BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perilaku tidak etis penting untuk dipelajari karena perilaku tidak etis kemungkinan akan membawa dampak buruk pada kinerja organisasi (Beu dan Buckely, 2001). Baucus dan Baucus (1997) menjelaskan bahwa perilaku tidak etis dapat terjadi di berbagai bidang: bisnis, pemerintahan, agama, pendidikan, olahraga bahkan di bidang akademis. Perilaku tidak etis yang akan dibahas pada penelitian ini adalah perilaku tidak etis di bidang bisnis yaitu melakukan kecurangan terhadap pelaporan keuangan. Kasus kecurangan pelaporan telah banyak terjadi di Indonesia. Bachtiar (2012) membeberkan beberapa kasus kecurangan pelaporan yang terjadi di Indonesia misalnya yang dilakukan perusahaan Kimia Farma. PT. Kimia Farma menyajikan laba bersih pada laporan keuangan tahun 2001 sebesar Rp 132 miliar, padahal laba bersih seharusnya hanya sebesar Rp 99,594 miliar. Selain PT. Kimia Farma terdapat juga kasus yang terjadi pada PT. Kereta Api Indonesia yaitu adanya manipulasi laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tahunan yang diterbitkan pada tahun 2005, perusahaan mengumumkan keuntungan yang diperoleh PT. KAI sejumlah Rp 6,90 miliar pada saat kondisi seharusnya mengalami kerugian. Dari beberapa perilaku manajer tersebut menunjukkan bahwa manajer telah melakukan tindakan yang merugikan bagi perusahaan. 1 Adanya tindakan manajer yang merugikan bagi perusahaan didukung oleh teori agensi yang dipelopori oleh Jensen dan Meckling. Terkait dengan teori agensi, Wolk dkk. (2008) menyebutkan bahwa manajer sebagai agen merupakan pihak yang diberi wewenang oleh prinsipal (pemilik) untuk menjalankan tugas yang diperintahkan oleh prinsipal dan bertindak atas nama prinsipal dalam rangka mencapai tujuan. Pendelegasian wewenang oleh prinsipal kepada agen membuat agen mempunyai kekuasaan penuh terhadap pengelolaan sumber daya perusahaan. Akibatnya prinsipal dan agen dapat mempunyai preferensi dan tujuan yang berbeda (Anthony dan Govindarajan, 2007). Prinsipal memiliki kepentingan terkait dengan peningkatan kekayaan, di sisi lain manajer sebagai agen dapat bertindak sewaktu-waktu untuk menghasilkan kepentingan diri sendiri (Alangar, 1993). Jensen dan Meckling (1976) menyebutnya sebagai agency relationship. Sebagai agen, manajer dituntut untuk memberikan informasi yang benar terkait dengan pelaporan keuangan sehingga pelaporan keuangan tersebut tidak menyesatkan. Namun karena adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dengan agen dan adanya kekuasaan yang diberikan kepada agen untuk menjalankan tugas operasional perusahaan tidak menutup kemungkinan untuk agen bersikap oportunistik sehingga agen tidak memberikan informasi yang sebenarnya kepada prinsipal (asymmetry information). Adanya asymmetry information antara prinsipal dengan agen menyebabkan prinsipal mengeluarkan biaya monitoring sebagai upaya untuk meyakinkan bahwa agen bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Untuk menghindari agen bersikap oportunistik, 2 Anthony dan Govindarajan (2007) mengungkapkan bahwa prinsipal berusaha membatasi perbedaan kepentingan dengan membuat kontrak kompensasi yang tepat. Adanya kontrak kompensasi yang tepat terhadap agen membuat agen terikat perjanjian dengan prinsipal, sehingga memaksakan agen bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Namun dengan adanya kontrak kompensasi belum menjamin kinerja perusahaan menjadi baik. Dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberikan keyakinan kepada prinsipal bahwa agen telah mencapai tujuan organisasi sesuai dengan keinginan prinsipal. Sehingga, penelitian Conlon dan Park (1990) berhasil menemukan bahwa dengan menerapkan kompensasi berdasarkan insentif dan adanya sistem monitoring akan menghasilkan kinerja organisasi yang lebih baik. Conlon dan Park berpendapat bahwa kompensasi berperan penting untuk memotivasi individu berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi ditunjang dengan adanya sistem monitoring. Terkait dengan perilaku pelaporan keuangan, manajer seringkali dihadapkan pada situasi dilema yang pada akhirnya dapat memengaruhi perilakunya terhadap pelaporan keuangan. Bagaimana manajer membuat keputusan ketika dihadapkan pada situasi dimana ada perbedaan kepentingan antara manajer dengan prinsipal menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Perbedaan kepentingan antara manajer dengan prinsipal dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan oleh manajer yang pada akhirnya akan mencerminkan perilaku manajer. Prinsipal menginginkan agar manajer memberikan nilai tambah pada perusahaan sehingga menyebabkan kekayaan prinsipal meningkat sedangkan manajer berusaha untuk memaksimalkan 3 keuntungan pribadinya bukan keuntungan perusahaan. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana manajer mengambil keputusan terkait dengan pelaporan keuangan, apakah manajer cenderung bertindak untuk kepentingan prinsipal (etis) ataukah manajer cenderung bertindak oportunistik untuk mengejar kepentingan pribadi (tidak etis). Proses pengambilan keputusan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor situasional (faktor eksternal) dan faktor individual (individual difference). Individual difference merupakan faktor internal yang turut memengaruhi proses pengambilan keputusan meliputi penalaran moral (cognitive moral development), locus of control, machiavellianism, belief in a just world dan personal moral philosophy (Bass dkk. 1999). Dengan menggunakan metode eksperimen, manipulasi berupa ada tidaknya audit atas laporan keuangan dan ada tidaknya kompensasi berbasis kinerja digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh orientasi etika terhadap perilaku manajer. Variabel kondisi sosial dan kompensasi digunakan dalam penelitian ini agar lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya bagaimana manajer mengambil keputusan terkait dengan pelaporan keuangan. Kondisi sosial berupa kondisi dimana laporan keuangan tidak diaudit (anonymity) dan diaudit (public disclosure) digunakan sebagai variabel yang mencerminkan faktor situasional seperti yang dilakukan pada penelitian Mayhew dan Murphy (2009). Namun dalam penelitian Mayhew dan Murphy ini tidak mempertimbangkan faktor individu. Dengan menggunakan metode eksperimen, penelitian Mayhew dan Murphy (2009) membahas mengenai kecurangan 4 pelaporan hanya dengan mempertimbangkan faktor situasional yang berupa kondisi sosial dan tidak mempertimbangkan faktor individu. Pengungkapan privat (anonymous) dan pengungkapan publik (public disclosure) digunakan sebagai bentuk manipulasi untuk mencerminkan kondisi sosial. Penelitian Rafinda (2013) menambahkan faktor individu berupa tingkat penalaran moral (cognitive moral development) untuk mengetahui bagaimana kemampuan faktor situasional dan faktor individual dalam memprediksi perilaku kecurangan individu terhadap laporan keuangan. Dalam penelitian ini mempertimbangkan faktor individu yang berupa orientasi etika. Untuk menggambarkan permasalahan agensi, beberapa peneliti menggunakan variabel kompensasi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perilaku maupun kinerja individu. Kompensasi merupakan bentuk balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Dengan adanya kompensasi dapat menciptakan goal congruence dan kompensasi dapat digunakan untuk menjembatani kepentingan karyawan dan pemilik perusahaan (Chong dan Eggleton, 2007). Terdapat hasil penelitian yang bertolak belakang mengenai kompensasi. Menurut Chow et al., 1988 pemberian kompensasi berupa insentif mendorong manajer memberikan pelaporan yang jujur. Hal ini menunjukkan bahwa kompensasi memberikan dampak yang baik bagi perusahaan. Namun dalam penelitian Kohn, 1993 kompensasi menunjukkan dampak yang buruk bagi perusahaan. Kohn, 1993 menyatakan bahwa dengan adanya kompensasi berarti perusahaan telah membelenggu karyawannya dengan target. Semakin tinggi kompensasi yang diberikan oleh perusahaan semakin besar target yang harus 5 dicapai karyawan. Hal ini dapat menyebabkan dua kemungkinan yaitu: pertama, karyawan dapat termotivasi dengan kompensasi sehingga dengan adanya kompensasi kinerja dapat meningkat (dampak baik) atau kedua, jika karyawan tidak termotivasi dengan kompensasi maka kinerja menurun (dampak buruk). Hasil penelitian Kohn, 1993 membuktikan bahwa kompensasi berupa insentif menjadikan karyawan tidak mempercayai organisasi dan dapat menimbulkan moral yang rendah dan kinerja yang buruk. Personal moral philosophy yang berupa orientasi etika individu (idealis/relatif) digunakan sebagai variabel pemoderasi yang mencerminkan faktor individual. Penelitian menggunakan variabel orientasi etika yang diukur dengan Ethics Position Questioner membantu menjelaskan berbagai keputusan yang dibuat individu dalam organisasi (Forsyth, 1980). Terkait dengan orientasi etika, Forsyth (1980) menjelaskan bahwa idealism dan relativism merupakan penentu kuat dalam penilaian etika (ethical judgment) dan perilaku bisnis. Singhapakdi et al., 1999 dan Douglas et al., 2001 menjelaskan bahwa idealism dan relativism turut memengaruhi intensitas moral (moral intensity) individu dan dapat menentukan keterlibatan individu dalam situasi keputusan etis (Park, 2005). Orientasi etika sebagai variabel pemoderasi diharapkan dapat memengaruhi hubungan kondisi sosial dan kompensasi terhadap perilaku manajer. Pengungkapan privat (anonymous) dan pengungkapan publik (public disclosure) serta ada tidaknya kompensasi tidak mengubah perilaku individu yang berorientasi idealis. Pada kondisi privat (anonymous) dimana tidak ada pengawasan dan evaluasi terhadap laporan keuangan, manajer yang idealis tidak 6 melakukan kecurangan dalam pelaporan. Begitu juga pada saat kondisi terdapat kompensasi manajer yang tergolong idealis tidak melakukan kecurangan dalam pelaporan. Oleh karena itu untuk lebih menjelaskan situasi dilema yang dihadapi oleh manajer karena adanya agency relationship, dengan menggunakan metode eksperimen, penelitian ini menguji bagaimana pengaruh faktor situasional yang berupa kondisi sosial dan sistem kompensasi serta faktor individual yang berupa orientasi etika terhadap perilaku pelaporan manajer. Penelitian ini juga membuktikan apakah orientasi etika (idealis dan relatif) dapat memengaruhi individu untuk berperilaku etis. I.2. Perumusan Masalah Manajer seringkali dihadapkan pada situasi dilema yang pada akhirnya dapat memengaruhi perilakunya terhadap pelaporan keuangan. Adanya perbedaan kepentingan antara manajer dengan prinsipal dapat memengaruhi pengambilan keputusan oleh manajer yang pada akhirnya mencerminkan perilaku manajer. Prinsipal menginginkan agar manajer memberikan nilai tambah pada perusahaan sehingga menyebabkan kekayaan prinsipal meningkat sedangkan manajer berusaha untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya bukan keuntungan perusahaan. Bagaimana manajer membuat keputusan ketika dihadapkan pada situasi dimana ada perbedaan kepentingan antara manajer dengan prinsipal menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Untuk itu beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: pertama, apakah kondisi sosial 7 memengaruhi perilaku pelaporan manajer? Kedua, apakah sistem kompensasi memengaruhi perilaku pelaporan manajer? Ketiga, apakah orientasi etika memengaruhi hubungan kondisi sosial dan sistem kompensasi terhadap perilaku pelaporan manajer? I.3. Tujuan Penelitian Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah: pertama, penelitian ini ingin menguji pengaruh kondisi sosial terhadap perilaku pelaporan manajer. Kedua, penelitian ini ingin menguji pengaruh kompensasi terhadap perilaku pelaporan manajer. Ketiga, penelitian ini ingin menguji apakah orientasi etika dapat memengaruhi hubungan kondisi sosial dan sistem kompensasi terhadap perilaku pelaporan manajer. I.4. Pentingnya Penelitian Ada beberapa alasan kenapa penelitian ini penting dilakukan. Pertama, penelitian ini menguji pengaruh faktor situasional dan faktor individual terhadap perilaku pelaporan manajer. Kondisi sosial dan kompensasi yang mencerminkan faktor situasional diharapkan dapat lebih menggambarkan kondisi senyatanya tentang perilaku pelaporan manajer ketika dihadapkan pada dilema etika terkait dengan agency relationship. Kedua, dengan menggunakan metode eksperimen penelitian ini mengukur perilaku kecurangan aktual manajer dalam menyusun laporan keuangan bukan hanya mengukur niatan melakukan kecurangan. Dilihat dari tahapan model 8 pengambilan keputusan etis yang dikembangkan oleh Jones dan Washington (1991), penelitian ini sudah berada pada tahapan yang keempat yaitu tahap terlibat dalam perilaku (engage in ethical behavior), tahap akhir dari proses pengambilan keputusan etis. Ketiga, penelitian ini mencoba membahas perilaku pelaporan dari sudut pandang etika. Variabel orientasi etika digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perilaku pelaporan. Pada penelitian Mayhew dan Murphy (2009) menemukan hasil bahwa pada kondisi anonymous mahasiswa yang sudah mengambil matakuliah etika bisnis dengan mahasiswa yang belum mengambil matakuliah etika bisnis telah melakukan kecurangan. Penulis menduga bahwa orientasi etika individu turut memengaruhi proses pengambilan keputusan. Pada kondisi anonymous individu yang mempunyai orientasi etika idealis walaupun belum mengambil matakuliah etika bisnis seharusnya tidak melakukan kecurangan pelaporan (missreporting). Sehingga diharapkan penelitian ini dapat membuktikan bahwa orientasi etika individu dapat memengaruhi individu dalam melakukan perbuatan etis. Keempat, sepengetahuan peneliti belum ada penelitian yang membahas bagaimana pengaruh kondisi sosial dan kompensasi terhadap perilaku pelaporan dikaitkan dengan orientasi etika individu. Diharapkan penelitian ini dapat membuktikan bahwa orientasi etika individu dapat memengaruhi individu dalam melakukan perbuatan etis. 9 I.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan gambaran mengenai bagaimana pengaruh dari laporan keuangan yang tidak diaudit (anonymity) dengan laporan keuangan yang diaudit (public disclosure) terhadap kecenderungan manajer melakukan kecurangan pelaporan (missreporting). 2. Memberikan gambaran mengenai bagaimana pengaruh kompensasi terhadap kecenderungan manajer melakukan kecurangan pelaporan (missreporting). 3. Memberikan gambaran mengenai bagaimana orientasi etika individu akan memengaruhi manajer dalam berperilaku. 4. Menunjukkan pada pimpinan organisasi atau perusahaan bahwa kondisi sosial dan kompensasi dapat memicu manajer berperilaku tidak etis. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada manajemen agar menggunakan hasil penelitian ini dalam mengevaluasi aktivitas manajerial dalam aspek perilaku karyawan. Jika ternyata hasilnya signifikan maka dalam melakukan perekrutan karyawan manajer perlu dipertimbangkan bagaimana orientasi etika calon karyawan sehingga cara ini dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya perilaku kecurangan. 10 I.6. Sistematika Pembahasan Pembahasan penelitan ini selengkapnya diorganisasikan sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang penelitian , rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II. Kajian Literatur dan Pengembangan Hipotesis Bab ini membahas tinjauan literatur dan pengembangan hipotesis. Bab III. Metode Penelitian Bab ini membahas subyek/partisipan penelitian, desain penelitian, prosedur penugasan, definisi operasional dan pengukuran, 11nstrument penelitian. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menyajikan hasil pilot test dan pengolahan data dalam rangka menguji hipotesis yang diajukan dan pembahasan terhadap hasil analisis. Bab V. Penutup Bab ini menjelaskan mengenai simpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, implikasi serta saran untuk penelitian selanjutnya. 11