BAB 6 KERANGKA RENCANA DAN SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN B AB 6 KERANGKA RENCANA DAN SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN I. PENDAHULUAN Rencana Pembangunan Lima Tahun Kedua ini bersifat indikatif, artinya memberikan arah perkembangan umum yang hendak dicapai selama lima tahun yang akan datang beserta skala prioritasnya. Secara umum juga diberikan suatu gambaran mengenai laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan serta perobahan struktur ekonomi selama lima tahun yang akan datang, jumlah dana yang dibutuhkan beserta sumbersumber potensiil daripada dana tersebut, perkembangan kesempatan kerja, dan alokasi anggaran pembangunan negara sesuai dengan skala prioritas yang telah digariskan. Rencana ini juga untuk sebagian besar mencakup rencana pembangunan di sektor pemerintah. Walaupun demikian sasaran dan prioritas nasional yang telah ditetapkan merupakan pula sasaran dan prioritas bagi kegiatan dunia usaha pada umumnya, sehingga sasaran tersebut hanya dapat dicapai apabila terdapat suatu gerak yang serasi antara kegiatan dunia usaha dengan kegiatan pemerintah. Kebijaksanaan pokok pemerintah adalah untuk membimbing dan mengarahkan kegiatan dunia usaha demi menjamin keserasian kegiatan usahanya dengan kegiatan pemerintah serta mendorong pertumbuhannya secara optimal. Pemerintah khususnya akan membantu dan membimbing pengusaha golongan ekonomi lemah baik di dalam segi permodalan, pemasaran, dan ketrampilan demi untuk menciptakan suatu landasan yang luas dan kokoh bagi pertumbuhan ekonomi selanjutnya. 175 Perkiraan yang diadakan di dalam rencana ini tidak didasarkan kepada suatu model ekonomi makro yang bersifat matematis. Artinya perkiraan ini tidak didasarkan kepada parameter-parameter kwantitatif yang dihitung dari hubunganhubungan ekonomi yang menentukan keseimbangaan antara sumbersumber dana dan kebutuhan investasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Cara pendekatannya adalah lebih sederhana oleh karena: Pertama, masih kurang tersedianya data, sedang kwalitas data masih meragukan untuk mengadakan perkiraan berdasarkan modal yang bersifat matematis. Perkiraan mengenai produksi nasional, pendapatan nasional beserta komponen-komponennya seperti tabungan, investasi, dan lain-lain dewasa ini masih sangat lemah. Kedua, mengingat taraf perkembangan ekonomi kita dewasa ini, masih diragukan apakah faktor-faktor institusionil, teknis maupun tingkah laku ekonomi yang menentukan keseimbangan di dalam tingkat dan laju pertumbuhan ekonomi beserta komponenkamponennya telah mempunyai suatu pola perkembangan yang normal. Artinya, perekonomian kita masih berada di dalam suatu proses mencari suatu pola keseimbangan perkembangan yaag wajar sehingga masih diragukan akan adanya hubunganhubungan strukturil yang telah bersifat stabil. Walaupun demikian, perkiraan-perkiraan yang disusun me-ngenai laju pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh maupun secara sektoral, jumlah investasi, tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat, ekspor, impor, sumber dana luar negeri, dan lain-lain telah diusahakan sedapat mungkin serasi antara yang satu dengan yang lain rnelalui suatu cara pendekatan secara bertahap dan yang bersifat parsiil. Di samping itu telah pula diusahakan keserasian antara perencanaan sektoral dengan perencanaan regional. Dengan demikian diharapkan bahwa perencanaan.sektoral yang berdasarkan prioritas nasional juga sekaligus mencerminkan prioritas pembangunan regional. Perkiraan mengenai sumber-sumber didasarkan kepada perkiraan mengenai perkembangan ekonomi In- 176 asumsi serta donesia serta perkembangan ekonomi dunia. Perkembangan ekonomi dunia sedang mengalami berbagai macam kegoncangan. Dewasa ini perekonomian dunia sedang dilanda oleh berbagai macam krisis seperti krisis moneter, krisis perdagangan, krisis pangan, krisis energi, dan sebagainya. Semuanya ini menimbulkan pula ketidakpastian di dalam perkembangan ekonomi dunia. Dengan berbagai macam kebijaksanaan ekonomi dan keuangan, pemerintah berusaha untuk memperkecil akibat daripada gejolak perekonomian dunia. Namun, pengaruh ketidakpastian di dalam perekonomian dunia tersebut tentu tidak mungkin dapat dielakkan sama sekali. Hal ini berarti bahwa perkiraan ini perlu senantiasa diitelaah dan ditinjau kembali dalam rangka perkembangan ekonomi di masa depan. Sebagai rencana yang bersifat indikatif maka berdasarkan skala prioritas yang telah digariskan, Rencana Pembangunan Lima Tahun Kedua ini menentukan sasaran umum yang hendak dicapai serta arah kebijaksanaan yang akan ditempuh. Secara lebih operasionil maka rencana ini akan dituangkan ke dalam program kegiatan dan proyek pembangunan yang lebih konkrit di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang merupakan rencana tahunan. Setiap tahunnya rencana untuk tahun berikutnya disusun berdasarkan perkembangan dan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian maka rencana inipun bersifat dinamis. II. PERKEMBANGAN PRODUKSI NASIONAL DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Selama 1967 – 1972 ekonomi Indonesia telah tumbuh dengan rata - rata sebesar kurang lebih 7,0% setahun. Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam Repelita II maka diusahakan untuk meningkatkan produksi nasional nyata dengan laju pertumbuhan antara 7 sampai 8% atau rata - rata sebesar 7,5 % setiap tahun. Pertumbuhan ekonomi itu tidak dengan 177 sendirinya menjamin tercapainya sasaran nasional yang lain seperti perluasan kesempatan kerja, pemerataan pembagian hasil pembangunan, keseimbangan pertumbuhan daerah dan tujuan-tujuan lainnya. Namun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang rendah akan memperkecil kesempatan dan kemampuan kita untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Oleh karena itu adalah mutlak perlu untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% tersebut. Program-program yang direncanakan di pelbagai sektor diharapkan akan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus mencapai sasaran-sasaran yang lain seperti perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pembagian hasil pembangunan. Berdasarkan perkiraan mengenai laju pertumbuhan di berbagai sektor serta sumber-sumber pembiayaan yang dapat dikerahkan maka laju pertumbuhan sebesar 7,5% tersebut diperkirakan dapat dicapai. Dalam tahun 1973/74 produksi nasional yang lebih kurang dinyatakan dengan Produk Domestik Bruto diperkirakan akan mencapan jumiah 6.225,0 milyar rupiah. Dengan, laju pertumbuhan sebesar 7,5% setahun maka produksi nasional nyata diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 8.935,0 milyar rupiah dalam tahun 1978/1979. Apabila, jumlah penduduk meningkat dengan rata-rata 2,3 % setahun maka ini berarti bahwa produksi nasional nyata per kapita akan meningkat dengan lebih kurang 28% selama lima tahun yang akan datang. Salah satu tujuan pembangunan yang pokok adalah untuk merobah struktur perekonomian Indonesia guna mempercepat laju pertumbuhan secara keseluruhan. Diperkirakan bahwa tingkat perkembangan untuk setiap sektor perekonomian adalah serasi dengan tujuan perobahan struktur tersebut. Sektor-sektor yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan riil yang pesat adalah industri dengan rata-rata 13,0% setahun, pertambangan 10,1 %, pengangkutan dan komunikasi 178 10,0%, dan bangunan sekitar 9,2% setahun. Pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, diperkirakan akan meningkat dengan rata-rata 4,6 % setahun atau dua kali laju pertumbuhan penduduk, tetapi masih di bawah pertumbuhan rata-rata produksi nasional. Pertanian masih tetap merupakan sektor yang utama akan tetapi dengan peranan yang semakin menurun. Di dalam tahun 1973/74 bagian daripada pertanian di dalam produksi nasional adalah 40,1%. Pada akhir Repelita II bagian pertanian diperkirakan menurun menjadi 35,0%. Hal ini disebabkan oleh karena laju pertumbuhan yang lebih pesat daripada sektorsektor lainnya. Dengan memprioritaskan industri yang mengolah bahanbahan menjadi bahan baku, industri substitusi impor, serta industri yang menghasilkan barang - barang jadi untuk ekspor maka peranan sektor industri diperkirakan akan meningkat dari 9,8% di dalam tahun 1973/74 menjadi 12,6% di dalam tahun 1978/79. Peranan daripada pertambangan juga meningkat dari 9,6% di dalam tahun 1973 / 74 menjadi 10,8 % di dalam tahun 1978/ 79 terutama oleh karena peranan minyak dan gas bumi. Peranan sektor pengangkutan dan komunikasi serta bangunan juga meningkat. Secara keseluruhan bagian dari sektor industri, pertambangan, pengangkutan dan komunikasi serta bangunan meningkat dari 27,3 % di dalam tahun 1973/74 menjadi 32,1 % . di dalam tahun 1978/79. Bagian dari sektor lainnya (termasuk listrik, gas, air minum, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya) harnpir-hampir tidak berobah. Dengan demikian maka selama Repelita II jelas terlihat mulai adanya perobahan struktur perekonomian Indonesia. Hal ini akan merupakan suatu langkah maju kearah tercapainya suatu struktur perekonomian yang lebih seimbang di dalam jangka panjang. 179 TABEL 6 - 1 PERKEMBANGAN KOMPOSISI FRODUKSI NASIONAL 1) MENURUT SEKTOR DALAM REPELITA II Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan 1973/74 (Perkiraan) Laju pertumbuhan rata-rata Repelita II 1978/79 (Perkiraan) 35,0% 40,1% 9,6% ( 4,6%) (10,1%), 3. Industri 9,8% (13,0%) 12,6% 4. Bangunan 3,8% ( 9,2%) 4,1% 5. Pengangkutan dan Komunikasi 6. Lain-lain 4,1% (10,0% ) 4,6% 32,6% ( 7,7%) 32,9% Produksi Nasional l) 100,0% ( 7,5%) 100,0% 10,8% 1) Dinyatakan dengan Produk Domestik Bruto. III. PERKIRAAN PERKEMBANGAN KESEMPATAN KERJA Laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomn tersebut di atas juga akan memperluas kesempatan kerja dan merobah struktur kesempatan kerja. Akan tetapi kelemahan di dalam konsepsi data-data statistik mengenai kesempatan dan tenaga kerja dewasa ini, tidak memungkinkan untuk menyusun perkiraan yang tepat mengenai perkembangan kesempatan kerja di masa datang. Walaupun demikian, ada gunanya untuk membuat sekedar perkiraan mengenai arah perkembangan kesempatan kerja selama Repelita II. Dari Tabel 6-2 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja yang dapat diserap secara produktif selama Repelita II berjumlah 5,51 juta orang. Pertambahan angkatan kerja selama Repelita II diperkirakan sebesar 5,76 juta orang. Dengan demikian maka dari jumlah pertambahan angkatan kerja tersebut, 96% atau hampir seluruhnya diperkirakan akan dapat diserap. 180 GRAFIK 6 - 1 KOMPOSISI PRODUKSI NASIONAL MENURUT SEKTOR 1973/74, 1978/79 Pertanian Pertambangan Industri Bangunan Pengangkutan dan Komunikasi Lain-lain 181 182 14,0 100,0 5.897 42.014 2,5 0,3 1.045 7. Pengangkutan dan Komunikasi 12,5 2,5 0,1 7,6 0,2 60,3 Penyebaran Sektoral KesemPatan Kerja 1973/74 (dalam %) 121 5.236 6. Perdagangan 8. Bank-bank dan sebagainya 9. Jasa-jasa dan lainlain 1.032 39 4. Listrik 5. Bangunan 3.209 93 25.345 3. Industri 2. Pertambangan 1. Pertanian Kesempatan Kerja 1973/74 2,5 4,2 5,4 4,0 4,2 5,5 3,0 6,5 2,2 0,9 Pertambahan Kesempatan Kerja ratarata tahun 1973/74 1978/79 (dalam %) 5.513 1.347 36 226 1.196 318 6 1,187 10 1,187 47.527 7.244 157 1.271 6.432 1.350 45 4.396 103 26.529 Pertambahan KesempatKesempatan an Kerja Kerja 1973/74 1978/79 - 1978/79 (dalam (dalam ribuan) ribuan) TABEL 6 - 2 KESEMPATAN KERJA 1973/74-1978/79 100,0 15,2 0,3 2,7 13,5 2,8 0,1 9,3 0,2 55,8 Penyebaran Sektoral Ke sempatan Kerja 1978/79 (dalam Di lain pihak, produktivitas rata-rata kesempatan kerja di semua sektor ekonomi meningkat. Secara keseluruhan produksi nasional meningkat dengan rata-rata 7,5 % per tahun, sedang- kan kesempatan kerja meningkat dengan 2,5 % per tahun. Dengan demikian maka produktivitas rata-rata meningkat dengan kira-kira 4,9% per tahun. Sektor pertanian merupakan sektor terpenting ditinjau dari segi banyaknya anggota angkatan kerja yang bekerja di sektor tersebut. Dalam tahun 1978/79, jumlah angkatan kerja di sektor tersebut adalah 26,5 juta orang. Selama Repelita II jelas terlihat adanya perobahan di dalam struktur kesempatan kerja. Dalam tahun 1973/74 jumlah angkatan kerja pada pertanian adalah 60,3% dari seluruh angkatan kerja yang bekerja. Dalam tahun 1978/79 jumlah ini menurun menjadi 55,8%. Bagian angkatan kerja yang bekerja di sektor-sektor industri, perdagangan, dan jasa masing-masing diperkirakan akan meningkat dari 7,6%, 12,5%, dan 14,O% di dalam tahun 1973/ 74 menjadi 9,3%, 13,5%, dan 15,2% di dalam tahun 1978/79. Disadari bahwa perkiraan ini mengandung kelemahan sehingga perlu ditinjau dan ditelaah kembali berdasarkan datadata yang lebih lengkap dan yang lebih dapat dipercaya. IV. KEBUTUHAN INVESTASI Untuk mencapai 7,5% sasaran laju pertumbuhan ekonomi tersebut d atas maka investasi riil perlu ditingkatkan dengan lebih dari 13% setiap tahunnya. Jumlah investasi dalam tahun 1973/74 diperkirakan sekitar 1.100,0 milyar rupiah dan diperkirakan akan meningkat secara riil menjadi lebih daripada 2.000,0 milyar rupiah dalam tahun 1978 / 79. Sebagai prosentase terhadap produksi nasional, investasi akan meningkat dari 17,7% dalam tahun 1973/74 ymenjadi lebih kurang 23% dalam tahun 1978/79. Jumlah investasi tersebut adalah lebih besar daripada invesyang dibutuhkan selama Repelita I untuk mencapai laju tasi 183 kenaikan produksi yang hampir sama. Hal ini disebabkan ka- rena pengeluaran pembangunan selama Repelita I lebih banyak ditujukan untuk rehabilitasi kapasitas produksi yang ada. Ke-butuhan investasi akan sangat meningkat dalam Repelita II karena akan lebih banyak ditujukan kepada menciptakan kapasitas produksi baru. Jumlah investasi tersebut di atas diper- kirakan cukup untuk mencapai sasaran laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% setahun, oleh karena tekanan yang dibe-rikan kepada perluasan kesempatan kerja dan investasi yang banyak menyerap tenaga kerja. Investasi besar ini juga diperlukan untuk meletakkan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi di dalam Repelita III dan Repelita-Repelita selanjut- nya. Perkiraan jumlah investasi mengandung kelemahan-kelemah- an oleh karena kurang mantapnya data investasi serta kurang adanya informasi yang tepat mengenai hubungan antara kebu- tuhan investasi dan produksi baik secara keseluruhan maupun menurut sektor. Investasi pemerintah yang dibiayai dari Anggaran Pemba- ngunan Negara semakin meningkat peranannya dan diperkira- kan meliputi lebih kurang 46% dari seluruh investasi yang akan dilaksanakan selama Repelita II. Investasi pemerintah tersebut diperkirakan akan meningkat secara nominal dengan hampir 33 % setahun sedangkan inves- tasi lainnya meningkat dengan lebih kurang 18% setahun sela- ma lima tahun yang akan datang. Peranan investasi pemerintah adalah penting dalam usaha meningkatkan pembangunan dan mengembangkan struktur perekonomian yang lebih seimbang. Investasi pemerintah juga mendorong perkembangan dunia usa- ha dengan menyediakan prasarana fisik dan prasarana sosial. Investasi lainnya meliputi keseluruhan investasi yang terdiri dari penanaman kembali laba perusahaan baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta, investasi pemerintah da- erah, investasi modal dalam negeri dan modal asing, dan inves- tasi yang dibiayai sendiri oleh masyarakat. Pembiayaan sendiri 184 185 (402) 2) (214) 2) i. Tabungan Pemerintah ii. Dana Bantuan Luar Negeri 2) 1) 19,1% Dinyatakan dengan Produk Domestik Bruto Angka-angka RAPBN 1974/75 3. Investasi sebagai persentase terhadap Produksi Nasional 1) 829 616 2) a. Anggaran Pembangunan Negara b. Lain-lain 1.445 7.565 2. Investasi 1. Produksi Nasional 1) 1974/75 21,6 % 928 (192) (780) 972 1.900 8.785 1975/76 22,3% 1.222 (208) (850) 1.058 2.280 10.200 1976/77 22,3% 1.444 (218) (978) 1.196 2.640 11.840 1977/78 TABEL 6 - 3. PRODUKSI NASIONAL 1) DAN INVESTASI 1974/75 - 1978/79 (dalam milyar rupiah harga yang berlaku) 22,9% 1.742 (224) (1.184) 1.408 3.150 13.745 1978/79 --- (1.056) (4.194) 5.250 11.415 11.415 --- REPELITA II oleh masyarakat secara langsung mencakup berbagai bentuk, misalnya pembuatan sekolah-sekolah secara bersama-sama, pembuatan sendiri alat-alat pertanian, perbaikan saluran irigasi oleh petani, dan lain-lain. Semuanya ini merupakan investasi pembangunan akan tetapi dewasa ini masih sangat sulit untuk memperkirakannya secara kwantitatif. Investasi pemerintah yang dibiayai dari tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari 65% dalam tahun 1974/75 menjadi 84% dalam tahun 1978/79. Di lain pihak bantuan luar negeri diperkirakan menurun dari 35% dalam tahun pertama menjadi 16% dalam tahun terakhir Repelita II. Hall ini mencerminkan pentingnya usaha meningkatkan per pajakan di dalam negeri serta ketetapan hati kita untuk menitik beratkan pembiayaan pembangunan kepada kekuatan sendiri. V. SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN 1. Pokok-pokok Kebijaksanaan Pembiayaan Untuk mencapai sasaran peningkatan kesejahteraan masyara.kat yang menyeluruh maka di dalam Repelita II akan dikembangkan kebijaksanaan pembiayaan yang mempercepat laju pembangunan, memantapkan kestabilan nasional serta mendorong perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan masyarakat. Kestabilan ekonomi merupakan suatu prasyarat mutlak bagi berhasilnya usaha pembangunan nasional. Oleh karena itu di dalam Repelita II segala usaha akan dikerahkan pula untuk memelihara kestabilan harga-harga di dalam negeri terutama melalui kebijaksanaan moneter, fiskal, dan neraca pembayaran. Hal ini menjadi semakin penting artinya lebih-lebih di dalam suasana ekonomi dunia dewasa ini yang masih dilanda oleh pelbagai krisis dan ketidakstabilan moneter. 186 Melalui kebijaksanaan moneter, pemerintah akan berusaha untuk mengurangi tekanan inflasi di dalam negeri dan melindungi perekonomian kita terhadap tekanan-tekanan yang berasal dari luar negeri. Kebijaksanaan suku bunga yang realistis adalah salah satu sarana untuk rnendorong tabungan masyarakat dan mengelola peredaran uang yang ada di dalam masyarakat. Di samping itu , pemerintah juga akan mengadakan pengawasan yang ketat terhadap usaha - usaha yang bersifat spekulatif yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi. Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang mantap maka usaha-usaha penyempurnaan organisasi dan tata laksana bank-bank umum terutama bank-bank pemerintah akan ditingkatkan. Dengan demikian maka bank-bank tersebut diharapkan akan dapat melaksanakan secara tertib dan teratur ketentuan-ketentuan pemerintah dan merupakan alat kebijaksanaan institusionil yang efektif dan efisien di daIam rangka memantapkan kestabilan ekonomi. Kebijaksanaan perdagangan dan kebijaksanaan neraca pembayaran juga diarahkan untuk melindungi perekonomian Indonesia dari pengaruh negatif gejolak ekonomi dunia melalui kebijaksanaan ekspor, impor, cadangan devisa, dan kebijaksanaan kurs devisa serta pengawasan atas pemasukan modal luar negeri yang bersifat jangka pendek. Untuk membendung kenaikan harga-harga yang berasal dari luar negeri serta melindungi kepentingan mereka yang berpenghasilan rendah maka diambil langkah - langkah untuk menjamin tersedianya bahan-bahan pokok terutama bahan makanan dengan harga yang berada di dalam jangkauan masyarakat. Kebijaksanaan perpajakan akan digunakan untuk memantapkan kestabilan ekonomi dengan menyempurnakan sifat progresivitas daripada sistem perpajakan. Di dalam hal pengeluaran pemerintah maka prioritas diberikan kepada perbaikan prasarana guna lebih melancarkan arus barang dan jasa. Dengan demikian maka selama Repelita II pemerintah akan menempuh pelbagai kebijaksanaan ekonomi dan keuangan un- 187 tuk memperkecil akibat dari gejolak perekonomian dunia dan mengendalikan kenaikan harga-harga di dalam negeri. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi diperlukan sarana pembiayaan yang semakin meningkat pula. Dana yang diperlukan untuk membiayai investasi selama Repelita II akan berasal dari tiga sumber utama : sektor pemerintah, sektor swasta dalam negeri, dan sektor luar negeri. Berbagai rupa sumber tabungan tersebut di atas dapat bersifat melengkapi satu dengan yang lain dalam pengertian bahwa peningkatan tabungan dari salah satu sektor akan dapat mendorong tabungan di sektor lainnya. Sebaliknya masing-masing sumber tabungan tersebut dapat juga saling bersaing terhadap satu sama lain dalam arti bahwa peningkatan tabungan dari salah satu sumber dapat mengurangi tabungan dari sumber-sumber lainnya. Oleh karena itu perlu dirumuskan pokok-pokok kebijaksanaan pengerahan dana yang serasi antara ketiga sumber-sumber utama tabungan termaksud. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penting untuk keperluan tersebut adalah: kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan moneter, dan kebijaksanaan neraca pembayaran. Ketiga kebijaksanaan tersebut mempunyai hubungan yang erat tidak saja di dalam menjaga kestabilan ekonomi tetapi juga dalam hal pengerahan dana tabungan. Kebijaksanaan fiskal pemerintah merupakan faktor utama yang menentukan jumlah tabungan pemerintah. Kebijaksanaan fiskal dalam Repelita II akan dijalankan sedemikian rupa sehingga di samping meningkatkan tabungan pemerintah juga mendorong tabungan masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan. Kebijaksanaan moneter akan terutama ditujukan pada mobilisasi tabungan masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan dengan antara lain menjalankan kebijaksanaan suku bunga yang aktif. Dalam Repelita II, kebijaksanaan moneter juga akan dijalankan sedemikian rupa sehingga aliran tabungan luar negeri dalam bentuk pemasukan modal jangka pendek 188 tidak mengganggu kestabilan ekonomi dan tidak mengurangi pengerahan tabungan masyarakat. Kebijaksanaan neraca pembayaran yang meliputi kebijaksanaan ekspor, impor, dan kebijaksanaan kurs devisa, juga diserasikan dengan kebijaksanaan peningkatan penerimaan dan tabungan pemerintah serta penerimaan dan tabungan masyarakat. Kebijaksanaan fiskal dan moneter juga akan diarahkan untuk memperkuat posisi neraca pembayaran dan membantu proses pengembangan ekspor dan substitusi impor sepanjang tidak merugikan masyarakat banyak dan pertumbuhan ekonomi keseluruhan serta dalam batas-batas perkembangan keuangan negara. 2. Tabungan Pemerintah Tabungan pemerintah sebagai selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, diharapkan akan dapat membiayai sekitar 80% dari seluruh Anggaran Pembangunan Negara selama Repelita II. Bagian yang dibiayai dari tabungan pemerintah tersebut meningkat dari 65% pada tahun pertama menjadi sekitar 84% pada akhir Repelita II. Peningkatan tabungan pemerintah ini merupakan hasil kombinasi dari pada usaha peningkatan penerimaan dalam negeri di satu pihak dengan usaha pengawasan yang ketat dan terarah atas pengeluaran rutin pemerintah di lain pihak. Penerimaan dalam negeri diperkirakan akan meningkat setiap tahun dengan rata-rata 35,7% sedangkan pengeluaran rutin hanya meningkat dengan rata-rata 29,7% setahun selama Repelita II dibandingkan dengan APBN 1973/74. Dengan demikian maka tabungan pemerintah diperkirakan meningkat dengan 50,6% setiap tahun sehingga selama Repelita II seluruhnya diperkirakan akan menjadi hampir 9 kali seluruh tabungan pemerintah selama Repelita I. Sebagai persentase terhadap produksi nasional maka penerimaan dalam negeri diperkirakan akan meningka t dari sekitar 18,0% dalam tahun 1974/75 men- 189 jadi 22,5% dalam tahun 1978/79, sedangkan tabungan pemerintah meningkat dari 5,3% menjadi 8,6%. Penerimaan negara yang berasal dari minyak bumi memegang peranan yang sangat penting di dalam struktur penerimaan negara. Perkiraan mengenai penerimaan negara dari minyak bumi didasarkan kepada berbagai perkiraan tentang produksi maupun perkembangan harga di masa mendatang serta ketentuan mengenai bagian yang menjadi penerimaan negara. Berbagai perkiraan ini mengandung banyak permasalahan sehubungan dengan banyaknya unsur ketidakpastian di dalam perkembangan ekonomi dunia yang sedang bergolak, khususnya di dalam bidang perminyakan. Bilamana terjadi peningkatan harga minyak bumi maka penerimaan negara akan bertambah pula. Demikiann pula halnya dengan tabungan pemerintah. Sebaliknya bilamana harga minyak bumi ternyata lebih rendah maka untuk mempertahankan penerimaan negara pada tingkat yang sama perlu diusahakan penyesuaian mengenai bagian yang merupakan penerimaan negara. Sementara itu lebih ditingkatkan lagi usaha memperbesar penerimaan negara lainnya. Hal ini antara lain dilakukan melalui perluasan wajib pajak, perluasan jenis dan besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, baik pajak atas pendapatan, pajak atas konsumsi maupun pajak kekayaan, penyempurnaan tarif pajak dan penyempurnaan administrasi pemungutan pajak. Dalam pada itu penurunan harga minyak bumi mungkin pula disertai dengan menurunnya harga barang-barang impor sehingga mengurangi pula tingkat pengeluaran negara untuk barang impor tersebut. Segala sesuatu ini tetap mengandung ketidakpastian. Oleh karenanya di dalam menghadapi pergolakan ekonomi dunia dilperlukan kewaspadaan secara terus-menerus. 3. Tabungan marsyarakat Yang dimaksud dengan tabungan masyarakat adalah bagian dari penghasilan masyarakat yang tidak dipergunakan untuk konsumsi dan terdiri antara lain dari tabungan perusahaan 190 baik swasta maupun milik pemerintah, tabungan pemerintah daerah, tabungan rumah tangga dan perorangasi dan sebagainya. Adapun tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat bersama-sama merupakan tabungan dalam negeri. Kenaikan kebutuhan investasi disertai dengan niat untuk lebih menitik-beratkan pembiayaan pembangunan kepada kekuatan sendiri, menghendaki adanya peningkatan yang lebih besar daripada tabungan dalam negeri. SebaLai persentase terhadap produksi nasional, tabungan dalam negeri ditingkatkan dari lebih kurang 11,6% dalam tahun 1974/75 menjadi 17,8% dalam tahun 1978/79. Diperkirakan bahwa dalam tahun 1978/79 tabungan dalam negeri akan dapat membiayai 77,9 % daripada seluruh investasi dibandingkan dengan 61,0% dalam tahun 1974/75. Hal ini berarti bahwa di samping tabungan pemerintah, danadana masyarakat perlu dikerahkan untuk mengisi kekurangan yang masih dibutuhkan bagi pembiayaan investasi. Tabungan masyarakat diusahakan untuk ditingkatkan dari sekitar 6,3% dari produksi nasional dalam tahun 1974/75 menjadi 9,2% dalam tahun 1978/79. 4. Neraca Pembayaran Internasional dan Sumber Dana Luar Negeri Selama Repelita II perkembangan neraca pembayaran mengandung ketidakpastian sebagai akibat pergolakan besar yang sedang berlangsung dalam ekonomi dunia. Berhubung dengan itu maka perkiraan-perkiraan mengenai perkembangan neraca pembayaran selama Repelita II senantiasa memerlukan penelaahan secara terus-menerus. Selama Repelita II ekspor secara riil diharapkan akan meningkat dengan lebih pesat daripada produksi nasional. Sebagai persentase terhadap produksi nasional ekspor akan meningkat dari 16,9 % dalam tahun 1973/74 menjadi 20,4% dalam tahun 1978/79. Peningkatan ekspor tersebut diharapkan akan 191 mendorong perluasan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan para produsen ekspor. Impor secara absolut juga akan meningkat untuk memenuhi perkembangan produksi dan konsumsi dalam perekonomian, namun dengan laju pertumbuhan yang lebih kecil daripada produksi nasional sejak 1975/76. Sebagai persentase terhadap produksi nasional, impor akan menurun dari 24,5% dalam tahun 1974/75 menjadi 21,5% dalam tahun 1978/79. Selama Repelita II transaksi berjalan pada neraca pembayaran masih menunjukkan defisit, namun posisi neraca pembayaran akan semakin baik. Cadangan deevisa atau cadangan moneter diusahakan untuk meningkat setiap tahunnya sehingga cukup besar untuk menampung kegiatan impor yang tidak terduga. Sebagaimana halnya di dalam penerimaan negara maka ekspor minyak bumi memegang peranan yang sangat penting pula di dalam penerimaan devisa. Berhubung dengan kenaikan yang terjadi di dalam harga minyak bumi akhir-akhir ini maka ekspor minyak bumi netto di dalam tahun 1974/75 di perkirakan akan meningkat dengan 280% sedangkan jumlah ekspor seluruhnya meningkat dengan 77 % di bandingkan dengan tahun 1973/74. Di lain pihak harga barang-barang impor juga telah meningkat oleh karena meningkatnya harga minyak dan biaya pengangkutan. Impor bukan minyak di dalam tahun 1974/75 diperkirakan akan meningkat dengan 49,5%. Walaupun impor juga bertambah namun kenaikan ekspor yang besar tersebut akan sangat menambah kemampuan untuk memupuk cadangan devisa guna memelihara kemantapan neraca pembayaran terhadap perobahan-perobahan yang terjadi di masa datang. Perkembangan neraca pembayaran untuk tahun-tahun selanjutnya akan sangat dipengaruha oleh pergolakan ekonomi dunia. Bilamana harga minyak bumi menurun maka penerimaan devisa akan menjadi lebih rendah daripada apa yang diperkirakan. Hal ini berarti bahwa usaha untuk mengembangkan hasil-hasil ekspor lainnya perlu lebih ditingkatkan. Demikian pula penting 192 sekali usaha-usaha untuk mengganti barang-barang yang di impor dengan hasil produksi dalam negeri. Dalam pada itu menurunnya harga minyak bumi mungkin pula berlangsung bersamaan dengan penurunan harga barang-barang impor sehingga tingkat impor menjadi lebih rendah daripada yang ddiperkirakan. Bilamana hal tersebut tidak terjadi maka tingkat impor yang diperlukan dapat pula dicapai dengan tingkat penambahan cadangan devisa yang lebih kecil daripada yang semula diharapkan. Di lain pihak bilamana harga minyak bumi meningkat maka penerimaan devisa juga akan bertambah. Kenaikan tersebut mungkin pula dibarengi dengan kenaikan kebutuhan impor sehubungan dengan naiknya harga barang impor. Namun secara keseluruhan perkembangan tersebut tetap akan memperkuat posisi neraca pembayaran. Dana dari luar negeri berbentuk pinjaman pemerintah dan pemasukan modal lainnya. Kebutuhan akan bantuan luar negeri diperkirakan akan mulai menurun dalam Repelita II. Investasi luar negeri akan di manfaatkan sepanjang memberikan sumbangan yang berarti untuk mencapai tujuan pembangunan. Dalam pada itu selama lima tahun yang akan datang sebagian besar daripada pemasukan modal luar negeri, dalam bentuk pinjaman pernerintah maupun lainnya, akan berasal dari penggunaan dana-dana ysng telah disepakati di masa yang lewat. Dengan demikian untuk sebagian dari kegiatan pembangunan dalam Repelita II sudah tersedia dananya. Di samping itu masih terdapat kebutuhan untuk membiayai investasi yang sangat besar dalam berbagai sektor. Selama Repelita II dana dari luar negeri secara keseluruhan mula-mula meningkat akan tetapi kemudian menurun. Sebagai persentase dari produksi nasional maka dana luar negeri diperkirakan akan menurun dari 7,5% dalam tahun 1974/75 menjadi 5,1% dalam tahun 1978/79. Secara keseluruhan jelas kiranya bahwa perkembangan neraca pembayaran selama Repelita II banyak mengandung ketidakpastian sebagai akibat berbagai macam gejolak ekonomi dunia. 193 410475 - (13). 194 4021) 479 564 1.445 1. Tabungan Pemerintah 2. Tabungan Masyarakat II. Dana Luar Negeri III. J u m l a h : 1) Angka RAPBN 1974/75. 881 I. Tabungan Dalam Negeri 1974/75 1.900 578 542 780 1.322 1975/76 2.280 684 746 850 1.596 1976/77 2.640 697 709 978 1.931 1977/78 1974/75 - 1978/79 (dalam milyar rupiah harga yang berlaku) 3.150 1.259 953 1.184 2.453 1978/79 TABEL 6 - 4. PERKIRAAN SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN REPELITA II 11.415 3.232 3.989 4.194 8.183 REPELITA II 195 1) 2] Dinyatakan dengan Produk Domestik Bruto. Angka RAPBN 1974/75. 19,1 III. Jumlah: 6.3 2. Tabungan Masyarakat 7,5 5,3 2) 1. Tabungan Pemerintah II. Dana Luar Negeri 11,6 I. Tabungan Dalam Negeri 1974/75 8,3 7,3 6,7 22,3 6,2 6,6 21,6 15,6 1976/77 8,9 15,0 1975/76 22,3 6,0 22,9 5,1 9,2 8,6 8,3 8,0 17,8 1978/79 16,3 1977/78 SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN SEBAGAI PERSENTASE TERHADAP PRODUKSI NASIONAL 1) 1974/75 - 1978/79 TABEL 6 - 5. Oleh karena itu maka perkiraan-perkiraan mengenai neraca pembayaran selama Repelita II perlu senantiasa ditelaah dan disusun kembali sesuai dengan perkembangan yang berlaku. VI. PROGRAM PEMBIAYAAN Anggaran Pembangunan Negara selaana Repelita I diperkirakan akan mencapai jumlah 1.163,9 milyar rupiah. Untuk Repelita II Anggaran Pembangunan Negara diperkirakan akan mencapai jumlah 5.249,2 milyar rupiah atau lebih daripada empat setengah kali jumlah Anggaran Pembangunan Repelita I. Anggaran Pembangunan di dalam tahun 1974/75 diperkirakan akan melebihi jumlah yang diperkirakan sebesar 615,7 milyar rupiah di dalam RAPBN 1974/75, meskipun jumlah ini sudah merupakan kenaikan sebesar 79 % apabila dibandingkan dengan APBN tahun 1973/74. Untuk selama lima tahun kenaikan Anggaran Pembangunan diperkirakan rata-rata 32,6% setiap tahunnya, sedang jumlah dana untuk seluruh Repelita II merupakan 8,5 kali anggaran pembangunan tahun 1974/75. PembagIan Anggaran Pembangunan Negara termasuk bantuan proyek menurut sektor di dalam tahun 1974/75 dan 1974/75 - 1978/79 tertera dalam Tabel 6-6. Sesuai dengan prioritas pembangunan maka biaya yang tersedia untuk sektor pertanian dan pengairan adalah sebesar 1.001,6 milyar rupiah, pembangunan regional dan daerah 930,6 milyar rupiah, perhubungan dan pariwisata 831,7 milyar rupiah, penyertaan modal pemerintah 562,9 milyar rupiah, pendidikan, kebudayaan nasional, dan pembinaan generasi muda 525,8 milyar rupiah, tenaga listrik 387,8 milyar rupiah, kesehatan, keluarga berencana dan kesejahteraan sosial 192,1 milyar rupiah, dan industri serta pertambangan sebesar 185,8 milyar rupiah. Termasuk di dalam penyertaan modal pemerintah sebesar 562,9 milyar rupiah tersebut adalah dana-dana yang di salurkan melalui perbankan dan lembaga-lembaga lainnya untuk pembiayaan keg atan dunia usaha. 196 keuangan Sektor-sektor lain masing-masing memperoleh jumlah di bawah 180 milyar rupiah akan tetapi semuanya telah mengalami kenaikan yang sangat besar dibanding dengan tahun 1974/75. Semuanya ini dimungkinkan oleh karena peningkatan yang sangat besar di dalam jumlah tabungan pemerintah. 197 TABEL 6 - 6. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN NEGARA MENURUT SEKTOR 1974/75 DAN REPELITA II (dalam milyar rupiah) No. Kode Sektor 1. Sektor Pertanian dan Pengairan 1974/75 120,9 1) REPELITA II 1.001,6 12,8 185,8 55,7 387,8 111,4 831,7 4,2 37,9 6,6 69,4 7. Sektor Pembangunan Regional dan Daerah 127,7 930,6 8. Sektor Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Mahaesa 1,6 15,0 9. Sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, dan Pembinaan Generasi Muda 55,7 525,8 10. Sektor Kesehatan, Keluarga Berencana, dan Kesejahteraan Sosial 23,4 192,1 11. Sektor Perumahan Rakyat dan Penyediaan Air Minum 6,6 101,6 12. Sektor Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum 2,0 30,0 13. Sektor Pertahanan dan Keamanan NaSional 14. Sektor Penerangan dan Komunikasi 18,0 2,1 126,0 26,7 logi, Penelitian, dan Statistik 16. Sektor Aparatur Negara 11,1 20,5 101,3 123,0 17. Sektor Penyertaan Modal Pemerintah 35,3 562,9 Jumlah: 615,7 5.249,2 2. Sektor Industri dan Pertambangan 3. Sektor Tenaga Listrik 4. Sektor Perhubungan dan Pariwisata 5. Sektor Perdagangan dan Koperasi 6. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi 15. Sektor Pengembangan Ilmu dan Tehno- 1) 198 Angka-angka RAPBN 1974/75. GRAFIK 6- 6 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN NEGARA MENURUT SEKTOR 1974/75 DAN REPELITA II (dalam milyar rupiah harga yang berlaku ) Sektor Pertanian Dan Pengairan Sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, dan Pembinaan Generasi Muda Sektor Tenaga Listrik Sektor Kesehatan, Keluarga Berencana, dan Kesejahteraan Sosial Sektor Perhubungan Dan Pariwisata Sektor Industri dan Pertambangan Sektor Pembangunan Regional dan Daerah Sektor Penyertaan Modal Pemerintah Lain-lain