MOTIVASI MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) DAN PERILAKU

advertisement
MOTIVASI MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) DAN
PERILAKU KEPATUHAN KLIEN HIV/AIDS
DAMPINGAN LSM RUMAH CEMARA DI BANDUNG
Haidy Cukra Anesta1, Aat Sriati2, Nur Oktavia Hidayati3
1
Faculty of Nursing and Allied Health Sciences UPH. E-mail: [email protected]
2,3
Staf pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung
ABSTRAK
ARV merupakan revolusi bagi perawatan orang dengan HIV/AIDS. Dibutuhkan motivasi yang
tinggi untuk bertahan dalam mengikuti aturan dan konsekuensi terapi. Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin
sebagai pusat rujukan perawatan dan pengobatan klien HIV/AIDS mengidentifikasi gejala ketidakpatuhan
pada 25% klien pengakses ARV. Untuk itu, peneliti melakukan identifikasi hubungan motivasi dan perilaku
kepatuhan klien HIV/AIDS dalam minum obat ARV dengan hipotesa bahwa ada hubungan antara kedua
variabel tersebut yang menyebabkan kondisi gagal terapi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif
dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian adalah klien HIV/AIDS dampingan LSM Rumah Cemara
yang sedang mengikuti terapi ARV sebanyak 40 orang, yang diambil dengan Teknik consecutive sampling.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner tertutup yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas.
Selanjutnya hipotesis dianalisa mengunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden (57,5%) memiliki motivasi yang rendah dan menunjukkan perilaku yang
tidak patuh (57,5%). Pada hasil uji korelasi diperoleh bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (p = < 0,01,
α = 0.005) antara motivasi minum obat Antiretroviral (ARV) dengan perilaku kepatuhan klien HIV/AIDS.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan catatan bagi setiap pihak yang terlibat dalam perawatan klien HIV/AIDS,
bahwasanya penting untuk mengidentifikasi motivasi dalam menjalani terapi ARV untuk meminimalkan
kegagalan terapi.
Kata Kunci: Kepatuhan, Motivasi, dan Terapi Antiretroviral, Klien HIV/AIDS
ABSTRACT
ARV is a revolution for the treatment of people living with HIV/AIDS. The patients need a high level of
motivation to follow the rules and persist in unlimited time of therapy. Klinik Teratai RSUP Dr. Hasan
Sadikin, as center of Clinical Referral Center for care and treatment patient with HIV/AIDS found that there
is a therapeutic failure indicated by non-adherence behaviour from 25% of patient with ARV access.
According to the fact, researcher is in interesting to identify the motivation and adherence of the clients living
with HIV/AIDS in antiretroviral medication and popping out the hypothesis that there is a correlation
between both of them which causing of failed therapy. The method using in this research was descriptive
correlative with cross-sectional design. Respondents were a client living with HIV/AIDS who running in ARV
therapy and being assisted by NGOs Rumah Cemara. It consist of 40 people were taken by consecutive
sampling method. The instrument was closed questionnaire that has been proven as the valid and reliable
test. The next step, the hypothesis was analysed with Spearman Rank correlation test. The results of this study
indicated that most of respondents (57.5%) had low motivation and non-adherence (57,5%) in ARV therapy.
In the correlation test, the result showed there was a real correlation between motivation taking
Antiretroviral (ARV) medication and adherence of people living with HIV / AIDS (p = < 0,01, α = 0.005). The
results could be a record for nurse, counsellor, and other institution who involved in the care of clients living
with HIV/AIDS. It is important to assess the level of motivation in undergoing ARV therapy to minimize
treatment failure condition.
Key Word: Adherence, People with HIV/AIDS, ARV Medication, and Motivation.
1
PENDAHULUAN
menjadi
lainnya disebabkan oleh ketidakpatuhan,
pandemik di dunia dan di Indonesia.
baik yang disebabkan oleh kemangkiran,
Menurut
maupun keputusan untuk berhenti total
Penyakit
HIV/AIDS
kini
Departemen
Kesehatan
RI
(2010), rate kumulatif kasus HIV/AIDS
dari program terapi (KlinikTeratai, 2010).
Nasional sampai dengan Desember 2010
adalah 10,46 per 100,000 penduduk.
Dalam laporan tahunan hingga Desember
2010, tercatat 5.680 kasus HIV/AIDS di
Propinsi Jawa Barat. Dalam laporan
tersebut, Kota Bandung berada pada
peringkat
pertama
penyebaran
kasus
HIV/AIDS, yakni sebanyak 2.100 kasus
dengan rincian 1.025 kasus HIV positif
dan 1.075 kasus AIDS (Dinas Kesehatan
Kepatuhan
minum
HIV/AIDS
meliputi
pada
ketepatan
klien
dalam
waktu, jumlah, dosis, serta cara individu
dalam mengkonsumsi obat pribadinya.
Ketidakpatuhan dalam pelaksanaan terapi
akan menurunkan efektivitas kerja obat
ARV bahkan meningkatkan resistensi
virus dalam tubuh (Djoerban, 2010). Oleh
karena itu, kepatuhan adalah hal yang
mutlak
Provinsi Jawa Barat, 2010).
obat
dimiliki
dan
dilakukan
oleh
penerima ARV sebagai bentuk perilaku
Ditemukannya obat antiretroviral (ARV)
mencegah
telah
memaksimalkan manfaat terapi.
mendorong dimulainya
pengobatan
dan
perawatan
revolusi
resistensi
dan
upaya
klien
HIV/AIDS. Pengakses ARV di Propinsi
Jawa Barat hingga tahun 2010 adalah
sebanyak 2.287 orang dengan HIV/AIDS
(Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat,
2010). Dari 840 orang jumlah penerima
ARV di Klinik Teratai RSUP Dr Hasan
Sadikin, sebanyak 33,2% diantaranya
belum mengalami peningkatan/perubahan
status kesehatan setelah selama 6-8 bulan
menjalankan terapi. Dari 33,2% klien
unprogress, 8% diantaranya disebabkan
oleh ketidakcocokan terhadap regimen
ARV yang diberikan, sedangkan 25,2%
Motivasi merupakan kecenderungan untuk
bertindak dengan cara tertentu dan sangat
bergantung pada kekuatan suatu harapan
bahwa tindakan yang akan dilakukan
kemudian
akan
menghasilkan
output
tertentu, serta nilai manfaat dan daya tarik
output itu sendiri bagi individu (Vroom,
1964, dalam Robbins 2003). Motivasi
dalam
pendekatan
Teori
Harapan
(Expectancy Theory) menerangkan bahwa
kecenderungan untuk individu berperilaku
patuh atau pun tidak patuh terhadap terapi
dapat didasari oleh nilai keyakinan diri
2
untuk dapat melakukan suatu upaya
dari sepuluh orang klien pengakses terapi
(expectancy), harapan terhadap hasil yang
ARV dijadikan sebagai responden studi
akan
tersebut
pendahuluan mengatakan bahwa dirinya
nilai
tidak pernah menunda atau putus dalam
kebermanfaatan pada hasil yang akan
terapi dalam satu tahun terakhir karena
dicapai atas upaya yang telah dilakukan
merasa memperoleh manfaat terapi ARV
(valence). Perawat sebagai profesional
yang posotif dan hasil yang signifikan bagi
kesehatan yang terlibat dalam perawatan
tubuhnya,
klien HIV/AIDS memiliki peran strategis
berbagai keluhan akibat efek samping
sebagai care provider dan healt educator
obat. Sedangkan tujuh orang responden
dalam membantu klien menjalani terapi
lainnya
ARV. Penting bagi seorang perawat untuk
menunda atau putus terapi oleh karena
mengetahui bagaimana motivasi klien
berbagai alasan, misalnya akibat efek
HIV/AIDS dalam menjalani terapi agar
samping yang dirasa, kejenuhan dalam
dapat memberikan intervensi psikologis
terapi yang panjang, dan faktor aktivitas
dan dukungan sosial bagi klien. Peran
yang
perawat
klien
melewatkan waktu minum obat. Dari
lingkungan
fenomena menunda dan mangkir minum
diperoleh
dari
upaya
(instrumentality),
serta
adalah
dengan
memandirikan
menciptakan
meskipun
mengatakan
seringkali
psikososial yang adekuat untuk mencapai
obat
kesehatan
pendahuluan
optimal
sebagai
indikator
yang
tertarik
keberhasilan terapi.
harus
beberapa
menyebabkan
ditemukan
tersebut,
untuk
menahan
dalam
maka
melakukan
kali
klien
studi
peneliti
penelitian
mengenai hubungan motivasi minum obat
Peneliti
kemudian
melakukan
studi
pendahuluan di LSM Rumah Cemara yang
memiliki klien dampingan sebanyak 1.291
(22,72%
dari
jumlah
total
kasus
Antiretroviral (ARV) dengan perilaku
kepatuhan klien HIV/ AIDS dengan
menggunakan
pendekatan
Expectancy
Theory.
HIV/AIDS di Propinsi Jawa Barat). Tiga
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian
antara motivasi minum obat ARV dengan
deskriptif
perilaku
korelasional.
Penelitian
ini
kepatuhan
klien
HIV/AIDS.
menggunakan pendekatan studi cross-
Populasi dalam penelitian ini adalah
sectional untuk mengetahui hubungan
seluruh klien HIV/AIDS dampingan LSM
3
Rumah Cemara yang sedang menjalani
Adult
terapi antiretroviral (ARV), yaitu 835
Adherence
orang klien. Dalam penelitian ini teknik
(AACTG). Kuisioner tersebut dipakai
sampling yang digunakan consecutive
untuk
sampling
responden
HIV/AIDS dewasa dalam regimen ARV
sejumlah 40 orang klien dampingan LSM
dengan metode menghitung dosis yang
Rumah Cemara yang sedang mengikuti
terlewatkan dalam empat hari periode
terapi ARV minimal selama satu tahun serta
indentifiaksi serta ketepatan tata cara
bersedia menjadi responden penelitian.
minum obat selama mengikuti terapi
dan
memperoleh
AIDS
Clinical
Follow
mengukur
Up
Trial
Group
Quistionnaire
kepatuhan
klien
ARV.
Instrumen penelitian untuk mengukur
variabel motivasi dibuat oleh peneliti dan
Teknik analisa data dalam penelitian ini
disajikan dengan 29 item pernyataan yang
adalah analisa univariat dan bivariat.
disertai alternatif jawaban yang mengacu
Analisis
pada Ecpectancy Theory yang didalamnya
menghitung distribusi frekwensi pada
mengukur
masing-masing variable
motivasi
berdasarkan
nilai
univariat
motivasi
dan
variable
Sedangkan untuk
kepatuhan,
bivariat dilakukan untuk mencari nilai
peneliti menggunakan kuesioner tertutup
keeratan anatar variabel dengan menguji
yang
hipotesis statistik menggunakan keofisien
sudah
terstandarisasi
(inventory
quistionneire), yaitu dengan menggunakan
sedangkan
untuk
expectancy, instrumentality, dan valence.
variabel
kepatuhan,
dilakukan
anisa
korelasi Spearmen.
HASIL
Penelitian ini Menggunakan dua bentuk
hasil analisa nilai kepatuhan minum obat
analisa, yakni statistik univariat dan
ARV menunjukkan bahwa dari 40 orang
statistik bivariat. Hasil analisa statistik
responden, 17 orang (42,5%) memiliki
terhadap nilai motivasi minum obat ARV
perilaku yang patuh dalam aturan minum
pada
HIV/AIDS
obat ARV, dan 23 orang lainnya (57,5%)
40
memiliki perilaku yang tidak patuh.
klien
menunjukkan
dengan
bahwa
dari
orang
responden, 17 orang responden (42,5%)
memiliki nilai motivasi yang tinggi, dan
23 orang responden (57,5%) memiliki
nilai motivasi yang rendah. Sedangkan
Dari hasil analisa bivariat kedua variable
dengan taraf signifikansi sebesar 5% atau
dengan taraf kepercayaan sebesar 95%
dalam perhitungan korelasi Spearman,
4
diperoleh
hubungan
antara
motivasi
minum obat Antiretroviral (ARV) dengan
perilaku
kepatuhan
klien
HIV/AIDS
adalah sebagaimana berikut ini:
Tabel 1. Motivasi Minum Obat Antiretroviral dengan Perilaku Kepatuhan Klieen HIV/AIDS
Variabel
rs
P-Value
Motivasi
Kepatuhan
0,980*
0,980*
0,01
0,01
Koefisien
Determinansi
Keputusan
H0 ditolak
96,04%
*Signifikansi hubungan berada pada level 0,01 (2- tailed)
Tabel di atas menggambarkan adanya
(ARV) dengan perilaku kepatuhan klien
hubungan yang nyata (p value 0,01,
HIV/AIDS. Dengan kata lain, dapat
rs=0,980,
disimpukan
dan
dengan
koefisien
bahwa
semakin
tinggi
determinansi sebesar 96,04%) antara
motivasi klien, semakin patuh pula ia
motivasi
dalam minum obat ARV.
minum
obat
Antiretroviral
PEMBAHASAN
Motivasi dibangun oleh tiga komponen
rendah bila individu mempersepsikan
utama yaitu expectancy, instrumentality,
dirinya tidak mampu mencapai suatu hasil
dan
(Vroom
valence
(Vroom,
1964,
dalam
dalam
Scholl,
Nilai
dikendalikan
oleh
Robbins, 2003). Lebih lanjut Vroom
expectancy
berpendapat bahwa ketiganya muncul
individu dengan mengukur kemampuan
sebagai hasil interaksi kekuatan internal
dirinya dalam melakukan kontrol perilaku
individu
dan menentukan tujuan yang rasional.
yang
akan
mengarahkan
dapat
2002).
seseorang pada aktivitas atau perilaku
tertentu. Sebagai hasil perkalian antar tiga
komponen pendukung, motivasi klien
dalam minum obat Antirtroviral (ARV)
dapat bernilai rendah apabila nilai pada
salah satu atau lebih komponen motivasi
adalah
keyakinan
bahwa
upaya yang dilakukan oleh individu akan
mengarahkan dirinya pada suatu perilaku
kepatuhan.
Expectancy
alasan
yang
menyebabkan
rendahnya motivasi klien untuk patuh
minum
obat
menyesuaikan
adalah
diri
dengan
kesulitan
petunjuk
spesifik terapi ARV, serta aktivitas dan
mobilitas yang tinngi. Kondisi dan situasi
tersebut bernilai rendah.
Expectancy
Beberapa
akan
bernilai
tersebut seringkali menuntut usaha atau
daya tahan yang lebih sebagai bentuk
pengendalian perilaku klien. Seseorang
mungkin dapat lupa minum obat karena
sibuk dengan aktivitas yang tidak dapat
5
ditunda atau ditinggalkan, sementara klien
Pada pengumpulan informasi lanjutan
diperhadapkan
dengan aturan minum
dengan metode wawancara pada klien dan
obat yang tepat 12 jam. Kondisi lainnya
triangulasi pada budies, diperoleh data
mungkin akan membawa klien untuk
bahwa beberapa klien dengan kombinasi
memberikan upaya lebih keras untuk
obat tertentu tidak mengalami perbaikan
mampu berperilaku patuh, seperti bila
dalam jumlah CD4 dan viral load
klien sedang jauh atau berada di luar
meskipun sudah melaksanakan lebih dari
rumah. Individu tersebut cenderung akan
2 tahun terapi. Hal ini menimbulkan
menghindari minum obat di hadapan
persepsi bagi klien bahwa orientasi dan
orang lain karena tidak ingin orang lain
tujuan mengenai status kesehatan optimal
mengetahui kondisinya. Kelemahan dalam
jauh untuk diperoleh dan berdampak pada
kontrol terhadap hal-hal tersebut akan
lemahnya motivasi untuk patuh minum
melemahkan motivasi untuk patuh minum
obat.
obat.
mengatakan
Selain
berdampak
Instrumentality adalah keyakinan bahwa
kepatuhan klien dalam minum obat akan
membawa dirinya pada status kesehatan
optimal. Nilai istrumentality dikendalikan
oleh faktor keyakinan, kontrol terhadap
tujuan,
serta
instrumentality
kebijakan.
menjadi
rendah
Nilai
jika
seseorang merasa tidak yakin bahwa
bentuk
perilaku
dan
penyelesaian
tugasnya akan menghasilkan reward bagi
itu,
beberapa
bahwa
pada
efek
klien
samping
melemahnya
nilai
motivasi. Pengalaman buruk dalam terapi
diasumsikan
sebagai
kondisi
yang
bertolak belakang dengan tujuan dan
orientasi
sehat
mengurangi
optimal
daya
dan
motivasi
dapat
untuk
melakuan perilaku tertentu (Niven, 2002).
Akibatnya klien cenderung akan memlih
untuk menghindari perilaku minum obat
untuk menghindari kondisi yang buruk
tersebut.
diriya. Sebaliknya, nilai instruementality
dapat meningkat apabila seseorang merasa
Valence adalah suatu nilai atau arti dari
apabila dirinya patuh minum obat sesuai
sebuah status kesehatan optimal bagi klien
aturan terapi maka ia akan dapat mencapai
HIV/AIDS. Nilai valence akan tinggi jika
tujuan,
seseorang merasa bahwa hasil yang akan
yakni
memperoleh
kesehatan optimal (Scholl, 2002).
status
dicapai adalah penting bagi dirinya. Setiap
individu dapat memilik pilihan untuk
berperilaku dan memberi nilai yang
6
berbeda-beda terhadap suatu kondisi sehat
kesehatan. Seseorang dikatakan patuh
optimal. Hal ini disebabkan karena setiap
apabila klien tepat atau persis melakukan
orang memiliki tujuan, kebutuhan, dan
anjuran suatu terapi. Aturan tersebut dapat
persepsi
berupa cara, waktu, dan dosis pemakaian
hasil
yang
berbeeda
pula.
Valence mengacu pada kepuasan sesuatu
obat
yang
sesuai
petunjuk
medis.
yang diharapkan individu untuk diterima
Berdasarkan hasil analisa data dalam
sebagai suatu pencapaian hasil.
instrument ACTG diperoleh
informasi
bahwa jenis ketidakpatuhan klien dalam
Pada pengumpulan informasi lanjutan
dengan metode wawancara pada klien dan
triangulasi pada budies, diperoleh data
bahwa beberapa klien dampingan akan
kembali melakukan aktivitas beresiko
setelah merasa kondisinya telah membaik.
Beberapa klien lainnya cenderung tidak
pengobatan
ARV
didominasi
alasan
responden yang pernah menunda atau
terlambat minum obat dari waktu anjuran
terapi selama empat hari masa identifikasi
(7 kali minum obat pada anjuran dosis
2x1) menurut ketentuan ACTG Adherence
Follow Up Questionnaire.
lagi patuh minum obat atau tidak lagi
termotivasi untuk berusaha patuh bila
Derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh
mengetahui
beberapa faktor, anatara lain (Niven,
dirinya
telah
mengalami
perbaikan dalam nilai CD4 dan viral load.
2002):
Komponen valence dapat bernilai rendah
1) Derajat perubahan gaya hidup yang
dibutukan.
berhubungan dengan bagaimana persepsi
individu
tentang
pribadinya,
Dalam instrument ACTG diperoleh
terhadap
data bahwa alasan dominan penyebab
internalisasi
ketidakpatuhan adalah kegagalan klien
terhadap pentingnya nilai status kesehatan
dalam melakukan adaptasi terhadap
yang telah (Vroom dalam Scholl, 2002).
perubahan gaya hidup. Sebagian besar
Motivasi sebagai suatu kekuatan yang
responden diidentifikasi tidak patuh
mengarahkan
penghargaan
pencapaian
kondisi
individu
tujuan,
dan
pada
sebuah
terhadap waku minum obat dengan
termasuk
untuk
alasan berada jauh atau sedang di luar
berperilaku patuh atau tidak patuh minum
rumah, lupa, berada dalam aktivitas
obat ARV. Kepatuhan adalah sejauh mana
tertentu yang tidak dapat ditinggalkan,
perilaku pasien sesuai dengan ketentuan
serta
yang
spesifik minum obat ARV.
perilaku
individu
tertentu,
diberikan
oleh
profesional
bermasalah
dengan
jadwal
7
dimanifestasikan
Kepatuhan dalam aturan khusus pada
terapi ARV membutuhkan perubahan
pola hidup, misalnya mengatur waktu
bangun pagi dan tidur malam, atau
menyesuaikan waktu minum obat agar
tidak terlewat saat sibuk beraktivitas,
sedang
istirahat
atau
sedang
bepergian, bila memperoleh indikasi
waktu spesifik tertentu untuk minum
obat. Selain itu bila klien bepergian,
atau sedang berada di luar rumah,
klien tetap wajib minum obat. Karena
itu, penting untuk klien membawa
kotak
obat
persediaan
pribadi,
obat
memeriksa
pribadi,
bahkan
memasang tanda pengingat agar tidak
melewatkan
jadwal
minum
obat.
Dalam kondisi sedang bepergian,
klien mungkin sedang bersama dengan
oleh
sebagian
responden dalam perilaku tidak patuh
minum obat dengan alasan ingin
melarikan diri dari proses terapi.
Sebagian lainnya memanifestasikan
kejenuhan dengan melakukan drug
holiday untuk merubah rutinitas yang
dianggap membosankan selama terapi.
Selain itu, terapi ARV merupakan
terapi yang berbeda dari pengobatan
penyakit kronis lainnya. Terapi ARV
merupakan terapi yang dilaksanakan
seumur hidup oleh klien HIV/AIDS,
tidak ada batasan waktu dalam terapi
(Sacket
Persentase
meningkat
dalam
Niven,
2002).
ketidakpatuhan
sebanding
akan
dengan
kejenuhan klien setelah menjalani
terapi ARV selama lebih dari dua
tahun (Thompson, et al., 2010).
orang lain yang tidak mengetahui
kondisi penyakitnya. Dalam situasi
3) Kompleksitas prosedur pengobatan.
tersebut klien cenderung akan memilih
Selain perubahan pola hidup dan
menunda minum obat dan menjadi
lamanya waktu berobat, kompleksitas
lupa.
terapi ARV juga berpengaruh dalam
2) Lamanya waktu berobat
perawatan bagi klien.
atau
Pengumpulan data dengan instrument
ACTG diperoleh informasi bahwa
beberapa
responden
menunjukkan
perilaku tidak patuh karena adanya
suatu
kejenuhan.
Kejenuhan
kepatuhan dan ketidakpatuhan klien.
Kompleksitas prosedur pengobatan
antara lain terdiri dari banyaknya
jumlah obat yang diminum, jadwal
kunjungan ke fasilitas kesehatan dan
pengambilan obat, serta efek samping
dengan berbagai skala yang mungkin
akan dirasakan oleh klien.
Efek
8
samping yang dirasakan saat terapi
kondisi optimal CD4 dalam sistem
menyumbang 24,8% angka kegagalan
ketahan tubuh. Pada kenyataanya,
dalam terapi akibat keputusan klien
sebagian
untuk
atau
khasiat ARV dengan masa perbaikan
(tidak
yang berbeda-beda. Sebagian klien
mengkonsumsi obat sesuai jadwal
mungkin telah menunjukan perbaikan
karena
tertentu)
dalam nilai CD4 dan viral load setlah
(Djoerban,2010). Dalam pengumpulan
12-24 bulan terapi, sebagian orang
data
lainnya
mungkin
mengalami
perbaikan
yang
tidak
signifikan,
bisa
mengalami
berhenti
melakukan
total
drug
(quit)
holiday
alasan
dengan
diperoleh
instrumen
informasi
ACTG
bahwa
efek
orang
akan
merasakan
samping yang paling banyak dialami
bahkan
oleh klien antara lain adalah nyeri atau
penurunan kondisi imun jika ARV
keram di anggota gerak, sakit kepala,
yang diberikan tidak cocok dengan
penurunan berat badan, nyeri otot atau
tubuhnya. Pengalaman buruk terhadap
sendi, pusing, dan masalah pada kulit.
hasil terapi atau adanya kondisi
Selain
beradaptasi
berlawanan dari harapan individu
dengan ketentuan spesifik minum obat
dalam mengikuti terapi cenderung
(diminum saat perut kosong, disimpan
mengakibatkan klien menjadi putus
di dalam lemari pendingin, harus tepat
asa dan tidak lagi serius dalam
12 jam, dan sebagainya) juga menjadi
program terapi.
itu,
kesulitan
kompleksitas tersendiri terapi ARV.
Aturan khusus ini juga menjadi alasan
dominan yang dirasakan klien sebagai
satu
alasan
munculnya
perilaku
ketidakpatuhan dalam minum obat.
4) Potensi pengobatan untuk dapat
menyembuhkan kondisi sakit.
Terapi
ARV
tidaklah
dapat
juga
5) Keparahan
penyakit
dipersepsikan oleh pasien.
yang
Pilihan untuk patuh dan tidak patuh
dapat dimulai dari persepsi individu
terhadap penyakit dan proses terapi
(Djauzi dan Djoerban, 2007). Dalam
pengumpulan informasi lebih lanjut
dengan teknik wawancara, sebagian
membunuh virus HIV, melainkan
responden
berfungsi
melemahkan
melakukan ketidakpatuhan atau tidak
dalam
lagi tepat/persis sesuai aturan waktu
memperbanyak diri dan memelihara
minum obat setelah mempersepsikan
kemampuan
untuk
virus
mengaku
pernah
9
bahwa kondisi sudah membaik. Pada
dalam
fase tersebut klien sering mengambil
merupakan
keputusan untuk quite atau melakukan
bagaimana
drug holiday. Sedangkan menurut
dilakukan individu mungkin akan
informasi
mempengaruhi
yang
diperoleh
dari
Niven
2002).
Harapan
keyakinan
tentang
suatu
usaha
hasil,
yang
sedangkan
pendamping klien, beberapa klien
insentif merupakan nilai objektif atau
akan kembali melakukan perilaku
hasil tertentu dari suatu perilaku
beresiko
(Niven, 2002).
setelah
mengetahui
ada
perbaikan dalam nilai CD4 dan viral
load. Ketidakpatuhan atas persepsi
tersebut akan menurunkan efektivitas
kerja obat ARV bahkan meningkatkan
resistensi
virus
dalam
tubuh.
Akibatnya virus dalam tubuh semakin
sulit untuk dilemahkan dan perbaikan
Expectancy
theory
digunakan
untuk
memahami bagaimana individu membuat
suatu keputusan yang berhubungan dengan
alternatif perilaku yang beraga (Vroom
dalam Robbins, 2003). Ketika memutuskan
satu diantara sekian pilihan perilaku,
seseorang memilih pilihan tersebut dengan
imun semakin sulit dicapai.
kekuatan motivasi yang paling besar
Hasil penelitian mengenai analisa
(Motivation Force) dengan dipengaruhi
tingkat keeratan dua vairiabel dalam
oleh
penelitian ini menjelaskan bahwa
instrumentality, dan valence. Sejumlah
terdapat hubungan yang nyata antara
faktor yang mempengaruhi motivasi pun
motivasi minum obat Antiretroviral
ternyata
(ARV) dengan perilaku kepatuhan
perilaku kepatuhan. Hubungan antar dua
klien HIV/AIDS. Motivasi merupakan
variabel
suatu keadaan dalam diri seseorang
keeratan antara motivasi minum obat
yang menggerakkan dirinya untuk
dengan
melakukan perilaku tertentu demi
HIV/AIDS menjadi tinggi (rs = 0,980, p
mencapai
value
suatu
tujuan
tertentu.
tiga
faktor,
saling
yaitu
bersinggungan
tersebut
menjadikan
perilaku
0,01).
expectancy,
kepatuhan
Dalam
hal
ini
dengan
tingkat
klien
dapat
Sedangkan kepatuhan sebagai suatu
disimpulkan bahwa, seseorang dengan
perilaku, ditentukan oleh seberapa
motivasi
besar harapan dan insentif yang
mengeluarkan usaha/daya (effort) yang
mungkin akan diterima sebagai hasil
tinggi untuk menghasilkan perilaku minum
dari suatu perbuatan/perilaku (Morgan
obat Antiretroviral (ARV) sesuai dengan
yang
tinggi
akan
selalu
10
ketetapan
terapi,
serta
mampu
mempertahankan perilaku tersebut sebagai
penilain diri, serta intrepretasi nilai suatu
hasil bagi individu.
suatu kepatuhan selama mengikuti terapi.
Jika seseorang memiliki pengetahuan dan
Sama halnya dengan perilaku minum obat,
keterampilan berperilaku yang baik namun
pada awalnya seseorang mungkin memiliki
tidak cukup memiliki motivasi, maka
motivasi yang tinggi untuk menunjukkan
individu tersebut mengalami performance
perilaku kepatuhan, namun kompleksitas
deficit (Scholl, 2002). Dalam teori motivasi
pengobatan ARV menjadi hambatan dan
harapan, kondisi performance deficit dapat
tantangan tersendiri bagi klien dengan
menyebabkan seseorang memiliki nilai
HIV/AIDS. Bila meninjau kembali pada
yang rendah pada keyakinan diri untuk
formula motivasi Vroom, hambatan dalam
melakukan
perilaku kepatuhan bisa juga berasal dari
memperoleh hasil maupun pencapaian
dalam diri sendiri. Hambatan muncul
tujuan
sebagai implikasi melemahnya komponen
tersebut akan menurunkan minat individu
motivasi,
untuk
seperti
lemahnya
kontrol
perilaku
tertentu.
tertentu,
Selanjutnya,
melakukan
perilaku
serta
kondisi
tertentu,
terhadap perilaku maupun tujuan, patokan
termasuk menunjukkan kepatuhan minum
tujuan
obat sebagai suatu perilaku kesehatan
yang kurang
rasional,
pilihan
individu yang kurang tepat, persepsi,
(Robbins, 2003).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
tinggi motivasi klien, semakin patuh pula ia
bahwa
dalam minum obat ARV.
sebagan
besar
klien
(57,5%)
memiliki niali motivasi yang rendah dalam
Hasil penelitian ini dapat menjadi saran
minum obat ARV, begitu pula dengan nilai
sekaligus bahan evalusi terhadap evektivitas
kepatuhan dalam terapi ARV yang masih
program konseling pre terapi ARV. Penting
rendah pada sebagian besar klien (57,5%).
untuk
Pada hasil uji korelasi diperoleh bahwa
pengkajian
terdapat hubungan yang sangat kuat (p = <
HIV/AIDS yang akan mengakses ARV
0,01, α = 0.005) antara motivasi minum
selama
obat Antiretroviral (ARV) dengan perilaku
tersebut bukan saja berupa memberikan
kepatuhan klien HIV/AIDS. Dengan kata
informasi yang detail dan jelas mengenai
lain, dapat disimpukan bahwa semakin
efek samping, perubahan pola hidup yang
melakukan
khusus
proses
identifikasi
atau
terhadap
klien
konseling.
Identifikasi
11
dibutuhkan, atau bukan sekedar pernyataan
peningkatan
motivasi
dalam
aspek
kewajiban untuk patuh minum obat. Secara
expectancy, instrumentality, dan valence.
lebih lanjut perlu untuk mengidentifikasi
Tindakan preventif perawat pada kegagalan
sejauh mana motivasi klien memulai terapi
terapi dimulai dengan mengkaji persepsi
seumur hidup tersebut untuk medukung
klien terhadap penyakit, terapi, bahakan
keberhasilan terapi.
nilai dan manfaat kondisi sehat optimal bagi
individu dengan HIV/AIDS. Selanjutnya
Peran perawat menjadi hal yang penting
untuk mengkaji aspek humanistik yang
komprehensif menyangkut penyakit dan
terapi. Sebagai care provider dan health
educator, perawat dapat melakukan fungsi
perawat
dapat
memberikan
pendidikan
kesehatan mengenai pentingnya taggung
jawab individu dalam terapi ARV dan
praktek perawatan diri (self-care) sederhana
pada klien.
REFERENSI
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2010. Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS di Propinsi
Jawa Barat Dari Tahun 1989 – 2010. Bandung: Dinkes Jabar.
Ditjen PP dan PL Departemen Kesehatan RI. 2010. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI.
Djauzi, S., dan Djoerban Z. 2007. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral : Panduan
Tatalaksana Klinis Infeksi HIV Pada Orang Dewasa dan Remaja. Jakarta: Ditjen PP
dan PL Depkes RI.
Djoerban, Z. 2010. HIV/AIDS di Indonesia. Prodiskus UPT HIV RSCM.
http://www.pokdisusaids.com/index.php?option=com_content&view=article&id=62:hi
v-dan-aids-di-indonesia&catid=25:ilmiah&Itemid=64.
Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin. 2010. Gambaran Situasi Pengobatan ARV Periode
2010. Bandung: RSUP Dr Hasan Sadikin.
Louwagie, G., et al. 2007. Highly Active Antiretroviral Treatment and Health Related
Quality of Live in South African Adults With Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Infection. Licensee BioMed Central Ltd.
Niven. 2000. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat dan Profesional. Jakarta: EGC
Parsons, T., et al. 2006. Better Quality of Live with Neuropsychological Improvement on
HAART. Lecensee BioMed Central Ltd. http://www.hqlo.com/content/4/1/11, (diakses
tanggal 23 Januari 2011).
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behaviour : Concepts, Controversies and Aplication.
Sixth Edition. New Jersey: Precise-Hall, Inc.
Scholl, R. W. 2002. Expectancy Theory. Kingston: University of Rhode Island.
Thompson, M., et al. 2010. Antiretroviral Treatment of Adult HIV Infection : 2010
Recommendations of the International AIDS Society – USA Panel. Journal of
American Medical Association 3:321-333.
12
Download