Makalah Fiqh Muamalah (Riba dan Bank) – PIPS 1

advertisement
RIBA DAN BUNGA BANK
Disusun Oleh:
RIYAN SARTIKA DKK.
DOSEN PEMBIMBING :
HJ. MARHAMAH SALEH, Lc. MA
JURUSAN PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
TAHUN 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tema kemanusiaan yang dicanangkan dalam Al Qur’an adalah pelarangan riba.
Riba termasuk “sub sistem“ ekonomi yang berprinsip menguntungkan kelompok orang tertentu
tetapi mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Kita sebagai kaum muslimin perlu mengetahui
hakikat riba serta keburukan yang terkandung di dalamnya sehingga dapat membentengi dan
tidak menjerumuskan diri ke dalam berbagai transaksi ribawi.
Kemudian ketika orang Islam mulai melakukan kontak dengan peradaban Barat, dimana
perbankan bagian dari peradaban mereka dalam aspek ekonomi , lambat laun banyak orang Islam
merasakan besarnya peranan lembaga perbankan dalam tata ekonomi modern. Yang menjadi
permasalahan adalah bank, dimana bank menempuh sistem bunga. Sedangkan formula bunga
señalan dengan riba, sebagaimana yang dilarang oleh Al Qur’an. Sehingga, dewasa ini di dunia
Islam (masyarakat Islam) masih dirasakan perlu membicarakan masalah perbankan yang berlaku
di dunia yang menggunakan sistem bunga atau rente.
Sedangkan dampak negatif yang diakibatkan dari riba sangat berbahaya bagi kehidupan manusia
secara individu, keluarga, masyarakat, dan berbangsa. Jika praktek riba ini tumbuh subur di
masyarakat, maka terjadi sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap
kaum lemah. Orang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba dan Pembagiannya
Riba adalah penambahan sejumlah harta yang bersifat khusus [1]
Menurut ensiklopedia islam Indonesia disusun oleh tim IAIN syarif hidayatullah :
Ar-Riba atau ar-Rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian
tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang
tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak ,
seperti yang diisyaratkan dalam al-Qur’an. [2]
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
1. bertambah (
‫) الزيادة‬, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari
sesuatu yang dihutangkan.
2. berkembang, berbunga (
‫) النام‬, karena salah satu dari perbuatan riba adalah membungakan
harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3. berlebihan atau menggelembung, kata-kata ini berasal dari firman Allah :
ْ ‫ت َو َر َب‬
ْ ‫ا ْهت َ َّز‬
‫ت‬
Bumi jadi subur dan gembur ( Al-Haj: 5).
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali ialah :
”Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut
ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah
satu keduanya”.
Riba terbagi dua bagian yaitu riba fadhl dan riba nasiah.
Riba fadhl adalah menjual suatu jenis barang yang di dalamnya dimungkinkan
terjadi riba dengan barang sejenis dengan jumlah lebih banyak. Misalnya : menjual satu
kuintal gandum dengan satu seperempat kuintal gandum atau satu sha' kurma dengan satu
setengah sha' kurma atau satu ons perak dengan satu dirham (uang perak) .
Riba nasiah adalah jual beli sesuatu yang di dalamnya dimungkinkan terjadinya
riba, misalnya menjual emas, perak, beras, gandum atau kurma dengan barang lain yang
di dalamnya mengadung riba nasiah. Misalnya seseorang menjual satu kuintal kurma
dengan satu kuintal gandum hingga batas waktu tertentu, atau seseorang menjual 10 dinar
(uang emas) dengan 120 dirham (uang perak) hingga batas waktu tertentu.
Riba nasiah adalah melebihkan pembayaran barang yang dipertukarkan, diperjualbelikan,
atau diutangkan karena diakhirkan waktu pembayarannya baik yang sejenis maupun
tidak. [3]
B. Hikmah Keharaman Riba
Hikmah diharamkannya riba, antara lain :
1. menjaga harta seorang muslim supaya tidak dimakan dengan
cara-cara yang bathil.
2. mengarahkan seorang muslim supaya menginvestasikan hartanya
di dalam sejumlah usaha yang bersih yang jauh dari kecurangan
dan penipuan.
3.
menyumbat seluruh jalan yang membawa seorang muslim kepada tindakan
memusuhi
dan menyusahkan saudaranya sesama muslim yang berakibat pada lahirnya celaan
serta kebencian dari saudaranya.
4.
menjauhkan seorang muslim dari perbuatan yang dapat membawanya kepada
kebinasaan. Karena memakan harta riba itu merupakan kedurhakaan dan
kezhaliman, sedangkan akibat dari kedurhakaan dan kezhaliman itu ialah
penderitaan. Allah berfirman,
ِ‫َ ْال َحيَاة‬
ْ ‫فَلَ َّما أ َ ْن َجا ُه ْم إِذَا ُه ْم يَ ْبغُونَ فِي‬
َ ‫علَى أ َ ْنفُ ِس ُك ْم َمت َا‬
ِ ‫األر‬
ُ َّ‫ق يَا أَيُّ َها الن‬
َ ‫اس إِنَّ َما بَ ْغيُ ُك ْم‬
ِ ِّ ‫ض بِغَي ِْر ْال َح‬
َ‫الدُّ ْنيَا ث ُ َّم إِلَ ْينَا َم ْر ِجعُ ُك ْم فَنُنَبِِّئ ُ ُك ْم بِ َما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُون‬
“ Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kelaliman di muka bumi tanpa
(alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kelalimanmu akan menimpa dirimu sendiri;
(hasil kelalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu
Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. “ (Yunus : 23).
5.
membukakan pintu-pintu kebaikan di hadapan seorang muslim ntuk
mempersiapkan
bekal kelak di akhirat dengan memimjami saudaranya sesama muslim tanpa
mengambil manfaat (keuntungan), menghutanginya, menangguhkan hutangnya
hingga mampu mambayarnya, memberinya kemudahan serta menyayanginya
dengan tujuan semata-mata mencari ridho Allah. Sehingga mengakibatkan
tersebarnya kasih sayang dan ruh persaudaraan yang tulus di antara kaum
Muslimin.
C. Hukum Bunga Bank
Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuihi kriteria riba yang terjadi pada
rasulullah SAW. Yakni riba nasi’ah. Dengan demikian , praktek pembungaan uang termasuk
salah satu bentuk riba, dan haram hukumnya. Praktek pembungaan uang ini banyak dilakukan
oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, dan lembaga keuangan lainnya termasuk juga oleh
individu.
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 tahun 2004 Tentang Bunga (Interest
/ Faidah) :
1. Pengertian bunga (interest /fai’dah) dan Riba :
(interest/fai’dah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman
uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/ hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan
secara pasti dimuka, dan pada umumnya berdasarkan presentase.
Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inlah yang
disebut Riba Nasi’ah.
2. Hukum Bunga (interest) :
Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi
pada zaman Rasulullah SAW, yakni Riba Nasi’ah. Dengan demikian praktek
pembungaan uang saat ini termasuk , salah satu bentuk Riba, dan Riba haram
hukumnya.
Praktek penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh
Bank, Asuransi, Pasar modal, Pegadaian, Koperasi, dan lembaga keuangan
lainnya maupun individu.
3. Bemu’amalah dengan lembaga keuangan konvesional :
Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah
dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan
kepada perhitungan bunga.
Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah
diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional
berdasarkan prinsip darurat/hajat
Pendapat Ulama Tentang Bunga Bank
Pada garis besarnya para ulama terbagi menjadi tiga bagian (tiga golongan) dalam
menghadapi masalah bunga perbankan ini, yaitu kelompok yang mengharamkan, kelompok yang
menganggap syubhat (samar), dan kelompok yang menganggap halal (boleh) .
Muhammad Abu Zahrah, abul A'la al Maududi, Muhammad Abdul al –'Arabi dan
Muhammad Nejatullah Shidiqi adalah kelopok yang mengharamkan bunga bank, baik yang
mengambilnya (bagi penyimpan uang di bank) maupun bagi yang mengeluarkannya (peminjam
uang di bank).
Menurut Abul A'la Al Maududi yang diikuti oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi dalam
bukunya yang berjudul Muslim Economic Thinking yang diterjemahkan oleh A.M Sefuddin
dengan judul pemikiran Ekonomi Islam berpendapat bahwa bunga bank merupakan salah satu
sumber dari sekian banyak sumber keburukan ekonomi, seperti depresi dan monopoli. Adapun
alasan yang dikemukakan oleh al-Maududi adalah sebagai berikut :
a.
bunga pada pinjaman konsumtif memindahkan sebagian daya beli sekelompok
orang
yang
kecenderungan
konsumsinya
tinggi
kepada
kelompok
yang
kecenderungannya rendah, kelompok yang kecenderungannya rendah menanamkan
kembali pendapatannya dari bunga seperti modal baru. Hal ini berarti permintaan
konsumen turun yang diikuti dengan kenaikan produksi.
b.
Bunga pada pinjaman produktif meningkatkan ongkos produksi sehingga
menaikkan harga barang-barang konsumsi. Maksudnya bahwa pinjaman produktif
dapat menaikkan harga produksi yang berarti penaikkan harga-harga barang.
Alasan-alasan bunga diharamkan menurut Muhammad Netajullah Shiddiqi adalah sebagai
berikut :
a. bunga bersifat menindas (zholim) yang menyangkut pemerasan. Dalam
pinjaman konsumtif seharusnya yang lemah (kekurangan) ditolong oleh
yang kuat (mampu) , tetapi dengan bunga pada awalnya orang lemah
ditolong kemudian diharuskan membayar bunga, itu tidak ditolong, tetapi
memeras.
b. Bunga memindahkan kekayaan dari orang miskin (lenah) kepada orang
kaya (kuat ) yang kemudian dapat menciptaan ketidakseimbangan
kekayaan. Ini bertentangan dengan kepentingan sosial dan berlawanan
dengan kehendak Allah yang menghendaki penyebaran pandapatan dan
kekayaan adil. Islam menganjurkan kerjasama dan persaudaraan dan
bunga bertentangan dengan itu.
c. Bunga dapat menciptakan kondisi manusia penganggur, yaitu para
penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan dari bungabunga modalnya sehingga mereka tidak lagi bekerja untuk menutupi
kebutuhan hidupnya. Cara ini berbahaya bagi masyarakat juga bagi
pribadi orang tersebut.
Muhammad Abu Zahrah menegaskan bahwa rente (bunga) bank termasuk riba nasi'ah yang
diharamkan dalam agama Islam oleh Allah dan Rasul-Nya.
D. Analisis Hukum Bunga Bank
D.1 Analisis terhadap praktik membungakan uang
Praktik membungakan uang biasa dilakukan oleh orang-orang secara pribadi atau oleh suatu
lembaga keuangan. Orang atau badan hukum yang meminjamkan uang kepada perorangan atau
menyimpan uangnya dilembaga keuangan biasanya akan memperoleh imbalan bunga atau disebut
bunga meminjamkan atau bunga simpanan. Sebaliknya, orang atau badan hukum yang meminjam
uang dari perorangan atau lembaga keuangan diharuskan mengembalikan uang yang dipinjam
ditambah bunganya , bunga ini disebut bunga pinjaman. Dari peristiwa diatas dicatat beberapa hal
sebagai berikut :
a. Bunga adalah tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau uang yang
dipinjamkan.
b. Besarnya bunga yang harus dibayar ditetapkan dimuka tanpa melihat apakah lembaga
keuangan
penerima simpanan atau peminjam sukses dalam usahanya atau tidak
c. Besarnya bunga yang harus dibayar dicantumkan dalam angka persentase atau angka perseratus
dalam setahun yang artinya apabila utang tidak dibayar atau simpanan tidak diambil dalam
beberapa
tahun dapat terjadi utang itu atau simpanan itu menjadi berlipat ganda jumlahnya.
Dari ketiga hal tersebut diatas tampak jelas, bahwa praktik membungakan uang adalah upaya
uintuk memperoleh tambahan uang atas uiang yang semula dengan cara :
1. pembayaran tambahan itu prakarsanya tidak datang dari yang meminjam
2. dengan jumlah tambahan yang besarnya ditetapkan dimuka.
3. peminjam sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti apakah usahanya akan berhasil atau tidak
dan apakah ia akan sanggup membayar tambahan dari pinjaman itu.
4. pembayaran tambahan uang itu dihitung dengan persentase, sehingga tidak tertutup
kemungkinan
suatu saat jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar menjadi berlipat ganda.
Dengan memahami secara lengkap mekanisme operasional perbankan konvensional, maka akan
terungkap secara jelas sejauh mana kriteria riba dapat dipenuhi, seperti dalam penentuan besarnya
tingkat bunga simpanan sampai kepada pergeseran biaya bunga pinjaman kepada penanggung
yang terakhir. Selain itu, patut diteliti apakah tujuan pembangunan khususnya yang mengangkut
masalah pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan melalui sistem perbankan
konvesional dapat tercapai.
E.
Bank dan Macam-macamnya
Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10
November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional :
Bank Syariah :
1.
melakukan investasi-investasi yang halal aja
2.
berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa
3.
berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran serta
kebahagiaan dunia akhirat.
4.
hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
5.
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syari’ah (DPS).
Bank Konvensional :
1.
melakukan investsi yang halal dan haram
2.
memakai perangkat bunga
3.
Profit Oriented
4.
hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur
5.
tidak terdapat dewan sejenis DPS.
Perbedaan antara bunga dan bagi hasil
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan ,
tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan
pembungaan uang dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung resiko, dan karenanya
mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak
memiliki resiko, karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan
besarnya modal.
Sesuai dengan definisi diatas, menyimpan uang dibank islam termasuk kategori investasi. Besar
kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan
dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank islam tak dapat hanya sekedar
menyalurkan uang. Bank islam harus terus menerus meningkatkan return of investment sehingga
lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.
DAFTAR PUSTAKA
Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Kencana: Jakarta
Suhendi ,Hendi. Fiqh Muamalah. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Zuhri, Muh. Riba dalam Al Qur’an dan Masalah Perbankan. PT Grafindo persada
,Jakarta
www.wikipedia.com
[1]
[2] Wirdyaningsih, SH., MH., et al. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Kencana: Jakarta. hal
[3] Dr. H. Hendi Suhendi, M.. Si. Fiqh Muamalah. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta hal 279
Download