Penerapan Nilai Kristiani dalam Kehidupan Keluarga Kristen “Studi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
PERAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN NILAI KEADILAN DI
KELUARGA
Dalam bab ini, penulis hendak menjabarkan beberapa pokok utama yang
merupakan point pembahasan yakni: gereja, pendidikan agama Kristen, keluarga,
sosialisasi dan keadilan, oleh sebab ke-lima pembahasan ini memiliki keterkaitan satu
dengan yang lainnya.
2. 1. Gereja Sebagai Persekutuan
Tugas gereja yang senantiasa mengabarkan kabar sukacita melalui pemberitaan
firman di mana melalui firman Tuhan tiap orang percaya dapat mengerti apa yang
diajarkan oleh agama Kristen sebagai suatu hal yang tidak hanya dibaca, didengar dan
direnungkan semata, melainkan juga bagaimana ajaran Kristiani harus diwujudnyatakan
dalam sikap dan tindakan sebagai orang Kristen yang selalu berpedoman akan iman
dalam Yesus Kristus.Gereja yang berasal dari bahasa Portugis Igreja, juga berasal dari
bahasa Yunani Ekklesia atau berarti dipanggil keluar (ek= keluar; Klesia dari kata Kaleo=
memanggil), sehingga memiliki arti kumpulan orang yang di panggil ke luar dunia.
Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang telah dipanggil dari kegelapan untuk
masuk ke dalam kerajaan Yesus Kristus Kol 1:13, lebih dari itu gereja adalah orangorang yang dipanggil untuk bersekutu satu sama lain dan bersekutu dengan Allah dalam
Yesus Kristus.1
L. O. Richards memandang bahwa, pada dasarnya gereja adalah tubuh Kristus di
mana ada hubungan yang organis antara para anggota satu sama lain, selain itu ada saling
1
R.J Porter, Katekisasi Masa Kini, (Jakarta: Cempaka Putih, 1984), hal 148.
13
melayani, tergantung dan saling menguatkan diantara mereka. Gereja sebagai tubuh
Kristus adalah suatu persekutuan iman di mana ada unit yang terkecil mulai dari keluarga
Kristen dan kemudian jemaat lokal.Baik keluarga Kristen maupun jemaat lokal adalah
persekutuan iman dalam tubuh Kristus karenanya adalah pendidik utama.2
Sebagai persekutuan orang-orang percaya, pria-wanita, tua-muda disegala tempat
dan jaman.Gereja terpanggil untuk memberitakan injil kepada segala makhluk Mrk 16:15
yang menampakkan ke-esaan tubuh Kristus dengan rupa-rupa karunia tetapi satu roh 1
Kor 12:4 dan menjalankan pelayanan dalam kasih serta usaha menegakkan keadilan Mrk
10:45;Luk 4:18;Yoh 125:16. Secara Teologis, definisi gereja sebagai “persekutuan orang
percaya”, oleh karena yang telah mempersatukan mereka adalah kepercayaan atau
imannya kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus, inilah yang kita sebut
dengan iman Kristen sebagai respons manusia terhadap Allah. Sebagai persekutuan
orang-orang yang telah diselamatkan berkat kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus,
yang telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa yang kesemuanya
diterima manusia melalui iman.3
Gereja sebagai persekutuan yang dikuduskan dalam kebenaran Yoh 17:17-19,
oleh karena Kristus yang adalah kepala gereja telah menguduskan gereja sebagai umat
kepunyaan-Nya yang diutus kedalam dunia Yoh 17:14-18. Allah yang menjadikan gereja
itu sebagai suatu persekutuan yang mengaku satu tubuh, satu roh dalam ikatan damai
sejahtera dengan memiliki satu harapan, satu Tuhan, satu iman Ef4:4-6. Dengan demikian
gereja itu Esa, kesaksian dihadapan dunia seperti yang terdapat dalam Yoh 17:211. KeEsaan gereja sebagai Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang didasarkan pada
2
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), hal 125.
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994),
hal 65-66.
3
14
persekutuan kasih oleh Kristus menghendaki ke-Esaan sebagai kesaksian kepada dunia
bahwa Yesus Kristus telah diutus oleh Allah dan gereja mendapat tugas untuk dapat
memberitakan
pendamaian
dan
penyelamatan
Allah
bagi
dunia.4Gereja
yang
memilikitugas untuk memberitakan kedatangan Tuhan Yesus dengan menunjukan bentuk
kehidupan yang bermakna dan sesuai dengan maksud Allah yakni hidup dalam kasih,
oleh itu didalam Dia persekutuan jemaat bahkan kita semua menyaksikan bahwa, apa
yang diajarkan melalui kata-kata maupun tindakan-Nya adalah tentang kasih. Itulah
sebabnya Nuhamara mengutip Victor Frankl yang mengatakan bahwa pada hakikatnya
manusia adalah makhluk pencari makna will to meaning dan makna itu ditemukan dalam
kasih dengan mempraktikkannya.5Sebagai suatu persekutuan gereja tentu tidak dapat
dilepaskan dari pekerjaan Roh Kudus sebagai pemberian Allah. Pekerjaan Roh Kudus
dalam setiap pelayanan (ibadah, doa, pemberitaan firman, nyanyian,dll) dalam gereja
sebagai presupposisi dari pekerjaan-Nya dalam hidup diri anggota-anggota jemaat agar
mereka tetap dapat hidup dalam persekutuan jemaat dan memberikan sumbangan pada
persekutuan dan perkembangannya itu.6
Kata gereja yang menurut kata Yunani Kyriake Oikia, yang berarti “keluarga
Allah”, dapat dipahami bahwa gereja digambarkan sebagai keluarga Allah yang memiliki
segi umum dalam dimensi kesatuan, persekutuan, cinta kasih dan komunitas dalam
kehidupan keluarga.7Adapun ikatan antara gereja dan keluarga Kristen dengan
membentuk keluarga sebagai gereja rumah tangga. Dalam gereja rumah tangga,
hendaknya orangtua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama
4
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dalam Kemantapan Kebersamaan Menapaki Dekade Penuh
Harapan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), hal 89.
5
Daniel Nuhamara, M.Th, Pendidikan Agama Kristen Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), hal 62.
6
J. L. Ch. Abineno, Roh Kudus dan Pekerjaan Nya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), hal 93.
7
Maurice Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal 207.
15
bagi anak-anaknya. Gereja rumah tangga adalah bagian dari gereja universal yang
dalamnya kehidupan dikembangkan, dipelihara dan dicintai. Yusak mengutip Bonhoeffer
yang mendefinisikan gereja sebagai persekutuan antar pribadi, yakni persekutuan yang
dibangun oleh kasih agape dengan menekankan wujud relasi aku-engkau bukan lagi
hubungan yang bersifat menuntut tetapi memberi.8 Keluarga di sini adalah sekolah cinta
kasih bagi seluruh anggota gereja. Keluarga adalah sumber cinta kasih dari kehidupan
pasangan suami-istri dan kehidupan baru yang mereka mulai dan pelihara. Tanpa gereja
rumah tangga tidak ada gereja, karena cinta kasih yang merupakan hakikat Allah di
dalam keluarga dijaga agar tetap hidup.9
2. 2. Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga
Pendidikan agama Kristen merupakan proses yang tidak akanada habisnya dalam
kehidupan orang Kristen, di dalamnya terdapat suatu istilah yang terdiri dari tiga konsep
yaitu: Pendidikan, Agama dan Kristen. Pendidikan disini memiliki pengertian yang
beragam.Pendidikan merupakan pembentukan manusia ideal tertentu, pendidikan adalah
suatu kebebasan yang termasuk dalam hak asasi manusia.Manusia bukan suatu barang
jadi melainkan makhluk jadi.Justru
karena manusia adalah makhluk maka ada
pendidikan10. Nuhamara mengutip pendapat Cremin yang mendefinisikan pendidikan
sebagai usaha yang sadar dimana terdapat kesengajaan, sistematis dan berkesinambungan
untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap, nilai,
keterampilan atau kepekaan, maupun hasil apapun dari usaha tersebut. Sedangkan
Whitehead mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan kepada individu menuju
8
Yusak B. Setyawan, Hand-outs Eklesiologi Fakultas Teologi UKSW.
Maurice Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal 242.
10
Broto Semedi, “ Beberapa Catatan Kecil Dalam Memahami Pembaharuan Pendidikan Nasional”, Warta
Gereja, (no. 2 Tahun VI, Keb. 1980), hal 59.
9
16
pemahaman dari seni kehidupan yakni, pencapaian paling lengkap dari berbagai aktifitas
yang menyatakan potensi dari makhluk hidup berhadapan dengan lingkungan
aktual.11Apa yang menjadi tujuan dalam kata “pendidikan” itu juga merupakan dasar
dalam pelaksanaan pendidikan agama Kristen. Sedangkan kata “agama” dalam
pendidikan agama Kristen disini menunjuk pada kata sifat religious“keagamaan” yang
memiliki ke-khususannya, dan dengan kata benda education“pendidikan” ia menunjuk
pada ke-bersamaannya dengan semua pendidikan. Terdapat suatu ke-khususan dalam
pendidikan agama yang menyebabkan pendidikan agama tersebut memiliki fungsi yang
khusus dalam hubungannya dengan pendidikan umum.12Sama halnya dengan kata
“Kristen” sebagai kata sifat dalam pendidikan agama. Jika pendidikan agama dilakukan
oleh persekutuan Kristen dan dari perspektif komunitas agama Kristen, maka istilah yang
tepat untuk menamai usaha pendidikan agama tersebut adalah “Pendidikan Agama
Kristen”Christian Religious Education”. Dengan demikian apa yang diinginkan dalam
pengajaran pendidikan agama Kristen pastinya tidakkeluar dari apa yang sudah Tuhan
kehendaki untuk diketahui terlebih dilakukan manusia dalam kehidupannya. Oleh sebab
itu, selain pendidikan ini diajarkan kepada seseorang mulai sejak usia dini, begitu juga
ketika disekolah maka dalam kehidupan gereja juga merupakan suatu hal yang penting.
Terdapat tiga pengertian dari tujuan Pendidikan Agama Kristen, yaitu:
-
Aims, adalah tujuan yang diusahakan untuk dicapai pada akhirnya (secara mutlak)
atau juga disebut sebagai tujuan akhir ultimate aims.
-
11
Goals, adalah tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu.
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), hal 16.
Thomas H. Groome, Christian Religious Education, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal 31.
12
17
-
Objektif (s), adalah tujuan yang hendak dicapai dalam suatu proses belajar
mengajar dalam satu tatap muka.13
Dengan demikian maka tujuan akhir dari pendidikan secara umum maupun dalam
pendidikan agama Kristen yaitu berhubungan dengan Aims, yakni bagaimana usahausaha yang dilakukan oleh pendidik dalam mencapai sebuah tujuan di masa yang akan
datang yang mempunyai hubungan dengan ke-imanan maupun kehidupan bersama Tuhan
Yesus Kristus. Groome dalam bukunya Christian Religious Education mengungkapkan
bahwa iman Kristen sebagai suatu pengalaman yang nyata mempunyai tiga dimensi yang
esensial, yakni: a. Suatu keyakinan atau kepercayaan (dimensi kognitif), b. Suatu
hubungan memercayakan diri (dimensi afektif), c. Suatu kehidupan yang dijalani dalam
kasih agape (dimensi psikomotorik). Jika tujuan dari pendidikan agama Kristen adalah
iman Kristen, maka ketiga dimensi ini haruslah sama-sama dikembangkan dalam tiga
aktifitas yakni, iman sebagai kepercayaan (Believing), iman sebagai keyakinan (Trusting)
dan iman sebagai tindakan (Doing).
Keluarga merupakan tempat utama dalam tugas mendidik.Sebagai pemberian
Tuhan yang tak ternilai harganya keluarga Kristenlah yang memegang peranan penting
dalam pendidikan agama Kristen.14 Peranan orang tua dalam mengasuh anak-anak
sangatlah penting, bukan hanya anak belajar dan mengalami pertumbuhan di dalam
keluarga, tetapi seluruh anggota keluarga dapat saling belajar dari yang lain melalui
interaksi satu sama lain. Ketika orang tua menjalankan peranan pendidikannya terhadap
anak, ia sendiri juga belajar untuk bertumbuh dalam iman didalam dimensi tindakan,
13
14
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), hal 29.
I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), hal 144.
18
sikap bahkan pengetahuan.15Dalam pendidikan keluarga, ibu merupakan jiwanya.Dari
padanya bergantung pendidikan jasmani, budi pekerti, dan agama. Karenanya timbullah
rasa cinta terhadap ibu, yang kemudian ini akan meluas kepada ayah, dan kepada anggota
keluarga yang lain, kemudian kepada Tuhan sebagai Bapa seluruh umat dan akhirnya
kesesama hidup16. Orang tua dalam sebuah keluarga haruslah memiliki keutamaan dalam
hak dan kewajiban untuk mendidik anak-anak.Arti kata mendidik adalah membantu
dengan sengaja dari pertumbuhan anak dalam mencapai kedewasaan17.Kedewasaan disini
dapat dimengerti secara jasmani maupun rohani.Sedangkan arti mendidik dalam ajaran
dan nasehat Tuhan adalah melatih anak-anak dalam pendidikan Kristen berdasarkan
firman Tuhan.Seperti halnya yang terdapat dalam Amsal Salomo pada penekanan soal
tanggung jawab orang tua dalam mendidik “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu,
dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu”18.Hak dan kewajiban orang tua untuk
mendidik disini tentulah bersifat hakiki dan tidak dapat tergantikan untuk mengarahkan
anak-anak mereka pada tujuan yang dianggap baik, yakni tujuan yang pada akhirnya
berakar pada iman di dalam Tuhan Yesus Kristus melalui persekutuan keluarga Kristiani.
2. 3. Tugas Pendidikan Menurut Alkitab
2. 3. 1. Dalam Perjanjian Lama
Bila kita berbicara masalah pendidikan dalam Perjanjian Lama, maka ayat yang
merupakan pusat pembahasan adalah Ulangan 6:1-7 dan Ulangan 11:18-19. Kedua nats
ini memperlihatkan bahwa Perjanjian Lama, rumah dalam arti keluarga selalu dilihat
sebagai tempat utama untuk memberikan pengajaran. Allah memanggil umatnya untuk
15
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), hal 57.
Agus Sujono, Aliran Baru Dalam Pendidikan, (Jakarta: NV Harapan Masa, 1958), hal 19.
17
R. I. Suharti C. Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Kristen, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1990),
hal 5.
18
Lihat Amsal 1:8.
16
19
mengajarkan apa yang mereka imani kepada anak-anak mereka.19Pengajaran tersebut
adalah Allah yang berpribadi, yang hidup, yang kekal, yang kudus, pengampun, pencipta,
maha sempurna dalam segala hal, tidak pernah berubah, pemurah adil dan benar.Semua
hal tersebut telah dialami oleh umat Israel dari perbudakan di tanah Mesir serta telah
membimbing mereka sampai tiba di tanah perjanjian. Dalam Ulangan 6: 5-7 dikutip:
“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap kekuatanmu.Apa yang kuperintahkan hari ini, haruslah
engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada
anak-anakmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring
dan apabila engkau bangun”.
Ayat tersebut mengungkapkan bahwa jawaban umat Israel terhadap kasih Allah
kepada mereka pertama-tama adalah mengasihi Allah.Selanjutnya kasih mereka kepada
Allah itu diwujudkan dalam bentuk kesediaan mereka untuk mengajarkannya berulangulang, kapan saja, dan di mana saja.Jadi kewajiban mendidik itu tidak dilakukan secara
verbal, tetapi juga contoh hidup kapan saja mereka bersama dengan anak-anak
mereka.Kalau hal tersebut tidak dikerjakan, maka artinya mereka tidak mengasihi Allah,
dengan demikian seorang ayah selain mempunyai fungsi sebagai imam dalam
keluarganya, juga berfungsi sebagai guru.20
2. 3. 2. Dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, nats yang ditampilkan adalah Efesus 6:1-4. Bagian ini
berbicara mengenai rumah tangga atau keluarga sebagai tempat pendidikan iman anak
kepada Tuhan, serta cara hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan mengingat
anak sebagai anugerah pemberian Allah, dapat dipahami bahwa anak harus taat kepada
orang tua di dalam Tuhan.Ungkapan rasul Paulus ini berdasarkan pada hukum Taurat,
19
Ricards, A Theology of Children Ministry, ( Grand Rapios, Michigan: Zondervan, 1983), hal 23-24.
James D. Smart, The Theaching Ministry of the Curch, (Philadelpia: The Westminster Press, 1954), hal
14.
20
20
Taurat dalam Perjanjian Lama. Akibat dari taat kepada orang tua yang kemudian
melahirkan sikap menghormati orang tua, sikap seperti inilah yang akan mendatangkan
kebahagiaan dan panjang umur. Ketaatan pada orang tua bisa terjadi karena ada proses
pendidikan dari orang tua. Materi pendidikan yang diberikan kepada anak-anak adalah
ajaran Tuhan dan nasehat-nasehat-Nya.Memang konteks diatas diberikan dalam konteks
masyarakat yang belum mempunyai sekolah formal, dan gereja pun belum
mengembangkan
agen
pendidikan
untuk
anak-anak
seperti
sekolah
Minggu
misalnya.Akan tetapi lembaga-lembaga seperti itu saat ini telah hadir dalam
masyarakat.Namun perintah itu tetap melekat dalam statusnya sebagai orang tua.Baik hak
maupun kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anak ditarik secara logis dari
kepercayaan bahwa anak adalah karunia Tuhan, melalui orang tua dan ditangan orang
tua.Selain itu pemahaman mendidik disini berhubungan dengan kehidupan konkret
sehari-hari, yaitu dengan memberi teladan.Lembaga-lembaga sosial lain tentunya juga
harus dilihat sebagai tambahan hal pokok diatas, sejauh itu menyangkut iman. Keutamaan
hak juga perlu dikaitkan dengan hakikat politik dari pendidikan, yang dimaksud adalah
intervensi yang sengaja dari seseorang dengan menggunakan kuasa dalam kehidupan
orang lain tersebut kearah yang dikehendaki. Bagaimana pendidikan harus dilihat sebagai
aktifitas politik dalam arti tersebut, dan karenanya ia mempunyai hakikat politis.
Berdasarkan uraian pendek diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa agama
Kristen adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan agama.Agama disini
kita yakini dan dengan segenap penganutnya sekali-kali tidak boleh melupakan
perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Allah bagi mereka melalui
Yesus Kristus.Tidak ada yang lebih berhak daripada orang tua dalam pendidikan anak-
21
anak mereka begitu juga dengan pendidikan agama Kristen yang terdapat dalam
kehidupan keluarga Kristen, dan anak pun tidak dapat menolak hal ini karena di tangan
orang tualah seorang anak dilahirkan dan dipelihara.
2. 4. Keluarga Kristen
Ada banyak pendapat tentang apa itu keluarga. Dalam pengertian sosiologis,
secara umum keluarga dapat didefinisikan sebagai kesatuan sosial yang terikat oleh
hubungan darah dan masing-masing anggotanya mempunyai peranan yang berlainan
sesuai dengan fungsinya.Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang
yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota
merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan dan saling menyerahkan diri.Sedangkan dalam pengertian pedagogis,
keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara dua jenis
manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan untuk saling menyempurnakan diri dan
dalamnya terdapat perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua.Menurut S. Bogardus
keluarga adalah kelompok terkecil yang biasanya terdiri dari seorang ayah dengan
seorang ibu serta satu atau lebih anak-anak yang olehnya ada keseimbangan, keselarasan
kasih sayang dan tanggung jawab serta anak menjadi orang yang berkepribadian dan
berkecenderungan untuk bermasyarakat.21Ada puladefinisi keluarga sebagai kelompok
sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan atau
adopsi.22Sedangkan Freudmendefinisikan keluarga itu terbentuk karena adanya
perkawinan pria dan wanita.Bahwa perkawinan itu berdasarkan pada libido seksualitas,
dan menurut Salvicion dan Celis didalam keluarga terdapat dua atau lebih pribadi yang
21
http://ichwanmuis.com/2010/07/definisi-bentukfungsi-serta-pendekatan-keluarga/diakses pada 11-072012, 10.43.
22
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), hal 7.
22
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dalam satu
rumah tangga yang berinteraksi satu sama lain dan dalam perannya masing-masing yang
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.23Keluarga adalah suatu ikatan
persekutuan hidup yang timbul akibat adanya perkawinan (suami-isteri), sehingga atas
dasar ikatan cinta kasih suami isteri itu muncul relasi antara orang tua dan anak-anaknya
yang merupakan ikatan darah.Ikatan perkawinan merupakan persekutuan yang indah oleh
karena itu Rasul Paulus memberikan makna teologis yang mendalam dengan
menggambarkan persekutuan antara Kristus dengan jemaat-Nya, seperti halnya relasi
antara mempelai laki-laki dan wanita, suatu rahasia besar.24
Dari Pengertian keluargayang telah dipaparkan diatas tentu memiliki perbedaan
sesuai dengan cara pandang masing-masing individu dalam melihat keluarga. Tetapi
penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa keluarga itu terjadi jika terdapat suatu ikatan
(pernikahan, kesepakatan), terdapat suatu hubungan (hubungan darah, adopsi), tinggal
seatap, terdapat interaksi berdasar peran masing-masing, terdapat kebudayaan yang
dipegang bersama, dan terdiri lebih dari dua orang.
2. 5. Fungsi dan Peranan Keluarga
Salah satu lembaga dasar dalam masyarakat adalah keluarga, keluarga yang terdiri
dari suami, isteri dan anak-anak yang masing masing memiliki tanggung jawab
sebagaimana peran yang sudah mereka terima dalam keluarga. Dapat dikatakan keluarga
merupakan lingkungan pertama yang dijumpai oleh seorang anak ketika ia lahir, dan
keluarga merupakan lingkungan pendidikan primer dimana anak-anak memperoleh dasar
23
http://id.wikipedia.org/wiki/keluarga, diakses pada 11-07-2012, 10.58.
Walter Trobisch, I Married You (terj. Hadiwinoto dan Susiloradeyo, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1973),
hal 156.
24
23
keterampilan (sensomotorik), dasar-dasar kecerdasan (bahasa, alam pikiran), dan dasar
nilai hidup (agama, adat, tata kelakuan). Disinilah peran penting dari ayah dan ibu dalam
memberikan pendidikan yang layak sehingga anak-anak mampu melewati setiap tahap
perkembangannya. Anak sebagai buah cinta kasih suami isteri,25kehadiran anak ditengahtengah keluarga membangkitkan kebahagiaan dan tanggung jawab yang baru. Menurut
Gunarso, perkembangan anak berlangsung dalam pengaruh yang ada dalam lingkungan
hidup seseorang.26Melalui pendidikan hendaklah anak-anak dibina sedemikian rupa,
sehingga bila nanti mereka sudah dewasa mereka memenuhi tanggung jawab dalam
mengikuti panggilannya, juga panggilan religius, serta memilih status hidup
mereka.Tugas orang tua untuk mendidik anak-anaknya sungguhlah sangat penting untuk
diperhatikan dalam kehidupan keluarga, oleh karena ini merupakan sifat yang hakiki
berkaitan dengan penyaluran hidup manusia.27Sebab itu beberapa ahli psikologi
berpendapat bahwa permulaan hidup seorang anak sangat tergantung kepada orang tua
yang mengasuhnya.28Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaanpekerjaan yang harus dilakukan.Suatu pekerjaan atau tugas yang harus dikerjakan disebut
fungsi.Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh keluarga itu.
Sebagai salah satu lembaga dasar dalam masyarakat, keluarga merupakan
lingkungan pertama yang dijumpai seorang anak yang selanjutnya anak memperoleh
dasar-dasar ketrampilan, kecerdasan dan nilai hidup. Keluarga yang berfungsi memenuhi
pelbagai kebutuhan manusiawi yang dimulai dari kebutuhan primer, kebutuhan rasa
25
Tondowijoyo, Tuhan Percaya Anda, Liberty (Tahun XXIX, no. 11440), hal 17.
Singgih Gunarso dan Ny. Singgih Gunarso, Psikologi perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1986), hal 6.
27
Maurice Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal 157.
28
Alex Sobur, Pendidikan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hal 5.
26
24
aman, kebutuhan untuk mencintai serta dicintai, kebutuhan akan rasa harga diri sampai
dengan kebutuhan aktualisasi diri.29Menurut Tjandrarinisedikitnya ada delapan fungsi
dari keluarga yang meliputi:30
1. Fungsi Pengaturan Seksual
Kebutuhan seks merupakan kebutuhan biologis semua manusia. Keluarga
merupakan wadah yang sah, baik ditinjau dari segi agama maupun masyarakat
dalam hal pengaturan dan pemuasan keinginan-keinginan seksual. Oleh karena itu
kepuasan seks dalam keluarga besar sekali pengaruhnya dalam membina keluarga
yang sehat, harmonis dan bahagia.
2. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk menghasilkan anggota baru, sebagai penerus bagi
kehidupan yang turun temurun. Bagi keluarga yang tidak mempunyai anak bukan
berarti keluarga memilih untuk bercerai tetapi dapat memilih jalan tengah melalui
adopsi.
3. Fungsi Perlindungan dan Pemeliharaan
Menurut Horton dan Hunt bahwa dalam semua masyarakat, keluarga memberikan
perlindungan
fisik,
ekonomi
dan
psikis
terhadap
anggota-anggotanya.
Perlindungan dan pemeliharaan ini menyangkut kebutuhan jasmani dan rohani.
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan terhadap sandang, pangan dan papan,
sedangkan kebutuhan rohani nampak dalam hal kasih sayang, keamanan,
pendidikan dan lain sebagainya.
29
Anne Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat, (Yogyakarta: BPK
Gunung Mulia, Kanisius, 1992), hal 137.
30
Kristiana Tjandrarini, Bimbingan Konseling Keluarga, (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), hal 7.
25
4. Fungsi Pendidikan
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena anak
mengenal pendidikan pertama kali di dalam keluarga, bahkan anak belajar sejak
dalam kandungan ibunya. Dengan demikian pendidikan dalam keluarga adalah
pendidikan kodrati. Segala tingkah laku orang tua sangatlah berpengaruh terhadap
perkembangan anak karena ayah dan ibu merupakan pendidik dalam kehidupan
yang nyata.
5. Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, di mana
individu belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga
merupakan kelompok primer tempat pembentukan internalisasi norma, kerangka
berpikir, perasaan memiliki dan lain-lain. Menurut Horton dan Hunt masyarakat
pertama-tama mempercayakan kepada keluarga untuk sosialisasi anak sehingga
menjadi orang dewasa yang dapat berfungsi dan sukses dalam masyarakat.
6. Fungsi Afeksi dan Rekreasi
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan pokok akan kasih sayang.
Dengan adanya kasih sayang dalam keluarga maka akan tumbuh juga afek yang
baik dalam keluarga. Hubungan cinta kasih dan afeksi ini merupakan faktor
penting bagi perkembangan anak. Apabila kasih sayang dapat dirasakan oleh
semua anggota keluarga maka akan timbul perasaan puas dan tentram sehingga
timbul kenyamanan dalam keluarga sebagai tempat rekreasi masing-masing
anggotanya.
26
7. Fungsi Ekonomis
Menurut Horton dan Hunt, anggota keluarga bekerja sama sebagai tim dan ikut
andil dalam menikmati hasilnya (ini di dalam kehidupan keluarga dahulu). Tetapi
dalam keluarga zaman sekarang, kebanyakan keluarga yang berfungsi sebagai
penghasil ekonomi adalah orang tua, sedangkan anak-anak sebagai konsumen.
8. Fungsi Status Sosial
Keluarga berfungsi sebagai suatu dasar yang menunjukan kedudukan bagi
anggota-anggotanya. Keluarga akan mewariskan kedudukan kepada anakanaknya, karena kelahiran anggota keluarga biasanya dihubungkan dengan sistem
status ini.
2. 6. Pendekatan Dalam Keluarga
Dengan melihat beberapa fungsi dari keluarga diatas, maka dapat dipahami bahwa
keluarga memiliki tugas dan tanggung jawab yang penting dalam melakukan berbagai
fungsi untuk menjadi keluarga yang utuh.Keluarga adalah sumber pendidikan utama yang
bertujuan bagi perkembangan anaknya secara biologis, psikologis dan sosial.31Sebagai
tempat pembentukan utama, orangtua merupakan saluran kehidupan dalam mendampingi
pertumbuhan anak sampai kehidupan itu mencapai kedewasaan dan menghasilkan buah
atas proses pertumbuhan yang sudah dijalani. Adapun disini proses-proses pendekatan
yang dilakukan dalam memahami suatu keluarga:32
1. Pendekatan Fungsional Struktural
31
32
Singgih, Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977), hal19.
T O, Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal 269-282.
27
Pendekatan ini berasumsi bahwa para individu anggota keluarga bertindak sesuai
dengan seperangkat norma dan nilai yang telah disosialisasikan dalam cara yang
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari sistem yang bersangkutan;diyakini bahwa
tindakan-tindakan yang independen jarang terjadi dan sifatnya adalah asosial.
2. Pendekatan Interaksionis
Menurut pendekatan interaksionis, faktor yang menentukan dalam upaya untuk
memahami perilaku keluarga adalah kajian terhadap interaksi antara para anggota
keluarga dan interpretasi apa yang para individu bersangkutan berikan pada
interaksi tersebut.
3. Pendekatan Konflik
Dalam pendekatan ini konflik dianggap sebagai suatu akibat yang wajar dan
alamiah dari terjadinya interaksi manusia. Oleh sebab itu terdapat penekanan pada
manajemen konflik dan alokasi kekuasaan dan sumber daya dalam keluarga.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajemen konflik, penghindaran dan
penyelesaian konflik adalah proses yang normal dan berkelanjutan dalam sistem
keluarga. Konflik terjadi pada keluarga dalam rangka upaya para anggota
keluarga untuk memperebutkan sumber daya yang langka yaitu hal-hal yang
diberi nilai, seperti uang, perhatian, kekuasaan dan kewenangan untuk memainkan
peranan tertentu.
Setelah melihat beberapa pendekatan dalam keluarga yang sudah dipaparkan
diatas, penulis disini lebih menaruh perhatian pada pendekatan konflik sebagai suatu
pendekatan dalam memahami keluarga yang menekankan manajemen konflik, alokasi
28
kekuasaan dan sumber daya dalam keluarga. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa
manajemen konflik, penghindaran dan penyelesaian konflik adalah proses yang normal
dan berkelanjutan dalam sistem keluarga, karena setiap anggota keluarga menyandang
atau menduduki kedudukan dan status yang berbeda, hal mana merupakan konsekuensi
dari jenis kelamin dan umur yang berbeda, maka keluarga itu mewujudkan suatu sistem
yang hirarkis. Ini menghasilkan suatu sistem yang tidak sama atau asimetri yang
permanen, ketidaksamaan yang melekat pada sistem keluarga inilah yang merupakan
dasar dari konflik. Konflik disini juga merupakan suatu hal yang dianggap dapat
membawa pengaruh positif maupun negatif oleh karena itukonflik merupakan suatu
akibat yang wajar dan alamiah dari terjadinya interaksi.
2. 7. Proses Sosialisasi Dalam Keluarga
Untuk menjadi anggota yang dapat diterima di lingkungan kelompoknya,
seseorang memerlukan suatu kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku sendiri
dalam pandangan orang lain. Apabila sudah sampai pada tingkat tersebut, maka
seseorang dianggap sudah memiliki apa yang disebut sebagai self (diri). Self di sini
terbentuk dan berkembang melalui proses sosialisasi dengan cara berinteraksi dengan
orang lain. Salah satu tanda orang sudah memiliki self ialah mereka yang sudah bisa
bertindak sebagai subjek dan objek sekaligus. Dalam benak individu terjadi proses yang
ditandai oleh tiga tahap, yaitu:33Persepsi, Interpretasi atau Definisi, dan Respon. Berdasar
tiga proses tahapan ini dapat dipahami bahwa, terjadinya proses sosialisasi pada seorang
anak dilakukan setelah dalam dirinya terbentuk self (diri) yang diawali dari cara orang tua
mengekspresikan dirinya, kemudian cara tersebut diidentifikasi dan diinternalisasikan
untuk menjadi peran dan sikapnya yang pada akhirnya akan merespon anak dalam
33
Sosiologi, Terj. Aminuddin Ram dan Tita Sobari, (Jakarta: Erlangga, 1996), hal 106-109.
29
membentuk dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari
ketergantungan dengan orang lain. Hal ini merupakan salah satu perwujudan dari aktifitas
hidup baik aktifitas fisik maupun mental. Aktifitas manusia merupakan salah satu hasil
proses sosialisasi. Masing-masing individu dalam kehidupannya tentu akan mengalami
proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dimana ia berada. Proses
sosialisasi sebagai alat untuk mengkomunikasikan kelakuan yang pantas kepada seorang
individu dalam suatu kelompok tertentu (keluarga, sekolah, gereja) dengan kata
lainsosialisasi adalah proses penyesuaian diri untuk dapat hidup dan bertingkah laku
sesuai dengan norma dan nilai pada kehidupan individu dalam masyarakat. Proses ini
juga berperan dan penting dilakukan dalam sebuah keluarga sebagai proses pembentukan
diri setiap anggota keluarga begitu juga dalam menerapkankeadilan sebagai nilai dasar
kehidupan keluarga Kristen. Ihromi mengutippendapat Zande, sosialisasi adalah proses
interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara berpikir, berperasaan dan berperilaku
sehingga dapat berperan efektif dalam masyarakat, sedangkan menurut Gosalin
sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan,
ketrampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi pada anggota
kelompok dalam masyarakatnya.34
Pendapat lain dikemukakan oleh Buchler yang mengatakan bahwa sosialisasi
adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri,
bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi
dengan kelompoknya.35Selaras dengan Buchler, Soekamto berpendapat bahwa sosialisasi
adalah proses anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
34
T O, Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), hal 30.
Buchler, C & Soekamto, S. Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian. http://id.shvoong.com/socialsciences/sociology/1943452-pengertian sosialisasi. diakses tanggal 27-07-2012, pukul 16.52.
35
30
masyarakat dimana ia menjadi anggota dengan mengkhususkan pada aspek kontak sosial
dan komunikasi.36 Sedangkan Hurlock menyatakan bahwa proses sosialisasi adalah
proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan standar kebiasaan masyarakat atau adat
istiadat sehingga anak mampu bertingkah laku sesuai dengan harapan kelompoknya.37
Hetherington menambahkan bahwa sosialisasi adalah proses pembentukan ketrampilan,
motif, sikap dan perilaku standar pada seseorang supaya dia dapat menyesuaikan diri dan
melakukan peran sosial sesuai dengan tuntutan masyarakatnya.38Sosialisasi yang dialami
oleh individu sebagai makhluk sosial sepanjang kehidupannya, dimana interaksi
merupakan kunci bagi berlangsungnya proses sosialisasi. Oleh sebab itu diperlukan agen
sosialisasi, yakni orang-orang disekitar individu tersebut yang mentransmisikan nilai-nilai
atau norma-norma tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam tahapannya sosialisasi dibedakan menjadi dua tahap, yakni sosialisasi
primer dan sosialisasi sekunder:
- Sosialisasi Primer, sebagai proses sosialisasi yang pertama dijalani individu
semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat. Pada tahap ini proses
sosialisasi primer membentuk kepribadian anak ke dalam dunia umum, dan keluargalah
yang berperan sebagai agen sosialisasi tersebut.
- Sosialisasi Sekunder, ini merupakan proses kemudian yang memperkenalkan
individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya.
Pada tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme dan
36
S. Soekamto, Teori Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat, (Jakarta: Graha Indonesia, 1987).
Hurlock, E, Perkembangan Anak Jilid 2, Edisi 6, (Jakarta: Erlangga, 1999).
38
Hetherington, Child Psychology, A Contempary Viewpoint 3rd edition, (New York: Mc. Graw Hill Book
Company, 1986).
37
31
yang menjadi agen dari sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga
pekerjaan dan lingkungan yang lebih luas dari keluarga.
Melalui pernyataan ini, maka dapat dimengerti sosialisasi sebagai suatu proses
perkembangan atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil interaksi
sosial dan pembelajaran.39 Dan sosialisasi primer merupakan dasar dari sosialisasi
sekunder,
dengan melihat peran yang dilakukan oleh keluarga untuk membentuk
kepribadian seseorang mulai sejak usia dini agar selanjutnya ia dapat beranjak ke dunia
yang lebih luas yakni dalam kehidupan masyarakat.
2. 8. Proses Sosialisasi Pendidikan Agama Kristen di Keluarga
Sosialisasi yang secara sederhana diartikan sebagai proses pendidikan yang
berlaku wajar dengan sendirinya, di mana orang tua, persekutuan, masyarakat
meneruskan pengetahuan, kebiasaan, nilai kepada anak-anak, anggota persekutuan, dan
warga masyarakat, pada pokoknya
hendak menyimpulkan bahwa sosialisasi adalah
gejala kenyataan yang mendukung pemikiran bahwa manusia mampu menyesuaikan diri
dengan masyarakat dan hubungan didalamnya dimana ia hidup. Setiap orang tua
mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kehidupan ini,
kewajiban orang tua dalam proses sosialisasi terhadap anak-anak adalah untuk
membentuk kepribadian dari anak tersebut. Dalam persekutuan Kristen, seperti keluarga
Kristen sosialisasi mengambil tempat yang cukup penting.40Baiklah di sini kita melihat
beberapa pendekatan sosialisasi terhadap pendidikan agama Kristen yang dipaparkan
Atmadja dengan mengutip pendapat para ahli.Bushnel dalam hal ini melihat keluarga
sebagai suatu kesatuan organik. Menurutnya, dalam keluarga anak menerima pendidikan
39
Marilyn M. Friedman, Keperawatan Dalam Keluarga “Teori dan Praktik”, (Jakarta: EGC, 1998), hal
370.
40
N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hal 185.
32
agama Kristen pertama kali sehingga ia bertumbuh melalui proses induksi alamiah
(sosialisasi) dalam iman Kristen. Ada pula Coe yang beranggapan bahwa seluruh jaringan
sosial adalah pendidik dan interaksi sosial merupakan pusat dari pendidikan agama
Kristen. Sedangkan Nelson berpendapat bahwa sosialisasi terhadap iman Kristen dimulai
dari persekutuan Kristen. Westerhoff disini memberikan pendapatnya mengenai
sosialisasi terhadap pendidikan agama Kristen dengan memilih istilah Enculturation,
yakni untuk menunjukan interaksi antar anggota-anggota persekutuan dalam proses
sosialisasi. Berangkat dari pemahaman Westerhoff, Groome mengemukakan pendapatnya
bahwa sosialisasi Kristen sangatlah penting dalam membentuk identitas manusia Kristen,
hanya melalui identitas Kristen itulah iman Kristen dimungkinkan bertumbuh. Selain itu
Groome juga memandang hubungan dialektis persekutuan Kristen dengan konteks sosial,
dan hubungan dialektis persekutuan dengan anggota-anggotanya harus diberi perhatian
yang utama.41 Hubungan dialektis itu harus diusahakan secara sengaja dan tidak boleh
dibiarkan berlangsung sendiri, ini berarti dituntut kesadaran dan kegiatan kritis dari
persekutuan. Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli diatas, penulis disini sependapat
dengan pendapat Groome yang mengemukakan bahwa sosialisasi sebagai proses dalam
membentuk identitas manusia yang dalamnya harus mendapatkan perhatian yang utama
dan proses ini harus terjadi secara sadar dan sengaja.
Proses sosialisasi dalam pendidikan agama Kristen khususnya yang terdapat
dalam persekutuan keluarga Kristenadalah sebagaisuatu proses pendidikan dalam
membentuk identitas Kristen yang dalamnya iman Kristen akan semakin bertumbuh dan
berkembang melalui interaksi dan proses pembelajaran antara anggota keluarga. Dengan
melihat tugas dan tanggung jawab dari orang tua dalam membimbing dan mendidik anak
41
N. K. Atmadja Hadinoto, Dialog Dan Edukasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), hal 186-189.
33
agar mereka dapat menyesuaikan diri terhadap nilai-nilai, kebiasaan, pengetahuan, adat
istiadat yang terdapat dalam kehidupan keluarga.
2. 9. Keadilan Sebagai Nilai Dasar Keluarga
Keadilan adalah konsep nilai moral yang lahir karena manusia hidup dalam
sebuah masyarakat, dan di dalam masyarakat itu manusia mempunyai konsep keadilan
yang lahir dari latar belakang suatu masyarakat yang berbeda-beda antara satu
masyarakat dan yang lain. Itu berarti karakteristik setiap konsep keadilan ditentukan oleh
karakter masyarakatnya.42Dalam kehidupan yang ada pada zaman sekarang, salah satu
kesempatan untuk membina dan membangun kepribadian yang bertumbuh dalam iman
adalah lembaga keagamaan, dalamnya terdapat berbagai nilai yang diajarkan kepada
seseorang. Keadilan sebagai salah satu nilai Kerajaan Allah dalam agama Kristen juga
sebagai nilai dasar dalam kehidupan manusia tentu juga sangat diperlukan dalam konteks
kehidupan keluarga Kristen, yaitu keluarga yang mempercayai Tuhan Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat.43 Keluarga yang demikian itu sudah seharusnya tidak
hanya menerima dan mempercayai keadilan yang berasal dari Allah sebagaimanaterdapat
dan sudah diajarkan dalam Alkitab, melainkan juga memahaminya dengan baik,
menghayati dan berusaha menerapkannya dalam seluruh kehidupan dan kegiatan.
Keadilan merupakan kata sifat secara umum yang dapat dimengerti sebagaisifat adil,
tidak berat sebelah dan sesuai dengan norma Tuhan, dengan demikian keadilan memiliki
makna etis. Hal ini disebabkan karena manusia dikaruniai oleh Tuhan dengan kesadaran
dan etika. Tanpa hukum dan etika tidak ada soal dengan keadilan. Apa yang benar
dihadapan Allah itulah yang adil, sesuai dengan porsi yang dilakukan.Dapat dikatakan
42
Thobias Arnolus Mesakh, Konsep Keadilan Dalam Pancasila, (Salatiga: Satya Wacana University PressProgram Pascasarjana Program Studi Sosiologi Agama, 2007), hal 1.
43
Sutarno, Di Dalam Dunia Tetapi Tidak Dari Dunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal 166.
34
disini keadilan Allah itu hadir dalam kegiatan keluarga, baik sebagai anggota maupun
keseluruhan keluarga tersebut.44Keadilan adalah sebuah konsep yang menunjuk pada
suatu relasi, relasi yang mencakup keseluruhan hidup antara Allah, manusia dan seluruh
ciptaan. Relasi bukan saja secara tehnis-mekanis, tetapi sebagai “nilai” makna yang
dihargai, dihormati dan diakui.45 Dari relasi inilah orang dapat mengetahui dan mengenal
bahwa ada nilai yang substansial dan patut dihargai karena memberi pemaknaan pada
kehidupan. Keadilan juga berhubungan erat dengan tingkah laku yang dapat diterima
dalam sebuah komunitas kecil (keluarga), yang menjamin rasa percaya satu sama lain dan
tidak dapat dinilai dengan materi tetapi dengan hati nurani manusia. Menjadi jelas bahwa
keadilan merupakansatu bentuk kehidupan bersama yang seimbang dalam kepelbagaian
antara satu dengan yang lain, tidak ada yang lebih ringan atau lebih berat, tidak melebihi
apa yang sepantasnya dan seharusnya ada, melainkan semuanya cukup dan tidak kurang
juga tidak lebih “seimbang”. Dengan kata lain, keadilan yang terdapat dalam kehidupan
keluarga disini adalah satu bentuk keadilan yang berasal dari Allah dan sedapat mungkin
diterapkan dalam kehidupan keluarga Kristen agar dalamnya keluarga mengerti dan
memahami bagaimana bertindak secara adil antar anggota keluarga (ayah, ibu, anak,
terlebih dalam mengajarkannya pada anak-anak) dengan tidak menimbulkan sikap iri
hati, cemburu atas setiap perlakuan yang dianggap tidak adil oleh pribadi anggota
keluarga.Keadilan sebagai suatu sikap yang meluap dari cinta kasih terhadap sesama
sangatlah perlu ditanamkan dalam diri seseorang mulai dari usia anak. Melihat
perpecahan dan konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini, lebih
disebabkan oleh adanya ketidakadilan dimana yang kuat akan semakin kuat, yang
44
Ibid, 166.
Al. Andang L. Binawan, Keadilan sosial Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia,
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004), hal 237.
45
35
berkuasa semakin berkuasa, dan yang miskin akan semakin miskin. Ini terjadi akibat
orang-orang yang mementingkan diri sendiri dan egois, dengan tidak melihat kehidupan
orang lain sehingga keadilan semakin menjadi pudar dan tidak dipedulikan. Oleh sebab
itu orang tua mulai dalam kehidupan keluarga dengan penuh cinta kasih perlu
menanamkan kesadaran diri pada anak akan rasa keadilan sejati, yakni nilai yang
membuahkan sikap hormat kepada setiap orang, dan solider dengan tidak melihat ataupun
membanding-bandingkan seseorang berdasar kehidupannya dan menghargai setiap hak
yang dimiliki seseorang. Pada nantinya seorang anak setelah bertumbuh dewasa akan
mewujudkan keadilan itu dalam tingkah lakunya oleh karena semua telah menjadi milik
dan bagian dari hidupnya.
2. 10. Keadilan Menurut Alkitab
2. 10. 1. Dalam Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama keadilan diterjemahkan Tsedaqa dalam Bahasa Ibrani.
Sebagaimana
yang
dinyatakan
dalam
nabi-nabi
Perjanjian
Lama,
misalnya
Yesaya,46Hosea47 dan pe-Mazmur48, bahwa Tuhan yang mewujudkan keadilannya
melalui perbuatan belas kasihan dan tindakan penyelamatan terhadap mereka yang
miskin, lemah, tertindas dan menderita. Allah disini lebih berpihak pada orang-orang
miskin karena mereka miskin dan didiskriminasikan. Itulah sifat Allah, dan apa yang
menjadi perjanjian Allah itu merupakan perjanjian dengan orang-orang miskin agar
mereka dapat hidup sebagai saudara-saudari dalam masyarakat iman yang bersifat
egaliter.
46
Lihat Yesaya 49:14-16.
Lihat Hosea 11: 1-9.
48
Lihat Mazmur 9, 12, 22, 35, 69, 72, 82, 103, 107, 130.
47
36
Allah tidak mengidealisasikan orang miskin dan Allah tidak menentang orang
kaya yang berkuasa. Allah disini lebih menentang struktur-struktur masyarakat yang
mempertentangkan orang kaya dan berkuasa melawan orang miskin yang terbuang.
Dalam pemaparan diatas dapat dipahami bahwa Allah dalam cinta dan belas kasihnya
yang menyelamatkan semua orang tanpa terkecuali melalui Tuhan Yesus Kristus. Inilah
makna khas dari keadilan dalam Perjanjian Lama yang melebihi arti umum keadilan
dalam pemahaman sehari-hari (memberi orang apa yang menjadi haknya, menghukum
orang setimpal dengan kesalahannya).
2. 10. 2. Dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru Paulus menekankan makna keadilan itu sebagaimana
dipahami berdasarkan keadilan Allah dalam Perjanjian Lama.49 Yang menyatakan bahwa
“keadilan (Yunani: Dikaiosune)50 Allah” itu adalah “kuasa Allah yang menyelamatkan”.
berdasarkan hal ini, kebenaran Allah dapat dipahami sebagai keadilan yang
membenarkan semua orang berdosa.51 Terdapat tiga perumpamaan dalam Perjanjian Baru
yang dengan jelas menunjukan pemahaman tentang hubungan antara Allah dan manusia,
hubungan yang berdasar pada tatanan baru keadilan di dunia seperti yang dipikirkan
Yesus.
Dalam Matius 18:21-35, perumpamaan tentang raja yang penuh belas kasih, belas
kasih yang ditunjukan raja sangat luar biasa sebab ia tidak bertindak menurut patokan
manusia. Ia menunjukan belas kasihan kepada hambanya yang mohon belas kasihannya
dan ia menghapus semua utangnya. Dalam Matius 20:1-16, perumpamaan tentang tuan
yang berbelas kasih, tuan pemilik kebun anggur prihatin terhadap orang-orang yang
49
Lihat Roma 1:16,17.
LAI menerjemahkan Dikaiosuneitu dengan “kebenaran”.
51
Lihat Roma 3:21-31;4:5.
50
37
menganggur. Dikisahkan kepada kita bahwa berkali-kali dalam satu hari ia pergi mencari
mereka, mengajak mereka bekerja dikebun anggurnya. Yang terutama dipikirkannya
bukan supaya pekerjaan selesai dikerjakan, melainkan supaya para pekerja memperoleh
upah yang cukup agar keluarga mereka masing-masing dapat hidup sepantasnya.
Keadilan Allah dalam hal ini adalah keadilan yang sesuai dengan kebutuhan orang. Lukas
15:11-32 menceritakan perumpamaan tentang ayah yang penuh pengertian. Sungguhsungguh luar biasa bagaimana ayah itu penuh pengertian terhadap anak laki-lakinya yang
masih muda yang hendak pergi berpetualang. Dalam menyetujui kemauan anaknya ini, ia
mengetahui resiko yang diambilnya sebagai ayah. Ketika akhirnya anak ini kembali
pulang kerumah, ayahnya sama sekali tidak meminta penjelasan, ia semata-mata
mencurahkan cinta dan belas kasih kepada anaknya. Ketika anak laki-laki yang lebih tua
marah terhadap sikap ayahnya atas adiknya, justru ayah ini menerangkan dengan lemah
lembut bahwa yang terpenting ialah adiknya telah kembali.Ketiga perumpamaan ini
mencerminkan konsep Kitab Suci Perjanjian Baru tentang keadilan sebagai “hubunganhubungan yang benar”: belas kasih, bela rasa, penuh pengertian, penuh pengampunan.52
Kehidupan keluarga Kristen yang sudah menerima dan mempercayai keadilan
Allah dalam alkitab, seperti halnya yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru, terlebih dalam usaha menerapkannya pada seluruh hidup dan kegiatannya. Dengan
kata lain keadilan yang berasal dari Allah disini juga hadir dalam kegiatan keluarga, baik
sebagai anggota maupun keseluruhan keluarga tersebut. Untuk itu keadilan sedapat
mungkin ditanamkan dan dihidupkan dalam keluarga, agar setiap keluarga Kristen benarbenar memahami arti keadilan yang diterapkan atau dipraktikkan dalam kehidupan nyata
52
Komisi internasional, Buku Pegangan Bagi Promotor Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan
Ciptaan,(Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal 93.
38
sehari-hari.53 Rasul Paulus dalam surat-suratnya juga memberikan nasihat praktis
mengenai bagaimana sikap dan hubungan antara anggota dalam ikatan rumah tangga.54
Semuanya itu dilandaskan pada nasihatnya yang lebih komprehensif tentang bagaimana
seharusnya sikap para pengikut Kristus terhadap sesamanya seperti yang terdapat dalam
Kolose 3:12-15a. Keluarga Kristen yang mampu menghadirkan makna keadilan dalam
hubungan rumah tangga dapat dikatakan telah menjalankan fungsi sebagai garam dan
terang, sehingga setiap anggota keluarga maupun mereka yang disekitar keluarga akan
melihat perbuatan-perbuatan baik dan secara langsung maupun tidak langsung akan
memuliakan nama Bapa di sorga.55 Dengan memberlakukan keadilan Allah, ini memiliki
arti bahwa seseorang percaya dengan penuh syukur akan perlindungan, penyelamatan dan
berkat-berkat Allah dalam kehidupannya, terlebih berupaya dengan sungguh-sungguh
untuk dapat hidup menurut hukum-hukum Allah sebagai wujud ketaatan kepada-Nya dan
usaha untuk menyaksikan dan memberitakan keadilan kepada sesama dalam lingkup
anggota keluarga.
1. 11. Kesimpulan
Berdasarkan pada pemaparan yang sudah dibahas di atas penulis hendak
menyimpulkan:
1.
Keluarga Kristen sebagai tempat pendidikan utama.
Sebagai tempat pendidikan yang paling utama, keluarga mempunyai tugas
dan peranan penting dalam membentuk identitas diri seseorang mulai sejak usia
anak-anak. Dengan melihat hak dan kewajiban serta peran yang dilakukan oleh
53
Sutarno, Di Dalam Dunia Tetapi Tidak Dari Dunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal 166.
Lihat Efesus 6: 1-9; Titus 2:1-10.
55
Bnd. Matius 5:13-16.
54
39
orang tua dalam mendidik anaknya agar dapat bertumbuh menjadi pribadi yang
bernilai dan berharga sebagaimana yang diharapkan.
2.
Pendidikan Agama Kristen penting untuk diajarkan dalam kehidupan
keluarga.
Pendidikan Agama Kristen merupakan suatu hal yang tidak akan pernah
lepas dalam kehidupan keluarga Kristiani oleh karena ini juga turut membawa
pengaruh dalam kehidupan keluarga. Keluarga di sini merupakan tempat utama
dalam pendidikan agama Kristen. Dalamnya persekutuan keluarga tumbuh
melalui interaksi, tindakan dan pengetahuan yang pada akhirnya mencapai tujuan
untuk hidup sepenuhnya dalam iman kepada Yesus Kristus. Seseorang yang telah
melakukan interaksi dengan berbagai pengaruhnya akan memberikan kesadaran
mengenai adanya nilai-nilai yang ada disekitarnya.
3.
Gereja berperan dalam memperkenalkan nilai Kristiani dalam kehidupan
keluarga Kristen.
Sebagai lembaga yang dalamnya terdapat persekutuan antar pribadi anggota
jemaat, gereja tentunya juga memberi pengaruh bagi kehidupan keluarga maupun
pendidikan agama Kristen. Oleh sebab di dalam gereja berkumpul keluarga Allah
yang bersama-sama bersatu, bersekutu dalam ikatan cinta kasih Allah yang telah
menjadikan gereja itu Esa dengan mengaku satu Tubuh, satu Roh, satu Harapan,
satu Tuhan dan satu Iman yang dikuduskan dalam kebenaran Kristus sebagai
kepala gereja.
4.
Keadilan sebagai nilai yang harus diterapkan dalam kehidupan keluarga
Kristiani.
40
Keadilan sebagai suatu nilai dalam kehidupan manusia di sini juga
merupakan nilai dasar yang ada dalam kehidupan keluarga. Setiap keluarga, yang
dalam hal ini keluarga Kristen seharusnya mampu menerapakan keadilan dalam
hubungan antar anggota keluarga. Keadilan di sini merupakan suatu hal yang
berarti sikap adil yang diwujudkan dengan hubungan timbal balik antara anggota
keluarga agar setiap pribadi anggota keluarga menjumpai suatu keseimbangan
baik dalam sikap, perbuatan maupun tindakan dalam ikatan persekutuan rumah
tangga.
5.
Sosialisasi sebagai proses dalam menerapkan nilai keadilan.
Sosialisasi sebagai proses penyesuaian diri dan proses belajar untuk dapat
hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma pada kehidupan individu
di mana ia berada. Sejak seorang anak dilahirkan ia telah mempunyai sesuatu
sehingga untuk selanjutnya ia melakukan proses penyesuaian antara faktor-faktor
intern dengan pengaruh yang datang dari luar. Selain itu, ia juga dilengkapi
dengan kemampuan tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain. Semakin anak
bertumbuh besar, pengendalian atau pengawasan dari orang tua perlu semakin
ditingkatkan. Dalam proses sosialisasi pada saat bertumbuh kembang ini peran
orang tua sangatlah penting. Peran yang pantas dalam proses sosialisasi ini ialah
sebagai agent of social control terhadap anak-anaknya. Peran itu dilakukan
melalui suatu pengendalian sosial, yakni melakukan cara dalam menerapkan
pengendalian sosial dan mewujudkan pengendalian sosial itu terhadap anaknya.
Melalui upaya pengendalian sosial, sosialisasi sebagai upaya menanamkan nilai
suatu kelompok keluarga mudah dicapai. Arti sesungguhnya pengendalian sosial
41
adalah jauh lebih luas yang meliputi segala proses, baik yang direncanakan atau
tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat
maupun individu yang terdapat dalam anggota keluarga agar mematuhi kaidah
dan nilai sosial yang berlaku.56
Sosialisasi yang dalamnya terdapat interaksi tentu memiliki peranan dalam
kehidupan keluarga Kristen saat ini, terlebih ketika keluarga itu menerapkan keadilan
sebagai nilai yang bersifat hakiki. Sosialisasi yang dilakukan di sini memiliki tujuan agar
setiap anggota keluarga terlebih khusus individu sejak usia dini mengerti dan memahami
apa itu keadilan dalam keluarga mereka, dan bagaimana keadilan itu diterapkan dan
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bilamana keadilan sudah diterapkan maka ini
akan berdampak ketika individu tersebut yang pada nantinya akan melangkah lebih luas
dalam kehidupan di masyarakat. Oleh sebab itu penulis mengungkapkan bahwa keadilan
yang memiliki makna luas di sini sedapat mungkin ditanamkan mulai dari lingkungan
keluarga (Kristen) dengan pemahaman bahwa keadilan hanya berasal dari Allah, ini
bertujuan agar setiap pribadi anggota keluarga mampu melakukannya dalam kehidupan
terhadap sesamanya terlebih dalam masyarakat juga dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang pada masa kini dalamnya nilai-nilai menjadi semakin kabur oleh karena
tidak mendapatkan perhatian yang khusus dan tingkat kesadaran individu yang masih
rendah.
56
Suhendy, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal 105.
42
Download