pusat pembinaan keahlian dan teknik konstruksi badan pembinaan

advertisement
PUSAT PEMBINAAN KEAHLIAN DAN TEKNIK KONSTRUKSI
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Jl. Abdul Hamid Cicaheum Bandung, 40193. Tlp. (022) 7206892 Fax. (022) 7236224
Dari Redaksi
Jurnal kali ini masih mengetengahkan materi Mata
Kuliah Umum Kedinasan yang berupa karya tulis ilmiah
dari para karyasiswa program Magister Teknik
kerjasama Pendidikan Pusbiktek BPKSDM Dep. PU
dengan Perguruan Tinggi Mitra, Angkatan 2006.
JURNAL
PENDIDIKAN PROFESIONAL
Diterbitkan Oleh
Pusat Pembinaan Keahlian dan
Teknik Konstruksi
BPKSDM
Departemen Pekerjaan Umum
Penanggung Jawab/Pembina
Ir. Iwan Nursyirwan Diar, Dipl. HE.
Pananggung Jawab/Pengarah
Dr. Ir. Nana Rukmana D. Wirapradja, MA.
Pemimpin Redaksi
Ir. Heriyadi Dwijoyanto, Dipl. HE.
Wakil Pemimpin Redaksi
RM. Bambang Ari Amarto, ST.
Penyunting / Editor
Ir. Yaya Supriyatna, M.Eng.Sc.
Drs. Wiwies Wisusena
Ir. Christian Handry Laihad, M.Pd.
Kiagus Moch. Ali, ST, Sp. PSDA
Beberapa tulisan tersaji dalam edisi kali ini
diantaranya bertajuk ”Perbandingan Subway dan
Busway Sebagai Angkutan Umum Perkotaan”,
”Penataan Bangunan Pada Kawasan Kumuh di Pesisir
Pantai OEBA Kota Kupang”, ”Penanganan Kemacetan
Lalu-lintas di Kota Abepura - Papua ”, ”Pemanfaatan
Bambu Sebagai Bahan Alternatif pada Konstruksi
Bangunan Sederhana”, ”Peran Serta Masyarakat dalam
Rangka Menjaga Ketersediaan Air Waduk pada Musim
K e m a r a u ” , s e r t a ” P e n y e d i a a n R S H Ya n g
Berkelanjutan”.
Jurnal pendidikan profesional ini diterbitkan untuk
memacu para karyasiswa dalam menyelesaikan tugas
selama masa perkuliahan karena karya ilmiah yang
disajikan dalam jurnal kali ini merupakan hasil
penyeleksian tugas dari para karyasiswa tersebut.
Akhirnya tim redaksi mengucapkan terima kasih atas
partisipasi semua pihak, sehingga jurnal pendidikan
profesional ini dapat diterbitkan pada waktunya.
Selamat membaca !
Redaktur Pelaksana
Nugroho Wuritomo, ST, MT.
Ir. Sudradjat, M.Eng.
Asep Wardiman, SH, M.Pd.
Wahyu Triwidodo, ST, M.Eng.
Anjar Pramularsih, ST.
Ero. S.Pd.
Sekretariat
NBR Noor Suarni, S.Sos.
Iyan Hendrayanto, AMd.
Ahmad Baharudin
Alamat Redaksi
Jl. Abdul Hamid, Cicaheum, Bandung
40193
Tlp:(022) 7206892. Fax: (022) 7236224
E-mail:
[email protected]
[email protected]
Jurnal Pendidikan Profesional merupakan wahana komunikasi
bagi seluruh stake holder Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik
Konstruksi (Pusbiktek). BPKSDM, Departemen Pekerjaan Umum.
Redaksi menerima sumbangan tulisan/artikel yang berkaitan
dengan pendidikan profesional baik dari mitra kerjasama perguruan
tinggi nasional, balai-balai, para profesional pendidikan,
widyaiswara, karyasiswa dan segenap pihak pelaksana serta
pemerhati pendidikan profesional.
Tulisan disajikan dalam Ms. Word dilengkapi tabel,
grafik, gambar, foto sesuai kebutuhan. Tulisan (satu eksemplar)
hard copy dan disket disampaikan kealamat redaksi atau melalui
e-mail : Jurnal @bdg.centrin.net.id (tulisan melalui e-mail,
diharapkan mengirimkan draf melalui fax. ke no. 022 - 7236224).
PEMANFAATAN BAMBU
SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF
PADA KONSTRUKSI BANGUNAN
SEDERHANA
Gerson Pangajow, Howardi (*)
ABSTRAK
Manusia hidup pada hakekatnya membutuhkan kehidupan yang
layak,baik sandang, pangan dan papan sehingga manusia itu sendiri mempunyai
angan angan dan harapan, menginginkan suatu rumah yang kuat, kokoh dan sehat
dengan harga yang murah. Tapi kenyataan rumah yang menjadi harapan tidak
sesuai dari segi konstruksi tidak kokoh serta tidak sehat. Hal ini dapat kita lihat di
pedesaan dan kepulauan yang jauh berbeda dengan perkotaan.
Melihat kenyataan ini timbul gagasan dan konsep tentang
“BAGAIMANA MENEKAN HARGA PEMBANGUNAN PADA SEKTOR IPU
DI PEDESAAN DAN KEPULAUAN YANG PADA AKHIRNYA DAPAT
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT LUAS”
Memberikan pengetahuan bagi kita semua mengenai bambu. Bambu
pada setiap daerah dikenal dengan nama masing-masing seperti Padang buluh,
Menado, gorontalo bulu. Bambu banyak tumbuh dan tersedia dalam jumlah yang
cukup dan perkiraan penulis dapat digunakan dalam waktu yang lama. Bambu
yang kita lihat sehari-hari hanya dibiarkan begitu saja tampa ada penggunaan
yang tepat. Penggunaan bambu yang tepat dalam pembangunan dapat menekan
biaya pembanguan IPU itu sendiri.
Ide ide diatas sekiranya dapat di implementasikan dalam penggunaan sektor
IPU di pedesaan dan kepulauan yang ada jauh dari perkotaan. Sasaran yang
penulis tuju saat ini ialah memberikan pengetahuan pada masyarakat seluasluasnya di pedesaan dan kepulauan tentang bambu.
Kata kunci : Pemberdayaan bambu untuk kepentingan peningkatan IPU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam banyak segi pembangunan yang ada di
perkotaan baik pembangunan dengan menggunakan
konstruksi rumit ataupun konstruksi sederhana penggunaan
baja memegang peranan yang sangat penting dalam
pelaksanaan pekerjaan. Untuk daerah pedesaan atau
kepulauan, baja sebagai bahan perkuatan untuk
meningkatkan kekuatan dari konstruksi beton seringkali
tidak dapat terjangkau dikarenakan harga yang mahal, akses
dari pedesaan, kepulauan ke perkotaan untuk membeli baja
sangat sulit diakibatkan sarana dan prasarana transportasi
kurang memadai, sehingga membuat kesenjangan
pembangunan dipedesaan, kepulauan terkebelakang jauh
dari pembangunan di perkotaan.
Kalau kita mau bijaksana, kita dapat memanfaatkan
sumber daya alam yang ada, seperti bambu misalnya.
Keuntungan yang bisa kita dapat yaitu dengan menekan
biaya pembangunan, sementara disekitar kita dan bahkan
diseluruh Indonesia bambu banyak terdapat
dan tumbuh subur. Bambu yang ada hanya dibiarkan begitu
saja tanpa ada penggunaan yang cukup bermanfaat.
Pemanfaatan bambu untuk masyarakat hanya terbatas pada
pembuatan pagar rumah, bilik bilik ataupun dijadikan
perancah bangunan serta karya seni.
Pemanfaatan bambu sekarang ini belumlah optimal
disebabkan karena kekurangan pengetahuan, ketidaktahuan
tentang bambu itu sendiri serta kekurangpercayaan untuk
menggunakan bambu. Masih ada anggapan bahwa bangunan
jenis bambu merupakan konstruksi masyarakat ekonomi
bawah.
Banyak hasil penelitian tentang bambu menyatakan bambu
mempunyai kelebihan-kelebihan, keunggulan-keunggulan
yang dapat kita gunakan dalam konstruksi bangunan. Banyak
pengetahuan tentang bambu yang dapat disampaikan antara
lain bambu bisa diawetkan, dijadikan tulangan sebagai
perkuatan pada konstruksi bangunan sederhana yang belum
diketahui atau memasyarakat.
1.2. Tujuan
? Mencari solusi penggunaan bambu pada masyarakat
pedesaan dan kepulauan untk menekan biaya pembangunan
konstruksi yang selama ini menjadi kendala dalam
masyarakat pedesaan dan kepulauan.
? Mencari alternatif ketergantungan penggunaan tulangan
baja dalam pembangunan konstruksi bangunan dipedesaan
dan kepulauan agar supaya pembangunan sektor IPU
tidakjauh tertinggal dari perkotaan.
1.3. Manfaat
? Menekan biaya pembangunan konstruksi bangunan akibat
mahalnya harga baja di pasaran.
? Meningkatkan / memberikan pengetahuan yang sebesarbesarnya kepada masyarakat luas tentang manfaat bambu
untuk mendukung IPU.
1.4. Pembatasan masalah
Dalam penerapannya sekarang bambu telah banyak
dipergunakan untuk berbagai hal baik sebagai kerajinan
tangan ataupun untuk konstruksi bangunan. Dalam penulisan
ini kami membatasi “penggunaan bambu dalam
pembangunan konstruksi sebagai tulangan alternatif
pengganti tulangan baja.”
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
Teori yang melandasi dalam penulisan ini mengacu
kepada perencanaan struktur beton bertulang standar SNI T15-1991-03. Perlakuan struktur beton penulangan dengan
bambu disamakan dengan perlakuaan struktur beton
bertulang dengan tulangan baja. Kita mengetahui bahwa
beton memiliki kekuatan terhadap tarik sangat kecil, oleh
karena itu guna mengatasi kelemahan beton tersebut
digunakan tulangan yang pada penulisan ini menggunakan
tulangan bambu bada bagian tarik, sehingga menghasilkan
beton bertulang.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
1
Gaya yang bekerja pada struktur beton akan ditahan oleh
beton dan tulangan secara bersama-sama secara internal. Jadi
diharapkan daya lekat yang tinggi antara tualangan dan
beton. Jadi seolah-olah beton bertingkah laku sebagai
material homogen. Sebagai balok homogen, nilai regangan
pada serat beton maupun pada tulangannya adalah sama dan
berbanding lurus dengan jarak sumbu netral, yaitu nol pada
garis netral dan maksimum pada serat terluar.
Karena regangan tekan beton pada setiap pembebanan adalah
sama dengan dengan regangan tekan tulangan menurut teori
elastisitas dapat ditulis
εs = εc =
fc
f
= s
Ec Es
Beban maksimum yang dapat dipikul oleh suatu struktur
merupakan kekuatan batas yang merupakan besar daya pikul.
Kekuatan batas dari suatu struktur beton bertulang yang
dibebani secara kosentris dimana tercapai kondisi beton
hancur dan tulangan meleleh dapat dihitung :
Pn = 0 ,85. f c' Ac + f y As
Beberapa metode dan tata cara yang juga melandasi
penulisan ini antara lain :
? SK SNI M-104-1990-03 Metoda pengujian kuat tarik baja
beton
? SK SNI T-28-1991-03 Tata cara pengadukan dan
pengecoran beton
? SK SNI M-14-1989 Metode pengujian kuat tekan beton
dengan f c = tegangan serat beton
BAB III
METODOLOGI
f s = tegangan tulangan
Ec =
modulus
elastisitas
3.1 Studi Literatur
beton
Ec = modulus elastisitas
baja
Perbandingan
modulus
elastisitas ini biasanya dinyatakan
dengan nilai n (atau n = E s Ec )
yang menunjukan bahwa tegangan
tulangan adalah n kali besar dari
tegangan beton.
f s = nfc
Tegangan juga dirumuskan sebagai gaya dibagi luas
penampang, dengan asumsi sebagai material homogen, gaya
eksternal aksial P akan ditahan oleh beton dan tulangan
secara bersama-sama, yang dapat dirumuskan menjadi :
P = Ac f c + As f s
P = Ac f c + As nf c
P = (Ac + nAs )f c
apabila At = Ac + nAs , maka
P = (Ac + nAs )f c = At f c
Rumus (Ac + nAs) ini dapat dinterprestasikan sebagai luas
fiktif penampang beton At, yang disebut luas transformasi,
yang apabila mengalami tegangan fc akan menghasilkan
gaya aksial P yang sama besar dengan yang dihasilkan oleh
penampang aktual yang terdiri atas beton dan tulangan. Luas
transformasinya dapat ditentukan hanya dengan dengan
menjumlahkan luas kotor penampang beton, Ag dengan (n
1)As, sehingga
[
]
P = Ag + (n − 1)As f c
2
A. Karakteristik Bambu
Tanaman bambu dapat ditemukan di indonesia
sekitar 60 jenis, tetapi tidak semuanya merupakan tanaman
asli indonesia. Tanaman bambu indonesia dapat ditemukan di
daratan rendah sampai pegunungan dengan ketinggian
sekitar 300 m dpl. Pada umumnya ditemukan ditempattempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air.
Adapun beberapa jenis- jenis bambu yang terpenting dan
untuk tujuan tujuan konstruksi antara lain:
a.Gigantochloa apus (bambu tali)
b.Gigantochloa verticillata (bambu andong)
c.Dendrocalamus asper (bambu petung)
d.Gigantochloa atter (bambu hitam)
e.Bambusa bambos (bambu duri)
Sumber : Ir. K. H felix Yap (1983)
Bambu adalah sejenis rumput yang tak berhingga
(pereunisi grass) dengan batang batang yang berkayu
(woody steam, culm), jadi anatominya sangat berbeda dngan
kayu. Kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40%
serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sievetubes)
Dransfield dan Widjaja (1995). Parenkim dan sel
penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari
kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian
luar. Susunan serat pada ruas penghubung antar buku
memiliki kecendrungan bertambah besar dari bawah ke atas
sementara parenkimnya berkurang.
Sifat fisis dan mekanis merupakan informasi penting guna
memberi petunjuk tentang cara pengerjaan maupun sifat
barang yang dihasilkan. Beberapa hal yang mempengaruhi
sifat fisis dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian,
diameter tebal daging bambu, posisi beban(pada buku atau
ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan
kadar air bambu. Sifat fisis dan mekanis bambu telah
diinformasikan Hadjib dan Karnasudirdja (1986). Pengujian
dilakukan pada tiga jenis bambu, yaitu bambu andong
(Gigantochloa verticillata), bambua petung (Gigantochloa
verticillata) dan bambu hitam (Gigantochloa atter). Hasilnya
menunjukan bahwa bambu hitam mempunyai berat jenis dan
sifat kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan bambu petung
dan bambu andong.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
Tabel 1. Nilai sifat fisis dan mekanis bambu
Bambu
hitam
Kg/cm2
533.05
Bambu
petung
Kg/cm2
342.47
Bambu
andong
Kg/cm2
128.31
Modulus
elastisitas
89152.5
53173.0
23775.0
3
Keteguhan tekan
sejajar serat
584.31
416.57
293.25
4
Berat jenis
0.71
0.68
0.55
No
Sifat Fisis dan
Mekanis
1
Keteguhan lentur
maksimum
2
Sumber : Hadjib dan Karnasudirdja (1986)
Lain daripada kayu bambu mulai menyusut pada permulaan
pengeringan. Penyusutan ini tidak kontinu, ukuran ukuran
tidak berobah banyak antara suatu kadar lengas dari kira-kira
70 % sampai titik jenuh serat. Titik jenuh serat bambu adalah
20 30 %. Bambu yang masih muda lebih bersifat lengas dari
bambu yang dewasa. Kadar lengas dalam suatu batang
berubah- ubah dengan tingginya, bagian yang lebih bawah
selalu lebih banyak lengas daripada atasnya.
B. Pengawetan Bambu
Keawetan bambu alam sangatlah rendah, maka
untuk memanfaatkan bambu secara optimal memerlukan
pengawetan. Metode pengawetan lebih dahulu dilihat dari
segi pemanen bambu tersebut. Pemanenan bambu antara lain
dengan metode pemanenan tebang habis dan tebang pilih.
Pada metode tebang habis, batang bambu ditebangswmuanya
baik dari yang muda sampai ke yang dewasa, sehingga
kualitas bambu bercampur. Selain itu metode ini berpengaruh
dari segi perebungan dan dapat menggangu kelangsungan
hidup bambu tersebut.
Metode tebang pilih merupakan metode pemanenan bambu
dengan menebang batang-batang bambu berdasarkan umur
tumbuhnya. Metoda ini dikembangkan dengan dasar
pemikiran adanya hubungan batang bambu yang
ditinggalkan dengan kelangsungan sistem perebungan.
Setelah pemilihan cara pemanenan yang baik maka untuk
menambah kekuatan bambu tersebut sebaiknya diawetkan,
Usaha pengawetan bambu secara tradisional sudah dikenal
oleh masyarakat pedesaan. Pengawetan itu dilakukan dengan
cara merendamnya didalam air mengalir, air tenang, lumpur
atau air asin dan pengasapan. Proses proses perendaman ini
dapat mengawetkan bambu dari serangan serangga tetapi
tidak dari serangan jamur. Sehingga pada perendaman
diperlukannya zat kimia yang dapat menambah keawetan
dari bambu. Cara tradisional yang merupakan cara kimiawi
mempergunakan bahan pengawet yang bukan bahan
pengawet lazim dijual di pasaran. Biasanya dalam praktek
bambu direndam bersama :
1. Dikapur
2. Diter
3. Digabung keduanya
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan, sekarang ini
sistem pengawetan bambu dapat mempergunakan bahanbahan pengawet yang ada dipasaran yang dapat lebih
menambah kekuatan dari bambu tersebut. Beberapa
masyarakat telah melakukan pengawetan dengan
menggunakan boraks, campuran kapur barus dengan minyak
tanah, atau pengasapan dengan belerang. Penelitian
pengawetan bambu dengan menggunakan pestisida
pengawet kayu telah dimulai oleh Martawijaya (1964), dan
hasilnya bahwa bambu dapat diawetkan dengan mudah dan
memiliki retensi yang lebih baik. Selain itu penggunaan
senyawa boron dalam pengawetan bambu oleh Supriana
(1987) dan juga menggunakan bahan pengawet dengan cara
rendaman dingin menggunakan larutan asam borat dan
boraks (boric acid equivalen) 10% dan larutan wolmanit CB
10% dilakukan oleh abdurrochim (1982).
Selanjutnya guna menjaga stabilisasi dimensi bambu,
perbaikan warna permukaan dan mempermudah pengerjaan
lebih lanjut dibutuhkan proses pengeringan. Kekuatan
bambu juga akan bertambah dengan bertambah keringnya
bambu. Pengeringan bambu harus dilaksanakan secara hatihati, karena apabila dilaksanakan terlalu cepat (suhu tinggi
kelembaban rendah) atau suhu dan kelembaban berfluktuasi
akan menyebabkan bambu menjadi pecah, kulit mengelupas
dan kerusakan lainnya. Sebaliknya bila kondisi pengeringan
yang terlalu lambat akan menyebabkan bambu menjadi lama
mengering, bulukan dan warnanya tidak cerah atau menjadi
gelap.
Pengeringan bambu dapat dilakukan secara alami (air
drying), pengasapan, pengeringan dengan energi tenaga
surya atau kombinasi dengan energi tungku, dan pengeringan
dalam dapur pengering. Pengeringan dalam ruangan perlu
dijaga kesimbangan suhu dan kelembabannya, agar kualitas
pengeringan bambu dapat terjaga. Pada malam haripun
diperlukan suplai energi kedalam ruangan pengeringan
tenaga surya.
Dari hasil penelitian dan pengujian terhadap bambu
didapatkan hasil:
1. Kekuatan tarik (tegangan patah untuk tarikan) : 1000 4000
kg/cm2
2. Kekuatan tekan (tegangan patah untuk tekanan) ; 250
1000 kg/cm2
3. Modulus kekenyalan (untuk tarikan) : 100.000 300.000
kg/cm2
Pengujian juga menunjukan kekuatan dan modulus
kekenyalan bagian luar lebih besar daripada bagian dalam.
Untuk sementara kita dapat mengambil :
1. tegangan izin tarik : 300 kg/cm2
2.Tegangan izin tekan : 80 kg/cm2
3.Tegangan izin lentur : 100 kg/cm2
4.modulus kenyal untuk tarikan dan tekan : 200.000 kg/cm2
5.Batang tertekan yang dihitung menurut rumus tekuk Enler
dan diambil fator keamanan n = 4
Sumber : Ir. K. H felix Yap (1983)
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
3
Bambu memiliki berat jenis berkisar antara 0,6 0,9 kg/cm3.
Seperti yang disebutkan literatur diatas untuk meningkatkan
kekuatan dan keterawetan bambu dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1.penggunaan racun dan senyawa senyawa kimia special.
2.pengucilan atau fiksasi pati dan albumen yang
mengkibatkan kerusakan oleh serangan yang merusak.
3.efek permanen atau sementara daripada gas.
4.pengawasan terhadap kerusakan dengan cara menyerap
lengas dan bakteria dalam udara.
5.pengecatan atau pelapisan
6.pengeringan.
Tabel 3 Analisis permasalahan dengan jaringan SWOT
Kekuatan
Batang bambu
kuat, keras
Bahan lurus dan
rata
bahan mudah
dibelah,
dibentuk dan
dikerjakan
Struktur ringan
Kelemahan
Variasi dimensi
dan ketidak
seragaman
panjang ruasnya
Kekuatan setiap
jenis bambu
tidak sama
Kekurangawetan
Penyerapan air
yang tinggi
3.2 Metode Pendekatan
Metode pendekatan permasalahan untuk melihat dan
menentukan apakah bambu dapat digunakan sebagai
tulangan pada konstruksi beton menggantikan tulangan baja
yang selama ini menjadi bahan perkuatan. Hal hal penyebab
belum digunakannya (terapkan) bambu pada konstruksi
beton. Melalui analisis faktor faktor strategi external dan
internal dengan cara memberi bobot dan rating serta
perkalian bobot dan rating untuk setiap faktor pada peluang,
ancaman, kekuatan dan kelemahan. Hasil yang diperoleh
adalah antara urutan rangking setiap faktor yang telah
disusun. Rangking tersebut selanjutnya digunakan untuk
menyusun strategi strategi pada analisa SWOT
3.3 Analisa Penyelesaian
Analisa pemecahan masalah “ Kajian Penggunaan
Tulangan bambu Pada Konstruksi Bangunan Sederhana “
dengan menggunakan analisa SWOT setelah ditentukan
faktor faktor penentu solusi dengan metode analisa jaringan.
Tabel 2 faktor faktor penyebab masalah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Hasil analisa SWOT diperoleh opsi untuk penentuan
solusi yang dapat dilakukan sebagai alternatif pemecahan
masalah, faktor-faktor yang menentukan yaitu :
4
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
1.Biaya
2.Kemungkinan berhasil
3.Ketersediaan bahan
4.Waktu pengerjaan
5.Dampak sosial
Berikut ditentukan solusi dengan menggunakan metoda
analisa jaringan untuk skala pilihan :
1.Murah ( untuk biaya)
2.Kecil / Tinggi (untuk kemungkinan berhasil)
3.Lama / singkat ( untuk skala waktu pengerjaan)
4.Kurang / banyak (untuk skala ketersediaan bahan)
5.Besar / kecil (untuk dampak sosial)
Berikut adalah opsi yang akan dipilih :
1.Mengenalkan kepada masyarakat model konstruksi beton
dengan menggunakan tulangan.
2.Merancang contoh model konstruksi beton/bangunan
dengan menggunakan tulangan bambu.
3.menggalang minat masyarakat untuk memanfaatkan
bambu dalam pembangunan konstruksi.
4.mempersiapkan teknologi, pengolahan, produksi bahan
bambu
5.memberdayakan industri lokal dalam hal pengolahan
pengawetan dan produksi bambu
6.mensosialisasikan penerapan standar konstruksi bambu
pada masyarakat.
7.optimalkan bahan bambu disekitar kita untuk menekan
biaya.
Tabel 4 Penentuan solusi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa kami mengenai pemanfaatan
bambu dapat disimpulkan :
1.hasil studi literatur bambu mempunyai nilai ekonomis dan
kuat yang dapat dikembangkan oleh masyarakat dalam
pembangunan konstruksi yang selama ini belum
digunakan.
2.kekurangan pengetahuan masyarakat tentang bambu
sehingga masyarakat belum memberikan pilihan
menggunakan bambu dalam pembangunan IPU.
3.bambu dapat menunjang pembangunan IPU asal dengan
pengelolaan yang baikdan benar.
5.2 Saran
Pada penulisan ini kami sarankan :
1.Perlu mengoptimalkan penggunaan bambu untuk
meninggkatkan IPU dengan cara mensosialisasikan pada
masyarakat secara luas khususnya di pedesaan dan di
kepulauan.
2.perlu adanya standarisasi kekuatan bambu untuk
digunakan dalam konstruksi bangunan untuk memberikan
dampak ekonomis bagi masyarakat.
3.perlu adanya pedoman pelaksanaan (NSPM) bambu pada
penggunaan konstruksi bangunan.
4.2 Hasil Analisa
Dari tabel analisa matriks pemecahan masalah
menghasilkan beberapa keuntungan penggunaan bambu :
1.Bambu dari segi biaya sangatlah murah.
2.Kemungkinan bambu digunakan dalam pembangunan
konstruksi pengganti tulangan baja cukupbesar.
3.Bambu diperoleh dan di produksi dengan mudah.
4.Memberikan dampak ekonomis bagi masyarakat dalam
menekan biaya pembangunan konstruksi.
(*) Karyasiswa Program Magister Teknik Teknologi Bahan
Bangunan Angkatan 2006, Kerjasama Pendidikan
PUSBIKTEK - UGM Yogjakarta.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
5
Perbandingan Subway
dan Busway Sebagai
Angkutan Umum
Perkotaan
Y. Ronny Priyo Anggodo, Martin Kahpiasa (*)
ABSTRAK
Untuk mengimbangi dan menekan laju pertumbuhan
angkutan pribadi harus dilakukan perbaikan sistem
angkutan umum berdasarkan kemampuan angkut yang
besar, kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan
perjalanan yang memadai dan karena digunakan secara
masal haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau.
Jadi harus ada sistem transportasi baru yang tidak terikat
oleh jalan raya yang memenuhi semua persyaratan itu
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
membandingkan dan melihat perbedaan karakteristik
subway dan busway ditinjau dari beberapa aspek seperti
biaya, pembanguanan/kontruksi, kapasitas penumpang dan
sosial. Dari perbandingan ini selanjutnya akan dapat
diketahui faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum
diputuskan pengembangan subway atau busway
Jika dibandingkan secara ekonomis, busway relatif lebih
murah daripada subway karena tidak memerlukan biaya
penggalian (excavation) dan tidak memerlukan jaringan rel
yang mahal. Biaya pembangunan busway dapat lebih murah
100 kali lipat dibandingkan dengan subway (GTZ, Mass
Transit Option 2005). Infrastruktur busway lebih sederhana
sehingga sistem ini dapat dibangun dalam waktu yang lebih
singkat sedangkan infrastruktur subway lebih rumit dan
biasanya memerlukan waktu konstruksi lebih lama. Sistem
busway memberikan pengaruh sosial yang positif. Kaum
berada dan kaum miskin bersama-sama dapat menggunakan
fasilitas bus hal ini menunjukkan bahwa busway tidak hanya
merupakan suatu sistem transportasi namun juga
merupakan sebuah sarana pengalaman sosial.
Setelah membandingkan subway dan busway secara umum
dapat disimpulkan bahwa di negara berkembang umumnya
busway lebih disukai jika ditinjau dari beberapa aspek
seperti biaya, pembangunan/konstruksi, kapasitas
penumpang dan aspek sosial. Namun sistem transportasi
yang cocok untuk suatu kota sebenarnya tergantung pada
konsisi daerah tersebut dan mungkin merupakan suatu
gabungan dari beberapa system transportasi
6
1. PENDAHULUAN
1.1. Umum
Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan
wilayah dan pemersatu wilayah darat. Transportasi terdiri
dari moda transportasi darat, laut dan udara.
Sampai saat ini baik di daerah urban maupun sub-urban
mobil pribadi masih tetap merupakan moda transportasi yang
dominan. Hal ini sejalan dengan pembangunan ekonomi
dimana jumlah masyarakat golongan ekonomi menengah
keatas makin meningkat terutama di daerah perkotaan.
Keamanan, kenyamanan, privasi, fleksibilitas pergerakan
dan prestise merupakan faktor-faktor utama yang menjadi
alasan mengapa kendaraan pribadi lebih disukai sebagai
moda transportasi di perkotaan.
Sementara itu di kebanyakan kota besar di Indonesia Sistem
Angkutan Masal Perkotaan (SAUM) yang modern masih
dalam tahap perancangan dan belum berada pada jalur utama
(mainstream) kebijakan utama pemerintah dalam rangka
menciptakan suatu sistem transportasi yang berimbang,
efisien dan berkualitas.
1.2. Latar Belakang
Sarana angkutan di daerah perkotaan kian bertambah, namun
pertambahan jumlah sarana angkutan tersebut tidak
sebanding dengan pertambahan prasarana jalan. Hal ini
menyebabkan kemacetan terutama pada jam-jam sibuk di
hampir semua bagian kota. Disisi lain, lahan yang tersedia
untuk pembangunan jalan semakin terbatas. Sehingga jika
pembangunan prasarana jalan tetap menjadi pilihan maka
penggusuran dan pembongkaran sejumlah bangunan tetap
saja tidak dapat dihindarkan. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan masalah sosial yang pada pelaksanaannya
akan mengakibatkan pembengkakan biaya pembangunan,
padahal tidak ada jaminan pembangunan jalan tersebut akan
mengatasi kemacetan lalu lintas secara maksimal.
Untuk mengimbangi dan menekan laju pertumbuhan
angkutan pribadi harus dilakukan perbaikan sistem angkutan
umum berdasarkan kemampuan angkut yang besar,
kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan
perjalanan yang memadai dan karena digunakan secara masal
haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau. Jadi harus
ada sistem transportasi baru yang tidak terikat oleh jalan raya
yang memenuhi semua persyaratan itu.
Pada beberapa kota besar prioritas harus diberikan pada
sistem angkutan umum yang massa, cepat , sesuai daya beli
masyarakat dan menarik untuk digunakan. Karena biaya
investasi mahal angkutan umum massa harus diterapkan
hanya untuk koridor utama dengan perkiraan jumlah
penumpang lebih dari 30.000 - 40.000 orang/arah/jam (Ofyar
Z. Tamin, 2000).
1.3. Ruang Lingkup
Alternatif pengambangan Sistem Angkutan Umum Massa
(SAUM) untuk mengatasi masalah-masalah diatas antara
lain adalah Busway (Bus Rapid Transit System) dan Subway
(Mass Rapid Transportation System). Dalam makalah ini
pembahasan dititik beratkan pada dua moda transportasi
tersebut. Kedua moda transportasi ini dipilih karena di kotakota besar dunia kedua moda transportasi ini menjadi pilihan
utama disamping Tram (Light Weight Transportation
System). Dan untuk melihat perbedaan antara dua moda
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
TRANSPORTASI
transportasi itu peninjauan yang dilakukan adalah dari aspek
biaya, pembangunan/konstruksi, kapasitas dan sosial
1.4. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
membandingkan dan melihat perbedaan karakteristik
subway dan busway ditinjau dari beberapa aspek seperti
biaya, pembanguanan/kontruksi, kapasitas penumpang dan
sosial. Dari perbandingan ini selanjutnya akan dapat
diketahui faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum
diputuskan pengembangan subway atau busway.
Pengembangan sebuah sistem tranportasi perkotaan yang
tepat akan menggerakkan roda perekonomian, masyarakat
akan tertarik untuk melakukan aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan sistem transportasi tersebut dimana hal ini
pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Disisi lain
dengan peningkatan kondisi ekonomi maka masalahmasalah sosial juga akan berkurang sehingga secara tidak
langsung hal ini juga akan memperkokoh persatuan dan
kesatuan nasional.
Pribadi
Rapid Transit
Mass Rapid
Transit
1.5. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah,
diharapkan dapat menjadi masukan untuk melihat faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pengembangan moda
transportasi perkotaan khususnya busway dan subway.
1.6. Metodologi
Penulisan makalah ini dilakukan setelah melakukan kajian
literatur. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
mengumpulkan informasi dari beberapa buku literatur dan
internet. Asisensi dengan dosen pembimbing di kelas
sekaligus juga merupakan wawancara dengan pakar
transportasi yang merupakan bagian dari penulisan makalah
ini.
2. KARAKTERISTIK SUBWAY DAN BUSWAY
2.1.Transportasi Perkotaan
Seperti di negara berkembang lainnya berbagai kota besar di
Indonesia berada dalam tahap pertumbuhan urbanisasi yang
tinggi akibat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga kebutuhan
penduduk untuk melakukan pergerakan menjadi semakin
meningkat. Mobil sebagai kendaraan pribadi sangat
menguntungkan, terutama dalam hal mobilitas pergerakan.
Tetapi penggunaan kendaraan pribadi juga dapat
menimbulkan beberapa efek negatif yang tidak dapat
dihindari. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi
mengakibatkan peningkatan perusakan kualitas hidup,
terutama di daerah pusat perkotaan, kemacetan dan tundaan
pada beberapa ruas jalan, dan polusi lingkungan baik suara
maupun udara.
Tipikal jenis transportasi di perkotaan adalah sebagai berikut:
Umum
Subway
Bus Minibus/
angkot
Light Rapid
Transit
Monorail
Bus Rapid Transit Ojeg
Busway
Paratransit
Dedicated Lane
Tram
Gambar 1 Moda Transportasi Perkotaan
Pada makalah ini pembahasan difokuskan pada dua moda
transportasi yaitu, busway dan subway.
2.2. Subway
Subway atau Metro pada umumnya diartikan sebagai kereta
api bawah tanah akan tetapi pada kenyataannya Subway
dapat diartikan sebagai jalur kereta api dalam kota yang
memiliki ketinggian jalur berbeda dengan jalur kereta api
biasa (grade separated inner-city railway). Jalur dan kereta
api listrik yang digunakan menyerupai kereta api listrik biasa,
namun memiliki jarak stasiun pemberhentian yang lebih
dekat. Umumnya kereta api yang digunakan memiliki 6 8
gerbong. Di negara berkembang tipikal panjang jaringan
subway adalah sekitar 20 100 km. Kebanyakan kota-kota
besar negara barat telah memiliki jaringan subway selama
puluhan tahun, dan saat ini banyak negara berkembang yang
telah dan mulai mengembangkan jaringan subway.
Kereta yang digunakan dalam jaringan subway umumnya
cukup panjang dan dapat memuat penumpang berdiri dalam
jumlah yang banyak, di beberapa kota jumlah penumpang
dalam satu rangkaian kereta dapat mencapai 3000 orang. Jika
interval waktu antar rangkaian kereta (headways) cukup
pendek, total arus penumpang per-jam akan sangat tinggi
melebihi moda transportasi lainnya.. Satu kendala utama
dalam penyediaan jaringan subway adalah biaya investasi
yang sangat tinggi.
Meskipun sangat mahal, subway banyak memberikan
keuntungan terutama dalam hal angkutan masal cepat.
Subway tidak mengganggu lalu lintas lainnya, bebas
pencemaran udara dan suara karena dijalankan dengan
listrik. Oleh karena itu subway dianggap tidak merusak
keasrian kota dan relatif tidak memerlukan segala jenis
pembongkaran dan ganti rugi tanah.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
7
Sekitar tahun 1995 Pemda DKI Jakarta pernah
merencanakan untuk membangun sebuah jaringan subway.
Gubernur Jakarta saat itu bersama dengan konsorsium
multinasional telah membuat sebuah Memorandum of
Understanding (MoU) tentang penyusunan rencana dasar
angkutan masal. Subway ini direncakan menghubungkan
Blok M Jakarta Kota sepanjang 14,5 km dengan perkiraan
biaya keseluruhan proyek 1,5 milyar dolar AS. Namun
karena berbagai krisis yang melanda Indonesia akhirnya
proyek ini tidak dilanjutkan.
3. ANALISIS MASALAH
3.1. Aspek Biaya
Jika dibandingkan secara ekonomis, busway relatif lebih
murah daripada subway karena tidak memerlukan biaya
penggalian (excavation) dan tidak memerlukan jaringan rel
yang mahal. Biaya pembangunan busway dapat lebih murah
100 kali lipat dibandingkan dengan subway (GTZ, Mass
Transit Option 2005).
Demikian juga dengan infrastruktur yang digunakan,
pembangunan sebuah stasiun busway di Quito Equador
membutuhkan biaya 35.000 dolar AS, sedangkan sebuah
stasiun subway di Porto Alegre yang melayani jumlah
penumpang yang setara membutuhkan biaya 150 juta dolar
AS. Lebih lanjut lagi dengan nilai investasi yang sama
busway dapat melayani 100 kali area pelayanan subway.
Sebuah kota dengan anggaran yang hanya cukup untuk
membangun satu kilometer sistem subway dapat
membangun 100 km sistem subway dengan biaya yang sama.
Biaya investasi yang diperlukan meliputi biaya pererncanaan
dan biaya konstruksi. Biaya ini tergantung dari tinggi
perbedaan elevasi, panjang jalur, kondisi geologi, harga
barang dan upah buruh serta faktor lainnya. Biaya investasi
subway pada beberapa kota adalah seperti disajikan pada
Tabel 1 sedangkan pengaruh perbedaan ketinggian (elevasi)
terhadap biaya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1 Biaya investasi system subway pada beberapa kota
Gambar 2 Subway
2.3. Busway
Busway adalah lajur jalan yang direncanakan untuk
digunakan secara exclusif oleh bus. Konstruksi lajur ini dapat
sejajar, diatas atau dibawah permukaan tanah. Lokasi lajur
khusus ini dapat terpisah atau menyatu dengan lajur lalu
lintas lainnya (GTZ, Mass Transit Option 2005)
Busway pertama kali dikembangkan di kota Curitiba, Brazil
pada awal 1970. Sistem busway ini merupakan salah satu
sistem yang paling berhasil di dunia sehingga banyak
menginspirasi negara lain untuk membuat sistem yang
serupa. Di kota ini jaringan sistem busway membentang
sepanjang 57 km dan didukung oleh 340 km lajur pengumpan
(feeder route). Sementara jaringan busway di kota Sao Paulo,
Brazilia kemungkinan adalah jaringan busway terbesar yang
melayani jaringan sepanjang 137 km dan masih terus
dikembangkan.. Di Jakarta, busway dibangun sekitar tahun
2004. Koridor I menghubungkan Blok M Jakarta Kota
sepanjang kurang lebih 13.5 km. Saat ini telah dikembangkan
dua koridor lainnya yaitu koridor 2 Pulo Gadung Kalideres.
Di Indonesia bus yang digunakan adalah Bus bermesin diesel
dengan kapasitas penumpang 85 orang.
Sumber: UTSR 2001; Allport 2000; GTZ 2001
Tabel 2 Pengaruh beda ketingian konstruksi terhadap biaya
Sumber:Allport 2000
Gambar 3 Busway di Jakarta
8
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
Dari Tabel 1 dan 2 diatas terlihat bahwa subway memerlukan
biaya yang besar terutama apabila konstruksi ada di bawah
tanah. Pada Tabel 4 juga ditampilkan biaya investasi dan
biaya operasi subway di beberapa negara dari sumber yang
berbeda.
Tabel 3 Biaya Investasi, Kebutuhan Penumpang
(Passanger Demand) dan Biaya Operasi per penumpang
pada sistem subway di beberapa negara
3.3. Aspek Kapasitas Penumpang
Ada sebuah persepsi yang menyatakan bahwa busway tidak
dapat melayani penumpang dalam jumlah besar, namun pada
kenyataannya di Columbia dan Brazil, busway dapat
melayani jumlah penumpang antara 20.000
35.000
penumpang per jam per arah. Perbandingan kapasitas
subway dan busway pada beberapa kota ditampilkan pada
Tabel 5.
Tabel 4 Kapasitas penumpang subway dan
busway di beberapa kota
Catatan:
1. Nilai/angka diambil dari Fouracre et al, 1990
2. Biaya operasi termasuk biaya penyusutan/depresiasi alat, tapi
tidak termasuk initial capital cost repayment
Pembangunan jaringan subway di Hongkong membutuhkan
dana per km sebesar 131 juta dolar AS sedangkan di Rio De
Jeneiro dan Sao Paulo membutuhkan dana per km lebih dari
80 juta dolar AS (Fouracre et al, 1990). Selain itu tingginya
biaya pembelian serta pemeliharaan peralatan berteknologi
tinggi juga merupakan kendala, biaya operasi total per
kilometer- penumpang berkisar antara 1,6 6,4 sen dolar AS,
sebagai perbandingan biaya operasi bus berkisar 1,1 2,0 sen
dolar per kilometer-penumpang (Fouracre et al, 1990)
3.2.Aspek Pembangunan/Konstruksi
Pada umumnya proyek perencanaan dan pembangunan
busway lebih cepat dibandingkan subway. Proses
perencanaan busway umumnya memerlukan waktu satu
tahun dengan biaya sekitar 400.000 2 juta dólar AS. Karena
biaya yang diperlukan relatif rendah maka proses
pembiayaan umumnya juga lebih mudah. Sebagai contoh
pada akhir tahun 2001 pemerintah DKI Yakarta memutuskan
untuk membuat sebuah sistem busway maka pemerintah
dapat dengan cepat mengalokasikan dana yang dibutuhkan
dari anggaran rutin pembangunan kota.
Demikian juga secara fisik, infrastruktur busway lebih
sederhana sehingga sistem ini dapat dibangun dalam waktu
yang lebih singkat secara tipikal kurang dari 18 bulan.
Sedangkan infrastruktur subway lebih rumit dan biasanya
memerlukan waktu konstruksi lebih dari 3 tahun.
Dalam hal fleksibilitas untuk pengembangan dan adaptasi
terhadap perubahan perkembangan kota, busway lebih
bersifat fleksibel dibandingkan subway. Pengembangan dan
penyesuaian jalur subway akan sangat mahal dan kompleks.
Kota-kota yang memiliki sistem transportasi subway harus
senantiasa mencari inovasi untuk mengatasi kebutuhan
pengembangan sistem transportasi
Sumber: Lloyd Wright; GTZ; from various sources, 2001
Pada Tabel 5 terlihat bahwa busway dapat mengangkut
jumlah penumpang dalam jumlah cukup besar bahkan lebih
dari 30.000 penumpang per jam per arah, Namun tentu saja
tidak dapat menyamai subway di Hongkong yang
kapasitasnya mencapai 81.000 penumpang/jam/arah.
Kapasitas penumpang tidak hanya ditentukan oleh moda
transportasi tapi juga teknik yang digunakan saat penumpang
naik (boarding) atau turun. Kota London dan New York
dengan kepadatan penduduk sedang, penduduknya sangat
menyukai moda transportasi subway, namun pada jam sibuk
jumlah penumpang yang diangkut hanya sekitar 20.000
30.000 penumpang/jam/arah. Hal ini terjadi karena pada
sistem subway digunakan beberapa jalur (multiple lines)
untuk mendistribusikan penumpang sehingga tidak terjadi
kepadatan yang berlebih.
Sebaliknya di Hongkong dan Sao Paulo kapasitas yang tinggi
terjadi karena keterbatasan jumlah lajur. Hal ini umumnya
terjadi karena keterbatasan kondisi geografi atau karena
keterbatasan dana. Namun baik pada busway maupun
subway, kapasitas sebaiknya dibatasi, jika kapasitas melebihi
50.000 penumpang/jam/arah maka akan menimbulkan
ketidaknyamanan serta terkadang mengurangi keamanan.
3.4. Aspek Sosial
Dalam laporan World Bank “Urban Transport Strategy”
(allport 2001) disebutkan bahwa ada satu dilema dalam
penentuan kebijakan dalam pengembangan angkutan umum
massa di negara berkembang. Adalah suatu konflik antara
pertimbangan keberpihakan pada kaum miskin, dimana
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
9
pelayanan yang murah dan terjangkau adalah suatu hal yang
kritis. Atau lebih berpihak pada para pemakai kendaraan roda
4 yang lebih mengutamakan kualitas pelayanan.
Hal diatas tidak sepenuhnya benar, beberapa kasus di
Curitiba, Bogota, Sao Paulo dan Quito menunjukkan bahwa
sistem busway di kota-kota negara berkembang dapat
menyediakan pelayanan yang baik untuk masyarakat kelas
atas dan bawah serta masih menguntungkan walaupun harga
tiket relatif rendah. Sebaliknya karena jangkauan subway
lebih terbatas maka umumnya tidak dapat menjangkau kaum
miskin yang tinggal jauh di pinggiran kota dimana biaya
permukiman rendah. Kaum miskin di perkotaan
membelanjakan sekitar 30% dari pendapatannya untuk
kebutuhan transportasi, mereka umumnya tinggal
dipermukiman murah di pinggiran kota yang tidak
terjangkau oelh sistem subway. Satu hal lagi yang penting,
dana masyarakat yang tidak dikeluarkan untuk pembuatan
jalan raya atau rel subway dapat digunakan untuk program
peningkatan kesehatan, pendidikan dan peningkatan kualitas
hidup kaum miskin di perkotaan.
Satu contoh sistem busway yang berhasil adalah di Bogota,
dimana sistem busway memberikan pengaruh sosial yang
positif. Kaum berada dan kaum miskin bersama-sama dapat
menggunakan fasilitas bus hal ini menunjukkan bahwa
busway tidak hanya merupakan suatu sistem transportasi
namun juga merupakan sebuah sarana pengalaman sosial.
DAFTAR PUSTAKA
1.Gardner, G; Kuhn, F; Appropriate Mass Transit in
Developing Country; Transport Research Laboratory;
Crowthorne Berkshire United Kingdom, 1990
2.Lloyd Wright (Institute for Transportation and
Development Policy) and Karl Fjelstrom (GTZ); Mass
Transit Option; Deutsche Gesellschaft fur Technische
Zusammenarbelt (GTZ) GmbH, Germany; July 2005.
3.Majalah Pekerjaan Umum, Edisi Khusus 0910/TH.1995/1996/XXVIII
4.Ofyar Z. Tamin; Perencanaan dan Pemodelan
Transportasi; ITB Bandung; 2000
5.Thomson, J.M; Allport, R J; Fouracre P. R; Rail Mass
Transit in Developing Cities; Transport Research
Laboratory; Crowthorne Berkshire United Kingdom
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Setelah membandingkan subway dan busway secara umum
dapat disimpulkan bahwa di negara berkembang umumnya
busway lebih disukai jika ditinjau dari beberapa aspek seperti
biaya, pembangunan/konstruksi, kapasitas penumpang dan
aspek sosial.
Namun sistem transportasi yang cocok untuk suatu kota
sebenarnya tergantung pada konsisi daerah tersebut dan
mungkin merupakan suatu gabungan dari beberapa system
transportasi.
Busway tidak selalu menjadi solusi transportasi yang terbaik.
Jika arus penumpang sangat tinggi dan ruang untuk busway
terbatas maka subway atau moda transportasi lain mungkin
lebih tepat untuk diterapkan. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan untuk pemilihan sistem transportasi adalah
biaya investasi.
(*) Karyasiswa Program Magister Teknik
Pengelolaan
Jaringan Jalan Angkatan 2006, Kerjasama Pendidikan
PUSBIKTEK - UNPAR.
4.2. Saran
Dalam pemilihan jenis Mass Rapid Transit perlu
memperhatikan faktor kondisi geografis, kondisi keuangan,
kapasitas penumpang, fleksibilitas, pengaruhnya terhadap
lingkungan serta pengaruh terhadap pengembangan kota
selanjutnya.
10
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
PENYEDIAAN RSH
YANG
BERKELANJUTAN
( Relokasi warga Bantaran Sungai
Karang Mumus )
Agus Supriyanto, Nana Fitriyadi (*)
Abstrak.
Sungai sebagai sumber daya air dapat pula digunakan
sebagai sumber air bersih, pengendali banjir, angkutan
sungai, sumber perikanan, obyek wisata dan lainnya.
Namun dalam perjalanan waktu ,fungsi tersebut mengalami
penurunan sejalan dengan perkembangan perkotaan,
Bertambahnya jumlah penduduk diperkotaan akibat
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan
permukiman, disisi lain tingginya harga tanah untuk
permukiman yang tersedia sangat tidak terjangkau oleh
masyarakat, untuk mengatasi hal tersebut banyak
masyarakat membangun rumah di tanah kosong yang ada,
antara lain dibantaran sungai.
Tergunakannya bantaran sungai akan menimbulkan
permasalah yang lebih kompleks dan luas baik skala mikro (
daerah
bantaran ) maupun skala makro (kota),
Pembangunan RSH yang berkesinambungan dengan skala
pembiayaan sederhana, mudah terjangkau dan effektif
sangat diperlukan khususnya untuk masyarakat
berpenghasilan rendah yang tidak hanya berada di
bantaran sungai saja.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sungai Karang Mumus (SKM) sebagai anak Sungai
Mahakam memiliki fungsi sangat vital sebagai sumber daya
air bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat Kota
Samarinda dari dahulu sampai sekarang, antara lain sebagai
sumber air bersih, pengendali banjir, angkutan sungai,
sumber perikanan, obyek wisata dan lain sebagainya.
Namun dalam perjalanan waktu, fungsi-fungsi
tersebut hingga kini telah dan terus mengalami penurunan
sejalan dengan perkembangan perkotaan. Dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya kepadatan
bangunan dan aktivitas manusia baik yang berada di
sepanjang maupun di luar daerah aliran sungai SKM yang
menyebabkan timbulnya peningkatan sediment,
pendangkalan, penyempitan badan sungai hingga mencapai
200 meter. Kondisi demikian mengakibatkan pada saat hujan
sungai tidak dapat menampung limpasan air sehingga
menimbulkan banjir di wilayah perkotaan. Disamping itu,
kualitas airnya sudah tidak layak untuk kesehatan manusia
dan kehidupan biota khas Samarinda akibat limbah domestik
maupun aktivitas lainnya.
Melihat kondisi demikian, sesuai dengan UU No.7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA), pasal 1 point 18
yang berbunyi “ Konservasi sumber daya air adalah upaya
memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat
dan fungsi sumber daya air agar senantiasa dalam kuantitas
dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang”, maka perlu dilakukan upaya konservasi SDA untuk
normalisasi dan mengembalikan fungsi SKM seperti semula.
Sejalan dengan itu penerapan UU No. 4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman (Perkim) bab II pasal 3-4 yang
mengatur penataan perumahan dan permukiman
berlandaskan asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan
dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan dan kelestarian lingkungan hidup perlu
dilakukan upaya relokasi penduduk bantaran SKM ke lokasi
permukiman baru berupa perumahan yang didukung oleh Pra
sarana dan Sarana Dasar Pekerjaan Umum (PSDPU) yang
memadai. Sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota
(RDTRK) Samarinda tahun 2001-2010, kawasan sepanjang
bantaran SKM nantinya diperuntukkan sebagai kawasan
konservasi SDA yaitu sebagai ruang terbuka hijau (RTH) .
Tantangan yang harus dihadapi dalam program
relokasi warga bantaran SKM cukup kompleks, karena tidak
saja menyangkut masalah implementasi kebijakan Pemkot
yang kurang tegas dan konsisten dalam hal tata ruang dan tata
bangunan, dana APBD yang terbatas untuk upaya relokasi
sehingga menyulitkan terlaksananya pengadaan RSH yang
berkelanjutan, namun juga masalah sosial dan budaya lokal
yang masih berorientasi pada sungai menyebabkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap upaya
relokasi rendah.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk memaparkan
beberapa langkah penataan bantaran SKM sebagai RTH
untuk konservasi SDA melalui program relokasi warga
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
11
bantaran SKM, masalah kebutuhan perumahan yang
ditimbulkannya serta upaya Pemkot Samarinda dalam
rangka memenuhi kebutuhan RSH berikut komponen
kebijakan pembiayaan yang diterapkan .
Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan
rekomendasi bagi Pemkot Samarinda dan stakeholder dalam
peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan
permukiman serta dinamika kehidupan sosial ekonomi
masyarakat khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) melalui pengadaan RSH yang
berkesinambungan dengan instrument strategi pembiayaan
yang sederhana, mudah dan efektif.
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya
penataan bantaran SKM sebagai RTH melalui upaya relokasi
warga bantaran SKM dengan jalan merealisasikan
pengadaan RSH yang terjangkau MBR dan rekayasa
kebijakan pembiayaan yang mendukung upaya pengadaan
perumahan dan permukiman bagi relokasi warga SKM.
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan
Ruang lingkup dan batasan pembahasan adalah pada
pengadaan RSH oleh Pemkot Samarinda bagi warga relokasi
bantaran SKM yang belum berkelanjutan karena pola
pembiayaan penyediaan RSH yang kurang sesuai.
1.5. Metodologi
Metodologi pembahasan meliputi identifikasi
masalah dengan metode kuantitatif decision trees model,
pemilihan masalah dengan metode kuantitatif USGR ,
analisis masalah dengan metode SWOT, pembahasan untuk
mencari berbagai alternatif pemecahan masalah melalui studi
literature dan landasan teori yang relevan juga memaparkan
serta memilih alternatif terbaik untuk direkomendasikan.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1.Gambaran Umum
a.Geografis
Kota Samarinda secara geografis terletak pada posisi antara
1160 15' 36” - 1170 24'16” BT dan 00 21' 18” - 10 09' 16”
LS. Dalam kapasitasnya sebagai ibukota propinsi
Kalimantan Timur, Kota Samarinda telah beberapa kali
mengalami perubahan wilayah administrasi. Secara
administrasi Kota Samarinda mempunyai batas-batas
wilayah sebagai berikut :
Utara : Kecamatan Muara Badak dan Kecamatan
Tenggarong, Kab. Kutai.
Timur : Kecamatan Anggana, Kab. Kutai.
Selatan : Kecamatan Sanga-Sanga dan Kecamatan Loa
Janan, Kab. Kutai.
Barat : Kecamatan Loa Kulu dan Kecamatan Tenggarong,
Kab. Kutai.
b.Demografi
Perkembangan penduduk suatu wilayah atau kota pada
dasarnya dipengaruhi oleh kegiatan dan aktifitas dari
penduduknya. Oleh sebab itu tinjauan dari aspek
kependudukan/demografi merupakan salah satu pokok
dalam penyusunan suatu rencana.
12
Kota Samarinda yang berpenduduk 638.800 jiwa, apabila
ditinjau pada seluruh kecamatan, distribusi penduduk di
relatif merata di setiap kecamatan dengan konsentrasi
penduduk terbesar di Kecamatan Samarinda Utara sebesar
119.313 jiwa. Sedangkan konsentrasi penduduk terkecil di
Kecamatan Palaran, yaitu 36.314 jiwa. Jumlah penduduk
ini dapat dikaitkan dengan luas wilayah, yang akan
menghasilkan kepadatan penduduk, baik itu kepadatan
penduduk kotor (Gross density) maupun kepadatan
penduduk bersih (Nett density). Kepadatan penduduk
kotor di dapat dari perbandingan jumlah penduduk bersih
merupakan perbandingan langsung antara jumlah
penduduk dengan luas areal yang dimanfaatkan untuk
permukiman.
Distribusi penduduk di Kota Samarinda dapat pula ditinjau
menurut kota desa. Presentasi penduduk perkotaan (urban
population) dapat dijadikan indikasi seberapa besar
tingkat urbanisasi yang terjadi di Kota Samarinda, karena
arus urbanisasi ini berpengaruh besar terhadap
perkembangan dan pertumbuhan kota.
2.2. Kondisi Saat Ini
a. Warga Bantaran Sungai Karang Mumus.
Kehidupan warga masyarakat bantaran sungai pada
umumnya berorientasi pada sungai. Kegiatan sehari-hari
mereka seperti mandi, cuci, kakus (mck), membuang
sampah dan limbah rumah tangga ke dalam sungai, telah
mereka lakukan secara turun temurun. Tentu saja hal ini
akan berakibat turunnya kualitas air sungai dan
mempercepat pendangkalan sungai.
b.Bangunan di Bantaran Sungai Karang Mumus.
Kota Samarinda secara geografis dilalui Sungai
Mahakam yang membelah kota menjadi dua bagian besar.
Di bagian utara sungai, Kota Samarinda telah berkembang
dengan pesat. Sungai Karang Mumus sebagai anak sungai
Mahakam terletak relatif dekat dengan pusat
perkembangan kota. Pertumbuhan jumlah penduduk yang
bermukim di sepanjang bantaran sungai mengakibatkan
perkembangan bangunan yang padat dan berkembang
secara sporadis di sepanjang bantaran sungai dan semakin
mengarah ke sungai. Perkembangan bangunan tersebut
menyebabkan terjadinya penyempitan badan sungai.
Tabel 1. Jumlah Bangunan di Bantaran Sungai
Karang Mumus (s/d April 2003 )
Sumber : Diskimbangkot Samarinda, 2003
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
2.3. Pelaksanaan Program Relokasi Warga Bantaran
Sungai
Kebijakan relokasi ini adalah merupakan satu dari
beberapa langkah program penataan Sungai karang Mumus.
Langkah-langkah penataan Sungai Karang Mumus yang
telah dan akan dilakukan Pemerintah Kota Samarinda
sebagai berikut :
? Kawasan permukiman kumuh yang berada di bantaran
Sungai Karang Mumus pada radius ± 5 20 m akan
direlokasi ke luar kawasan.
? Memindahkan atau menutup industri-industri kecil di
sepanjang Sungai Karang Mumus (industri sawmill)
? Memperlebar jalan di tepi sungai
? Penataan/relokasi pasar yang ada
? Membuat jalur hijau dan taman di lahan sepanjang sungai
yang terkena relokasi.
•Prasarana dan sarana lingkungan Perumahan dan
permukiman untuk menunjang 3.915 KK termasuk Jalan
Akses, Jalan Lingkungan, Drainase Lingkungan, GorongGorong, Listrik, Penerangan Jalan, Air Bersih oleh
Pemerintah Kota Samarinda dan DPU.
•Pengadaan RSH di Bengkuring 1.400 unit dan di Sambutan
2.515 unit oleh Perum Perumnas dan
Pengembang/Developer.
•Pembangunan Fasum dan Fasos berupa SD, Pasar, Terminal,
Hidran Kebakaran, Tempat Sampah, dan Tempat Ibadah
oleh Pemerintah Kota Samarinda dan DPU.
Berdasarkan daftar jumlah sebaran penduduk dalam
kemajuan pelaksanaan program permukiman kembali warga
tepi sungai Karang Mumus ke Bengkuring, Sambutan
Idaman Permai dan Sambutan Asri (s/d bulan April 2003),
tercatat 56,25 % dari warga terkena program telah
memperoleh rumah (melalui KPR-BTN dan pembagian
rumah gratis oleh Pemkot Samarinda). Dengan demikian
masih terdapat sekitar 43,75% yang belum mendapatkan
penggantian rumah. Data selengkapnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2. Kemajuan Pelaksanaan Program Relokasi
Sumber : Diskimbangkot Samarinda, 2005
Untuk penanganan sungai Karang Mumus, melalui program
normalisasi sungai dan yang terpenting adalah dengan
program percepatan relokasi penduduk Karang Mumus.
Dalam rangka penanggulangan Banjir Samarinda yang
terjadi pada tanggal 30 Juli s/d 2 Agustus 1998 dilakukan
beberapa penanganan yang dikoordinasikan oleh Tim Teknis
Tingkat Pusat dengan anggota semua instansi terkait, dengan
ketua Dirjen Cipta Karya dengan Kelompok Kerja (Pokja) A,
B dan C.
Khusus Pokja C yang menangani Permukiman Kembali
Penduduk (3.915 KK) dari tepian Sungai Karang Mumus
mempunyai kegiatan meliputi :
•Penyiapan lahan untuk lokasi resettlement penduduk di
Bengkuring dan Sambutan oleh Pemerintah Propinsi
Kaltim.
•Pembongkaran rumah termasuk penyuluhan dan santunan
oleh Pemerintah Kota Samarinda.
Tabel 3. Proses Penyediaan Kapling dan Pembangunan
RSH Relokasi Sungai Karang Mumus
Sumber:Perum Perumnas Reg. V
Cab. Kaltim DPPK Kota Samarinda, April 2003
Terhitung mulai tahun anggaran 2001 sesuai dengan SK.
Walikota Samarinda No. 640/195/HUK-KS/2001 Tanggal 24
Juli 2001, maka pola subsidi berupa kompensasi atau
penggantian bangunan milik warga SKM adalah sebagai
berikut :
? Bagi warga SKM asli yang sudah mendapat rumah RSS
baik Tipe 21 ataupun Tipe 36 yang berdiri diatas tanah
seluas 150 m2 melalui KPR-BTN maupun Tunai akan
mendapatkan santunan pindah Rp. 7.175.000
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
13
dan rumah yang telah dimiliki dinilai dengan uang
sesebesar Rp. 7.175.000. Jadi jumlah total santunan yang
diterima adalah Rp. 14.350.000.
? Bagi warga SKM asli yang sudah mendapat tanah kapling
seluas 150 m2 akan medapatkan santunan pindah dan ganti
rugi rumah masing-masing Rp. 7.175.000. Jadi jumlah
total santunan yang diterima adalah Rp. 14.350.000.
? Bagi warga SKM asli yang belum mendapat rumah
maupun tanah kapling akan mendapat rumah gratis RSS
T.36/150 m2 dan santunan pindah sebesar Rp. 7.175.000.
? Bagi warga SKM asli yang tidak menginginkan rumah tapi
hanya menginginkan santunan, akan mendapatkan
santunan rumah Rp. 7.175.000, santunan pindah Rp.
7.175.000 dan nilai tanah kapling Rp. 3.000.000. Sehingga
jumlah total santunan yang diterima adalah Rp.
17.350.000.
Pelaksanaan dan perkiraan jumlah anggaran yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan program resettlement
penduduk Sungai Karang Mumus dari Jembatan I - Jembatan
VII (Ruhui Rahayu) dan jadwal pelaksanaannya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
14
Tabel 4. Jumlah Anggaran dan Sumber Anggaran
Program Relokasi Sungai Karang Mumus
Sumber : Departemen Kimpraswil,
Dirjen Pengembangan Kota, 2000
DPPK Kota Samarinda, April 2003
Gambar 1. Lokasi Bengkuring Tepian Permai
Gambar 2. Lokasi Sambutan Idaman Permai
Gambar 3. Lokasi Sambutan Asri
Gambar 4. Lokasi Sambutan Handil Kopi
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
masalah demi masalah terjadi khususnya dalam hal tata
ruang. Kelambanan Pemkot dalam mengantisipasi hal ini
menyebabkan warga menganggap tidak akan ada sanksi
terhadap pelanggaran tata ruang yang mereka lakukan.
Selain itu ketidaktegasan Pemkot menindaklanjuti
masalah ini, mengakibatkan semakin sporadisnya
perkembangan perumahan ke arah sungai.
BAB III
PERMASALAHAN
3.1.Identifikasi Masalah
Berbagai faktor yang mempengaruhi belum
tercapainya penataan bantaran SKM sebagai RTH adalah
adalah sulitnya upaya relokasi warga bantaran SKM
dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya konservasi SDA dan perumahan yang sehat,
kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengadaan
RSH secara swadaya, ketidakmampuan Pemkot Samarinda
untuk menyediakan rumah yang layak huni dan terjangkau
oleh masyarakat yang kurang mampu secara berkelanjutan
dan implementasi kebijakan yang bias dan kurang konsisten
mengenai tata ruang.
3.2. Pemilihan Masalah
Pemilihan masalah dilakukan melalui metode
decision trees model dengan skema sebagai berikut:
Belum
tercapainya
penataan
bantaran SKM
sebagai RTH
3.1.1.Kurangnya Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat
Warga bantaran SKM mayoritas adalah kaum marjinal
yang berpenghasilan rendah karena bekerja di sektor
informal. Tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah
ini mengakibatkan sulitnya pemahaman akan pentingnya
rumah yang layak huni dan pentingnya upaya relokasi
warga dari bantaran SKM. Selain itu budaya local yang
masih berorientasi pada sungai menimbulkan
keengganan untuk pindah karena kemudahankemudahan yang diberikan oleh sungai. Selain itu lokasi
bantaran sungai yang strategis, sarana transportasi yang
mudah dari dan ke pusat kota atau pusat ekonomi
menambah sulitnya upaya relokasi.
3.1.2.Pengadaan RSH Yang Berkelanjutan Sulit
Dilaksanakan
Berbagai faktor menyebabkan sulitnya pengadaan RSH
bagi warga MBR khususnya bagi warga relokasi bantaran
SKM diantaranya adalah masih tingginya biaya
pembangunan perumahan, akibatnya harga jual rumah
menjadi tidak terjangkau terutama bagi warga MBR.
Daya beli masyarakat yang rendah selain dipicu oleh
tingkat ekonomi mereka yang memang rendah juga
dikarenakan faktor sosialisasi yang kurang juga sistem
dan prosedur kepemilikan yang tidak sederhana. Dari
segi ekonomi dan politik, alokasi APBD Kota Samarinda
memang masih kurang untuk mendanai pembangunan
RSH sementara pemerintah sendiri sulit melibatkan
swasta karena profitability nya rendah berbeda dengan
pengadaan real estate atau permukiman kelas menengah
ke atas. Selain itu fluktuasi tingkat bunga Bank yang tidak
menentu dalam kondisi ekonomi saat ini semakin
menyurutkan investor untuk membangun RSH. Pola
pembiayaan penyediaan perumahan yang tidak
melibatkan partisipasi dan kemandirian masyarakat juga
menyebabkan sulitnya keberlanjutan program ini.
3.1.3.Implementasi Kebijakan Yang Bias dan Kurang
Konsisten Mengenai Tata Ruang
Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka
kebutuhan akan perumahan juga semakin meningkat.
Namun keterbatasan ekonomi, pendidikan dan faktor
sosial budaya menyebabkan pertumbuhan permukiman
yang tidak layak huni di bantaran SKM juga semakin
meningkat. Mulanya efek negatif belum terasa namun,
dengan semakin padatnya permukiman di bantaran SKM
Belum terlaksananya
kelancaran relokasi
warga bantaran SKM
Kurangnya
kesadaran
dan
partisipasi
masyarakat
Terbatasny
a lahan
Sulitnya
kelanjutan
pengadaan
RSH
Pola
pembiayaa
n kurang
mendukun
Implementa
si kebijakan
yang bias
dan kurang
konsisten
Sistem
kepemilika
n kurang
mendukun
Kurangnya
peranan
pihak
ketiga
Gambar 6. Diagram Decision Trees Model
Sumber: Catanese dan Snyder. 1992
Hasil pemilihan masalah berdasarkan Decision Trees
Model , bobot kepentingan menunjukkan bahwa masalah
yang paling penting untuk dipecahkan adalah kelanjutan
pengadaaan RSH yang sulit dilaksanakan. Kesulitan ini
menjadi faktor kunci keberhasilan program relokasi warga
bantaran SKM untuk mewujudkan penataan bantaran SKM
sebagai RTH.
Bila ditelaah lebih lanjut, akar masalah dari kesulitan
kelanjutan pengadaan RSH adalah karena terbatasnya lahan,
pola pembiayaan yang kurang mendukung, system
kepemilikan yang kurang mendukung dan kurangnya
peranan pihak ketiga.
Beberapa elemen yang berkepentingan dengan
masalah kesulitan pengadaaan RSH adalah masyarakat itu
sendiri, Pemkot dan lembaga keuangan. Instrumen yang
dibutuhkan untuk menunjang upaya tersebut diantaranya
adalah:
a.Konsistensi penerapan kebijakan pembiayaan yang market
friendly, efisien dan akuntabel
b.Efektivitas pembiayaan perumahan berbasis komunitas
c.Kreativitas dan efisiensi pemanfaatan alternative
pembiayaan perumahan
Melihat kondisi kebutuhan perumahan yang masih
tinggi dan kemampuan pembiayaan yang terbatas, hal yang
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
15
di inginkan ke depan adalah tersedianya perumahan yang
layak huni dan terjangkau oleh MBR melalui partisipasi aktif
masyarakat, pemerintah dan lembaga yang berkompeten.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi masalah
penyediaan RSH di Kota Samarinda antara lain:
? Renstra Kota
? Kelembagaan
? Alokasi APBD
? Sumber Daya Manusia
Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain:
? UU No.4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman
? KepMenKeu No.132/KMK.014/1998
? Fluktuasi tingkat bunga
? Daya beli RSH
Selanjutnya faktor-faktor tersebut diatas akan
dianalisis melalui metode SWOT pada bab berikutnya.
BAB IV
ANALISIS
4.1.Analisis Kebijakan
Untuk menilai kebijakan program relokasi warga
bantaran Sungai Karang Mumus dalam penulisan ini
menggunakan Analisis SWOT dengan faktor-faktor sebagai
berikut :
a.Faktor Internal :
Merupakan faktor dari dalam yang mempengaruhi
pengambilan dan penentuan kebijakan, yang terdiri dari :
-Kekuatan, meliputi : renstra kota dan kelembagaan;
Perencanaan Strategik (Renstra) kota lebih menitikberatkan
pada pendekatan masukan dari kondisi yang ada (bottom
up) yang dikombinasikan dengan pendekatan arahan
kebijaksanaan (top down) yang berorientasi pada
peningkatan pelayanan publik secara optimal dengan
menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek dari
pembangunan di Kota Samarinda.
Kelembagaan terdiri dari dinas/badan/bagian yang ada
pada pemerintah kota secara sinergis melaksanakan fungsi
kelembagaan yang menjadi tugas pokok dan fungsinya.
-Kelemahan, meliputi : alokasi APBD yang terbatas dan
kemampuan SDM yang belum memadai;
Pemasukan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kota terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dana perimbangan dan sumber-sumber lain yang sah
digunakan untuk seluruh belanja aparatur dan
pembangunan menuntut alokasi yang berimbang sesuai
dengan prioritas kota yang selalu berubah pada setiap
tahun anggaran.
Sumber daya manusia aparat pelaksana kegiatan
pemerintahan yang heterogen menuntut kemampuan yang
mengikuti perkembangan kemajuan kota. Seringkali
pesatnya kemajuan perkembangan kota tidak selaras
dengan peningkatan kemampuan sumber daya
manusianya.
b.Faktor Eksternal :
Merupakan faktor dari luar yang ikut mempengaruhi
pengambilan dan penentuan kebijakan, yang terdiri dari :
-Peluang, meliputi : UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman dan KepMen Keuangan
No.132/KMK.014/1998 tentang Perusahaan Fasilitas
16
Pembiayaan Sekunder.
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman , Bab VI. PEMBINAAN, pasal 33:
(1)Untuk memberikan bantuan dan / atau kenudahan kepada
masyarakat dalam membangun rumah sendiri atau
memiliki rumah, pemerintah melakukan upaya
pemupukan dana;berpengaruh pada pemenuhan
kebutuhan rumah yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur.
(2)Bantuan dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berupa kredit perumahan.
-Ancaman, meliputi : fluktuasi tingkat bunga dan daya beli
RSH yang rendah.
Jika tingkat bunga berfluktuasi, pengaruhnya sangat besar
terhadap pembiayaan perumahan melalui fasilitas KPR,
karena pemberi KPR otomatis harus membayar tingkat
bunga yang lebih tinggi kepada masyarakat dibanding
dengan tingkat bunga yang didapat dari portfolio KPR.
Kemampuan daya beli akan rumah sederahana sehat (RSH)
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan rumah yang
layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur.
Tabel 5. Analisis SWOT
c.Alternatif Rumusan Kebijakan :
Pemilihan alternatif kebijakan berdasarkan opsi yang didapat
dari pemanfaatan faktor internal dan eksternal di atas.
Adapun opsi-opsi tersebut adalah sebagai berikut :
(1)Sesuaikan Renstra Kota dan kelembagaan dengan UU dan
peraturan yang berlaku;
(2)Tingkatkan peran lembaga keuangan dalam pemberian
subsidi;
(3)Partisipasi kelembagaan dalam pemenuhan kebutuhan
RSH;
(4)Tingkatkan efisiensi pemanfaatn APBD untuk penerapan
UU;
(5)Tingkatkan konsistensi pelaksanaan UU;
(6)Tingkatkan penggalian sumber dana lain;
(7)Tingkatkan kemampuan SDM.
Selanjutnya dari 7 (tujuh) opsi tersebut dinilai dengan nilai
indikator biaya, kemungkinan sukses, benefit cost, waktu
perencanaan, dan efek sosial.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
No
Uraian/Item
Opsi 1
Opsi 2
Opsi 3
Opsi 4
Opsi 5
Opsi 6
Opsi 7
1 Biaya
murah
mahal
mahal
murah
mahal
mahal
mahal
2 Kemungkinan kesuksesan
kecil
tinggi
kecil
kecil
kecil
tinggi
tinggi
3 Benefit cost
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
4 Waktu perencanaan
lama
lama
singkat
singkat
lama
lama
lama
5 Efek sosial
kecil
kecil
besar
kecil
besar
besar
besar
Tabel 6.
Proses Penyediaan Kapling dan Pembangunan
RSH Relokasi Sungai Karang Mumus
BAB V
REKOMENDASI
Beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam
upaya pemecahan masalah kesulitan pengadaan RSH bagi
relokasi warga bantaran SKM dengan mempertimbangkan
hasil analisis SWOT adalah:
1.Tingkatkan peran lembaga keuangan dalam pemberian
subsidi
Sesuai dengan SK. Walikota Samarinda No.
640/195/HUK-KS/2001 Tanggal 24 Juli 2001, Pemkot
Samarinda memberikan subsidi berupa santunan uang
pindah dan ganti rugi rumah berbentuk tunai bagi warga yang
direlokasi. Upaya ini menjadi boomerang bagi Pemkot
sendiri mengingat alokasi APBD yang terbatas, sehingga
keberlanjutan program ini menjadi tidak tercapai. Upayaupaya inovatif untuk pembangunan perumahan harus
dikembangkan melalui partisipasi kelembagaan untuk
kerjasama operasional, korporatisasi, privatisasi hingga
divestasi asset. Pemkot sendiri dapat melakukan penekanan
kebijakan seperti pemberian insentif atau fasilitas keringanan
yang mungkin dapat diberikan untuk dapat lebih menarik
minat para investor. Hal yang dapat dilakukan untuk
menjawab tantangan ini adalah pemberian subsidi kepada
warga tidak dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk
subsidi uang muka untuk fasilitas kredit pemilikan rumah
(KPR) melalui lembaga keuangan yang ditunjuk.
2.Partisipasi kelembagaan dalam pemenuhan kebutuhan
RSH
Sesuai dengan misi pemerintah untuk mewujudkan
kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas
pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam
penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman,
maka diperlukan partisipasi kelembagaan pemerintah dan
atau swasta dalam wujud pengembangan pola pemenuhan
kebutuhan perumahan yang strategis, efektif, transparan dan
akuntabel. Partisipasi aktif kelembagaan seperti ini belum
dilaksanakan sebelumnya di Kota Samarinda.
3. Tingkatkan Penggalian Sumber Dana Lain
Masalah pembiayaan pembangunan perumahan bagi
Kota Samarinda adalah karena alokasi APBD yang terbatas
Untuk itu perlu upaya terobosan untuk memperoleh sumber
dana alternative di luar APBD
Beberapa hal yang bisa menjadi opsi adalah pembiayaan
dengan mengadopsi sistem Secondary Mortage Facility
(SMF) yaitu pembiayaan sekunder untuk suatu sektor, sub
sektor yang bertujuan memberikan fasilitas pembiayaan
sektor/sub sektor yang bersangkutan agar terjangkau oleh
masyarakat yang disesuaikan dengan karakter ekonomi
masyarakat Kota Samarinda. Pembiayaan ini melibatkan
Lembaga Keuangan Penerbit KPR dan pasar modal. Untuk
kasus Kota Samarinda, segmen pasarRSH mayoritas berasal
dari relokasi warga SKM, yang pekerjaannya rata-rata di
sector informal. Kesulitan warga ini untuk menembus
birokrasi perbankan, dapat di pecahkan dengan membentuk
suatu paguyuban guna kemudahan persyaratan KPR. Dapat
juga dilakukan sistem DBL (Design, Build and Lease) ,
design and build dibiayai oleh pemerintah, namun
pelaksananya oleh swasta melalui tender dan
pengoperasiannya diserahkan kepada swasta dengan suatu
lease agreement yang paling menguntungkan Pemkot.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari uraian penulisan di atas dapat disimpulkan
beberapa hal antara lain :
a.Berdasarkan metode decission trees model bahwa masalah
pokok dari program relokasi warga bantaran SKM di Kota
Samarinda adalah kesulitan dalam kelanjutan penyediaan
RSH;
b.Kesulitan tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain
terbatasnya lahan, pola pembiayaan yang kurang
mendukung, system kepemilikan yang kurang mendukung
dan kurangnya peranan pihak ketiga.
6.2.Saran
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas dapat
dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a.Tingkatkan peran lembaga keuangan dalam pemberian
subsidi
b.Tingkatkan partisipasi kelembagaan dalam pemenuhan
kebutuhan RSH
c.Tingkatkan Penggalian Sumber Dana Lain
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
17
DAFTAR PUSTAKA
Catanese dan Snyder. 1992. Perencanaan Kota. Erlangga.
Jakarta.
Widayatin, Sumaryanto, Ir.,M.SCE.. 2006. Investasi
Infrastruktur dan Industri Konstruksi di
Indonesia. Kuliah Umum Kedinasan Terpusat,
Program Magister Teknik 2006. Departemen
Pekerjaan Umum.Bandung,
08 Agustus 2006.
TimPustaka MKUK 2006. 2006. Kumpulan Kebijakan dan
Perundang-undangan Ke-PU-an.
PUSBIKTEK-BPKSDM-Departemen
Pekerjaan Umum. Bandung
Infrastruktur Indonesia. Perumahan.
Pusbiktek-BPKSDM Departemen Pekerjaan Umum. 2006.
Buku Pedoman MKUK 2006. Bandung.
(*) Karyasiswa Program Magister Teknik Rekayasa dan
Manajement Pembiayaan Permukiman Angkatan 2006
Kerjasama Pendidikan Pusbiktek - UPI YAI Jakarta
18
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
Penataan
pada
Kumuh
Pantai
BAB. I
PENDAHULUAN
Bangunan
Kawasan
di
Oeba
pesisir
-
Kota
Kupang
Andi khusnul Yakin, Paulus A. Guiputra TPP Unhas
Disunting oleh ................................................................
Abstraksi.
Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia juga mempunyai fungsi yang
strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, pembinaan
generasi muda, juga dapat disebut sebagai barang modal
(tidak bergerak). Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat
ditandai melalui pemenuhan kebutuhan perumahan dan
permukiman yang layak huni dengan pemanfaatan
peruntukkan ruangnya yang sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Perkotaan.
Salah satu permasalahan kota yang sangat pelik saat ini di
Kota Kupang khususnya di daerah pesisir pantai Oeba yaitu
adanya kawasan permukiman kumuh. Untuk itu dalam
makalah ini, penyusun mencoba mencari pemecahan
masalahnya, mengapa pada kawasan pesisir pantai Oeba di
Kota Kupang pada saat ini menjadi kawasan kumuh dengan
menggunakan metode analisia pemecahan masalahnya.
Kombinasi pesatnya pertambahan penduduk yang semakin
meningkat, harga lahan yang tinggi dan terkonsentrasinya
penduduk di wilayah perkotaan menimbulkan kesenjangan
antara kebutuhan dan pemenuhan rumah layak huni.
Kesenjangan ini mengakibatkan berbagai masalah, seperti
pembangunan rumah-rumah liar, tanpa IMB akan
mengganggu peruntukkan lahan yang tidak sesuai dengan
RTRW Kota Kupang.
Permasalahan ini tidak akan terlepas dari peranan dan
partisipasi serta kerjasama Pemerintah Daerah dan
masyarakat. Pemerintah berkewajiban menjadi fasilitator,
motivator dan pelayan publik dengan mengoptimalkan
mensosialisasikan PERDA yang ada, agar permasalahan
permukiman kumuh ini dapat teratasi, dan dapat menjadi
bahan referensi bagi kawasan daerah lainnya di Kota
Kupang.
A.Latar Belakang
Rumah sebagai kebutuhan dasar mempunyai arti,
fungsi dan peran yang sangat penting bagi keberadaan
kehidupan seseorang. Perilaku masyarakat tercermin dari
kondisi perumahan permukiman baik secara ekonomi
maupun budaya. Di sisi lain kondisi perumahan dan
permukiman juga merefleksikan peran perhatian pemerintah
terhadap penataan penertiban kehidupan warganya. Dalam
upaya pemenuhan kebutuhan dasar, rumah dapat menjadi
tolok ukur tingkat kesejahteraan masyarakat , .Sehubungan
dengan hal tersebut pembangunan perumahan dan
permukiman yang dilakukan suatu bangsa dapat diartikan
sebagai daya kemampuan dan upaya bangsa mewujudkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Kedudukan perumahan dan permukiman dalam
Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 Tentang
Perumahan dan
Permukiman dinyatakan bahwa
pembangunan kawasan permukiman ditujukan untuk :
? Menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas
satuan-satuan lingkungan permukiman
? Mengintegrasikan segala sesuatu secara terpadu dan
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah
ada di dalam/sekitarnya.
Di dalam Perda Kota Kupang telah diatur peraturan yang
berkaitan dengan perumahan dan permukiman tersebut,
yakni sebagai berikut :
? Perda Kota Kupang No.7 Tahun 2000 tentang Ruang
Terbuka Hijau
? Perda Kota Kupang No.9 Tahun 2003 tentang Penataan
Bangunan
? Perda Kota Kupang No.12 Tahun 2003 tentang Ijin
Peruntukan Penggunaan Tanah/Lahan
? Perda Kota Kupang No.23 Tahun 1998 tentang Retribusi
IMB
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan bersama
teman-teman dalam Prodi TPP, didapatkan berbagai
permasalahan di antaranya :
? Terdapat banyaknya bangunan yang dibangun tanpa Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB)
? Pembangunan permukiman dan prasarananya tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kupang.
? Terdapat banyaknya bangunan yang tidak layak huni dan
prasarana permukiman yang sangat minimal.
Dari berbagai permasalahan di atas, dapatlah penulis
meyimpulkan dari topik yang akan kami bahas yaitu : “
Penataan Bangunan Pada Kawasan Kumuh di Pesisir Pantai
Oeba - Kota Kupang”.
C.Tujuan dan Sasaran
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah
ini adalah bagaimana penataan permukiman terhadap
kawasan kumuh yang ada, sehingga didapat pemecahan
masalah pemukiman kumuh yang dimaksud.
Sasaran yang ingin dicapai adalah penyusunan
makalah ini mendapatkan pembelajaran dalam mempelajari
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
19
proses dan penggunaan analisa-analisa dalam upaya
pemecahan masalah secara sistematis walaupun menghadapi
keterbatasan waktu dalam memperoleh data dan
pengambilan keputusan.
D. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memberi
batsan-batasan pada penekanan pemecahan masalah
berdasarkan data sekunder yang diperoleh berupa materi
perkuliahan MKUK dan studi literatur yang didapat di
perpustakaan PUSBIKTEK.
E. Kerangka Berfikir
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung pri kehidupan
dan penghidupan (UU RI No. 4 Tahun 1992 Bab. I Pasal 1)
? Wilayah
Adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional.
? Pesisir Pantai
Adalah tanah datar berpasir yang merupakan perbatsan
antara daratan dengan laut. (kamus besar Bahasa Indonesia
Edisi II Dep. P & K Tahun 1991)
? Ruang
Adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan
dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat
manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya
? Tata Ruang
Adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang,
baik direncanakan maupun tidak direncanakan.
? Rencana Tata Ruang
Adalah hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan
ruang.
BAB. II
LANDASAN KONSEPTUAL
Pengertian - Pengertian
Pengertian-pengertian dasar yang dipakai dalam
penulisan makalah ini meliputi :
? Rumah
Adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4
Tahun 1992 Bab. I Pasal 1)
? Perumahan
Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan (UU RI No. 4
Tahun 1992 Bab. I Pasal 1)
? Kawasan Kumuh
Adalah kawasan permukiman yang tidak teratur, rumahrumah pada umumnya tidak layak huni, padat penghuni
dan dengan prasarana dan sarana yang sangat minimal
(Usman, M.Y., 1989 ; Panudju B., Tahun 1998,). Kawasan
ini dapat dibagi 2 jenis, yaitu :
1.Kawasan Kumuh Legal adalah kawasan permukiman
yang dibangun diatas tanah / lahan milik mereka sendiri
atau menyewa dari pemilik tanah atau lahan yang juga
tinggal di kawasan tersebut, atau ditempati atas seijin /
sepengetahuan pemilik lahan.
2.Kawasan Kumuh Ilegal adalah kawasan permukiman
yang dibangun diatas lahan / tanah yang bukan milik
mereka dan dalam menempati kawasan tersebut tidak
memperoleh ijin menempati dari yang memiliki atau
menguasai lahan tersebut (menempati dengan cara
menyerobot). Kawasan seperti ini terdiri dari :
a.Kawasan di lahan-lahan kosong milik pribadi / swasta,
yang oleh pemiliknya belum dibangun.
b.Kawasan di lahan-lahan milik publik, seperti di tamantaman kota, di daerah sempadan jalan raya, jalan
kereta api, sungai dan perairan lainnya.
c.Kawasan khusus yang umumnya dikuasai pemerintah,
seperti dilahan kritis yakni bantaran sungai / laut,
tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, dibawah
jalur listrik tegangan tinggi, dan dikawasan berbahaya
lainnya.
? Permukiman
Adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
20
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
BAB. III
ANALISIS PEMBAHASAN
A. Identifikasi Masalah
Melihat kondisi yang ada pada kawasan pemukiman
kumuh di Pesisir Pantai Oeba Kota Kupang dan berdasarkan
hasil diskusi bersama dalam kelompok Prodi kami
didapatkan identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan ekonomi masyarakat yang ada di pesisir
pantai Oeba pada umumnya di golongkan dengan
pendapatn rendah, tidak tetap dan bekerja di sektor
informal
2. Pola Hidup atau kebiasaan yang melekat dalam kehidupan
sehari-harinya masih membawa kebiasaan dari desa.
3. Masyarakat yang ada lebih memilih lokasi permukiman
yang dekat dari tempat bekerja / berjualan.
4. Spekualasi penguasaan tanah / lahan
5. Kurangnya pengawasan oleh aparat terkait Pemerintah
Kota Kupang
6. Lemahnya Penegakkan hukum (Law Inforcement)
7. Kurangnya kemampuan Pemerintah Kota untuk
membiayai pembangunan rumah murah yang terjangkau
oleh masyarakat pada kawasan ini.
8. Pembangunan perumahannya tidak sesuai dengan RTRW
Kota Kupang
9. Banyaknya rumah-rumah liar yang tidak memiliki IMB
10.Keadaaan bangunan rumah yang ada tidak layak huni
11.Prasarana yang dibangun tidak sesuai dengan RTRW Kota
Kupang
12.Perumahan yang ada tidak sesuai dengan peruntukannya
(advice plan)
13.Lahan Permukiman yang ada sempit
14.SDM dari masyarakat yang ada rata-rata sangat rendah
B. Analisa-analisa Pemecahan Masalah
1. Analisa USGR
Merupakan salah satu teknik manajemen untuk menetapkan
alternatif masalah, dimana U (Urgent) = menunjukan aspek
kepentingan dari unsur waktu yang perlu segera ditanganani ;
S (Seriousness) = merupakan aspek keseriusan melihat besar
kecilnya akibat yang ditimbulkan ; G (Grouth) = merupakan
aspek kemungkinan meluasnya atau perkembangan
masalah/dampak yang jika tidak segera ditangani akan
mengalami kesulitan yang besar ; R (Rationalization) =
merukan aspek rasional dilihat dari sasaran dan ketersediaan
sumber manajemen serta peluang pelaksanaannya.
Dengan memberikan pembobotan skor penilaian antara 1- 5
dengan kriteria :
-Nilai 1 = tidak penting
- Nilai 2 = kurang penting
- Nilai 3 = cukup penting
- Nilai 4 = penting
- Nilai 5 = sangat penting
Dimana semakin besar nilainya semakin besar tingkat
prioritas pemecahan masalahnya.
a. Masalah :
Terdapatnya bangunan yang dibangun tanpa IMB.
Penyebabnya :
Dari ke-14 pernyataan-pernyataan tersebut diatas
dapat dikelompokan menjadi tiga (3) isu strategis dikaitkan
dengan kawasan kumuh di Pesisir Pantai Oeba dan RTRW
Kota Kupang yaitu :
? Terdapat banyaknya bangunan yang dibangun tanpa Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB)
? Pembangunan permukiman dan prasarananya tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kupang.
? Terdapat banyaknya bangunan yang tidak layak huni dan
prasarana permukiman yang sangat minimal.
Dari ketiga isu-isu strategis di atas, kami rumuskan menjadi
satu isu strategis yang sesuai dengan minat kelompok kami
yaitu : “Evaluasi Terhadap Permukiman Kumuh di Pesisir
Pantai Oeba Kota Kupang”.
Identifikasi masalah-masalah yang terkait dengan
Evaluasi Terhadap Permukiman Kumuh di Pesisir Pantai
Oeba Kota Kupang adalah :
1.Kurangnya sosialisasi tentang tata ruang kota kepada
masyarakat .
2.Pesatnya peningkatan jumlah penduduk
3.Kurang tegasnya aparat Pemerintah Kota terkait
4.Kurangnya koordinasi instansi terkait
b. Masalah :
Pembangunan perumahan dan prasarananya tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kupang.
Penyebabnya :
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
21
c. Masalah : Terdapat banyaknya bangunan yang tidak layak
huni dan prasarana permukiman yang Sangat minim.
Penyebabnya :
total
136
Dari hasil analisa USGR tersebut diatas diperoleh
kesimpulan bahwa masalah yang diprioritaskan untuk
dibahas adalah masalah perumahan dan prasarananya yang
tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Kupang.
2. Kompilasi Data
Digunakan untuk mengetahui ketersediaan data untuk
mendukung pembahasan dalam pemecahan masalah
perumahan dan prasarananya yang tidak sesuai dengan
RTRW Kota Kupang.
Kompilasi data yang ada dilakukan karena
keterbatasan waktu serta data lainnya seperti studi literatur
dan data sekunder yang didapatkan dari presenter materi
perkuliahan.
*Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat
Pembangunan Perumahan dan prasarananya tidak
sesuai dengan RTRK
* Kurangnya sosialisasi tentang RTRW Kota Kupang.
22
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
3. Analisa SWOT
Digunakan untuk mendapatkan strategi yang tepat
dengan menggunakan kekuatan dan ketersediaan sumber
daya yang ada dalam menghadapi kompetisi di lingkungan
luar, atau untuk mendapatkan strategi secara komprehensif
dari pemecahan masalah
Strategi yang didapat, diuraikan menjadi kegiatankegiatan yang mendukung untuk tercapainya strategi
tersebut yang disusun berdasarkan jangka pendek, jangka
menengah, dan pangka panjang.
Perumusan masalah yang diambil dari topik Penataan
Bangunan Pada Kawasan Kumuh Di Pesisir Pantai Oeba
Kota Kupang adalah “Kurangnya Sosialisasi tentang RTRW
Kota Kupang kepada Masyarakat”.
Hasil Analisis Strategik disesuaikan dengan
Jangka Waktu, adalah :
BAB. IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
? Keseluruhan permasalahan yang menyangkut penataan
bangunan pada kawasan kumuh di pesisir pantai Oeba
Kota Kupang setelah dikaitkan dengan isu strategis dapat
teridentifikasi menjadi satu masalah utama yakni
kurangnya sosialisasi tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Kupang kepada masyarakat.
? Hasil Analisis dengan menggunakan SWOT Analisys
menghasilkan beberapa Strategi yang dapat dilaksanakan
sesuai dendan prioritas dan jangka waktu, yaitu :
1.RTRW Kota harus didukung dengan kebijakan, strategi,
dan program pemerintah Kota dan mengoptimalkan
penegakkan hukum sesuai dengan PERDA yang ada
adalah Prioritas Pertama yang harus dilakukan (jangka
pendek).
2.Mengoptimalkan Ketersediaan dana untuk membeli
peralatan teknologi informasi dan Optimalkan
penggunaan dana untuk pengadaan sarana dan
prasarana untuk sosialisasi RTRWK adalah Prioritas
Kedua yang harus dilakukan (jangka menengah).
3.Tingkatkan kemampuan pegawai / SDM melalui
pelatihan teknologi informasi dan tingkatkan
pengetahuan / Pendidikan masyarakat untuk antisipasi
intervensi pihak luar adalah Prioritas Ketiga yang harus
dilakukan (jangka panjang).
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
23
B. Saran - Saran
? Karena keterbatasan waktu data dan waktu maka
pemberian judul makalah di masa yang akan datang harus
diperhitungkan demi kesempurnaan pembuatan makalah.
? Hasil yang dicapai dari penyusunan makalah ini hanya
merupakan salah satu alternatif penyelesaian masalah
tersebut karena merupakan proses pembelajaran bagi
penyusun/kelompok kami.
DAFTAR PUSTAKA
? Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II Dep. P dan K
Tahun 1991.
? Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman.
? Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum 2005
2009.
? Peraturan Daerah Kota Kupang No. 7 Tahun 2000 tentang
Ruang Terbuka Hijau.
? Peraturan Daerah Kota Kupang No. 9 Tahun 2003 tentang
Penataan Bangunan.
? Peraturan Daerah Kota Kupang No. 12 Tahun 2003 tentang
Ijin Peruntukan Penggunaan Lahan/Tanah.
? Peraturan Daerah Kota Kupang No. 23 Tahun 1998 tentang
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
? Materi MKUK tentang Kebijakan Penataan Ruang Dalam
Penyelenggaraan IPU, Pusbiktek Bandung serta Materi
MKUK lainnya yang berhubungan dengan topik makalah
ini.
(*) Karyasiswa Program Magister Teknik Perencanaan
Perumahan Angkatan 2006, Kerjasama Pusbiktek
Universitas Hasanuddin Makasar
24
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
PERAN SERTA
MASYARAKAT
DALAM RANGKA
MENJAGA
KETERSEDIAAN AIR
WADUK PADA
MUSIM KEMARAU
PUJI SUTARTO, HARJAKA, DIAZ SHODIQ (*)
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Jaminan ketersediaan air tawar muncul sebagai
masalah global akibat semakin meningkatnya pemanfaatan
sumber sumber air yang terbatas jumlahnya oleh jumlah
penduduk yang terus bertambah. Selain itu, makin
berkurangnya ketersediaan sumber air akibat pengelolaan
yang belum optimal dan perubahan tata guna lahan untuk
kepentingan mencari nafkah dan tempat tinggal juga menjadi
penyebabnya. Dampak keterbatasan air ini semakin lama
semakin dirasakan oleh masyarakat pemakai ar seperti
ketersediaan air tidak merata sepanjang tahun yang
mengakibatkan kekeringan di musim kemarau dan terjadi
bencana banjir dan longsor pada musim penghujan.
Waduk dibangun untuk menampung air pada periode
kelebihan air (musim penghujan) dan dipakai pada waktu
kekurangan air (musim kemarau) untuk berbagai
kepentingan misalnya air minum, pariwisata, pengendalian
banjir, pertanian dan lain lain. Pengelolaan operasional
waduk yang optimal merupakan antisipasi nyata dalam
mendistribusikan air sehingga dapat mengurangi dampak
yang menjadi ancaman serius bagi keberhasilan program
ketahanan pangan, penyediaan air untuk berbagai keperluan,
kelestarian lingkungan hidup dan mengurangi meningkatnya
korban manusia dan kerugian harta benda akibat bencana
banjir, tanah longsor, kekeringan, erosi, abrasi, dan lainnya.
Dampak yang menjadi ancaman tersebut menambah
terpuruknya perekonomian masyarakat Indonesia sehingga
program peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak dapat
terwujud. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman
pentingnya kesadaran semua elemen masyarakat, swasta
dalam pengelolaan air dan kesadaran pemerintah dalam
menentukan kebijakan kebijakan pengembangan sumber
daya air.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud pembuatan makalah secara akademis adalah
supaya karyasiswa mampu menganalisis kebijakan dan
strategi penyelenggaraan prasarana dalam rangka
pengembangan sumber daya air setelah karyasiswa dibekali
metodologi ilmiah dalam perumusan kebijakan dan strategi.
Selain itu juga bertujuan agar karyasiswa dapat melakukan
pengkajian identifikasi masalah dan melakukan pemecahan
masalahnya sehingga didapatkan konsep usulan kebijakan
yang dapat diambil dan tata cara teknis pengelolaan
operasional wadu secara optimal dalam rangka upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan maksud dan tujuan dari penulisan Peran
Serta Masyarakat dalam Rangka Menjaga Ketersediaaan Air
Waduk Pada Musim Kemarau secara ilmiah adalah untuk
mengefisiensikan pengelolaan waduk dan dana penanganan
bencana akibat fluktuasi air waduk dengan perbedaan yang
signifikan pada musim kemarau dan musim penghujan.
Peran serta masyarakat untuk menjaga keseimbangan air
waduk merupakan langkah penting dalam pengelolaan
secara struktural dan non struktural.
1.3. Gambaran Umum Wilayah Yang Akan Dikaji
Studi Kasus pada Waduk Jatiluhur dimana Air
waduk pada musim kemarau mengalami penurunan kuantitas
dan kualitas air yang diindikasikan oleh :
1.Kekeringan panjang tahun ini sehingga memerosokkan
kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Citarum
sebagai pemasok air Waduk Jatiluhur ke titik nadir, sebagai
akibat perubahan tata guna lahan dan penanganan masih
bersifat sektoral.
2.Rendahnya kesadaran masyarakat di sepanjang Daerah
Aliran Sungai (DAS) dan potensi konflik masyarakat
pengguna air yang bergantung pasokan air dari Sungai
Citarum dan anak- anak sungainya.
3.Pendangkalan waduk akibat sedimentasi dan operasional
waduk yang belum optimal.
1.4. Ruang Lingkup.
Maksud dari tulisan ini adalah untuk mengupayakan
suatu sistem pengelolaan sumber daya air secara
komprehensif khususnya air waduk untuk keperluan
pertanian,air baku, pembangkit listrik tenaga air dan
pengendalian banjir.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menemukan
langkah-langkah dan kebijakan kebijakan yang terkait
dengan Sumber Daya Air Nasional untuk mengantisipasi
menurunnya ketersediaan air waduk pada musim kemarau.
1.5. Metodologi Penulisan.
Metodologi penulisan ini adalah studi literatur dari
beberapa buku terkait masalah tersebut di atas sebagai data
dalam penulisan,untuk lebih jelasnya secara skematis dapat
dilihat pada flow chart sebagai alur pemikiran ,gambar 1.1
sebagai berikut :
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
25
Gambar. 1.1 POLA PEMIKIRAN
2.3. Kebijakan Pembangunan Wilayah.
Kebijakan pembangunan wilayah adalah upaya
mempercepat pembangunan dalam suatu wilayah atau
daerah agar tercapai kesejahteraan masyarakat melalui
pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, efisien,
efektif, sinergi dan sustainable dengan cara menggerakkan
kegiatan-kegiatan ekonomi, perlindungan lingkungan,
penyediaan infrastruktur dan peningkatan sumber daya
manusia.
Peran serta masyarakat
dalam rangka menjaga
Ketersediaan air waduk
dimusim kemarau
ISU-ISU MASALAH
- Krisis air ancam
hektaran sawah
- Debit air waduk
saguling & Jatiluhur
2.4. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan dan
Sumber Daya Manusia.
Kebijakan pengembangan keembagaan sumber daya
manusia adalah dengan meningkatkan aspek kualitas yaitu
usaha kerja dan jasa yang dapat diberikan dalam proses
produksi, sedangkan aspek kuantitasnya yaitu manusia yang
mampu bekerja untuk memberikan jasa atau kerja dalam
pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan tatanan
kehidupan dan mengurangi dampak negatif dari proses
kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
MENYUSUT
PENGUMPULAN DATA
- data sekunder
- bahan ajar nara sumber
MKUK tahun 2006
IDENTIFIKASI MASALAH
PERUMUSAN MASALAH
ANALISIS
PENYELESAIAN
Perundang undangan dan
peraturan peraturan :
UU SDA No.7 th
2004
–PP.RI No.20 th
2006
Tentang irigasi
BAB III. DESKRIPSI MASALAH
Lingkungan
strategis:
Masyarakat
pemakai air
GNPA (Gerakan
Nasional
Penyelamat Air )
tidak
CHECK
ya
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
BAB II. LANDASAN KONSEPTUAL
2.1. Kebijakan Publik.
Kebijakan publik adalah kebijakan pokok yang
menjadi dasar hukum publik dalam suatu pengelolaan
sumber daya air dan penanggulangan yang ditimbulkannya.
Kebijakan publik dibuat untuk menggerakkan, menghambat,
melarang, mengarahkan tindakan swasta dan masyarakat
serta dibuat untuk dapat menyusun kebijakan publik. Perlu
memahami dasar-dasar dan konsep kebijakan publik dan
mengerti cara melakukan analisa kebijakan.
2.2. Manajemen Strategis.
Manajemen strategi untuk melaksanakan
pengelolaan sumber daya air secara komprehensif dalam
upaya penanggulangan bencana bagi kehidupan manusia
khususnya dengan cara pemantauan Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan Waduk dengan sistem periodik dan tergantung
pada kondisi dana yang tersedia.
26
3.1. Identifikasi Masalah.
Penyebab utama krisis air adalah perilaku manusia
guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna
lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal ,
kerusakan lingkungan yang secara implisit menambah
lajunya krisis air semakin dipercepat oleh pertumbuhan
penduduk yang tinggi secara alami maupun migrasi. Bencana
kekeringan yang merupakan bukti penurunan daya dukung
lingkungan dari waktu ke waktu cenderung meningkat .
Fenomena otonomi daerah yang kurang dipandang sebagai
suatu kesatuan kerja antara pusat,Propinsi dan
Kabupaten/Kota berakibat pada kurangnya koordinasi
Pengelolaan Sumber Air yang pada hakekatnya
mempercepat terjadinya krisis air,dalam hal ini dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai Citarum sebagai pemasok air utama pada Waduk
Jatiluhur ke titik nadir, sebagai akibat perubahan tata guna
lahan, rendahnya kesadaran masyarakat di sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS)
2. Potensi konflik masyarakat pengguna air yang bergantung
pasokan air dari Sungai Citarum dan anak- anak
sungainya.
3. Kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan (Stake
holders).
4. Pendangkalan waduk dan operasional waduk belum
optimal.
3.2. Perumusan Masalah.
Dari identifikasi masalah dapat dibuat perumusan
masalah :
? Penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai Citarum sebagai pemasok air untuk Waduk
Jatiluhur ,yang mengakibatkan keberadaan air tidak
seimbang pada musim kemarau terjadi kekeringan pada
musim penghujan menimbulkan kerusakan yang sangat
hebat.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
? Berkurangnya pasokan air untuk keperluan
irigasi
sehingga terjadi kegagalan panen , dalam hal ini apabila
tidak ada penanganan secara terpadu akan terjadi konflik
horizontal.
? Kebutuhan air baku untuk pelayanan daerah Jakarta yang
dialirkan melalui bendung Curug berkurang ,demikian
juga untuk daerah Cikampek.,lihat gambar 3.1 Skema
Jaringan.
? Kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan(Stake
holders) untuk penanganan daerah tangkapan air Sungai
Citarum.
? Daya tampung waduk berkurang dan
Maintenance waduk belum opimal.
Operation dan
? Berkurangnya ketersediaan air dila dibandingkan dengan
tingkat kebutuhan air, lihat lampiran Tabel 3.2 Neraca Air
Sungai Citarum
? Potensi sumber daya air yang ada di daerah aliran Sungai
(DAS) Citarum dan dari 74 sungai dan anaknya + 12,95
miliar m3/tahun, yang tediri dari potensi Sungai Citarum +
6 miliar m3/tahun (46,3 %) dan sungai lainnya + 6,95
miliar m3/tahun (53,7 %). Dalam pengendalian potensi
sumber daya air dari Sungai Citarum dan sungai lainnya,
potensi yang belum terkendali dan terbuang ke laut + 5,45
miliar m3/tahun. (Gambar 3.3)
? Ketersediaan air untuk irigasi maupun pasokan air baku
untuk keperluan air minum domestic maupun komersial
dan PLTA terpenuhi.
? Dengan melakukan pemeliharaan (maintenance) waduk
sesuai standar operation yang ditetapkan diharapkan
kapasitas air waduk sesuai pada kondisi rencana
BAB IV. PEMBAHASAN MASALAH
4.1. Identifikasi Penyebab.
Dalam menyusun pola pengelolaan sumber daya air
terutama upaya konservasi pada daerah aliran sungai (DAS),
pihak-pihak terkait atau pemangku kepentingan (stake
holders) dalam hal ini pemerintah pusat , daerah dan
masyarakat, terbentur berbagai kendala yang menghambat
proses penanganannya. Beberapa penyebab yang dapat
terindentifikasi antara lain :
1.Kondisi toprografi, dan hidrologi yang berpengaruh
terhadap ketersediaan air.
2.Pembangunan yang ada masih bersifat partial dan belum
terpadu serta masih menitikberatkan pada program
pengembangan sektoral.
3.Tuntutan kebutuhan akan pembangunan yang berwawasan
kelestarian atas pengelolaan sumber daya air pada masa
sekarang dan di masa yang akan datang.
Gambar 3.1. SKEMA JARINGAN
3.3. Keadaan yang Diinginkan.
Dengan adanya suatu pola pengelolaan sumber air
secara terpadu diharapkan dapat mencakup kepentingan
lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan
keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan
manfaat air dan sumber air, serta dilakukan melalui
koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai
sektor,wilayah,dan para pemilik kepentingan dalam bidang
sumber daya air,sehingga :
? Daya dukung daerah aliran sungai (DAS) meningkat dan
keseimbangan air pada saat musim kemarau dan
penghujan terpenuhi
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
Gambar. 4.1 GAMBAR SIKLUS HIDROLOGI
27
4.2. Alternatif Pemecahan.
4.2.1 Upaya Konservasi
Siklus hidrologi pada gambar 4.1 menggambarkan
bagaimana air ini berubah bentuk kembali dalam bentuk
semula membuat keseimbangan terhadap alam,lingkungan
serta memberi kehidupan bagi mahkluk-mahkluk yang hidup
di bumi ini,untuk itu perlu dilindungi dan melestarikan
sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap
kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam,
termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan
manusia. Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air
dijadikan dasar dalam rangka ketersediaan sumber air di
musim kemarau yang dilakukan dengan :
a)Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air di daerah
tangkapan air.
b)Perlindungan dan Pelestarian sumber air dilaksanakan
secara vegetatif dan/teknik sipil melalui pendekatan
sosial,ekonomi,dan budaya.
Yang dimaksud dengan cara vegetatif merupakan upaya
perlindungan dan pelestarian yang dilakukan dengan atau
melalui penanaman pepohonan atau tanaman yang sesuai
pada daerah tangkapan air atau daerah sempadan sumber air.
Sedang yang dimaksud dengan cara sipil teknis adalah upaya
perlindungan dan pelestarian yang dilakukan melalui
rekayasa teknis,seperti pembangunan bagunan penahan
sediment, pembuatan teras(sengkedan).dan/atau perkuatan
tebing sumber air. Pendekatan social ,budaya,dan ekonomi
adalah bahwa dalam pelaksanaan perlindungan dan
pelestarian sumber air harus dilakukan dengan
memperhatikan kondisi social,budaya,dan ekonomi
masyarakat setempat hal ini sesuai dengan UU Sumber Daya
Air Bab III Konservasi Sumber Daya Air, Pasal 21, ayat 4.
Peran masyarakat disekitar daerah aliran sungai maupun
pemakai air diharapkan berpartisipasi untuk melakukan
konservasi di daerah tangkapan air dan optimalisasi
penggunaan air untuk irigasi dengan ciri pembangunan
berbasis komunitas (Sumber : Dr.Sugimin Pranoto, 2006,
Designing Community Based Development, MKUK
Pusbiktek )
Strategi strategi untuk mendorong partisipasi masyarakat
untuk diperkenalkan ke pembangunan berbasis komunitas
adalah penting, hal ini didasarkan pada penciptaan insentif
bagi organisasi untuk berinteraksi satu sama lain untuk
mencapai hasil yang di inginkan. Ada 4 (empat) strategi yang
digunakan untuk mendorong dukungan dukungan bagi
pendekatan berbasis komunitas dan efektifitas pekerjaan,
strategi ini terdiri dari keterlibatan para pemangku
kepentingan (stake holders),konsultasi dengan pelakupelaku yang berbeda,kegiatan-kegiatan perintisan,dan
pembelajaran yang terstruktur.
Untuk melaksanakan perlindungan dan pelestarian dareah
tangkapan air melibatkan peran masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya misalnya: GNPA (Gerakan Nasional
Penyelamat Air) di tingkat Provinsi,Kabupaten/ Kota
(Sumber : Ir.Siswoko,Dipl.HE, 2006,Kebijakan dan Program
Penyelenggaraan Sektor Sumber Daya Air,MKUK
Pusbiktek), Sedang dalam rangka penggunaan air irigasi
melibatkan masyarakat pemakai air P3A (Perkumpulan
Petani Pemakai Air).
28
4.2.2 Upaya Koordinasi
Aspek pengelolaan sumber daya air menurut UndangUndang Sumber Daya Air No.7 Tahun 2004 antara lain
konservasi sumber daya air. Otonomi Daerah dan UndangUndang No.7 Tahun 2004 Sumber Daya air tidak terpisahkan
dalam pelaksanaannya utamanya mengenai kewenangan
dan tanggung jawab masing-masing Pemerintah untuk
pelaksanaan konservasi daerah tangkapan air.
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat
diantaranya sebagai berikut :
? Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air
? Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai lintas provinsi,wilyah sungai lintas
negara,dan wilayah sungai strategis nasional
? Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air
pada wilayah sungai lintas provinsi,wilayah sungai lintas
Negara,dan wilayah sungai strategis nasional.
? dsb
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi
diantaranya sebagai berikut :
? Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di
wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya
air dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya.
? Menetapkan pola pengelolaan sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten
? Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air
pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
? dsb
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah kabupaten/Kota
diantaranya sebagai berikut :
? Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di
wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya
air dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya.
? Menetapkan pola pengelolaan sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota
? Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air
pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
? Dsb.
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Desa
diantaranya sebagai berikut :
? Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di
wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh masyarakat
dan/atau pemerintah di atasnya dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum
? Menjaga efektivitas,efisiensi,kualitas,dan ketertiban
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi
kewenagannya.
? Dsb.
Konservasi sumber daya air dilakukan melalui koordinasi
dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai
sektor,wilayah,dan para pemilik kepentingan dalam
bidang sumber daya air.
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
4.2.3 Pengoperasian Waduk
Waduk Jatiluhur merupakan waduk multi purpose tempat
penyimpanan air untuk irigasi, air baku untuk keperluan
domestik atau komersial,pembangkit tenaga listrik dan
pariwisata. Pedoman opersional untuk memenuhi berbagai
kebutuhan air atau pengguna fungsional waduk yang
menyajikan kurva pengaturan operasi waduk dalam bentuk
grafik yang menunjukkan persyaratan elevasi permukaan air
minimum pada setiap waktu guna memenuhi kebutuhan air
untuk berbagai pemanfaatan dengan kondisi aliran yang ada.
Dengan ketersediaan air waduk, penggunaan air dapat
dilakukan untuk semua pemanfaatan dalam batas-batas
kurva pengaturan operasi waduk.
1.Langkah dasar pembuatan kurva pengatur waduk :
a)Sifat sifat waduk harus dipertimbangkan karena kapasitas
waduk untuk penyimpanan air,akan memegang peran
penting dalam penyiapan kurva pengaturan operasi.
Sebagai penampungan air ,waduk akan menunjukkan
volume air yang dapat disimpan pada setiap ketinggian
muka air.
b)Waduk berfungsi untuk pemanfaatan untuk air irigasiair
baku domestik atau komesrsial dan pembangkit tenaga
listrik,maka jadwal pemberian air yang tepat harus
ditentukan untuk memenuhi kebutuhan air dari
berbagaisektor tersebut.Kehilangan air seperti
penguapan/evaporasi dan sebagainya harus
dipertimbangkan dalam kebutuhan air.
c)Aliran yang masuk ke waduk(inflow) merupakan sumber
air,oleh karena itu pengamatan yang cermat perlu
dilakukan untuk berbagai macam aliran karena akan
mempengaruhi volume air yang dapat ditampung oleh
waduk.
2.Prosedure Pembuatan Kurva Pengaturan Operasi Waduk
a)Aliran yang air waduk minimum yang diperkenankan
ditetapkan pada akhir bulan dari periode kritis, berikut
volume air waduknya,dengan menggunakan lengkung
elevasi muka air dan volume air waduk.
b)Berdasarkan elevasi muka air waduk minimum dan
volumenya tersebut,dilakukan perhitungan (routing
procedure) untuk mencari elevasi muka air waduk yang
diharapkan pada setiap akhir bulan dan.berurutan.
Perhitungan elevasi muka air waduk dengan cara sebagai
berikut :
? Hitung volume air waduk pada setiap akhir bulan dengan
menambahkan volume air yang dapat ditampung terhadap
volume air waduk dari bulan sebelumnya.
? Volume air yang dapat ditampung yaitu : Aliran masuk
dikurangi aliran keluar , ( Inflow Out flow)
? Aliran keluar adalah pemberian air untuk irigasi,air baku
untuk domestik atau komersial dan lain-lain termasuk
evaporasi (total evaporasi dikurangi curah hujan)
? Elevasi muka air waduk didapat dengan membaca dari
lengkung elevasi muka air dan volume air waduk
c)Proses perhitungan tersebut diulang sampai pada akhir
bulan dari awal perhitungan ( periode kritis)
d)Jika ada volume air yang dapat ditampung ( aliran masuk
ke waduk sama dengan aliran keluar , inflow = outflow
),perhitungan tersebut diatas tetap dilakukan.
jika elevasi muka air waduk lebih dari elevasi muka air
waduk maksimum (elevasi air penuh/ EAPh untuk setiap
bulan,aliran masuk yang ada dialirkan keluar dan elevasi
air waduk dipertahankan sesuai sesuai EAPh).
e)Dibuat kurva muka air yang memperlihatkan elevasi muka
air waduk untuk setiap bulan dan dinamakan “ Kurva
Pengaturan Operasi Waduk”
f)Jika elevasi muka air waduk pada bulan tertentu lebih
rendah dari elevasi muka air minimum,maka akan terjadi
kekurangan air,oleh karena itu pemberian air untuk air
baku,pembangkit tenaga listrik dan irigasi harus
dikurangi.
Pada saat elevasi muka air waduk turun dan terjadi keadaan
darurat maka Pengelola dari Dep.PU atau Dinas PU harus
membuat Pola Pemberian Air yang baru dengan
dikonsultasikan bersama secara sinergi dengan instansi
terkait.
3.Kurva Pengaturan Operasi Waduk
Dari data aliran masuk, terlihat pada grafik 4.2 pemasukan
aliran minimum jatuh di bulan April,Mei, Juni sedangkan
pemasukan yang cukup besar mulai dari bulan Juli sampai
Desember. Jadi pada akhir bulan dari periode kritis tanggal
30 Juni 2006,pada saat elevasi muka air waduk minimum (
elevasi + 200)
BAB V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
5.1. Perumusan Kebijakan.
Kebijakan pemerintah dalam menyikapi persoalan
yang terjadi didaerah aliran sungai (DAS) haruslah
merupakan satu pendekatan yang bersifat terpadu, artinya
dalam suatu pengelolaan di daerah aliran sungai harus
mempunyai suatu perencanaan yang komprehensif dan
melibatkan semua unsur terkait (stakeholder) dan juga dibuat
sebuah aturan yang mengikat yang membuat masyarakat
terkontrol dalam setiap tindakannya.
5.2. Penyesuaian Kebijakan.
Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) haruslah
mendapat suatu pengawasan yang ketat, dimana setiap
masyarakat yang akan membuat atau membangun di zona
tersebut harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan
instansi-instansi terkait. Dimana kebijakan-kebijakan
tersebut disesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada.
5.3. Rencana Strategis.
Dalam suatu wilayah sungai yang akan
dikembangkan haruslah dibuat suatu perencanaan yang
terpadu dengan melibatkan semua pihak yang terkait
sehingga lingkungan pantai tetap terpelihara dengan baik.
BAB VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka akan
timbul banyak masalah yang berhubungan dengan
keterbatasan sumber daya air. Agar tidak menimbulkan
masalah yang berkepanjangan maka diperlukan suatu sistem
pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan komprehensif,
khususnya yang berkaitan dengan konservasi daerah aliran
sungai (DAS).
Keberhasilan dari konservasi daerah aliran sungai
akan meningkatkan ketersediaan air dan kesejahteraan
masyarakat, yang akan sangat menunjang pelaksanaan
otonomi daerah dalam rangka mempertahankan keutuhan
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
29
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peran serta
masyarakat dalam rangka menjaga ketersediaan air waduk
pada musim kemarau sangat dominan peranannya. Bentuk
peran serta masyarakat tersebut adalah :
1.Masyarakat yang berada di sekitar DAS mengubah lahan
perkebunannya dengan tanaman keras seperti jengkol,
petai, durian dll.
2.Masyarakat tidak membangun rumah di pinggiran Sungai
Citarum yang mengakibatkan penyempitan lebar sungai.
3.Pencanangan moto “Hemat air”.
4.Melaporkan ke pihak yang berwajib bila ada oknum yang
melakukan pengerusakan alam yang akan berakibat
terhadap perubahan sumber daya air.
5.Ikut menjaga infrastruktur yang telah dibangun
6.2.Rekomendasi.
? Perlu didorong peran aktif masyarakat dan segenap
pemangku kepentingan untuk menjaga dan melakukan
perlindungan terhadap kelestarian daerah tangkapan air
secara bekelanjutan .
? Koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan lebih
sinergi.
? Melakukan pemeliharaan waduk secara
berkesinambungan agar daya tampung waduk sesuai
rencana.
DAFTAR PUSTAKA
1.Undang-Undang Nomor 7, 2004. Sumber Daya Air
2.Siswoko,Ir,Dipl.HE, MKUK, 2006 Kebijakan Strategis
dan Penyelenggaraan Sektor SDA.
3.Sugimin Pranoto,Dr, 2006, Designing Community Based
Development, MKUK Pusbiktek.
4.Robert J.Kodoatie,Ph.D dan Roestam Sjarief,Phd,2005.
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
5.Kliping Koran Pikiran Rakyat, April 2005
6.Jasa Tirta II Jatiluhur, 2002, Company Profile.
7.Bahan ajaran MKUK 2006, Pusbiktek,BPKSDM,
Departemen Pekerjaan Umum.
(*) Karyasiswa Program Magister Teknik Perencanaan
Lingkungan Permukiman Angkatan 2006, Kerjasama
Pendidikan Pusbiktek Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya
Jurnal Pendidikan Profesional Volume I No. 13 Februari 2007
30
Download