemampuan merehabilitasi atau merecovery”.
sistem peringatan dini. Tingkat
kesiapsiagaan dalam hal ini adalah
upaya peserta didik dalam menyiapkan
kemampuan dalam melaksanakan
kegiatan tanggap darurat secara cepat
dan tepat. Kegiatan tanggap darurat
meliputi langkah-langkah dan tindakan
sesaat sebelum bencana, pada saat
bencana, dan setelah terjadinya
bencana.
h. Kesiapsiagaan Bencana
Terjadinya bencana di berbagai
belahan bumi cukup memberikan
pembelajaran tentang pentingnya
meningkatkan kesiapsiagaan bukan
hanya pada tingkat pemerintahan
pusat atau daerah, tetapi juga pada
tingkat komunitas yang langsung
merasakan dan menghadapi bencana.
Menurut definisi yang diberikan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007
tentang penanggulangan bencana,
kesiapsiagaan adalah “serangkaian
kegiatan
yang dilakukan
untuk
mengantisipasi
bencana
melalui
pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna”.
Dari definisi di atas, dapat ditarik
pengertian
bahwasanya
sekolah
memiliki potensi kemampuan untuk
mengelola
risiko
bencana
di
lingkungannya. Kemampuan tersebut
diukur dengan dimilikinya perencanaan
penanggulangan bencana (sebelum,
saat
dan
setelah
bencana),
ketersediaan logistik, keamanan dan
kenyamanan di lingkungan pendidikan,
infrastruktur, serta sistem kedaruratan,
yang
didukung
oleh
adanya
pengetahuan
dan
kemampuan
kesiapsiagaan, prosedur yang tetap
(Standard Operational Procedure), dan
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
Metodologi Penelitian
a. Metode Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan kuantitatif, karena data
penelitian berupa angka-angka dan
analisisnya menggunakan statistik.
Dalam penelitian ini menggunakan
metode survai, menurut Singarimbun
(1992:1) bahwa metode penelitian
survai
adalah
“penelitian
yang
mengambil sampel dari satu populasi
dan menggunakan kuesioner dan tes
sebagai alat pengumpul data yang
pokok.” Data dalam penelitian ini
dikumpulkan menggunakan kuesioner
dan tes.
b. Populasi dan Sampel
1) Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
SMP
Negeri
Se-Kecamatan
Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Jumlah sekolah negeri yang menjadi
populasi adalah 4 sekolah, yang terdiri
dari 1142 siswa kelas 7.
2) Sampel
Teknik
pengambilan
sampel
responden peserta didik di tiap sekolah
dengan teknik Stratified Random
20
Sampling yaitu pengambilan sampel
peserta didik dari anggota populasi
(seluruh peserta didik SMPN di
Kecamatan Pangalengan) secara acak
dan berstrata secara proposional. Hal
ini dilakukan karena kondisi populasi
penelitian ini terdiri dari beberapa
kelompok individu dengan karakteristik
yang berbeda-beda, yaitu peserta didik
kelas VII. Berdasarkan data dari Dinas
Pendidikan
Kabupaten
Bandung,
jumlah seluruh peserta didik SMPN
kelas VII di kecamatan Pangalengan
adalah 1142. Dari jumlah populasi
tersebut dapat dihitung jumlah minimal
sampel
penelitian
dengan
menggunakan rumus dari Taro Yamone
(Rahmat, 1995:82), sebagai berikut :
𝑁
n = 𝑁 (𝑑)2 + 1
Keterangan :
N
= jumlah sampel
N
= jumlah populasi
D
= nilai kritis/tingkat kesalahan
yang ditetapkan sebesar 5%
atau 10%
Dengan
menggunakan
rumus
tersebut, maka tingkat kesalahan yang
digunakan adalah 10%, didapatkan
ukuran sampel sebesar:
1142
n = 1142 (0.1)2 + 1 = 91
c. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah hasil belajar IPS (X1) yang
memiliki defenisi konseptual adalah
suatu hasil yang telah dicapai oleh
peserta didik setelah melakukan
kegiatan belajar, keberhasilan peserta
didik dalam mengikuti pembelajaran
dapat dilihat dari prestasi belajar.
Persepsi
peserta
didik
tentang
kompetensi profesionalisme guru IPS
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
(X2) yang memiliki defenisi konseptual
adalah kecakapan atau kemampuan
yang dimiliki oleh guru yang
diindikasikan dalam satu kompetensi,
yaitu kompetensi yang berhubungan
dengan tugas profesionalnya sebagai
guru dengan pandangan dari peserta
didik. Pengetahuan peserta didik
tentang kebencanaan (Y1) dalam hal ini
diartikan sebagai pendukung dalam
menumbuhkan rasa percaya diri
maupun sikap dan perilaku sehari-hari,
sehingga dapat dikatakan bahwa
pengetahuan akan mampu mendukung
tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2003:140). Pemahaman peserta didik
tentang Kebencanaan (Y2) dapat
diartikan sebagai mengerti benar atau
memahami dengan benar akan konsep
dari kebencanaan. Kesiapsiagaan (Y3),
menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, merupakan serangkaian
kegiatan
yang dilakukan
untuk
mengantisipasi
bencana
melalui
pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan menggunakan alat ukur berupa
instrumen tes dan studi dokumentasi.
Instrumen tes digunakan untuk
mengukur
variabel
pemahaman
kebencanaan. Dengan bentuk tes
objektif, tes objektif merupakan
keseluruhan informasi yang diperlukan
untuk menjawab tes yang telah
tersedia. Sedangkan untuk studi
dokumentasi
digunakan
untuk
mengamati catatan-catatan prestasi,
baik yang menyangkut prestasi
akademik maupun non-akademik.
21
Dokumentasi diambil dari nilai rata-rata
prestasi peserta didik pada mata
pelajaran IPS dalam periode tertentu
pada materi pokok keragaman bentuk
muka bumi, proses pembentukan, dan
dampaknya terhadap kehidupan.
e. Teknik Analisis Tes
1) Validitas
Untuk mengetahui validitas item dari
tes,
digunakan
teknik
kolerasi
“Pearson’s Product Moment”. Adapun
perumusannya sebagai berikut:
rxy ī€Ŋ
nīƒĨ x y ī€­ ī€¨īƒĨ x ī€Šī€¨īƒĨ y ī€Š
īģī€¨nīƒĨ x ī€Š ī€­ ī€¨īƒĨ x ī€ŠīŊī€¨īģnīƒĨ y ī€Š ī€­ ī€¨īƒĨ y ī€Š īŊ
2
2
2
(Sugiono, 2009:147)
dengan : rxy = koefisien
kolerasi
antara variabel x dan y
x = skor siswa pada butir
item
yang
diuji
validitasnya
y = skor
total
yang
diperoleh siswa
2) Realibilitas
Reliabilitas merupakan keandalan
yang dapat diartikan dapat dipercaya.
Kepercayaan berhubungan dengan
ketetapan dan konsistensi. Menurut
Kerlinger
(Purwanto,
2009:154)
memberikan
batasan
tentang
reliabilitas yaitu : 1. Reliabilitas dicapai
apabila kita mengukur himpunan objek
yang sama berulang kali dengan
instrument yang sama atau serupa, 2.
Reliabilitas dicapai apabila ukuran yang
sebenarnya untuk sifat yang diukur,
dan 3. Keandalan dicapai dengan
meminimalkan alat pengukuran yang
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
terdapat dalam suatu instrumen
pengukuran.
Pengujian alat ukur tes dan
kuesioner
menggunakan
Alpha
Cronbach. Menurut Konting (Iskandar,
2009:95), nilai reliabilitas Alpha
Cronbach dengan nilai 0.60 hingga 0.7
adalah nilai terendah yang dapat
diterima. Rumus pengujian koefesioen
reliabilitas Alpha Cronbach sebagai
berikut:
ri =
𝑘
(𝑘−1)
{1-
𝑠𝑖 2
𝑠𝑡 2
}
Keterangan:
K
= mean kuadrat antara subjek
2
∑Si
= mean kuadrat kesalahan
2
St
= varians total (Sugiyono,
2009:365)
f. Teknik Pengolahan Data
Untuk teknik pengolahan data
dilakukan
dengan
menggunakan
normalitas data, uji homogenitas dan
uji hipotesis.
1) Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui
kesesuaian
antara
frekuensi hasil observasi dengan
frekuensi harapan (teoretis), Somantri
dan Sambas Ali Muhidin (2006:292)
menjelaskan bahwa “jika frekuensi hasil
observasi sangat dekat dengan
frekuensi yang diharapkan, maka hal
tersebut menunjukkan kesesuaian yang
baik, dan kesesuaian yang baik akan
membawa
kepada
penerimaan
hipotesis”. Uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan bantuan
software
SPSS
v.17
dengan
menggunakan uji kolmogorof-Smirnov.
22
2) Uji Homogenitas
Sebagaimana yang dikatakan
oleh Sugiyono (2009:150) bahwa
“statistik
parametris memerlukan
terpenuhi beberapa asumsi atau syarat,
diantaranya yaitu data yang akan
dianalisis harus berdistribusi normal,
varians data harus homogen dan harus
memenuhi asumsi linieritas”. Uji
homogenitas dalam penelitian ini
dilakukan
dengan
menggunakan
bantuan software SPSS v.17.
3) Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pertama dan
kedua masing-masing dengan teknik
korelasi dan regresi sederhana, Rumus
yang digunakan adalah :
𝑛 Σđ‘Ĩ1đ‘Ļ1− Σđ‘Ĩ1 (Σđ‘Ļ1)
rxy = √{𝑛Σđ‘Ĩ12 −(Σx
2
2
1 )2 }{𝑛Σđ‘Ļ 1 −(Σđ‘Ļ1 }
Selanjutnya untuk mengetahui
apakah korelasi tersebut signifikan atau
tidak, maka digunakan uji dua pihak
yaitu uji signifikasi korelasi product
moment
dengan
menggunakan
formulasi sebagai berikut :
t=
𝑟 √𝑛−2
√1−𝑟 2
Keterangan :
t = uji dua korelasi product moment
r = Koefesien korelasi product moment
n = Ukuran jumlah sampel (Sugiyono,
2007:148)
Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Data Hasil Penelitian
1) Pengetahuan Peserta Didik tentang
Kebencanaan
Pengetahuan yang dimiliki siswa
tentang kebencanaan merupakan
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
sebuah
modal
yang
akan
meningkatkan tingkat kesiapsiagaan
komunitas sekolah. Pengetahuan ini
juga tidak terlepas dari peran
seorang guru yang merupakan
bagian dari sumber informasi siswa
untuk mendapatkan pengetahuan
dan
wawasan
tentang
kebencanaan.
Parameter
pengetahuan tentang bencana yang
dimiliki siswa dapat dikategorikan
pada level siap. Tetapi level siap
pada responden siswa masih
bernilai kecil sehingga diperlukan
banyak
pembenahan
untuk
memperbaikinya. Guru merupakan
peluang besar untuk menambah
pengetahuan siswa agar mencapai
level yang lebih baik lagi. Dengan
rata-rata parameter pengetahuan
siswa yaitu 63.
2) Rencana tanggap darurat
Rencana tangap darurat yang
menjadi parameter bagi responden
siswa adalah berkaitan dengan
persiapan
responden
dalam
menghadapai bencana gempa
bumi. Parameter ini sangat
dibutuhkan untuk mengatahui
tingkat persiapan siswa dalam
menghadapi bencana. Parameter
rencana tanggap darurat yang
dimiliki oleh responden siswa
dikategorikan pada level kurang
siap dengan rata-rata parameter
mencapai 54. Beberapa responden
menjawab
pernah
mengikuti
latihan penyelamatan diri. Kegiatan
ini bukan diadakan oleh sekolah,
melainkan oleh lembaga lain yang
mengundang siswa untuk mengikuti
kegiatan.
23
3) Peringatan Bencana
Hasil kajian menunjukkan bahwa
pemahaman peserta didik tentang
sistem
peringatan
bencana
belumlah baik, kajian ini harus lebih
ditingkatkan kembali agar dapat
berguna bagi peserta didik maupun
keluarga dan juga kerabat dari
peserta didik itu sendiri dalam
mengantisipasi resiko bencana.
Parameter peringatan bencana
yang dimiliki oleh responden siswa
dikategorikan rata-rata 59 yang
berarti berada pada level hampir
siap. Responden sudah mengetahui
dengan baik tindakan-tindakan
yang harus dilakukan ketika
terdengar
bunyi
peringatan
bencana gempa. Pengetahuan
peserta didik mengenai sistem
peringatan ini hampir merata
antara
pengetahuan
sistem
peringata bencana tradisional dan
sistem
peringatan
bencana
nasional. Hal ini menunjukkan
bahwa peserta didik sudah mulai
memahami
sistem
peringatan
bencana, meskipun masih berada
pada kategori kurang siap.
4) Mobilisasi Sumber Daya
Parameter mobilitas sumberdaya
pada peserta didik lebih ditekankan
kepada peningkatan skill peserta
didik dalam menghadapi bencana,
agar dapat mempunyai peranan
ketika terjadi bencana. Parameter
mobilisasi sumber daya yang
dimiliki oleh responden siswa ratarata hanya 53 sehingga dapat
dikategorikan pada level kurang
siap. Dengan demikian diharapkan
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
pihak sekolah mampu mengadakan
berbagi
macam
kegiatan
ekstrakurikuler yang berhubungan
dengan mitigasi bencana. Dengan
kegiatan ini diharapkan nantinya
dapat menjadikan peserta didik
memahami
akan
pentingnya
kesadaran
terhadap
mitigasi
bencana untuk mengurangi jumlah
korban yang diakibatkan oleh resiko
bencana.
b. Pembahasan
Hasil penelitian di atas menunjukkan
bahwa hasil belajar mempunyai
hubungan yang searah dengan tingkat
pemahaman peserta didik tentang
kebencanaan, dengan demikian bisa
diartikan bahwa semakin tinggi hasil
belajar peserta didik maka hal ini
menunjukkan semakin tinggi pula
tingkat pemahaman peserta didik
tentang kebencanaan. demikian pula
halnya dengan persepsi peserta didik
tentang kompetensi profesionalisme
guru IPS mempunyai hubungan searah
dengan tingkat pemahaman peserta
didik tentang kebencanaan, hal ini
dapat diartikan bahwa semakin tinggi
persepsi
peserta
didik
tentang
kompetensi profesionalisme guru IPS
maka semakin tinggi pula tingkat
pemahaman peserta didik tentang
kebencanaan. Namun demikian bila
dilihat dari hasil temuan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat
pengaruh positif dan signifikan dari
hasil belajar IPS (X1) dan persepsi
peserta didik tentang kompetensi guru
IPS (X2) terhadap tingkat pemahaman
peserta didik tentang kebencanaan.
Besarnya persentase pengaruh hasil
belajar IPS dan persepsi peserta didik
24
tentang profesionalisme guru IPS
terhadap pemahaman peserta didik
menunjukkan kategori sangat rendah,
dengan kata lain bahwa hasil belajar
(X1) dan persepsi peserta didik tentang
profesionalisme
guru
IPS
(X2)
memberikan pengaruh yang tidak
signifikan dan terlalu rendah dalam
mempengaruhi tingkat pemahaman
peserta didik tentang kebencanaan.
Secara parsial
pengaruh hasil
belajar dan persepsi peserta didik
tentang kompetensi profesionalisme
guru IPS terhadap pengetahuan peserta
didik tentang kebencanaan diketahui
bahwa hasil belajar secara parsial tidak
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pemahaman peserta didik
tentang kebencanaan dengan pengaruh
yang dikatagorikan sangat rendah. Dari
uji dominan yang dilakukan dalam
penelitian ini untuk mengetahui
variabel bebas mana yang lebih
dominan
mempengaruhi
variabel
terikat, diketahui bahwa variabel hasil
belajar berpengaruh lebih dominan
terhadap peningkatan pemahaman
peserta didik tentang kebencanaan.
Menurut Depdikbud (1996: 74),
menerangkan bahwa pemahaman
mempunyai arti: (1) pengertian;
pengetahuan
yang
banyak,
(2)
pendapat,
pikiran,
(3)
aliran:
pandangan, (4) mengerti benar (akan);
tahu benar (akan); (5) pandai dan
mengerti. Sedangkan menurut Bloom
(1975: 89) bahwa peserta didik dituntut
untuk memahami atau mengerti apa
yang diajarkan, mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan
menghubungkan dengan hal-hal yang
lain.
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Hasil belajar tidak berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
pengetahuan peserta didik tentang
kebencanaan, pengaruh hasil belajar
sebesar 0,013 atau 1,3% (kategori
sangat rendah). Hasil belajar disini
belum begitu mampu mengungkapkan
pembelajaran
IPS
mampu
meningkatkan pengetahuan peserta
didik tentang kebencanaan, karena
pembelajaran masih terpaku pada buku
sumber. Pengaruh hasil belajar
terhadap pemahaman peserta didik
tentang kebencanaan mempunyai
hubungan yang searah, dengan artian
bahwa semakin tinggi hasil belajar
maka akan semakin meningkat
pemahaman peserta didik tentang
kebencanaan. Adapun pengaruh hasil
belajar sebesar 0,137 atau 13,7%
(kategori sangat rendah), hal ini
disebabkan oleh pembelajaran IPS
masih
mengacu
pada
hasil.
Pemahaman peserta didik tentang
kebencanaan sekitar 86,3% diperoleh
dari unsur lain yang tak dijelaskan
dalam penelitian ini, seperti peran
informasi dari media massa dan juga
dari lingkungan sekitar peserta didik
sehari-hari. Pengaruh hasil belajar
terhadap kesiapsiagaan, menunjukkan
pengaruh yang signifikan namun tidak
searah (berbanding terbalik). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
ini belum mampu menunjukkan tingkat
kesiapsiagaan peserta didik, namun
hanya sebatas nilai semata untuk
memenuhi
Kriteria
Ketuntasan
Mengajar. Guru masih terfokus pada
25
penyampaian materi semata namun
belum
menyentuh
pada
aspek
kesiapsiagaan, sehingga peserta didik
menurut angket kesiapsiagaan berada
pada level kurang siap. Hal ini
menggambarkan bahwa peserta didik
baru
sebatas
tahu
mengenai
kebencanaan belum sampai pada tahap
faham.
b. Saran
Untuk para guru, mengingat bahwa
aspek profesionalisme guru merupakan
dasar bagi seseorang atau peserta didik
membentuk persepsi maka perlu
ditingkatkan
kembali
proses
pembelajaran di kelas. Terdapat
persiapan yang perlu dilakukan dalam
proses pembelajaran, adalah : kesiapan
dan pemahaman guru secara keilmuan
terhadap materi IPS, pemahaman guru
terhadap model dan metode yang
digunakan dalam pembelajaran di
kelas, sikap simpati dan sosial yang
ditunjukkan oleh guru sehingga dapat
menjadi teladan bagi peserta didik.
Peran perguruan tinggi yang mencetak
sumber daya manusia yang seharusnya
dapat menghasilkan SDM yang
berkualitas terutama peran lembaga
pendidikan yang akan menghasilkan
guru sebagai pendidik generasi bangsa.
Didalamnya pula harus terdapat
sinergitas antara lembaga pendidikan
dan setiap masing-masing jurusan
pendidikan agar nantinya menghasilkan
guru profesionalisme yang berkualitas.
* Asep Saepul Bahri adalah Dosen Pgsd Universitas Islam “45” Bekasi
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
26
Daftar Pustaka
Bloom, Benjamin S.1956. Taxonomy of Educational Objectives. The Classification of
Educational Goals. USA: Longmans
UNDP.1992. Tinjauan Umum Manajemen Bencana. Program Pelatihan Manajemen
Bencana. United Kingdom: UNDP
Djamarah, Bahri Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Depdikbud. 1996. Petunjuk Praktis Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dikdasmen
Eggen, P.D dan Kauchak, D.P. 1996. Strategies for Teacher Teaching Content and
Thinking Skills Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst (eds.). 2003. Mapping Vulnerability: Disasters,
Development and People. ISBN ISBN 1-85383-964-7.
Hamalik, Oemar. 2001. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan
CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo
_________________. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan
Kurtekpend FIP UPI
Maryani, Enok. 2008. Model Pembelajaran Mitigasi Bencana Dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial Di Sekolah Menengah Pertama. Bandung : Penelitian Hibah
DIKTI
National Council For The Social Studies. 1994. The Curriculum Standard for Social
Studies. Washington DC : NCSS.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
S, Kenworthy, Leonard. 1981. Social Studies For the Eighties. Canada: John Wiley &
Sons
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi.
Jakarta: LP3ES.
Somantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS.
Bandung: Pascasarjana UPI & Penerbit Rosda Karya
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung: Alfabet
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Tim UN/ISDR. 2006. Konstruksi Sekolah yang Lebih Aman (Guidance Notes on Safer
School Construction). New York: UNISDR
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Tentang Penanggulangan Bencana.
PEDAGOGIK Vol. V, No. 1, Februari 2017
27
Download