Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan, oleh Alwan Sri Kustono

advertisement
Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
Alwan Sri Kustono *
Abstrak
Perataan penghasilan telah menjadi perhatian pada riset-riset dan diskusidiskusi serta menimbulkan kontroversi di akuntansi. Masalah yang muncul pada
studi terdahulu adalah menentukan kriteria suatu perusahaan digolongkan sebagai
perata dan non perata. Instrumen pengindentifikasi yang lazim dipergunakan adalah
indeks Eckel di samping model laba ekspektasian. Asumsinya yaitu bahwa penjualan
sebagai subjek yang sedikit menerima perlakuan perataan artifisial dibanding laba
bersih. Identifikasi perata dan non perata didasarkan pada pembandingan koefisien
variasi penjualan dan laba. Pengelompokkan ini menjadi gradual karena
mengkategori perusahan an sich, sebagai perata atau non perata.
Tujuan tulisan ini adalah untuk mengelaborasi studi-studi terdahulu untuk
mengidentifikasi praktik perataan dan bagaimana mengukurnya melalui serangkaian
telaah literatur. Banyak aspek dan beraneka instrumen pengukur perataan
penghasilan, yakni model laba ekspektasian dan model variasi penjualan. Analisis
beberapa instrumen tersebut memiliki kelemahan-kelemahan. Hasil analisisnya
dipergunakan untuk mengembangkan model pengukuran baru yang dinamakan
korelasi akrual akuntansi (AA).
Kata kunci: perataan penghasilan, laba ekspektasian, laba laporan, akrual
A. Pendahuluan
Tujuan tulisan ini adalah mereview studi terdahulu mengenai alat
pengukur perataan penghasilan, dan membentuk kerangka konseptual
untuk mendeteksi atau mengidentifikasi perilaku perataan penghasilan.1
Perusahaan yang melakukan perataan cenderung memiliki ketidakpastian
informasi yang lebih rendah. Pasar dan investor cenderung menganggap
perataan penghasilan sebagai suatu tindakan yang bernilai. Perusahaan
yang memiliki perataan penghasilan tinggi cenderung memiliki return yang
* Universitas
Jember Jawa Timur.
Istilah perataan penghasilan berbeda dengan perataan penghasilan riil. Perataan
laba riil melibatkan keputusan operasional riil semisal jumlah dan waktu produksi,
penjualan, investasi modal, dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan (S.
Roychowdhury, "Earnings Management through Real Activities Manipulation, Journal of
Accounting and Economics, vol. 42, 2006, pp. 335-370.
1
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
706
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
lebih tinggi pada saat pengumuman laba dan cenderung menurunkan kos
ekuitas.2
Apabila manajer menghadapi kinerja perusahaan sekarang relatif
buruk terhadap kinerja mendatang ekspektasian, manajer cenderung
meratakan laba dengan meningkatkan penggunaan akrual. Tindakan yang
dilakukan adalah meminjam laba mendatang untuk perioda sekarang. Jika
manajer menganggap kinerja sekarang relatif baik, manajer memilih akrual
yang menurunkan laba untuk menyimpan laba sekarang.3 Rerangka pikir
yang dibangun secara logika dapat menemukan bahwa kemungkinan
manajemen melakukan tindakan perataan penghasilan sama besar dengan
kemungkinan mereka tidak termotivasi melakukannya.
B. Tipe Perataan Penghasilan
Perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi menghadapi situasi
yang berbeda-beda. Perataan penghasilan harus mempertimbangkan
bahwa keputusan manajer dipengaruhi oleh lingkungan perusahaan dan
praktik-praktik operasional dan pemilihan metoda akuntansi.4 Perataan
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni perataan yang
natural dan perataan yang didesain oleh manajemen. Perataan natural
dihasilkan dari proses laba itu sendiri. Praktik operasional utama
perusahaan seringkali merupakan proses yang menunjukkan profil arus
laba yang rata. Operasional perusahaan dengan melakukan pengumpulan
pendapatan dan beban secara inheren mengandung praktik perataan
penghasilan. Perataan terjadi tanpa adanya intervensi pada pihak manapun.
Perataan arus laba natural mengimplikasikan bahwa laba dihasilkan dari
proses yang secara inheren menghasilkan arus perataan penghasilan yang
rata.
Berbeda dengan perataan penghasilan natural, perataan penghasilan
yang didesain dipicu oleh motivasi atau tindakan manajemen. Perataan
penghasilan yang didesain dapat dikelompokkan menjadi dua yakni, yaitu
perataan penghasilan riil (perataan transaksional atau ekonomik) dan
perataan penghasilan artifisial (perataan akuntansi). Perataan penghasilan
riil menunjukkan tindakan manajemen yang berusaha untuk
mengendalikan peristiwa ekonomi yang secara langsung mempengaruhi
laba perusahaan di masa akan datang. Perataan penghasilan riil
2 Linda N. Chen, "Income Smoothing, Information Uncertainty, Stock Returns,
and Cost of Equity", Desertasi University of Arizona, 2009.
3 M. L. DeFond and C. W. Park, "Smoothing Income in Anticipation of Future
Earnings, Journal of Accounting and Economics, vol. 23, 1997, pp. 115-139.
4 N. Eckel, "The Income Smoothing Hypothesis Revisited", Abacus 17(1), 1981,
pp. 28-40.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
707
mempengaruhi aliran kas. Perataan riil merupakan tindakan manajemen
yang dilakukan untuk mengendalikan kejadian-kejadian ekonomik.
Perataan riil sebagai variabel-variabel perataan senyatanya dan
ditunjukkan dengan keputusan-keputusan bisnis, misalnya pemilihan
rencana peasaran, advertensi atau riset dan pengembangan.5 Manajemen
dapat meratakan laba dengan mengubah keputusan produksi perusahaan
dan atau keputusan investasi perusahaan pada akhir tahun didasarkan pada
pertimbangan tinggi rendahnya laba atau untuk meningkatkan
performanya pada saat itu.6 Perataan riil seringkali dapat dijelaskan sebagai
pemilihan projek dan waktu keputusan operasional.
Perataan riil lebih pada keleluasaan manajemen untuk melakukan
perataan penghasilan dengan mengubah keputusan produksi dan atau
investasi pada akhir tahun. Manajer melakukan tindakan tersebut
didasarkan atas pemahamannya mengenai bagaimana perusahaan dapat
ditingkatkan kinerjanya pada tahun tersebut. Perataan riil merupakan
perataan non akuntansi atas input dan output perusahaan melalui
pembuatan dan penentuan waktu keputusan operasional. Dengan
menggunakan dimesi waktu pengakuan transaksi, perataan riil adalah
perataan penghasilan melalui transaksi nyata, yaitu dengan mengatur
(menunda atau mempercepat) transaksi.
Perataan penghasilan artifisial menunjukkan usaha manipulasi yang
dilakukan oleh manajemen untuk meratakan laba melalui dimensi
akuntansi, pengakuan suatu kejadian serta alokasi dan atau klasifikasi dari
dampak atas kejadian yang telah diakui.7 Tindakan manipulasi ini tidak
mengakibatkan peristiwa ekonomi yang mendasar atau mempengaruhi
aliran kas, tetapi menggeser biaya dan atau pendapatan dari suatu perioda
ke perioda yang lain. Perataan penghasilan dilakukan oleh manajemen
untuk mengurangi variasi laba dengan menggunakan instrumen akuntansi.8
Perataan artifisial sebagai manipulasi akuntansi yang dilakukan oleh
manajemen untuk meratakan laba. Perataan artifisial merupakan tipe
perataan akuntansi yang dilakukan dengan penundaan waktu
pengalokasian konsekuensi-konsekuensi keputusan yang sudah dibuat dan
klasifikasi konsekuensi-konsekuensi tersebut dalam satu perioda di antara
5
B.S. Koch, "Income Smoothing: An Experiment", The Accounting Review 56(3)
(July), 1981, pp. 574-586.
6 R.A. Lambert, "Income Smoothing as Rational Equilibrium Behavior", The
Accounting Review 59(4) October, 1984, pp. 604-618.
7 H. Stolowy and G. Breton, "A Framework for the Classification of Accounts
Manipulations", Paper, EAA Annual Meeting, Munich, 2000.
8 C.J. Loomis, Lies, "Damned Lies, and Managed Earnings", Fortune 140 (3), Aug
nd
2 , 1999, pp. 74-92.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
708
item-item laporan keuangan yang berbeda.9 Perataan artifisial
merepresentasi manipulasi akuntansi yang dilakukan oleh manajemen
untuk meratakan laba. Manipulasi ini tidak menunjukkan kejadian
ekonomik atau mempengaruhi arus kas, tetapi menggeser biaya dan
pendapatan dari perioda satu ke perioda berikutnya.
Perataan penghasilan ini dilakukan melalui prosedur akuntansi yang
diterapkan untuk memindahkan biaya atau pendapatan dari satu periode
ke periode lain, yaitu dengan mengubah kebijakan akuntansi. Variabelvariabel artifisial dapat ditunjukkan dengan keputusan-keputusan
akuntansi seperti pemilihan metoda depresiasi atau pemilihan metode
untuk kredit pajak.10
Perusahaan dapat meningkatkan atau menurunkan laba yang
dilaporkan dengan mengubah asumsi aktuarial yang berkaitan dengan dana
pensiun. Dengan demikian, perataan ini bukan hasil dari perubahan
keputusan operasional dan waktu pelaksanaan, tetapi mempengaruhi laba
melalui dimensi perataan, pengakuan serta alokasi kejadian, dan atau
klasifikasi akibat suatu kejadian yang diakui.
Wang dan William melakukan dua pendekatan yang berbeda untuk
memisahkan perataan riil dengan perataan artifisal.11 Pada pendekatan
pertama, suatu laba lebih cenderung dalam definisi perataaan riil
dibandingkan perataan artifisial, jika perusahaan memiliki arus kas hasil
operasi yang rata pada perioda yang sama (fluktuasi dari arus kas
perusahaan dari operasi adalah di bawah lima puluh persen). Pada
pendekatan kedua, perusahaan diidentifikasi melakukan perataan artifisial
jika laba disertai dengan variasi dalam arus kas dan akrual (peningkatan
dalam arus kas dan pada saat yang sama penurunan akrual, dan
sebaliknya).
C. Identifikasi Perilaku Perataan Penghasilan dengan
1. Model Laba Ekspektasian
Metode yang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi perilaku
perataan, yaitu:12 1) secara langsung memastikan kepada manajemen
dengan melakukan intervieu, kuesionair, atau observasi; 2) melakukan
kontak dan permintaan keterangan dengan pihak kedua misalnya auditor
eksternal; 3) menguji ex-post data.
9
Eckel, "The Income.
Koch, "Income.
11 Z. Wang and T.H. Williams, "Accounting Income Smoothing and Stockholder
Wealth", Journal of Applied Business Research 10(3), Summer, 1994, pp. 96-110.
12 M.J. Gordon, "Postulates, Principles and Research in Accounting", The
Accounting Review 39, April, 1964, pp. 251-263.
10
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
709
Variabilitas laba diratakan dengan mengacu pada model ekspektasi
khusus. Manajemen menggunakan variabel pengubah potensial untuk
melakukan perataan penghasilan. Asumsi yang mendasari adalah
perusahaan dianggap memiliki model laba sasaran yang diharapkan dapat
dicapai pada setiap perioda. Laba sasaran tersebut merupakan laba
ekspektasian yang ditetapkan dengan permodelan.
Model laba ekspektasian umumnya dibangun melalui: 1) Model dua
periode yang mengasumsi laba target adalah sama dengan laba
sebelumnya.13 Dengan kata lain, ukuran perataan adalah magnitude
perubahan laba ke laba perioda berikutnya; 2) Model pengujian
multiperiode yang didasarkan asumsi bahwa terdapat kecenderungan
peningkatan yang diratakan;14 3) Model rata-rata laba empat tahun
sebelumnya tertimbang;15 4) Model kurva eksponensial;16 5) Model runtun
waktu linier;17 6) Tren waktu semilogaritmika.18
Moses menggunakan model laba ekspektasian sebagai pengukur
terhadap perataan penghasilan.19 Suatu ukuran perilaku perataan dihitung
dengan membandingkan deviasi laba sebelum perubahan dengan laba
laporan yang diekspektasi. 20
SB =
SB
PE
EE
RE
PE − EE − RE − EE
penjualan
: perilaku perataan
: laba sebelum perubahan
: laba ekspektasian
: laba laporan
13 R.M. Copeland and R.D. Licastro, "A note on Income Smoothing", The
Accounting Review 43, July, 1968, pp. 540-545.
14 M.J. Gordon, B.N. Horwitz and P.T. Meyers, "Accounting Measurements and
Normal Growth of the Firm", in Jaedicke, Ijiri and Nielson (eds), Research in Accounting
Measurement (American Accounting Association), 1966, pp. 221-231.
15 B.E. Cushing, "An Empirical Study of Changes in Accounting Policy", Journal of
Accounting Research, Autumn, 1969, pp. 196-203.
16 P.E. Dascher and R.E. Malcolm, "A note on Income Smoothing in the
Chemical Industry, Journal of Accounting Research, Autumn, 1970, pp. 253-259.
17 R.M. Barefield and E.E. Comiskey, The Smoothing Hypothesis: An Alternative
Test", The Accounting Review, April, 1972, pp. 291-298.
18 C.R. Beidleman, "Income Smoothing: The Role of Management", The
Accounting Review 48(4), October, 1973, pp. 653-667.
19 O.D. Moses, "Income Smoothing and Incentives: Empirical Tests Using
Accounting Changes", The Accounting Review 62 (2) April, 1987, pp. 358-377.
20 Ibid.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
710
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
Perata dan non perata dibedakan dengan melihat tanda yang
dihasilkan dari formula tersebut. Perusahaan yang memiliki skor SB positif
berarti perusahaan tersebut dikategorisasikan sebagai perata. Demikian
sebaliknya, jika memiliki skor SB negatif. Model untuk memprediksi laba
ekspektasian, yakni:
(1) Model Simple Random Walk, laba ekspektasian diprediksi sama dengan
laba laporan tahun sebelumnya. Asumsinya bahwa manajemen
menentukan perubahan akuntansi diskresi dengan tujuan untuk
menjaga level laba sekarang sama dengan level laba tahun yang lalu.
(2) Simple Random Walk Model with Inflation Adjustment: Menyesuaikan laba
tahun sebelumnya dengan rata-rata inflasi untuk memprediksi laba
ekspektasian. Asumsinya bahwa perusahaan melakukan penyesuaian
laba ekspektasian dari laba laporan tahun sebelumnya dengan
memperhitungkan pengaruh inflasi terhadap perubahan jumlah laba
tersebut. Tanpa adanya penyesuaian ini, maka secara intrinsik nilai
perusahaan turun sebesar level inflasi yang terjadi.
(3) A Random Walk Model with Drift: Rata-rata pertumbuhan selama lima
tahun dihitung dan diasumsikan laba ekspektasian akan tumbuh
dengan persentase yang sama dari laba tahun sebelumnya.
(4) Average Return on Assets over Five Preceding Years: Laba ekspektasian
diestimasi sebagai fungsi rasio return on asset. Asumsi yang digunakan
yaitu menganggap Return on Asset (ROA) sebagai pengukur
profitabilitas dan efektifitas penggunaan aset perusahaan.
Kelemahan-kelemahan model tersebut yaitu:
1. Pasar maupun manajemen mengekspektasi laba dengan cara berbedabeda, tergantung pada preferensi yang dipergunakan. Jika ekspektansi
model tidak secara cukup menjelaskan proses menghasilkan laba dari
serial waktu, maka penentuan variabel penyebab perataan spesifik
hanya merupakan error random dari sebuah persamaan statistika belaka.
2. Metode ini akan menjadi sulit karena harus memperoleh data laba
tersebut dan kemudian membandingkannya dengan laba setelah
diubah. Kesulitan yaitu terjadi ketika menjustifikasi perata dan non
perata apabila dalam sampelnya tidak terdapat perusahaan yang
melakukan perubahan metoda akuntansi atau tidak melaporkan laba
sebelum perubahan akuntansi.
3. Penggunaan penjualan sebagai denominator dalam penghitungan
indeks perilaku perataan penghasilan dapat menyebabkan bias dalam
pengambilan simpulan karena penjualan tidak bebas sepenuhnya dari
upaya-upaya manajemen untuk meratakan laba.
Beattie dkk menggunakan dua model yaitu model simple random walk
yang menganggap laba ekspektasian sekarang sama dengan laba laporan
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
711
tahun sebelumnya, dan random walk with drift, laba ekspektasian sekarang
sama dengan laba laporan tahun sebelumnya ditambah dengan rata-rata
pertumbuhan laba tiga tahun sebelumnya.
Indeks yang digunakan didasarkan atas informasi item-item yang
diungkapkan secara terpisah dalam akun laba dan kerugian. Laba laporan
(RE) dianggap sebagai laba laporan setelah pajak, tetapi sebelum item-item
luarbiasa.21 Variabel (E) merepresentasi figur laba setelah pajak. Figur laba
merefleksikan pilihan klasifikatori yang dipilih sehingga menghasilkan laba
laporan tersebut. Laba ekspektasian (EE) dihitung menggunakan model
simple random walk dan random walk with drift yang diekspektasikan seperti di
atas.
SI = max E - EE - RE - EE
max E - EE - min |E - EE|
Dengan 0 < SI < 1.
Konstruksi indeks ini dijelaskan sebagai berikut. Numerator model
adalah max |E — EE|. Angka ini adalah deviasi maksimum dari laba
ekspektasian yang dapat dicapai, dan |RE — EE| adalah deviasi
sebenarnya dari laba ekspektasian. Perbedaan antara keduanya ini
memberikan ukuran perataan yang diobservasi. Dengan tujuan untuk
menstandarisasi ukuran ini, peneliti membaginya dengan rentangan
perataan (range of smoothing). Rentangan ini adalah perbedaan antara deviasi
potensial maksimum dan minimum laba ekspektasian.
Sama seperti Moses, model yang ditawarkan Beattie dkk.
mengandung kemungkinan kesalahan pada penentuan model laba
ekspektasian. Kesalahan laba yang diekspektasi akan menyebabkan
kesalahan klasifikasi perusahaan. Penentuan model ekspektasi laba secara
teoritis dapat berbeda dengan model ekspektasi laba riil yang dilakukan
manajemen dan berbeda pula dengan laba ekspektasian analis serta pelaku
pasar.
Penentuan deviasi laba ekspektasian maksimum dan minimun juga
menjadi kendala. Perusahaan tidak pernah mempublikasi data mengenai
laba ekspektasian sehingga peneliti hanya dapat mempergunakan
pendekatan model untuk menduga angka-angkanya. Hal ini tentu sangat
rentan dengan kesalahan spesifikasi atau kesalahan kategorisasi.
Bauwhede dkk. menggunakan laba prarekayasa dan target laba
untuk mengukur perilaku perataan penghasilan.22 Laba prarekayasa
21
Ibid.
H.V. Bauwhede, M. Willekens, and A. Gaeremynck, "Audit Firm Size, Public
Ownership, and Firms’ Discretionary Accruals Management", The International Journal of
Accounting 38, 2003, pp. 1–22.
22
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
712
didefinisi sebagai laba laporan dikurangi dengan akrual diskresi. Laba
tahun lalu dianggap sebagai laba target yakni laba yang menjadi ancarancar perusahaan untuk mencapainya. Model ini dilakukan dengan
mengelompokkan sampel menjadi dua kelompok yakni: perusahaan
dengan laba prarekayasa yang lebih besar dibandingkan laba tahun
sebelumnya dan perusahaan dengan laba prarekayasa lebih rendah. Akrual
diskresi di antara kedua kelompok tersebut kemudian dibandingkan untuk
menentukan signifikansi perbedaan. Asumsinya yaitu bahwa laba target
adalah sama dengan tahun sebelumnya. Laba prarekayasa adalah laba
laporan dikurangi dengan akrual diskresi, dan perusahaan menggunakan
akrual diskresi untuk menyesuaikan laba yang dilaporkan dengan laba
target. Perataan penghasilan terjadi jika: 1) Untuk perusahaan dengan laba
prarekayasa di atas laba target yang memiliki akrual diskresi negatif maka
perusahaan diklasifikasi sebagai perata laba; 2) Untuk perusahaan dengan
laba prarekayasa di bawah laba target yang memiliki akrual diskresi positif,
maka perusahaan diklasifikasi sebagai perata laba.
Kelemahan metoda yang diusulkan oleh Bauwhede dkk. Yaitu
menggunakan laba target diasumsi sama dengan laba tahun sebelumnya.
Hal ini menimbulkan persoalan pada kesederhanaan penentuan laba
target. Profitabilitas perusahaan faktual, dianggap stagnan, sehingga dari
tahun ke tahun laba laporannya menjadi sama.
Rerangka pikir model laba ekspektasian memiliki beberapa problem
inheren. Pertama, pengujiannya membutuhkan model ekspektasi yang
khusus untuk laba yang diratakan. Menemukan model ekspektasi yang
mendekati laba ekspektasian senyatanya merupakan pekerjaan yang sulit.
Beberapa peneliti menggunakan yakni model naïve Karena sulitnya
menentukan model ekspektasi, pengasilan periode sebelumnya dianggap
menjadi laba prediksian periode mendatang (Et = Et-1). Peneliti lainnya
menggunakan model kecenderungan (trend) linear, model ekponensial,
model Box-Jenkins atau beberapa model lainnya untuk memperkirakan
apakah laba laporan merupakan laba yang diratakan atau laba yang
sebenarnya.
Kedua, pengujian perioda tertentu terhadap satu variabel perataan
pada laba yang dinormalisasi memungkinkan hasil yang bias.23 Efek
perataan pada arus laba yang diratakan dapat mengurangi efek keseluruhan
pada variabel perata yang digunakan untuk menormalisasi laba. Dengan
kata lain, ini menjadi kesempatan manajemen untuk memilih beberapa
variabel yang cenderung meratakan laba. Variabel-variabel tersebut dipilih
23
E.A. Imhoff, "Income Smoothing–A Case for Doubt", Accounting Journal,
Spring, 1977, pp. 85-100.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
713
yang memiliki arah berlawanan, sehingga menghindarkan bukti adanya
perataan penghasilan.
2. Model Variabilitas Laba
Imhoff menggunakan variabel penjualan sebagai pengukur perataan.
Imhoff melakukan regresi terhadap penjualan dan laba pada suatu waktu.
Laba = α + β (waktu) dan Penjualan = α + β (waktu). Variabilitas laba
adalah skor R2 yang dihasilkan dari tiap-tiap regresi. jika R2 untuk
penjualan sebagai fungsi dari waktu lebih besar dibanding R2 dari laba,
disimpulkan bahwa penjualan dalam runtun waktu dianggap tidak lebih
variabel dibandingkan dengan laba runtun waktu yang sama. Hasil regresi
laba terhadap penjualan digunakan untuk menentukan luasan hubungan
antara laba dan penjualan.
Penjualan dapat dianggap bukan subjek dari perataan, atau pun
kalau diratakan merupakan kejadian yang minimal (perataan riil). Kriteria
untuk mengkategori apakah perusahaan melakukan perataan penghasilan
ditetapkan sebagai berikut: 1) perusahaan memiliki upaya untuk
melakukan perataan terhadap laba laporan; 2) upaya perataan tersebut
menghasilkan arus laba laporan yang rata; 3) asosiasi antara penjualan dan
laba laporan lemah. Perusahaan adalah non perata sebab variabilitas laba
adalah lebih besar dibandingkan variabilitas penjualan, dan hubungan
antara laba dan laba adalah rendah. Perusahaan termasuk kategori perata
karena arus laba kurang variabel dibanding arus penjualan. Ukuran
variabilitas dengan menggunakan R2 dapat menyebabkan konklusi yang
berlawanan dengan kondisi senyatanya.
Eckel menyatakan, kesulitan metoda laba ekspektasian adalah
penentuan model laba ekspektasian dan jika perusahaan menggunakan
salah satu variabel akuntansi tunggal, semisal perubahan metoda
persediaan atau depresiasi, yang dianggap merupakan variabel potensial
yang dapat dipergunakan untuk melakukan perataan, maka perusahaan
disimpulkan sebagai perata laba. Kesulitan utama pada metodologi Imhoff
adalah kenyataan bahwa skor R2 laba dan skor R2 penjualan yang diukur
terhadap waktu dan diasosiasikan di natara keduanya bias untuk mengukur
variabilitas. Perusahaan perata laba dapat saja melakukan pemilihan
sejumlah variabel akuntansi yang memiliki efek bersama untuk
meminimalisasi variabilitas laba laporan. Perataan penghasilan tidak dapat
serta merta diukur dengan variabilitas pada rentangan waktu, tetapi lebih
pada variabilitas laba yang dilaporkan sebagai fungsi tindakan yang diambil
manajemen untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan dan
mendistorsi realitas ekonomik perusahaan.24
24
Eckel, "The Income.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
714
Beberapa premis perataan penghasilan menurut Eckel adalah
sebagai berikut:
1. Laba adalah fungsi linier dari penjualan.
2. Laba diperoleh dari Penjualan – biaya variabel – biaya tetap,
3. Rasio biaya variabel terhadap penjualan dalam satuan uang adalah
konstan,
4. Biaya tetap adalah konstan atau meningkat dari perioda ke perioda,
tetapi tidak mungkin menurun,
5. Penjualan hanya dapat diratakan dengan perataan yang riil dan tidak
dapat diratakan secara artifisial
I = S-VS-FC,
di mana
∆I
∆S
CV∆S
=
=
=
CV∆I
=
perubahan laba dalam satu perioda
perubahan pendapatan dalam satu perioda
Koefisien variasi untuk perubahan dalam runtun waktu (time series)
pendapatan
Koefisien variasi untuk perubahan dalam runtun waktu (time
series) laba
variabilitasnya dapat diukur sebagai
∑ (∆X – ∆)²
CV∆I dan CV∆S =
: ∆
n-1
dengan:
∆X = Perubahan penjualan (S) atau laba (I) antara tahun n dengan n-1
∆ = mean dari perubahan pendapatan (S) atau laba (I)
n
= Banyaknya tahun yang diamati .
Pembandingan tersebut hanya memerlukan bahwa penjualan adalah
subjek yang sedikit menerima perlakuan artifisial smoothing dibanding laba
bersih. Premis perlu dibedakan antara penjualan bukan sebagai subjek
perataan artifisial dan penjualan adalah subjek yang sedikit menerima
tindakan perataan artifisial dibanding laba bersih.
D. Konstruksi Model Pengukur
Kebijakan perusahaan adalah sesuatu yang memuat banyak aspek
operasional. Pembatasan koefisien pada angka tertentu akan meniadakan
nuansa praktik perataan tersebut. Perusahaan semestinya tidak dikategori
sebagai perata atau non perata, tetapi akan lebih tepat jika dikategori
dengan rasio praktik perataan penghasilan. Dengan kata lain, lebih tepat
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
715
kalau praktik perataan tersebut dikategorisasi berdasar angka rasio yang
dihasilkan dari CV∆s/CV∆i. Konklusi didasarkan atas angka tersebut,
apakah perusahaan melakukan sepenuhnya, melakukan sebagaian, netral,
atau tidak melakukan sama sekali. Ketika hasil CV∆s/CV∆i. menunjukkan
angka 1,1 atau 3,1, atau 10,9, maka perusahaan dikelompokkan sebagai
perata. Jika menunjukkan angka 0,9; 0,8; 0,1 dikelompokkan sebagai non
perata. Padahal sebagai skala rasio, jarak antara 1,1 dan 10,9 akan lebih
panjang dibanding angka 1,1 dan 0,9.
Perataan penghasilan seharusnya dipandang sebagai penekanan
terhadap fluktuasi arus laba. Variabilitas Laba yang digunakan dalam
kerangka pikir Eckel tidak menunjukkan adanya upaya sistematis untuk
menekan variabilitas. Dengan kata lain, Eckel tidak memperlihatkan
seberapa tinggi derajat standar deviasi dapat diakui sebagai laba yang
diratakan. Selama hasilnya menunjukkan CV∆i<=CV∆s, maka dianggap
bahwa perusahaan melakukan perataan penghasilan, tidak peduli kalau
fluktuasi labanya mencapai 75 persen.
Eckel menggunakan koefisien variasi yakni standar deviasi labat –
labat-1 serta standar deviasi Penjualant – Penjualant-1. Jika data yang
dianalisis mengandung perubahan angka yang luar biasa (misalnya karena
perubahan kondisi ekonomi) sehingga ada satu dua ngka yang mencolok,
maka hal tersebut dapat mengaburkan simpulannya.
1. Metode Korelasi Akrual Akuntansi
Dua model pengukur yakni model laba ekspektasian dan model
variabilitas masih memuat banyak kelemahan. Beberapa kelemahan dari
metodologi terdahulu yaitu menggunakan laba ekspektasian dan
menggunakan penjualan sebagai salah satu komponen penghitung indeks
perataan.
Pada model laba ekspektasian, seharusnya laba yang menjadi laba
target senyatanya adalah laba yang dilaporkan. Argumennya adalah bahwa
manajer melakukan manipulasi laba dalam upayanya untuk memperoleh
angka laba tertentu yakni laba yang dilaporkan. Karenanya, pengukuran
praktik perataan penghasilan seharusnya didasarkan pada upaya untuk
memperoleh laba yang dilaporkan, bukan pada kesesuaian antara laba
laporan dengan model naïve laba ekspektasian.
Target Laba (TE) =Laba Ekspektasian (EE)= Laba Laporan (EE)
= Laba Bersih Laporan (NI)
Jika diasumsikan laba ekspektasian sama dengan laba bersih laporan,
maka analisis perataan dapat dilakukan dengan menggunakan komponen
penyusun laba bersih. Akrual total adalah laba bersih – kas dari operasi).
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
716
Dengan kata lain.25 Arus Kas Operasi (Cash from Operation) disepakati
merupakan elemen yang sedikit atau bahkan tidak mengalami perlakuan
perataan terutama artifisial. Untuk mencapai laba target, manajemen dapat
melakukan perekayasaan pada Akrual Total yang meliputi akrual non
diskresi (NDAC) dan akrual diskresi (DAC).
TA
= NDA + DA
NI
=RE= EE = CFO + NDA + DA
∆RE = ∆ (CFO+TA)
∆RE = ∆ CFO+ ∆TA
∆RE = ∆ CFO+ ∆NDA + ∆DA
CFO dan NDA adalah bawaan, dan dianggap tidak mengalami perlakuan
artifisial, maka kedua elemen (CFO dan NDA) tersebut digabung sebagai
komponen yang bawaan (CFO + NDA). Pada saat CFO+NDA jauh dari
target NI, manajer melakukan penambahan akrual diskresi. Ketika
CFO+NDA mendekati target NI, maka manajer melakukannya dengan
mengurangi akrual deskrisionari. Pada nilai NI tertentu akrual total akan
selalu berbanding terbalik dengan nilai CFO+NDA. Pada perataan yang
ekstrim, NIt=NIt-1=NIt-2…….=NEt-1.
Pada kenyataannya, praktik perataan tidaklah dilakukan secara
ekstrim. Sehingga pasti ada selisih antara REt, REt-1,REt-2, REt-n. Koefisien
perataan yaitu Korelasi Akrual Akuntansi (AA) berkisar antara –1 dan 0,
dengan skor yang semakin mendekati–1 berarti semakin perata perusahaan
tersebut.
-1
0
1
Perata
Non perata
Untuk menentukan skor korelasi perlu lebih dahulu memisahkan
antara NDA dan DA.
DACijt = TACijt Aijt −1 − αˆ j (1 Aijt −1 ) + βˆ1 j (∆REijt Aijt −1 ) + βˆ 2 j (PPEijt Aijt −1 )
Dengan
DAC ijt = akrual diskresi perusahaan i industri j dalam tahun t ;
[
]
TAC ijt = akrual total perusahaan i industri j dalam tahun t ;
Aijt −1 = Asset total perusahaan i industri j pada akhir tahun t-1 ;
∆RE ijt = Perubahan penjualan bersih perusahaan i industri j antara tahun
t-1 dan t
25
S. Yoon and G. Miller, "Cash from Operations and Earnings Management in
Korea”, The International Journal of Accounting, Vol. 37, No. 4, 2002, pp. 395-412.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
717
PPE ijt = Properti, dan perlengkapan kantor untuk perusahaan i industri j
pada tahun t
dimana αˆ j , βˆ1 j , βˆ 2 j adalah industri yang koefisiennya diestimasi secara
spesifik dari regresi dibawah ini
TAC ijt Aijt −1 = α j (1 Aijt −1 ) + β 1 j (∆RE ijt Aijt −1 ) + β 2 j (PPE ijt Aijt −1 ) + eijt
Asumsi yang berlaku untuk formula ini adalah:
1. Perataan penghasilan didefinisi sebagai upaya penekanan fluktuasi laba
oleh manajemen sehingga memperoleh arus laba yang rata.
2. Upaya perataan tersebut dilakukan dalam rentang perioda tertentu
3. Simpulan apakah perusahaan termasuk perataan atau bukan didasarkan
atas variasi korelasi CFO + NDA dan DA pada perioda pengukuran.
E. Penutup
Perataan penghasilan merupakan praktik yang telah berhasil
diidentifikasi pada banyak penelitian. Dua model yang dikembangkan
untuk mengidentifikasi praktik perataan penghasilan adalah model laba
ekspektasian dan model variabilitas. Dua model pengukur tersebut masih
memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari metoda terdahulu
adalah bahwa penentuan laba ekspektasian sebagai laba sasaran
manajemen menyebabkan kesulitan dan ketidaksinkronan dengan
kenyataan yang ada. Penentuan laba ekspektasian merupakan subyektifitas
baik bagi peneliti maupun manajemen, sehingga model yang akurat sulit
untuk dipastikan.
Model variabilitas menggunakan penjualan sebagai salah satu
komponen penghitung indeks perataan. Fokus pada pengukuran ini adalah
pembandingan variabilitas penjualan dan variabilitas laba bersih. Asumsi
yang dipergunakan adalah bahwa penjualan sedikit sekali mengalami
perataan artifisial. Pada kenyataannya, penjualan tidak bebas murni dari
praktik perataan. Hal ini bisa jadi menyebabkan distorsi simpulan.
Perataan penghasilan seharusnya dipandang sebagai penekanan
terhadap fluktuasi arus laba. Variabilitas laba yang digunakan dalam
kerangka pikir Eckel tidak menunjukkan adanya upaya sistematis untuk
menekan variabilitas. Dengan kata lain, Eckel tidak memperlihatkan
seberapa tinggi derajat standar deviasi dapat diakui sebagai laba yang
diratakan. Eckel menggunakan koefisien variasi. Jika data yang dianalisis
mengandung perubahan angka yang luar biasa (misalnya karena perubahan
kondisi ekonomi) sehingga ada satu dua angka yang mencolok, maka hal
tersebut dapat mengaburkan simpulannya.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
718
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
Konstruksi model pengukur didasarkan pada asumsi laba
ekspektasian sama dengan laba bersih laporan, maka analisis perataan
dapat dilakukan dengan menggunakan komponen penyusun laba bersih.
Kas dari operasi (CFO) disepakati merupakan elemen yang sedikit atau
bahkan tidak mengalami perlakuan perataan terutama artifisial. Untuk
mencapai laba target, manajemen dapat melakukan perekayasaan pada
akrual total. Akrual total tersusun atas akrual nondiskresi (NDA) dan
akrual diskresi (DA). Bagian akrual yang dapat direkayasa agar dapat
mencapai angka akuntansi laba bersih tertentu adalah akrual diskresi.
Simpulan apakah perusahaan termasuk perataan atau bukan didasarkan
atas variasi korelasi CFO + NDA dan DA pada perioda pengukuran.
Daftar Pustaka
Bauwhede, H.V., M. Willekens, and A. Gaeremynck, "Audit Firm Size,
Public Ownership, and Firms’ Discretionary Accruals
Management", The International Journal of Accounting 38, 2003.
Barefield, R.M. and E.E. Comiskey, The Smoothing Hypothesis: An
Alternative Test", The Accounting Review, April, 1972.
Beattie, V., S. Brown, D. Ewers, B. John, S. Manson, D. Thomas and M.
Turner, "Extraordinary Items and Income Smoothing: A Positive
Accounting Approach", Journal of Business Finance and Accounting
21(6), September, 1994.
Beidleman, C.R., "Income Smoothing: The Role of Management", The
Accounting Review 48(4), October, 1973.
Chen, Linda N., "Income Smoothing, Information Uncertainty, Stock
Returns, and Cost of Equity", Desertasi University of Arizona, 2009.
Copeland, R.M. and R.D. Licastro, "A note on Income Smoothing", The
Accounting Review 43, July, 1968.
Cushing, B.E., "An Empirical Study of Changes in Accounting Policy",
Journal of Accounting Research, Autumn, 1969.
Dascher, P.E. and R.E. Malcolm, "A note on Income Smoothing in the
Chemical Industry, Journal of Accounting Research, Autumn, 1970.
DeFond, M. L. and C. W. Park, "Smoothing Income in Anticipation of
Future Earnings, Journal of Accounting and Economics, vol. 23, 1997.
Eckel, N., "The Income Smoothing Hypothesis Revisited", Abacus 17(1),
1981.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Alwan Sri Kustono: Konstruksi Pengukur Perataan Penghasilan
719
Gordon, M.J., "Postulates, Principles and Research in Accounting", The
Accounting Review 39, April, 1964.
Gordon, M.J., B.N. Horwitz and P.T. Meyers, "Accounting Measurements
and Normal Growth of the Firm", in Jaedicke, Ijiri and Nielson
(eds), Research in Accounting Measurement (American Accounting
Association), 1966.
Imhoff, E.A., "Income Smoothing: The Role of Management: A
Comment", The AccountingReview, January, 1975.
_______, "Income Smoothing–A Case for Doubt", Accounting Journal,
Spring, 1977.
Koch, B.S., "Income Smoothing: An Experiment", The Accounting Review
56(3), July, 1981.
Lambert, R.A., "Income Smoothing as Rational Equilibrium Behavior",
The Accounting Review 59(4) October, 1984.
Loomis, C.J., Lies, "Damned Lies, and Managed Earnings", Fortune 140
(3), Aug 2nd, 1999.
Moses, O.D., "Income Smoothing and Incentives: Empirical Tests Using
Accounting Changes", The Accounting Review 62 (2) April, 1987.
Roychowdhury, S., "Earnings Management through Real Activities
Manipulation, Journal of Accounting and Economics, vol. 42, 2006.
Stolowy, H., and G. Breton, "A Framework for the Classification of
Accounts Manipulations", Paper, EAA Annual Meeting, Munich,
2000.
Wang, Z. and T.H. Williams, "Accounting Income Smoothing and
Stockholder Wealth", Journal of Applied Business Research 10(3),
Summer, 1994.
Yoon S., and G. Miller, "Cash from Operations and Earnings
Management in Korea”, The International Journal of Accounting, Vol.
37, No. 4, 2002.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Download