PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216 ISOLASI DAN PENGARUH PERUBAHAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL TERHADAP KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI FILAMEN Ignasius D.A. Sutapa & Valentinus Maria NRR. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI, Kompleks LIPI – Cibinong Jl. Prof. Dody Tisna Amidjaja, PO. BOX 454, Cibinong – BOGOR Tel./Fax. : 021 – 8757071 / 021 – 8757076, Email : [email protected] Abstrak Sistem pengolahan limbah di PT. Unitex telah mengalami perubahan dalam prosesnya. Pada sistem sebelumnya, proses primer tidak melibatkan koagulan ferro sulfat. Dan pada proses sekunder, walaupun tetap memakai sistem lumpur aktif dengan aerasi diperpanjang, terjadi pengurangan jumlah bak aerasi. Perubahan juga terjadi pada proses tersier. Jika koagulan yang digunakan sebelumnya adalah ferro sulfat, kini digunakan alum sulfat dan polimer. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perubahan sistem instalasi pengolahan terhadap keberadaan bakteri filamen yang mempengaruhi kualitas flok lumpur aktif. Bagaimana kinetika pertumbuhannya dan bagaimanakah pengaruh koagulan ferro sulfat terhadap isolat yang akan didapatkan, mengingat terjadi peningkatan kualitas pengendapan lumpur. Isolasi bakteri filamen dilakukan dengan membuat seri pengenceran dari sampel limbah, lalu diinokulasikan pada medium plate count agar + 1% (v/v) limbah steril. Pemilahan koloni bakteri filamen dilakukan dengan pengamatan morfologi selnya. Koloni yang terdiri dari bakteri filamen disimpan sebagai biakan murni pada medium yang sama. Pada waktu pengambilan sampel limbah dilakukan juga pengukuran parameter fisiko-kimiawi limbah, meliputi pH, temperatur, SV30, MLSS, SVI. Hasil penelitian ini telah berhasil mengisolasi 6 jenis bakteri filamen dalam dua periode sampling. Kondisi operasional sebelum dan setelah perubahan instalasi tampak berbeda dan mempengaruhi bukan saja jenis isolat bakteri yang ditemukan, tetapi juga karakteristik kinetika pertumbuhannya. Tiga isolat yang ditemukan pada periode pertama sampling memiliki waktu generasi antara 36.64 s/d 73.81 jam, sedangkan 3 isolat yang ditemukan dalam periode kedua memiliki waktu generasi jauh lebih rendah 6.53 s/d 10.99 jam. Kondisi tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas flok lumpur aktif yang dihasilkan di akhir proses sebagaimana terlihat dari perbedaan nilai SVI antara dua periode sampling. Isolat bakteri filamen dengan waktu generasi yang lambat menghasilkan flok dengan SVI tinggi (bulking), sedangkan isolat bakteri dengan nilai g rendah bersesuaian dengan kualitas flok yang baik dengan SVI rendah. Kata kunci : lumpur aktif, bakteri filamen, kinetika pertumbuhan 1. Pendahuluan Salah satu masalah penting yang dialami oleh dunia industri adalah pengolahan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair yang dihasilkannya. Limbah cair bila dibuang begitu saja ke lingkungan, tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan pencemaran air tanah, yang diakibatkan oleh berbagai toksikan yang dikandungnya. Selain itu, limbah cair juga dapat mengandung berbagai mikrobia jenis patogen, mengingat limbah tersebut juga mengandung bahan-bahan organik, yang dapat dimanfaatkan oleh mikrobia, tanpa terkecuali yang bersifat patogen, sebagai substrat pertumbuhannya (Prescott et al., 1999; Ingraham and Ingraham, 2000). Sifat limbah cair tekstil sintetik, menurut Hammer dan Hammer (1996) antara lain memiliki kadar Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi (1.500 mg/l), kadar Chemical Oxygen Demand (COD) yang tinggi (3.300 mg/l), total padatan (total solids) yang tinggi (8.000 mg/l), padatan tersuspensi (suspended solids) yang tinggi (2.000 mg/l), kandungan Nitrogen sebesar 30 mg N/l dan pH asam (5). PT. Unitex merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri tekstil. Proses produksi di perusahaan tersebut meliputi pemintalan (spining), pertenunan (weaving), pewarnaan (dyeing) dan JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG E-6-1 penyelesaian akhir (finishing). Adapun limbah cair yang dihasilkan perusahaan tersebut berasal dari proses pewarnaan dan buangan kantin. Limbah tersebut diproses dalam tiga tahap besar, yaitu: 1. Proses primer, yang meliputi penyaringan dengan saringan kasar dan halus, dan koagulasi menggunakan ferro sulfat [Fe2(SO4)3] yang berfungsi untuk mengikat partikel warna. 2. Proses sekunder, yang meliputi proses biologis menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi diperpanjang dan sedimentasi. 3. Proses tersier, yang bertujuan untuk menjernihkan air, dengan menggunakan alum sulfat (Al2SO4) dan menghilangkan busa dari proses sebelumnya, dengan menggunakan polimer positif dan polimer negatif. Sistem pengolahan limbah di PT. Unitex telah mengalami perubahan dalam ketiga proses tersebut di atas. Pada sistem sebelumnya, seperti dilaporkan oleh Sutapa dan Octaviani (2003), proses primer tidak melibatkan koagulan ferro sulfat. Dan pada proses sekunder, walaupun tetap memakai sistem lumpur aktif dengan aerasi diperpanjang, terjadi pengurangan jumlah bak aerasi. Jumlah bak aerasi terdahulu tiga buah. Sedangkan saat ini, jumlah bak aerasi hanya dua buah. Pengurangan jumlah bak aerasi tersebut bertujuan untuk memperbesar daya tampung bak aerasi. Perubahan juga terjadi pada proses tersier. Jika koagulan yang digunakan sebelumnya adalah ferro sulfat, kini digunakan alum sulfat dan polimer. Pengurangan jumlah bak aerasi pada sistem pengolahan limbah tersebut dapat mempengaruhi populasi mikrobia penyusun lumpur aktifnya. Sutapa (2003) melaporkan, bahwa penggunaan bak aerasi yang disusun secara seri dalam jumlah tertentu, dengan jumlah beban organik tertentu dapat mengurangi jumlah bakteri yang terkandung di dalam limbah. Bakteri filamen diketahui sebagai penyebab filamentous bulking pada sistem pengolahan limbah. Kondisi filamentous bulking merupakan kondisi dimana lumpur sulit mengendap. Hal itu disebabkan oleh pertumbuhan bakteri filamen yang tidak terkontrol. Bakteri filamen sendiri diketahui sebagai pembentuk rangka flok (Mulder et al, 1971) . Dalam jumlah terlampau banyak, bakteri tersebut membentuk struktur berpori terbuka, yang menyebabkan flok tidak dapat mengendap (Prescott et al., 1999). Flok akan dapat mengendap dengan baik, bila bakteri filamen hadir dalam jumlah relatif kecil, baik sebagai rangka flok maupun di luar flok (anonim,2001). Baik menurut Pike & Curds(1971) maupun menurut Prescott et al. (1999) serta Sutapa (2002), dalam keadaan bulking, bakteri filamen membentuk massa seperti kumpulan benang yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Penggunaan ferro sulfat sebagai koagulan pada proses primer dalam sistem pengolahan limbah PT. Unitex, terbukti telah meningkatkan kemampuan lumpur untuk mengendap (Sutapa dan Hoerunisa, 2003). Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini, antara lain apakah akan didapatkan isolat yang sama dari sistem pengolahan limbah PT. Unitex tersebut, bagaimana kinetika pertumbuhannya dan bagaimanakah pengaruh koagulan ferro sulfat terhadap isolat yang akan didapatkan, mengingat terjadi peningkatan kualitas pengendapan lumpur, berhubungan dengan viabilitas isolat dan ukuran isolat, baik sel maupun filamennya. 2. Metodologi Penelitian 2.1. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Puslitbang Limnologi - LIPI, Cibinong, Bogor dan di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) PT. Unitex, Tajur, Bogor. 2.2. Isolasi bakteri filamen Diambil sampel air limbah dari bak aerasi IPAL PT. Unitex dari beberapa titik sampel. Penentuan titik sampel diambil berdasarkan kadar oksigen terlarut, yang diukur dengan menggunakan DO meter. Sampel disimpan di dalam suhu 4oC, untuk dibawa ke laboratorium. Selanjutnya, dilakukan pengenceran bertingkat, dari 10-1 sampai dengan 10-6 terhadap sampel yang didapat. Dari hasil pengenceran bertingkat, diambil masing-masing 1 ml sampel, untuk dibiakkan secara taburan (pour plate) pada media Nutrien Agar (NA), yang diperkaya dengan 1% limbah cair. Kemudian, biakan diinkubasi selama dua sampai empat hari di dalam inkubator, pada suhu 35 oC. Terhadap sel bakteri dari setiap koloni dengan kenampakan tersebut, kemudian dilakukan pengecatan Gram, untuk memudahkan pengamatannya di bawah mikroskop. Koloni yang merupakan bakteri filamen dimurnikan. Pemurnian dilakukan dengan cara mengambil 1 ose koloni bakteri filamen dan menumbuhkannya secara aseptis pada cawan petri dengan media NA, yang diperkaya dengan 1% limbah cair. Selanjutnya, dilakukan inkubasi selama dua hari pada suhu 35 oC, untuk melihat keberadaan kontaminan pada media pertumbuhan. Bila terdapat kontaminan, maka dilakukan pemurnian ulang. Bila tidak, dilakukan penyimpanan isolat pada media NA miring, yang diperkaya dengan 1% limbah cair. Selama penelitian berlangsung, isolat yang telah ditumbuhkan pada NA miring diremajakan setiap JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG E-6-2 seminggu sekali. Keseluruhan proses laboratorium tersebut dilakukan di dalam Laminair Air Flow (LAF), untuk menjaga keaseptisan proses. 2.3. Pengukuran parameter fisiko-kimiawi mv Adapun parameter fisikokemis yang diukur antara lain mixed liquor suspended solids (MLSS), SV30, sludge volume index (SVI), pH dan oksigen terlarut (DO). Sedangkan parameter lainnya, seperti konsentrasi chemical oxygen demand (COD), konsentrasi Nitrogen dan konsentrasi fosfor diambil dari pengukuran harian yang dilakukan oleh operator IPAL PT. Unitex. 2.3.1. Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) diukur dengan cara mengambil 25 ml sampel dan menaruhnya pada cawan keramik, yang telah diketahui berat keringnya. Kemudian, sampel dikeringkan pada suhu 150oC selama 24 jam. Setelah itu, sampel ditimbang menggunakan timbangan analitik. Hasilnya dikurangi berat kering cawan, dikali empat puluh. Maka didapatkanlah nilai MLSS sampel (g/l). 2.3.2. SV30 SV30 diukur dengan cara memasukkan sampel ke dalam gelas ukur dengan volume 1000 ml dan mengendapkannya selama 30 menit. Volume lumpur yang mengendap kemudian diamati. 2.3.2. pH pH diukur menggunakan pH meter dengan cara mencelupkan probe ph meter ke dalam sampel. Nilai pH sampel dicatat bila nilai yang tampil pada layar sudah tetap. 2.3.3. Kadar oksigen terlarut (DO) Kadar oksigen terlarut (DO) diukur menggunakan DO meter. Caranya adalah dengan mencelupkan probe DO meter ke dalam sampel dan menekan tombol “meassurement”. Nilai sampel dicatat bila tanda “HOLD” telah muncul pada layar. 2.4. Kinetika pertumbuhan Penelitian tersebut dilakukan dengan sistem sekali unduh (batch kultur) dengan pengukuran optical density (OD) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang antara 600 nm, untuk mengukur pertumbuhannya. Tiga hari sebelum penelitian dimulai, dilakukan pembuatan inokulum dari tiap isolat yang didapat. Pembuatan inokulum dilakukan dengan menggunakan media Nutrient Broth (NB), yang diperkaya dengan 1% limbah cair. Inokulum dari tiap isolat dibuat sebanyak 10% dari volume NB yang akan dipakai untuk penelitian kinetika pertumbuhan tersebut. Inokulum dibuat dengan menginokulasikan 1 ose dari tiap isolat yang didapat ke dalam tiap-tiap erlenmeyer yang telah berisi NB steril. Inokulum selanjutnya diinkubasi selama tiga hari pada shaker yang dilengkapi dengan inkubator pada suhu 35 oC, dengan kecepatan 90 rpm. Setelah tiga hari, dilakukan inokulasi ke dalam media NB, yang diperkaya dengan 1% limbah steril, yang akan digunakan dalam penelitian kinetika pertumbuhan tersebut. Selanjutnya, Tiap isolat di dalam NB dimasukkan ke dalam shaker yang dilengkapi dengan inkubator, pada suhu 35 oC, dengan kecepatan 90 rpm. Pengukuran OD dilakukan setiap tiga jam, sejak isolat ditanam pada media NB sampai terjadinya fase kematian pada tiap isolat. Pencapaian fase kematian isolat dapat diketahui dengan memplotkan nilai OD yang didapat terhadap waktu pengukuran, dengan jam pertama pengukuran sebagai jam ke-0. pengukuran OD dilakukan dengan dua kali ulangan, untuk tiap isolat. Dari kurva pertumbuhan yang didapat, dilakukan perhitungan nilai waktu generasi (g), yang diambil dari nilai pertumbuhan isolat pada fase logaritmik. Namun, nilai pertumbuhan isolat, yang didapat dalam satuan OD terlebih dahulu dikonversikan ke dalam satuan berat biomassa (gram/ml). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Parameter Operasional Sebelum terjadinya perubahan instalasi pengolahan limbah cair (periode Januari s/d Mei 2003), pengambilan sampel dilakukan di dua bak aerasi (BA) 2 dan 3. Kodnisi parameter operasional ditampilkan pada tabel 1. pH rata-rata berada pada kisaran 7.46 pada BA3 dan 7.53 pada BA2. Nilai sushu pada kedua BA berkisar 30 derajat Celsius. Nilai MLLS BA2 pada kisaran 4.8 g/l dan BA3 5.6 g/l. Kondisi flok relatif sulit mengendap terlihat dari tingginya nilai SV30 750 – 860 ml/l. Demikian juga nilai SVI > 150 ml/g di kudau BA menunjukkan bahwa lumpur aktif dalam kondisi bulking. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG E-6-3 Tabel 1.: Parameter fisiko-kimiawi sebelum perubahan instalasi Parameter Bak aerasi 2 Bak aerasi 3 pH Suhu (°C) MLSS (g/l) SV30 (ml/l) SVI (ml/g) 7,53 30 4.8 750 156,11 7,46 30,03 5.6 860 153,74 Pengambilan sampel setelah terjadinya perubahan instalasi (periode Januari s/d April 2004), dilakukan di 7 titik yang berbeda untuk mendapatkan jenis bakteri filamen maksimal. Tabel 1 merangkum kondisi parameter operasional pada saat sampling dilakukan. Nilai DO bervariasi antara 2.3 s/d 5.7 mg/l yang merupakan kisaran normal. Demikian juga nilai pH yang nilainya relatif homogen di semua titik sampling dengan nilai terendah 7.22 dan nilai tertinggi 7.35. Konsentrasi biomassa relatif merata di ke 7 titik sampling berada antara 4 – 7.2 g/l. Namun demikian kondisi flok lumpur aktif tampak sedikit bervariasi dimana nilai SV30 terletak antara 400 ml/l (titik 3) dan 510 ml/l (titik 5). Indeks pengendapan (SVI) 95 ml/g (titik 3) menunjukkan kualitas flok yang sangat baik, sedangkan SVI dengan nilai 127.5 ml/g (titik 5) masih relatif baik tetapi sudah mendekati zone bulking (SVI 150 ml/g). Secara keseluruhan flok lumpur aktif di ke 7 titik sampling dalam kondisi normal, mudah mengndap dan tidak bulking. Tabel 1.: Pparameter fisiko-kimiawi setelah perubahan instalasi No. 1 2 3 4 5 6 7 DO (mg/l) 5,7 4 5,7 2,5 4,3 3,3 2,3 pH 7,26 7,35 7,24 7,33 7,26 7,33 7,22 MLSS (g/l) 4,1 4 4,2 4,1 4 4,1 4,1 SV30 (ml/l) 440 420 400 490 510 500 430 SVI (ml/g) 107,32 105,00 95,24 119,51 127,50 121,95 104,88 3.2. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Filamen Dari dua periode pengambilan sampel, telah dapat diisolasi 3 jenis bakteri filamen sebelum terjadinya perubahan instalasi dan 3 jenis setelahnya. Dari tampakan morfologis ketiga-tiganya menunjukkan bentuk koloni yang berbeda. Untuk mengetahui karakteristik kinetika pertumbuhannya, telah dilakukan studi kinetika untuk ketiga jenis bakteri di setiap periode sampling. Gambar 1 dan gambar 2 menunjukkan pola pertumbuhan isolat bakteri filamen pada dua periode yang berbeda. Sebelum perubahan isntalasi dilakukan, isolat bakteri filamen yang ditemukan memerlukan waktu yang cukup lama, 10 s/d 20 jam dalam fase adaptasi sebelum masuk fase eksponensial. Sedangkan isolat bakteri filamen yang ditemukan setelah perubahan instalasi memiliki waktu adaptasi yang sangta singkat sekitar 1 jam sebelum masuk fase eksponensial. Demikian juga waktu yang diperlukan untuk mencapai fase stasioner berkisar antara 20 s/d 65 jam untuk kasus yang pertama, sementara hanya diperlukan waktu kurang dari 20 jam untuk kasus yang kedua. Perhitungan parameter kinetika untuk 6 isolat bakteri filamen yang diteukan dalam dua periode sampling ditampilkan dalam tabel 3 dan 4. Terlihat dalam tabel 3 bahwa nilai waktu generasi (g) untuk ketiga isolat antara 36.64 jam s/d 73.81 jam. Nilai ini jauh lebih tinggi (6 s/d 10 kali lipat) dibandingkan dengan 3 isolat yang ditemukan setelah terjadinya perubahan instalasi, 6.53 s/d 10.99 jam. Sebaliknya nilai k dan µ untuk periode pertama sampling jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode kedua sampling. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan instalasi mempunyai dampak terhadap jenis bakteri filamen yang tumbuh oleh karena perubahan lingkungan yang ditimbulkan, diantaranya komposisi substrat limbah, maupun parameter operasional yang lainnya. Kondisi tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas flok lumpur aktif yang dihasilkan di akhir proses sebagaimana terlihat dari perbedaan nilai SVI antara dua periode sampling. Isolat bakteri filamen dengan waktu generasi yang lambat menghasilkan flok dengan SVI JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG E-6-4 Biomassa (gram berat kering) tinggi (bulking), sedangkan isolat bakteri dengan nilai g rendah bersesuaian dengan kualitas flok yang baik dengan SVI rendah. 0.016 0.015 0.014 0.013 0.012 0 20 40 60 80 100 120 Waktu (jam) Gambar 1.: Pola pertumbuhan isolat bakteri filamen AE2-1 (sebelum perubahan instalasi) 1 OD 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 Waktu (jam) Gambar 1.: Pola pertumbuhan isolat bakteri filamen SV1 (setelah perubahan instalasi) Tabel 3.: Kinetika pertumbuhan isolat sebelum perubahan instalasi Isolat k (jam-1) g (jam) µ (jam-1) AE2-1 1,45 x 10-2 69,13 10,03 x 10-3 AE2-2 1,35 x 10-2 73,81 9,39x 10 -3 AE3 2,73 x 10-2 36,64 18,92 x 10-3 Keterangan : k : konstanta kecepatan pertumbuhan rerata (jam-1) g : waktu generasi (jam) µ : instantaneous growth rate constant (jam-1) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG E-6-5 Tabel 4.: Kinetika pertumbuhan isolat setelah perubahan instalasi Isolat k (jam-1) g (jam) µ (jam-1) SV1 9.10 x 10-2 10.99 63.08 x 10-3 SV2 13.06 x 10-2 7.66 90.48 x 10 -3 SV3 15.32 x 10-2 6.53 106.14 x 10-3 4. Kesimpulan Hasil penelitian ini telah berhasil mengisolasi 6 jenis bakteri filamen dalam dua periode sampling. Kondisi operasional sebelum dan setelah perubahan instalasi tampak berbeda dan mempengaruhi bukan saja jenis isolat bakteri yang ditemukan, tetapi juga karakteristik kinetika pertumbuhannya. Tiga isolat yang diteukan pada periode pertama sampling memiliki waktu generasi antara 36.64 s/d 73.81 jam, sedangkan 3 isolat yang ditemukan dalam periode kedua memiliki waktu generasi jauh lebih rendah 6.53 s/d 10.99 jam. Daftar Pustaka Anonim. tanpa tahun. Bioterminology. http://www.sierraconsultants.net/bioterminology.htm Anonimb. 2001. Case Study Nutriflok 50s. http://www.avecom.be/nutriflok50s_casestudies.html Anonim.tanpa tahun. Coagulating Chemical. http://www.coagulatingchemical.htm Badjoeri, M. dan T. Suryono. 2002. Pengaruh Peningkatan Limbah Cair Organik Karbon terhadap Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan Kinerja reaktor Lumpur Aktif Beraliran Kontinyu. LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia. Vol IX No. 1.13 – 22 pp. Gaudy A.F., Jr. and E.T. Gaudy. 1981. Microbiology for Environmental Scuientist and Engineers. 1st ed., International Student Edition. McGraw-Hill International Book Co., Tokyo. Hammer M.J. and M.J. Hammer, Jr., 1996. Water and Wastewater Technology. 3rd ed., Prentice Hall Int., Inc., New Jersey. Jenie, B.S.L. dan Winiati P.R., 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta. Ingraham, J.L. and C.A. Ingraham. 2000. Introduction to Microbiology. 2nd ed., Brooks/Cole Thomson Learning. USA. McKane, L. and J.Kandel. 1996. Microbiology: Essentials and Applications. 2nd ed., McGraw-Hill, Inc., New York. Mulder, E.G., J. Antheunisse and W.H.J. Crombach. 1971. Mirobial Aspects of Pollution in the Food and Diary Industries. In G. Sykes and F.A Skinner [eds]. Microbial Aspects of Pollution. Academic Press. London. Nielsen, P.H. et al., 1998. Control of Filamentous Bulking in Nutrient Removal Activated Sludge Plants. http://www.departementoflifescienceswastewatertreatment.htm Sutapa I., Octaviani, S., 2003. Isolasi dan Kinetika Pertumbuhan Bakteri Filamen dari Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil. Pike, E.B. and C.R. Curds. 1971. The Microbial Ecology of the Activated Sludge. In G. Sykes and F.A Skinner [eds]. Microbial Aspects of Pollution. Academic Press. London. Prescott, L.M., J.P. Harley and D.A. Klein. 1999. Microbiology. 4th ed., WBC McGraw-Hill. Boston. Putra, I.N.N.S., B. Widigdo dan S. Haryadi. 1992. Limnologi: Metoda Analisa Kualitas Air. Edisi pertama. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Siew et al., 2003. Identification and Bioselection of teh Filamentous Organisms Micothrix pavicella and Type 021N Control of Activated Sludge Bulking Caused by Filamentous Organisms with an Aerobic Selector. Engineering 100H. Sulia, S.B. and S. Shantharam. 1998. General Microbiology.Science Publ. Inc., Bangalore. Sutapa, I.D.A., 2003. Pengaruh Aerator Seri terhadap Selektivitas Bakteri filamen pada Pengolahan Air Limbah dengan Sistem Lumpur Aktif. Puslit Limnologi LIPI.Cibinong.[prosiding] Wu, Q.L., J. Boenigk and M.W. Hahn. 2003. Succesful Predation of Filamentous Bacteria by a Nanoflagellate Challenges Current Models of Flagellate Bacteriovory. Applied and Environmental Microbiology. Jan 2004, vol. 70, No. 1. American Society for Microbiology. Washington, D.C. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG E-6-6