laporan delegasi ri - pusat kajian kebijakan penerbangan dan

advertisement
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
KE SIDANG KE - 47 SUB KOMITE HUKUM KOMITE PBB
TENTANG PENGGUNAAN ANTARIKSA UNTUK MAKSUD DAMAI
Wina, Austria, 31 Maret – 11 April 2008
------------------------------------------------------------------------------------------1.
Sidang
ke-47 Sub Komite Hukum, Komite PBB tentang Penggunaan
Antariksa untuk Maksud Damai (United Nations Committee on the Peaceful Uses
of Outer Space - UNCOPUOS) telah diselenggarakan di Wina, Austria pada tanggal
31 Maret - 11 April 2008. Sidang dibuka oleh Direktur UNOOSA Dr. Mazlan
Othman, yang kemudian menyerahkan kepemimpinan sidang pada Prof. Vladimir
Kopal dari Republik Ceko, yang dalam Sesi ke-50 COPUOS tahun 2007 telah
terpilih sebagai Ketua Subkomite Hukum periode 2008-2009. Sidang diikuti oleh
53 negara anggota UNCOPUOS (termasuk Indonesia), 4 negara peninjau, dan 4
organisasi antarpemerintah dan 5 Non-governmental Organization (NGO).
Delegasi RI dalam pertemuan tersebut terdiri dari wakil-wakil LAPAN, Mabes TNI
AU, Direktorat Perjanjian Ekososbud Deplu dan unsur KBRI/PTRI Wina. Daftar
peserta dalam sidang ke-47 Subkomite Hukum tahun 2008 ini sebagaimana
dimuat dalam Lampiran 1.
2.
Sidang telah menyepakati mata acara yang dikelompokkan dalam 3
kelompok yaitu 4 mata acara reguler (reguler items), 3 mata acara isu tunggal
(single issues) dan 1 mata acara di bawah rencana kerja tahun-ganda (multi-year
workplan). Adapun susunan mata acara sidang tersebut sebagai berikut :
a.
Opening of the session
b.
Election of the Chairman
c.
Adoption of the Agenda
d.
Statement by the Chairman
e.
General exchange of views
f.
Status and application of the five UN Treaties on outer space
g.
Information on the activities of intergovernmental and nongovernmental organizations relating to space law
h.
Matters relating to:
i.
The definition and delimitation of outer space
ii.
The character and utilization of geostationary orbit, including
i.
Consideration of ways and means to ensue the rational and equitable
use of the geostationary orbit without prejudice to the role of the
International Telecommunication Union.
j.
Review and possible revision of the principles Relevant to the Use of
Nuclear Power Sources in Outer Space.
k.
Examination and review of the developments concerning the draft
protocol on matters specific to space assets to the Convention on
International Interests in Mobile Equipment.
l.
Capacity building in space law
m.
General exchange of information on national legislation relevant to
the peaceful exploration and use of outer space.
n.
Proposal to the Committee on the Peaceful Uses of Outer Space for
new items to be considered by the Legal Subcommittee at its fortyeight session.
Annotated Provisional Agenda sebagaimana dimuat dalam Lampiran 2.
1
Mata agenda 4: Statement by the Chairman
3.
Dalam sambutannya Mr. Vladimir Kopal menyampaikan pokok-pokok
pengaturan kerja Subkomite dalam pembahasan keempat mata agenda reguler,
tiga mata agenda isu tunggal, dan satu mata agenda yang berada di bawah
rencana kerja tahun-ganda (multi-year workplan).
Ketua sidang juga
menyampaikan permintaan wakil-wakil dari Republik Dominika, Guatemala,
Tunisia, Republik Macedonia dan EUTELSAT IGO untuk berpartisipasi sebagai
peninjau. Untuk membantu pembahasan dalam mata agenda 6, dibentuk kembali
pokja mengenai status and application of the five United Nations treaties on outer
space di bawah kepemimpinan Vassilis Cassapoglou dari Yunani; sedangkan untuk
mata agenda 8 (a), dibentuk pokja mengenai definition and delimitation of outer
space di bawah kepemimpinan Jose Monserat Filho dari Brazil.
Statement by Mazlan Othman, Director United Nations Office of Outer
Space Affairs.
4.
Direktur UNOOSA juga telah melaporkan kerja Sekretariat OOSA terkait
tanggung jawab berdasarkan space law treaties, edisi terbaru dari buku United
Nations Treaties and Principles on Outer Space and Related General Assembly
resolution dan pembangunan kapasitas dalam hukum internasional di bidang
keantariksaan serta upaya Sekretariat OOSA untuk membangun website dan
online sessions documents.
5.
Beberapa hal penting yang dapat dicatat dari statement Direktor OOSA
antara lain adalah :
a.
Turkey telah mengaksesi Liablity Convention 1972 pada tahun 2007,
Bahrain telah mengaksesi “the Convention relating to the distribution of
programme-carrying signals transmitted by satellite” serta Republik Kiribati
telah mengaksesi “International Telecommunication Constitution and
Convention”.
b.
Beberapa negara seperti Egypt, Perancis, Germany, India, Japan,
Kazakhstan, Luxembourg, Malaysia, Russian Federation, Spain, Thailand,
United Kingdom, United States, United Arab Emirates, dan organisasi
internasional seperti ESA, EUMETSAT, telah mendaftarkan benda
antariksanya ke Sekretaris Jenderal PBB. Dokumen registrasi ini dapat
dilihat dalam website OOSA yang selalu di-update.
c.
Brazil telah mencacatkan ke PBB bahwa negara tersebut telah membentuk
suatu National Registry benda antariksa sesuai dengan ketentuan Pasal II
Registration Convention 1975 yang informasinya disampaikan kepada
negara anggota dalam dokumen ST/SG/SER.E./INF.19.
d.
Terkait tanggung jawab lainnya sesuai dengan Pasal XI Outer Space Treaty
1967 dan Principles Relevant to the Use of Nuclear Power Soutces in Outer
Space, Sekretariat telah menerima pemberitahuan dari Amerika Serikat
mengenai Satelit USA 193.
e.
Sehubungan dengan edisi baru buku “United Nations Treaties and Principles
on Outer Space and Related General Assembly resolution, beberapa text
yang ditambahkan adalah sebagai berikut :
1)
Part A General Assembly resolution 1721 (XVI) of 20 December
1961;
2)
Text paragraft 4 Resolusi Majelis Umum 55/122 tanggal 8 Desember
2000, berjudul “Some aspect concerning the use of the geostationary
2
f.
orbit” (merupakan Annex laporan sidang ke-39 Subkomite Hukum
tahun 2000.
3)
General Assembly Resolution 62/101 tanggal 17 Desember 2007
dengan judul “Recommendations on enhancing the practice of States
and international intergovernmental organizations in registering
space objects”.
Dorongan agar semua negara yang memiliki benda antariksa agar
mendaftarkan asetnya tersebut; pelaksanaan program bantuan teknis
mengenai mekanisme pendaftaran benda angkasa; pembaharuan booklet
kumpulan perjanjian angkasa; serta persiapan kurikulum pendidikan untuk
meningkatkan kapasitas mengenai hukum antariksa. Laporan lengkap
Direktur OOSA sebagaiman dimuat dalam Lampiran 3.
Symposium on Legal implications of space applications for global climate
change
6.
Pada sidang hari pertama dan kedua tanggal 31 Maret dan 1 April 2008
(sore hari) telah berlangsung symposium dengan tema “Legal implications of
space applications for global climate change”, yang disponsori oleh International
Institute of Space Law (IISL) dan European Centre of Space Law (ECSL).
Simposium ini terdiri dari 2 sesi yang dipimpin oleh Dubes Peter Jankovowitsch
(Austria) untuk sesi Principles and Rules (pada hari pertama) dan Mr. Sergio
Marchisio (President ECSL) untuk sesi Institutions and Instruments (pada hari
kedua).
Bahan
lengkap
symposium
dapat
diperoleh
pada
website
http://www.unoosa.org/oosa/COPUOS/legal/2008/symposium.html.
7.
Berdasarkan hasil simposium tersebut terdapat beberapa pandangan
sebagai berikut :
a.
Space monitoring (pemantauan antariksa) didasarkan pada infrastruktur di
antariksa, terintegrasi dalam sistem-sistem observasi bumi, telekomunikasi
dan navigasi.
Pemantauan antariksa tentang perubahan iklim dan
pembangunan berkelanjutan menggunakan peralatan yang komplek dan
studi secara reguler yang pada intinya memuat dua masalah utama yaitu:
1)
Space monitoring or satellite monitoring bukan (belum termasuk)
konsep hukum, karenanya tidak
tunduk dalam
UN Principles
Relating to Remote Sensing of the Earth from Outer Space, 1986.
(GA Resolution 41/65);
2)
Space monitoring sesungguhnya suatu kegiatan penginderaan jauh,
karena itu Space monitoring perubahan iklim dan pembangunan
berkelanjutan harus dilakukan sesuai dengan Prinsip-prinsip
Penginderaan Jauh Bumi dari Antariksa, 1986.
b.
Paling sedikit terdapat 4 alasan yang menyebabkan data perubahan iklim
dan pembangunan berkelanjutan tersebut terbuka yaitu :
1)
merupakan kepentingan publik yang fundamental, sesuai dengan the
Convention on Climate Change dinyatakan bahwa “the change in the
Earth climate and its adverse effects are a common concern of
humankind”.
2)
Sesuai dengan Konvensi Perubahan Iklim, semua Negara khususnya
Negara
berkembang,
memerlukan
akses
untuk
keperluan
pembangunan ekonomi dan social (all countries, especially
3
3)
4)
developing countries, need access required to achieve sustainable
social and economic development).
Semua Konvensi tentang Perubahan Iklim dibentuk untuk
kemanfaatan saat ini dan generasi mendatang umat manusia (”for
the benefit of present and future generations of humankind);
Dalam bulan April 2007, Dewan Keamanan PBB telah mengakui
ancaman sejumlah dampak yang disebabkan perubahan iklim,
dengan tidak hanya konsekuensi pada lingkungan yang serius, social
dan ekonomi, tetapi juga implikasinya pada perdamaian dan
keamanan;
c.
The Convention on Climate Change menyatakan satelit sebagai alat utama
untuk observasi iklim global, tetapi terkait peristilahan, seperti Prinsipprinsip Penginderaan Jauh tidak menggunakan istilah ”space monitoring,
dia hanya mengacu pada istilah ”systematic observation and development
of data archives” dan The Convention on Climate Change menggunakan
istilah ”data collection and systematic observations”. Sedangkan The 1997
Kyoto Protocol to the Convention on Climate Change, menggunakan istilah
“on emission limitation and reduction commitments” untuk pengertian yang
sama dengan”systematic observation and development of data archives”.
d.
Beberapa aturan terkait hukum, kebijakan dan pedoman dalam masalah
perubahan iklim yaitu :
1)
Kyoto Protocol
2)
Principles Relating to Remote Sensing of the Earth from Outer Space
3)
WMO Resolution 40
4)
Montreal Protocol
5)
Agreement Between US NOAA and EUMETSAT on Joint Transition
Activities Regarding Polarorbiting Operational Environmental Satellite
Systems
6)
Disasters Charter
7)
Group on Earth Observations Data Principles (in Progress)
e.
Beberapa prinsip dalam ketentuan antariksa internasional terkait
perubahan iklim yaitu :
1)
Outer Space Treaty, 1967
 Free exploration and use of outer space (Art. 1)
 International cooperation (Art. 1,3,9)
 Due regard to interests of all other States (Art. 9)
2)
UN Remote Sensing Principles (1986)
 Benefit and interests of all countries berhadapan dengan prinsip
Sovereignty mengenai :
 Access rights: Property position of holder of data (IV) … left
open;
 Equality and equity: promotion of international cooperation
“shall be based in each case on equitable and mutually
acceptable terms.” (V); _ _ norm of equality in OST; “nondiscriminatory basis” (XII) “cost terms”… left open
 Disclosure of RS environmental “information”… no mention of
cost, leads that info obligations are established at no cost:
environmental info is given special status of “public good”
4
f.
Pemantauan antariksa adalah suatu alat utama dalam semua sistem-sistem
yang telah berkembang dan menata carbon capture, storage and
sequestration (CCS) yang merupakan bagian fundamental untuk tujuan
kesimabungan bumi menyeluruh (Space monitoring is one of the major
tools in all systems to be developed and deployed for carbon capture,
storage and sequestration (CCS), which are fundamental for the Earth's
global sustainability objectives).
Mata agenda 5:
General exchange of views
8.
Dalam mata agenda ini, pada umumnya baik negara-negara maju maupun
berkembang menekankan pentingnya prinsip penggunaan antariksa untuk
maksud damai yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat manusia,
pentingnya pematuhan pada perjanjian-perjanjian keantariksaan di bawah
kerangka PBB dan menghimbau agar negara-negara yang belum meratifikasi
segera meratifikasi treaties dimaksud. Sejalan dengan hal tersebut menekankan
kembali bahwa kerjasama internasional dan capacity building merupakan elemen
penting dalam mencapai tujuan dimaksud. Selain itu, juga menyambut baik kerja
Subkomite dalam pengembangan hukum internasional di bidang antariksa.
9.
Secara khusus, banyak negara menyambut baik dibahasnya mata agenda
baru mengenai capacity building in space law dan general exchange of
information on national legislation relevant to the peaceful exploration and use of
outer space. Beberapa negara memandang memang sudah saatnya membahas
kontribusi aplikasi antariksa pada penyelesaian masalah perubahan iklim dalam
simposium IISL/ECSL. Disampaikan pula dukungan terhadap penyelenggaraan
simposium. Namun demikian, seperti sudah diduga sebelumnya, masih terdapat
perbedaan pandangan dalam penentuan masalah defenisi dan/atau delimitasi
antariksa. (penjelasan masalah ini akan diuraikan lebih rinci dalam pembahasan
mata agenda 8).
10.
Subkomite menyambut baik disahkannya resolusi 62/101 Majelis Umum
PBB tanggal 17 Desember 2007 yang berjudul “Recommendations on enhancing
the practice of States and international intergovernmental organizations in
registering space objects” dan Resolusi 62/217 tanggal 22 Desember 2007 yang
mengesahkan “the Space Debris Mitigation Guidelines of the Committee on the
Peaceful Uses of Outer Space“.
11.
Dapat dilaporkan pula bahwa Kanada menyampaikan usulan disusunnya
skema pengaturan lalu lintas antariksa.
AS merujuk pada tindakannya
menembak satelitnya sendiri pada bulan Februari lalu dan melaporkan bahwa
pihaknya bersedia menjalankan tanggung jawab sesuai Liability Convention dan
Rescue Agreement namun telah dikonfirmasi bahwa tidak ada debris yang jatuh
ke bumi. Malaysia melaporkan rencana peluncuran RazakSat tahun 2008 ini dari
Kepulauan Marshall; satelit ini akan digunakan untuk kepentingan kehutanan,
perikanan dan keamanan. Negara tersebut juga tengah menyusun draft
perundangan antariksa nasional dan membangun komunikasi satelit terbatas
(secure satellite communication).
12.
Secara khusus, dalam mata agenda General Exchange of Views tersebut
Delegasi RI menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
5
a.
Sebagai Negara pihak pada empat UN treaties on auter space yaitu Outer
Space Treaties, Rescue and Return Agreement, Liability Convention dan
Registration Convention, dalam kegiatan keantariksaannya, Indonesia
secara konsisten menerapkan ke empat UN Treaties dimaksud.
b.
Menekankan posisi dasar Indonesia bahwa antariksa hanya digunakan
untuk maksud damai dan bagi kepentingan serta kesejahteraan umat
manusia.
c.
Menekankan kembali perlunya pembahasan definisi dan delimitasi ruang
angkasa, mengingat tanpa adanya definisi yang jelas tentang hal ini akan
membawa ketidakpastian hukum dalam penerapan hukum antariksa dan
hukum udara.
d.
Menekankan bahwa penggunaan GSO harus ditujukan untuk kepentingan
semua Negara dengan menerapkan prinsip-prinsip equitable access bagi
semua Negara dengan memperhatikan kebutuhan dan kepentingan Negara
berkembang termasuk posisi geografis beberapa Negara.
e.
Mendukung pandangan Komite bahwa capacity building, pelatihan dan
edukasi di bidang hukum antariksa memegang peranan penting bagi
pengembangan kegiatan keantaariksaan di tingkat nasional, regional dan
internasional khususnya melalui pemajuan kerjasama dan bantuan kepada
Negara berkembang.
f.
Dalam rangka memenuhi kewajiban terkait pendaftaran benda antariksa,
Indonesia telah menetapkan LAPAN sebagai institusi yang akan menangani
hal ini dan saat ini sedang mempersiapkan hal-hal terkait pendaftaran
tersebut
g.
Menginformasikan kerjasama Pemri dan UNOOSA dalam menyelenggarakan
Regional Wokshop on Integrated Space Technology Applicatons to Water
Resources
Management,
Environmental
Protection
and
Disaster
Vulnerability Mitigation yang akan diselenggarakan di Jakarta 7-11 Juli
2008.
h.
Terkait dengan isu perubahan iklim, menginfomasikan bahwa Indonesia
telah membuat rencana aksi yang pada prinsipnya terdiri dari mitigasi dan
adaptasi dari berbagai sektor dan pembangunan kapasitas institusi guna
mendukung implementasi dari program mitigasi dan adaptasi lingkungan
hidup. Dalam kaitan ini Indonesia mengamati dengan seksama diskusi pada
symposium on legal implication of space application for global climate
change.
Statement lengkap Delegasi RI dan point of intervention sebagaimana
dimuat dalam Lampiran 4.
Mata agenda 6:
Status and applications of the five United Nations
treaties on outer space
13.
Pembahasan mata acara ini dilakukan baik dalam pertemuan pleno maupun
di tingkat pokja yang dipimpin oleh Vassilios Cassapoglou dari Yunani. Beberapa
negara menyampaikan dukungannya pada perjanjian-perjanjian PBB mengenai
antariksa ini dan sebagian menyampaikan bahwa dukungannya tersebut
mencakup pula kesediaan untuk mereview perjanjian untuk membuatnya sesuai
perkembangan jaman dan lebih menarik bagi negara-negara nonpihak untuk
menjadi pihak.
14.
Di tingkat pleno, Rusia dan China melaporkan bahwa keduanya tengah
mengajukan draft Treaty on the Prevention of the Placement of Weapons in Outer
6
Space, the Use of or Threat to Use Force against Outer Space Objects (PPWT)
dalam sidang pleno Conference on Disarmament di Jenewa.
15.
Berdasarkan catatan Sekretariat diinformasikan bahwa sampai dengan
tanggal 1 Januari 2008 jumlah negara yang telah meratifikasi dan
menandatangani 5 perjanjian PBB tentang keantariksaan, adalah : (i) Outer
Space Treaty, 98 negara dan 27 negara, (ii) Rescue Agreement, 90 negara dan
24 negara, (iii) Liability Convention, 86 negara dan 24 negara, (iv) Registration
Convention, 51 negara dan 4 negara, dan (v) Moon Agreement, 13 negara dan 4
negara. Penambahan baru terjadi pada : Turkey aksesi Liability Convention
1972, dan ratifikasi Rescue Agreement 1968, Aljeria mengaksesi Registration
Convention, 1975.
16.
Salah satu isu yang dominan adalah pembahasan mengenai kemungkinan
perlu disusunnya suatu instrumen hukum antariksa internasional yang
komprehensif. Terkait isu ini masih terdapat perbedaan pandangan negara-negara
sebagai berikut :
a.
Kazakhstan, Rusia dan Ukraina sebagai negara yang mengajukan proposal
kuesioner mengenai kemungkinan opsi pengembangan hukum antariksa
internasional secara komprehensif (Questionnaire on the possible options
for future development of international space law, A/AC.105/C.2/L.259).
Usulan ini sebagaimana dimuat dalam Lampiran 5.
b.
Negara yang menentang usulan ini adalah Amerika Serikat.
17.
Isu lainnya yang juga dibahas dalam agenda ini adalah mengenai
rendahnya partisipasi Negara pada Moon Agreement 1979. Sehubungan dengan
isu ini, dan sesuai dengan kesepakatan sidang Subkomite tahun 2007, Sekretariat
OOSA menyiapkan dokumen yang berjudul “Activities being carried out or to be
carried out on the Moon and other celestial bodies, international and national
rules governing those activities and information received from States parties to
the Agreement Governing the Activities of the States on the Moon and Other
Celestial Bodies about the benefits of adherence to that Agreement“
(A/AC.105.C.2/L.271 and Corr.1). Catatan sekretariat ini pada intinya memuat
sejarah pembentukan Moon Agreement 1979, mulai sejak pembahasan sampai
pembentukan dan perkembangan ketaatan negara-negara yang sampai dengan
tahun 2008 ini baru 13 negara meratifikasinya. Berdasarkan hasil pembahasan
disepakati agar document paper yang telah disiapkan Sekretariat tersebut agar
disempurnakan dengan lebih memperinci data-data dan kegiatan-kegiatan yang
telah dan akan dilakukan di Bulan. Diharapkan dengan document paper yang
lebih komprehensif tersebut diskusi dapat berjalan lebih efektif.
Catatan
Sekretariat OOSA ini sebagaimana dimuat dalam Lampiran 6.
18.
Di samping itu, terkait masalah Moon Agreement ini 7 negara pesertanya
yaitu Austria, Belgium, Chile, Meksiko, Belanda, Pakistan dan Filipina telah
mempelopori dikeluarkannya pernyataan bersama yang berjudul “Joint statement
on the benefits of adherence to the Agreement Governing the Activities of the
States on the Moon and Other Celestial Bodies by States Parties to the
Agreement“. Pernyataan bersama ini dimuat dalam Doc. A/AC.105/C.2/2008/
CRP.11
tertanggal
2
April
2008
dan
diperbaiki
dengan
dokumen
A/AC.105/C.2/L.272.
Dokumen ini memuat informasi antara lain (i) latar
belakang, (ii) sifat pernyataan bersama ini yang bukan merupakan posisi bersama
atau bukan pihak yang berwenang menginterpretasikan Moon Agreement atau
resolusi lain terkait dengan itu (iii) rasional dan pernyataan bersama tentang
7
manfaat kepatuhan terhadap Moon Agreement 1979.
Dokumen pernyataan
bersama ini sebagaimana dimuat dalam Lampiran 7 dan 8.
19.
Sehubungan dengan dokumen tersebut terdapat pandangan negara-negara
sebagai berikut:
a.
Negara-negara memandang bahwa sudah saatnya negara-negara pihak
mendorong tingkat ratifikasi dan implementasi lebih tinggi atas perjanjian
ini. Brazil mendukung pandangan ini;
b.
AS menyatakan bahwa AS belum merafitikasi Moon Agreement dan
menganggap bahwa non-adherence terhadap Moon Agreement tidak
mengganggu kegiatannya di bulan;
c.
Belanda mengajukan ide kemungkinan perlunya Sekjen PBB adakan review
conference; hal ini dimungkinkan bila 4 negara (sepertiga negara pihak)
meminta hal ini dan didukung oleh 7 negara pihak, mengingat seluruh
negara pihak adalah 13 negara.
d.
Algeria lebih lanjut mengusulkan agar LSC menyusun dokumen singkat
yang menjelaskan manfaat ratifikasi setiap perjanjian antariksa.
20.
Sehubungan dengan butir 19c di atas, telah muncul usulan Austria dan
didukung oleh beberapa negara untuk menyelenggarakan simposium khusus
tengtang Moon Agreement dengan judul “Interdicipliner Academic Seminar to low
participation of the Moon Agreement 1979“. Terkait usulan ini, mengenai waktu
penyelenggaraannya masih terdapat perbedaan pandangan apakah pada waktu
sidang ke-51 Komite Juni 2008, atau sidang S&T 2009 atau sidang SLC 2009.
Namun demikian terdapat kesepakatan bahwa seminar tersebut harus melibatkan
teknisi, lawyer, politisi, ekonom, dan pengambil kebijakan.
21.
a.
b.
Mata
Pada Sidang ke47 ini, Working Group menyepakati hal-hal sebagai berikut :
Pada sidang ke-48 tahun 2009, working group tidak membahas daftar
pertanyaan dalam questionaire tetapi akan membahas hukum antariksa
internasional yang berlaku saat ini, dan pilihan-pilihan yang mungkin untuk
pengembangannya dimasa datang, apabila diperlukan.
Pada sidang ke-48 tahun 2009 , working group melanjutkan kembali
pembahasan tentang Moon Agreement dengan penekatan pada 4 hal pokok
sebagai berikut :
1)
memusatkan pada kegiatan-kegiatan di bulan dan benda langit
lainnya yang dilakukan saat ini dan dalam waktu dekat (masa
depan):
2)
mengidentifikasi manfaat kepatuhan pada Moon Agreement 1979;
3)
mengidentifikasi aturan internasional dan nasional yang mengatur
kegiatan pada bulan dan benda langit lainnya.
4)
meneliti apakah aturan internasional yang ada cukup mengatur
kegiatan-kegiatan di bulan dan benda langit lainnya.
agenda
7:
Information on the activities of international
intergovernmental
and
non-governmental
organizations relating to space law
22.
Pembahasan mata acara ini diisi oleh berbagai presentasi dari organisasi
internasional yang terdiri dari International Institute of Space Law (IISL),
International Law Association (ILA), International Organization of Space
Communications dan European Center of Space Law,, International Mobile
8
Oganization (IMSO), yang pada pokoknya menjelaskan kegiatan masing-masing
organisasi internasional ini baik yang telah berlangsung, saat ini dan rencana ke
depan terkait hukum antariksa serta menekankan komitmen untuk
terus
menjalin kerjasama dengan Subkomite.
23.
Dalam kaitan ini negara-negara termasuk AS telah menyampaikan
statement yang pada pokoknya menyampaikan appresiasi kepada
aktivitas
sejumlah organisasi internasional yang memegang peranan penting dalam
pengembangan hukum internasional di bidang antariksa umumnya. Laporan
lengkap dari organisasi internasional ini sebagiamana dimuat dalam Lampiran 9
s/d 12.
24.
Subkomite menyampaikan apresiasinya kepada IISL dan ECSL yang telah
menyelanggarakan simposium yang berjudul “Legal implications of space
applications for global climate change“.
Yang merupakan perluasan aspek
implikasi hukum penggunaan aplikasi antariksa untuk perubahan iklim.
Subkomite juga menyepakati bahwa IISL dan ECSL untuk menyelenggarakan
simposium lain tentang hukum antariksa pada sidang ke-48 Subkomite Hukum
tahun 2009.
Mata agenda 8: Matters relating to:
(a)
The definition and delimitation of outer space
25.
Pembahasan masalah definisi dan delimitasi antariksa dilakukan dalam
bentuk pembahasan di tingkat pleno dan working group yang dipimpin oleh Jose
Monserrat Filho dari Brazil.
26.
Dalam pembahasan mata acara ini, Negara-negara secara umum
menyampaikan antara lain (i) pentingnya pembahasan masalah definisi dan
delimitasi antariksa, (ii) Negara-negara berkembang masih mendorong
dilanjutkannya pembahasan definisi dan delimitasi antariksa. (iii) Beberapa
negara seperti Kolombia dan Indonesia menyampaikan pandangan untuk mulai
secara serius membahas masalah ini (iv) negara yang memandang perlunya
memfokuskan pada langkah praktis dalam menentukan definisi dan delimitasi
antariksa. (v) Di lain pihak, negara maju seperti Amerika Serikat dan Perancis
tetap berpandangan bahwa tidak diperlukan definisi dan delimitasi antariksa
tersebut, karena dipandang akan counter-productive terhadap perkembangan
teknologi antariksa yang sudah berjalan selama ini.
27.
Pada sidang ke-47 Subkomite Hukum tahun 2008 ini, berdasarkan hasil
diskusi dalam working group disepakati hal-hal sebagai berikut:
a.
b.
c.
Menunda undangan kepada negara anggota untuk menyampaikan
preferensinya berkenaan dengan jawaban Negara Anggota terhadap
pertanyaan tentang aerospace objects, sebagaimana dimuat dalam
dokumen A/AC.105.C.2/L.249 dan Corr.1 dan Add.1, 2;
Menunda undangan kepada Negara anggota Komite untuk menyampaikan
proposal mengenai kriteria untuk
menganalisa jawaban terhadap
pertanyaan tentang aerospace objects.
Menunda undangan kepada Negara anggota untuk menjawab pertanyaan
tentang isu-isu hukum yang mungkin berkenaan dengan aerospace object.
9
d.
e.
Ada 45 Negara yang sudah menjawab
kuesioner.
Working group
menyepakati bahwa pembahasan isu aerospace objects harus ditunda
sampai kejadian baru muncul untuk membahas isu ini kembali;
Melanjutkan mengundang Negara anggota Komite untuk menyampaikan
informasi mengenai peraturan perundang-undangan nasionalnya atau
praktek-praktek nasional yang ada atau yang sedang dikembangkan, yang
secara langsung atau tidak berkaitan dengan definisi dan/atau delimitasi
antariksa dan udara, dengan memperhatikan tingkat perkembangan
teknologi antariksa dan penerbangan yang dapat diduga;
Melanjutkan penyampaian kepada pemerintah negara anggota PBB, melalui
sekretariat, pertanyaan berikut :
1)
“Does your government consider it necessary to define outer space
and/or to delimit air space and outer space, given the current level of
space and aviation activities and technological development in space
and aviation technologies? Please provide a justification for the
answer”. (Apakah pemerintah anda memandang perlu untuk
mendefinisikan antariksa dan/atau pembatasan ruang udara dan
antariksa, berikan status kegiatan dan perkembangan teknologi
keantariksaan dan ruang udara saat ini dan perkembangannya?
Jawaban hendaknya dengan melampirkan alasan hukum (a
justification).
2)
“Does your government consider another approach to solving this
issues. Please provide a justification for the answer”. Apakah
pemerintah anda sedang mempertimbangkan pendekatan lain dalam
memecahkan masalah ini, Jawaban hendaknya dengan melampirkan
alasan hukum (a justification).
28.
Di
samping
itu,
Ketua
Working
Group
mengusulkan
untuk
menyelenggarakan suatu pertemuan ilmiah (a scientific meeting) pada sidang ke48 Subkomite Hukum tahun 2009. Dalam pertemuan ilmiah tersebut working
group akan mendengarkan presentasi oleh negara anggota tentang posisi negaranegara mengenai mengenai definisi dan delimitasi antariksa. Namun demikian,
usulan ini tidak mencapai konsensus tentang perlunya menyelenggarakan
pertemuan ilmiah tersebut,
(b)
The character and utilization of geostationary orbit, including
consideration of ways and means to ensure the rational and
equitable use of the geostationary orbit without prejudice to the
role of the International Telecommunication Union.
29.
Dalam pembahasan mata acara ini, beberapa negara menyampaikan
pernyataan pandangannya yang pada umumnya disampaikan dalam pandangan
umum. Adapun inti dari pandangan yang disampaikan adalah (i) pembahasan
mata acara ini adalah penting untuk dibahas, (ii) dalam pengaturan penggunaan
GSO hendaknya memperhatikan ketentuan ITU, dilakukan dengan menerapkan
prinsip equitable manner dengan memperhatikan kepentingan negara
berkembang dan negara yang mempunyai posisi geografis khusus.
30.
Dalam pembahasan masalah ini Kolombia mengingatkan agar Subkomite
kembali berpedoman pada beberapa kesepakatan yang telah diperoleh baik pada
sidang Subkomite Ilmiah dan Teknik maupun pada Sidang Subkomite Hukum dan
10
Sidang COPUOS tentang rumusan teks dan rumusan teknis dalam penggunaan
GSO.
31.
Di samping hal tersebut, pada pembahasan mata acara agenda sidang ke48 tahun 2009, muncul usulan (Yunani) agar judul agenda sidang tentang GSO ini
ditambahkan dengan orbit-orbit lainnya (tidak hanya orbit GSO). Namun usulan
ini ditentang oleh Kolombia karena latar belakang pembahasan mata acara ini
hanya menekankan pada masalah orbit GSO bukan orbit keseluruhan. Ketua
Subkomite juga mengingatkan bahwa kesepakatan untuk mata acara reguler
item, hendaknya merupakan konsensus negara anggota sesuai dengan
mekanisme yang telah berlangsung selama ini. Sidang sepakat pembahasan
masalah ini, masih akan berlangsung pada sidang ke-48 Subkomite Hukum tahun
2009.
Mata agenda 9: Review and possible revision of the principles Relevant
to the Use of Nuclear Power Sources in Outer Space.
32.
Tujuan pembahasan
pada mata acara ini ialah untuk meninjau
kemungkinan revisi prinsip-prinsip “Nuclear Power Sources in Outer Space (NPS)”
yang telah disahkan oleh PBB dengan resolusi 47/68, 1992.
33.
Dalam pembahasan mata acara ini, Subkomite mencatat pandangan yang
disampaikan negara sebagai berikut :
a.
Pentingnya upaya pencegahan penggunaan sumber tenaga nuklir di
antariksa sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati dalam
Resolusi Majelis Umum tentang NPS.
b.
Pentingnya pemenuhan standar keselamatan apabila NPS tetap digunakan
dalam kegiatan keantariksaan.
c.
Mengingat Subkomite Ilmiah dan Teknik, masih membahas masalah ilmiah
teknis penggunaan tenaga nuklir di antariksa, maka revisi terhadap
“Principles Relevant to the Use of Nuclear Power Sources in Outer Space”
belum diperlukan, dan menunggu sampai Subkomite Ilmiah dan Teknik
menyelesaikan rencana kerjanya yang baru disepakati pada tahun 2007.
34.
Subkomite Ilmiah dan Teknik, UNCOPUOS dan IAEA telah menyepakati
“The Safety Framework for Nuclear Power Source Applications in Outer Space“.
Kerangka kerja keselamatan aplikasi sumber tenaga nuklir di antariksa ini
merupakan konsensus teknis dari kedua organisasi ini. Kerangka kerja ini
dimaksudkan untuk digunakan sebagai suatu pedoman nasional yang
menyediakan petunjuk sukarela dan bukan secara hukum mengikat berdasarkan
hukum internasional.
35.
Kerangka kerja keselamatan tersebut hendaknya pelengkap the Principles
Relevant to the Use of Nuclear Power Sources in Outer Space (General Assembly
resolution 47/68) mengenai disain, pengembangan, dan penggunaan NPS di
antariksa serta akan meningkatkan tanggung jawab pemerintah dan organisasi
internasional untuk memenuhi persyaratan keselamatan berkenaan dengan
penggunaan NPS di antariksa. Kerangka kerja ini akan terus didiskusikan oleh
joint expert group untuk penyempurnaannya.
36.
Khusus mengenai draft Safety Framework on the Use of NPS in Outer
Space, Subkomite Hukum sepakat untuk menunggu hasil pembahasan dan
11
penyempurnaan yang masih berlangsung antara IAEA dan Subkomite Ilmiah dan
Teknik.
Mata
agenda
10:
Examination and review of the developments
concerning the draft protocol on matters specific to
space assets to the Convention on International
Interests in Mobile Equipment.
37.
Pembahasan mata acara ini, dilakukan hanya pada sidang pleno. Dalam
pembahasan mata acara ini negara-negara pada umumnya menyampaikan
dukungan atas upaya Unidroit dalam penyusunan draft Protocol on Matter Specific
to Space Assets, dan menyampaikan pandangan bahwa Protocol Space Assets
akan meningkatkan aspek financial bagi asset antariksa melalui pembentukan
kepentingan jaminan internasional di dalamnya dan akan mempunyai dampak
positif pada kegiatan komersialisasi, sehingga menjadi subject yang menarik
untuk didiskusikan;
38.
Semenjak Sidang Ke-43 Subkomite Hukum dan Sidang Ke-46 Komite
(UNCOPUOS) tahun 2003, sampai dengan Sidang Subkomite Hukum tahun 2008
ini pembahasan difokuskan pada : (a) Consideration relating to the possibility of
the United Nations serving on supervisory autority under the preliminary draft
protocol, dan (b) Consideration relating to the relationship between the terms of
the preliminary draft protocol and the rights and obligations of States under the
legal regime applicable to outer space.
39.
Berkaitan dengan supervisory authority, pandangan yang disampaikan oleh
negara-negara pada umumnya mengulang kembali hal-hal yang telah
disampaikan pada sidang terdahulu sebagai berikut:
a.
Asumsi PBB sebagai pelaksana fungsi supervisory authority hendaknya
didukung, melalui OOSA-nya. Hal ini akan meningkatkan peran PBB dalam
meningkatkan kerja sama internasional untuk kemanfaatan semua negara
dan mendorong perluasan pengembangan hukum internasional dan
kodifikasinya.
b.
Penunjukan ICAO sebagai supervisory authority dalam protocol aircraft,
telah menunjukan bahwa tidak adanya hambatan hukum yang mencegah
badan khusus dalam sistem PBB untuk melakukan peran tersebut. Hal ini
dengan alasan bahwa peran supervisory authority berdasarkan draft
protocol tidak dapat dikelompokkan sebagai “commercial” dan karena itu
tidak termasuk di luar mandat PBB.
40.
Pada pembahasan mata acara ini, Unidroit yang diwakili oleh Sergio
Marcisio menyampaikan 2 kemajuan perkembangan pembahasan draft protocol
space assets sebagai berikut :
a.
Pertama pada pertemuan di New York tanggal 19 dan 20 Juni 2007, yang
menyepakati tentang kriteria hak-hak debitur dan hak terkait lainnya yang
paling tepat untuk berbagai kelompok space assets. Untuk kepentingan
registrasi space assets perlu dikembangkan hak-hak kreditur sehubungan
dengan space assets yang melayani kepentingan umum.
b.
Kedua adalah dibentuknya kembali working group expert dan telah
melakukan konsultasi yang menyepakati dua hal (i) tindak lanjut dari
kesepakatan di New York dan (ii) mencari cara baru dalam rangka
mencapai konsensus antar pemerintah. Tindak lanjut ini akan dibahas
12
pada steering committee di berlin tanggal 7-9 Mei 2008.
Laporan Unidroit sebagaimana dimuat dalam Lampiran 13.
Mata agenda 11: Capacity building in space law
41.
Pembahasan mata agenda ini berawal dari usulan Afrika Selatan pada
tahun 2007 yang kemudian disepakati sebagai mata acara single isu dan tahun ini
untuk pertama kalinya dibahas dalam Subkomite Hukum COPUOS.
42.
Dalam pembahasan mata acara ini beberapa negara menyampaikan
pandangan antara lain:
a.
mendukung tepat dibahasnya mata acara ini pada sidang ke-48 Subkomite
hukum tahun 2009;
b.
memandang mata acara ini sangat penting terutama bagi negara
berkembang dalam membantu mereka mengembangkan atau menyusun
hukum nasionalnya;
c.
Dalam rangka pembangunan kapasitas hukum di bidang antariksa sangat
diperlukan yaitu:

Dokumentasi terhadap penyelenggaraan seminar, simposium dan
workshop;

Peluang akses terhadap penyelenggaraan, proceeding, dan material
yang dibahas terutama bagi negara berkembang dan negara yang
belum atau mengembangkan hukum antariksa;
d.
Dalam pembangunan kapasitas di bidang hukum antariksa hendaknya
memperhatikan kaitan antara hukum internasional publik, space law dan
semua aspek hukum yang relevan.
43.
Sehubungan dengan kesepakatan tahun 2007 agar Sekretariat OOSA
mengeksplorasi kemungkinan pengembangan kurikulum sebagai dasar kursus
tentang hukum antariksa yang dapat digunakan khusus untuk kemanfaatan
negara berkembang melalui inisiasi studi hukum antariksa, bila perlu, di dalam
kegiatan pada pusat regional untuk pendidikan iptek antariksa yang berafiliasi
PBB, Sekretariat telah melakukan the First United Nations Experts Meeting on
Promoting Education in Space Law, Wina, tanggal 3-4 Desember 2007.
Pertemuan ini menyepakati hal-hal sebagai berikut :
a.
Untuk kepentingan kursus tentang hukum antariksa perlu ditetapkan 2
modul yang saling melengkapi yaitu : (i) modul satu memuat tentang
ajaran mengenai konsep dasar hukum internasional termasuk pengenalan
tentang regim hukum yang mengatur kegiatan antariksa. (ii) modul kedua,
penyedian informasi tentang hukum internasional dan aturan khusus yang
berlaku saat ini terkait dengan kegiatan pusat-pusat regional seperti
penginderaan jauh, GIS, satelit meteorologi dan perubahan iklim, satelit
komunikasi, dan ilmu atmosfir dan antariksa.
b.
Bacaan pertama draft silabus dari masing-masing modul dan kompilasi
daftar sumber referensinya;
c.
Membentuk tim kerja lebih kecil untuk pengembangan lebih lanjut sillabus
dari masing-masing modul dan melengkapi daftar sumber referensinya;
d.
Peserta akan berkomunikasi melalui elektronik dan pertemuan disela-sela
pertemuan tahun 2008 serta mengesahkan bacaan kedua silalbus pada
awal tahun 2009.
Laporan pertemuan pakar tentang peningkatan pendidikan dalam hukum
antariksa sebagaimana dimuat dalam Lampiran 14.
13
44.
Di samping itu, terkait mata acara ini, negara-negara juga
menginformasikan rencana penyelenggaraan simposium, seminar atau workshop
terkait space law pada tahun 2008.
Mata agenda 12: General exchange of information on national legislation
relevant to the peaceful exploration and use of outer
space.
45.
Mata agenda ini juga untuk pertama kalinya dibahas dalam Subkomite
Hukum, dan diharapkan dapat membantu negara-negara yang akan menyusun
atau memperbaharui perundangan nasionalnya.
46.
Dalam pembahasan mata acara ini, beberapa negara yang menyampaikan
hukum nasional keantariksaannya secara tertulis adalah Amerika Serikat,
Germany, Czech Republic, Nicaragua, Turkey, Ukraina, Maroco, Belanda, Federasi
Rusia. Khusus Belanda dan AS di samping secara tertulis juga menyampaikan
melalui presentasi dari pakar negara tersebut. Laporan tentang hukum nasional
negara-negara
sebagaimana
dimuat
dalam
Doc.
AC.105/912
dan
A/Ac.105/C.2/2008/CRP.9 dan Journal of Space Law Vol 34 No.1 tahun 2008
(Lampiran 15 s/d 17)
47.
Beberapa hal penting yang perlu dicatat terkait informasi peraturan
perundang-undangan nasional yang disampaikan negara-negara adalah :
a.
Pada umumnya negara-negara membentuk peraturan perundang-undangan
nasional dengan melandaskan pada ketentuan keantariksaan yang telah
mereka ratifikasi dan bagaimana bentuk implementasinya di tingkat
nasional;
b.
Pada umumnya pembentukan peraturan nasional tersebut selalu dikaitkan
pada kegiatan antariksa yang menjadi fokus dari negara tersebut dan
penting diatur di tingkat nasional;
c.
Di samping itu, juga terdapat alasan lain yaitu dalam rangka pemenuhan
kewajiban internasional negara tersebut sebagai negara pihak perjanjian
keantariksaan internasional.
48.
Pada sidang ke-47 Subkomite Hukum tahun 2008 bahwa Ketua working
Group mata acara ini dipimpin oleh Ms. Irmgard Marboe (Prof dari University of
Austria). Merupakan chairman working group kedua wanita setelah wakil dari
Aljir.
Adapun tujuan sidang pada mata acara ini adalah “Examination, in a
working group, of the responses received in order to develop an understanding of
the manner in which Member States have regulated governmental and nongovernmental space activities“;
Mata agenda 13:
Proposal to the Committee on the Peaceful Uses of
Outer Space for new items to be considered by the
Legal Subcommittee at its forty-eight session.
49.
Mata acara ini akan membahas draft provisional agenda Sidang ke-48
Subkomite Hukum tahun 2009 untuk kemudian akan diusulkan kepada Komite
pada sidangnya yang ke-51 yang akan berlangsung di Wina, Austria, Juni 2008.
Subkomite mencatat beberapa usulan agenda baru sebagaimana dimuat dalam
14
Non-paper yang berjudul
(Lampiran 18 dan 19).
“Informal
Consultations
on
New
Agenda
Items
50.
Berdasarkan hasil konsultasi informal dan pembahasan dalam Subkomite
disepakati penambahan agenda baru dengan judul “General exchange of
information on national mechanism relating to space debris mitigation measures”.
Mata acara ini diusulkan oleh Italia dan didukung Amerika Serikat, Belanda,
Perancis, Afrika Selatan dan Austria.
51.
Di samping itu, terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas untuk
menjadi agenda sidang tahun berikutnya. Namun demikian di antara mata acara
yang terdapat dalam daftar ini, khusus untuk usulan Perancis yang berjudul
“Space debris“, proposed by France and supported by member and cooperating
States of ESA, ditarik kembali dari daftar tersebut oleh pengusulnya. Di samping
itu, juga terdapat usulan Chili yang memasukkan dalam daftar isu dengan judul
“Legal implications of space applications for global climate change“. Berdasarkan
hal tersebut maka daftar isu yang akan dibahas pada sidang-siadang berikutnya
adalah :
a.
Review of the Principles Governing the Use by States of Artificial Earth
Satellites for International Direct Television Broadcasting, with a view to
possibly transforming the text into a treaty in the future, proposed by
Greece;
b.
Review of existing norms of international law applicable to space debris,
proposed by the Czech Republic and Greece;
c.
Matters relating to the Principles Relating to Remote Sensing of the Earth
from outer space, proposed by Chile and Colombia;
d.
Review of the Principles on Remote Sensing, with a view to transforming
them into a treaty in the future, proposed by Greece;
e.
The appropriateness and desirability of drafting a universal comprehensive
convention on international space law, proposed by China, Greece, the
Russian federation and Ukraine;
f.
Legal implications of space applications for global climate change, proposed
by Chile.
Kesimpulan dan Tindak Lanjut
52.
Sidang berlangsung dengan lancar dan Vladimir Kopal telah memimpin
sidang ini dengan penekanan pada diskusi interaktif. Dengan demikian, meskipun
kebanyakan delegasi membacakan posisi nasional, pembahasan berlangsung
secara dinamis.
53.
Pembahasan mata agenda „definisi dan delimitasi antariksa“ pada sidang
tahun berikutnya terhadap beberapa isu yang menjadi perhatian negara-negara
telah terjadi penundaan untuk sementara waktu. Sejauh ini, substansi jawaban
dari 45 negara yang telah menyampaikan tanggapan dan analisa OOSA terhadap
jawaban tersebut berkaitan dengan pertanyaan tentang aerospace objects belum
dapat memberikan kejelasan mengenai arah penyelesaian masalah definisi
dan/atau delimitasi. Oleh karena itu, fokus pembahasan masalah definisi dan
delimitasi telah disepakati untuk diarahkan pada isu sebagaimana tersebut dalam
butir 27 d dan e di atas. Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia yang sangat
consent dengan masalah ini hendaknya berupaya untuk dapat memenuhi
himbauan OOSA sebagaimana tersebut di atas.
15
54.
Mengingat status Indonesia telah menjadi negara pihak pada the Cape
Town Convention dan Aircraft Protocol (telah meratifikasinya), maka sebaiknya
Wakil Indonesia dapat berpartisipasi pada pembahasan intersesi masalah protocol
space assets yang diselenggarakan Unidroit tersebut (minimal diwakili kedutaan
setempat) dan berpartisipasi penuh pada pertemuan yang direncanakan
diselenggarakan di Berlin, tanggal 7-9 Mei 2008.
55.
Sehubungan dengan statement Indonesia yang memuat informasi bahwa
“di tingkat nasional, LAPAN telah disepakati untuk melaksanakan pendaftaran
benda antariksa ke PBB berdasarkan Registration Convention, 1975“, hendaknya
Indonesia (LAPAN) menyampaikan secara resmi kepada OOSA mengenai hal
tersebut. Di samping itu, dalam penyampaian informasi mengenai register
nasional benda antariksa, hendaknya mulai memperhatikan substansi yang
termuat dalam resolusi 62/101 Majelis Umum PBB tanggal 17 Desember 2007
yang berjudul “Recommendations on enhancing the practice of States and
international intergovernmental organizations in registering space objects”.
56.
Dalam rangka pembangunan kapasitas di bidang hukum antariksa,
hendaknya Indonesia juga dapat berpartisipasi dalam workshop, simposium,
seminar yang terkait dengan hukum antariksa yang diselenggarakan oleh OOSA
dan negara lainnya.
57.
Dalam pembahasan mengenai agenda untuk pertemuan Subkomite Hukum
tahun 2009, telah disepakati mata acara baru dengan judul “General exchange of
information on national mechanism relating to space debris mitigation measures”.
Demikian laporan ini disusun, semoga dapat dijadikan bahan dalam rangka
tindak lanjut di tingkat nasional.
Jakarta, 10 April 2008
Yang melaporkan :
Delri ke Sidang ke-47 Subkomite Hukum, UNCOPUOS
Wina, Austria, 31 Maret – 11 April 2008
Mardianis, SH. MH
Akhmad Subekhi, SH
James Sianturi, SH
16
Download