6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo Menurut Saanin (1989, 1995) ikan lele dumbo (C. gariepinus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Silluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus Gambar 2.1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) 6 Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 7 2.1.2. Morfologi Ikan Lele Dumbo Ikan lele dumbo memiliki ciri tertentu yang dapat dilihat dari bagian tubuhnya. Ciri-ciri ikan lele dumbo yang membedakan dengan jenis ikan lainnya adalah badannya yang memanjang, bagian badannya tinggi dan memipih ke arah ekornya, tidak bersisik serta licin dan mengeluarkan lendir, kepalanya gepeng dan simetris, serta mulutnya yang lebar dan pada mulutnya terdapat empat pasang sungut yang digunakan sebagai alat peraba (Soetomo, 2007). Ikan lele dumbo memiliki mulut yang lebar dan dapat menghisap makanan organisme dasar perairan. Lele dumbo juga memiliki gigi yang tajam yang berfungsi untuk mencabik-cabik bangkai hewan lain (Susanto, 1997). Selain itu, bagian tubuh ikan lele dumbo juga dilengkapi dengan sirip tunggal dan sirip berpasangan (ganda). Sirip tunggal berupa sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan sirip dubur (anal) yang berfungsi sebagai alat bantu berenang. Sirip berpasangan adalah sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral) yang berbentuk bulat dan ujung runcing dan dilengkapi dengan sepasang duri yang disebut patil. Patil pada lele dumbo tidak begitu kuat dan tidak beracun, terutama pada lele yang masih muda. Dibandingkan lele lokal, patil lele dumbo lebih pendek dan tumpul (Khairuman, 2008). Ikan lele dumbo mempunyai kemampuan meloloskan diri dari kolam piaraan dengan cara melompat. Dalam kondisi lembab, ikan lele sanggup merangkak (gerakan zig-zag) diatas tanah tanpa air dalam waktu cukup lama (Effendi, 1978). Ikan lele dumbo jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri tubuhnya. Ikan lele dumbo jantan memiliki kepala yang relatif kecil, kulit Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 8 tubuhnya berwarna kemerahan dan alat kelamin memiliki genital papilia yang runcing. Ikan lele dumbo betina memiliki kepala yang relatif lebih besar, kulit tubuhnya berwarna kecoklatan dan alat kelamin berbentuk bulat (Effendi, 1978). 2.1.3. Sifat Biologis Ikan Lele Dumbo Ikan lele dumbo aktif pada malam hari, baik itu aktif mencari makan maupun aktif berenang. Oleh karena itu ikan lele dumbo disebut hewan nokturnal. Pada siang hari ikan lele dumbo suka bersembunyi dibalik benda-benda atau bebatuan. Pada saat beristirahat ikan lele dumbo hidup berkelompok dan pada situasi ini ikan lele dumbo sering muncul ke permukaan untuk mengambil oksigen dari udara bebas (Hernowo & Suryanto, 1999). Lele dumbo termasuk hewan omnivora atau hewan yang memenuhi kebutuhannya dengan memakan hewan dan tumbuhan lain. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air, dan bangkai binatang. Lele dumbo sangat agresif dalam memangsa makanan, karena apapun yang diberikan pasti akan dilahapnya. Hal itulah yang membuat lele dumbo sangat cepat pertumbuhannya (Bachtiar, 2006). 2.1.4. Habitat Ikan Lele Dumbo Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitat atau tempat hidup ikan lele dumbo adalah air tawar, seperti sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, dan sawah yang tergenang air. Air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo yaitu air sungai, air sumur, air tanah, dan mata air. Lele dumbo dapat bertahan hidup dalam kondisi air yang kurang baik. Hal Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 9 tersebut dikarenakan lele dumbo memiliki organ arborescent yang berfungsi untuk mengambil oksigen langsung dari udara bebas, sehingga ikan lele dumbo dapat hidup pada air yang tidak mengalir, selain itu juga ikan lele dumbo dapat hidup dalam lumpur dalam beberapa jam, dengan kondisi udara cukup lembab pada kolam yang kadar oksigennya rendah (Bachtiar, 2006). 2.2. Rumput Laut Merah (Gracilaria verrucosa) 2.2.1. Karakteristik Rumput Laut Merah Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, karena tidak memiliki struktur lengkap seperti tumbuhan daratan. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik. Rumput laut tidak mempunyai akar, batang, maupun daun sejati tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Thallus pada umumnya berbentuk silindris atau agak memipih, tetapi pada G. euchewnoides dan G. textoni bentuk thallus kedua tumbuhan tersebut benar-benar gepeng. Ujung-ujung thallus meruncing, permukaan thallus halus atau berbintil-bintil. Panjang thallus sangat bervariasi, mulai dari 3,4-8 cm pada G. eucheumoides sampai mencapai lebih dari 60 cm pada G. verrucosa (Anggadireja., 2008). 2.2.2. Klasifikasi Rumput Laut Merah Klasifikasi G.verucosa menurut (Oseanografi LIPI. 2009 dalam Edriansyah, 2013) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Filum/Division : Rhodophyta Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 10 Kelas/Class : Rhodophyceae Bangsa / Order : Gigartinales Suku/Famili : Gracilariaceae Marga/Genus : Gracilaria Jenis/Spesies : Gracilaria verrucosa Gambar 2.2 Rumput laut merah (Gracilaria verrucosa) Gracilaria hidup dengan melekatkan diri pada substrat padat, seperti kayu, batu, karang mati dan sebagainya. Untuk melekatkan dirinya, Gracilaria memiliki suatu alat cengkeram berbentuk cakram yang dikenal dengan sebutan 'hold fast'. Jika dilihat secara sepintas, tumbuhan ini berbentuk rumpun, dengan tipe percabangan tidak teratur, 'dichotomous', 'alternate', 'pinnate', ataupun bentukbentuk percabangan yang lain (Anggadireja, 2008). 2.2.3. Daur Hidup Rumput Laut Merah Di alam dapat ditemukan Gracilaria dalam 3 bentuk pertumbuhan. Secara morfologi ketiga bentuk pertumbuhan sangat sulit dibedakan, tetapi dilihat dari segi anatomi dapat dibedakan antara bentuk sporofit, gametofit dan bentuk karposporofit. Bentuk sporofit adalah tumbuhan yang memiliki kromosom diploid (2n), gametofit adalah bentuk tumbuhan haploid (1n), sedangkan karposporofit adalah bentuk tumbuhan haplodiploid. Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 11 Untuk tumbuh dan berkembang, Gracilaria membutuhkan cahaya, karbondioksida, oksigen serta nutrisi. Cahaya dibutuhkan untuk proses fotosintesa, yaitu karbondioksida akan diubah menjadi karbohidrat (senyawa organik). Sebaliknya, oksigen dibutuhkan untuk respirasi atau merombak senyawa yang mempunyai molekul besar menjadi senyawa-senyawa dengan molekul yang lebih kecil dan energi. Pengambilan nutrisi dilakukan Gracilaria melalui proses difusi. Dalam proses pengambilan nutrisi, Gracilaria dapat menyerap serta mengakumulasikan unsur-unsur yang ada disekitarnya dengan baik. Nuriwati & Hartati (1985), telah melakukan penelitian mengenai daya serap G. lichenoides terhadap merkuri di perairan Teluk Jakarta. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa Gracilaria dapat menyerap merkuri dengan baik. Pada konsentrasi merkuri 0,005 ppm dalam air laut ternyata setelah 2 bulan kemudian diperoleh 0,20 ppm merkuri dalam Gracilaria, namun keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhannya. Gracilaria memiliki kemampuan beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti: suhu, salinitas, cahaya, dan pH. a. Cahaya Gracilaria mempunyai kemampuan adaptasi terhadap cahaya sangat baik. Cahaya yang masuk ke dalam perairan baik dalam jumlah banyak atau sedikit dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhannya. Kim & Hum (1975) dalam Hoyle menyatakan bahwa G. verrucosa memiliki toleransi yang tinggi terhadap cahaya yang berlebihan, yaitu dapat tumbuh pesat pada kedalaman 5 cm. Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 12 b. Suhu Gracilaria memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap suhu. Kemampuan ini sangatlah bervariasi tergantung kepada tempat di mana tumbuhan tersebut hidup. Gracilaria yang hidup di Atlantik Utara dapat bertahan pada suhu 7°C di musim dingin dan 30°C di musim panas. Demikian pula di Norwegia, tumbuhan ini dapat hidup pada suhu 3°C di musim dingin, dan 14 - 18°C di musim panas Stokke dalam Hoyle (1975). Akan tetapi Shang (1976), menyatakan bahwa di Taiwan, pertumbuhan alga ini akan terhambat apabila suhu air di bawah 8°C. Selanjutnya, Shang (1976), menyatakan bahwa untuk budidaya Gracilaria temperatur optimum yang diperlukan adalah 20 - 25°C. Kadi & Atmadja (1988), menambahkan bahwa di Indonesia, salah satu persyaratan untuk membudidayakan Gracilaria, suhu air sebaiknya berkisar antara 20° - 28°C. c. Salinitas dan pH Gracilaria dapat hidup pada kisaran salinitas 5-43 permil. Shang (1976), menyatakan bahwa untuk budidaya Gracilaria kisaran salinitas yang baik adalah 15-20 permil serta kisaran pH antara 6-9 dengan pH optimum 8,2-8,7. Untuk usaha budidaya Gracilaria di Indonesia, kisaran salinitas adalah 18-32 permil dengan salinitas optimum adalah 25 permil, sedangkan pH berkisar antara 8-8,5 (Kadi & Atmadja, 1988). 2.2.4. Bioaktivitas Rumput Laut Merah Kandungan senyawa bioaktif dari rumput laut merah sebagian telah banyak diketahui, namun pemanfaatan sumber bahan bioaktif dari alga merah belum banyak dilakukan. Berdasarkan proses biosintesisnya, rumput laut merah Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 13 kaya akan senyawa turunan dari oksidasi asam lemak yang disebut ocylipin (Putra, 2006). Kandungan senyawa kimia secara umum yang ditemukan pada rumput laut merah yaitu turunan dari sesquiterpene, terutama dari golongan Laurencia chondrioides. Eucheuma sp banyak mengandung senyawa karbohidrat yaitu polisakarida dengan berat molekul terdiri dari unit D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-D-galaktosa (Winarno, 1990). Rumput laut sebagai sumber gizi, terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu, rumput laut juga mengandung fenol, enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D ,E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium (Anggadireja et al., 2008). 2.2.5. Habitat dan Sebaran Rumput Laut Merah Gracilaria umumnya hidup sebagai fitobentos, melekat dengan bantuan cakram pelekat ('hold fast') pada substrat padat. Terdiri dari kurang lebih 100 spesies yang menyebar luas dari perairan tropis sampai subtropis. Hal ini menyebabkan beberapa penulis menyebutnya sebagai spesies yang kosmopolit (Anggadireja et al., 2008). Gracilaria hidup di daerah litoral dan sub litoral, sampai kedalaman tertentu, yang masih dapat dicapai oleh penetrasi cahaya matahari. Beberapa jenis hidup di perairan keruh, dekat muara sungai. Di Indonesia terdapat kurang lebih 15 jenis Gracilaria (Kadi & Atmadja, 1988) yang menyebar di seluruh kepulauan. Di Bangka, G. convervoides hidup melekat di atas batu karang pada kedalaman Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 14 2 - 5 meter (Soerjodinoto, 1968). Di Lombok, G. gigas ditemukan di perairan payau. Daerah sebaran Gracilaria di Indonesia meliputi : Kepulauan Riau, Bangka, Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Pulau Bawean, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Maluku. 2.3. Sistem Imun Pada Ikan Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan tubuh dari bahaya yang menyerang tubuh (Tjandrawinata et al., 2005). Dalam pandangan modern, sistem imun memiliki 3 fungsi utama, yaitu untuk pertahanan, homeostatis, dan pengawasan (Subowo, 2009). Sistem pertahanan tubuh ikan atau respons imun ikan terdiri atas dua macam, yaitu sistem pertahanan non spesifik dan spesifik (Mulia, 2012). 2.3.1. Sistem Imun Nonspesifik Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh yang mendasar bagi ikan. Sistem tersebut memiliki reseptor protein yang dapat mengenal tipe molekul dari mikroorganisme patogen seperti lipopolisakarida (LPS), peptidoglycan DNA bakteri, virus RNA, dan suatu organisme. Respons nonspesifik terhadap molekul asing tersebut dibedakan menjadi pertahanan fisik, pertahanan seluler dan humoral Kresno (2001). Kamiso & Triyanto (1990), menyatakan bahwa sistem pertahanan nonspesifik berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang bahkan terhadap beberapa penyakit non-hayati. Sistem pertahanan ini bersifat permanen dan tidak perlu rangsangan terlebih dahulu, sistem pertahanan ini juga berbeda antara ikan satu dengan lainnya. Menurut Kresno (2001), respons Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 15 imun nonspesifik berupa pertahanan secara fisik dan kimiawi. Salah satu upaya tubuh untuk dapat mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah dengan cara menghancurkan bakteri yang bersangkutan secara fagositosis, tanpa memperdulikan adanya perbedaan-perbedaan kecil yang ada diantara substansisubstansi asing. Respons imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) yang memberikan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai organisme, oleh karena itu dapat memberikan respons langsung terhadap antigen walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut (Sawitri, 2003). Selain fagositosis, manifestasi respons imun nonspesifik yang lain adalah reaksi inflamasi. Sel-sel sistem imun tersebar di seluruh tubuh, tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat perlu upaya untuk memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-produk yang dihasilkannya ke lokasi infeksi. Mekanisme fisiologik imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Sistem pertahanan nonspesifik tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikrobia dan dapat memberikan respons secara langsung (Baratawidjaya, 2004 dalam Ayuningtyas, 2012). Pada ikan pertahanan pertama untuk melawan patogen terdapat pada permukaan tubuh. Selain fisik, daerah permukaan tubuh dapat menghambat Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 16 masuknya patogen ke dalam tubuh ikan, yang meliputi mukus, kulit, insang, dan saluran gastrointestinal. Sistem pertahanan nonspesifik kimiawi meliputi komponen-komponen pertumbuhan dalam mikrobia serum (Mulia, darah 2012). yang Sistem berfungsi menghambat pertahanan nonspesifik menggunakan mekanisme efektor seluler berupa aktivitas fagositosis yang melibatkan sel-sel organ dan sel-sel motil. Sel-sel organ meliputi sel jaringan penghubung (fibroblast), jaringan lymphoid dari saluran pencernaan, sel reticuloendothelial, sel dinding kapiler, dan jaringan monosit. Sel motil terdiri dari makrofag, leukosit nongranular (monosit dan limfosit), dan leukosit granular (neutrofil, eosinofil, dan basofil) (Schaperclaus, 1982 dalam Mulia, 2012). 2.3.2. Sistem Imun Spesifik Respons imun spesifik dapat dihasilkan secara dapatan (aquired) yang berfungsi untuk melawan penyakit tetapi memerlukan rangsangan terlebih dahulu. Respons kekebalan merupakan suatu fungsi koordinasi diantara organ-organ tubuh dan bagian selulernya (Donando, 2002). Fungsi dari organ-organ ini untuk menunjukan tipe antibodi yang diproduksi, menghasilkan antibodi spesifik serta menghancurkan mikroorganisme. Inti dari proses respons imun spesifik ini adalah limfosit, karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam cairan tubuh atau dalam darah (Anderson, 1974 dalam Donando, 2002). Terdapat dua jenis respons imun spesifik, yaitu respons imun seluler dan respons imun humoral. Respons imun seluler dikendalikan oleh sel limfosit T, sedangkan respons imun humoral dikendalikan oleh sel limfosit B. Respons imun Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 17 terhadap suatu antigen tergantung oleh dosis dan cara pemasukanya ke dalam tubuh (Mulia, 2012). Pada umumnya, cara pemasukan antigen ke dalam tubuh dapat langsung melalui kulit, organ pernafasan, saluran pencernaan atau disuntikan, dan masing-masing cara tersebut dapat menimbulkan respons imun yang berbeda intensitasnya (Subowo, 1993 dalam Mulia, 2012). 2.4. Kualitas Air Kualitas air merupakan suatu peubah (variable) yang dapat mempengaruh pengelolaan, kelangsungan hidup, pembenihan, serta produksi ikan. Kondisi air harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan biota yang dipelihara (Mulyanto, 1992). Kualitas air dipengaruhi oleh berbagai bahan kimia yang terlarut dalam air, seperti oksigen terlarut, derajat keasaman (pH dan suhu). 2.4.1. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat mempengaruhi kehidupan ikan. Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organisme serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi organisme perairan. Suhu mempengaruhi distribusi mineral dalam air, mempengaruhi kekentalan (viskositas) air, tingkat konsumsi oksigen, dan kandungan oksigen terlarut. Suhu air yang optimal berkisar antara 25-270C (Effendi, 1978). Suhu air yang baik antara siang dan malam tidak begitu besar perubahannya, tidak lebih dari 50C, antara 25 – 300C (Kusno, 1990). Selain itu, suhu mempengaruhi aktifitas metabolism organisme dan daya angkut darah, sehingga secara umum suhu mempengaruhi laju pertumbuhan biota Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 18 dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin tinggi tingkat metabolism organisme, yang berarti semakin tinggi konsumsi oksigennya. Setiap kenaikan 10oC akan mempercepat laju reaksi kimia sebesar 2 kali. Akan tetapi perubahan suhu secara tiba-tiba dapat menyebabkan ikan mati, karena terjadi perubahan daya angkut darah. 2.4.2. Derajat keasamaan (pH) Derajat keasamaan (pH) merupakan indikator tingkat keasaman perairan. Faktor yang mempengaruhi pH perairan diantaranya aktifitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Derajat keasamaan (pH) air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Nilai pH pada banyak perairan adalah 4-9. Apabila pH air kurang dari 4,5 air bersifat racun bagi ikan. Pada kisaran pH 5-6 pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap bakteri dan parasit. Ikan akan mengalami pertumbuhan optimal pada pH 8,5 (Soetomo, 1987). 2.4.3. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut diperlukan untuk respirasi, proses pembakaran makanan, aktifitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Sumber oksigen perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfir sekitar 35% dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Kekurangan oksigen dalam air dapat mengganggu kehidupan ikan budidaya termasuk pertumbuhannya. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air akan berakibat biota menjadi stress, mudah terserang penyakit atau parasit, dapat memperlambat pertumbuhan yang berakibat konsumsi pakan rendah (Boyd, 1982). Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016 19 Pada kadar DO (Dissolved Oxygen) kurang dari 4-5 mg/L, nafsu makan ikan berkurang dan pertumbuhan tidak berkembang dengan baik. Apabila kandungan oksigen dalam air mencapai 3-4 mg/L untuk jangka waktu yang lama, ikan akan berhenti makan dan pertumbuhan berhenti. Untuk jenis-jenis ikan kolam, kandungan oksigen yang diharapkan adalah lebih dari 3 mg/L. Secara umum kadar DO minimum bagi kehidupan ikan adalah 50% dari kejenuhan (Mulyanto, 1992). Kandungan oksigen terlarut optimal adalah 5 mg/L dan lebih baik jika 7 mg/L. Oksigen terlarut dalam air sebanyak 5-6 mg/L dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembangbiak ikan dalam kolam (Susanto, 1997). Pengaruh Pemberian Ekstrak …, Mufarikhatul Hidayah, FKIP UMP, 2016