SIG - IPB Repository

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanah Longsor
2.1.1 Definisi Tanah Longsor
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan
bahwa tanah longsor bisa disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan
sebagai masa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir dan kerakal
serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau keluar lereng
karena faktor gravitasi bumi.
Tanah longsor secara umum adalah perpindahan material pembentuk
lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material laporan yang bergerak
ke bawah atau keluar lereng. Secara geologi tanah longsor adalah suatu peristiwa
geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan
besar tanah. Tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
daripada gaya penahan. Gaya penahan pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
bebatuan dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta jenis tanah batuan. Proses terjadinya tanah
longsor dapat diterangkan sebagai berikut : air yang meresap ke dalam tanah akan
menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang
berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan
diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng (Nandi 2007).
2.1.2 Penyebab Tanah Longsor
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) tanah
longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu
terjadinya tanah longsor, yaitu :
a. Faktor alam
Meliputi lereng terjal yang diakibatkan oleh patahan dan lipatan
kulit bumi, erosi dan pengikisan, daerah longsoran lama, ketebalan tanah
pelapukan bersifat lembek, butiran halus, jenuh karena air hujan, adanya
retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik), air (hujan di atas
5
normal, susut air cepat, banjir, aliran air bawah tanah pada sungai lama),
lapisan batuan yang kedap air miring ke arah lereng yang berfungsi
sebagai bidang longsoran.
b. Faktor manusia
Lereng menjadi terjal akibat pemotongan lereng dan penggerusan
oleh air saluran di tebing, tanah lembek dipicu oleh perubahan tata lahan
menjadi lahan basah, adanya kolam ikan, genangan air, retakan akibat
getaran mesin, ledakan, beban masa yang bertambah dipicu oleh beban
kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat karena material
urugan atau material longsoran lama pada tebing, bocoran air saluran,
luapan air saluran, kolam ikan, penggundulan hutan sehingga terjadi
pengikisan oleh air permukaan.
Sedangkan menurut Sadisun (2005) faktor-faktor penyebab tanah longsor
adalah kondisi morfologi (sudut, lereng, relief), kondisi geologi (jenis
batuan/tanah, karakteristik keteknikan batuan/tanah, proses pelapukan, bidangbidang diskotinuitas seperti perlapisan dan kekar, permeabilitas batuan/tanah,
kegempaan dan vulkanisme), kondisi klimatologi seperti curah hujan, kondisi
lingkungan /tata guna lahan (hidrologi dan vegetasi) dan aktivitas manusia
(penggemburan tanah untuk pertanian dan perladangan dan irigasi).
2.1.3 Jenis-jenis Tanah Longsor
Nandi (2007) mengklasifikasikan tanah longsor menjadi enam jenis yaitu :
1. Longsoran Translasi
Jenis longsoran ini berupa gerakan massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk merata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Jenis ini merupakan bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada
bidang gelincir berbentuk rata.
4. Runtuhan Batu
6
Runtuhan batuan terjadi ketika sejumlah besar batuan atau mineral
lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada
lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai.
5. Rayapan Tanah
Rayapan tanah adalah jenis longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir
tidak dapat dikenal. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan
ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon atau rumah miring ke
bawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika masa tanah bergerak didorong
oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
tekanan air serta jenis materialnya. Gerakan terjadi di sepanjang lembah
dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa
mencapai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung
api.
2.1.4 Bahaya Bencana Tanah Longsor
Menurut Nandi (2007) banyak yang ditimbulkan akibat terjadinya tanah
longsor baik dampak terhadap kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan maupun
dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan.
Terjadinya bencana tanah longsor memiliki dampak yang sangat besar
terhadap kehidupan, khususnya manusia. Bila tanah longsor itu terjadi pada
wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, maka korban jiwa yang
ditimbulkannya akan sangat besar, terutama bencana tanah longsor yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diawali adanya tanda-tanda akan terjadinya tanah longsor.
Adapun dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya tanah longsor
terhadap kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Bencana longsor banyak menelan korban jiwa
b. Terjadinya kerusakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan dan
sebagainya.
7
c. Kerusakan
bangunan-bangunan
seperti
gedung
perkantoran
dan
perumahan penduduk serta sarana peribadatan.
d. Menghambat proses aktivitas manusia dan merugikan baik masyarakat
yang terdapat di sekitar bencana maupun pemerintah.
Adapun dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan akibat terjadinya
tanah longsor adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya kerusakan lahan.
b. Hilangnya vegetasi penutup lahan.
c. Tergangunya keseimbangan ekosistem.
d. Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah menipis.
e. Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang lain seperti sawah,
kebun dan lahan produktif lainnya.
2.1.5 Penanggulangan Bencana Tanah Longsor
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) salah
satu upaya untuk menghadapi tanah longsor adalah dengan manajemen bencana.
Manajemen bencana yaitu upaya mitigasi bencana dalam upaya menekan korban
jiwa seminimal mungkin, baik itu bencana gempa bumi, gunung api maupun
tanah longsor. Manajemen bencana meliputi sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana.
Sebelum terjadi bencana cara yang ditempuh antar lain mengembangkan
sistem peringatan dini (early warning system) pada suatu daerah secara optimal
dan terus-menerus, sehingga masyarakat tahu bahwa mereka berada di daerah
rawan bencana, sehingga langkah-langkah sederhana dan praktis dapat mereka
lakukan dalam keadaaan gawat darurat.
Saat terjadi bencana, bagaimana dia dapat menyelamatkan diri dan ke arah
mana, kapan ini harus dilakukan, semua ini harus diketahui masyarakat di daerah
rawan bencana.
Sesudah terjadi bencana, dalam tahap recovery
atau pemulihan,
masyarakat harus tahu dan dilibatkan sebagai subyek untuk melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan pemulihan. Sehingga pada tahap ini, yang pada
umumnya sulit dikoordinasikan dapat dengan mudah dilaksanakan. Sosialisasi
8
dan penyuluhan harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus
sampai dicapai tingkat pengetahuan masyarakat yang optimal tentang bahaya
tanah longsor. Sosialisasi ini diharapkan dapat mengubah budaya masyarakat di
daerah rawan bencana supaya lebih waspada dan peduli. Paling tidak mereka
sadar bahwa mereka berada di daerah rawan bencana.
2.2
Penginderaan Jauh
Lo (1995) menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik
untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak
yang jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk
citra yang selanjutnya diproses dan diiinterpretasikan guna membuahkan data
yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan,
geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lain.
2.3
Sistem Informasi Geografis
2.3.1 Definisi SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta
(2001) merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena
dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang memiliki empat
kemampuan berikut dalam menangani data yang bersifat rutgeografi: (a) masukan,
(b) manajemen data (penyimpanan dan pengambilan data), (c) analisis dan
manipulasi data, (d) keluaran. Selain itu, Barus (1999) mengatakan bahwa SIG
sebagai sarana untuk menyimpan, menggali dan memanipulasi data serta
menghasilkan produk. SIG banyak dimanfaatkan dalam berbagai studi dan
kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan maupun pemetaan bahaya longsoran.
Kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannnya dalam
menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format dan tingkat
ketepatan. Sehingga memungkinkan integrasi berbagai disiplin keilmuan yang
sangat diperlukan dalam pemahaman fenomena bahaya longsoran dapat dilakukan
lebih cepat. Salah satu kemudahan utama penggunaan SIG dalam pemetaan
9
bahaya longsoran adalah kemampuannya menumpangtindihkan longsoran dalam
unit peta terrtentu sehingga dapat dianalisis secara kuantitatif (Barus 1999).
2.3.2 Komponen SIG
Menurut Lo (1995) Sistem Informasi Geografi (SIG) paling tidak terdiri
dari subsistem pemprosesan, subsistem analisis data dan subsistem menggunakan
informasi. Subsistem pemprosesan data mencakup pengambilan data, input dan
penyimpanan. Subsistem analisis data mencakup perbaikan, analisis data dan
keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem yang memakai informasi
memungkinkan informasi relevan diterapkan pada suatu masalah.
Dalam rancangan SIG komponen input dan output data memiliki peranan
dominana membentuk arsitektur suatu sistem. Hal tersebut penting untuk
memahami kedalam prosedur yang dipakai dalam kaitannya dengan masalah
input/output data, juga organisasi data dan pemprosesan data. Ada tiga kategori
data secara luas untuk input pada suatu sistem, yaitu: Alfanumerik, Piktorial atau
grafik dan data penginderaan jauh dari bentuk digital (Lo 1995).
Gistut (1994) dalam Prahasta (2001) SIG merupakan sistem kompleks
yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain
ditingkat fungsional dan jaringan. Sistem ini terdiri dari beberapa komponen,
yaitu:
1. Perangkat keras
SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari
PC (personal computer) desktop, workstation, hingga multiuser host yang
dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan
komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan
(hard disk) yang besar dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang
besar. Walaupun demikian, fungsionalitas SIG tidak terikat secara ketat
terhadap karakteristik-karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga
keterbatasan memori pada PC pun dapat diatasi. Adapun perangkat keras
yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer,
printer, plotter dan scanner.
10
2. Perangkat lunak
SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara
modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap subsistem
diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari
beberapa modul sehingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG
yang terdiri dari ratudan modul program (*.exe) yang masing-masing
dapat dieksekusi sendiri.
3. Data dan Informasi Geografi
SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang
diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimportnya dari
perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan
cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya
dari Tabel-Tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.
4. Manajemen
Suatu proyek SIG akan berhasil jika diatur dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada
semua tingkatan.
2.3.3 Cara Kerja SIG
SIG dapat mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor
komputer yang kemudian mempresentasikan keatas kertas. Tetapi SIG memiliki
kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada lembaran peta kertas. Obyek-obyek yang
dipresentasikan diatas peta disebut unsur peta atau map features (contohnya
taman, sungai, kebun, jalan dan lain-lain). Peta yang ditampilkan bisa berupa titik,
garis dan poligon serta juga menggunakan simbol-simbol grafis dan warna untuk
membantu mengidentifikasi unsur-unsur berikut deskripsinya.
SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai
atribut-atribut basis data. Kemudian SIG membentuk dan menyimpannya dalam
Tabel-Tabel. Setelah itu SIG menghubungkan unsur-unsur diatas dengan TabelTabel bersangkutan. Dengan demikian, atribut-atribut dapat diakses melalui
lokasi-lokasi unsur-unsur peta dan sebaliknya unsur-unsur peta juga dapat diakses
11
melalui atributnya. Karena itu, unsur tersebut dapat dicari dan ditemukan
berdasarkan atribut-atributnya.
SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atributnya
didalam satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut batasbatas administratif, perkebunan dan hutan merupakan contoh layer. Kumpulan
layer tersebut membentuk basis data SIG. Dengan demikian, perancangan basis
data merupakan hal yang esensial didalam SIG. Rancangan basis data akan
menentukan efektifitas dan efisiensi proses-proses masukan, pengelolaan dan
keluaran SIG (Prahasta 2001).
2.4
Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dalam
Studi Pemetaan Tanah Longsor
Sistem informasi geografis saat ini telah banyak berkembang dan
digunakan untuk berbagai hal dalam berbagai disiplin ilmu. Hal tersebut
dikarenakan penggunaannya yang cukup mudah untuk dipelajari dan prosesnya
cukup cepat. SIG dapat diterapkan dalam bidang perencanaan (permukiman,
transmigrasi, rencana tata ruang wilayah, perencanaan kabupaten, relokasi industri
dan pasar), bidang kependudukan dan demografi, bidang lingkungan dan
pemantauannya (pencemaran sungai, danau, laut, evaluasi pengendapan lumpur
atau sedimen baik di sekitar danau, sungai/pantai, pemodelan pencemaran udara,
limbah berbahaya), bidang sumberdaya alam (inventarisasi manajemen dan
kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tat guna
lahan dan analisis daerah bencana alam) dan lain-lain (Prahasta 2001).
Aplikasi SIG dan penginderaan jauh telah banyak dilakukan. Adapun
diantaranya adalah berkaitan dengan lahan kritis baik itu tanah longsor maupun
banjir., yaitu identifikasi dan pemetaan kawasan rawan bencana tanah longsor
dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) (Studi kasus Gunung
Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut). Di daerah sekitar
Gunung Mandalawangi tipe penutupan lahan yang terluas adalah tegalan
(3.860,29 Ha/47,99%) dari tujuh tipe penutupan lahan yang terdapat di daerah
penelitian. Enam diantaranya adalah hutan, kebun campuran, sawah, permukiman,
semak belukar dan tanah kosong. Parameter yang digunakan dalam penentuan
12
kawasan rawan bencana tanah longsor terdiri dari 5 parameter yaitu : penggunaan
lahan, jenis tanah, geologi (bahan induk), curah hujan dan kemiringan lereng.
Berdasarkan parameter tersebut diperoleh peta kerawanan tanah longsor yang
dibagi menjadi empat kelas yaitu kelas kerawanan tanah longsor sangat rendah
(408,96Ha/5,08%), kelas kerawanan tanah longsor rendah (2.340,63Ha/29,10%),
kelas kerawanan tanah longsor menengah (4.901,95Ha/60,93%) dan kelas
kerawanan tanah longsor tinggi (392,02Ha/4,89%). Model penggunaan yang
digunakan dalam menentukan kerawanan tanah longsor adalah bersumber dari
PVMBG tahun 2004 (Febriana 2004).
Download