teks iklan layanan kesehatan masyarakat: kajian

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat
keberadaan iklan sebagai sarana dalam mempromosikan barang dan jasa menjadi
sangat diperhitungkan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya tampilan
iklan yang terdapat pada media, baik media elektronik maupun media cetak, yang
dibuat dengan bentuk dan tampilan yang sangat kreatif, atraktif, dan tentunya
persuasif.
Dalam iklan, bahasa tidak hanya ditempatkan sebagai alat penyampai
pesan dalam bentuk sederhana, tetapi telah diberdayakan untuk menyampaikan pesan
komersial yang efektif untuk membangkitkan emosi khalayak sasaran dalam
membuat keputusan dan memilih kebutuhan konsumsi mereka. Bahasa dalam kondisi
yang demikian telah ditempatkan sebagai unsur yang menentukan sebagai akibat
perkembangan referen iklan, khalayak sasaran, dan persaingan pasar yang semakin
ketat sehingga masing-masing pelaku pasar berusaha untuk menguasai segmen pasar
dengan berbagai strategi komersialnya.
Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan
tantangan dan kemudahan untuk menghasilkan iklan-iklan yang lebih kreatif,
inovatif, atraktif, dan tentunya persuasif. Dengan bahasa yang persuasif salah satu
tujuan wacana iklan diharapkan dapat tercapai, yaitu membujuk dan mengajak
2
masyarakat untuk melakukan sesuatu (memiliki, membeli, melakukan, dan
sebagainya). Persuasif adalah tujuan utama dari pembuat iklan untuk menstimulus
keinginan (membeli, memiliki, melakukan) dari masyarakat. Kepersuasifan tersebut
sangat menonjol dalam iklan komersial karena iklan komersial bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan berupa materi. Dalam hal ini, pembuat iklan tidak sedikit
menggunakan unsur verbal dan nonverbal yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah
linguistik. Sesungguhnya, ada maksud-maksud tertentu di balik semua itu yang ingin
disampaikan oleh produsen dan pembuat iklan.
Pada dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua. Pertama, iklan komersial
dan yang kedua adalah iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan
Layanan Masyarakat (ILM). ILM tidak seperti iklan barang dan jasa yang bersifat
komersial, melainkan lebih menyajikan pesan-pesan sosial yang bertujuan untuk
membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus
mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam keselarasan dan kehidupan
umum. Suatu ILM biasanya diproduksi oleh pemerintah atau suatu organisasi untuk
memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat misalnya di bidang
kesehatan.
Pemerintah
yang merupakan produsen
iklan
tersebut berusaha
memberikan informasi mengenai kesehatan serta mengajak masyarakat untuk
berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.
Wacana iklan, baik komersial maupun nonkomersial merupakan objek
kajian yang menarik karena melibatkan unsur-unsur bahasa di dalamnya, baik dalam
3
bentuk verbal maupun nonverbal, yang tentunya dapat dikaji dengan menggunakan
teori linguistik. Khusus dalam penelitian ini, iklan yang dipilih adalah Iklan Layanan
Kesehatan Masyarakat (ILKM)
Kehadiran ILKM dimaksudkan sebagai citra tandingan terhadap
keberadaan iklan komersial. Karena selama ini iklan komersial sering dituduh
menggalakkan konsumerisme. Iklan komersial merangsang konsumen untuk
berkonsumsi tinggi, dan menyuburkan sifat boros.
Sebagai sebuah citra tandingan, ILKM pada dasarnya merupakan alat
untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Media semacam ini sering
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyebarluaskan program-programnya.
Misalnya ILKM yang dibuat untuk menyukseskan program imunisasi nasional,
pemberantasan nyamuk demam berdarah, virus flu burung, menjaga lingkungan
hidup, membuang sampah pada tempatnya, budaya mencuci tangan, penyalahgunaan
narkoba, dan sebagainya.
Jika dilihat dari wujudnya, ILKM mengandung tanda-tanda komunikatif.
Lewat tanda-tanda komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Di samping
itu, gabungan antara tanda, baik tanda verbal maupun nonverbal, dan pesan yang ada
pada ILKM diharapkan mampu mempersuasi khalayak sasaran yang dituju. Tampilan
ILKM pun juga terkadang tidak kalah menariknya dengan iklan komersial lainnya.
Pemerintah atau organisasi-organisasi tertentu sebagai produsen ILKM berusaha
untuk mengemas ILKM tersebut menjadi lebih menarik, atraktif dan komunikatif
4
dengan memanfaatan tanda-tanda verbal dan nonverbal sehingga mampu menarik
perhatian masyarakat untuk sekadar melihat ILKM tersebut. Tidak seperti iklan
komersial lainnya, tujuan ILKM bukan untuk memperoleh keuntungan berupa materi,
melainkan ILKM mengemban tujuan mulia yaitu untuk menginformasikan kepada
masyarakat mengenai masalah yang mereka hadapi atau memberi imbauan dan
peringatan untuk kehidupan yang lebih baik.
Pemerintah berusaha meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara
menyampaikan iklan melalui media, baik media cetak maupun elektronik. Pada
penelitian ini ILKM yang dikaji meliputi Iklan Antinarkoba serta HIV AIDS. Adapun
alasan dari pemilihan kedua jenis ILKM itu adalah karena (1) kedua ILKM tersebut
saling berhubungan satu sama lain, seseorang yang menderita HIV AIDS sebagian
besar awalnya adalah seorang pengguna narkoba, (2) jika dilihat dari sasaran yang
dituju kedua ILKM sama-sama memiliki sasaran yang sama, yaitu umumnya kedua
iklan tersebut lebih ditujukan kepada masyarakat remaja sehingga ragam bahasa serta
tampilan iklannya pun nantinya akan disesuaikan dengan dunia remaja, dan (3)
narkoba serta HIV AIDS merupakan masalah yang tidak henti-hentinya untuk
diperbincangkan dan upaya pemerintah untuk memberantas Narkoba serta menekan
penyebaran HIV AIDS dari tahun-ketahun semakin gencar dilaksanakan. Berdasarkan
data BNN tahun 2010 dilaporkan bahwa 1,5 persen penduduk Indonesia terjerumus
narkoba, sementara penderita Aids di Indonesia mencapai 130.000 orang pada tahun
2010. Hal ini membuat pemerintah berupaya keras agar jumlah tersebut tidak
5
meningkat lebih jauh, salah satunya adalah dengan cara memberikan informasi
seluas-luasnya kepada masyrakat agar terhindar dari narkoba dan HIV/Aids melalui
media iklan. Hal tersebut membuat populasi ILKM khususnya mengenai narkoba dan
HIV/Aids lebih banyak dan mudah didapat jika dibandingkan dengan ILKM lainnya.
Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, penelitian ini berusaha
mengkaji penggunaan bahasa pada ILKM, baik pada tanda verbal maupun nonverbal,
serta makna dan ideologi yang melatarbelakanginya dengan pemanfaatan teori
semiotik oleh Barthes (1977), yang merumuskan tanda dalam dua tingkatan makna,
yaitu konotasi dan denotasi serta berakhir pada suatu ideologi yang merupakan
analisis tertinggi dari pengungkapan makna pada tanda tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini menjawab ketiga permasalahan yang diformulasikan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah struktur mikro pada teks verbal yang terdapat pada ILKM?
2. Bagaimanakah makna yang terdapat pada tanda verbal dan nonverbal, baik
pada semiologis tingkat 1 maupun semilogis tingkat 2, pada ILKM?
3. Ideologi apakah yang melatarbelakangi ILKM tersebut?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya bertujuan untuk mencari suatu jawaban dari
permasalahan yang bersifat sistematis. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian ini.
Terdapat dua tujuan pada penelitian ini, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara
umum,
penelitian
ini
adalah
untuk
mengkaji
serta
mendokumentasikan penggunaan bahasa dalam ILKM.
1.3.1 Tujuan Khusus
Secara khusus dari penelitian ini bertujuan untuk:
(1) menganalisis struktur teks verbal yang terdapat pada iklan yang
merupakan data dari penelitian ini,
(2) menganalisis makna yang terkandung dalam teks ILKM, baik pada
tingkat denotasi maupun konotasi,
(3) mengungkap ideologi yang terkandung dalam ILKM.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat
teoretis maupun praktis.
7
1.4.1 Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini ialah, mengembangkan penggunaan model
analisis makna berlapis (tingkat 1 dan 2) serta memberikan sumbangan pemikiran,
tambahan informasi, bahan rujukan tentang kajian semiotik, dan memotivasi untuk
dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan yang sejenis.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini berupa hasil penelitian yang diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman pembuat teks atas pemanfaatan unsur verbal dan
nonverbal serta pemahaman pembaca dalam mengartikan tanda verbal dan nonverbal
yang terdapat pada ILKM.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Beberapa hasil penelitian, artikel wacana iklan, dan semiotik sosial yang
dikaji tidak hanya mencermati hasil analisis semiotik dari iklan produk tertentu, tetapi
juga hasil analisis dari berbagai macam produk dengan tujuan untuk mengetahui
model, arah, dan hasil temuan penelitian.
Penelitian oleh Mulyawan (2005) yang berjudul ”Wacana Iklan Komersial
Media Cetak:Kajian Hipersemiotika” (tesis) yang mengkaji sejumlah iklan komersial
media cetak dari sudut komposisi struktur gramatikal dan leksikal, makna, pesan,
serta ideologi yang melatarbelakanginya. Dalam menganalisis permasalahannya,
Mulyawan menggunakan teori struktur wacana van Dijk (1985) dan teori
Hipersemiotika Piliang (2003).
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
untuk dapat mengungkap
makna dan pesan iklan yang ditunjukkan oleh unsur nonverbal diperlukan pendekatan
semiotik, sedangkan untuk permasalahan makna dan pesan yang bersifat di luar
realitas diperlukan pendekatan khusus yaitu pendekatan hipersemiotika. Hasil kajian
Mulyawan (2005) menunjukkan bahwa makna dan pesan yang ditimbulkan oleh
9
unsur nonverbal mampu menjadikan sebuah iklan untuk dapat tampil lebih persuasif,
menarik, dan mudah diingat oleh konsumen.
Jika dilihat dari analisis struktur mikro, penelitian ini memiliki kesamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyawan (2005), namun pada tataran analisis
makro, teori yang digunakan berbeda. Kelebihan penelitian ini adalah diharapkan
dapat memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai pengungkapan makna
pada suatu iklan karena pada penelitian ini pengungkapan makna dilakukan dengan
menggunakan model analisis berlapis yakni analisis makna pada tingkat denotasi dan
dilanjutkan dengan analisis makna pada tingkat konotasinya.
Kusrianti (2004: 1-8) menganalisis iklan komersial Pigeon Two Way Cake
melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual. Pendekatan
tekstual digunakan untuk menganalisis unsur iklan secara mikro yang meliputi kohesi
gramatikal
dan
kohesi leksikal.
Pendekatan
kontekstual
digunakan
untuk
menganalisis kohesi yang ada berdasarkan konteks iklan tersebut yang meliputi
konteks situasi, konteks bahasa kiasan, dan konteks sosial budaya iklan.
Dalam simpulannya, ditemukan bahwa secara tekstual dalam iklan
terdapat tiga bentuk kohesi gramatikal yang meliputi referensi, ellipsis, konjungsi,
dan tiga bentuk kohesi leksikal yang meliputi pengulangan, sinonimi, dan kolokasi.
Secara kontekstual, dalam iklan terdapat bentuk bahasa personifikasi dan secara
sosial budaya telah terjadi offer justification.
10
Penelitian yang dilakukan oleh Kusrianti relevan dengan penelitian ini,
terutama dalam pendekatan tekstual yang digunakan untuk menganalisis unsur mikro.
Kajian kohesi gramatikal dan leksikal dalam penelitian itu diharapkan dapat memberi
kontribusi pada penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusrianti tidak
digunakan teori semiotik untuk mengungkap makna iklan. Penelitian itu hanya
memfokuskan analisisnya pada analisis tekstual dan kontekstual.
Sumbo (2006) dalam artikelnya yang berjudul “Semiotika Iklan Sosial”
mengulas aplikasi teori semiotika dalam menganalisis iklan sosial seperti iklan
layanan masyarakat. Dalam artikel itu dibahas cara menganalisis iklan sosial dengan
memanfaatkan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada iklan layanan
masyarakat. Dalam artikel tersebut terdapat beberapa contoh iklan layanan masyarakat
yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiotika yang berfokus pada pesan
yang disampaikan oleh tanda verbal dan nonverbal. Sumbo manarik simpulan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara tanda verbal dan nonverbal dan keduanya saling
melengkapi. Parodi dan personifikasi yang merupakan idiom estetik tanda nonverbal
menjadi kuat keberadaannya sebagai visualisasi dari tanda verbal.
Penelitian itu cukup relevan dengan penelitian ini, di samping memiliki
objek pnelelitian yang sama, yaitu sama-sama menggunakan media iklan sosial (ILM),
penelitian ini juga memanfaatkan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada ILM
pada proses pengungkapan maknanya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumbo,
terlihat bahwa Sumbo hanya mengkaji unsur makro dari iklan tersebut dan sama sekali
11
tidak menyentuh unsur linguistik dalam mengkaji struktur mikro. Hal itulah yang
membuat penelitian ini diharapkan mampu menyediakan informasi yang lebih jika
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbo. Penelitian ini
menganalisis unsur mikro yang melibatkan aspek-aspek lingusitik, baik secara
gramatikal maupun leksikal, serta unsur makro pada iklan yang menjadi objek
penelitian.
Artikel oleh Sumbo dapat memberi kontribusi terhadap penelitian ini,
khususnya mengenai metode semiotika dalam menganalisis iklan layanan masyarakat,
walupun Sumbo hanya memfokuskan analisis pada pesan yang terkandung pada tanda
verbal dan nonverbal dalam iklan tersebut.
2.2 Konsep
Terdapat lima konsep yang relevan dengan topik penelitian ini, yaitu konsep
teks dan wacana, tanda, iklan, struktur iklan, dan ideologi. Konsep-konsep tersebut
dapat dijelaskan seperti berikut:
2.2.1 Teks dan Wacana
Halliday dalam Cohesion in English (1976) menyatakan bahwa wacana
dan teks merupakan dua istilah yang sama maksudnya. Teks merupakan rangkaian
kalimat yang saling berkaitan, bukan hanya sebagai unit gramatikal, melainkan
merupakan satu unit makna. Wacana merupakan kalimat-kalimat yang secara
12
operasional berkedudukan sebagai satu kesatuan. Pandangan yang kedua mengacu
pada pandangan Brown dan Yule (1996: 189) bahwa teks dipandang sebagai produk
yang mengesampingkan pertimbangan teks itu dibangun, sedangkan wacana
merupakan suatu proses yang memperhitungkan semua upaya dalam membangun teks
demi membangun dan mengungkapkan makna.
Kridalaksana (1983:179) berpendapat bahwa wacana (discourse) adalah
satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Halliday (1976) menambahkan bahwa teks merupakan
rangkaian kalimat yang saling berkaitan, bukan hanya sebagai unit gramatikal,
melainkan merupakan satu unit makna.
Samsuri (1988:1) menyebutkan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang
utuh tentang peristiwa komunikasi. Pengertian wacana menurut Samsuri tersebut lebih
menonjolkan fungsi penggunaan bahasa, yaitu untuk komunikasi, di samping juga
keutuhan makna sebagai syarat yang harus terpenuhi dalam wacana.
2.2.2 Tanda
Barthes (1977) merumuskan tanda sebagai sistem yang terdiri atas
expression (E) yang berkaitan (relation –R-) dengan content (C). Teori tanda tersebut
dikembangkannya dan dihasilkan teori denotasi dan konotasi. Menurutnya, content
dapat dikembangkan. Akibatnya, tanda pertama (E1 R1 C1) dapat menjadi E2
13
sehingga terbentuk tanda kedua: E2 (=E1 R1 C1) R2 C2. Tanda pertama disebutnya
sebagai denotasi dan yang kedua disebutnya semiotik konotasi.
2.2.3 Iklan
Istilah periklanan berasal dari verba Bahasa Latin abad pertengahan (1100
dan 1500 Masehi), yaitu advertere yang bermakna ’menarik perhatian seseorang
terhadap sesuatu’. Sementara itu, periklanan menurut Kamus Istilah Periklanan
Indonesia adalah pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara
lain: pers, radio, televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk
melakukan tindak membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996:4). Pada
dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua, iklan komersial dan
iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan Layanan Masyarakat (ILM).
Menurut Sumbo (2007), iklan layanan masyarakat adalah alat untuk menyampaikan
pesan sosial kepada masyarakat yang pada umumnya berisi pesan tentang kesadaran
nasional dan lingkungan.
Berdasarakn definisi di atas, konsep iklan layanan masyarakat, yang pada
umumnya bersifat tidak komersial, adalah iklan yang menyampaikan informasi kepada
seluruh lapisan masyarakat. Informasi-informasi tersebut bervariasi, misalnya
mengenai lingkungan, kesehatan, pendidikan, sumber daya alam, ekonomi, dan
politik. Iklan jenis ini sangat mengharapkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk
14
memuluskan program-program yang dicanangkan yang menguntungkan kedua belah
pihak, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat.
2.2.4 Struktur Iklan
Leech (1966) menyebutkan bahwa secara umum setiap iklan, khususnya
iklan media cetak, terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut:
a. Headline merupakan kepala/tajuk sebuah iklan yang berfungsi sebagai eye
catcher
b. Illustration(s) merupakan latar belakang sebuah iklan yang memberikan
ilustrasi terhadap iklan tersebut
c. Body copy merupakan tubuh/isi sebuah iklan yang berisikan informasi dan
pesan iklan.
d. Signature line (logo) merupakan tampilan produk yang diiklankan berikut
harga, slogan, atau merek
e. Standing details merupakan kaki/penutup sebuah iklan yang terdapat pada
bagian bawah/akhir iklan. Bagian penutup biasanya berupa informasi
tambahan terkait dengan produk yang diiklankan, seperti alamat perusahaan,
pusat informasi, dan lain-lain. Tampilan bagian ini biasanya berupa tulisan
kecil dan tidak mencolok
15
2.2.5 Ideologi
Secara awam, ideologi dapat dikatakan sebagai suatu paham atau aliran
yang diyakini kebenarannya. Hal ini dapat dilihat dari adanya paham komunis, paham
liberal, dan yang lainnya sebagai ideologi. Ideologi dapat berupa sesuatu yang abstrak
ataupun nyata.
Menurut van Zoest (1991:60), sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi
dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah ideologi. Terkait
dengan wacana sebuah teks, ideologi merupakan ide-ide pokok seorang pembuat teks
yang tercermin dari teks tersebut.
Fairlough (1985:85) menyebutkan bahwa ideologi tidaklah tercermin
sebagai unsur eksplisit dalam sebuah teks, melainkan berlaku sebagai asumsi latar
belakang yang menyebabkan lahirnya sebuah teks. Ideologi membantu dalam
membentuk struktur dan alur sebuah teks, sedangkan dari segi pembaca ideologi
membantu dalam menginterpretasikan teks tersebut.
Ideologi lebih menunjuk pada kesadaran (keyakinan) atau pendirian
tentang pemikiran atau pandangan tertentu. Ideologi tetap menyangkut ide-ide,
gagasan, pedoman atau petunjuk-petunjuk produksi tentang makna. Ideologi
menentukan cara memandang, orientasi memandang atau menyikapi tentang segala
sesuatu. Ideologi mempengaruhi pikiran, selera, perasaan, dan menuntut tindakan
kebudayaan serta tindakan sosial seseorang atau kelompok. Ideologi seseorang atau
kelompok tidak bersifat permanen, tidak bersifat kontinum, tetapi selalu bisa berubah
16
tergantung pada kepentingan penganutnya. Ideologi bisa juga desakan dari dalam
(internal) diri individu atau kelompok, akibat desakan atau pengaruh yang datang dari
luar secara eksternal (Syamsuddin, 2008: 90)
2.2.6 Ikon dan Ikonisitas
Pierce membagi tanda dalam hubungannya dengan objek menjadi tiga,
yaitu ikon, indeks, dan simbol. Pierce menyatakan ikon adalah hubungan antara tanda
dengan acuannya yang berupa hubungan kemiripan. Dengan kata lain, ikon digunakan
untuk menyebut tanda yang bentuk fisiknya memiliki kaitan erat dengan sifat khas
dari apa yang diacunya. Ikonisitas sebagai suatu hal yang bersifat semiosis mengacu
pada kemiripan alami atau analogi antara bentuk (signifier) dan konsep (signified)
yang diacunya di dunia atau dalam persepsi kita menngenal dunia.
Secara garis besar, terdapat tiga jenis ikon yang diungkapkan oleh Pierce,
yaitu
1. Imajik yaitu ikon yang penandanya menyerupai realitas yang
diacunya.
2. Diagramatik yaitu ikon yang memiliki struktur geometris dengan apa
yang diwakilinya. Ikon ini didasarkan pada hubungan antara tanda
yang mencerminkan kemiripan antara objek atau tindakan.
3. Metaforik yaitu merupakan metatanda (metasign) yang ikonisitasnya
berdasarkan kemiripan antara objek dari dua tanda simbolis. Ikon ini
17
penandanya mengacu pada beberapa referen yang mirip. (Willem &
Cuypere, 2008: 3)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Noth (1985: 10) yang menyatakan bahwa Pierce
menganggap metafora terlihat pada tingkat ketiga ikonisitas yang digambarkan secara
paralel dan ketidaklangsungan dari metatanda (metasign) sebagai perwujudan
perwakilan karakter. Tingkat pertama ikon yang merepresentasikan objek melalui
persamaan ditempati oleh pictures (images). Level kedua meliputi diagrams, yang
menyatakan persamaan struktural antara hubungan elemen dan objeknya.
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Semiotik
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik oleh
Barthes (1977). Barthes (1977) mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan
pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan
yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna
eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang
tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.
Dalam semiologi Barthes (1977) dan para pengikutnya, denotasi
merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat
kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.
18
Denotasi merupakan makna yang objektif dan tetap, sedangkan konotasi sebagai
makna yang subjektif dan bervariasi. Meskipun berbeda, kedua makna tersebut
ditentukan oleh konteks. Makna yang pertama yaitu makna denotasi berkaitan dengan
sosok acuan, misalnya kata merah bermakna ‘warna seperti warna darah’ (secara lebih
objektif, makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini untuk
memecahkan masalah polisemi, sedangkan pada makna konotasi, konteks mendukung
munculnya makna yang subjektif. Konotasi membuka kemungkinan interpretasi yang
luas. Dalam bahasa, konotasi dimunculkan melalui majas (metafora, metonimi,
hiperbola, eufemisme, ironi, dsb), presuposisi, dan implikatur.
Secara umum (bukan bahasa), konotasi berkaitan dengan pengalaman
pribadi atau masyarakat penuturnya yang bereaksi dan memberi makna konotasi
emotif,
misalnya
halus,
kasar/tidak
sopan,
peyoratif,
akrab,
kanak-kanak,
menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dsb. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh
di atas: MERAH bermakna konotasi emotif. Konotasi ini bertujuan membongkar
makna yang terselubung.
Teori ini digunakan untuk menganalisis permasalahan kedua yaitu
mengenai pemaknaan, baik pada semiologis tingkat 1 maupun tingkat 2 serta ideologi
yang melatarbelakangi iklan tersebut.
19
Berikut merupakan skema teori semiotik oleh Barthes (1977)
1. Signifier
2. signified
Denotative sign
Connotative signifier
connotative signified
Connotative sign
Gambar 1: Skema teori Semiotik Barthes (1915-1980)
Sumber: (Cobley & Jansz. 1999: 51)
Berdasarkan skema teori semiotik oleh Barthes di atas, terlihat bahwa makna denotasi
terdapat pada level pertama yang diperoleh melalui penanda dan petandanya. Makna
denotasi diperoleh melalui makna literal unsur-unsur pembentuknya. Selanjutnya,
pada level kedua terlihat bahwa penanda konotasi behubungan langsung dengan
makna denotasinya. Hal ini berarti penanda konotasi merupakan perkembangan dari
makna denotasi. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan penanda-penanda
lain dalam mengungkap makna konotasinya. Pada tanda verbal, dalam mengungkap
makna konotasinya juga memanfaatkan teori tindak tutur oleh Austin (1962) dan
Searle (1969) serta pada tanda nonverbal, pengungkapan makna konotasi juga
ditunjang oleh prinsip ikonisitas.
20
1) Semiologi Mitos
Mitos menurut Barthes (1977) merupakan perkembangan dari
konotasi. Konotasi yang menetap pada suatu komunitas berakhir menjadi mitos.
Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberi konotasi
tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga lama kelamaan menjadi mitos
(makna yang membudaya). Petanda konotasi, karakternya umum, global dan
tersebar, sekaligus menghasilkan fragmen ideologis. Berbagai petanda ini
memiliki suatu komunikasi yang amat dekat dengan budaya, pengetahuan, sejarah,
dan melalui hal terebutlah, demikian dikatakan, dunia yang melingkunginya
menginvasi sistem tersebut. Dapat katakan bahwa ideologi adalah suatu form
penanda-penanda konotasi, sementara gaya bahasa, majas atau metafora adalah
elemen bentuk (form) dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan
aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah muatannya.
Beroperasinya ideologi melalui semiotika mitos ini dapat ditengarai
melalui asosiasi yang melekat dalam bahasa konotatif. Barthes (1977)mengatakan
penggunaan konotasi dalam teks ini sebagai penciptaan mitos. Ada banyak mitos
yang diciptakan media, misalnya mitos tentang kecantikan, kejantanan, pembagian
peran domestik versus peran publik, dan banyak lagi. Mitos ini bermain dalam
tingkat bahasa yang oleh Barthes disebut ‘adibahasa’ (metalanguage). Penanda
konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian
tanda denotasi yang melandasi keberadaannya.
21
Dibukanya medan pemaknaan konotasi ini memungkinkan pembaca
memaknai bahasa metafora atau majasi yang maknanya hanya dapat dipahami
pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan antara penanda dan petanda terjadi
secara termotivasi. Pada level denotasi, sebuah penanda tidak menampilkan makna
(petanda) yang termotivasi. Motivasi makna justru berlangsung pada level
konotasi.
2.3.2 Teori Struktur Wacana
Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) CDA merupakan suatu
pendekatan interdisipliner dalam mempelajari suatu wacana yang telah digunakan
sebagai metode analisis pada seluruh ilmu humaniora dan ilmu sosial.
Dalam teori struktur wacana menurut van Dijk (1997) analisis wacana
berupaya mengkaji tiga struktur/tingkatan: (1) struktur makro; (2) superstruktur; (3)
struktur mikro
1)
Struktur Makro
Struktur makro mencerminkan makna umum sebuah wacana yang
dapat dipahami dari topik wacana tersebut. Dengan kata lain, analisis struktur makro
merupakan analisis sebuah wacana yang dipadukan dengan kondisi sosial di
sekitarnya untuk memperoleh suatu tema sentral. Tema sebuah wacana tercakup
secara implisit di dalam keseluruhan wacana dalam satu kesatuan bentuk yang
22
koheren. Tema dapat ditemukan dengan cara membaca keseluruhan wacana tersebut.
Dengan demikian, akan diketahui topik atau gagasan yang dikembangkan dalam
wacana tersebut.
2)
Superstruktur
Superstruktur adalah kerangka dasar sebuah wacana yang terdiri atas
rangkaian struktur atau elemen dalam membentuk satu kesatuan bentuk yang koheren.
Analisis superstruktur merupakan analisis alur sebuah wacana. Misalnya, bangunan
sebuah wacana yang tersusun atas berbagai elemen seperti pendahuluan, isi, dan
penutup harus dirangkai demikian rupa guna membentuk sebuah wacana yang utuh,
menarik, dan mudah dipahami
3)
Struktur Mikro
Struktur mikro merupakan analisis sebuah wacana berdasarkan unsur-
unsur intrinsiknya yang meliputi aspek-aspek linguistik seperti berikut.
(1) Unsur semantik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yaitu
makna yang muncul dari kata, klausa, kalimat, dan paragraf. Di samping itu
juga meliputi hubungan di antara keempatnya, seperti hubungan antarkata,
antarkalimat, antarklausa, dan antarparagraf. Adapun pada aspek semantik,
makna yang ingin ditekankan dalam teks meliputi latar, detail, maksud, dan
praanggapan.
23
(2) Unsur sintaksis, yang berfokus pada analisis yang meliputi (a) bentuk kalimat,
misalnya pasif atau aktif dan (b) kohesi pada analisis wacana yang meliputi
hubungan bentuk /kohesi gramatikal (Halliday, 1976: 31) serta hubungan antar
makna/ kohesi leksikal yang mencakup hubungan antarunsur wacana berupa
tata urut proporsi secara semantis. Koherensi semantik terdiri atas koherensi
kondisional dan koherensi fungsional (van Dijk, 1985:110).
Urutan peristiwa suatu proposisi dapat dikatakan koheren secara
kondisional bila proposisi tersebut secara kondisional mencerminkan
kenyataan yang terkait dengan proposisi sebelumnya. Koherensi ini ditandai
dengan pemakaian anak kalimat yang menjelaskan kalimat atau proposisi
sebelumnya, misalnya sebab akibat.
Urutan peristiwa suatu proposisi dikatakan koheren secara fungsional
jika proposisi tersebut memiliki hubungan semantik dengan proposisi
sebelumnya, dalam hal ini dikatakan memiliki fungsi stilistik dan retoris,
misalnya penggunaan konjungsi yang dapat berfungsi sebagai perbandingan,
pengontrasan, atau pemberi kesimpulan mengenai proposisi sebelumnya (van
Dijk, 1985: 110)
Jadi, untuk dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan
koheren secara semantik, suatu proposisi memiliki penanda dan dinyatakan oleh
reference (pengacuan), substitution (penyulihan), Ellipsis (pelesapan), kohesi
leksikal dan perangkaian yang disebut dengan kohesi gramatikal dan kohesi
24
leksikal (Halliday, 1976). Menurut Halliday (1976) referensi dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu eksoforis dan endoforis. Eksoforis menunjuk sesuatu yang
bersifat situasional, berdasarkan pada konteks situasi dan endoforis menunjuk
pada sesuatu dalam teks. Tipe endoforis dibedakan menjadi 3 yaitu persona,
demonstratif, dan komparatif. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan
menajdi kolokasi dan reiterasi. Reiterasi meliputi pengulangan, sinonimi,
antonimi, hiponimi, ekuivalensi, dan kata generik. Kolokasi atau perangkaian
terdiri dari aditif, adversatif, kausal, dan temporal (Halliday, 1976) , (Sumarlam,
2003)
(3) Unsur stilistik merupakan style atau ragam tampilan sebuah wacana dengan
menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sebuah wacana bisa memilih berbagai
ragam tampilan, seperti puisi, drama, atau narasi. Terkait dengan gaya
bahasanya sebuah wacana bisa menampilkan style, melalui diksi atau pilihan
kata, pilihan kalimat, majas, atau ciri kebahasaan yang lainnya.
(4) Unsur retoris merupakan unsur penekanan sebuah topik dalam sebuah wacana.
Gaya penekanan ini berhubungan erat dengan bagaimana pesan sebuah teks
akan disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, repetisi, alterasi atau gaya
yang lainnya.
25
2.3.3 Teori Tindak Tutur
Austin (dalam Thomas, 1995: 31) melalui analisis performatifnya, yang
menjadi landasan teori tindak tutur (speech act), berpendapat bahwa dengan berbahasa
kita tidak hanya mengatakan sesuatu (to make statements), melainkan melakukan
sesuatu (perform actions). Ujaran yang bertujuan mendeskripsikan sesuatu disebut
konstatif dan ujaran yang bertujuan melakukan sesuatu disebut performatif. Austin,
kemudian mengklasifikasikan tindak tutur dalam tiga aktivitas pembicara, yaitu tindak
lokusional (locutionary act), tindak ilokusional (illocutionary act), dan tindak
perlokusional (perlocutionary act) (Yule, 1996:48). Tindak lokusional diartikan
sebagai pengujaran kata atau kalimat dengan arti yang tetap dengan maksud tertentu
atau berkaitan dengan produksi ujaran yang bermakna, tindak ilokusional adalah
pembuatan pernyataan, perintah, janji, dalam sebuah ujaran menurut kesepakatan yang
berhubungan dengan ujaran atau dengan ekspresi performatif. Dengan kata lain
berkaitan dengan intensi atau maksud pembicara, dan tindak perlokusional merupakan
pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh kata-kata atau kalimat ujaran terhadap
pendengar dan situasi ujaran.
Searle (dalam Yule, 1996: 53) mengklasifikasikan fungsi general yang
ditunjukkan oleh penggunaan tindak tutur menjadi lima tipe, yaitu deklaratif,
representatif, ekspresif, direktif,dan komisif.
26
1) Deklaratif yaitu jenis tindak tutur yang mampu mengubah suatu keadaan
dengan menggunakan tuturan melalui pembicara. Fungsi ini mengakibatkan
pembicara menyebabkan suatu keadaan tertentu.
2) Representatif yaitu jenis tindak tutur yang menyatakan kepercayaan yang
disampaikan oleh pembicara. Fungsi ini menyatakan bahwa pembicara
mempercayai suatu keadaan tertentu.
3) Ekspresif yaitu jenis tindak tutur yang mengekspresikan perasaan pembicara.
Jenis ini mengekspresikan keadaan psikologis dan pernyataan mengenai
kesedihan, kesukaan, kebahagiaan,dll.
4) Direktif yaitu jenis tindak tutur yang menyatakan bahwa pembicara
menginginkan orang lain melalukan sesuatu. Fungsi ini mengekspresikan
keinginan pembicara.
5) Komisif yaitu jenis tindak tutur yang menyatakan komitmen pembicara dari
suatu keadaan di masa datang. Fungsi ini mengekspresikan apa yang ingin
dilakukan oleh pembicara.
2.3.4 Teknik Analisis Iklan
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan dalam menganalisis iklan
adalah pendekatan tekstual yang pada analisis tidak melibatkan pihak ketiga karena
analisis dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk dapat menginterpretasikan
sebuah iklan tanpa bertanya sebelumnya, baik pada produsen iklan maupun pada
27
konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Dyer (1982:87) analisis iklan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) analisis non-tekstual yang melibatkan pihak
ketiga dalam menganalisis sebuah iklan, dan (2) analisis tekstual yaitu analisis yang
dilakukan secara langsung oleh peneliti tanpa melibatkan orang ketiga.
Pada penelitian ini, dalam sebuah iklan media cetak terdapat dua materi
yang dianalisis yaitu unsur verbal dan unsur nonverbal. Analisis unsur verbal dan
nonverbal dilaksanakan dengan memanfaatkan teori struktur wacana oleh van Dijk
dengan mengkhususkan pada tingkat struktur mikro dan makro. Pada tataran struktur
mikro analisis dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di
dalamnya yang meliputi aspek-aspek linguistik seperti sintaksis, semantik, stylistik,
dan retoris, sedangkan pada tataran struktur makro menggunakan teori tindak tutur
oleh Searle (1969) dan Austin (1962) dan teori semiotik oleh Barthes (1977)
2.4 Model Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji makna tanda pada
ILKM pada suatu media cetak luar ruang yang bersifat interpretatif. Interpretatif
dimaksudkan dalam penelitian ini secara bebas menafsirkan makna tanda dari iklan
tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman pada iklan. Berikut merupakan model
penelitia
28
Teks Iklan Layanan Kesehatan
Masyarakat
Struktur Wacana
Struktur Mikro
Struktur Makro
Analisis Tekstual
Analisis Konteksual
Unsur Verbal dan Nonverbal
Unsur
Verbal
Makna Iklan
-sintaksis
-semantis
-stylistik
- retoris
Teori Semiotik
Teori Tindak Tutur
Makna denotasi
Makna konotasi
Fungsi Tindak Tutur
Makna Tindak Tutur
Ideologi
Temuan
Gambar 2: model penelitian
29
Teks ILKM yang merupakan data penelitian ini dianalisis dalam dua model
analisis, yaitu analisis struktur mikro dan analisis struktur makro.
Pada analisis struktur mikro, analisis dilakukan secara tekstual dengan
mengkaji struktur teks verbal dari iklan tersebut, baik struktur gramatikal maupun
struktur leksikalnya, dengan menggunakan perangkat aspek-aspek linguistik yang
ada. Sementara pada analisis struktur makro, analisis dilakukan secara kontekstual
dengan menganalisis makna iklan yang terdapat di dalamnya. Dalam menganalisis
makna iklan digunakan teori semiotika oleh Barthes (1977) dan teori tindak tutur.
Teori semiotik digunakan untuk menganalisis makna tanda yang terdapat
pada iklan, baik makna pada semiologis tingkat 1 maupun tingkat 2. Teori tindak
tutur digunakan untuk menganalisis tuturan yang terdapat pada iklan berdasarkan
fungsi tuturan dengan menggunakan teori Searle (1969) dan makna tuturan dengan
menggunakan teori Austin(1962). Pada proses pengungkapan makna ILKM, secara
tidak langsung terjadi pengungkapan ideologi dari iklan tersebut.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif-interpretatif. Data
kualitatif yang lebih merupakan wujud kata-kata daripada deretan angka-angka
senantiasa menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu sosial tertentu, terutama dalam bidang
antropologi, sejarah, kebahasaan, dan ilmu politik (Miles dan Huberman, 1992)
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data penelitian ini adalah data primer yaitu berupa data kualitatif
dalam bentuk bahasa tulis (verbal dan nonverbal). Sumber data yang dimaksud adalah
ILKM, khususnya mengenai Narkoba dan HIV AIDS yang ada di lapangan, dalam hal
ini pada media cetak luar ruang.
Adapun alasan dalam pemilihan sumber data yang merupakan media cetak
luar ruang yaitu karena umumnya suatu ILKM yang diproduksi oleh pemerintah yang
kadangkala bekerja sama dengan produk komersial lainnya umumnya memproduksi
iklan dalam bentuk billboard, baliho, maupun poster. Hal ini dimaksudkan agar ILKM
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mudah untuk dilihat.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini berupa teks ILKM, khususnya mengenai Narkoba dan
HIV AIDS yang diterbitkan pada media cetak luar ruang seperti billboard, baliho dan
31
poster. Untuk menjaring data di lapangan dibutuhkan metode observasi. Metode ini
dilaksanakan dengan mengobservasi ILKM, khususya iklan Anti Narkoba serta HIV
AIDS yang terdapat pada billboard, baliho, serta poster. Teknik yang digunakan
adalah sadap. Dalam hal ini teknik sadap dilaksakan dengan menyadap penggunaan
unsur verbal dan nonverbal yang terdapat pada iklan tersebut dengan cara
pengklipingan serta dilanjutkan dengan teknik catat untuk memisahkan unsur verbal
dan nonverbal pada iklan tersebut.
Data yang diperoleh berjumlah 23 buah data. Data tersebut diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok data yang dibedakan berdasarkan produsen iklan, sehingga
diperoleh iklan yang diterbitkan oleh pemerintah, iklan yang diterbitkan oleh LSM,
serta iklan yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang bekerja sama dengan
perusahaan komersial. Dari masing-masing kelompok data dipilih secara acak dua
buah data untuk dianalisis. Data tersebut adalah Iklan oleh instansi pemerintahan yaitu
iklan HIV Aids yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids yang selanjutkan disebut sebagai
Kliping Iklan 1 (KI 1) dan iklan anti Narkoba yang dikeluarkan oleh Polda Bali dan
PDAM kota Denpasar Selamatkan Bali dari bahaya narkoba. Raih prestasimu
tanpa narkoba yang selanjutnya disebut sebagai Kliping Iklan 2 (KI 2). Iklan oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diproduksi oleh Komisi Penanggulangan
Aids (KPA) Setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV yang selanjutkan
disebut sebagai Kliping Iklan 3 (KI 3) dan iklan yang diproduksi oleh YCAB dan
BNN Drugs bikin duniamu tanpa warna yang selanjutnya disebut kliping Iklan 4
(KI 4). Iklan oleh Perusahaan Komersial yang diproduksi oleh Aqua yang bekerja
32
sama dengan Polda Bali Jangan hancurkan hidup dan masa depan Anda dengan
Narkoba yang selanjutnya disebut sebagai Kliping Iklan 5 (KI 5) dan iklan yang
diproduksi oleh Pro-Safe Condom yang juga bekerja sama denga Polda Bali Jauhi
dan katakan tidak pada narkoba yang selanjutnya disebut sebagai Kliping Iklan 6
(KI 6)
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Sebuah penelitian memerlukan perencanaan dan penyajian secara
sistematis. Untuk itu, dalam penelitian ini perlu diterapkan langkah-langkah yang
harus ditempuh dan teknik analisis data yang melandasi cara kerja dalam menganalisis
struktur teks verbal serta makna yang terdapat pada ILKM pada media cetak luar
ruang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang diikuti oleh penggunaan
metode kualitatif sebagai pangkal tolak dengan pendekatan kualitas, yaitu ciri- ciri
data yang alami sesuai dengan pemahaman deskriptif. Analisis data dilakukan dengan
beberapa tahapan yaitu
(1) Teks ILKM dipisahkan berdasarkan tajuk, badan iklan, serta penutup
(2) Menganalisis struktur teks verbal secara mikro yang terdapat pada iklan dengan
memanfaatkan unsur-unsur instrinsiknya yang meliputi aspek-aspek lingusitik
yang terdapat pada teks verbal.
(3) Analisis dilanjutkan
secara
makro
mengenai
makna tuturan
dengan
menggunakan teori tindak tutur serta makna tanda yang terdapat dalam iklan
dengan menggunakan teori semiotik oleh Barthes (1977), makna yang dianalisis
33
adalah makna pada tingkat 1 yaitu makna denotasi serta makna pada tingkat 2
yaitu makna konotasi.
(4) Analisis dilanjutkan dengan pengungkapan ideologi yang terkandung dalam
ILKM.
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Perpaduan metode formal dan informal diterapkan dalam penyajian hasil
analisis. Tujuan memadukan kedua metode ini agar seluruh uraian dalam penelitian ini
benar-benar dapat dipahami dengan mudah tanpa mengabaikan norma-norma dan
kaidah-kaidah penulisan yang bersifat ilmiah dan akademik.
Penerapan metode informal dalam penyajian analisis yang direalisasikan
dalam penggunaan untaian kata, kalimat, serta istilah teknis untuk merumuskan dan
menerangkan setiap permasalahan penelitian. Penyajian dengan metode ini
diasumsikan lebih mampu merepresentasikan pengalaman subjek jika dibandingkan
dengan penyajian dalam bentuk angka, rumus atau pola yang umum dilakukan dalam
penelitian kuantitatif. Sedangkan penerapan metode formal bertujuan menyajikan
hasil analisis dengan menggunakan lambang-lambang, diagram, tabel, dan juga tanda.
Hasil analisis data yang dituangkan dengan metode ini terlihat lebih ringkas dan padat
sehingga pembaca dapat lebih mudah dalam memahami hasil penelitian
34
BAB IV
STRUKTUR TEKS VERBAL, MAKNA, DAN IDEOLOGI PADA IKLAN
LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
4.1 Kliping Iklan 1 (KI 1)
Kliping Iklan 1 (KI 1) merupakan ILKM yang diproduksi oleh instansi
pemerintahan, dalam hal ini adalah iklan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia kerap memproduksi
ILKM dalam berbagai bentuk media seperti media cetak dan elektronik. Upaya
pemerintah dalam menyehatkan kehidupan bangsa salah satunya diwujudkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang selalu berupaya memberikan
informasi kepada masyarakat tentang pentingnya hidup sehat serta langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam mewujudkan kesehatan bangsa.
KI 1 merupakan salah satu ILKM berupa poster HIV/Aids yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
tampilan iklan tersebut.
Republik Indonesia. Berikut merupakan
35
Gambar 3 : Kliping Iklan 1 (KI 1)
4.1.1 Struktur Mikro KI 1
Analisis struktur mikro merupakan analisis struktur teks verbal yang
terdapat pada iklan yang dianalisis berdasarkan aspek linguistiknya.
Pada KI 1 (iklan HIV/Aids) teks verbal iklan hanya meliputi tajuk dan
penutup. Pada bagian tajuk tertera tulisan pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan
Aids dan pada penutup terdapat logo dan tulisan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dan 2009. Semua ini menunjukkan produsen iklan dan tahun pembuatan
iklan.
Teks verbal pada tajuk merupakan kalimat majemuk yang mengalami
pelesapan atau elipsis. Kalimat itu dibentuk dari dua klausa, yaitu Pilih gaya hidup
sehat tanpa HIV dan Pilih gaya hidup sehat tanpa Aids yang pemunculannya
36
dirangkaikan menjadi satu kalimat. Jika dipulangkan, teks awal dari tajuk tersebut
adalah sebagai berikut:
[4-1]
a. Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan pilih gaya hidup sehat tanpaAids
P1
O1
K1
P2
O2
K2
b. Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan ø
ø
Aids (KI 1)
Pada kalimat (b) terlihat proses pelesapan Predikat dan Objek pada klausa kedua yang
ditandai dengan (ø). Kedua elemen tersebut mengalami pelesapan karena sama dengan
Predikat dan Objek pada klausa pertama. Untuk menghindari terjadinya penggunaan
unsur kalimat yang berlebihan (redundancy) maka ketika kedua klausa itu
dirangkaikan dengan menambahkan konjungsi dan, yang menunjukkan bahwa kedua
kalimat tersebut memiliki hubungan setara, unsur-unsur yang sama dilesapkan. Seperti
yang diungkapkan oleh Halliday dan Hassan (1976), salah satu jenis kohesi gramatikal
yaitu pelesapan (ellipsis) dengan cara melesapkan satuan lingual tertentu yang telah
disebutkan sebelumnya.
Jika dilihat berdasarkan bentuknya terlihat bahwa kalimat tersebut
diawali dengan verba dasar transitif pilih. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalimat
yang digunakan adalah kalimat imperatif aktif transitif. Seperti yang diungkapkan
oleh Rahardi (2005:88) kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat dengan mudah
dibentuk dari turunan deklaratif dengan menghilangkan subjek yang lazimnya
berupa persona kedua. Penggunaan kalimat imperatif aktif transitif menandakan
bahwa produsen iklan menginginkan target sasaran melakukan apa yang diinginkan
olehnya.
37
Unsur retoris juga terdapat
pada kalimat dalam tajuk iklan, namun
tidak seperti pada teks lain yang
mengaplikasikan unsur retoris
Gambar 4:tajuk KI 1
sebagai penekanan dengan menggunakan majas, alterasi, maupun repetisi, seperti
yang diungkapkan oleh van Dijk (1997), unsur retoris dalam iklan ini ditunjukkan
secara nonverbal (tampilan dalam iklan) dengan mengaplikasikan kaidah grafika. Jika
diperhatikan dengan saksama kata tanpa pada kalimat tajuk dibuat berbeda
dibandingkan dengan kata-kata lainnya dan dibuat terpisah antara pilih gaya hidup
sehat dan HIV dan Aids sehingga kata tersebut terlihat sebagai penghubung antara
kalimat sebelum dan sesudahnya. Perwujudan kata tanpa pada iklan tersebut
ditampilkan dengan latar warna merah dan dibuat tidak sejajar (agak miring), jadi
kata tanpa sangat ditekankan. Hal ini bertujuan bahwa produsen iklan ingin
menekankan kepada masyarakat bahwa memilih gaya hidup sehat adalah dengan
tanpa HIV dan Aids.
Unsur retoris lainnya juga terlihat dengan pemanfaatan kaidah grafika
mengenai ukuran huruf. Pada tajuk iklan terlihat bahwa ukuran huruf yang digunakan
pada kata HIV dan Aids lebih besar daripada huruf lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa penekanan juga terdapat pada kedua kata tersebut yang menandakan bahwa
fokus dari produsen iklan adalah kata HIV dan Aids
Pada penutup merupakan logo Bhakti Husada serta tulisan Departemen
Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan 2009 menunjukkan bahwa iklan tersebut
diproduksi oleh Pusat Promosi Kesehatan Depatemen Kesehatan RI pada tahun
38
2009. Hal ini menunjukkan iklan tersebut diproduksi oleh pemerintah melalui
lembaga terkait sebagai perwujudan pemerintah dalam mengupayakan Indonesia
yang sehat dan bebas dari penyakit-penyakit mematikan seperti HIV dan Aids.
4.1.2 Struktur Makro KI 1
Tahap selanjutnya dalam analisis ILKM adalah analisis struktur makro.
Pada tahap ini analisis iklan dilakukan berdasarkan tatanan kontekstual. Analisis
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu analisis makna tuturan, analisis makna tanda,
dan analisis ideologi iklan.
1) Makna Tuturan
Pada KI 1 tuturan yang terdapat di dalamnya adalah pilih gaya hidup
sehat tanpa HIV dan Aids. Jika dilihat dari modus tuturannya, iklan tersebut
menggunakan modus imperatif dengan fungsi direktif. Seperti yang diungkapkan
oleh Searle (1969), suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara
menginginkan suatu keadaan tertentu melalui tuturannya. Melalui hal ini, pada KI 1,
pembicara (produsen iklan) menginginkan suatu keadaan yang sehat dengan tidak
adanya penyebaran virus HIV yang dapat menyebabkan penyakit Aids.
Berdasarkan modus dan fungsi yang digunakan pada tuturan membuat
tuturan pada KI 1 mengandung makna lokusi. Seperti yang diungkapkan oleh Austin
(1962)
suatu
tuturan
dikatakan
memiliki
makna
lokusi
ketika
dalam
mengutarakannya, arti dari tuturan tersebut sama dengan maksud yang ingin
disampaikan oleh pembicara. Pemilihan tindak tutur lokusi disebabkan produsen
39
iklan ingin mengimbau kepada masyrakat mengenai gaya hidup sehat dengan jelas
dan akurat.
2) Makna Tanda
Jika dilihat berdasarkan makna tanda yang terdapat pada KI 1, secara
denotatif penanda verbal pada iklan yaitu Pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan
Aids merupakan petanda ‘gaya hidup yang sehat adalah gaya hidup yang tanpa HIV
dan Aids’. Gaya hidup yang dimaksud secara denotatif bermakna ‘tingkah laku kita
dalam kehidupan sehari-hari’ dan kata sehat dimaksudkan sebagai ‘keadaan yang
tidak sakit’. Jadi, secara keseluruhan penanda gaya hidup sehat secara denotatif
dapat diartikan sebagai ‘tingkah laku manusia yang tidak membuat mereka sakit’.
Selanjutnya, penanda tersebut dilanjutkan dengan tanpa HIV dan Aids sehingga
unsur verbal yang terdapat pada iklan tersebut secara denotatif dapat dimaknai
sebagai ‘tingkah laku manusia yang tidak membuat mereka meiliki HIV dan Aids di
dalam tubuh mereka’. Jadi, dapat disimpulkan bahwa C1(makna denotasi) pada KI 1
adalah ‘usaha pemerintah sebagai produsen iklan melalui Departemen Kesehatan RI
untuk menunjukkan kepada masyarakat agar dapat menentukan tingkah laku yang
baik dan sehat bagi mereka sehingga virus HIV dan Aids tidak masuk ke tubuh
mereka yang nantinya dapat membuat mereka tidak sehat’.
Penanda nonverbal yang terdapat pada KI 1 adalah sekumpulan orang
dengan beragam usia dan aktivitas. Dalam iklan sekumpulan orang tersebut terlihat
bahagia dengan aktivitas mereka masing-masing. Penggunaan penanda nonverbal
dengan wajah-wajah yang terlihat tersenyum dan penuh semangat dalam menjalankan
40
aktivitas mereka merupakan petanda bahwa kehidupan yang mereka jalani (yang
terlihat bahagia) sebagai hasil dari menjalankan gaya hidup sehat sehingga mereka
terhindar dari HIV dan Aids.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara denotatif
penggabungan penanda dan petanda nonverbal yang terdapat pada KI 1 menunjukkan
kepada masyarakat bahwa jika ingin memiliki kehidupan yang bahagia maka harus
menjalankan gaya hidup yang sehat sehingga terhindar dari penyakit mematikan
seperti HIV dan Aids
Keseluruhan penanda dan petanda yang dijelaskan di atas yang
melahirkan makna denotasi merupakan E1(exspression) yaitu penanda pada sistem
primer dan C1 (content) yang merupakan petanda pada sistem primer pada sistem
tanda Barthes (1977).
Pada tataran konotasi, E1 dan C1 yang terdapat pada
pemaparan makna di atas dikembangkan menjadi E2 yaitu penanda konotasi sehingga
menghasilkan C2 (petanda konotasi) pada sistem sekunder yaitu makna konotasinya.
Secara konotatif, penanda verbal yang terdapat pada KI 1 yaitu “anjuran
pemerintah sebagai produsen iklan agar masyarakat menentukan tingkah laku yang
baik dan sehat bagi diri mereka sendiri sehingga mereka terhindar dari virus
mematikan HIV yang dapat menyebabkan Aids” menghasilkan makna secara
konotatif bahwa pemerintah ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa tidak
perlu usaha yang rumit dalam mewujudkan kehidupan yang sehat. Agar terhindar dari
HIV dan Aids, masyarakat hanya perlu melakukan tindakan yang sederhana yaitu
dengan memilih gaya hidup yang sehat seperti rajin berolah raga serta mengonsumsi
makanan sehat dan melakukan aktivitas-aktivitas positif. Selain itu, pemerintah juga
ingin menujukkan kepada masyarakat bahwa HIV dan Aids merupakan penyakit
41
mamatikan yang belum ada obatnya, sehingga dengan memilih gaya hidup yang sehat
maka diharapkan dapat mencegah tertularnya virus mematikan tersebut ke tubuh
mereka. Mengingat ungkapan yang menyatakan bahwa lebih baik mencegah daripada
mengobati.
Penanda konotasi unsur nonverbal yang terdapat pada KI 1 adalah
sekumpulan masyarakat yaitu terlihat seorang sopir angkutan umum, pelajar,
mahasiswa, musisi, karyawan, perkerja konstruksi, istri pejabat, dll yang
semuanya hidup dengan aktivitas positif mereka yang membuat mereka bahagia dan
sehat karena mereka hidup tanpa HIV dan Aids dalam tubuh mereka. Secara
konotatif, penanda ini dapat dimaknai sebagai upaya pemerintah dalam
mengilustrasikan keadaan guna memberikan contoh nyata bagi masyarakat tentang
gaya hidup yang dijalani oleh orang-orang yang sehat yang tidak memiliki HIV dan
Aids dalam tubuh mereka.
Selain itu, pada penanda nonverbal juga terlihat bahwa sekumpulan
orang-orang tersebut terdiri atas beragam lapisan masyarakat, baik berdasarkan usia
maupun status sosial. Hal ini terlihat melalui seorang bapak dengan pakaian
menyerupai seorang sopir angkutan umum sampai ibu dengan dandanan seperti istri
pejabat. Hal ini menunjukkan bahwa usaha dalam mencegah HIV dan Aids dapat
dilakukan oleh semua orang dengan tanpa memandang kaya atau miskin. Sehingga
pemerintah mengharapkan bahwa seluruh lapisan masyarakat ikut berperan aktif
dalam menekan pertumbuhan HIV dan Aids dengan memilih gaya hidup sehat
dengan melakukan aktivitas-aktivitas positif. Jadi, dapat dikatakan bahwa C2 pada KI
1 adalah pemerintah menujukkan kepada masyarakat bahwa masyarakat hanya perlu
42
melakukan tindakan sederhana dalam menghindarkan diri dari HIV dan Aids yaitu
hanya dengan memilih gaya hidup sehat yang dapat dilakukan oleh siapa saja dengan
tidak memandang status sosial sehingga dapat membuat masyarakat menjalani
kehidupan yang bahagia seperti yang diilustrasikan pada pananda nonverbal.
Penggunaan ikon sekumpulan orang yang terlihat bahagia pada KI 1
merupakan perwujudan dari gaya hidup sehat. Teks verbal yang terdapat pada KI 1
jika dihubungkan dengan ikon yang terdapat di dalamnya berfungsi mengarahkan
pembaca pada makna tertentu. Dengan adanya teks verbal yang terdapat pada KI 1
yang berbunyi “pilih gaya hidup sehat tanpa HIV dan Aids” memberi makna pada
ikon sekumpulan orang sebagai akibat dari pelaksanaan hidup sehat. Sehingga
kehadiran teks verbal mengarahkan pembaca ke makna tertentu dalam memaknai
ikon yang terdapat pada iklan.
3) Ideologi
Seperti telah diketehui bersama bahwa ideologi sebuah iklan merupakan
faham atau ide pokok yang melatarbelakangi terciptanya sebuah iklan. Dalam skema
teori Barthes (1977), ideologi merupakan tahapan analisis tertinggi.
Pada KI 1 ideologi diperoleh dari perkembangan makna konotasi yang
terdapat pada iklan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa secara konotasi
KI 1 berarti upaya pemerintah dalam mengimbau seluruh masyarakat agar berperan
aktif dalam mewujudkan gaya hidup yang sehat dengan tanpa HIV dan Aids di
dalamnya. Sehingga berdasarkan pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa ideologi yang terkandung dalam iklan tersebut adalah ideologi imbauan
43
pemerintah kepada masyarakat untuk selalu hidup sehat. Hidup sehat dapat dilakukan
dengan sangat mudah dan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan hidup sehat
dipercaya bahwa masyarakat tidak akan tertular HIV dan Aids, mengingat ungkapan
lebih baik mencegah daripada mengobati.
4.2 Kliping Iklan 2 (KI 2)
Selain melalui instansi pemerintahan yang bergerak dalam bidang
kesehatan, suatu ILKM juga dapat diproduksi oleh instansi kepolisian. Seperti pada
iklan anti narkoba berikut yang diproduksi oleh Polda Bali yang bekerja sama dengan
PDAM kota Denpasar.
Gambar 5: Kliping Iklan 2 (KI 2)
44
4.2.1 Struktur Mikro KI 2
Teks verbal pada KI 2 adalah tajuk, badan iklan, dan penutup. Pada
bagian tajuk bertuliskan Selamatkan Bali dari bahaya narkoba, kemudian pada
badan iklan bertuliskan Raih prestasimu tanpa narkoba!!!, dan diakhiri dengan
penutup yang merupakan identitas produsen iklan yaitu pemerintah kota Denpasar
melalui Perusahaan Daerah Air Minum kota Denpasar lengkap dengan logo dan juga
pada bagian atas tedapat logo Polda Bali.
Pada tajuk yang bertuliskan Selamatkan Bali dari bahaya narkoba,
pada awal kalimat yaitu kata selamatkan merupakan pembentukan kata transitif dari
verba dasar intransitif selamat dengan penambahan sufiks –kan. Dengan demikian
kalimat tersebut menjadi kalimat transitif dengan ditampilkan tanpa adanya subjek
yang menandakan kalimat tersebut menjadi kalimat imperatif aktif transitif. Seperti
yang diungkapkan oleh Rahardi (2005) bahwa kalimat imperatif aktif dibentuk
dengan menghilangkan subjek yang lazimnya merupakan persona kedua. Penggunaan
jenis kalimat ini dimaksudkan bahwa produsen iklan, khususnya pemerintah Provinsi
Bali, mengimbau agar seluruh masyarakatnya menyelamatkan Bali dari bahaya
narkoba. Selain itu, pada badan iklan yang bertuliskan raih prestasimu tanpa
narkoba juga merupakan kalimat yang tanpa subjek, sehigga kalimat tersebut juga
digolongkan ke dalam kalimat imperatif aktif transitif, karena menggunakan verba
transitif.
45
Berdasarkan kohesi leksikalnya, terdapat pengulangan (repetisi) pada
teks verbal KI 2. Repetisi yang terjadi adalah repetisi episfora yaitu repetisi kata
narkoba yang hanya terjadi pada setiap akhir kalimat, yaitu kalimat pada tajuk dan
badan iklan seperti berikut:
[4-2]
a. Selamatkan Bali dari bahaya Narkoba (tajuk)
P
O
K
b. Raih prestasimu tanpa Narkoba (badan iklan) (KI 2)
P
O
K
pada kalimat (a) dan (b) terlihat bahwa kata yang bercetak tebal (narkoba) mengalami
pengulangan bentuk pada setiap akhir kalimat. Sehingga sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Halliday dan Hassan (1976)bahwa repetisi episfora adalah
pengulangan kata/frasa pada akhir kalimat secara berturut-turut.
Jika dilihat dari unsur style (gaya bahasa), iklan ini menggunakan majas
Sinekdoke Totem Pro Parte yang berarti menampilkan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian. Pengguanaan kata
Bali sesungguhnya bukan merupakan
Bali pada utuhnya, melainkan ditujukan
Gambar 6: badan iklan KI 6
pada generasi muda.
Unsur retoris juga ditemukan pada iklan ini yaitu penekanan kata
narkoba. Penekanan ini diwujudkan dengan menggunakan repetisi pada kata
tersebut. Seperti yang diungkapan oleh van Dijk (1997) bahwa gaya penekanan dapat
disampaikan melalui repetisi. Selain itu, penekanan juga dapat ditunjukkan dengan
menggunakan kaidah grafika. Hal ini terlihat dengan adanya penggunaan warna
huruf yang berbeda seperti pada frase dari bahaya narkoba yang terdapat pada tajuk
46
dan kata narkoba (pada badan iklan) yang dibuat dengan warna merah. Hal ini
dilakukan untuk menekankan kata/frase yang dimaksud. Selain itu, penggunaan jenis
huruf serta ukuran huruf juga mempengaruhi unsur retorisnya. Pada iklan frase
Selamatkan Bali dibuat lebih besar. Hal ini menandakan bahwa produsen iklan ingin
memfokuskan pesan iklan yaitu menyelamatkan Bali. Selain itu, penekanan juga
terjadi pada kata tanpa yang dibuat dengan huruf miring dan berbeda dari huruf
lainnya.
4.2.2 Struktur Makro KI 2
Analisis struktur makro pada KI 2 meliputi analisis makna iklan, baik
makna tuturan maupun makna tanda pada penanda verbal maupun nonverbal yang
dianalisis secara denotatif dan konotatif. Setelah itu, diakhiri dengan analisis ideologi
iklan.
1) Makna Tuturan
Tuturan yang terdapat pada KI 2 adalah Selamatkan Bali dari bahaya
narkoba. Raih prestasimu tanpa narkoba. Jika dilihat berdasarkan fungsinya,
tuturan tersebut merupakan jenis direktif . Dikatakan demikian karena pada tuturan
terlihat bahwa pembicara (produsen iklan) menginginkan suatu keadaan yang aman
yakni Bali dapat terhindar dari bahaya narkoba, hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Searle (1969) bahwa suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi direktif ketika
pembicara
menginginkan
suatu
keadaan
tertentu
melalui
tuturan
yang
disampaikannya. Tuturan selanjutnya juga menunjukkan fungsi direktif yaitu
47
produsen iklan selaku pembicara menginginkan agar masyarakat (generasi muda)
berprestasi dan tidak menggunakan narkoba. Modus yang digunakan pada kedua
tuturan adalah modus imperatif. Seperti yang terlihat pada tuturan terdapat
penggunaan verba pada awal kalimat dan tanpa menggunakan subjek serta dilengkapi
dengan penggunaan tanda seru (!) pada salah satu tuturan. Hal ini menandakan bahwa
produsen iklan selaku pembicara meminta seluruh masyarakat agar berperan aktif
dalam menyelamatkan Bali dari bahaya narkoba serta meminta seluruh generasi
muda agar mampu berprestasi dengan tanpa menggunakan narkoba sehingga mampu
membangun Bali menjadi jauh lebih baik.
Berdasarkan fungsi serta modus yang digunakan, tuturan tersebut
mengandung makna lokusi. Makna yang ingin disampaikan oleh produsen iklan sama
dengan makna leksikalnya. Hal ini disebabkan karena produsen iklan ingin
menyampaikan pesan kepada masyarakat luas secara jelas agar mudah dimengerti.
2) Makna Tanda
Pada KI 2 terdapat dua penanda yaitu penanda verbal dan penanda
nonverbal. Penanda verbal yang terdapat pada tajuk yang bertuliskan Selamatkan
Bali dari bahaya narkoba secara denotatif merupakan petanda ajakan, dalam hal ini
adalah ‘ajakan pemerintah sebagai
produsen iklan agar seluruh generasi muda,
khususnya yang ada di Bali, untuk berperan akif dalam menyelamatkan Bali dari
ancaman bahaya narkoba yang dapat menghancurkan masa depan generasi muda di
Bali’. Pada badan iklan juga terdapat penanda verbal raih prestasimu tanpa
48
narkoba!!!. Penanda ini secara denotatif merupakan “imbauan pemerintah kepada
generasi muda Bali agar mampu berprestasi tanpa menggunakan narkoba”.
Penanda nonverbal mendukung adanya penanda verbal pada iklan.
Penanda nonverbal pada KI 2 meliputi pelajar berjilbab dengan menggunakan
toga dan memegang ijazah, pelajar SMA yang terpuruk dengan botol minuman
berserakan sambil menggenggam jarum suntik, penanda latar yang merupakan
peta pulau Bali yang lengkap dengan nama-nama daerahnya, dan logo SAY NO TO
DRUGS.
Penanda nonverbal yang pertama adalah seorang wanita yang
mengenakan jilbab dan toga dengan ijazah di genggamannya merupakan petanda
bahwa pemerintah menunjukkan contoh generasi muda yang berprestasi, sedangkan
penanda seorang pelajar SMA yang terpuruk dengan jarum suntik di genggaman dan
botol minuman berserakan di sebelahnya merupakan petanda bahwa contoh generasi
muda yang tidak memiliki masa depan karena terjerumus dalam narkoba. Latar yang
merupakan peta pulau Bali merupakan petanda bahwa Bali memiliki wilayah yang
cukup luas dengan berbagai wilayah di dalamnya sehingga pemerintah berharap
bahwa seluruh generasi muda yang ada di Bali, tidak hanya di kota besar, tetapi juga
mencakup seluruh wilayah-wilayah kecil, ikut berperan aktif dalam menyelamatkan
Bali dari bahaya narkoba. Penanda logo “SAY NO TO DRUGS” merupakan petanda
anjuran kepada generasi muda agar selalu menolak jika ditawari narkoba.
Keseluruhan penanda di atas, baik penanda verbal maupun nonverbal
dalam sstem pertandaan Barthes (1977) merupakan E1 yang merupakan penanda
denotasi pada sistem primer, dan petanda verbal dan nonverbal merupakan C1.
49
Sehingga penggabungan antara C1 dan E1 akan membentuk E2 yang merupakan
penanda konotasi pada sistem sekunder.
Penanda verbal pada tajuk yang merupakan “ajakan pemerintah kepada
seluruh generasi muda yang ada di Bali agar berperan aktif dalam menyelamatkan
Bali dari bahaya narkoba yang dapat menghancurkan masa depan generasi muda”
secara konotatif merupakan petanda bahwa ajakan pemerintah, khususnya pada
penyelamatan seluruh generasi muda yang ada di Bali, sehingga generasi muda
diharapkan mampu memilih pergaulan yang baik agar tidak terjerumus dalam
narkoba. Generasi muda merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan
pembangunan Bali menjadi jauh lebih baik, sehingga dengan menyelamatkan
generasi muda dari bahaya narkoba, maka secara tidak langsung telah
menyelamatkan masa depan Bali.
Pada badan iklan, penanda verbal yang merupakan “imbauan kepada
generasi muda agar mampu berprestasi tanpa menggunakan narkoba” secara konotatif
merupakan petanda generasi muda diharapkan mampu berprestasi, baik pada bidang
akademis maupun nonakademis, dengan tanpa menggunakan narkoba, karena
mengingat bahwa narkoba memiliki banyak jenis, salah satunya adalah jenis yang
merupakan dopping yang mampu membuat penggunanya menjadi selalu bersemangat
dan tidak mudah lelah. Narkoba jenis ini banyak digunakan oleh orang-orang yang
memerlukan stamina lebih dalam menjalankan aktivitas mereka seperti atlet dan para
selebritas. Melalui iklan ini pemerintah menekankan bahwa berprestasi tidak perlu
menggunakan narkoba, karena narkoba memiliki efek samping yang merusak.
Sekalipun dapat membantu para atlet maupun selebritas memiliki stamina yang prima
50
sehingga mampu meraih prestasi, namun dalam jangka panjang penggunaan narkoba
jenis apa pun akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan serta prestasi yang
diperoleh pun tidak akan berlangsung lama dan menjadi sia-sia jika disertai dengan
narkoba.
Pada penanda nonverbal yang merupakan remaja berprestasi lengkap
dengan toga dan menggunakan jilbab secara konotatif merupakan petanda bahwa
generasi muda yang pandai dalam memilih pergaulan. Penggunaan ikon pelajar
berjilbab dan mengenakan toga merupakan perwujudan dari pelajar yang mampu
meraih prestasi. Ikon jilbab mngandung arti seseorang yang memiliki bekal ilmu
Agama yang kuat, sehingga menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang baik serta
bekal ilmu agama yang baik pula mampu menghindarkan generasi muda dari
ancaman bahaya narkoba dan mengantarkan meraih prestasi.
Selain itu, juga terdapat penanda seorang pelajar SMA yang merupakan
pemakai narkoba. Secara konotatif, penggunaan penanda tersebut merupakan petanda
sebagai perbandingan antara yang tidak memakai narkoba dan yang memakai
narkoba. Pemerintah sebagai produsen iklan ingin memberikan contoh nyata kepada
generasi muda mengenai kondisi orang yang menggunakan narkoba. Jika
menggunakan narkoba seperti yang ditunjukkan oleh seorang pelajar SMA tidak akan
mampu meraih prestasi seperti yang ditunjukkan oleh penanda yang mengenakan
toga. Penggunaan ikon pelajar SMA merupakan perwujudan pelajar yang tidak
berprestasi karena terjerumus narkoba. Hal ini terlihat dari kondisi yang ditunjukkan
oleh ikon SMA yang terpuruk serta terdapat ikon botol minuman serta jarum suntik
yang menandakan bahwa pelajar SMA mengonsumsi minuman tersebut dan memakai
51
narkoba melalui jarum suntik. Melalui IKLM ini pemerintah ingin menggiring
generasi muda agar memilih hidup dengan masa depan cerah dan berprestasi tanpa
menggunakan narkoba.
Penanda lainnya adalah peta seluruh wilayah pulau Bali lengkap dengan
nama-nama daerahnya yang secara konotatif dapat dimaknai sebagai seluruh generasi
muda yang ada di Bali, baik kota besar maupun derah-daerah kecil lainnya, harus ikut
berperan serta dalam membangun Bali. Membangun dalam hal ini adalah
membangun seluruh wilayah Bali secara merata yang dilakukan oleh generasi muda
yang berprestasi. Selain itu, juga terdapat penanda yang merupakan slogan imbauan
untuk selalu menolak narkoba. Penggunaan penanda SAY NO TO DRUGS
merupakan petanda dari generasi muda yang anti narkoba. Sehingga pada iklan ini
generasi muda diharapakan tetap memiliki semangat untuk menolak narkoba dalam
dirinya.
Pada bagian penutup iklan merupakan identitas produsen iklan yaitu
Pemerintah Kota Denpasar dan PDAM Kota Denpasar serta terdapat logo Polda Bali
pada pojok kiri atas. Polda Bali sebagai pelindung masyarakat berusaha melindungi
masa depan masyarakatnya, khususnya generasi muda yang ada di Bali agar memiliki
masa depan yang cerah. Selin itu, terdapat juga Pemerintah Kota Denpasar serta
PDAM Kota Denpasar sebagai pendukung ILKM ini. Hal ini merupakan kepedulian
pemerintah kota terhadap generasi muda yang ada di Bali
Jika dihubungkan antara penanda verbal dan nonverbal yang terdapat
pada KI 2, terlihat bahwa kedua penanda, baik verbal maupun nonverbal, saling
berhubungan satu sama lain. Antara penanda verbal maupun nonverbal keduanya
52
saling melengkapi. Kehadiran penanda verbal memperkuat dan menegaskan makna
yang terdapat pada penanda nonverbal.
3) Ideologi
Berdasarkan penjelasan mengenai makna yang terdapat pada KI 2, jelas
terlihat bahwa iklan tersebut ditujukan kepada generasi muda, khususnya yang ada di
Bali. Ideologi yang terkandung pada KI 2 adalah ideologi peningkatan mutu
pendidikan, khususnya yang ada di Bali melalui generasi muda yang berprestasi
tanpa narkoba. Pemerintah melalui iklan ini mengimbau kepada seluruh generasi
muda yang ada di Bali agar mampu meraih prestasi setinggi-tingginya sehingga
mampu meningkatkan mutu pendidikan di Bali.
Dengan menekan penggunakan narkoba di kalangan generasi muda
diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Bali. Melalui iklan ini,
generasi muda Bali diharapkan menjadi generasi muda yang kuat dan berprestasi
yang nantinya mampu memajukan Bali menjadi jauh lebih baik.
4.3 Kliping Iklan 3( KI 3)
KI 3 merupakan ILKM mengenai HIV/Aids yang dikeluarkan oleh
Komisi Penanggulangan Aids (KPA) dalam memperingati hari Aids sedunia tahun
2007. Tampilan iklan adalah sebagai berikut:
53
Gambar 7: Kliping Iklan 3 (KI 3)
4.3.1 Struktur Mikro KI 3
Analisis struktur mikro merupakan analisis unsur tekstual pada iklan.
Pada KI 3 yang merupakan iklan HIV/Aids teks verbal terdapat pada tajuk dan
penutup. Pada tajuk terdapat teks verbal yang bertuliskan Setia pada pasangan,
menjauhkan dari infeksi HIV. Pada bagian penutup terdiri atas Hari Aids sedunia
2007 dan KPA (Komisi Penanggulangan Aids)
Pada tajuk merupakan kalimat deklaratif yang secara gramatikal terdapat
perangkaian (konjungsi), namun perangkaian tersebut merupakan koordinasi yang
bersifat asindentik (asyndentic coordination), yaitu perangkaian yang tidak ditandai
dengan adanya pemarkah konjungsi (Quirk. et. all., 1985:918). Sesungguhnya kalimat
yang terdapat pada tajuk terdiri atas dua klausa sebagai berikut:
54
[4-3]
a. Setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV (KI 3)
P
K
P
K
Pada kalimat di atas sesungguhnya terdiri atas dua klausa yang menunjukkan adanya
makna cara (manner), sehingga jika dipulangkan kembali kalimat di atas menjadi:
[4-4]
a. setia pada pasangan,
b. dengan begitu menjauhkan dari infeksi HIV (KI 3)
Pada pemunculannya, konjungsi tersebut diimplisitkan. Mengingat bahasa yang
digunakan dalam media iklan umumnnya menggunakan bahasa yang sederhana dan
efisien.
Jika dilihat berdasarkan bentuk kalimat, pada KI 3 merupakan kalimat
deklaratif, walaupun pada kalimat tersebut merupakan kalimat yang tanpa subjek.
Subjek yang seharusnya terdapat pada kalimat KI 3 merupakan persona kedua yang
dilesapkan. Pelesapan yang terjadi bukan sebagai pembentuk imperatif maupun
menandakan adanya elemen yang berkoreferensi, melainkan upaya pembuat iklan
guna menampilkan bahasa iklan yang efektif namun tetap dapat dimengerti oleh
masyarakat tanpa mengurangi maksud serta informasi yang terdapat di dalamnya.
Selain pelesapan subjek persona kedua, juga terjadi pelesapan objek
dalam upaya pengefektifan kata pada kalimat KI 3.
[4-5]
a. Setia pada pasangan, menjauhkan ø dari infeksi HIV (KI 3)
Pada kalimat [4-5] (a) setelah kata “mejauhkan” terdapat tanda ø yang berarti
terdapat satu argumen yang lesap. Kalimat tersebut dikatakan memiliki argumen yang
lesap karena verba sebelumnya yaitu verba dasar “jauh” yang merupakan verba
55
intransitif mendapat awalan men- dan akiran -kan sehingga menjadi “manjauhkan”.
Suatu verba intransitif yang mendapat akhiran –kan akan berubah menjadi transitif,
sehingga proses pentransitifan suatu verba akan mepengaruhi argumen yang terdapat
di dalamnya. Suatu verba transitif membutuhkan sekurang-kurangnya dua argumen,
yang salah satunya merupakan argumen objek. Jika dipulangkan kembali, kalimat
tersebut menjadi :
[4-6]
a. Setia pada pasangan, menjauhkan diri dari infeksi HIV
P
K
P
O
K
b. Setia pada pasangan, menjauhkan ø dari infeksi HIV (KI 3)
Berdasarkan kalimat [4-6] (a) argumen yang lesap pada kalimat (b) seharusnya diisi
oleh argumen objek (seperti yang terlihat pada (a)), sehingga terjadi proses pelesapan
objek.
Bagian penutup tidak terdapat proses gramatikal seperti yang terjadi
pada tajuk. Penutup iklan terdiri dari frase Hari Aids Sedunia 2007 serta KPA
(Komisi Penanggulangan Aids). Keduanya menandakan bahwa iklan diproduksi oleh
KPA dalam rangka memperingati hari Aids sedunia pada tahun 2007.
Gambar 8: informasi tambahan KI 3
56
4.3.2 Struktur Makro KI 3
Struktur makro merupakan tahap analisis selanjutnya dalam penelitian
ini. Pada tahap ini, analisis iklan dilakukan berdasarkan tatanan kontekstual. Analisis
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu analisis makna tuturan, analisis makna tanda, dan
analisis ideologi iklan.
1)
Makna Tuturan
Tuturan yang terdapat pada KI 3 yaitu Setia pada pasangan,
menjauhkan dari infeksi HIV jika dilihat berdasarkan fungsi tuturannya merupakan
jenis representatif. Dikatakan demikian karena produsen iklan selaku pembicara
mempercayai suatu keadaan yang menyatakan bahwa dengan setia seseorang dapat
terhindar dari infeksi HIV. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) yang
menyatakan bahwa suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi representatif ketika
pembicara
mempercayai
suatu
keadaan
tertentu
melalui
tuturan
yang
disampaikannya. Melalui tuturan tersebut produsen iklan percaya bahwa berlaku setia
dapat menghindarkan diri dari infeksi HIV. Modus yang digunakan dalam
penyampaian tuturan adalah modus deklaratif, namun maksud dari tuturan adalah
mempersuasi pendengar (masyarakat) agar mau mengikuti apa yang dikatakan oleh
pembicara (produsen iklan) karena tuturan yang diucapkan merupakan sesuatu yang
positif.
Berdasarkan modus serta fungsinya, tuturan pada KI 3 memiliki makna
ilokusi. Suatu tuturan dikatakan memiliki makna ilokusi ketika pada tuturan tersebut
pembicara tidak hanya ingin sekadar mengutarakan sesuatu melainkan ada tujuan lain
57
yang ingin dicapai oleh pembicara (Austin, 1962). Dalam tuturan ini maksud yang
ingin dicapai produsen iklan selaku pembicara adalah mempersuasi. Sehingga
terdapat kekuatan ilokusi yaitu meminta masyarakat untuk berlaku setia pada
pasangan agar terhindar dari risiko penularan HIV melalui tuturan ini.
2)
Makna Tanda
Pada tataran makna tanda, pada KI 3 terdapat dua penanda, yaitu penanda
verbal dan nonverbal. Penanda verbal pada KI 3 yaitu Setia pada pasangan,
menjauhkan dari infeksi HIV. Berdasarkan makna denotasinya, penanda tersebut
merupakan petanda bahwa “dengan berlaku setia dan tidak berganti-ganti pasangan
dapat menghindarkan seseorang dari infeksi HIV yang menyebabkan penyakit Aids”.
Penanda verbal lainnya yaitu Hari Aids Sedunia 2007 dan KPA ( Komisi
Penanggulangan Aids) merupakan petanda bahwa “iklan ini dikeluarkan oleh KPA
dalam rangka memperingati hari Aids sedunia pada tahun 2007”.
Pada penanda nonverbal, terdapat ilustrasi yang berupa gembok terkunci
dan kuncinya serta pita melilit yang merupakan logo HIV/Aids yang berwarna merah
putih. Penggunaan penanda yang berupa gembok terkunci dan kunci secara denotatif
merupakan petanda bahwa kunci dan gembok adalah sesuatu yang digunakan untuk
mengunci dan dalam membukanya hanya dapat menggunakan kunci yang sama,
sedangkan pita merah putih yang merupakan logo HIV/Aids merupakan petanda
bahwa iklan ini diproduksi di Indonesia karena warna merah putih merupakan warna
bendera Indonesia, sehingga penggunaan warna pita merah putih mencirikan bangsa
Indonesia.
58
Keseluruhan penanda di atas dalam skema teori Barthes (1977)
merupakan E1(penanda denotasi) yang memuat makna denotasi (C1) pada tataran
sistem primer. Penggabungan antara penanda dan petanda pada sistem primer
menghasilkan E2 yang merupakan penanda konotasi pada sistem sekunder sehingga
menghasilkan C2 yang merupakan petanda konotasi dari sistem sekunder yaitu makna
konotasi.
Pada KI 3, penanda konotasi verbal adalah dengan berlaku setia dan tidak
berganti-ganti pasangan menghindarkan seseorang dari infeksi HIV yang dapat
menyebabkan penyakit Aids. Penanda ini merupakan petanda bahwa dalam hal ini
berlaku setia dan tidak berganti-ganti pasangan dimaksudkan pada tidak melakukan
hubungan suami istri (berhubungan intim) dengan lawan jenis yang bukan
pasangannya.
Jadi, dapat pula dikatakan melakukan hubungan suami istri selalu
dengan pasangan yang sama. Kemudian penanda selanjutnya “menghindarkan
seseorang dari infeksi HIV yang dapat menyebabkan Aids” merupakan petanda bahwa
dalam hal ini menggunakan kata menjauhkan yang secara literal merupakan jarak
yang tidak mudah untuk dicapai serta dapat pula dikatakan dengan ‘menghindarkan’
(karena jarak yang jauh), sehingga penggunaan kata menjauhkan mempunyai arti
meminimalkan resiko. Secara keseluruhan, penanda yang terdapat pada tajuk secara
konotatif dimaknai sebagai ‘dengan berlaku setia dan tidak berhubungan intim dengan
lawan jenis secara berganti-ganti pasangan akan meminimalkan risiko tertular Aids’.
Pada penanda verbal yang terdapat pada penutup yaitu produsen iklan
(KPA) yang mengeluarkan iklan ini dalam rangka memperingati hari Aids sedunia
tahun 2007. Upaya KPA ini dapat dimaknai sebagai ‘langkah yang ditempuh oleh
59
KPA guna mengingatkan seluruh masyarakat bahwa dari tahun-ketahun penderita
HIV/Aids semakin meningkat, sehingga dengan memperingati hari Aids sedunia
setiap tahunnya diharapkan mampu menggugah hati nurani masyarakat mengenai
bahaya HIV/Aids serta mengingatkan dan memberi informasi kepada masyarakat
mengenai apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah penyebaran virus HIV yang
dapat menyebabkan penyakit Aids’.
Pada pananda nonverbal yang merupakan gembok yang terkunci dan
kunci secara konotatif merupakan petanda bahwa gembok yang terkunci dan kunci
tersebut merupakan perwujudan dari kata “setia”. Seperti makna literal yang terdapat
pada gembok dan kunci yang digunakan untuk mengunci dan tidak akan terbuka jika
menggunakan kunci yang lain, menandakan kesetiaan yang dimiliki antara kunci dan
gembok, sehingga perodusen iklan memparodikan penggunaan gembok dan kunci
sebagai simbol setia. Penggunaan ikon gembok yang terkunci dan kunci dapat
dimaknai sebagai anjuran untuk mengunci hati masing-masing sehingga tidak tertarik
untuk “berhubungan” dengan yang lain. Ikon gembok dan kunci sebagai perwujudan
kata setia merupakan upaya dalam mengekspresikan kata setia yang merupakan hal
yang sangat sederhana, namun dapat menghindarkan kita dari risiko besar yaitu
tertular Aids dengan ditunjukkan oleh contoh yang juga sangat sederhana yang bisa
dengan mudah dijumpai sehari-hari.
Penggunaan ikon gembok dan kunci menggunakan prinsip metafora yaitu
meminjam tanda pada satu bidang ke bidang lain secara langsung. Dalam hal ini
terlihat bahwa peminjaman tanda gembok dan kunci memberikan arti bahwa gembok
60
digunakan untuk mengunci dan hanya memiliki satu kunci memberikan arti kiasan
agar berlaku setia layaknya kunci dan gembok serta mengunci hati agar tidak mudah
teergoda.
Penanda nonvebal lainnya yaitu pita melilit yang merupakan lambang
internasional untuk kepedulian HIV/Aids. Biasanya lambang internasional untuk
HIV/Aids adalah pita berwarna merah, namun pada iklan ini pita merah diganti
dengan pita yang berwarna merah putih yang merupakan ciri dari bangsa Indonesia,
sehingga penggunaan pita merah putih sebagai lambang HIV/Aids secara konotatif
merupakan petanda bahwa ‘KPA sebagai produsen iklan ingin menggugah
kepedulian
masyarakat
Indonesia
mengenai pentingnya
upaya
pencegahan
penyebaran HIV/Aids, khususnya di Indonesia’.
Berdasarkan seluruh analisis yang terdapat pada makna tanda, baik pada
tanda verbal maupun nonverbal dapat ditarik kesimpulan bahwa pada KI 3 penanda
verbal yang berbunyi “setia pada pasangan, menjauhkan dari infeksi HIV” memiliki
fungsi menambat, yaitu mengarahkan pembaca pada makna tertentu dalam memaknai
tanda nonverbal, dalam hal ini ditunjukkan oleh ikon gembok dan kunci, sehingga
pembaca (masyarakat) memaknai ikon gembok dan kunci tersebut sebagai
perwujudan dari kata setia.
3) Ideologi
Analisis ideologi merupakan analisis puncak sebuah iklan yaitu analisis
paham atau ide yang melatarbelakangi pembentukan iklan. Dalam teori Barthes
(1977) dikatakan bahwa suatu ideologi dapat beroperasi melalui semiotika mitios.
61
Mitos dalam hal ini merupakan perkembangan dari petanda-petanda konotasinya
yang menjadi makna yang dipercaya kebenarannya dan membudaya di kalangan
masyarakat.
Seperti yang telah diungkapakan sebelumnya bahwa suatu ideologi
menurut teori Barthes (1977) berkembang melalui makna konotasinya. Pada KI 3
secara keseluruhan makna konotasinya adalah salah satu cara yang dapat
meminimalkan resiko seseorang tertular Aids adalah dengan berlaku setia pada
pasangan masing-masing. Produsen iklan memfokuskan pesannya pada sifat setia
yang juga diilustrasikan dengan gembok yang terkunci dan kuncinya yang
melambangkan kesetiaan.
Jika dilihat berdasarkan makna konotasinya serta makna tuturan yang
terdapat pada KI 3 ideologi yang terkandung adalah ideologi imbauan untuk tidak
berperilaku seks bebas. Hal ini jelas terlihat pada tampilan iklan yang menggunakan
ilustrasi gembok yang terkunci dan kuncinya serta penggunaan kata “setia” pada awal
kalimat yang menandakan bahwa pemerintah ingin menanamkan sifat setia pada
seluruh masyarakat sehingga terhindar dari pergaulan seks bebas yang sangat
beresiko tertular HIV/Aids.
4.4 Kliping Iklan 4 ( KI 4)
Kliping Iklan 4 (KI 4) adalah poster iklan antinarkoba yang diproduksi
oleh LSM YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) dengan disponsori oleh Pazia dan
BNN. Tampilan iklan ini menunjukkan dua sisi yaitu sisi baik dan buruk. Berikut
merupakan ulasan mengenai iklan selengkapnya:
62
Gambar 9: Kliping Iklan 4 ( KI 4)
4.4.1 Struktur Mikro KI 4
Analisis struktur mikro meliputi analisis tekstual yang terdapat pada
iklan. Analisis tekstual tersebut merupakan analisis teks verbal yang dikaji dengan
menggunakan aspek-aspek linguistik yang terdapat pada teks verbal iklan tersebut.
Pada KI 4 teks verbal iklan terdapat pada tajuk dan badan iklan.
Sementara pada penutup terdapat logo-logo yang merupakan produsen serta sponsor
iklan. Pada bagian tajuk bertuliskan Drugs bikin duniamu tanpa warna. Kalimat
tersebut merupakan kalimat deklaratif. Jika dilihat berdasarkan gaya bahasanya,
kalimat tersebut menggunakan kata yang tidak baku dan menggunakan istilah asing.
Penggunaan ragam tidak baku yaitu pada kata “bikin” serta penggunaan istilah asing
yaitu “drugs” yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia yaitu “Narkoba”.
63
[4-7]
a. Drugs bikin duniamu tanpa warna
S P
O
K
b. Narkoba membuat duniamu tanpa warna (KI 4)
Pada kalimat [4-7] (a) tersebut terlihat bahwa terdapat penggunaan ragam yang tidak
baku serta menggunakan istilah asing. Kemudian jika istilah asing dan ragam tidak
baku diubah menjadi kalimat standar bahasa Indonesia menjadi seperti yang
ditunjukkan oleh kalimat (b). Penggunaan istilah asing dan ragam tidak baku pada
iklan ini dimaksudkan agar iklan ini menunjukkan jiwa anak muda, yaitu umumnya
ragam yang digunakan oleh anak muda adalah ragam yang tidak baku, salah satunya
menggunakan kata bikin dibandingkan dengan membuat serta dalam berkomunikasi
kerap kali mereka menyelipkan istilah asing di dalamnya, walaupun sebenarnya
sudah terdapat padanannya dalam bahasa Indonesia. Hal ini juga menandakan bahwa
iklan ini ditujukan kepada anak muda (generasi muda).
Selain penggunaan pilihan kata yang sesuai dengan target sasaran dari
iklan ini, unsur stilistik juga ditunjukkan dengan penggunaan majas (gaya bahasa
tertentu) yang membuat teks menjadi lebih menarik. Seperti yang diungkapan oleh
van Dijk (1997) yang menyatakan bahwa unsur stilistik pada sebuah teks dapat
disampaikan melalui penggunaan majas. Pada iklan ditemukan penggunaan majas
alegori yaitu membandingkan kehidupan manusia dengan lingkungan atau keadaan
alam.
[4-8]
Drugs bikin duniamu tanpa warna (KI 4)
Pada kalimat [4-8] frase yang dicetak miring menandakan bahwa terdapat
pengandaian yang merupakan alegori. Suatu kehidupan manusia yang ditunjukkan
64
dengan penggunaan kata dunia dikatakan tanpa warna. Hal ini menandakan bahwa
suatu kehidupan manusia diumpamakan atau disamakan dengan keadaan lingkungan
atau alam yang tanpa warna (gelap).
Selanjutnya, pada badan iklan yang bertuliskan pilih mana? Tanyakan
pada hatimu…. Pada kalimat tersebut terlihat bahwa jenis kalimat yang digunakan
adalah kalimat tanya (interogativa) yang ditunjukkan dengan penggunaan tanda tanya
(?). Kalimat tanya yang digunakan adalah kalimat tanya retoris, yaitu kalimat tanya
yang tidak memerlukan jawaban serta bertujuan untuk menggugah kesadaran.
Dikatakan demikian karena pada kalimat tersebut jelas diperuntukkan guna
menggugah kesadaran masyarakat mengenai kehidupan yang seperti apa yang akan
dipilih.
Unsur style (gaya bahasa) juga terlihat pada kalimat badan iklan yaitu
penggunaan majas personifikasi. Penggunaan majas ini terdapat pada kalimat berikut:
[4-9]
Tanyakan pada hatimu…(KI 4)
Majas personifikasi digunakan untuk mengumpamakan benda mati sebagai mahluk
hidup. Dalam hal ini hati diumpamakan sebagai mahluk hidup (manusia) yang dapat
ditanyai, layaknya bertanya kepada manusia.
4.4.2 Struktur Makro KI 4
Pada analisis struktur makro, analisis dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu analisis makna tuturan, analisis makna tanda, dan analisis ideologi. Pada tataran
65
analisis struktur makro dilakukan melalui pendekatan kontekstual yang tetap didukung
oleh analisis tekstual yang telah dilakukan sebelumnya.
1)
Makna Tuturan
Tuturan yang terdapat pada KI 4 yaitu yang pertama drugs bikin
duniamu tanpa warna, kemudian dilanjutkan dengan Pilih mana? Tanyakan pada
hatimu…. Berdasarkan
fungsinya, tuturan yang pertama merupakan
jenis
representatif karena pada tuturan tersebut, produsen iklan mempercayai suatu keadaan
ketika seseorang menggunakan narkoba, maka hal tersebut dapat membuat masa
depan menjadi suram. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) bahwa
suatu tuturan dikatakan memiliki fungsi representatif ketika pembicara mempercayai
suatu keadaan tertentu melalui tuturan yang disampaikannya. Sementara pada tuturan
kedua merupakan direktif karena pada tuturan tersebut produsen iklan ingin agar
masyarakat tidak memilih menggunakan narkoba. Modus yang digunakan dalam
menyampaikan kedua tuturan adalah modus deklaratif pada tuturan pertama dan
modus interogatif pada tuturan kedua, namun maksud yang ingin diutarakan oleh
produsen iklan adalah “memerintah” dalam hal ini meminta masyarakat agar memilih
untuk tidak menggunakan narkoba karena dapat menghancurkan hidup dan masa
depan.
Berdasarkan fungsi serta modus yang digunakan pada tuturannya, tuturan
tersebut memiliki makna ilokusi. Dikatakan demikian karena pernyataan dan
pertanyaan yang diutarakan melalui tuturan tersebut bukan sekadar pernyataan dan
pertanyaan semata. Di balik kedua tuturan terdapat maksud yang ingin dicapai oleh
66
produsen iklan yaitu ingin agar masyarakat lebih memilih untuk tidak menggunakan
narkoba. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Austin (dalam Yule,1996: 48) suatu
tuturan merupakan tindak ilokusi ketika tuturan tersebut diutarakan dengan suatu
tujuan tertentu yang ada pada pikiran pembicara.
2)
Makna Tanda
Makna tanda yang terdapat pada KI 4 dibedakan menjadi makna penanda
verbal dan makna penanda nonverbal. Kemudian keduanya ditelusuri maknanya
secara berlapis, yaitu yang pertama pada tataran denotasinya dan selanjutnya pada
tataran konotasinya.
Penanda verbal pada KI 4 difokuskan pada penanda verbal yang terdapat
pada bagian tajuk dan badan iklan, sementara pada bagian penutup hanya merupakan
informasi mengenai produsen iklan tersebut. Pada tajuk terdapat penanda verbal yaitu
Drugs bikin duniamu tanpa warna. Penggunaan penanda verbal ini secara literal
merupakan petanda bahwa “dengan menggunakan drugs (Narkoba) akan membuat
dunia menjadi gelap atau kelam”. Hal ini terlihat dari penggunaan kata tanpa warna
yang berarti gelap, yaitu dalam gelap kita tidak akan dapat melihat warna apa pun.
Selain itu, penggunaan penanda verbal tersebut juga secara literal merupakan petanda
bahwa iklan tersebut ditujukan untuk remaja, mengingat ragam yang digunakan adalah
ragam yang tidak baku.
Pada badan iklan juga terdapat penanda verbal yaitu pilih mana?
Tanyakan pada hatimu…. Penanda tersebut secara denotatif merupakan petanda
bahwa “pertanyaan mengenai pilihan hidup benar-benar ditujukan pada diri sendiri
67
serta tidak memerlukan adanya jawaban”. Karena pertanyaan tersebut ditanyakan pada
diri sendiri yang dijawab pula oleh diri sendiri.
Selain penanda verbal, pada iklan
juga
terdapat
penanda
nonverbal.
Penanda
nonverbal adalah latar berupa suatu dataran yang
dilengkapi
Gambar10: Ilustrasi KI 4
dengan
pohon
dan
pelangi serta langit yang biru cerah pada bagian
atas dan dataran yang dibuat terbalik yang merupakan pencerminan dari dataran
bagian atasnya, namun tidak disertai dengan warna pelangi dan langit yang biru cerah.
Penggunaan latar tersebut secara denotatif merupakan petanda bahwa produsen iklan
ingin memberikan ilustrasi mengenai sisi kehidupan yang mana yang akan dipilih.
Penggunaan latar yang berupa dataran yang dilengkapi dengan pohon, pelangi, dan
langit biru cerah merupakan petanda tempat hidup manusia yang indah, sementara sisi
yang lain adalah berupa dataran yang dibuat terbalik dan tanpa pelangi dan langit biru.
Hal ini merupakan petanda dari tempat hidup yang berlawanan dengan kehidupan
indah di atasnya.
Seluruh penanda tersebut berdasarkan skema teori Barthes (1977)
merupakan E1(penanda denotasi) yang menghasilkan petanda denotasi (C1) yang
dikembangkan kembali menjadi penanda konotasi. Jadi petanda denotasi di atas
merupakan penanda konotasi (E2) yang kemudian diperoleh makna konotasinya (C2).
Pada KI 4 bagian tajuk penanda verbal secara konotatif adalah “dengan menggunakan
narkoba akan membuat dunia menjadi kelam”. Penanda ini secara konotatif
merupakan petanda bahwa narkoba membuat dunia seseorang menjadi kelam.
68
Penggunaan kata duniamu secara konotatif berarti kehidupan seseorang, yakni tiaptiap orang memiliki dunia mereka sendiri, yaitu kehidupan yang mereka jalani.
Kemudian pada tajuk terdapat frase tanpa warna yang secara denotatif dimaknai
sebagai ‘kelam’, secara konotatif merupakan suatu ungkapan untuk menyatakan
kehidupan seseorang yang telah hancur. Dengan menggunakan narkoba, seseorang
akan kehilangan masa depannya, sehingga kehidupan menjadi kelam. Jadi, penanda
konotatif pada tajuk merupakan petanda bahwa narkoba membuat seseorang
kehilangan masa depannya.
Selanjutya, pada badan iklan juga terdapat penanda verbal. Pada sistem
sekunder, penanda verbal pada badan iklan yaitu suatu pertanyaan mengenai pilihan
hidup yang ditujukan pada diri sendiri serta tidak memerlukan adanya jawaban. Secara
konotatif, pertanyaan tersebut dapat dimaknai sebagai suatu pertanyaan yang
diharapkan mampu menggugah hati nurani masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa
penggunaan penanda verbal yang berupa pertanyaan tersebut bukan semata-mata
hanya merupakan pertanyaan yang ingin ditanyakan kepada masyarakat, melainkan
usaha produsen iklan dalam menggugah hati serta memberi kesadaran kepada
masyarakat agar tidak menggunakan narkoba.
Penanda nonverbal yang merupakan ilustrasi mengenai sisi kehidupan
mana yang akan dipilih seseorang. Secara konotatif, penggunaan penanda ini
dimaksudkan untuk mengilustrasikan pilihan hidup yang akan dipilih. Dengan
menggambarkan pilihan tersebut dengan dua sisi, yaitu sisi indah dan kelam
menandakan bahwa produsen iklan menginginkan dan mengarahkan masyarakat agar
memilih untuk tidak menggunakan narkoba karena pilihan tersebut ditunjukkan
69
dengan ilutrasi yang indah dan yang menggunakan narkoba ditunjukkan dengan
menggunakan ilustrasi yang kelam.
Penggunaan ikon dataran yang cerah dengan pelangi dan pencerminan
dataran yang gelap tanpa pelangi merupakan perwujudan dari kehidupan yang dijalani.
Ikon pelangi merujuk pada sesuatu yang berwarna-warni dan indah, sedangkan ikon
dataran yang terbalik dan gelap merujuk pada keadaan yang gelap dan merupakan
kebalikan dari keadaan yang indah di atasnya. Keduanya mengacu pada pilihan hidup
yang ingin dipilih. Penggunaan kedua ikon tersebut dimaksudkan agar masyarakat
lebih memilih sesuatu yang indah daripada yang suram dan gelap, sehingga
masyarakat lebih memilih kehidupan yang indah dengan tanpa narkoba.
Prinsip metafora terdapat pada ikon yang digunakan pada KI 4. Ikon
dataran yang digunakan memberikan arti hidup yang akan diperoleh jika tidak dan
menggunakan narkoba, yaitu kehidupan yang indah dan suram. Tanda nonverbal
tersebut dipinjam untuk memberikan arti kiasan mengenai kehidupan seseorang yang
tidak memakai narkoba dan yang memakai narkoba.
Berdasarkan seluruh analisis pada makna tanda, baik pada tanda verbal
maupun nonverbal, dapat disimpulkan bahwa hubungan yang terdapat pada tanda
verbal dan nonverbal memiliki fungsi menambat. Hal tersebut dikatakan demikian,
karena tanda verbal yang terdapat pada KI 4 yang berbunyi “drugs bikin duniamu
tanpa warna,pilih mana? Tanyakan pada hatimu…” berfungsi mengarahkan
masyarakat sebagai pembaca pada makna tertentu dalam memaknai tanda nonverbal,
sehingga masyarakat mengartikannya sebagai perbandingan antara kehidupan
seseorang yang tidak memakai narkoba dengan yang memakai narkoba.
70
3)
Ideologi
Dari keseluruhan analisis mengenai iklan tersebut, dapat dilihat bahwa
produsen iklan benar-benar menggiring masyarakat untuk tidak memilih narkoba. Hal
ini terlihat dari penggunaan teks verbal yang terdapat pada iklan yaitu Drugs bikin
duniamu tanpa warna, pilih mana? Tanyakan pada hatimu…penggunaan kalimat
tersebut jelas menandakan bahwa produsen iklan ingin agar masyarakat lebih memilih
untuk tidak menggunakan narkoba karena sebelumnya telah diinformasikan bahwa
narkoba memiliki dampak yang buruk.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa ideologi yang
terkandung pada iklan adalah ideologi peningkatan kesadaran dalam diri masyarakat,
khususnya generasi muda untuk tidak memilih narkoba karena dapat membuat masa
depan menjadi suram.
4.5 Kliping Iklan 5 (KI5)
Kliping Iklan 5 (KI 5) merupakan iklan antinarkoba. Iklan ini diproduksi
oleh Polda Bali dengan sponsor dari perusahaan komersial yaitu AQUA Danone.
Berikut merupakan tampilan iklan tersebut:
71
Gambar 11. Kliping Iklan 5 (KI5)
4.5.1 Struktur Mikro KI 5
Analisis
struktur
mikro
pada KI 5 yaitu analisis mengenai
struktur teks verbal yang terdapat pada
iklan.
Gambar 12: tajuk KI 5
Pada iklan, teks verbal hanya terdapat pada tajuk, yaitu seperti yang
terlihat pada gambar 12 yang berbunyi Jangan hancurkan hidup & masa depan
Anda dengan narkoba. Jika dilihat berdasarkan aspek linguistiknya, pada teks
verbal KI 5 terdapat beberapa aspek seperti aspek gramatikal dan leksikal. Secara
gramatikal, teks verbal yang terdapat pada iklan tersebut mengalami proses pelesapan
(ellipsis). Jika diperhatikan dengan saksama, pada teks verbal iklan tersebut terdapat
72
dua kalimat yang dihubungkan dengan konjungsi yang menyatakan kesetaraan. Jika
dipulangkan ke kalimat aslinya, kalimat tesebut menjadi:
[4-10]Jangan hancurkan hidup Anda dengan narkoba dan Jangan hancurkan masa
P1
O1
K1
P2
depan Anda dengan narkoba (KI 5)
O2
K2
Kemudian pada iklan, teks tersebut menjadi:
[4-11]
a. Jangan hancurkan hidup
dan ø
ø
ø
ø
masa depan Anda dengan narkoba (KI 5)
Jika dibandingkan antara seluruh kalimat di atas terlihat bahwa pada kalimat [4-11]
terdapat beberapa elemen yang dilesapkan yang ditandai dengan (ø). Elemen-elemen
yang lesap tersebut adalah elemen-elemen yang memiliki kesamaan dengan elemen
yang sudah muncul sebelumnya atau akan muncul setelahnya. Pada kalimat [4-10]
terlihat bahwa kalimat tersebut terdiri atas dua klausa. Pada kalimat [4-11] pada
klausa pertama terdapat dua elemen yang lesap yaitu Anda dan dengan narkoba
keduanya lesap karena informasi terebut dimunculkan pada klausa kedua. Hal serupa
juga terjadi pada klausa kedua yaitu terdapat dua elemen yang lesap yaitu jangan dan
hancurkan. Kedua elemen tersebut lesap karena sudah muncul pada klausa
sebelumnya, sehingga penggunaan elipsis dimaksudkan untuk mengefektifkan
penggunaan kata-kata sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halliday dan Hassan (1976), salah satu jenis
kohesi gramatikal yaitu pelesapan (ellipsis) dengan cara melesapkan satuan lingual
tertentu yang telah disebutkan sebelumnya atau sesudahnya. Kedua klausa pada
kalimat [4-11] dirangkai dengan penghubung “&” (dan) yang menandakan bahwa
73
kalimat tersebut adalah kalimat majemuk setara dan elemen-elemen yang sama saling
berkoreferensi.
Selain proses pelesapan dan perangkaian, pada teks verbal KI 5 juga
terjadi proses penekanan (retoris). Sama halnya dengan iklan lainnya, penekanan ini
diwujudkan tidak dengan ungkapan ataupun unsur verbal lainnya, melainkan melalui
pemanfaatan kaidah grafika.
Pada iklan ini unsur retoris yaitu penekanan terdapat pada kata narkoba
yang dicetak lebih besar dengan warna yang lebih mencolok pada kata-kata lainnya.
Hal ini dimaksudkan agar pembaca lebih terfokus pada kata yang dimaksud.
Jika dilihat berdasarkan bentuk kalimatnya, kalimat ini merupakan
kalimat imperatif yang berupa larangan. Hal ini terlihat jelas dari penggunaan kata
jangan pada awal kalimat yang berarti larangan.
4.5.2 Struktur Makro KI 5
Analisis struktur makro meliputi analisis makna iklan, baik makna
tuturan maupun makna tanda, dan ideologi iklan. Dalam mengungkap makna iklan
secara kontekstual tetap didukung oleh analisis tekstual yang telah diungkap
sebelumnya.
1) Makna Tuturan
Tuturan yang terdapat pada KI 5 yaitu Jangan hancurkan hidup &
masa depan Anda dengan narkoba. Berdasarkan fungsinya tuturan tersebut
merupakan direktif, seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) bahwa suatu tuturan
74
dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara menginginkan suatu keadaan
tertentu melalui tuturan yang disampaikannya. Melalui tuturannya, produsen iklan
menginkan suatu keadaan yaitu agar masyarakat, khususnya generasi muda memiliki
masa depan yang cerah dengan tidak menggunakan narkoba. Modus yang digunakan
produsen iklan dalam menyampaikan tuturannya adalah modus imperatif dengan
maksud meminta generasi muda untuk tidak menghancurkan masa depan dengan
narkoba.
Berdasarakan fungsi serta modus yang digunakan, tuturan pada KI 5
memiliki makna lokusi. Dikatakan demikian karena makna yang ingin disampaikan
oleh produsen iklan melalui tuturannya sama dengan makna yang terdapat pada
unsur-unsur leksikal yang menyusun tuturan tersebut, yaitu mengimbau generasi
muda agar tidak merusak masa depan mereka dengan narkoba, seperti yang
diungkapkan oleh Austin (dalam Yule, 1996: 48) bahwa tindak lokusi adalah
pembicara mengutarakan tuturan sesuai dengan makna secara linguistik.
2) Makna Tanda
Pada KI 5 iklan antinarkoba yang diproduksi oleh Polda Bali dan AQUA
memiliki penanda verbal yaitu Jangan hancurkan hidup & masa depan Anda
dengan narkoba secara denotatif merupakan petanda bahwa “produsen iklan
mengimbau generasi muda agar tidak menghancurkan masa depan mereka dengan
menggunakan narkoba”.
Selain penanda verbal, pada KI 5 juga terdapat penanda nonverbal yaitu:
latar yang gelap atau kelam merupakan petanda bahwa suramnya kehidupan
75
seorang pemakai. Penggunaan penanda seorang gadis SMA merupakan petanda
bahwa narkoba dapat menyerang siapa saja, baik laki-laki atau perempuan. Kemudian
pengguanaan penanda pelajar SMA merupakan petanda bahwa jiwa dari pelajar
SMA yang labil sehingga risiko penyalahgunaan narkoba lebih besar terjadi pada
pelajar, khususnya SMA. Pada penanda nonvebal juga terlihat botol minuman
kosong serta jarum suntik yang terdapat pada genggaman pelajar tersebut.
Pengguanaan penanda tersebut merupakan petanda bahwa pelajar yang tersungkur
tersebut baru saja memasukkan sesuatu ke dalam tubuhnya dengan menggunakan
jarum suntik serta meminum isi dari botol kosong yang tergeletak di sebelahnya. Jika
melihat kondisi yang digambarkan melalui pelajar tersebut, terlihat bahwa pelajar
tidak sadarkan diri atau bahkan meninggal dunia. Hal ini menandakan bahwa sesuatu
yang telah ia konsumsi atau gunakan mengakibatkan kondisi demikian.
Pada penutup juga tedapat penanda yang berupa logo AQUA dan Danone
serta Polda Bali. Penggunaan logo tersebut mengindikasikan bahwa iklan tersebut
diproduski oleh Polda Bali dan bekerja sama dengan perusahaan komersial yaitu
AQUA Danone sebagai sponsor iklan tersebut.
Keseluruhan analisis makna di atas merupakan analisis makna (C1) pada
tataran primer atau denotasi, Keseluruhan makna tersebut dapat dikembangkan lagi
sehingga melahirkan makna konotasi yang berasal dari penanda konotasi (E2) yang
merupakan penggabungan antara penanda dan petanda denotasinya.
Pada KI 5 secara konotatif, penanda verbal merupakan imbauan kepada
generasi muda untuk tidak menghancurkan masa depan dengan menggunakan
narkoba. Secara konotatif, imbauan tersebut merupakan petanda bahwa masyarakat
76
benar-benar harus menjauhi narkoba, karena sekali mencoba seseorang tidak akan
dapat kembali lagi. Hal ini terlihat dari penggunaan kata hancur yang berarti jika
sesuatu telah hancur maka tidak akan dapat dikembalikan lagi seperti semula. Begitu
pula pada kehidupan dan masa depan. Jika telah dihancurkan oleh penyalahgunaan
narkoba, maka kehidupan dan masa depan yang baik seperti sebelum menggunakan
narkoba tidak akan pernah dapat dirasakan kembali.
Selanjutnya secara konotatif, penanda nonverbal adalah seorang gadis
SMA yang terpuruk setelah menggunakan narkoba melalui jarum suntik serta
meneguk minuman keras.
Penggunaan gadis remaja, secara konotatif, dapat
dimaknai sebagai produsen iklan ingin menyampaikan kepada masyarakat luas bahwa
penyalahgunaan narkoba dapat menimpa siapa saja. Seorang gadis pun yang terlihat
baik-baik saja dapat terjerumus narkoba. Kemudian penggunaan penanda pelajar
SMA secara konotatif merupakan petanda bahwa walaupun iklan ini menggunakan
penanda pelajar SMA, sesungguhnya iklan ini tidak semata-mata hanya ditujukan
kepada pelajar SMA , melainkan juga kepada seluruh masyarakat, termasuk para
orang tua yang memiliki putra dan putri yang berusia remaja. Produsen iklan ingin
menyampaikan kepada seluruh masyarakat agar senantiasa memperhatikan pergaulan
putra-puri mereka karena usia remaja merupakan masa-masa yang sangat rentan
terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang datang pada mereka. Selain itu, rasa ingin
tahu dan kecenderungan untuk mencoba pada diri remaja lebih tinggi sehingga sangat
mudah terjerumus pada narkoba.
Penggunaan ikon pelajar SMA yang terpuruk dengan jarum suntik dan
botol minuman yang berserakan dimaksudkan untuk meberikan dampak ngeri
77
sekaligus prihatin pada masyarakat. Dampak ngeri yang ditampilkan ditujukan pada
pelajar agar tidak mengalami kondisi yang demikian dengan tidak memakai narkoba,
sementara dampak prihatin lebih ditujukan pada masyarakat luas termasuk para orang
tua yang memiliki anak yang berusia remaja agar lebig memperhatikan pergaulan
anak mereka sehingga tidak terjerumus narkoba.
Pada informasi tambahan terdapat logo produsen iklan yaitu Polda Bali
serta AQUA Danone. Produsen ILKM yang umumnya adalah badan atau instansi
pemerintahan, namun pada iklan ini terdapat perusahaan komersial yang turut
mendukung suatu ILKM. Secara konotatif hal ini merupakan petanda bahwa
perusahaan komersial AQUA ingin mendukung upaya pemerintah, tetapi sekaligus
membentuk citra baik perusahaanya pada masyarakat dengan memperhatikan masa
depan generasi muda agar tidak terjerumus narkoba.
Melalui keseluruhan penanda, baik verbal maupun nonverbal yang
terdapat pada iklan KI 5, dapat ditarik kesimpulan bahwa, secara konotatif, produsen
iklan ingin membentuk citra baik di kalangan masyarakat dengan menunjukkan
kepedulian kepada masyarakat dengan menggambarkan betapa mengerikan
kehidupan pemakai narkoba, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Produsen iklan
menunjukkan dampak terburuk dari penyalahgunaan narkoba agar mampu
menggugah hati masyarakat dan memberi rasa ngeri sehingga masyarakat takut untuk
memakai ataupun sekadar mencoba narkoba.
Seluruh analisis makna tanda yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
hubungan antara tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada KI 5 saling
78
berhubungan satu sama lain. Kehadiran tanda verbal pada iklan menegaskan makna
yang terdapat pada tanda nonverbal, sehingga keduanya saling melengkapi.
3) Ideologi
Analisis ideologi merupakan analisis puncak dari sebuah iklan yaitu
mengenai paham atau ide yang melatarbelakangi pembentukan iklan. Pada analisis
tekstual, kemudian dilanjutkan dengan analisis makna yang terdapat pada iklan
antinarkoba ini senantiasa menujukkan betapa pedulinya prosdusen iklan terhadap
masa depan remaja yang ada di Indonesia.
Pada iklan tersebut disebutkan bahwa narkoba menghancurkan
kehidupan dan masa depan pemakainya. Karena itu, produsen iklan, yaitu Polda Bali
dan AQUA, berusaha mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan dan menjauhi
narkoba. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa ideologi yang terkandung pada
iklan ini adalah ideologi kepedulian sosial terhadap sesama.
Perusahaan komersial AQUA dan Polda Bali menunjukkan rasa
kepedulian sosial terhadap sesama melalui iklan ini. AQUA yang merupakan
perusahaan komersial air mineral senantiasa melayani masyarakat dengan
memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Hal tersebut menandakan kepedulian
AQUA terhadap masyarakat luas, termasuk kepada remaja Indonesia agar tidak
terjerumus narkoba. Namun berbeda halnya dengan Polda Bali yang menunjukkan
kepeduliannya karena memang Polda Bali mengemban tugas sebagai pelindung
masyarakat, AQUA Danone yang bekerja sama dengan Polda Bali dalam ILKM ini
79
selain menunjukkan rasa kepeduliannya sekaligus juga sebagai sarana dalam
meningkatkan citra perusahaanya di kalangan masyarakat.
4.6 Kliping Iklan 6 ( KI 6)
KI 6 merupakan iklan antinarkoba yang diproduksi oleh Polda Bali
dengan dukungan perusahaan produk komersial yaitu Pro-safe Condom. Berikut
merupakan tampilan iklan tersebut.
Gambar 13: Kliping Iklan 6 (KI 6)
4.6.1 Struktur Mikro KI 6
Analisis struktur mikro merupakan analisis tekstual iklan yang meliputi
analisis teks verbal pada iklan. Pada KI 6 teks verbal terdapat pada tajuk dan badan
80
iklan. Pada bagian tajuk yaitu Jauhi dan katakan tidak pada narkoba, sementara
pada badan iklan yaitu Narkoba berdampak buruk terhadap
kesehatan dan
fungsi organ tubuh.
Pada bagian tajuk secara gramatikal terdapat proses pelesapan (ellipsis).
Berikut dapat dilihat proses pelesapan yang terjadi pada teks verbal tajuk:
[4-12]
a. Jauhi narkoba dan katakan tidak pada narkoba
P1
O1
P2
K1
b. jauhi ø dan katakan tidak pada narkoba
P1
P2
K1
(KI 6)
Berdasarkan dua kalimat di atas dapat dilihat bahwa proses pelesapan yang terjadi
adalah pelasapan objek. Pada kalimat [4-12] (a) objek narkoba dilesapkan sehingga
kalimat tersebut menjadi (b). Pada kalimat (a) terdiri atas dua klausa yang merupakan
kalimat setara dengan menggunakan penghubung dan serta objek dari kedua klausa
tersebut yaitu narkoba yang saling berkoreferensi.
Pada badan iklan juga terdapat proses pelesapan. Sama halnya dengan
yang terjadi pada tajuk, kalimat yang terdapat pada badan iklan menandakan adanya
hubungan kesetaraan yang antara klausa satu dengan klausa lainnya dihubungkan
dengan konjungsi dan. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat elemen yang
berkoreferensi sehingga terjadi proses pelesapan.
[4-13] a. Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan narkoba berdampak buruk
S1
P1
K1
S2
P2
bagi fungsi organ tubuh
K2
b. Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan
S1
P1
K1
ø
S2
ø
P2
81
fungsi organ tubuh (KI 6)
K2
Berdasarkan kalimat [4-13] (a) dan [4-13] (b) terlihat bahwa pada kalimat (b)
terdapat dua elemen yang dilesapkan yang ditandai dengan ø. Kedua elemen yang
lesap tersebut berkoreferensi dengan elemen subjek dan predikat yang terdapat pada
klausa pertama, sehingga proses pelesapan yang terjadi adalah pelesapan subjek dan
pelesapan predikat.
Selain terdapat pelesapan dan perangkaian, secara gramatikal hubungan
antara teks verbal yang terdapat pada tajuk dan badan iklan terdapat hubungan sebabakibat. Pada bagian tajuk merupakan sebab dan pada badan iklan merupakan akibat.
Jika diuraikan, gabungan antara kedua teks verbal tersebut menjadi:
[4-14]
Jauhi dan katakan tidak pada narkoba, karena narkoba berdampak buruk
bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh (KI 6)
Pada kalimat [4-14) kedua kalimat pada tajuk dan badan iklan dihubungkan dengan
konjungsi karena (yang diimplisitkan) yang menandakan bahwa kedua kalimat
tersebut memiliki hubungan sebab-akibat.
Jika dilihat secara saksama, secara leksikal terdapat penggunaan repetisi
(pengulangan). Pada teks verbal yang terdapat pada tajuk dan badan iklan tedapat
pengulangan kata narkoba.
[4-15]
a. Jauhi dan katakan tidak pada narkoba
b. Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh
(KI 6)
82
Berdasarkan kedua kalimat di atas, yaitu kalimat [4-15] (a) dan (b) terlihat bahwa kata
nakoba mengalami pengulangan. Pada kalimat (a) kata narkoba muncul pada akhir
kalimat, sedangkan pada kalimat (b) kata narkoba muncul pada awal kalimat. Bentuk
pengulangan yang demikian dinamakan sebagai repetisi anadiplosis, yaitu suatu
bentuk pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat menjadi kata/frasa pertama
pada baris/kalimat berikutnya (Halliday dan Hassan, 1976).
Penggunaan aspek leksikal yang berupa repetisi dimaksudkan sebagai
unsur retoris atau penekanan dari topik sebuah teks (van Dijk, 1997). Dalam hal ini
penekanan tersebut diwujudkan dengan pengulangan kata narkoba sehingga produsen
iklan ingin memfokuskan serta memberi penekanan pada kata narkoba. Selain dalam
bentuk repetisi, penekanan kata narkoba juga diwujudkan dengan pemanfaatan
kaidah grafika. Pada iklan terlihat kata narkoba dibuat dalam bentuk serta ukuran
huruf yang berbeda dengan huruf lainnya. Hal tersebut juga bertujuan untuk
memfokuskan perhatian masyarakat yang melihat iklan tersebut pada kata narkoba
Berdasarkan unsur sintaksisnya, bentuk kalimat yang digunakan pada
kalimat yang terdapat pada tajuk adalah kalimat imperatif aktif transitif . Hal ini
ditunjukkan dengan penggunaan verba dasar intransitif jauh yang memperoleh
akhiran –i yang membuat verba dasar intrasitif jauh menjadi verba transitif, serta kata
tersebut yang diletakkan pada awal kalimat dan ditiadakannya subjek membuat
kalimat tersebut menjadi kalimat imperatif. Pada badan iklan bentuk kalimat yang
digunakan adalah kalimat deklaratif . Hal ini terlihat jelas yaitu kalimat tersebut
merupakan suatu pernyataan yang bertujuan memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai dampak yang diakibatkan oleh narkoba.
83
4.6.2 Struktur Makro KI 6
Pada tahap analisis struktur makro, analisis dibedakan menjadi tiga tahap
analisis, yaitu analisis makna tuturan iklan, analisis makna tanda iklan, dan analisis
ideologi iklan. Analisis makna dilakukan dengan pendekatan kontekstual yang
didukung oleh analisis tekstual yang telah dilakukan sebelumnya.
1) Makna Tuturan
Pada KI 6 terdapat dua tuturan yaitu Jauhi dan katakan tidak pada
narkoba dan Narkoba berdampak buruk bagi kesehatan dan fungsi organ tubuh.
Pada tuturan pertama, jika dilihat berdasarkan fungsinya merupakan jenis direktif.
Dikatakan demikian karena produsen iklan melalui tuturannya menginginkan suatu
keadaan yang masyarakatnya mampu manjauhkan diri serta menolak ketika ada yang
menawarkan narkoba. Dengan kata lain, produsen iklan menginginkan situasi yang
bebas dari narkoba dengan mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan narkoba.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969) yang menyatakan bahwa suatu
tuturan dikatakan memiliki fungsi direktif ketika pembicara menginginkan suatu
keadaan tertentu melalui tuturan yang disampaikannya. Pada tuturan berikutnya
merupakan jenis representatif yaitu pembicara, dalam hal ini adalah produsen iklan,
mempercayai bahwa penyalahgunaan narkoba dapat mengakibatkan dampak buruk
terhadap kesehatan pemakainya. Modus yang digunakan oleh produsen iklan adalah
modus imperatif dan deklaratif, karena maksud dari produsen iklan dalam
menyampaikan tuturannya adalah meminta agar seluruh masyarakat menjauhkan diri
84
dan menolak narkoba dengan menambahkan informasi kepada masyarakat mengenai
dampak buruk yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba. Sehingga diharapkan
mampu lebih mempersuasi masyarakat agar benar-benar menolak narkoba.
Berdasarkan fungsi serta modus yang digunakan, tuturan yang
disampaikan oleh produsen iklan memiliki makna lokusi. Makna yang ingin
disampaikan oleh pembicara sama dengan makna unsur leksikal yang menyusun
tuturan tersebut (Austin, 1962). Pada tuturan, produsen iklan ingin mengimbau
masyarakat agar menjauhi dan menolak narkoba karena penyalahgunaan narkoba
dapat berakibat buruk terhadap kesehatan hingga akhirnya menimbulkan kematian.
2) Makna Tanda
Analisis makna tanda dilakukan dengan dua tahap proses pemaknaan.
Yang pertama adalah makna pada tataran denotasi (sistem primer) dan yang kedua
adalah makna pada tataran konotasi (sistem sekunder). Secara denotatif penanda
verbal yang terdapat pada iklan adalah Jauhi dan katakan tidak pada narkoba serta
Narkoba berdampak buruk terhadap kesehatan dan fungsi organ tubuh. Pada
bagian tajuk penanda verbal merupakan petanda bahwa ‘produsen iklan mengimbau
kepada seluruh masyarakat untuk menghindarkan diri serta menolak narkoba’.
Sedangkan pada badan iklan
merupakan petanda bahwa ‘narkoba sangat
membahayakan kesehatan serta merusak fungsi organ tubuh pemakainya’.
Pada penanda nonverbalnya, secara denotatif terlihat gambar seorang
laki-laki yang tertunduk sambil memegang kepala merupakan petanda “seorang
pemakai narkoba yang kesakitan karena menggunakan narkoba”.
85
Pada bagian informasi tambahan yaitu berupa logo produk komersial
Pro-safe Condom serta logo dan tulisan Polda Bali yang merupakan petanda bahwa
iklan tersebut diproduksi oleh Polda Bali yang didukung produk komersial yaitu Prosafe Condom.
Keseluruhan penanda di atas merupakan E1 yang menghasilkan C1 yaitu
makna pada sistem primer (denotasi). Selanjutnya penggabungan anatara E1 dan C1
menhasilkan E2 yang merupakan penanda pada sistem sekunder yang kemudian
menghasilkan makna konotasi yaitu C2. Berikut merupakan uraian pemaknaan pada
sistem sekunder.
Pada tajuk terdapat penanda verbal yang secara konotatif adalah imbauan
agar menghindarkan diri serta menolak narkoba. Secara konotatif imbauan tersebut
merupakan petanda bahwa masyarakat agar berhati-hati dalam memilih pergaulan,
karena dengan cara selektif dalam bergaul dapat menghindarkan diri dari
penyalahgunaan narkoba. Seluruh masyarakat memiliki prinsip dan ketegasan dalam
hidup untuk berani menolak jika ada orang yang menawarkan narkoba serta tidak
memiliki keinginan untuk mencoba.
Pada badan iklan penanda verbal secara konotatif yaitu suatu pernyataan
bahwa narkoba merupakan sesuatu yang sangat membahayakan bagi kesehatan dan
fungsi organ tubuh. Penggunaan penanda tersebut secara konotatif merupakan petanda
bahwa dengan menggunakan narkoba dapat mengancam kelangsungan hidup
pemakainya sampai akhirnya dapat berujung pada kematian. Ketika kesehatan
seseorang terganggu dan fungsi-fungsi organ tubuh tidak berjalan selayaknya, maka
dapat meyebabkan kematian. Sehingga melalui pernyataan ini produsen iklan ingin
86
menunjukkan kepada masyarakat bahwa betapa berbahayanya penyalahgunaan
narkoba bagi kesehatan, bahkan dapat mengakibatkan kematian bagi pemakainya
sehingga masyarakat merasa takut untuk memakai narkoba.
Penanda nonverbal yang terdapat pada KI 6 adalah seorang laki-laki yang
terlihat kesakitan setelah menggunakan narkoba. Secara konotatif penggunaan
penanda ini merupakan petanda bahwa produsen iklan ingin menunjukkan kepada
masyarakat dampak yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba. Perodusen iklan
membuat masyarakat yang melihat iklan ini merasa takut serta tidak ingin hal serupa
terjadi pada diri mereka.
Penggunaan ikon seorang laki-laki yang terlihat kesakitan sambil
memegangi kepala dimaksudkan memberikan ilustrasi mengenai orang yang tidak
sehat karena menggunakan narkoba. Ikon tertunduk sambil memegangi kepala
merupakan perwujudan dari rasa sakit yang dialami oleh pemakai narkoba, selain itu
kondisi yang ditampilkan oleh ikon tersebut menunjukkan kepada masyarakat betapa
menyedihkannya kondisi orang yang memakai narkoba. Melalui penggunaan ikon ini
diharapkan masyrakat merasa takut kadaan serupa akan menimpa dirinya jika
menggunakan narkoba, sehingga masyarakat tidak ingin mengalami hal serupa dengan
tidak menggunakan narkoba.
Pada bagian penutup terdapat logo produsen iklan yaitu Polda Bali serta
produk komersial Pro-Safe Condom. Melalui iklan ini, sama halnya dengan iklan
lainnya yang disponsori oleh produk/perusahaan komersial bertujuan memberikan
citra baik di kalangan masyarakat mengenai produknya. Hal tersebut dilakukan dengan
ikut berperan aktif dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba, salah satunya
87
adalah melalui media ILKM. Sehingga masyarakat memberikan citra positif terhadap
produk yang mensponsori ILKM tersebut.
Berdasarkan seluruh analisis makna tanda, baik verbal maupun
nonverbal, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi
antara tanda verbal dan nonverbal. Kehadiran tanda verbal pada iklan membuat makna
yang terdapat pada tanda nonverbal menjadi semakin tegas, sehingga maksud dan
pesan iklan yang ingin disampaikan oleh produsen dapat tersampaikan dengan tepat
pada masyarakat.
3) Ideologi
Ideologi pada sebuah iklan merupakan ide atau pokok pikiran yang
melatarbelakangi iklan tersebut. Dari keseluruhan analisis pada KI 6 produsen iklan
berusaha menunjukkan rasa kepeduliannya dengan menganjurkan masyarakat agar
selalu menjaga kesehatan, salah satunya dengan cara tidak melakukan penyalahgunaan
narkoba.
Penyalahgunaan narkoba akan memberikan dampak yang sangat buruk
bagi kesehatan serta dapat mengakibatkan kematian. Sehingga produsen iklan
menganjurkan kepada seluruh masyarakat agar manjauhi narkoba serta tidak mencoba
sama sekali.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa produsen iklan, dalam
iklan ini menganut ideologi kepedulian terhadap kesehatan. Kepedulian produsen
iklan terhadap kesehatan masyarakat diekspresikan melalui iklan ini yaitu dengan
88
memberikan informasi mengenai dampak buruk narkoba bagi kesehatan serta
menganjurkan masyarakat agar menjauhi narkoba.
Sama seperti ILKM lain yang diproduksi oleh dua produsen, tiap-tiap
produsen iklan memiliki kepentingan sendiri dalam memproduksi ILKM tersebut.
Pada ILKM tersebut diproduksi oleh Polda Bali dan Pro-Safe Condom. Ideologi yang
terdapat pada Polda Bali dalam memproduksi ILKM adalah ideologi kepedulian Polda
Bali terhadap kesehatan masyarakatnya karena Polda Bali merupakan pelindung
masyarakat. Ideologi yang terdapat pada perusahaan komersial Pro-safe Condom,
selain ideologi kepedulian terhadap kesehatan karena mengingat produk yang
diiklankan adalah alat kontrasepsi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan agar tidak
tertular penyakit berbahaya, juga terdapat ideologi lain yaitu peningkatan citra produk
itu sendiri di kalangan masyarakat.
Berdasarkan seluruh analisis di atas terlihat bahwa pada analisis struktur
mikro teks verbal yang digunakan dalam ILKM secara gramatikal dibuat singkat,
padat, dan jelas. Tampilan teks verbal juga dibuat bervariasi dengan huruf yang mudah
terbaca dan dengan bentuk yang menarik dengan pemanfaatan kaidah grafika yang
membuat teks verbal pada ILKM semakin bermakna. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat lebih mudah dalam membacanya karena kalimat yang dibuat tidak terlalu
panjang, mengingat semua ILKM tersebut dibuat dalam bentuk poster dan Baliho
yang dilihat oleh masyarakat dengan jarak jauh dan secara sepintas.
89
Pada tataran analisis makro terlihat bahwa makna tuturan yang terdapat
pada ILKM bergantung pada fungsi dan modus yang digunakan. Tuturan dengan
fungsi direktif dan modus imperatif memuat makna lokusi di dalamnya, sedangkan
tuturan dengan fungsi representatif dan modus deklaratif atau interogatif memuat
makna ilokusi. Pada dasarnya suluruh tuturan yang terdapat pada ILKM bermaksud
untuk mengimbau serta mempersuasi masyarakat, sehingga ketika tuturan tersebut
memiliki fungsi direktif dengan modus imperatif, maka makna yang terkandung
adalah makna lokusi, sedangkan ketika memiliki fungsi representatif dengan modus
deklaratif atau interogatif, maka makna yang terkandung adalah makna ilokusi.
Dikatakan demikian mengingat sesungguhnya tujuan produsen iklan bukan hanya
sekadar
memberikan
informasi,
melainkan
mempersuasi
masyarakat
agar
mempercayai apa yang dituturkan oleh produsen iklan dan ikut melaksanakannya
karena semua informasi yang diberikan bersifat positif.
Makna tanda yang terdapat pada ILKM meliputi makna denotasi dan
konotasi. Kedua makna tersebut dikaji dari penanda verbal dan nonverbal. Pada
tataran makna denotasi terlihat bahwa makna yang diperoleh adalah makna literal,
sedangkan makna konotasi merupakan perkembangan dari makna denotasi dengan
menggabungkan penanda dan petanda denotasinya. Makna yang terdapat pada tataran
konotasi, baik verbal maupun nonverbal, merupakan makna yang termotivasi.
Dikatakan demikian karena makna konotasi yang diperoleh bukan hanya merupakan
perkembangan makna denotasinya, melainkan juga khusus pada penanda verbal
melibatkan unsur-unsur mikro serta makna tuturan yang menjadi dasar dalam
pemerolehan makna konotasinya.
90
Sama halnya dengan makna konotasi pada ILKM, ideology diperoleh
tidak hanya dari pengembangan makna konotasinya, seperti yang diungkapkan oleh
Barthes (1977), suatu ideology berkembang melalui semiologi mitos yang diwujudkan
melalui makna konotasinya. Pengungkapan ideologi juga dilandasi berdasarkan fungsi
dan tujuan pembentukan ILKM tersebut. Seluruh analisis yang telah dilakukan
sebelumnya termasuk di dalamnya analisis struktur mikro serta analisis kontekstual
yang meliputi analisis makna tuturan dan makna tanda mendasari pengungkapan
ideology pada ILKM. Secara umum ideologi antara lain ideologi imbauan hidup sehat,
ideologi kesetiaan dan tidak melakukan seks bebas, ideologi imbauan dalam
meningkatkan mutu pendidikan, ideologi peningkatan kesadaran untuk tidak memilih
narkoba, dan ideologi kepedulian yang meliputi kepedulian sosial terhadap sesama
serta kepedulian terhadap kesehatan. Ketika ILKM diproduksi oleh instansi
pemerintahan dan LSM ideologi yang terkandung hampir sama karena memiliki visi
dan misi yang sama. Namun, ketika disponsori oleh perusahaan komersial, terdapat
ideologi lain yang melandasi ILKM tersebut yaitu ideologi dalam peningkatan citra
perusahaan di kalangan masyarakat luas.
91
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada kesempatan akhir ini dipaparkan beberapa kesimpulan yang dapat
ditarik dari analisis data. Simpulan tersebut merupakan jawaban atas permasalahan
yang terdapat pada penelitian ini.
5.1 Simpulan
Berdasarkan keseluruhan uraian analisis penelitian, dapat diatarik tiga
poin sebagai simpulan penelitian sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian.
Berikut merupakan ketiga kesimpulan tersebut.
1. Struktur teks verbal yang terdapat pada ILKM yang dianalisis melalui analisis
struktur mikro diperoleh bahwa dalam teks verbal ILKM terdapat beberapa
unsur yang meliputi unsur sintaksis, style, dan retoris. Berdasarkan unsur
sintaksisnya yang meliputi bentuk kalimat dan kohesi gramatikal dan leksikal,
pada teks verbal ILKM bentuk kalimat umumnya berupa kalimat aktif yang
meliputi kalimat imperatif aktif, interogatif aktif, dan deklaratif aktif. Kohesi
gramatikal meliputi beberapa proses yang terjadi pada teks verbal yaitu proses
pelesapan dan proses perangkaian. Sedangkan secara leksikal terdapat repetisi
yang meliputi repetisi anadiplosis dan repetisi episfora. Pada unsur style (gaya
bahasa) terdapat penggunaan majas serta ragam bahasa tidak baku yang
membuat tampilan bentuk verbal dari iklan menjadi lebih menarik, sedangkan
pada unsur retorisnya yang merupakan penekanan dari sebuah topik dalam
92
wacana, terdapat beberapa cara untuk menunjukkan penekanan tersebut pada
iklan layanan kesehatan masyarakat. Bentuk-bentuk penekanan tersebut tidak
hanya dinyatakan melalui unsur verbal dengan penggunaan repetisi, melainkan
juga melalui kaidah grafika yaitu perwujudan suatu bentuk/kata yang ingin
ditekankan dibuat dalam wujud yang berbeda dengan yang lain serta dengan
penggunaan tanda baca seperti tanda seru (!) sebagai bentuk penegasan.
2. Makna yang terkandung pada masing-masing ILKM, baik pada tataran
denotasi maupun konotasi, tidaklah sama. Hal ini tergantung pada tampilan
iklan yang terdiri atas penanda verbal dan penanda nonverbal. Kedua penanda
tersebut saling mendukung satu sama lain dalam memberi makna pada ILKM.
Penggunaan penanda nonverbal merupakan visualisasi dari penanda verbal
yang terdapat pada iklan sehingga masyarakat lebih mudah memahami pesan
serta makna yang ingin disampaikan oleh produsen iklan. Secara denotatif
makna yang terdapat pada ILKM dieksplisitkan, sedangkan secara konotatif
yaitu makna yang merupakan perkembangan dari makna denotasi yang
diimplisitkan. Mengingat makna konotasi merupakan perkembangan dari
makna denotasi membuat makna konotasi iklan tidak sepenuhnya berbeda dari
makna denotasinya. Makna konotasi merupakan perkembangan dari makna
denotasi sehingga konotasi pada iklan masih memuat unsur-unsur denotasi di
dalamnya.
3. Ideologi yang merupakan ide atau pokok pikiran dari sebuah iklan, umumnya
disesuaikan dengan visi dan misi dari pihak produsen iklan. Suatu ILKM pada
93
umumnya memilki visi dan misi yang sama yaitu pada penelitian ini yang
menggunakan ILKM antinarkoba serta HIV/Aids, produsen iklan memiliki visi
dan misi dalam menekan penyebaran HIV/Aids dan Narkoba. Pada penelitian
ini ideologi dikembangkan melalui semiologi mitos yang terdapat pada iklan.
Semiologi mitos tersebut berkembang dari makna konotasi yang terdapat pada
iklan, sehingga ideologi yang terdapat pada iklan bergantung pada makna
dalam iklan. Hal tersebut membuat ideologi yang terdapat pada tiap-tiap ILKM
bervariasi, antara lain ideologi imbauan hidup sehat, ideologi kesetiaan dan
tidak melakukan seks bebas, ideologi imbauan dalam meningkatkan mutu
pendidikan, ideologi peningkatan kesadaran untuk tidak memilih narkoba, dan
ideologi kepedulian yang meliputi kepedulian sosial terhadap sesama serta
kepedulian terhadap kesehatan.
5.2 Saran
Pada kesempatan akhir ini ada beberapa saran yang mungkin dapat lebih
diperhatikan dan dikaji dalam penelitian serupa di masa datang. Dalam penelitian ini
unsur iklan secara tekstual dan kontekstual telah dianalisis secara gamblang, namun
terdapat beberapa unsur yang masih dapat diteliti lebih dalam pada sebuah iklan, baik
dari segi kebahasaan maupun nonkebahasaan. Unsur kebahasaan yang perlu diteliti
antara lain mengenai superstruktur yaitu struktur pembentuk iklan serta aspek
linguistik yang ditunjukkan oleh unsur nonverbal pada iklan. Sedangkan pada unsur
nonkebahasaan perlu lebih diperdalam, khususnya pada tata letak struktur pembentuk
iklan serta bentuk dan pola teks.
94
DAFTAR PUSTAKA
Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod
University Press.
Barthes, Roland. 1977. Myth Today: In Mythologies. London: Paladin
Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau
Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi. Edisi Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit Jalasutra.
Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Dyer, Gillian. 1982. Advertising as Communication. London & New York: Routledge
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
Percetakan Lkis
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1976. Cohession in English. London & New
York: Longman
Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-aspek
Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial (terjemahan: Drs. Asruddin Barori
Tou, M.A.). Cetakan kedua. Penerbit: Gajah Mada University Press.
Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. London and New York: Longman.
KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia). 1998, Jakarta: Balai Pustaka
Klaas, Willems dan Ludovic de Cuypere. 2008. Naturalness and Iconicity in
Language. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.
Kridalaksana, H. 1982. Kamus Linguitik. Jakarta: Pt. Gramedia
Miles,Mathew B, dan Hurberman, A Michael. 1992. Analisis data kualitatif. (Tjetjep
Rohendi Rahan, Pentj). Jakarta: UI
Mulyawan, I Wayan. 2005. ”Wacana Iklan Komersial Media Cetak:Kajian
Hipersemiotika”. (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Paprotte, Wolf dan Rene Dirven . 1985.
The Ubiquity of Metaphor.
Amsterdam/philadelphia: John Benjamins Publishing Company.
95
Quirk, Randolph. et. al. 1985. A Comprehensive Grammar of The English Language.
United State: Longman Group.
Rahardi, R. Kunjaya. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Erlangga
Samsuri, 1987/1988. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang
Searle, J.R. 1969. Speech Acts, An Essay in The Philosophy of Language. Cambridge:
Cambridge University Press
Sebeok, Thomas A. 2001. Signs: An Introduction to Semiotics. Second
Edition.University of Toronto Press.
Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media. Cetakan kelima. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Duta Wacana
University Press.
Sumarlam, Adhani, dkk. 2004. Analisis Wacana. Bandung: Pakar Raya (Pakar Raya
Putaka)
Sumbo, Tinarbuko 2008. Semiotika Komunikasi Sosial. Cetakan kedua. Yogyakarta:
Penerbit Jalasutra.
Susanto, Irzani. ”Metode Semiotika”.
http://staff.ui.ac.id/internal/130536771/publikasi/metodesemiotika.pdf
(diakses tanggal 25 Desember 2010)
Syamsuddin, Munawar. 2008. MAKIWA: metode analisis kritis komunikasi
interpretasi wacana. Cetakan pertama. Surakarta: Penerbit Sebelas Maret
University Press.
Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interactions. An Introductory to Pragmatics.
London and New York: Longman
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University Press.
van Dijk, Teun A. ’The Study of Discourse’. Dalam Teun A. Van Dijk (ed). 1997.
Discourse as Structure and Process:Discourse Studies a Multidisciplinary
Introduction, Vol. 2. London: Sage Publication.
Zoest, Aart van. 1991. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Internas
96
Lampiran 1: Tabel data IKLM
Tabel 1: Daftar data ILKM
DATA
Iklan Narkoba “penyalahgunaan
narkoba….”
Iklan
Narkoba
“Selamatkan
Bali…”
Iklan HIV/Aids “Pilih gaya hidup
sehat….”
Iklan Narkoba dan HIV/Aids “gaul
oke…”
Iklan, Narkoba “ Indonesia
merdeka…”
Iklan Narkoba “ Dunia Indah…”
Iklan Narkoba ‘ teguhkan hati…”
Iklan Narkoba “Narkoba???...”
Iklan Narkoba “Wujudkan citacita…”
Iklan Narkoba “Jangan hancurkan
hidup…”
Iklan Narkoba “Tolak Narkoba….”
Iklan
Narkoba
“Jauhi
dan
Katakan…”
Iklan Narkoba “Katakan tidak…”
Iklan
Narkoba
“Jangan
hancurkan…”
Iklan Narkoba “Drugs bikin…”
Iklan HIV/Aids “Sedia Kondom…”
Iklan HIV/Aids “Sedia pada
pasangan…”
Iklan Narkoba “Sehat bugar…”
Iklan Narkoba “Tingkatkan percaya
diri…”
Iklan Narkoba “Drugs abuse…”
Iklan HIV/Aids “Hindari Aids…”
Iklan HIV/Aids “Hati-hati…”
PRODUSEN IKLAN
POLDA bali dan Jajaran Kanwil BPN
Pemerintah Kota Denpasar dan PDAM kota
Denpasar
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
BNN
BNN
BNK Badung
BNN
Polda bali dan Orangtua
Polda Bali dan AQUA
Tinta Emas Publishing
Polda Balidan Pro-Safe Condom
Polda Bali dan Simpati
Polda Bali dan New Kuta Green Park
BNN dan Pazia
KPA
KPA
BNP Bali dan Anti Narkoba
BNP Bali dan Anti Narkoba
BNP Bali dan Anti Narkoba
Yayasan Penerbitan IDI
Wanita Penjaja Seks
97
Tabel 2: ILKM oleh Instansi Pemerintah
DATA
PRODUSEN IKLAN
Iklan Narkoba “penyalahgunaan POLDA bali dan Jajaran Kanwil BPN
narkoba….”
Iklan Narkoba “Selamatkan Bali…” Pemerintah Kota Denpasar dan PDAM kota
Denpasar
Iklan HIV/Aids “Pilih gaya hidup Departemen Kesehatan Republik Indonesia
sehat….”
Iklan Narkoba dan HIV/Aids “gaul Departemen Kesehatan Republik Indonesia
oke…”
Iklan, Narkoba “ Indonesia BNN
merdeka…”
Iklan Narkoba “ Dunia Indah…”
BNN
Iklan Narkoba ‘ teguhkan hati…”
BNK Badung
Iklan Narkoba “Narkoba???...”
BNN
Tabel 3: ILKM oleh Instansi Pemerintah dengan Perusahaan Komersial
DATA
Iklan Narkoba “Wujudkan citacita…”
Iklan Narkoba “Jangan hancurkan
hidup…”
Iklan Narkoba “Tolak Narkoba….”
Iklan
Narkoba
“Jauhi
dan
Katakan…”
Iklan Narkoba “Katakan tidak…”
Iklan
Narkoba
“Jangan
hancurkan…”
PRODUSEN IKLAN
Polda bali dan Orangtua
Polda Bali dan AQUA
Tinta Emas Publishing
Polda Balidan Pro-Safe Condom
Polda Bali dan Simpati
Polda Bali dan New Kuta Green Park
Tabel 4: ILKM oleh LSM
DATA
PRODUSEN IKLAN
Iklan Narkoba “Drugs bikin…”
BNN dan Pazia
Iklan HIV/Aids “Sedia Kondom…” KPA
Iklan HIV/Aids “Sedia pada KPA
98
pasangan…”
Iklan Narkoba “Sehat bugar…”
Iklan Narkoba “Tingkatkan percaya
diri…”
Iklan Narkoba “Drugs abuse…”
Iklan HIV/Aids “Hindari Aids…”
Iklan HIV/Aids “Hati-hati…”
BNP Bali dan Anti Narkoba
BNP Bali dan Anti Narkoba
BNP Bali dan Anti Narkoba
Yayasan Penerbitan IDI
Wanita Penjaja Seks
99
Lampiran 3: Kliping Data ILKM
Kliping Iklan 1 ( KI 1)
100
Kliping Iklan 2 (KI 2)
101
Kliping Iklan 3 (KI 3)
102
Kliping Iklan 4 (KI 4)
103
Kliping Iklan 5 (KI 5)
104
Kliping Iklan 6 (KI 6)
Download