skrining dan isolasi senyawa aktif antibakteri dari

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRINING DAN ISOLASI SENYAWA AKTIF
ANTIBAKTERI DARI ISOLAT AKTINOMISETES
INDIGENUS INDONESIA
SKRIPSI
DYAH MUNDIR SARI
NIM. 109102000048
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRINING DAN ISOLASI SENYAWA AKTIF
ANTIBAKTERI DARI ISOLAT AKTINOMISETES
INDIGENUS INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DYAH MUNDIR SARI
NIM. 109102000048
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Dyah Mundir Sari
NIM
: 109102000048
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 2 Oktober 2013
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
: Dyah Mundir Sari
NIM
: 109102000048
Program Studi
: Farmasi
Judul
: Skrining dan Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Isolat
Aktinomisetes Indigenus Indonesia
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Andria Agusta
NIP : 196908161994031003
Lina Elfita, M.Si., Apt
NIP : 197312122011012002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt
iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh
Nama
NIM
Program Studi
Judul
:
: Dyah Mundir Sari
: 109102000038
: Farmasi
: Skrining dan Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Isolat
Aktinomisetes Indigenus Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dr. Andria Agusta
(
)
Pembimbing II
: Lina Elfita, M.Si., Apt
(
)
Penguji I
: Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt (
)
Penguji II
: Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt (
)
Ditetapkan di
Tanggal
: Jakarta
: 2 Oktober 2013
v
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Dyah Mundir Sari
: Farmasi
: Skrining dan Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Isolat
Aktinomisetes Indigenus Indonesia
Aktinomisetes merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang penting sebagai
penghasil metabolit sekunder untuk pengobatan, khususnya antibakteri. Penelitian
ini bertujuan untuk penapisan beberapa isolat aktinomisetes sebagai penghasil
senyawa antibakteri dan mengisolasi senyawa aktif tersebut, serta menguji potensi
aktivitasnya. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode bioautografi dengan
bakteri uji Gram positif (Staphylococcus aureus) dan Gram negatif (Escherichia
coli). Isolasi metabolit bioaktif dengan menggunakan silica gel mesh 70 – 230
sebagai fase diam dalam kromatografi kolom yang dielusi dengan kloroform :
etanol (10:1), yang dilanjutkan dengan kolom menggunakan Sephadex dengan
fase gerak etanol 96%. Dari hasil skrining menunjukkan bahwa 5 isolat dari 15
isolat yang telah dilakukan skrining, aktif dalam menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Salah satu isolat yang aktif adalah
InaCC A 75, yang telah dilakukan scaling up dalam 2L medium Actino 1.
Selanjutnya difraksinasi dan menghasilkan fraksi F4.2 (7,5 mg) sebagai senyawa
murni dan fraksi 5.4 (2,4 mg). Kedua senyawa tersebut dilakukan uji antibakteri
lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum dengan metode
mikrodilusi cair. F4.2 dapat menghambat Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli dengan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) yang didapat 64
µg/mL dan ≥ 128 µg/mL, sedangkan nilai MIC F5.4 lebih besar dari 128 µg/mL
untuk kedua bakteri. Namun hasil MIC tersebut tidak lebih besar daripada kontrol
positif antibiotik kloramfenikol dan eritromisin.
Kata Kunci : aktinomisetes, bioautografi, antibakteri, metabolit aktif, MIC
vi
ABSTRACT
Name
Program Study
Title
: Dyah Mundir Sari
: Pharmacy
: Screening and Isolation of Antibacterial Active Compounds
from Isolates of Actinomycetes Indigenous Indonesia
Actinomycetes is one of the important types of microorganisms as producers of
secondary metabolites for drug, especially antibacterial. This study aims to screen
isolates of actinomycetes which can produce antibacterial compounds, isolate the
active compounds, and also test the potential of their activity. A activity assay was
performed by using bioautography method against Gram-positive bacteria
(Staphylococcus aureus) and Gram-negative (Escherichia coli). Isolation of
bioactive metabolites was carried out on silica gel 70 – 230 mesh coloumn
chromatography eluted with chloroform : ethanol (10:1), followed by Sephadex
LH 20 column eluted with ethanol 96%. The result showed that 5 isolates out of
15 Actinomycetes were active against Staphylococcus aureus and Escherichia
coli. One of the active isolates, InaCC A 75, was scalled up in 2L of actino 1
medium. Furthermore, it was fractionated and resulted in F4.2 (7.5 mg) as pure
compound and fraction 5.4 (2,4 mg). Both compounds were tested further in order
to determine the antibacterial minimum inhibitory concentrations by microdilution
method. F4.2 inhibited growth of Staphylococcus aureus and Escherichia with
MIC value of 64 µg/mL and ≥ 128 µg/mL, respectively, MICs value of F5.4 were
more than 128 µg/mL for both tested bacteria. However, those MICs value were
still smaller than that of positive controls, chloramphenicol and eritromisin.
Keywords : actinomycetes, bioautography, antibacterial, active metabolite, MIC
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
dengan judul Skrining dan Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri dari Isolat
Aktinomisetes Indigenus Indonesia. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada
baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk bagi umat manusia,
semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Andria Agusta selaku pembimbing pertama dan Ibu Lina Elfita,
M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang senantiasa dengan kesabaran
memberikan arahan, dorongan, semangat, saran dan solusi kepada penulis
selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat
menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
6. Bapak Arif Nurkanto, M.Si, Ibu Dra. Yuliasri Jamal, M.Sc, Ibu Dra.
Praptiwi, Kang Asep, Mas Toni, Teh Dewi Wulansari, Mbak Dewi dan
Kak Mustofa yang membantu dalam proses penelitian.
7. Kedua orang tua yang selalu memberikan kasih sayang, terkhusus ibu
Sumiati yang doanya tidak putus di setiap tengadah tangan dan dukungan
baik moril maupun materil. Tiada apapun didunia ini yang dapat membalas
semua kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan, serta
nenek yang do’anya tiada henti.
8. Tante sebagai teman curhat serta adik – adikku tersayang Muhammad Ali
Fazain, Harmanto Aji Darmawan, Fingkan Churina Sari dan Almas Aditya
Nabil yang memberikan semangat tersendiri melalui cara yang berbeda.
9. Farichah Mansuroh sebagai sahabat serta saudara yang selalu menemani
disaat senang maupun susah, yang bersabar menunggu dan selalu
membantu disaat yang tepat dan Agung Priyanto yang selalu mengerti dan
memberi dukungan.
10. Sahabat-sahabat terbaik Ainul, Nurul, Neneng, Emma, Nuyung, Leli, Fina,
Zaky, Ferry, Yunita, Puput yang selalu menjadi teman terbaik, saudara –
saudara CSS MoRA 2009 (Community Santri Scholar of Ministry of
Religious Affair), teman-teman seperjuangan Farmasi 2009, serta keluarga
dan sahabat D’fushie.
11. Keluarga besar Amanatul Ummah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan
kekurangan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi
sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 2 Oktober 2013
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Dyah Mundir Sari
NIM
: 109102000048
Program studi
: Farmasi
Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya dengan judul
SKRINING DAN ISOLASI SENYAWA AKTIF ANTIBAKTERI DARI
ISOLAT AKTINOMISETES INDIGENUS INDONESIA
untuk dapat diakses melalui Digital Library Perpustakaan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas
sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada Tanggal : 2 Oktober 2013
Yang menyatakan,
(Dyah Mundir Sari)
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..............................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
ABSTRAK ...........................................................................................................
ABSTRACT ........................................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiii
xiv
xv
BAB 1.PENDAHULUAN ..................................................................................
1.1 Latar Belakang . .................................................................................
1.2 Rumusan Masalah . ............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................
1
1
3
3
3
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
2.1 Aktinomisetes . ....................................................................................
2.1.1 Taksonomi Aktinomisetes . ........................................................
2.1.2 Penyebaran Aktinomisetes . .......................................................
2.1.3 Peran Aktinomisetes ..................................................................
2.2 Metabolit Sekunder ............................................................................
2.3 Bakteri Patogen . .................................................................................
2.3.1 Staphylococcus aureus . .............................................................
2.3.2 Eschericia coli . ..........................................................................
2.4 Metode Skrining .................................................................................
2.4.1 Metode Difusi . ...........................................................................
2.4.2 Metode Dilusi . ...........................................................................
2.4.3 Metode Bioautografi . ................................................................
2.5 Kromatografi ....................................................................................
4
4
4
5
5
7
8
8
8
9
10
10
11
13
BAB 3.METODE PENELITIAN ......................................................................
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................
3.2.1 Alat . ...........................................................................................
3.2.1 Bahan . ........................................................................................
3.3 Prosedur Kerja ....................................................................................
16
16
16
16
16
17
xi
3.3.1 Peremajaan Isolat Aktinomisetes .............................................
3.3.2 Kultivasi Aktinomisetes ...........................................................
3.3.3 Ekstraksi Kultur Aktinomisetes ...............................................
3.3.4 Skrining Aktinomisetes Penghasil Antibakteri .........................
3.3.4.1 Persiapan Bioautografi . ...............................................
3.3.4.2 Pembuatan Suspensi Bakteri . ......................................
3.3.4.3 Pembuatan Larutan Kloramfenikol . ............................
3.3.4.4 Persiapan Plat KLT . .....................................................
3.3.4.5 Uji Bioautografi Nonelusi Antibakteri . .......................
3.3.4.6 Bioautografi Elusi . .......................................................
3.3.5 Identifikasi Bakteri Uji . ...........................................................
3.3.6 Scaling Up InaCC A75 dalam Medium Actino 1 .....................
3.3.6.1 Pembuatan Medium Kultivasi .....................................
3.3.6.2 Kultivasi Aktinomisetes ..............................................
3.3.6.3 Ekstraksi Kultur Hasil Scaling Up................................
3.3.7 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Aktif Ekstrak InaCC A75 . ....
3.3.8 Penentuan Nilai MIC ................................................................
3.3.8.1 Persiapan Medium . ......................................................
3.3.8.2 Persiapan Sampel Uji ...................................................
3.3.8.3 Persiapan Kontrol . .......................................................
3.3.8.4 Pesiapan Suspensi Bakteri . ..........................................
3.3.8.5 Pengenceran Suspensi Bakteri . ....................................
3.3.8.6 MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ..................
17
17
18
18
18
18
19
19
19
19
20
20
20
20
21
21
21
21
22
22
22
23
23
BAB 4.HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
4.1Kultivasi dan Ekstraksi ........................................................................
4.2 Skrining Aktinomisetes Penghasil Antibakteri ...................................
4.3 Scaling Up A75 dalam Medium Actino 1 ...........................................
4.4 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Aktif Ekstrak A75 ...........................
4.5 Penentuan Nilai MIC...........................................................................
25
25
28
33
35
39
BAB 5.KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 41
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 41
5.2 Saran ................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi Metode Mikrobiologi ......................................................
Gambar 4.1 KLT Ekstrak Kultur Medium YSB dan Actino 1 .............................
Gambar 4.2 Hasil Skrining Antibakteri ................................................................
Gambar 4.3 Hasil Bioautografi Elusi ....................................................................
Gambar 4.4 Hasil KLT Ekstrak A75 ....................................................................
Gambar 4.5 Hasil KLT Fraksinasi Ekstrak A75 ...................................................
Gambar 4.6 KLT Hasil Fraksinasi F4. ..................................................................
Gambar 4.7 Hasil KLT Senyawa F4.2. .................................................................
Gambar 4.8 KLT Hasil Fraksinasi F5. ..................................................................
xiii
9
28
30
33
34
36
37
38
39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Data Isolat Aktinomisetes ...................................................................
Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Kultur Aktnomisetes Medium Actino 1 dan YSB .....
Tabel 4.2 Hasil Skrining Antibakteri Metode Bioautografi . ..............................
Tabel 4.3 Hasil Kromatografi Kolom Ekstrak A75 ............................................
Tabel 4.4 Hasil Kromatografi Kolom Fraksi 4 ...................................................
Tabel 4.5 Hasil Kromatografi Kolom Fraksi 5 ...................................................
Tabel 4.6 Data Hasil MIC (Minimum Inhibitory Concentration) .......................
xiv
17
26
31
35
37
39
39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian . ........................................................................ 47
Lampiran 2. Uji Bioautografi Antibakteri . ................................................... 48
Lampiran 3. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri A75 . .................................. 49
Lampiran 4. Isolat Aktinomisetes . ................................................................ 51
Lampiran 5. Hasil Kultivasi Aktinomisetes . ................................................. 52
Lampiran 6. Morfologi Isolat Aktinomisetes ................................................. 54
Lampiran 7. Bakeri Uji................................................................................... 55
Lampiran 8. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi ................................................... 56
Lampiran 9. Hasil MIC . ................................................................................ 57
Lampiran 10. Perhitungan Konsentrasi Sampel Uji ....................................... 58
Lampiran 11. Perhitungan Pengenceran Suspensi Bakteri ............................ 59
Lampiran 12. Komposisi dan Cara Pembuatan Medium. .............................. 60
Lampiran 13. Alat – alat yang Digunakan. .................................................... 61
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Resistensi bakteri terhadap antibiotik, saat ini merupakan salah satu
permasalahan yang serius terhadap kesehatan masyarakat secara global. Dari Amerika
dilaporkan, bahwa penyebab utama kematian yang disebabkan oleh spesies bakteri multi
resisten, MRSA (methicillin resistant Staphylococcus aureus), lebih tinggi dibandingkan
kasus kematian yang disebabkan oleh AIDS (Sosa, et al., 2010). Sekitar dua juta orang
yang mengalami infeksi bakteri di negara tersebut setiap tahunnya, tidak kurang dari 70%
kasus, memperlihatkan resistensi mikroba terhadap satu obat antibiotik tertentu (Cushine
& Lamb, 2005).
Berdasarkan kasus diatas, penemuan dan aplikasi antibiotik baru dalam
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, penting dilakukan dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut. Meskipun terdapat kemajuan dalam
penemuan antibiotik dan pengembangannya dalam beberapa tahun terakhir,
perkembangan ini sejalan dengan kemampuan bakteri dalam beradaptasi terhadap
antibiotik tersebut. Selain itu, banyak bakteri yang resisten terhadap obat baru
yang dimodifikasi dari antibiotik yang telah ada. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mencari senyawa antibiotik baru terutama dari mikroorganisme untuk
memerangi ancaman peningkatan populasi bakteri yang resisten terhadap
antibiotik (Ng & Amsaveni, 2012).
Sejak zaman dahulu, mikroorganisme menjadi sumber yang penting dalam
menghasilkan senyawa antibiotik. Sejak antibiotik penisillin pertama kali
ditemukan pada tahun 1928 yang dihasilkan oleh mikroorganisme Penicillium
notatum, penemuan antibiotik yang bersumber dari mikroorganisme terus
ditemukan, seperti streptomisin dan antibiotik golongan aminoglikosida lainnya
yang dihasilkan oleh mikroorganisme Streptomyces griseus dan antibiotik
vankomisin yang dihasilkan oleh Streptomyces orientalis (Saga & Yamaguchi,
2009). Kloramfenikol turunan dari amfenikol yang dihasilkan dari Streptomyces
venezuelae, tetrasiklin dari Streptomyces aureofaciens, serta turunan makrolida
seperti eritromisin dihasilkan oleh Streptomyces erythreus (Solanki, et al., 2008).
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Aktinomisetes merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang penting
sebagai penghasil metabolit bioaktif. Aktinomisetes dikenal sebagai prokariot
yang berguna dalam dunia kedokteran dan industri bioteknologi, karena
kemampuannya dalam memproduksi sejumlah besar senyawa bioaktif, terutama
dari senyawa antibiotik. Menurut Berdy (2005) dari 22.500 senyawa biologis aktif
yang diperoleh dari mikroba, 45% dihasilkan oleh Aktinomisetes, 38% oleh
jamur, dan 17% oleh bakteri uniseluler (Rahman, et al., 2011).
Menurut Okami dan Hotta (1988) serta Balagurunathan (2007) dalam
jurnal Naine, et al (2012) disebutkan bahwa Aktinomisetes adalah bakteri Gram
positif yang bersifat saprofit dan distribusinya tersebar dalam tanah. Metabolit
primer dan sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme ini mempunyai potensi
dalam memberikan aktivitas biologi yang tinggi, dan tetap menjadi sumber yang
potensial dalam penemuan obat baru. Kebanyakan Aktinomisetes menghasilkan
beragam antibiotik termasuk antibiotik aminoglikosida, anthrasiklin, peptida dan
poliena.
Genus Streptomyces merupakan salah satu kelompok Aktinomisetes tanah
dan terkenal dalam memproduksi berbagai metabolit bioaktif termasuk antibiotik,
imunomodulator,
antikanker,
obat
antivirus,
herbisida,
dan
insektisida.
Streptomyces menghasilkan sekitar separuh dari sekian banyak antibiotik yang
diperoleh dari mikroorganisme, bahkan 75% antibiotik yang diproduksi secara
komersial dan berguna dalam medis bersumber dari Streptomyces (Rahman, et al.,
2011).
Menurut Waksman dan Bugie (1943) pencarian metabolit sekunder baru
dari mikroorganisme telah lama dilakukan, dan menunjukan strain yang berbeda
dari spesies yang sama mampu menghasilkan metabolit sekunder yang berbeda
(Mangamuri, 2012). Skrining untuk spesies mikroba merupakan aspek penting
karena terdapat sumber yang luar biasa untuk produksi metabolit sekunder
beragam yang memiliki aktivitas biologis yang relevan dalam bidang farmasi
(Berdy, 2005).
Oleh karena itu dilakukan penelitian dalam skrining beberapa isolat
Aktinomisetes yang mampu menghasilkan metabolit bioaktif antibakteri dan
mengisolasi senyawa aktif tersebut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah isolat Aktinomisetes indigenus Indonesia dapat memproduksi
metabolit bioaktif antibakteri ?
2. Apakah aktivitas senyawa hasil isolasi dari Aktinomisetes memiliki prospek
untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai antibiotik?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan skrining isolat
Aktinomisetes yang dapat memproduksi senyawa antibakteri dan mengisolasi
senyawa aktif tersebut.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai Aktinomisetes yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dari
metabolit bioaktif yang dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah dalam
pemanfaatannya di bidang industri farmasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aktinomisetes
Aktinomisetes adalah suatu kelompok heterogen dari bakteri filamentosa
yang berhubungan erat dengan corynebacteria dan micobacteria dan secara
superficial mirip jamur. Yang khas, mikroorganisme ini tumbuh sebagai
organisme bercabang. Beberapa Aktinomisetes bersifat tahan asam. Sebagian
besar hidup bebas, khususnya dalam tanah ( Jawetz, et al., 1996).
Menurut Okami dan Hotta (1988) Aktinomisetes merupakan kelompok
bakteri
gram positif yang biasanya tumbuh dengan formasi
filamen.
Aktinomisetes memiliki G + C tinggi (> 55%) dalam DNA. Aktinomisetes
merupakan sumber umum terbaik antibiotik, dan memberikan sekitar dua pertiga
antibiotik alami, termasuk untuk kepentingan medis (Gurung, et al., 2009).
Aktinomisetes merupakan prokariotik yang dapat memproduksi metabolit kimia
berbeda yang memberikan aktivitas biologi (Gophikrisnan et al, 2012).
Pada penelitian Vimal (2009) sekitar 23.000 metabolit sekunder bioaktif
yang dihasilkan oleh mikroorganisme telah dilaporkan dan lebih dari 10.000
senyawa ini dihasilkan oleh Aktinomisetes, mewakili 45% dari seluruh metabolit
bioaktif mikroba yang ditemukan (Valli, 2012). Dan berdasarkan S Ramesh
(2009) diantara Aktinomisetes, sekitar 7.600 senyawa diproduksi oleh spesies
Streptomyces. Banyak dari metabolit sekunder berpotensi sebagai antibiotik,
sehingga Streptomyces sebagai organisme penghasil antibiotik telah dieksploitasi
oleh industri farmasi (Valli, 2012).
2.1.1
Taksonomi Actinomycetes
Kingdom
: Prokariot
Subkingdom
: Cyanobacteria
Divisi
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Actinobacteria
Subclass
: Actinobacteridae
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
5
Orde
: Actinomycetales
Famili
: Mycobacteriaceae
Actinomycetaeceae
Streptomyceae
Actinoplanaceae
(Okami & Hotta 1988; Gurung, et al., 2009).
2.1.2
Penyebaran Aktinomisetes
Aktinomisetes yang berasal dari lingkungan tanah yang ada di daratan
lebih bermacam – macam dan unik dengan kemampuan untuk memproduksi
struktur kimia yang berbeda. Pada penelitian Naine, et al (2012) menunjukkan
bahwa Aktinomisetes yang berasal dari hutan Amrithi mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri dan antioksidan.
Aktinomisetes juga ditemukan di lingkungan perairan. Aktinomisetes laut
efisien menghasilkan metabolit sekunder baru yang menunjukkan aktivitas biologi
termasuk antibakteri, antifungi, antikanker, insektisida dan enzim inhibitor.
Senyawa bioaktif dari Aktinomisetes laut mempunyai struktur kimia yang berbeda
yang mungkin dapat menjadi dasar sintesis obat baru yang digunakan untuk
melawan patogen yang resisten (Solanki, 2008).
Aktinomisetes terdiri dari 10 % dari total bakteri yang ada di laut. Habitat
laut telah terbukti sebagai sumber inovasi baru dan bioaktif yang diproduksi oleh
mikroorganisme ( Valli et al., 2012).
Menurut Ding et al (2009) Actinomycetes dapat diisolasi dari lingkungan
basa dan asam dan berpotensi untuk memproduksi enzim, enzim inhibitor, dan
antibiotik. Rare Actiomycetes juga dapat diisolasi dari endapan lumpur.
Aktinomisetes baru juga telah diisolasi dari permukaan asam dan logam berat
pada area pertambangan. Aktinomisetes patogen dilaporkan telah diisolasi dari
hewan dan manusia (Khanna, et al., 2011).
2.1.3
Peran Aktinomisetes
Mikroorganisme telah menunjukkan sumber penting sebagai senyawa
alam untuk industri farmasi dan lainnya. Dari ribuan mikroorganisme yang telah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
6
ditemukan untuk memproduksi antibiotik, dimana 2/3 diproduksi oleh
Aktinomisetes, dan beberapa Aktinomisetes juga digunakan untuk memproduksi
vitamin, enzim. Aktinomisetes memproduksi produk alam dalam jumlah besar
dengan aktivitas biologis yang berbeda, termasuk antitumor (Kesavan, et al.,
2011).
Produk alami merupakan sumber yang paling penting dari obat – obatan
baru. Diantara sumber – sumber potensial dari produk alami, bakteri yang sangat
penting. Namun kemampuan untuk menghasilkan agen anti infektif terbatas pada
lima dari 53 filum bakteri yang diketahui. Yang paling produktif adalah kelas
Actinobacteria (orde Actinomycetales). Sekitar 7.000 senyawa dilaporkan dalam
kamus natural poduct berasal dari actinobacterial. Karena itu Aktinomisetes
sangat menarik dalam industri karena kemampuannya untuk menghasilkan
metabolit sekunder yang penting. Streptomyces adalah genus penghasil terbesar
antibiotik, telah dilaporkan sekitar 80 % produk alami yang berasal dari
Aktinomisetes ( Jensen, et al., 2005). Sejumlah besar senyawa antitumor berasal
dari
produk
alam
atau
derivatnya,
sebagian
besar
diproduksi
oleh
mikroorganisme. Aktinomisetes menghasilkan senyawa antitumor yang dapat
berpotensi sebagai obat antikanker ( Kesavan, et al., 2011).
Aktinomisetes memiliki banyak peran dalam lingkungan. Dalam ekologi
tanah, Aktinomisetes aktif dalam bioremediasi, pupuk hayati, biokontrol.
Aktinomisetes memainkan peran penting dalam daur ulang dan mineralisasi
nutrisi dalam tanah. Aktinomisetes dapat membantu dalam daur ulang nutrisi
dengan mendegradasi sejumlah besar bahan organik dalam tanah dan yang
biasanya ditemukan pada kompos. Aktinomisetes juga dapat bertindak sebagai
pendukung pertumbuhan tumbuhan dengan membantu fiksasi nitrogen, kelarutan
nutrisi, imobilisasi nutrisi, kontrol biologi dan pemeliharaan struktur tanah (
Adegboye & Babalola, 2012).
Aktinomisetes merupakan salah satu mikroba tanah dan yang tumbuh erat
dengan organ tumbuhan, serta dapat membentuk benang filamen dalam tanah
yang memberi keuntungan dalam mengkolonisasi rhizosfer secara efektif. Sebagai
rhizobakteria, dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu tumbuhan, antagonis
patogen tumbuhan, dan membuat tersedianya nutrisi untuk tumbuhan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
7
Aktinomisetes diketahui dapat mendegradasi bahan organik kompleks seperti
selulosa, lignin, xylan, kitin, dan polisakarida kompleks lainnya, hal ini
disebabkan karena produksi enzim hidrolitik ( Adegboye & Babalola, 2012).
2.2
Metabolit Sekunder
Metabolit adalah hasil dari metabolisme. Metabolit dibedakan menjadi dua
macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah
suatu metabolit atau molekul yang merupakan produk akhir atau produk antara
dalam proses metabolisme makhluk hidup, yang fungsinya sangat esensial bagi
kelangsungan hidup organisme tersebut, serta terbentuk secara intraseluler
(Pratiwi, 2008). Metabolit primer secara umum berada pada semua sistem biologi
antara lain polisakarida, protein, asam nukleat dan lemak (Berdy, 2005).
Mikroorganisme menghasilkan metabolit primer, misalnya etanol dan
metabolit sekunder seperti antibiotik. Metabolit primer diproduksi pada waktu
yang sama dengan pembentukan sel baru, dan kurva produksinya mengikuti kurva
pertumbuhan populasi secara paralel ( Pratiwi, 2008).
Metabolit sekunder adalah suatu molekul atau produk metabolit yang
dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder mikroorganisme dimana produk
metabolit tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok mikroorganisme untuk
hidup dan tumbuh (Pratiwi, 2008). Metabolit sekunder merupakan molekul rendah
(BM<3000), secara kimia dan taksonomi bermacam – macam senyawa dengan
fungsi yang tidak jelas, sebagian besar karakteristik untuk membedakan tipe
organisme (Berdy, 2005).
Fungsi metabolit sekunder bagi mikroorganisme penghasil itu sendiri
sebagian besar belum diketahui secara jelas. Metabolit sekunder dibuat dan
disimpan secara ekstraseluler. Metabolit sekunder banyak bermanfaat bagi
manusia dan makhluk hidup lain, karena banyak diantaranya bersifat sebagai obat,
pigmen, vitamin, ataupun hormon. Contohnya adalah kloramfenikol yang berasal
dari Streptomyces venezuellae, penisilin dari Penicillium notatum ( Pratiwi, 2008).
Menurut Gonzalez, et al (2003) metabolit sekunder merupakan senyawa
dengan struktur kimia yang bervariasi dan rumit yang diproduksi oleh beberapa
spesies mikroba dan beberapa tumbuhan. Walaupun antibiotik adalah metabolit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
8
sekunder yang paling dikenal, terdapat metabolit lainnya dengan berbagai
aktivitas biologi, sehingga dapat berpotensi untuk kepentingan industri.
Karakteristik metabolit sekunder yaitu biasanya metabolit tidak diproduksi
pada saat pertumbuhan sel secara cepat (fase logaritmik), tetapi biasanya disintesis
pada akhir siklus pertumbuhan sel, yaitu pada fase stasioner saat populasi sel tetap
karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati (Gonzalez, et
al., 2003; Pratiwi, 2008). Pada fase ini, sel mikroorganisme lebih tahan terhadap
keadaan ekstrim, misalnya suhu yang lebih panas atau dingin, radiasi, bahan –
bahan kimia dan metabolit yang dihasilkannya sendiri (Pratiwi, 2008).
2.3
Bakteri Patogen
2.3.1
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang dapat
dikultur pada media nutrien normal baik secara aerob maupun anaerob. Jumlah
enzim ekstraseluler dan eksotoksin seperti koagulase, alfatoksin, leujocidin,
exfoliatin, enterotoksin, dan toksin bertanggung jawab pada infeksi yang
disebabkan patogen. S.aureus bersifat patogen yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial pada rumah sakit (Kayser, et al., 2005).
S.aureus berbentuk bola atau kokus brkelompok tidak teratur, diameter 0,8
– 1,0 µm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning,
bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370 C. Koloni pada pembenihan padat
berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput
lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya
berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, et al., 1996).
2.3.2
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif. E.coli adalah flora
normal saluran usus manusia dan hewan. Oleh karena itu dianggap organisme
sebagai indikator adanya kontaminasi pada makanan dan minuman. E. coli
merupakan bakteri patogen penyebab infeksi paling sering pada manusia. Infeksi
ekstraintestinal termasuk infeksi saluran kemih, yang terjadi ketika saluran
terhambat atau secara spontan disebabkan oleh UPEC ( uropathogenic E.coli )
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
9
pathovar. Infeksi yang paling penting lainnya adalah kolesistitis, usus buntu,
peritonitis, infeksi luka pasca operasi, dan sepsis. Dalam infeksi saluran kemih
akut, E.coli merupakan organisme penyebab 70 – 80 % pada kasus kronik, 40 –
50 % penyebab infeksi persisten (Kayser, et al., 2005).
2.4
Metode Skrining
Skrining mikroba merupakan aspek penting karena terdapat sumber yang
luar biasa untuk produksi beragam metabolit sekunder yang relevan dengan
aktivitas biologis ( Berdy, 2005).
Metode skrining yang sering digunakan untuk mendeteksi aktivitas
antimikroba produk alam dibagi menjadi 3 kelompok, metode bioautografi, difusi
dan dilusi. Metode bioautografi dan difusi merupakan teknik secara kualitatif
karena metode ini hanya akan menunjukkan ada atau tidaknya senyawa dengan
aktivitas antimikroba. Di sisi lain, metode dilusi digunakan untuk kuantitatif yang
akan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) atau Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) (Vanden, 1991 ; Valgas, 2007).
Cakram
Metode difusi
Silinder
Uji lubang plat
Klasifikasi metode
mikrobiologi untuk
mendeteksi aktivitas
biologi
Dilusi agar
Metode dilusi
Pengenceran
tabung
Kontak
Bioautografi
Imersi
Langsung
Gambar 2.1. Klasifikasi metode skrining aktivitas biologi
Sumber : Choma, 2010
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
10
2.4.1
Metode Difusi
Dalam prosedur cakram, kertas cakram (sekitar diameter 6 mm),
mengandung senyawa uji, ditempatkan pada permukaan agar yang sebelumnya
diinokulasi dengan mikroorganisme uji. Agen antimikroba berdifusi ke agar dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang diuji. Cawan petri diinkubasi
dan zona hambatan pertumbuhan diukur (Choma, 2010).
Pada metode silinder, stainless steel atau porcelein silinder ukuran
seragam (biasanya 8mm x 6mm × 10mm) ditempatkan pada permukaan agar yang
diinokulasi pada cawan petri, dan diisi dengan sampel dan standar. Setelah
inkubasi, silinder dipindahkan dan zona hambat diukur (Choma, 2010).
Pada hole-plate assay, lubang berdiameter beberapa milimeter yang
dipotong pada permukaan agar yang diinokulasi dan diisi dengan sampel.
Senyawa uji berdifusi ke medium agar menyebabkan penghambatan pertumbuhan
mikroorganisme. Cawan petri diletakan pada suhu kamar, sebelum inkubasi.
Kemudian, zona hambatan diukur. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
ditentukan secara visual, karena konsentrasi senyawa uji terendah, yang dapat
menyebabkan zona hambat pertumbuhan dapat dikenali. Namun, metode difusi
kurang cocok untuk menentukan nilai MIC dari pada dilusi, karena tidak mungkin
mengukur jumlah senyawa uji yang berdifusi ke dalam medium agar (Choma,
2010).
2.4.2
Metode Dilusi
Pada metode dilusi agar, medium diinokulasi dengan organisme uji dan
sampel yang diuji dicampur dengan inokulum. Material yang diinokulasi dan
pertumbuhan mikroorganisme dapat terlihat dan dibandingkan dengan kultur
kontrol yang tidak mengandung sampel uji. Pengujian diulang dengan variasi
dilusi sampel uji dalam medium kultur dan menentukan dilusi yang paling tinggi
yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sampel (Rahman, et al.,
2005).
Keuntungan utama dari metode dilusi dapat memperkirakan konsentrasi
senyawa uji dalam medium agar atau suspensi broth, biasanya digunakan untuk
penentuan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Dalam prosedur dilusi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
11
agar, berbagai konsentrasi senyawa uji dicampur dengan nutrient agar. Plat agar
diinokulasi kemudian diinkubasi. Konsentrasi terendah dari senyawa antimikroba,
dimana tidak ada pertumbuhan mikroorganisme terdeteksi, diberikan nilai MIC.
Dalam tabung uji, berbagai konsentrasi senyawa uji dicampur dengan suspensi
bakteri pada beberapa tabung, konsentrasi terendah menyebabkan penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme sesuai dengan nilai MIC. Pada uji mikrodilusi cair,
mikroorganisme yang tumbuh di sumur plat, dimana berbagai konsentrasi
senyawa uji ditambahkan. Pertumbuhan mikroorganisme ditunjukkan oleh adanya
kekeruhan dalam sumur (Choma, 2010).
2.4.3
Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan metode skrining mikrobiologi yang umum
digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba. Skrining dapat didefinisikan
sebagai prosedur pertama, yang diterapkan pada sampel yang dianalisis, dalam
rangka untuk menetapkan ada atau tidak adanya analit yang didapat. Metode
skrining ini memberikan sensitivitas yang lebih tinggi daripada metode lainnya.
Selain itu, sederhana, murah, hemat waktu dan tidak memerlukan peralatan yang
canggih (Choma, 2010).
Prosedur bioautografi untuk skrining aktivitas antimikroba dengan
mengetahui lokasi aktivitas antibakteri pada kromatogram. Agen antimikroba
ditransfer dari lempeng KLT atau kertas kromatogram ke plat agar yang
diinokulasi dengan cara difusi dan menampakkan zona hambat (Rahman, et al.,
2005).
Menurut Choma (2005) Skrining metode bioautografi pada dasarnya untuk
menguji aktivitas biologis, misalnya antibakteri, antijamur, antitumor, dan
antiprotozoa zat uji. Metode deteksi ini dapat berhasil dengan dikombinasikan
dengan teknik kromatografi lapis tipis (Choma, 2010).
Prosedur dalam metode bioautografi hampir sama dengan yang digunakan
dalam metode difusi agar. Perbedaannya adalah senyawa yang diuji berdifusi ke
media agar yang diinokulasi dari lapisan kromatografi, yang merupakan adsorben
atau kertas ( Wagman, 1969; Choma, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
12
Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi
imersi atau bioautografi agar overlay, dan bioautografi langsung. Dalam
bioautografi kontak, lempeng KLT atau kromatogram kertas ditempatkan pada
permukaan
agar
diinokulasi
selama
beberapa
menit
atau
jam
untuk
memungkinkan difusi. Selanjutnya, lempeng dipindah dan lapisan agar
diinkubasi. Pertumbuhan zona hambat muncul di mana senyawa antimikroba
berada dalam kontak dengan lapisan agar.
Dalam bioautografi immersion (agar overlay), lempeng pertama kali
dicelupkan di atau ditutup dengan medium agar, setelah agar memadat,
ditambahkan mikroorganisme yang diuji dan kemudian diinkubasi. Agar dapat
berdifusi dengan baik dari senyawa uji ke permukaan agar, lempeng dapat tetap
pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum inkubasi. Metode ini merupakan
kombinasi dari bioautografi kontak dan langsung, karena senyawa antimikroba
yang ditransfer dari kromatogram ke media agar, seperti dalam metode kontak,
tetapi lapisan agar tetap pada permukaan kromatogram selama inkubasi dan
visualisasi, sebagai bioautografi langsung (Choma, 2010).
Di antara semua metode bioautografi, yang paling banyak digunakan
adalah bioautografi langsung. Prinsip dari metode ini adalah lempeng KLT
dicelupkan pada suspensi mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu yang tepat
dan kemudian diinkubasi dalam suasana lembab. Permukaan silika dari lempeng
KLT ditutupi dengan media kaldu menjadi sumber nutrisi dan memungkinkan
pertumbuhan mikroorganisme secara langsung di atasnya, daerah di mana terdapat
spot
agen
antimikroba
menunjukan
zona
penghambatan
pertumbuhan
mikroorganisme yang terbentuk. Visualisasi dari zona ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan reagen dehidrogenase untuk deteksi aktivitas, yang paling
umum adalah garam tetrazolium. Dehidrogenase mengkonversi mikroorganisme
hidup garam tetrazolium menjadi berwarna. Sehingga, spot krim - putih muncul
dengan latarbelakang ungu pada permukaan lempeng KLT menunjukkan
keberadaan agen antibakteri (Choma, 2010). Reaksi berdasarkan transfer electron
dari NADH, produk dari threonine dehydrogenase (TDH) yang mengkatalis
reaksi. TDH dari bakteri / fungi mengkatalis NAD+ dari threonine menjadi 2amino-3-ketobutirat dan NADH. Selama pertumbuhan bakteri aktif, elektron
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
13
ditransfer
dari
NADH
(yang
berwarna
pada
daerah
tampak)
ke
p-
iodonitrotetrazolium violet menghasilkan pewarna formazan yang berwarna ungu.
Sehingga zona bening pada kromatogram menunjukkan area inhibisi (zona
dimana tidak terdapat pertumbuhan aktif bakteri) (Angeh, 2006).
Keuntungan dari metode bioautografi adalah sifatnya yang efisien untuk
mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan
walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk
mengisolasi senyawa aktif tersebut ( Pratiwi, 2008).
2.5
Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase
diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah
berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi
berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun
komponen anorganik (Gandjar & Rohman, 2007).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahan, kromatografi
dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi
pasangan ion, kromatografi penukar ion, dan kromatografi ekslusi ukuran.
Sedangkan berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas:
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi dan
kromatografi gas (Gandjar & Rohman, 2007).
Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang
digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar. Kromatografi gas
(KG) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik
kromatografi komplementer karena kromatografi gas dapat digunakan untuk
memisahkan komponen – komponen yang mudah menguap, sementara KCKT
dapat digunakan untuk memisahkan komponen yang tidak mudah menguap.
Kedua alat kromatografi ini dapat dikendalikan dengan komputer menggunakan
software yang canggih dan berkemampuan untuk memisahkan sampai 100
komponen dalam campuran yang kompleks (Gandjar & Rohman, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
14
Kromatografi cair adalah tehnik untuk partisi molekul dimana fase gerak
membawa campuran mengandung senyawa yang akan dipisahkan melalui fase
diam yang terdapat dalam kolom. Fase diam mempunyai karakteristik yang
menunda beberapa komponen molekul sampel yang menyebabkan terjadi
pemisahan bersama fase gerak yang turun dari kolom (Anonim, 2004).
Kromatografi fase normal menggunakan fase diam polar seperti silica gel
dan fase gerak nonpolar. Senyawa yang mempunyai kepolaran rendah akan
terelusi terlebih dahulu. Kromatografi fase terbalik, menggunakan fase diam
nonpolar dan dielusi dengan pelarut polar, senyawa dengan polaritas tinggi akan
pertama kali muncul (Talamona, 2005).
Kromatografi berdasarkan ukuran memisahkan senyawa atas dasar
perbedaan ukuran molekul. Molekul kecil yang mampu menembus pori – pori,
sedangkan molekul besar tidak mampu menembus, sedangkan partikel berukuran
sedang sebagian dapat menembus pori – pori. Molekul – molekul besar dapat
terelusi lebih dulu, sedangkan molekul kecil yang dapat menembus pori – pori
tertahan dan terelusi terakhir (Anonim, 2004).
KLT merupakan bentuk kromatografi planar, dimana fase diamnya berupa
lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang dilapiskan pada lempeng
kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Prinsip dari kromatografi lapis tipis adalah
suatu analit bergerak naik atau melintasi lapisan fase diam (paling umum
digunakan gel silica), dibawah pengaruh fase gerak (biasanya campuran pelarut
organik), yang bergerak melalui fase diam oleh kerja kapiler. Jarak pemindahan
oleh analit tersebut ditentukan oleh afinitas relatifnya untuk fase diam dan fase
gerak. Keunggulan dari KLT adalah fleksibel dalam mendeteksi hampir semua
senyawa, bahkan beberapa senyawa anorganik, yang dapat didukung oleh
penggunaan reagen penampak bercak. (Watson, 2010).
Plat KLT yang umum digunakan adalah plat KLT analitik dengan
ketebalan 0,1 - 0,2 mm dengan ukuran 20 x 20 cm yang dilapisi dengan adsorben
silika gel 60 F254 dengan ketebalan 0,2 mm. Plat kemudian ditempatkan ke dalam
bejana dengan fase gerak yang sesuai, dimana ketinggian fase gerak cukup untuk
membasahi bagian bawah plat dan tidak sampai membasahi dimana sampel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
15
diaplikasikan. Fase gerak kemudian bermigrasi melewati adsorben dengan gaya
kaliper, dan proses ini dikenal sebagai pengembangan (Sarker, et al., 2006).
KLT digunakan secara luas untuk analisis solut – solut organik terutama
dalam bidang biokimia, farmasi, klinis, forensik, untuk analisa kualitatif dengan
membandingkan
nilai
Rf
solut
dengan
nilai
Rf
senyawa
baku
(Gandjar & Rohman, 2007).
Nilai Rf dihitung dengan menggunakan perbandingan :
Jarak yang ditempuh analit
Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai
perbandingan distribusi dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut
bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf
adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal dipermukaan
fase diam (Gandjar & Rohman, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarata
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mulai dilakukan bulan April 2013 sampai dengan bulan Juli
2013 dan bertempat di Laboratorium Biosain, Bidang Botani Pusat Penelitian
Biologi, LIPI Cibinong, Jawa Barat.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
analitik ( AND ), rotary evaporator ( heidolp WB 2000 ), Laminar Air Flow (
SPEG AIR TECH ), autoklaf ( HIRAYAMA ), oven ( WTB binder ) , shaker
incubator ( Innova 2100 ), api bunsen, cawan petri, kromatografi kolom, corong (
PYREX ), corong pisah, gelas ukur ( PYREX ), Erlenmeyer ( PYREX ), gelas
beaker ( PYREX), pipet tetes, chamber, pinset, kaca objek, kawat ose , stirrer, UV
cabinet ( CAMAG, UV CABINET II ) , microtiter plate ( IWAKI ), micropipette
( GILSON ), mikroskop.
3.2.2
Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah medium
Actino 1 ( Daigo ), yeast extract ( Bacto ), starch ( MERCK ), agar ( WAKO ),
Mulller Hinton Agar ( Difco ), Brain Heart Infusion ( Difco ), Mueller Hinton
Broth ( CRITERION ), silica gel 70 – 230 mesh ( MERCK ), silica gel 60 230 –
400 mesh ( MERCK ), plat KLT silica gel 60 GF254 ( MERCK ), sephadex LH 20,
DMSO ( Phyto Technology Laboratories ), etil asetat, metanol, kloroform,
diklorometan, aseton, etanol, serium sulfat, larutan p-iodonitrotetrazolium violet
(INT) ( TCI ), alkohol 70 %, kloramfenikol ( SIGMA ), eritromisin ( SIGMA ),
Kristal violet, Iodin, Safranin, Staphylococcus aureus LIPIMC 114, Escherichia
coli LIPIMC 186 dan isolat aktinomisetes yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan koleksi dari laboratorium mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI
Cibinong. Isolat tersebut antara lain pada Tabel 3.1.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Tabel 3.1 Data Isolat Aktinomisetes
N0
Isolat
1
InaCC A63
Sumber
sampel
Tanah
2
InaCC A64
Tanah
3
InaCC A67
Tanah
4
InaCC A72
Tanah
5
6
7
8
9
10
11
12
13
InaCC A74
InaCC A75
InaCC A78
InaCC A82
InaCC A83
InaCC A85
InaCC A89
InaCC A94
InaCC
A0112
InaCC
A0114
InaCC
A0116
14
15
Asal sampel
Identifikasi spesies
Streptomyces sp.
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Taman Nasional Alas
Purwo, Jawa Timur
Taman Nasional Alas
Purwo, Jawa Timur
Taman Nasional Alas
Purwo, Jawa Timur
Taman Nasional Alas
Purwo, Jawa Timur
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Raja Ampat, Papua
Tanah
Raja Ampat, Papua
Streptomyces sp.
Tanah
Raja Ampat, Papua
Streptomyces sp.
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1
Peremajaan Isolat Aktinomisetes
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Streptomyces sp.
Lima belas isolat Aktinomisetes ditumbuhkan pada medium Yeast Starch
Agar (YSA) yang dibuat dengan cara 0,5 g yeast extract, 2,5 g pati dan 3,75 agar
yang dilarutkan dalam 250 mL aquadest. Medium YSA sebelumnya disterilkan pada
autoklaf 1210 C selama 15 menit.
3.3.2
Kultivasi Aktinomisetes
Pembuatan medium YSB dengan cara melarutkan 1,6 g yeast extract dan 8 g
pati yang dilarutkan dalam 800 mL aquadest. Sedangkan medium Actino 1 dibuat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
dengan cara melarutkan 6,4 g Actino 1 pada 800 mL aquadest. Masing – masing
medium disterilisasi dengan autoklaf 1210C, selama 15 menit.
Setiap isolat Aktinomisetes dikultivasi dalam 50 mL medium Yeast Starch
Broth ( YSB ) dan Actino 1 pada erlenmeyer 100 mL, kemudian diinkubasi pada
shaker incubator dengan kekuatan 1300 rpm pada suhu 280 C selama 7 hari.
3.3.3
Ekstraksi Kultur Aktinomisetes
Setelah 1 minggu 30 kultur Aktinomisetes serta medium YSB (Yeast Starch
Broth) dan Actino 1 sebagai kontrol diekstraksi 3 kali dengan pelarut etil asetat :
metanol (4:1) dalam corong pisah. Setelah dikocok terbentuk 2 lapisan, lalu lapisan
etil asetat : metanol dipisahkan dan diuapkan dengan rotary evaporator. Ekstrak yang
didapat dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase gerak
diklorometan : metanol
(10 : 1). Pola kromatogram yang terbentuk kemudian
dimonitor dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, lalu
disemprot dengan pereaksi penampak bercak serium sulfat.
3.3.4
Skrining Aktinomisetes Penghasil Antibakteri
3.3.4.1 Persiapan Bioautografi
Alat dan medium yang akan digunakan disterilisasi dengan menggunakan
autoklaf 1210C selama 15 menit. Medium yang digunakan yaitu BHI (Brain Heart
Infusion), aquadest dan alat – alat yang dipersiapkan antara lain cawan petri,
potongan tissue kecil 2 x 2 cm dan dimasukkan dalam cawan petri, spreader.
3.3.4.2 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli masing – masing
diinokulasi pada medium BHI (Brain Heart Infusion) sebanyak 1 ose, lalu diinkubasi
di dalam shaker incubator dengan temperatur 37oC kecepatan 100 rpm selama 20
jam.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
3.3.4.3 Pembuatan Larutan Kloramfenikol
Kloramfenikol dibuat dengan konsentrasi 1 mg/mL dengan cara menimbang
10 mg kloramfenikol dan dilarutkan dalam 10 mL metanol.
3.3.4.4 Persiapan Plat KLT
Masing – masing ekstrak dengan konsentrasi 10 mg/mL ditotol pada plat KLT
sebanyak 10 µL dengan jarak tiap totolan 1,5 cm. Kemudian plat disimpan dalam
oven suhu 370 C selama 1 jam.
3.3.4.5 Uji Bioautografi Nonelusi Antibakteri
Suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli masing –
masing diambil sebanyak 5 mL dan dicampur dengan BHI masing – masing 45 mL
dalam petri dish dan diratakan dengan menggunakan spreader.
Plat yang sudah disiapkan dicelupkan selama 5 detik ke dalam media BHI
yang sudah dicampur dengan suspensi bakteri, kemudian disimpan dalam petri dish
yang sudah terdapat tissue yang dibasahi dengan aquadest. Lalu diinkubasi selama 20
jam
pada
suhu
370
C.
Kemudian
plat
disemprot
dengan
larutan
p-
iodonitrotetrazolium violet (INT), lalu diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC.
Aktivitas antibakteri terlihat dengan terbentuknya zona bening dengan latar belakang
warna ungu pada plat. Pengerjaan bioautorafi dilakukan dalam laminar air flow
(Choma, 2010; Valgas, et al., 2007)
3.3.4.6 Bioautografi Elusi
Ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri (isolat A64, A67, A75, A89
dan A94) selanjutnya diuji kembali dengan cara ekstrak konsentrasi 10 mg/mL
ditotolkan pada plat sebanyak 10 µL dengan jarak setiap totolan 1,5 cm dan dielusi
dengan fase gerak Diklorometan : Metanol ( 10:1 ), lalu dilihat dibawah sinar UV 254
nm dan 366 nm dan menandai bercak yang terlihat. Selanjutnya plat disimpan dalam
oven selama 1 jam dengan suhu 370 C. Plat yang telah disimpan dalam oven,
dicelupkan dalam campuran BHI dan suspensi bakteri selama 5 detik, selanjutnya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
disimpan dalam petri dish dan diletakkan tissue yang dibasahi dengan aquadest. Plat
diinkubasi pada suhu 370 C selama 20 jam, setelah diinkubasi plat disemprot dengan
larutan p-iodonitrotetrazolium violet (INT), dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu
37oC.
3.3.5
Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan cara pewarnaan bakteri. Kaca objek
dibersihkan dengan alkohol 70% dan dikeringkan, dibuat preparat sampel diatas kaca
objek dan dikeringkan didekat api. Diteteskan kristal violet di atas preparat,
didiamkan selama 60 detik dan dibilas dengan air mengalir, diteteskan kembali
dengan iodin, didiamkan 60 detik, dibilas dengan air mengalir, selanjutnya preparat
ditetesi dengan alkohol 96% dan langsung dibilas dengan air mengalir, dan yang
terakhir ditetesi menggunakan safranin, didiamkan 60 detik dan dibilas menggunakan
air mengalir. Preparat dikeringkan dan diamati pada mikroskop.
3.3.6
Scaling Up Isolat InaCC A 75 dalam Medium Actino 1
3.3.6.1 Pembuatan Medium Kultivasi
Medium Actino 1 dibuat sebanyak 2 liter dengan komposisi pepton 5 g dan
yeast extract 3 g dalam 1 liter air sumur. Komponen tersebut dihomogenkan dengan
menggunakan stirer, medium tersebut dibagi menjadi 10 erlenmeyer yang masing –
masing diisi dengan 200 mL medium dalam 500 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.
3.3.6.2 Kultivasi Aktinomisetes
Isolat InaCC A75 diinokulasi ke dalam 200 mL medium Actino 1 sebanyak 1
ose pada 10 erlenmeyer. Kemudian 10 erlenmeyer tersebut diinkubasi pada shaker
incubator dengan kecepatan 130 rpm pada suhu 280 C selama 2 minggu. Pengerjaan
inokulasi dilakukan di dalam laminar air flow.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
3.3.6.3 Ektraksi Kultur Hasil Scaling Up
Kultur hasil scaling up InaCC A 75 digabung menjadi satu dalam erlenmeyer
5 L dan diekstraksi menggunakan etil asetat sebanyak 2 L dengan cara dikocok
menggunakan stirrer selama kurang lebih 1 jam, selanjutnya fase etil asetat yang
merupakan lapisan atas dipisahkan dengan menggunakan selang sedangkan lapisan
bawah diekstraksi kembali dengan etil asetat sampai 3 kali. Fase etil asetat dipekatkan
dengan rotary evaporator. Fraksi yang telah pekat dianalisis menggunakan KLT
dengan fase gerak diklorometan : metanol (10:1) dan hasil elusi diamati dibawah
sinar UV 254 nm dan 366 nm serta disemprot menggunakan pereaksi penampak
bercak serium sulfat.
3.3.7
Isolasi dan Pemurnian Senyawa Aktif Ekstrak InaCC A75
Ekstrak InaCC A75 (115 mg) dilakukan fraksinasi dengan kromatografi
kolom menggunakan fase diam silica gel (mesh 70 – 230) dan fase gerak kloroform :
etanol (10:1). Fraksi ditampung dalam tabung reaksi, dan setiap fraksi diamati pola
bercak KLT dengan fase gerak kloroform : etanol ( 10:1 ). Fraksi yang menunjukkan
pola bercak yang sama digabung menjadi 1 fraksi sehingga didapatkan 10 fraksi.
Selanjutnyak fraksi yang menunjukkan spot target dilakukan fraksinasi lebih lanjut
menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam Sephadex LH 20 dan fase gerak
etanol 96%, dimana kolom yang digunakan mempunyai panjang 100 cm dengan
diameter 0,7 cm. Fraksi ditampung dalam tabung reaksi dan diamati dengan KLT
menggunakan fase gerak kloroform : etanol ( 10:1 ), fraksi yang menunjukkan pola
bercak yang sama digabung menjadi 1 fraksi.
3.3.8
Penentuan Nilai MIC ( Minimum Inhibitory Concentration )
3.3.8.1 Persiapan Medium
Medium yang digunakan dalam uji antibakteri yaitu medium MHB dan MHA.
a. Medium MHB dibuat 2 konsentrasi yang berbeda, MHB 1 dibuat sebanyak 2,1 g
MHB dilarutkan dalam 100 mL aquadest, sedangkan MHB 2 dibuat dengan
konsentrasi 2 kali MHB 1, sebanyak 2,1 g MHB dilarutkan dalam 50 mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
aquadest, kemudian dipanaskan agar larut sempurna dan disterilisasi pada
autoklaf suhu 1210 C selama 15 menit.
b. Medium MHA dibuat dengan melarutkan 3,8 g MHA dengan 100 mL aquadest,
kemudian disterilkan pada autoklaf suhu 1210 C selama 15 menit. Setelah itu
dituang pada petri dish yang sudah steril.
3.3.8.2 Persiapan Sampel Uji
Sampel uji yang digunakan yaitu F4.2 yang merupakan spot tunggal dan F5.4.
Sampel uji dibuat dengan konsentrasi 512 µg/mL sebanyak 1 mL menggunakan
DMSO 30 %. F4.2 (7,5 mg) dilarutkan dalam 3,75 mL etanol 96%, diambil 256 µL
kemudian dikeringan dengan nitrogen dan dilarutkan dengan 300 µL DMSO serta
700 µL aquadest. Sedangkan F5.4 (2,4 mg) dilarutkan dalam 2,4 mL etanol 96%,
dipipet 512 µL dan dikeringkan, selanjutnya dilarutkan dalam 300 µL DMSO dan
700 µL aquadest
3.3.8.3 Persiapan Kontrol
Kontrol positif menggunakan antibiotik komersial kloramfenikol dan
eritromisin yang masing – masing dibuat dengan konsentrasi 10 mg/mL yang
dilarutkan dalam etanol 96% sebagai larutan stok, kemudian diencerkan menjadi
konsentrasi 512 µg/mL sebanyak 5 mL, dengan cara menambahkan 4744 µL
aquadest ke dalam 256 µL larutan stok.
Kontrol negatif menggunakan etanol 20 % dan DMSO 30 % yang
dipersiapkan dengan cara 200 µL etanol dicampur dengan 800 µL aquadest dan 300
µL DMSO dilarutkan dengan 700 µL aquadest.
3.3.8.4 Persiapan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Masing – masing bakteri diinokulasi sebanyak 1 ose dalam 20 mL medium MHB dan
diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm suhu 370 C selama 20
jam.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Suspensi bakteri yang diperoleh dilakukan pengenceran agar mudah dalam
perhitungan jumlah koloni dengan cara 50 µL suspensi bakteri dimasukan ke dalam
4950 µL aquadest steril sehingga didapat pengenceran 10-2, pengenceran dilakukan
hingga diperoleh pengenceran 10-10. Pada pengenceran 10-6, 10-8, dan 10-10 diambil
100 µL dan masing – masing ditanam pada medium MHA. Selanjutnya diinkubasi
selama 20 jam pada suhu 370 C. Setelah dinkubasi dilakukan perhitungan koloni
bakteri dengan rumus:
Jumlah koloni =
3.3.8.5 Pengenceran Suspensi Bakteri
Jumlah koloni yang diperoleh dilakukan pengenceran hingga menjadi
konsentrasi 105 CFU/mL. Contoh pengenceran : jumlah koloni E.coli = 1,05 x 109
CFU/mL, dipipet 50 µL ke dalam 4950 µL medium MHB ( koloni 1,05 x 10 7
CFU/mL ), selanjutnya dipipet 20 µL ke dalam 1980 µL medium MHB sehingga
jumlah koloni menjadi 1,05 x 105 CFU/mL.
3.3.8.6 MIC ( Minimum Inhibitory Concentration )
Penentuan nilai MIC menggunakan microtiter plate dengan 12 x 8 kolom.
Pada kolom pertama diisi dengan medium MHB 2 sebanyak 100 µL, kolom 2 sampai
8 diisi dengan 100 µL MHB 1, pada kolom 1 ditambahkan 100 µL sampel uji yang
sudah dipersiapkan dengan konsentrasi 512 µg/mL dan dihomogenkan, kemudian
dilakukan pengenceran berseri dengan cara dari kolom 1 dipipet sebanyak 100 µL
dan dihomogenkan, begitu seterusnya sampai kolom 8, dari kolom 8 dipipet 100 µL
dan dibuang. Dari kolom 1 sampai 8 ditambahkan 100 µL bakteri uji yang sudah
disiapkan. Uji dilakukan 3 kali pengulangan.
Disediakan kolom lain untuk kontrol pertumbuhan ( GC ), kontrol negatif, dan
blangko. Kontrol pertumbuhan berisi media 100 µL MHB 1 dan 100 µL bakteri uji,
kontrol negatif menggunakan DMSO dan etanol, yang berisi 100 µL MHB, 100 µL
DMSO yang dihomogenkan dan dibuang 100 µL kemudian ditambahkan 100 µL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
bakteri, pada etanol dilakukan hal yang sama. Kemudian microtiter plate diinkubasi
pada suhu 370 C selama 20 jam. Pada setiap kolom ditambahkan 10 µL INT dan
diinkubasi pada suhu 370 C selama 1 jam. Dengan pengamatan visual, ditentukan
konsentrasi terendah kolom yang masih mempertahankan kebeningan sebagai nilai
MIC. Kemudian dibandingkan dengan pengukuran nilai MIC kloramfenikol dan
eritromisin (Agusta, et al., 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kultivasi dan Ektraksi
Skrining Aktinomisetes yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri
dilakukan terhadap isolat Aktinomisetes koleksi Laboratorium Mikrobiologi,
Puslit Biologi LIPI yang telah diidentifikasi oleh Arif Nurkanto., M.Si di
Laboratorium Mikrobiologi LIPI. Secara keseluruhan isolat Aktinomisetes
tersebut merupakan genus Streptomyces sp yang diisolasi dari tanah yang berasal
dari Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur dan Raja Ampat Papua.
Streptomyces merupakan genus dari Aktinomisetes yang paling banyak
memproduksi antibiotic dan molekul bioaktif lainnya dibandingkan dengan genus
lain dari Aktinomisetes (Solanki, et al., 2008).
Lima belas isolat aktinomisetes (lampiran 4) dikultivasi pada 2 medium
yang berbeda, yaitu YSB (Yeast Starch Broth) dan Actino 1. Medium YSB terdiri
dari yeast extract yang dapat menghasilkan nitrogen, asam amino, vitamin dan
starch yang dapat sebagai sumber karbon, sedangkan Actino 1 yang terdiri dari
pepton dan yeast extract mengandung nitrogen, vitamin, karbon dan asam amino.
Dari kedua medium tersebut mempunyai komposisi yang berbeda tetapi
kandungan yang sama untuk membantu proses pertumbuhan Aktinomisetes.
Penggunaan 2 medium yang berbeda bertujuan untuk mengetahui medium yang
cocok sebagai pertumbuhan Aktinomisetes yang dapat menghasilkan metabolit
bioaktif secara maksimal. Pada proses kultivasi diletakan diatas shaker incubator
dengan kekuatan 130 rpm yang menyebabkan medium bergolak sehingga terjadi
aerasi yang dapat mempertahankan pertumbuhan dengan adanya oksigen.
Kebanyakan Aktinomisetes memiliki kebutuhan yang lebih tinggi terhadap
oksigen untuk tumbuh dan menghasilkan metabolit secara optimal. Namun, media
mengandung banyak zat organik dan anorganik yang menyebabkan rendahnya
tingkat oksigen terlarut, oleh karena itu adanya shaker mampu menyediakan
oksigen dalam medium (He, 2010; Song, 2012). Pada hari keempat kultur
Aktinomisetes dalam media YSB (Yeast Starch Broth) dan Acino 1 sudah
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
menghasilkan perubahan warna, akan tetapi kultivasi tetap dilanjutkan sampai hari
ke 7 agar dapat menghasilkan metabolit bioaktif lebih maksimal. Dari kedua
medium yang digunakan pigmen yang terbentuk juga berbeda. Produksi pigmen
merupakan salah satu sifat Aktinomisetes, pigmen tersebut tergantung pada
perbedaan komposisi media, kondisi pertumbuhan dan usia kultur. Dengan
demikian produksi pigmen adalah salah satu karakteristik Aktinomisetes yang
mudah dikenali ketika komposisi media dan kondisi kultur diketahui (Attimarad,
et al., 2012). Hasil kultivasi Aktinomisetes pada lampiran 5.
Tiga puluh kultur hasil kultivasi Aktinomisetes pada medium YSB dan
Actino 1 serta 2 medium (YSB dan Actino 1) tanpa isolat Aktinomisetes sebagai
kontrol diekstraksi menggunakan corong pisah dengan pelarut etil asetat : metanol
( 4:1 ) sebanyak 3 kali diharapkan dapat menarik senyawa metabolit sekunder
sebanyak mungkin. Ekstrak kering ditimbang dan diperoleh berat ekstrak pada
Tabel 4.1. Setiap ekstrak dibuat konsentrasi 10 mg/mL dengan dilarutkan dalam
metanol. Selanjutnya dilakukan KLT untuk mengetahui pola pemisahan metabolit
sekunder yang dihasilkan selama proses kultivasi pada kedua medium yang
digunakan. KLT menggunakan fase gerak diklorometan : metanol (10:1) dan fase
diam silica gel 60 F254. Secara umum hasil ekstrak yang diperoleh dari kedua
medium menunjukkan bahwa medium Actino 1 menghasilkan ekstrak yang lebih
banyak dari pada medium YSB (Yeast Starch Broth), hal ini disebabkan
perbedaan komposisi dari kedua medium sehingga menghasilkan metabolit yang
berbeda pula. Pola pemisahan KLT ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Hasil ekstraksi kultur aktinomisetes medium Actino 1 dan YSB
No
Isolat
1
2
3
4
5
6
7
8
InaCC A63
InaCC A64
InaCC A67
InaCC A72
InaCC A74
InaCC A75
InaCC A78
InaCC A82
Berat Ekstrak (mg)
Actino 1
YSB
17,4
3,9
7,5
5,9
16,6
10,2
8,6
4
9
6,9
11,2
5,6
13,7
4,6
10,8
6,2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
9
10
11
12
13
14
15
16
InaCC A83
InaCC A85
InaCC A89
InaCC A94
InaCC A0112
InaCC A0114
InaCC A0116
-
12,5
14,5
10,8
15,1
13,3
11,9
11,4
16,3
4,5
6,7
6,8
6,3
3,1
5,1
2,3
3,5
Keterangan:
Ekstrak kultur medium YSB
pada UV panjang gelombang
254 nm
Keterangan:
Ekstrak kultur medium YSB
pada UV panjang gelombang
366 nm
Keterangan:
Ekstrak kultur medium YSB
dengan
penampak
bercak
serium sulfat
Keterangan:
ekstrak
kultur
medium
actino 1 dilihat pada panjang
gelombang 254 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Keterangan:
Ekstrak
kultur
medium
actino 1 dilihat pada panjang
gelombang 366 nm
Keterangan:
Ekstrak kultur medium YSB
dengan
penampak
bercak
serium sulfat
Gambar 4.1 KLT ekstrak kultur medium YSB dan Actino 1 dengan fase
gerak diklormetan : metanol (10:1)
Keterangan:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4.2
Ekstrak isolat InaCC A63
Ekstrak isolat InaCC A64
Ekstrak isolat InaCC A67
Ekstrak isolat InaCC A72
Ekstrak isolat InaCC A74
Ekstrak isolat InaCC A75
Ekstrak isolat InaCC A78
Ekstrak isolat InaCC A82
No
9. Ekstrak isolat InaCC A83
10. Ekstrak isolat InaCC A85
11. Ekstrak isolat InaCC A89
12. Ekstrak isolat InaCC A94
13. Ekstrak isolat InaCC A0112
14. Ekstrak isolat InaCC A0114
15. Ekstrak isolat InaCC A0116
16 Ekstrak medium YSB/Actino 1
Skrining Aktinomisetes Penghasil Antibakteri
Skrining dilakukan untuk menentukan dan memilih isolat Aktinomisetes
yang
mempunyai
aktivitas
antibakteri.
Skrining
dilakukan
dengan
uji
penghambatan terhadap bakteri uji menggunakan metode bioautografi. Bakteri uji
yang digunakan adalah Staphylococcus aureus yang merupakan Gram positif dan
Escherichia coli yang termasuk Gram negatif yang diidentifikasi dengan
pewarnaan Gram. Dari hasil pewarnaan menunjukkan bahwa bakteri uji yang
digunakan merupakan bakteri Gram positif dan negatif yang ditunjukkan dengan
warna ungu pada bakteri Staphylococcus aureus dan merah pada pewarnaan Gram
bakteri Escherichia coli (Lampiran 7).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Ekstrak yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri ditunjukkan dengan
terbentuknya daerah tidak berwarna atau bening diantara latar belakang ungu pada
plat setelah disemprot dengan larutan INT sebagai indikator. Hal ini disebabkan
karena terbentuknya pewarna formazan berwarna ungu yang dikarenakan adanya
transfer elektron dari NADH ke iodonitrotetrazolium (INT) pada bakteri yang
aktif (Angeh, 2006).
Dari 15 isolat yang sudah dikultivasi pada medium YSB (Yeast Starch
Broth) terdapat 4 isolat yang mampu menghambat Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli, 4 isolat tersebut yaitu InaCC A64, InaCC A67, InaCC A75 dan
InaCC A89 dengan diameter zona penghambatan bakteri Staphylococcus aureus
berturut – turut yaitu 0,6 cm, 0,8 cm, 0,4 cm dan 0,5 cm, sedangkan diameter
penghambatan bakteri Escherichia coli pada isolat InaCC A64, InaCC A75 dan
InaCC A89 mempunyai diameter 0,7 cm dan A67 mempunyai diameter 0,9 cm.
Sedangkan 15 isolat yang telah dikultivasi pada medium Actino 1 terdapat 4 isolat
juga yang mampu menghambat Staphylococcus aureus dan Escherichia coli,
keempat isolat tersebut antara lain InaCC A67, InaCC A75, InaCC A89 dan
InaCC A94 dengan diameter zona penghambatan bakteri Staphylococcus aureus
berturut – turut 0,9 cm, 0,9 cm, 0,6 cm dan 0,9 cm. Pada penghambatan bakteri
Escherichia coli mempunyai diameter 0,9 cm pada InaCC A67 dan InaCC A75,
0,7 cm pada InaCC A89 dan 1 cm pada InaCC A94. Berdasarkan zona hambat
yang terbentuk dari hasil kultivasi medium YSB, InaCC A67 menunjukkan isolat
yang paling besar dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli, tetapi dalam menghambat Staphylococcus aureus lebih besar
dari pada penghambatan terhadap Escherichia coli. Sedangkan hasil kultivasi
medium Actino 1 menunjukkan isolat InaCC A67, InaCC A75 dan InaCC A94
mempunyai zona hambat yang sama besar. Tetapi dari keempat isolat yang
menunjukkan adanya penghambatan bakteri, diameter penghambatan tersebut
tidak lebih besar dari diameter penghambatan antibiotik komersial yakni
kloramfenikol yang mempunyai diameter penghambatan bakteri Staphylococcus
aureus 2,5 cm pada plat yang ditotolkan sebanyak 5 µL dan 3,2 cm dengan
penotolan 10 µL. Sedangkan pada penghambatan bakteri Escherichia coli
diameter yang terbentuk pada penotolan 5 µL dan 10 µL yaitu 2,8 cm dan 3,3 cm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 4.2 Hasil skrining antibakteri dari ekstrak hasil kultivasi dengan metode
bioautografi (a) hasil kultivasi medium YSB dengan bakteri uji
S.aureus, (b) hasil kultivasi medium YSB dengan bakteri uji E.coli,
(c) hasil kultivasi medium Actino 1 dengan bakteri uji S.aureus, (d)
hasil kultivasi medium Actino 1 dengan bakteri uji E.coli, (e)
kloramfenikol dengan bakteri uji S.aureus, (f) kloramfenikol dengan
bakteri uji E.coli.
Keterangan:
No
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
No
Ekstrak isolat InaCC A63
Ekstrak isolat InaCC A64
Ekstrak isolat InaCC A67
Ekstrak isolat InaCC A72
Ekstrak isolat InaCC A74
Ekstrak isolat InaCC A75
Ekstrak isolat InaCC A78
Ekstrak isolat InaCC A82
9. Ekstrak isolat InaCC A83
10. Ekstrak isolat InaCC A85
11. Ekstrak isolat InaCC A89
12. Ekstrak isolat InaCC A94
13. Ekstrak isolat InaCC A0112
14. Ekstrak isolat InaCC A0114
15. Ekstrak isolat InaCC A0116
16 Ekstrak medium YSB/Actino 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Tabel 4.2 Hasil skrining antibakteri metode bioautografi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Ekstrak isolat
InaCC A63
InaCC A64
InaCC A67
InaCC A72
InaCC A74
InaCC A75
InaCC A78
InaCC A82
InaCC A83
InaCC A85
InaCC A89
InaCC A94
InaCC A0112
InaCC A0114
InaCC A0116
-
SA
NA
0,6
0,8
NA
NA
0,4
NA
NA
NA
NA
0,5
NA
NA
NA
NA
NA
Diameter hambat ( cm)
YSB
Actino 1
EC
SA
EC
NA
NA
NA
0,7
NA
NA
0,9
0,9
0,9
NA
NA
NA
NA
NA
NA
0,7
0,9
0,9
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
0,7
0,6
0,7
NA
0,9
1
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
SA = Staphylococcus aureus ; EC = Escherichia coli ; NA = Non Aktif
Pada hasil bioautografi menunjukkan bahwa kultivasi isolat Aktinomisetes
pada 2 medium berbeda mempunyai aktivitas penghambatan bakteri uji yang tidak
sama. Isolat InaCC A64 yang dikultivasi pada medium YSB mempunyai aktivitas
dalam menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada kultivasi medium
Actino 1 tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Sebaliknya isolat
InaCC A94 mampu menghambat pertumbuhan bakteri ketika dikultivasi pada
medium Actino 1.
Sebanyak 5 isolat yang menunjukan aktivitas dalam menghambat
pertumbuhan bakteri selanjutnya dilakukan bioautografi elusi yang bertujuan
untuk mengetahui spot yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Bioautografi
elusi dilakukan menggunakan plat KLT dengan fase gerak diklorometan : metanol
(10:1), yang selanjutnya pola yang terbentuk diamati dibawah lampu UV dengan
panjang gelombang 254 dan 366 nm. Bioautografi elusi ditunjukkan pada Gambar
4.3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
(a)
(b)
(c)
Keterangan
(a) KLT ekstrak kultur medium YSB pada UV 254 nm
(b) KLT ekstrak kultur medium YSB pada UV 366 nm
(c) Bioautografi ekstrak kultur medium YSB degan bakteri uji S.aureus
(d)
(e)
(f)
Keterangan
(d) KLT ekstrak kultur medium YSB pada UV 254 nm
(e) KLT ekstrak kultur medium YSB pada UV 366 nm
(f) Bioautografi ekstrak kultur medium YSB degan bakteri uji E.coli
(g)
(h)
(i)
Keterangan
(g) KLT ekstrak kultur medium Actino 1 pada UV 254 nm
(h) KLT ekstrak kultur medium Actino 1 pada UV 366 nm
(i) Bioautografi ekstrak kultur medium Actino 1 degan bakteri uji S.aureus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
(j)
(k)
(l)
Keterangan
(j) KLT ekstrak kultur medium Actino 1 pada UV 254 nm
(k) KLT ekstrak kultur medium Actino 1 pada UV 366 nm
(l) Bioautografi ekstrak kultur medium Actino 1 degan bakteri uji E.coli
Gambar 4.3 Hasil Bioautografi elusi menggunakan fase gerak diklorometan :
metanol (10:1).
Keterangan :
No
2. Ekstrak isolat InaCC A64
3. Ekstrak isolat InaCC A67
6. Ekstrak isolat InaCC A75
No
11. Ekstrak isolat InaCC A89
12. Ekstrak isolat InaCC A94
Berdasarkan zona hambat yang terbentuk dari isolat InaCC A75
(ekstrak no 6) yang dikultivasi pada medium Actino 1 mempunyai daerah
penghambatan bakteri sama besar dengan InaCC A67 dan InaCC A94, namun
berdasarkan pola pemisahan metabolit yang dihasilkan pada KLT menunjukkan
bahwa isolat InaCC A75 mempunyai pola bercak yang mudah dipisahkan bila
dibandingkan dengan ekstrak dari isolat lain. Sehingga isolat InaCC A75 yang
mempunyai aktiitas sebagai antibakteri dilakukan scaling up yang selanjutnya
akan dilakukan isolasi untuk mendapatkan senyawa aktif tersebut.
4.3
Scaling Up Isolat InaCC A75 dalam Medium Actino 1
Isolat InaCC A75 ini diteliti lebih lanjut dengan dikultivasi dalam medium
Actino 1 yang mampu menghasilkan metabolit sekunder yang mempunyai
kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Scaling up dilakukan
sebanyak 2 liter yang terbagi dalam 10 erlenmeyer 500 mL dan diinkubasi pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
shaker incubator dengan kekuatan 130 rpm selama 2 minggu, diharapkan dengan
volume kultivasi yang diperbesar dan waktu inkubasi yang diperpanjang mampu
menghasilkan metabolit sekunder lebih maksimal.
Berat ekstrak etil asetat InaCC A75 yang didapat sebanyak 146,3 mg
berwarna coklat kehijauan dengan aroma tanah yang menyengat. Ekstrak etil
asetat InaCC A75 selanjutnya dilihat pola kromatografi lapis tipis dengan
menggunakan fase gerak diklorometan : metanol (10 : 1). Setelah dilakukan uji
KLT, diperoleh dua spot yang menunjukkan nilai Rf yang sama bila dibandingkan
dengan uji bioautografi elusi yang masing – masing memiliki nilai Rf 0,41
dengan warna kuning dan spot berwarna ungu dengan Rf 0,37. Pola KLT
ditunjukkan pada Gambar 4.4.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.4 Hasil KLT ekstrak A75 dengan fase gerak diklorometan : metanol
(10:1) dengan penampak bercak (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm, (c)
penampak bercak serium sulfat
Optimasi dilakukan untuk mencari fase gerak yang tepat, yang akan
digunakan dalam isolasi ekstrak InaCC A75 untuk mendapatkan spot kuning dan
ungu yang aktif sebagai antibakteri. Optimasi yang dilakukan menggunakan KLT
dengan fase gerak kloroform : etanol (10:1), kloroform : metanol (15:1), dan
heksan : etil asetat (1:1). Berdasarkan hasil optimasi, dipilih fase gerak kloroform
: etanol (10:1) yang digunakan untuk melakukan pemisahan dengan kromatografi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
kolom, karena spot senyawa yang berwarna kuning terlihat memisah dengan spot
lainnya tetapi masih menempel dengan spot yang berwarna ungu, tetapi lebih baik
bila dibandingkan dengan fase gerak yang lain, pada eluen kloroform : metanol
spot terlihat menumpuk, sedangkan pada eluen heksan : etil asetat spot target tidak
dapat terelusi.
4.4
Isolasi dan Pemurnian Senyawa Aktif Ekstrak InaCC A 75
Fraksinasi ekstrak InaCC A75 sebanyak 115 mg dengan kromatografi
kolom menggunakan fase diam silica gel 60 mesh 70 – 230 dan fase gerak
kloroform : etanol ( 10:1 ) didapatkan 77 fraksi yang ditampung dalam tabung
reaksi. Berdasarkan pola KLT dari 77 fraksi didapatkan 10 fraksi gabungan yang
mempunyai pola pemisahan yang sama.
Tabel 4.3 Hasil kromatografi kolom ekstrak InaCC A75
No
Fraksi
Warna
Berat ( mg )
1
2
1
2
Kuning
Kuning kecoklatan
20,4
18,4
3
3
Kuning kecoklatan
7,6
4
4
Ungu kekuningan
13,2
5
5
Ungu kekuningan
16,4
6
6
Kuning keunguan
7
7
8
7
8
Kuning
Kuning
1,4
3,3
9
9
Kuning kecoklatan
3,8
10
10
Coklat
20,3
Berdasarkan hasil kromatografi lapis tipis pada semua fraksi senyawa
belum terpisah secara sempurna, yang ditunjukan dengan adanya spot lebih dari
satu. Dari hasil KLT yang dibandingkan dengan hasil bioautografi menunjukan
bahwa fraksi 4, fraksi 5, fraksi 6 dan fraksi 7 diduga mempunyai senyawa aktif
sebagai antibakteri paling banyak dimana pada hasil KLT terlihat spot berwarna
kuning terang, sedangkan dibawah sinar UV 366 terlihat berpendar paling terang.
Pola pemisahan KLT fraksinasi ekstrak etil asetat InaCC A 75 ditunjukkan pada
Gambar 4.5.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.5 KLT hasil fraksinasi ekstrak A75 menggunakan fase gerak
kloroform : etanol ( 10:1) yang dideteksi dengan (a) UV 254 nm,
(b) UV 366 nm, (c) sebelum disemprot pereaksi serium sulfat, (d)
setelah disemprot serium sulfat
Fraksi 4 yang diduga terdapat senyawa aktif antibakteri, dilakukan
pemisahan lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam
Sephadex
LH-20
dikarenakan senyawa target
sulit
dipisahkan dengan
menggunakan silika gel. Fraksi 4 dengan berat 13,2 mg dapat larut sempurna
dalam etanol menghasilkan warna ungu kekuningan, sehingga etanol digunakan
sebagai fase gerak. Sephadex LH-20 digunakan untuk memisahkan senyawa
berdasarkan berat molekul, dimana molekul kecil akan memasuki pori – pori gel
sedangkan molekul besar akan melewati sela – sela gel sehingga lebih cepat turun
dari pada molekul yang melewati pori – pori. Spot kuning mempunyai berat
molekul yang lebih besar dibandingkan dengan spot ungu, hal ini terlihat ketika
kromatografi kolom sedang berlangsung, spot kuning turun terlebih dahulu.
Dari pemisahan fraksi 4 didapatkan 23 fraksi yang ditampung dalam
tabung reaksi, berdasarkan spot pada pola KLT yang dilakukan dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
menggunakan fase gerak kloroform : etanol (10:1), diperoleh 6 fraksi gabungan
yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 dan berat fraksi pada Tabel 4.4.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.6 KLT hasil Fraksinasi F4 meggunakan fase gerak kloroform : etanol
(10:1) pada penampak bercak (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm, (c)
serium sulfat
Tabel 4.4 Hasil kromatografi kolom fraksi 4
No
Fraksi
Warna
Berat ( mg )
1
4.1
Putih
1,4
2
3
4.2
4.3
Kuning
Kuning
7,5
0,7
4
4.4
Kuning keunguan
0,4
5
4.5
Ungu
0,8
6
4.6
Kuning keunguan
0,4
Dari 6 fraksi yang diperoleh hasil fraksinasi F4 menunjukkan adanya spot
tunggal pada F4.2 dengan spot berwarna kuning, dan dapat terlihat pada panjang
gelombang 254 nm, serta berpendar pada panjang gelombang 366 nm. Fraksi 4.2
mempunyai warna kuning dan berat 7,5 mg. F4.2 yang menunjukkan adanya spot
tunggal dilakukan KLT dengan menggunakan fase gerak yang berbeda untuk
membuktikan spot tunggal yang ada. Fase gerak menggunakan kloroform :
metanol dengan perbandingan 5: 1 yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.7 Hasil KLT senyawa F4.2 dengan menggunakan fase gerak kloroform
: metanol (5:1) mempunyai nilai Rf 0,67 pada penampak (a) UV
254 nm (b) UV 366 nm, (c) serium sulfat.
Berbeda dengan fraksi 4, gabungan fraksi 5 dan 6 tidak larut sempurna
dalam etanol 96%, sehingga pada fraksi 5 dan 6 perlu dilakukan filtrasi untuk
memisahkan fraksi yang larut dalam etanol dan yang tidak larut menggunakan
kapas yang dimasukan dalam pipet tetes. Setelah didapatkan filtrat etanol
selanjutnya dilakukan kromatografi kolom dengan menggunakan fase diam
Sephadex dan fase gerak etanol 96 %. Dari hasil kromatografi kolom didapatkan 4
fraksi gabungan yang ditunjukan pada Gambar 4.8.
(a)
(b)
(c)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Gambar 4.8 KLT hasil fraksinasi F5 menggunakan fase gerak kloroform : etanol
(10:1) dengan penampak bercak (a) UV 254 nm, (b) UV 366 nm, (c)
serium sulfat
Tabel 4.5 Hasil kromatografi kolom fraksi 5
4.5
No
Fraksi
Warna
Berat ( mg )
1
5.1
Putih
0,4
2
5.2
Kuning
7,5
3
5.3
Kuning keunguan
2
4
5.4
ungu
2,4
Penentuan Nilai MIC ( Minimum Inhibitory Concentration )
MIC dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari metabolit
yang diproduksi oleh isolat terpilih dalam menghambat bakteri uji. Hasil
penentuan nilai MIC fraksi 4.2 dan 5.4 yang telah difraksinasi dari ekstrak InaCC
A75 medium actino 1 menunjukan bahwa secara pengamatan visual fraksi 4.2
pada konsentrasi tertentu dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang
ditunjukkan dengan tidak terbentuknya kekeruhan atau tidak terjadinya perubahan
warna menjadi merah setelah ditambahkan INT, sedangkan fraksi 5.4 tidak
menunjukkan adanya penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri. Hasil MIC
ditunjukan pada lampiran 10.
Tabel 4.6 Data nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
No
Bakteri uji
1
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
2
Konsentrasi minimum penghambatan ( µg/ mL)
Senyawa
Fraksi
Kloramfenikol Eritromisin
4.2
5.4
64
4
1
≥ 128
≥ 128
8
64
Senyawa F4.2 lebih potensial dalam menghambat bakteri Gram positif
Staphylococcus aureus dengan nilai MIC 64 µg/mL dibandingkan penghambatan
terhadap Escherichia coli. Nilai MIC yang rendah menunjukkan kemampuan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
antibiotik yang tinggi. Makin rendah MIC, semakin bagus aktivitasnya. Namun
aktivitas antibakteri senyawa F4.2 tidak lebih besar daripada kloramfenikol dan
eritromisin
dalam
menghambat
bakteri
Staphylococcus
aureus
maupun
Escherichia coli.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dalam skrining dan isolasi metabolit
sekunder sebagai antibakteri dari beberapa isolat Aktinomisetes, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 15 isolat Aktinomisetes yang telah diskrining, terdapat 5 isolat
Aktinomisetes yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri yaitu isolat
InaCC A64, InaCC A67, InaCC A75, InaCC A89 dan InaCC A94 dengan
diameter penghambatan antara 0,4 – 1 cm.
2. Senyawa F4.2 dari isolat InaCC A 75 mempunyai aktivitas antibakteri yang
lebih peka terhadap Staphylococcus aureus dibandingkan Eschericia coli
3. Secara keseluruhan senyawa F4.2 dari isolat InaCC A 75 memiliki aktivitas
antibakteri yang masih lemah dibandingkan terhadap antibiotik kloramfenikol
dan eritromisin
5.2
Saran
1. Diperlukan analisa lebih lanjut dalam menentukan struktur molekul senyawa
F4.2 yang aktif sebagai antibakteri.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam mengisolasi senyawa antibakteri dari
Aktinomisetes lain, mengingat ada beberapa isolat yang mempunyai aktivitas
antibakteri yang belum dapat diidentifikasi pada penelitian ini.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
DAFTAR REFERENSI
Adegboye, Mobolaji Felicia and Olubukola Oluranti Babalola. 2012. Taxonomy
and Ecology of Antibiotic Producing Actinomycetes. African Journal of
Agricultural Research 7 (15):2255-2261
Agusta, Andria, Praptiwi, Yuliasri Jamal, Ahmad Fathoni. 2010. Antimicrobial
Metabolite from the Culture of Endophytic Fungus AFK-8 Isolated from Kayu
Kuning [Archangelisia flava (L.) Merr.]. International Seminar Biotechnology
for Enhancement the Tropical Biodiversity
Angeh, J.E. 2006. Isolation and Characterization of Antibacterial Compounds.
Thesis,University of Pretoria
Anonim. 2004. Purification by Liquid Chromatography. Billerica: Millipore
Corporation
Attimarad, Sunil Laxman, Gaviraj N. Ediga, Asif Abdulrahiman Karigar,
Ravindra Karadi, Nagesh Chandrashekhar, Chandrashekar Shivana. 2012.
Screening, Isolation and Purification of Antibacterial Agents from Marine
Actinomycetes. International Curent Pharmaceutical Journal 1(12):394-402
Berdy, Janos. 2005. Bioactive Microbial Metabolites: a personal view Journal of
Antibiotics, 58(1): 1–26, 2005
Choma, Irena M, Edyta M Grzelak. 2010. Bioautography Detection in Thin Layer Chromatography. Journal of Chromatography A Chroma-351708
Cushnie, T. P. Tim, Andrew J. Lamb. 2005. Antimicrobial Activity of
Flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents 26(2005) 343-356
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisa.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Gonzales J. Barrios, F. J. Fernandez, A. Tomasini. 2003. Microbial Secondary
Metabolites
Production
and
Strain
Improvement.
Indian
Journal
of
Biotechnology. 2:322-333
Gopikrishnan,V., Pazhamurugan R, T. Shanmuga Sundaram, M. Radhakrishnan,
R. Balagurunathan. 2012. Bioactive Potential of Actinobacteria Against Drug
Resistant Pathogens. Journal of Applied Pharmaceutical Science 02 (05): 167173
Gurung, Tara Devi, Chringma Sherpa, Vishwanath Prasad Agrawal, Binod
Lekhak. 2009. Isolation and Chracterization of Antibacterial Actinomycetes from
Soil Sample of Kalapatthar, Mount Everest Region. Nepal Journal of Science
and Tehnology 10 :173-182
He, Qi Rui. 2010. Studies on Optimization of Fermentation Process of
Streptomyces Lavendulae Xjy Strain and the Control Effect of Tomato Leaf
Mould. Dissertation, Northwest Agriculture and Forestry University
Jawetz, Ernest, Joseph L. Melnick, Edward A. Adelberg, Geo F. Brooks, Janet S
Butel, L Nicholas Ornston. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Alih
bahasa: Edi Nugroho, RF Maulany. Jakarta : EGC
Jensen, P.R., Mincer, T.J., Williams, P.G. and Fenical, W. 2005. Marine
Actinomycete Diversity and Natural Product Discovery.
Antonie van
Leeuwenhoek 87: 43-48
Khanna, Monisha, Renu Solanki, and Rup Lal. 2011. Selective Isolation of Rare
Actinomycetes Producing Novel Antimicroba Compounds. International Jurnal
of Advanced Biotechnology and Research. 2( 3):357-375
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Kayser, Fritz H., Kurt A. Bienz, Johannes Eckert, Rolf M. Zinkernagel, . 2005.
Medical Microbioly. New York : Thieme Stuttgart
Kesavan, S Sudha, S.Vijayalakshmi, S.Usha Nandhini, M.Bhavani Latha,
M.Masilamani Selvan. 2011. Application of Brine Shrimp Bioassay for
Screening Cytotoxic Actinomycetes. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science Research
Mangamuri,
Sreenivasulu
Usha
Kiranmayi,
Kamma.
2012.
Vijayalaksmi
Isolation,
Muvva,
Identification
Sudhakar
and
Poda,
Molecular
Characterization of Rare Actinomycetes from Mangrove Ecosystem of
Nizampatnam. Malaysian Journal of Microbiology, 8(2):83-91
Naine, Jemimah, Nasimunislam N., Vaishnavi B., Mohanasrinivasan V.,
Subathra Devi C. 2012. Isolation of Soil Actinomycetes Inhabiting Amrithi
Forest for The Potential Source of Bioactive Compounds. Asian Journal of
Pharmaceutical and Clinical Research 5( 2),2012
Ng, Zoe Yi dan Selvaraj Amsanevi. 2012. Isolation, Screening and
Characteristion of Antibiotic Producing Actinomycetes from Rhizosphere Region
of Different Plants from a Farm of Sungai Ramal Luar, Malaysia. J of Advanced
Biomedical & Pathology 2(3):96-107
Okami, Y, K Hotta. 1988. Search and Discovery of New Antibiotics. In:
Actinomycetes in Biotechnology (Eds. M Good Fellow, S T Williams and
Mordarski) Academic press, London
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga
Rahman, Atta ur, M.Iqbal Choudhary, William J.Thomsen, 2005. Bioassay
Techniques for Drug Development. Harwood academic publishers (hal :14)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Rahman, Md Ajijur, Md Mohamad Zahidul Islam, Md.Anwar U.I. Islam. 2011.
Antibacterial Activities of Actinomcete Isolates Collected from Soils of
Rajshahi, Bangladesh. Biotechnology Research International 2011, Article ID
857925
S, Ramesh, Rajesh M., Mathiavanan N. 2009. Characteristic of a Thermostable
Alkaline Protease Produced by Marine Streptomyces fungicides. Bioprocess
Biosyst Eng 2009;32:791-800
Saga, Tomoo, Keizo Yamaguchi. 2009. History of Antimicrobial Agents and
Resistant. Research and Reviews. JMAJ 52(2): 103-108
Sarker, Satyajit D, Zahid Latif, Alexander I Gray. 2006. Natural Product
Isolation, Second Edition. Totowa, New Jersey : Humana Press
Solanki, Renu, Monisha Khanna, Rup Lal. 2008. Bioactive Compounds from
Marine Actinomycetes. Indian Journal Microbial. (December 2008) 48:410-431
Song, Qin, Yun Huang, Hui Yang. 2012. Optimization of Fermentation
Conditions for Antibiotic Production by Actinomycetes YJ1 Strain against
Sclerotinia scleritiorum. Journal of Agricultural Science;Vol.4,No.7
Sosa, Anibal de J, Denis K Byarugaba, Carlos F Amabile Cuevas, Po Ren Hsueh,
Samuel Kariuki, Iruka N Okeke. 2010. Antimicrobial Resistance in Developing
Countries. New York : Springer
Talamona, Angelo. 2005. Laboratory Chromatography Guide. Switzerland :
Buchi Labortechnik
Valli, Suvanthi Sugasini S., Aysha O.S., Nirmala P., Vinoth Kumar P, Reena A.
2012. Antimicrobial Potential of Actinomycetes Species Isolated from Marine
Envvironment. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine (2012) 469-473
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Vimal V, Rajan B.M., Kannabiran K. 2009. Antimicrobial Activity of Marine
Actinomycetes, Nocardiopsis sp. Asian Journal Medical Science 2009; 1(2):5763
Valgas, Cleidson, Simone Machado de Souza, Elza F A Smania, Artur Smania Jr.
2006. Screening Method to Deterrmine Antibacterial Activity of Natural
Products. Brazilian Journal Microbiologi 38:369-380, 2007
Vanden Berghe, D.A, Vlietink, A.J. 1991. Screening Methods for Antibacterial
and Antiviral Agents from Higher Plants. In : Dey, P.M.,Harbone, J.D (eds),
Methods in Plant Biochemistry. Academic Press. London
Watson D. G. 2010. Analisis farmasi Edisi 2. Jakarta: EGC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Lampiran 1. Alur Kerja
15 isolat
aktinomisetes
Peremajaan
medium YSA
Kultivasi
medium YSB
Kultivasi medium
Actino 1
Ekstraksi dengan pelarut etil
asetat : metanol (4 :1 )
KLT dan Skrining antibakteri
Scaling up isolat yang aktif
(A75) medium Actino 1
Ekstraksi pelarut etil asetat
Kromatografi kolom
Purifikasi
Penentuan nilai MIC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Lampiran 2. Uji Bioautografi Antibakteri
Pembuatan media BHI dan
sterilisasi alat yang digunakan
Pembuatan suspensi bakteri
uji dengan media BHI
Masing – masing ekstrak
dan kloramfenikol ditotol
pada plat KLT
Inkubasi pada sheker
incubator 100 rpm 370 C
selama 20 jam
Diinkubasi ± 1 jam pada
suhu 370 C
Pembuatan media
bioautografi dengan BHI
45 mL + suspensi bakteri 5
mL
Plat dicelupkan dalam media ±
5 detik dan diletakan pada petri
yang terdapat tissue yang
dibasahi dengan aquadet steril
Inkubasi pada suhu 370 C
selama 20 jam
Disemprot dengan INT,
dan diinkubasi pada suhu
370 C selama 1 jam
Pengamatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Lampiran 3. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri A75
Ekstrak etil asetat
A75 (115 mg)
Kromatografi kolom dengan fase diam silica
dan fase gerak kloroform : etanol (10:1)
F1
F3
F2
F5
F9
F7
F6
F4
F8
F10
F5
Kromatografi kolom dengan fase diam
sephadex dan fase gerak etanol 96 %
F4.1
F4.3
F4.2
F4.5
F4.4
F4.6
Penentuan nilai MIC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
( Lanjutan )
F5
Filtrasi
Larut etanol
Tidak larut etanol
Kromatografi kolom fase diam
sephadex dan fase gerak etanol 96 %
F5.1
F5.2
F5.3
F5.4
Penentuan nilai MIC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 4. Isolat Aktinomisetes
InaCC A63
InaCC A64
InaCC A67
InaCC A72
InaCC A74
InaCC A75
InaCC A78
InaCC A82
InaCC A83
InaCC A85
InaCC A89
InaCC A94
InaCC A0112
InaCC A0114
InaCC A0116
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 5. Hasil Kultivasi
Medium YSB
Medium Actino 1
InaCC A63
InaCC A64
Medium YSB
Medium Actino 1
InaCC A74
InaCC A75
InaCC A67
InaCC A78
InaCC A72
InaCC A82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
( Lanjutan )
Medium YSB
Medium Actino 1
Medium YSB
Medium Actino 1
InaCC A83
InaCC A0112
InaCC A85
InaCC A0114
InaCC A89
InaCC A0116
InaCC A94
Medium
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 6. Morfologi isolat Aktinomisetes
InaCC A63
InaCC A64
InaCC A67
InaCC A72
InaCC A74
InaCC A75
InaCC A78
InaCC A82
InaCC A83
InaCC A85
InaCC A89
InaCC A94
InaCC A0112
InaCC A0114
InaCC A0116
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 7. Bakteri Uji
Staphylococcus aureus
Eschericia coli
Pewarnaan bakteri
Staphylococcus aureus
Pewarnaan bakteri
Eschericia coli
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 8. Hasil ekstraksi dan fraksinasi
Ekstrak isolat Aktinomisetes medium YSB
Ekstrak isolat Aktinomisetes medium actino 1
Fraksinasi ekstrak isolat A75
Fraksinasi F4 (ekstrak isolat A75)
Fraksinasi F5 ( ekstrak isolat A75)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 9. Hasil MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
F 4.2
F 5.4
Kloramfenikol
Eritromisin
128 µg/mL
MHB 2
64 µg/mL
MHB 1
32 µg/mL
MHB 1 +
bakteri
16 µg/mL
8 µg/mL
MHB 1 +
DMSO +
bakteri
4 µg/mL
2 µg/mL
MHB 1 +
etanol +
bakteri
1 µg/mL
Bakteri Uji Staphylococcus aureus
F 4.2
F 5.4
Kloramfenikol
Eritromisin
128 µg/mL
MHB 2
64 µg/mL
MHB 1
32 µg/mL
MHB 1 +
bakteri
16 µg/mL
8 µg/mL
MHB 1 +
DMSO +
bakteri
4 µg/mL
2 µg/mL
MHB 1 +
etanol +
bakteri
1 µg/mL
Bakteri Uji Eschericia coli
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 10. Perhitungan konsentrasi sampel uji
Berat F4.2 = 7,5 mg dibuat konsentrasi 2 mg/mL
=
= x mL
3,75 mL = x
Dari 7,5 mg/3,75 mL, diambil sebanyak 512 µg
=
x = 0,256 mL = 256 µL
Berat F5.4 = 2,4 mg dibuat konsentrasi 1 mg/mL
=
= x mL
2,4 mL = x
Dari 2,4 mg/2,4 mL, diambil sebanyak 512 µg
=
x = 0,512 mL = 512 µL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 11. Perhitungan pengenceran suspensi bakteri
1. Bakteri Staphylococcus aureus
Koloni yang muncul = 65
Faktor pengenceran = 108
Jumlah koloni =
Jumlah koloni =
Jumlah koloni = 65 x 109 CFU/mL
= 6,5 x 1010 CFU/mL
Dilakukan pengenceran sehingga didapatkan jumlah koloni 6,5 x 105 CFU/mL
500 µL
Suspensi
bakteri
Koloni 1010
50 µL
4500 µL
MHB
Koloni 109
200 µL
4950 µL
MHB
19800 µL
MHB
Koloni 107
Koloni 105
2. Bakteri Eschericia coli
Koloni yang muncul = 105
Faktor pengenceran = 106
Jumlah koloni =
Jumlah koloni =
Jumlah koloni = 105 x 107 CFU/mL
= 1,05 x 109 CFU/mL
Dilakukan pengenceran sehingga didapatkan jumlah koloni 1,05 x 105 CFU/mL
50 µL
Suspensi
bakteri
Koloni 109
200 µL
4950 µL
MHB
19800 µL
MHB
Koloni 107
Koloni 105
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 12. Komposisi dan cara pembuatan medium
No
.
1.
Medium
Komposisi
YSB (Yeast
Yeast extract
Starch Broth) Starch
Air
2.
YSA (Yeast
Starch Agar)
3.
Actino 1
4.
BHI (Brain
Heart
Infusion)
5.
MHA
(Mueller
Hinton Agar)
6.
MHB
(Mueller
Hinton
Broth)
Cara pembuatan
2g
10 g
1 L
12 g YSB dilarutkan
dalam 1 L air dengan
cara dipanaskan,
sterilisasi pada autoklaf
1210C selama 15 menit
Yeast extract
2 g 27 g YSA dilarutkan
Starch
10 g dalam 1 L air dengan
Agar
15 g cara dipanaskan,
Air
1 L sterilisasi pada autoklaf
1210C selama 15 menit
Polypepton
5g
8 g Actino 1 dilarutkan
Yeast extract
3g
dalm 1 L air dengan cara
Air
1 L dilakukan stirrer,
sterilisasi pada autoklaf
1210C selama 15 menit
Brain heart infusion 6 g 36 g BHI dilarutkan
Peptic digest of animal
dalam 1 L air dengan
tissue
6g
cara dipanaskan,
NaCl
5g sterilisasi pada autoklaf
Dextrose
3g 1210C selama 15 menit
Pancreatic digest of
gelatin
14,5 g
Disodium phosphate 2,5g
Beef extract
2 g
38 g MHA dilarutkan
Acid hydrolysate of casein dalam 1 L air, dan
17,5 g
dipanaskan agar larut
Starch
1,5 g sempurna, sterilisasi
Agar
17 g pada autoklaf 1210C
Air
1L
selama 15 menit
Beef extract
2 g
21 g MHB dilarutkan
Acid hydrolysate of casein dalam 1 L air, dan
17,5 g
dipanaskan agar larut
Starch
1,5 g sempurna, sterilisasi
Air
1 L pada autoklaf 1210C
selama 15 menit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 13. Alat – alat yang digunakan
Gambar
Keterangan
Rotary
evaporator
(Heidolp WB
2000 )
Gambar
Keterangan
Inkubator
(WTC
Binder)
Kromatografi
kolom
D = 2 cm, t=
60 cm
Fase diam
silica gel 70 –
230 mesh
Fase gerak
kloroform :
etanol (10:1)
Kromatograf
i kolom
D = 0,5 cm,
t = 100 cm
Fase diam
Sephadex
LH 20
Fase gerak
etanol 96%
Autoklaf
(HIRAYAMA
)
Shaker
incubator
(innova
2100)
Lemari asam
Laminar air
flow (SPEG
AIR TECH )
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
( Lanjutan )
Gambar
Keterangan
UV cabinet (
CAMAG )
Shaker
incubator
(KOTTERMA
NN )
Gambar
Keterangan
Timbangan
analitik
(AND)
Microtiter
plate
(GILSON)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download