PRANATA MANGSA SEBAGAI ALTERATIF PEDOMAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN DI SAMODERA HINDIA SELATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Suwarman Partosuwiryo NIM. 08/278850/SPN/00373 INTISARI Pranata mangsa merupakan perkiraan pola musim, iklim dan fenomena alam yang dikembangkan oleh nenek moyang berdasarkan kejadian-kejadian alam seperti musim penghujan, kemarau, musim tanaman berbunga, dan letak bintang di jagat raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang-surut air laut. Pranata mangsa dibutuhkan pada penentuan atau patokan bila akan mengerjakan sesuatu pekerjaan misalnya bercocok tanam, melaut bagi nelayan, merantau, pedoman berperang dan mencegah biaya produksi tinggi. Di bidang perikanan, para nelayan juga memanfaatkan pranata mangsa untuk pedoman melaut, mendeteksi musim ikan dan lokasi ikan berada. Para nelayan melaut sambil membaca alam dengan melihat letak bintang yang dijadikan patokan untuk menemani mereka saat melaut. Nelayan mengetahui pada bulan-bulan tertentu yang baik untuk pergi melaut dan akan mendapatkan ikan banyak. Sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional atau nelayan kecil, dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Akses mereka terhadap perkembangan iptek masih relatif terbatas, baik karena kemampuan mereka atau sarana dan prasarana yang ada. Untuk itu perlu aktualisasi pengenalan waktu tradisional dengan menggunakan perhitungan pranata mangsa sebagai salah satu kearifan lokal yang telah ada sejak zaman nenek moyang, dan terbukti dapat digunakan sebagai pedoman oleh masyarakat dalam berusaha maupun beraktivitas. Pengenalan waktu dibedakan menjadi pengenalan waktu modern dan tradisional. Pengenalan waktu modern adalah pengenalan waktu yang menggunakan ukuran yang homogen dalam ukuran wilayah yang luas. Sesuai dengan dasar yang digunakan untuk menyusun kalender dikenal dengan kalender yang mendasarkan matahari (surya) dan yang mendasarkan bulan (candra). Pengertian tradisional dapat diartikan sebagai penyampaian unsur-unsur budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, terutama disampaikan secara lisan. Nelayan DIY (55,5%) mengenal kalender pranata mangsa dan mengaitkan kalender tersebut dengan aktivitasnya menangkap ikan. Terutama nelayan yang berumur. Kata kunci : Pranata mangsa, penangkapan ikan, Samodera Hindia Selatan DIY. 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Secara geografis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak pada posisi 7o30' - 8o15' LS dan 110o03’ BT - 110o50' BT. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Panjang garis pantai Provinsi DIY sebesar 113 km atau 61,02 mil yang secara administratif masuk kedalam 3 wilayah kabupaten, yaitu Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo. Pada tahun 2007 produksi penangkpan ikan DIY mengalami peningkatan sebesar 51,90% (2.629 ton), dibandingkan produksi 2006 (1.730 ton). Dilihat dari jenis ikan, maka ikan tangkapan terbanyak adalah jenis-jenis seperti bawal putih, bawal hitam, manyung, lemadang, kuwe, peperek, tuna, cakalang, dan tongkol. Demikian juga jika dilihat dari nilai hasil produksi (tangkapan) 21 terbesar juga jenis udang Barong dengan nilai produksi sebesar 23,99% , Tuna (10,3%) dan layur (10,08%) dari total nilai produksi sebesar Rp 21,2 M. Sedangkan produksi hasil tangkapan ikan laut pada tahun 2008 (2.151,8 ton) mengalami penurunan sebesar 18,15 % dibandingkan tahun 2007 (2.629 ton). Produksi perikanan laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah nelayan, jumlah dan jenis alat, alat bantu penangkapan dan prasarana penangkapan serta musim. Dari sekian faktor-faktor yang berpengaruh tersebut faktor alam atau musim merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan. Jumlah nelayan di DIY pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 4,04% dibanding dengan tahun 2006. Jika pada tahun 2006 jumlah nelayan sebanyak 2.472 orang, meningkat menjadi 2.572 orang pada tahun 2007. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan didominasi oleh alat tangkap jaring (hanyut maupun tetap) dan pancing (khususnya rawai hanyut, tetap/dasar, pancing ulur dan tonda). Produksi perikanan laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jumlah nelayan, jumlah dan jenis alat, sarana dan prasarana penangkapan serta musim. Dari sekian faktor-faktor yang berpengaruh tersebut faktor alam atau musim merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan. Salah satu cara tradisional dilakukan oleh para nelayan untuk menentukan daerah penangkapan ikan adalah dengan mengamati kondisi parameter-parameter lingkungan perairan dengan panca indera yang dimiliki. Namun karena panca indera nelayan mempunyai kemampuan yang terbatas sehingga praktis tidak bisa diandalkan untuk menjawab berbagai tantangan fenomena alam yang akhir-akhir ini banyak mengalami perubahan. Untuk menjawab permasalahan ini peranan para ilmuwan dan teknologi seperti aplikasi inderaja satelit yang berkembang pesat saat ini sangat dibutuhkan. Di berbagai literatur telah diungkapkan keberhasilan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peramalan daerah penangkapan ikan. Menurut Hubert (1981), data inderaja satelit yang digunakan untuk membuat peta-peta kondisi perairan mengurangi 20 – 50 % waktu operasi penangkapan kapal-kapal perikanan komersial Amerika Serikat (US). Satos (2000) merangkum keuntungan metode inderaja untuk aktivitas penangkapan karena dapat : (1). Meningkatkan efisiensi (saving) BBM, (2). Waktu berlayar (trip) nelayan berkurang, (3). Biaya perawatan kapal rendah. Dengan waktu layar berkurang selain menghemat biaya operasional maka keselamatan akan lebih baik. Dibidang pertanian, secara tradisional para petani (khususnya Jawa dan Bali) telah memiliki perhitungan paranata mangsa sebagai dasar pada aktivitas budidaya pertanian. Pranata mangsa merupakan perkiraan pola musim, iklim dan fenomena alam yang dikembangkan oleh nenek moyang berdasarkan kejadian-kejadian alam seperti musim penghujan, kemarau, musim tanaman berbunga, dan letak bintang di jagat raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang-surut air laut. Pranata mangsa selanjutnya disusun menjadi kalender tahunan dan telah digunakan dan sesuai dibidang pertanian. Pranata mangsa dibutuhkan pada penentuan atau patokan bila akan mengerjakan sesuatu pekerjaan misalnya bercocok tanam, melaut bagi nelayan, merantau, pedoman berperang dan mencegah biaya produksi tinggi. 22 Demikian juga di bidang perikanan, para nelayan juga memanfaatkan pranata mangsa untuk pedoman melaut, mendeteksi musim ikan dan lokasi ikan berada. Para nelayan melaut sambil membaca alam dengan melihat letak bintang yang dijadikan patokan untuk menemani mereka saat melaut. Nelayan mengetahui pada bulan-bulan tertentu yang baik untuk pergi melaut dan akan mendapatkan ikan banyak. Sebaliknya mereka mengetahui saat-saat tidak melaut, berbahaya dan tidak akan menghasilkan apa-apa. Pada saat-saat itulah mereka menggunakan waktu untuk memperbaiki alat tangkap yang rusak (jaring, perahu), memperbaiki rumah dan pekerjaan selain melaut. Kearifan lokal tersebut ternyata mampu memberikan petunjuk, dan dapat digunakan sebagai pedoman mereka dalam berusaha. Pengembangan atau aktualisasi nilai nilai-nilai kearifan lokal tersebut perlu ditumbuh kembangkan untuk melengkapi perkembangan teknologi yang terus berkembang. Aktualisasi ini juga tidak mengecilkan arti iptek modern, namun sebagai upaya untuk mencermati alam semesta sebagai suatu tanda atau isyarat akan atau telah terjadinya perubahan di alam. Nelayan Indonesia sebagian besar adalah nelayan tradisional atau nelayan kecil, dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Akses mereka terhadap perkembangan iptek masih relatif terbatas, baik karena kemampuan mereka atau sarana dan prasarana yang ada. Untuk itu perlu aktualisasi pengenalan waktu tradisional dengan menggunakan perhitungan pranata mangsa sebagai salah satu kearifan lokal yang telah ada sejak zaman nenek moyang, dan terbukti dapat digunakan sebagai pedoman oleh masyarakat dalam berusaha maupun beraktivitas. 1.2. Tujuan Mengetahui musim ikan di perairan selatan DIY dengan menggunakan pengenalan waktu tradisional (PWT) pranata mangsa, sebagai pedoman dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. 2. PERHITUNGAN WAKTU Waktu dan pengenalan waktu merupakan 2 istilah yang artinya sangat berhubungan erat, namun mempunyai pengertian yang agak berbeda. Agar tidak menimbulkan kerancuan perlu ada kejelasan antara keduanya. Waktu adalah urut-urutan dari berbagai peristiwa secara suksesi dan tidak akan kembali dan tidak terpisahkan. Pengenalan waktu dibedakan menjadi pengenalan waktu modern dan tradisional. 2.1. Pengenalan Waktu Modern Pengenalan waktu modern adalah pengenalan waktu yang menggunakan ukuran yang homogen dalam ukuran wilayah yang luas. Sesuai dengan dasar yang digunakan untuk menyusun kalender dikenal dengan kalender yang mendasarkan matahari (surya) dan yang mendasarkan bulan (condro). Jenisjenis kalender dalam pengenalan waktu modern, adalah sebagai berikut : 1). Kalender Julian 2). Kalender Augustan 23 3). Kalender Gregorian 4). Kalender Muhammad (hijrah = muslim) 2.2. Pengenalan waktu Tradisional (PWT) Pengertian tradisional dapat diartikan sebagai penyampaian unsur-unsur budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, terutama disampaikan secara lisan. Dengan demikian pengertian pengenalan waktu secara tradisional dapat diartikan sebagai yang disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya secara lisan. Jenis-jenis kalender dalam pengenalan waktu tradisional antara lain adalah: 1) Kalender Cina, 2) Kalender Yahudi, 3) Kalender Mesir, 4) Kalender Maya, 5) Perhalaan (suku Batak), 6) Kalender sukuDayak, 7) Kalender Sultan Agung, 8) Wariga, 9) Kalender Pranata mangsa. Dari 9 jenis pengenalan waktu tradisional, kalender pranata mangsa sudah banyak dikenal oleh orang jawa dan diaplikasikan dalam berbagai kegiatan pertanian. Kalender pranata mangsa merupakan kalender surya yang mulai dikaitkan dengan kalender Gregorian dan mulai dipergunakan atas ketetapan dari Pakubuwono VII dari kerajaan Surakarta pada tanggal 22 Juni 1855 (Hien, 1906; Suwandi). Tanggal 22 Juni 1855 tersebut bertepatan dengan tanggal 1 mangsa ke 1 tahun ke I kalender Pranata Mangsa. Karena dikaitkan dengan kalender Gregorian, maka periode masing-masing mangsa dapat dicari kesamaannya dengan periode dalam tahun Gregorian. Seperti diketahui kalender Pranata Mangsa terdiri atas 12 bulan dengan umur berkisar dari 23-43 hari. Kesamaan periode masing-masing mangsa dengan periode dalam kalender Gregorian seperti dalam tabel 2.1. Latar belakang yang sebenarnya dari penetapan tersebut belum diketahui dengan pasti (Daldjoeni, 1968). Hal ini mengingat Pranata Mangsa sudah dikenal di masyarakat lama sebelum dikaitkan dengan kalender Gregorian, walaupun belum diketahui dengan pasti kapan mulai dikenal. Namun demikian Pranata Mangsa sudah dimuat di dalam Centini yang disusun dalam tahun 1820-1833 (Paku Buwono V,) dimuat dalam buku "The History of Java" (Raffless, 1817) dan Hien. cit. Daldjoeni (1968) menyebutkan, bahwa Pranata Mangsa sudah hidup berabad-abad lamanya dikalangan orang Jawa sebelum kedatangan orang Hindu. Sebagai penjelasan terhadap kapan berlangsungnya mangsa, masing-masing mangsa disamping umur diberi "condro" (ungkapan yang tafsirnya sangat khusus) yang berupa gejala-gejala alam yang muncul dalam masing-masing mangsa. Condro masing-masing mangsa seperti dalam tabel 2.1. 3. MUSIM DAN UPAYA PENANGKAPAN IKAN 3.1. Musim dan Produksi Ikan Musim ikan beragam antar lokasi fishing ground dan antar jenis ikan, meskipun secara umum relatif mirip. Musim ikan diindikasikan dengan keberhasilan nelayan dalam menangkap ikan sangat tinggi, sehingga pada saat terjadi musim ikan maka ikan hasil tangkapan yang didaratkan nelayan di TPI lebih tinggi dibandingkan diluar musim ikan. Berdasarkan informasi 24 nelayan yang melakukan penangkapan ikan Samudera Hindia Selatan Kabupaten Bantul diketahui bahwa sebagian besar ikan tertangkap pada satu musim saja, yaitu musim barat atau timur. Lama musim ikan berlangsung antara 4-7 bulan, kecuali penangkapan ikan sekitar rumpon tidak mengenal musim dan dapat dilakukan sepanjang tahun (Tabel 3.1). Meskipun penangkapan ikan di daerah rumpon bisa dilakukan sepanjang tahun, namun hasil tangkapan yang tinggi terjadi pada musim angin timur (Juli-Desember) atau mangsa kasa-kanem. Sebagian besar ikan yang didaratkan diperairan Bantul tertangkap pada musim angin barat (Agustus-Februari) atau mangsa kasa-kapitu, kemudian musim timur (April-Agustus) atau mangsa desta-karo dan beberapa jenis tangkapan non ikan, misalnya udang, keong macan dan rajungan mengalami musim relatif singkat pada bulan Desember sampai Februari (2-3 bulan). Durasi penangkapan ikan pada musim angin timur berlangsung lebih singkat (April-Agustus) daripada musim barat yang terjadi antara AgustusFebruari. Ikan kelompok ekonomis penting umumnya tertangkap antara pertengahan angin musim timur hingga musim barat dengan menggunakan alat tangkap yang dioperasikan pada permukaan dan kolom perairan, misalnya pancing rawai, pancing tonda, hand line, jaring tongkol, jaring tengiri. Nelayan Bantul umumnya menggunakan perahu dan alat bantu penangkapan ikan yang dioperasikan pada jalur I. Penggunaan alat tangkap ikan tergantung jenis ikan yang lagi musim, sehingga nelayan memiliki beberapa jenis alat tangkap ikan lain untuk mengantisipasi datangnya musim ikan yang tidak pasti, misalnya jaring dan pancing, yang dioperasikan dengan memilih sasaran ikan yang dapat menghasilkan keuntungan tinggi. Tabel 3.1. Musim ikan berdasarkan informasi nelayan dan alat tangkap yang dioperasikan di perairan selatan DIY. No Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Cucut Kerapu Pari Tengiri Kakap Merah Tongkol Bawal Kakap Kembung Keting/Jahan Layur Udang Lobster Keong Macan Rajungan J F M 7 89 910 Bulan/mangsa A M J J A 1011 1112 121 1 2 S O N D 34 45 56 67 Alat tangkap Rawai dasar Rawai dasar Rawai dasar Jaring tengiri Hand line Jaring tongkol Jaring bawal Hand line Jaring ciker Jaring ciker Jaring ciker Jaring krendet Pintur Pintur 25 15 16 17 18 Udang Penaeid Surung, Bajor Tuna Lemadang Tramel net Jaring eret Hand line Jaring ciker Sumber : Analisis data sekunder Berdasarkan data hasil tangkapan ikan yang didaratkan di peariarn selatan DIY, pendaratan ikan paling banyak terjadi pada musim barat. Proporsi jenis ikan yang tertangkap pada musim barat mencapai lebih dari 65 %, dan sebagian tertangkap pada musim timur maupun musim peralihan (Tabel 3.1). Alat tangkap yang digunakan umumnya berupa jaring insang dasar, pancing rawe, dan jarring insang hanyut, sehingga jenis ikan yang tertangkap umumnya ikan yang mendiami pada perairan tengah hingga dasar. Pada saat angin musim barat sedang berlangsung, kondisi oseanografis pantai selatan berarus dan berombak besar serta salinitas lebih rendah akibat adanya masukan air tawar dari sungai yang bermuaran ke pantai selatan. Pasokan air tawar dari sungai membawa nutrient dari daratan sehingga meningkatkan ketersediaan pakan alami ikan. Hal tersebut menyebabkan ikan berada didaerah fishing ground, sehingga mudah ditangkap. Tabel 3.2. Rerata musim penangkapan ikan di Bantul periode 1997-2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jenis Ikan J F M 7 89 910 Bulan/mangsa A M J J A 1011 Layur Tombol Bawal Putih Teri Jahan Pari Tongkol Kakap Hiu Tengiri Udang Bawal Hitam Lain-Lain Rerata Keterangan: Analisis data sekunder 1112 121 1 2 S O N D 34 45 56 67 Persen 39,7 11,0 10,5 8,7 5,9 4,6 4,5 4,3 4,0 3,5 0,5 0,3 2,7 Pelabuhan perikanan pantai di Sadeng merupakan pelabuhan perikanan yang sudah dilengkapi dengan fasilitas pendaratan ikan, sehingga kapal yang berukuran lebih dari 10 GT mampu mendaratkan hasil tangkapannya dipelabuhan tersebut. Selain itu, kapal yang dioperasikan berukuran besar menyebabkan mampu beroperasi pada jalur II hingga laut territorial bahkan pada ZEE. 26 Pendaratan ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan pantai Sadeng paling banyak terjadi pada musim barat dan hanya sebagian kecil yang tertangkap pada musim timur. Durasi musim ikan berlangsung antara 2 bulan hingga sepanjang tahun, namun umumnya berlangsung selama 4-6 bulan (Tabel 3.3). Beberapa jenis ikan mengalami musim Ikan yang sangat pendek (2 bulan), sedangkan ikan tuna dan beberapa jenis ikan ekonomis lainnya yang ditangkap didaerah rumpon dapat mengalami musim ikan sepanjang tahun, meskipun proporsi ikan terbanyak tertangkap pada musim barat. Alat tangkap ikan yang digunakan terdiri berbagai macam yang dioperasikan pada permukaan atau kolom perairan. Tiap armada kapal memiliki beberapa jenis alat tangkap ikan yang pengoperasiannya menyesuaikan dengan musim ikan atau target sasaran. Nelayan memilih target ikan yang memiliki nilai jual tinggi, misalnya ikan tuna, cakalang atau jenis lainnya. Tabel 3.3. Rerata musim penangkapan ikan di PPPSadeng periode 1997-2008 No Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 3.2. J F M A 7 910 1011 89 Bulan/mangsa M J J A S 1112 121 1 2 34 O N D 45 67 56 Tuna Lobster Bawal Tongkol Kembung Lemadang Pari Layur Tengiri Hiu Manyung Kakap Keong Sumber : Analisis data sekunder Alat tangkap Hand line Krendet Jaring sirang Jaring nilon Jaring ciker Jaring ciker Pancing rawai Jaring ciker Jaring nilon Pancing rawai Jaring eret Jaring ciker Pintur Musim Ikan yang Dominan dan Ekonomis Penting Beberapa jenis ikan dominan yang tertangkap di pantai selatan DIY umumnya berupa ikan pelagis besar, sebagian pelagis kecil dan demersal. Beberapa jenis ikan yang dominan diantaranya adalah tengiri, tuna, cakalang, lemuru dan bawal. Perkembangan musim ikan yang dominan tertangkap di pantai selatan DIY disajikan berikut ini. 1. Ikan Tengiri Ikan tengiri merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang ditangkap dengan alat tangkap jarring insang hanyut dan pancing. Di selatan DIY musim tengiri terjadi pada awal musim penghujan dengan puncak musim sekitar bulan Desember atau mangsa ke 6 – 7. Hal tersebut sangat dimungkinkan terjadinya musim tengiri 27 dipengaruhi oleh angin barat di samudera Hindia yang berpengaruh terhadap kondisi hidro oseanografi. J F M A M J J A S O N D Gambar 3.1 Grafik musim ikan tengiri di DIY 2. Ikan Tuna. Ikan tuna hampir sepanjang tahun dapat ditangkap dengan alat tangkap pancing, utamanya pancing ulur (hand line). Di perairan DIY puncak musim tuna terjadi pada musim penghujan (musim barat). Tuna adalah salah satu jenis ikan yang bermigrasi untuk mendapatkan air yang relatif hangat dan akan berhenti jika mendapatkan tempat untuk singgah misalnya rumpon. J F M A M J J A S O N D Gambar 3.2. Grafik musim ikan Tuna di DIY 28 3. Ikan Layur. J F M A M J J A S O N D Gambar 3.3. Grafik musim ikan layur di DIY Ikan layur selama ini ditangkap dengan alat tangkap jaring insang dasar dan rawai dasar, dan puncak musim ikan layur terjadi pada musim penghujan mangsa ke 5 - 7, namun masih dapat ditangkap pada bulan-bulan lainnya walaupun dalam jumlah dan frekuensi yang relatif rendah. Ikan layur termasuk jenis ikan carnivora yang bermigrasi untuk mendapatan makanan dan migrasinya ada di dekat pantai pada kedalam tidak lebih dari 200 m, dengan demikian patut diduga bahwa jenis ikan ini sangat dipengaruhi oleh musim. 4. Ikan Tongkol. Ikan tongkol akan muncul kepermukaan untuk mencari makan dan biasanya akan muncul pada awal musim penghujan, jenis ikan ini ditangkap nelayan dengan menggunakan jaring ingsang hanyut atau pancing ulur. Puncak musim tongkol untuk perairan di selatan DIY terjadi pada akhir musim kemarau awal musim pengujan dan puncaknya terjadi pada sekitar pada bulan September atau mangsa ke 3 - 4. Dengan demikian dapat diduga bahwa musim ikan tongkol di Samudera Hindia selatan DIY bergerak dari arah barat menuju ke timur. 29 J F M A M J J A S O N D Gambar 3.4. Grafik musim ikan tongkol di DIY 5. Ikan Kakap Ikan kakap ditangkap nelayan dengan menggunakan jaring ingsang dasar, rawai dasar dan pancing ulur. Ikan kakap termasuk jenis ikan demersal dan akan muncul ke permukaan untuk mencari makan dan biasanya akan muncul pada awal musim penghujan. Musim ikan kakap di perairan selatan DIY terjadi pada awal musim penghujan hingga awal musim kemarau dan puncaknya terjadi pada akhir musim penghujan atau mangsa ke 7. Dengan demikian dapat diduga bahwa musim ikan kakap di Samudera Hindia selatan DIY terjadi dari arah barat menuju ke timur. J F M A M J J A S O N D Gambar 3.5. Grafik musim ikan Kakap di DIY 6. Ikan Bawal Hitam Daerah penyebaran Bawal Hitam hampir terdapat di seluruh perairan Indonesia terutama Laut Jawa, selat Malaka, sepanjang perairan Kalimantan, Sulawesi Selatan, Laut Arafuru, ke utara sampai Teluk Bengal, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina 30 Selatan dan Philipina. Pada umumnya ikan ini hidup pada dasar perairan yang berlumpur, terutama di daerah muara-muara sungai. Ikan bawal hitam termasuk ikan buas atau karnivora, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea. Hidup di perairan pantai sampai kedalaman 100 m dan bergerombol. Ikan bawal hitam dapat ditangkap dengan jaring insang dasar, pada musim barat atau musim penghujan atau mangsa ke 6-10 Munculnya ikan tersebut diduga berkaitan dengan penyuburan daerah muara (perairan pantai) dalam kaitannya dengan musim hujan. J F M A M J J A S O N D Gambar 3.6. Grafik musim ikan Bawal hitam di DIY 7. Ikan Bawal Putih Ikan bawal putih melimpah pada musim barat dan puncak musim ikan bawal putih bertepatan dengan puncak musim hujan atau mangsa ke 5-7. Ikan bawal putih ditangkap dengan jaring insang dasar. Musim panen bawal putih seringkali terkendala tingginya gelombang laut di Samudera Indonesia pada Oktober-Desember yang rata-rata mencapai tiga meter. Ikan bawal putih hidup bergerombol di dasar perairan atau kolom air perairan dekat pantai sampai kedalaman 100 m, makanan ikan ini berupa ikan-ikan kecil. Munculnya jenis ikan ini juga berkaitan dengan adanya penyuburan daerah pantai seiring datangnya musim hujan. 31 Gambar 3.7. Grafik musim ikan Bawal putih di DIY 8. Ikan Cakalang Ikan Cakalang dikenal sebagai perenang cepat di laut zona pelagik. Ikan ini umum dijumpai di laut tropis dan subtropis di Samodera Hindia, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik. Hidup secara bergerombol dalam kawasan, makanannya berupa ikan, crustacea, cephalopoda, dan moluska. Ikan cakalang ditangkap dengan pancing tonda, pancing rawe, jaring insang hanyut dan alat tangkap lainnya. Musim ikan cakalang terjadi pada musim timur atau musim kemarau dengan puncaknya pada bulan Agustus atau jatuh pada mangsa ke 2 – 3. Diperairan selatan DIY mengalami puncak musim cakalang terjadi pada musim kemarau atau musim timur. Gambar 3.8. Grafik musim ikan Cakalang di DIY 9. Ikan Pari 32 Ikan pari termasuk dalam sub grup elasmobranchii, yaitu merupakan ikan bertulang rawan yang hidup soliter didasar perairan, dan bersifat predator. Distribusi geografis ikan pari sangat luas, dari daerah tropis hingga kutub. Ikan pari tertangkap dengan jaring dasar, rawai dasar atau pancing dasar/pancing senggol. Musim ikan pari di perairan selatan DIY terjadi pada musim penghujan atau mangsa ke 5 – 7 Gambar 3.9. Grafik musim ikan pari di DIY 10. Ikan Manyung/Jahan Musim ikan manyung diperairan selatan DIY terjadi pada musim penghujan (musim barat). Puncak musim ikan manyung di selatan DIY ke arah barat terjadi pada bulan Maret atau mangsa ke 9 – 10, namun pada saat bersamaan kondisi laut terjadi angin dan gelombang yang besar, sehingga nelayan kurang optimal memanfaatkan manyung. Sebaliknya puncak musim manyung di perairan selatan prigi terjadi pada bulan Agustus. 33 Gambar 3.10. Grafik musim ikan manyung/jahan di DIY 11. Ikan lemuru Ikan lemuru adalah salah satu jenis ikan pelagis kecil dan ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia. Dari beberapa pengamatan tentang sebaran ikan lemuru di pantai selatan Jawa diperoleh informasi bahwa konsentrasi ikan lemuru terbanyak terdapat di selat Bali dan bergerak menggerombol di perairan dekat permukaan. Lemuru merupakan konsumen primer yang mengkonsumsi plankton dan menjadi mangsa bagi ikan palagis lainnya yang berukuran lebih besar. Kelimpahan lemuru yang tinggi akan diikuti oleh ikan pelagis lainnya. Perilaku kebiasaan makan ikan lemuru dewasa dan lemuru anakannya berhubungan erat dengan kebiasaan migrasi vertikal (diurnal – siang; nocturnal malam) mempunyai sifat yang berlawanan. Pada siang hari lemuru dewasa biasanya bermigrasi vertikal ke dekat permukaan untuk mencari makan dan kembali bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari. Ikan lemuru anakannya yang berukuran kecil akan membentuk gerombolan (schooling) mulai dari dasar sampai ke dekat permukaan pada siang hari dan pada malam hari menyebar dan mengelompok untuk mencari makan sampai ke dekat permukaan. Musim lemuru jatuh pada musim penghujan atau mulai mangsa ke 5 sampai mangsa ke 9, pada bulan ini diduga pertumbuhan plankton melimpah karena terjadi penyuburan perairan serta intensitas sinar matahari yang maksimal di Samudera Hindia. Gambar 3.11. Grafik musim ikan lemuru di DIY 34 4. PRANATA MANGSA DALAM PENANGKAPAN IKAN 4.1. Profil Nelayan Pengalaman nelayan dan lamanya berkerja sebagai nelayan sangat berpengaruh terhadap kemampuan dalam membaca tanda-tanda alam yang berkaitan dengan mulai terjadinya musim ikan. Rerata umur nelayan di provinsi DIY adalah 38,8 tahun dengan kisaran rerata tiap daerah antara 32,5 – 40,7 tahun. Berdasarkan pengalamannya bekerja sebagai nelayan, maka nelayan Gunungkidul memiliki pengalaman bekerja sebagai nelayan paling lama (62,5%) berpengalaman lebih dari 15 tahun, sedang rata-rata nelayan DIY yang berpengalaman lebih dari 15 tahun baru 36,4%. Tingkat pendidikan nelayan sangat mempengaruhi pemahamannya tentang bagaimanan nelayan melakukan manajemen usaha penangkapan ikan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap berbagai inovasi dalam kaitannnya dengan respon terhadap musim dan tanda-tanda alam yang terjadi. Sebagian besar nelayan mengembangkan manajemen dengan konsep “ilmu titen” dalam menghadapi venomena alam yang semakin dinamis. Sebagian besar nelayan di DIY berpendidikan tamat SD yakni sebanyak 42,3% dan berpendidikan tamat SLTP sebanyak 32,4%. Meskipun nelayan yang berpendidikan tamat SLTA sebanyak 14,2%, dan tamat perguruan tinggi 0,9%, namun yang tidak tamat SD cukup banyak, yaitu 11,1%). Meskipun sebagian besar nelayan berpendidikan setara SLTP kelas 1, namun antusiasme untuk meningkatkan pengetahuan sangat tinggi melalui pertemuan kelompok, pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau LSM, dan ada kecenderungan untuk meningkatkan pendidikannya melalui jalur non formal. Selain itu, nelayan telah menunjukkan apresiasi dan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan. Usia dan pengalaman menangkap ikan serta tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman nelayan terhadap fenomena alam yang berkaitan dengan musim ikan. Pranata mangsa digunakan oleh para petani untuk memprediksi musim yang tepat untuk suatu aktivitas bertani. Nelayan yang memiliki pekerjaan sambilan dibidang pertanian umumnya lebih mengenal pranata mangsa, sedangkan nelayan yang tidak memiliki aktivitas dibidang pertanian atau nelayan murni umumnya tidak mengenal pranata mangsa. Nelayan yang berumur lebih cenderung menggunakan tanda-tanda alam untuk menentukan waktu dan lokasi penangkapan. Nelayan Kulon Progo yang mengenal pranata mangsa sebanyak 64% dan yang menggunakan pranata mangsa untuk penangkapan ikan sebanyak 60%. Nelayan Bantul yang menggunakan yang mengenal pranata mangsa sebanyak 63,9% dan yang menggunakan pranata mangsa untuk aktivitas perikanan lebih banyak, yaitu 69,4%. Beberapa neyalan Bantul yang tidak mengenal pranata mangsa menggunakan pengetahuan pranata mangsa untuk aktivitas penangkapan ikan. Nelayan Gunungkidul yang mengenal pranata mangsa sebanyak 38,8% dan yang menggunakan pranata mangsa untuk aktivitas penangkapan ikan sebanyak 40,0 %, sehingga banyak nelayan yang 35 menggunakan pranata mangsa untuk kegiatan perikanan meskipun mereka tidak mengenalnya. Alat tangkap yang digunakan nelayan pantai selatan DIY, dan sekitarnya secara umum masih didominasi oleh kelompok jaring (jaring sirang, jaring insang dasar, jaring ciker, Jaring nylon/ jaring insang hanyut, dan trammel net/ jaring gondrong), pancing (pancing rawe dasar, pancing senggol, pancing ulur, pancing koncer/ pancing rawe tegak dan pancing benang sutera) serta kelompok perangkap. Banyaknya jenis alat tangkap disebabkan adanya respon dari nelayan karena banyaknya jenis ikan yang ada. Kepemilikan alat tangkap nelayan disesuaikan dengan ikan sasaran yang ada didaerah fishing ground. 4.2. Pranata Mangsa Untuk mengetahui persepsi nelayan terhadap kalender pranata mangsa dalam kaitannya dengan kegiatan penangkapan ikan, maka telah ditentukan beberapa responden seperti dijelaskan dalam metode pengambilan sampel di depan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian kecil nelayan di pantai selatan Provinsi DIY., kurang memahami dan mengenal perhintungan kalender pranata mangsa dalam kaitannya dengan kegiatan penangkapan ikan. Sedang yang mengenal adanya kalender pranata mangsa mereka kurang memahami antara tanda-tanda yang ada di pantai dan laut dengan musim ikan yang terjadi. Tidak semua nelayan mengenal pranata mangsa dalam kegiatan penangkapan ikan. Di Provinsi DIY., 55,5% mengenal kalender pranata mangsa dan mengaitkan kalender tersebut dengan aktivitasnya menangkap ikan. Dalam kegiatan menangkap ikan di laut dikenal dengan musim paceklik dan musim ikan yang merupakan suatu siklus tahunan dan terjadi secara terus menerus. Musim paceklik adalah dimana suatu kondisi bahwa ikan di laut sulit untuk ditangkap atau bahkan tidak ditemui pada kurun waktu tertentu. Musim paceklik di Samudera Hindia Selatan Provinsi DIY, umumnya terjadi pada musim timur (kemarau) atau antara bulan Mei sampai dengan bulan September atau dengan kalender pranata mangsa jatuh pada mangsa ke 12 sampai dengan mangsa ke 4. Sedang musim ikan biasanya terjadi selama musim barat (penghujan) atau biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan maret, atau jika dengan kalender pranata mangsa jatuh pada mangsa ke 5 sampai dengan mangsa ke 9. Sedangkan mangsa ke 10 sampai dengan mangsa ke 11 adalah musim pancaroba. Selama musim ikan maka akan terjadi periodesasi jenis-jenis ikan yang muncul dari waktu ke waktu. Munculnya jenis-jenis ikan tertentu dalam kurun waktu musim ikan ini disebut dengan musim ikan tertentu (misalnya musim lobster, musim bawal, musim teri) dan seterusnya. Munculnya musim ikan akan terjadi secara periodik pada awal musim barat (sekitar bulan Oktober) atau pada mangsa ke 5 kalender pranata mangsa. Dalam kalender pranata mangsa, mangsa ke 5 ditandai dengan awal musim penghujan dimana secara umum pohon-pohon mulai bertunas. Musim barat dimana arus air di Samudera Hindia berasal dari barat (Andaman) yang merupakan arus yang mengandung banyak nutrien yang menyebabkan laut menjadi subur dan meningkatkan produkstivitas primer (siklus makanan). Suburnya laut akan menciptakan siklus makanan dalam air yang pada akhirnya akan menyebabkan musim ikan. Pada awal musim barat 36 akan muncul ikan-ikan pemakan plankton (konsumen tingkat bawah) dan berturut-turut akan diikuti oleh ikan-ikan yang merupakan konsumen tingkat berikutnya. Datangnya musim barat selain membawa berkah karena dimulainya musim ikan, tetapi kadang kondisi laut kurang menguntungkan seperti terjadi hujan deras, angin dan gelombang tinggi menyebabkan nelayan tidak berani ke laut karena keterbatasan armada penangkapan serta sarana dan prasarana lainnya. Namun kondisi ini lebih banyak disebabkan karena cuaca dan bersifat tidak lama. Kondisi yang berkebalikan dengan musim barat yang terjadi di Laut Jawa. Pada musim timur arus barat berasal dari perairan Australia umumnya relatif kurang subur sehingga tidak dapat meningkatkan pertumbuhan produktivitas primer di Samudera Hindia khususnya selatan Jawa. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya musim paceklik. Pada saat musim timur beberapa jenis ikan masih dapat ditangkap terutama ikan-ikan yang termasuk konsumen tingkat atas dan ikan-ikan beruaya jauh. Musim barat hujan mulai turun dan menyebabkan sungai-sungai mulai mengalir yang menyebabkan penyuburan daerah-daerah muara dan sekitarnya. Turunnya musim hujan juga menyebabkan air permukaan menjadi lebih dingin dibanding dengan air yang ada di lapisan bawah sehingga menyebabkan adanya arus vertikal yang berpengaruh baik terhadap penyuburan perairan. Adanya penyuburan perairan ini yang menyebabkan timbulnya siklus makanan di dalam laut yang menyebabkan musim ikan terutama di perairan dekat pantai. Dalam kalender pranata mangsa tibanya musim kemarau atau musim timur dimulai pada mangsa ke 12 atau pada bulan Mei kalender Gregorian sampai dengan mangsa ke 4 atau pada bulan September kalender Gregorian. Tanda-tanda alam khususnya yang ada di laut dan pantai dengan tibanya musim timur belum banyak diperhatikan oleh para nelayan. Bentuk hubungan antara rata-rata produksi ikan dengan waktu (bulan) dan rata-rata curah hujan dengan waktu (bulan) seperti tercantum pada gambar 4.1. dan 4.2. Reratata produksi ikan DIY (2001-2008) 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec Gambar 4.1. Hubungan rata-rata produksi dengan waktu 37 Rerata Curah Hujan Tahunan DIY (1998-2007) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Gambar 4.2. Rerata curah hujan dengan waktu Datangnya musim hujan dalam kalender pranata mangsa telah diberikan ”condro” pancuran emas sumawur ing jagad dan dilengkapi beberapa tanda-tanda tanda di alam yang terjadi pada saat itu. Beberapa tanda alam seperti petani mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar, dan umbi-umbian mulai tumbuh menandakan bahwa pada saat itu air sudah mulai ada sehingga pertumbuhan dan perkembangan yang selama ini tertahan mulai berjalan lagi. Tandatanda yang ada di pantai maupun di laut memang belum banyak dikenal dan diperhatikan langsung oleh nelayan. Namun beberapa tanda-tanda di laut yang ditengarai ada kaitannya adalah seperti suhu air (hangat), air menyala pada malam hari, air sedikit keruh, perubahan arah arus. Munculnya burungburung camar di atas laut diduga menandakan banyak ikan-ikan yang muncul dipermukaan air. Munculnya ikan-ikan kecil dipermukaan air merupakan salah satu mata rantai dalam siklus rantai makanan (food chain) yang terjadi di lautan sehingga munculnya burung camar di atas laut dapat digunakan sebagai tanda mulai terjadinya musim ikan. Hubungan antara Pranata mangsa, tanda-tanda alam, jenis ikan yang tertangkap, dan alat tangkap yang digunakan seperti tercantum pada tabel 4.3. 38 Tabel 4.4. Tabel pranata mangsa, jenis ikan yang tertangkap, alat tangkap serta tanda alam di darat dan laut di Samudera Hindia Selatan DIY Mangsa Bulan Jenis Ikan 1 Kasa(kesiji) 41 Hari (22 Jun-1 Agt) Tuna mata besar, Madidihang, Cakalang, Pari, dan Layaran. Jaring insang dasar, jaring insang hanyut, hand line, rawe 23 Hari (2 Agt – 24 Agt) Cucut, Madidihang, Cakalan, Campuran, Hand line, jaring insang hanyut, jaring insang dasar, 3 Katiga(Katilu) 24 Hari (25 Agt -17 Sep) Madidihang, Cucut, tongkol, Campuran Jaring insang hanyut, hand line, pancing rawai dasar 4 Kapat(Kaopat) 25 Hari (18 Sep -12 Okt) Layur, Tongkol, tuna, cakalan, bawal hitam, bawal putih, Campuran, Jaring insang hanyut, jaring ciker, jaring sirang, pancing rawai dasar, Jaring bawal, 5 Kalima(Kalimo) 27 Hari (13Okt - 8 Nop) Layur, bawal hitam, bawal putih, tengiri, tuna, tongkol, teri, lobster 6 Kanem (Kaganep) 43 Hari (9 Nop -21 Des) Jaring insang hanyut/ dasar, jaring ciker, jaring bawal, pancing rawai dasar, serok, krendet jaring insang dasar, jaring sirang, pancing rawai dasar, krendet 2 Karo(Kadua) Bawa hitam, bawal putih, tengiri, lobster, teri Alat Tangkap Tanda Alam di Darat di Laut Udara dingin, daun rontok/berguguran, Arus laut ke barat dan Pepohonan Tak berdaun, angin timur mulai Musim Kemarau, fluktuasi terasa, suhu udara harian tinggi Udara dingin, mangga podang dan randu, klereside berbunga, udara kering (Kemarau), tanah retak-retak Kupu-kupu kuning keluar, angin timur kencang, udara dingin, bunga rontok/jatuh, umbi-umbi (gadung) mulai bertunas Kembang berguguran/ jatuh, angin tidak kencang, suhu udara dingin Musim hujan, mulai banyak lalat, angin tidak kencang, rimpangrimpang (empon) mulai bertunas Musim hujan, banyak buah, kupu kupu keluar, banyak lalat, angin tidak kencang Suhu air permukaan laut dingin, arus barat kuat, Air laut keruh, mucul ubur-ubur Terjadi perubahan arah angin/panca roba dan arus laut dan gelombang mereda, air laut keruh Terjadi pergantian arus air/ arus timur, air laut keruh, udang renik mulai muncul/plankton Air laut keruh, air laut hangat, air keruh, angin barat, arus timur. 39 Mangsa Bulan Jenis Ikan Alat Tangkap 7 Kapitu (Katujuh) 43 Hari (22 Des - 2 Feb) Layur, Kakap, kerapu, Pari kecil, Cucut, Manyung, Lobster 8 Kawolu (Kadalapan) 27 Hari (3 Feb -29 Feb) Kembung, Bawal, Layur, manyung, Lobster, Pari, udang dogol dan jerbung, campuran Jaring insang hanyut, jaring insang dasar, jaring ciker, jaring sirang, pancing rawai dasar, jaring krendet Trammle net, jaring insang dasar, jaring ciker, krendet, pancing rawai dasar, hand line. Kacangan, Bawal, kakap, manyung, udang dogol dan jerbung Trammle net, jaring sirang, pancing rawai dasar, hand line, Bawal, Layur, manyung, udang dogol dan jerbung, Campuran Trammle nett, jaring ciker, jaring sirang, pancing rawai dasar, hand line, jaring eret Jaring insang tetap & hanyut, hand line, rawai hanyut 9 Kasongo (Kasalapan) 25 Hari (1 Mar - 25 Mar) 10 Kadasa (Kasapuluh) 24 Hari (26 Mar-18 Apr) 11 Desta (Kasabelas) 23 Hari (19 Apr-11 Mei) 12 Sada (kaduabelas) 41 Hari (12 Mei-21 Jun) Tongkol, Layaran, Marlin, bawal hitam, cucut Marlin, tuna, Cucut, Campuran Jaring insang hanyut, hand line, jaring eret Tanda Alam di Darat di laut Musim hujan, banyak Arus air ke timur, angin lalat, angin tidak barat agak kencang, air kencang, banyak sungai laut keruh. yang mulai banjir Musim hujan, banyak lalat, angin barat kencang Musim hujan mulai berakhir, banjir, bunga malai berguguran, gareng pung keluar, banyak lalat, angin tidak kencang tidak menentu (panca roba) Musim hujan berakhir, angin tidak kencang, burung-burung telurnya mulai menetas Musim hujan mulai berakhir, banjir, bunga rontok Daun/bunga rontok, musim tanam polowijo ( jagung, kedelai dan cabai) Arus timur, angin barat masih kuat, air masih keruh Arus timur lemah, angin barat mereda, burung camar di atas laut, ombak kecil Terjadi pergantian arus air, pancaroba Burung camar di atas laut, arus barat mulai terasa, air menyala malam hari Arus barat mulai dominan dan angin mulai dingin, suhu air laut mulai dingin 40 Dari tabel 4. 4. menunjukkan dalam kalender pranata mangsa mangsa ke 1 dimulai pada tanggal 22 Juni sampai dengan 1 Agustus, di mana pada saat itu matahari berada pada posisi paling utara. Sebagian besar Pulau Jawa musim kemarau atau musim timur untuk Samudera Hindia. Ikan yang muncul seperti Tuna mata besar, Madidihang, Cakalang dan Pari. Ikan-ikan tersebut termasuk ikan karnivora sehingga mereka akan memburu dimana makanan berada. Kondisi perairan samudera Hindia pada musim ini terjadi arus barat di mana arus ini sifatnya miskin hara dan relative dingin. Kondisi ini menyebabkan prodktivitas primer rendah, sehingga siklus makanan yang terjadi ada pada tingkatan yang lebih tinggi. Jenis ikan yang muncul adalah ikan-ikan pemangsa (pemburu) untuk daerah perairan dekat pantai dengan jumlah yang relative kecil. Sedang untuk perairan lepas pantai populasi ikan ada dalam jumlah yang lebih banyak seperti Tuna, Cakalang. Pada musim timur (kemarau) volume air dari daratan menyusut dan perairan pantai relative menjadi kurang subur, dan produktivitas primer yang terjadi akan rendah. Hal ini sesuai dengan data hasil tangkapan tuna yang meningkat di musim timur. Secara umum kondisi ini akan bertahan sampai tiba musim barat atau awal musim penghujan, sehingga bila dilihat hasil tangkapan ikan yang ada pada mangsa ke 1 sampai dengan mangsa ke 3 atau ke 4 adalah ikan-ikan yang sama atau paling tidak sifatnya yang sama. Secara umum pada periode ini (mulai mangsa ke 1 sampai dengan mangsa ke 4) di perairan selatan DIY., dikatakan dengan musim paceklik atau musim tidak ada ikan atau ikan muncul dalam jumlah yang sedikit. Namun demikian bagi nelayan dengan armada yang lebih besar dan dapat menjangkau perairan lepas pantai, masih dimungkinkan untuk mendapatkan ikan dalam jumlah besar. Untuk menghentikan ruaya kelompok jenis ikan ini digunakan alat bantu rumpon, karena di tempat ini akan berkumpul ikan-ikan kecil yang diburu oleh tuna. Kondisi paceklik di perairan pantai hampir sama dengan yang terjadi di daratan, karena sumber air mulai menyusut hingga puncaknya kering pada mangsa ke 4 sehingga “condrone mongso kapat yoiku waspo kumembeng jroning kalbu”. Disini menunjukkan bahwa sumber air mengering sehingga akan mengganggu siklus kehidupan yang ada di daratan. Air adalah sumber kehidupan yang akan berpengaruh langsung terhadap ekosistem baik di daratan maupun di laut. Mangsa ke 5 atau mulai bulan Oktober dimana matahari mulai bergeser ke belahan bumi selatan, mulailah terjadinya perubahan seiring dengan terjadinya pemanasan di bumi belahan selatan. Pada mangsa ke 5 ini di beri ”condro pancuran emas sumawur ing jagad” disini menandakan mulai turunnya hujan. Pancuran emas yang berarti sesuatu yang sangat tinggi harganya sudah menyirami bumi, air diibaratkan sebagai emas. Mangsa kapat dan kalima ditandai dengan adanya perubahan arus air laut, arus dari timur berubah menjadi arus dari barat (atau musimnya disebut musim barat). Suhu air laut mulai meningkat disamping karena pengaruh posisi matahari yang ada di belahan bumi selatan juga dipengaruhi oleh arus timur yaitu arus yang berasal dari teluk Andaman yang suhunya relatif tinggi. Selain suhunya relatif tinggi arus ini juga banyak membawa unsur-unsur hara, sehingga akan berpengaruh terhadap penyuburan perairan. Suburnya perairan akan meningkatkan produktivitas primer (plankton akan tumbuh) sehingga akan 41 meningkatkan siklus makanan dalam air. Pada musim penghujan dimana volume air di darat semakin meningkat termasuk aliran-aliran sungai banyak membawa nutrien ke muara, dan akhirnya akan menyuburkan perairan pantai. Suburnya perairan pantai dan meningkatnya produktivitas primer pada musim ini akan mengubah jenis ikan yang muncul di perairan ini. Mangsa kalima dan kaenem ditandai dengan munculnya udang-udang renik, ikan teri atau jenis ikan lain pemakan plankton. Ikan-ikan pemakan plankton ini merupakan kelompok konsumen tingkat rendah pada siklus makanan yang terjadi di laut. Munculnya kelompok ikan-ikan konsumen tingkat rendah ini akan terus diikuti oleh kelompok ikan pemakan/pemangsa diatasnya, dan mencapai puncak pada mangsa kasongo sampai kasadasa. Mangsa kasongo ini bertepatan sekitar bulan Maret dimana matahari sudah mulai bergeser ke belahan bumi utara, sehingga di Samudera Hindia terjadi musim pancaroba dan mulai terjadi musim timur. Secara umum musim ikan yang terjadi di Samudera Hindia Selatan DIY dan sekitarnya terjadi pada musim barat atau musim penghujan, khususnya pada perairan pantai. Urut-urutan munculnya jenis ikan akan dipengaruhi oleh hubungan antara prey dan predator yang terjadi dalam siklus makanam di air, dan akan terjadi secara periodik sesuai dengan proses alam. Jika di dalam kalender pranata mangsa dijumpai tanda-tanda alam di daratan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan binatang dan tumbuhan yang langsung dipengaruhi oleh alam, maka di laut atau di pantai juga ditemui tanda-tanda serupa. Tanda-tanda tersebut seperti munculnya binatang-binatang renik di air, berubahnya warna air laut, suhu air, arus, dan jenis-jenis ikan pemakan plankton. Tanda-tanda tersebut terjadi karena pengaruh langsung dari proses alami, yang berawal dari adanya pergeseran matahari dari utara ke selatan atau sebaliknya. Kalender pranata mangsa secara umum mempunyai korelasi yang sangat erat dengan musim ikan yang terjadi di samudera Hindia khususnya di selatan DIY dan sekitarnya. Musim ikan yang terjadi akan menentukan aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Jika pada kalender pranata mangsa terdapat 12 mangsa mulai dari mangsa ke 1 sampai dengan mangsa 12, maka di laut khususnya yang berkaitan dengan musim ikan terdapat 2 mangsa yaitu musim (mangsa) barat dan musim (mangsa) timur. Musim timur yang dimulai pada mangsa ke 1 (bulan Juni) dan akan berakhir pada mangsa ke 4 (bulan Oktober) dikenal dengan musim paceklik khususnya untuk perairan pantai. Musim barat yang dimulai mangsa ke 5 dan akan berakhir pada mangsa ke 10 (bulan april), yang dikenal dengan periode musim ikan. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN 42 1. Sebagian besar nelayan DIY (55,5 %) mengenal kalender pranata mangsa dan digunakan sebagai petunjuk dalam melakukan usaha penangkapan ikan. 2. Musim ikan di Samudera Hindia selatan DIY dan sekitarnya sangat dipengaruhi oleh alam, khususnya oleh musim barat dan musim timur. Musim barat dan timur yang terjadi di Samudera Hindia selatan provinsi DIY dan sekitarnya bersamaan dengan datangnya musim penghujan dan kemarau yang ada pada perhitungan kalender pranata mangsa. 3. Musim ikan di perairan pantai Samudera Hindia selatan DIY dan sekitarnya terjadi pada musim barat (mangsa ke 5 sampai dengan mangsa ke 10), sedang musim paceklik terjadi pada musim timur (mangsa ke 1 sampai dengan ke 4). 4. Beberapa tanda-tanda alam di pantai dan di laut yang secara periodik terjadi dan dapat digunakan sebagai tanda adalah datangnya musim barat dan musim timur, curah hujan, suhu air, arah angin, arus air, dan warna air. Datangnya musim barat (penghujan) secara umum digunakan sebagai tanda mulainya musim ikan di Samudera Hindia selatan DIY. 5. Tanda-tanda alam yang tertulis pada kalender pranata mangsa pada umumnya lebih berorientasi pada kegiatan-kegiatan di darat khususnya untuk bidang pertanian. 6. Penggunaan kalender pranata mangsa dapat dikembangkan dalam bidang penangkapan ikan, dengan menambahkan dan memperhatikan tandatanda alam yang terjadi di pantai maupun di laut. 7. Musim ikan di Samudera Hindia selatan di DIY, pada beberapa spesies ikan terjadi secara serentak, terutama ikan demersal dan ikan yang mencari makan dengan memburu (misalnya ikan pari, kakap, cucut), sedangkan pada ikan-ikan pelagis mengalami pergeseran dari barat ke timur atau sebaliknya yang diduga dipengaruhi oleh perkembangan siklus makanan dalam air. 5.2. SARAN 1. Kalender pranata mangsa yang ada pada saat ini perlu dikembangkan dengan memasukan tanda-tanda alam yang ada dan terjadi di daerah pantai atau laut sehingga mudah dikenali oleh para nelayan. 2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada para nelayan tentang penggunaan kalender pranata mangsa dalam bidang penangkapan ikan. 3. Perlu peningkatan keragaman alat tangkap yang bisa menyesuaikan terhadap perubahan musim ikan sesuai dengan kalender pranata mangsa. 43 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta. Anonim. 2008. Laporan Tahunan 2007. Dinas Perikanan dan Kelautan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Anonim. 2008. Statistik Perikanan Tangkap Daerah Istimewa Yogyakara 2007. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DIY. Anonim.2008. Prediksi Pasang Surut 2008. Pusat Geodesi dan Geodinamika. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Cibinong. Balino, B.W., et all. 2000. Ocean Biogeochemistry and Global Change. Joint Global Ocean Flux Study (JGOFS). IGBP. Stockholm. Sweden. Daldjoeni, N. 1968. Penanggalan Pertanian Jawa ” Pranata Mangsa ”. Pidato ilmiah pada dies natalis XII Universitas/IKIP Kristen Satya Wacana. Salatiga. Gina, I. W. 1993. Almanak dinding. Camkya Yoga sejati. Bantul. Gross, M.G. 1990. Oceanography : A View of Earth. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey. Hutabarat, S dan S. Evan. 1984. Pengantar Oseanografi. UI-Press. Jakarta. Kamiso H.N., Supardjo S. D., dan Suparno. 2004. Survai Sosial Ekonomi Perikanan Tangkap. Kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan DIY dengan Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan (PUSTEK) UGM. Kamiso H.N., Triatmodjo B., Supardjo S. D., dan Suparno. 2000. Studi Rencana Pembangunan Pelabuhan Perikanan di DIY. Kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan DIY dengan Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan (PUSTEK) UGM. Markowitz, W. 1988. Time. Dalam W.D. Halsey and B. Johnson (eds.) Collier’s Encyclopedia. Vol. XXIII. p. 318 – 325. PF. Collier Inc. London. Nontji A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. 368 hal. Pond, S dan G.L. Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography. Second edition. Pergamon Press. New York. Rice, H. S. 1988. Calender. Dalam W.D. Halsey and B. Johnson (eds.) Collier’s Encyclopedia. Vol. V. p. 138 – 146 . PF. Collier Inc. London. Rawi, B. G. 1967. Kunci Wariga. Vol. I. Yayasan Gesuri. Denpasar. 44 Ronggowarsito, R. Ng. -. Serat Pustakaraja Purwa. Jilid I. Yayasan Centhini Yogyakarta. Suwarman, P., 2002. Hubungan Pranata Mangsa dengan Musim Penangkapan Ikan di Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Diskanla DIY. Suwarman, P. 2004. Dari Petani Ke Nelayan : Perubahan Komunitas Pesisir Selatan Jogja (1981 – 2004). Simpen, 1987. Pelajaran Dewasa (Wariga). Muria. Denpasar. Wiradiwangsa D. 2005. Pranata Mangsa, Masih Penting Untuk Pertanian. Tabloid Sinar Tani. 9-15 Maret 2005. Wisnubroto S. 1995. Pengenalan Waktu Tradisional Menurut Jabaran Meteorologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Withrow, G. J. 1972. The nature of time. Penguin Books. London. 45