MITIGASI DAERAH RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODA SELF-POTENSIAL Muhammad Hamzah, S.1,3, Santoso, D.1, Parnadi, W.W.1, Sulistijo, B.2, Jhonlister2 1. Department Geophysics Engineering ITB 2. Department Mining Engineering ITB 3. Physics Department, Hasanuddin University Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia. 3) e-mail : [email protected] Sari Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan ataupun percampuran keduannya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Pemicu longsoran dapat berupa peningkatan kandungan air dalam lereng sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan ikatan tanah dan akhirnya mendorong butiran-butiran tanah untuk longsor. Peningkatan kandungan air ini disebabkan oleh perembesan air hujan ke dalam lereng. Antisipasi akan bencana tanah longsor sangat penting dilakukan untuk menghindari kerugian yang besar melalui program mitigasi bencana alam. Antisipasi dini bahaya tanah longsor dapat dilakukan dengan metoda self-potensial (SP) karena salah satu sumber potensial alami adalah adanya pergerakan air dalam tanah. Oleh karena itu, perembesan air hujan ke dalam lereng sebagai pemicu longsoran dapat dideteksi dengan metoda SP. Daerah rawan longsor yang perlu dipetakan dengan metoda SP adalah daerah permukaan pergeseran atau daerah yang mengalami gangguan kestabilan dari penyusun lereng yang dominan dilalui perembesan air hujan karena dapat memberikan respon SP yang tinggi. Makalah ini akan menguraikan tentang peranan metoda SP dalam mitigasi bencana tanah longsor terkait dengan perembesan air hujan yang mengganggu kestabilan lereng. Keyword: self- potensial, longsor, perembesan air hujan Pendahuluan Konsep penanganan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik. Salah satu konsep penanganan bencana adalah paradigma mitigasi, yang tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerahdaerah rawan bencana, mengenai pola-pola –pola yang dapat menimbulkan kerawanan. Paradigma lain adalah pengurangan resiko yang bertjuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan resiko terjadinnya bencana. Hal terpenting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek dari penaganan bencana dalam proses pembangunan. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana kewenangan penanganan bencana menjadi tanggungjawab daerah, maka sudah selayaknnya pemerintah pusat mulai meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakatnnya untuk dapat secara mandiri mengatasi permasalahan bencana di daerahnya. Oleh, karena itu, maka pendekatan melalui paradigma pengurangan resiko merupakan jawaban yang tepat untuk melakukan upaya penanganan bencana pada erah otonomi daerah. Dalam paradigma ini, setiap individu, masyarakat di daerah diperkenalkan dengan berbagai ancaman yang ada di wilayahnnya, bagaimana cara mengurangi ancaman (hazards) dan kerentanan (vulnerability) yang dimiliki, serta meningkatkan kemampuan (capacity) masyarakat dalam menghadapi setiap ancaman. Bumi memiliki sifat dinamis dalam ruang dan waktu, yang menyebabkan fenomena destruktif. Fenomena destruktif dapat menjadi sumber bencana alam apabila terjadi di wilayah berpenduduk atau di wilayah tanpa penduduk tetapi memiliki imbas terhadap wilayah berpenduduk. Sebagai contoh, tanah longsor yang terjadi di hulu sungai di Rembon kabupaten Tanah Toraja Sulawesiselatan yang membendung air sungai beberapa saat yang kemudian menghasilkan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 yang menewaskan 3 orang. Antisipasi yang perlu diambil untuk mengurangi atau mengeliminir kerugian yang lebih besar dilakukan melalui program mitigasi bencana alam yang mencakup berbagai bidang ilmu baik sains maupun sosial. Selanjutnya akan diuraikan peranan geofisika secara khusus metoda self-potensial dalam program mitigasi bencana tanah longsor yang setiap tahun menjadi ancaman yang serius di negeri kita Indonesia. Data dan Metoda Self-potensial dalam Mitigasi Tanah Longsor Gerakan material pembentuk lereng yang dapat berupa suatu lereng batuan, tanah, bahan timbunan dan kombinasi dari material-material tadi dimana kekandasan geser terjadi pada permukaan gelincir tertentu (Santoso, 1991). Berbagai bencana alam longsoran cukup penting karena distribusinya yang merata di seluruh wilayah tanah air. Beberapa daerah yang memiliki daerah kerawanan gerakan tanah itu adalah NAD, Sumut, Bengkulu, Sumbar, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jateng, DIY, Jatim, Bali, Sulsel, Sulawesi Utara, NTB, NTT serta Papua dan Irian Barat. Daerah yang memiliki tingkat kerawanan gerakan tanah tinggi antara lain di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jabar, Jateng, Jatim, Sulut dan Sulsel. Longsor merupakan gejala alam untuk mencapai kondisi kestabilan kawasan . Seperti halnya banjir, sebenarnya gerakan tanah merupakan bencana alam yang dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan dengan besar curah hujan. Dan lagi pula, secara alamaiah telah nampak, bahwa suatu kawasan memiliki tatanan geologis lebih mudah longsor dibanding daerah lain. Batuan yang mudah desintegrasi, pola patahan batuan, perlapisan batuan, ketebalan tanah lapuk, kemiringan curam, kandungan air tinggi dan getaran gempa merupakan sifat geologis yang mempengaruhi proses longsoran, manusia dapat sebagai factor pemacu proses longsoran, misalnya secara sengaja melakukan penambahan beban, penambahan kadar air, penambahan sudut lereng. Karena faktor kadar air merupakan hal yang cukup dominan, maka longsor sering terjadi di musim hujan. Banjir dan tanah longsor biasa terjadi di Indonesia dalam musim hujan. Tanah longsor yang dipicu oleh hujan lebat di Banjarnegara, Jawa Tengah, menewaskan paling sedikit 12 orang dan 200 orang hilang dan dikhawatirkan tewas. Hujan deras menyebabkan terjadinya tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Jawa Timur, menewaskan paling sedikit 57 orang dan menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Daerah potensi longsor pada umumnya merupakan daerah di tepi pegunungan terjal. Usaha mitigasi yang dilakukan berupa tindakan pencegahan dengan mempelajari sifat dan mekanisme fisis longsoran serta pembuatan peta zonasi daerah rawan pergerakan tanah, serta tindakan langsung berupa pembuatan bangunan-bangunan penahan, pengurangan beban dan lain-lain. Pembuatan peta zonasi daerah rawan longsoran dapat dilakuan dengan metoda SP. Metoda self-potential (SP) adalah metoda yang didasarkan pada pengukuran perbedaan potensial alami (without any artificial source) yang terjadi antara dua titik di permukaan bumi. Salah satu sumber potensial alami (natural potential) atau SP adalah potensial elektrokinetik yang biasa juga disebut streaming potential. Mekanisme yang terjadi sehingga muncul potensial elektrokinetik adalah berkaitan dengan perembesan air dalam medium berpori. Oleh karena itu, potensial elektrokinetik dapat digunakan untuk mendeteksi perembesan air hujan ke dalam tanah yang menyebabkan tanah rentan terhadap terjadinnya tanah longsor.. Metoda potensial diri cukup menarik, ada beberapa kelebihan yang menyebabkan hal tersebut. Pertama-tama, adalah survei sangat sederhana atau simple, mudah digunakan dan cepat dalam proses pengambilan data. Pengukuran dilapangan mampu dilakukan oleh hanya satu arang saja. Ongkos yang diperlukan sangat murah baik dari pengadaan peralatan survei maupun dalam pelaksanaan survei itu sendiri. Secara kualitatif dapat dengan cepat dilakukan pemetaan bawah permukaan sesuai target yang diinginkan. Metoda potensial diri sangat cocok digunakan dalam monitoring terutama aktivitas geotermal dan aktivitas air tanah. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang potensial elektrokinetik yang muncul karena aliran fluida dalam medium berpori. Diantaranya adalah, aplikasi SP dalam ”geotechnical engineering” untuk studi perembesan air tanah (Moore, 2004). Studi SP untuk mengidentifikasi karakteristik aliran fluida (Nurhandoko dan Ahmad, 2001). Studi SP pengukuran laboratorium potensial elektrokinetik dari aliran fluida melalui medium berpori (Syahruddin et. al., 2007). Self Potensial (SP) yang dibangkitkan oleh aliran air dalam medium berpori yang dikenal dengan potensial elektrokinetik. Persamaan potensial elektrokinetik telah dikemukakan oleh Helmholtz-Smoluchovski dalam (Semyonov, 1980), adalah, V P W (1) dimana ζ adalah potential antara layer + and – (yaitu solid and liquid phases), adalah konstanta dielektrik dari fluida, adalah viscosity dari fluida (ML-1T-1), w adalah conductivity dari fluida (I2T3M-1L-2), P adalah perbedaan tekanan (ML-1T-2), V adalah potential elektrokinetik (mV) Bila koefisien streaming potensial “coupling coefficient” adalah c “didefinisikan sebagai perbandingan antara PE (V) dengan perbedaan gradient tekanan (P) maka koefisien PE dapat ditulis kembali sebagai berikut, c W (2) dimana c adalah koefisien potensial elektrokinetik. Air akan mengalir jika terdapat perbedaan tinggi muka air “hydraulic head”. Menurut hukum Darcy kecepatan aliran air dalam medium sebanding dengan gradient hidrolik. Selisih ketinggian air dibandingkan dengan jarak antara dua titik disebut gradient hidrolik head (H). Karena itu, P=ρgH, dimana ρ adalah densitas dari fluida ( kg/m3), g konstanta gravitasi (9.81 m/s2) dan H adalah ketinggian fluida air atau hydraulic head, persamaan (1) dapat ditulis kembali sebagai berikut, V Dimana r 0 g H C H W (3) ζ adalah zeta-potensial, ε adalah konstanta r dielektrik relative cairan, ε adalah konstanta dielektrik 0 dalam ruang vakum, η adalah viskositas fluida. Selanjutnya, besaran C yang baru ini, didefinisikan sebagai konstanta konduktivitas elektrohidrolik. Persamaan (3). Persamaan (3) dikenal pula dengan persamaan HelmoltzSmoluchowski (Overbeek, 1952). Aliran air tanah secara normal telah dapat digambarkan oleh hukum Darcy: Q A k kg P H K H (4) dimana Q adalah debit aliran (volume/waktu), A adalah luas penamapng, k adalah permeabilitas iitrinsik, dan K adalah konduktivitas hidrolik. Q/A = v adalah kecepatan Darcy dalam cm/s. Anomali self-potensial pada persamaan (3) dihubungkan dengan persamaan hukum Darcy dalam persamaan (4) akan diperoleh persamaan berikut, v K H K C V memberikan respon SP yang besar. Oleh karena itu, metoda SP cocok digunakan untuk pembuatan peta zonasi permukaan gelincir daerah-daerah yang rawan terjadinya longsoran. Evaluasi kondisi suatu daerah rawan longsoran dengan metoda SP dapat dilakukan minimal satu atau dua kali pengukuran di lapangan. Bila dilakukan hanya satu kali pengukuran sebaiknya dilakukan pada musim penghujan untuk memetakan daerah yang banyak merembeskan air. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensip dilakukan paling tidak dua kali pengukuran. Pertma, dilakukan pengukuran SP pada musim kemarau. Kedua, melakukan pengukuran pada musim penghujan. Hasil pemetaan distribusi SP permukaan pada dua musim tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi daerah tersebut. Apakah daerah yang ditinjau tersebut terbentuk permukaan geseran (berupa rekahan) atau sejauh mana daerah tersebut meluluskan air ke dalam tanah. Daerah yang akan diukur terlebih dahulu dilakukan grid dengan ukuran beberapa meter sesuai dengan ketelitian yang diinginkan dan luasan daerah yang disurvei. Jika daerah yang disurvei cukup luas maka ukuran grid dapat diperbesar untuk melihat kecenderungan regional daerahdaerah rawan longsor dan jika daerah yang di survei berukuran kecil dapat langsung di grid dengan ukuran kecil kemudian diukur bagaimana distribusi SP di permukaan tersebut. Selanjutnya dapat langsung di evaluasi kecenderungan data SP untuk dapat di interpretasi apakah ada kerawanan longsoran atau tidak. Sebagai contoh data, telah dilakukan pengukuran SP di daerah Palalangon Bandung pada bulan Mei 2008. Topografi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Sedangkan hasil pengukuran distribusi SP permukaan dapat dilihat pada Gambar 2. Luas daerah yang disurvei adalah 55 x 40 m2 derngan spasi elektroda 5m. (5) dimana v adalah laju aliran fluida air (LT-1), k permeabilitas intrinsik, (L2), K konduktivitas hidrolik (cm/det), viscosity dari fluida (ML-1T-1), C koefisien potensial elektrohidrolik (mVolt/cm), V adalah gradient potensial elektrokinetik (MLI-1T-3). Persamaan (5) menyatakan hubungan antara kecepatan aliran fluida dengan anomali potensial elektrokinetik atau SP dalam medium. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kecepatan aliran berbanding lurus dengan besarnya SP. Jika kecepatan perembesan air dalam tanah semakin tinggi maka respon potensial di permukaan akan semakin tinggi pula. Permukaan gelincir di daerah yang rentan akan terjadinya tanah longsor sebagai daerah berstruktur lemah yang banyak meluluskan perembesan air hujan atau daerah yang mempunyai kecepatan perembesan yang besar. Daerah yang mempunyai laju perembesan yang tinggi akan Hasil dan Diskusi Berdasarkan kontur SP hasil pengukuran lapangan di daerah Palalangon Bandung pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa pada sumbu horosontal di titik easting 866615 sampai titik northing 9239215 mempunyai nilai SP dari 18 mV sampai 34 mV. Lokasi itu mempunyai SP yang paling tinggi karena merupakan sumber mata air di daerah Palalangon. Sedangkan lokasi yang mempunyai nilai SP yang kecil dari 0 sampai 8 mV merupakan daerah yang relatif kompak dan solid sehingga sulit dilewati perembesan air. Kontur SP Gambar 2 pada arah horisontal di titik easting 800630 sampai easting 800635 mempunyai nilai SP dari 8 mV sampai 20 mV yang membentang sepanjang sumbu vertikal. Pola distribusi SP tersebut diinterpretasikan sebagai zona lemah yang menampung perembesan air dari daerah topografi tinggi ke daerah topografi rendah. Air yang merembes dari daerah topografi tinggi ke daerah topografi rendah tertahan di lokasi yang kompak atau solid yang ditandai oleh nilai distribusi SP yang rendah. Oleh karena itu, daerah pada titik easting 800630 sampai titik easting 800635 pada arah horisontal sepanjang vertikal merupakan daerah berzona lemah yang perlu diwaspadai sebagai daerah yang berpotensi memicu terjadinya longsor di daerah Palalangon Bandung. Kesimpulan Mitigasi tanah longsor adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pengumpulan dan analisis data maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk menghadapi ancaman bencana tanah longsor. Dalam konteks itu, mitigasi daerah rawan longsor menggunakan metoda selfpotensial (SP) sangat cocok digunakan karena metoda tersebut cukup sederhana dan murah baik peralatan survei maupun dalam akuisisi data. Selain itu, Kontur SP suatu daerah dapat langsung dianalisis dan diinterpretasi untuk mengetahui keadaan suatu daerah yang banyak merembeskan air apakah daerah tersebut sebagai zona lemah yang rawan longsor atau tidak. Oleh karena itu, masyarakat secara umum dapat menggunakan metoda SP untuk mengidentifikasi daerah-daerah lereng yang rawan longsor disekitar pemukiman mereka. Gb.1 Kontur Topografi Daerah Penelitian Pustaka Gb. 2 Kontur SP Daerah Palalangon Bandung Moore, J.R., John W., Sanders, John J. C., and Steven D. G. 2004, ( agu) Kim, G., Heinson and Joseph J., 2004, Regolith 2004. CRC LEME, 181-185. Nurhandoko, B.E.B., and Ahmad I.A., 2001, Proceedings The 26th HAGI Annual Meeting October 1-3, 2001, Bidakara complex, Jakarta Santoso, D., 2002: . Penerbit ITB Bandung, 117 Syahruddin, M.H., Santoso, D., Parnadi, W.P., Sulistijo, B. 2007, proceedings Joint Convention Bali, The 32nd HAGI and The 36nd IAGI Annual Convention and Exhibition Semyonov, A.S. 1980: Nedra.