Pendugaan kehilangan air melalui perhitungan

advertisement
6
Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kΩ) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.
 Kehilangan Air Tanaman Kentang
Data yang digunakan untuk menduga nilai
kehilangan air tanaman kentang melalui
perhitungan neraca air adalah data pengukuran
KAT di lokasi penelitian. Pengukuran KAT di
lokasi penelitian dilakukan sekitar pukul
11.00 WIB selama masa tanam pada
kedalaman 10, 20, 40, 60, 80 dan 100 cm.
Pada lokasi penelitian, setiap 2 perlakuan
dipasang 1 sensor KAT, sehingga diperoleh 6
data pengukuran KAT setiap minggunya.
Data KAT yang terukur di lapangan (kΩ)
dikonversi kedalam persamaan kalibrasi
laboratorium sesuai kedalaman menggunakan
persamaan-persamaan pada Tabel 1 sehingga
diperoleh nilai KAT (%). Nilai kadar air tanah
dalam (%) selanjutnya dikonversi menjadi
satuan (mm) untuk perhitungan neraca air
mingguan menggunakan rumus sebagai
berikut:
...(1)
………...….(2)
Sehingga,
dihitung dengan:
dapat
ETa + Ro = (CH - ∆KAT) * 7
Keterangan :
ETai
: Evapotranspirasi aktual minggu ke-i
(mm)
Roi
: Limpasan permukaan minggu ke-i
(mm)
KATi : Kadar air tanah minggu ke-i (mm)
KATi-1 : Kadar air tanah minggu ke i-1 (mm)
CHi
: Curah hujan minggu ke-i (mm)
∆KAT : Selisih KAT minggu ke i-1 (mm)
dan KAT ke-i
3.3.2 Analisa Laboratorium
Kapasitas Lapang (KL) (pF 2,54).
Ditentukan berdasarkan analisis contoh tanah
di Laboratorium Fisika Tanah, Balai
Penelitian Tanah, Bogor dengan metode
pengambilan contoh tanah utuh (undisturbed
soil sample). Pengambilan contoh tanah
adalah sebagai berikut:
1. Tanah diratakan dan dibersihkan terlebih
dahulu, kemudian meletakkan ring dengan
tegak pada tanah.
2. Ring ditekan sampai terbenam kedalam
tanah dan mengerat tanah hingga
mendekati ring dengan pisau.
3. Tanah yang berlebih dipotong sampai ring
rata tertutup tanah kemudian menutupnya
dengan tutup ring plastik.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Iklim Lokasi Penelitian
Secara geografis Kabupaten Cianjur
terletak di tengah Provinsi Jawa Barat dengan
jarak sekitar 65 km dari ibukota Propinsi Jawa
Barat (Bandung) dan 120 km dari ibukota
Negara (Jakarta) dan terletak diantara
koordinat 106o42’-107o25’ Bujur Timur dan
6o21’-7o32’ Lintang Selatan. Posisi tersebut
menempatkan Kabupaten Cianjur berada
ditengah-tengah wilayah Propinsi Jawa Barat,
memanjang dari utara ke selatan. Sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Purwakarta, di sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Garut. Sebelah selatan berbatasan
dengan Samudra Indonesia dan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.
Menurut klasifikasi Köppen Kabupaten
Cianjur umumnya memiliki tipe iklim Af
yakni daerah iklim hujan tropik, kecuali
sebagian wilayah Kecamatan Cidaun beriklim
hujan tropik Am dan wilayah Gunung Gede
beriklim Cf yaitu daerah iklim sedang
berhujan (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur
dalam Oktora 2002).
7
4.2 Pertumbuhan Tanaman Kentang
Pertumbuhan
tanaman
merupakan
pertambahan ukuran panjang, luas, volume
dan bobot organ sedangkan perkembangan
merupakan diferensiasi fungsi organ vegetatif
menjadi reproduktif pada suatu tanaman yang
tidak dapat balik/irreversible (Nasir 2008).
Jumlah daun dan tinggi tanaman merupakan
peubah yang diamati, diukur dan dihitung
untuk mengetahui pertumbuhan tanaman pada
penelitian ini.
Tabel 2 Respon perlakuan terhadap peubah
pertumbuhan tanaman kentang
J1A
J1B
J1C
J2A
J2B
J2C
Tinggi
tanaman
65 HST
(cm)
35.7
32.7
23.4
38.4
39.2
31.7
Rata-Rata J1
30.6
10
Rata-Rata J2
36.4
10
Perlakuan
Gambar 2 Tinggi tanaman kentang.
Jumlah daun
59 HST
(Helai)
12
9
11
8
13
10
Gambar 3 Jumlah daun tanaman kentang.
Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah
daun dilakukan pada 31 Hari Setelah Tanam
(HST) sampai 65 HST. Akumulasi tinggi
tanaman dan jumlah daun tertinggi berturutturut adalah 39.2 cm dan 13 helai pada
perlakuan J2B pada pengukuran 65 HST.
Perlakuan jarak tanam dan ukuran umbi
(grade) memberikan respon yang berbeda
pada setiap perlakuan. Jarak tanam 2 (J2,
20x20 cm) memiliki rata-rata pertumbuhan
tanaman yang lebih tinggi dari pada jarak
tanam 1 (J1, 20x30 cm). Terhadap jumlah
daun pertumbuhan tanaman tidak terlalu
berpengaruh karena daun tanaman kentang
terserang hama penyakit yaitu hawar daun
yang
disebabkan
oleh
cendawan
(Phytophthora infestans) dan layu bakteri
(Pseudomonas solanacearum),
sehingga
banyak daun yang gugur pada pengukuran ke58 HST. Berikut grafik respon masing-masing
perlakuan pertumbuhan tanaman kentang
terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun.
Menurut Samadi (2007) kentang varietas
granola merupakan varietas kentang yang
mempunyai masa tanam relatif pendek
dibandingkan varietas lain yaitu sekitar 3
sampai 4 bulan dan sangat peka terhadap
hama penyakit. Pada grafik pertumbuhan
tanaman (Gambar 2 dan Gambar 3)
pengukuran hanya dilakukan pada minggu ke6 atau 65 HST untuk tinggi tanaman dan
minggu ke-5 atau 59 HST untuk jumlah daun.
Pengukuran peubah pertumbuhan pada
minggu berikutnya tidak bisa dilakukan
karena pada minggu tersebut contoh tanaman
mulai terserang hama penyakit. Metode yang
digunakan
dalam
pengukuran
data
pertumbuhan tanaman kentang adalah metode
non-destruktif sehingga tanaman yang sudah
mati tidak bisa dilakukan pengukuran pada
minggu berikutnya.
Layaknya tanaman semusim lainnya,
tanaman kentang memiliki dua fase
pertumbuhan dan perkembangan diantaranya
fase vegetatif dan fase reproduktif. Menurut
(Hajadi 1979) saat fase vegetatif terjadi
perkembangan organ tanaman kentang seperti
akar, daun dan batang. Fase vegetatif
termasuk kedalam fase pratumbuh dan fase
sebelum pembentukan umbi yaitu dalam fase
ini
tanaman
kentang
menggunakan
karbohidrat dan menggunakan seluruh
8
karbohidrat yang dihasilkan pada saat tumbuh.
Untuk fase reproduktif termasuk kedalam fase
tua, fase panen dan pascapanen. Pada fase ini
ditandai
dengan
pembentukan
dan
perkembangan kuncup-kuncup bunga, buah
dan biji/umbi. Fase ini biasanya terjadi
penimbunan karbohidrat dan tanaman tidak
menggunakan
karbohidrat
seluruhnya
melainkan
menyimpan
sebagian
dari
karbohidrat yang dihasilkan pada saat tumbuh.
Tabel 3 Fase pertumbuhan tanaman kentang
(Dirjen Tanaman Pangan 1993
dalam Samadi 2007)
Fase
pertumbuhan
dan
Perkembangan
(HST)
Pratumbuh
0-21
Belum
dilakukan
pengukuran
21-35
Maret
35-60
April
Sebelum
pembentukan
umbi
Pembentukan
umbi
Tua
Panen dan pasca
panen
Pengukuran
Fase
Bulan
Pertumbuhan
60-90
Mei
-
Juni
Vegetatif
Reproduktif
Penanaman kentang pada penelitian ini
didominasi oleh fase vegetatif dari pada fase
reproduktifnya. Hal tersebut terlihat pada
tanaman kentang yang selama masa tanam
tidak berbunga, karena karbohidrat yang
terbentuk selama masa tanam lebih banyak
digunakan untuk perkembangan batang, akar
dan daun.
4.3 Lingkungan Tanaman Kentang
Menurut Anonim (1997) suhu udara yang
dibutuhkan tanaman kentang berbeda antara
pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, pada
fase vegetatif membutuhkan suhu 12-16°C
sedangkan pada fase reproduktif 19-21°C.
Kabupaten Cianjur merupakan daerah
beriklim tropis terletak pada ketinggian ±1250
mdpl, dengan rata-rata CH 1500 mm/tahun.
Lokasi penanaman tanaman kentang memiliki
suhu rata-rata harian relatif konstan 21.6°C
dengan kelembaban relatif (RH) 88.4%
selama masa tanam.
Musim hujan merupakan kondisi yang
cocok untuk tanaman kentang. Menurut
Sunarjono (2007) CH yang dibutuhkan
tanaman kentang adalah sekitar 300 mm/bulan
atau 1000 mm/tahun.
Tabel 4
No.
Curah Hujan terukur lokasi
penelitian.
Jumlah CH
Kategori
(mm/bulan)
berdasarkan (hari
hujan)
Bulan
1
Maret
398
Sedang
2
April
111
Rendah
3
Mei
110
Rendah
Tabel 4 menunjukkan jumlah CH bulanan
yang terukur langsung di lokasi penelitian.
Pengkategorian CH tersebut berdasarkan
jumlah CH 150-300 mm/bulan termasuk
kategori rendah, 300-600 mm/bulan masuk
dalam kategori sedang dan ≥ 600 mm/bulan
masuk kategori tinggi. Menurut (Boer et al.
2003) dalam Boer (2006) kondisi hujan yang
disukai tanaman kentang ialah hujan yang
sedang pada awal pertumbuhan, tinggi pada
pertengahan musim pertumbuhan dan rendah
pada akhir pertumbuhan.
Kebutuhan
air
tanaman
kentang
berdasarkan pengukuran CH bulanan terukur
adalah pada fase awal pertumbuhan tanaman
(33 HST) dan fase tua (103 HST) kebutuhan
air tanaman cukup, sedangkan untuk fase
pembentukan umbi (68 HST) tanaman
mengalami defisit air (Lampiran 1).
Kebutuhan air tanaman pada pengukuran 68
HST mengalami defisit air karena CH yang
terukur masuk dalam kategori rendah
sehingga tanaman mengalami defisit untuk
memenuhi kehilangan air tanamn.
Defisit air merupakan suatu kondisi kadar
air dalam tanah berada dibawah nilai kapasitas
lapang. Defisit air pada fase pembentukan
umbi menyebabkan kebutuhan air tanaman
kentang
untuk
evapotranspirasi
tidak
terpenuhi
secara
optimal
sehingga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman untuk fase berikutnya.
4.4 Kehilangan Air Tanaman Kentang
Input pendugaan kehilangan air melalui
neraca air dalam penelitian ini adalah CH
karena lokasi penelitian merupakan lahan
tadah hujan/tanpa irigasi. Nilai komponen
perhitungan neraca air pada masing-masing
perlakuan berbeda-beda bergantung pada CH,
KAT pada minggu pengukuran, KAT minggu
sebelumnya, fisiologi tanaman, cuaca/iklim
dan karakteristik tanah lokasi penelitian.
ETa
(Evapotranspirasi)
merupakan
penguapan yang terjadi pada keadaan air
tanah sebenarnya yang terukur di lapangan.
Evaporasi merupakan proses yang terjadi di
atas tanah dan transpirasi merupakan
9
penguapan yang terjadi pada tanaman melalui
kehilangan air melalui stomata ( Allen et al.
1998) dan sangat sulit dibedakan proses dan
pengukuran di lapangan, sehingga pendugaan
nilai kehilangan air tanaman kentang dalam
penelitian ini dihitung melalui neraca air
dalam bentuk ETa+Ro (Evapotranspirasi
ditambah dengan run off).
Iklim tropis memiliki variasi radiasi dan
suhu diurnal yang tidak berbeda jauh,
sehingga menyebabkan nilai ETa dari bulan
kebulan yang tidak terlalu besar. Nilai ETa di
daerah tropis berkisar antara 4 sampai 6.5
mm/hari. Asumsi nilai ETa pada penelitian ini
adalah 4 mm/hari karena lahan penanaman
kentang pada penelitian ini adalah lahan tadah
hujan, sehingga digunakan ETa paling
minimum. Selain itu Kabupaten Cianjur
merupakan daerah berketinggian lebih dari
1000 mdpl yang masuk kedalam kategori
dataran tinggi, sehingga digunakan asumsi
ETa paling minimum (ETa dataran tinggi
lebih kecil daripada ETa dataran rendah).
Lampiran
4
menunjukkan
nilai
perhitungan komponen neraca air masingmasing perlakuan selama pengukuran.
Kehilangan air tanaman dan run off (Ro)
tertinggi adalah pada perlakuan J1A1&J2A2
berturut-turut 191.9 mm dan 57.5 mm selama
39 HST sampai dengan 75 HST. Selama
pengukuran nilai total ETa+Ro/minggu lebih
besar daripada total CH/minggu kecuali pada
pengukuran ke-2 (9-16 April). Jika ETa+Ro
lebih besar dari CH berarti kadar air tanah
akan berkurang, dan jika terjadi terus menerus
akan menyebabkan defisit air bagi tanaman.
Nilai komponen neraca air pada Lampiran 4
sangat berbeda-beda setiap perlakuan.
Kehilangan air dalam bentuk ETa+Ro (1 April
- 7 Mei) dari berbagai perlakuan berkisar
antara 146-191 mm, sedangkan untuk Ro
berkisar antara antara 28-58 mm atau sekitar
19-30 % dari total kehilangan air tanaman
kentang.
Secara keseluruhan total nilai kehilangan
air tanaman kentang di lokasi penelitian dalam
bentuk evapotranspirasi ditambah dengan Ro
adalah 169 mm selama 36 hari pengukuran
atau 4.6 mm/hari. Menurut Doorenbos dan
Kassam (1979) dalam Kurnia (2004) nilai
kebutuhan air tanaman yang dibutuhkan oleh
kentang yaitu 350-625 mm/masa tanam (8090 hari tanam).
4.5 Hubungan Simpanan KAT terhadap
Laju Pertumbuhan Tanaman Kentang.
Curah hujan yang tinggi belum tentu
menyebabkan simpanan kadar air dalam tanah
dan kehilangan air tanaman dalam bentuk
ETa+Ro besar (Gambar 4), hal tersebut
bergantung pada laju infiltrasi tanah dan
simpanan KAT pada minggu sebelumnya.
Jika tanah dalam kondisi yang padat berarti
laju infiltrasi tanah rendah sehingga saat CH
tinggi air sulit terinfiltrasi ke dalam tanah
(menyebabkan run off besar). Begitu pula
sebaliknya saat kondisi tanah tidak padat
(gembur) laju infiltrasi tinggi sehingga dapat
menyebabkan simpanan KAT besar (Ro kecil)
Gambar 4 Curah hujan terukur dan
simpanan kadar air tanah
selama pengukuran.
Laju pertumbuhan merupakan suatu
peningkatan tinggi tanaman tiap satuan waktu.
Berdasarkan data tinggi tanaman maka dapat
dihitung laju pertumbuhan tanaman kentang
(cm/hari) seperti pada Tabel 5.
Tabel 5
Laju pertumbuhan tanaman
kentang
LAJU PERTUMBUHAN TANAMAN (cm/hari)
Hari Setelah Tanam (HST)
Perlakuan
33
39
47
54
61
J1A
0,87
0,51
0,66
0,12
0,38
J1B
1,19
0,76
0,66
0,07
0,23
J1C
0,87
0,80
0,30
0,08
0,21
J2A
0,75
0,60
1,27
1,06
0,42
J2B
0,72
0,45
0,25
0,14
0,30
J2C
0,59
0,57
0,41
0,41
0,74
Rata-Rata J1
0,97
0,69
0,54
0,09
0,27
Rata-Rata J2
0,94
0,72
0,74
0,40
0,29
Rata-rata laju pertumbuhan tanaman (J2,
20x30cm) lebih tinggi dari pada (J1,
20x20cm), sedangkan laju pertumbuhan
tanaman kentang pada penelitian ini menurun
setiap minggu seiring dengan bertambah umur
tanaman (Gambar 5).
10
Tabel 6 Simpanan kadar air tanah tanaman kentang selama pengukuran.
Total ∆KAT
J2A1
J1B1
J1C1
∆KAT
J2B1
J1A1
J2C1
J2C2
J1A2
J1B2
J1C2
J2A2
J1B2
1-9 A
15.9
-30.6
-13.1
-11.5
-19.3
-13.6
-72.2
9-16 A
16.1
26.3
18.9
27.8
30.9
23.4
143.4
16-23A
2.5
2.0
-0.6
3.4
-15.3
-0.7
-8.7
23-30 A
-0.2
-2.7
-9.0
-19.7
-10.6
-9.0
-51.2
30-7 M
-19.0
8.5
-2.7
1.0
-9.0
-2.2
-23.4
Pengukuran
Gambar 5
Laju pertumbuhan tanaman
kentang.
Tanda negatif pada Tabel 6 menunjukkan
terjadi pengurangan simpanan kadar air tanah
akibat evapotranspirasi tanaman, dan begitu
juga sebaliknya tanda positif menunjukkan
ada simpanan kadar air dalam tanah. Lokasi
penelitian merupakan lahan tadah hujan yang
selama pengukuran nilai CH kurang dari ETa
untuk setiap minggunya. Hal tersebut
menyebabkan nilai simpanan air dalam tanah
rata-rata perminggu mengalami pengurangan
akibat penggunaan air oleh tanaman kecuali
pada pengukuran minggu ke-2 (9-16 April).
Ketersediaan air tanah bagi tanaman
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
tanaman kentang dan setiap perlakuan
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap
adanya simpanan air dalam tanah. Hubungan
simpanan
ketersediaan
air
terhadap
pertumbuhan tanaman kentang pada masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6
sampai 11.
(mm/minggu)
Gambar 6
Hubungan simpanan KAT
terhadap laju pertumbuhan
tanaman perlakuan J2A.
Gambar 7
Hubungan simpanan KAT
terhadap laju pertumbuhan
tanaman perlakuan J1B.
11
Gambar 8
Hubungan simpanan KAT
terhadap laju pertumbuhan
tanaman perlakuan J1C.
Gambar 11
Hubungan simpanan KAT
terhadap laju pertumbuhan
tanaman perlakuan J2C.
Berdasarkan Gambar 6 hingga 11
hubungan antara simpanan KAT terhadap laju
pertumbuhan tanaman pada masing-masing
perlakuan memiliki kecenderungan yang
berbeda. Saat simpanan KAT besar maka laju
pertumbuhan belum tentu tinggi, begitu juga
sebaliknya, sehingga laju pertumbuhan pada
penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh
simpanan kadar air tanah saja, melainkan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak
teramati dalam penelitian ini.
Gambar 9
Hubungan simpanan KAT
terhadap laju pertumbuhan
tanaman perlakuan J2B.
Gambar 10
Hubungan simpanan KAT
terhadap laju pertumbuhan
tanaman perlakuan J1A.
4.6 Analisa Tanah laboratorium
Kedalaman 10-20 cm merupakan zona
perakaran tanaman kentang dalam penelitian
ini, sehingga KAT pada zona tersebut sangat
berpengaruh terhadap kehilangan air tanaman
dalam bentuk evapotranspirasi ditambah
dengan Ro. Secara fisik tanah pada kedalaman
10 dan 20 cm memiliki karakteristik yang
sama sehingga pengambilan contoh tanah
untuk analisa KL di laboratorium dilakukan
hanya pada kedalaman 10 cm. Berdasarkan
hasil analisa laboratorium fisika tanah yang
dilakukan pada contoh tanah kedalaman 10
cm memiliki nilai KL 28.0%.
Pengukuran kadar air tanah di Lokasi
penelitian rata-rata dibawah nilai KL baik
pada kedalaman 10 dan 20 cm pada semua
perlakuan. Gambar 12 menyajikan kadar air
tanah pada salah satu perlakuan yaitu J2A1 &
J2A2.
12
Laju pertumbuhan pada penelitian ini tidak
hanya dipengaruhi oleh simpanan kadar air
tanah saja, melainkan dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang tidak teramati
dalam penelitian ini.
5.2 Saran
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memisahkan antara evapotranspirasi aktual
dan run off.
Gambar 12 Kadar Air Tanah perlakuan
J2A1&J2A2 kedalaman 10
dan
20
cm
selama
pengukuran.
Berdasarkan Gambar 12, kadar air tanah
pada lapisan 10-20 cm cenderung berkurang
setiap minggu pengukuran karena proses
evaporasi tanah dan transpirasi tanaman
(evapotranspirasi) pada lapisan tersebut. Nilai
KAT pada kedalaman 20 cm lebih tinggi
daripada kedalaman 10 cm. Kondisi tersebut
terjadi karena pada lapisan atas permukaan
tanah (10 cm) KAT lebih banyak dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan terkait cuaca daripada
kedalaman 20 cm.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Kehilangan air tanaman kentang berupa
total evapotranspirasi aktual dan run off
selama pengukuran pada 37 HST sampai
75 hari setelah tanam berkisar antara 148191 mm atau 4.6 mm/hari, sedangkan
untuk Ro berkisar antara antara 28-58 mm
atau 19-30 % dari total kehilangan air
tanaman kentang.
b. Selama pengukuran tanaman kentang
dalam
penelitian
ini
berdasarkan
pendugaan kehilangan air melalui neraca
air tanaman, simpanan kadar air tanah dan
analisa laboratorium tanaman kentang
rata-rata mengalami defisit air untuk
memenuhi kehilangan air tanaman.
c. Secara umum ketersediaan air berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan tanaman
kentang, namun pada penelitian ini
hubungan antara simpanan kadar air tanah
terhadap laju pertumbuhan tanaman pada
masing-masing
perlakuan
memiliki
kecenderungan yang berbeda. Saat
simpanan KAT besar laju pertumbuhan
belum tentu tinggi, begitu juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R.G, Pereira, L.S, Raes, D and Smith,
M. 1998. Crop Evapotranspiration,
Guidelines for Computing Crop
Water Requirements. FAO Irrigation
and Drainage. Paper 56.
Anonim, 1997. Usaha Tani Kentang. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian.
Asril dan Hidayati, R. 1994. Respon Kadar
Air Tanah dan Tanaman terhadap
Pemberian Air yang Berbeda pada
Sistem Tanam Monokultur dan
Tumpangsari. J Agrom Indon 21-33
(1).
Baharsjah, J.S. 1987. Hubungan Cuaca
Tanaman. Training Dosen Perguruan
Tinggi Negeri Indonesia Bagian
Barat dalam Bidang Agroklimatologi.
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Bey, A dan Las, I. 1991. Stategi Pendekatan
Iklim dalam Usaha Tani. Kapita
Selekta dalam Agrometeorologi.
Bogor.
Direktorat
Jenderal
Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Boer, R. 2006. Pemanfaatan Informasi Iklim
Untuk
Perencanaan
Budidaya
Tanaman Hortikultura. Workshop
Pemberdayaan
Petugas
dalam
Pengenalan dan Pengendalian OPT
Hortikultura. Direktorat Perlindungan
Tanaman Hortikultura, Wisma LPPDIY.
Budihardjo, K. 2002. Tingkat dan Vigor Biji
Kentang Granola dari Tanaman yang
Dirangsang Pembungaannya. Jurnal
Biota. Vol.VII (3) : 115-120.
Djufri, F, Yanto, A, Handoko, Kusmaryono,
Y. 2005. Pendugaan Defisit Air
Tanaman Jarak (Ricinus communis L)
Berdasarkan
Model
Simulasi
Dinamika Air Tanah (Prediction
Download