PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFOR PADA TANAH-TANAH KAYA Al DAN Fe MEI NALITA SARI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada Tanah-Tanah Kaya Al dan Fe adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 13 Juni 2013 Mei Nalita Sari NRP A14080038 ABSTRAK MEI NALITA SARI. Pengaruh Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada Tanah-tanah Kaya Al dan Fe. Di bawah bimbingan SUDARSONO dan DARMAWAN. Fosfor merupakan salah satu hara esensial bagi tanaman. Akan tetapi, ketersediaan fosfor yang dapat diserap tanaman di dalam tanah pada umumnya sangat rendah, karena fosfor di dalam tanah banyak terdapat dalam bentuk terjerap. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah karena asam organik hasil dari dekomposisi bahan organik memiliki kemampuan dalam mengikat kation seperti Al dan Fe melalui ikatan khelasi sehingga fosfor (P) dapat tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan organik dalam melepaskan dan mencegah penjerapan P serta mengetahui pengaruh penambahan bahan organik yang lebih baik jika dilakukan sebelum atau setelah pemupukan P. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan yaitu (1) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah kompos jerami dan 2 minggu kemudian ditambah pupuk P, (2) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu ditambah kompos jerami, (3) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah kompos kotoran sapi dan setelah 2 minggu ditambah pupuk P, (4) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu ditambah kompos kotoran sapi, dan (5) Tanah (Andosol, Latosol, Podsolik) ditambah pupuk P. Masing-masing perlakuan pada ketiga tanah dilakukan inkubasi selama 1 dan 2 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan organik dan pupuk P lebih efektif dalam meningkatkan pH dan P-tersedia, serta menurunkan Al-dd dan Fetersedia pada ketiga tanah dibanding perlakuan penambahan pupuk P saja. Kompos kotoran sapi memberikan pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan kompos jerami. Penambahan bahan organik meningkatkan pelepasan P yang terjerap serta mencegah penjerapan P pada tanah Latosol dan Podsolik, sedangkan pada tanah Andosol pengaruh bahan organik kurang terlihat. Pada tanah Latosol dan Podsolik penambahan bahan organik lebih baik dilakukan setelah pemupukan P, sedangkan pada tanah Andosol penambahan bahan organik lebih baik dilakukan sebelum pemupukan P. Kadar P-tersedia tertinggi pada tanah Andosol yaitu pada perlakuan tanah Andosol ditambah kompos kotoran sapi dan setelah 2 minggu baru ditambah pupuk P sebesar 10.67 ppm, sementara itu kadar P-tersedia tanah Latosol yaitu pada perlakuan tanah Latosol ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu baru ditambahkan kompos kotoran sapi sebesar 90.95 ppm, dan tanah Podsolik yaitu perlakuan tanah Podsolik ditambah pupuk P dan setelah 2 minggu baru ditambah kompos kotoran sapi sebesar 40.73 ppm. Kata Kunci: Jerapan P, Ketersediaan P, Kompos, Bahan Organik. ABSTRACT MEI NALITA SARI. Effect of Organic Matter on Phosphorus Availability in Soils Rich of Al and Fe. Under supervision of SUDARSONO and DARMAWAN. Phosphorus (P) is one of the essential nutrients for plants. However, the availability of P that can be absorbed by plants in the soil is generally very low, because P in the soil are manily in adsorbed form. Addition of organic matter can improve the availability of P in the soil, because organic acids that are resulted by decomposition of organic matter have an ability to make chelation of Al and Fe so P may become available. The aim of this research was to study effect of organic matter in releasing and preventing adsorption of P and to study wether the effect of organic matter is better if it is applied before or after P fertilization. This research consisted of five treatments: (1) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with straw compost and 2 weeks later P fertilizer was added, (2) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with P fertilizer and after 2 weeks straw compost was added, (3) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with cow manure compost and after 2 weeks P fertilizer was added, (4) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with P fertilizer and after 2 weeks cow manure compost was added, and (5 ) Soil (Andosol, Latosol, Podsolic) was added with P fertilizer only. Each treatment on the three soils was incubated for 1 and 2 months. The results showed that treatment of organic matter and P fertilizer addition is more effective in increasing pH and P-availability, as well as lowering the Al-dd and Fe-availability on the three soils than the treatment of only addition of P fertilizer. Cow manure compost gives a higher effect than straw compost. The addition of organic matter to improve releasing adsorbtion of P and preventing adsorption of P on Latosol and Podsolic, meanwhile for Andosol effect of organic matter is less visible. Latosol and Podsolic, the addition of organic matter is better if it is done after P fertilization, meanwhile for Andosol the addition of organic matter is better if it is done before P fertilization. The highest available-P of Andosol is in the treatment is soil was added with cow manure compost and after 2 weeks P fertilizer was added is 10.67 ppm, meanwhile available-P for Latosol is soil was added with P fertilizer and after 2 weeks cow manure compost was added is 90.95 ppm, and Podsolic is Soil was added with P fertilizer and after 2 weeks cow manure compost was added is 40.73 ppm. Keyword: P Sorption, Availability of P, Compost, Organic Matter. PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFOR PADA TANAH-TANAH KAYA Al DAN Fe Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 Judul Skripsi : Pengaruh Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada TanahTanah Kaya Al dan Fe Nama : Mei Nalita Sari NIM : A14080038 Disetujui oleh Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. Pembimbing I Dr Ir Darmawan, MSc. Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Syaiful Anwar, MSc. Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan judul “Pengaruh Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfor pada Tanah-Tanah Kaya Al dan Fe”, ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. dan Dr Ir Darmawan, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan, bimbingan, serta saran selama penyusunan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suwardi, MSc. selaku dosen penguji atas nasehat dan saran dalam penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik-adik, dan seluruh keluarga besar atas dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ganda yang telah membantu penulis selama pembuatan kompos dan persiapan contoh tanah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Staf Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah yang banyak membantu penulis dalam persiapan kompos dan contoh tanah, serta analisis di laboratorium. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman (Wuri Setyani, Novia Willannisa, Mega Yeni Purba, Selvia A. Fordatkosu, Mike Dwi Hisma, Ratna Juwita, Raden Rahardito, Anggun Saputra, M. Asrar Iqbal) yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, 13 Juni 2013 Mei Nalita Sari DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan ......................................................................................................... 2 II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 Fosfor .......................................................................................................... 3 Kompos ....................................................................................................... 5 Sifat Umum Andosol, Latosol, dan Podsolik .............................................. 6 Peranan Bahan Organik di Dalam Tanah .................................................... 7 III METODOLOGI............................................................................................... 8 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 8 Bahan........................................................................................................... 8 Metode......................................................................................................... 8 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 11 Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Andosol............................................. 11 Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Latosol .............................................. 13 Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Podsolik ............................................ 16 Pengaruh Penambahan Bahan Organik Setelah maupun Sebelum Penambahan Pupuk P terhadap P-tersedia pada Tanah Andosol, Latosol, dan Podsolik .............................................................................................. 19 V SIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 22 SIMPULAN .............................................................................................. 22 SARAN ..................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 26 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 Karakteristik Kompos………………………………………………………... 8 Hasil Analisis Tanah Awal…………………………………………………... 8 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Andosol……………... 11 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Latosol……………….14 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Podsolik……………...17 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 Kadar P-tersedia Tanah Andosol…………………………………………... 12 Kadar P-tersedia Tanah Latosol……………………………………………. 15 Kadar P-tersedia Tanah Podsolik…………………………………………... 18 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah Perlakuan pada Inkubasi 1 Bulan……………………………………………………………. 20 5 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah Perlakuan pada Inkubasi 2 Bulan……………………………………………………………. 20 I PENDAHULUAN Latar Belakang Fosfor (P) merupakan salah satu hara esensial bagi tanaman. Tanaman sangat membutuhkan fosfor untuk pertumbuhannya. Akan tetapi, ketersediaan fosfat yang dapat diserap tanaman di dalam tanah umumnya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena fosfor di dalam tanah banyak terdapat dalam bentuk terjerap (Buckman & Brady 1974). Fosfor dalam tanah banyak dijerap oleh klei maupun Al dan Fe, dan pada tanah Andosol khususnya banyak difiksasi oleh klei alofan. Tanah yang memiliki pH rendah memiliki kelarutan ion Al dan Fe relatif tinggi yang dapat memfiksasi P yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik. Barrow (1972) dan Dierolf et al. (2001) mengemukakan bahwa unsur P tidak mudah hilang dari dalam tanah karena proses pencucian (kecuali pada tanah sangat berpasir) tetapi tetap terjerap pada permukaan koloid tanah. Penambahan bahan organik diketahui dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah. Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan P dapat secara langsung melalui proses mineralisasi atau secara tidak langsung dengan membantu pelepasan P yang terfiksasi. Hasil dekomposisi bahan organik yang berupa asam-asam organik dapat membentuk ikatan khelasi dengan ion-ion Al dan Fe sehingga dapat menurunkan kelarutan ion Al dan Fe, maka dengan begitu ketersediaan P menjadi meningkat. Asam-asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik juga dapat melepaskan P yang terjerap oleh Al dan Fe sehingga ketersediaan P meningkat (Fox et al. 1990; Stevenson 1982; Nurhayati et al. 1986). Menurut Bhatti et al. (1998), asam-asam organik sederhana seperti asam oksalat merupakan salah satu senyawa penting dalam proses pelepasan jerapan P. Mekanisme asam oksalat dalam meningkatkan ketersediaan P, dapat dengan menggantikan P yang terjerap melalui pertukaran ligan pada permukaan Al dan Fe oksida. Selain itu juga dapat dengan melalui pelarutan permukaan logam oksida dan melepaskan P yang terjerap, serta dapat juga melalui pengkompleksan Al dan Fe pada larutan, lalu mencegah pengendapan ulang dari senyawa P-logam dan penjerapan P oleh Al dan Fe. Setiap tanah memiliki respon yang berbeda dengan penambahan bahan organik dalam meningkatkan ketersediaan P. Menurut Nuryani et al. (1993), tanah Andosol menjerap P sangat kuat, sangat lambat dalam melepaskan P kembali, sedangkan tanah Latosol lebih lemah mengikat P, dan melepaskan P lebih cepat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari bahan organik dalam mencegah penjerapan P dan melepaskan P yang terjerap di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan P. 2 Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu: - Mengetahui apakah bahan organik dapat mencegah penjerapan fosfor serta melepaskan fosfor yang terjerap pada tanah-tanah kaya Al dan Fe Mengetahui penambahan bahan organik lebih baik jika dilakukan sebelum pemupukan P atau setelah pemupukan P 3 II TINJAUAN PUSTAKA Fosfor Sumber dan Bentuk Fosfor Tanah Fosfor dalam tanah dapat berasal dari hasil disintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung mineral apatit [Ca 10 (PO 4 ) 6 (F,Cl,OH) 2 ]. Ada tiga jenis mineral apatit yang terdapat di alam yaitu flor (F) apatit, khlor (Cl) apatit, dan hidroksi (OH) apatit (Barber 1984). Bentuk fosfor (P) di dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi P organik dan P inorganik. Fosfor organik terdapat pada sisa-sisa tanaman, hewan, dan jasad renik, sedangkan fosfor inorganik dalam tanah terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Fe dan Al, dan P terjerap pada partikel klei. Kelarutan P organik maupun P inorganik di dalam tanah pada umumnya sangat rendah. Hal ini menyebabkan jumlah P yang terdapat dalam larutan tanah sangatlah rendah (Munawar 2011). Bentuk P umumnya didominasi berturut-turut dalam bentuk Fe-P, Al-P, dan Al-P terselubung (Leiwakabessy et al. 1972). Bentuk P yang dapat tersedia bagi tanaman di dalam tanah yaitu dalam bentuk ion ortofosfat (HPO 4 dan H 2 PO 4 ). Ion ortofosfat dihasilkan dari proses pelapukan mineral apatit, mineralisasi bahan organik, dan pupuk P terlarut. P dalam bentuk ion ortofosfat memiliki mobilitas yang terbatas karena sangat mudah bereaksi dengan unsur, senyawa, serta permukaan mineral tanah. Hal ini menyebabkan ketersediaan P dalam tanah menjadi rendah. (Munawar 2011). Fosfor Organik Menurut Prasad dan Power (1997) dalam Munawar (2011), jumlah P organik di dalam tanah berkisar antara 20% - 80% dari P total. Pada umumnya, P organik di dalam tanah memiliki kadar yang lebih tinggi dari P inorganik, terutama pada lapisan atas tanah (horizon A). Meskipun kadar P organik di dalam horizon A lebih dari 50%, bentuk tersebut tidak dapat tersedia bagi tanaman, sehingga P organik harus diubah menjadi P inorganik melalui proses mineralisasi. Sumbangan P organik terhadap kebutuhan nutrisi tanaman di wilayah tropika lebih besar daripada daerah beriklim sedang, karena P organik memasok P dalam jumlah yang signifikan. Fosfor organik tanah digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu inositol fosfat (2-50%), asam nukleat (0,2-2,5%) dan fosfolipida (1-5%) (Tisdale et al. 1990; Stevenson 1994; Foth dan Elis 1997; Prasad dan Power 1997), serta fosfor organik yang lain (fosfoprotein dan fosfat metabolik) (Stevenson 1994). Fosfor Inorganik Fosfor inorganik merupakan senyawa-senyawa fosfat dari Ca, Fe, dan Al. Derajat kemasaman tanah (pH) merupakan faktor utama yang menentukan jumlah relatif bentuk-bentuk P inorganik di dalam tanah. Menurut Mengel dan Kirkby (1982), P inorganik tanah dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan nutrisi tanaman, yaitu fosfat dalam larutan tanah, fosfat dalam bentuk labil, fosfat fraksi non labil. Sebagian besar total P yang ada di dalam tanah berada dalam bentuk P labil dan non labil sehingga P yang tersedia bagi tanaman sangatlah rendah. Fraksi 4 labil merupakan fosfat padat yang dijerap mineral klei, oksida-oksida hidrus, karbonat, apatit, Al serta Fe dan fraksi ini berada dalam keseimbangan cepat dengan fosfat dalam larutan tanah (Mengel dan Kirkby 1982). Fraksi nonlabil merupakan fosfat tidak larut sehingga sangat lambat untuk dilepaskan menjadi bentuk fraksi labil. Bentuk P dalam mineral apatit merupakan salah satu bentuk dari fosfor nonlabil (Mengel dan Kirkby 1982). Fiksasi Fosfor di dalam Tanah Fiksasi P merupakan reaksi antara P terlarut yang ada atau yang diberikan ke dalam tanah dengan partikel klei dan senyawa-senyawa Fe dan Al di dalam tanah sehingga P tersedia berubah bentuk menjadi P tidak atau kurang tersedia bagi tanaman. Istilah-istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan proses fiksasi yaitu retensi, adsorpsi, absorpsi serta presipitasi. Adsorpsi atau penjerapan terjadi apabila ion ortofosfat diikat secara fisik oleh permukaan partikel tanah padat, sedangkan absorpsi atau yang sering disebut kemosorpsi terjadi apabila ion ortofosfat bersenyawa dengan partikel tanah membentuk senyawa yang kurang larut. Presipitasi sering diartikan sebagai pengendapan, sedangkan retensi merupakan sekuen yang kontinu dari presipitasi dan adsorpsi. Reaksi presipitasi dan absorpsi secara bersama-sama disebut dengan fiksasi P atau retensi P (Havlin et al. 2005). Fiksasi P di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu: 1. Sifat dan Jumlah Komponen Tanah Komponen tanah yang mempengaruhi fiksasi P yaitu oksida Fe dan Al (Seskuioksida), koloida amorfus, serta tipe klei silikat. Semakin tinggi kadar komponen-komponen tersebut menyebabkan semakin besar pula kemampuan tanah dalam memfiksasi P. Tanah-tanah yang kaya oksida Al dan Fe serta bertekstur klei seperti tanah-tanah Ultisols (Podsolik) dan Oxisols memiliki kemampuan yang paling tinggi dalam memfiksasi P (Uehara dan Gillman 1981). Penjerapan atau fiksasi oleh oksida Fe lebih kuat daripada oleh oksida Al, hal ini disebabkan karena sebagian oksida Fe bersifat nonkristalin yang memiliki luas permukaan lebih besar sehingga kemampuan dalam menjerap ion fosfat juga lebih tinggi. Mineral aluminosilikat amorf seperti alofan mempunyai muatan negatif yang besar yang sebagian atau seluruhnya diimbangi oleh kation Al kompleks, yang dapat bereaksi dengan P. Selain itu penjerapan P oleh CaCO 3 tidak sekuat penjerapan P oleh oksida-oksida Fe dan Al (Prasad dan Power 1997). 2. pH Tanah Menurut Havlin et al. (2005), ketersediaan P di kebanyakan tanah maksimum pada rentang pH 6,0 sampai 6,5. Fiksasi P terjadi pada tanah masam (pH rendah) maupun tanah alkalin (pH tinggi). Pada tanah masam, fosfat akan bereaksi dengan Al dan Fe membentuk senyawa Fe-P dan Al-P yang sukar larut. Sedangkan pada tanah alkalin, fosfat akan bereaksi dengan Ca membentuk senyawa Ca-P yang juga sukar larut. Fosfor paling banyak tersedia pada pH 5,5 sampai 6,5 (Prasad dan Power 1997). Penjerapan P oleh Fe dan Al akan menurun dengan meningkatnya pH tanah, karena aktivitas Fe dan Al menurun, sehingga 5 adsorpsi dan presipitasi juga menurun, menyebabkan terjadinya peningkatan P yang tersedia (P larut). 3. Kation-Kation di Dalam Tanah Kation terbagi atas kation monovalen dan divalen. Kation divalen memacu jerapan P yang lebih besar daripada kation monovalen (Havlin et al. 2005). Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan muatan positif dari permukaan mineral klei kristalin yang menjerap anion fosfat. Konsentrasi Al-dd merupakan faktor penting yang mempengaruhi fiksasi P di dalam tanah, karena 1 me Al-dd per 100 g tanah jika terhidrolisis secara sempurna dapat menjerap sampai 102 ppm P dalam larutan. 4. Kejenuhan Kompleks Jerapan Kompleks jerapan yang telah mengikat banyak anion fosfat akan berkurang kemampuannya dalam mengikat ion fosfat berikutnya (Tisdale et al. 1990). 5. Bahan Organik Bahan organik tanah mempengaruhi fiksasi P dalam beberapa cara di antaranya yaitu dengan melakukan penggantian ion fosfat oleh ion humat pada kompleks jerapan, pembentukan kompleks fosfo-humat, pelapisan seskuioksida oleh bahan humus sehingga tidak tersedia tapak untuk menjerap P (Havlin et al. 2005). Perombakan bahan organik, selain dapat melepaskan jerapan P tetapi juga dapat menghasilkan asam-asam organik seperti oksalat dan sitrat yang dapat menjadi pesaing ion fosfat. Sehingga dapat mengurangi fiksasi P dan meningkatkan ketersediaan P. 6. Suhu Suhu dan curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan fiksasi P oleh tanah. Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah oksida Fe dan Al. Sehingga tanah-tanah di daerah hangat pada umumnya mempunyai kemampuan memfiksasi P yang lebih tinggi daripada tanah di daerah dingin. Akan tetapi kenaikan suhu juga dapat meningkatkan terjadinya mineralisasi P dari bahan organik tanah (Prasad dan Power 1997). Kompos Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari sisasisa dari hijauan atau hasil pertanian dan kotoran hewan yang mengalami proses dekomposisi. Menurut Rowell (1995), kompos merupakan salah satu sumber bahan organik, kandungan hara kompos dipengaruhi oleh bahan tanaman yang dijadikan kompos. Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006), proses dekomposisi atau perombakan bahan organik terjadi secara biofisika-kimia yang melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Karakteristik yang dimiliki kompos menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) yaitu menyediakan unsur hara secara lambat, mengandung 6 unsur hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi, serta dapat memperbaiki kesuburan tanah. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Proses Pembuatan Kompos Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan kompos (pengomposan) : 1. C/N rasio bahan Semakin rendah C/N rasio bahan, maka akan semakin cepat proses pengomposan. 2. Ukuran Bahan Semakin kecil ukuran bahan, maka akan semakin cepat proses pengomposan. 3. Jumlah Mikroorganisme Penambahan mikroorganisme (bioaktivator) berfungsi untuk membantu mempercepat proses pengomposan. 4. Suhu Proses pengomposan akan optimal pada suhu 30 - 50°C. Jika suhu terlalu rendah, mikroorganisme dalam keadaan dorman sehingga tidak dapat bekerja. Jika suhu terlalu tinggi, mikroorganisme akan mati. 5. Kelembaban dan Aerasi Proses pengomposan akan optimal pada kelembaban 40 – 60 %. Sifat Umum Andosol, Latosol, dan Podsolik Andosol Tanah Andosol terbentuk dari bahan volkanik, seperti abu volkan, lava atau bahan volkan klastik. Tanah Andosol banyak terdapat di daerah pegunungan bukit barisan di Sumatera dan daerah pegunungan di pulau Jawa. Tanah Andosol secara umum mempunyai kadar C-organik yang tinggi, hal ini disebabkan oleh kandungan bahan amorf yaitu alofan yang sangat tinggi pada tanah ini. Fraksi klei amorf memegang peran penting terhadap akumulasi humus yang terjadi. Alofan akan bereaksi membentuk kompleks dan khelat dengan bahan organik sehingga bahan ini terlindungi dari serangan mikroba pengurai dan tetap terakumulasi dalam tanah. Menurut Soepardi (1983), alofan memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi dibandingkan dengan kaolinit. Latosol Latosol di Indonesia tersebar luas di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Tanah Latosol umumnya berasal dari bahan induk volkanik. Latosol dapat ditemukan dari permukaan air laut hingga ketinggian 900 m, di daerah iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500 – 7000 mm (Dudal dan Soepraptohardjo 1957 dalam Hardjowigeno 1993). Latosol terbentuk oleh proses latosolisasi yang meliputi pelapukan yang intensif dan kontinyu serta proses hidrolisis dari silika, pencucian basa-basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium yang mengakibatkan tertimbunnya seskuioksida pada horison B, dan pembentukan mineral klei kelompok kaolinit (Yogaswara 1977). Kaolinit terdiri dari satu lempeng silika (tetrahedron) dan satu lempeng alumino (oktahedron), kaolinit mempunyai daya jerap dan KTK rendah karena permukaan 7 efektif kaolinit terbatas pada permukaan luar. Latosol Coklat Kemerahan ditemukan di daerah sekitar Darmaga, Kabupaten Bogor. Berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983), kadar C-organik dan nitrogen pada Latosol Coklat Kemerahan dari Darmaga berkisar dari sangat rendah hingga sedang. Kejenuhan basa (KB) kurang dari 50 % dengan kemasaman dari masam sampai hingga agak masam (4,5 – 5,9). Tanah Podsolik Menurut Soepraptohardjo (1961), tanah Podsolik merupakan jenis tanah dengan bahan induk tuf masam, batuan pasir, sedimen kuarsa pada daerah bertopografi bergelombang sampai berbukit dengan ketinggian berkisar 50 – 350 m di permukaan laut. Tanah Podsolik memiliki fraksi klei yang terdiri dari mineral klei (smektit (2:1), haloisit (1:1)), kuarsa dan gibsit. Tanah Podsolik mengalami pencucian yang tinggi, horizon B bertekstur berat karena mengandung klei yang tinggi, kandungan bahan organik dan hara makro rendah (Ca, N, P, dan K), dan pH tanah berkisar 3,5 – 5,0 (Hardjowigeno 1985). Menurut Soepardi (1983), kemasaman tanah pada tanah Podsolik disebabkan karena tingginya kadar Al dan Fe. Peranan Bahan Organik di Dalam Tanah Fungsi bahan organik di dalam tanah menurut Leiwakabessy et a.l (2003) di antaranya yaitu memperbaiki struktur tanah, menambah ketersediaan unsur N, P dan S, meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, memperbesar kapasitas tukar kation (KTK), dan mengaktifkan mikroorganisme. Bahan organik dalam tanah dapat berfungsi meningkatkan ketersediaan unsur hara, pH tanah, aktivitas mikroorganisme, dan jumlah Al yang terkelat oleh senyawa humik pada Typic Haplohumults (Winarso 1996 dan Iyamuremye et al. 1996.) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada tanah Podsolik adalah dengan pemberian bahan organik. Asam-asam organik mampu menurunkan jumlah fosfat yang difiksasi oleh Al dan Fe melalui mekanisme pengkhelatan sehingga ketersediaan P bagi tanaman dapat meningkat (Barker dan Pilbeam 2007; Potter 1993; Brady 1990). Bahan organik dapat mengurangi fiksasi fosfat oleh oksida Al melalui pembentukan senyawa organokompleks (Sanchez 1992). Penurunan daya fiksasi fosfat akan menurunkan kelarutan Al, sejalan dengan itu pH tanah akan meningkat, fosfat terbebas dan fosfat tersedia juga meningkat dalam larutan tanah. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah melalui ikatan butir klei oleh senyawa organik. Menurut Rusnetty (2000), dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemberian bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P tersedia, N total, KTK, K-dd dan menurunkan Al-dd, erapan P, fraksi Al dan Fe dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan kandungan P tanaman, pada akhirnya hasil tanaman juga turut meningkat. 8 III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan Cikabayan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dari Mei hingga November 2012. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis tanah dan dua jenis kompos residu tanaman dan hewan. Contoh tanah yang digunakan, yaitu tanah Andosol dari Sukamantri, tanah kaya Fe dari Dramaga (Latosol Dramaga), tanah kaya Al dari Gajruk (Podsolik Gajruk). Kompos yang digunakan yaitu kompos jerami dan kompos kotoran sapi. Jerami diambil dari Sawah Baru, Darmaga, sedangkan kotoran sapi diambil dari kandang Fakultas Peternakan IPB. Komposisi dari masing-masing tanah dan kompos, terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut: Tabel 1 Karakterisasi Kompos Jenis Kompos 7.80 KA Kering (%) 9.59 KA Lembab (%) 338.63 6.70 6.67 56.99 Kode pH Jerami J Kotoran Sapi KS C-org (%) N-Total (%) C/N Rasio P (mg) 31.15 1.88 16.57 14.34 27.07 1.19 22.75 42.00 Tabel 2 Hasil Analisis Tanah Awal Analisis pH Al-dd Fe-tersedia P-tersedia Tekstur Pasir Debu Klei Satuan me/100 g ppm ppm % % % Andosol (A) 4.86 0.24 0.55 6.85 32.28 47.06 20.66 Jenis Tanah Latosol (L) 4.37 3.24 4.07 6.99 5.03 13.60 81.37 Podsolik (Pd) 4.33 17.40 2.65 8.93 5.48 30.45 64.08 Metode Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan yaitu : 1. Persiapan contoh tanah Contoh tanah Andosol diambil dari lahan di Sukamantri, contoh tanah Latosol dari Dramaga, dan contoh tanah Podsolik dari Gajrug. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit, lalu contoh tanah tersebut di kering udarakan selanjutnya di ayak. Contoh tanah kering udara lolos saringan 2 mm digunakan untuk inkubasi dan untuk keperluan analisis tanah di laboratorium 9 digunakan contoh tanah lolos saringan 0,05 mm. Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah yaitu cangkul, kantong plastik, kertas label, karung, alat tulis. 2. Proses pengomposan Kompos yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu kompos jerami dan kompos kotoran sapi. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos yaitu kotoran ternak (sapi), jerami, urea, bioaktivator (bioekstrim), air, terpal, plastik polybag, sekop, cangkul. Kotoran sapi yang bercampur dengan sisa pakan, dikumpulkan pada satu tempat, ditiriskan atau dikering anginkan selama satu minggu agar tidak terlalu basah. Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi pembuatan dan diberi dekomposer atau campuran aktivator (air, bioekstrim) serta ditambahkan urea. Seluruh bahan dicampur lalu diaduk merata. Setelah satu minggu diperam, campuran tadi diaduk atau dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Minggu kedua dilakukan pembalikan lagi. Demikian seterusnya sampai kompos tersebut matang. Kompos yang telah matang berwarna coklat kehitaman, remah dan tidak berbau. Cara pembuatan kompos dari jerami yaitu dilakukan dengan mencacah jerami sampai ukuran 1 atau 2 cm, lalu menambahkan campuran activator (air, bioekstrim) dan urea. Setelah satu minggu diperam, lalu dibalik secara merata agar menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada minggu kedua dilakukan pembalikan lagi, begitu seterusnya sampai kompos tersebut matang. Saat melakukan pembalikan kompos, apabila kompos terlalu kering diberi air untuk menjaga kelembaban kompos. 3. Pencampuran tanah, pupuk P dan kompos serta inkubasi Ada lima perlakuan dalam inkubasi yaitu (1) Tanah ditambah kompos jerami lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan pupuk P (A+J+P, L+J+P, Pd+J+P), (2) Tanah ditambah pupuk P lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan kompos jerami (A+P+J, L+P+J, Pd+P+J), (3) Tanah ditambah kompos kotoran sapi lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan pupuk P (A+KS+P, L+KS+P, Pde+KS+P), (4) Tanah ditambah pupuk P lalu setelah 2 minggu baru ditambahkan kompos kotoran sapi (A+P+KS, L+P+KS, Pd+P+KS), dan (5) Tanah ditambah pupuk P saja (A+P, L+P, Pd+P). Contoh tanah yang digunakan untuk inkubasi dalam setiap polybag (500 g) yaitu 300 g tanah BKU hasil ayakan 2 mm. Kompos lembab yang dibutuhkan untuk dicampur dengan tanah yaitu 10 % dari bobot tanah atau 30 g. Sedangkan pupuk P yang dibutuhkan dikonversi dari kebutuhan rata-rata pupuk P (SP-36) per hektar (200 kg/ha) dibandingkan dengan bobot tanah dalam 1 ha dan bobot contoh tanah yang digunakan untuk inkubasi, sehingga dihasilkan bobot pupuk P (SP-36) yang ditambahkan dalam 300 g tanah yaitu 30 mg. Pencampuran tanah, pupuk P, dan kompos disesuaikan dengan perlakuan. Tanah diinkubasi dalam keadaan terbuka (kondisi suhu ruang) dengan lama inkubasi 1 dan 2 bulan. Selama proses inkubasi dilakukan penambahan air sesuai kapasitas lapang. 4. Analisis Karakteristik Kompos Kompos yang telah dibuat dilakukan analisis karakteristiknya dengan menganalisis kadar air (KA), % C, % N, C/N rasio, dan juga pH kompos. Analisis % C pada kompos dilakukan dengan menggunakan metode Mebius, sedangkan analisis % N dengan menggunakan metode Kjeldahl. 10 5. Analisis tanah di laboratorium Setiap tanah dengan masing-masing perlakuan dan inkubasi dianalisis. Analisis yang dilakukan yaitu pengukuran ketersediaan P, Al-dd, Fe-tersedia, dan pH sebelum dan sesudah perlakuan inkubasi. Pengukuran P dilakukan dengan metode Bray-1 dan diukur dengan menggunakan Spektrofotometer, penetapan tekstur tanah dilakukan dengan cara pipet, penetapan pH tanah dengan menggunakan pH meter, penetapan Al-dd dilakukan dengan menggunakan metode titrasi, dan penetapan Fe-tersedia dilakukan dengan pengekstrak HCl 0,05 N dan diukur menggunakan AAS. 11 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Andosol Hasil pengukuran pH, Fe-tersedia, Al-dd, dan P-tersedia tanah Andosol dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, pH tanah Andosol setelah perlakuan mengalami peningkatan dibanding sebelum perlakuan, baik pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (A+J+P, A+P+J, A+KS+P, A+P+KS) maupun perlakuan yang ditambah pupuk P saja (A+P). Perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P memiliki pH yang lebih tinggi daripada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P. Peningkatan pH tanah pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan mengikat Al dan membentuk senyawa kompleks sehingga Al tidak terhidrolisis lagi. Sedangkan peningkatan pH pada perlakuan yang ditambah pupuk P saja disebabkan karena P yang berasal dari pupuk P dijerap oleh oksida hidrat Al sehingga pH tanah menjadi meningkat (Tisdale et al. 1990). Dengan demikian, sejumlah ion OH- akan dibebaskan ke dalam larutan tanah sehingga pH tanah meningkat (Afif et al. 1993). pH tanah Andosol secara umum meningkat dengan bertambahnya masa inkubasi (perlakuan A+P+J, A+KS+P, A+P+KS, A+P) kecuali perlakuan A+J+P. Penurunan pH pada perlakuan A+J+P mungkin disebabkan karena dekomposisi dari bahan organik banyak menghasilkan asamasam organik sehingga menyebabkan pH tanah menurun. Tabel 3 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Andosol Analisis pH Inkubasi (Bulan) 0 Perlakuan A A+J+P P-tersedia (ppm) Keterangan : A+J+P A+P+J A+KS+P A+P+KS A+P A+P+KS A+P 5.20 5.18 5.00 5.35 4.93 5.13 5.28 5.28 5.58 5.10 1 0.46 1.12 0.87 0.36 0.88 2 1.16 0.70 0.65 0.47 0.64 1 0.00 0.12 0.00 0.00 0.24 2 0.12 0.12 0.00 0.00 0.12 1 9.35 10.20 10.67 10.16 9.10 2 9.02 8.46 8.64 7.90 9.22 2 Al-dd (me/100 g) A+KS+P 4.86 1 Fe-tersedia (ppm) A+P+J 0 0 0 0.55 0.24 6.85 : Andosol + kompos jerami + pupuk P : Andosol + pupuk P + kompos jerami : Andosol + kompos kotoran sapi + pupuk P : Andosol + pupuk P + kompos kotoran sapi : Andosol + pupuk P Berdasarkan Tabel 3, Fe-tersedia tanah Andosol setelah perlakuan lebih tinggi daripada sebelum perlakuan kecuali pada perlakuan A+P+KS. Peningkatan 12 ppm Fe-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (A+J+P, A+P+J, dan A+KS+P) disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan juga mengandung Fe sehingga kadar Fe-tersedia tanah meningkat. Fe-tersedia pada perlakuan yang ditambah pupuk P saja (A+P) juga meningkat karena penambahan pupuk P pada tanah Andosol meningkatkan ikatan Fe-P, namun karena alofan yang terkandung pada tanah Andosol sangat tinggi dan memiliki kapasitas jerapan yang lebih besar daripada Fe, menyebabkan P yang awalnya dijerap oleh Fe (FeP) terlepas ikatannya dan P dijerap oleh alofan sehingga Fe-tersedia menjadi meningkat. Fe-tersedia tanah Andosol secara umum menurun dengan meningkatnya masa inkubasi kecuali pada perlakuan A+P+KS dan A+J+P. Berdasarkan Tabel 3, Al-dd tanah setelah perlakuan lebih rendah dibanding sebelum perlakuan. Penurunan Al-dd pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P, mungkin disebabkan karena Al dikhelat oleh bahan organik sehingga Al-dd menjadi menurun. Perlakuan yang hanya ditambah pupuk P (A+P) juga mengalami penurunan Al-dd dibanding sebelum perlakuan, hal ini disebabkan karena kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga Al-dd tanah menjadi menurun. Perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P memiliki Al-dd yang lebih rendah dibanding perlakuan yang ditambah pupuk P saja. Hal tersebut mungkin disebabkan karena bahan organik mengikat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun selain itu juga karena Al menjerap P. Secara umum kadar Al-dd tanah Andosol mengalami penurunan dengan meningkatnya masa inkubasi kecuali pada perlakuan A+J+P. Hal ini mungkin disebabkan karena pH tanah pada inkubasi 2 bulan mengalami penurunan sehingga kadar Al-dd juga akan mengalami peningkatan. 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 P-tersedia (ppm) Tanah Awal P-tersedia (ppm) Inkubasi 1 Bulan P-tersedia (ppm) Inkubasi 2 Bulan Keterangan : A+J+P A+P+J A+KS+P A+P+KS A+P A A+J+ P A+P+ A+K J S+P Andosol A+P+ KS A+P 9.35 10.20 10.67 10.16 9.10 9.02 8.46 8.64 7.90 9.22 6.85 : Andosol + kompos jerami + pupuk P : Andosol + pupuk P + kompos jerami : Andosol + kompos kotoran sapi + pupuk P : Andosol + pupuk P + kompos kotoran sapi : Andosol + pupuk P Gambar 1 Kadar P-tersedia Tanah Andosol Sebelum dan Setelah Perlakuan 13 Kadar P-tersedia tanah Andosol dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut, kadar P-tersedia tanah Andosol setelah perlakuan lebih tinggi dibanding sebelum perlakuan. Peningkatan P-tersedia disebabkan karena penambahan pupuk P. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P, selain berasal dari pupuk P yang ditambahkan juga dapat berasal dari bahan organik yang ditambahkan. Kadar P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P mengalami penurunan dengan bertambahnya masa inkubasi. Penurunan P-tersedia ini mungkin disebabkan karena P dijerap oleh alofan. Selain itu juga disebabkan karena P dijerap oleh Fe membentuk Fe-P, hal ini bisa dilihat dengan menurunnya kadar Fe-tersedia. Kadar P-tersedia pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P mengalami peningkatan dengan bertambahnya masa inkubasi, karena P menjadi lambat tersedia sehingga dengan semakin lama inkubasi maka akan menyebabkan P-tersedia meningkat. Penambahan kompos dan pupuk P lebih memberikan pengaruh dalam meningkatkan ketersediaan P dan menurunkan Al-dd dibanding perlakuan yang hanya ditambahkan pupuk P. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Rajan et al. (1996); Rusnetty (2000); dan Sufardi (1999) yang mengemukakan bahwa penambahan bahan organik akan memberikan pengaruh positif terhadap kelarutan fosfat di dalam tanah. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling besar dalam meningkatkan pH dan P-tersedia tanah serta menurunkan Al-dd dan Fetersedia yaitu perlakuan yang diberikan kompos kotoran sapi dan pupuk P (A+KS+P dan A+P+KS). Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Latosol Hasil pengukuran pH, Fe-tersedia, Al-dd, P-tersedia tanah Latosol disajikan pada Tabel 4. Peningkatan pH pada tanah Latosol menyebabkan terjadinya penurunan kadar Al-dd dan Fe-tersedia tanah. Tanah Latosol memiliki pH tanah setelah perlakuan yang lebih tinggi daripada sebelum perlakuan. Berdasarkan Tabel 4, pH tanah pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (L+J+P, L+P+J, L+KS+P, L+P+KS) meningkat dibanding sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol, hal ini disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan mengikat Al membentuk senyawa kompleks yang tidak bisa dihidrolisis lagi. pH tanah pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P (L+P) juga meningkat dibanding sebelum perlakuan, seperti pada tanah Andosol, hal ini disebabkan karena P yang berasal dari pupuk P dijerap oleh Al dan Fe sehingga kadar Al-dd dan Fe-tersedia tanah menurun maka PH tanah menjadi meningkat (Tisdale et al. 1990). pH pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P lebih tinggi dibanding perlakuan yang hanya ditambah pupuk P. pH tanah meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi pada perlakuan L+J+P, L+KS+P, dan L+P+KS, kecuali pada perlakuan L+P+J dan L+P. Penurunan pH dengan meningkatnya masa inkubasi pada perlakuan L+P+J disebabkan karena dekomposisi dari bahan organik (kompos jerami) banyak menghasilkan asam-asam organik sehingga pH tanah menurun. Sedangkan pada perlakuan L+P penurunan pH disebabkan karena terjadinya peningkatan Al-dd. 14 Tabel 4 Perubahan pH, Al-dd, Fe-tersedia, P-tersedia Tanah Latosol Analisis pH Inkubasi (Bulan) 0 Perlakuan L P-tersedia (ppm) Keterangan : L+J+P L+P+J L+KS+P L+P+KS L+P L+KS+P L+P+KS L+P 4.58 4.68 4.90 4.88 4.63 4.85 4.55 5.15 5.28 4.50 1 2.62 4.92 1.98 0.70 3.93 2 1.97 1.90 1.31 1.57 2.45 1 0.82 1.50 0.32 0.11 2.79 2 0.75 0.64 0.53 0.64 2.90 1 16.01 24.02 54.07 90.95 11.90 2 20.89 20.55 51.44 48.11 13.66 2 Al-dd (me/100 g) L+P+J 4.37 1 Fe-tersedia (ppm) L+J+P 0 0 0 4.07 3.24 6.99 : Latosol + kompos jerami + pupuk P : Latosol + pupuk P + kompos jerami : Latosol + kompos kotoran sapi + pupuk P : Latosol + pupuk P + kompos kotoran sapi : Latosol + pupuk P Berdasarkan Tabel 4, Fe-tersedia tanah Latosol setelah perlakuan lebih rendah dibanding sebelum perlakuan, kecuali pada perlakuan L+P+J. Seperti pada tanah Andosol, Peningkatan Fe-tersedia pada perlakuan L+P+J disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan juga mengandung Fe sehingga kadar Fe-tersedia tanah meningkat. Fe-tersedia perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena bahan organik dapat mengikat Fe sehingga kadar Fe-tersedia tanah menurun. Fe-tersedia perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan disebabkan karena kemungkinan Fe menjerap P membentuk ikatan FeP sehingga Fe-tersedia tanah menjadi menurun, hal ini dapat dilihat dengan rendahnya kadar P-tersedia pada perlakuan L+P. Fe-tersedia tanah Latosol menurun dengan meningkatnya masa inkubasi (perlakuan L+J+P, L+P+J, L+KS+P, L+P) tetapi kadar Fe-tersedia perlakuan L+P+J pada inkubasi 1 bulan lebih tinggi dibanding sebelum perlakuan. Fe-tersedia perlakuan L+P+KS meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi meskipun kadar Fe-tersedianya masih lebih rendah dibanding sebelum perlakuan karena adanya penambahan Fe dari bahan organik. Berdasarkan Tabel 4, Al-dd tanah Latosol setelah perlakuan lebih rendah dibanding sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol, penurunan Al-dd pada perlakuan yang ditambah pupuk P saja disebabkan karena kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga Al-dd tanah menurun. Sama hal nya dengan tanah Andosol, Al-dd pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P juga mengalami penurunan karena bahan organik dapat mengkhelat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun. Al-dd tanah 15 ppm Latosol pada perlakuan L+J+P dan L+P+J menurun dengan meningkatnya masa inkubasi mungkin disebabkan karena Al dikhelat oleh bahan organik sehingga kadar Al-dd menurun. Al-dd tanah Latosol pada perlakuan L+KS+P, L+P+KS, dan L+P meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi. Peningkatan Al-dd pada perlakuan L+P disebabkan karena P yang awalnya dijerap oleh Al dalam bentuk Al-P menjadi dijerap oleh klei, karena tanah Latosol memiliki mineral klei tipe 1:1 yang memiliki kemampuan menjerap P yang tinggi sehingga kadar Al-dd meningkat. Kadar P-tersedia tanah Latosol dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut, P-tersedia tanah Latosol setelah perlakuan lebih tinggi dibanding sebelum perlakuan. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P dibanding sebelum perlakuan disebabkan karena adanya penambahan pupuk P serta karena adanya pelepasan jerapan P (Al-P dan Fe-P) oleh bahan organik. P-tersedia pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga meningkat dibanding sebelum perlakuan akibat adanya penambahan pupuk P. Kadar P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P lebih tinggi dibanding perlakuan yang hanya ditambah pupuk P, karena peningkatan Ptersedia selain disebabkan oleh penambahan pupuk P juga disebabkan karena adanya pelepasan P yang terjerap (Al-P, Fe-P, maupun klei tanah) oleh bahan organik, serta dari P yang terkandung dalam kompos. 243.00 81.00 27.00 9.00 3.00 1.00 P-tersedia (ppm) Tanah Awal P-tersedia (ppm) Inkubasi 1 Bulan P-tersedia (ppm) Inkubasi 2 Bulan Keterangan : L+J+P L+P+J L+KS+P L+P+KS L+P L L+J+ P L+P+ L+KS J +P Latosol L+P+ KS L+P 16.01 24.02 54.07 90.95 11.90 20.89 20.55 51.44 48.11 13.66 6.99 : Latosol + kompos jerami + pupuk P : Latosol + pupuk P + kompos jerami : Latosol + kompos kotoran sapi + pupuk P : Latosol + pupuk P + kompos kotoran sapi : Latosol + pupuk P Gambar 2 Kadar P-tersedia Tanah Latosol Sebelum dan Setelah Perlakuan P-tersedia tanah Latosol menurun dengan bertambahnya masa inkubasi (perlakuan L+P+J, L+KS+P, dan L+P+KS), kecuali perlakuan L+J+P dan L+P. Kadar P-tersedia tanah Latosol pada perlakuan L+P+J, L+KS+P, dan L+P+KS menurun dengan bertambahnya masa inkubasi disebabkan karena P dijerap oleh Al dan Fe maupun dijerap oleh klei tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat 16 Sudarsono (1991) yang mengemukakan bahwa kemampuan tanah dalam menjerap atau mengikat bahan organik cenderung mencapai suatu batas maksimum, karena tanah tidak mempunyai kapasitas jerapan yang tidak terhingga tetapi cepat atau lambat akan jenuh. Oleh sebab itu tanah yang sudah jenuh dalam menjerap bahan organik kemungkinan akan menjerap P, sehingga ketersediaan P menjadi menurun. P-tersedia tanah Latosol pada perlakuan L+J+P dan L+P meningkat dengan bertambahnya masa inkubasi. Peningkatan P-tersedia pada perlakuan L+P, seperti pada tanah Andosol disebabkan karena P menjadi lambat tersedia sehingga dengan semakin lama inkubasi maka akan menyebabkan P-tersedia meningkat. Tanah Latosol memiliki kadar P tersedia tertinggi dibandingkan tanah Andosol dan Podsolik. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa tanah Andosol menjerap P sangat kuat dan sangat lambat dalam melepaskan P kembali, sedangkan tanah Latosol lebih lemah mengikat P, dan melepaskan P lebih cepat (Nuryani et al. 1993). Pada pH tanah yang meningkat, bahan organik mudah terdispersi sehingga mempunyai luas permukaan yang lebih luas. Dispersi bahan organik ini mempermudah terlepasnya P dari tapak jerapan dengan pembentukan khelat Al dan Fe-asam-asam organik (Nuryani et al. 1993). Pengkhelatan Al dan Fe oleh asam-asam organik dari bahan organik menyebabkan ketersediaan P di dalam tanah Latosol meningkat. Penambahan kompos dan pupuk P memberikan pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan ketersediaan P serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia pada tanah Latosol dibandingkan dengan perlakuan yang hanya ditambahkan pupuk P. Keadaan ini juga sesuai dengan pendapat Rajan et al. (1996) yang mengemukakan bahwa penambahan bahan organik akan memberikan pengaruh positif terhadap kelarutan fosfat di dalam tanah. Keadaan tersebut juga sesuai dengan pendapat Purnomo et al. (2002). Menurut Purnomo et al. (2002) pemberian bahan organik dikombinasikan dengan pemberian pupuk P anorganik memberikan kadar P lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk anorganik saja. Moersidi (1993) dan Hue dalam Iyamuremye et al. (1996) juga mengemukakan bahwa pemupukan P anorganik lebih efisien bila juga diberikan bahan organik. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling besar dalam meningkatkan pH dan P-tersedia tanah serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia pada tanah Latosol yaitu perlakuan yang ditambahkan kompos kotoran sapi dan pupuk P (L+KS+P dan L+P+KS). Sama hal nya dengan tanah Andosol, hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pupuk P yang disertai dengan penambahan bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P-tersedia, Ntotal, KTK, Kdd dan menurunkan AI-dd, dan Fe dalam tanah (Rusnetty 2000). Perubahan Kadar P-tersedia Tanah Podsolik Hasil pengukuran pH, Fe-tersedia, Al-dd, P-tersedia tanah Podsolik dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut, pH tanah Podsolik setelah perlakuan lebih tinggi daripada sebelum perlakuan, kecuali perlakuan Pd+J+P. pH perlakuan Pd+J+P lebih rendah dibanding sebelum perlakuan karena dekomposisi dari bahan organik (kompos jerami) banyak menghasilkan asam-asam organik sehingga pH tanah menurun. 17 Tabel 5 Perubahan pH, P-tersedia, Al-dd, Fe-tersedia Tanah Posolik Analisis pH Fe-tersedia (ppm) Inkubasi (Bulan) Perlakuan Pd+J+P Pd+P+J Pd+KS+P Pd+P+KS Pd+P 1 4.25 4.50 4.60 4.73 4.60 2 4.30 4.43 4.85 4.75 4.35 1 4.77 2.18 2.22 1.41 4.83 2 2.41 1.94 1.18 0.90 2.40 13.69 13.06 6.11 4.00 10.44 13.20 13.18 5.11 11.65 14.24 1 5.88 10.53 19.37 19.56 4.25 2 13.20 15.93 26.05 40.73 7.91 0 0 Al-dd (me/100 g) 0 P-tersedia (ppm) 0 Pd 4.33 2.65 17.40 1 2 Keterangan : Pd+J+P Pd+P+J Pd+KS+P Pd+P+KS Pd+P 8.93 : Podsolik + kompos jerami + pupuk P : Podsolik + pupuk P + kompos jerami : Podsolik + kompos kotoran sapi + pupuk P : Podsolik + pupuk P + kompos kotoran sapi : Podsolik + pupuk P Berdasarkan Tabel 5, pH tanah pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (Pd+P+J, Pd+KS+P, Pd+P+KS) meningkat dibanding sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol dan Latosol, hal ini disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan mengikat Al membentuk senyawa kompleks yang tidak bisa dihidrolisis lagi. Begitu juga dengan pH tanah pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P (Pd+P) juga meningkat dibanding sebelum perlakuan, karena P yang berasal dari pupuk P dijerap oleh Al dan Fe sehingga kadar Al-dd tanah menurun maka PH tanah menjadi meningkat. pH pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (Pd+KS+P dan Pd+P+KS) lebih tinggi dibanding perlakuan yang hanya ditambah pupuk P. pH pada perlakuan Pd+P+J dan Pd+P menurun dengan meningkatnya masa inkubasi. Seperti pada tanah Andosol dan Latosol, penurunan pH pada perlakuan Pd+P+J disebabkan karena dekomposisi dari bahan organik (kompos jerami) banyak menghasilkan asam-asam organik sehingga pH tanah menurun. Sedangkan pada perlakuan Pd+P penurunan pH disebabkan karena terjadi peningkatan Al-dd. Berdasarkan Tabel 5, Fe-tersedia tanah Podsolik setelah perlakuan lebih rendah dibanding sebelum perlakuan, kecuali pada perlakuan Pd+J+P dan Pd+P. Sama hal nya dengan tanah Andosol dan Latosol, peningkatan Fe-tersedia pada perlakuan Pd+J+P disebabkan karena bahan organik yang ditambahkan juga mengandung Fe sehingga Fe-tersedia tanah meningkat. Sedangkan pada perlakuan Pd+P, peningkatan Fe-tersedia disebabkan karena P yang awalnya di jerap oleh Fe dalam bentuk Fe-P menjadi dijerap oleh Al (Al-P). Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya Al-dd pada perlakuan Pd+P. Fe-tersedia perlakuan yang ditambah 18 ppm bahan organik dan pupuk P (Pd+P+J, Pd+KS+P, Pd+P+KS) mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena bahan organik dapat mengikat Fe sehingga kadar Fe-tersedia tanah menurun. Fe-tersedia perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga mengalami penurunan pada inkubasi 2 bulan dibanding sebelum perlakuan karena kemungkinan Fe menjerap P membentuk ikatan Fe-P sehingga Fe-tersedia tanah menjadi menurun, hal ini dapat dilihat dengan rendahnya kadar P-tersedia pada perlakuan L+P. Fe-tersedia tanah Podsolik menurun dengan meningkatnya masa inkubasi. Berdasarkan Tabel 5, Al-dd tanah Podsolik setelah perlakuan lebih rendah dibanding sebelum perlakuan. Seperti yang terjadi pada tanah Andosol dan Latosol, Al-dd pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena bahan organik dapat mengikat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun. Begitu juga dengan Al-dd pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena kemungkinan Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga Al-dd tanah menjadi menurun. Al-dd pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P (Pd+KS+P dan Pd+P+KS) lebih rendah dibanding perlakuan yang hanya ditambah pupuk P (Pd+P) karena bahan organik akan mengikat Al sehingga kadar Al-dd tanah menurun selain itu juga karena Al menjerap P. Al-dd tanah Podsolik pada perlakuan Pd+P+J, Pd+P+KS, dan Pd+P meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi. Peningkatan Al-dd pada perlakuan Pd+P disebabkan karena P yang awalnya dijerap oleh Al dalam bentuk Al-P menjadi dijerap oleh Fe. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya kadar Fetersedia pada perlakuan Pd+P. Al-dd tanah Podsolik pada perlakuan Pd+J+P dan Pd+KS+P menurun dengan meningkatnya masa inkubasi. 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 P-tersedia (ppm) Tanah Awal P-tersedia (ppm) Inkubasi 1 Bulan P-tersedia (ppm) Inkubasi 2 Bulan Keterangan : Pd+J+P Pd+P+J Pd+KS+P Pd+P+KS Pd+P Pd Pd+J +P Pd+P Pd+K +J S+P Podsolik Pd+P +KS Pd+P 5.88 10.53 19.37 19.56 4.25 13.20 15.93 26.05 40.73 7.91 8.93 : Podsolik + kompos jerami + pupuk P : Podsolik + pupuk P + kompos jerami : Podsolik + kompos kotoran sapi + pupuk P : Podsolik + pupuk P + kompos kotoran sapi : Podsolik + pupuk P Gambar 3 Kadar P-tersedia Tanah Podsolik Sebelum dan Setelah Perlakuan 19 Kadar P-tersedia tanah Podsolik dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut, secara umum P-tersedia tanah Podsolik setelah perlakuan lebih tinggi dibanding sebelum perlakuan. P-tersedia pada perlakuan Pd+J+P dan Pd+P lebih rendah dibanding sebelum perlakuan, menurunnya P-tersedia pada perlakuan Pd+J+P dan Pd+P mungkin disebabkan karena P dijerap oleh Al dan klei tanah. Seperti pada tanah Latosol, peningkatan P-tersedia pada perlakuan yang ditambah bahan organik dan pupuk P disebabkan karena adanya penambahan pupuk P serta karena adanya pelepasan jerapan P dari Al dan Fe akibat penambahan bahan organik, serta dari P yang terkandung dalam kompos itu sendiri. P-tersedia tanah Podsolik meningkat dengan meningkatnya masa inkubasi. Penambahan kompos dan pupuk P memberikan pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan ketersediaan P serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia pada tanah Podsolik dibandingkan dengan perlakuan yang hanya ditambahkan pupuk P. Keadaan ini juga sesuai dengan pendapat Rajan et al. (1996) yang mengemukakan bahwa penambahan bahan organik akan memberikan pengaruh positif terhadap kelarutan fosfat di dalam tanah. Menurut Purnomo et al. (2002), pemberian bahan organik dikombinasikan dengan pemberian pupuk P anorganik memberikan kadar P lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk anorganik saja. Moersidi (1993) dan Hue dalam Iyamuremye et al. (1996) juga mengemukakan bahwa pemupukan P anorganik lebih efisien bila juga diberikan bahan organik. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang paling besar dalam meningkatkan pH dan P-tersedia tanah serta menurunkan Al-dd dan Fe-tersedia pada tanah Podsolik sama dengan pada tanah Andosol dan Latosol yaitu perlakuan yang ditambahkan kompos kotoran sapi dan pupuk P (Pd+KS+P dan Pd+P+KS). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pupuk P yang disertai dengan penambahan bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P-tersedia, Ntotal, KTK, Kdd dan menurunkan AI-dd, dan Fe dalam tanah (Rusnetty 2000). Pengaruh Penambahan Bahan Organik Setelah maupun Sebelum Penambahan Pupuk P terhadap P-tersedia pada Tanah Andosol, Latosol, dan Podsolik Penambahan bahan organik (kompos) pada penelitian ini ada yang dilakukan sebelum dan ada yang dilakukan setelah penambahan pupuk P. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari penambahan bahan organik dalam meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa pada tanah Andosol, Latosol, Podsolik, kompos yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam meningkatkan kadar P-tersedia tanah yaitu kompos kotoran sapi. Berdasarkan Tabel 1, hal ini disebabkan karena kompos kotoran sapi memiliki P yang lebih tinggi dibandingkan kompos jerami. P yang ditambahkan dari kompos kotoran sapi sebesar 42 mg, sedangkan dari kompos jerami sebesar 14.34 ppm. Andosol Latosol Pd+P Pd+P+KS Pd+KS+P Pd+P+J Pd+J+P Pd L+P L+P+KS L+KS+P L+P+J L+J+P L A+P A+P+KS A+KS+P A+P+J A+J+P 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 A ppm 20 Podsolik Gambar 4 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah Perlakuan pada Inkubasi 1 Bulan 60.00 50.00 40.00 ppm 30.00 20.00 10.00 Andosol P-tersedia (ppm) Tanah Awal Keterangan: A+J+P A+P+J A+KS+P A+P+KS A+P L+J+P L+P+J L+KS+P L+P+KS L+P Pd+J+P Pd+P+J Pd+KS+P Pd+P+KS Pd+P Latosol Pd+P Pd+P+KS Pd+KS+P Pd+P+J Pd+J+P Pd L+P L+P+KS L+KS+P L+P+J L+J+P L A+P A+P+KS A+KS+P A+P+J A+J+P A 0.00 Podsolik P-tersedia (ppm) Inkubasi 2 Bulan : Andosol + kompos jerami + pupuk P : Andosol + pupuk P + kompos jerami : Andosol + kompos kotoran sapi + pupuk P : Andosol + pupuk P + kompos kotoran sapi : Andosol + pupuk P : Latosol + kompos jerami + pupuk P : Latosol + pupuk P + kompos jerami : Latosol + kompos kotoran sapi + pupuk P : Latosol + pupuk P + kompos kotoran sapi : Latosol + pupuk P : Podsolik + kompos jerami + pupuk P : Podsolik + pupuk P + kompos jerami : Podsolik + kompos kotoran sapi + pupuk P : Podsolik + pupuk P + kompos kotoran sapi : Podsolik + pupuk P Gambar 5 Kadar P-tersedia Tanah Awal dan Setelah perlakuan pada Inkubasi 2 Bulan 21 Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 serta Tabel 3, penambahan kompos jerami setelah penambahan pupuk P (A+P+J) memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam meningkatkan P-tersedia tanah Andosol. Sedangkan pada kompos kotoran sapi, penambahan kompos sebelum penambahan pupuk P (A+KS+P) lebih efektif dalam meningkatkan P-tersedia pada tanah Andosol Sukamantri. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa pengaruh penambahan bahan organik dalam meningkatkan P-tersedia tidak terlihat begitu nyata. Sedangkan pada tanah Podsolik, berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 serta Tabel 5, penambahan kompos jerami dan kotoran sapi setelah penambahan pupuk P (Pd+P+J dan Pd+P+KS) memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam meningkatkan P-tersedia. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa penambahan bahan organik berpengaruh nyata dalam meningkatkan P-tersedia tanah Podsolik. Penambahan kompos yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan ketersediaan P pada tanah Latosol berdasarkan Gambar 4, Gambar 5, dan Tabel 4 yaitu penambahan kompos setelah penambahan pupuk P baik pada kompos jerami (L+P+J) maupun pada kompos kotoran sapi (L+P+KS). Selain itu, berdasarkan gambar tersebut, juga terlihat bahwa penambahan bahan organik memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan P-tersedia pada tanah Latosol dibanding tanah Andosol dan Podsolik. 22 V SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Penambahan bahan organik meningkatkan pelepasan P yang terjerap serta mencegah penjerapan P pada tanah Latosol dan Podsolik, sedangkan pada tanah Andosol pengaruh bahan organik kurang terlihat. 2. Pada tanah Latosol dan Podsolik penambahan bahan organik lebih baik dilakukan setelah pemupukan P, sedangkan pada tanah Andosol penambahan bahan organik lebih baik dilakukan sebelum pemupukan P. SARAN Respon masing-masing tanah terhadap waktu penambahan bahan organik ke dalam tanah berbeda-beda, sehingga dalam menambahkan bahan organik ke tanah harus disesuaikan dengan sifat masing-masing tanah tersebut agar penambahan bahan organik menjadi efektif dalam menigkatkan ketersediaan P dan pH serta menurunkan Al dan Fe tanah. 23 DAFTAR PUSTAKA Afif A, Matar, Torrent J. 1993. Availability of Phosphorus Applied to Calcareous Soil of West Asia and North Africa. Soil Sci Soc. Am. J. 57 : 756-760. Barber SA. 1984. Soil Nutrient Bioavailability: A Mechanistic Approach. New York: John Willey & Sons. Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Hand Book of Plant Nutrition. New York: CRC Pr. Barrow NJ. 1972. Influence of Solution Concentration of Calcium on The Adsorption of Phosphate, Sulphate, and Molybdate by Soils. Soil Sci. Soc. Am. J. 113 : 175-180. Bhatti JS, Comerford NB, Johnston CT. 1998. Influence of Oxalate and Soil Organic Matter on Sorption and Desorption of Phosphate onto a Spodic Horizon. Soil Science Society of America. 62: 1089-1095. Brady M. 1990. The Nature and Properties of Soils. 10th ed. New York: Macmillan Publ. Company. Buckman HO, Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soil. New York: McMillan Pub, Inc. Dierolf T, Fairhutst, Mutert E. 2001. Soil Fertility Kit. A Toolkit for Acid Upland Soil Fertility Management in Southeast Asia. Handbook Series. GT2GmbH, Food and Agriculture Organization, P. T. Jasa Katon and Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC). First Edition. Printed by Oxford Graphic Printer, 150 pp. Djuniwati S, Pulunggono HB, Suwarno. 2007. Pengaruh Pemberian Bahan Organik (centrosema pubescens) dan Fosfat Alam terhadap Aktivitas Fosfatase dan Fraksi P Tanah Latosol di Darmaga, Bogor. J Tanah Lingk. 9 (1): 1-6. Foth HD, Ellis BG. 1997. Soil Fertility. 2nd Ed. Boca Raton: Lewis Publishers. Fox TR, Commerford NB, McFee WW. 1990. Phosphorus and Aluminium Release from Spodic Horizon Mediated by Organic Acids. Soil Sci. soc. Am. J. 54:1763-1767. Hardjowigeno S. 1985. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Bogor : IPB. Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo. Havlin JL, Beaton JD, Nelson SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Iyamuremye F, Dick RP, Baham J. 1996. Organic Amandments and Phosphorus Dynamics I : Phosphorus Chemistry and Sorption. Soil Sci. 161(7): 426435. Leiwakabessy FM, Koswara O, Soedjadi. 1972. Preliminary Study on P-Fixing of Major Soil Groups in Java. Jakarta: Second Asian Soil Conference. Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwamo. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Bogor: IPB. Mengel K, Kirkby EA. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd Edition. Switzerland: International Potash Institute. Moersidi S. 1993. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Fosfat terhadap Hubungan Fosfat Tersedia dengan Sifat-Sifat Kimia pada Tanah Masam. Pros. 24 Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Pr. Nurhayati, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SS, Saul MR, Diaha MA, Go Ban Hong, Bailey HH. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Ilmu Tanah. BKS-PTN/USAID (University of Kentucky) W. U. A. E. Hal. 144145. Nuryani S, Notohadiningrat T, Susanto R, Radjagukguk B. 1993. Faktor Jerapan dan Pelepasan Fosfat di Tanah Andosol dan Latosol. BPPS UGM. 6(4B):1-7. Potter RL. 1993. Phosphorous Retention in Indiana Soils. Dissertation: Purdue University. Prasad R, Power JF. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture. New York: CRC Lesi Publisher. Purnomo J, Wigena IGP, Santoso D, Mulyadi. 2002. Pengaruh Pemberian Pupuk P dan Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Hasil Jagung Musim Tanam ke Tiga pada Oxyc Dystropepts di Jambi. Hal 111125 dalam Prosiding Seminar Pengelolaan Lahan Kering Berlereng dan Terdegradasi. Bogor, 9-10 Agustus 2001: Puslitbang Tanah dan Agroklimat Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Penilaian Sifat-sifat Kimia Tanah. Bogor: Pusat Penelitian Tanah Departemen Pertanian. Rajan SSS, Watkinson JH, Sinclair AG. 1996. Phosphate Rock for Direct Application to Soil. Ad. In agron. 57:77-159. Rowell DL. 1985. Soil Science : Methods and Application. England: Longman Scientific and Technical. Rusnetty. 2000. Beberapa Sifat Kimia Erapan P, Fraksionasi Al dan Fe Tanah, Serapan Hara, serta Hasil Jagung Akibat Pemberian Bahan Organik dan Fosfat Alam pada Ultisols Sitiung. Bandung: Disertasi Unpad. Sanchez PA. 1992. Properties and. Management of Soils in the Tropics. New York: John Wiley and Sons Inc. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB. Soepraptohardjo M. 1961. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Bogor: Lembaga Penelitian Tanah. Stevenson FJ. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. New York: Willey. Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2nd Ed. New York: John Wiley dan Sons. Sudarsono. 1991. Pengaruh Tiga Cara Pengembalian Jerami ke dalam Tanah Renzina terhadap : (1) Komposisi Bahan Organik. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 1(2) :79-84. Sufardi. 1999. Karakteristik Muatan, Sifat Fisikokimia, dan Adsorpsi Fosfat Tanah serta Hasil Jagung pada Ultisols dengan Muatan Berubah Akibat Pemberian Amelioran dan Pupuk Fosfat. Bandung: Disertasi Unpad. Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Suryani A. 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos. Bogor: Thesis IPB. 25 Tisdale SM, Nelson WL, Beaton JD. 1990. Soil Fertility and Fertilizers. New York: Macmillan Publishing Company. Uehara G, Gillman G. 1981. The Mineralogy, Chemistry, and Physics of Tropical Soils with Variable Charge Clays. Colorado: Westview Pr. Winarso S. 1996. Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pengkelatan Aluminium oleh Senyawa-Senyawa Humik pada Typic Haplohumults. Bogor: Thesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Yogaswara. 1977. Seri-seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jawa Barat. Bogor: Thesis IPB. 26 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 14 Mei 1990 dari pasangan bapak Zainal Aripin dan ibu Juwita Mardiani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Way Tenong hingga tahun 2005. Penulis Masuk ke SMAN 1 Kalianda pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Sistem Informasi Geografis pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif sebagai Staf Departemen Eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian IPB periode 2010/2011 dan Staf Koperasi Mahasiswa IPB periode 2009/2010.