6 Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kΩ) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. Kehilangan Air Tanaman Kentang Data yang digunakan untuk menduga nilai kehilangan air tanaman kentang melalui perhitungan neraca air adalah data pengukuran KAT di lokasi penelitian. Pengukuran KAT di lokasi penelitian dilakukan sekitar pukul 11.00 WIB selama masa tanam pada kedalaman 10, 20, 40, 60, 80 dan 100 cm. Pada lokasi penelitian, setiap 2 perlakuan dipasang 1 sensor KAT, sehingga diperoleh 6 data pengukuran KAT setiap minggunya. Data KAT yang terukur di lapangan (kΩ) dikonversi kedalam persamaan kalibrasi laboratorium sesuai kedalaman menggunakan persamaan-persamaan pada Tabel 1 sehingga diperoleh nilai KAT (%). Nilai kadar air tanah dalam (%) selanjutnya dikonversi menjadi satuan (mm) untuk perhitungan neraca air mingguan menggunakan rumus sebagai berikut: ...(1) ………...….(2) Sehingga, dihitung dengan: dapat ETa + Ro = (CH - ∆KAT) * 7 Keterangan : ETai : Evapotranspirasi aktual minggu ke-i (mm) Roi : Limpasan permukaan minggu ke-i (mm) KATi : Kadar air tanah minggu ke-i (mm) KATi-1 : Kadar air tanah minggu ke i-1 (mm) CHi : Curah hujan minggu ke-i (mm) ∆KAT : Selisih KAT minggu ke i-1 (mm) dan KAT ke-i 3.3.2 Analisa Laboratorium Kapasitas Lapang (KL) (pF 2,54). Ditentukan berdasarkan analisis contoh tanah di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor dengan metode pengambilan contoh tanah utuh (undisturbed soil sample). Pengambilan contoh tanah adalah sebagai berikut: 1. Tanah diratakan dan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian meletakkan ring dengan tegak pada tanah. 2. Ring ditekan sampai terbenam kedalam tanah dan mengerat tanah hingga mendekati ring dengan pisau. 3. Tanah yang berlebih dipotong sampai ring rata tertutup tanah kemudian menutupnya dengan tutup ring plastik. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim Lokasi Penelitian Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat dengan jarak sekitar 65 km dari ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km dari ibukota Negara (Jakarta) dan terletak diantara koordinat 106o42’-107o25’ Bujur Timur dan 6o21’-7o32’ Lintang Selatan. Posisi tersebut menempatkan Kabupaten Cianjur berada ditengah-tengah wilayah Propinsi Jawa Barat, memanjang dari utara ke selatan. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Menurut klasifikasi Köppen Kabupaten Cianjur umumnya memiliki tipe iklim Af yakni daerah iklim hujan tropik, kecuali sebagian wilayah Kecamatan Cidaun beriklim hujan tropik Am dan wilayah Gunung Gede beriklim Cf yaitu daerah iklim sedang berhujan (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dalam Oktora 2002). 7 4.2 Pertumbuhan Tanaman Kentang Pertumbuhan tanaman merupakan pertambahan ukuran panjang, luas, volume dan bobot organ sedangkan perkembangan merupakan diferensiasi fungsi organ vegetatif menjadi reproduktif pada suatu tanaman yang tidak dapat balik/irreversible (Nasir 2008). Jumlah daun dan tinggi tanaman merupakan peubah yang diamati, diukur dan dihitung untuk mengetahui pertumbuhan tanaman pada penelitian ini. Tabel 2 Respon perlakuan terhadap peubah pertumbuhan tanaman kentang J1A J1B J1C J2A J2B J2C Tinggi tanaman 65 HST (cm) 35.7 32.7 23.4 38.4 39.2 31.7 Rata-Rata J1 30.6 10 Rata-Rata J2 36.4 10 Perlakuan Gambar 2 Tinggi tanaman kentang. Jumlah daun 59 HST (Helai) 12 9 11 8 13 10 Gambar 3 Jumlah daun tanaman kentang. Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan pada 31 Hari Setelah Tanam (HST) sampai 65 HST. Akumulasi tinggi tanaman dan jumlah daun tertinggi berturutturut adalah 39.2 cm dan 13 helai pada perlakuan J2B pada pengukuran 65 HST. Perlakuan jarak tanam dan ukuran umbi (grade) memberikan respon yang berbeda pada setiap perlakuan. Jarak tanam 2 (J2, 20x20 cm) memiliki rata-rata pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dari pada jarak tanam 1 (J1, 20x30 cm). Terhadap jumlah daun pertumbuhan tanaman tidak terlalu berpengaruh karena daun tanaman kentang terserang hama penyakit yaitu hawar daun yang disebabkan oleh cendawan (Phytophthora infestans) dan layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), sehingga banyak daun yang gugur pada pengukuran ke58 HST. Berikut grafik respon masing-masing perlakuan pertumbuhan tanaman kentang terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Menurut Samadi (2007) kentang varietas granola merupakan varietas kentang yang mempunyai masa tanam relatif pendek dibandingkan varietas lain yaitu sekitar 3 sampai 4 bulan dan sangat peka terhadap hama penyakit. Pada grafik pertumbuhan tanaman (Gambar 2 dan Gambar 3) pengukuran hanya dilakukan pada minggu ke6 atau 65 HST untuk tinggi tanaman dan minggu ke-5 atau 59 HST untuk jumlah daun. Pengukuran peubah pertumbuhan pada minggu berikutnya tidak bisa dilakukan karena pada minggu tersebut contoh tanaman mulai terserang hama penyakit. Metode yang digunakan dalam pengukuran data pertumbuhan tanaman kentang adalah metode non-destruktif sehingga tanaman yang sudah mati tidak bisa dilakukan pengukuran pada minggu berikutnya. Layaknya tanaman semusim lainnya, tanaman kentang memiliki dua fase pertumbuhan dan perkembangan diantaranya fase vegetatif dan fase reproduktif. Menurut (Hajadi 1979) saat fase vegetatif terjadi perkembangan organ tanaman kentang seperti akar, daun dan batang. Fase vegetatif termasuk kedalam fase pratumbuh dan fase sebelum pembentukan umbi yaitu dalam fase ini tanaman kentang menggunakan karbohidrat dan menggunakan seluruh 8 karbohidrat yang dihasilkan pada saat tumbuh. Untuk fase reproduktif termasuk kedalam fase tua, fase panen dan pascapanen. Pada fase ini ditandai dengan pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup bunga, buah dan biji/umbi. Fase ini biasanya terjadi penimbunan karbohidrat dan tanaman tidak menggunakan karbohidrat seluruhnya melainkan menyimpan sebagian dari karbohidrat yang dihasilkan pada saat tumbuh. Tabel 3 Fase pertumbuhan tanaman kentang (Dirjen Tanaman Pangan 1993 dalam Samadi 2007) Fase pertumbuhan dan Perkembangan (HST) Pratumbuh 0-21 Belum dilakukan pengukuran 21-35 Maret 35-60 April Sebelum pembentukan umbi Pembentukan umbi Tua Panen dan pasca panen Pengukuran Fase Bulan Pertumbuhan 60-90 Mei - Juni Vegetatif Reproduktif Penanaman kentang pada penelitian ini didominasi oleh fase vegetatif dari pada fase reproduktifnya. Hal tersebut terlihat pada tanaman kentang yang selama masa tanam tidak berbunga, karena karbohidrat yang terbentuk selama masa tanam lebih banyak digunakan untuk perkembangan batang, akar dan daun. 4.3 Lingkungan Tanaman Kentang Menurut Anonim (1997) suhu udara yang dibutuhkan tanaman kentang berbeda antara pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, pada fase vegetatif membutuhkan suhu 12-16°C sedangkan pada fase reproduktif 19-21°C. Kabupaten Cianjur merupakan daerah beriklim tropis terletak pada ketinggian ±1250 mdpl, dengan rata-rata CH 1500 mm/tahun. Lokasi penanaman tanaman kentang memiliki suhu rata-rata harian relatif konstan 21.6°C dengan kelembaban relatif (RH) 88.4% selama masa tanam. Musim hujan merupakan kondisi yang cocok untuk tanaman kentang. Menurut Sunarjono (2007) CH yang dibutuhkan tanaman kentang adalah sekitar 300 mm/bulan atau 1000 mm/tahun. Tabel 4 No. Curah Hujan terukur lokasi penelitian. Jumlah CH Kategori (mm/bulan) berdasarkan (hari hujan) Bulan 1 Maret 398 Sedang 2 April 111 Rendah 3 Mei 110 Rendah Tabel 4 menunjukkan jumlah CH bulanan yang terukur langsung di lokasi penelitian. Pengkategorian CH tersebut berdasarkan jumlah CH 150-300 mm/bulan termasuk kategori rendah, 300-600 mm/bulan masuk dalam kategori sedang dan ≥ 600 mm/bulan masuk kategori tinggi. Menurut (Boer et al. 2003) dalam Boer (2006) kondisi hujan yang disukai tanaman kentang ialah hujan yang sedang pada awal pertumbuhan, tinggi pada pertengahan musim pertumbuhan dan rendah pada akhir pertumbuhan. Kebutuhan air tanaman kentang berdasarkan pengukuran CH bulanan terukur adalah pada fase awal pertumbuhan tanaman (33 HST) dan fase tua (103 HST) kebutuhan air tanaman cukup, sedangkan untuk fase pembentukan umbi (68 HST) tanaman mengalami defisit air (Lampiran 1). Kebutuhan air tanaman pada pengukuran 68 HST mengalami defisit air karena CH yang terukur masuk dalam kategori rendah sehingga tanaman mengalami defisit untuk memenuhi kehilangan air tanamn. Defisit air merupakan suatu kondisi kadar air dalam tanah berada dibawah nilai kapasitas lapang. Defisit air pada fase pembentukan umbi menyebabkan kebutuhan air tanaman kentang untuk evapotranspirasi tidak terpenuhi secara optimal sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk fase berikutnya. 4.4 Kehilangan Air Tanaman Kentang Input pendugaan kehilangan air melalui neraca air dalam penelitian ini adalah CH karena lokasi penelitian merupakan lahan tadah hujan/tanpa irigasi. Nilai komponen perhitungan neraca air pada masing-masing perlakuan berbeda-beda bergantung pada CH, KAT pada minggu pengukuran, KAT minggu sebelumnya, fisiologi tanaman, cuaca/iklim dan karakteristik tanah lokasi penelitian. ETa (Evapotranspirasi) merupakan penguapan yang terjadi pada keadaan air tanah sebenarnya yang terukur di lapangan. Evaporasi merupakan proses yang terjadi di atas tanah dan transpirasi merupakan 9 penguapan yang terjadi pada tanaman melalui kehilangan air melalui stomata ( Allen et al. 1998) dan sangat sulit dibedakan proses dan pengukuran di lapangan, sehingga pendugaan nilai kehilangan air tanaman kentang dalam penelitian ini dihitung melalui neraca air dalam bentuk ETa+Ro (Evapotranspirasi ditambah dengan run off). Iklim tropis memiliki variasi radiasi dan suhu diurnal yang tidak berbeda jauh, sehingga menyebabkan nilai ETa dari bulan kebulan yang tidak terlalu besar. Nilai ETa di daerah tropis berkisar antara 4 sampai 6.5 mm/hari. Asumsi nilai ETa pada penelitian ini adalah 4 mm/hari karena lahan penanaman kentang pada penelitian ini adalah lahan tadah hujan, sehingga digunakan ETa paling minimum. Selain itu Kabupaten Cianjur merupakan daerah berketinggian lebih dari 1000 mdpl yang masuk kedalam kategori dataran tinggi, sehingga digunakan asumsi ETa paling minimum (ETa dataran tinggi lebih kecil daripada ETa dataran rendah). Lampiran 4 menunjukkan nilai perhitungan komponen neraca air masingmasing perlakuan selama pengukuran. Kehilangan air tanaman dan run off (Ro) tertinggi adalah pada perlakuan J1A1&J2A2 berturut-turut 191.9 mm dan 57.5 mm selama 39 HST sampai dengan 75 HST. Selama pengukuran nilai total ETa+Ro/minggu lebih besar daripada total CH/minggu kecuali pada pengukuran ke-2 (9-16 April). Jika ETa+Ro lebih besar dari CH berarti kadar air tanah akan berkurang, dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan defisit air bagi tanaman. Nilai komponen neraca air pada Lampiran 4 sangat berbeda-beda setiap perlakuan. Kehilangan air dalam bentuk ETa+Ro (1 April - 7 Mei) dari berbagai perlakuan berkisar antara 146-191 mm, sedangkan untuk Ro berkisar antara antara 28-58 mm atau sekitar 19-30 % dari total kehilangan air tanaman kentang. Secara keseluruhan total nilai kehilangan air tanaman kentang di lokasi penelitian dalam bentuk evapotranspirasi ditambah dengan Ro adalah 169 mm selama 36 hari pengukuran atau 4.6 mm/hari. Menurut Doorenbos dan Kassam (1979) dalam Kurnia (2004) nilai kebutuhan air tanaman yang dibutuhkan oleh kentang yaitu 350-625 mm/masa tanam (8090 hari tanam). 4.5 Hubungan Simpanan KAT terhadap Laju Pertumbuhan Tanaman Kentang. Curah hujan yang tinggi belum tentu menyebabkan simpanan kadar air dalam tanah dan kehilangan air tanaman dalam bentuk ETa+Ro besar (Gambar 4), hal tersebut bergantung pada laju infiltrasi tanah dan simpanan KAT pada minggu sebelumnya. Jika tanah dalam kondisi yang padat berarti laju infiltrasi tanah rendah sehingga saat CH tinggi air sulit terinfiltrasi ke dalam tanah (menyebabkan run off besar). Begitu pula sebaliknya saat kondisi tanah tidak padat (gembur) laju infiltrasi tinggi sehingga dapat menyebabkan simpanan KAT besar (Ro kecil) Gambar 4 Curah hujan terukur dan simpanan kadar air tanah selama pengukuran. Laju pertumbuhan merupakan suatu peningkatan tinggi tanaman tiap satuan waktu. Berdasarkan data tinggi tanaman maka dapat dihitung laju pertumbuhan tanaman kentang (cm/hari) seperti pada Tabel 5. Tabel 5 Laju pertumbuhan tanaman kentang LAJU PERTUMBUHAN TANAMAN (cm/hari) Hari Setelah Tanam (HST) Perlakuan 33 39 47 54 61 J1A 0,87 0,51 0,66 0,12 0,38 J1B 1,19 0,76 0,66 0,07 0,23 J1C 0,87 0,80 0,30 0,08 0,21 J2A 0,75 0,60 1,27 1,06 0,42 J2B 0,72 0,45 0,25 0,14 0,30 J2C 0,59 0,57 0,41 0,41 0,74 Rata-Rata J1 0,97 0,69 0,54 0,09 0,27 Rata-Rata J2 0,94 0,72 0,74 0,40 0,29 Rata-rata laju pertumbuhan tanaman (J2, 20x30cm) lebih tinggi dari pada (J1, 20x20cm), sedangkan laju pertumbuhan tanaman kentang pada penelitian ini menurun setiap minggu seiring dengan bertambah umur tanaman (Gambar 5). 10 Tabel 6 Simpanan kadar air tanah tanaman kentang selama pengukuran. Total ∆KAT J2A1 J1B1 J1C1 ∆KAT J2B1 J1A1 J2C1 J2C2 J1A2 J1B2 J1C2 J2A2 J1B2 1-9 A 15.9 -30.6 -13.1 -11.5 -19.3 -13.6 -72.2 9-16 A 16.1 26.3 18.9 27.8 30.9 23.4 143.4 16-23A 2.5 2.0 -0.6 3.4 -15.3 -0.7 -8.7 23-30 A -0.2 -2.7 -9.0 -19.7 -10.6 -9.0 -51.2 30-7 M -19.0 8.5 -2.7 1.0 -9.0 -2.2 -23.4 Pengukuran Gambar 5 Laju pertumbuhan tanaman kentang. Tanda negatif pada Tabel 6 menunjukkan terjadi pengurangan simpanan kadar air tanah akibat evapotranspirasi tanaman, dan begitu juga sebaliknya tanda positif menunjukkan ada simpanan kadar air dalam tanah. Lokasi penelitian merupakan lahan tadah hujan yang selama pengukuran nilai CH kurang dari ETa untuk setiap minggunya. Hal tersebut menyebabkan nilai simpanan air dalam tanah rata-rata perminggu mengalami pengurangan akibat penggunaan air oleh tanaman kecuali pada pengukuran minggu ke-2 (9-16 April). Ketersediaan air tanah bagi tanaman berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman kentang dan setiap perlakuan memiliki respon yang berbeda-beda terhadap adanya simpanan air dalam tanah. Hubungan simpanan ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman kentang pada masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6 sampai 11. (mm/minggu) Gambar 6 Hubungan simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman perlakuan J2A. Gambar 7 Hubungan simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman perlakuan J1B. 11 Gambar 8 Hubungan simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman perlakuan J1C. Gambar 11 Hubungan simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman perlakuan J2C. Berdasarkan Gambar 6 hingga 11 hubungan antara simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman pada masing-masing perlakuan memiliki kecenderungan yang berbeda. Saat simpanan KAT besar maka laju pertumbuhan belum tentu tinggi, begitu juga sebaliknya, sehingga laju pertumbuhan pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh simpanan kadar air tanah saja, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak teramati dalam penelitian ini. Gambar 9 Hubungan simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman perlakuan J2B. Gambar 10 Hubungan simpanan KAT terhadap laju pertumbuhan tanaman perlakuan J1A. 4.6 Analisa Tanah laboratorium Kedalaman 10-20 cm merupakan zona perakaran tanaman kentang dalam penelitian ini, sehingga KAT pada zona tersebut sangat berpengaruh terhadap kehilangan air tanaman dalam bentuk evapotranspirasi ditambah dengan Ro. Secara fisik tanah pada kedalaman 10 dan 20 cm memiliki karakteristik yang sama sehingga pengambilan contoh tanah untuk analisa KL di laboratorium dilakukan hanya pada kedalaman 10 cm. Berdasarkan hasil analisa laboratorium fisika tanah yang dilakukan pada contoh tanah kedalaman 10 cm memiliki nilai KL 28.0%. Pengukuran kadar air tanah di Lokasi penelitian rata-rata dibawah nilai KL baik pada kedalaman 10 dan 20 cm pada semua perlakuan. Gambar 12 menyajikan kadar air tanah pada salah satu perlakuan yaitu J2A1 & J2A2. 12 Laju pertumbuhan pada penelitian ini tidak hanya dipengaruhi oleh simpanan kadar air tanah saja, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak teramati dalam penelitian ini. 5.2 Saran Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memisahkan antara evapotranspirasi aktual dan run off. Gambar 12 Kadar Air Tanah perlakuan J2A1&J2A2 kedalaman 10 dan 20 cm selama pengukuran. Berdasarkan Gambar 12, kadar air tanah pada lapisan 10-20 cm cenderung berkurang setiap minggu pengukuran karena proses evaporasi tanah dan transpirasi tanaman (evapotranspirasi) pada lapisan tersebut. Nilai KAT pada kedalaman 20 cm lebih tinggi daripada kedalaman 10 cm. Kondisi tersebut terjadi karena pada lapisan atas permukaan tanah (10 cm) KAT lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terkait cuaca daripada kedalaman 20 cm. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Kehilangan air tanaman kentang berupa total evapotranspirasi aktual dan run off selama pengukuran pada 37 HST sampai 75 hari setelah tanam berkisar antara 148191 mm atau 4.6 mm/hari, sedangkan untuk Ro berkisar antara antara 28-58 mm atau 19-30 % dari total kehilangan air tanaman kentang. b. Selama pengukuran tanaman kentang dalam penelitian ini berdasarkan pendugaan kehilangan air melalui neraca air tanaman, simpanan kadar air tanah dan analisa laboratorium tanaman kentang rata-rata mengalami defisit air untuk memenuhi kehilangan air tanaman. c. Secara umum ketersediaan air berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman kentang, namun pada penelitian ini hubungan antara simpanan kadar air tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman pada masing-masing perlakuan memiliki kecenderungan yang berbeda. Saat simpanan KAT besar laju pertumbuhan belum tentu tinggi, begitu juga sebaliknya. DAFTAR PUSTAKA Allen, R.G, Pereira, L.S, Raes, D and Smith, M. 1998. Crop Evapotranspiration, Guidelines for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage. Paper 56. Anonim, 1997. Usaha Tani Kentang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Asril dan Hidayati, R. 1994. Respon Kadar Air Tanah dan Tanaman terhadap Pemberian Air yang Berbeda pada Sistem Tanam Monokultur dan Tumpangsari. J Agrom Indon 21-33 (1). Baharsjah, J.S. 1987. Hubungan Cuaca Tanaman. Training Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bey, A dan Las, I. 1991. Stategi Pendekatan Iklim dalam Usaha Tani. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Bogor. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Boer, R. 2006. Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Perencanaan Budidaya Tanaman Hortikultura. Workshop Pemberdayaan Petugas dalam Pengenalan dan Pengendalian OPT Hortikultura. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Wisma LPPDIY. Budihardjo, K. 2002. Tingkat dan Vigor Biji Kentang Granola dari Tanaman yang Dirangsang Pembungaannya. Jurnal Biota. Vol.VII (3) : 115-120. Djufri, F, Yanto, A, Handoko, Kusmaryono, Y. 2005. Pendugaan Defisit Air Tanaman Jarak (Ricinus communis L) Berdasarkan Model Simulasi Dinamika Air Tanah (Prediction