MOTIVASI MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) DAN PERILAKU KEPATUHAN KLIEN HIV/AIDS DAMPINGAN LSM RUMAH CEMARA DI BANDUNG Haidy Cukra Anesta1, Aat Sriati2, Nur Oktavia Hidayati3 1 Faculty of Nursing and Allied Health Sciences UPH. E-mail: [email protected] 2,3 Staf pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK ARV merupakan revolusi bagi perawatan orang dengan HIV/AIDS. Dibutuhkan motivasi yang tinggi untuk bertahan dalam mengikuti aturan dan konsekuensi terapi. Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin sebagai pusat rujukan perawatan dan pengobatan klien HIV/AIDS mengidentifikasi gejala ketidakpatuhan pada 25% klien pengakses ARV. Untuk itu, peneliti melakukan identifikasi hubungan motivasi dan perilaku kepatuhan klien HIV/AIDS dalam minum obat ARV dengan hipotesa bahwa ada hubungan antara kedua variabel tersebut yang menyebabkan kondisi gagal terapi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian adalah klien HIV/AIDS dampingan LSM Rumah Cemara yang sedang mengikuti terapi ARV sebanyak 40 orang, yang diambil dengan Teknik consecutive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tertutup yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas. Selanjutnya hipotesis dianalisa mengunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden (57,5%) memiliki motivasi yang rendah dan menunjukkan perilaku yang tidak patuh (57,5%). Pada hasil uji korelasi diperoleh bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (p = < 0,01, α = 0.005) antara motivasi minum obat Antiretroviral (ARV) dengan perilaku kepatuhan klien HIV/AIDS. Hasil penelitian ini dapat dijadikan catatan bagi setiap pihak yang terlibat dalam perawatan klien HIV/AIDS, bahwasanya penting untuk mengidentifikasi motivasi dalam menjalani terapi ARV untuk meminimalkan kegagalan terapi. Kata Kunci: Kepatuhan, Motivasi, dan Terapi Antiretroviral, Klien HIV/AIDS ABSTRACT ARV is a revolution for the treatment of people living with HIV/AIDS. The patients need a high level of motivation to follow the rules and persist in unlimited time of therapy. Klinik Teratai RSUP Dr. Hasan Sadikin, as center of Clinical Referral Center for care and treatment patient with HIV/AIDS found that there is a therapeutic failure indicated by non-adherence behaviour from 25% of patient with ARV access. According to the fact, researcher is in interesting to identify the motivation and adherence of the clients living with HIV/AIDS in antiretroviral medication and popping out the hypothesis that there is a correlation between both of them which causing of failed therapy. The method using in this research was descriptive correlative with cross-sectional design. Respondents were a client living with HIV/AIDS who running in ARV therapy and being assisted by NGOs Rumah Cemara. It consist of 40 people were taken by consecutive sampling method. The instrument was closed questionnaire that has been proven as the valid and reliable test. The next step, the hypothesis was analysed with Spearman Rank correlation test. The results of this study indicated that most of respondents (57.5%) had low motivation and non-adherence (57,5%) in ARV therapy. In the correlation test, the result showed there was a real correlation between motivation taking Antiretroviral (ARV) medication and adherence of people living with HIV / AIDS (p = < 0,01, α = 0.005). The results could be a record for nurse, counsellor, and other institution who involved in the care of clients living with HIV/AIDS. It is important to assess the level of motivation in undergoing ARV therapy to minimize treatment failure condition. Key Word: Adherence, People with HIV/AIDS, ARV Medication, and Motivation. 1 PENDAHULUAN menjadi lainnya disebabkan oleh ketidakpatuhan, pandemik di dunia dan di Indonesia. baik yang disebabkan oleh kemangkiran, Menurut maupun keputusan untuk berhenti total Penyakit HIV/AIDS kini Departemen Kesehatan RI (2010), rate kumulatif kasus HIV/AIDS dari program terapi (KlinikTeratai, 2010). Nasional sampai dengan Desember 2010 adalah 10,46 per 100,000 penduduk. Dalam laporan tahunan hingga Desember 2010, tercatat 5.680 kasus HIV/AIDS di Propinsi Jawa Barat. Dalam laporan tersebut, Kota Bandung berada pada peringkat pertama penyebaran kasus HIV/AIDS, yakni sebanyak 2.100 kasus dengan rincian 1.025 kasus HIV positif dan 1.075 kasus AIDS (Dinas Kesehatan Kepatuhan minum HIV/AIDS meliputi pada ketepatan klien dalam waktu, jumlah, dosis, serta cara individu dalam mengkonsumsi obat pribadinya. Ketidakpatuhan dalam pelaksanaan terapi akan menurunkan efektivitas kerja obat ARV bahkan meningkatkan resistensi virus dalam tubuh (Djoerban, 2010). Oleh karena itu, kepatuhan adalah hal yang mutlak Provinsi Jawa Barat, 2010). obat dimiliki dan dilakukan oleh penerima ARV sebagai bentuk perilaku Ditemukannya obat antiretroviral (ARV) mencegah telah memaksimalkan manfaat terapi. mendorong dimulainya pengobatan dan perawatan revolusi resistensi dan upaya klien HIV/AIDS. Pengakses ARV di Propinsi Jawa Barat hingga tahun 2010 adalah sebanyak 2.287 orang dengan HIV/AIDS (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2010). Dari 840 orang jumlah penerima ARV di Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin, sebanyak 33,2% diantaranya belum mengalami peningkatan/perubahan status kesehatan setelah selama 6-8 bulan menjalankan terapi. Dari 33,2% klien unprogress, 8% diantaranya disebabkan oleh ketidakcocokan terhadap regimen ARV yang diberikan, sedangkan 25,2% Motivasi merupakan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu dan sangat bergantung pada kekuatan suatu harapan bahwa tindakan yang akan dilakukan kemudian akan menghasilkan output tertentu, serta nilai manfaat dan daya tarik output itu sendiri bagi individu (Vroom, 1964, dalam Robbins 2003). Motivasi dalam pendekatan Teori Harapan (Expectancy Theory) menerangkan bahwa kecenderungan untuk individu berperilaku patuh atau pun tidak patuh terhadap terapi dapat didasari oleh nilai keyakinan diri 2 untuk dapat melakukan suatu upaya dari sepuluh orang klien pengakses terapi (expectancy), harapan terhadap hasil yang ARV dijadikan sebagai responden studi akan tersebut pendahuluan mengatakan bahwa dirinya nilai tidak pernah menunda atau putus dalam kebermanfaatan pada hasil yang akan terapi dalam satu tahun terakhir karena dicapai atas upaya yang telah dilakukan merasa memperoleh manfaat terapi ARV (valence). Perawat sebagai profesional yang posotif dan hasil yang signifikan bagi kesehatan yang terlibat dalam perawatan tubuhnya, klien HIV/AIDS memiliki peran strategis berbagai keluhan akibat efek samping sebagai care provider dan healt educator obat. Sedangkan tujuh orang responden dalam membantu klien menjalani terapi lainnya ARV. Penting bagi seorang perawat untuk menunda atau putus terapi oleh karena mengetahui bagaimana motivasi klien berbagai alasan, misalnya akibat efek HIV/AIDS dalam menjalani terapi agar samping yang dirasa, kejenuhan dalam dapat memberikan intervensi psikologis terapi yang panjang, dan faktor aktivitas dan dukungan sosial bagi klien. Peran yang perawat klien melewatkan waktu minum obat. Dari lingkungan fenomena menunda dan mangkir minum diperoleh dari upaya (instrumentality), serta adalah dengan memandirikan menciptakan meskipun mengatakan seringkali psikososial yang adekuat untuk mencapai obat kesehatan pendahuluan optimal sebagai indikator yang tertarik keberhasilan terapi. harus beberapa menyebabkan ditemukan tersebut, untuk menahan dalam maka melakukan kali klien studi peneliti penelitian mengenai hubungan motivasi minum obat Peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan di LSM Rumah Cemara yang memiliki klien dampingan sebanyak 1.291 (22,72% dari jumlah total kasus Antiretroviral (ARV) dengan perilaku kepatuhan klien HIV/ AIDS dengan menggunakan pendekatan Expectancy Theory. HIV/AIDS di Propinsi Jawa Barat). Tiga METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian antara motivasi minum obat ARV dengan deskriptif perilaku korelasional. Penelitian ini kepatuhan klien HIV/AIDS. menggunakan pendekatan studi cross- Populasi dalam penelitian ini adalah sectional untuk mengetahui hubungan seluruh klien HIV/AIDS dampingan LSM 3 Rumah Cemara yang sedang menjalani Adult terapi antiretroviral (ARV), yaitu 835 Adherence orang klien. Dalam penelitian ini teknik (AACTG). Kuisioner tersebut dipakai sampling yang digunakan consecutive untuk sampling responden HIV/AIDS dewasa dalam regimen ARV sejumlah 40 orang klien dampingan LSM dengan metode menghitung dosis yang Rumah Cemara yang sedang mengikuti terlewatkan dalam empat hari periode terapi ARV minimal selama satu tahun serta indentifiaksi serta ketepatan tata cara bersedia menjadi responden penelitian. minum obat selama mengikuti terapi dan memperoleh AIDS Clinical Follow mengukur Up Trial Group Quistionnaire kepatuhan klien ARV. Instrumen penelitian untuk mengukur variabel motivasi dibuat oleh peneliti dan Teknik analisa data dalam penelitian ini disajikan dengan 29 item pernyataan yang adalah analisa univariat dan bivariat. disertai alternatif jawaban yang mengacu Analisis pada Ecpectancy Theory yang didalamnya menghitung distribusi frekwensi pada mengukur masing-masing variable motivasi berdasarkan nilai univariat motivasi dan variable Sedangkan untuk kepatuhan, bivariat dilakukan untuk mencari nilai peneliti menggunakan kuesioner tertutup keeratan anatar variabel dengan menguji yang hipotesis statistik menggunakan keofisien sudah terstandarisasi (inventory quistionneire), yaitu dengan menggunakan sedangkan untuk expectancy, instrumentality, dan valence. variabel kepatuhan, dilakukan anisa korelasi Spearmen. HASIL Penelitian ini Menggunakan dua bentuk hasil analisa nilai kepatuhan minum obat analisa, yakni statistik univariat dan ARV menunjukkan bahwa dari 40 orang statistik bivariat. Hasil analisa statistik responden, 17 orang (42,5%) memiliki terhadap nilai motivasi minum obat ARV perilaku yang patuh dalam aturan minum pada HIV/AIDS obat ARV, dan 23 orang lainnya (57,5%) 40 memiliki perilaku yang tidak patuh. klien menunjukkan dengan bahwa dari orang responden, 17 orang responden (42,5%) memiliki nilai motivasi yang tinggi, dan 23 orang responden (57,5%) memiliki nilai motivasi yang rendah. Sedangkan Dari hasil analisa bivariat kedua variable dengan taraf signifikansi sebesar 5% atau dengan taraf kepercayaan sebesar 95% dalam perhitungan korelasi Spearman, 4 diperoleh hubungan antara motivasi minum obat Antiretroviral (ARV) dengan perilaku kepatuhan klien HIV/AIDS adalah sebagaimana berikut ini: Tabel 1. Motivasi Minum Obat Antiretroviral dengan Perilaku Kepatuhan Klieen HIV/AIDS Variabel rs P-Value Motivasi Kepatuhan 0,980* 0,980* 0,01 0,01 Koefisien Determinansi Keputusan H0 ditolak 96,04% *Signifikansi hubungan berada pada level 0,01 (2- tailed) Tabel di atas menggambarkan adanya (ARV) dengan perilaku kepatuhan klien hubungan yang nyata (p value 0,01, HIV/AIDS. Dengan kata lain, dapat rs=0,980, disimpukan dan dengan koefisien bahwa semakin tinggi determinansi sebesar 96,04%) antara motivasi klien, semakin patuh pula ia motivasi dalam minum obat ARV. minum obat Antiretroviral PEMBAHASAN Motivasi dibangun oleh tiga komponen rendah bila individu mempersepsikan utama yaitu expectancy, instrumentality, dirinya tidak mampu mencapai suatu hasil dan (Vroom valence (Vroom, 1964, dalam dalam Scholl, Nilai dikendalikan oleh Robbins, 2003). Lebih lanjut Vroom expectancy berpendapat bahwa ketiganya muncul individu dengan mengukur kemampuan sebagai hasil interaksi kekuatan internal dirinya dalam melakukan kontrol perilaku individu dan menentukan tujuan yang rasional. yang akan mengarahkan dapat 2002). seseorang pada aktivitas atau perilaku tertentu. Sebagai hasil perkalian antar tiga komponen pendukung, motivasi klien dalam minum obat Antirtroviral (ARV) dapat bernilai rendah apabila nilai pada salah satu atau lebih komponen motivasi adalah keyakinan bahwa upaya yang dilakukan oleh individu akan mengarahkan dirinya pada suatu perilaku kepatuhan. Expectancy alasan yang menyebabkan rendahnya motivasi klien untuk patuh minum obat menyesuaikan adalah diri dengan kesulitan petunjuk spesifik terapi ARV, serta aktivitas dan mobilitas yang tinngi. Kondisi dan situasi tersebut bernilai rendah. Expectancy Beberapa akan bernilai tersebut seringkali menuntut usaha atau daya tahan yang lebih sebagai bentuk pengendalian perilaku klien. Seseorang mungkin dapat lupa minum obat karena sibuk dengan aktivitas yang tidak dapat 5 ditunda atau ditinggalkan, sementara klien Pada pengumpulan informasi lanjutan diperhadapkan dengan aturan minum dengan metode wawancara pada klien dan obat yang tepat 12 jam. Kondisi lainnya triangulasi pada budies, diperoleh data mungkin akan membawa klien untuk bahwa beberapa klien dengan kombinasi memberikan upaya lebih keras untuk obat tertentu tidak mengalami perbaikan mampu berperilaku patuh, seperti bila dalam jumlah CD4 dan viral load klien sedang jauh atau berada di luar meskipun sudah melaksanakan lebih dari rumah. Individu tersebut cenderung akan 2 tahun terapi. Hal ini menimbulkan menghindari minum obat di hadapan persepsi bagi klien bahwa orientasi dan orang lain karena tidak ingin orang lain tujuan mengenai status kesehatan optimal mengetahui kondisinya. Kelemahan dalam jauh untuk diperoleh dan berdampak pada kontrol terhadap hal-hal tersebut akan lemahnya motivasi untuk patuh minum melemahkan motivasi untuk patuh minum obat. obat. mengatakan Selain berdampak Instrumentality adalah keyakinan bahwa kepatuhan klien dalam minum obat akan membawa dirinya pada status kesehatan optimal. Nilai istrumentality dikendalikan oleh faktor keyakinan, kontrol terhadap tujuan, serta instrumentality kebijakan. menjadi rendah Nilai jika seseorang merasa tidak yakin bahwa bentuk perilaku dan penyelesaian tugasnya akan menghasilkan reward bagi itu, beberapa bahwa pada efek klien samping melemahnya nilai motivasi. Pengalaman buruk dalam terapi diasumsikan sebagai kondisi yang bertolak belakang dengan tujuan dan orientasi sehat mengurangi optimal daya dan motivasi dapat untuk melakuan perilaku tertentu (Niven, 2002). Akibatnya klien cenderung akan memlih untuk menghindari perilaku minum obat untuk menghindari kondisi yang buruk tersebut. diriya. Sebaliknya, nilai instruementality dapat meningkat apabila seseorang merasa Valence adalah suatu nilai atau arti dari apabila dirinya patuh minum obat sesuai sebuah status kesehatan optimal bagi klien aturan terapi maka ia akan dapat mencapai HIV/AIDS. Nilai valence akan tinggi jika tujuan, seseorang merasa bahwa hasil yang akan yakni memperoleh kesehatan optimal (Scholl, 2002). status dicapai adalah penting bagi dirinya. Setiap individu dapat memilik pilihan untuk berperilaku dan memberi nilai yang 6 berbeda-beda terhadap suatu kondisi sehat kesehatan. Seseorang dikatakan patuh optimal. Hal ini disebabkan karena setiap apabila klien tepat atau persis melakukan orang memiliki tujuan, kebutuhan, dan anjuran suatu terapi. Aturan tersebut dapat persepsi berupa cara, waktu, dan dosis pemakaian hasil yang berbeeda pula. Valence mengacu pada kepuasan sesuatu obat yang sesuai petunjuk medis. yang diharapkan individu untuk diterima Berdasarkan hasil analisa data dalam sebagai suatu pencapaian hasil. instrument ACTG diperoleh informasi bahwa jenis ketidakpatuhan klien dalam Pada pengumpulan informasi lanjutan dengan metode wawancara pada klien dan triangulasi pada budies, diperoleh data bahwa beberapa klien dampingan akan kembali melakukan aktivitas beresiko setelah merasa kondisinya telah membaik. Beberapa klien lainnya cenderung tidak pengobatan ARV didominasi alasan responden yang pernah menunda atau terlambat minum obat dari waktu anjuran terapi selama empat hari masa identifikasi (7 kali minum obat pada anjuran dosis 2x1) menurut ketentuan ACTG Adherence Follow Up Questionnaire. lagi patuh minum obat atau tidak lagi termotivasi untuk berusaha patuh bila Derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh mengetahui beberapa faktor, anatara lain (Niven, dirinya telah mengalami perbaikan dalam nilai CD4 dan viral load. 2002): Komponen valence dapat bernilai rendah 1) Derajat perubahan gaya hidup yang dibutukan. berhubungan dengan bagaimana persepsi individu tentang pribadinya, Dalam instrument ACTG diperoleh terhadap data bahwa alasan dominan penyebab internalisasi ketidakpatuhan adalah kegagalan klien terhadap pentingnya nilai status kesehatan dalam melakukan adaptasi terhadap yang telah (Vroom dalam Scholl, 2002). perubahan gaya hidup. Sebagian besar Motivasi sebagai suatu kekuatan yang responden diidentifikasi tidak patuh mengarahkan penghargaan pencapaian kondisi individu tujuan, dan pada sebuah terhadap waku minum obat dengan termasuk untuk alasan berada jauh atau sedang di luar berperilaku patuh atau tidak patuh minum rumah, lupa, berada dalam aktivitas obat ARV. Kepatuhan adalah sejauh mana tertentu yang tidak dapat ditinggalkan, perilaku pasien sesuai dengan ketentuan serta yang spesifik minum obat ARV. perilaku individu tertentu, diberikan oleh profesional bermasalah dengan jadwal 7 dimanifestasikan Kepatuhan dalam aturan khusus pada terapi ARV membutuhkan perubahan pola hidup, misalnya mengatur waktu bangun pagi dan tidur malam, atau menyesuaikan waktu minum obat agar tidak terlewat saat sibuk beraktivitas, sedang istirahat atau sedang bepergian, bila memperoleh indikasi waktu spesifik tertentu untuk minum obat. Selain itu bila klien bepergian, atau sedang berada di luar rumah, klien tetap wajib minum obat. Karena itu, penting untuk klien membawa kotak obat persediaan pribadi, obat memeriksa pribadi, bahkan memasang tanda pengingat agar tidak melewatkan jadwal minum obat. Dalam kondisi sedang bepergian, klien mungkin sedang bersama dengan oleh sebagian responden dalam perilaku tidak patuh minum obat dengan alasan ingin melarikan diri dari proses terapi. Sebagian lainnya memanifestasikan kejenuhan dengan melakukan drug holiday untuk merubah rutinitas yang dianggap membosankan selama terapi. Selain itu, terapi ARV merupakan terapi yang berbeda dari pengobatan penyakit kronis lainnya. Terapi ARV merupakan terapi yang dilaksanakan seumur hidup oleh klien HIV/AIDS, tidak ada batasan waktu dalam terapi (Sacket Persentase meningkat dalam Niven, 2002). ketidakpatuhan sebanding akan dengan kejenuhan klien setelah menjalani terapi ARV selama lebih dari dua tahun (Thompson, et al., 2010). orang lain yang tidak mengetahui kondisi penyakitnya. Dalam situasi 3) Kompleksitas prosedur pengobatan. tersebut klien cenderung akan memilih Selain perubahan pola hidup dan menunda minum obat dan menjadi lamanya waktu berobat, kompleksitas lupa. terapi ARV juga berpengaruh dalam 2) Lamanya waktu berobat perawatan bagi klien. atau Pengumpulan data dengan instrument ACTG diperoleh informasi bahwa beberapa responden menunjukkan perilaku tidak patuh karena adanya suatu kejenuhan. Kejenuhan kepatuhan dan ketidakpatuhan klien. Kompleksitas prosedur pengobatan antara lain terdiri dari banyaknya jumlah obat yang diminum, jadwal kunjungan ke fasilitas kesehatan dan pengambilan obat, serta efek samping dengan berbagai skala yang mungkin akan dirasakan oleh klien. Efek 8 samping yang dirasakan saat terapi kondisi optimal CD4 dalam sistem menyumbang 24,8% angka kegagalan ketahan tubuh. Pada kenyataanya, dalam terapi akibat keputusan klien sebagian untuk atau khasiat ARV dengan masa perbaikan (tidak yang berbeda-beda. Sebagian klien mengkonsumsi obat sesuai jadwal mungkin telah menunjukan perbaikan karena tertentu) dalam nilai CD4 dan viral load setlah (Djoerban,2010). Dalam pengumpulan 12-24 bulan terapi, sebagian orang data lainnya mungkin mengalami perbaikan yang tidak signifikan, bisa mengalami berhenti melakukan total drug (quit) holiday alasan dengan diperoleh instrumen informasi ACTG bahwa efek orang akan merasakan samping yang paling banyak dialami bahkan oleh klien antara lain adalah nyeri atau penurunan kondisi imun jika ARV keram di anggota gerak, sakit kepala, yang diberikan tidak cocok dengan penurunan berat badan, nyeri otot atau tubuhnya. Pengalaman buruk terhadap sendi, pusing, dan masalah pada kulit. hasil terapi atau adanya kondisi Selain beradaptasi berlawanan dari harapan individu dengan ketentuan spesifik minum obat dalam mengikuti terapi cenderung (diminum saat perut kosong, disimpan mengakibatkan klien menjadi putus di dalam lemari pendingin, harus tepat asa dan tidak lagi serius dalam 12 jam, dan sebagainya) juga menjadi program terapi. itu, kesulitan kompleksitas tersendiri terapi ARV. Aturan khusus ini juga menjadi alasan dominan yang dirasakan klien sebagai satu alasan munculnya perilaku ketidakpatuhan dalam minum obat. 4) Potensi pengobatan untuk dapat menyembuhkan kondisi sakit. Terapi ARV tidaklah dapat juga 5) Keparahan penyakit dipersepsikan oleh pasien. yang Pilihan untuk patuh dan tidak patuh dapat dimulai dari persepsi individu terhadap penyakit dan proses terapi (Djauzi dan Djoerban, 2007). Dalam pengumpulan informasi lebih lanjut dengan teknik wawancara, sebagian membunuh virus HIV, melainkan responden berfungsi melemahkan melakukan ketidakpatuhan atau tidak dalam lagi tepat/persis sesuai aturan waktu memperbanyak diri dan memelihara minum obat setelah mempersepsikan kemampuan untuk virus mengaku pernah 9 bahwa kondisi sudah membaik. Pada dalam fase tersebut klien sering mengambil merupakan keputusan untuk quite atau melakukan bagaimana drug holiday. Sedangkan menurut dilakukan individu mungkin akan informasi mempengaruhi yang diperoleh dari Niven 2002). Harapan keyakinan tentang suatu usaha hasil, yang sedangkan pendamping klien, beberapa klien insentif merupakan nilai objektif atau akan kembali melakukan perilaku hasil tertentu dari suatu perilaku beresiko (Niven, 2002). setelah mengetahui ada perbaikan dalam nilai CD4 dan viral load. Ketidakpatuhan atas persepsi tersebut akan menurunkan efektivitas kerja obat ARV bahkan meningkatkan resistensi virus dalam tubuh. Akibatnya virus dalam tubuh semakin sulit untuk dilemahkan dan perbaikan Expectancy theory digunakan untuk memahami bagaimana individu membuat suatu keputusan yang berhubungan dengan alternatif perilaku yang beraga (Vroom dalam Robbins, 2003). Ketika memutuskan satu diantara sekian pilihan perilaku, seseorang memilih pilihan tersebut dengan imun semakin sulit dicapai. kekuatan motivasi yang paling besar Hasil penelitian mengenai analisa (Motivation Force) dengan dipengaruhi tingkat keeratan dua vairiabel dalam oleh penelitian ini menjelaskan bahwa instrumentality, dan valence. Sejumlah terdapat hubungan yang nyata antara faktor yang mempengaruhi motivasi pun motivasi minum obat Antiretroviral ternyata (ARV) dengan perilaku kepatuhan perilaku kepatuhan. Hubungan antar dua klien HIV/AIDS. Motivasi merupakan variabel suatu keadaan dalam diri seseorang keeratan antara motivasi minum obat yang menggerakkan dirinya untuk dengan melakukan perilaku tertentu demi HIV/AIDS menjadi tinggi (rs = 0,980, p mencapai value suatu tujuan tertentu. tiga faktor, saling yaitu bersinggungan tersebut menjadikan perilaku 0,01). expectancy, kepatuhan Dalam hal ini dengan tingkat klien dapat Sedangkan kepatuhan sebagai suatu disimpulkan bahwa, seseorang dengan perilaku, ditentukan oleh seberapa motivasi besar harapan dan insentif yang mengeluarkan usaha/daya (effort) yang mungkin akan diterima sebagai hasil tinggi untuk menghasilkan perilaku minum dari suatu perbuatan/perilaku (Morgan obat Antiretroviral (ARV) sesuai dengan yang tinggi akan selalu 10 ketetapan terapi, serta mampu mempertahankan perilaku tersebut sebagai penilain diri, serta intrepretasi nilai suatu hasil bagi individu. suatu kepatuhan selama mengikuti terapi. Jika seseorang memiliki pengetahuan dan Sama halnya dengan perilaku minum obat, keterampilan berperilaku yang baik namun pada awalnya seseorang mungkin memiliki tidak cukup memiliki motivasi, maka motivasi yang tinggi untuk menunjukkan individu tersebut mengalami performance perilaku kepatuhan, namun kompleksitas deficit (Scholl, 2002). Dalam teori motivasi pengobatan ARV menjadi hambatan dan harapan, kondisi performance deficit dapat tantangan tersendiri bagi klien dengan menyebabkan seseorang memiliki nilai HIV/AIDS. Bila meninjau kembali pada yang rendah pada keyakinan diri untuk formula motivasi Vroom, hambatan dalam melakukan perilaku kepatuhan bisa juga berasal dari memperoleh hasil maupun pencapaian dalam diri sendiri. Hambatan muncul tujuan sebagai implikasi melemahnya komponen tersebut akan menurunkan minat individu motivasi, untuk seperti lemahnya kontrol perilaku tertentu. tertentu, Selanjutnya, melakukan perilaku serta kondisi tertentu, terhadap perilaku maupun tujuan, patokan termasuk menunjukkan kepatuhan minum tujuan obat sebagai suatu perilaku kesehatan yang kurang rasional, pilihan individu yang kurang tepat, persepsi, (Robbins, 2003). KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan tinggi motivasi klien, semakin patuh pula ia bahwa dalam minum obat ARV. sebagan besar klien (57,5%) memiliki niali motivasi yang rendah dalam Hasil penelitian ini dapat menjadi saran minum obat ARV, begitu pula dengan nilai sekaligus bahan evalusi terhadap evektivitas kepatuhan dalam terapi ARV yang masih program konseling pre terapi ARV. Penting rendah pada sebagian besar klien (57,5%). untuk Pada hasil uji korelasi diperoleh bahwa pengkajian terdapat hubungan yang sangat kuat (p = < HIV/AIDS yang akan mengakses ARV 0,01, α = 0.005) antara motivasi minum selama obat Antiretroviral (ARV) dengan perilaku tersebut bukan saja berupa memberikan kepatuhan klien HIV/AIDS. Dengan kata informasi yang detail dan jelas mengenai lain, dapat disimpukan bahwa semakin efek samping, perubahan pola hidup yang melakukan khusus proses identifikasi atau terhadap klien konseling. Identifikasi 11 dibutuhkan, atau bukan sekedar pernyataan peningkatan motivasi dalam aspek kewajiban untuk patuh minum obat. Secara expectancy, instrumentality, dan valence. lebih lanjut perlu untuk mengidentifikasi Tindakan preventif perawat pada kegagalan sejauh mana motivasi klien memulai terapi terapi dimulai dengan mengkaji persepsi seumur hidup tersebut untuk medukung klien terhadap penyakit, terapi, bahakan keberhasilan terapi. nilai dan manfaat kondisi sehat optimal bagi individu dengan HIV/AIDS. Selanjutnya Peran perawat menjadi hal yang penting untuk mengkaji aspek humanistik yang komprehensif menyangkut penyakit dan terapi. Sebagai care provider dan health educator, perawat dapat melakukan fungsi perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya taggung jawab individu dalam terapi ARV dan praktek perawatan diri (self-care) sederhana pada klien. REFERENSI Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2010. Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS di Propinsi Jawa Barat Dari Tahun 1989 – 2010. Bandung: Dinkes Jabar. Ditjen PP dan PL Departemen Kesehatan RI. 2010. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Djauzi, S., dan Djoerban Z. 2007. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral : Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV Pada Orang Dewasa dan Remaja. Jakarta: Ditjen PP dan PL Depkes RI. Djoerban, Z. 2010. HIV/AIDS di Indonesia. Prodiskus UPT HIV RSCM. http://www.pokdisusaids.com/index.php?option=com_content&view=article&id=62:hi v-dan-aids-di-indonesia&catid=25:ilmiah&Itemid=64. Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin. 2010. Gambaran Situasi Pengobatan ARV Periode 2010. Bandung: RSUP Dr Hasan Sadikin. Louwagie, G., et al. 2007. Highly Active Antiretroviral Treatment and Health Related Quality of Live in South African Adults With Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection. Licensee BioMed Central Ltd. Niven. 2000. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat dan Profesional. Jakarta: EGC Parsons, T., et al. 2006. Better Quality of Live with Neuropsychological Improvement on HAART. Lecensee BioMed Central Ltd. http://www.hqlo.com/content/4/1/11, (diakses tanggal 23 Januari 2011). Robbins, S.P. 2003. Organizational Behaviour : Concepts, Controversies and Aplication. Sixth Edition. New Jersey: Precise-Hall, Inc. Scholl, R. W. 2002. Expectancy Theory. Kingston: University of Rhode Island. Thompson, M., et al. 2010. Antiretroviral Treatment of Adult HIV Infection : 2010 Recommendations of the International AIDS Society – USA Panel. Journal of American Medical Association 3:321-333. 12