PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP

advertisement
PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN
FOSFOR PADA TANAH-TANAH KAYA Al DAN Fe
MEI NALITA SARI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan
Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada Tanah-Tanah Kaya Al dan Fe adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 13 Juni 2013
Mei Nalita Sari
NRP A14080038
ABSTRAK
MEI NALITA SARI. Pengaruh Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada
Tanah-tanah Kaya Al dan Fe. Di bawah bimbingan SUDARSONO dan
DARMAWAN.
Fosfor merupakan salah satu hara esensial bagi tanaman. Akan tetapi,
ketersediaan fosfor yang dapat diserap tanaman di dalam tanah pada umumnya sangat
rendah, karena fosfor di dalam tanah banyak terdapat dalam bentuk terjerap.
Penambahan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah
karena asam organik hasil dari dekomposisi bahan organik memiliki kemampuan
dalam mengikat kation seperti Al dan Fe melalui ikatan khelasi sehingga fosfor (P)
dapat tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan organik
dalam melepaskan dan mencegah penjerapan P serta mengetahui pengaruh
penambahan bahan organik yang lebih baik jika dilakukan sebelum atau setelah
pemupukan P. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan yaitu (1) Tanah (Andosol,
Latosol, Podsolik) ditambah kompos jerami dan 2 minggu kemudian ditambah pupuk
P, (2) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu
ditambah kompos jerami, (3) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah kompos
kotoran sapi dan setelah 2 minggu ditambah pupuk P, (4) Tanah (Andosol, Latosol,
Podsolik) ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu ditambah kompos kotoran sapi,
dan (5) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah pupuk P. Masing-masing
perlakuan pada ketiga tanah dilakukan inkubasi selama 1 dan 2 bulan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan organik dan pupuk P
lebih efektif dalam meningkatkan pH dan P-tersedia, serta menurunkan Al-dd dan Fetersedia pada ketiga tanah dibanding perlakuan penambahan pupuk P saja. Kompos
kotoran sapi memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan kompos jerami.
Penambahan bahan organik meningkatkan pelepasan P yang terjerap serta mencegah
penjerapan P pada tanah Latosol dan Podsolik, sedangkan pada tanah Andosol
pengaruh bahan organik kurang terlihat. Pada tanah Latosol dan Podsolik
penambahan bahan organik lebih baik dilakukan setelah pemupukan P, sedangkan
pada tanah Andosol penambahan bahan organik lebih baik dilakukan sebelum
pemupukan P. Kadar P-tersedia tertinggi pada tanah Andosol yaitu pada perlakuan
tanah Andosol ditambah kompos kotoran sapi dan setelah 2 minggu baru ditambah
pupuk P sebesar 10.67 ppm, sementara itu kadar P-tersedia tanah Latosol yaitu pada
perlakuan tanah Latosol ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu baru ditambahkan
kompos kotoran sapi sebesar 90.95 ppm, dan tanah Podsolik yaitu perlakuan tanah
Podsolik ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu baru ditambah kompos kotoran sapi
sebesar 40.73 ppm.
Kata Kunci: Jerapan P, Ketersediaan P, Kompos, Bahan Organik.
ABSTRACT
MEI NALITA SARI. Effect of Organic Matter on Phosphorus Availability in
Soils Rich of Al and Fe. Under supervision of SUDARSONO and DARMAWAN.
Phosphorus (P) is one of the essential nutrients for plants. However, the
availability of P that can be absorbed by plants in the soil is generally very low,
because P in the soil are manily in adsorbed form. Addition of organic matter can
improve the availability of P in the soil, because organic acids that are resulted by
decomposition of organic matter have an ability to make chelation of Al and Fe so P
may become available. The aim of this research was to study effect of organic matter
in releasing and preventing adsorption of P and to study wether the effect of organic
matter is better if it is applied before or after P fertilization. This research consisted of
five treatments: (1) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with straw compost
and 2 weeks later P fertilizer was added, (2) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was
added with P fertilizer and after 2 weeks straw compost was added, (3) Soil (Andosol,
Latosol, Podsolic) was added with cow manure compost and after 2 weeks P fertilizer
was added, (4) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with P fertilizer and after
2 weeks cow manure compost was added, and (5 ) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic)
was added with P fertilizer only. Each treatment on the three soils was incubated for 1
and 2 months. The results showed that treatment of organic matter and P fertilizer
addition is more effective in increasing pH and P-availability, as well as lowering the
Al-dd and Fe-availability on the three soils than the treatment of only addition of P
fertilizer. Cow manure compost gives a higher effect than straw compost. The
addition of organic matter to improve releasing adsorbtion of P and preventing
adsorption of P on Latosol and Podsolic, meanwhile for Andosol effect of organic
matter is less visible. Latosol and Podsolic, the addition of organic matter is better if
it is done after P fertilization, meanwhile for Andosol the addition of organic matter
is better if it is done before P fertilization. The highest available-P of Andosol is in
the treatment is soil was added with cow manure compost and after 2 weeks P
fertilizer was added is 10.67 ppm, meanwhile available-P for Latosol is soil was
added with P fertilizer and after 2 weeks cow manure compost was added is 90.95
ppm, and Podsolic is Soil was added with P fertilizer and after 2 weeks cow manure
compost was added is 40.73 ppm.
Keyword: P Sorption, Availability of P, Compost, Organic Matter.
PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN
FOSFOR PADA TANAH-TANAH KAYA Al DAN Fe
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada TanahTanah Kaya Al dan Fe
Nama
: Mei Nalita Sari
NIM
: A14080038
Disetujui oleh
Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc.
Pembimbing I
Dr Ir Darmawan, MSc.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Syaiful Anwar, MSc.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan judul “Pengaruh Bahan
Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada Tanah-Tanah Kaya Al dan Fe”, ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. dan
Dr Ir Darmawan, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan, bimbingan,
serta saran selama penyusunan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Bapak Dr Ir Suwardi, MSc. selaku dosen penguji atas nasehat dan saran dalam
penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu,
Adik-adik, dan seluruh keluarga besar atas dukungannya. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ganda yang telah membantu penulis selama pembuatan
kompos dan persiapan contoh tanah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Staf Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah yang banyak membantu penulis dalam persiapan kompos dan
contoh tanah, serta analisis di laboratorium. Terima kasih penulis ucapkan kepada
teman-teman (Wuri Setyani, Novia Willannisa, Mega Yeni Purba, Selvia A.
Fordatkosu, Mike Dwi Hisma, Ratna Juwita, Raden Rahardito, Anggun Saputra, M.
Asrar Iqbal) yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, 13 Juni 2013
Mei Nalita Sari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
I
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 2
II
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Fosfor .......................................................................................................... 3
Kompos ....................................................................................................... 5
Sifat Umum Andosol, Latosol, dan Podsolik .............................................. 6
Peranan Bahan Organik di Dalam Tanah .................................................... 7
III METODOLOGI............................................................................................... 8
Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 8
Bahan........................................................................................................... 8
Metode......................................................................................................... 8
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 11
Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Andosol............................................. 11
Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Latosol .............................................. 13
Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Podsolik ............................................ 16
Pengaruh Penambahan Bahan Organik Setelah maupun Sebelum
Penambahan Pupuk P terhadap P-tersedia pada Tanah Andosol, Latosol,
dan Podsolik .............................................................................................. 19
V
SIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 22
SIMPULAN .............................................................................................. 22
SARAN ..................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 26
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Karakteristik Kompos………………………………………………………... 8
Hasil Analisis Tanah Awal…………………………………………………... 8
Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Andosol……………... 11
Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Latosol……………….14
Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Podsolik……………...17
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kadar P-tersedia Tanah Andosol…………………………………………... 12
Kadar P-tersedia Tanah Latosol……………………………………………. 15
Kadar P-tersedia Tanah Podsolik…………………………………………... 18
Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah Perlakuan pada
Inkubasi 1 Bulan……………………………………………………………. 20
5 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah Perlakuan pada
Inkubasi 2 Bulan……………………………………………………………. 20
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fosfor (P) merupakan salah satu hara esensial bagi tanaman. Tanaman
sangat membutuhkan fosfor untuk pertumbuhannya. Akan tetapi, ketersediaan
fosfat yang dapat diserap tanaman di dalam tanah umumnya sangat rendah. Hal ini
disebabkan karena fosfor di dalam tanah banyak terdapat dalam bentuk terjerap
(Buckman & Brady 1974). Fosfor dalam tanah banyak dijerap oleh klei maupun
Al dan Fe, dan pada tanah Andosol khususnya banyak difiksasi oleh klei alofan.
Tanah yang memiliki pH rendah memiliki kelarutan ion Al dan Fe relatif tinggi
yang dapat memfiksasi P yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
kurang baik. Barrow (1972) dan Dierolf et al. (2001) mengemukakan bahwa unsur
P tidak mudah hilang dari dalam tanah karena proses pencucian (kecuali pada
tanah sangat berpasir) tetapi tetap terjerap pada permukaan koloid tanah.
Penambahan bahan organik diketahui dapat meningkatkan ketersediaan P
di dalam tanah. Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara
langsung melalui proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan
membantu pelepasan P yang terfiksasi. Hasil dekomposisi bahan organik yang
berupa asam-asam organik dapat membentuk ikatan khelasi dengan ion-ion Al
dan Fe sehingga dapat menurunkan kelarutan ion Al dan Fe, maka dengan begitu
ketersediaan P menjadi meningkat. Asam-asam organik yang dihasilkan dari
dekomposisi bahan organik juga dapat melepaskan P yang terjerap oleh Al dan Fe
sehingga ketersediaan P meningkat (Fox et al. 1990; Stevenson 1982; Nurhayati
et al. 1986).
Menurut Bhatti et al. (1998), asam-asam organik sederhana seperti asam
oksalat merupakan salah satu senyawa penting dalam proses pelepasan jerapan P.
Mekanisme asam oksalat dalam meningkatkan ketersediaan P, dapat dengan
menggantikan P yang terjerap melalui pertukaran ligan pada permukaan Al dan Fe
oksida. Selain itu juga dapat dengan melalui pelarutan permukaan logam oksida
dan melepaskan P yang terjerap, serta dapat juga melalui pengkompleksan Al dan
Fe pada larutan, lalu mencegah pengendapan ulang dari senyawa P-logam dan
penjerapan P oleh Al dan Fe.
Setiap tanah memiliki respon yang berbeda dengan penambahan bahan
organik dalam meningkatkan ketersediaan P. Menurut Nuryani et al. (1993), tanah
Andosol menjerap P sangat kuat, sangat lambat dalam melepaskan P kembali,
sedangkan tanah Latosol lebih lemah mengikat P, dan melepaskan P lebih cepat.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
melihat pengaruh dari bahan organik dalam mencegah penjerapan P dan
melepaskan P yang terjerap di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan P.
2
Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu:
-
Mengetahui apakah bahan organik dapat mencegah penjerapan fosfor serta
melepaskan fosfor yang terjerap pada tanah-tanah kaya Al dan Fe
Mengetahui penambahan bahan organik lebih baik jika dilakukan sebelum
pemupukan P atau setelah pemupukan P
3
II TINJAUAN PUSTAKA
Fosfor
Sumber dan Bentuk Fosfor Tanah
Fosfor dalam tanah dapat berasal dari hasil disintegrasi dan dekomposisi
batuan yang mengandung mineral apatit [Ca 10 (PO 4 ) 6 (F,Cl,OH) 2 ]. Ada tiga jenis
mineral apatit yang terdapat di alam yaitu flor (F) apatit, khlor (Cl) apatit, dan
hidroksi (OH) apatit (Barber 1984). Bentuk fosfor (P) di dalam tanah dapat
diklasifikasikan menjadi P organik dan P inorganik. Fosfor organik terdapat pada
sisa-sisa tanaman, hewan, dan jasad renik, sedangkan fosfor inorganik dalam
tanah terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Fe dan Al, dan P terjerap pada
partikel klei. Kelarutan P organik maupun P inorganik di dalam tanah pada
umumnya sangat rendah. Hal ini menyebabkan jumlah P yang terdapat dalam
larutan tanah sangatlah rendah (Munawar 2011). Bentuk P umumnya didominasi
berturut-turut dalam bentuk Fe-P, Al-P, dan Al-P terselubung (Leiwakabessy et al.
1972).
Bentuk P yang dapat tersedia bagi tanaman di dalam tanah yaitu dalam
bentuk ion ortofosfat (HPO 4 dan H 2 PO 4 ). Ion ortofosfat dihasilkan dari proses
pelapukan mineral apatit, mineralisasi bahan organik, dan pupuk P terlarut. P
dalam bentuk ion ortofosfat memiliki mobilitas yang terbatas karena sangat
mudah bereaksi dengan unsur, senyawa, serta permukaan mineral tanah. Hal ini
menyebabkan ketersediaan P dalam tanah menjadi rendah. (Munawar 2011).
Fosfor Organik
Menurut Prasad dan Power (1997) dalam Munawar (2011), jumlah P
organik di dalam tanah berkisar antara 20% - 80% dari P total. Pada umumnya, P
organik di dalam tanah memiliki kadar yang lebih tinggi dari P inorganik,
terutama pada lapisan atas tanah (horizon A). Meskipun kadar P organik di dalam
horizon A lebih dari 50%, bentuk tersebut tidak dapat tersedia bagi tanaman,
sehingga P organik harus diubah menjadi P inorganik melalui proses mineralisasi.
Sumbangan P organik terhadap kebutuhan nutrisi tanaman di wilayah tropika
lebih besar daripada daerah beriklim sedang, karena P organik memasok P dalam
jumlah yang signifikan.
Fosfor organik tanah digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu
inositol fosfat (2-50%), asam nukleat (0,2-2,5%) dan fosfolipida (1-5%) (Tisdale
et al. 1990; Stevenson 1994; Foth dan Elis 1997; Prasad dan Power 1997), serta
fosfor organik yang lain (fosfoprotein dan fosfat metabolik) (Stevenson 1994).
Fosfor Inorganik
Fosfor inorganik merupakan senyawa-senyawa fosfat dari Ca, Fe, dan Al.
Derajat kemasaman tanah (pH) merupakan faktor utama yang menentukan jumlah
relatif bentuk-bentuk P inorganik di dalam tanah. Menurut Mengel dan Kirkby
(1982), P inorganik tanah dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan nutrisi
tanaman, yaitu fosfat dalam larutan tanah, fosfat dalam bentuk labil, fosfat fraksi
non labil. Sebagian besar total P yang ada di dalam tanah berada dalam bentuk P
labil dan non labil sehingga P yang tersedia bagi tanaman sangatlah rendah. Fraksi
4
labil merupakan fosfat padat yang dijerap mineral klei, oksida-oksida hidrus,
karbonat, apatit, Al serta Fe dan fraksi ini berada dalam keseimbangan cepat
dengan fosfat dalam larutan tanah (Mengel dan Kirkby 1982). Fraksi nonlabil
merupakan fosfat tidak larut sehingga sangat lambat untuk dilepaskan menjadi
bentuk fraksi labil. Bentuk P dalam mineral apatit merupakan salah satu bentuk
dari fosfor nonlabil (Mengel dan Kirkby 1982).
Fiksasi Fosfor di dalam Tanah
Fiksasi P merupakan reaksi antara P terlarut yang ada atau yang diberikan
ke dalam tanah dengan partikel klei dan senyawa-senyawa Fe dan Al di dalam
tanah sehingga P tersedia berubah bentuk menjadi P tidak atau kurang tersedia
bagi tanaman. Istilah-istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan proses
fiksasi yaitu retensi, adsorpsi, absorpsi serta presipitasi. Adsorpsi atau penjerapan
terjadi apabila ion ortofosfat diikat secara fisik oleh permukaan partikel tanah
padat, sedangkan absorpsi atau yang sering disebut kemosorpsi terjadi apabila ion
ortofosfat bersenyawa dengan partikel tanah membentuk senyawa yang kurang
larut. Presipitasi sering diartikan sebagai pengendapan, sedangkan retensi
merupakan sekuen yang kontinu dari presipitasi dan adsorpsi. Reaksi presipitasi
dan absorpsi secara bersama-sama disebut dengan fiksasi P atau retensi P (Havlin
et al. 2005).
Fiksasi P di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
yaitu:
1. Sifat dan Jumlah Komponen Tanah
Komponen tanah yang mempengaruhi fiksasi P yaitu oksida Fe dan Al
(Seskuioksida), koloida amorfus, serta tipe klei silikat. Semakin tinggi kadar
komponen-komponen tersebut menyebabkan semakin besar pula kemampuan
tanah dalam memfiksasi P. Tanah-tanah yang kaya oksida Al dan Fe serta
bertekstur klei seperti tanah-tanah Ultisols (Podsolik) dan Oxisols memiliki
kemampuan yang paling tinggi dalam memfiksasi P (Uehara dan Gillman 1981).
Penjerapan atau fiksasi oleh oksida Fe lebih kuat daripada oleh oksida Al, hal ini
disebabkan karena sebagian oksida Fe bersifat nonkristalin yang memiliki luas
permukaan lebih besar sehingga kemampuan dalam menjerap ion fosfat juga lebih
tinggi. Mineral aluminosilikat amorf seperti alofan mempunyai muatan negatif
yang besar yang sebagian atau seluruhnya diimbangi oleh kation Al kompleks,
yang dapat bereaksi dengan P. Selain itu penjerapan P oleh CaCO 3 tidak sekuat
penjerapan P oleh oksida-oksida Fe dan Al (Prasad dan Power 1997).
2. pH Tanah
Menurut Havlin et al. (2005), ketersediaan P di kebanyakan tanah
maksimum pada rentang pH 6,0 sampai 6,5. Fiksasi P terjadi pada tanah masam
(pH rendah) maupun tanah alkalin (pH tinggi). Pada tanah masam, fosfat akan
bereaksi dengan Al dan Fe membentuk senyawa Fe-P dan Al-P yang sukar larut.
Sedangkan pada tanah alkalin, fosfat akan bereaksi dengan Ca membentuk
senyawa Ca-P yang juga sukar larut. Fosfor paling banyak tersedia pada pH 5,5
sampai 6,5 (Prasad dan Power 1997). Penjerapan P oleh Fe dan Al akan menurun
dengan meningkatnya pH tanah, karena aktivitas Fe dan Al menurun, sehingga
5
adsorpsi dan presipitasi juga menurun, menyebabkan terjadinya peningkatan P
yang tersedia (P larut).
3. Kation-Kation di Dalam Tanah
Kation terbagi atas kation monovalen dan divalen. Kation divalen memacu
jerapan P yang lebih besar daripada kation monovalen (Havlin et al. 2005). Hal ini
disebabkan karena terjadinya peningkatan muatan positif dari permukaan mineral
klei kristalin yang menjerap anion fosfat. Konsentrasi Al-dd merupakan faktor
penting yang mempengaruhi fiksasi P di dalam tanah, karena 1 me Al-dd per 100
g tanah jika terhidrolisis secara sempurna dapat menjerap sampai 102 ppm P
dalam larutan.
4. Kejenuhan Kompleks Jerapan
Kompleks jerapan yang telah mengikat banyak anion fosfat akan
berkurang kemampuannya dalam mengikat ion fosfat berikutnya (Tisdale et al.
1990).
5. Bahan Organik
Bahan organik tanah mempengaruhi fiksasi P dalam beberapa cara di
antaranya yaitu dengan melakukan penggantian ion fosfat oleh ion humat pada
kompleks jerapan, pembentukan kompleks fosfo-humat, pelapisan seskuioksida
oleh bahan humus sehingga tidak tersedia tapak untuk menjerap P (Havlin et al.
2005). Perombakan bahan organik, selain dapat melepaskan jerapan P tetapi juga
dapat menghasilkan asam-asam organik seperti oksalat dan sitrat yang dapat
menjadi pesaing ion fosfat. Sehingga dapat mengurangi fiksasi P dan
meningkatkan ketersediaan P.
6. Suhu
Suhu dan curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan fiksasi P oleh tanah.
Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah oksida Fe dan Al.
Sehingga tanah-tanah di daerah hangat pada umumnya mempunyai kemampuan
memfiksasi P yang lebih tinggi daripada tanah di daerah dingin. Akan tetapi
kenaikan suhu juga dapat meningkatkan terjadinya mineralisasi P dari bahan
organik tanah (Prasad dan Power 1997).
Kompos
Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari sisasisa dari hijauan atau hasil pertanian dan kotoran hewan yang mengalami proses
dekomposisi. Menurut Rowell (1995), kompos merupakan salah satu sumber
bahan organik, kandungan hara kompos dipengaruhi oleh bahan tanaman yang
dijadikan kompos. Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006), proses
dekomposisi atau perombakan bahan organik terjadi secara biofisika-kimia yang
melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna.
Karakteristik yang dimiliki kompos menurut Suriadikarta dan
Simanungkalit (2006) yaitu menyediakan unsur hara secara lambat, mengandung
6
unsur hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi, serta dapat memperbaiki
kesuburan tanah.
Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Proses Pembuatan Kompos
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan kompos
(pengomposan) :
1. C/N rasio bahan
Semakin rendah C/N rasio bahan, maka akan semakin cepat proses
pengomposan.
2. Ukuran Bahan
Semakin kecil ukuran bahan, maka akan semakin cepat proses pengomposan.
3. Jumlah Mikroorganisme
Penambahan mikroorganisme (bioaktivator) berfungsi untuk membantu
mempercepat proses pengomposan.
4. Suhu
Proses pengomposan akan optimal pada suhu 30 - 50°C. Jika suhu terlalu
rendah, mikroorganisme dalam keadaan dorman sehingga tidak dapat bekerja.
Jika suhu terlalu tinggi, mikroorganisme akan mati.
5. Kelembaban dan Aerasi
Proses pengomposan akan optimal pada kelembaban 40 – 60 %.
Sifat Umum Andosol, Latosol, dan Podsolik
Andosol
Tanah Andosol terbentuk dari bahan volkanik, seperti abu volkan, lava
atau bahan volkan klastik. Tanah Andosol banyak terdapat di daerah pegunungan
bukit barisan di Sumatera dan daerah pegunungan di pulau Jawa. Tanah Andosol
secara umum mempunyai kadar C-organik yang tinggi, hal ini disebabkan oleh
kandungan bahan amorf yaitu alofan yang sangat tinggi pada tanah ini. Fraksi klei
amorf memegang peran penting terhadap akumulasi humus yang terjadi. Alofan
akan bereaksi membentuk kompleks dan khelat dengan bahan organik sehingga
bahan ini terlindungi dari serangan mikroba pengurai dan tetap terakumulasi
dalam tanah. Menurut Soepardi (1983), alofan memiliki kapasitas tukar kation
yang tinggi dibandingkan dengan kaolinit.
Latosol
Latosol di Indonesia tersebar luas di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian Jaya. Tanah Latosol umumnya berasal dari bahan induk
volkanik. Latosol dapat ditemukan dari permukaan air laut hingga ketinggian 900
m, di daerah iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500 – 7000 mm
(Dudal dan Soepraptohardjo 1957 dalam Hardjowigeno 1993). Latosol terbentuk
oleh proses latosolisasi yang meliputi pelapukan yang intensif dan kontinyu serta
proses hidrolisis dari silika, pencucian basa-basa seperti kalsium, magnesium,
kalium, dan natrium yang mengakibatkan tertimbunnya seskuioksida pada horison
B, dan pembentukan mineral klei kelompok kaolinit (Yogaswara 1977). Kaolinit
terdiri dari satu lempeng silika (tetrahedron) dan satu lempeng alumino
(oktahedron), kaolinit mempunyai daya jerap dan KTK rendah karena permukaan
7
efektif kaolinit terbatas pada permukaan luar. Latosol Coklat Kemerahan
ditemukan di daerah sekitar Darmaga, Kabupaten Bogor. Berdasarkan kriteria
Pusat Penelitian Tanah (1983), kadar C-organik dan nitrogen pada Latosol Coklat
Kemerahan dari Darmaga berkisar dari sangat rendah hingga sedang. Kejenuhan
basa (KB) kurang dari 50 % dengan kemasaman dari masam sampai hingga agak
masam (4,5 – 5,9).
Tanah Podsolik
Menurut Soepraptohardjo (1961), tanah Podsolik merupakan jenis tanah
dengan bahan induk tuf masam, batuan pasir, sedimen kuarsa pada daerah
bertopografi bergelombang sampai berbukit dengan ketinggian berkisar 50 – 350
m di permukaan laut. Tanah Podsolik memiliki fraksi klei yang terdiri dari
mineral klei (smektit (2:1), haloisit (1:1)), kuarsa dan gibsit. Tanah Podsolik
mengalami pencucian yang tinggi, horizon B bertekstur berat karena mengandung
klei yang tinggi, kandungan bahan organik dan hara makro rendah (Ca, N, P, dan
K), dan pH tanah berkisar 3,5 – 5,0 (Hardjowigeno 1985). Menurut Soepardi
(1983), kemasaman tanah pada tanah Podsolik disebabkan karena tingginya kadar
Al dan Fe.
Peranan Bahan Organik di Dalam Tanah
Fungsi bahan organik di dalam tanah menurut Leiwakabessy et a.l (2003)
di antaranya yaitu memperbaiki struktur tanah, menambah ketersediaan unsur N,
P dan S, meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, memperbesar kapasitas
tukar kation (KTK), dan mengaktifkan mikroorganisme.
Bahan organik dalam tanah dapat berfungsi meningkatkan ketersediaan
unsur hara, pH tanah, aktivitas mikroorganisme, dan jumlah Al yang terkelat oleh
senyawa humik pada Typic Haplohumults (Winarso 1996 dan Iyamuremye et al.
1996.)
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada tanah
Podsolik adalah dengan pemberian bahan organik. Asam-asam organik mampu
menurunkan jumlah fosfat yang difiksasi oleh Al dan Fe melalui mekanisme
pengkhelatan sehingga ketersediaan P bagi tanaman dapat meningkat (Barker dan
Pilbeam 2007; Potter 1993; Brady 1990). Bahan organik dapat mengurangi fiksasi
fosfat oleh oksida Al melalui pembentukan senyawa organokompleks (Sanchez
1992). Penurunan daya fiksasi fosfat akan menurunkan kelarutan Al, sejalan
dengan itu pH tanah akan meningkat, fosfat terbebas dan fosfat tersedia juga
meningkat dalam larutan tanah. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah
melalui ikatan butir klei oleh senyawa organik. Menurut Rusnetty (2000), dalam
hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemberian bahan organik (pupuk hijau,
pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P tersedia, N total,
KTK, K-dd dan menurunkan Al-dd, erapan P, fraksi Al dan Fe dalam tanah,
sehingga dapat meningkatkan kandungan P tanaman, pada akhirnya hasil tanaman
juga turut meningkat.
8
III METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya
Fisik Lahan dan Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Kebun
Percobaan Cikabayan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu
penelitian dari Mei hingga November 2012.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis tanah dan dua
jenis kompos residu tanaman dan hewan. Contoh tanah yang digunakan, yaitu
tanah Andosol dari Sukamantri, tanah kaya Fe dari Dramaga (Latosol Dramaga),
tanah kaya Al dari Gajruk (Podsolik Gajruk). Kompos yang digunakan yaitu
kompos jerami dan kompos kotoran sapi. Jerami diambil dari Sawah Baru,
Darmaga, sedangkan kotoran sapi diambil dari kandang Fakultas Peternakan IPB.
Komposisi dari masing-masing tanah dan kompos, terdapat pada Tabel 1
dan Tabel 2 berikut:
Tabel 1 Karakterisasi Kompos
Jenis
Kompos
7.80
KA
Kering
(%)
9.59
KA
Lembab
(%)
338.63
6.70
6.67
56.99
Kode
pH
Jerami
J
Kotoran
Sapi
KS
C-org
(%)
N-Total
(%)
C/N
Rasio
P
(mg)
31.15
1.88
16.57
14.34
27.07
1.19
22.75
42.00
Tabel 2 Hasil Analisis Tanah Awal
Analisis
pH
Al-dd
Fe-tersedia
P-tersedia
Tekstur
Pasir
Debu
Klei
Satuan
me/100 g
ppm
ppm
%
%
%
Andosol
(A)
4.86
0.24
0.55
6.85
32.28
47.06
20.66
Jenis Tanah
Latosol
(L)
4.37
3.24
4.07
6.99
5.03
13.60
81.37
Podsolik
(Pd)
4.33
17.40
2.65
8.93
5.48
30.45
64.08
Metode
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan yaitu :
1. Persiapan contoh tanah
Contoh tanah Andosol diambil dari lahan di Sukamantri, contoh tanah
Latosol dari Dramaga, dan contoh tanah Podsolik dari Gajrug. Pengambilan
contoh tanah dilakukan secara komposit, lalu contoh tanah tersebut di kering
udarakan selanjutnya di ayak. Contoh tanah kering udara lolos saringan 2 mm
digunakan untuk inkubasi dan untuk keperluan analisis tanah di laboratorium
9
digunakan contoh tanah lolos saringan 0,05 mm. Alat-alat yang digunakan dalam
pengambilan contoh tanah yaitu cangkul, kantong plastik, kertas label, karung,
alat tulis.
2. Proses pengomposan
Kompos yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu kompos jerami dan
kompos kotoran sapi. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos
yaitu kotoran ternak (sapi), jerami, urea, bioaktivator (bioekstrim), air, terpal,
plastik polybag, sekop, cangkul. Kotoran sapi yang bercampur dengan sisa pakan,
dikumpulkan pada satu tempat, ditiriskan atau dikering anginkan selama satu
minggu agar tidak terlalu basah. Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut
kemudian dipindahkan ke lokasi pembuatan dan diberi dekomposer atau
campuran aktivator (air, bioekstrim) serta ditambahkan urea. Seluruh bahan
dicampur lalu diaduk merata. Setelah satu minggu diperam, campuran tadi diaduk
atau dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan
homogenitas bahan. Minggu kedua dilakukan pembalikan lagi. Demikian
seterusnya sampai kompos tersebut matang. Kompos yang telah matang berwarna
coklat kehitaman, remah dan tidak berbau. Cara pembuatan kompos dari jerami
yaitu dilakukan dengan mencacah jerami sampai ukuran 1 atau 2 cm, lalu
menambahkan campuran activator (air, bioekstrim) dan urea. Setelah satu minggu
diperam, lalu dibalik secara merata agar menambah suplai oksigen dan
meningkatkan homogenitas bahan. Pada minggu kedua dilakukan pembalikan lagi,
begitu seterusnya sampai kompos tersebut matang. Saat melakukan pembalikan
kompos, apabila kompos terlalu kering diberi air untuk menjaga kelembaban
kompos.
3. Pencampuran tanah, pupuk P dan kompos serta inkubasi
Ada lima perlakuan dalam inkubasi yaitu (1) Tanah ditambah kompos
jerami lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan pupuk P (A+J+P, L+J+P, Pd+J+P),
(2) Tanah ditambah pupuk P lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan kompos
jerami (A+P+J, L+P+J, Pd+P+J), (3) Tanah ditambah kompos kotoran sapi lalu
setelah 2 minggu baru ditambahkan pupuk P (A+KS+P, L+KS+P, Pde+KS+P),
(4) Tanah ditambah pupuk P lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan kompos
kotoran sapi (A+P+KS, L+P+KS, Pd+P+KS), dan (5) Tanah ditambah pupuk P
saja (A+P, L+P, Pd+P). Contoh tanah yang digunakan untuk inkubasi dalam
setiap polybag (500 g) yaitu 300 g tanah BKU hasil ayakan 2 mm. Kompos
lembab yang dibutuhkan untuk dicampur dengan tanah yaitu 10 % dari bobot
tanah atau 30 g. Sedangkan pupuk P yang dibutuhkan dikonversi dari kebutuhan
rata-rata pupuk P (SP-36) per hektar (200 kg/ha) dibandingkan dengan bobot
tanah dalam 1 ha dan bobot contoh tanah yang digunakan untuk inkubasi,
sehingga dihasilkan bobot pupuk P (SP-36) yang ditambahkan dalam 300 g tanah
yaitu 30 mg. Pencampuran tanah, pupuk P, dan kompos disesuaikan dengan
perlakuan. Tanah diinkubasi dalam keadaan terbuka (kondisi suhu ruang) dengan
lama inkubasi 1 dan 2 bulan. Selama proses inkubasi dilakukan penambahan air
sesuai kapasitas lapang.
4. Analisis Karakteristik Kompos
Kompos yang telah dibuat dilakukan analisis karakteristiknya dengan
menganalisis kadar air (KA), % C, % N, C/N rasio, dan juga pH kompos.
Analisis % C pada kompos dilakukan dengan menggunakan metode Mebius,
sedangkan analisis % N dengan menggunakan metode Kjeldahl.
10
5. Analisis tanah di laboratorium
Setiap tanah dengan masing-masing perlakuan dan inkubasi dianalisis.
Analisis yang dilakukan yaitu pengukuran ketersediaan P, Al-dd, Fe-tersedia, dan
pH sebelum dan sesudah perlakuan inkubasi. Pengukuran P dilakukan dengan
metode Bray-1 dan diukur dengan menggunakan Spektrofotometer, penetapan
tekstur tanah dilakukan dengan cara pipet, penetapan pH tanah dengan
menggunakan pH meter, penetapan Al-dd dilakukan dengan menggunakan
metode titrasi, dan penetapan Fe-tersedia dilakukan dengan pengekstrak HCl 0,05
N dan diukur menggunakan AAS.
11
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Andosol
Hasil pengukuran pH, Fe-tersedia, Al-dd, dan P-tersedia tanah Andosol
dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, pH tanah Andosol setelah
perlakuan mengalami peningkatan dibanding sebelum perlakuan, baik pada
perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (A+J+P, A+P+J, A+KS+P,
A+P+KS) maupun perlakuan yang ditambah pupuk P saja (A+P). Perlakuan yang
ditambah bahan organik dan pupuk P memiliki pH yang lebih tinggi daripada
perlakuan yang hanya ditambah pupuk P. Peningkatan pH tanah pada perlakuan
yang ditambah bahan organik dan pupuk P disebabkan karena bahan organik yang
ditambahkan mengikat Al dan membentuk senyawa kompleks sehingga Al tidak
terhidrolisis lagi. Sedangkan peningkatan pH pada perlakuan yang ditambah
pupuk P saja disebabkan karena P yang berasal dari pupuk P dijerap oleh oksida
hidrat Al sehingga pH tanah menjadi meningkat (Tisdale et al. 1990). Dengan
demikian, sejumlah ion OH- akan dibebaskan ke dalam larutan tanah sehingga pH
tanah meningkat (Afif et al. 1993). pH tanah Andosol secara umum meningkat
dengan bertambahnya masa inkubasi (perlakuan A+P+J, A+KS+P, A+P+KS,
A+P) kecuali perlakuan A+J+P. Penurunan pH pada perlakuan A+J+P mungkin
disebabkan karena dekomposisi dari bahan organik banyak menghasilkan asamasam organik sehingga menyebabkan pH tanah menurun.
Tabel 3 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Andosol
Analisis
pH
Inkubasi
(Bulan)
0
Perlakuan
A A+J+P
P-tersedia
(ppm)
Keterangan :
A+J+P
A+P+J
A+KS+P
A+P+KS
A+P
A+P+KS
A+P
5.20
5.18
5.00
5.35
4.93
5.13
5.28
5.28
5.58
5.10
1
0.46
1.12
0.87
0.36
0.88
2
1.16
0.70
0.65
0.47
0.64
1
0.00
0.12
0.00
0.00
0.24
2
0.12
0.12
0.00
0.00
0.12
1
9.35
10.20
10.67
10.16
9.10
2
9.02
8.46
8.64
7.90
9.22
2
Al-dd
(me/100 g)
A+KS+P
4.86
1
Fe-tersedia
(ppm)
A+P+J
0
0
0
0.55
0.24
6.85
: Andosol + kompos jerami + pupuk P
: Andosol + pupuk P + kompos jerami
: Andosol + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Andosol + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Andosol + pupuk P
Berdasarkan Tabel 3, Fe-tersedia tanah Andosol setelah perlakuan lebih
tinggi daripada sebelum perlakuan kecuali pada perlakuan A+P+KS. Peningkatan
12
ppm
Fe-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (A+J+P,
A+P+J, dan A+KS+P) disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan juga
mengandung Fe sehingga kadar Fe-tersedia tanah meningkat. Fe-tersedia pada
perlakuan yang ditambah pupuk P saja (A+P) juga meningkat karena penambahan
pupuk P pada tanah Andosol meningkatkan ikatan Fe-P, namun karena alofan
yang terkandung pada tanah Andosol sangat tinggi dan memiliki kapasitas jerapan
yang lebih besar daripada Fe, menyebabkan P yang awalnya dijerap oleh Fe (FeP) terlepas ikatannya dan P dijerap oleh alofan sehingga Fe-tersedia menjadi
meningkat. Fe-tersedia tanah Andosol secara umum menurun dengan
meningkatnya masa inkubasi kecuali pada perlakuan A+P+KS dan A+J+P.
Berdasarkan Tabel 3, Al-dd tanah setelah perlakuan lebih rendah
dibanding sebelum perlakuan. Penurunan Al-dd pada perlakuan yang ditambah
bahan organik dan pupuk P, mungkin disebabkan karena Al dikhelat oleh bahan
organik sehingga Al-dd menjadi menurun. Perlakuan yang hanya ditambah pupuk
P (A+P) juga mengalami penurunan Al-dd dibanding sebelum perlakuan, hal ini
disebabkan karena kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga
Al-dd tanah menjadi menurun. Perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk
P memiliki Al-dd yang lebih rendah dibanding perlakuan yang ditambah pupuk P
saja. Hal tersebut mungkin disebabkan karena bahan organik mengikat Al
sehingga kadar Al-dd tanah menurun selain itu juga karena Al menjerap P. Secara
umum kadar Al-dd tanah Andosol mengalami penurunan dengan meningkatnya
masa inkubasi kecuali pada perlakuan A+J+P. Hal ini mungkin disebabkan karena
pH tanah pada inkubasi 2 bulan mengalami penurunan sehingga kadar Al-dd juga
akan mengalami peningkatan.
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
P-tersedia (ppm) Tanah Awal
P-tersedia (ppm) Inkubasi 1
Bulan
P-tersedia (ppm) Inkubasi 2
Bulan
Keterangan :
A+J+P
A+P+J
A+KS+P
A+P+KS
A+P
A
A+J+
P
A+P+ A+K
J
S+P
Andosol
A+P+
KS
A+P
9.35
10.20
10.67
10.16
9.10
9.02
8.46
8.64
7.90
9.22
6.85
: Andosol + kompos jerami + pupuk P
: Andosol + pupuk P + kompos jerami
: Andosol + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Andosol + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Andosol + pupuk P
Gambar 1 Kadar P-tersedia Tanah Andosol Sebelum dan Setelah Perlakuan
13
Kadar P-tersedia tanah Andosol dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan
gambar tersebut, kadar P-tersedia tanah Andosol setelah perlakuan lebih tinggi
dibanding sebelum perlakuan. Peningkatan P-tersedia disebabkan karena
penambahan pupuk P. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan yang ditambah
bahan organik dan pupuk P, selain berasal dari pupuk P yang ditambahkan juga
dapat berasal dari bahan organik yang ditambahkan. Kadar P-tersedia pada
perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P mengalami penurunan
dengan bertambahnya masa inkubasi. Penurunan P-tersedia ini mungkin
disebabkan karena P dijerap oleh alofan. Selain itu juga disebabkan karena P
dijerap oleh Fe membentuk Fe-P, hal ini bisa dilihat dengan menurunnya kadar
Fe-tersedia. Kadar P-tersedia pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P
mengalami peningkatan dengan bertambahnya masa inkubasi, karena P menjadi
lambat tersedia sehingga dengan semakin lama inkubasi maka akan menyebabkan
P-tersedia meningkat.
Penambahan kompos dan pupuk P lebih memberikan pengaruh dalam
meningkatkan ketersediaan P dan menurunkan Al-dd dibanding perlakuan yang
hanya ditambahkan pupuk P. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Rajan et al.
(1996); Rusnetty (2000); dan Sufardi (1999) yang mengemukakan bahwa
penambahan bahan organik akan memberikan pengaruh positif terhadap kelarutan
fosfat di dalam tanah. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling besar
dalam meningkatkan pH dan P-tersedia tanah serta menurunkan Al-dd dan Fetersedia yaitu perlakuan yang diberikan kompos kotoran sapi dan pupuk P
(A+KS+P dan A+P+KS).
Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Latosol
Hasil pengukuran pH, Fe-tersedia, Al-dd, P-tersedia tanah Latosol
disajikan pada Tabel 4. Peningkatan pH pada tanah Latosol menyebabkan
terjadinya penurunan kadar Al-dd dan Fe-tersedia tanah. Tanah Latosol memiliki
pH tanah setelah perlakuan yang lebih tinggi daripada sebelum perlakuan.
Berdasarkan Tabel 4, pH tanah pada perlakuan yang ditambah bahan
organik dan pupuk P (L+J+P, L+P+J, L+KS+P, L+P+KS) meningkat dibanding
sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol, hal ini disebabkan
karena bahan organik yang ditambahkan mengikat Al membentuk senyawa
kompleks yang tidak bisa dihidrolisis lagi. pH tanah pada perlakuan yang hanya
ditambah pupuk P (L+P) juga meningkat dibanding sebelum perlakuan, seperti
pada tanah Andosol, hal ini disebabkan karena P yang berasal dari pupuk P
dijerap oleh Al dan Fe sehingga kadar Al-dd dan Fe-tersedia tanah menurun maka
PH tanah menjadi meningkat (Tisdale et al. 1990). pH pada perlakuan yang
ditambah bahan organik dan pupuk P lebih tinggi dibanding perlakuan yang hanya
ditambah pupuk P. pH tanah meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi pada
perlakuan L+J+P, L+KS+P, dan L+P+KS, kecuali pada perlakuan L+P+J dan
L+P. Penurunan pH dengan meningkatnya masa inkubasi pada perlakuan L+P+J
disebabkan karena dekomposisi dari bahan organik (kompos jerami) banyak
menghasilkan asam-asam organik sehingga pH tanah menurun. Sedangkan pada
perlakuan L+P penurunan pH disebabkan karena terjadinya peningkatan Al-dd.
14
Tabel 4 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Latosol
Analisis
pH
Inkubasi
(Bulan)
0
Perlakuan
L
P-tersedia
(ppm)
Keterangan :
L+J+P
L+P+J
L+KS+P
L+P+KS
L+P
L+KS+P
L+P+KS
L+P
4.58
4.68
4.90
4.88
4.63
4.85
4.55
5.15
5.28
4.50
1
2.62
4.92
1.98
0.70
3.93
2
1.97
1.90
1.31
1.57
2.45
1
0.82
1.50
0.32
0.11
2.79
2
0.75
0.64
0.53
0.64
2.90
1
16.01
24.02
54.07
90.95
11.90
2
20.89
20.55
51.44
48.11
13.66
2
Al-dd
(me/100 g)
L+P+J
4.37
1
Fe-tersedia
(ppm)
L+J+P
0
0
0
4.07
3.24
6.99
: Latosol + kompos jerami + pupuk P
: Latosol + pupuk P + kompos jerami
: Latosol + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Latosol + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Latosol + pupuk P
Berdasarkan Tabel 4, Fe-tersedia tanah Latosol setelah perlakuan lebih
rendah dibanding sebelum perlakuan, kecuali pada perlakuan L+P+J. Seperti pada
tanah Andosol, Peningkatan Fe-tersedia pada perlakuan L+P+J disebabkan karena
bahan organik yang ditambahkan juga mengandung Fe sehingga kadar Fe-tersedia
tanah meningkat. Fe-tersedia perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk
P mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena bahan organik dapat
mengikat Fe sehingga kadar Fe-tersedia tanah menurun. Fe-tersedia perlakuan
yang hanya ditambah pupuk P juga mengalami penurunan dibanding sebelum
perlakuan disebabkan karena kemungkinan Fe menjerap P membentuk ikatan FeP sehingga Fe-tersedia tanah menjadi menurun, hal ini dapat dilihat dengan
rendahnya kadar P-tersedia pada perlakuan L+P. Fe-tersedia tanah Latosol
menurun dengan meningkatnya masa inkubasi (perlakuan L+J+P, L+P+J,
L+KS+P, L+P) tetapi kadar Fe-tersedia perlakuan L+P+J pada inkubasi 1 bulan
lebih tinggi dibanding sebelum perlakuan. Fe-tersedia perlakuan L+P+KS
meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi meskipun kadar Fe-tersedianya
masih lebih rendah dibanding sebelum perlakuan karena adanya penambahan Fe
dari bahan organik.
Berdasarkan Tabel 4, Al-dd tanah Latosol setelah perlakuan lebih rendah
dibanding sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol, penurunan
Al-dd pada perlakuan yang ditambah pupuk P saja disebabkan karena
kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga Al-dd tanah
menurun. Sama hal nya dengan tanah Andosol, Al-dd pada perlakuan yang
ditambah bahan organik dan pupuk P juga mengalami penurunan karena bahan
organik dapat mengkhelat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun. Al-dd tanah
15
ppm
Latosol pada perlakuan L+J+P dan L+P+J menurun dengan meningkatnya masa
inkubasi mungkin disebabkan karena Al dikhelat oleh bahan organik sehingga
kadar Al-dd menurun. Al-dd tanah Latosol pada perlakuan L+KS+P, L+P+KS,
dan L+P meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi. Peningkatan Al-dd pada
perlakuan L+P disebabkan karena P yang awalnya dijerap oleh Al dalam bentuk
Al-P menjadi dijerap oleh klei, karena tanah Latosol memiliki mineral klei tipe
1:1 yang memiliki kemampuan menjerap P yang tinggi sehingga kadar Al-dd
meningkat.
Kadar P-tersedia tanah Latosol dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan
gambar tersebut, P-tersedia tanah Latosol setelah perlakuan lebih tinggi dibanding
sebelum perlakuan. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan
organik dan pupuk P dibanding sebelum perlakuan disebabkan karena adanya
penambahan pupuk P serta karena adanya pelepasan jerapan P (Al-P dan Fe-P)
oleh bahan organik. P-tersedia pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga
meningkat dibanding sebelum perlakuan akibat adanya penambahan pupuk P.
Kadar P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P lebih
tinggi dibanding perlakuan yang hanya ditambah pupuk P, karena peningkatan Ptersedia selain disebabkan oleh penambahan pupuk P juga disebabkan karena
adanya pelepasan P yang terjerap (Al-P, Fe-P, maupun klei tanah) oleh bahan
organik, serta dari P yang terkandung dalam kompos.
243.00
81.00
27.00
9.00
3.00
1.00
P-tersedia (ppm) Tanah Awal
P-tersedia (ppm) Inkubasi 1
Bulan
P-tersedia (ppm) Inkubasi 2
Bulan
Keterangan :
L+J+P
L+P+J
L+KS+P
L+P+KS
L+P
L
L+J+
P
L+P+ L+KS
J
+P
Latosol
L+P+
KS
L+P
16.01
24.02
54.07
90.95
11.90
20.89
20.55
51.44
48.11
13.66
6.99
: Latosol + kompos jerami + pupuk P
: Latosol + pupuk P + kompos jerami
: Latosol + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Latosol + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Latosol + pupuk P
Gambar 2 Kadar P-tersedia Tanah Latosol Sebelum dan Setelah Perlakuan
P-tersedia tanah Latosol menurun dengan bertambahnya masa inkubasi
(perlakuan L+P+J, L+KS+P, dan L+P+KS), kecuali perlakuan L+J+P dan L+P.
Kadar P-tersedia tanah Latosol pada perlakuan L+P+J, L+KS+P, dan L+P+KS
menurun dengan bertambahnya masa inkubasi disebabkan karena P dijerap oleh
Al dan Fe maupun dijerap oleh klei tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat
16
Sudarsono (1991) yang mengemukakan bahwa kemampuan tanah dalam menjerap
atau mengikat bahan organik cenderung mencapai suatu batas maksimum, karena
tanah tidak mempunyai kapasitas jerapan yang tidak terhingga tetapi cepat atau
lambat akan jenuh. Oleh sebab itu tanah yang sudah jenuh dalam menjerap bahan
organik kemungkinan akan menjerap P, sehingga ketersediaan P menjadi menurun.
P-tersedia tanah Latosol pada perlakuan L+J+P dan L+P meningkat dengan
bertambahnya masa inkubasi. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan L+P, seperti
pada tanah Andosol disebabkan karena P menjadi lambat tersedia sehingga
dengan semakin lama inkubasi maka akan menyebabkan P-tersedia meningkat.
Tanah Latosol memiliki kadar P tersedia tertinggi dibandingkan tanah
Andosol dan Podsolik. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
menyatakan bahwa tanah Andosol menjerap P sangat kuat dan sangat lambat
dalam melepaskan P kembali, sedangkan tanah Latosol lebih lemah mengikat P,
dan melepaskan P lebih cepat (Nuryani et al. 1993). Pada pH tanah yang
meningkat, bahan organik mudah terdispersi sehingga mempunyai luas
permukaan yang lebih luas. Dispersi bahan organik ini mempermudah terlepasnya
P dari tapak jerapan dengan pembentukan khelat Al dan Fe-asam-asam organik
(Nuryani et al. 1993). Pengkhelatan Al dan Fe oleh asam-asam organik dari bahan
organik menyebabkan ketersediaan P di dalam tanah Latosol meningkat.
Penambahan kompos dan pupuk P memberikan pengaruh yang lebih besar
dalam meningkatkan ketersediaan P serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia pada
tanah Latosol dibandingkan dengan perlakuan yang hanya ditambahkan pupuk P.
Keadaan ini juga sesuai dengan pendapat Rajan et al. (1996) yang mengemukakan
bahwa penambahan bahan organik akan memberikan pengaruh positif terhadap
kelarutan fosfat di dalam tanah. Keadaan tersebut juga sesuai dengan pendapat
Purnomo et al. (2002). Menurut Purnomo et al. (2002) pemberian bahan organik
dikombinasikan dengan pemberian pupuk P anorganik memberikan kadar P lebih
tinggi dibandingkan pemberian pupuk anorganik saja. Moersidi (1993) dan Hue
dalam Iyamuremye et al. (1996) juga mengemukakan bahwa pemupukan P
anorganik lebih efisien bila juga diberikan bahan organik.
Perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling besar dalam
meningkatkan pH dan P-tersedia tanah serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia
pada tanah Latosol yaitu perlakuan yang ditambahkan kompos kotoran sapi dan
pupuk P (L+KS+P dan L+P+KS). Sama hal nya dengan tanah Andosol, hasil
tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
penambahan pupuk P yang disertai dengan penambahan bahan organik (pupuk
hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P-tersedia, Ntotal, KTK, Kdd dan menurunkan AI-dd, dan Fe dalam tanah (Rusnetty 2000).
Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Podsolik
Hasil pengukuran pH, Fe-tersedia, Al-dd, P-tersedia tanah Podsolik dapat
dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut, pH tanah Podsolik setelah
perlakuan lebih tinggi daripada sebelum perlakuan, kecuali perlakuan Pd+J+P. pH
perlakuan Pd+J+P lebih rendah dibanding sebelum perlakuan karena dekomposisi
dari bahan organik (kompos jerami) banyak menghasilkan asam-asam organik
sehingga pH tanah menurun.
17
Tabel 5 Perubahan pH, P-tersedia, Al-dd, Fe-tersedia Tanah Posolik
Analisis
pH
Fe-tersedia
(ppm)
Inkubasi
(Bulan)
Perlakuan
Pd+J+P
Pd+P+J
Pd+KS+P
Pd+P+KS
Pd+P
1
4.25
4.50
4.60
4.73
4.60
2
4.30
4.43
4.85
4.75
4.35
1
4.77
2.18
2.22
1.41
4.83
2
2.41
1.94
1.18
0.90
2.40
13.69
13.06
6.11
4.00
10.44
13.20
13.18
5.11
11.65
14.24
1
5.88
10.53
19.37
19.56
4.25
2
13.20
15.93
26.05
40.73
7.91
0
0
Al-dd
(me/100 g)
0
P-tersedia
(ppm)
0
Pd
4.33
2.65
17.40
1
2
Keterangan :
Pd+J+P
Pd+P+J
Pd+KS+P
Pd+P+KS
Pd+P
8.93
: Podsolik + kompos jerami + pupuk P
: Podsolik + pupuk P + kompos jerami
: Podsolik + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Podsolik + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Podsolik + pupuk P
Berdasarkan Tabel 5, pH tanah pada perlakuan yang ditambah bahan
organik dan pupuk P (Pd+P+J, Pd+KS+P, Pd+P+KS) meningkat dibanding
sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol dan Latosol, hal ini
disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan mengikat Al membentuk
senyawa kompleks yang tidak bisa dihidrolisis lagi. Begitu juga dengan pH tanah
pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P (Pd+P) juga meningkat dibanding
sebelum perlakuan, karena P yang berasal dari pupuk P dijerap oleh Al dan Fe
sehingga kadar Al-dd tanah menurun maka PH tanah menjadi meningkat. pH pada
perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (Pd+KS+P dan Pd+P+KS)
lebih tinggi dibanding perlakuan yang hanya ditambah pupuk P. pH pada
perlakuan Pd+P+J dan Pd+P menurun dengan meningkatnya masa inkubasi.
Seperti pada tanah Andosol dan Latosol, penurunan pH pada perlakuan Pd+P+J
disebabkan karena dekomposisi dari bahan organik (kompos jerami) banyak
menghasilkan asam-asam organik sehingga pH tanah menurun. Sedangkan pada
perlakuan Pd+P penurunan pH disebabkan karena terjadi peningkatan Al-dd.
Berdasarkan Tabel 5, Fe-tersedia tanah Podsolik setelah perlakuan lebih
rendah dibanding sebelum perlakuan, kecuali pada perlakuan Pd+J+P dan Pd+P.
Sama hal nya dengan tanah Andosol dan Latosol, peningkatan Fe-tersedia pada
perlakuan Pd+J+P disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan juga
mengandung Fe sehingga Fe-tersedia tanah meningkat. Sedangkan pada perlakuan
Pd+P, peningkatan Fe-tersedia disebabkan karena P yang awalnya di jerap oleh Fe
dalam bentuk Fe-P menjadi dijerap oleh Al (Al-P). Hal ini dapat dilihat dengan
menurunnya Al-dd pada perlakuan Pd+P. Fe-tersedia perlakuan yang ditambah
18
ppm
bahan organik dan pupuk P (Pd+P+J, Pd+KS+P, Pd+P+KS) mengalami
penurunan dibanding sebelum perlakuan karena bahan organik dapat mengikat Fe
sehingga kadar Fe-tersedia tanah menurun. Fe-tersedia perlakuan yang hanya
ditambah pupuk P juga mengalami penurunan pada inkubasi 2 bulan dibanding
sebelum perlakuan karena kemungkinan Fe menjerap P membentuk ikatan Fe-P
sehingga Fe-tersedia tanah menjadi menurun, hal ini dapat dilihat dengan
rendahnya kadar P-tersedia pada perlakuan L+P. Fe-tersedia tanah Podsolik
menurun dengan meningkatnya masa inkubasi.
Berdasarkan Tabel 5, Al-dd tanah Podsolik setelah perlakuan lebih rendah
dibanding sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol dan
Latosol, Al-dd pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P
mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena bahan organik dapat
mengikat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun. Begitu juga dengan Al-dd pada
perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga mengalami penurunan dibanding
sebelum perlakuan karena kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P
sehingga Al-dd tanah menjadi menurun. Al-dd pada perlakuan yang ditambah
bahan organik dan pupuk P (Pd+KS+P dan Pd+P+KS) lebih rendah dibanding
perlakuan yang hanya ditambah pupuk P (Pd+P) karena bahan organik akan
mengikat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun selain itu juga karena Al
menjerap P. Al-dd tanah Podsolik pada perlakuan Pd+P+J, Pd+P+KS, dan Pd+P
meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi. Peningkatan Al-dd pada
perlakuan Pd+P disebabkan karena P yang awalnya dijerap oleh Al dalam bentuk
Al-P menjadi dijerap oleh Fe. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya kadar Fetersedia pada perlakuan Pd+P. Al-dd tanah Podsolik pada perlakuan Pd+J+P dan
Pd+KS+P menurun dengan meningkatnya masa inkubasi.
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
P-tersedia (ppm) Tanah Awal
P-tersedia (ppm) Inkubasi 1
Bulan
P-tersedia (ppm) Inkubasi 2
Bulan
Keterangan :
Pd+J+P
Pd+P+J
Pd+KS+P
Pd+P+KS
Pd+P
Pd
Pd+J
+P
Pd+P Pd+K
+J
S+P
Podsolik
Pd+P
+KS
Pd+P
5.88
10.53
19.37
19.56
4.25
13.20
15.93
26.05
40.73
7.91
8.93
: Podsolik + kompos jerami + pupuk P
: Podsolik + pupuk P + kompos jerami
: Podsolik + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Podsolik + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Podsolik + pupuk P
Gambar 3 Kadar P-tersedia Tanah Podsolik Sebelum dan Setelah Perlakuan
19
Kadar P-tersedia tanah Podsolik dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan
gambar tersebut, secara umum P-tersedia tanah Podsolik setelah perlakuan lebih
tinggi dibanding sebelum perlakuan. P-tersedia pada perlakuan Pd+J+P dan Pd+P
lebih rendah dibanding sebelum perlakuan, menurunnya P-tersedia pada perlakuan
Pd+J+P dan Pd+P mungkin disebabkan karena P dijerap oleh Al dan klei tanah.
Seperti pada tanah Latosol, peningkatan P-tersedia pada perlakuan yang ditambah
bahan organik dan pupuk P disebabkan karena adanya penambahan pupuk P serta
karena adanya pelepasan jerapan P dari Al dan Fe akibat penambahan bahan
organik, serta dari P yang terkandung dalam kompos itu sendiri. P-tersedia tanah
Podsolik meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi.
Penambahan kompos dan pupuk P memberikan pengaruh yang lebih besar
dalam meningkatkan ketersediaan P serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia pada
tanah Podsolik dibandingkan dengan perlakuan yang hanya ditambahkan pupuk P.
Keadaan ini juga sesuai dengan pendapat Rajan et al. (1996) yang mengemukakan
bahwa penambahan bahan organik akan memberikan pengaruh positif terhadap
kelarutan fosfat di dalam tanah. Menurut Purnomo et al. (2002), pemberian bahan
organik dikombinasikan dengan pemberian pupuk P anorganik memberikan kadar
P lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk anorganik saja. Moersidi (1993)
dan Hue dalam Iyamuremye et al. (1996) juga mengemukakan bahwa pemupukan
P anorganik lebih efisien bila juga diberikan bahan organik.
Perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling besar dalam
meningkatkan pH dan P-tersedia tanah serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia
pada tanah Podsolik sama dengan pada tanah Andosol dan Latosol yaitu perlakuan
yang ditambahkan kompos kotoran sapi dan pupuk P (Pd+KS+P dan Pd+P+KS).
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
penambahan pupuk P yang disertai dengan penambahan bahan organik (pupuk
hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P-tersedia, Ntotal, KTK, Kdd dan menurunkan AI-dd, dan Fe dalam tanah (Rusnetty 2000).
Pengaruh Penambahan Bahan Organik Setelah maupun Sebelum
Penambahan Pupuk P terhadap P-tersedia pada Tanah Andosol, Latosol,
dan Podsolik
Penambahan bahan organik (kompos) pada penelitian ini ada yang
dilakukan sebelum dan ada yang dilakukan setelah penambahan pupuk P. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari penambahan bahan organik dalam
meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
bahwa pada tanah Andosol, Latosol, Podsolik, kompos yang memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dalam meningkatkan kadar P-tersedia tanah yaitu
kompos kotoran sapi. Berdasarkan Tabel 1, hal ini disebabkan karena kompos
kotoran sapi memiliki P yang lebih tinggi dibandingkan kompos jerami. P yang
ditambahkan dari kompos kotoran sapi sebesar 42 mg, sedangkan dari kompos
jerami sebesar 14.34 ppm.
Andosol
Latosol
Pd+P
Pd+P+KS
Pd+KS+P
Pd+P+J
Pd+J+P
Pd
L+P
L+P+KS
L+KS+P
L+P+J
L+J+P
L
A+P
A+P+KS
A+KS+P
A+P+J
A+J+P
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
A
ppm
20
Podsolik
Gambar 4 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah Perlakuan pada Inkubasi 1
Bulan
60.00
50.00
40.00
ppm
30.00
20.00
10.00
Andosol
P-tersedia (ppm) Tanah Awal
Keterangan:
A+J+P
A+P+J
A+KS+P
A+P+KS
A+P
L+J+P
L+P+J
L+KS+P
L+P+KS
L+P
Pd+J+P
Pd+P+J
Pd+KS+P
Pd+P+KS
Pd+P
Latosol
Pd+P
Pd+P+KS
Pd+KS+P
Pd+P+J
Pd+J+P
Pd
L+P
L+P+KS
L+KS+P
L+P+J
L+J+P
L
A+P
A+P+KS
A+KS+P
A+P+J
A+J+P
A
0.00
Podsolik
P-tersedia (ppm) Inkubasi 2 Bulan
: Andosol + kompos jerami + pupuk P
: Andosol + pupuk P + kompos jerami
: Andosol + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Andosol + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Andosol + pupuk P
: Latosol + kompos jerami + pupuk P
: Latosol + pupuk P + kompos jerami
: Latosol + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Latosol + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Latosol + pupuk P
: Podsolik + kompos jerami + pupuk P
: Podsolik + pupuk P + kompos jerami
: Podsolik + kompos kotoran sapi + pupuk P
: Podsolik + pupuk P + kompos kotoran sapi
: Podsolik + pupuk P
Gambar 5 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah perlakuan pada Inkubasi 2
Bulan
21
Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 serta Tabel 3, penambahan kompos
jerami setelah penambahan pupuk P (A+P+J) memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dalam meningkatkan P-tersedia tanah Andosol. Sedangkan pada kompos
kotoran sapi, penambahan kompos sebelum penambahan pupuk P (A+KS+P)
lebih efektif dalam meningkatkan P-tersedia pada tanah Andosol Sukamantri.
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa pengaruh penambahan bahan organik
dalam meningkatkan P-tersedia tidak terlihat begitu nyata.
Sedangkan pada tanah Podsolik, berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5
serta Tabel 5, penambahan kompos jerami dan kotoran sapi setelah penambahan
pupuk P (Pd+P+J dan Pd+P+KS) memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam
meningkatkan P-tersedia. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa
penambahan bahan organik berpengaruh nyata dalam meningkatkan P-tersedia
tanah Podsolik.
Penambahan kompos yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan
ketersediaan P pada tanah Latosol berdasarkan Gambar 4, Gambar 5, dan Tabel 4
yaitu penambahan kompos setelah penambahan pupuk P baik pada kompos jerami
(L+P+J) maupun pada kompos kotoran sapi (L+P+KS). Selain itu, berdasarkan
gambar tersebut, juga terlihat bahwa penambahan bahan organik memiliki
pengaruh yang nyata dalam meningkatkan P-tersedia pada tanah Latosol
dibanding tanah Andosol dan Podsolik.
22
V SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Penambahan bahan organik meningkatkan pelepasan P yang terjerap serta
mencegah penjerapan P pada tanah Latosol dan Podsolik, sedangkan pada
tanah Andosol pengaruh bahan organik kurang terlihat.
2. Pada tanah Latosol dan Podsolik penambahan bahan organik lebih baik
dilakukan setelah pemupukan P, sedangkan pada tanah Andosol penambahan
bahan organik lebih baik dilakukan sebelum pemupukan P.
SARAN
Respon masing-masing tanah terhadap waktu penambahan bahan organik
ke dalam tanah berbeda-beda, sehingga dalam menambahkan bahan organik ke
tanah harus disesuaikan dengan sifat masing-masing tanah tersebut agar
penambahan bahan organik menjadi efektif dalam menigkatkan ketersediaan P
dan pH serta menurunkan Al dan Fe tanah.
23
DAFTAR PUSTAKA
Afif A, Matar, Torrent J. 1993. Availability of Phosphorus Applied to Calcareous
Soil of West Asia and North Africa. Soil Sci Soc. Am. J. 57 : 756-760.
Barber SA. 1984. Soil Nutrient Bioavailability: A Mechanistic Approach. New
York: John Willey & Sons.
Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Hand Book of Plant Nutrition. New York: CRC Pr.
Barrow NJ. 1972. Influence of Solution Concentration of Calcium on The
Adsorption of Phosphate, Sulphate, and Molybdate by Soils. Soil Sci. Soc.
Am. J. 113 : 175-180.
Bhatti JS, Comerford NB, Johnston CT. 1998. Influence of Oxalate and Soil
Organic Matter on Sorption and Desorption of Phosphate onto a Spodic
Horizon. Soil Science Society of America. 62: 1089-1095.
Brady M. 1990. The Nature and Properties of Soils. 10th ed. New York:
Macmillan Publ. Company.
Buckman HO, Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soil. New York:
McMillan Pub, Inc.
Dierolf T, Fairhutst, Mutert E. 2001. Soil Fertility Kit. A Toolkit for Acid Upland
Soil Fertility Management in Southeast Asia. Handbook Series.
GT2GmbH, Food and Agriculture Organization, P. T. Jasa Katon and
Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of
Canada (PPIC). First Edition. Printed by Oxford Graphic Printer, 150 pp.
Djuniwati S, Pulunggono HB, Suwarno. 2007. Pengaruh Pemberian Bahan
Organik (centrosema pubescens) dan Fosfat Alam terhadap Aktivitas
Fosfatase dan Fraksi P Tanah Latosol di Darmaga, Bogor. J Tanah Lingk.
9 (1): 1-6.
Foth HD, Ellis BG. 1997. Soil Fertility. 2nd Ed. Boca Raton: Lewis Publishers.
Fox TR, Commerford NB, McFee WW. 1990. Phosphorus and Aluminium
Release from Spodic Horizon Mediated by Organic Acids. Soil Sci. soc.
Am. J. 54:1763-1767.
Hardjowigeno S. 1985. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Bogor : IPB.
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Havlin JL, Beaton JD, Nelson SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers.
An Introduction to Nutrient Management. New Jersey: Pearson Prentice
Hall.
Iyamuremye F, Dick RP, Baham J. 1996. Organic Amandments and Phosphorus
Dynamics I : Phosphorus Chemistry and Sorption. Soil Sci. 161(7): 426435.
Leiwakabessy FM, Koswara O, Soedjadi. 1972. Preliminary Study on P-Fixing of
Major Soil Groups in Java. Jakarta: Second Asian Soil Conference.
Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwamo. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan
Tanah. Bogor: IPB.
Mengel K, Kirkby EA. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd Edition.
Switzerland: International Potash Institute.
Moersidi S. 1993. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Fosfat terhadap Hubungan
Fosfat Tersedia dengan Sifat-Sifat Kimia pada Tanah Masam. Pros.
24
Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Kesuburan
dan Produktivitas Tanah. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Pr.
Nurhayati, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SS, Saul MR, Diaha MA, Go Ban
Hong, Bailey HH. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Ilmu
Tanah. BKS-PTN/USAID (University of Kentucky) W. U. A. E. Hal. 144145.
Nuryani S, Notohadiningrat T, Susanto R, Radjagukguk B. 1993. Faktor Jerapan
dan Pelepasan Fosfat di Tanah Andosol dan Latosol. BPPS UGM.
6(4B):1-7.
Potter RL. 1993. Phosphorous Retention in Indiana Soils. Dissertation: Purdue
University.
Prasad R, Power JF. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture.
New York: CRC Lesi Publisher.
Purnomo J, Wigena IGP, Santoso D, Mulyadi. 2002. Pengaruh Pemberian Pupuk
P dan Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Hasil
Jagung Musim Tanam ke Tiga pada Oxyc Dystropepts di Jambi. Hal 111125 dalam Prosiding Seminar Pengelolaan Lahan Kering Berlereng dan
Terdegradasi. Bogor, 9-10 Agustus 2001: Puslitbang Tanah dan
Agroklimat
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Penilaian Sifat-sifat Kimia Tanah. Bogor:
Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian.
Rajan SSS, Watkinson JH, Sinclair AG. 1996. Phosphate Rock for Direct
Application to Soil. Ad. In agron. 57:77-159.
Rowell DL. 1985. Soil Science : Methods and Application. England: Longman
Scientific and Technical.
Rusnetty. 2000. Beberapa Sifat Kimia Erapan P, Fraksionasi Al dan Fe Tanah,
Serapan Hara, serta Hasil Jagung Akibat Pemberian Bahan Organik dan
Fosfat Alam pada Ultisols Sitiung. Bandung: Disertasi Unpad.
Sanchez PA. 1992. Properties and. Management of Soils in the Tropics. New
York: John Wiley and Sons Inc.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB.
Soepraptohardjo M. 1961. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Bogor: Lembaga
Penelitian Tanah.
Stevenson FJ. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. New
York: Willey.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2nd Ed.
New York: John Wiley dan Sons.
Sudarsono. 1991. Pengaruh Tiga Cara Pengembalian Jerami ke dalam Tanah
Renzina terhadap : (1) Komposisi Bahan Organik. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 1(2) :79-84.
Sufardi. 1999. Karakteristik Muatan, Sifat Fisikokimia, dan Adsorpsi Fosfat
Tanah serta Hasil Jagung pada Ultisols dengan Muatan Berubah Akibat
Pemberian Amelioran dan Pupuk Fosfat. Bandung: Disertasi Unpad.
Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.
Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Suryani A. 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan
Organik dalam Bentuk Kompos. Bogor: Thesis IPB.
25
Tisdale SM, Nelson WL, Beaton JD. 1990. Soil Fertility and Fertilizers. New
York: Macmillan Publishing Company.
Uehara G, Gillman G. 1981. The Mineralogy, Chemistry, and Physics of Tropical
Soils with Variable Charge Clays. Colorado: Westview Pr.
Winarso S. 1996. Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pengkelatan
Aluminium oleh Senyawa-Senyawa Humik pada Typic Haplohumults.
Bogor: Thesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Yogaswara. 1977. Seri-seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jawa Barat. Bogor:
Thesis IPB.
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 14 Mei 1990 dari
pasangan bapak Zainal Aripin dan ibu Juwita Mardiani. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Way Tenong hingga tahun
2005. Penulis Masuk ke SMAN 1 Kalianda pada tahun 2005 dan lulus pada tahun
2008. Pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian
Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Sistem
Informasi Geografis pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif sebagai Staf
Departemen Eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian
IPB periode 2010/2011 dan Staf Koperasi Mahasiswa IPB periode 2009/2010.
Download