PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA

advertisement
PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN
USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS)
DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN
(Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung)
ERNA SUSANTY
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul
Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam Upaya
Mensejahterakan Keluarga Miskin (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan
Cibeunying Kaler Kota Bandung), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian
akhir tugas akhir ini.
Bogor, Desember 2005
Erna Susanty
NRP. A154040045
ABST RAK
ERNA SUSANTY. Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial
(UKS) dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin (Kasus di Kelurahan
Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung). Dibimbing oleh
NURMALA K. PANJAITAN dan SAHARUDDIN.
Kajian tentang Pendayagunaan Kelembagaan UKS menjadi penting sebagai
input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Hal tersebut
disebabkan karena secara substansial keberadaan Kelembagaan UKS dengan
berbagai bentuk kegiatan UKSnya, bertujuan mengatasi permasalahan
kemasyarakatan (termasuk masalah kemiskinan) dan mendorong masyarakat
menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Selain itu kegiatan UKSpun sudah
sejak lama dilaksanakan dan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat
Indonesia. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, maka kegiatan UKS
yang dilakukan masyarakat mendapat respon pemerintah dan dirasakan perlu
untuk dikembangkan menjadi bagian dari pembangunan kesejahteraan sosial.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan pendekatan
kualitatif,
bertujuan untuk memperoleh informasi secara mendalam dan
mengetahui bagaimana masyarakat memahami fenomena dari kelembagaan UKS
tersebut. Untuk pengumpulan datanya yaitu menggunakan teknik : Observas i,
wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan studi dokumentasi. Data
yang diperoleh, yang bersifat kualitatif , dianalisis secara deskriptif interpretatif.
Untuk data kuantitatif yang menggambarkan kondisi umum lokasi kajian,
disajikan secara tabulasi dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Perancangan
program menggunakan pendekatan partisipatif.
Di kelurahan Cigadung sudah tumbuh dan berkembang pola kelembagaankelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di tingkat lokal. Namun kenyataan di
lapangan, upaya yang dilakukan kelembagaan tersebut masih belum optimal
dalam pencapaian tujuannya karena keterbatasan yang d imiliki (SDM, dana,
sarana dan prasarana pendukung, kurangnya program yang bersifat pemberdayaan
dan
kurangnya dukungan dari pemerintah setempat/stakeholders yang
mempunyai perhatian terhadap permasalahan kemasyarakatan ), serta tidak
adanya sinergitas antar kelembagaan UKS yang ada.
Upaya pendayagunaan dilakukan dengan meningkatkan sumber internal dan
eksternal yang dimiliki kelembagaan tersebut agar terjalin interaksi dan integrasi
kegiatan UKS yang harmonis. Melalui kegiatan diskusi kelompok terfokus dengan
melakukan langkah -langkah : analisis kebutuhan, identifikasi sumber, mobilisasi
dan manajemen sumber, maka telah terbentuk jaringan kerjasama/sinergitas antar
kelembagaan UKS dalam suatu wadah/wahana kesejahteraan sosial berbasiskan
masyarakat (WKSBM). Kegiatan penanganan masalah kemiskinan yang dapat
dilakukan dalam program kegiatan WKSBM, yakni : (1) melakukan identifying
issues, (2) Pro poor advocacy, (3) Delivering social services dan (4) mediating
local communities. Keberadaan WKSBM yang makin melembaga dalam
masyarakat, diharapkan akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah
dalam pelaksanaan pembangunan , khususnya dalam mensejahterakan keluarga
miskin.
PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN
USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS)
DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN
(Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung)
ERNA SUSANTY
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magiste r Profesional pada
Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
Judul Tugas Akhir
: Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan
Sosial (UKS) dalam upaya mensejahterakan keluarga
miskin
( Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying
Kaler Kota Bandung)
Nama
: ERNA SUSANTY
NIM
: A154040045
DISETUJUI
KOMISI PEMBIMBING
Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS., DEA
Ketua
Ir. Saharuddin, M.Si
Anggota
Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Ujian : 9 Desember 2005
Tanggal Lulus :
© Hak cipta milik Erna Susanty, tahun 2005
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya
dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
berkat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir
Kajian Pengembangan Masyarakat sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
studi pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi
Magister Pengembangan Masyarakat, Konsentrasi Pekerjaan Sosial. Judul Kajian
Pengembangan
Masyarakat
ini
adalah
“PENDAYAGUNAAN
KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM
UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan
Cigadung Kecamatan C ibeunying Kaler Kota Bandung)”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada :
1.
Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA dan Bapak Ir. Saharuddin, MSi
selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat ini.
2.
Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji luar Komisi yang banyak
memberikan masukan untuk perbaikan kajian ini.
3.
Bapak Ketua Program Studi dan Dosen -dosen Program Studi
Pengembangan
Masyarakat
yang
telah
membekali
ilmu-ilmu
Pengembangan Masyarakat.
4.
Bapak Dr. Marjuki, M.Sc Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
(STKS) Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti sekolah Pasca Sarjana Profesional Pengembangan
Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
5.
Suami, dan anak -anakku tercinta, Ibu, adik dan kakak serta teman-teman
yang telah memberikan dorongan, do’a, semangat dan pengertian selama
menempuh pendidikan ini sampai selesai.
6.
Semua pihak yang telah membantu penulis hingga dapat terselesaikannya
kajian ini.
Semoga kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat memberikan
sumbangan kepada pihak -p ihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat
sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Lokal dalam Pendayagunaan
Kelembagaan UKS berbasis Masyarakat.
Bogor, Desember 2005
Erna Susanty
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon, Propinsi Jawa Barat, pada tanggal 11
Oktober 1966 dari pasangan Umar Mudiarto dan Muryati. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kesambi Dalam II pada tahun 1979 di
Kota Cirebon. Pada tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Cirebon. Pada tahun 1985 menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Cirebon. Pada tahun 1991
menyelesaikan pendidikan program Sarjana (S1) pada Sekolah Tinggi
Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.
Penulis menikah dengan Drs. Iri Sapria pada tahun 1991 dan telah
dikaruniai 3 orang anak, yaitu : Reza Nandya Rinaldi (Alm), Dimas Pramudya
Rinaldi (11 tahun), Dhi’fan Fauzan Rinaldi (6 tahun).
Pada tahun 1992 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
pada Departemen Sosial RI., dan ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen
Sosial Propinsi Sulawesi Tengah. Tahun 2000 penulis dipindahtugaskan pada
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung sampai sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................
xiv
PENDAHULUAN .......................................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................................
1
Perumusan Masalah .........................................................................................
4
Tujuan Kajian ...................................................................................................
7
TINJAUAN TEORITIS................................................................................................
8
Kesejahteraan Sosial, Sumber Kesejahteraan Sosial
dan Pendayagunaannya ...................................................................................
8
Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Kelembagaan
UKS dalam Pengembangan Masyarakat .........................................................
11
Tinjauan tentang Kemiskinan dan Keluarga ....................................................
14
Konsep Pemberdayaan dalam Pengembangan Masyarakat .............................
16
Modal Sosial dalam Pengembangan Masyarkat ..............................................
19
Kerangka Pemikiran .........................................................................................
20
METODOLOGI KAJIAN ...........................................................................................
25
Tipe Kajian dan Strategi Kajian .......................................................................
25
Lokasi dan Waktu Kajian .................................................................................
25
Subyek Kajian, Cara Pengumpulan dan Teknik Analisis Data ........................
26
Subyek Kajian ......................................................................................
26
Pengumpulan Data ...............................................................................
27
Teknik Analisis Data ............................................................................
28
Perancangan dan Penyusunan Program Kerja .................................................
28
Kajian Pengembangan Masyarakat
x
PETA SOSIAL SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL KELURAHAN
CIGADUNG KECAMATAN CIBEUNYING KALER KOTA BANDUNG ........
30
Lokasi ...........................................................................................................
30
Kependudukan .............................................................................................
34
Sistem Ekonomi............................................................................................
36
Struktur Komunitas .....................................................................................
38
Kelembagaaan dan Organisasi Sosial ..........................................................
41
Lembaga Kekerabatan/Solidaritas ...................................................
41
Lembaga Ekonomi ...........................................................................
42
Lembaga Pendidikan .......................................................................
43
Lembaga Keagamaan .................. ...................................................
43
Lembaga Pemerintahan ...................................................................
44
Sumber Daya Lokal ......................................................................................
45
Pendayagunaan Kelembagaaan Lokal ..........................................................
46
Pemetaan Permasalahan, Kebutuhan dan Sumber Kesejahteraan Sosial .....
47
EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT .........................
52
Kegiatan Pengembangan Masyarakat melalui Program Terpadu
Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera
(P2WKSS) ....................................................................................................
52
Pengembangan Ekonomi Lokal dari Kegiatan P2WKSS .................
56
Evaluasi Program P2WKSS .............................................................
57
Program Pengembangan Masyarakat melelui Kegaitan Koperasi Warga ....
58
Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan Koperasi Warga..............
60
Evaluasi Kegiatan Koperasi Warga ..................................................
61
Ikhtisar Program Pengembangan Masyarakat ..............................................
62
ANALISIS PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA
KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) ......................................................................
65
Profil Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung ...............................................
65
Kelompok Rereongan ........................................................................
66
Kajian Pengembangan Masyarakat
xi
Koperasi Warga (KOPAGA) dan Program Bantuan Kredit Mikro
PPMK ..............................................................................................
70
Kelembagaan Sosial : PKK dan LPM .............................................
75
Kelompok Pengajian Al-Mutazam ..................................................
79
Analisis Kapasitas dan Faktor-faktor Pendukung/Penghambat
Kelembagaan UKS .......................................................................................
83
Analisis Jaringan Intra Komunitas ...............................................................
90
RANCANGAN STRATEGI PEMBENTUKAN JARINGAN KELEMBAGAAN
UKS DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN .............
96
Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagan UKS .............
96
Tujuan dan Sasaran ........................................................................................
102
Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS ...................
102
Kontribusi Keberadaan Jaringan Kerjasama Kelembagaan UKS WKSBM
Dalam Mensejahterakan Keluarga Miskin .....................................................
104
Program Aksi ..................................................................................................
108
SIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................................
110
Simpulan .........................................................................................................
110
Rekomendasi ...................................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
112
LAMPIRAN ...............................................................................................................
116
Kajian Pengembangan Masyarakat
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat
Di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler
Kota Bandung tahun 2004/2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
Tabel 2
Rincian Responden, Informan dan Cara Pengumpulan Data
27
Tabel 3
Orbitasi, Waktu Tempuh dan Letak Kelurahan Cigadung . .
31
Tabel 4
Luas lahan Kelurahan Cigadung Berdasarkan
Penggunaannya Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
Tabel 5
Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan
Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
34
Tabel 6
Komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tabel 7
36
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
37
Kelembagaan Sosial yang ada di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2003 . . .
44
Tabel 9
Profil Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung . . . . . . . . . .
82
Tabel 10
Analisis Kapasitas Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2005 . . . . 87
Tabel 11
Analisis Masalah dan Cara Mengatasi Masalah dalam
Rangka Pendayagunaan Kelembagaan UKS . .. . . . . . . . . . . . 99
Tabel 12
Rancangan Strategi P embentukan Jaringan
Kelembagaan UKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 102
Tabel 8
Kajian Pengembangan Masyar akat
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Kerangka Pemikiran Pendayagunaan Kelembagaan UKS
dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin . . . . . . . . . . .
24
Peta Lokasi Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying
Kaler Kota Bandung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
Gambar 3
Piramida Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan Usia
dan Jenis Kelamin Tahun 2003 (per 100 orang) . . . . . . . . . . . . 35
Gambar 4
Sistem pelapisan sosial penduduk Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung . . . . . . . . . . . . . . 41
Gambar 5
Jaringan Intra Komunitas Kelurahan Cigadung Tahun 2005. . . 93
Gambar 6
Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan
Kelembagaan UKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
Kajian Pengembangan Masyar akat
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Peta Kelurahan Cigad ung ...............................................................................
117
Surat Keputusan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB .......................................
118
Catatan Hasil PRA ………………………………………………………….. 119
Daftar Hadir Peserta Diskusi Kelompok Terfokus ………………………….. 123
Foto-foto Kegiatan Kajian …………………………………………………… 125
Kajian Pengembangan Masyar akat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 yang berkepanjangan
dan diikuti oleh krisis diberbagai bidang
telah berdampak ke berbagai sektor,
mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat, khususnya penduduk miskin yang
menunjukkan angka yang terus meningkat jumlahnya. Hasil SUSENAS tahun 1996
dan 1999 BPS mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin telah bertambah
hampir 50 % sebagai dampak dari krisis ekonomi. Pada periode tersebut jumlah
rumah tangga miskin telah pula bertambah dari sekitar 6,36 juta KK menjadi 9,64
juta KK.
Upaya penanganan kemiskinan telah dilakukan pemerintah melalui program
bimbingan, bantuan dana dan penyediaan fasilitas yang ditujukan untuk
meningkatkan kelembagaan, partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam
pembangunan
(seperti
program
P2KP,
program
Pemberdayaan
Masyarakat
Kelurahan, UED-SP, dan lain-lain), namun pada akhirnya belum mampu mengatasi
kemiskinan secara menyeluruh. Berbagai laporan evaluasi
program-program
pembangunan yang dilakukan selama ini, menunjukkan bahwa masyarakat menjadi
ketergantungan
pada bantuan-bantuan pemerintah.
Program-program yang
dilaksanakan lebih berorientasi pada pemenuhan target pembangunan dan kurang
memperhatikan keberlanjutan program, proses pendidikan dan pelembagaan
pembangunan.
Belajar dari kegagalan pembangunan pada tiga dekade terakhir, maka terjadi
perubahan paradigma pembangunan dari sentralistik menjadi desentralistik.
Pemerintah
kini sudah mencanangkan pendekatan pembangunan yang bersifat
demokratis dalam arti bersifat memulihkan otonomi (kedaulatan) masyarakat lokal.
Indikasinya adalah dengan diberlakukannya undang-undang no. 22/1999 tentang
otonomi daerah, yang memberikan kewenangan pemerintah daerah dan masyarakat
lokal untuk menyelenggarakan pembangunan sesuai kebutuhannya. Pemerintah saat
ini berupaya untuk mengedepankan inisiatif dan mengoptimalkan segenap potensi
Kajian Pengembangan Masyarakat
2
yang dimiliki masyarakat dalam pembangunan.
Masyarakat berperan sebagai
pelaksana utama pembangunan termasuk pembangunan kesejahteraan sosial,
sedangkan pemerintah hanya sebatas pendukung/fasilitator saja. Esensi dari
pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta
kesejahteraan
masyarakat
secara
menyeluruh
tidak
hanya
menjadi
tanggungjawab pemerintah saja, tetapi juga masyarakat.
Kegiatan kajian di lapangan menunjukkan, dengan dipulihkannya kewenangan
masyarakat lokal dalam penyelenggaraan pembangunan telah menumbuhkan
kesadaran sejumlah anggota masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di
wilayahnya sesuai dengan yang diinginkannya dan ditujukan untuk kesejahteraan
bersama. Selain itu terbatasnya kemampuan pemerintah dan akses yang sulit dalam
menjangkau program-program pembangunan, telah pula mendorong sejumlah
anggota masyarakat untuk melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS)
dalam suatu wadah atau kelompok yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan
kemasyarakatan ataupun mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan usaha kesejahteraan sosial di lokasi kajian, dilaksanakan masyarakat
melalui berbagai bentuk kegiatan. Masyarakat sudah mulai memanfaatkan potensipotensi/sumber kesejahteraan sosial yang ada ( SDM, SDA dan sumberdaya sosial)
termasuk memanfaatkan kelembagaan-kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang
merupakan sumberdaya sosial. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial dilakukan melalui
berbagai perkumpulan, kelompok, maupun kelembagaan. Aktifitas ini dikembangkan
baik oleh individu, keluarga maupun kelompok
Hasil pengamatan pada saat kajian menunjukkan sudah tumbuh dan
berkembang pola kelembagaan usaha kesejahteraan sosial di tingkat lokal dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Lembaga kesejahteraan sosial yang tumbuh secara alamiah dan berkembang dari
kelembagaan tradisional, seperti :
kelompok arisan,
kelompok pengajian,
kelompok PKK dengan berbagai kegiatan; posyandu, posbindu dan dasa wisma
ataupun lembaga pemberdayaan kemasyarakatan yang ada di tingkat kelurahan.
Kajian Pengembangan Masyarakat
3
b. Kelompok-kelompok pelayanan sosial di tingkat masyarakat lokal, seperti : LSM
dalam bidang bantuan keuangan dan koperasi warga.
Keberadaan kelembagaan usaha kesejahteraan sosial tersebut merupakan
potensi, sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial yang bersumberdayakan masyarakat
tersebut perlu dikembangkan, karena diharapkan kelembagaan UKS di masyarakat
akan lebih mampu berperan dalam usaha mencegah, mengatasi dan mengantisipasi
berbagai permasalahan sosial yang tumbuh dan berkembang di tingkat masyarakat
atau lokal. Selain itu usaha kesejahteraan sosial yang makin melembaga dalam
masyarakat, akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan
pembangunan.
Namun disadari sepenuhnya, bahwa upaya yang telah dilakukan oleh
perkumpulan, kelompok, lembaga maupun pranata sosial yang berbasiskan
masyarakat pada akar rumput tersebut masih memiliki kelemahan baik sarana,
prasarana maupun kegiatannya. Kelemahan pada sarana atau prasarana yaitu
menyangkut minimnya fasilitas dan dana untuk
kegiatan, serta kurangnya
pengetahuan para pelaku usaha kesejahteraan sosial tersebut dalam mengelola
kegiatan. Kelemahan pada kegiatan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan tidak
berkelanjutan, kurang terorganisir, tidak/kurang adanya program kegiatan yang
bersifat pemberdayaan, serta tidak adanya kolaborasi antar kelembagaan, sehingga
pencapaian kesejahteraan sosial tidak optimal.
Oleh karena
itu, kajian pengembangan masyarakat difokuskan pada
pendayagunaan kelembagaan UKS. Proses pendayagunaan itu sendiri
pada
hakekatnya merupakan proses pemberdayaan dari kelembagaan UKS tersebut.
Kegiatan
pemberdayaan
memperkuat,
dimaksudkan
mengembangkan
dan
untuk
menumbuhkan,
mendayagunakan
potensi
membangun,
dan
sumber
kelembagaan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan
kontribusinya dalam mensejahterakan keluarga miskin dan mengatasi permasalahan
kemasyarakatan pada umumnya. Selain itu
melalui
upaya pendayagunaan
diharapkan masyarakat dapat lebih mengenali permasalahannya dan secara mandiri
Kajian Pengembangan Masyarakat
4
mengatasi permasalahan
tersebut serta melaksanakan kegiatan pengembangan
masyarakat sesuai aspirasinya.
Hasil kajian inipun diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, khususnya
Departemen Sosial RI sebagai pelaksana teknis bidang pembangunan kesejahteraan
sosial . Selain itu dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah lokal dalam
pemberdayaan kelembagaan UKS yang
ada di masyarakat, sehingga
memberikan kontribusi dalam mensejahterakan
mampu
keluarga miskin dan mengatasi
permasalahan kemasyarakatan yang terjadi.
Perumusan Masalah
Berbagai permasalahan sosial sebagaimana umumnya yang terjadi pada
masyarakat perkotaan juga dijumpai dilokasi kajian. Salah satu permasalahan sosial
yang selalu menarik untuk dikaji
adalah masalah kemiskinan perkotaan yang
frekuensinya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil
SUSENAS 2002 jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan
adalah sebesar 37,5 juta jiwa, dimana sebagian besar tinggal di daerah kumuh
perkotaan.
Bahwa masalah kemiskinan masih menjadi penyebab munculnya berbagai
permasalahan sosial, demikian halnya yang terjadi di lokasi kajian. Permasalahan
anak putus sekolah, rendahnya kualitas kesehatan dan gizi keluarga, kenakalan
anak/remaja, pekerja anak di bawah umur, konflik sosial, pengangguran adalah wujud
nyata sebagai akibat kemiskinan yang dialami sebagian warga masyarakat. Berbagai
upaya telah dilakukan masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang
terjadi.
Kegiatan usaha kesejahteraan sosial merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
upaya mengatasi permasalahan sosial baik secara individu, keluarga ataupun
masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan UKS tidak hanya
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
secara
ekonomi
saja,
tetapi
juga
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan sosial, sehingga diharapkan masyarakat
dapat menampilkan peranan sosial sebaik-baiknya. Kegiatan - kegiatan UKS tersebut
Kajian Pengembangan Masyarakat
5
telah dilaksanakan masyarakat di lokasi kajian. Keberadaan kelompok-kelompok atau
kelembagaan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilaksanakan sejumlah
anggota masyarakat, seperti; majelis taklim (kelompok pengajian), koperasi warga
ataupun kelompok rereongan
telah dirasakan manfaatnya, baik dalam mengatasi
permasalahan kemasyarakatan secara individual, keluarga ataupun kelompok. Melalui
lembaga/organisasi berbasis komunitas inilah masyarakat dapat menemukan solusi
dari
permasalahan
yang
dihadapi
ataupun
untuk
melaksanakan
kegiatan
kemasyarakatan secara bersama.
Namun yang menjadi permasalahan adalah berbagai permasalahan baik yang
berasal dari dalam (internal) maupun
luar (eksternal) seringkali menyebabkan
kelembagaan ataupun kelompok-kelompok kegiatan masyarakat yang bergerak di
bidang usaha kesejahteraan sosial tersebut sepertinya menjadi kurang berdaya.
Permasalahan internal, berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki kelembagaan
seperti : dana, sarana, prasarana dan kegiatan pelayanan usaha kesejahteraan sosial
yang dilaksanakan. Pada kajian ini dapat dicontohkan, kelompok warga yang sepakat
mendirikan koperasi warga dengan tujuan mengatasi permasalahan ekonomi yang
dialami sebagian besar anggota masyarakat. Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa bantuan pinjaman permodalan saja tidak cukup mengatasi permasalahan yang
terjadi, akan tetapi bantuan pendampingan dalam usaha ekonomi produktif yang
dilaksanakan masyarakat perlu juga dilakukan, untuk keberlanjutan dari kegiatan
yang dilakukan. Demikian halnya dengan kelembagaan/kelompok rereongan ataupun
pengajian yang menjadi fokus kajian, kegiatan yang dilaksanakan bersifat sementara
dalam arti tidak ada upaya pemberdayaan yang dilakukan. Kegiatan usaha
kesejahteraan sosial, khususnya yang ditujukan untuk membantu keluarga miskin
sebatas bantuan saja, tidak ada upaya pemberdayaan yang dapat menjadikan keluarga
miskin tersebut nantinya dapat menjadi mandiri dan swadaya dalam mengatasi
permasalahannya. Permasalahan internal lainnya yang dijumpai berkaitan dengan
dana, yakni dana yang dimiliki kelembagaan yang ada di masyarakat, seringkali
tidak cukup untuk mengatasi permasalahan yang ada. Kelompok PKK yang
merupakan kelembagaan bentukkan pemerintah dan keberadaannya masih dibutuhkan
Kajian Pengembangan Masyarakat
6
masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah; dengan kegiatan posyandu
dan penyuluhan sosial, dalam pelaksanaan kegiatan kurang lancar karena terbentur
minimnya dana yang dimiliki.
Selain
permasalahan-permasalahan
sebagaimana
diuraikan
di
atas,
permasalahan yang berasal dari luar kelembagaan juga menjadi hambatan dalam
pencapaian tujuan dari masing-masing kelembagaan tersebut. Kurang/tidak adanya
dukungan dari pemerintah setempat untuk tumbuh dan berkembangnya kelembagaankelembagaan
yang
telah
ada.
Pemerintah
cenderung
membentuk
kelembagaan/organisasi baru untuk mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Dalam
kondisi demikian, maka kelembagaan lokal yang berbasis komunitas menjadi
terpengaruh perkembangannya, bahkan ada diantaranya dalam keadaan stagnasi dan
disorganisasi. Tidak adanya sinergitas dalam pelaksanaan kegiatan UKS juga
menyebabkan terjadinya tumpang tindih dalam pelayanan sosial yang ditujukan bagi
masyarakat, khususnya pelayanan sosial bagi masyarakat tidak mampu/miskin.
Pelayanan sosial/bantuan kepada masyarakat miskin yang dilakukan kelembagaan
sifatnya sektoral dan insidental, sehingga program kegiatan tidak dapat mengatasi
permasalahan akar kemiskinan sesungguhnya.
Untuk itu diperlukan suatu upaya pendayagunaan pada kelompok/kelembagaan
UKS berbasis masyarakat tersebut. Upaya pendayagunaan dimaksud pada hakekatnya
merupakan upaya pemberdayaan, yakni mengutamakan inisiatif dan kreasi
masyarakat dengan strategi memberi kekuatan (power) kepada kelembagaan tersebut,
sehingga diharapkan keberdayaannya dapat mensejahterakan masyarakat khususnya
keluarga miskin. Menyadari hal yang demikian, perlu adanya suatu media atau
wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat yang dapat mempertemukan atau
menjembatani kerjasama sinergis dari kelembagaan-kelembagaan tersebut, sehingga
tujuan mensejahterakan keluarga miskin dan masyarakat pada umumnya dapat
tercapai lebih optimal.
Kajian Pengembangan Masyarakat
7
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perumusan masalah pada kajian ini adalah :
a. Bagaimana karakteristik kemiskinan (keluarga miskin) yang ada di masyarakat
kelurahan Cigadung ?
b. Bagaimana bentuk/profil dan pendayagunaan kelembagaan UKS yang dimiliki
masyarakat di kelurahan Cigadung ?
c. Bagaimana kapasitas yang dimiliki kelembagaan UKS dan faktor-faktor apa yang
mendukung/menghambat dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS di
kelurahan Cigadung ?
d. Bagaimanakah bentuk jaringan intra komunitas yang terjadi di kelurahan
Cigadung ?
e. Bagaimanakah strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS yang tepat
dalam mensejahterakan keluarga miskin ?
Tujuan Kajian
Kajian bertujuan untuk mengkaji dan merumuskan strategi pendayagunaan yang
tepat bagi kinerja kelembagaan UKS sehingga dapat memberikan kontribusi dalam
mensejahterakan masyarakat, khususnya keluarga miskin.
Secara khusus kajian ini bertujuan :
a.
Mengetahui dan memahami permasalahan kemiskinan (keluarga miskin) yang
terdapat di komunitas kelurahan Cigadung.
b. Mengetahui
dan
mengidentifikasi
profil
kelembagaan
UKS
serta
pendayagunaannya di masyarakat kelurahan Cigadung dalam mengatasi
permasalahan sosial, khususnya permasalahan kemiskinan.
c.
Menganalisis kapasitas yang dimiliki kelembagaan UKS dan faktor pendukung/
penghambat dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS yang terdapat di
kelurahan Cigadung.
d. Mengidentifikasi bentuk jaringan intra komunitas yang terjadi di kelurahan
Cigadung.
e.
Menyusun rancangan program/strategi pembentukan jaringan yang tepat bagi
kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat.
Kajian Pengembangan Masyarakat
TINJAUAN TEORITIS
Kesejahteraan Sosial, Sumber Kesejahteraan Sosial dan Pendayagunaannya
Undang-undang RI nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan -ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial memberikan batasan Kesejahteraan Sosial sebagai
berikut :
“ Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual
yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan
batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan
usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial
yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan
Pancasila “.
Definisi lain tentang kesejahteraan sosial menurut batasan PBB yakni sebagai,
Kegiatan -kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu
atau
masyarakat
meningkatkan
guna
memenuhi
kesejahteraan
selaras
kebutuhan-kebutuhan
dasarnya
dan
dengan
keluarga
dan
kepentingan
masyarakat (Suharto Edi, 1997).
Selanjutnya mengacu pendapat tersebut, kesejahteraan sosial sebagai suatu
institusi dan bidang kegiatan menunjuk pada kegiatan-kegiatan yang terorganisir
yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta
yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap
pemecahan masalah dan peningkatan kesejahteraan/kualitas kehidupan individu,
kelompok dan masyarakat. Organisasi atau kelembagaan yang melaksanakan
kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial disebut sebagai lembaga kesejahteraan
sosial.
Berdasarkan pengertian kesejahteraan sosial
tersebut, maka dapat
disimpulkan kesejahteraan sosial merujuk pada :
a. Kondisi statis atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial.
b. Kondisi dinamis, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir
untuk mencapai kondisi statis di atas.
Kajian Pengembangan Masyarakat
9
c. Institusi, arena atau bidang kegiatan melibatkan lembaga kesejahteraan sosial
dan
berbagai
profesi
kemanusiaan
yang
menyelenggarakan
usaha
kesejahteraan sosial dan atau pelayanan sosial.
Pembangunan kesejahteraan sosial sendiri berorientasi dan berwawasan ke
depan, searah dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Sasaran
pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai latar
dan golongan dengan prioritas utama para penyandang masalah sosial.
Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial menurut Departemen Sosial R.I.
seperti yang tertuang dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Depsos
R.I. (2003), adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik perorangan, keluarga, kelompok dan
komunitas masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia serta nilai
sosial budaya setempat.
Selanjutnya merujuk pendapat Suharto (2003) mengemukakan bahwa
kesejahteraan keluarga merupakan suatu keadaan keberfungsian individu dan
keluarga dalam melaksanakan aktifitas hidupnya yang ditandai dengan
terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang,pangan dan papan), terpenuhinya akses
terhadap kesehatan, pendidikan dan transportasi serta mampu menampilkan
peranan sosial dan mengatasi permasalahan sosial secara mandiri.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial
keluarga ditunjukkan pada kondisi-kondisi yang memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga. Pemenuhan kebutuhan ini akan
berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan keluarga, sehingga
pada gilirannya akan berpengaruh pula pada kemampuan pelaksanaan peran
sosial anggota keluarga.
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan baik oleh individu,
keluarga ataupun masyarakat secara luas, maka sumber adalah sesuatu yang
memiliki nilai dan dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah dan
memenuhi kebutuhan.
Hermawati (2001 : 70 – 71) mengategorikan ada tiga jenis sumber yang dapat
digali dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu :
Kajian Pengembangan Masyarakat
10
a. Sumber daya manusia (human resources), yaitu sumber yang diperoleh
dari
manusia berupa tenaga, pikiran, kekuatan, ketrampilan dan
sebagainya.
b. Sumber daya alam (phiysical resources), yaitu sumber yang diperoleh
dari alam semesta dan lingkungan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat seperti air, batu, tumbuhan, bahan
tambang, dan sebagainya.
c. Sumber daya kelembagaan (institutional resources), yaitu sumber yang
diperoleh dari lembaga/badan sosial yang ada di masyarakat, seperti
lembaga sosial, rumah sakit, sekolah, dan sebagainya.
Berdasarkan pada pengertian sumber sebagaimana dikemukakan di atas,
maka sumber kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai sumber, potensi yang
dapat digunakan dalam usaha kesejahteraan sosial. Hal yang sama dikatakan
Pincus dan Minahan (1973 : 4-9), sumber kesejahteraan sosial diartikan sebagai
sarana yang menyebabkan berlangsungnya kegiatan usaha kesejahteraan sosial.
Masing-masing sumber kesejahteraan sosial tersebut dapat melakukan
sendiri, mewakili lembaga, bersama-sama dalam satu kelompok pelayanan secara
profesional atau hanya dalam kondisi tertentu saja. Melengkapi pengertian
tentang sumber tersebut, menurut Pusdatin Kessos (2001: 10-11) yang dimaksud
sumber kesejahteraan sosial adalah semua hal yang berharga yang dapat
digunakan
untuk
menjaga,
menjunjung,
menciptakan,
mendukung
dan
memperkuat usaha kesejahteraan sosial.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, sumber
kesejahteraan sosial
adalah sarana, baik yang berasal dari unsur alam,
manusia dan sosial yang dapat dimanfaatkan oleh orang baik secara individu,
kelompok maupun kolektif untuk mendukung terciptanya kesejahteraan sosial.
Brown dalam Payne (1986: 50) menambahkan bahwa:
“Sumber kesejahteraan sosial dapat berdaya guna dalam proses
pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah bila memiliki srtategistrategi tertentu dalam pendayagunaannya. Strategi yang dimaksud
adalah:
a. Strategi orientasi internal, meningkatnya kualitas sumber internal
agar mampu menggali dan menggunakan potensi-potensi yang ada
pada dirinya serta mampu menjangkau potensi dan sumber yang ada
diluar dirinya.
b. Strategi orientasi eksternal, meningkatn ya kualitas sumber eksternal
agar mampu menjangkau dan memberikan pelayanan secara optimal
kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Adapun strategi yang
digunakan adalah : (1) peningkatan, (2) pengorganisasian manajemen
Kajian Pengembangan Masyarakat
11
pelayanan, (3) perluasan, yaitu memperluas jangkauan jaringan dan
distribusi pelayanan.
c. Strategi orientasi internal-eksternal, meningkatkan sumber internal dan
eksternal agar terjalin interaksi dan integrasi yang harmonis. (Runian
Brown dalam Payne, 1986: 50)” .
Mengacu pada pendapat Brown di atas, maka strategi perpaduan orientasi
internal-eksternal merupakan strategi yang dirasa tepat dapat dilakukan dalam
upaya pendayagunaan kelembagaan UKS yang menjadi fokus kajian ini.
Adapun pendayagunaan sumber kesejahteraan sosial dilaksanakan secara
partisipatif dengan langkah-langkah, sebagai berikut :
a. Analisis kebutuhan, yakni mengumpulkan data dan mencari informasi
mengenai kebutuhan yang diperlukan dan bagaimana kebutuhan tersebut
dipenuhi.
b. Identifikasi sumber,
yaitu menentukan potensi dan sumber yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
c. Memobilisasi sumber, yaitu menggali sumber, menghubungkan dan
memanfaatkan sumber.
d. Manajemen sumber, yaitu mengatur, mengalokasikan dan menggunakan
sumber agar proses pemenuhan kebutuhan dapat berhasil secara optimal dan
berkesinambungan.
Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Kelembagaan UKS
dalam Pengembangan Masyarakat
Menurut Undang-undang RI no.6 tahun 1974 bab I pasal 2 ayat 2 yang
dimaksud dengan Usaha Kesejahteraan Sosial adalah segala upaya pemikiran
yang diterjemahkan dalam program dan dijabarkan dalam kegiatan untuk
mewujudkan,
memelihara,
memulihkan
dan
mengembangkan
taraf
kesejahteraan sosial. Selanjutnya dalam pelaksanaannya kegiatan UKS memiliki
prinsip dasar, yakni ; (1) Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan
sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta
dalam kegiatan UKS, (2) UKS merupakan tangggung jawab bersama pemerintah
dan masyarakat, dan (3) Nilai-nilai kemanusiaan, kekeluargaan, kegotong
Kajian Pengembangan Masyarakat
12
royongan, kebersamaan, kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan
keadilan sosial tercermin dalam UKS.
Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kegiatankegiatan yang dilaksanakan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan
kemasyarakatan ataupun untuk mewujudkan pembangunan adalah merupakan
suatu kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Selain itu suatu kegiatan UKS
dilaksanakan tidak semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat secara
ekonomi, tetapi juga seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia serta nilai sosial budaya masyarakat setempat.
Kegiatan UKS memiliki fungsi pokok, sebagai berikut : (1) Usaha
pencegahan/preventif, yakni usaha yang mengarah kepada semakin terciptanya
dan terbinanya kondisi sosial masyarakat yang dinamis yang memungkinkan
masyarakat menjadi penangkal dalam mencegah dan atau mengatasi
permasalahan kesejahteraan sosial di lingkungannya, (2) Usaha rehabilitasi,
yakni usaha yang mengarah kepada pemulihan harga diri, penanaman rasa
percaya diri, perluasan wawasan, menumbuhkan motivasi dan kemampuan agar
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dapat secara mandiri
melaksanakan fungsi sosialnya, (3) Usaha pengembangan, usaha yang bersifat
mengembangkan sumber daya manusia dalam mengatasi atau memperbaiki
sebagai individu dan masyarakat serta ikut dalam pembangunan, (4) Usaha
penunjang, usaha untuk mendorong dan membantu agar usaha-usaha di bidang
kesejahteraan sosial dapat lebih berkembang dan berdaya guna.
Kegiatan UKS dilaksanakan masyarakat dalam berbagai kelompok/
kelembagaan sosial. Definisi kelembagaan sosial atau pranata sosial menurut
Koentjaraningrat (1986: 165) adalah “suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat”. Definisi tersebut menekankan
pada sistem tata kelakuan atau sistem norma untuk memenuhi kebutuhan.
Pengertian lain tentang kelembagaan dan menyebutnya sebagai lembaga
kemasyarakatan menurut Soekanto (1982: 177-178) adalah “himpunan normanorma yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia”. Sistem norma
merupakan salah satu unsur dari kebudayaan, atau merupakan unsur pokok
Kajian Pengembangan Masyarakat
13
dalam kehidupan bermasyarakat. Kelembagaan merupakan tempat dimana norma
tersebut hidup dan dijaga.
Definisi lain mengenai kelembagaan adalah sumbangan dari Studi Sosiologi
Kelompok (Syahyuti, 2003) mengatakan, bahwa “ kelembagaan yang tumbuh di
masyarakat diumpamakan ibarat organ -organ yang ada dalam tubuh manusia,
yang masing-masing menjalankan fungsinya, dan satu sama lain saling
berkaitan. Masyarakat akan berjalan baik apabila kelompok-kelompok sosial
yang ada menjalankan fungsinya dengan baik pula”.
Garcia (1994) dalam Syahyuti menambahkan bahwa kele mbagaan tak
sekedar group of people. Tanpa kelembagaan, maka tak akan ada masyarakat
dengan segala kebudayaannya. Kelembagaan bertanggung jawab terhadap
kebutuhan manusia dan kelangsungan masyarakat. Dari sisi sudut pandang
ekonomi, fungsi utama kelembagaan adalah agar tercapai efisiensi dalam
bertindak. Di sisi lain, kelembagaan juga menjadi wadah untuk menumbuhkan
tindakan kolektif di tingkat lokal sehingga mampu menciptakan perubahan arah
struktur ekonomi masyarakat.
Selanjutnya merujuk pendapat Syahyuti pula,
bahwa ada empat dimensi untuk dapat memahami kinerja suatu kelembagaan,
yaitu : (1) Kondisi lingkungan eksternal, yaitu lingkungan sosial dimana suatu
kelembagaan hidup. (2) Motivasi kelembagaan, yaitu bagaimana visi dan misi
yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan suatu kelembagaan. (3)
Kapasitas kelembagaan, yakni bagaimana kemampuan kelembagaan untuk
mencapai tujuan-tujuannya. (4) Kinerja kelembagaan, yaitu bagaimana strategi
yang dijalankan suatu kelembagaan dalam mencapai tujuan, bagaimana
penggunaan sumber daya dan keberlanjutan kegiatan yang dilaksanakan.
Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana di atas, maka kelembagaan usaha
kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau
norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan UKS. Melalui
kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan
organisasi sosial mengatur hubungan manusia tersebut. Dengan demikian
fungsinya adalah untuk mengatur anggota masyarakat dalam melaksanakan
kegiatan UKS dan sebagai wadah aspirasi
dalam pelaksanakan kegiatan
kemasyarakatan. Kegiatan UKS juga merupakan aktualisasi dari bentuk
Kajian Pengembangan Masyarakat
14
hubungan kekerabatan yang dilakukan masyarakat, hal tersebut mendukung
pendapat Nasdian (2004) bahwa “Dalam konteks sosio budaya , hubungan yang
dijalin melalui kekerabatan dan kebersamaan dalam masyarakat, dapat dikelola
untuk memecahkan masalah -masalah sosial atau mengembangkan kegiatan
sektor sosial misalnya dalam mengatasi masalah sosial, kematian, gotong
royong, membantu anak yatim, dan lain-lain”.
Hasil penelitian Lea Jelinek (1999)
di Jakarta yang meneliti tentang
Dinamika hubungan antar kelompok juga menemukan bahwa dalam kehidupan
kota ternyata masih memiliki potensi dalam bentuk kegotong royongan,
kebersamaan, kekeluargaan yang diwadahi dalam suatu organisasi ketetanggaan
atau disebut juga sebagai institusi lo kal (kelembagaan lokal). Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa kelembagaan yang ada telah menciptakan mekanisme
pemecahan masalah.
Dari uraian -uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan
UKS
merupakan manifestasi dari peran serta masyarakat dalam kegiatan
pengembangan masyarakat termasuk pembangunan kesejahteraan sosial yang
perlu dipelihara dan dikembangkan karena merupakan wahana yang potensial
untuk menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang
dirasakan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya.
Tinjauan tentang Kemiskinan dan Keluarga
Kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja
melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Untuk itu
tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul ketika fenomena
kemiskinan diobyektifkan dalam bentuk angka-angka. Dengan kata lain, tidak
mudah untuk menentukan berapa rupiah pendapatan yang harus dimiliki oleh
setiap orang agar terhindar dari garis batas kemiskinan.
Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) bekerja sama
dengan
Lembaga
Penelitian
SMERU
(2000;1)
dalam
Suharto
(2003)
menjelaskan beberapa definisi kemiskinan :
a. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam
bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material
yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi
Kajian Pengembangan Masyarakat
15
kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang
buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
b. Kadang -kadang kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak
memiliki aset-aset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit
dan lain -lain.
c. Kemiskinan non -material meliputi berbagai macam kebebasan, hak
untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga, dan
kehidupan yang layak.
Saat ni terdapat banyak cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang
berbeda-beda. Biro Pusat Statistik (BPS) memberikan alternatif untuk mengukur
garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang
harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari-hari yaitu sebesar 2100 kalori.
Kriteria lain yang digunakan untuk mengukur kemiskinan penduduk adalah
dengan menggunakan ratio -kebutuhan fisik minimum (R-KFM). Apabila
diasumsikan kebutuhan fisik minimum sesuai dengan kondisi yang dihadapi
sekarang ini untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum empat sehat lima
sempurna adalah sebesar Rp. 2.500.- per kapita per hari, maka dapat ditentukan
besarnya kebutuhan fisik minimum perbulan yaitu Rp. 2.500.- x 30 hari = Rp.
75.000.- dan pertahuan sebesar Rp. 2.500.- x 365 hari = Rp. 912.500.- (Husin;
1993 dalam Supriatna).
Sayogyo dalam
Nugroho
(1995;30)
mengusulkan
cara
mengukur
kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut. Cara yang dikembangkan
adalah memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan
beras dan gizi. Berdasarkan hal tersebut, ada tiga golongan orang miskin, yaitu
golongan paling miskin, yang mempunyai pendapatan perkapita per tahun beras
sebanyak 240 kg atau kurang, golongan miskin sekali yang mempunyai
pendapatan perkapita pertahun beras sebanyak 240 sampai dengan 360 kg, dan
lapisan miskin yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras lebih dari
360 kg tetapi kurang dari 480 kg.
Suharto (2004) mengemukakan bahwa ada tiga kategori kemiskinan yang
menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu : (a) Kelompok yang paling
miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok
ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya
tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses
Kajian Pengembangan Masyarakat
16
terhadap berbagai pelayanan sosial, (b) Kelompok miskin (poor), kelompok ini
memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki
akses terhadap pelayanan sosial dasar, seperti masih memiliki sumber-sumber
finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta huruf, dan (c)
Kelompok
rentan (vulnerable group ), kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari
kemiskinan, karena memiliki kehidupan relatif lebih baik ketimbang kelompok
destitute maupun miskin.
Selanjutnya Suharto (2004) mengungkapkan bahwa secara tegas, memang
sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan sosial adalah salah satu
kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa
kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok
miskin
secara
simultan.
Dalam
kaitan
ini,
maka
seringkali
orang
mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan status atau profil yang melekat
padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku adat terpencil, jompo
terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dan lain -lain adalah beberapa
contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di
Indoensia. Suharto (2004) menyebutkan bahwa belum ada hasil penelitian yang
komprehensif apakah mereka ini tergolong pada kelompok destitute, poor atau
vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara
ketiga kategori tersebut membentuk piramida kemiskinan.
Konsep Pemberdayaan dalam Pengembangan Masyarakat
Pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat menjadi penting apabila
pemerintah bertekad memasuki paradigma pembangunan berpusat pada rakyat,
karena berkaitan dengan upaya pengembangan sumberdaya manusia pada aras
lokal. Konsep pemberdayaan lebih didasari atas teori kekuasaan (power)
sebagaimana dikemukakan perspektif sosiologi struktural fungsionalis. Parson
dalam Hikmat (2001), melihat kekuasaan dalam masyarakat adalah kekuatan
anggota masyarakat secara keseluruhan yang disebut dengan tujuan kolektif.
Tujuan kolektif akan dapat direalisasikan apabila masyarakat memiliki
serangkaian pengetahuan, keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan.
Kajian Pengembangan Masyarakat
17
Menurut Uphoff (1988), untuk mendorong munculnya kesesuaian
antara
kegiatan pengembangan dengan kondisi lokal diperlukan cara-cara tradisional
yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya materiil yang
dibutuhkan termasuk pula kelembagaan lokal. Kata tradisional (lo kal) semakin
penting apabila kegiatan yang dilaksanakan diarahkan pada tumbuhnya
kepercayaan diri (self-reliance) masyarakat lokal.
Pemahaman makna keseluruhan dan tujuan kolektif dalam konteks
pengembangan masyarakat, menurut Cary (1970), pada intinya merupakan usaha
yang disengaja dan dilakukan bersama-sama oleh orang -orang dalam masyarakat
dalam mengarahkan masa depan masyarakat serta membangun serangkaian
teknik yang diakui dan didukung masyarakat serta ditujukan untuk mencapai
kehidupan sosial yang lebih baik dimasa depan. Pandangan serupa juga
dikemukakan oleh Korten (1998) dalam Pramono (2003) bahwa pembangunan
yang lebih berpihak kepada rakyat tetap saja dituntun oleh suatu paradigma
(baru) yang didasarkan pada gagasan dan nilai-nilai, teknik sosial, dan teknologi
altenatif, namun sasarannya terfokus pada pertumbuhan umat manusia.
Berdasarkan pandangan Cary dan Korten , kegiatan melalui pemberdayaan,
sebaiknya diarahkan pada kesadaran masyarakat untuk berperan dan membangun
serangkaian cara dalam memenuhi tuntutan kebutuhan. Dengan demikian,
kesempatan masyarakat lokal mengorganisasi kemampuan dan potensi yang
dimiliki harus sama pentingnya dengan peningkatan ekonomi yang selama ini
menjadi tujuan pengembangan masyarakat.
Melibatkan kemampuan dan potensi masyarakat lokal membangun
serangkaian cara guna memenuhi kebutuhannya., diperlukan adanya kesadaran,
dan ini merupakan faktor yang akan menjembatani antara keinginan dan tindakan
kolektif. Kesadaran menurut Freire dalam Hikmat (2001), dinyatakan sebagai
conscientization process yang akan memberikan pemahaman tentang apa yang
dibutuhkan, kelebihan dan kekurangan dari potensi yang dimilki masyarakat.
Melalui kesadaran ini diharapkan akan terbentuk tingkah laku yang mandiri.
Merujuk pandangan social behaviorism Mead dalam Panjaitan
tingkah laku
sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial (struktur sosial), aspek tingkah laku
yang teramati (eksternal) dan aspek mental (internal). Kesadaran tingkah laku
Kajian Pengembangan Masyarakat
18
semacam ini memberikan kemungkinan bagi masyarakat lokal mengurangi
ketergantungan mereka terhadap inisiatif fasilitator dan kepemimpinan pada
tingkat kabupaten dan propinsi.
Merujuk hal-hal tersebut dan mengaitkannya dengan filsafat politik
keadilan sosial, maka pemberdayaan sebagaimana dikemukakan Ife (1995)
memiliki dua konsep berbeda yaitu kekuasaan dan kekurang-beruntungan.
Pertama, pemberdayaan dilihat dari pemberian kekuasaan kepada individu atau
kelompok. Mengijinkan mereka menentukan kekuatan di dalam tangan mereka
sendiri. Kedua, pemberdayaan dilihat dari kekurangberuntungan, ini lebih
dilatarbelakangi pada struktur sosial yang mengakibatkan masyarakat tidak
memiliki ruang yang memadai untuk berpartisipasi (berperan) dalam proses
pembangunan diwilayahnya.
Pandangan tentan g kekuatan juga diperkuat Friedman dalam Mardiniah
(2003), bahwa pemberdayaan dimaknai sebagai mendapatkan kekuatan (power)
dan mengaitkannya dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan
akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar dari kekuasaan dalam suatu
sistem
atau
organisasi.
Akses
tersebut
dipergunakan
untuk
mencapai
kemandirian dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, golongan miskin
dapat mengorganisasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk
menentukan, merencanakan dan melaksanakan apa yang menjadi keputusan
kolektif mereka.
Berdasarkan deskripsi di atas, kegiatan pemberdayaan diarahkan kepada
upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber-sumber sosial sehingga
masyarakat dapat menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, menyatakan pendapatpendapatnya dan dapat menggali serta memanfaatkan sumber -sumber lokal yang
tersedia. Dengan demikian pendayagunaan UKS pada hakekatnya juga adalah
suatu upaya pemberdayaan,yaitu upaya yang dilakukan masyarakat untuk
menjadikan kelembagaan UKS yang ada dan dimiliki menjadi lebih berdayaguna
dalam mengatasi permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan .
Kajian Pengembangan Masyarakat
19
Modal Sosial dalam Pengembangan Masyarakat
Kehidupan komunitas dipengaruhi oleh lembaga maupun organisasiorganisasi pada tingkat lokal, sebagai bagian dari sistem kelembagaan lokal.
Kelembagaan/organisasi sosial dalam komunitas baik berupa kelompok formal
dan informal, semuanya itu sebagai suatu sistem yang mendasari munculnya
suatu modal sosial dalam komunitas. Modal sosial sebagai suatu sistem yang
mengacu kepada lembaga/organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan
umum, pertukaran informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang
melekat dalam suatu sistem jaringan sosial, kelompok-kelompok formal dan
informal serta assosiasi yang melengkapi modal-modal sosial lainnya (fisik,
budaya dan manusiawi) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif,
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta & Cullen dalam Nasdian,
2003).
Dari pandangan tersebut, maka organisasi/kelembagaan UKS yang ada di
kelurahan Cigadung, sebagai modal sosial yang dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan masyarakat, karena kelembagaan yang ada tumbuh dan
berkembang atas inisiatif masyarakat. Seperti yang diungkapkan Darmayanti
dalam Nuryana (2002), bahwa kehidupan berorganisasi/kelompok di perkotaan,
dapat dikatakan sebagai modal sosial di tingkat komunitas ketetanggaan,
kehidupan berkelompok/berorganisasi antar warga menggambarkan dinamika
tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk
peningkatan kesejahteraan keluarga/rumah tangga.
Di tingkat pedukuhan atau kampung terdapat modal sosial, berupa perilaku
sadar dari masyarakat untuk melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan ,
yang selanjutnya dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat. Oleh karenanya sistem kelembagaan dalam kehidupan komunitas,
yang diwarnai kegiatan usaha kesejahteraan sosial, dapat menjadi modal sosial
untuk memberdayakan masyarakat. Modal sosial sebagai piranti sosial yang
berakar pada komunitas, dapat berfungsi secara maksimal tetapi dinamik dalam
mengatasi masalah sosial, jika merujuk pada organisasi/kelembagaan sosial, yang
memiliki jaringan kerja, norma-norma dan kepercayaan yang memfasilitasi
Kajian Pengembangan Masyarakat
20
terciptanya koordinasi dan kooperasi bagi kepentingan bersama dalam sebuah
komunitas (Putnam, 1970 dalam Nuryana, 2002).
Suatu komunitas membangun modal sosial melalui pengembangan
hubungan-hubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan pemilikan
komunitas dan kepercayaan. Sumber -sumber modal sosial itu muncul dalam
bentuk tanggung jawab dan harapan -harapan yang tergantung dari kepercayaan
dari lingkungan sosial, kemampuan aliran informasi dalam struktur sosial dan
norma-norma yang disertai sangsi. (Coleman, 1988 dalam Seregaldin dan
Dasgupta, 2000).
Kelembagaan UKS merupakan refleksi dari kesadaran dan tanggung jawab
sosial masyarakat terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan
dan menanggulangi berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang
dilingkungan sosialnya pada tingkat lokal.
Kelembagaan UKS
sebagai organisasi akar rumput, maka organisasi
seperti ini sangat tepat sebagai pintu masuk bagi program pengembangan
masyarakat. Melalui organisasi-organisasi ini musyawarah awal mengenai
bentuk program pengembangan masyarakat apa yang dimainkan dan mekanisme
pengelolaannya yang dilakukan. Hal ini dapat menjadi modal dasar pengelolaan
organisasi sesuai visi bersama masyarakat.
Adanya modal sosial pada masyarakat yang tinggi dapat mempermudah
terjadinya partisipasi masyarakat. Demikian juga untuk mendukung kegiatan dan
program dari pemerintah serta memungkinkan munculnya inisiatif lokal yang
tinggi untuk membangun dirinya sendiri.
Kerangka Pemikiran
Berkembangnya fenomena kemiskinan, keterlantaran dan tuna sosial akibat
krisis
yang
berkepenjangan
membutuhkan
intervensi
pemerintah
yang
komprehensif. Berbagai penanggulangan masalah kemiskinan telah dilaksanakan
pemerintah, seperti melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau social
safety net (SSN) dan program kompensasi (CP) yang dipadu dengan program
penanggulangan kemiskinan atau poverty allevation (PA).
Kajian Pengembangan Masyarakat
21
Sayangnya,
berbagai
pelaksanaan
program
penanggulangan
kemiskinan
dihadapkan pada kenyataan adanya keterbatasan kemampuan keuangan negara
pada satu sisi, dan besarnya permasalahan yang harus ditangani pada sisi lainnya.
Menghadapi kondisi demikian, strategi pelaksanaannya adalah memberikan
peran
yang
lebih
besar
kepada
masyarakat
untuk
membangun
dan
memberdayakan dirinya atas dasar kekuatan (power) potensi yang dimilikinya.
Dalam hal ini, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk
menciptakan peluang dan kondisi yang kondusif–stabil bagi tumbuh kembangnya
peran aktif masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pendekatan pembangunan
yang berpusat pada rakyar (people centre develop ment).
Kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,
tetapi juga masyarakat. Kegiatan UKS dilakukan masyarakat melalui berbagai
perkumpulan, kelompok, lembaga maupun pranata sosial ditingkat lokal.
Keberadaan kelembagaan UKS sebagai salah satu sumber kesejahteraan sosial
merupakan potensi,
sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial. Kegiatan UKS yang makin melembaga dalam
masyarakat, akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan. Kelembagaan UKS merupakan modal sosial yang
potensial untuk dapat dikembangkan dalam penanganan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS), yakni mensejahterakan
masyarakat khususnya
masyarakat yang berasal dari golongan tidak mampu/keluarga miskin.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan di bidang UKS telah
dilakukan masyarakat pada tingkat lokal;
baik melalui kelembagaan yang
bersifat tradisional dan tumbuh secara alamiah, s eperti kegiatan arisan, kelompok
pengajian dan kelompok rereongan, maupun melalui kelembagaan yang sengaja
dibentuk
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
ataupun
mengatasi
permasalahan sosial yang terjadi seperti koperasi warga, kelompok PKK dan
lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) yang dulu dikenal dengan istilah
LKMD. Keberadaan kelembagaan -kelembagaan UKS tersebut telah dapat
dirasakan manfaatnya dalam membantu warga mengatasi masalah ekonomi, baik
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ataupun sebagai modal usaha (melalui
KOPAGA).
Kajian Pengembangan Masyarakat
22
Selain KOPAGA kegiatan UKS yang juga dirasakan manfaatnya yakni
perilaku yang telah lama dikenal dan diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih
asah dan silih asuh. Nilai-nilai itu dapat difungsikan untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya. Perwujud annya berupa; gotongroyong dalam kegiatan kemasyarakatan (pembangunan masjid, pembuatan MCK,
atau perbaikan saluran air), musyawarah dalam memecahkan masalah sosial
melalui rapat-rapat, pengajian ataupun kegiatan perelek yang ditujukan untuk
menolong anggota masyarakat yang terkena musibah atau membutuhkan
bantuan.
Kelembagaan UKS sebagai wadah berkumpulnya warga masyarakat
dimana ruang geraknya mampu memenuhi kebutuhan hidup warga dan
menjawab terhadap permasalahan/kebutuhan apa yang diinginkan masyarakat ,
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan memberi peluang bagi warga
masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
Berdasarkan pengamatan diperoleh pula informasi bahwa upaya yang
dilakukan kelembagaan berbasiskan masyarakat rumput tersebut masih memiliki
kelemahan, baik sarana, prasarana, kegiatan serta kurangnya dukungan
pemerintah daerah setempat (kelurahan) dan stakeholders (terdiri atas Tokoh
masyarakat, pengusaha lokal dan pemerhati masalah kemasyarakatan lainnya) .
Selain itu belum adanya sinergitas antar kelembagaan UKS tersebut
menyebabkan penanganan permasalahan kemasyarakatan khususnya masalah
kemiskinan menjadi kurang optimal.
Menyadari hal yang demikian, maka perlu adanya suatu upaya
pendayagunaan yang pada hakekatnya merupakan suatu upaya pemberdayaan.
Melalui pendayagunaan kelembagaan UKS, diharapkan dapat lebih berpotensi
dalam mengatasi masalah kemasyarakatan. Pendayagunaan juga tidak hanya
berkaitan dengan pengembangan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan
harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya
tatanan nilai budaya setempat. Pendayagunaan dimaksud dapat tercapai bilamana
sinergitas dan harmonisasi jejaring sosial diantara pelaku kegiatan UKS,
pemerintah setempat, stakeholders (pengusaha lokal/warga mampu, pemerhati
Kajian Pengembangan Masyarakat
23
masalah kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan LSM lokal) serta warga
masyarakat dapat terjalin.
Untuk selanjutnya, kerangka pemikiran pendayagunaan
UKS tersebut digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :
Kajian Pengembangan Masyarakat
Kelembagaan
24
Permasalahan Kelembagaan UKS
Kompleks/luasnya
permasalahn sosial
Tidak adanya
sinergitas
antar
kelembagaan
Sarana
Profil
Kelemb.
UKS
Prasarana
Hasil Pencapaian
mensejahterakan
keluarga miskin
kurang optimal
Proses
Pendayagunaan
Strategi Pembentukan Jarngan
Kelembagaan UKS:
- Identifikasi kelembagaan
- Pelembagaan
Jaringan
kerjasama
- Pengembangan
jaringan
kerjasama
- Mengembangkan
partisipasi sosial
- Advokasi sosial
Out
Put
Kurangnya
Dukungan
Pemda &
stakeholders
Kegiatan
Terbentuknya
jaringan kerjasama
kelembagaan UKS
(WKSBM)
Hasil pencapaian mensejahterakan keluarga miskin
lebih optimal :
- WKSBM berperan sebagai identifyng issues
- Pro-poor advocacy
- Delivering social services
- Mediating local communition
Gambar 1. Kerangka pemikiran Pendayagunaan Kelembagaan UKS
Kajian Pengembangan Masyarakat
25
dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin.
Kajian Pengembangan Masyarakat
METODOLOGI KAJIAN
Tipe Kajian dan Strategi Kajian
Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan untuk mengkaji
sejauhmana kelembagaan UKS dapat memberikan kontribusi khususnya dalam
mensejahterakan keluarga miskin dan mengatasi permasalahan sosial pada
umumnya.
Pendekatan kajian menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan
dapat memperoleh informasi secara mendalam dan mengetahui bagaimana
masyarakat menghayati atau memahami fenomena dari kelembagaan UKS.
Melalui pendekatan ini dapat diperoleh pemahaman tentang berbagai aspek yang
berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan UKS terutama dalam
kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan sosial keluarga miskin ataupun
mengatasi permasalahan -permasalahan sosial yang ada. Selain itu untuk
mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja kelembagaan UKS,
baik yang menyangkut keberhasilan ataupun kegagalannya pada tahap
implementasi di lapangan.
Sedangkan strategi kajian yang akan digunakan adalah Studi Kasus, dimana
melalui stud i kasus ini dapat diperoleh informasi secara mendalam dan lebih
terperinci.Selain itu melalui metode inipun
dapat terungkap berbagai pola
hubungan/pengaruh, serta pola -pola yang bersifat khas tentang berbagai kondisi
sosial yang ada di lokasi penelitian.
Lokasi dan Waktu Kajian
Kajian ini mengambil lokasi di Kelurahan Cigadung Kecamatan
Cibeunying Kaler Kota Bandung dengan pertimbangan :
a. Di Kelurahan Cigadung pernah dilakukan Praktek Lapangan I, yaitu pada
tanggal 10 s/d 30 Nopember 2004, dan Praktek Lapangan II selama dua
minggu, yaitu pada tanggal 21 Pebruari s/d 5 Maret 2005. Hasil dari kegiatan
tersebut diperoleh data mengenai peta sosial dan evaluasi program
pengembangan masyarakat yang sudah dilaksanakan.
Kajian Pengembangan Masyarakat
26
b. Adanya
keluarga miskin di Kelurahan Cigadung yang mencapai jumlah
sebesar 1890 KK dari 5040 KK atau 37,50 % dari jumlah penduduk menarik
untuk dikaji, karena melihat potret secara keseluruhan lokasi kajian adalah
merupakan wilayah dengan keadaan penduduk baik ekonomi maupun
pendidikan cukup dan proram-program penanganan kemiskinanpun banyak
yang masuk ke wilayah tersebut. Namun kenyataan komunitas miskin masih
dijumpai dan keadaannya belum menunjukkan perubahan (tidak berdaya
dalam kemiskinannya),
c. Adanya kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat
dalam bentuk kelompok-kelompok yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan
mengatasi permasalahan kemasyarakatan.
Berikut jadual pelaksanaan kajian peng embangan masyarakat di Kelurahan
Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung.
Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat
Di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler
Kota Bandung tahun 2004/2005.
No
Kegiatan
2004
11
1
Pemetaan sosial
2
Evaluasi
program
Pengembangan
Pembuatan rencana kerja
lapangan
Pengumpulan data kajian
3
4
5
12
2005
1
2
3
4
5
6
7
8
Pengolahan analisis data
dan penulisan laporan KPM
Subyek Kajian, Cara Pengumpulan dan Teknik Analisis Data
Subyek kajian
Kajian ini berdasarkan pada studi kasus, dengan subyek kajian yang diteliti
adalah pelaksana yang meliputi pengurus dan anggota dari kegiatan usaha
kesejahteraan sosial (kelembagaan UKS) yang ada di lokasi kajian, yakni
kelompok PKK, Lembaga Pemberdayaan Mayarakat (LPM), Koperasi Warga
(Kopaga), Kelompok Pengajian Al Mutazam dan Kelompok rereongan RW 09.
Kajian Pengembangan Masyarakat
9
10
27
Informasi mengenai subyek kajian diperoleh melalui wawancara mendalam,
diskusi kelompok, observasi dan studi dokumentasi. Sumber
yang dikaji
meliputi :
a. Sumber informasi utama, adalah pengelola kegiatan kelembagaan UKS,
informasi yang diperoleh berupa latar belakang berdirinya kelembagaan,
kiprah kelembagaan dalam menangani permasalahan sosial khususnya
permasalahan kemisikinan, serta hambatan ataupun faktor penunjang yang
dialami kelembagaan dalam melaksanakan kegiatannya.
b. Warga masyarakat, yaitu warga masyarakat yang secara langsung ataupun
tidak langsung mempunyai pengalaman berhubungan dengan kelembagaan
yang ada.
c. Aparat kelurahan atau tokoh masyarakat, sebagai sumber data sekunder.
Informasi yang diperoleh bisa berfungsi sebagai data pembanding.
Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini menggunakan
berbagai teknik, yaitu :
a. Pengamatan langsung (observasi)
b. Studi dokumentasi
c. Wawancara
d. Diskusi kelompok terfokus (FGD)
Rincian responden, informan dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada
tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Rincian Responden, Informan dan Cara Pengumpulan Data
No
1
Tujuan Kajian
Mengetahui dan
memahami
permasalahan
kemiskinan yang
terdapat dikomunitas
Jenis Sumber
Permasalahan,
Obser
vasi
v
Kebutuhan
Potensi
Penyebab
Metode Pengumpulan Data
Wawancara
Studi
Mendalam
dokument
asi
v
v
v
v
v
Penanganan permasalahan
2
Mengetahui dan
mengidentifikasi bentuk
dan kondisi kelembagaan
Sejarah, visi misi
v
v
v
bentuk dan sasaran
v
v
v
Kajian Pengembangan Masyarakat
v
v
v
v
v
FGD
28
3
4
5
6
UKS
Mengetahui faktor- faktor
pendukung/ penghambat
kinerja kelembagaan
UKS
Mengidentifikasi bentuk
jaringan kerja sama antar
kelembagaan UKS yang
ada di masyarakat
Menyusun jaringan
kerjasama/kemitraa n
antar kelompok lokal
dalam upaya
peningkatan kesos.
Menyusun rancangan
strategi pembentukan
jaringan kelembagaan
UKS
kegiatan kelembagaan UKS
Sarana, prasarana dan
kegiatan kelembagaan UKS
di masyarakat.
v
v
v
v
Pengurus dan anggota
kelembagaan UKS
Warga masyaraakat
v
v
v
v
Pemerintah daerah
setempat dan stakeholders
terkait
Peningkatan peran serta
dan prakarsa masyarakat
dukungan materil/ imateril
pemda setempat/
stakeholders
Bentuk solusi penanganan
masalah
melalui
kelembagaan UKS baik
formal/ informal.
v
v
v
v
v
v
v
v
Teknik Analisis Data
Pengolahan data dengan menggunakan metode kualitatif. Menurut Miles
dan Huberman (1992) dalam Sitorus dan Agusta (2003) menganjurkan tahapantahapan dalam menganalisis data kualitatif dalam menganalisis data hasil
penelitian, sebagai berikut :
a. Reduksi data, data yang diperoleh dari lapangan dicatat secara lengkap dan
rinci. Data tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok dan
difokuskan sesuai tujuan penelitian.
b. Display data, untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari penelitian maka perlu display data, yaitu menyajikan data dalam
bentuk tabel, gambar, matriks, grafik, network, chart.
c. Kesimpulan dan verifikasi
Perancangan dan Penyusunan Program Kerja
Perancangan program dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan
metode Partisipatory Rural Appraisal (PRA). Tahapan dalam perancangan
program
pengembangan
masyarakat
dilakukan
melalui
aktifitas
mengidentifikasi potensi, masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat
Kajian Pengembangan Masyarakat
:
29
Dengan memahami kuantias dan kualitas potensi, permasalahan sosial
dalam pembangunan masyarakat serta kondisi-kondisi yang menyebabkan
kebutuhan dasar warga masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan
masyarakat. Selanjutnya disusun alur pikir terjadinya masalah dan bersama-sama
memahami : (1) berbagai permasalahan dan kebutuhan yang penting dirasakan
masyarakat, (2) menyusun urutan prioritas kebutuhan yang harus segera
ditangani, (3) memahami potensi dan sumber daya sosial yang dapat
dimanfaatkan, dalam hal ini adalah mengidentifikasi kelembagaan usaha
kesejahteraan sosial apa yang dimiliki dan selama ini digunakan masyarakat
dalam mengatasi permasalahannya, (4) memahami faktor-faktor apa yang
menjadi kendala ataupun pendorong kelembagaan UKS tersebut dalam
pelaksanaan kegiatannya.
Teknik yang digunakan adalah : (1) analisa data sekunder, (2) observasi
lapangan melalui instrumen pemetaan wilayah dan potensi sumberdaya fisik dan
sosial, (3) wawancara dan diskusi kelompok, (4) matrik ranking mengenai
potensi, prioritas masalah dan pemecahannya.
Kajian Pengembangan Masyarakat
PETA SOSIAL SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL
KELURAHAN CIGADUNG KECAMATAN CIBEUNYING
KALER KOTA BANDUNG
Dalam
pelaksanaan
kegiatan
pengembangan
masyarakat,
sumber
kesejahteraan sosial yang dimiliki masyarakat menjadi faktor penting yang
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat
tersebut. Posisi suatu kelembagaan yang merupakan salah satu sumber
kesejahteraan sosial, dengan demikian
menjadi hal
yang perlu di
pertimbangkan untuk terlaksananya kegiatan pengembangan masyarakat. Dalam
peta sosial dapat dikaji sumber-sumber kesejahteraan sosial apa saja yang
dimikili suatu komunitas, oleh karena itu peta sosial dibutuhkan sebagai bahan
masukan
dalam
memahami
aspek-aspek
kehidupan
masyarakat
yang
mempunyai keterkaitan dengan upaya pengembangan masyarakat. Aspek-aspek
tersebut meliputi data kependudukan, sistem ekonomi, struktur masyarakat,
organisasi/kelembagaan, dan sumber daya lokal.
Dengan demikian peta sosial dapat digunakan untuk menganalisa bagaimana
aspek-aspek sumber kesejahteraan sosial mempunyai keterkaitan dengan upaya
pemberdayaan bagi kelembagaan lokal dalam rangka menangani permasalahan
kemisikinan yang ada di komunitas. Melalui peran aktif kelembagaankelembagaan yang terdapat di tingkat lokal di harapkan dapat memberik an
kontribusi terhadap penanganan permasalahan sosial, khususnya permasalahan
kemiskinan.
Lokasi
Luas wilayah Kelurahan Cigadung
secara geografis
memiliki luas
kurang lebih 324,4 Ha yang terdiri dari 15 rukun warga (rw) dan 89 rukun
tetangga (RT).
Kelurahan ini terletak di bagian utara Kota Bandung dengan batas teritorial
meliputi: sebelah Utara berbatasan dengan desa Ciburial wilayah Kabupaten
Bandung, sebelah Selatan dengan Kelurahan Sukaluyu dan Kelurahan Sadang
Serang, sebelah Barat dengan kelurah an Dago dan Kelurahan Sekeloa dan
sebelah Timur dengan Kelurahan Cibeunying Kabupaten Bandung. Keadaan
Kajian Pengembangan Masyarakat
31
topografisnya terdiri dari tanah dataran dan perbukitan/pegunungan,
yakni
berada pada ketinggian 650m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata
3,5mm dan keadaan suhu rata-rata 29-32º C .
Adapun jarak fisik letak Kelurahan Cigadung terhadap beberapa wilayah
lainnya dapat dilihat pada table 3. di bawah ini :
Tabel 3. Orbitasi, Waktu Tempuh dan Letak Kelurahan Cigadung
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Orbitasi dan jarak tempuh
Keterangan
Jarak ke ibu kota kecamatan
Jarak ke ibu kota/kotamadya
Jarak ke ibu kota propinsi
Waktu tempuh ke ibu kota kecamatan
Waktu tempuh ke ibu kota kotamadya
Waktu tempuh ke pusat fasilitasi terdekat
(ekonomi, kesehatan, pemerintahan)
1 Km
7 Km
5 Km
15 menit
30 menit
30 menit
Sumber : Profil desa/kelurahan Cigadung 2003
Pada umumnya jarak tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan sarana
angkutan umum, seperti angkutan kota, motor/ojeg yang ada setiap saat. Jadi
dalam hal mobilitas tidak ada kendala yang berarti bagi penduduk dalam
melaksanakan aktifitasnya. Sedangkan untuk komposisi penggunaan lahan
sebagaimana diuraikan pada tabel 4. d i bawah ini :
Tabel 4. Luas Lahan Kelurahan Cigadung Berdasarkan Penggunaannya
Tahun 2003
No.
Penggunaan lahan
Vol. (Ha)
%
1
Pemukiman
118,5
36,53
2
105,3
32,46
3
Bangunan ; perkantoran,
sekolah,pertokoan,tempat ibadah dan
jalan
Pertanian/Sawah
70
21,58
4
Sarana rekreasi dan olah raga
12,6
3,9
Sumber : Data Potensi Kelurahan.
Kelurahan Cigadung merupakan kelurahan pemekaran sejak tahun 1989,
yakni dari status semula sebagai desa kabupaten Bandung menjadi kelurahan
kota Bandung.
Perubahan status wilayah tersebut, menurut informasi yang diperoleh dari
tokoh masyarakat maupun sesepuh kelurahan Cigadung, telah membawa
perubahan pula dalam hal mata pencaharian penduduk, dari agraris (petani) ke
Kajian Pengembangan Masyarakat
32
masyarakat industri dan jasa. Salah satu penyebab perubahan mata pencaharian
tersebut, sebagaimana diperlihatkan pada tabel penggunaan lahan menunjukkan
bahwa sejak menjadi wilayah pemekaran, luas lahan pertanian semakin sedikit
karena luas lahan yang ada sebagian besar telah berubah fungsi menjadi
pemukiman penduduk.
Pertanda fisik dari kelurahan Cigadung yang sangat mencolo k adalah
perbedaan yang menonjol antara pemukiman penduduk lokal yang padat dan
terkesan kumuh dengan pemukiman penduduk pendatang yang kebanyakan
menempati wilayah asri atau elit.
Untuk lebih jelasnya peta lokasi kajian diperlihatkan pada Gambar 2. peta lokasi
sebagai berikut :
Kajian Pengembangan Masyarakat
33
Lokasi Kajian
Gambar 2. Peta Lokasi Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung
Kajian Pengembangan Masyarakat
34
Kependudukan
Penduduk Kelurahan Cigadung berd asarkan data dari kelurahan tahun
2003, termasuk dalam kategori penduduk usia kerja (15- 64 tahun). Hal ini
dapat dilihat dari jumlah penduduk usia kerja sebanyak 9.927 jiwa (51,1 %) atau
setengah dari jumlah penduduk 19.426 jiwa.
Sedangkan komposisi jumlah penduduk terdiri dari : laki-laki sebanyak 9.931
jiwa (51,12 %) dan penduduk perempuan sebanyak 9.495 jiwa (48,9 %). Untuk
lebih jelasnya komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan usia dan
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5. dan gambar 3. di bawah ini :
Tabel 5. Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigadung
Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin tahun 2003
No
Golongan Usi a (Tahun)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
<1
1–4
5 -6
7 – 12
13 – 15
16 – 18
19 – 25
26 – 35
36 – 45
46 – 50
51 – 60
61 – 75
> 76
Jumlah
Jenis Kelamin (Orang)
L
P
259
266
627
649
410
615
1.325
1.458
735
748
852
852
1.106
1.108
1.372
1.382
1.114
1.114
419
420
713
718
212
249
351
351
9.931
9.495
Sumber : Profil Desa/Kelurahan Cigadung 2003
Kajian Pengembangan Masyarakat
Jumlah
(Orang)
525
1.276
1.025
2.783
1.483
1.705
2.214
2.754
2.228
839
1.431
461
702
19.426
35
75 +
61 – 75
51 – 60
46 – 50
36 – 45
26 – 35
19 – 25
16 – 18
13 – 15
7 – 12
5– 6
1– 4
0– 1
351
351
249
212
718
713
420
419
1114
1114
1108
1106
1382
1372
853
748
852
735
1458
1325
615
649
16
14
12
10
8
410
627
6
266
4
2
2
259
4
Sumber : diolah dari data Profil Desa/Kelurahan
6
8
: Laki-laki
10
12
14
: Perempuan
Gambar 3. Piramida Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan
Usia dan jenis Kelamin Tahun 2003 (per100 orang).
Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat penting
bagi analisa kependudukan karena berbagai fenomena dalam kehidupan terkait
dengan umur dan jenis kelamin, seperti fenomena biologis, ekonomi, sosial dan
politik. Sebagaimana terlihat dari Gambar 3. di atas, tidak nampak terlihat
tingkat fertilitas (kelahiran) yang cukup menyolok. Hal ini tidak semata-mata
karena keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) saja, akan tetapi dapat
juga disebabkan karena dinamika kehidupan penduduk perkotaan yang
menunjukkan intensitas
tinggi sehingga penduduk secara sadar membatasi
kelahiran, untuk tetap dapat bertahan hidup di kota.
Demikianpun tingkat mortalitas (kematian) penduduk, menurut data dari
kelurahan angka kematian penduduk sepanjang tahun 2003 sejumlah 10 orang
(0,05 % dari jumlah penduduk).
Selanjutnya komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat
dilihat pada tabel 6. sebagai berikut :
Kajian Pengembangan Masyarakat
16
36
Tabel 6. Komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2003
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pendidikan
Belum sekolah
Buta aksara dan angka
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Akademi (D1 – D3)
Sarjana :
a. S1
b. S2
c. S3
Jumlah
Jumlah (org)
2571
756
6.986
3.368
4.056
957
%
13,23
3,89
35,96
17,34
20,88
4,93
589
103
40
19.426
3,03
0,53
0,21
100
Sumber : Profil desa/Kelurahan Cigadung 2003
Dari tabel 6. di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan penduduk
Kelurahan Cigadung pada umumnya sudah cukup baik. Penduduk yang
berpendidikan diploma hingga doktor sebagaimana terlihat dalam tabel tersebut,
sebagian besar adalah penduduk pendatang, dan tinggal di kompleks perumahan
dengan profesi sebagai pegawai negeri sipil ataupun tenaga fungsional dosen,
dan sebagian kecil penduduk lokal yang sudah memahami pentingnya
pendidikan sebagai salah satu modal untuk meraih kesuksesan hidup di kota.
Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa sumber daya
manusia yang dimiliki kelurahan Cigadung
cukup memadai untuk
melaksanakan pengembangan masyarakat, karena salah satu faktor penting
dalam pengembangan masyarakat adalah ketersediaan sumber daya manusia
sebagai pelaksana pembangunan.
Sistem Ekonomi
Menurut informasi dari sesepuh dan tokoh masyarakat serta studi
dokumentasi selama kajian, sebelum terjadi pemekaran wilayah dari Desa
Cibeunying menjadi Kelurahan Cigadung pada tahun 1989, mata pencaharian
pokok penduduk sebagain besar adalah bertani dan sisanya sebagai pedagang
dan buruh.
Namun setelah menjadi Kelurahan Cigadung, mata pencaharian pokok
penduduk mengalami perubahan drastis. Hal ini terutama disebabkan banyaknya
Kajian Pengembangan Masyarakat
37
lahan-lahan pertanian dibebaskan untuk dijadikan pemukiman penduduk,
terutama diperuntukkan bagi pemukiman penduduk.
Mata pencaharian penduduk saat ini dapat dilihat pada tabel 7.di bawah ini :
Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2003
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Status Mata Pencaharian
Jumlah
Petani
Buruh tani
Peternak
Pengusaha
Buruh industri
Pegawai Negeri Sipil/ABRI
Pensiunan
Wiraswasta/jasa
Buruh kasar/kuli bangunan
56
13
14
6
300
1.475
176
3650
3.877
9.567
Sumber : diolah dari Profil Kelurahan Cigadung , 2003
Melihat tabel 7. di atas, penduduk yang bekerja jumlahnya meliputi 49,2
% dari jumlah penduduk (jumlah penduduk 19.426). Hasil kajian menunjukkan
bahwa kondisi sistem perekonomian lebih banyak diwarnai oleh sektor industri
dan jasa.
Tabel 7. di atas juga memperlihatkan, bahwa jumlah penduduk yang
bekerja di sektor swasta/jasa meliputi
beberapa sistem tata niaga/kegiatan
ekonomi, yakni penduduk yang melakukan usaha ekonomi berskala kecil
sampai dengan menengah
seperti : kelompok usaha warungan, pedagang
keliling, jasa ojeg, penjahit, jasa rekreasi pemancingan dan usaha salon. Modal
utama dari usaha perdagangan selain modal sendiri, adalah berasal dari jasa
pinjaman koperasi warga ataupun dari pinjaman para renternir yang masih
banyak beroperasi di wilayah tersebut, dan pada umumnya para rentenir
tersebut bukan penduduk kelurahan tersebut.
Sedangkan untuk penduduk yang bekerja sebagai buruh kasar/kuli
bangunan sebagaimana terlihat pada tabel 7. banyak dilakukan penduduk dari
kalangan tidak mampu/miskin. Dengan pendidikan yang rendah dan bahkan
tidak mempunyai bekal pendidikan formal, kemampuan terbatas serta ketiadaan
modal usaha (asset), yang dapat dilakukan penduduk miskin untuk mencari
penghasilan hanya dengan mengandalkan tenaga atau fisik saja, yakni bekerja
sebagai buruh kasar/kuli bangunan. Selain itu pekerjaan sebagai buruh industri
Kajian Pengembangan Masyarakat
38
juga dapat ditemui dan dilakukan penduduk menengah ke bawah , karena di
lokasi kajian terdapat satu industri kaos yang cukup besar, yang sebagian besar
buruh pabriknya berasal dari tenaga kerja di wilayah tersebut.
Kelompok penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil/ABRI,
terdiri atas pegawai pada instansi pemerintah tertentu, guru/dosen serta ABRI.
Kelompok penduduk ini, sebagian besar merupakan penduduk pendatang dan
hanya sebagian kecil saja dari penduduk lokal berprofesi sebagai PNS/ABRI.
Kaitan mata pencaharian dengan sumber daya lokal saat ini tidak nampak
lagi, terutama sumber daya alam yang kondisinya sangat memprihatinkan.
Perubahan tata guna lahan menyebabkan potensi alam kelurahan Cigadung
semakin habis. Kecuali yang menyangkut fisik penduduk setempat, saat ini
masih banyak (ditunjukkan dengan besarnya jumlah penduduk usia kerja), yang
kalau di bekali dengan ketrampilan dan kemampuan dapat menjadi asset bagi
pembangunan di wilayah tersebut.
Dari sistem ekonomi yang dilakukan penduduk menggambarkan bahwa
tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah, terutama untuk penduduk lokal
dengan bekal pendidikan dan ketrampilan rendah serta ketiadaan modal usaha.
Hasil
kajian
juga
menemukan,
banyak
rumah-rumah penduduk di
perkampungan padat berfungsi ganda, yakni sebagai rumah sekaligus tempat
usaha (dagang warungan).Selain itu rumah-rumah penduduk di perkampungan
banyak dimanfaatkan untuk disewa/kontrak bagi penduduk pendatang.
Struktur Komunitas
Bandung sebagaimana kota-kota besar lainnya di Indonesia ditandai
dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang jumlahnya menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun.
Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut disebabkan oleh 2 hal yakni :
(1) penambahan alamiah, lebih banyak kelahiran dari pada kematian dan (2)
migrasi penduduk yang berasal dari berbagai daerah dengan berbagai
kepentingan (sekolah, bekerja atau mencari kerja, penempatan sebagai pegawai
pemerintahan, dan lain-lain). Dua hal tersebut telah melahirkan suatu
Kajian Pengembangan Masyarakat
39
masyarakat perkotaan yang sangat kompleks menurut ukuran kesukuan,
pekerjaan serta kelompok-kelompok sosial.
Demikian halnya dengan masyarakat Kelurahan Cigadung, sebagai salah
satu wilayah kelurahan di Kota Bandung. Kelurahan Cigadung memiliki ciri
khas masyarakat perkotaan yang sangat kompleks.
Kepadatan penduduk Kelurahan Cigadung telah melahirkan berbagai
permasalahan; peluang kerja yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk
pencari kerja, masalah lingkungan (sampah, saluran got yang mampet ataupun
kesulitan memperoleh air bersih di beberapa wilayah), pengangguran,
kecemburuan sosial yang tinggi karena dipicu adanya dua kelompok masyarakat
yang sangat kontras keadaannya, yakni golongan masyarakat ekonomi
menengah ke atas (penghuni kompleks perumahan mewah) dan masyarakat
golongan
ekonomi
menengah
kebawah
(masyarakat
sekitar/pinggiran
kompleks), dan berbagai permasalahan sosial lainnya.
Hasil pemetaan dengan melakukan
wawancara mendalam dengan
sesepuh/tokoh masyarakat Cigadung diperoleh informasi bahwa kaum
pendatang (migran) yang ada di wilayahnya dibedakan dalam dua kelompok,
yakni: (1) para pemukim jangka panjang di dalam bidang-bidang pekerjaan
yang mantap; kalangan usahawan, para pengusaha industri kecil/rumah tangga
dan pegawai negeri. Sebag ian besar dari mereka meskipun tidak semua, bekerja
pada sektor perusahaan besar yang formal, yakni birokrasi dan industri dan
sebagian lagi yaitu (2) kaum pendatang musiman, para pekerja tidak tetap dan
orang-orang yang mencari pekerjaan, mereka yang menempati rumah-rumah
kontrakan yang sempit dan padat penduduk, tanpa atau dengan pendidikan yang
rendah dan dengan tingkat pendapatan yang sangat beragam. Hal-hal
sebagaimana diuraikan di atas, merupakan faktor-faktor yang berperan dalam
menentukan struktur komunitas yang ada di wilayah tersebut.
Pada masyarakat Kelurahan Cigadung pelapisan sosial secara fisik dapat
terlihat nyata, yaitu adanya kompleks pemukiman elite dengan pemukiman
penduduk yang saling berdempetan, berada/masuk pada gang-gang sempit dan
terkesan kumuh.
Kajian Pengembangan Masyarakat
40
Untuk pelapisan
lokal
sosial non fisik , didasarkan pada kepemimpinan
(kepemimpinan formal dan informal ). Kepemimpinan formal tersebut
adalah aparat kelurahan (lurah), sedangkan kepemimpinan informal adalah
tokoh masyarakat yang mempunyai kharisma
besar di masyarakat (ustad),
selanjutnya diikuti oleh pekerjaan sebagai guru atau pegawai pemerintah, serta
pada jumlah kekayaan yang dimiliki.
Sumber kepemimpinan formal sekaligus sebagai pemimpin instrumental
(pola kepemimpinan yang menekankan pada prinsip harus mencapai tujuan
yang ditargetkan) adalah lurah yang memperoleh legalitas dari pemerintahan
yang didasarkan pilihan masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa pimpinan
adalah orang yang mempunyai status tinggi yang harus di hormati. Oleh karena
itu untuk kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, penduduk
selalu mematuhi pemimpinnya. Penduduk bekerjasama untuk merealisasikan
kebutuhan bersama atas dasar keputusan bersama yang dipimpin oleh lurah.
Pelapisan
sosial berikutnya ditunjukkan
pada peran dari tokoh
masyarakat (ustad, guru/dosen dan pegawai pemerintah) yang dianggap oleh
masyarakat sebagai orang yang serba tahu dan biasanya beperan sebagai
pemimpin ekspresif (kepemimpinan yang menekankan pada prinsip kepuasan
masyarakat) . Oleh karena itu mereka selalu bertanya dan meminta petunjuk
apabila ada permasalahan atau akan melakukan suatu kegiatan, seperti
hajatan/kenduri. Untuk pelapisan sosial paling bawah adalah masyarakat awam
sebagai anggota dari keseluruhan komunitas.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka sistem pelapisan sosial penduduk
kelurahan Cigadung dapat digambarkan sebagai berikut :
Kajian Pengembangan Masyarakat
41
Tokoh masyarkat
o
Tokoh Informal
(Ustad, Tokoh
Masyarakat)
Kekayaan dan PNS
(Guru dan Peg
Pemerintah)
Masyarakat
Awam
Gambar 4. Sistem Pelapisan Sosial Penduduk Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung
Kelembagaan dan Orga nisasi Sosial
Pada masyarakat Kelurahan Cigadung, kelembagaan sosial yang terdapat
di komunitas dapat diuraikan sebagai berikut :
Lembaga Kekerabatan/Solidaritas
Beberapa lembaga kekerabatan atau solidaritas yang masih dapat dijumpai
di lokasi kajian, yakni adanya nilai-nilai budaya (khususnya sunda) yang
berlaku
dalam
kehidupan
bermasyarakat
untuk
mengatasi
berbagai
permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan. Perilaku prososial
yang telah lama dikenal diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih asah, dan
silih asuh. Secara harfiah, artinya saling mengasihi, memberikan pengetahuan
dan saling mengasuh diantara warga masyarakat. Perilaku sosial tersebut
diwujudkan dalam beberapa kegiatan kemasyarakatan antara lain : (1) kerjasama
yang harmonis dalam kegiatan pembangunan sosial dan gotong royong dengan
prinsip sabilulungan dasar gotong royong; yang terlihat dalam kegiatan kerja
bakti untuk membangun sarana prasarana sosial (mis al: perbaikan saluran air,
pembangunan masjid, pembangunan jembatan, pembangunan MCK) yang
Kajian Pengembangan Masyarakat
42
dibutuhkan masyarakat dan berbagai kegiatan bersama lainnya dalam
menghadapi perayaan hari kemerdekaan atau hari-hari lainnya, (2) musyawarah
dalam memecahkan masalah kemasyarakatan yang terlihat dari rapat -rapat atau
pengajian antar warga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat kelurahan
dengan prinsip silih asih, silih asah , silih asuh . Perwujudannya berupa adanya
kelompok-kelompok pengajian/majelis ta’lim, kelompok masyarakat asal Jawa
yang berusaha mengatasi permasalahan anggotanya yang tinggal di wilayah
tersebut, dan lain sebagainya, (3) saling menolong antar tetangga yang terlihat
dari spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya yang
terk ena musibah (misal: sakit, meninggal, kecelakaan, dll) atau dalam
membangun perayaan khitanan, perkawinan, membangun rumah, dll. Adanya
kelompok arisan, kelompok jimpitan, dana kematian warga dan kegiatan sosial
lainnya merupakan wujud dari nilai nulung kanu butuh, nalang kanu susah , (4)
saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan
masyarakat, dengan adanya kelompok rukun tetangga/ warga (RT/RW).
Lembaga Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan hidup di bidang ekonomi ataupun untuk
meningkatkan kesejahteraannya, beberapa kegiatan warga yang mencerminkan
aktivitas ekonomi terlihat dari
kegiatan warga berupa; usaha dagang baik
berupa warungan atau pedagang kaki lima, usaha bidang jasa seperti
ojeg/angkot/menjahit, berternak unggas/ikan, dan lain-lain. Ada beberapa
kelembagaan ekonomi yang sengaja dibentuk warga untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan para anggota,
seperti kelompok simpan pinjam warga (dana diperoleh dari iuran warga) dan
biasanya bergabung dengan kelompok pengajian yang ada di tingkat rukun
warga (RW), kelompok paket lebaran (dalam lingkup RT/RW) untuk memenuhi
kebutuhan pada saat lebaran dan kelembagaan koperasi simpan pinjam warga
yang sifatnya lebih formal walaupun belum berbadan hukum. Kelembagaan
ekonomi yang ada mempunyai nilai/norma yang berbeda sesuai kesepakatan
bersama anggotanya yang mengatur perilaku/hubungan antar anggota untuk
bersama-sama mencapai tujuan yang diinginkan melalui wadah yang telah
Kajian Pengembangan Masyarakat
43
dibentuk secara bersama. Norma/nilai tersebut mengatur seluruh mekanisme
kegiatan kelembagaan, seperti mengatur bagaimana anggota harus membayar
iuran, bagaimana jika mengalami kesulitan dalam membayar/mencicil, serta
bagaimana anggota memperoleh hak-haknya, dan lain-lain. Keberadaan
kelembagaan ekonomi yang ada sangat dibutuhkan karena manfaatnya telah
dirasakan warga dalam menunjang ataupun meningkatkan kesejahteraannya.
Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan ini muncul sebagai konsekuensi adanya tuntutan
akan kebutuhan ilmu pengetahuan yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi
pemerintah (adanya pesantren, kelompok pengajian, taman pengajian Al
Qur’an/TPA, orang tua asuh). Lembaga pendidikan tersebut berusaha membantu
warga/anak-anak di kelurahan tersebut dalam memenuhi kebutuhan akan ilmu
pengetahuan dalam bentuk sekolah. Di lokasi kajian, ditemukan adanya 2 (dua)
lembaga pendidikan formal berupa, Sekolah Dasar Negeri Cigadung dan
Madrasah Tsanawiyah/MAN Pesantren Al-Burhan
yang merupakan
milik
salah seorang tokoh masyarakat, serta 3 (tiga) sekolah taman kanak -kanak Islam
yang dikelola yayasan-yayasan non pemerintah.
Lembaga Keagamaan
Mayoritas penduduk/warga kelurahan Cigadung beragama Islam, oleh
karena itu jumlah kelembagaan keagamaan berupa masjid hampir di tiap rukun
warga (RW) memiliki masjid dan majelis taqlim sendiri belum termasuk
musholla (masjid kecil)
yang terdapat di beberapa wilayah rukun tetangga
(RT). Untuk kelompok non muslim (Nasrani, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu)
biasanya mereka tergabung dalam persekutuan-persekutuan tertentu dan
melaksanakan ibadatnya di gereja. Sedangkan untuk agama Hindu/Budha dan
Kong Hu Chu di lokasi kajian belum ada dibangun rumah peribadatan bagi
agama-agama tersebut.
Untuk warga beragama Islam biasanya posisi imam masjid masih di
hormati dan dip ercaya warga, serta biasanya selalu dimintai nasehat/sarannya
dalam menghadapi permasalahan kemasyarakatan. Hubungan antara sesama
Kajian Pengembangan Masyarakat
44
penganut agama di kelurahan Cigadung berlangsung harmonis, dalam arti warga
saling menghormati akan perbedaan prinsip tersebut serta kebebasan untuk
melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing -masing, bahkan seringkali
dalam kondisi perayaan hari besar keagamaan, seperti hari raya idul fitri bagi
warga muslim menitipkan rumahnya apabila hendak bepergian kepada warga
non muslim, demikian sebaliknya apabila natal, warga yang beragama Kristen
menitipkan rumahnya ke tetangga dekat (muslim) apabila hendak bepergian
jauh dan cukup lama.
Lembaga Pemerintahan
Lembaga pemerintahan seperti RT, RW dan kelurahan tidak jauh berbeda
dengan daerah -daerah lain. Berlakunya Undang -undang Nomor 22 Tahun 1999
Junto UU No.32
Tahun 2004 Junto UU No.3 Tahun 2005 memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan bentuk kelembagaan
yang dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Pemberian
kewenangan dimaksudkan agar masyarakat dapat mengekspresikan aspirasi dan
potensi yang dimiliki dalam melaksanakan proses pembangunan yang
partisipatif.
Bentuk kelembagaan sosial formal yang ada di Kelurahan Cigadung adalah
sebagaimana terdapat pada tabel 8. di bawah ini :
Tabel 8. Kelembagaan Sosial yang ada di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2003.
No
Nama Kelembagaan
1.
2.
3.
Lembaga
Pemberdayaan
Masy.
Kelembagaan sosial PKK
Kader Pembangunan Desa
4.
5.
6.
7.
8.
Kelembagaan Posyandu
Karang Taruna
Kelompok Tani
Kelompok Dasa Wisma
Kelompok UP2K PKK
Jml Pengurus
Anggt aktif
13 pengurus
30 anggt +
pengurus
7 org
30 pengurus
83 anggota
Ada di tk RW
Ada di tk RW
Sumber : Profil Kelurahan Cigadung 2003
Kajian Pengembangan Masyarakat
Status
Ada/ tdk Aktif/ tdk
Ada
Aktif
Ada
Aktif
Ada
Ada
Tdk ada
Ada
Ada
Ada
Aktif
Aktif
Tdk
Aktif
Aktif
Aktif
Ket
45
Hubungan kelembagaan lokal dengan lembaga lain diluar komunitas
relatif kurang, kecuali kelembagaan formal dengan lurah beserta aparatnya
sebagai fasilitator; seperti terjadinya kerjasama antara pihak pemerintah lo kal
dengan LSM yang memberikan bantuan berupa perkreditan (pengelola salah
seorang pengurus LPM tingkat kelurahan). Namun demikian hubungan antar
kelompok pada masing-masing kelembagaan sosial relatif kuat dan telah
membentuk jejaring tersendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga.
Artinya setiap program kegiatan akan terbuka bagi anggota di luar kelompok
walaupun kesenjangan secara fisik begitu nyata, namun antara penduduk
kompleks dengan penduduk lokal tidak terdapat proses dissosiatif yang begitu
tajam. Proses assosiatif penduduk kompleks dengan menawarkan kerjasama
pada penduduk lokal yang tidak mampu secara ekonomi untuk menjadi S atpam
kompleks ataupun pembantu rumah tangga.
Sumber Daya Lokal
Sumber daya lokal yang terdapat di lokasi kajian terdiri atas sumber daya
fisik dan non fisik. Sumber daya non fisik meliputi sumber daya manusia berupa
kemampuan/ketrampilan yang erat kaitannya dengan tingkat pendidikan,
sedangkan sumber daya fisik meliputi jumlah penduduk dan luas lahan yang
dimiliki. Sumber daya fisik berupa jumlah penduduk telah diuraikan dalam
konteks kependudukan. Sedangkan sumber daya fisik berupa
lahan,
sebagaimana telah diuraikan banyak di manfaatkan sebagai lahan pemukiman
penduduk, dan hanya sebagian kecil saja yang diperuntukkan bagi fasilitas
umum.
Hal di atas menunjukkan bahwa sebagai konsekuensi dari kepadatan
penduduk, akan dihadapkan dengan persoalan keterbatasan wilayah dan adanya
eksploitasi wilayah yang diperuntukkan bagi pemukiman penduduk. Wilayah
Kelurahan Cigadung yang berada di Utara kota Bandung menjadi daya tarik
tersendiri
dengan kesejukan udaranya dan lokasi perbukitan, telah
memunculkan kompetisi untuk berdomisili di wilayah tersebut. Hal tersebut
berdampak pada peruntukkan perumahan yang harus bersaing dengan kawasan
Kajian Pengembangan Masyarakat
46
yang digunakan untuk kepentingan produksi, sehingga kenyamanan ekologis
jadi terabaikan.
Kebutuhan untuk bermukim di wilayah tersebut cukup tinggi , prioritas
lahan bagi kepentingan ekonomi cukup tinggi, sementara sumber daya terbatas
sehingga sarana dan sanitasi lingkungan menjadi terabaikan. Ruang wilayah
pemukiman bagi penduduk golongan ekonomi menengah ke bawah menjadi
tidak teratur dan kurang memadai. Dengan tidak adanya pertimbangan untuk
tempat pembuangan limbah/sampah, penduduk setempat banyak membuang
sampahnya ke sungai kecil yang ada di wilayah tersebut. Dampaknya adalah
terhadap polusi udara yang menebarkan bau tidak sedap dari sampah yang
menyumbat aliran sungai, yang selanjutnya dapat berdampak terhadap sendi
kehidupan lainnya, seperti kesehatan.
Pendayagunaan Kelembagaan Lokal
Kegiatan
pendayagunaan
kelembagaan -kelembagaan
yang
ada
di
masyarakat telah dilakukan pemerintah setempat dan masyarakat dalam upaya
mengatasi permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan yang terjadi
di lokasi kajian. Hasil pengamatan di lokasi kajian menunjukkan bahwa,
kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS) telah dilakukan melalui kelembagaan
kemasyarakatan yang ada (lembaga kekerabatan, ekonomi, pendidikan,
keagamaan maupun kelembagaan sosial).
Namun hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
kegiatan pengembangan masyarakat, kelembagaan-kelembagaan UKS tersebut
bekerja sendiri-sendiri dan bersifat pragmatis. Maksudnya, seperti yang telah
diuraikan pada peta sosial mengenai kelembagaan bahwa di masyarakat telah
tumbuh kesadaran untuk mengatasi permasalahan kemasayarakatan dengan
memanfaatkan,
misalnya
kelembagaan
kekerabatan
melalui
kelompok
rereongan dengan kegiatan beras jimpitannya. Kegiatan simpan pinjam warga
melalui koperasi warga telah berupaya memberikan bantuan pinjaman modal
usaha bagi warga masyarakat yang akan melalukan usaha ekonomi produktif,
ataupun kegiatan bantuan bagi warga masyarakat miskin melalui zakat/sodaqoh
yang dilakukan kelompok pengajian.
Kajian Pengembangan Masyarakat
47
Kegiatan -kegiatan yang dilakukan kelembagaan UKS tersebut telah
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, namun sayangnya belum dapat
memberdayakan masyarakat itu sendiri khususnya warga masyarakat miskin.
Belum adanya jejaring sosial dalam kinerja kelembagaan-kelembagaan tersebut,
menyebabkan permasalahan sosial/kemiskinan sepertinya kurang dapat teratasi.
Tidak adanya bimbingan/pendampingan dari pemerintah setempat dalam
kegiatan usaha ekonomi produktif ataupun pengembangan manajemen koperasi
menyebabkan kiprah koperasi warga sebatas simpan pinjam berupa uang saja.
Demikian halnya dengan kegiatan rereongan, dana yang minim serta tidak
maksimalnya keterlibatan dari warga mampu menyebabkan kiprahnya dalam
mensejahterakan masyarakat terutama warga miskin tidak optimal.
Hal-hal tersebut dapat tercapai bilamana sinergitas dan harmonisasi
jejaring sosial diantara pelaku kegiatan UKS, pemerintah setempat, stakeholders
(pengusaha lokal/warga mampu, pemerhati masalah kemasayarakatan, tokoh
masyarakat dan LSM lokal) serta warga masyarakat itu sendiri dapat terjalin.
Pemetaan Permasalahan, Kebutuhan dan Sumber Kesejahteraan Sosial
Kelurahan Cigadung sebagaimana kelurahan – kelurahan lain yang ada di
kota Bandung mempunyai permasalahan sosial yang sama dan umum terjadi di
wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh gambaran permasalahan
sosial yang terdapat di lokasi kajian yang paling menarik untuk dikaji adalah
masalah kemiskinan karena dengan tingkat pendidikan yang relatif cukup dan
fasilitas umum yang lengkap, ternyata masih ditemukan warga masyarakat yang
kurang beruntung (miskin). Golongan miskin yang ada di Kelurahan Cigadung
meliputi para migran dan orang-orang yang lahir di sana (penduduk asli) yang
nasibnya semakin terpuruk sejak terjadinya krisis moneter.
Menurut data kelurahan yang ada dan hasil sementara petugas pencatat
data kemiskinan dari BPS, kondisi kemiskinan (keluarga miskin) di kelurahan
Cigadung bertambah dari 34,25 % (2002) menjadi 37,50 % (2005, triwulan III)
dari jumlah KK (5040) yang ada atau sebanyak 1890 KK.
Kriteria kemiskinan yang digunakan petugas, yakni dengan melihat
pendapatan keluarga dibagi ratio kebutuhan fisik minimum perkapita/hari. Pada
Kajian Pengembangan Masyarakat
48
umumnya penduduk miskin di lokasi kajian dapat digolongkan atas : Buruh
kasar, buruh pabrik, pemulung, pedagang keliling/kecil, pengangguran dan
pegawai rendahan (satpam, honorer, penjaga toko dan lain-lain).
Berdasarkan hasil penelitian di lokasi kajian, dapat diungkapkan situasi
kemiskinan di perkotaan disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda,
diantaranya adalah kesempatan kerja. Seseorang miskin karena menganggur,
sehingga tidak memperoleh penghasilan ataupun bekerja tapi tidak penuh, baik
dalam ukuran hari, minggu, bulan atau tahun.
Masalah kemiskinan di perkotaan berkaitan erat dengan masalah sumber
daya
manusia,
tingkat
pendidikan
dan
strategi
pembangunan
dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kualitas sumber daya manusia selain
ditentukan oleh fakto r kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh pendidikan.
Pendidikan dipandang tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi juga
meningkatkan produktivitas.
Tingkat pendidikan keluarga miskin di perkotaan pada umumnya rendah.
Berdasarkan hasil kajian di lokasi penelitian sebanyak 4,5 % tidak tamat SD,
tamat SD sebanyak 41,4 %, tamat SLTP sebanyak 20 % dan tamat SLTA 34,1
%. Dari data tersebut, walaupun terdapat beberapa warga dari golongan miskin
berpendidikan cukup memadai (SLTP dan SLTA) namun tidak cukup dijadikan
bekal untuk memperoleh pekerjaan dengan penghasilan besar, besarnya jumlah
penduduk diperkotaan telah menjadikan persaingan yang tinggi untuk
memperoleh pekerjaan. Namun hal tersebut tidak membuat orang tua dari
keluarga miskin dilokasi kajian menjadi patah semangat untuk menyekolahkan
anak-anaknya setinggi mungkin.
Hal ini sebagaimana dikemukakan Bapak Wwn (Responden) sebagai berikut :
“ Kahoyong mah abdi teh nyakolakeun anak setinggi-tinggina lah. Geuning abdi
nu tamat SMP, ukur janjten tukang beberesih dipasar (petugas kebersihan PD
Pasar). Namung kumaha deui biaya sakola teh mani mahal, putra abdi aya 6
(genep), dua nu tos lulus SMP teu tiasa neraskeun, teu aya biaya. Repatlah
kanggo tuang sapopoe oge”.
(Keinginan sih menyekolahkan anak setinggi mungkin, saya yang tamat SMP
saja cuma jadi petugas kebersihan. Tapi mau bagaimana, biaya sekolah itu
mahal. Anak saya ada 6 orang, dua sudah lulus SMP tidak bisa meneruskan
sekolah lagi, tidak mempunyai biaya, repot untuk makan sehari-hari juga).
Kajian Pengembangan Masyarakat
49
Keluarga miskin di perkotaan pada umumnya tidak memiliki faktor
produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal ataupun keterampilan. Faktor
produksi yang dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan untuk memperoleh
pendapatan menjadi sangat terbatas. Faktor produksi yang dimiliki hanya
kemauan dan tenaga yang mereka miliki.
Kemiskinan di lokasi kajian, digambarkan sebagai kurangnya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan pokok. Segi pendapatan dimaksud adalah dalam
bentuk uang. Gambaran kemiskinan di lokasi kajian, pada dasarnya rumah
tangga/keluarga yang tidak mempunyai modal yang produktif atau asset (tanah,
perumahan yang layak, perabotan rumah tangga, kesehatan, pendidikan dan
lain -lain), sumber-sumber keuangan (in come dan kredit yang memadai), tidak
mempunyai pekerjaan tetap, dan lain sebagainya.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
rata-rata
rumah
tangga
miskin
membelanjakan uangnya untuk konsumsi ( lauk pauk) sebesar Rp. 5.000.-/hari,
ditambah dengan beras 2 liter (Rp. 6.000.-) atau jumlah keseluruhan rata-rata
uang belanja untuk konsumsi kebutuhan fisik minimum/rumah tangga miskin
sebesar Rp. 11.000.-. Kondisi tersebut dikonsumsi pada satu keluarga dengan
jumlah rata-rata 4 -5 orang. Berdasarkan hal tersebut apabila dilihat dari R-KFM
menurut BPS (R -KFM per kapita perhari sebesar Rp. 15.000,-) untuk kebutuhan
fisik keluarga miskin berada di bawah kategori R-KFM (kurang dari Rp.
15.000.-). Kondisi tersebut dikonsumsi pada satu rumah tangga dengan jumlah
4 – 5 orang anggota keluarga.
Kondisi lingkungan dan perumahan bagi golongan miskin di lokasi kajian,
berada di lokasi pemukiman yang padat penduduk dan biasanya terdapat di
gang-gang sempit, tidak memiliki pekarangan rumah. Pemandangan yang umum
terjadi jalan-jalan sempit tersebut terkadang juga dimanfaatkan sebagai tempat
usaha (berdagang, tempat bermain anak, menjemur pakaian, dan lain -lain)
sehingga kesan padat dan kumuh sangat jelas terlihat. Rumah bagi keluarga
miskin
biasanya
berupa
rumah
petak
(berdempetan)
kecil,
dengan
pengembangan keatas (loteng) untuk keluarga dengan jumlah anggota banyak.
Pada umumnya keluarga miskin yang merupakan pendatang dari daerah lain
menghuni rumah-rumah kontrakan yang berdempetan dan telah bertahun-tahun
Kajian Pengembangan Masyarakat
50
tinggal diwilayah tersebut, ataupun kalau pindah alternatif ke RW lain dengan
kondisi yang sama.
Untuk penduduk asli yang tergolong kelompok miskin, sama halnya
dengan para pendatang tersebut menempati rumah-rumah di pinggiran dengan
kondisi yang tidak jauh berbeda. Dari hasil kajian diperoleh pula fakta, bahwa
kondisi lingkungan pemukiman penduduk menengah ke bawah (miskin) sangat
memprihatinkan dengan tidak ditemukannya lagi lahan-lahan hijau, saluran air
kotor (got) yang menebarkan aroma tidak sedap, tidak dikelolanya pembuangan
sampah secara baik, masyarakat setempat membuang sampah ke sungai terdekat
ataupun dilempar dimana saja ada sedikit tempat kosong yang sebenarnya bukan
tempat pembuangan sampah. Dan satu lagi yang memerlukan penanganan
segera adalah masyarakat di wilayah RW 09, 10 dan 11 sudah sejak 3 tahun
kebelakang mengalami kesulitan memperoleh air bersih, apa lagi saat musim
kemarau. Sumur-sumur penduduk banyak yang kering, dugaan warga terhadap
keringnya sumur-sumur mereka adalah sejak bermunculannya komplekskompleks perumahan mewah, dimana setiap rumah menggunakan mesin
penyedot air dengan kekuatan besar. Seperti dituturkan Rd (Informan) warga
RW 10 :
“Tingawitan seeur parumahan di Cigadung, seeur sumur wargi upami mulai
musim halodo, nya halodo oge. Untungna masih aya seke nu tiasa
dimangpaatkeun kuwarga sadaya, teu meser sih namung kedah antri ngawitan
tabuh 03.00 enjing teh tos seueur nu antri”.
(Sejak banyak perumahan di Cigadung, banyak sumur warga kalau musim
kemarau ya ikut kamarau (kering) juga. Untungnya masih ada mata air yang
dapat dimanfaatkan. Tidak usah bayar tapi harus antri mulai jam 03.00 dini hari
sudah banyak yang antri).
Demikian halnya dengan mobilitas penduduk dari keluarga miskin sangat
tinggi. Untuk dapat bertahan hidup di kota, warga miskin rela bekerja apa saja
yang penting menghasilkan uan g, bahkan ditemukan informasi untuk membantu
kepala keluarga dalam pendapatan, banyak para wanita (ibu-ibu rumah tangga)
bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kompleks pemumahan elite, tidak
jarang anak -anaknya pun yang tidak sekolah lagi menjadi pedagang asong
ditempat-tempat yang ramai (tengah kota), kernet angkot, pengamen ataupun
tukang ojeg pada juragan ojeg.
Kajian Pengembangan Masyarakat
51
Dari uraian-uraian diatas, diperoleh kesimpulan bahwa rakyat miskin di
lokasi
kajian
mengalami
kemiskinan
yang
ditandai
dengan
kurang/ketidakm ampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang meliputi
sandang,
pangan
dan
papan/perumahan,
dimana
hal
tersebut
dapat
mempengaruhi individu miskin tersebut dalam melaksanakan fungsi sosialnya,
seperti
tidak
dapat
berperan
aktif
dalam
kegiatan
kemasyarakatan,
ketidakmampuan dalam mengatasi masalah -masalah yang dihadapi, seperti
dalam hal kelanjutan pendidikan anak-anak dari keluarga miskin tersebut
ataupun tingkat pendidikan keluarga miskin pada umumnya rendah.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah setempat dan masyarakat
secara swadaya untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan permasalahan
sosial lainnya yang muncul sebagai dampak permasalahan kemiskinan ;
pengangguran, anak putus sekolah, kesehatan lingkungan, kesenjangan sosial
serta tidak adanya transparansi dalam pemberian bantuan bagi golongan miskin.
Salah satunya adalah dengan mengadakan pertemuan rutin bulanan dengan
perwakilan-perwakilan anggota masyarakat. Namun fenomena yang sering
terjadi adalah masyarakat itu sendiri cenderung kurang menyadari terhadap
permasalahan-permasalahan yang terjadi, sehingga perlu upaya penyadaran
kepada masyarakat akan permasalahan yang ada dan bersama-sama mencari
jalan pemecahannya.
Kegiatan - kegiatan usaha kesejahteraan sosial itu sendiri sebenarnya telah
banyak dilakukan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan sosial,
khususnya permasalahan kemiskinan. Namun upaya-upaya yang dilakukan
masih bersifat sektoral dan berjalan sendiri-sendiri, sehingga penanganan
permasalahanpun sifatnya masih terbatas. Un tuk itu perlu ada keterlibatan
pihak -pihak terkait (pemerintah, swasta dan masyarakat itu sendiri) untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi,
menciptakan
kondisi
yang
mendukung terhadap berbagai upaya kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang
dilakukan masyarakat, dan adanya jaringan kerjasama diantara kelembagaan
UKS yang ada dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Diharapkan
dengan terciptanya kondisi-kondisi sebagaimana diharapkan, permasalahan
sosial yang ada dapat teratasi.
Kajian Pengembangan Masyarakat
EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Evaluasi terhadap program-program pengembangan masyarakat bertujuan
untuk melihat sejauhmana program-program tersebut mampu mencapai tujuan yang
ditetapkan atau ingin dicapai, dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Selain itu
untuk melihat bagaimana keterlibatan masyarakat sebagai subyek pembangunan.
Program pengembangan masyarakat dievaluasi dengan memperhatikan beberapa
prinsip, seperti: (1) pemberdayaan, (2) partisipasi, (3) kemandirian, (4) kerjasama,
(5) keberlanjutan dan (7) keberpihakan kepada golongan miskin.
Hasil
evaluasi
menunjukkan
bahwa
program-program
pengembangan
masyarakat belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana diatas,
untuk lebih jelasnya akan diuraikan dua program pengembangan masyarakat, yakni
program pengembangan masyarakat yang berasal dari pemerintah dan program yang
berasal dari inisiatif murni warga masyarakat sebagai berikut :
Kegiatan Pengembangan Masyarakat melalui Program Terpadu Peningkatan
Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS)
Program P2W-KSS merupakan program yang digulirkan pemerintah Kota
Bandung dengan sasaran wanita yang berusia 15 – 64 tahun dengan tingkat
kesejahteraan rendah dan atau yang masuk dalam kategori keluarga pra sejahtera
dan keluarga sejahtera tahap I, menurut hasil pendataan keluarga yang dilakukan
BKKBN.
Adapun yang dimaksud keluarga pra sejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum
dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan
akan pangan, sandang, papan dan kesehatan. Sedangkan keluarga sejahtera I, yaitu
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar serta kebutuhan
sosial psikologis (social psychological needs) seperti kebutuhan akan pendidikan,
keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat
tinggal dan transportasi.
Kajian Pengembangan Masyarakat
53
Tujuan
program P2W-KSS
adalah mewujudkan dan mengembangkan
keluarga sehat, sejahtera, termasuk perlindungan perempuan dan anak dengan
meningkatkan kedudukan, peran, kemampuan, kemandirian serta ketahanan mental
dan spiritual perempuan, melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam rangka
pembangunan masyarakat pedesaan/perkotaan.
Penyelenggaraan atau pengelolaan P2W-KSS di kelurahan Cigadung terdiri
dari :
a. Tim Pembina Program Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera
(P2W-KSS) tingkat Kecamatan di bawah tanggung jawab Camat beserta
jajarannya.
b. Tim Kelompok Kerja (POKJA) P2W-KSS tingkat Kelurahan, dengan
penanggung jawab Kepala Kelurahan dengan dibantu Tim yang telah dibentuk di
Kelurahan.
c. Tim Teknis Operasional :
1) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) berserta seksi-seksi yang
termasuk dalam susunan organisasinya.
2) Unsur PKK Kelurahan
3) Kepala Sekolah SD Cigadung
4) Puskesmas
5) MUI Kelurahan Cigadung
6) PLKB
7) Fasilitator P2W-KSS
d. Keluarga Binaan
Dana/pembiayaan pelaksanaan program terpadu P2W-KSS di Kelurahan
Cigadung, berasal dari APBD Pemerintah Daerah Kota Bandung tahun anggaran
2001/2002.
Program P2W-KSS merupakan program dan inisiatif pemerintah dalam upaya
pengembangan masyarakat terutama pemberdayaan kaum perempuan/wanita. Dalam
pelaksanaan kegiatan program
menggunakan pendekatan secara partisipatif
Pelaksanaan partispatif dimulai dari Musbang (musyawarah permbangunan) di
Kajian Pengembangan Masyarakat
54
tingkat Kelurahan yang dilaksanakan pada bulan Maret 2001 dengan peserta terdiri
dari :
a. Lurah Cigadung beserta staf
b. Pengurus LPM kelurahan Cigadung
c. Pengurus Tim Penggerak PKK Kelurahan Cigadung
d. Para Ketua RW se – Kelurahan Cigadung
e. PLKB
Sedangkan pengarah/nara sumber adalah :
a. Camat Cibeunying Kaler
b. Kasi PMD Kecamatan Cibeunying Kaler
Pada Musbang tersebut selain membahas pembangunan yang dibutuhkan oleh
masyarakat secara umum, juga dibahas secara khusus pelaksanaan program terpadu
P2W-KSS dan disepakati RW 09 dan RW 10 sebagai lokasi pelaksanaan P2W-KSS
didasarkan pada potensi Kelurahan Cigadung dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk RW 09 dan RW 10 relatif banyak
b. Berdasarkan data keberadaan penduduk, penduduknya banyak tergolong
penduduk pra sejahtera.
c. Perbedaan yang mencolok/perbedaan tingkat sosial yang tajam antara penduduk
yang tinggal di komplek perumahan dengan penduduk yang tinggal di
perkampungan.
d. Partisipasi dan gotong royong masyarakatnya cukup besar.
e. Sumberdaya manusia (SDM) penduduk/warga perempuan di RW 09 dan RW 10
rendah dibandingkan RW lain yang ada di Kelurahan Cigadung.
Pada
awal
kegiatan,
dilakukan
pelatihan
orientasi
P2W-KSS
yang
dilaksanakan di tingkat Kota Bandung dan diikuti oleh para pengurus LPM,
pengurus Tim Penggerak PKK kelurahan, Ketua RW dan para kader PKK RW.
Langkah selanjutnya adalah melakukan inventarisasi potensi dasar yang dimiliki
Kelurahan Cigadung, sebagai bahan merumuskan/menyusun program kegiatan apa
yang akan dilaksanakan, dan rembug warga
Kajian Pengembangan Masyarakat
dalam upaya menggali aspirasi,
55
memotivasi, mengarahkan dan mengembangkan apa yang diinginkan warga untuk
dapat meningkatkan kesejahteraannya..
Operasionalisasi kebijakan program terpadu P2W-KSS dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Meningkatkan komitment dalam aspek kebijakan dan operasional dari instansi
pemerintah, organisasi kemasyarakatan, swasta termasuk dunia usaha dan
masyarakat keseluruhan.
b. Memantapkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program dengan
memanfaatkan berbagai forum dan pertemuan-pertemuan rutin maupun
insidental dengan dinas/lembaga/instansi.
c. Meningkatkan kepedulian dan peran serta aktif masyarakat.
d. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pelaksana melalui
berbagai pelatihan, terutama pelatihan yang terkait dengan program peningkatan
peranan wanita dalam pembangunan.
e. Mengupayakan kemandirian masyarakat.
f. Memanfaatkan hasil pendataan dan pemetaan keluarga sejahtera pada daerah
rawan sosial ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Hasil pemetaan menemukan bahwa dalam
membentuk kelompok keluarga binaan
program P2W-KSS telah pula
yang berada di RW 09 dan RW 10
Kelurahan Cigadung sebanyak 13 kelompok dengan anggota antara 4 -6 orang
Kelompok keluarga binaan tersebut merupakan kelompok ibu-ibu rumah
tangga yang tergabung dalam satu wadah kegiatan yang sama, yang melakukan
kegiatan/aktifitas ekonomi produktif. Ke 13 kelompok tersebut mendapat bantuan
modal usaha dari BPM Kota Bandung sebesar Rp. 15.000.000.- (Lima belas juta
rupaiah) yang diperuntukkan bagi pengembangan/memulainya berbagai jenis usaha
kecil, dengan besaran bantuan disesuaikan pada skala usaha yang dijalankan.
Adapun jenis usaha yang dilakukan kelompok binaan adalah : Pembuatan
makanan ringan/jajanan, warungan, menjahit dan pengembanagn hasil peternakan
(pembuatan telur asin). Sistem pengguliran dana bantuan diatur dalam kelompok
Kajian Pengembangan Masyarakat
56
dengan tujuan dapat terjalin kerjasama yang baik antara anggota kelompok dalam
memajukan usahanya dan terkoordinasi.
Pengembangan Ekonomi Lokal dari Kegiatan P2WKSS
Kondisi wilayah kelurahan Cigadung merupakan wilayah perkotaan, dengan
keadaan sumber daya alam yang kurang mendukung bagi pengembangan ekonomi
masyarakat. Hal tersebut disebabkan sebagian besar wilayahnya digunakan sebagai
tempat permukiman penduduk, sehingga aktifitas ekonomi-produktif warganya
banyak diwarnai dari sektor dagang/jasa.
Namun demikian kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan oleh kelompok
keluarga binaan telah mempertimbangkan potensi lokal yang telah digeluti dan telah
dikenal oleh sebagian masyarakat sehingga mereka memiliki pengetahuan lokal
akan jenis usaha yang dipilih dan akses/peluang pasarnyapun cukup jelas. Hasil
pengamatan menemukan kegiatan ekonomi produktif yang dilakukan kelompok
keluarga binaan kegiatan P2WKSS yakni dengan membuat jajanan pasar, beternak
ayam , menjahit dan tata rias adat Sunda. Program bantuan pinjaman bergulir P2WKSS memprioritaskan pada kelompok sasaran yang belum memiliki usaha dan telah
memiliki usaha yang jelas namun kesulitan dalam mengakses permodalan.
Keterkaitan program P2W-KSS dalam pengembangan ekonomi lokal dengan
pasar yang lebih luas, menurut peneliti masih diperlukan peran pendampingan bagi
usaha-usaha yang telah jalan dalam rangka
memperluas jaringan kerja/bermitra,
seperti melakukan negosiasi/kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar untuk
dapat menjadi ‘Bapak Angkat’ dalam membimbing usaha-usaha kecil menengah
(UKM). Peran Kepala Kelurahan sebagai penanggung jawab program sangat penting
dalam memonitor kegiatan usaha ekonomi produktif yang sudah berjalan ataupun
akan dimunculkan dan lebih dari itu aparat pemerintahan kelurahan dapat berperan
sebagai fasilitator bagi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat yang
dilaksanakan di masyarakat.
Adapun
langkah-langkah
operasional
yang
dapat
ditempuh
mengembangkan kelompok keluarga binaan di kelurahan ini adalah :
Kajian Pengembangan Masyarakat
untuk
57
a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi kelompok keluarga binaan lebih
diintensifkan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan keterampilan.
b. Peningkatan penguasaan teknologi
c. Peningkatan penguasaan informasi
d. Peningkatan penguasaan permodalan
e. Peningkatan penguasaan pasar
f.
Perbaikan organisasi dan manajemen
g. Pencadangan bidang-bidang usaha
Evaluasi Program P2WKSS
Kegiatan program P2WKSS berupa pemberian bantuan bergulir, bimbingan
pelatihan kepada anggota masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan yakni
wanita/ibu rumah tangga yang berasal dari keluarga tidak mampu/miskin, telah
dirasakan manfaatnya. Dari kegiatan tersebut ibu-ibu yang termasuk dalam
kelompok keluarga binaan memperoleh ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk
membantu mencari penghasilan (ketrampilan menjahit, tata rias dan membuat kuekue),
bantuan modal usaha untuk memulai ataupun mengembangkan usaha serta
peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu baik bagaimana membina keluarga yang
sehat, menjaga kelestarian lingkungan, dan pengetahuan lainnya.
Namun dari pengamatan peneliti, kegiatan program P2WKSS belum
menjangkau seluruh lapisan wanita keluarga miskin yang ada. Penentuan sasaran
masih belum tepat, hanya kalangan terdekat dengan
aparat kelurahan yang
memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Kegiatan yang dilakukanpun sebatas
kegiatan proyek, dalam arti tidak ada kelanjutan dari kegiatan yang telah
dilaksanakan. Dari wawancara yang telah dilakukan terhadap penerima bantuan
program tersebut diperoleh informasi, bahwa para anggota kelompok binaan yang
telah terbentuk menjadi bingung kepada siapa dapat berkonsultasi manakala usahausaha yang telah dan sedang berjalan menemui hambatan dalam pelaksanaannya.
Dan bantuan modal bergulir yang diberikanpun telah memunculkan konflik bagi
Kajian Pengembangan Masyarakat
58
anggota masyarakat yang tidak memperoleh bantuan karena adanya prasangka telah
terjadi KKN dalam pelaksanaan kegiatan program tersebut.
Program Pengembangan Masyarakat melalui Kegiatan Koperasi Warga
Koperasi warga (Kopaga) yang diberi nama oleh warganya ‘Pra Koperasi
Sawargi Cikal’ didirikan pada tanggal 16 Juni 1994 oleh kaum perempuan/wanita di
RW 02 Kelurahan Cigadung atas prakarsa Ketua RW saat itu yang dipegang atau
diketuai oleh Ibu Asmanah (sebagai ketua RW) dan disyahkan oleh Kepala
Kelurahan Cigadung.
Awal lahirnya ‘Pra Koperasi Sawargi Cikal’ adalah karena adanya keprihatinan dari
Ibu Asmanah sebagai ketua RW saat itu melihat banyak dari warganya, karena
terdesak oleh keadaan ekonomi yang sulit, terjerat dengan sistem hutang para
rentenir. Kondisi perekonomian sebagian besar warga RW 02 Kelurahan Cigadung
tergolong kelompok ekonomi menengah ke bawah dan aktifitas ekonomi yang
dilakukan warga sebagian besar adalah dengan berusaha warung kecil-kecilan,
buruh bangunan, swasta dan hanya sebagian kecil saja dari warga yang berprofesi
sebagai Pegawai Negeri Sipil/ABRI.
Keadaan itulah yang membuat Ibu Asmanah mengadakan rembugan dengan
personil-personilnya (para ketua RT dan staf pengurus RW) untuk membahas
masalah yang dihadapi para ibu-ibu saat itu. Dan akhirnya munculah ide mendirikan
Koperasi. Pada awal berdiri Pra KSP Sawargi Cikal hanya diikuti oleh ibu-ibu RT
saja yang tergabung dalam kegiatan Posyandu yang rutin tiap bulan dilaksanakan.
Jumlah anggota saat itu + 34 orang terdiri dari ibu-ibu pengurus ataupun anggota
Posyandu, dengan simpanan pokok (awal kegiatan) sebesar Rp. 10.000.- dan
simpanan wajib Rp. 2.000.- saja. Dana-dana yang ada pada koperasi murni
merupakan hasil swadaya masyarakat. Pada akhirnya kegiatan Pra KSP tersebut
semakin berkembang dengan anggota tidak terbatas pada kaum ibu-ibu saja tetapi
juga para Bapak.
Sampai saat ini Pra KSP sudah berjalan +10 tahun dengan jumlah anggota 250
orang yang terdapat tidak hanya di RW 02 saja, melainkan sudah merambah ke
Kajian Pengembangan Masyarakat
59
Kelurahan lain. Dan modal yang dimiliki Pra Koperasi terhitung per 31 Desember
2004, sebesar + Rp. 400.000.000.- (empat ratus juta rupiah).
Pada saat peneliti turun langsung ke lapangan mengadakan wawancara
langsung dengan para pengurus dan anggota yang ada dan menanyakan kenapa
namanya Pra Koperasi, Bapak Suparman selaku ketua menjelaskan bahwa Koperasi
yang dipimpinnya belum berbadan hukum dan para anggotanya sendiri memang
tidak menghendakinya, itu sebabnya diberi nama Pra Koperasi.
Walaupun demikian dalam opersionalnya, Pra Koperasi Simpan Pinjam
Sawargi Cikal sebagaimana koperasi yang berbadan hukum melaksanakan
pembukuan secara lengkap dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tiap tahunpun
dilaksanakan.
Dengan
kesederhanaan
pola
pikir,
warga
beralasan
tidak
menginginkan prosedur yang rumit sehingga tetap mempertahankannya sebagai Pra
Koperasi. Koperasi warga yang ada di RW 02 Kelurahan Cigadung ini berbeda
dengan jenis koperasi yang diproduksi pemerintah, karena lahir dari – oleh – untuk
masyarakat, sehingga koperasi ini benar-benar murni berbasis masyarakat
(community base) dan bergerak di bidang sosial ekonomi.
Tujuan yang ingin dicapai dengan didirikan Pra KSP Sawargi Cikal adalah
membantu warga masyarakat yang mempunyai kegiatan ekonomis produktif
ataupun kesulitan keuangan pada saat-saat tertentu (biaya sekolah anak, biaya sakit,
hajat dan lain-lain).
Bunga yang dikenakan kepada anggota sebesar 3 % perbulan menurun dari
pokok pinjaman, dengan simpanan pokok saat ini sebesar Rp. 50.000.-, Simpanan
wajib Rp. 5.000.- dan simpanan sukrela tidak terbatas.
Dalam pelaksanaan usaha simpan pinjam yang dilakukan Pra KSP Sawargi,
alokasi modal diperuntukkan bagi :
a. Kredit darurat, seperti : saat mendapat musibah/sakit, biaya sekolah dan lainlain.
b. Kredit pengembangan, diberikan kepada warga yang sudah mempunyai kegiatan
ekonomi-produktif.
c. Kredit modal usaha, diberikan kepada warga yang ingin memulai suatu usaha.
Kajian Pengembangan Masyarakat
60
d. Investasi/deposito, ditujukan bagi warga yang cukup mampu ekonominya
sehingga dana yang terkumpul dapat dimanfaatkan warga lain yang
membutuhkan, dan bagi depositor sendiri memperoleh laba/bunga yang cukup.
Nilai-nilai kekerabatan, kejujuran dan saling percaya merupakan hal yang
penting untuk tetap dipertahankan warga. Dalam hal pemilihan kepengurusan, sikap
kepercayaan para anggota menjadikan Bapak Suparman (sebagai ketua) dan Ibu Elly
Komariyah (bendahara) tetap dipercaya memegang kedudukan tersebut sampai saat
ini (sejak berdirinya koperasi). Demikian pula dalam hal pengembalian pinjaman
dilakukan secara kekeluargaan apabila terjadi kemacetan.
Keberadaan Pra KSP Sawargi Cikal telah memberikan manfaat besar bagi
anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kesejahteraan
sosial ekonomi keluarga sudah dirasakan. Berdasarkan observasi, peneliti melihat
banyak usaha-usaha kecil terbantu dengan adanya Pra Koperasi tersebut.
Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan Koperasi Warga
Kegiatan Pra KSP Sawargi Cikal RW 02 Kelurahan Cigadung sebagaimana
diuraikan di atas sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Kegiatan UKM yang banyak dilakukan warga di sektor informal (pembuatan
makanan kecil/usaha warungan) mendapat peningkatan dalam usahanya berkat
bantuan modal kredit yang diberikan Pra Koperasi Sawargi Cikal dan bahkan dari
usaha warung kecil beberapa anggota telah memiliki kios/warung yang lebih besar
dari usaha semula.
Kegiatan Pra KSP Sawargi Cikal merupakan murni kegiatan yang berasal dari,
oleh dan untuk masyarakat, dengan demikian kegiatan ini telah memanfaatkan
potensi lokal yang dimiliki masyarakat.
Potensi lokal berupa nilai-nilai luhur, seperti kejujuran, kepercayaan, hubungan yang
baik antara sesama warga benar-benar dipertahankan. Sedangkan pada tahap
memulai/mengembangkan usaha, masyarakat sebagai pelaku ekonomi melakukan
Kajian Pengembangan Masyarakat
61
usaha ekonomi-produktif yang benar-benar digeluti dan diketahui sehingga prospek
pasarpun dapat diperhitungkan.
Hasil pemetaan sosial menunjukkan, kelurahan Cigadung mempunyai ciri
yang unik pada masyarakatnya. Walaupun wilayahnya sudah termasuk wilayah
perkotaan, namun pada masyarakat pribumi yang bertempat tinggal diperkampungan
nilai-nilai kekerabatan, gotong royong masih dipegang. Kontrol sosial masyarakat
terhadap warganyapun masih kuat. Dari hal-hal itulah yang merupakan potensi lokal
yang dimiliki masyarakat kegiatan Pra KSP Sawargi Cikal masih terus berjalan dan
berkembang.Keberhasilan progran Pra KSP ini tidak terlepas dari adanya
kepercayaan yang diberikan anggota kepada pengurus dan kejujuran dari para
pengurusnya sendiri.
Evaluasi Kegiatan Koperasi Warga
Keberadaan Pra KSP Sawargi Cikal telah memberikan manfaat besar bagi
anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, kegiatan usaha ekonomi
produktif pada sektor informal terbantu dengan adanya Pra KSP tersebut. Kegiatan
pra KSP Sawargi Cikal merupakan kegiatan pengembangan masyarakat yang murni
inisiatif maupun dananya dari masyarakat. Walaupun demikian, keterbatasan sarana,
prasarana, serta belum adanya jaringan kerjasama dengan kelembagaan UKS yang
lain, kondisi yang kurang mendukung untuk koperasi berkembang lebih optimal,
masih ditemui dan menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatannya.
Untuk pengembangan usaha ekonomi produktif yang banyak dilakukan warga
masyarakat, maka perlu adanya perhatian aparat pemerintah lokal dalam
perkembangan usaha warga
dan
melakukan pendampingan secara profesional,
membangun jejaring yang lebih kuat dengan pengusaha besar (sebagai bapak
angkat) dengan tujuan agar anggota mampu menciptakan relasi sosial dengan
sumber-sumber lingkungan yang ada untuk keberlanjutan dan peningkatan usaha
koperasi warga tersebut, dan melatih kader-kader kepengurusan koperasi agar
manajemen koperasi dapat lebih baik lagi.
Kajian Pengembangan Masyarakat
62
Ikhtisar Program Pengembangan Masyarakat
Berdasarkan hasil evaluasi program pengembangan masyarakat yang
dilaksanakan di kelurahan Cigadung , yaitu
Program Terpadu P2WKSS dan
Program Pengembangan Masyarakat melalui Koperasi Simpan Pinjam Warga
(KSP), diperoleh gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan partisipasi aktif
komunitas (warga kelurahan Cigadung). Pada dasarnya kedua kegiatan tersebut
memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan masyarakat melalui partisipasi
aktif pada program kegiatan.
Namun selanjutnya, kedua program pengembangan masyarakat tersebut dapat
dibedakan baik dari proses ataupun pelaksanaannya.
Program P2WKSS merupakan program pemberdayaan yang diprakarsai pemerintah,
mempunyai ciri, sebagai berikut :
1. Program pemberdayaan masyarakat dimaksud merupakan program pemerintah
pusat dengan penanggung jawab teknis ada di bawah Menteri Negara Urusan
Peranan Wanita. Untuk selanjutnya sesuai dengan kebijakan otonomi daerah
maka program tersebut diadopsi pemerintah daerah setempat disesuaikan dengan
kondisi lokal.
2. Struktur dan mekanisme program telah diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan dan
Petunjuk
Teknis dengan landasan formal Surat Keputusan Gubernur dan
Keputusan MENEG UPW. Juklak dan Juknis ini merupakan acuan utama
pelaksana program di daerah dan sifatnya mengikat.
3. Keterlibatan
masyarakat
terbatas
dalam
pelaksanaan,
sedangkan
tahap
perencanaan dan evaluasi dari Pemerintah lokal dan aparat Badan Pemberdayaan
Masyarakat Pemkot Bandung.
4. Sumber daya manusia mengandalkan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebagai
supervisor dan pelaksana teknis di lapangan, terutama dalam melaksanakan
tugas pendampingan dan intervensi sosial.
5. Pengendalian program ditinjau dari pencapaian target administratif, berupa
pengembalian modal bergulir dan belum ada mekanisme pemantauan pencapaian
Kajian Pengembangan Masyarakat
63
aspek-aspek fungsional, yang menunjukkan keberdayaan masyarakat dalam
mengatasi masalah sosial dan kemiskinan di lingkungannya.
6. Dalam perkembangan program, banyak menghadapi masalah seperti penentuan
kelompok sasaran yang dirasa tidak adil oleh masyarakat (karena orang –orang
terdekat dengan aparat kelurahan yang mendapat bantuan), dana tidak digulirkan
oleh kelompok, terjadi penyalah gunaan uang modal, pemaksaan jenis usaha
ekonomi.
Berbeda dengan struktur dan mekanisme program pemberdayaan yang
diprakarsai pemerintah, maka program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
oleh lembaga swadaya masyarakat, dalam eveluasi ini yakni KSP Sawargi Cikal
pada umumnya dapat melepaskan diri dari keterikatan kepada struktur organisasi
pemerintah secara vertikal maupun wilayah administrasi, sehingga koperasi simpan
pinjam warga dapat lebih mengembangkan masyarakat sesuai dengan kebutuhan
aktual masyarakat.
Dengan demi kian dari eveluasi terhadap program pembangunan masyarakat
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan pra koperasi warga merupakan salah
satu sumber kesejahteraan sosial yang dipergunakan warga masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Terdapat
beberapa faktor yang dapat mendukung berlangsungnya kegiatan pengembangan
masyarakat, yakni :
1. Nilai sosial kultural, seperti kehidupan masyarakat atas dasar kekerabatan,
ketetanggaan, solidaritas sosial, norma dan nilai yang telah disepakati dan
dipatuhi bersama.
2. Adanya Kelembagaan yang mewarnai kehidupan masyarakat.
3. Adanya motivasi dari beberapa tokoh masyarakat akan pentingnya perubahan
dan kepedulian terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan.
4. Adanya kepercayaan pada kelompok kelembagaan lokal yang dapat membantu
dalam pemenuhan kebutuhan warga dan menangani permasalahan sosial yang
terjadi di lingkungannya.
Kajian Pengembangan Masyarakat
64
5. Adanya jiwa wiraswata yang dimiliki warga masyarakat, dapat di manfaatkan
sebagai dasar terbentuknya kemandirian.
6. Adanya konflik yang berlangsung di masyarakat, dapat digunakan sebagai
pendekatan pembangunan masyarakat.
Kajian Pengembangan Masyarakat
ANALISIS PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN
USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS)
Profil Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung.
Masyarakat Kelurahan Cigadung merupakan ciri masyarakat kota dengan
keanekaragaman penduduk/warga dan permasalahan-permasalahan sosial yang
dimiliki seperti halnya masyarakat perkotaan di kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Kepadatan penduduknya yang disebabkan pertambahan jumlah penduduk cenderung
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, telah memunculkan berbagai
permasalahan sosial; pengangguran, kenakalan anak/remaja, masalah lingkungan,
semakin banyaknya jumlah penduduk yang menunjukkan ketidakmampuannya dalam
memenuhi kebutuhan dasar,
masalah kesehatan dan lain-lain. Permasalahan-
permasalahan tersebut pada hakekatnya bermuara pada tingkat kemiskinan yang
dialami penduduk, karena kemiskinan masih merupakan penyebab utama munculnya
masalah sosial lainnya.
Pada sisi lain kepadatan penduduk tersebut melahirkan kehidupan sosial yang
khas. Secara fisik kedekatan sesama warga dan nilai serta norma yang tumbuh di
masyarakat, mendasari hubungan sosial kekerabatan dan ketetanggaan cukup tinggi,
sehingga mendukung terjadinya tindakan saling tolong menolong berdasarkan
kekeluargaan dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang terjadi. Hal itu
pula yang mendukung munculnya pengelompokan-pengelompokan masyarakat
secara partisipatif, yang dapat berfungsi sebagai wadah bagi pemenuhan kebutuhan
manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial sekaligus keagamaan.
Wadah, media maupun wahana tersebut berupa kelembagaan sosial yang digunakan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau melaksanakan usaha kesejahteraan
sosial.
Berdasarkan hasil kajian, telah tumbuh dan berkembang berbagai kelembagaan
usaha kesejahteraan sosial. Pola kelembagaan UKS tersebut selanjutnya telah
menciptakan
mekanisme
pemecahan
masalah. Pendayagunaan
kelembagaan-
kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial yang terdapat di masyarakat secara
Kajian Pengembangan Masyarakat
66
maksimal, dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khususnya keluarga miskin. Melalui media, wahana kelembagaan UKS
yang ada, aspirasi dan keinginan masyarakat dapat tersalurkan dalam
upaya
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat ataupun mengatasi masalahmasalah sosial yang terjadi.
Pelaksanaan kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat di
lokasi kajian, dilaksanakan melalui wadah/wahana berupa perkumpulan, kelompok,
yang terbentuk secara alamiah seperti kelompok rereongan RW 09, kelembagaan
UKS yang sengaja dibentuk
oleh pemerintah seperti : PKK dan LPM, ataupun
kelembagaan murni swadaya masyarakat seperti : kelompok pengajian dan Koperasi
Warga.
Profil kelembagaan-kelembagaan UKS yang terdapat di lokasi kajian dan menjadi
fokus kajian peneliti, sebagaimana diuraikan berikut ini :
Kelompok Rereongan
Di propinsi Jawa Barat, sejak lama telah dikenal nilai-nilai budaya (khususnya
Sunda) yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya.Perilaku prososial yang telah lama
dikenal diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih asah dan silih asuh. Secara harfiah
artinya : saling mengasihi, saling memberi dan saling mengasuh diantara warga
masyarakat, baik dalam kehidupan keluarga, tetangga, kelompok maupun kehidupan
bermasyarakat. Demikian halnya dengan masyarakat kelurahan Cigadung, walaupun
kehidupan perkotaan sangat heterogen namun nilai-nilai dan norma tersebut masih
hidup dan terpelihara dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan
nilai budaya tersebut, beberapa perilaku sosial yang khas
diwujudkan dalam bentuk : (1) adanya kerjasama dalam mengerjakan kegiatan
kemasyarakatan, berupa gotong royong seperti : kegiatan kerja bakti untuk
membangun sarana prasarana sosial (misal perbaikan saluran air, pembangunan
Masjid, pembangunan MCK),
kegiatan bersama menghadapi perayaan hari
kemerdekaan, dan lain-lain, (2)
Kajian Pengembangan Masyarakat
musyawarah dalam memecahkan masalah
67
kemasyarakatan yang terlihat dari rapat-rapat atau pengajian antar warga, tokoh
agama, tokoh masyarakat dan aparat kelurahan ; untuk menyelesaikan masalah
kemasyarakatan, seperti menyelesaikan masalah pemuda pengangguran yang sering
mabuk-mabukan, membantu warga masyarakat yang terlibat dalam pertikaian, dan
lain-lain, (3) saling menolong antar tetangga, yang terlihat dari spontanitas
masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya yang terkena musibah;
sakit, meninggal, kecelakaan ataupun membantu dalam kegiatan anggota masyarakat
seperti : merayakan pesta pernikahan, khitanan, ataupun membangun rumah.
Perwujudan
nilai budaya tersebut, berupa kepedulian masyarakat dalam
pembangunan kesejahteraan sosial, di Bandung di kenal sebagai kegiatan beras
perelek (mengumpulkan beras sekitar satu sendok) setiap bulan yang dikumpulkan di
tiap rukun tetangga masing-masing. Hasil pengumpulan beras tersebut digunakan
untuk menolong anggota masyarakat yang termasuk golongan miskin dan mengatasi
permasalahan sosial lainnya yang membutuhkan dana/sarana yang siap pakai.
Di lokasi kajian, kegiatan serupa juga dilakukan masyarakat namun dalam
bentuk yang berbeda. Warga menyebut kegiatannya sebagai kegiatan rereongan.
Kegiatan rereongan bertujuan memupuk dan melestarikan sikap hidup masyarakat
Jawa Barat yang berasaskan kebersamaan, solidaritas dan gotong royong. Kegiatan
pengumpulan dana masyarakat tidak lagi berupa beras, melainkan dalam bentuk
uang.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan/menangani permasalahan sosial yang
terjadi, masyarakat RW 09 telah melaksanakan kegiatan pengumpulan berbagai jenis
dana masyarakat setiap bulan ditingkat RT dan RW. Kegiatan pengumpulan dana
tersebut, antara lain dilakukan melalui : dana kebersihan sampah, dana keamanan,
dana kematian, dana yang diperuntukan bagi warga masyarakat yang sakit, dan dana
lainnya yang dikumpulkan secara intensif. Kegiatan pengumpulan dana
terbagi
dalam dua bentuk, yakni dana rutin yang merupakan iuran rutin tiap bulan dari warga,
dan pengumpulan dana insindentil atau sewaktu-waktu. Warga sewaktu-waktu
dimintai kerelaannya untuk memyumbang untuk menanggulangi permasalahan yang
sifatnya mendesak, seperti perbaikan saluran air, perbaikan jalan kampung ataupun
Kajian Pengembangan Masyarakat
68
untuk persiapan pelaksanaan hari-hari besar nasional. Besarnya sumbangan sukarela
(di luar iuran rutin tiap bulan) tidak ditentukan, berdasarkan kerelaan dan
kesanggupan masing-masing warga.
Hasil wawancara mendalam dengan pengurus kegiatan rereongan RW 09
diperoleh informasi, nilai rupiah sumbangan masyarakat untuk iuran rutin dari
kegiatan rereongan setiap bulannya berkisar antara Rp. 2.000.- - Rp. 10.000.- (tidak
termasuk sumbangan spontan para penghuni kompleks perumahan menengah ke atas
yang berada di RT 02 RW 09). Ini menunjukkan bahwa besarnya sumbangan
masyarakat tidak terbatas sebesar Rp. 2.000.- saja, melainkan bervariasi. Sebanyak 48
% responden dari keseluruhan warga RW 09 yang menyumbangkan setiap bulannya
lebih dari Rp. 2.000.-. RW 09 Kelurahan Cigadung itu sendiri terdiri dari 6 RT
selanjutnya dana-dana kegiatan yang terkumpul dikelola pengurus (RW dan para
ketua RT).
Diperoleh pula informasi, sebagian besar masyarakat menyatakan setuju
mengenai kegiatan pengumpulan dana tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ty
(responden) penjual bubur ayam warga RT 02 :
“ Abdi ngaraos kabantos ku kagiatan rereongan nu aya. Icalan bubur oge modal
awalna, abdi nambut ka dana kas rereongan RW 09, sa ageung Rp.100.000.-. Nuhun,
Alhamdulilah teu aya bungaan, tiasa dicicil 10 kali janten teu abot teuing. Ku sabab
kitu sim abdi ngadukung kana kagitan rereongan teh.”
(Saya merasa terbantu dengan kegiatan rereongan yang ada. Jualan bubur juga modal
awalnya diperoleh dari pinjaman kas rereongan RW 09 sebesar Rp. 100.000.-. Terima
kasih, Alhamdulillah tidak ada bunga, dapat dicicil 10 kali, jadi tidak terlampau
berat.Untuk itu saya sangat mendukung dengan kegiatan rereongan tersebut).
Menurut informasi dari pengurus RT dan RW selaku pengelola kegiatan
rereongan, bahwa kegiatan ini walaupun sifatnya sebatas tradisi tetapi sangat
dirasakan manfaatnya bagi warga masyarakat, terutama bagi keluarga tidak
mampu/miskin. Seperti diungkapkan oleh Pak Eks (responden) ketua RT 06 :
“Kagiatan rereongan ieu teh tos lami dilaksanakeun di RW 09, namung intensif na
mah nembe tahun 2000 kadieukeun. Maksadna mah diayakeun pengumpulan dana teh
kanggo ngagalang partisipasi wargi pikeun saling peduli ka sasami wargi.Dana nu
kakempel tina kagiatan rutin atawa sukarela teh, sadayana kanggo kasejahteraan
warga khususnya kanggo wargi teu mampu.Alhamdulillah geuning, tina kagiatan
rerongan teh tos aya buktosna nyaeta perbaikan jalan kampung, ngadamel jamban
Kajian Pengembangan Masyarakat
69
umum kanggo antisipasi musim halodo, pan di rw 09 mah sok saat sumur-sumur warga
teh, sareng eta kagiatan anak asuh. Harepanna mah mudah-mudahan kagiatan ieu teh
sing langgeng sareng aya parhatian pamarentah supados aya kasinambunganana
kagiatan teh”.
(Kegiatan rereongan ini sudah lama dilaksanakan di RW 09, tapi secara intensif baru
berjalan sejak tahun 2000. Maksud kegiatan ini untuk menggalang patisipasi warga
agar saling peduli terhadap sesama warga. Dana yang terkumpul dari kegiatan rutin
ataupun sukarela, seluruhnya untuk kesejahteraan warga khususnya warga tidak
mampu. Alhamdulillah, dari kegiatan ini sudah ada bukti berupa perbaikan jalan
kampung, pembuatan MCK umum untuk antisipasi musim kemarau kan di wilayah RW
09 sumur-sumur penduduk kering pada musim tersebut dan untuk kegiatan anak asuh.
Harapannya semoga kegiatan ini dapat berjalan langgeng dan ada perhatian
pemerintah untuk kesinambungan kegiatan).
Hasil
kajian
menunjukkan,
bahwa
masyarakat
mau
secara
sukarela
menyumbangkan dana karena adanya manfaat dan kegunaan langsung dari dana
tersebut. Hal yang dianggap penting yang perlu diungkapkan peneliti di sini adalah
bahwa kegiatan rereongan walaupun sifatnya informal, terbukti telah banyak
membantu kegiatan pembangunan di wilayah tersebut. Sebagaimana penuturan salah
seorang warga di atas bahwa jalan-jalan kampung di RW 09 yang belum tersentuh
oleh kegiatan pembangunan dari pemerintah (kondisi wilayah RW sebagian besar
terdiri kampung-kampung dengan padat penduduk dan tinggal di gang-gang sempit)
adalah hasil swadaya masyarakat (kegiatan rereongan) begitu pula jamban (MCK)
umum yang berada di perkampungan, dananya berasal dari sumbangan warga.
Kegiatan penanganan kemiskinan yang ada di wilayah RW 09 berupa pemberian alatalat sekolah bagi anak dari warga tidak mampu, program anak asuh yang dilakukan
kelompok rereongan bekerja sama dengan warga mampu dari wilayah yang sama (
warga penghuni kompleks perumahan yang berlokasi di RT 02 RW 09).
Gerakan rereongan menjadi sangat penting sebagai salah satu upaya yang
dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yang prakarsanya tumbuh, dari
,oleh dan untuk masyarakat. Namun dari hasil kajian juga menunjukkan adanya
beberapa faktor yang mempengaruhi kekurang berhasilan gerakan tersebut, yakni :
(1) adanya pergeseran nilai budaya, karena keberadaan wilayah Cigadung sebagai
salah satu sudut wilayah kota Bandung yang pesat dengan berbagai informasi/nilai
budaya lain, (2) kepengurusan yang kurang jelas (belum ada struktur organisasi), (3)
Kajian Pengembangan Masyarakat
70
kurangnya informasi penggunaan dana, (4) kinerja pengelola kegiatan yang belum
optimal, (5) kurangnya dukungan dari pemerintah lokal dan instansi terkait.
Koperasi Warga (KOPAGA) dan Program Bantuan Kredit Mikro PPMK
Profil kelembagaan UKS yang bergerak di bidang ekonomi dan menjadi fokus
kajian yakni : (1) koperasi warga (KOPAGA), merupakan kegiatan usaha
kesejahteraan sosial murni hasil swadaya masyarakat, dan (2) bantuan kredit mikro
yang merupakan dana bantuan dari pemerintah Kota Bandung ditujukan bagi
masyarakat ekonomi lemah (miskin) dan bagian dari program pemberdayaan
masyarakat kelurahan (PPMK) dengan penyelenggara LPM Kelurahan.
KOPAGA yang tumbuh dan berkembang saat ini, berawal dari munculnya rasa
keprihatinan tokoh-tokoh masyarakat RW 02 (Ketua RW beserta Stafnya) yang
melihat banyak warganya yang kurang mampu (miskin) terlilit hutang pada rentenir.
Bunga pinjaman yang ditawarkan oleh rentenir tersebut sangat mencekik, dimana
pinjaman dibayar secara mencicil tiap hari berikut bunganya. Karena terdesak oleh
keadaan ekonomi yang sulit, banyak warga pada sebelum lahir Pra Koperasi tersebut
terjerat sistem hutang para rentenir. Sebagaimana dikisahkan oleh Bapak Spm
(responden) :
“Saya termasuk salah seorang penggagas berdirinya Koperasi Wraga bersama tokoh
masyarakat RW 02 saat itu. Saya merasa sangat prihatin melihat banyak warga
terjerat hutang pada rentenir, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
ataupun modal usaha. Alih-alih, mau dapat untung dan usaha yang dilakukan bisa
berkembang. Kenyataannya banyak usaha yang dilakukan warga jadi bangkrut karena
kesulitan membayar bunga pinjaman yang besar.Disitulah, melalui rembugan warga,
kami sepakat mendirikan Koperasi Simpan Pinjam ini”.
Keberhasilan kegiatan KOPAGA terbukti dengan makin banyaknya jumlah
anggota, KOPAGA saat ini beranggotakan sebanyak 250 orang yang terdapat tidak
hanya di RW 02 saja, melainkan beberapa wilayah RW di Kelurahan Cigadung
bahkan ada sebagian kecil anggota KOPAGA berasal dari kelurahan lain terdekat.
Kekayaan/asset yang dimiliki KOPAGA saat ini terhitung per 31 Desember 2004
sebesar kurang lebih Rp.400.000.000,00.- (empat ratus juta rupiah) berikut asset fisik.
Kajian Pengembangan Masyarakat
71
Sedangkan untuk kepengurusan KOPAGA sendiri dipilih berdasarkan hasil
musyawarah/kesepakatan seluruh anggota.
Kegiatan KOPAGA sampai saat ini, masih berupa kegiatan simpan pinjam yang
diperuntukkan baik sebagai modal usaha ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dari kegiatan yang dilaksanakan, sudah banyak membantu warga masyarakat yang
melaksanakan kegiatan usaha ekonomi-produktif, seperti : berdagang warungan,
PKL, bisnis pakaian jadi yang dikirim ke luar kota Bandung, dan lain-lain. Ataupun
membantu warga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari : sandang, pangan,
kesehatan dan pendidikan.
Dalam pelaksanaan kegiatan, sistem nilai yang dipergunakan berupa nilai-nilai
kekerabatan, kejujuran dan saling percaya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu El
(responden) :
“Sanes teu aya hambatan dinu ngajalankeun koperasi ieu. Kredit macet mah tos biasa,
namung abdi sareng pengurus koperasi, dinu ngahadepan masalah kredit macet teh,
sistem kekeluargaan nu di anggo. Anggota nu kreditna macet, ditepangan, ditaroskeun
naon panyababna sareng kedah kumaha jalanna supados cicilan teh tiasa lancar, nya
di musyawarahkeun. Kadang abdi mah, sawios sabaraha sanggemna anggota tiasa
nyicil, misalna Rp. 2.000.- sadinten kanggo pinjaman sa ageung Rp. 1.000.000.-,
sawios, tetep dicatet/dibukukeun. Ya . . . . Alhamdulillah, nganggo cara eta nepikeun
dinten ieu koperasi teh masih lancar kagiatanana”.
(Bukan tidak ada hambatan dalam menjalankan koperasi ini. Kredit macet sudah
biasa, tetapi saya dan pengurus koperasi, dalam menghadapi anggota yang
mempunyai kredit macet, ditemui di rumahnya, ditanya apakah penyebab kemacetan
kreditnya dan dimusyawarahkan. Kadang-kadang saya menerima cicilan berapa saja
sesuai kesanggupan anggota, misalnya Rp. 2.000.- sehari untuk pinjaman sebesar Rp.
1.000.000.-, biarlah tetap dicatat dan dibukukan. Ya . . . . Alhamdulillah, dengan
memakai cara demikian sampai saat ini koperasi masih lancar kegiatannya ).
Sebagaimana diuraikan di atas keberadaan KOPAGA Kelurahan Cigadung telah
memberikan manfaat besar bagi para anggotanya yang sebagian besar berasal dari
warga/masyarakat kalangan tidak mampu (miskin), tidak saja dalam bentuk ekonomi
(uang) tetapi juga secara sosial, yakni adanya hubungan (interaksi) sesama anggota
untuk saling mendukung, saling percaya sehingga kegiatan koperasi dapat terus
berjalan dengan lancar. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Spa (responden) di RW 02
sebagai berikut :
Kajian Pengembangan Masyarakat
72
“Abdi kantos jadi anggota koperasi ti awal ngadegna koperasi ieu. Tambutan abdi ka
koperasi teh kanggo keperluan barudak sakola. Ya . . . Alhamdulillah kabantos pisan.
Ayeuna mah, parantos bareres sakola barudak. Janten teu kedah nambut-nambut deui,
kantun nyimpenlah sakedik-sakedik, lumayan tiasa kanggo mantosan anggota nu
sanes”.
(Saya sudah menjadi anggota koperasi sejak awal berdirinya koperasi. Saya pinjam ke
koperasi untuk keperluan sekolah anak-anak saya. Saya sangat terbantu,
Alhamdulillah.Sekarang, sekolah anak-anak sudah selesai, ke koperasi tinggal
menyimpan walaupun sedikit-sedikit, lumayan bisa membantu anggota Koperasi yang
lainnya).
Dalam perjalanan kelembagaan koperasi walaupun sudah berjalan lama, namun
para pengurus dan anggota tidak menginginkan status koperasi mereka menjadi
berbadan hukum, dengan alasan terlalu banyak prosedur yang berbelit-belit nantinya.
Dengan kesederhanaan pola pikir para warga, menginginkan kalau KOPAGA yang
mereka miliki tetap saja begitu (alamiah, tidak berbadan hukum). Dari hasil
wawancara dengan pengurus koperasi dan observasi di lapangan, diperoleh pula
keterangan bahwa koperasi
sampai saat ini
belum memiliki gedung sendiri,
kesekretariatan masih meminjam salah satu ruang di rumah Ibu Eli (bendahara). Hal
itu menjadi kendala bila mana RAT (rapat anggota tahunan) mau dilaksanakan,
demikian juga dengan masalah dana; masih dirasakan minim untuk dapat memenuhi
keinginan anggota, sehingga pinjaman dalam jumlah besar, diatas Rp. 5 juta selalu
harus menunggu giliran dan kesepakatan dari beberapa anggota koperasi. Hal lain
yang dirasakan sebagai masalah organisasi, oleh pengurus koperasi adalah masalah
kaderisasi pengurus. Pengurus KOPAGA yang ada sekarang, masih kelanjutan dari
pengurus lama (keadaannya saat ini sudah tua-tua, walaupun masih sehat). Pengurus
sangat berharap ada bimbingan dari pemerintah setempat (kelurahan) untuk
mengadakan pelatihan manajemen koperasi dalam upaya kaderisasi, karena hal
tersebut sulit dilaksanakan sendiri dengan berbagai persoalan: waktu yang sempit dari
pengurus untuk melakukan kegiatan lain, tidak mempunyai tempat untuk
menyelenggarakan kegiatan pelatihan ataupun pengetahuan lain yang seharusnya
dimiliki oleh seorang pelatih. Keinginan lain dari pengurus KOPAGA adalah seperti
yang diungkapkan oleh Bapak Spm (Ketua KOPAGA) :
Kajian Pengembangan Masyarakat
73
“Abdi sareng pengurus nu sanes, kahoyongna mah ieu koperasi teh tiasa
dikembangkeun deui. Sanes koperasi simpan pinjam wungkul, lamun tiasa mah
koperasi sembako kanggo para anggota. Namung nya eta teu gaduh modal, teras
kahoyong deui teh pamarentah tiasa ngabimbing anggota-anggota koperasi nu
ngajalankeun usaha ekonomi-produktif, sapertos usaha dagang, usaha ngadamel
tuangeun atanapi usaha peternakan alit-alitlah. Tujuannana ya . . . supados usaha nu
di jalankeun tiasa nambih sae perkembangannana”.
(Saya bersama pengurus koperasi yang lain, mempunyai keinginan koperasi ini bisa
lebih dikembangkan, tidak hanya koperasi simpan pinjam, tetapi kalau dapat koperasi
sembako (9 bahan pokok) untuk para anggota. Tetapi yaitu kami tidak mempunyai
modal cukup untuk itu.Keinginan lain, yakni pemerintah dapat meberikan bimbingan
kepada anggota koperasi yang melaksanakn Usaha Ekonomi-Produktif, dagang, usaha
pembuatan makanan ringan ataupun usaha beternak kecil-kecilan. Tujuannya, Ya . . .
supaya usaha yang dijalankan dapat lebih baik perkembangannya).
Kegiatan pengembangan masyarakat lain dalam bidang ekonomi dan ditujukan
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah (miskin), yakni bantuan
kredit mikro dari Pemerintah Kota yang merupakan bagian dari program
pengembangan masyarakat kelurahan (PPMK). Program ini terselenggara dibawah
koordinasi
Badan
Pemberdayaan
Masyarakat
(BPM)
Kota
Bandung,
dan
dilaksanakan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Cigadung.
Pelaksanaan program PMK dimulai sejak tahun 2003 sampai saat ini. Sasaran
kegiatan meliputi pembangunan fisik, sosial dan ekonomi di tingkat kelurahan.
Pembangunan ekonomi ditujukan pada masyarakat ekonomi lemah (miskin) berupa
Bantuan Kredit Mikro, dimana dalam pelaksanaannya dikelola oleh LPM. sedangkan
kegiatan pembangunan fisik diprioritaskan pada pembangunan yang tidak terjangkau
oleh instansi teknis seperti Dinas Perumahan dan Dinas Pekerjaan Umum.
Pembangunan tersebut meliputi perbaikan jalan-jalan perkampungan/gang, perbaikan
gorong-gorong dan got, serta perbaikan sarana pos keamanan. Untuk pembangunan
sosial meliputi pembinaan remaja masjid, PKK serta pembinaan olah raga dan
kesenian. Alokasi dana kegiatan PPMK untuk setiap kegiatan sebesar 60 % untuk
pembangunan fisik, 20 % pembangunan sosial serta 20 % untuk ekonomi.
Hasil pemetaan di lokasi kajian menunjukkan bahwa kegiatan bantuan kredit
mikro dari PPMK, nampaknya belum mampu berfungsi untuk memberdayakan
masyarakat walaupun memiliki komitment terhadap pelayanan publik, terutama pada
masyarakat yang tidak mampu (miskin). Hal tersebut ditunjukkan dengan
Kajian Pengembangan Masyarakat
74
diperolehnya informasi dari warga golongan miskin bahwa untuk mendapat kredit
dari program PPMK, prosedurnya terlalu berbelit hanya sebagian kecil golongan
miskin yang mendapat bantuan. Seperti yang dituturkan Eby (informan) warga RW
04 :
“Padamelan abdi mah kuli bangunan, tos gaduh putera 3 (tilu), terang nyalira,
sabaraha sih kenging ti nguli teh, nya asal cekap kanggo tuang sadidinten tos alhamdulillah.Abdi kantos ngadangu, aya banosan kredit saurna ti pamarentah tapi
duka atuh kumaha carana supados kenging bantuan teh. Ari kana LKMD/LPM abdi
terang, pan eta pangurusna anu sok ngajakan kerja bhakt:;ngabarantas sarang
nyamuk atawa kerja bhakti kanggo nyiapkeun ngareah-reah kamerdekaan tea (17
Agustus) kamari, jeung sajabana. Namung salah saurang pangurus LPM teh aya nu
ngalola dana bantuan kredit ti pamarentah, abdi teu acan terang”.
(Pekerjaan saya sebagai kuli bangunan, sudah mempunyai anak 3 (tiga). Tahu sendiri,
berapa penghasilan sebagai kuli bangunan ?. Asal cukup untuk makan, sudah Alhamdulillah.Saya juga dengar ada bantuan kredit buat warga tidak mampu dari
pemerintah, tapi saya tidak tahu bagaimana cara mendapatkan bantuan tersebut.
Kalau tentang LKMD/LPM saya tahu, itu pengurus yang suka mengajak kerja bhakti;
pemberantasan sarang nyamuk, atau kerja bhakti untuk menyambut parayaan 17
Agustus. Tapi kalau ada pengurus LPM yang mengelola dana bantuan kredit, saya
tidak tahu).
Disamping itu sistem nilai yang dimiliki LPM sebagai lembaga pengelola dana,
yakni tolong menolong, kebersamaan serta partisipasi aktif masyarakat belum
sepenuhnya dimanfaatkan. Demikian juga mekanisme pemberian bantuan, tidak
berasal dari bawah (masyarakat) melainkan berdasarkan hasil musyawarah Dewan
Kelurahan, walaupun sebelumnya sudah ada proses pendataan tentang siapa yang
layak mendapat bantuan.
Fakta yang diperoleh di lokasi kajian, bahwa kegiatan pemberian bantuan modal
kredit bagi warga miskin tidak membantu kelembagaan yang ada (LPM) optimal
dipergunakan, kapasitas lembaga fungsinya hanya sebatas lembaga pendonor.
Keterlibatan RW, RT dan tokoh masyarakat sebagai mitra kerja dari LPM juga tidak
ada, sehingga sosialisasi kegiatan kepada masyarakat tidak sampai. Seperti apa yang
dituturkan oleh Bapak Dja (responden) pengelola dana bantuan yang juga salah satu
pengurus LPM :
“Sumuhun abdi nu dipercanten nyepeng dana bantuan kredit teh ku Dewan Kelurahan
sareng diawasi langsung ku fasilitator ti Kacamatan. Namung perkawis saha-saha
Kajian Pengembangan Masyarakat
75
warga nu kenging bantosan, eta hasil musyawarah di Dewan Kelurahan. Janten abdi
mah, kantun ngalaksanakeun sareng nyerat pembukuannana”.
(Benar, saya dipercaya pegang dana bantuan kredit oleh Dewan Kelurahan dan
diawasi langsung oleh fasilitator dari Kecamatan. Tetapi kalau penentuan siapa-siapa
yang memperoleh bantuan, itu berdasarkan hasil musyawarah di Dewan Kelurahan.
Jadi saya hanya tinggal melaksanakan dan mencatat pembukuannya).
Kelembagaan Sosial : PKK dan LPM
Kelembagaan lain di kelurahan Cigadung yang keberadaan serta fungsinya
benar-benar dirasakan manfaatnya yaitu Kelembagaan Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga (PKK) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Kedua kelembagaan sosial tersebut merupakan lembaga bentukan pemerintah
yang dibentuk/didirikan dengan tujuan untuk membantu dalam pelaksanaan program
pembangunan di wilayah tersebut. Meskipun demikian, hasil kajian menunjukkan
bahwa kiprah selanjutnya dari kedua kelembagaan tersebut banyak diprakarsai
masyarakat. PKK merupakan kelembagaan sosial tertua yang dimiliki pemerintahan
kelurahan tersebut, sejak didirikan tahun 1972 oleh Menteri Dalam Negeri melalui
Surat Kawat No. Sus 3/6/12 .
Gerakan PKK yang dimotori oleh kaum perempuan telah banyak memberikan
perubahan yang cukup berarti bagi masyarakat pada umumnya dan kaum perempuan
(keluarga) pada khususnya. Hasil kajian menunjukkan, meskipun dalam kiprahnya
Gerakan PKK tersebut tersendat-sendat namun sampai saaat ini masih tetap eksis dan
diakui keberadaannya oleh masyarakat. Diperoleh informasi bahwa untuk dapat
terlaksananya kegiatan Posyandu satu kali dalam sebulan, para kader PKK di tingkat
RW biasanya secara sukarela ikut menyumbang dalam pembuatan makanan
tambahan (bubur kacang hijau) karena dana dari kelurahan tidak mencukupi bahkan
seringkali tidak ada, sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan.
Dalam visi dan misi gerakan PKK memang tidak tertulis secara langsung
meningkatkan kesejahteraan sosial keluarga miskin, namun secara tersurat
sebenarnya hal tersebut telah terwakili. Seperti yang tertuang dalam visi gerakan
PKK, yakni “terwujudnya keluarga yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Kajian Pengembangan Masyarakat
76
Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, sehat, sejahtera, maju dan
mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan”.
Selanjutnya, dari hasil wawancara dan observasi di lapangan juga ditemukan
bahwa persepsi dan antusias masyarakat terhadap gerakan kelembagaan sosial ini
cukup tinggi. Gerakan PKK tidak hanya merangkul para ibu rumah tangga dari
kalangan keluarga tidak mampu, tetapi juga partisipasi aktif dari kalangan ibu-ibu
dari kalangan menegah ke atas, biasanya justru berperan sebagai tokoh/kader dari
garakan PKK. Bahkan di beberapa RW lokasi kajian ditemukan, kegiatan Posyandu
dan Posbindu tiap bulan yang merupakan penjabaran salah satu dari 10 program
pokok PKK, yakni kesehatan, setengah dari dana kegiatan tersebut berasal dari
sumbangan sukarela ibu-ibu kader ditambah swadaya RW masing-masing, dan tidak
lebih 25 % yang merupakan sumbangan pemerintah kelurahan.
Hasil pemetaan menunjukkan, gerakan PKK tidak sebatas melaksanakan
kegiatan Posyandu saja, tetapi juga 10 program pokok PKK sudah berusaha untuk
dilaksanakan, seperti yang dituturkan oleh Ibu Ttg (responden) ketua kader PKK
kelurahan :
“Kami pengurus PKK tingkat kelurahan beserta pengurus dibawahnya (RW dan RT)
telah berupaya menggalang partisipasi aktif warga untuk bersama-sama mensukseskan
10 program PKK Dan saya rasa, hal tersebut telah terwujud walaupun tingkat
keberhasilannya belum terlihat nyata. Hal tersebut terbukti dengan terbentuknya
kelompok Dasa Wisma di tiap-tiap RW, Juga hasil nyata dari kegiatan Posyandu yang
terlihat di Kelurahan Cigadung, Al-hamdulillah balita-balita yang ada, meskipun
berasal dari keluarga miskin, mereka cukup sehat. Kasus busung lapar ataupun polio,
tidak ada di wilayah kami”.
Diperoleh pula informasi bahwa untuk membantu perekonomian ibu-ibu rumah
tangga tidak mampu, dari kelompok-kelompok dasa wisma yang terbentuk di RW 09,
10 dan 13 dan dengan didukung oleh dana proyek program P2WKSS telah diberikan
pelatihan-pelatihan keterampilan untuk berwirausaha, seperti : keterampilan menjahit,
membuat jajanan ringan dan tata rias. Pada akhir pelatihan masing-masing kelompok
Dasa Wisma tersebut memperoleh bantuan untuk modal usaha dalam bentuk uang
dan sarana : mesin jahit, mesin obras, ataupun perlengkapan untuk merias.
Kajian Pengembangan Masyarakat
77
Untuk bidang sosial, gerakan PKK juga telah berupaya mengadakan
penyuluhan tentang bagaimana cara membina keluarga yang baik, pendidikan anak
ataupun memelihara kelestarian lingkungan, bagaimana menciptakan lingkungan
sekitar menjadi sehat, dan lain-lain. Berdasarkan
wawancara mendalam dengan
beberapa warga masyarakat yang aktif mengikuti kegiatan Posyandu serta kegiatankegiatan lain yang dilaksanakan tim PKK kelurahan, diperoleh informasi
sebagaimana dituturkan oleh Cch (informan) dan Wt (informan) warga RW 05 :
Cch
Wt
: “Abdi ngadukunglah kana kagitan PKK, Sae keleresan 2 murangkalih abdi
masih balita. Unggal bulan abdi ka Posyandu, nimbang sareng imunisasi
barudak. Gratis, al-hamdulillah. Sareng eta kagiatan di Posyandu sanes kanggo
panimbangan wae, tapi oge panyuluhan ti dokter/mantri kasehatan. Janten
kanggo abdi, jalmi alit karaos pisan manfaatna, lamun kedah kadokter klinik
mah kan kedah gaduh artos heula”
(Saya mendukung dengan kegiatan PKK, bagus kebetulan 2 anak saya masih
balita. Setiap bulan saya bawa ke Posyandu, Menimbang dan immunisasi. Gratis
alhamdulillah. Kegiatan di Posyandu tidak hanya penimbangan, tetapi juga
penyuluhan dari dokter/mantri kesehatan. Jadi buat saya orang tidak mampu
terasa benar manfaatnya, kalau harus ke dokter atau klinik harus punya uang
terlebih dahulu).
: “Abdi ngiringan kagitan PKK teh, tadina ukur ngiring-ngiring kitu wae, tapi
diemut-emut teh . . lumayan oge, nambah pengetahuan. Abdi salah saurang
pangurus Posyandu ‘Melati’ (RW 05), abdi oge anggota kelompok Dasa Wisma
nu kenging bantosan kanggo modal usaha, ngadamel jajanan ringan : cheese
stick.Ya. lumayan tiasa nambih-nambih balanja dapur, caroge abdi mah ngan
ukur tukang bangunan, panghasilannana teu tiasa ditangtoskeun”
(Saya ikut kegiatan PKK tadinya Cuma ikut-ikutan saja. Tapi dipikir-pikir
lumayan juga, nambah pengetahuan. Saya salah satu pengurus Posyandu
‘Melati’ (RW 05). Saya juga anggota kelompok Dasa Wisma yang dapat bantuan
untuk modal usaha membuat jajanan ringan : cheese stick. Ya . . . lumayan bisa
untuk nambah-nambah belanja dapur. Suami saya Cuma seorang tukang
bangunan yang penghasilannya tidak menentu).
Berdasarkan hasil wawancara dan pemetaan sebagaimana tersebut di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kelembagaan PKK merupakan kelembagaan sosial yang
paling dikenal dan diakui keberadaannya di masyarakat. Masyarakat dapat merasakan
manfaat langsung dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan PKK.
Interaksi yang terjadi antara sesama anggota ataupun pengurus berlangsung
secara kekeluargaan dan akrab. Dalam beberapa kegiatan ditemui, penyampaian
sosialisasi kegiatan umumnya disampaikan melalui loud speaker masjid dan dari
Kajian Pengembangan Masyarakat
78
mulut ke mulut (informal). Undangan secara tertulis bilamana pelaksanaan kegiatan
dilakukan di tingkat kelurahan.
Struktur organisasi sudah ada, namun perlu pembenahan lagi karena susunan
pengurus umumnya cenderung ibu-ibu yang sudah paruh baya, perlu kaderisasi. Hal
tersebut berkaitan dengan mobilitas organisasi, sarana dan prasarana untuk
menunjang kegiatan PKK juga belum ada. Rapat pertemuan anggota biasanya
dilaksanakan di rumah Ibu RW ataupun rumah pengurus lainnya yang bersedia
dipakai. Demikian juga dana kegiatan yang minim menyebabkan kendala dalam
beberapa kegiatan, seperti : keinginan dari para pengurus PKK untuk lebih
mengembangkan usaha ekonomi-produktif yang telah dilakukan kelompok-kelompok
Dasa Wisma dalam pembuatan jajanan ringan, banyak usaha mandeg di tengah jalan
karena kehabisan modal.
Kelembagaan
lain
yang
dekat
dengan
kehidupan
masyarakat
yakni
LKMD/LPM. Kegiatan-kegiatan LPM yang banyak bersentuhan dengan bidang
kemasyarakatan, menyebabkan masyarakat tidak canggung lagi untuk aktif berperan
serta di setiap kegiatannya.Ada 2 (dua) kegiatan ekonomi yang ditujukan bagi
masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah dimana LPM berperan sebagai
mediator bagi kegiatan tersebut, yaitu program P2KP dan Bantuan Kredit Mikro.
Namun sayang di kelurahan Cigadung, kedua program pembangunan tersebut tidak
berhasil memberdayakan masyarakat.
Hasil pemetaan diperoleh informasi, fungsi LPM dalam 2 (dua) kegiatan
tersebut tidak lebih hanya sebagai tenaga pencatat pada pembukuan mengenai keluar
masuknya dana. LPM beserta pengurus ke bawah (RW, RT) tidak diberikan
kewenangan dalam pengelolaan dana tersebut, bahkan nama-nama penerima bantuan
sudah terlebih dahulu ditentukan. Kegiatan-kegiatan LPM selama ini sebatas
pembinaan/kegiatan sosial terhadap warga masyarakat seperti : kerja bhakti,
siskamling, pembinaan terhadap remaja, menyelenggarakan kegiatan/perayaan
keagamaan dan nasional dan lain-lain.
Sebagai suatu kelembagaan formal, LPM telah memiliki struktur organisasi
yang jelas, ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota (dari RW yang
Kajian Pengembangan Masyarakat
79
ada). Namun dalam pelaksanaannya, LPM tidak mempunyai pogram kerja yang jelas,
tergantung situasi dan kondisi. Demikian pula dana untuk menunjang kegiatan, dana
yang dimiliki LPM hanya sesaat dan sifatnya pragmatis, ada kegiatan ada dana,
selesai kegiatan habis.
Program-program pembangunan dengan pelaksana LPM semuanya merupakan
program
pemerintah,
penggunaan
anggaran
dimana
perencanaan
pembangunan
pembangunan,
semuanya
sudah
pengelolaan
ditetapkan,
dan
tinggal
melaksanakan instruksi. Sementara untuk program pengembangan masyarakat yang
berasal dari inisiatif masyarakat, LPM telah berupaya mengkoordinir keinginan
warga berupa : pemb uatan proposal bantuan kepada Pemerintah Daerah setempat,
namun sampai saat ini belum direalisasikan, seperti : pembuatan pipanisasi di RW 09
(perkampungan masyarakat menengah ke bawah), dimana wilayah tersebut pada saat
musim kemarau (sekitar bulan Juni s/d Oktober) sumur-sumur penduduk banyak
yang kering. Penduduk memanfaatkan seke (sumber mata air) yang debit airnya
cukup banyak untuk keperluan sehari-hari. Dari sumber air seke itulah penduduk
berharap diadakan pipanisasi ke tiap-tiap rumah warga. Kesulitan air bersih hampir
merata di seluruh wilayah RW 09, dimana dari permasalahan air tersebut dapat
menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya.
Dari hasil pemetaan, menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengenal akan
keberadaan LPM, namun dalam kiprahnya kapasitas yang dimiliki oleh LPM belum
optimal digunakan, seperti adanya modal sosial yang dimiliki warga berupa
kejujuran, nilai kekeluargaan dan saling percaya.
Kelompok Pengajian Al-Mutazam
Berdasarkan hasil kajian
diperoleh gambaran perkembangan kelompok
Pengajian Al-Mutazam. Latar belakang terbentuknya kelompok pengajian AlMutazam dimulai dari sekelompok pengajian ibu-ibu kompleks perumahan UNPAD
II yang selalu mengadakan kegiatan keagamaan, pengajian, ceramah, pengumpulan
zakat dan sodaqoh, dan lain-lain, bergiliran dari rumah ke rumah. Selanjutnya dari
Kajian Pengembangan Masyarakat
80
kegiatan tersebut muncul pendapat untuk mengembangkan sarana masjid yang sudah
disediakan menjadi pusat dari seluruh kegiatan pengajian.
Kegiatan dimulai dari renovasi masjid dengan dana hasil swadaya warga
kompleks dan masyarakat sekitar. Selanjutnya masjid yang kini berdiri cukup indah
(2 lantai) diatas tanah waqaf + 500 m² tersebut menjadi pusat kegiatan pengajian ibuibu kompleks dan masyarakat sekitarnya. Kiprah kelompok pengajian ibu-ibu masjid
Al-Mutazam selain mengadakan pengajian dan ceramah, yakni memberi santunan
(sedeqah) kepada warga kurang mampu (miskin), zakat fitrah, pemberian santunan
bagi anak sekolah (anak asuh) dari keluarga tidak mampu dan santunan kepada lanjut
usia dan janda miskin. Kegiatan pengajian yang diorganisir oleh Ibu Cc (50 tahun)
ketua kelompok pengajian tersebut, sudah memiliki struktur organisasi yang jelas :
ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.
Dalam perkembangannya, kelompok pengajian masjid Al-Mutazam menurut
informasi dari para pengurus, mulai aktif berkiprah dibidang sosial sejak tahun 1997
(sejak masjid selesai direnovasi). Dana/kas masjid berasal murni dari infaq
(sumbangan sukarela) jama’ah/anggota kelompok pengajian
setiap pelaksanaan
kegiatan (1 minggu, 3 kali kegiatan, yakni : Senin, Rabu dan Jum’at) dengan jumlah
infaq tidak ditentukan namun rata-rata berkisar antara Rp. 2.000.- - Rp. 20.000.-.
Keberadaan masjid ditengah-tengah kompleks perumahan menengah ke atas,
telah menjadi jembatan silaturahmi bagi warga kompleks dengan warga sekitarnya.
Bahkan banyak ibu-ibu dari pemukiman penduduk di luar kompleks menjadi jama’ah
kelompok pengajian tersebut. Seperti dituturkan oleh Ibu Ti (responden) :
“Abdi tos lami ngiringan kagiatan pangajian di dieu. Alhamdulillah, janten nambihan
pengetahuan agama teh. Teras eta gening, dikinten teh kumaha kitu sasarengan sareng
ibu-ibu nu benghar, eh . . . ternyata balageur.Malahan jadi sok isin, unggal nyambut
sasih saum sareng lebaran Idul Fitri, abdi kenging sodaqoh sareng zakat fitrah ti
kelompok pengajian ieu. Nya kanggo pribados mah, nuhun pisan namung insya Allah
sanes ku iming-iming infaq abdi aktif di dieu. Insya Allah, abdi mah bade milarian
ridlo Allah, rizqi mah engke oge ngiringan.”
(Saya sudah lama ikut kegiatan pengajian disini. Alhamdulillah jadi bertambah ilmu
agama saya. Terus, saya kira bergaul dengan ibu-ibu kaya itu akan gimana, tapi
kenyataannya mereka baik-baik. Malah saya jadi malu, tiap menjelang bulan
Ramadhan dan lebaran Idul Fitri, saya selalu mendapat sedeqah dan zakatnya. Ya . . .
secara pribadi saya sangat berterima kasih, tapi insya Allah saya ikut pengajian disini
Kajian Pengembangan Masyarakat
81
bukan hanya karena ingin dapat sumbangan, tapi insya Allah saya hanya ingin
mencari ridlo Allah, rizki nanti juga mengikuti).”
Selanjutnya, dana yang dimiliki kelompok pengajian tersebut selain berasal dari
infaq tiap kali kegiatan pengajian, juga berasal dari sumbangan sukarela keluargakeluarga mampu di kompleks tersebut. Dan sering kali, dana tersebut jumlahnya lebih
besar dari dana infaq rutin yang terkumpul.
Kegiatan kelompok pengajian Al-Mutazam, menurut informasi pengurus
memang belum mempunyai rencana kerja yang terstruktur dan jelas, seperti
dituturkan oleh Ibu In (responden) salah satu pengurus kelompok pengajian :
“Kelompok pengajian Al-Mutazam dalam kegiatannya, memang tidak membuat
rencana kerja secara mendetil/jelas, kecuali kegiatan rutin pengajian. Alasannya, ya di
samping kebetulan para pengurus mempunyai kesibukan masing-masing (bahkan ada
pengurus yang merupakan ibu-ibu bekerja). Dengan demikian, kepengurusn yang ada
sifatnya ‘informal’ saja. Mengenai pemasukan dan pengeluaran dana/kelompok
pengajian kami mempunyai catatan. Tapi yaitu, karena kepengurusan yang sifatnya
kesukarelaan (siapa yang punya waktu luang lebih banyak dan berkenan mengurus
kelompok ini), maka di luar kegiatan pengajian,kegiatan lain hanya insidentil untuk
moment-moment tertentu saja. ”
Berdasarkan keterangan dari beberapa pengurus lain diperoleh pula informasi;
bahwa saldo kas yang tersisa tidak pernah besar, karena walaupun pemasukan melalui
infaq/sodaqoh/zakat cukup besar, seperti : menjelang hari Raya Idul Fitri, maka dana
yang ada langsung diberikan kepada yang berhak menerima; keluarga miskin, janda
miskin, anak yatim/piatu, jompo/lanjut usia terlantar. Pengurus mempunyai tanggung
jawab terhadap amanat/kepercayaan yang diberikan oleh para donatur tersebut.
Namun ada beberapa kali kejadian, para penyumbang tersebut menyerahkan seluruh
pengelolaan dananya kepada pengurus masjid.
Untuk dana yang terkumpul tidak terduga tersebut, kelompok Pengajian AlMutazam telah melakukan beberapa kegiatan sosial, yang pada hakekatnya ditujukan
bagi kalangan tidak mampu yang banyak tersebar di sekeliling kompleks. Kegiatankegiatan sosial yang telah dilaksanakan, antara lain : sunatan massal bagi anak yang
berasal dari keluarga tidak mampu (miskin), pengobatan gratis, bazar ‘sembako
murah’, penyemprotan terhadap sarang nyamuk di wilayah kompleks dan kampung
Kajian Pengembangan Masyarakat
82
sekelilingnya, dan bantuan bagi jompo dan janda miskin serta pemberian biaya
seragam dan buku-buku sekolah bagi anak-anak dari keluarga miskin.
Dari gambaran pelaksanaan kegiatan kelompok pengajian ibu-ibu tersebut,
walaupun tidak mempunyai program kerja yang jelas, namun kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa kiprah kelompok pengajian tersebut telah mampu melaksanakan
kegiatan usaha kesejahteraan sosial , dalam arti telah mampu mengatasi permasalahan
sosial dengan nilai-nilai religius yang dimiliki para anggotanya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka tabel 9. berikut merupakan intisari yang
menerangkan tentang profil kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang menjadi
fokus kajian di Kelurahan Cigadung.
Tabel 9. Profil Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung
No
Ket.
Kelembagaan
UKS
1.
2.
PKK
LPM
Berdiri
Misi
1989
Meningkatkan
kesos klg
1989
Menangani permas.
Masy. Secara partisipatif
3.
Aspek Kesos
yang
telah
dicapai
Aspek ekonomi, berupa
pemberian bantaun
kredit mikro dan dana
bergulir dari pemerintah
Aspek afeksi dan
perlindungan berupa
pembinaan terhadap
masyarakat dalam
mengatasi permasalahan
kemasyarakatan
Aspek sosialisasi dan
partisipasi berupa adanya
keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam
kegiatan kemasyarakat
4.
Lingkup
5.
Anggota
Aspek
ekonomi,
berupa :
peningkatan
gizi balita
Aspek efeksi
dan
perlindungan
berupa
pembinaan
keluarga
Aspek
sosialisasi dan
partisipasi
sosial berupa
partisipasi
aktif warga
dalam kegiatan
PKK
Seluruh wil.
Kelurahan
15 RW
Klp. Pengajian
Al_Mutazam
KOPAGA
Kel. Rereongan
RW 09
1995
Memakmurkan
masjid dan
penyebaran Ukhuah
Islamiah
Aspek ekonomi
berupa penyantunan
anak yatim paitu,
lansia, dan janda
miskin
Aspek afeksi dan
perlindungan berupa
pembinaan mental
spiritual/keagamaan
Aspek sosialisasi dan
partisipasi berupa
keikut sertaan warga
pada kegiatan
keagamaan
1994
Membantu
ek. Klg tdk
mampu
Tdk diketahui
Membantu
kesulitan warga
Aspek
ekonomi
berupa
pemberian
kredit modal
usaha
Aspek ekonomi
berupa bantaun
pinjaman warga
warga tidak
mampu
Aspek afeksi dan
perlindungan berupa
menangani masalahmasalah warga
Aspek sosialisasi
dan partisipasi
berupa keterlibatan
aktif warga
masyarakat dalam
kegiatan
kemasyarakatan
Seluruh wil. Kelurahan
RW 04, 05, 06
RW 09
15 RW
RW 04, 05, 06
RW
02,03,04,05
RW
02,03,04,05
Kajian Pengembangan Masyarakat
Warga RW 09
83
6.
Sumber dana
7.
Jaringan
kerjasama
8.
Status
9.
Masalah
Organisasi
Bantuan
pemerintah
dan swadaya
masyarakat
PKK Kota dan
intern
pengurus
Lembaga
pemerintah
Bantuan pemerintah dan
swadaya masyarakat
juga donatur khusus
Anggota dan donatur
Anggota
Swadaya
masyarakat
Pemerintah Kota Bdg
Intern anggota
Intern
anggota
Warga RW 09
Lembaga pemerintah
Tidak berbadan
hukum
Lembg. Tradisional
-Kurangnya
kaderisasi
kepengurusan
-Kurangnya
sosialisasi keg
ke masyarakat
-Sarana dan
prasarana yang
tdk memadai
- rendahnya
SDM pengurus
-Kurangnya kaderisasi
kepengurusan
-Kurangnya sosialisasi
keg ke masyarakat
-Sarana dan prasarana
yang tdk memadai
- rendahnya SDM
pengurus
-Struktur organisasi
kurang jelas
-Kegiatan kurang
terkoordinir
-Bantuan yang
diberikan bersifat
sesaat dan pragmatis
Tidak
berbadan
hukum
-Tidak
adanya
kaderisasi
pengurus
-Sarana dan
prasarana
kurang
menunjang
-Minimnya
dana yang
dimiliki
-Struktur
kepengurusn tdk
jelas
-keg. Kurang
terkoordinir
-sarana dan
prasarana yang tdk
ada
Sumber : Hasil Penelitian 2005
Analisis Kapasitas dan Faktor-faktor Pendukung/Penghambat
Kelembagaan UKS
Berdasarkan hasil kajian peneliti tentang potensi yang dimiliki masyarakat di
lokasi kajian, seperti nilai gotong royong, kekeluargaan, saling percaya, solidaritas
dan diwujudkan dalam bentuk pengelompokkan kegiatan usaha kesejahteraan sosial.
Hal tersebut jika di motivasi dan digerakkan secara sungguh-sungguh, merupakan
sumber daya bagi penanganan masalah kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya.
Bentuk-bentuk kegiatan usaha kesejahteraan sosial telah tumbuh dan
dilaksanakan oleh masyarakat. Di lokasi kajian ditemukan, wadah, media ataupun
wahana yang digunakan masyarakat dalam upaya menangani permasalahan sosial
ataupun untuk memenuhi kebutuhannya.
Kelompok, lembaga/perkumpulan yang
bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial tersebut merupakan manifestasi dari
keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan usaha kesejahteraan sosial di
wilayahnya masing-masing.
Peran dari masing-masing kelembagaan UKS yang ada tersebut sangat besar
dan merupakan sumber daya lokal yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam
Kajian Pengembangan Masyarakat
84
pemberdayaan masyarakat untuk menangani permasalahan kemiskinan dan masalah
sosial lainnya. Peran kelembagaan UKS yang ada di masyarakat dapat dimanfaatkan
sebagai faktor utama pemberdayaan melalui penguatan kapasitas dan percaya diri
untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat.
Pada intinya kegiatan pemberdayaan diarahkan kepada upaya untuk mendorong
dan memobilisasi sumber-sumber sosial sehingga masyarakat dapat menyatakan
kebutuhan-kebutuhannya, menyampaikan pendapat-pendapatnya dan dapat menggali
serta memanfaatkan sumber-sumber lokal yang tersedia.
Berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan yang berasal dari pemerintah
(dalam kajian ini terdapat pada kasus bantuan kredit mikro dari program PMK),
walaupun mengatasnamakan dan menggunakan strategi pemberdayaan, tampaknya
kurang/tidak mempertimbangkan potensi masyarakat yang bersumber dari sistem
sosial budaya setempat. Program dirancang dan dilaksanakan tanpa memberikan
kepercayaan terhadap kemampuan masyarakat agar dapat mengatasi permasalahan
dengan inisiatif dan kekuatan sendiri. Hal ini berbeda dengan kegiatan pengembangan
masyarakat yang berasal dari inisiatif murni masyarakat, yang cenderung
memberikan peluang besar bagi pendayagunaan potensi lokal, seperti yang dilakukan
oleh KOPAGA, Kelompok rereongan dan kelompok pengajian Al-Mutazam.
Kenyataan yang terjadi saat ini, adalah bahwa pemerintah dalam upaya
penanganan permasalahan kemiskinan cenderung membuat organisasi/kelembagaan
baru, seperti program penanggulangan kemiskinan perkotaan dengan Program
P2KPnya, yaitu dengan membuat kelompok
Keswadayaan
Masyarakat).
Kondisi
tersebut
yang disebut BKM (Badan
dapat
mempengaruhi
sistem
kelembagaan berbasis komunitas yang telah mengakar di masyarakat, seperti
kelembagaan bentukan pemerintah yang lama PKK dan LPM (nama baru dari
LKMD), kedua kelembagaan tersebut sangat potensial untuk dikembangkan karena
sudah dikenal sangat dekat dengan kehidupan masyarakat dan manfaatnya dapat
langsung dirasakan. Namun kondisi yang terjadi, kedua kelembagaan tersebut
cenderung diabaikan peranannya.
Kajian Pengembangan Masyarakat
85
Selanjutnya untuk 10 program pokok kegiatan PKK yang dilaksanakan hanya
program kesehatan melalui Posyandu dan Posbindu yang aktif dan rutin
diselenggarakan. Untuk program-program lainnya, yang pernah masuk dalam
kegiatan PKK, yakni program terpadu P2WKSS (tahun 2002). Program tersebut
seperti program-program pemerintah lainnya belum berhasil memberdayakan
masyarakat. Cara-cara yang membuat ketergantungan terhadap sistem yang
diciptakan oleh pemrakarsa program, tidak membuat potensi yang dimiliki PKK itu
sendiri menjadi sumber-sumber penyelesaian masalah yang terjadi.
Pelaksanaan program P2WKSS dilaksanakan melalui PKK (kelompokkelompok Dasa Wisma) dan diberikan bantuan modal usaha ekonomi-produktif,
namun pola pemberian bantuan berikut mekanisme bantuan dilakukan secara
sentralistik dan kurang melibatkan peran aktif masyarakat. Hal ini seperti yang
dituturkan Sr (informan) peserta latihan keterampilan Tata Rias:
“Abdi saleresna ngadukung kana kagiatan PKK. Sae lah . . kagiatan-kagitanna, tiasa
nambihan elmu, namung eta kagiatan pelatihan, teras bantuan modal usaha teh, abdi
mah teu terang eta kagiatan PKK atawa nu sanes. Pokokna abdi dipiwarang RW
ngiringan ka kagiatan eta di Kalurahan teras ka Pemkot. Saleresna mah abdi teu minat
ka tata rias tapi kumaha atuh, parentah.Bantosan mangrupa seperangkat alat rias,
dipasihan sa atos pelatihan. Ayeuna aya disimpen ku ketua kelompok, kirang ka angge.
Jabaning rengse kagiatan pelatihan, tos bae teu aya kagiatan naon-naon deui.
Saleresna abdi sareng anggota nu sanes bingung bade dikumahakeun bantosan eta
teh”
(Saya mendukung dengan kegiatan PKK. Baguslah, dapat menambah ilmu, namun itu
kegiatan pelatihan berikut bantuan modal usaha, saya tidak tahu bahwa hal itu
kegiatan PKK atau kegiatan lainnya. Pokoknya saya diperintah ketua RW untuk ikut
kegiatan tersebut di Kelurahan terus ke Pemkot. Sebenarnya saya kurang berminat
dengan tata rias tapi gimana, itu perintah. Bantuan berupa seperangkat alat-alat rias,
diberikan selesai pelatihan. Sekarang ada disimpan di ketua kelompok, kurang
terpakai. Apalagi selesai kegiatan pelatihan, sudah saja tidak ada lagi kegiatan apaapa . Sebenarnya saya dan anggota yang lainnya bingung mau dibagaimanakan
bantuan tersebut).
Dalam kondisi yang kurang mendukung, untuk pengembangan kegiatan PKK,
maka hasil yang dicapai dari kiprahnyapun kurang/tidak optimal. Ditambah masalah
intern kelembagaan sosial itu sendiri, seperti keterbatasan
dana, sarana dan
prasarana, rendahnya SDM pengurus dan kurangnya dukungan stakeholders.
Kajian Pengembangan Masyarakat
86
Demikian halnya dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dalam
kenyataannya LPM tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap program
pembangunan yang mempergunakannya sebagai mediator. Peran LPM beserta
pengurusnya (RW dan RT) sebatas program pembinaan. Untuk memprakarsai
munculnya program pembangunan, seperti halnya PKK, maka keterbatasan dana,
sarana dan prasarana, masih menjadi kendala bagi LPM untuk memberikan hasil yang
optimal dalam kiprahnya.
Dari hasil kajian tentang kelompok pengajian Al-Mutazam, dan kelompok
rereongan, ditemukan pula fakta bahwa keberadaan orang-orang yang tinggal di
pinggiran kompleks membentuk suatu komunitas. Demikian pula komunitas yang
tinggal di dalam kompleks perumahan, walaupun berasal dari daerah yang berbeda,
cenderung masih memiliki nilai-nilai budaya universal yang mengikat kehidupan
mereka. Adat istiadat, nilai-nilai dan moral merupakan potensi yang dimiliki
masyarakat yang dapat menjadi faktor utama dalam pemberdayaan masyarakat.
Keberhasilan kelompok rereongan dan pengajian Al-Mutazam memadukan nilai-nilai
budaya kedua komunitas (pinggiran dan kompleks perumahan) untuk membangkitkan
kepedulian, solidaritas, saling membantu, saling menjaga ketertiban dan saling
menghormati, ternyata membuat hubungan antar komunitas
lokal yang tinggal
dipinggiran dengan kompleks perumahan menjadi mutualisme simbiosis atau
hubungan yang saling menguntungkan.
Berdasarkan kajian dan pembahasan seperti diuraikan di atas, untuk
memperkuat dan memaksimalkan upaya yang dilakukan kelembagaan UKS dalam
mensejahterakan keluarga miskin, maka langkah awal yang perlu dilaksanakan yaitu
menyadarkan atau mengingatkan masyarakat terhadap berbagai masalah sosial yang
terjadi atau melakukan konsientisasi terhadap komunitas disuatu lingkungan untuk
memberikan respon dan sensitif terhadap adanya masalah-masalah sosial yang terjadi
di lingkungannya. Dalam kondisi masyarakat sadar akan masalah dan potensi sosial
yang dimiliki. Maka proses penanganan masalah melalui pemberdayaan dapat
dilakukan
yang
akhirnya
kelembagaan UKS tersebut.
Kajian Pengembangan Masyarakat
diharapkan
terjadinya
aktualisasi
eksistensi
dari
87
Untuk terwujudnya aktualisasi keberdayaan kelembagaan UKS tersebut, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor yang mendukung/menghambat dan kapasitas apa yang
dimiliki dari masing-masing kelembagaan UKS, sehingga diharapkan pencapaian
tujuan sesuai dengan yang diinginkan, yakni memberikan kontribusi dalam
mensejahterakan warga miskin serta mengatasi masalah sosial yang terjadi di
masyarakat. Kemampuan kelembagaan dalam kinerjanya dapat diukur dari lima
aspek sebagaimana dijelaskan dalam tabel 10. berikut ini :
Tabel 10. Analisis Kapasitas Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung
Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2005.
No
1
2
3
4
5
Kapasitas
Kelembagaan
UKS
Kepemimpinan
Perencanaan
program
Manajemen
pelaksanaan
kegiatan
Alokasi sumber
dana
Jaringan
(hubungan)
kerjasama dengan
pihak
luar
(stakeholders)
PKK
LPM
Formal
Cenderung
bersifat
intervensi
Cenderung
birokrasi
Formal
Cenderung
bersifat
intervensi
Cenderung
birokrasi
Bantuan
pemerintah
dan swadaya
masyarkat
- PKK tingkat
kota
- Warga
masyarakat
mampu
sebagai
donatur
- LPM
Bantuan
pemerintah dan
swadaya
masyarkat
- Pemerintah
kota
- Warga
masyarkat
mampu
- PKK
Kelompok
Pengajian
Al-Mutazam
Informal
Partisipatif
Informasl
Patisipatif
Informal
Partisipatif
Sederhana/
tradisional
Sederhana/
tradisional
Sederhana/
tradisional
Anggota
Swadaya
masyarkat
Bank
Tidak ada
Anggota
donatur
Antar
kelompok
pengajian
setempat
dan
Kopaga
Kelompok
Rereongan
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2005.
Aspek – aspek pada tabel 10. di atas akan sangat berpengaruh pada kinerja dari
masing-masing kelembagaan UKS. Seperti pada aspek kepemimpinan yang bersifat
formal yang dimiliki kelembagaan PKK dan LPM, kepemimpinan yang terdapat
pada dua kelembagaan tersebut cenderung bersifat instrumental yakni pola
kepemimpinan yang menekankan prinsip harus mencapai tujuan sesuai target. Pola
Kajian Pengembangan Masyarakat
88
kepemimpinan demikian kurang memperhatikan aspirasi masyarakat sesungguhnya.
Program-program kegiatan ada dalam petunjuk pelaksana ataupun petunjuk teknis
yang sudah ditetapkan. Pelaksana kegiatan/ kader biasanya juga dipilih di tingkat
kelurahan.
Masyarakat terutama warga miskin tidak dapat mengekspresikan sepenuhnya
akan program pembangunan yang dibutuhkan, sehingga banyak program yang
dilaksanakan namun tidak maksimal keberhasilannya. Seperti Program P2WKSS
yang dilaksanakan oleh PKK, kegiatan pelatihan ataupun bantuan modal bergulir
yang diberikan kurang dapat memberdayakan warga miskin : jenis pelatihan tidak
sesuai keinginan/kemampuan yang dimiliki, seperti pelatihan tatarias dan menjahit
kurang diminati warga miskin, warga miskin lebih responsif apabila pelatihan yang
diberikan dalam bentuk usaha ekonomi produktif (membuat jajanan/kue, beternak
ataupun berdagang). Demikian halnya dengan bantuan modal bergulir, besar
pinjaman tidak mencukupi untuk modal usaha, transparansi serta prosedur
peminjaman yang berbelit menyebabkan banyak keluarga miskin kesulitan
mengaksesnya, hanya orang-orang yang terdekat/kerabat pihak kelurahan dapat
memperoleh pinjaman tersebut.
Berbeda dengan pola kepemimpinan formal : Kelompok pengajian, Rereongan
dan KOPAGA, ketiga kelembagaan UKS tersebut lebih menerapkan pola
kepemimpinan yang sifatnya ekspresif, yakni lebih menekankan pada prinsip
kepuasan masyarakat dalam arti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan didasarkan atas
keinginan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga hasil kegiatan lebih dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat, seperti kegiatan rereongan dalam membuat jamban
umum yang terdapat di RW 09, jamban tersebut sangat membantu warga masyarakat
pada saat musim kemarau karena sumur-sumur penduduk mengering.
Aspek berikutnya yang dapat mempengaruhi kinerja kelembagaan, yakni
perencanaan program dan manajemen pelaksanaan kegiatan. Perencanaan program
yang bersifat partisipatif dapat menumbuhkan inisiatif dan kreatifitas masyarakat
dalam
pelaksanaan
pembangunan,
utamanya
mengatasi
permasalahan
sosial/kemiskinan yang terjadi. Masyarakat lebih responsif untuk terlibat dalam
Kajian Pengembangan Masyarakat
89
kegiatan kemasyarakatan serta dapat menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat terhadap permasahan-permasalahan sosial yang terjadi di lingkungannya.
Demikian halnya dengan aspek alokasi dana dan jaringan kerjasama dengan
pihak luar (stakeholders) akan sangat mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan dari
kelembagaan UKS itu sendiri. Alokasi dana yang minim serta kurang/tidak adanya
jaringan kerja sama dengan pihak luar akan mempengaruhi kinerja kelembagaan
untuk mengatasi permasalahan sosial /kemiskinan yang dihadapi. Selain aspek-aspek
yang dimiliki kelembagaan UKS (kapasitas kelembagaan) sebagaimana diuraikan di
atas, maka perlu juga dipertimbangkan faktor di luar kapasitas yang dapat
mendukung ataupun menghambat kinerja kelembagaan UKS. Hal tersebut
dimaksudkan untuk melihat sejauhmana kelembagaan UKS yang menjadi fokus
kajian telah dapat didayagunakan masyarakat dalam mengatasi permasalahan
kemasyarakatan ataupun memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat. Faktor-faktor
tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini :
Faktor pendukung kinerja kelembagaan UKS di masyarakat, yaitu :
1. Adanya aspek kewilayahan/territoriality, berupa wilayah pemukiman padat.
Konsep ini mengacu kepada kecenderungan manusia di dalam sistem sosialnya
untuk saling berinteraksi, dan memelihara wilayah atau teritorialnya. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk membina kehidupan sosiabilitas antar warga, dengan
ikatan kekeluargaan dan saling tolong menolong, yang me ncakup kepedulian
sosial, kepercayaan antar warga serta solidaritas sosial yang cukup tinggi.
2. Adanya pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada norma, nilai dan
kesamaan perhatian/keprihatinan terhadap persoalan masyarakat melatarbelakangi
kegiatan organisasi.
3. Adanya motivasi dari beberapa warga masyarakat terhadap perubahan yang
diharapkan dengan tetap memelihara tatanan sosial yang sudah ada. Motivasi
masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan UKS baik dalam aspek
ekonomi maupun sosial; seperti adanya jiwa wiraswasta dari beberapa warga
masyarakat maupun jiwa sosial melalui kepedulian terhadap permasalahan sosial.
Kajian Pengembangan Masyarakat
90
4. Adanya hubungan yang dibangun atas dasar
kepercayaan pada anggota
masyarakat terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi serta nilai-nilai sosio
kultural atas dasar kekerabatan dan ketetanggaan dalam masyarakat.
5. Adanya partisipasi aktif warga masyarakat, yang diwujudkan dalam hubungan
sosial yang didasarkan pada moral bersama, kepercayaan bersama dan cita-cita
bersama,. Seluruh warga masyarakat harus selalu bekerja sama, saling menolong
dan mempunyai kepedulian sosial terhadap sesamanya.
Adapun faktor-faktor penghambat kinerja kelembagaan UKS yang ditemui, yakni :
1. Kulaitas SDM pelaksana/pengurus kelembagaan UKS yang masih rendah. Hal
tersebut dapat menjadi hambatan terhadap jalannya roda kelembagaan.
2. Jaringan
kerja
masing-masing
kelembagaan
UKS
kurang
koordinatif;
kelembagaan UKS bekerja secara sektoral dan tidak menghasilkan kerja yang
optimal.
3. Kondisi yang kurang mendukung, dalam arti warga masyarakat sudah terpola
pada sikap menunggu perintah dan menerima petunjuk dari pengurus wilayah
masing-masing.
4. Sikap ketergantungan pada pemerintah, terutama ketergantungan pada dana dan
upaya penyelesaian masalah, hal tersebut disebabkan masih rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya.
5. Perilaku warga masyarakat yang mengukur keberhasilan suatu program hanya
dilihat secara materi dan fisik saja, yang telah menjadi kebiasaan buruk warga
masyarakat.
6. Luas dan kompleksitasnya permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat,
memerlukan keterpaduan berbagai pihak dalam penanganannya.
Analisis Jaringan Intra Komunitas
Kesadaran akan kompleksitas permasalahan kemiskinan perkotaan mendorong
sejumlah warga masyarakat membentuk wadah, perkumpulan ataupun kelompok dan
bekerja sama dengan berbagai pihak stakeholders (pemerintah, tokoh masyarakat,
swasta dan pemerhati masalah kemasyarakatan setempat), untuk menangani
Kajian Pengembangan Masyarakat
91
permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat ataupun untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan
masyarakat.
Analisis jaringan intra komunitas dilakukan dengan tujuan mengetahui
sejauhmana kerjasama yang terjadi, baik yang bersifat intern kelembagaan UKS
ataupun yang bersifat eksternal, yakni kelembagaan UKS dengan stakeholders terkait.
Melalui
kegiatan forum diskusi kelompok terpadu (FGD) ditemukan
sejumlah
informasi sebagai berikut :
(1)
Kelembagaan-kelembagaan UKS yang ada dimasyarakat belum menunjukkan
hubungan
sinergitas
(kerjasama)
dalam
mengatasi
permasalahan
kemasyarakatan, termasuk masalah kemiskinan. Hal tersebut sebagaimana telah
diuraikan dalam profil kelembagaan UKS menunjukkan, bahwa kerjasama yang
terjalin antar kelembagaan UKS baru terjadi antar kelompok PKK dan LPM
pada kegiatan posyandu ataupun perbaikan jalan kampung.Kerjasama yang
diberikan berupa dukungan tenaga.Sedangkan kegiatan penanganan masalah
kemiskinan kelembagaan UKS yang ada bekerja masing-masing, seperti
kelompok pengajian memberikan bantuan bagi keluarga miskin pada saat
menjelang idul fitri demikian halnya rereongan ataupun Kopaga bekerja secara
sektoral dalam mengatasi masalah keluarga miskin.
(2)
Jaringan kerjasama yang terdapat pada kelembagaan UKS bersifat intern, dalam
pengertian hanya kepada warga masyarakat yang menjadi anggota dari
kelembagaan yang bersangkutan. Pada profil kelembagaan UKS ditunjukkan
kerjasama antar anggota kelembagaan UKS sangat erat, seperti dicontohkan
antar anggota kelompok pengajian berusaha bersama-sama mengumpulkan
zakat/sodaqoh untuk membantu kaum/golongan miskin ataupun Kopaga
berusaha mengatasi masalah anggotanya yang kesulitan dalam permodalan
untuk suatu usaha.
(3)
Jaringan kerjasama yang terjalin berupa adanya rasa saling percaya (trust), sifat
kekeluargaan, dan solidaritas yang tinggi antar anggota kelembagaan UKS
dalam memenuhi kebutuhan/mengatasi permasalahan secara bersama, dan di
Kajian Pengembangan Masyarakat
92
wujudkan dalam bentuk kerja sama berupa tenaga maupun kerja sama dalam
bentuk uang. Pada kelompok Kopaga rasa trust tersebut ditunjukkan dengan
dipilihnya kembali ketua dan bendahara yang sama sejak berdirinya kopaga
tersebut. Demikian halnya dengan rasa solidaritas ditunjukkan pada kelompok
rereongan dalam mendirikan jamban/MCK umum untuk kepentingan bersama.
(4)
Kelompok PKK merupakan kelembagaan UKS yang paling dikenal warga
masyarakat, terbukti pada saat dilakukan FGD dukungan terhadap kelembagaan
tersebut lebih banyak dibandingkan dukungan terhadap kelembagaan lainnya.
Hal tersebut ditunjukkan dengan dipilihnya PKK dengan menggunakan gambar
lingkaran paling besar dibandingkan kelembagaan lain.
(5)
Sebagai kelompok yang memperoleh dukungan terbanyak, maka diharapkan
kelompok PKK dapat menjadi mediator dalam menjalin kerjasama dengan
kelembagaan UKS lainnya.
(6)
Kerjasama dalam bentuk hubungan baik berupa dana maupun tenaga baru
dilakukan oleh kelompok PKK,
LPM dan kelompok rereongan. Kerja sama
antara PKK dan kelompok rereongan terjadi karena pada umumnya kader PKK
adalah juga tenaga penggerak kegiatan rereongan di wilayah Rwnya masingmasing. Kegiatan rereongan di koordinasi oleh ibu-ibu kader PKK. Sedangkan
dengan LPM kerja sama terjadi, apabila LPM ada kegiatan, maka sering kali
PKK dilibatkan sebagai tenaga pelaksana dalam hal pemberian informasi
kegiatan kepada warga. Hubungan yang terjadi tidak bersifat formal, tidak
melalui prosedur resmi.
(7)
Jaringan
kerjasama yang bersifat eksternal yakni kelembagaan UKS yang
menjadi fokus kajian dengan stakeholders seperti : Pemerintah kelurahan,
pengusaha lokal dan masyarakat setempat yang konsen terhadap masalah
kemasyarakatan, belum terjalin secara harmonis. Sosialisasi kegiatan yang
kurang, kondisi yang kurang mendukung bagi pengembangan kelembagaan
UKS, serta sikap ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah
untuk me ngatasi permasalahan sosial yang terjadi menyebabkan kinerja
kelembagaan UKS menjadi kurang optimal.
Kajian Pengembangan Masyarakat
93
(8)
Diperlukan keterpaduan dan kerjasama antar berbagai kelembagaan UKS yang
ada, sehingga diharapkan penanganan masalah sosial dan masalah kemiskinan
dapat ditanggulangi secara maksimal.
Selanjutnya jaringan intra komunitas yang terjadi dapat dilihat dalam gambar
berikut ini :
Swasta/
pengusaha
lokal
Pemerintah
Kelurahan
Kelembagaan
UKS
Warga
Masyarakat
Pemerhati mas
kemasyarakatan
/LSM
Tokoh
Masyarakat
Gambar 5. Jaringan Intra Komunitas Kelurahan Cigadung Tahun 2005.
(Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2005)
Keterangan :
: Hubungan timbal balik
: Hubungan satu arah
: Hubungan tidak erat/harmonis
Gambar 5 menunjukkan hubungan kelembagaan UKS secara eksternal dengan
stakeholders yang terdiri dari : warga masyarakat secara umum, tokoh masyarakat,
pemerintah kelurahan setempat, swasta dan LSM/pemerhati masalah kemasyarakatan.
Sebagaimana diuraikan diatas, jaringan kerjasama yang sudah ada baru sebatas
kerjasama ke dalam (intern) antar anggota dari masing-masing kelembagaan UKS.
Kajian Pengembangan Masyarakat
94
Dari gambar 5 di atas menunjukkan pengaruh stakeholders pada keberdayaan
kelembagaan UKS dalam melaksanakan perannya sebagai wadah berkumpulnya
masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi ataupun untuk memenuhi
kebutuhan
hidup
bermasyarakat.
Semakin
besar
lingkaran
semakin besar
pengaruhnya terhadap keberdayaan kelembagaan UKS. Hubungan kelembagaan UKS
dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat secara umum merupakan hubungan
yang terjadi secara timbal balik, hal ini disebabkan inisiatif, rencana ataupun
pelaksanaan kegiatan dalam upaya mengatasi masalah sosial yang terjadi khususnya
masalah kemiskinan telah banyak yang prakarsanya muncul murni dari masyarakat,
seperti kegiatan rereongan, kelompok pengajian maupun kegiatan PKK dan
mendapat dukungan dari tokoh masyarakat baik secara materil maupun immateril.
Untuk itu diperlukan suatu upaya menggugah kesadaran masyarakat secara terus
menerus terhadap permasalahan sosial yang terjadi di lingkungannya, dengan harapan
dukungan yang penuh dari masyarakat dan tokoh masyarakat dapat memberikan
support yang kuat bagi keberlangsungan kinerja kelembagaan UKS.
Selanjutnya
Kelembagaan
UKS
dalam
melaksanakan
kegiatannya
memerlukan dukungan dari pemerintah setempat (kelurahan). Dukungan dimaksud,
yakni pemerintah setempat dapat menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan
kelembagaan UKS dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sesuai dengan
pendekatan pembangunan people center development, maka pemerintah hanya
berperan sebagai fasilitator, yakni dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dari
masing-masing kelembagaan UKS. Dengan demikian peran pemerintah tidak seperti
pada gambar 5. di atas yakni mengintervensi setiap permasalahan sosial yang terjadi
dengan merumuskan kebijakan yang belum tentu sesuai dengan aspirasi dan yang
dibutuhkan masyarakat.
Gambar 5 di atas juga menunjukkan kelembagaan UKS yang ada belum
mempunyai hubungan yang erat dengan stakeholders yang terdiri dari swasta, LSM
ataupun pemerhati masalah kemasyarakatan di tingkat lokal. Dalam pelaksanaan
kegiatan kelembagaan UKS seringkali masalah yang ditemui adalah minimnya dana
kegiatan,
oleh
karena
itu
Kajian Pengembangan Masyarakat
menjalin
kerjasama
yang
baik
dengan
pihak
95
swasta/pengusaha
lokal,
LSM
maupun
pemerhati
masalah
kemasyarakatan
diharapkan dapat lebih meningkatkan keberdayaan kelembagaan UKS dalam
kiprahnya mengatasi masalah sosial, khususnya masalah kemiskinan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka langkah selanjutnya peneliti bersama
masyarakat sepakat melaksanakan FGD tahap kedua, yakni melakukan kegiatan
dalam upaya mengenali permasalahan/kebutuhan masyarakat, merumuskan rencanarencananya serta melaksanakan kegiatan pembangunan secara partisipatif, swadaya
dan sesuai yang diinginkan masyarakat. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah
merumuskan rancangan strategi
program pendayagunaan yang
tepat
bagi
kelembagaan UKS sehingga diharapkan kelembagaan UKS yang ada dapat lebih
berdayaguna dan memberikan kontribusi dalam mensejahterakan keluarga miskin.
Kegiatan dilakukan secara partisipatif bersama warga masyarakat dan para pengurus
kelembagaan UKS. Untuk selanjutnya rancangan strategi pembentukan jaringan
kerjasama kelembagaan UKS akan diuraikan pada bab berikut ini.
Kajian Pengembangan Masyarakat
RANCANGAN STRATEGI PEMBENTUKAN JARINGAN
KELEMBAGAAN UKS DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN
KELUARGA MISKIN
Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS
Keberadaan kelembagaan UKS yang ada di masyarakat merupakan potensi,
sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial. Hasil analisis pendayagunaan mengenai kelembagaan UKS menunjukkan
bahwa masyarakat di lokasi kajian pada dasarnya telah memiliki rasa solidaritas
yang cukup dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan melalui keberadaan
kelembagaan
UKS.
Masyarakat
di
lokasi
kajian
telah
memanfaatkan
kelembagaan -kelembagaan UKS yang ada dalam mewujudkan kesejahteraan
sosialnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelembagaan sosial yang ada telah
diupayakan penggunaannya untuk mengatasi permasalahan ataupun mewujudkan
kesejahteraan secara bersama.
Namun hasil analisis menunjukkan bahwa Kegiatan usaha kesejahteraan
sosial di tingkat lokal tersebut masih bersifat sektoral dan temporer. Usaha-usaha
kesejahteraan sosial yang dilakukan untuk membantu warga miskin seperti yang
dilakukan kelompok pengajian hanya pada saat-saat tertentu, menjelang hari raya
ataupun menyambut bulan Ramadhan. Demikian juga dengan Kopaga hanya
dapat memberikan bantuan pinjaman modal usaha bagi warga tidak mampu yang
menjadi
anggotanya,
tanpa
adanya
bimbingan
lanjutan
bagaimana
mengembangkan usaha yang telah dilakukan.
Pendayagunaan sumber kesejahteraan sosial berupa kelembagaan UKS yang
ada belum optimal.. Hal-hal tersebut menyebabkan penanganan masalah sosial
khususnya masalah kemiskinan sepertinya tidak pernah dapat tertangani.
Kelompok/warga miskin tidak dapat berdaya dalam kemiskinannya. Melalui
kegiatan forum kelompok diskusi terfokus (FGD) yang telah dilakukan,
permasalahan-permasalahan yang dirasakan masyarakat berkaitan dengan
pemanfaatan kelembagaan UKS disampaikan kepada peserta pertemuan (pleno).
Karena sesuai rencana yang telah disepakati, tujuan yang ingin dicapai melalui
kegiatan ini adalah :
Kajian Pengembangan Masyarakat
97
(1) Memfasilitasi
masyarakat
untuk
menyusun
keg iatan mereka sendiri
berdasarkan masalah/kebutuhan yang mereka miliki.
(2) Mendapatkan perencanaan dari masyarakat yang menghasilkan strategi
pembentukan jaringan kelembagaan UKS dan program aksi.
Adapun hasil kegiatan dalam rangka menemukan permasalahan/kebutuhan
yang
dirasakan
masyarakat,
menemukan
sejumlah
permasalahan
yang
menyebabkan kurang optimalnya keberdayaan kelembagaan UKS yang ada,
sebagai berikut :
1. Tidak semua warga mengenal dan mengetahui keberadaan kelembagaan UKS.
Hasil kajian menemukan, walaupun beberapa organisasi /kelembagaan yang
bergerak dalam usaha kesejahteraan sosial telah tumbuh di masyarakat, namun
pemahaman masyarakat tentang kelembagaan UKS itu sendiri sangat sedikit.
Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya para pengelola kegiatan
kurang dapat mensosialisasikan keberdaaan kelembagaan tersebut. Kegiatan kegiatan yang dilakukan bersifat pragmatis dan temporal, seperti yang
dilakukan oleh kelompok pengajian Al-Mutazam, PKK ataupun kelompok
rereongan. Masyarakat tidak mampu/miskin di luar wilayah komunitas tempat
keberadaan kelembagaan UKS tersebut tidak tersentuh oleh kegiatan kegiatannya. Bagi masyarakat miskin sendiri, manfaat bantuan tersebut tidak
bersifat
memberdayakan
hanya
bantuan
semata.
Bantuan
berupa
zakat/sodaqoh menjelang hari raya Idul Fitri, walaupun hasil yang diperoleh
warga miskin cukup besar berkisar Rp.400.000,-/KK namun dana tersebut
habis sekejap untuk memenuhi kebutuhan menjelang hari raya. Demikian
halnya kegiatan rereongan yang dilakukan warga di RW 09, visi dan misi
kurang terumuskan dengan jelas. Pengelolaan dana kegiatan terlihat sangat
sederhana, para pengurus sebatas melaksanakan kewajiban. Hasil wawancara
diperoleh informasi bahwa para pengelola kurang bisa merangkul keberadaan
warga mampu yang berdomisili di kompleks perumahan menengah keatas
untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
2.
Minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki kelembagaan UKS. Hal
tersebut dapat terlihat seperti pada kegiatan posyandu yang dilakukan PKK
dari tiap-tiap rukun warga di kelurahan Cigadung. Tempat kegiatan selalu
Kajian Pengembangan Masyarakat
98
berpindah karena tidak mempunyai tempat penyelenggaraan sendiri (gedung
sendiri). Demikian juga dengan dana kegiatan, dana yang terbatas
menyebabkan kegiatan yang rutin dilaksanakan sebatas penimbangan bayi dan
immunisasi. Penyuluhan/pengobatan gratis bagi ibu/keluarga tidak mampu
baru dapat dilakukan bilamana ada donatur sukarela ataupun saat tertentu,
seperti
peringatan Hari Besar Nasional. Demikian juga dengan kegiatan
koperasi warga, kopaga baru sebatas memberikan bantuan modal usaha bagi
warga yang menjadi anggota koperasi tanpa ada kelanjutan bagaimana
pengembangan usaha yang telah dilakukan. Minimnya sarana dan prasarana
juga dirasakan kelompok rereongan dan kelompok Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM). Kedua kelembagaan tersebut kurang optimal kiprahnya
dalam mensejahterakan keluarga tidak mampu/miskin. Informasi yang
diperoleh di lokasi kajian, masih banyak warga miskin yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap sebagai akar permasalahan kemiskinan, belum mampu
ditemukan solusinya. Bantuan modal usaha yang diberikan tidak mampu
meningkatkan kesejahteraan warga miskin lebih baik lagi, karena terkadang
modal usaha yang ada habis dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Luas dan kompleksnya permasalahan kemiskinan yang terjadi. Kemiskinan
dapat menimbulkan permasalahan sosial lain, seperti yang ditemukan di lokasi
kajian kemiskinan keluarga menyebabkan banyak anak putus sekolah,
rendahnya kualitas kesehatan keluarga ataupun munculnya tindak kriminalitas.
Permasalahan yang semakin meluas tersebut, tidak mampu dipecahkan hanya
oleh salah satu kelembagaan UKS tertentu. Berdasarkan hasil FGD,
masyarakat menyadari perlu adanya sinergitas antar berbagai kelembagaan
UKS untuk menangani permasalahan sosial yang terjadi, khususnya masalah
kemiskinan dengan harapan cakupan permasalahan yang dapat diatasi dapat
lebih besar (optimal).
4. Sejumlah informasi yang d iperoleh dalam kajian menunjukkan bahwa
program pembangunan dalam upaya menangani warga miskin telah banyak
dilakukan pemerintah. Namun keberhasilan program nampaknya belum
tercapai, karena hasil kajian lebih menunjukkan ketergantungan masyarakat
terhadap bantuan -bantuan dari pemerintah , seperti yang ditunjukkan dalam
Kajian Pengembangan Masyarakat
99
pemberian bantuan bergulir P2KP, keberhasilan program tersebut dalam
mensejahterakan warga miskin tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh
warga miskin yang ada karena mekanisme pemberian bantuan yang tidak
transparan. Banyak warga tidak mampu yang tidak mendapat bantuan dana
tersebut, sedangkan bagi yang mendapat bantuanpun, bantuan tersebut
dianggap sebagian warga bersifat hibah, yang menyebabkan kredit macet,
tidak adanya bimbingan dalam pendampingan juga menyebabkan kegiatan
usaha produktif yang dilakukan masyarakat tidak dapat berkelanjutan.
5. Permasalahan
lain
yang
dirasakan
masyarakat
sehubungan
dengan
berdayagunanya kelembagaan UKS yang ada, yakni belum terjalinnya
kerjasama antar kelembagaan UKS dalam menangani permasalahan sosial
khususnya masalah kemiskinan. Melalui kegiatan FGD serta hasil analisis
mengenai jaringan intra komunitas, masyarakat mulai menyadari perlu adanya
keterpaduan baik dalam kegiatan maupun dana untuk dapat mengatasi masalah
sosial
termasuk
menangani
kemiskinan.
Diharapkan
dengan
adanya
keterpaduan/sinergitas permasalahan-permasalahan yang ada dapat lebih
optimal dalam penangan annya.
6. Kurangnya dukungan pemerintah setempat juga dirasakan masyarakat menjadi
kendala dalam perkembangan kelembagaan UKS selanjutnya. Para pengelola
kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang ada sangat berharap adanya
dukungan
pemerintah
setempat,
dalam
wujud
pembinaan
ataupun
menggalakkan partisipasi warga dalam setiap kegiatan masyarakat. Untuk
selanjutnya permasalahan -permasalahan tersebut beserta cara mengatasinya
dijelaskan melalui tabel 11. di bawah ini :
Tabel 11. Analisis Masalah dan Cara Mengatasi Masalah dalam Rangka
Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS
No
1
2
Masalah
Tidak semua warga
mengenal dan
mengetahui keberadaan
kelembagaan/ organisasi
UKS yang ada
Minimnya sarana dan
prasar ana yang dimiliki
kelembagaan UKS
Faktor penyebab
Kurang informasi/
sosialisasi tentang kegiatankegiatan yang dilaksanakan
kelembagaan/ organisasi
UKS
Terbatasnya dana yang
dimliki oleh masing-masing
kelembagaan UKS
Kajian Pengembangan Masyarakat
Cara Mengatasi Masalah
- Identifikasi kelembagaan
UKS yang ada
- Membangun interaksi sosial
yang harmonis antar warga
masy.
- Memfasilitasi jaringan
kerjasama antar
kelembagaan
- Membangun kerjasama
100
3
Luas dan
kompleksitasnya
permasalahan sosial/
kemiskinan yang terjadi
Terjadinya perubahan sosial
yang semakin cepat dan
perubahan pola perilaku
masyarakat
4
Masih rendahnya
kesadaran masyarakat
dalam memberikan
respon dan sensitif
terhadap adanya
masalah sosial termasuk
permasalahan
kemiskinan keluarga
Belum terjalinnya
kerjasama diantara
kelembagaan UKS yang
ada
Ketergantungan terhadap
upaya penyelesaian
masalah dari pemerintah.
5
6
Kondisi yang kurang
kondusif dalam
mendukung kegiatan
UKS.
Penanganan masalah
sosial(kemiskinan) masih
bersifat sektoral.Masingmasing kelembagaan UKS
yang ada bekerja sendirisendiri.
Pemerintah cenderung
membentuk kelembagaan
yang baru dalam
menangani masalah
sosial/kemiskinan
dengan stakeholders terkait,
guna memperoleh dukungan
baik materi/immateri
Membangun kesepakatan dan
kerjasama antar kelembagaan
UKS, sehingga kegiatan yang
dilaksanakan tidak tumpang
tindih
- Mengembangkan partisipasi
sosial dalam bekerja sama
- Melakukan konsientisasi
terhadap komunitas dengan
cara melakukan aksi sosial
bersama
- Mengadakan pertemuan rutin
berdasarkan kesepakatan
bersama
- Pelembagaan sistem
kerjasama dalam keg UKS
dalam bentuk/wadah
Wahana Kessos Berbasiskan
Masy (WKSBM)
Seluruh komponen masyarakat
harus berupaya untuk
mendorong, berpartisipasi, dan
mengembangkan kegiatankegiatan UKS yang ditujukan
bagi peningkatan kesejahteraan
masy.
Berdasarkan tabel 11. d i atas kegiatan selanjutnya diarahkan dalam rangka
menyusun rancangan strategi kegiatan pembentukan jaringan kelembagaan UKS
sesuai kesepakatan dalam forum FGD. Adapun yang melatarbelakangi perlunya
pendekatan dan strategi pembentukan jaringan berdasarkan analisis dari
permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan dapat dijelaskan pada gambar. 6
sebagai berikut :
Kajian Pengembangan Masyarakat
101
Jaringan kelembagaan UKS yang ada :
Secara internal :
- antar anggota kelembagaan UKS masingmasing
- berdasarkan kepercayaan dan solidaritas
antar anggota
- kegiatan kurang terkoordinasi
Secara eksternal :
- tidak ada sinergitas antar kelembagaan UKS
- kurangnya dukungan dari pemerintah
setempat dan stakehorlders terkait
Pendayagunaan kelembagaan UKS
kurang optimal, dengan indikator :
- terbatasnya cakupan pengaruh dari
masing-masing kelembagaan UKS
- terbatasnya sarana dan prasarana
dan kegiatan dari masing-masing
kelembagaan UKS
- adanya jarak yang berbeda dalam
kerjasama antar kelembagaan
UKS.
Pendekatan dan strategi pembentukan jaringan kelembagaan
UKS, sebagai berikut :
- identifikasi bentuk kelembagaaan UKS
- pelembagaan sistem kerjasama dalam bentuk WKSBM
- pengembangan jaringan kerjasama dalam kegiatan UKS
- mengembangkan partisipasi sosial
- advokasi sosial
Pragram Aksi :
- sosialisasi WKSBM
- pengembangan jaringan kerjasama dan advokasi
sosial
Kontribusi WKSBM:
- melakukan pendataan tentang permasalahan sosial yang
memerlukan penanganan segera termasuk masalah kemiskinan.
- terlibat dalam pengawasan program pengentasan kemiskinan
yang diselenggarakan pemerintah
- mengembangkan penyediaan pelayanan sosial
- berperan sebagai wahana penanmpung aspirasi masyarakat
Gambar 6 : Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS
Penjelasan selengkapanya tentang gambar 6 di atas diuraikan pada uraian-uraian
di bawah ini.
Kajian Pengembangan Masyarakat
102
Tujuan dan Sasaran
Tujuan disusunnya rancangan program ini adalah untuk menentukan strategi
dalam mendayagunakan kelembagaan UKS dilokasi kajian, sehingga diharapkan
dapat memberikan kontribusi
dalam mensejahterakan masyarakat khususnya
keluarga miskin.
Rancangan ini merupakan rangkaian strategi yang disusun
dengan
pendekatan partisipatif. Sasaran rancangan program ini adalah kelembagaankelembagaan UKS yang ada di masyarakat, terutama pengurus dan anggota.
Sedangkan warga masyarakat, aparat pemerintahan lokal (kelurahan) dan
stakeholders terkait menjadi sasaran kedua sebagai faktor yang secara langsung
ataupun tidak berhubungan dengan kelembagaan-kelembagaan tersebut.
Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS
Rancangan strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS adalah sebagai
berikut :
Tabel 12. Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS
Kegiatan
Tahap-tahap Pendayagunaan
Tujuan
Pelaksana
1
Identifikasi
berbagai bentuk
kelembagaan UKS
yang ada di
masyarakat
Mengenali bentukbentuk kelembagaan
UKS beserta program
kegiatan yang
dilaksanaakannya.
Kelembagaan UKS
dengan mediator
kelompok PKK
2
Pelembagaan
sistem kerjasama
kelembagaan UKS
dengan membentuk
Wahana
Kesejahteraan
Sosial Berbasis
Masyarakat
(WKSBM)
- Membangun interaksi,
komunikasi yang harmonis antar
warga dan pengurus
kelembagaan UKS
- Mengadakan pertemuan rutin
berdasarkan kesepakatan
bersama.
- Sosialisasi kegiatan dari masingmasing kelembagaan UKS yang
ada.
- Membentuk badan koordinasi
kerjasama antar kelembagaan
UKS
- Menyusun konsep WKSBM
- Menyebarluaskan informasi
(sosialisasi) tentang keberadaan
WKSBM
- Menyusun rencana kegiatan
WKSBM dalam rangka
meningkatkan kepedulian
terhadap permasalahan
sosial/masalah kemiskinan
Mengatasi
kompleksnya
masalah dan
minimnya
dana,sarana dan
prasarana yang
dimiliki masingmasing kelemb.UKS,
agar penangana n
mas.ke mas yarakatan
(kemiskinan) dapat
lebih optimal .
Kelembagaan UKS
dengan mediator
kelompok PKK
No
Kajian Pengembangan Masyarakat
103
3
Pengembangan
jaringan kerjasama
dalam pelaksanaan
kegiatan UKS antar
kelembagaan UKS
yang ada
4
Mengembangkan
partisipasi sosial
dalam bekerjasama
5
Advokasi sosial
- Fasilitasi penyelanggaraan
forum-forum kegiatan kerjasama
- Bekerjasama dengan Pemda
setempat dan stakeholders terkait
guna memperoleh dukungan
pelaksanaan kegiatan
mensejahterakan klg miskin
- Menyelenggarakan kegiatan
pelatihan SDM bagi
penyelenggara kegiatan UKS
- Menyusun rencana kegiatan
UKS dengan penyelenggara
kegiatan UKS lainnya yang
mempunyai misi yang sama
dalam rangka penyelanggaraan
pendampingan, bantuan,
bimbingan dan pemantapan
teknis kepada pemda setempat,
instansi dan stakeholders terkait.
- Study banding dengan WKSBM
lain yang sudah berjalan.
- Melaksanakan aksi sosial yang
meliputi program aksi jangka
pendek, menengah dan panjang
Menguatkan dan
meningkatkan kinerja
kelembagaan UKS
dan jaringan
kerjasama
kelembagaan UKS
(WKSBM) serta
memperoleh
dukungan dari pemda
setempat dan
stakeholders.
- Pengelola
kelembagaan
UKS
- Pelaksana
WKSBM yang
yang telah
disepakati
bersama
- Pemda setempat
(aparat
kelurahan)
- Stakeholders;
TOMA,
Pengusaha lokal,
LSM dan
Pemerhati
masalah
kemasyarakatan
Menumbuhkan
kesadaran masyarakat
terhadap
permasalahan yang
terjadi di
lingkungannya.
- Penyedi aan,
penyebarluasan
informasi tentang kegiatan UKS.
- Pelibatan
WKSBM
dalam
kegiatan program pengentasan
kemiskinan.
- Melaksanakan
identifikasi
terhadap
issue-issue
permasalahan
sosial
yang
memerlukan penanganan segera.
- Menyelenggarakan kegiatan
bimbingan dan konsultasi bagi
warga masyarakat tentang sistem
sumber yang dapat dimanfaatkan
dalam penanganan masalah
sosial.
Untuk memberikan
perlindungan
terhadap hak-hak
warga masyarakat
- Pelaksana
kegiatan
WKSBM
- Pemerintah
kelurahan dan
stakeholders
(pemerhati
masalah
kemasyarakatan
di tingkat lokal)
- Pelaksana
kegiatan
WKSBM
- Pemerintah
kelurahan dan
stakeholders
(pemerhati
masalah
kemasyarakatan
di tingkat lokal)
Kajian Pengembangan Masyarakat
104
Kontribusi Keberadaan Jaringan Kerjasama Kelembagaan UKS (WKSBM)
Dalam Mensejahterakan Keluarga Miskin
Berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, yakni dapat memberikan
kontribusi dalam mensejahterakan keluarga miskin,
maka diharapkan adanya
kerjasama antar kelembagaan UKS yang diwujudkan dalam bentuk Wahana
Kesejahteraan Sosial berbasis Masyarakat (WKSBM) ini dapat mengatasi
permasalahan kemiskinan melalui cara sebagai berikut :
a. Melakukan
pendataan/mendata
dan
menilai
masalah-masalah
yang
memerlukan penangann segera (identifying issues), yang makin menyebabkan
nasib golongan miskin semakin terpuruk. Kemudian mencari solusi
pemecahannya secara bersama.
b. WKSBM mulai terlibat dalam pengawasan program pengentasan kemiskinan
yang diselenggarakan pemerintah (Pro poor advocacvy), agar program
tersebut tidak salah sasaran dan kriterianya sesuai dengan kondisi masyarakat
setempat.
c. WKSBM juga mulai merancang dengan inisiatif dan sumber daya lokal
mengembangkan penyediaan pelayanan sosial (delivering social services) :
membangkitkan kembali gerakan orang tua asuh bagi anak sekolah yang
berasal dari keluarga miskin, menyediakan pelayanan kredit murah dan
merencanakan membuka bengkel kerja di bidang automotif untuk menampung
warga yang menganggur dan program bapak angkat terhadap beberapa usaha
di bidang peternakan yang dilakukan warga.
d. WKSBM juga dapat
berperan sebagai wahana penampung aspirasi
masyarakat (mediating local communities), khususnya masyarakat miskin
untuk menyampaikan masalah dan kebutuhannya.
Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat merupakan refleksi
dari kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap perannya dalam
mencegah, mengurangi, menekan, dan menanggulangi berbagai masalah sosial
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. WKSBM adalah jaringan kerja
sama antar keperangkatan kelembagaan UKS yang ada di masyarakat yang terdiri
atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. WKSBM dapat
berperan sebagai katalisator yang dapat membawa warga untuk saling bekerja
Kajian Pengembangan Masyarakat
105
sama
dan membuka potensi yang dimilikinya untuk kegiatan penanganan
masalah-masalah sosial. Tugas utama dari Wahana ini adalah menciptakan proses
dialog antar warga secara kontinuitas untuk menangkap aspirasi dan kebutuhan
masyarakat.
WKSBM ini bukan merupakan bentuk kelembagaan baru, melainkan hanya
sebagai lembaga jaringan yang dapat dijadikan sebagai wahana pertemuan antar
kelembagaan UKS. Dengan demikian WKSBM bukan merupakan kelembagaan
tandingan bagi kelembagaan UKS yang telah ada, melainkan sebagai service
development yang dapat berperan sebagai :
a. Wahana pertemuan publik, melalui wahana tersebut WKSBM dapat
menyelenggarakan pertemuan dengan kelompok-kelompok kepentingan
tertentu, guna membahas berbagai permasalahan kemasyarakatan.
b. WKSBM juga dapat berperan sebagai lembaga mediasi dan pelengkap dari
anggotanya yang belum memiliki kemampuan tertentu untuk berhubungan
dengan pihak lain, seperti dengan pemerintah atau lembaga lain yang
diperlukan.
c.
WKSBM juga dapat menjadi tempat bersama untuk melaksanakan kegiatankegiatan pengembangan masyarakat, baik yang diprakarsai oleh masyarakat,
swasta ataupun pemerintah.
d. WKSBM juga dapat menjadi lembaga monitoring dan evaluasi bagi
anggotanya yang terdiri dari kelembagaan lokal untuk lebih bertanggung
jawab dan terbuka, maupun pengawasan terhadap program pembangunan yang
diselenggarakan pemerintah setempat.
Melalui keberadaan dan eksistensi
WKSBM
diharapkan mampu
memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga
miskin. Kondisi yang diharapkan dari meningkatnya kesejahteraan keluarga
miskin ditandai dengan menguatnya fungsi keluarga dalam aspek-aspek sebagai
berikut :
(1) Penguatan pada fungsi ekonomi
Berbagai kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan fisik-organis
merupakan fungsi ekonomis atau fungsi nafkah rumah tangga/keluarga.
Implementasi
program WKSBM berupa membangun komunikasi yang
Kajian Pengembangan Masyarakat
106
harmonis
antar warga dan pelaksana kelembagaan, kegiatan tersebut
diharapkan mampu membuat kesepakatan dan kerja sama antar kelembagaan
yang ada dalam merancang kegiatan dengan inisiatif dan potensi yang dimiliki
masyarakat setempat; mengembangkan penyediaan pelayanan sosial dasar
dalam bidang penyediaan kredit murah bagi usaha ekonomi produktif,
pelayanan kesehatan umum (seperti yang sudah dilakukan yakni pengobatan
gratis bagi warga tidak mampu), program orang tua asuh bagi anak dari
keluarga tidak mampu, program bapak angkat bagi warga yang melakukan
aktifitas ekonomi melalui usaha peternakan unggas dan ikan ataupun untuk
jangka panjang melalui inisiatif dan aspirasi warga berencana membuka
bengkel kerja otomitof yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dari
masyarakat setempat yang masih menganggur.
Kegiatan-kegiatan sebagaimana diuraikan di atas, diharapkan mampu
meningkatkan pendapatan bagi keluarga miskin. Dengan demikian, dengan
bertambahnya penghasilan akan berpengaruh terhadap kemampuan keluarga
miskin dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Fungsi ekonomi keluarga
terkait dengan pemenuhan kebutuhan sosial dasar seperti makan, pakaian,
rumah, pendidikan dan kesehatan. Sejumlah kebutuhan sosial dasar tersebut
sulit diwujudkan apabila tidak ada keseimbangan antara pendapatan dengan
jenis, jumlah dan kualitas kebutuhan.
(2) Kemampuan dalam melaksanakan peranan sosial
Dalam suatu keluarga seharusnya terjadi hubungan sosial yang penuh dengan
keharmonisan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh akibat adanya pertalian
darah ataupun cinta kasih antar anggota keluarga. Dasar cinta kasih dan
afeksi ini merupakan faktor penting bagi pembentukan perilaku individu
anggota keluarga tersebut.
Pada rumah tangga miskin fungsi tersebut terkadang mengalami gangguan
(disfungsi). Kondisi ini didasarkan oleh adanya kemiskinan itu sendiri. Orang
tua keluarg a miskin selalu disibukkan kesehariannya dengan bekerja mencari
penghasilan, bahkan jam kerja yang banyak tidak sesuai dengan penghasilan
yang diperoleh. Demikian pula anak -anak dari keluarga miskin, kenyataan di
lapangan menunjukan bahwa banyak anak -anak usia sekolah bekerja
Kajian Pengembangan Masyarakat
107
membantu orang tuanya dengan menjadi pedagang asongan ataupun
mengamen di jalan –jalan raya. Kondisi tersebut secara langsung akan
berpengaruh terhadap fungsi afeksi dan perlindungan dari keluarga tersebut.
Dengan adanya implementasi program WKSBM berupa pemberian bantuan
modal usaha dan kerja sama antara pengelola kelembagaan UKS yang ada
pada program anak asuh, diharapkan akan memberikan sedikit waktu luang
bagi para orang tua keluarga miskin, sehingga mereka mampu berperan sosial
sesuai perannya masing-masing, seperti sebagai orang tua peran sosialnya
adalah dapat memberikan bimbingan, perhatian dan kasih sayang pada anak anaknya. Dengan adanya bantuan secara materi/immateri diharapkan mampu
menjalankan peran tersebut, dalam arti bantuan yang diperoleh dapat
mengurangi beban dalam upaya pemenuhan kebutuhan/mengatasi masalah
sehingga selanjutnya peran sebagai orang tua dapat dilaksanakan dengan lebih
baik.
(3) Kemampuan dalam memecahkan permasalahan secara mandiri
Peran WKSBM dalam men ingkatkan kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri, yakni dengan adanya
kegiatan pengembangan partisipasi
sosial dalam bekerja sama menangani permasalahan kemasyarakatan.
Diharapkan melalui kegiatan tersebut, setiap warga masyarakat akan tumbuh
kesadaran dalam mengenali permasalahan yang terjadi untuk selanjutnya
mampu memberikan inisiatif dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan usaha
kesejahteraan sosial. Dengan demikian, program -program pengembangan
masyarakat yang dilaksanakan adalah sesuai dengan aspirasi dan keinginan
warga masyarakat itu sendiri. Kemampuan memecahkan masalah
pada
keluarga miskin seringkali mengalami hambatan, disebabkan tidak adanya
rasa percaya diri akan kemampuan yang dimiliki karena segala potensi yang
dimiliki keluarga tersebut semata-mata hanya ditujukan bagi pemenuhan
kebutuhan dasar; sandang dan pangan.
Kajian Pengembangan Masyarakat
108
Program Aksi
Langkah selanjutnya, yakni implementasi salah satu strategi pembentukan
jaringan kelembagaan UKS, berupa program aksi sebagai berikut :
(1)
Program pembentukan badan koordinasi antar kelembagaan UKS dengan
mediator PKK. Kegiatan yang dilakukan yakni mengadakan pertemuan
untuk menentukan siapa pelaksana dari kerjasama antar kelembagaan UKS
yang akan dibentuk. Berdasarkan hasil FGD maka diperoleh kesepakatan
sebagai koordinator kegiatan kerjasama adalah pengurus PKK (Ketua
kelompok PKK RW 05) yang telah mendapat dukungan dari seluruh peserta
rapat, sedangkan kepengurusan lainnya merupakan perwakilan dari masingmasing kelembagaan UKS yang telah mendapat kesepak atan bersama.
(2)
Program sosialisasi WKSBM
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan adanya sinergitas antar
kelembagaan UKS yang ada, berupa terwujudnya suatu wadah, media yang
dinamakan
Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat
(WKSBM). Kegiatan yang dapat dilakukan dalam ran gka Sosialisasi
WKSBM, yakni; menyusun profil/konsepsi WKSBM, mengadakan forum
untuk memahami WKSBM baik tentang tujuan dibentuknya wahana
tersebut, kebijakan ataupun strategi WKSBM sebagai pusat kegiatan
masyarakat
melalui tulisan, lisan maupun peragaan melalui media
elektronik, pameran, bazar, dll. Kegiatan selanjutnya yang dilaksanakan,
berupa membuat jadual rutin pertemuan yang merupakan kesepakatan
bersama antar kelembagaan UKS, membuat rencana aksi bersama dan
pembagian tugas serta dana.
Pada saat kajian dilaksanakan bertepatan dengan persiapan menjelang
Perayaan Hari Kemerdekaan RI, untuk itu sosialisasi WKSBM dilaksanakan
dengan memberikan informasi secara lisan (disampaikan lurah pada saat
pidato pembukaan kegiatan) kepada warga tentang keberadaan WKSBM,
adapun kegiatan yang dilaksanakan berupa :
a. Menyelenggarakan kegiatan bazar sembako murah yang ditujukan bagi
warga masyarakat tidak mampu (miskin). Dana kegiatan selain diperoleh
dari pengurus kelembagaan yang ada, juga hasil sumbangan dari warga
Kajian Pengembangan Masyarakat
109
masyarakat mampu dan donatur lainnya. Pelaksanaan bazar berlangsung
selama 3 hari, yakni tangga 14 s/d 16 Agustus 2005.
b. Gotong royong melaksanakan aksi kebersihan, berupa membersihkan
Sungai Cidurian, sungai kecil yang ada di wilayah Kelurahan Cigadung,
yang dijadikan alternatif sebagian warga sebagai tempat pembuangan
sampah. Kegiatan dilaksanakan selama 2 hari (sabtu – minggu, tanggal
20 – 21 Agustus 2005).
(3)
Program pengembangan jaringan kerjasama dan advokasi sosial.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai maksud implementasi dari programprogram kerja WKSBM bilamana sudah mulai eksis dan diterima baik oleh
kelembagaan lokal yang menjadi pendukungnya.
Langkah yang dapat dilakukan adalah menginformasikan mengenai fungsi
dan tugas WKSBM kearah kegiatan partisipasi publik, seperti ; menyusun
rencana/anggaran untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang terjadi
secara kolaborasi antar kelembagaan UKS yang ada, mengajak warga
masyarakat mampu baik secara materi/immateril untuk bersama-sama
mengatasi
masalah -masalah
kemasyarakatan/kemiskinan,
sehingga
jangkauan pelayanan/manfaat yang dirasakan masyarakat menjadi lebih
besar maknanya.
Langkah selanjutnya, setelah WKSBM yang terbentuk tersebut benar-benar
eksis adalah mencari pengaku an dari pemerintah daerah setempat sebagai
bentuk partisipasi warga dalam program pembangunan.
Kajian Pengembangan Masyarakat
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Simpulan
1. Berdasarkan hasil kajian, telah tumbuh dan berkembang pola kelembagaan
usaha kesejateraan sosial yang dilaksanakan masyarakat, namun disadari upaya
yang
telah
dilakukan
kelembagaan -kelembagaan
yang
ada
memiliki
keterbatasan dalam hal kapasitas: sarana, prasarana maupun kegiatan yang
kurang bersifat pemberdayaan (kurang terarah, terpadu, berkesinambungan dan
memandirikan masyarakat) serta kurangnya dukungan pemerintah setempat dan
jaringan kerjasama dengan pihak luar. Untuk itu diperlukan upaya
pendayagunaan terhadap kelembagaan tersebut, yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga
miskin.
2. Kemiskinan yang terjadi di lokasi kajian, merupakan kemiskinan yang ditandai
dengan ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, karena
kurangnya pendapatan, pengangguran ataupun tingginya biaya hidup di
perkotaaan. Ketidakmampuan secara ekonomi tersebut selanjutnya akan
mempengaruhi pula keberfungsian sosial dari keluarga miskin, yakni
kemampuan untuk menampilkan peranan sosial di masyarakat dan kemampuan
dalam memecahkan masalahnya secara mandiri.
3. Untuk
mendapatkan
solusi
dari
kurang
optimalnya
pendayagunaan
kelembagaan UKS diperlukan strategi yakni dengan membentuk jaringan
kelembagaan UKS, agar tercapai sinergitas dalam pelaksanaan kegiatan UKS
yang dilaksanakan masyarakat. Hasil kajian diperoleh bentuk kerjasama antar
kelembagaan UKS
berupa Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasaiskan
Masyarakat (WKSBM).
4. Keberadaan dan eksistensi Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan
Masyarakat (WKSBM) diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
mensejahterakan keluarga miskin, yang ditandai hal-hal sebagai berikut : (1)
Penguatan
pada
fungsi
ekonomi,
(2)
Pengutan
kemampuan
dalam
melaksanakan peran sosial dan (3) Kemampuan dalam memecahkan
permasalahan secara mandiri.
Kajian Pengembangan Masyarakat
111
5. Hasil kajian mengenai pendayagunaan kelembagaan UKS menghasilkan
Program Aksi, yakni : (1) Program pembentukan koordinasi antar kelembagaan
UKS,
(2) Program sosialisasi WKSBM dan
(3) Program pengembangan
jaringan kerjasama dan advokasi sosial.
Rekomendasi
1. Mengingat luas dan kompleksitasnya permasalahan sosial yang terjadi di
masyarakat berikut keterbatasn dana pemerintah dalam penanggulangannya,
maka pemerintah daerah perlu memperhatikan, mendukung dan menciptakan
kondisi
yang
kondusif
bagi
terlaksananya
kegiatan -kegiatan
usaha
kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat lokal.
2. Pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus berusaha untuk saling
menyadarkan dan mengingatkan kembali terhadap berbagai permasalahan
sosial yang terjadi di sekitarnya, dan memberikan respon serta sensitif terhadap
permasalahan-permasalahan tersebut.
3. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat (WKSBM) yang
merupakan wadah, wahana jaringan kerjasama antar berbagai kelembagaan
UKS yang ada dan telah terbentuk. Dalam perkembangan dan pelaksanaan
kegiatannya perlu mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
4. WKSBM merupakan refleksi dari kesadaran dan tanggung jawab masyarakat
terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan dan menanggulangi
berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sosialnya.
Untuk itu, partisipasi sosial warga perlu terus menerus di tumbuhkan dan
diwujudkan dalam bentuk keterlibatan langsung masyarakat dalam kegiatan,
sehingga tercapai kemandirian dan rasa percaya diri masyarakat akan
kemampuan yang dimiliki.
5. Mengingat ruang lingkup kajian masih sangat terbatas, maka program aksi yang
telah disusun dalam kajian ini perlu ditindak lanjuti, untuk pengembangan
WKSBM nantinya dapat dijadikan sebagai community center untuk
memudahkan masyarakat dalam memperoleh akses terhadap pelayanan sosial
yang ada di lingkungannya ataupun sebagai tempat warga masyarakat
mengungkapkan masalah/kebutuhannya.
Kajian Pengembangan Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Irawan, 1998, Social Security : Dari Solid aritas Mekanis ke Formalitas
Mekanisme Sosial, UGM : Yogyakarta.
Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan RI berkerjasama dengan
Lembaga Peneltian SMERU, 2001, Paket informasi penanggula ngan
kemiskinan, Jakarta.
Bambang Rustanto, 2002, Model Pengembangan Forum Warga Peduli di Jakarta,
YPM Kesuma : Jakarta.
Balatbangsos Depsos RI,2003, Prosiding Diskusi Pakar:Menemukan Model
Pemberdayaan Pranata Sosial dalam Penguatan Ketahanan Sosial
Masyarakat,Jakarta.
Carry, Lee J., 1970, Community Development as a Process, Columbia, Mesouri.
Departemen Sosial RI, 2003, Kebijakan Operasional Pemberdayaan Wahana
Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), Depsos, Jakarta.
Departemen Sosial R.I., 2003, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Jakarta.
Departemen Sosial RI, Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, 2002, Pusdatin,
Setjen Depsos RI.
Departemen Sosial RI,1974, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial,
Jakarta.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Depsos R.I., 2003, Kebijakan
Operasional Pemberdayaan Sosial WKSBM, Jakarta.
Du Bois Brenda & Milley, 1992 : Social Work an Emporing Profesion, Allan
Bacon : New York.
Hermawati, Istiana, 2001, Metode dan Teknik dalam Praktek Pekerjaan Sosial,
Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Heru Nugroho, 1995, Makalah : Ketimpangan dan Pemberdayaan dalam
Kumpulan Makalah -Makalah Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia,
Aditya Media, Yogyakarta.
Hikmat, Hari, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora, Utama
Press, Bandung.
Ife, Jim, 1995, Community Development, Creating Community Alternative -Vision,
Analysis and Practic, Logman, Australia.
Kajian Pengembangan Masyarakat
113
Isbandi, Rukminto Adi, 2003, Pemberdayaan, pengembangan masyarakat dan
Intervensi komunitas : Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis,
lembaga penerbit FE, UI, Jakarta.
Jellinek &Bambang Rustanto, 1999 : Survival Strategy of Javenese During the
Economic Crisis, Word Bank : Jakarta.
Kelurahan Cigadung, Laporan Pertanggung Jawaban tahun 2003, Bandung.
Koentjaraningrat, 1986, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta.
Mardiniah, Naning, 2003, Otonomi dan Pemberdayaan Desa dalam Paulus
Wirutomo, 2003, Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah,
hal.121-153, Cipruy, Bandung.
Marliyantoro, Oleilin, 2002 : Konsep dan Relevansi Model Sosial dalam Majalah
Jendela Vol 1, APMD, Jogyakarta.
Masri Singarimbun, Sofyan Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES,
Jakarta.
Nasdian F. Tony dan Utomo BS, 2003, Pengembangan kelembagaan dan modal
sosial, Magister profesional pengembangan masyarakat, Program Pasca
Sarjana, IPB, Bogor.
Noormohammed, Sidik, 1994 :Perumahan bagi Golongan Miskin dalam
Kemiskinan di Indoensia, edt Dorojatun K, J, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Nuryana, Mu’man, 2002, Peranan sosial Kapital sebagai piranti sosial komunitas
dilihat dari dimensi teoritis dan empiris, dalam majalh informasi kajian
permasalahan sosial dan UKS, volume 7 No. 2 Puslit PKS, Baltbangsos
Depsos RI, Jakarta.
Paine, Malcom, 1986, Social care in the community, London :Nc Millan.
Panjaitan Nurmala K, 2003 : Perilaku Manusia dalam Lingkungan Sosial,
Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana
IPB.
Pincus, Allan dan Anne Minahan, 1973, Social Work Practice : Model and
Metods, Illionis : FY Peacock Publisher, Itasca.
Pramono, Agung, 2003, Globalisasi dan Pergeseran Paradigma Pembangunan
dalam Paulus Wirutomo, 2003, Paradigma Pembangunan di Era Otonomi
Daerah, hal.1-32, Cipruy, Bandung.
Kajian Pengembangan Masyarakat
114
Prasojo Nurani W & Ida Yuhana F, 2003, Pengelolaan Konflik Sosial, Magister
Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB.
Rianingsih, Djohani, 1996, Acuan Penerapan PRA : Berbuat Bersama Berperan
Setara, Studio Driya Media, Bandung.
Rusli Said, dkk, 2003, Kependudukan, Magister Profesional Pengembangan
Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB.
Sitorus, MT. Felix dan Augusta, Ivanovic, 2003, Metodologi kajian komunitas,
Tajuk modul Magister Perofesional Pengembangan Masyara kat, IPB,
Bogor.
Soekanto, Soerjono, 1986, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali,Jakarta.
Suharto, Edi, 2005, Analisis kebijakan Publik : Panduan Praktis mengkaji
masalah dan kebijakan sosial, Alphabetha, Bandung
Suharto, Edi, 2004, Pendekatan Pekerjaan Sosial dalam Menangani Kemiskinan,
www.policy.hu/suharto/makindo 27, html
Sumantri, T MC, dkk, 2003, Analisis Ekonomi Lokal, Magister Profesional
Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB.
Sumarjo dan Saharuddin, 2004, metode-metode partisipatif dalam pengembangan
masyarakat, Tajuk Modul , Bogor : Jurusan Ilmu Sosek Fakultas Pertanian
IPB dan Program Pasca Sarjana IPB.
Supriyatna, Tjahya, 1997, Birokrasi Pemberdayaan
Kemiskinan, Humaniora, Utama Press, Bandung.
dan
Pengentasan
Suryana, Ahmad, 2003, Evolusi pemikiran kebijakan ketahanan pangan,
Kumpulan artikel, BPFE Ekonomi UGM, Yogjakarta.
Seregaldin dan Dasgupta, Social Capital, Multifaceted Perspective, Washington
DC, World Bank, 2001.
Syaukat Y & Hendrakusumaatmaja S, 2003, Pengembangan Ekonomi berbasis
Lokal, Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca
Sarjana IPB.
Syahyuti, 2003, Bedah Konsep Kelembagaan : Strategi Pengembangan dan
Penerapannya dalam Penelitian Pertanian, Puslitbang Sosek, Badan
Litbang Pertanian , Bogor.
Kajian Pengembangan Masyarakat
115
Uphoff, Norman, 1988, Assisted Self-Reliannce: Working With, Rather than For,
The Poor, dalam Lewis John P., and Contributors, Strengthening The
Poor: What Have We Learned ? hal. 47-57, Overseas Development
Council, Washington DC.
Yusman Iskandar dkk, Ensiklopedia Pekerjaan Sosial Indonesia, Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial RI, Jakarta, 2004.
Kajian Pengembangan Masyarakat
117
Desa Ciburial Kab. Bandung
Peta Kelurahan
Cigadung
U
Kel
Dago
Kel Cibeunyuing
Kab. Bandung
Kel
Sekeloa
Kel Sadangserang
Kel Sukaluyu
119
CATATAN HASIL P R A
Hari/tanggal
:
Tempat
:
Pemimpiin Diskusi
:
Pencatat Diskusi
:
Aspek-aspek yang didiskusikan :
1. Masalah, penyebab dan upaya yang dilakukan oleh keluarga miskin
2. Kebutuhan yang dirasakan keluarga miskin
120
3. Potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga miskin
4. Program pemecahan masalah yang dibutuhkan
121
CATATAN HASIL P R A
Hari/tanggal
:
Tempat
:
Pemimpin Diskusi
:
Pencatat Diskusi
:
Aspek-aspek yang didiskusikan :
1. Identifikasi kelembagaan UKS yang ada di Kelurahan Cigadung
2. Visi dan misi kelembagaan UKS
3. Potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh kelembagaan UKS
122
4. Faktor pendorong dan penghambat kinerja kelembagaan UKS
5. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegaitan UKS
6. Harapan mengenai kelembagaan UKS dan bentuk kerjasama kelembagaan yang
tepat untuk mengatasi permasalahan kemasyarkatan.
123
124
125
Kondisi Perumahan
dan lingkungan padat
penduduk (kumuh)
Kelurahan Cigadung
Kondisi Perumahan
dan lingkungan padat
penduduk (kumuh)
Kelurahan Cigadung
Kondisi Perumahan
dan lingkungan padat
penduduk (kumuh)
Kelurahan Cigadung
126
Kompleks perumahan
mewah di Kelurahan
Cigadung
Kompleks perumahan
mewah di Kelurahan
Cigadung
Kompleks perumahan
mewah di Kelurahan
Cigadung
127
Profil Kelembagaan
UKS yang dilaksanakan
masyarakat Kelurahan
Cigadung
Profil Kelembagaan
UKS yang dilaksanakan
masyarakat Kelurahan
Cigadung
Profil Kelembagaan
UKS yang dilaksanakan
masyarakat Kelurahan
Cigadung
128
Pelaksanaan Diskusi
Kelompok Terfokus
(FGD)
Pelaksanaan Diskusi
Kelompok Terfokus
(FGD)
Pelaksanaan Diskusi
Kelompok Terfokus
(FGD)
129
Sarana/tempat
penyelenggaraan
kegiatan UKS
Sarana/tempat
penyelenggaraan
kegiatan UKS
Sarana/tempat
penyelenggaraan
kegiatan UKS
130
Bantuan modal
usaha KOPAGA
kepada sekelompok
pedagang Bakso
Swadaya
masyarakat dalam
perbaikan jalan
kampung
MCK umum hasil
dari swadaya
masyarakat
(kegiatan
Rereongan)
Download