Trombosis Vena Dalam

advertisement
Trombosis vena dalam
46
DEEP VEIN TROMBOSIS
ABSTRACT
Trombosis is blood clotting in cardiovascular system, including artery,
vein, heart valves and microcirculation. Thrombosis of artery and vein are more
common. The arterial thrombosis is called white thrombus because it consists of
platelet and fibrin, while venous thrombosis is called red thrombus because of
trapped erythrocyte in fibrin network.
Based on Triad of Virchow, three factors play important role in the
pathogenesis of thrombosis in the artery or vein. They are blood vessel anomaly,
disturbance of blood circulation, and blood coagulation anomaly.
Risk factors of venous thrombosis include operative procedure, myocardial
infarction, heart failure, pregnancy and delivery and deficiency of anti thrombin 3,
C-protein, S protein and a-1 anti tripsin.
The signs and symptoms of deep vein thrombosis are pain, swelling, and
post thrombosis syndrome.
key word; Trombosis, vena,
terjadi pada arteri di dalam paru-paru
PENDAHULUAN
Trombosis adalah terjadinya bekuan (emboli paru).
darah di dalam sistem kardiovaskuler
Insidens
trombosis
vena
di
termasuk arteri, vena, ruangan jantung masyarakat
sangat
sukar diteliti,
dan mikrosirkulasi.(6) Menurut Robert sehingga tidak ada dilaporkan secara
Virchow, terjadinya trombosis adalah pasti. Banyak laporan-laporan hanya
sebagai akibat kelainan dari pembuluh mengemukakan data-data penderita yang
darah, aliran darah dan komponen di rawat di rumah sakit dengan berbagai
pembekuan darah (Virchow triat).
diagnosis.(6)
Trombus dapat terjadi pada arteri
Di Amerika Serikat(6), dilaporkan 2
atau pada vena, trombus arteri di sebut juta kasus trombosis vena dalam yang di
trombus putih karena komposisinya lebih rawat di rumah sakit dan di perkirakan
banyak trombosit dan fibrin, sedangkan pada 600.000 kasus terjadi emboli paru
trombus vena di sebut trombus merah dan 60.000 kasus meninggal karena
karena terjadi pada aliran daerah yang proses penyumbatan pembuluh darah.(3)
lambat yang menyebabkan sel darah
Pada kasus-kasus yang mengalami
merah terperangkap dalam jaringan trombosis vena perlu pengawasan dan
fibrin sehingga berwarna merah.(6)
pengobatan
yang
tepat
terhadap
Trombosis vena dalam adalah satu trombosisnya
dan
melaksanakan
penyakit yang tidak jarang ditemukan pencegahan
terhadap
meluasnya
dan dapat menimbulkan kematian kalau trombosis dan terbentuknya emboli di
tidak di kenal dan di obati secara efektif.
daerah lain, yang dapat menimbulkan
Kematian terjadi sebagai akibat kematian.
lepasnya trimbus vena, membentuk Pada makalah ini akan dibicarakan faktor
emboli yang dapat menimbulkan resiko, manifestasi klinis, diagnosis dan
kematian mendadak apabila sumbatan pengobatan trombosis vena dalam,
semoga ada manfaatnya.
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
47
Trombosis vena dalam
PATOGENESIS
Berdasarkan “Triad of Virchow”,
terdapat 3 faktor yang berperan dalam
patogenesis terjadinya trombosis pada
arteri atau vena yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah
dan perubahan daya beku darah.
Trombosis vena adalah suatu deposit
intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel
darah merah dan beberapa komponen
trombosit dan lekosit.
Patogenesis terjadinya trombosis
vena adalah sebagai berikut :(8.5.13)
1. Stasis vena.
2. Kerusakan pembuluh darah.
3. Aktivitas faktor pembekuan.
Faktor yang sangat berperan
terhadap timbulnya suatu trombosis vena
adalah
statis
aliran
darah
dan
(5)
hiperkoagulasi.
1. Statis Vena
Aliran darah pada vena cendrung
lambat, bahkan dapat terjadi statis
terutama pada daerah-daerah yang
mengalami immobilisasi dalam waktu
yang cukup lama.
Statis vena merupakan predis posisi
untuk terjadinya trombosis lokal karena
dapat
menimbulkan
gangguan
mekanisme pembersih terhadap aktifitas
faktor pembekuan darah sehingga
memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat
berperan pada pembentukan trombosis
vena, melalui :(6.9.11)
a. Trauma
langsung
yang
mengakibatkan faktor pembekuan.
b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines
yang dilepaskan sebagai akibat
kerusakan jaringan
peradangan.
dan
proses
Permukaan vena yang menghadap
ke lumen dilapisi oleh sel endotel.
Endotel yang utuh bersifat non-trombo
genetik karena sel endotel menghasilkan
beberapa substansi seperti prostaglandin
(PG12),
proteoglikan,
aktifator
plasminogen dan trombo-modulin, yang
dapat mencegah terbentuknya trombin.(6)
Apabila
endotel
mengalami
kerusakan, maka jaringan sub endotel
akan terpapar. Keadaan ini akan
menyebabkan sistem pembekuan darah
di aktifkan dan trombosir akan melekat
pada jaringan sub endotel terutama serat
kolagen, membran basalis dan mikrofibril. Trombosit yang melekat ini akan
melepaskan adenosin difosfat dan
tromboksan A2 yang akan merangsang
trombosit lain yang masih beredar untuk
berubah bentuk dan saling melekat.
Kerusakan sel endotel sendiri juga
akan mengaktifkan sistem pembekuan
darah.(9)
3.
Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan dalam sistem pembekuan
darah
dan
sistem
fibrinolisis.
Kecendrungan terjadinya trombosis,
apabila aktifitas pembekuan darah
meningkat atau aktifitas fibrinolisis
menurun.
Trombosis vena banyak terjadi pada
kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan
darah meningkat, seperti pada hiper
koagulasi, defisiensi Anti trombin III,
defisiensi protein C, defisiensi protein S
dan kelainan plasminogen.(1.6)
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
48
Trombosis vena dalam
FAKTOR RESIKO
Faktor utama yang berperan
terhadap terjadinya trombosis vena
adalah status aliran darah dan
meningkatnya
aktifitas
pembekuan
darah.
Faktor kerusakan dinding pembuluh
darah adalah relatif berkurang berperan
terhadap timbulnya trombosis vena
dibandingkan trombosis arteri. Sehingga
setiap keadaan yang menimbulkan statis
aliran darah dan meningkatkan aktifitas
pembekuan darah dapat menimbulkan
trombosis vena.
Faktor resiko timbulnya trombosis
vena adalah sebagai berikut :(1,5,11)
1. Defisiensi Anto trombin III, protein
C, protein S dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas,
faktor-faktor pembekuan yang aktif
tidak
di
netralisir
sehinga
kecendrungan terjadinya trombosis
meningkat.
2.
Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial
terhadap timbulnya trombosis vena
adalah operasi dalam bidang
ortopedi dan trauma pada bagian
panggul dan tungkai bawah.(5.7)
Pada operasi di daerah panggul, 54%
penderita mengalami trombosis vena,
sedangkan pada operasi di daerah
abdomen terjadinya trombosis vena
sekitar 10%-14%.(2.13)
Beberapa faktor yang mempermudah
timbulnya trombosis vena pada tindakan
operatif, adalah sebagai berikut :(5)
a. Terlepasnya
plasminogen
jaringan ke dalam sirkulasi
darah karena trauma pada waktu
di operasi.
b.
c.
d.
Statis aliran darah karena
immobilisasi selama periode
preperatif, operatif dan post
operatif.
Menurunnya
aktifitas
fibrinolitik, terutama 24 jam
pertama sesudah operasi.
Operasi di daerah tungkai
menimbulkan kerusakan vena
secara langsung di daerah
tersebut.
3. Kehamilan dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan
terjadi
penurunan
aktifitas
fibrinolitik, statis vena karena
bendungan dan peningkatan faktor
pembekuan VII, VIII dan IX.(4)
Pada permulaan proses persalinan
terjadi
pelepasan
plasenta
yang
menimbulkan lepasnya plasminogen
jaringan ke dalam sirkulasi darah,
sehingga terjadi peningkatkan koagulasi
darah.(4.11)
4.
Infark miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya
adalah
dua
komponen
yaitu
kerusakan jaringan yang melepaskan
plasminogen yang mengaktifkan
proses pembekuan darah dan adanya
statis aliran darah karena istirahat
total.(2.13)
Trombosis vena yang mudah terjadi
pada payah jantung adalah sebagai akibat
statis aliran darah yang terjadi karena
adanya
bendungan
dan
proses
immobilisasi pada pengobatan payah
jantung.
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
49
Trombosis vena dalam
5. Immobilisasi
yang
lama
dan
paralisis ekstremitas.
Immobilisasi yang lama akan
menimbulkan statis aliran darah yang
mempermudah timbulnya trombosis
vena.
6. Obat-obatan konstraseptis oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil
kontraseptis menimbulkan dilatasi
vena, menurunnya aktifitas anti
trombin III dan proses fibrinolitik
dan meningkatnya faktor pembekuan
darah.
Keadaan
ini
akan
mempermudah terjadinya trombosis
vena.
7. Obesitas dan varices
Obesitas
dan
varices
dapat
menimbulkan statis aliran darah dan
penurunan aktifitas fibriolitik yang
mempermudah terjadinya trombosis
vena.
8. Proses keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi
maligna di temukan “tissue thrombo
plastin-like activity” dan “factor X
activiting” yang mengakibatkan
aktifitas koagulasi meningkat. Proses
keganasan
juga
menimbulkan
menurunnya aktifitas fibriolitik dan
infiltrasi ke dinding vena. Keadaan
ini
memudahkan
terjadinya
trombosis. Tindakan operasi terhadap
penderita tumor ganas menimbulkan
keadaan trombosis 2-3 kali lipat
dibandingkan penderita biasa.(9)
MANIFESTASI KLINIK
Trombosis vena terutama mengenai
vena-vena di daerah tungkai antara lain
vena tungkai superfisialis, vena dalam di
daerah betis atau lebih proksimal seperti
v poplitea, v femoralis dan viliaca.
Sedangkan vena-vena di bagian tubuh
yang lain relatif jarang di kenai.(5.6)
Trombosis v superfisialis pada
tungkai, biasanya terjadi varikositis dan
gejala klinisnya ringan dan bisa sembuh
sendiri. Kadang-kadang trombosis v
tungkai superfisialis ini menyebar ke
vena dalam dan dapat menimbulkan
emboli
paru
yang
tidak
jarng
(12.14)
menimbulkan kematian.
Manifestasi klinik trombosis vena
dalam tidak selalu jelas, kelainan yang
timbul tidak selalu dapat diramalkan
secara tepat lokasi / tempat terjadinya
trombosis.(3.5)
Trombosis
di
daerah
betis
mempunyai gejala klinis yang ringan
karena trombosis yang terbentuk
umumnya kecil dan tidak menimbulkan
komplikasi yang hebat.
Sebagian besar trombosis di daerah
betis adalah asimtomatis, akan tetapi
dapat menjadi serius apabila trombus
tersebut meluas atau menyebar ke lebih
proksimal.
Trombosis vena dalam akan
mempunyai keluhan dan gejala apabila
menimbulkan :
- bendungan aliran vena.
- peradangan dinding vena dan
jaringan perivaskuler.
- emboli pada sirkulasi pulmoner.
Keluhan dan gejala trombosis vena
dalam dapat berupa :(3, 9, 13)
1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung
kepada besar dan luas trombosis.
Trombosis vena di daerah betis
menimbulkan nyeri di daerah tersebut
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
50
Trombosis vena dalam
dan bisa menjalar ke bagian medial dan
anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan
tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku
dan intensitasnya mulai dari yang enteng
sampai hebat. Nyeri akan berkurang
kalau penderita istirahat di tempat tidur,
terutama posisi tungkai ditinggikan.
2.
Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena
adanya edema. Timbulnya edema
disebabkan oleh sumbatan vena di bagian
proksimal dan peradangan jaringan
perivaskuler.
Apabila pembengkakan ditimbulkan
oleh sumbatan maka lokasi bengkak
adalah di bawah sumbatan dan tidak
nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh
peradangan perivaskuler maka bengkak
timbul pada daerah trombosis dan
biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan
bertambah kalau penderita berjalan dan
akan berkurang kalau istirahat di tempat
tidur dengan posisi kaki agak
ditinggikan.
3.
Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik
dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan
trombosis arteri.
Pada trombosis vena perubahan
warna kulit di temukan hanya 17%-20%
kasus. Perubahan warna kulit bisa
berubah pucat dan kadang-kadang
berwarna ungu.(12)
Perubahan warna kaki menjadi pucat
dan pada perubahan lunah dan dingin,
merupakan tanda-tanda adanya sumbatan
cena yang besar yang bersamaan dengan
adanya spasme arteri, keadaan ini di
sebut flegmasia alba dolens.(6)
4.
Sindroma
post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini
adalah peningkatan tekanan vena sebagai
konsekuensi dari adanya sumbatan dan
rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan
pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena
dan perforasi vena dalam.(3.5)
Semua keadaan di atas akan
mengkibatkan aliran darah vena dalam
akan membalik ke daerah superfisilalis
apabila otot berkontraksi, sehingga
terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi
ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma posttrombotik yang lain adalah nyeri pada
daerah betis yang timbul / bertambah
waktu penderitanya berkuat (venous
claudicatio), nyeri berkurang waktu
istirahat dan posisi kaki ditinggikan,
timbul pigmentasi dan indurasi pada
sekitar lutut dan kaki sepertiga
bawah.(3.5)
DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam
berdasarkan gejala linis saja kurang
sensitif dan kurang spesifik karena
banyak kasus trombosis vena yang besar
tidak menimbulkan penyumbatan dan
peradangan
jaringan
perivaskuler
sehingga tidak menimbulkan keluhan
dan gejala.
Ada 3 jenis pemeriksaan yang
akurat,
yang
dapat
menegakkan
diagnosis trombosis vena dalam,
yaitu:(3.5.7)
1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih
merupakan pemeriksaan standar untuk
trombosis vena. Akan tetapi teknik
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
51
Trombosis vena dalam
pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan
bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk
trombosis
baru
sehingga
tidak
menyenangkan penderitanya.
Prinsip pemeriksaan ini adalah
menyuntikkan zat kontras ke dalam di
daerah dorsum pedis dan akan kelihatan
gambaran sistem vena di betis, paha,
inguinal sampai ke proksimal ke v iliaca.
Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah
mengobservasi perubahan volume darah
pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih
sensitif pada tombosis vena femrlis dan
iliaca dibandingkan vena di betis.(3.12.13)
Oleh karena itu tujuan pengobatan
adalah :(5.12)
1. Mencegah meluasnya trombosis
dan timbulnya emboli paru.
2. Mengurangi morbiditas pada
serangan akut.
3. Mengurangi keluhan post flebitis
4. Mengobati hipertensi pulmonal
yang terjadi karena proses trombo
emboli.
2.
3.
Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan
USG berkembang
dengan pesat,
sehingga adanya trombosis vena dapat di
deteksi dengan USG, terutama USG
Doppler.
Pemeriksaan ini memberikan hasil
sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%.
Metode ini dilakukan terutama pada
kasus-kasus trombosis vena yang
berulang, yang sukar di deteksi dengan
cara objektif lain.
PENGOBATAN
Pengobatan
trombosis
vena
diberikan pada kasus-kasus yang
diagnosisnya sudah pasti dengan
menggunakan
pemeriksaan
yang
objektif, oleh karena obat-obatan yang
diberikan mempunyai efek samping yang
kadang-kadang serius.(2.1011)
Berbeda dengan trombosis arteri,
trombosis vena dalam adalah suatu
keadaan yang jarang menimbulkan
kematian.
Mencegah meluasnya trombosis dan
timbulnya emboli paru
Meluasnya proses trombosis dan
timbulnya emboli paru dapat di cegah
dengan pemberian anti koagulan dan
obat-obatan fibrinolitik.
Pada pemberian obat-obatan ini di
usahakan biaya serendah mungkin dan
efek samping seminimal mungkin.
Pemberian anti koagulan sangat
efektif untuk mencegah terjadinya
emboli paru, obat yang biasa di pakai
adalah heparin.(5.11.14)
Prinsip pemberian anti koagulan
adalah Save dan Efektif. Save artinya
anti koagulan tidak menyebabkan
perdarahan. Efektif artinya dapat
menghancurkan trombus dan mencegah
timbulnya trombus baru dan emboli.
Pada pemberian heparin perlu di
pantau waktu trombo plastin parsial atau
di daerah yang fasilitasnya terbatas,
sekurang-kurangnya waktu pembekuan.
Pemberian Heparin standar
 Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB),
bolus dilanjutkan dengan drips
konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18
iu/KgBB),
drips
selanjutnya
tergantung hasil APTT. 6 jam
kemudian di periksa APTT untuk
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
52
Trombosis vena dalam
menentukan dosis dengan target 1,5 –
2,5 kontrol.
1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol
dosis tetap.
2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis
dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis
diturunkan 100 iu/jam.
 Penyesuaian dosis untuk mencapai
target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6
jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di
lakukan karena biasanya pada 6 jam
pertama hanya 38% yang mencapai
nilai target dan sesudah dari ke 1 baru
84%.
 Heparin dapat diberikan 7–10 hari
yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian heparin dosis rendah yaitu
5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau
pemberian anti koagulan oral, selama
minimal 3 bulan.
 Pemberian anti koagulan oral harus
diberikan 48 jam sebelum rencana
penghentian heparin karena anti
koagulan orang efektif sesudah 48
jam.
Pemberian Low Milecular Weight
Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai
dari heparin karena tidak memerlukan
pemantauan yang ketat, sayangnya
harganya relatif mahal dibandingkan
heparin.
Saat ini preparat yang tersedia di
Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox)
dan (Nandroparin Fraxiparin).
Pada pemberian heparin standar
maupun LMWH bisa terjadi efek
samping yang cukup serius yaitu Heparin
Induced Thormbocytopenia (HIT).(14)
Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah
Warfarin Cara.(1.2.5)
Pemberian Warfarin di mulai dengan
dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam
hari. Dosis dapat dinaikan atau di
kurangi tergantung dari hasil INR
(International Normolized Ratio). Target
INR : adalah 2,0 – 3,0
Cara penyesuaian dosis
INR
Penyesuaian
1,1 – 1,4 hari 1, naikkan 10%-20%
dari total dosis mingguan.
Kembali : 1 minggu
1,5 – 1,9 hari 1, naikkan 5% – 10%
dari total dosis mingguan.
Kembali : 2 minggu
2,0 – 3,0 tidak ada perubahan.
Kembali : 1 minggu
3,1 – 3,9 hari : kurang 5% – 10%
dari dosis total mingguan.
Mingguan : kurang 5 – 150 dari dosis
total mingguan
Kembali : 2 minggu
4,0 – 5,0 hari 1: tidak dapat obat
mingguan : kurang 10%-20% TDM
kembali : 1 minggu
> 50 :
- Stop pemberian warfarin.
- Pantau sampai INR : 3,0
-Mulai dengan dosis kurangi
20%-50%.
- kembali tiap hari.(6)
Lama pemberian anti koagulan oral
adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila
trombosis vena dalam timbul disebabkan
oleh faktor resiko yang reversible.
Sedangkan kalau trombosis vena adalah
idiopatik di anjurkan pemberian anti
koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
53
Trombosis vena dalam
biasa lebih lama lagi apabila ditemukan
abnormal inherited mileculer.(2)
Kontra indikasi pemberian anti
koagulan adalah :(2.5)
1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg,
diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
Pemberian trombolitik selama 12-14
jam dan kemudian di ikuti dengan
heparin, akan memberikan hasil lebih
baik bila dibandingkan dengan hanya
pemberian heparin tunggal.
Peranan
terapi
trombolitik
berkembang dengan pesat pada akhir
abad ini, terutama sesudah dipasarkannya
streptiknase, urokinase dan tissue
plasminogen activator (TPA).(11.13)
TPA bekerja secara selektif pada
tempat yang ada plasminon dan fibrin,
sehingga efek samping perdarahan relatif
kurang.
Brenner menganjurkn pemberian
TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit,
secara intra vena selama 4 jam dan
Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit
intra vena kontiniu selama 60 menit.
Kedua jenis trombolitik ini memberikan
hasil yang cukup memuaskan.(3)
Efek samping utama pemberian
heparin dan obat-obatan trombolitik
adalah perdarahan dan akan bersifat fatal
kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk
mencegah terjadinya efek samping
perdarahan, maka diperlukan monitor
yang ketat terhadap waktu trombo plastin
parsial dan waktu protombin, jangan
melebihi 2,5 kali nilai kontrol.
1. Mengurangi
Morbiditas
pada
serangan akut.
Untuk mengurangi keluhan dan gejala
trombosis vena dilakukan.(2.13)
- Istirahat di tempat tidur.
- Posisi kaki ditinggikan.
- Pemberian
heparin
atau
trombolitik.
- Analgesik untuk mengurangi rasa
nyeri.
- Pemasangan
stoking
yang
tekananya kira-kira 40 mmHg.
Nyeri dan pembengkakan biasanya
akan berkurang sesudah 24 – 48 jam
serangan trombosis. Apabila nyeri sangat
hebat atau timbul flagmasia alba dolens
di anjurkan tindakan embolektomi.
Pada keadaan biasa, tindakan
pembedahan pengangkatan thrombus
atau emboli, biasanya tidak di anjurkan.
2. Pencegahan Sindroma post-flebitis.
Sindroma post flebitis disebabkan
oleh inkompeten katub vena sebagai
akibat proses trombosis. Biasanya terjadi
pada trombosis di daerah proksimal yang
eksistensif seperti vena-vena di daerah
poplitea, femoral dan illiaca.
Keluhan biasanya panas, edema dan
nyeri terjadinya trombosis
Sindroma ini akan berkurang derajad
keganasannya kalau terjadi lisis atau
pengangkatan trombosis.
3. Pencegahan
terhadap
adanya
hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal merupakan
komplikasi yang tidak sering dari emboli
paru.
Keadaan ini terjadi pada trombosis
vena yang bersamaan dengan adanya
emboli paru, akan tetapi dengan
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
54
Trombosis vena dalam
pemberian anti koagulan dan obat-obatan
trombolitik,
terjadinya
hipertensi
pulmonal ini dapat di cegah.
KESIMPULAN
- Trombosis vena cukup sering
ditemukan pada penderita yang di
rawat di rumah sakit, terutama
terjadi pada immobilisasi yang lama
dan post operatif ortopedi.
- Penyakit ini tidak menimbulkan
kematian, akan tetapi mempunyai
resiko besar untuk timbulnya emboli
paru yang dapat menimbulkan
kematian.
- Faktor resiko trombosis vena adalah
operasi, kehamilan, immobilisasi,
kontrasepsi oral, penyakit jantung,
proses keganan dan obesitas.
- Manifestasi kliniknya tidak spesifik,
sehingga memerlukan pemeriksaan
obyektif lanjutan.
- Pengobatan
adalah
mencegah
timbulnya embol paru, mengurangi
morbiditas dan keluhan post flebitis
dan mencegah timbulnya hipertensi
pulmonal.
- Pengobatan yang di anjurkan adalah
pemberian heparin dan dilanjutkan
dengan anti koagulun oral.
3.
Brenner B et al : Quantiation of Venous
Clot Lysis D – Dimer Immuboassay
During Fibrinolytic Theraphy Requires
Correction
for
Sluble
Fibrin
Dehidration. Circulation 81(6) : 18181825, 1990.
4.
Ginsberg J.S. et al : A Venous
Thrombosis. KONAS PHTDI Semrang,
September 2001.
5.
Hirsh J and Hoak J : Management of
Deep Vein Thrombosis and Pulmonary
Embolism. Circulation 93:2212-2245,
1996.
6.
Karmel Tambunan : Thrombosis.
KONAS PHTDI Semarang, September
2001.
7.
Kerr T.M et al : Upper Extremity
Venous Thrombosis Diagnosed by
Duppex Scanning, The Am J of Surgery
160:120-206, 1990.
8.
Pradoni et al : Comparison os
Subcuteneus LMW Heparin with
intravenous Standard Heparin in
Oroximal DVT. Lancet 339:441-445,
1992.
9.
Prandoni et al : DVT and the incidence
of Subsequent Symptomatic cancer N.
Eng J Med. 327:1128-1133, 1992.
DAFTAR PUSTAKAN
1.
Anderson D.R. et al : Efficacy and Cost
of LMH Compared with Standard
Heparin for Prevention of DVT After
Total Hip Arthrosplasty. Ann of Intern
Med. 119: 1105 – 1112.1993.
2.
Breddin HK et al. Effects of a LMH on
Thrombus Regression and Recurrent
Thrombo-embolism in Patient DVT. N.
Engl J of Med 344:626-631, 2001.
10. Rayu S et al : Saphenectomy in the
Presende
of
Chornic
Venous
Obstruction. Surgery 123:637-644,
1999.
11. Runge M.S et al : Prevention of
Thrombosis
and
Rethrombosis.
Circultion 82:655-657, 1990.
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
Trombosis vena dalam
12. Srandness D.E. et al : Long-term
Sequelae Acute Venous Thrombosis.
JAMA 250:1289-1292, 1983.
13. Thomas J.H et al : Pathogenesis
Diagnosed,
and
Treatment
of
Thrombosis. The Am J of Surgery
160:547-551, 1990.
14. Warkentin E.E et al : Heparin Induced
Thrompbocytopenia in patient with
LMW Heprin or Unfranctioned
Heparin. N Eng J of Med 18:13301335, 1995.
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli – Desember 2001
55
Download