SEKOLAH SYARIAH 3 Presented by: Islamic Law Forum Apa Itu Islamic Law Forum? Islamic Law Forum adalah salah satu komunitas keilmuan di Fakultas Hukum UGM yang berfokus membahas , mengkaji dan meneliti Hukum Islam baik Hukum Islam klasik maupun kontemporer. ILF berdiri sejak tahun 2006 dengan membawa semangat pendalaman pemahaman Hukum Islam teori maupun praktik. Apa Itu Sekolah Syariah? Sekolah Syariah adalah salah satu program unggulan Islamic Law Forum yang diadakan untuk memperdalam ilmu mengenai hukum Islam. Program ini diawali dengan inisiasi dari pendiri pertama Islamic Law Forum yang merasa ilmu yang didapat dari mata kuliah Hukum Islam terasa kurang lengkap, maka Sekolah Syariah ini berusaha mengisi rasa haus ilmu para pencari ilmu khususnya dalam ilmu Hukum Islam. Sejak awal keberadaannya, Sekolah Syariah berfokus pada tiga bidang hukum islam yang paling banyak diminati orang yaitu Iqtishad (Hukum Ekonomi Islam), Jinayah (Hukum Pidana Islam), dan Siyasah (Politik Islam atau Hukum Tata Negara Islam). Pada kepengurusan Islamic Law Forum tahun 2015 ini telah diadakan Sekolah Syariah 1 pada bulan Desember 2014 yang mempelajari dasar-dasar hukum islam sebagai pengantar sekolah syariah, kemudian dilanjutkan pada bulan Maret 2015 dengan Sekolah Syariah 2 dengan materi Siyasah, Iqtishad, dan Jinayah. Namun karena para Pengurus Harian Islamic Law Forum merasa Sekolah Syariah 2 masih sangat kurang karena waktu yang terbatas dan materi yang dipersingkat, maka Pengurus Harian didukung dengan Bapak Khotibul Umam, S.H., LL.M. mengadakan Sekolah Syariah lanjutan dengan menggunakan kurikulum. Kurikulum Sekolah Syariah 3 yang disusun secara sistematis tak luput dari pengawasan dan bantuan dari para dosen bagian Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Keterbatasan sumber daya menyebabkan para Pengurus Harian Islamic Law Forum bersepakat untuk menjadikan materi Jinayah dan Iqtishad sebagai fokus Sekolah Syariah 3 kali ini. Apa Saja Kurikulum Sekolah Syariah 3? No. Kompetensi Dasar Materi Pokok tentang 1 Menerangkan pendahuluan Kegiatan Pembelajaran TCL Keterangan Hari, tanggal: Rabu, Tempat: Waktu: Siapa Pengajar Sekolah Syariah 3? Pengajar untuk materi Jinayah adalah bapak Khotibul Umam, S.H., LL.M.. yang merupakan salah satu dosen di bagian Hukum Islam Fakultas Hukum UGM. Dimungkinkan juga ibu Destri Budi, S.H., M.SI. yang juga dosen di bagian Hukum Islam menjadi pengajar. Kapan Waktu Berlangsungnya Sekolah Syariah 3? Untuk mengikuti perkuliahan Iqtishad, silakan datang ke gedung VII FH UGM pada pukul 15.00 di tanggal-tanggal berikut yang sudah ditandai dengan highlight warna kuning April 2015 Sen Sel Rab Kam Jum Sab Ming 1 2 3 4 5 3 apr - wafat yesus 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 1 mei – hari buruh Mei 2015 4 5 6 7 8 9 10 14 mei –kenaikan Yesus 11 12 13 14 15 16 17 16 Mei – Isra’ Mi’raj 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Juni 2015 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2 juni – waisak 2559 Materi Pengantar Sekolah Syariah yang Diperoleh dari Notulensi Sekolah Syariah 1 dan Notulensi Sekolah Syariah 2 Islamic World View Hari, tanggal : kamis, 4 Desember 2014 Waktu : 15.40-17.10 Tempat : Ruang VI.3.3 FH UGM Pemateri : Zeinurrahman, S.H. Cara pandang atau World view banyak basisnya diantaranya world view filsafat, world view barat, world view Islam, dan lain sebagainya. World View ini memengaruhi moral, perilaku, sikap, ilmu, etika, dan lain-lain. Islamic world view adalah bagaimana cara pandang seorang muslim terhadap sesuatu yang wujud. Dalam world view yang lain semua yang dikaji adalah yang berwujud, yang bisa diempiriskan secara indrawi sementara Islamic world view ada sesuatu yang tidak bisa diempiriskan secara indrawi. Kiranya Islamic world view serupa dengan ungkapan “Sesuatu yang tidak material belum tentu tidak ada” dimana dikenal adanya Allah sebagai Sang Pencipta dan makhluk-makhluk-Nya yang ghaib yang tidak bisa dicapai dengan indera kebanyakan manusia namun tetap diakui keberadaannya. Hal yang akan lebih ditekankan disini adalah Islamic world view terutama Hukum Islamnya. Jika diperhatikan dari pembagian hukum, maka didapat hukum Islam merupakan subsistem dari sistem hukum nasional di Indonesia. Salah satu cara pandang yang akan menjadi contoh untuk menerangkan Islamic world view adalah adagium dalam ilmu hukum yang paling terkenal adalah equality before the law. Adagium ini bersumber dari masyarakat humanis yang tidak mengenal perbedaan suku, ras, agama, warna kulit dan sebagainya. Kaum humanis menyamakan semua manusia, tidak ada perbedaan level. Manusia menurut mereka adalah hewan yang bisa berpikir. Demikian juga dengan prinsip equality before the law di dunia psikologi, Semua orang dianggap sama dan pada akhirnya hanya dibedakan dari kualitas yang dibangun manusia itu sendiri. Berbeda dengan cara pandang masyarakat humanis mengenai equality before the law, dalam cara pandang Islam kadang kala bertentangan dengan cara pandang masyarakat humanis. Ada hal-hal yang masih kontroversial dengan prinsip equality before the law dalam hukum Islam misalnya pembagian waris ,seseorang kehilangan hak warisnya hanya karena berbeda kepercayaan, yang menyebabkan timbulnya pertanyaan: kalau begitu KHI (Kompilasi Hukum Islam) bertentangan dengan asas equality before the law dalam hukum nasional? Apakah prinsip equality before the law dalam hukum Islam dikenal jika tidak terdapat perbedaan agama saja? Pertanyaan tersebut mungkin akan sedikit mengacaukan cara pandang namun perlu adanya peninjauan lebih jauh kepada nilai yang bersifat prinsipil, ada hal-hal yang harus dilihat oleh ilmu humanis bahwa ada hal yang membedakan setiap orang. Dalam ilmu humanis, ilmu didasari oleh cara pandang terhadap dunia. Namun, dalam Islamic world view, ilmu berasal dari cara pandang iman dan hal ini akan memengaruhi pemikiran etis dan tidak etis dalam cara pandang Islam. Adil bagi Allah belum tentu adil bagi manusia. Ketentuan batas umur dewasa di dalam hukum Islam adalah contoh lain yang memperlihatkan perbedaan world view dengan islamic world view. Menikah dengan anak di bawah umur yang ditentukan maka merupakan perbuatan pidana. Lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad SAW? Keputusan ini tentu dengan landasan iman. Memang ada beberapa sarjana filsafat yang menyatakan pendapatnya tentang world view yang berbasiskan keTuhanan seperti Epicurus “Tuhan itu ada tapi ketika manusia tercipta, maka tidak usah lagi memikirkan dan memedulikan Tuhan. Sebagaimana kita akan sibuk dengan diri sendiri, Tuhan pun sedang sibuk dengan dirinya sendiri.” Atau pendapat Sartre : “manusia itu memerlukan kebebasan karena hakikatnya manusia itu bebas. Pemikiran tentang Tuhan hanya membatasi kebebasan manusia tersebut. World view para sarjana filsafat tersebut telah mengekui keeksisan Tuhan namun tetap tidak dilandaskan pada iman. Islamic world view telah diatur di setiap unsur kehidupan manusia namun yang bertahan hingga saat ini hanya terbatas NTCW (nikah, talak, cerai, waris). Hal ini diakibatkan oleh telah dilaluinya masa penjajahan kolonial Belanda. Hilangnya keeksisan hukum Islam karena zaman kolonial yang diperbolehkan eksis hanyalah hukum Islam yang bersektor privat karena jika hukum Islam yang bersektor publik dibiarkan berkembang maka akan mengancam penguasaan Barat terhadap Belanda. Akibat dari pembatasan islamic world view di Indonesia adalah pada pribadi umat muslim di Indonesia. Umat muslim itu berbagai macam karakternya. Banyak yang rajin ibadah namun sangat sekuler dalam pandangan terhadap ilmu itu sendiri. Sayang disayangkan hal seperti itu karena kalau diteliti dan dirunut sejarahnya, Islam sendiri pernah menguasai Indonesia di zaman kerajaan-kerajaan. Tidak hanya terbatas pada NTCW saja, tetapi juga penerapan hukum Islam meliputi jinayah atau hukum pidana Islam. Bukti-buktinya diantara lain ditemukan kerangka mayat yang berasal dari zaman kerajaan Islam di Indonesia dengan tanpa tangan, terlihat bekas dipotongnya tangan mayat tersebut menunjukkan pernah eksisnya jinayah di Indonesia. Jinayat bisa diartikan sebagai hukum pidana namun sebenarnya berbeda, hanya sedikit yang bisa dibilang sama dari keduanya. Hukum Islam di Indonesia berbeda dengan hukum Islam di negara lainnya. Contoh konkritnya dalah KHI (Kompilasi hukum Islam) dibangun dengan fiqh. Perbedaannya ada pada penyusunan KHI tersebut yang sudah disesuaikan dengan keadaan Indonesia. Kemudian muncul pertanyaan mengenai cara mengimplementasikan Islamic world view dalam praktik salah satunya aplikasi dalam akademik. Implementasi Islamic world view berawal dari iman. Pada hakikatnya Islamic world view merupakan nama lain dari iman. Poinnya adalah bagaimana mencari, mengelola, mengembangkan dan menyebarkan ilmu. Hal-hal tersebut bila dibahas akan sangat klise naum seharusnya ilmu berkaitan dengan keimanan seseorang, ilmunya harus merupakan turunan dari imannya. Contoh konkritnya adalah dalam suatu kajian. Seharusnya Al-Qur’an bukan menjadi rujukan terakhiratau bukti –ayat dalam ayat al-qur’an itu benar. Ilmu bersifat fleksibel, dapat berubah-ubah sesuai zamannya. Dengan sifat dari ilmu tersebut maka tidaklah benar jika Al-Qur’an menjadi suatu pembuktian atas eksisnya suatu ilmu karena jika ilmu tersebut sudah berubah, kita tak lagi dapat membuktikan kebenaran Al-Qur’an nantinya. Dengan kesadaran seperti itu, maka jadikanlah Al-Qur’an sebagai dasar bagi kita untuk menalar, berpikir, dan menemukan ilmu. Umat muslim mempunyai tugas ganda di dalam hal ini yaitu menuangkan Islamic world view dalam praktik lapangan maupun akademis. Implementasi yang diatur di dalam hukum Islam tidak semuanya diatur di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah sehingga dimungkinkan untuk menggunakan akal sesuai dengan salah satu hadits. Area pengaturan hukum secara rinci diserahkan kepada aturan yang dibuat manusia karena tidak ada pengaturan rigid terhadap realita terutama apa yang terjadi di zaman sekarang karenanya manusia dituntut untuk berpikir, tidak semuanya berawal dari al-qur’an dan hadits tetapi tetap saja dasar prinsipilna harus berawal dari Islam. Pemikiran inilah yang harus berasaskan Islamic world view. Islamic world viewini bisa diimplementasikan ke dalam suatu isu seperti misalnya beberapa waktu lalu terdapat konflik mengenai seorang Gubernur yang beragama non-muslim. Cara salah satu organisasi keislaman untuk menentang hal tersebut bisa dibilang tidak baik. Ada suatu pernyataan bahwa apa yang dilakukan seseorang mencerminkan ilmunya. Dari pernyataan tersebut, sebagai umat muslim yang beriman dan berilmu, ada baiknya menggunakan hak-hak aspirasi masyarakat yang bisa digunakan, tidak hanya bersabar. Pada intinya, menjauhi mudharat itu harus lebih diutamakan daripada menanggulanginya. Harus dipertimbangkan juga apakah berwacana lebih bermanfaat daripada diam ataukah sebaliknya. Hal yang bisa dilakukan adalah memberitahu umat Islam lain bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang Islam untuk masyarakat yang mayoritas beragama Islam karena pemimpin yang memeluk agama Islam akan memperhatikan kebutuhan rakyat yang dipimpinnya baik yang beragama sama maupun yang berbeda agama dengannya. Sejarah dan Dinamika Hukum Islam di Dunia Hari, tanggal : Senin, 8 Desember 2014 Waktu : 16.00-17.05 Tempat : Ruang VI.3.5 FH UGM Pemateri : Ust. Arif Rif’an Telah diketahui bersama bahwa di dalam ilmu dan pengetahuan seseorang terdapat iman. Iman merupakan pembeda cara pandang orang biasa dengan orang yang beriman. Pada zaman Rasulullah masih hidup, orang-orang berilmu dengan iman. Mereka menjadikan iman sebagai ilmu. Mereka beramal dengan iman dan ilmunya. Semua perkara hukum kembali ke Rasulullah. Keputusan yang berlaku adalah petunjuk wahyu dan ketetapan Rasul, maka dari situ cakupan yang dijangkau bisa sangat luas. Setelah Rasulullah meninggal, sahabat berpegang teguh pada warisan Rasulullah yaitu Al-Qur’an, As-sunnah dan ijtihadyang didasarkan wahyu dan sunnah Rasul. Semanjak itu, kasus yang terjadi selalu berkembang, misalnya hukum waris atau waraid. Bagitupun dengan kasus radd dan aul yang terjadi pertama kali pada masa Umar bin Khattab. Pada masa Rasulullah, kasus radd sederhana dan mudah diputuskan namun pada masa Umar bin Khattab, dikumpulkanlah semua takaran timbangan. Contohnya saja seorang sahabat wafat meninggalkan 1 isteri dan 2 anak perempuan, dan saudara laki-laki kandung. Awalnya semua harta peninggalan sahabat tersebut dikuasai semua oleh saudara laki-laki, namun kemudian isteri dan kedua anak perempuan mengadu kepada Rasulullah kemudian ditetapkanlah bagian isteri adalah 1/8 harta, 2 anak perempuan mendapatkan bagian 2/3, dan sisanya (radd) adalah hak saudara laki-laki kandungnya. Cara penghitungannya pertama-tama disamakan penyebutnya sehingga mendapatkan 24 sebagai permisalan jumlah harta, maka masing-masing mendapatkan sebanyak bagian yang diterimanya dikali pemisalah jumlah harta. Lengkapnya ada di tabel berikut: Ahli waris Bagian waris Jmlh harta x bagain waris Bagian yang didapat isteri 1/8 3 3/8 harta anak perempuan 2/3 16 16/8 harta saudara laki-laki Radd 5 5/8 harta 24 24/8 harta Pemisalan jumlah harta Perlu diperjelas bahwa dalam pengambilan keputusan, para sahabat tidak berdasarkan hawa nafsu tetapi tetap berpegang teguh pada petunjuk wahyu dan ketetapan Rasulullah. Jika tidak diketemukan solusi permasalahan di dalam AlQur’an maupun hadits, maka para sahabat mencari solusi dengan bermusyawarah terlebih dahulu. Selanjutnya di masa kepemimpinan Ustman bin Affan. Ada seorang sahabat yang baru menikah lalu isterinyamelahirkan pada saat masa kandungannya masih 6 bulan sehingga menyebabkan sahabat tersebut meragukan anak yang dilahirkan merupakan anaknya karena belum genap 9 bulan sejak perkawinan dilangsungkan. Maka dari itu, dituduhlah isterinya hamil sebelum menikah dengan sahabat tersebut. Karena isterinya kukuh mengatakan bahwa anak tersebut adalah anaknya, maka terjadilah saling sumpah. Untuk menyelesaikan perkara ini, dilakukan penghitungan sesuai apa yang tertera di dalam Al-Qur’an yaitu di dalam surat AlAhqaf dimana masa mengandung hingga menyapih adalah 30 bulan. Kemudian disandingkan ayat ini dengan ayat lain yang ada di surat Al-Baqarah yang menyebutkan masa menyusui hingga menyapih adalah selama 2 tahun atau 24 bulan. Dari selisih tersebut, terdapat masa 6 bulan yang dianggap sebagai masa minimal mengandung. Hukum Islam yang ditegakkan seperti diulas sebelumnya berasal dari iman. Hal ini tersermin ketika ada kasus dimana seorang pembantu mencuri barang milik majikannya. Dalam kasus tersebut tidak dilaksanakan hukuman potong tangan karena diketahui pada saat itu terjadi musim paceklik yang menyebabkan majikannya menangguhkan gaji pembantu tersebut. Maslahat dalam menentukan suatu hukuman juga dipertimbangkan. Jauh setelahnya hukum Islam di dunia mengalami dinamika yang fluktuatif. Dalam skala regional Asia Tenggara, peresmian Persatuan Dai dan Ulama se-Asia Tenggara yang berlangsung di Malaysia pada awalnya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu. Namun setelah disadari tidak semua negara di Asia Tenggara menggunakan bahasa Melayu, maka digunakanlah bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu. Ada pula isu internasional mengenai terorisme oleh sekelompok muslim yang pernah dibahas di Indonesia, namun karena berita sudah dianggap kurang menarik maka tidak diangkat lagi di Indonesia tetapi diangkat menjadi isu di negara lain. Isu ini terjadi by design, dimana ada yang mengaturnya. Di Indonesia sendiri dinamika hukum Islam cenderung redup, hanya masalah nikah, talak, cerai, dan waris saja yang masih hidup. Contohnya saja sekarang secara terang-terangan saat perayaan natal semua karyawan yang bekerja diharuskan mengenakan baju natal untuk merayakannya. Semua pegawai termasuk yang beragama muslim diharuskan mengikuti aturan tersebut, kalau tidak mengikuti maka pegawai tersebut terancam dipecat. Di lain kasus, tepatnya mengenai waris, pernah ada perdebatan mengenai waris ayah dan anak yang sama-sama meninggal karena gempa bumi namun berada di tempat yang berbeda. Ayah dan anak tersebut secara berturut-turut berada di Jogja dan Solo. Setelah dilakukan musyawarah, maka diputuskan semua harta waris tidak serta merta menjadi milik cucu karena harus diperhitungkan terlebih dahulu hak-hak anak terhadap ayahnya dengan melihat siapa yang meninggal terlebih dahulu. Pada saat itu gempa terjadi dari arah Timur maka dianggap yang berada di Timur adalah yang meninggal duluan sehingga pembagian waris sesuai dengan peraturan bagi waris pewaris yang meinggal lebih dulu. Sejarah dan Dinamika Hukum Islam di Indonesia Hari, tanggal : Rabu, 10 Desember 2014 Waktu : 16.10-17.10 Tempat : Ruang VI.3.5 FH UGM Pemateri : Ust. Arif Rif’an Sejarah hukum Islam berkaitan erat dengan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan perkembangannya hingga saat ini. Periode sejarah dan dinamika hokum islam di Indonesia mempunyai tiga periode, yaitu: 1) Periode kerajaan 2) Periode penjajaham yang terbagi menjadi dua yaitu tahap awal dan tahap kedua 3) Periode masa sekarang Masuknya Islam ke Indonesia dikenal adanya tiga teori, yaitu: 1) Teori Hujarat. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-13 dan masih sangat identik dengan budaya Hindu. 2) Teori Arab. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-7 melalui para pedagang dari bangsa Arab. Kerajaan Samudra Pasai merupakan wujud muncul dan berkembangnya para pedagang muslim yang membentuk suatu komunitas dan memengaruhi rakyat Indonesia dan melakukan politik di Indonesia. 3) Teori Persia. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-13. Ketiga teori yang ada seyogyanya diimbangi dengan ilmu sejarah. Jelasnya abad ke-7 dan abad ke-13 adalah masa perkembangan Islam di Indonesia karena sudah jelas terlihat perkembangannya berupa berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang mengartikan Islam masuk ke Indonesia sudah lebih lama lagi. Selain itu berkembangnya hukum Islam juga nampak dari penerapan jinayah di wilayah masing-masing kerajaan. Jinayah diterapkan dengan beberapa syarat misalnya pencuri dipotong tangannya ketika barang yang dicuri terpenuhi nisabnya. Tidak semata-mata pencuri langsung dipotong tangannya tetapi barang curian harus memenuhi nisab. Kalau di Arab dahulu nisabnya adalah barang yang dicuri harus seharga 1 satuan mata uang. Setelahnya terdapat penjajahan yang membuat redupnya penegakan hukum Islam di zaman kerajaan. Pada zaman penjajahan Belanda, terdapat pengaruh yang sangat kuat diantara para penjajah dari negeri lain (Spanyol, Inggris, Jepang). Namun diantara ketiga bangsa yang menjajah, penjajahan yang sangat terlihat bekasnya adalah penjajahan di zaman Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, yang diubah adalah mental, pikiran dan yang paling gencar diubah adalah budaya. Pada tahap awal penjajahan Belandan, VOC memberikan ruang bagi berkembangnya Islam dan hukum Islam bahkan VOC mempersilakan pemeluknya ada dan melakukan ibadah sampai pada taraf dibentuknya undang-undang bagi para pemeluk agama Islam. Tahap kedua penjajahan secara umum bias dikatakan mengubah mental, pola pikir, budaya dan cara menjalankan syariat Islam. Dimulai dengan Snouck Hurgronje yang membuat intervensi berupa melakukan sinkritisme atau peleburan budaya. Saat itu Snouck Hurgronje melakukan sinkritisme antara hukum Islam dengan hokum adat. Hal tersebut dibuktikan dengan teori yang dikemukakannya yaitu hokum islam diterima selama tidak bertentangan dengan hokum adat. Dengan adanya teori tersebut maka syariah islam menyesuaikan dengan hokum adat sampai pada menyesuaikan pola peradilannya. Aplikasinya saat ini kita bias melihat dengan adanya budaya 40 harinya seseorang yang telah meninggal dunia. Budaya peringatan 40 hari seseorang yang telah meninggal dunia sebenarnya merupakan budaya Hindu namun konteksnya yang dibuat adalah berisikan muatan Islam dengan mengaji untuk orang yang meninggal tersebut. Secara umum, Belanda mewariskan pengaruh berupa dikotomi hukum Islam dengan hokum adat. Kemudian dilanjutkan dengan masa kemerdekaan dimana pergerakan Islam diusung oleh para ulama. Dimulai dengan tahun 1905 dengan adanya Sarekat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam, tahun 1912 dengan kemunculan Muhammadiyah, tahun 1913 munculnya Al-Islam, tahun 1926 dengan munculnya Nadhatlul Ulama, dan sebagainya. Namun disayangkan sekarang justru ulama tidak mengatahui banyak ilmu. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya seminar yang dihadiri para ulama dengan tujuan memberikan kesadaran hokum bagi para ulama. Di dalam penyampaiannya, Hamdan Zoelfa mengatakan “Saatnyakita jihad konstitusi”. Kalimat yang didengung-dengungkan Hamdan Zoelfa adalah ketika ada revolusi mental, segeralah siapkan konsep dan pasukan. Pada kenyataanya sesuatu yang dimasuki politik maka cenderung akan rusak , bagaikan tanaman yang layu sebelum berkembang. Jika dia mati, kekerasan atas nama agama lebih banyak terjadi tetapi media hanya menyorot isu kekerasan yang mengatas namakan agama yang berkaitan dengan Islam, baik media nasional maupun media Internasional. Lalu apakah politik akan selalu cenderung merusak? Tidakkah bisa keadaan dibalikkan seperti dulu dimana hukum Islam sangat dijaga dan ditegakkan menggunakan politik? Ternyata tidak semudah itu politik digunakan untuk mengubah kembali seperti dulu, masih ada konsep yang perlu dibangun sebelum melakukan itu semua. Di dalam buku “Eklektisisme Hukum Nasional (Kompetisi antara hokum positif, hokum adat dan hukum Islam)” yang ditulis oleh salah satu Profesor UGM menjelaskan Masih perlu banyak hal yang perlu direncanakan secara matang. Sharia Ecomoic Hari, tanggal Waktu : Jumat, 20 Maret 2015 dan 27 Maret 2015 13.00-15.00 (pertemuan pertama), 15.00-17.00 (pertemuan kedua) : Tempat : Ruang VII.1.3 FH UGM Pemateri : Destri Budi N. S.H., M.SI. (pertemuan pertama), dan Khotibul Umam, S.H., LL.M. (pertemuan kedua) Apabila telah ditunaikan shalat, maka brtebaranlan kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Q.S. Al-Jumu’ah, 62:10 Bisnis seringkali menjadi hal yang dianjurkan di dalam Al-Qur’an. Pengaturannya mengenai etika bisnis sudah dengan baik dituliskan di dalamnya. Rasulullah pun mencontohkannya sejak beliau masih kanak-kanak, yaitu saat ikut pamannya ke negeri Syams untuk berdagang. Ketika Rasulullah menjadi pemimpin pun, ekonomi menjadi bidang yang tidak luput dari pengaturannya. Mulai dari perdagangan hingga perpajakan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Dari kesemua aplikasi perekonomian, inti dari Al-iqtishad adalah akadnya seperti yang tertera di surat Al-Maidah ayat 1. Namun, akad merupakan sebagian saja syarat agar suatu transaksi halal. Agar suatu transaksi bisa dikatakan halal, ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Tidak haram zatnya Suatu transaksai dikatakan tidak haram zatnya bisa dilihat dari barang yang jadi objek transaksi ataupun alat yang digunakan bertransaksi. Objek transaksi maupun alat bertransaksi bersifat kumulatif, keduanya harus halal zatnya. Seperti misalnya memperjual belikan makanan, jika makanannya merupakan makanan yang diperbolehkan untuk memakannya maka transaksi bisa dibilang halal. Namun, jika memperjualbelikan babi atau hal lain yang diharamkan untuk dimakan, maka transaksi bisa dikatakan tidak halal. Lalu bagaimana dengan suntikan uang, apakah haram? Bisa dilihat uang bukanlah zat yang haram, namun yang menjadikan suntikan uang itu haram atau halal adalah dari mana uang tersebut diperoleh. Bila diperoleh dari usaha-usaha yang halal, maka transaksi tersebut bisa dikatakan halal dan begitu sebaliknya. 2. Tidak boleh mengadung MAGHRIB a. Maysir Maysir dipersamakan dengan gambling atau perjudian. Perjudian ini mengandung unsur mengundi nasib dan dilarang di dalam Islam. Larangan ini tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maidah ayat 3. Bagaimana dengan naik atau turunnya nilai tukar mata uang? Hal tersebut tidak bisa dipersamakan dengan perjudian karena ada keadaan yang menyebabkan nilai mata uang suatu negara berbeda dengan nilai mata uang negara lain. b. Gharar Gharar merupakan istilah untuk ketidakpastian. Diistilahkan dengan membeli kucing dalam karung karena sejak diperjanjikan, barang yang menjadi transaksi tidak jelas wujudnya. Seperti dalam sistem ijon dimana pembeli membeli buah yang yang belum diketahui kualitas dan kuantitas buahnya. Gharar berbeda denga risk karena risiko sudah jelas adanya. c. Riba' Seperti yang sudah diketahui di dalam masyarakat, riba’ merupakan bunga yang tidak diperjanjikan di awal. Seperti misalnya denda keterlambatan pembayaran, atau bunga yang berlipat ganda dari bank. Macam riba’ dilihat dari sebeb munculnya dibagi menjadi: 1) Riba’ atas utang piutang; dan 2) Riba’ atas jual beli. Selain dari sebab kemunculannya, jenis riba’ dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: 1) Fadhl; 2) Nasal atau jahiliy; 3) Nasiah (riba’ nasiah ini paling sering muncul di dunia perbankan). Selain dalam wujud bunga, riba’ juga bisa berwujud barang. Barang-barang ribawi diantaranya emas, perak, gandum, kurma, jewawut, dan garam. Disebut barang ribawi karena bareng-barang tersebut rentan sekali terhadap praktik riba’ dalam transaksi tukar-menukarnya. Barang-barang ribawi tersebut bisa dijadikan objek transaksi selama ditukarkan dengan barang yang sama atau barang lain yang nilainya sama. Di dalam konteks ekonomi kontemporer, barang-barang ribawi adalah mata uang, bahan makanan dan barang sekali pakai. Bunga bank yang diterima dari nasabah digolongkan riba’ karena uang bunga bank berasal dari hasil usaha kredit bank. Kredit sendiri sudah merupakan riba’ karena adanya bunga dalam peminjaman uang yang berlipat ganda, sifatnya memberatkan peminjam. Bagaimana jika tidak meniatkan untuk mendapatkan bunga dari bank yang diketahui sebagai riba' namun tetap menggunakan produk bank tersebut? Selama ada unsur darurat diperbolehkan. Namun, jika tidak ada unsur darurat sebaiknya dihindari karena pada dasarnya di dalam praktik transaksi yang mengandung unsur riba’ orang yang mencatat, melaksanakan, saksi, kesemuanya mendapatkan dosa. d. Ryswah Ryswah dipersamakan dengan praktik suap menyuap. Hal ini jelas dilarang dalam agama Islam. Larangan ini terkandung di dalam Al-Qur’an Surat AlBaqarah ayat 188. e. Bathil Adanya unsur bathil membuat suatu transaksi bisa dikatakan tidak halal. Rukun dan syarat akad yang sesuai syariah Untuk menghindari kelima unsur yang telah disebutkan sebelumnya, maka Islam mengatasinya dengan akad-akad yang tradisional. Akad di dalam Islam lebih ditekankan kepada kejelasan, hal yang kemudian sering disebut transparansi. Prinsip transpatansi ini dijabarkan ke dalam suatu akad harus terpenuhinya tiga unsur, yaitu: a) Kualitas Kualitas dari objek transaksi haruslah jelas diperjanjikan di awal dan memang benar begitu keadaannya. Kepastian kualitas ini menghindari gharar. b) Kuantitas Sama dengan kualitas, kuantitas barang ataupun harganya jelas diperjanjikan di awal dan nilai objek transaksi dan alat transaksi setara. Hal ini berguna untuk menghindari praktik riba’. c) Waktu Penyerahan Unsur ini bisa dipersamakan dengan istilah tunai dimana peralihan objek transaksi dan alat transaksi terjadi di saat dan tempat yang bersamaan, tidak diperbolehkannya ada jeda waktu yang akan rentan terjadi riba’. Pengecualian waktu penyerahan ini terdapat dalam nilai mata uang. Unsur-unsur transaksi tersebut merupakan panduan praktikal terhadap tiga jenis akad, yaitu: a) Murabahah Transparansi harga asli dari suatu barang dari penjual ke pembeli dalam konteks perdagangan. b) Musyarakah Transparansi mengenai perjanjian kerja sama dengan menyebutkan sejelasjelasnya mengenai kontribusi masing-masing pihak, keuntungan sesuai kontribusi masing-masing pihak, dan penanggungan risiko dimana penghitungannya didasarkan pada kontribusi masing-masing pihak. c) Mudharabah Transparansi mengenai bagi hasil antara pemilik modal dan pengelola modal dalam usaha. Kesemua dasar-dasar perekonomian Islam yang telah dibahas kebanyakan diaplikasikan di dalam dunia perbankan. Manfaat yang tinggi dan tidak menimbulkan kerugian tersebut menjadikan beberapa negara di dunia mulai melirik sistem ekonomi Islam. Baru-baru ini muncul kabar bahwa perbankan di Inggris disyariah-kan untuk melindungi perekomian negaranya juga penggunaan sukuk untuk membiayai pembangunan infrastrukturnya. Di Amerika sudah mulai banyak pengkajian mengenai ekonomi Islam terutama di bidang perbankan yang dipercaya dapat menyelamatkan perekonomian mereka di saat krisis. Daya tahan perbankan syariah terhadap krisis ekonomi sudah terbukti di Indonesia pada tahun 1998. Konsep rahmatan lil ‘alamin dan membawa kemanfaatan membuat perbankan syariah lebih sehat kala itu. Dengan latar belakang tersebut dan melaksanakan pasal 29 UUD NRI Tahun 1945, Indonesia mengakui perbankan syariah dan kemudian merancang tiga fase terhadap perbankan syariah, yaitu: 1. Introduction; pada tahap ini dibentuk Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 2. Recognition; dibentuknya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; dan 3. Purification; dibentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Untuk menjaga nilai-nilai syariah di dalam perekonomian syariah Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) membuatkan Fatwa DSN-MUI di bidang ekonomi syariah, meliputi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Badan Perkreditan Rakyat Syariah. Namun, upaya yang sering dilakukan adalah terkait pengaturan di bidang perbankan syariah. Hal ini karena perbankan merupakan aplikasi ekonomi yang paling banyak terdapat prinsip syariahnya. Dengan demikian, dipersyaratkan bahwa bank syariah yang ingin beroperasi harus memiliki induk yang menggunakan prinsip syariah pula guna menjaga nilai-nilai syariah atas kegiatan sirkulasi uang di dalamnya. Kesimpulannya, di dalam Islam diajarkan cara pengelolaan harta dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan dan tidak merugikan serta jelas akadnya. Konsep rahmatan lil ‘alamin membuat perekonomian syariah memperhatikan kepastian hukum dalam suatu transaksi.