PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Desember 2005 Erna Susanty NRP. A154040045 ABST RAK ERNA SUSANTY. Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung). Dibimbing oleh NURMALA K. PANJAITAN dan SAHARUDDIN. Kajian tentang Pendayagunaan Kelembagaan UKS menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Hal tersebut disebabkan karena secara substansial keberadaan Kelembagaan UKS dengan berbagai bentuk kegiatan UKSnya, bertujuan mengatasi permasalahan kemasyarakatan (termasuk masalah kemiskinan) dan mendorong masyarakat menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Selain itu kegiatan UKSpun sudah sejak lama dilaksanakan dan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, maka kegiatan UKS yang dilakukan masyarakat mendapat respon pemerintah dan dirasakan perlu untuk dikembangkan menjadi bagian dari pembangunan kesejahteraan sosial. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan pendekatan kualitatif, bertujuan untuk memperoleh informasi secara mendalam dan mengetahui bagaimana masyarakat memahami fenomena dari kelembagaan UKS tersebut. Untuk pengumpulan datanya yaitu menggunakan teknik : Observas i, wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh, yang bersifat kualitatif , dianalisis secara deskriptif interpretatif. Untuk data kuantitatif yang menggambarkan kondisi umum lokasi kajian, disajikan secara tabulasi dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Perancangan program menggunakan pendekatan partisipatif. Di kelurahan Cigadung sudah tumbuh dan berkembang pola kelembagaankelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di tingkat lokal. Namun kenyataan di lapangan, upaya yang dilakukan kelembagaan tersebut masih belum optimal dalam pencapaian tujuannya karena keterbatasan yang d imiliki (SDM, dana, sarana dan prasarana pendukung, kurangnya program yang bersifat pemberdayaan dan kurangnya dukungan dari pemerintah setempat/stakeholders yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan kemasyarakatan ), serta tidak adanya sinergitas antar kelembagaan UKS yang ada. Upaya pendayagunaan dilakukan dengan meningkatkan sumber internal dan eksternal yang dimiliki kelembagaan tersebut agar terjalin interaksi dan integrasi kegiatan UKS yang harmonis. Melalui kegiatan diskusi kelompok terfokus dengan melakukan langkah -langkah : analisis kebutuhan, identifikasi sumber, mobilisasi dan manajemen sumber, maka telah terbentuk jaringan kerjasama/sinergitas antar kelembagaan UKS dalam suatu wadah/wahana kesejahteraan sosial berbasiskan masyarakat (WKSBM). Kegiatan penanganan masalah kemiskinan yang dapat dilakukan dalam program kegiatan WKSBM, yakni : (1) melakukan identifying issues, (2) Pro poor advocacy, (3) Delivering social services dan (4) mediating local communities. Keberadaan WKSBM yang makin melembaga dalam masyarakat, diharapkan akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan , khususnya dalam mensejahterakan keluarga miskin. PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magiste r Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 Judul Tugas Akhir : Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin ( Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) Nama : ERNA SUSANTY NIM : A154040045 DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS., DEA Ketua Ir. Saharuddin, M.Si Anggota Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 9 Desember 2005 Tanggal Lulus : © Hak cipta milik Erna Susanty, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya. PRAKATA Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir Kajian Pengembangan Masyarakat sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat, Konsentrasi Pekerjaan Sosial. Judul Kajian Pengembangan Masyarakat ini adalah “PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan C ibeunying Kaler Kota Bandung)” Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada : 1. Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA dan Bapak Ir. Saharuddin, MSi selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat ini. 2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji luar Komisi yang banyak memberikan masukan untuk perbaikan kajian ini. 3. Bapak Ketua Program Studi dan Dosen -dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah membekali ilmu-ilmu Pengembangan Masyarakat. 4. Bapak Dr. Marjuki, M.Sc Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti sekolah Pasca Sarjana Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 5. Suami, dan anak -anakku tercinta, Ibu, adik dan kakak serta teman-teman yang telah memberikan dorongan, do’a, semangat dan pengertian selama menempuh pendidikan ini sampai selesai. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis hingga dapat terselesaikannya kajian ini. Semoga kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak -p ihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Lokal dalam Pendayagunaan Kelembagaan UKS berbasis Masyarakat. Bogor, Desember 2005 Erna Susanty RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Propinsi Jawa Barat, pada tanggal 11 Oktober 1966 dari pasangan Umar Mudiarto dan Muryati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kesambi Dalam II pada tahun 1979 di Kota Cirebon. Pada tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Cirebon. Pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Cirebon. Pada tahun 1991 menyelesaikan pendidikan program Sarjana (S1) pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Penulis menikah dengan Drs. Iri Sapria pada tahun 1991 dan telah dikaruniai 3 orang anak, yaitu : Reza Nandya Rinaldi (Alm), Dimas Pramudya Rinaldi (11 tahun), Dhi’fan Fauzan Rinaldi (6 tahun). Pada tahun 1992 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen Sosial RI., dan ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Sulawesi Tengah. Tahun 2000 penulis dipindahtugaskan pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung sampai sekarang. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xiv PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Perumusan Masalah ......................................................................................... 4 Tujuan Kajian ................................................................................................... 7 TINJAUAN TEORITIS................................................................................................ 8 Kesejahteraan Sosial, Sumber Kesejahteraan Sosial dan Pendayagunaannya ................................................................................... 8 Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Kelembagaan UKS dalam Pengembangan Masyarakat ......................................................... 11 Tinjauan tentang Kemiskinan dan Keluarga .................................................... 14 Konsep Pemberdayaan dalam Pengembangan Masyarakat ............................. 16 Modal Sosial dalam Pengembangan Masyarkat .............................................. 19 Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 20 METODOLOGI KAJIAN ........................................................................................... 25 Tipe Kajian dan Strategi Kajian ....................................................................... 25 Lokasi dan Waktu Kajian ................................................................................. 25 Subyek Kajian, Cara Pengumpulan dan Teknik Analisis Data ........................ 26 Subyek Kajian ...................................................................................... 26 Pengumpulan Data ............................................................................... 27 Teknik Analisis Data ............................................................................ 28 Perancangan dan Penyusunan Program Kerja ................................................. 28 Kajian Pengembangan Masyarakat x PETA SOSIAL SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL KELURAHAN CIGADUNG KECAMATAN CIBEUNYING KALER KOTA BANDUNG ........ 30 Lokasi ........................................................................................................... 30 Kependudukan ............................................................................................. 34 Sistem Ekonomi............................................................................................ 36 Struktur Komunitas ..................................................................................... 38 Kelembagaaan dan Organisasi Sosial .......................................................... 41 Lembaga Kekerabatan/Solidaritas ................................................... 41 Lembaga Ekonomi ........................................................................... 42 Lembaga Pendidikan ....................................................................... 43 Lembaga Keagamaan .................. ................................................... 43 Lembaga Pemerintahan ................................................................... 44 Sumber Daya Lokal ...................................................................................... 45 Pendayagunaan Kelembagaaan Lokal .......................................................... 46 Pemetaan Permasalahan, Kebutuhan dan Sumber Kesejahteraan Sosial ..... 47 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ......................... 52 Kegiatan Pengembangan Masyarakat melalui Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) .................................................................................................... 52 Pengembangan Ekonomi Lokal dari Kegiatan P2WKSS ................. 56 Evaluasi Program P2WKSS ............................................................. 57 Program Pengembangan Masyarakat melelui Kegaitan Koperasi Warga .... 58 Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan Koperasi Warga.............. 60 Evaluasi Kegiatan Koperasi Warga .................................................. 61 Ikhtisar Program Pengembangan Masyarakat .............................................. 62 ANALISIS PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) ...................................................................... 65 Profil Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung ............................................... 65 Kelompok Rereongan ........................................................................ 66 Kajian Pengembangan Masyarakat xi Koperasi Warga (KOPAGA) dan Program Bantuan Kredit Mikro PPMK .............................................................................................. 70 Kelembagaan Sosial : PKK dan LPM ............................................. 75 Kelompok Pengajian Al-Mutazam .................................................. 79 Analisis Kapasitas dan Faktor-faktor Pendukung/Penghambat Kelembagaan UKS ....................................................................................... 83 Analisis Jaringan Intra Komunitas ............................................................... 90 RANCANGAN STRATEGI PEMBENTUKAN JARINGAN KELEMBAGAAN UKS DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN ............. 96 Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagan UKS ............. 96 Tujuan dan Sasaran ........................................................................................ 102 Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS ................... 102 Kontribusi Keberadaan Jaringan Kerjasama Kelembagaan UKS WKSBM Dalam Mensejahterakan Keluarga Miskin ..................................................... 104 Program Aksi .................................................................................................. 108 SIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................................ 110 Simpulan ......................................................................................................... 110 Rekomendasi ................................................................................................... 111 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 112 LAMPIRAN ............................................................................................................... 116 Kajian Pengembangan Masyarakat DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung tahun 2004/2005 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26 Tabel 2 Rincian Responden, Informan dan Cara Pengumpulan Data 27 Tabel 3 Orbitasi, Waktu Tempuh dan Letak Kelurahan Cigadung . . 31 Tabel 4 Luas lahan Kelurahan Cigadung Berdasarkan Penggunaannya Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31 Tabel 5 Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34 Tabel 6 Komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tabel 7 36 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2003 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37 Kelembagaan Sosial yang ada di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2003 . . . 44 Tabel 9 Profil Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung . . . . . . . . . . 82 Tabel 10 Analisis Kapasitas Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2005 . . . . 87 Tabel 11 Analisis Masalah dan Cara Mengatasi Masalah dalam Rangka Pendayagunaan Kelembagaan UKS . .. . . . . . . . . . . . 99 Tabel 12 Rancangan Strategi P embentukan Jaringan Kelembagaan UKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 102 Tabel 8 Kajian Pengembangan Masyar akat DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Gambar 2 Kerangka Pemikiran Pendayagunaan Kelembagaan UKS dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin . . . . . . . . . . . 24 Peta Lokasi Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 Gambar 3 Piramida Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2003 (per 100 orang) . . . . . . . . . . . . 35 Gambar 4 Sistem pelapisan sosial penduduk Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung . . . . . . . . . . . . . . 41 Gambar 5 Jaringan Intra Komunitas Kelurahan Cigadung Tahun 2005. . . 93 Gambar 6 Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101 Kajian Pengembangan Masyar akat DAFTAR LAMPIRAN Halaman Peta Kelurahan Cigad ung ............................................................................... 117 Surat Keputusan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB ....................................... 118 Catatan Hasil PRA ………………………………………………………….. 119 Daftar Hadir Peserta Diskusi Kelompok Terfokus ………………………….. 123 Foto-foto Kegiatan Kajian …………………………………………………… 125 Kajian Pengembangan Masyar akat PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 yang berkepanjangan dan diikuti oleh krisis diberbagai bidang telah berdampak ke berbagai sektor, mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat, khususnya penduduk miskin yang menunjukkan angka yang terus meningkat jumlahnya. Hasil SUSENAS tahun 1996 dan 1999 BPS mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin telah bertambah hampir 50 % sebagai dampak dari krisis ekonomi. Pada periode tersebut jumlah rumah tangga miskin telah pula bertambah dari sekitar 6,36 juta KK menjadi 9,64 juta KK. Upaya penanganan kemiskinan telah dilakukan pemerintah melalui program bimbingan, bantuan dana dan penyediaan fasilitas yang ditujukan untuk meningkatkan kelembagaan, partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan (seperti program P2KP, program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, UED-SP, dan lain-lain), namun pada akhirnya belum mampu mengatasi kemiskinan secara menyeluruh. Berbagai laporan evaluasi program-program pembangunan yang dilakukan selama ini, menunjukkan bahwa masyarakat menjadi ketergantungan pada bantuan-bantuan pemerintah. Program-program yang dilaksanakan lebih berorientasi pada pemenuhan target pembangunan dan kurang memperhatikan keberlanjutan program, proses pendidikan dan pelembagaan pembangunan. Belajar dari kegagalan pembangunan pada tiga dekade terakhir, maka terjadi perubahan paradigma pembangunan dari sentralistik menjadi desentralistik. Pemerintah kini sudah mencanangkan pendekatan pembangunan yang bersifat demokratis dalam arti bersifat memulihkan otonomi (kedaulatan) masyarakat lokal. Indikasinya adalah dengan diberlakukannya undang-undang no. 22/1999 tentang otonomi daerah, yang memberikan kewenangan pemerintah daerah dan masyarakat lokal untuk menyelenggarakan pembangunan sesuai kebutuhannya. Pemerintah saat ini berupaya untuk mengedepankan inisiatif dan mengoptimalkan segenap potensi Kajian Pengembangan Masyarakat 2 yang dimiliki masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat berperan sebagai pelaksana utama pembangunan termasuk pembangunan kesejahteraan sosial, sedangkan pemerintah hanya sebatas pendukung/fasilitator saja. Esensi dari pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan, serta kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tetapi juga masyarakat. Kegiatan kajian di lapangan menunjukkan, dengan dipulihkannya kewenangan masyarakat lokal dalam penyelenggaraan pembangunan telah menumbuhkan kesadaran sejumlah anggota masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di wilayahnya sesuai dengan yang diinginkannya dan ditujukan untuk kesejahteraan bersama. Selain itu terbatasnya kemampuan pemerintah dan akses yang sulit dalam menjangkau program-program pembangunan, telah pula mendorong sejumlah anggota masyarakat untuk melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS) dalam suatu wadah atau kelompok yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan kemasyarakatan ataupun mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial di lokasi kajian, dilaksanakan masyarakat melalui berbagai bentuk kegiatan. Masyarakat sudah mulai memanfaatkan potensipotensi/sumber kesejahteraan sosial yang ada ( SDM, SDA dan sumberdaya sosial) termasuk memanfaatkan kelembagaan-kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang merupakan sumberdaya sosial. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial dilakukan melalui berbagai perkumpulan, kelompok, maupun kelembagaan. Aktifitas ini dikembangkan baik oleh individu, keluarga maupun kelompok Hasil pengamatan pada saat kajian menunjukkan sudah tumbuh dan berkembang pola kelembagaan usaha kesejahteraan sosial di tingkat lokal dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: a. Lembaga kesejahteraan sosial yang tumbuh secara alamiah dan berkembang dari kelembagaan tradisional, seperti : kelompok arisan, kelompok pengajian, kelompok PKK dengan berbagai kegiatan; posyandu, posbindu dan dasa wisma ataupun lembaga pemberdayaan kemasyarakatan yang ada di tingkat kelurahan. Kajian Pengembangan Masyarakat 3 b. Kelompok-kelompok pelayanan sosial di tingkat masyarakat lokal, seperti : LSM dalam bidang bantuan keuangan dan koperasi warga. Keberadaan kelembagaan usaha kesejahteraan sosial tersebut merupakan potensi, sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial yang bersumberdayakan masyarakat tersebut perlu dikembangkan, karena diharapkan kelembagaan UKS di masyarakat akan lebih mampu berperan dalam usaha mencegah, mengatasi dan mengantisipasi berbagai permasalahan sosial yang tumbuh dan berkembang di tingkat masyarakat atau lokal. Selain itu usaha kesejahteraan sosial yang makin melembaga dalam masyarakat, akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan. Namun disadari sepenuhnya, bahwa upaya yang telah dilakukan oleh perkumpulan, kelompok, lembaga maupun pranata sosial yang berbasiskan masyarakat pada akar rumput tersebut masih memiliki kelemahan baik sarana, prasarana maupun kegiatannya. Kelemahan pada sarana atau prasarana yaitu menyangkut minimnya fasilitas dan dana untuk kegiatan, serta kurangnya pengetahuan para pelaku usaha kesejahteraan sosial tersebut dalam mengelola kegiatan. Kelemahan pada kegiatan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan tidak berkelanjutan, kurang terorganisir, tidak/kurang adanya program kegiatan yang bersifat pemberdayaan, serta tidak adanya kolaborasi antar kelembagaan, sehingga pencapaian kesejahteraan sosial tidak optimal. Oleh karena itu, kajian pengembangan masyarakat difokuskan pada pendayagunaan kelembagaan UKS. Proses pendayagunaan itu sendiri pada hakekatnya merupakan proses pemberdayaan dari kelembagaan UKS tersebut. Kegiatan pemberdayaan memperkuat, dimaksudkan mengembangkan dan untuk menumbuhkan, mendayagunakan potensi membangun, dan sumber kelembagaan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam mensejahterakan keluarga miskin dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan pada umumnya. Selain itu melalui upaya pendayagunaan diharapkan masyarakat dapat lebih mengenali permasalahannya dan secara mandiri Kajian Pengembangan Masyarakat 4 mengatasi permasalahan tersebut serta melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat sesuai aspirasinya. Hasil kajian inipun diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, khususnya Departemen Sosial RI sebagai pelaksana teknis bidang pembangunan kesejahteraan sosial . Selain itu dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah lokal dalam pemberdayaan kelembagaan UKS yang ada di masyarakat, sehingga memberikan kontribusi dalam mensejahterakan mampu keluarga miskin dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan yang terjadi. Perumusan Masalah Berbagai permasalahan sosial sebagaimana umumnya yang terjadi pada masyarakat perkotaan juga dijumpai dilokasi kajian. Salah satu permasalahan sosial yang selalu menarik untuk dikaji adalah masalah kemiskinan perkotaan yang frekuensinya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil SUSENAS 2002 jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebesar 37,5 juta jiwa, dimana sebagian besar tinggal di daerah kumuh perkotaan. Bahwa masalah kemiskinan masih menjadi penyebab munculnya berbagai permasalahan sosial, demikian halnya yang terjadi di lokasi kajian. Permasalahan anak putus sekolah, rendahnya kualitas kesehatan dan gizi keluarga, kenakalan anak/remaja, pekerja anak di bawah umur, konflik sosial, pengangguran adalah wujud nyata sebagai akibat kemiskinan yang dialami sebagian warga masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya mengatasi permasalahan sosial baik secara individu, keluarga ataupun masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan UKS tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi saja, tetapi juga mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan sosial, sehingga diharapkan masyarakat dapat menampilkan peranan sosial sebaik-baiknya. Kegiatan - kegiatan UKS tersebut Kajian Pengembangan Masyarakat 5 telah dilaksanakan masyarakat di lokasi kajian. Keberadaan kelompok-kelompok atau kelembagaan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilaksanakan sejumlah anggota masyarakat, seperti; majelis taklim (kelompok pengajian), koperasi warga ataupun kelompok rereongan telah dirasakan manfaatnya, baik dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan secara individual, keluarga ataupun kelompok. Melalui lembaga/organisasi berbasis komunitas inilah masyarakat dapat menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi ataupun untuk melaksanakan kegiatan kemasyarakatan secara bersama. Namun yang menjadi permasalahan adalah berbagai permasalahan baik yang berasal dari dalam (internal) maupun luar (eksternal) seringkali menyebabkan kelembagaan ataupun kelompok-kelompok kegiatan masyarakat yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial tersebut sepertinya menjadi kurang berdaya. Permasalahan internal, berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki kelembagaan seperti : dana, sarana, prasarana dan kegiatan pelayanan usaha kesejahteraan sosial yang dilaksanakan. Pada kajian ini dapat dicontohkan, kelompok warga yang sepakat mendirikan koperasi warga dengan tujuan mengatasi permasalahan ekonomi yang dialami sebagian besar anggota masyarakat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bantuan pinjaman permodalan saja tidak cukup mengatasi permasalahan yang terjadi, akan tetapi bantuan pendampingan dalam usaha ekonomi produktif yang dilaksanakan masyarakat perlu juga dilakukan, untuk keberlanjutan dari kegiatan yang dilakukan. Demikian halnya dengan kelembagaan/kelompok rereongan ataupun pengajian yang menjadi fokus kajian, kegiatan yang dilaksanakan bersifat sementara dalam arti tidak ada upaya pemberdayaan yang dilakukan. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial, khususnya yang ditujukan untuk membantu keluarga miskin sebatas bantuan saja, tidak ada upaya pemberdayaan yang dapat menjadikan keluarga miskin tersebut nantinya dapat menjadi mandiri dan swadaya dalam mengatasi permasalahannya. Permasalahan internal lainnya yang dijumpai berkaitan dengan dana, yakni dana yang dimiliki kelembagaan yang ada di masyarakat, seringkali tidak cukup untuk mengatasi permasalahan yang ada. Kelompok PKK yang merupakan kelembagaan bentukkan pemerintah dan keberadaannya masih dibutuhkan Kajian Pengembangan Masyarakat 6 masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah; dengan kegiatan posyandu dan penyuluhan sosial, dalam pelaksanaan kegiatan kurang lancar karena terbentur minimnya dana yang dimiliki. Selain permasalahan-permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan yang berasal dari luar kelembagaan juga menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan dari masing-masing kelembagaan tersebut. Kurang/tidak adanya dukungan dari pemerintah setempat untuk tumbuh dan berkembangnya kelembagaankelembagaan yang telah ada. Pemerintah cenderung membentuk kelembagaan/organisasi baru untuk mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Dalam kondisi demikian, maka kelembagaan lokal yang berbasis komunitas menjadi terpengaruh perkembangannya, bahkan ada diantaranya dalam keadaan stagnasi dan disorganisasi. Tidak adanya sinergitas dalam pelaksanaan kegiatan UKS juga menyebabkan terjadinya tumpang tindih dalam pelayanan sosial yang ditujukan bagi masyarakat, khususnya pelayanan sosial bagi masyarakat tidak mampu/miskin. Pelayanan sosial/bantuan kepada masyarakat miskin yang dilakukan kelembagaan sifatnya sektoral dan insidental, sehingga program kegiatan tidak dapat mengatasi permasalahan akar kemiskinan sesungguhnya. Untuk itu diperlukan suatu upaya pendayagunaan pada kelompok/kelembagaan UKS berbasis masyarakat tersebut. Upaya pendayagunaan dimaksud pada hakekatnya merupakan upaya pemberdayaan, yakni mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi memberi kekuatan (power) kepada kelembagaan tersebut, sehingga diharapkan keberdayaannya dapat mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga miskin. Menyadari hal yang demikian, perlu adanya suatu media atau wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat yang dapat mempertemukan atau menjembatani kerjasama sinergis dari kelembagaan-kelembagaan tersebut, sehingga tujuan mensejahterakan keluarga miskin dan masyarakat pada umumnya dapat tercapai lebih optimal. Kajian Pengembangan Masyarakat 7 Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perumusan masalah pada kajian ini adalah : a. Bagaimana karakteristik kemiskinan (keluarga miskin) yang ada di masyarakat kelurahan Cigadung ? b. Bagaimana bentuk/profil dan pendayagunaan kelembagaan UKS yang dimiliki masyarakat di kelurahan Cigadung ? c. Bagaimana kapasitas yang dimiliki kelembagaan UKS dan faktor-faktor apa yang mendukung/menghambat dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS di kelurahan Cigadung ? d. Bagaimanakah bentuk jaringan intra komunitas yang terjadi di kelurahan Cigadung ? e. Bagaimanakah strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS yang tepat dalam mensejahterakan keluarga miskin ? Tujuan Kajian Kajian bertujuan untuk mengkaji dan merumuskan strategi pendayagunaan yang tepat bagi kinerja kelembagaan UKS sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat, khususnya keluarga miskin. Secara khusus kajian ini bertujuan : a. Mengetahui dan memahami permasalahan kemiskinan (keluarga miskin) yang terdapat di komunitas kelurahan Cigadung. b. Mengetahui dan mengidentifikasi profil kelembagaan UKS serta pendayagunaannya di masyarakat kelurahan Cigadung dalam mengatasi permasalahan sosial, khususnya permasalahan kemiskinan. c. Menganalisis kapasitas yang dimiliki kelembagaan UKS dan faktor pendukung/ penghambat dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS yang terdapat di kelurahan Cigadung. d. Mengidentifikasi bentuk jaringan intra komunitas yang terjadi di kelurahan Cigadung. e. Menyusun rancangan program/strategi pembentukan jaringan yang tepat bagi kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat. Kajian Pengembangan Masyarakat TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Sosial, Sumber Kesejahteraan Sosial dan Pendayagunaannya Undang-undang RI nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan -ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial memberikan batasan Kesejahteraan Sosial sebagai berikut : “ Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila “. Definisi lain tentang kesejahteraan sosial menurut batasan PBB yakni sebagai, Kegiatan -kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat meningkatkan guna memenuhi kesejahteraan selaras kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan dengan keluarga dan kepentingan masyarakat (Suharto Edi, 1997). Selanjutnya mengacu pendapat tersebut, kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi dan bidang kegiatan menunjuk pada kegiatan-kegiatan yang terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah dan peningkatan kesejahteraan/kualitas kehidupan individu, kelompok dan masyarakat. Organisasi atau kelembagaan yang melaksanakan kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial disebut sebagai lembaga kesejahteraan sosial. Berdasarkan pengertian kesejahteraan sosial tersebut, maka dapat disimpulkan kesejahteraan sosial merujuk pada : a. Kondisi statis atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial. b. Kondisi dinamis, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi statis di atas. Kajian Pengembangan Masyarakat 9 c. Institusi, arena atau bidang kegiatan melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan atau pelayanan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial sendiri berorientasi dan berwawasan ke depan, searah dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai latar dan golongan dengan prioritas utama para penyandang masalah sosial. Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial menurut Departemen Sosial R.I. seperti yang tertuang dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Depsos R.I. (2003), adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia serta nilai sosial budaya setempat. Selanjutnya merujuk pendapat Suharto (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan keluarga merupakan suatu keadaan keberfungsian individu dan keluarga dalam melaksanakan aktifitas hidupnya yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang,pangan dan papan), terpenuhinya akses terhadap kesehatan, pendidikan dan transportasi serta mampu menampilkan peranan sosial dan mengatasi permasalahan sosial secara mandiri. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial keluarga ditunjukkan pada kondisi-kondisi yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga. Pemenuhan kebutuhan ini akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan keluarga, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pula pada kemampuan pelaksanaan peran sosial anggota keluarga. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan baik oleh individu, keluarga ataupun masyarakat secara luas, maka sumber adalah sesuatu yang memiliki nilai dan dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah dan memenuhi kebutuhan. Hermawati (2001 : 70 – 71) mengategorikan ada tiga jenis sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu : Kajian Pengembangan Masyarakat 10 a. Sumber daya manusia (human resources), yaitu sumber yang diperoleh dari manusia berupa tenaga, pikiran, kekuatan, ketrampilan dan sebagainya. b. Sumber daya alam (phiysical resources), yaitu sumber yang diperoleh dari alam semesta dan lingkungan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti air, batu, tumbuhan, bahan tambang, dan sebagainya. c. Sumber daya kelembagaan (institutional resources), yaitu sumber yang diperoleh dari lembaga/badan sosial yang ada di masyarakat, seperti lembaga sosial, rumah sakit, sekolah, dan sebagainya. Berdasarkan pada pengertian sumber sebagaimana dikemukakan di atas, maka sumber kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai sumber, potensi yang dapat digunakan dalam usaha kesejahteraan sosial. Hal yang sama dikatakan Pincus dan Minahan (1973 : 4-9), sumber kesejahteraan sosial diartikan sebagai sarana yang menyebabkan berlangsungnya kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Masing-masing sumber kesejahteraan sosial tersebut dapat melakukan sendiri, mewakili lembaga, bersama-sama dalam satu kelompok pelayanan secara profesional atau hanya dalam kondisi tertentu saja. Melengkapi pengertian tentang sumber tersebut, menurut Pusdatin Kessos (2001: 10-11) yang dimaksud sumber kesejahteraan sosial adalah semua hal yang berharga yang dapat digunakan untuk menjaga, menjunjung, menciptakan, mendukung dan memperkuat usaha kesejahteraan sosial. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, sumber kesejahteraan sosial adalah sarana, baik yang berasal dari unsur alam, manusia dan sosial yang dapat dimanfaatkan oleh orang baik secara individu, kelompok maupun kolektif untuk mendukung terciptanya kesejahteraan sosial. Brown dalam Payne (1986: 50) menambahkan bahwa: “Sumber kesejahteraan sosial dapat berdaya guna dalam proses pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah bila memiliki srtategistrategi tertentu dalam pendayagunaannya. Strategi yang dimaksud adalah: a. Strategi orientasi internal, meningkatnya kualitas sumber internal agar mampu menggali dan menggunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya serta mampu menjangkau potensi dan sumber yang ada diluar dirinya. b. Strategi orientasi eksternal, meningkatn ya kualitas sumber eksternal agar mampu menjangkau dan memberikan pelayanan secara optimal kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Adapun strategi yang digunakan adalah : (1) peningkatan, (2) pengorganisasian manajemen Kajian Pengembangan Masyarakat 11 pelayanan, (3) perluasan, yaitu memperluas jangkauan jaringan dan distribusi pelayanan. c. Strategi orientasi internal-eksternal, meningkatkan sumber internal dan eksternal agar terjalin interaksi dan integrasi yang harmonis. (Runian Brown dalam Payne, 1986: 50)” . Mengacu pada pendapat Brown di atas, maka strategi perpaduan orientasi internal-eksternal merupakan strategi yang dirasa tepat dapat dilakukan dalam upaya pendayagunaan kelembagaan UKS yang menjadi fokus kajian ini. Adapun pendayagunaan sumber kesejahteraan sosial dilaksanakan secara partisipatif dengan langkah-langkah, sebagai berikut : a. Analisis kebutuhan, yakni mengumpulkan data dan mencari informasi mengenai kebutuhan yang diperlukan dan bagaimana kebutuhan tersebut dipenuhi. b. Identifikasi sumber, yaitu menentukan potensi dan sumber yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. c. Memobilisasi sumber, yaitu menggali sumber, menghubungkan dan memanfaatkan sumber. d. Manajemen sumber, yaitu mengatur, mengalokasikan dan menggunakan sumber agar proses pemenuhan kebutuhan dapat berhasil secara optimal dan berkesinambungan. Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Kelembagaan UKS dalam Pengembangan Masyarakat Menurut Undang-undang RI no.6 tahun 1974 bab I pasal 2 ayat 2 yang dimaksud dengan Usaha Kesejahteraan Sosial adalah segala upaya pemikiran yang diterjemahkan dalam program dan dijabarkan dalam kegiatan untuk mewujudkan, memelihara, memulihkan dan mengembangkan taraf kesejahteraan sosial. Selanjutnya dalam pelaksanaannya kegiatan UKS memiliki prinsip dasar, yakni ; (1) Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam kegiatan UKS, (2) UKS merupakan tangggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, dan (3) Nilai-nilai kemanusiaan, kekeluargaan, kegotong Kajian Pengembangan Masyarakat 12 royongan, kebersamaan, kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan keadilan sosial tercermin dalam UKS. Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kegiatankegiatan yang dilaksanakan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kemasyarakatan ataupun untuk mewujudkan pembangunan adalah merupakan suatu kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Selain itu suatu kegiatan UKS dilaksanakan tidak semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat secara ekonomi, tetapi juga seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta nilai sosial budaya masyarakat setempat. Kegiatan UKS memiliki fungsi pokok, sebagai berikut : (1) Usaha pencegahan/preventif, yakni usaha yang mengarah kepada semakin terciptanya dan terbinanya kondisi sosial masyarakat yang dinamis yang memungkinkan masyarakat menjadi penangkal dalam mencegah dan atau mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial di lingkungannya, (2) Usaha rehabilitasi, yakni usaha yang mengarah kepada pemulihan harga diri, penanaman rasa percaya diri, perluasan wawasan, menumbuhkan motivasi dan kemampuan agar penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dapat secara mandiri melaksanakan fungsi sosialnya, (3) Usaha pengembangan, usaha yang bersifat mengembangkan sumber daya manusia dalam mengatasi atau memperbaiki sebagai individu dan masyarakat serta ikut dalam pembangunan, (4) Usaha penunjang, usaha untuk mendorong dan membantu agar usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial dapat lebih berkembang dan berdaya guna. Kegiatan UKS dilaksanakan masyarakat dalam berbagai kelompok/ kelembagaan sosial. Definisi kelembagaan sosial atau pranata sosial menurut Koentjaraningrat (1986: 165) adalah “suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat”. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Pengertian lain tentang kelembagaan dan menyebutnya sebagai lembaga kemasyarakatan menurut Soekanto (1982: 177-178) adalah “himpunan normanorma yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia”. Sistem norma merupakan salah satu unsur dari kebudayaan, atau merupakan unsur pokok Kajian Pengembangan Masyarakat 13 dalam kehidupan bermasyarakat. Kelembagaan merupakan tempat dimana norma tersebut hidup dan dijaga. Definisi lain mengenai kelembagaan adalah sumbangan dari Studi Sosiologi Kelompok (Syahyuti, 2003) mengatakan, bahwa “ kelembagaan yang tumbuh di masyarakat diumpamakan ibarat organ -organ yang ada dalam tubuh manusia, yang masing-masing menjalankan fungsinya, dan satu sama lain saling berkaitan. Masyarakat akan berjalan baik apabila kelompok-kelompok sosial yang ada menjalankan fungsinya dengan baik pula”. Garcia (1994) dalam Syahyuti menambahkan bahwa kele mbagaan tak sekedar group of people. Tanpa kelembagaan, maka tak akan ada masyarakat dengan segala kebudayaannya. Kelembagaan bertanggung jawab terhadap kebutuhan manusia dan kelangsungan masyarakat. Dari sisi sudut pandang ekonomi, fungsi utama kelembagaan adalah agar tercapai efisiensi dalam bertindak. Di sisi lain, kelembagaan juga menjadi wadah untuk menumbuhkan tindakan kolektif di tingkat lokal sehingga mampu menciptakan perubahan arah struktur ekonomi masyarakat. Selanjutnya merujuk pendapat Syahyuti pula, bahwa ada empat dimensi untuk dapat memahami kinerja suatu kelembagaan, yaitu : (1) Kondisi lingkungan eksternal, yaitu lingkungan sosial dimana suatu kelembagaan hidup. (2) Motivasi kelembagaan, yaitu bagaimana visi dan misi yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan suatu kelembagaan. (3) Kapasitas kelembagaan, yakni bagaimana kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuannya. (4) Kinerja kelembagaan, yaitu bagaimana strategi yang dijalankan suatu kelembagaan dalam mencapai tujuan, bagaimana penggunaan sumber daya dan keberlanjutan kegiatan yang dilaksanakan. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana di atas, maka kelembagaan usaha kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan UKS. Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial mengatur hubungan manusia tersebut. Dengan demikian fungsinya adalah untuk mengatur anggota masyarakat dalam melaksanakan kegiatan UKS dan sebagai wadah aspirasi dalam pelaksanakan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan UKS juga merupakan aktualisasi dari bentuk Kajian Pengembangan Masyarakat 14 hubungan kekerabatan yang dilakukan masyarakat, hal tersebut mendukung pendapat Nasdian (2004) bahwa “Dalam konteks sosio budaya , hubungan yang dijalin melalui kekerabatan dan kebersamaan dalam masyarakat, dapat dikelola untuk memecahkan masalah -masalah sosial atau mengembangkan kegiatan sektor sosial misalnya dalam mengatasi masalah sosial, kematian, gotong royong, membantu anak yatim, dan lain-lain”. Hasil penelitian Lea Jelinek (1999) di Jakarta yang meneliti tentang Dinamika hubungan antar kelompok juga menemukan bahwa dalam kehidupan kota ternyata masih memiliki potensi dalam bentuk kegotong royongan, kebersamaan, kekeluargaan yang diwadahi dalam suatu organisasi ketetanggaan atau disebut juga sebagai institusi lo kal (kelembagaan lokal). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelembagaan yang ada telah menciptakan mekanisme pemecahan masalah. Dari uraian -uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan UKS merupakan manifestasi dari peran serta masyarakat dalam kegiatan pengembangan masyarakat termasuk pembangunan kesejahteraan sosial yang perlu dipelihara dan dikembangkan karena merupakan wahana yang potensial untuk menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang dirasakan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Tinjauan tentang Kemiskinan dan Keluarga Kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Untuk itu tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskinan diobyektifkan dalam bentuk angka-angka. Dengan kata lain, tidak mudah untuk menentukan berapa rupiah pendapatan yang harus dimiliki oleh setiap orang agar terhindar dari garis batas kemiskinan. Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) bekerja sama dengan Lembaga Penelitian SMERU (2000;1) dalam Suharto (2003) menjelaskan beberapa definisi kemiskinan : a. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi Kajian Pengembangan Masyarakat 15 kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. b. Kadang -kadang kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki aset-aset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain -lain. c. Kemiskinan non -material meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga, dan kehidupan yang layak. Saat ni terdapat banyak cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda. Biro Pusat Statistik (BPS) memberikan alternatif untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari-hari yaitu sebesar 2100 kalori. Kriteria lain yang digunakan untuk mengukur kemiskinan penduduk adalah dengan menggunakan ratio -kebutuhan fisik minimum (R-KFM). Apabila diasumsikan kebutuhan fisik minimum sesuai dengan kondisi yang dihadapi sekarang ini untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum empat sehat lima sempurna adalah sebesar Rp. 2.500.- per kapita per hari, maka dapat ditentukan besarnya kebutuhan fisik minimum perbulan yaitu Rp. 2.500.- x 30 hari = Rp. 75.000.- dan pertahuan sebesar Rp. 2.500.- x 365 hari = Rp. 912.500.- (Husin; 1993 dalam Supriatna). Sayogyo dalam Nugroho (1995;30) mengusulkan cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut. Cara yang dikembangkan adalah memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Berdasarkan hal tersebut, ada tiga golongan orang miskin, yaitu golongan paling miskin, yang mempunyai pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak 240 kg atau kurang, golongan miskin sekali yang mempunyai pendapatan perkapita pertahun beras sebanyak 240 sampai dengan 360 kg, dan lapisan miskin yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg. Suharto (2004) mengemukakan bahwa ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu : (a) Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses Kajian Pengembangan Masyarakat 16 terhadap berbagai pelayanan sosial, (b) Kelompok miskin (poor), kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar, seperti masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta huruf, dan (c) Kelompok rentan (vulnerable group ), kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Selanjutnya Suharto (2004) mengungkapkan bahwa secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan status atau profil yang melekat padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku adat terpencil, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dan lain -lain adalah beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di Indoensia. Suharto (2004) menyebutkan bahwa belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara ketiga kategori tersebut membentuk piramida kemiskinan. Konsep Pemberdayaan dalam Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat menjadi penting apabila pemerintah bertekad memasuki paradigma pembangunan berpusat pada rakyat, karena berkaitan dengan upaya pengembangan sumberdaya manusia pada aras lokal. Konsep pemberdayaan lebih didasari atas teori kekuasaan (power) sebagaimana dikemukakan perspektif sosiologi struktural fungsionalis. Parson dalam Hikmat (2001), melihat kekuasaan dalam masyarakat adalah kekuatan anggota masyarakat secara keseluruhan yang disebut dengan tujuan kolektif. Tujuan kolektif akan dapat direalisasikan apabila masyarakat memiliki serangkaian pengetahuan, keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan. Kajian Pengembangan Masyarakat 17 Menurut Uphoff (1988), untuk mendorong munculnya kesesuaian antara kegiatan pengembangan dengan kondisi lokal diperlukan cara-cara tradisional yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya materiil yang dibutuhkan termasuk pula kelembagaan lokal. Kata tradisional (lo kal) semakin penting apabila kegiatan yang dilaksanakan diarahkan pada tumbuhnya kepercayaan diri (self-reliance) masyarakat lokal. Pemahaman makna keseluruhan dan tujuan kolektif dalam konteks pengembangan masyarakat, menurut Cary (1970), pada intinya merupakan usaha yang disengaja dan dilakukan bersama-sama oleh orang -orang dalam masyarakat dalam mengarahkan masa depan masyarakat serta membangun serangkaian teknik yang diakui dan didukung masyarakat serta ditujukan untuk mencapai kehidupan sosial yang lebih baik dimasa depan. Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Korten (1998) dalam Pramono (2003) bahwa pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat tetap saja dituntun oleh suatu paradigma (baru) yang didasarkan pada gagasan dan nilai-nilai, teknik sosial, dan teknologi altenatif, namun sasarannya terfokus pada pertumbuhan umat manusia. Berdasarkan pandangan Cary dan Korten , kegiatan melalui pemberdayaan, sebaiknya diarahkan pada kesadaran masyarakat untuk berperan dan membangun serangkaian cara dalam memenuhi tuntutan kebutuhan. Dengan demikian, kesempatan masyarakat lokal mengorganisasi kemampuan dan potensi yang dimiliki harus sama pentingnya dengan peningkatan ekonomi yang selama ini menjadi tujuan pengembangan masyarakat. Melibatkan kemampuan dan potensi masyarakat lokal membangun serangkaian cara guna memenuhi kebutuhannya., diperlukan adanya kesadaran, dan ini merupakan faktor yang akan menjembatani antara keinginan dan tindakan kolektif. Kesadaran menurut Freire dalam Hikmat (2001), dinyatakan sebagai conscientization process yang akan memberikan pemahaman tentang apa yang dibutuhkan, kelebihan dan kekurangan dari potensi yang dimilki masyarakat. Melalui kesadaran ini diharapkan akan terbentuk tingkah laku yang mandiri. Merujuk pandangan social behaviorism Mead dalam Panjaitan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial (struktur sosial), aspek tingkah laku yang teramati (eksternal) dan aspek mental (internal). Kesadaran tingkah laku Kajian Pengembangan Masyarakat 18 semacam ini memberikan kemungkinan bagi masyarakat lokal mengurangi ketergantungan mereka terhadap inisiatif fasilitator dan kepemimpinan pada tingkat kabupaten dan propinsi. Merujuk hal-hal tersebut dan mengaitkannya dengan filsafat politik keadilan sosial, maka pemberdayaan sebagaimana dikemukakan Ife (1995) memiliki dua konsep berbeda yaitu kekuasaan dan kekurang-beruntungan. Pertama, pemberdayaan dilihat dari pemberian kekuasaan kepada individu atau kelompok. Mengijinkan mereka menentukan kekuatan di dalam tangan mereka sendiri. Kedua, pemberdayaan dilihat dari kekurangberuntungan, ini lebih dilatarbelakangi pada struktur sosial yang mengakibatkan masyarakat tidak memiliki ruang yang memadai untuk berpartisipasi (berperan) dalam proses pembangunan diwilayahnya. Pandangan tentan g kekuatan juga diperkuat Friedman dalam Mardiniah (2003), bahwa pemberdayaan dimaknai sebagai mendapatkan kekuatan (power) dan mengaitkannya dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar dari kekuasaan dalam suatu sistem atau organisasi. Akses tersebut dipergunakan untuk mencapai kemandirian dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, golongan miskin dapat mengorganisasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk menentukan, merencanakan dan melaksanakan apa yang menjadi keputusan kolektif mereka. Berdasarkan deskripsi di atas, kegiatan pemberdayaan diarahkan kepada upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber-sumber sosial sehingga masyarakat dapat menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, menyatakan pendapatpendapatnya dan dapat menggali serta memanfaatkan sumber -sumber lokal yang tersedia. Dengan demikian pendayagunaan UKS pada hakekatnya juga adalah suatu upaya pemberdayaan,yaitu upaya yang dilakukan masyarakat untuk menjadikan kelembagaan UKS yang ada dan dimiliki menjadi lebih berdayaguna dalam mengatasi permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan . Kajian Pengembangan Masyarakat 19 Modal Sosial dalam Pengembangan Masyarakat Kehidupan komunitas dipengaruhi oleh lembaga maupun organisasiorganisasi pada tingkat lokal, sebagai bagian dari sistem kelembagaan lokal. Kelembagaan/organisasi sosial dalam komunitas baik berupa kelompok formal dan informal, semuanya itu sebagai suatu sistem yang mendasari munculnya suatu modal sosial dalam komunitas. Modal sosial sebagai suatu sistem yang mengacu kepada lembaga/organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum, pertukaran informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial, kelompok-kelompok formal dan informal serta assosiasi yang melengkapi modal-modal sosial lainnya (fisik, budaya dan manusiawi) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta & Cullen dalam Nasdian, 2003). Dari pandangan tersebut, maka organisasi/kelembagaan UKS yang ada di kelurahan Cigadung, sebagai modal sosial yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan masyarakat, karena kelembagaan yang ada tumbuh dan berkembang atas inisiatif masyarakat. Seperti yang diungkapkan Darmayanti dalam Nuryana (2002), bahwa kehidupan berorganisasi/kelompok di perkotaan, dapat dikatakan sebagai modal sosial di tingkat komunitas ketetanggaan, kehidupan berkelompok/berorganisasi antar warga menggambarkan dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan kesejahteraan keluarga/rumah tangga. Di tingkat pedukuhan atau kampung terdapat modal sosial, berupa perilaku sadar dari masyarakat untuk melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan , yang selanjutnya dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Oleh karenanya sistem kelembagaan dalam kehidupan komunitas, yang diwarnai kegiatan usaha kesejahteraan sosial, dapat menjadi modal sosial untuk memberdayakan masyarakat. Modal sosial sebagai piranti sosial yang berakar pada komunitas, dapat berfungsi secara maksimal tetapi dinamik dalam mengatasi masalah sosial, jika merujuk pada organisasi/kelembagaan sosial, yang memiliki jaringan kerja, norma-norma dan kepercayaan yang memfasilitasi Kajian Pengembangan Masyarakat 20 terciptanya koordinasi dan kooperasi bagi kepentingan bersama dalam sebuah komunitas (Putnam, 1970 dalam Nuryana, 2002). Suatu komunitas membangun modal sosial melalui pengembangan hubungan-hubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan pemilikan komunitas dan kepercayaan. Sumber -sumber modal sosial itu muncul dalam bentuk tanggung jawab dan harapan -harapan yang tergantung dari kepercayaan dari lingkungan sosial, kemampuan aliran informasi dalam struktur sosial dan norma-norma yang disertai sangsi. (Coleman, 1988 dalam Seregaldin dan Dasgupta, 2000). Kelembagaan UKS merupakan refleksi dari kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan dan menanggulangi berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang dilingkungan sosialnya pada tingkat lokal. Kelembagaan UKS sebagai organisasi akar rumput, maka organisasi seperti ini sangat tepat sebagai pintu masuk bagi program pengembangan masyarakat. Melalui organisasi-organisasi ini musyawarah awal mengenai bentuk program pengembangan masyarakat apa yang dimainkan dan mekanisme pengelolaannya yang dilakukan. Hal ini dapat menjadi modal dasar pengelolaan organisasi sesuai visi bersama masyarakat. Adanya modal sosial pada masyarakat yang tinggi dapat mempermudah terjadinya partisipasi masyarakat. Demikian juga untuk mendukung kegiatan dan program dari pemerintah serta memungkinkan munculnya inisiatif lokal yang tinggi untuk membangun dirinya sendiri. Kerangka Pemikiran Berkembangnya fenomena kemiskinan, keterlantaran dan tuna sosial akibat krisis yang berkepenjangan membutuhkan intervensi pemerintah yang komprehensif. Berbagai penanggulangan masalah kemiskinan telah dilaksanakan pemerintah, seperti melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau social safety net (SSN) dan program kompensasi (CP) yang dipadu dengan program penanggulangan kemiskinan atau poverty allevation (PA). Kajian Pengembangan Masyarakat 21 Sayangnya, berbagai pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dihadapkan pada kenyataan adanya keterbatasan kemampuan keuangan negara pada satu sisi, dan besarnya permasalahan yang harus ditangani pada sisi lainnya. Menghadapi kondisi demikian, strategi pelaksanaannya adalah memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat untuk membangun dan memberdayakan dirinya atas dasar kekuatan (power) potensi yang dimilikinya. Dalam hal ini, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menciptakan peluang dan kondisi yang kondusif–stabil bagi tumbuh kembangnya peran aktif masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyar (people centre develop ment). Kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Kegiatan UKS dilakukan masyarakat melalui berbagai perkumpulan, kelompok, lembaga maupun pranata sosial ditingkat lokal. Keberadaan kelembagaan UKS sebagai salah satu sumber kesejahteraan sosial merupakan potensi, sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Kegiatan UKS yang makin melembaga dalam masyarakat, akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Kelembagaan UKS merupakan modal sosial yang potensial untuk dapat dikembangkan dalam penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), yakni mensejahterakan masyarakat khususnya masyarakat yang berasal dari golongan tidak mampu/keluarga miskin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan di bidang UKS telah dilakukan masyarakat pada tingkat lokal; baik melalui kelembagaan yang bersifat tradisional dan tumbuh secara alamiah, s eperti kegiatan arisan, kelompok pengajian dan kelompok rereongan, maupun melalui kelembagaan yang sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ataupun mengatasi permasalahan sosial yang terjadi seperti koperasi warga, kelompok PKK dan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) yang dulu dikenal dengan istilah LKMD. Keberadaan kelembagaan -kelembagaan UKS tersebut telah dapat dirasakan manfaatnya dalam membantu warga mengatasi masalah ekonomi, baik untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ataupun sebagai modal usaha (melalui KOPAGA). Kajian Pengembangan Masyarakat 22 Selain KOPAGA kegiatan UKS yang juga dirasakan manfaatnya yakni perilaku yang telah lama dikenal dan diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih asah dan silih asuh. Nilai-nilai itu dapat difungsikan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya. Perwujud annya berupa; gotongroyong dalam kegiatan kemasyarakatan (pembangunan masjid, pembuatan MCK, atau perbaikan saluran air), musyawarah dalam memecahkan masalah sosial melalui rapat-rapat, pengajian ataupun kegiatan perelek yang ditujukan untuk menolong anggota masyarakat yang terkena musibah atau membutuhkan bantuan. Kelembagaan UKS sebagai wadah berkumpulnya warga masyarakat dimana ruang geraknya mampu memenuhi kebutuhan hidup warga dan menjawab terhadap permasalahan/kebutuhan apa yang diinginkan masyarakat , sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan memberi peluang bagi warga masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Berdasarkan pengamatan diperoleh pula informasi bahwa upaya yang dilakukan kelembagaan berbasiskan masyarakat rumput tersebut masih memiliki kelemahan, baik sarana, prasarana, kegiatan serta kurangnya dukungan pemerintah daerah setempat (kelurahan) dan stakeholders (terdiri atas Tokoh masyarakat, pengusaha lokal dan pemerhati masalah kemasyarakatan lainnya) . Selain itu belum adanya sinergitas antar kelembagaan UKS tersebut menyebabkan penanganan permasalahan kemasyarakatan khususnya masalah kemiskinan menjadi kurang optimal. Menyadari hal yang demikian, maka perlu adanya suatu upaya pendayagunaan yang pada hakekatnya merupakan suatu upaya pemberdayaan. Melalui pendayagunaan kelembagaan UKS, diharapkan dapat lebih berpotensi dalam mengatasi masalah kemasyarakatan. Pendayagunaan juga tidak hanya berkaitan dengan pengembangan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pendayagunaan dimaksud dapat tercapai bilamana sinergitas dan harmonisasi jejaring sosial diantara pelaku kegiatan UKS, pemerintah setempat, stakeholders (pengusaha lokal/warga mampu, pemerhati Kajian Pengembangan Masyarakat 23 masalah kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan LSM lokal) serta warga masyarakat dapat terjalin. Untuk selanjutnya, kerangka pemikiran pendayagunaan UKS tersebut digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut : Kajian Pengembangan Masyarakat Kelembagaan 24 Permasalahan Kelembagaan UKS Kompleks/luasnya permasalahn sosial Tidak adanya sinergitas antar kelembagaan Sarana Profil Kelemb. UKS Prasarana Hasil Pencapaian mensejahterakan keluarga miskin kurang optimal Proses Pendayagunaan Strategi Pembentukan Jarngan Kelembagaan UKS: - Identifikasi kelembagaan - Pelembagaan Jaringan kerjasama - Pengembangan jaringan kerjasama - Mengembangkan partisipasi sosial - Advokasi sosial Out Put Kurangnya Dukungan Pemda & stakeholders Kegiatan Terbentuknya jaringan kerjasama kelembagaan UKS (WKSBM) Hasil pencapaian mensejahterakan keluarga miskin lebih optimal : - WKSBM berperan sebagai identifyng issues - Pro-poor advocacy - Delivering social services - Mediating local communition Gambar 1. Kerangka pemikiran Pendayagunaan Kelembagaan UKS Kajian Pengembangan Masyarakat 25 dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin. Kajian Pengembangan Masyarakat METODOLOGI KAJIAN Tipe Kajian dan Strategi Kajian Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan untuk mengkaji sejauhmana kelembagaan UKS dapat memberikan kontribusi khususnya dalam mensejahterakan keluarga miskin dan mengatasi permasalahan sosial pada umumnya. Pendekatan kajian menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan dapat memperoleh informasi secara mendalam dan mengetahui bagaimana masyarakat menghayati atau memahami fenomena dari kelembagaan UKS. Melalui pendekatan ini dapat diperoleh pemahaman tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan UKS terutama dalam kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan sosial keluarga miskin ataupun mengatasi permasalahan -permasalahan sosial yang ada. Selain itu untuk mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja kelembagaan UKS, baik yang menyangkut keberhasilan ataupun kegagalannya pada tahap implementasi di lapangan. Sedangkan strategi kajian yang akan digunakan adalah Studi Kasus, dimana melalui stud i kasus ini dapat diperoleh informasi secara mendalam dan lebih terperinci.Selain itu melalui metode inipun dapat terungkap berbagai pola hubungan/pengaruh, serta pola -pola yang bersifat khas tentang berbagai kondisi sosial yang ada di lokasi penelitian. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini mengambil lokasi di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung dengan pertimbangan : a. Di Kelurahan Cigadung pernah dilakukan Praktek Lapangan I, yaitu pada tanggal 10 s/d 30 Nopember 2004, dan Praktek Lapangan II selama dua minggu, yaitu pada tanggal 21 Pebruari s/d 5 Maret 2005. Hasil dari kegiatan tersebut diperoleh data mengenai peta sosial dan evaluasi program pengembangan masyarakat yang sudah dilaksanakan. Kajian Pengembangan Masyarakat 26 b. Adanya keluarga miskin di Kelurahan Cigadung yang mencapai jumlah sebesar 1890 KK dari 5040 KK atau 37,50 % dari jumlah penduduk menarik untuk dikaji, karena melihat potret secara keseluruhan lokasi kajian adalah merupakan wilayah dengan keadaan penduduk baik ekonomi maupun pendidikan cukup dan proram-program penanganan kemiskinanpun banyak yang masuk ke wilayah tersebut. Namun kenyataan komunitas miskin masih dijumpai dan keadaannya belum menunjukkan perubahan (tidak berdaya dalam kemiskinannya), c. Adanya kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat dalam bentuk kelompok-kelompok yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Berikut jadual pelaksanaan kajian peng embangan masyarakat di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung. Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung tahun 2004/2005. No Kegiatan 2004 11 1 Pemetaan sosial 2 Evaluasi program Pengembangan Pembuatan rencana kerja lapangan Pengumpulan data kajian 3 4 5 12 2005 1 2 3 4 5 6 7 8 Pengolahan analisis data dan penulisan laporan KPM Subyek Kajian, Cara Pengumpulan dan Teknik Analisis Data Subyek kajian Kajian ini berdasarkan pada studi kasus, dengan subyek kajian yang diteliti adalah pelaksana yang meliputi pengurus dan anggota dari kegiatan usaha kesejahteraan sosial (kelembagaan UKS) yang ada di lokasi kajian, yakni kelompok PKK, Lembaga Pemberdayaan Mayarakat (LPM), Koperasi Warga (Kopaga), Kelompok Pengajian Al Mutazam dan Kelompok rereongan RW 09. Kajian Pengembangan Masyarakat 9 10 27 Informasi mengenai subyek kajian diperoleh melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok, observasi dan studi dokumentasi. Sumber yang dikaji meliputi : a. Sumber informasi utama, adalah pengelola kegiatan kelembagaan UKS, informasi yang diperoleh berupa latar belakang berdirinya kelembagaan, kiprah kelembagaan dalam menangani permasalahan sosial khususnya permasalahan kemisikinan, serta hambatan ataupun faktor penunjang yang dialami kelembagaan dalam melaksanakan kegiatannya. b. Warga masyarakat, yaitu warga masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempunyai pengalaman berhubungan dengan kelembagaan yang ada. c. Aparat kelurahan atau tokoh masyarakat, sebagai sumber data sekunder. Informasi yang diperoleh bisa berfungsi sebagai data pembanding. Pengumpulan Data Cara pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini menggunakan berbagai teknik, yaitu : a. Pengamatan langsung (observasi) b. Studi dokumentasi c. Wawancara d. Diskusi kelompok terfokus (FGD) Rincian responden, informan dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Rincian Responden, Informan dan Cara Pengumpulan Data No 1 Tujuan Kajian Mengetahui dan memahami permasalahan kemiskinan yang terdapat dikomunitas Jenis Sumber Permasalahan, Obser vasi v Kebutuhan Potensi Penyebab Metode Pengumpulan Data Wawancara Studi Mendalam dokument asi v v v v v Penanganan permasalahan 2 Mengetahui dan mengidentifikasi bentuk dan kondisi kelembagaan Sejarah, visi misi v v v bentuk dan sasaran v v v Kajian Pengembangan Masyarakat v v v v v FGD 28 3 4 5 6 UKS Mengetahui faktor- faktor pendukung/ penghambat kinerja kelembagaan UKS Mengidentifikasi bentuk jaringan kerja sama antar kelembagaan UKS yang ada di masyarakat Menyusun jaringan kerjasama/kemitraa n antar kelompok lokal dalam upaya peningkatan kesos. Menyusun rancangan strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS kegiatan kelembagaan UKS Sarana, prasarana dan kegiatan kelembagaan UKS di masyarakat. v v v v Pengurus dan anggota kelembagaan UKS Warga masyaraakat v v v v Pemerintah daerah setempat dan stakeholders terkait Peningkatan peran serta dan prakarsa masyarakat dukungan materil/ imateril pemda setempat/ stakeholders Bentuk solusi penanganan masalah melalui kelembagaan UKS baik formal/ informal. v v v v v v v v Teknik Analisis Data Pengolahan data dengan menggunakan metode kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus dan Agusta (2003) menganjurkan tahapantahapan dalam menganalisis data kualitatif dalam menganalisis data hasil penelitian, sebagai berikut : a. Reduksi data, data yang diperoleh dari lapangan dicatat secara lengkap dan rinci. Data tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok dan difokuskan sesuai tujuan penelitian. b. Display data, untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian maka perlu display data, yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel, gambar, matriks, grafik, network, chart. c. Kesimpulan dan verifikasi Perancangan dan Penyusunan Program Kerja Perancangan program dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode Partisipatory Rural Appraisal (PRA). Tahapan dalam perancangan program pengembangan masyarakat dilakukan melalui aktifitas mengidentifikasi potensi, masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat Kajian Pengembangan Masyarakat : 29 Dengan memahami kuantias dan kualitas potensi, permasalahan sosial dalam pembangunan masyarakat serta kondisi-kondisi yang menyebabkan kebutuhan dasar warga masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan masyarakat. Selanjutnya disusun alur pikir terjadinya masalah dan bersama-sama memahami : (1) berbagai permasalahan dan kebutuhan yang penting dirasakan masyarakat, (2) menyusun urutan prioritas kebutuhan yang harus segera ditangani, (3) memahami potensi dan sumber daya sosial yang dapat dimanfaatkan, dalam hal ini adalah mengidentifikasi kelembagaan usaha kesejahteraan sosial apa yang dimiliki dan selama ini digunakan masyarakat dalam mengatasi permasalahannya, (4) memahami faktor-faktor apa yang menjadi kendala ataupun pendorong kelembagaan UKS tersebut dalam pelaksanaan kegiatannya. Teknik yang digunakan adalah : (1) analisa data sekunder, (2) observasi lapangan melalui instrumen pemetaan wilayah dan potensi sumberdaya fisik dan sosial, (3) wawancara dan diskusi kelompok, (4) matrik ranking mengenai potensi, prioritas masalah dan pemecahannya. Kajian Pengembangan Masyarakat PETA SOSIAL SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL KELURAHAN CIGADUNG KECAMATAN CIBEUNYING KALER KOTA BANDUNG Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat, sumber kesejahteraan sosial yang dimiliki masyarakat menjadi faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat tersebut. Posisi suatu kelembagaan yang merupakan salah satu sumber kesejahteraan sosial, dengan demikian menjadi hal yang perlu di pertimbangkan untuk terlaksananya kegiatan pengembangan masyarakat. Dalam peta sosial dapat dikaji sumber-sumber kesejahteraan sosial apa saja yang dimikili suatu komunitas, oleh karena itu peta sosial dibutuhkan sebagai bahan masukan dalam memahami aspek-aspek kehidupan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dengan upaya pengembangan masyarakat. Aspek-aspek tersebut meliputi data kependudukan, sistem ekonomi, struktur masyarakat, organisasi/kelembagaan, dan sumber daya lokal. Dengan demikian peta sosial dapat digunakan untuk menganalisa bagaimana aspek-aspek sumber kesejahteraan sosial mempunyai keterkaitan dengan upaya pemberdayaan bagi kelembagaan lokal dalam rangka menangani permasalahan kemisikinan yang ada di komunitas. Melalui peran aktif kelembagaankelembagaan yang terdapat di tingkat lokal di harapkan dapat memberik an kontribusi terhadap penanganan permasalahan sosial, khususnya permasalahan kemiskinan. Lokasi Luas wilayah Kelurahan Cigadung secara geografis memiliki luas kurang lebih 324,4 Ha yang terdiri dari 15 rukun warga (rw) dan 89 rukun tetangga (RT). Kelurahan ini terletak di bagian utara Kota Bandung dengan batas teritorial meliputi: sebelah Utara berbatasan dengan desa Ciburial wilayah Kabupaten Bandung, sebelah Selatan dengan Kelurahan Sukaluyu dan Kelurahan Sadang Serang, sebelah Barat dengan kelurah an Dago dan Kelurahan Sekeloa dan sebelah Timur dengan Kelurahan Cibeunying Kabupaten Bandung. Keadaan Kajian Pengembangan Masyarakat 31 topografisnya terdiri dari tanah dataran dan perbukitan/pegunungan, yakni berada pada ketinggian 650m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3,5mm dan keadaan suhu rata-rata 29-32º C . Adapun jarak fisik letak Kelurahan Cigadung terhadap beberapa wilayah lainnya dapat dilihat pada table 3. di bawah ini : Tabel 3. Orbitasi, Waktu Tempuh dan Letak Kelurahan Cigadung No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Orbitasi dan jarak tempuh Keterangan Jarak ke ibu kota kecamatan Jarak ke ibu kota/kotamadya Jarak ke ibu kota propinsi Waktu tempuh ke ibu kota kecamatan Waktu tempuh ke ibu kota kotamadya Waktu tempuh ke pusat fasilitasi terdekat (ekonomi, kesehatan, pemerintahan) 1 Km 7 Km 5 Km 15 menit 30 menit 30 menit Sumber : Profil desa/kelurahan Cigadung 2003 Pada umumnya jarak tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan umum, seperti angkutan kota, motor/ojeg yang ada setiap saat. Jadi dalam hal mobilitas tidak ada kendala yang berarti bagi penduduk dalam melaksanakan aktifitasnya. Sedangkan untuk komposisi penggunaan lahan sebagaimana diuraikan pada tabel 4. d i bawah ini : Tabel 4. Luas Lahan Kelurahan Cigadung Berdasarkan Penggunaannya Tahun 2003 No. Penggunaan lahan Vol. (Ha) % 1 Pemukiman 118,5 36,53 2 105,3 32,46 3 Bangunan ; perkantoran, sekolah,pertokoan,tempat ibadah dan jalan Pertanian/Sawah 70 21,58 4 Sarana rekreasi dan olah raga 12,6 3,9 Sumber : Data Potensi Kelurahan. Kelurahan Cigadung merupakan kelurahan pemekaran sejak tahun 1989, yakni dari status semula sebagai desa kabupaten Bandung menjadi kelurahan kota Bandung. Perubahan status wilayah tersebut, menurut informasi yang diperoleh dari tokoh masyarakat maupun sesepuh kelurahan Cigadung, telah membawa perubahan pula dalam hal mata pencaharian penduduk, dari agraris (petani) ke Kajian Pengembangan Masyarakat 32 masyarakat industri dan jasa. Salah satu penyebab perubahan mata pencaharian tersebut, sebagaimana diperlihatkan pada tabel penggunaan lahan menunjukkan bahwa sejak menjadi wilayah pemekaran, luas lahan pertanian semakin sedikit karena luas lahan yang ada sebagian besar telah berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk. Pertanda fisik dari kelurahan Cigadung yang sangat mencolo k adalah perbedaan yang menonjol antara pemukiman penduduk lokal yang padat dan terkesan kumuh dengan pemukiman penduduk pendatang yang kebanyakan menempati wilayah asri atau elit. Untuk lebih jelasnya peta lokasi kajian diperlihatkan pada Gambar 2. peta lokasi sebagai berikut : Kajian Pengembangan Masyarakat 33 Lokasi Kajian Gambar 2. Peta Lokasi Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Kajian Pengembangan Masyarakat 34 Kependudukan Penduduk Kelurahan Cigadung berd asarkan data dari kelurahan tahun 2003, termasuk dalam kategori penduduk usia kerja (15- 64 tahun). Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk usia kerja sebanyak 9.927 jiwa (51,1 %) atau setengah dari jumlah penduduk 19.426 jiwa. Sedangkan komposisi jumlah penduduk terdiri dari : laki-laki sebanyak 9.931 jiwa (51,12 %) dan penduduk perempuan sebanyak 9.495 jiwa (48,9 %). Untuk lebih jelasnya komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5. dan gambar 3. di bawah ini : Tabel 5. Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin tahun 2003 No Golongan Usi a (Tahun) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. <1 1–4 5 -6 7 – 12 13 – 15 16 – 18 19 – 25 26 – 35 36 – 45 46 – 50 51 – 60 61 – 75 > 76 Jumlah Jenis Kelamin (Orang) L P 259 266 627 649 410 615 1.325 1.458 735 748 852 852 1.106 1.108 1.372 1.382 1.114 1.114 419 420 713 718 212 249 351 351 9.931 9.495 Sumber : Profil Desa/Kelurahan Cigadung 2003 Kajian Pengembangan Masyarakat Jumlah (Orang) 525 1.276 1.025 2.783 1.483 1.705 2.214 2.754 2.228 839 1.431 461 702 19.426 35 75 + 61 – 75 51 – 60 46 – 50 36 – 45 26 – 35 19 – 25 16 – 18 13 – 15 7 – 12 5– 6 1– 4 0– 1 351 351 249 212 718 713 420 419 1114 1114 1108 1106 1382 1372 853 748 852 735 1458 1325 615 649 16 14 12 10 8 410 627 6 266 4 2 2 259 4 Sumber : diolah dari data Profil Desa/Kelurahan 6 8 : Laki-laki 10 12 14 : Perempuan Gambar 3. Piramida Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan Usia dan jenis Kelamin Tahun 2003 (per100 orang). Komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat penting bagi analisa kependudukan karena berbagai fenomena dalam kehidupan terkait dengan umur dan jenis kelamin, seperti fenomena biologis, ekonomi, sosial dan politik. Sebagaimana terlihat dari Gambar 3. di atas, tidak nampak terlihat tingkat fertilitas (kelahiran) yang cukup menyolok. Hal ini tidak semata-mata karena keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) saja, akan tetapi dapat juga disebabkan karena dinamika kehidupan penduduk perkotaan yang menunjukkan intensitas tinggi sehingga penduduk secara sadar membatasi kelahiran, untuk tetap dapat bertahan hidup di kota. Demikianpun tingkat mortalitas (kematian) penduduk, menurut data dari kelurahan angka kematian penduduk sepanjang tahun 2003 sejumlah 10 orang (0,05 % dari jumlah penduduk). Selanjutnya komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 6. sebagai berikut : Kajian Pengembangan Masyarakat 16 36 Tabel 6. Komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2003 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pendidikan Belum sekolah Buta aksara dan angka Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi (D1 – D3) Sarjana : a. S1 b. S2 c. S3 Jumlah Jumlah (org) 2571 756 6.986 3.368 4.056 957 % 13,23 3,89 35,96 17,34 20,88 4,93 589 103 40 19.426 3,03 0,53 0,21 100 Sumber : Profil desa/Kelurahan Cigadung 2003 Dari tabel 6. di atas terlihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Cigadung pada umumnya sudah cukup baik. Penduduk yang berpendidikan diploma hingga doktor sebagaimana terlihat dalam tabel tersebut, sebagian besar adalah penduduk pendatang, dan tinggal di kompleks perumahan dengan profesi sebagai pegawai negeri sipil ataupun tenaga fungsional dosen, dan sebagian kecil penduduk lokal yang sudah memahami pentingnya pendidikan sebagai salah satu modal untuk meraih kesuksesan hidup di kota. Berdasarkan tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang dimiliki kelurahan Cigadung cukup memadai untuk melaksanakan pengembangan masyarakat, karena salah satu faktor penting dalam pengembangan masyarakat adalah ketersediaan sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan. Sistem Ekonomi Menurut informasi dari sesepuh dan tokoh masyarakat serta studi dokumentasi selama kajian, sebelum terjadi pemekaran wilayah dari Desa Cibeunying menjadi Kelurahan Cigadung pada tahun 1989, mata pencaharian pokok penduduk sebagain besar adalah bertani dan sisanya sebagai pedagang dan buruh. Namun setelah menjadi Kelurahan Cigadung, mata pencaharian pokok penduduk mengalami perubahan drastis. Hal ini terutama disebabkan banyaknya Kajian Pengembangan Masyarakat 37 lahan-lahan pertanian dibebaskan untuk dijadikan pemukiman penduduk, terutama diperuntukkan bagi pemukiman penduduk. Mata pencaharian penduduk saat ini dapat dilihat pada tabel 7.di bawah ini : Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2003 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Status Mata Pencaharian Jumlah Petani Buruh tani Peternak Pengusaha Buruh industri Pegawai Negeri Sipil/ABRI Pensiunan Wiraswasta/jasa Buruh kasar/kuli bangunan 56 13 14 6 300 1.475 176 3650 3.877 9.567 Sumber : diolah dari Profil Kelurahan Cigadung , 2003 Melihat tabel 7. di atas, penduduk yang bekerja jumlahnya meliputi 49,2 % dari jumlah penduduk (jumlah penduduk 19.426). Hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi sistem perekonomian lebih banyak diwarnai oleh sektor industri dan jasa. Tabel 7. di atas juga memperlihatkan, bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor swasta/jasa meliputi beberapa sistem tata niaga/kegiatan ekonomi, yakni penduduk yang melakukan usaha ekonomi berskala kecil sampai dengan menengah seperti : kelompok usaha warungan, pedagang keliling, jasa ojeg, penjahit, jasa rekreasi pemancingan dan usaha salon. Modal utama dari usaha perdagangan selain modal sendiri, adalah berasal dari jasa pinjaman koperasi warga ataupun dari pinjaman para renternir yang masih banyak beroperasi di wilayah tersebut, dan pada umumnya para rentenir tersebut bukan penduduk kelurahan tersebut. Sedangkan untuk penduduk yang bekerja sebagai buruh kasar/kuli bangunan sebagaimana terlihat pada tabel 7. banyak dilakukan penduduk dari kalangan tidak mampu/miskin. Dengan pendidikan yang rendah dan bahkan tidak mempunyai bekal pendidikan formal, kemampuan terbatas serta ketiadaan modal usaha (asset), yang dapat dilakukan penduduk miskin untuk mencari penghasilan hanya dengan mengandalkan tenaga atau fisik saja, yakni bekerja sebagai buruh kasar/kuli bangunan. Selain itu pekerjaan sebagai buruh industri Kajian Pengembangan Masyarakat 38 juga dapat ditemui dan dilakukan penduduk menengah ke bawah , karena di lokasi kajian terdapat satu industri kaos yang cukup besar, yang sebagian besar buruh pabriknya berasal dari tenaga kerja di wilayah tersebut. Kelompok penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil/ABRI, terdiri atas pegawai pada instansi pemerintah tertentu, guru/dosen serta ABRI. Kelompok penduduk ini, sebagian besar merupakan penduduk pendatang dan hanya sebagian kecil saja dari penduduk lokal berprofesi sebagai PNS/ABRI. Kaitan mata pencaharian dengan sumber daya lokal saat ini tidak nampak lagi, terutama sumber daya alam yang kondisinya sangat memprihatinkan. Perubahan tata guna lahan menyebabkan potensi alam kelurahan Cigadung semakin habis. Kecuali yang menyangkut fisik penduduk setempat, saat ini masih banyak (ditunjukkan dengan besarnya jumlah penduduk usia kerja), yang kalau di bekali dengan ketrampilan dan kemampuan dapat menjadi asset bagi pembangunan di wilayah tersebut. Dari sistem ekonomi yang dilakukan penduduk menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah, terutama untuk penduduk lokal dengan bekal pendidikan dan ketrampilan rendah serta ketiadaan modal usaha. Hasil kajian juga menemukan, banyak rumah-rumah penduduk di perkampungan padat berfungsi ganda, yakni sebagai rumah sekaligus tempat usaha (dagang warungan).Selain itu rumah-rumah penduduk di perkampungan banyak dimanfaatkan untuk disewa/kontrak bagi penduduk pendatang. Struktur Komunitas Bandung sebagaimana kota-kota besar lainnya di Indonesia ditandai dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang jumlahnya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut disebabkan oleh 2 hal yakni : (1) penambahan alamiah, lebih banyak kelahiran dari pada kematian dan (2) migrasi penduduk yang berasal dari berbagai daerah dengan berbagai kepentingan (sekolah, bekerja atau mencari kerja, penempatan sebagai pegawai pemerintahan, dan lain-lain). Dua hal tersebut telah melahirkan suatu Kajian Pengembangan Masyarakat 39 masyarakat perkotaan yang sangat kompleks menurut ukuran kesukuan, pekerjaan serta kelompok-kelompok sosial. Demikian halnya dengan masyarakat Kelurahan Cigadung, sebagai salah satu wilayah kelurahan di Kota Bandung. Kelurahan Cigadung memiliki ciri khas masyarakat perkotaan yang sangat kompleks. Kepadatan penduduk Kelurahan Cigadung telah melahirkan berbagai permasalahan; peluang kerja yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk pencari kerja, masalah lingkungan (sampah, saluran got yang mampet ataupun kesulitan memperoleh air bersih di beberapa wilayah), pengangguran, kecemburuan sosial yang tinggi karena dipicu adanya dua kelompok masyarakat yang sangat kontras keadaannya, yakni golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas (penghuni kompleks perumahan mewah) dan masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah (masyarakat sekitar/pinggiran kompleks), dan berbagai permasalahan sosial lainnya. Hasil pemetaan dengan melakukan wawancara mendalam dengan sesepuh/tokoh masyarakat Cigadung diperoleh informasi bahwa kaum pendatang (migran) yang ada di wilayahnya dibedakan dalam dua kelompok, yakni: (1) para pemukim jangka panjang di dalam bidang-bidang pekerjaan yang mantap; kalangan usahawan, para pengusaha industri kecil/rumah tangga dan pegawai negeri. Sebag ian besar dari mereka meskipun tidak semua, bekerja pada sektor perusahaan besar yang formal, yakni birokrasi dan industri dan sebagian lagi yaitu (2) kaum pendatang musiman, para pekerja tidak tetap dan orang-orang yang mencari pekerjaan, mereka yang menempati rumah-rumah kontrakan yang sempit dan padat penduduk, tanpa atau dengan pendidikan yang rendah dan dengan tingkat pendapatan yang sangat beragam. Hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menentukan struktur komunitas yang ada di wilayah tersebut. Pada masyarakat Kelurahan Cigadung pelapisan sosial secara fisik dapat terlihat nyata, yaitu adanya kompleks pemukiman elite dengan pemukiman penduduk yang saling berdempetan, berada/masuk pada gang-gang sempit dan terkesan kumuh. Kajian Pengembangan Masyarakat 40 Untuk pelapisan lokal sosial non fisik , didasarkan pada kepemimpinan (kepemimpinan formal dan informal ). Kepemimpinan formal tersebut adalah aparat kelurahan (lurah), sedangkan kepemimpinan informal adalah tokoh masyarakat yang mempunyai kharisma besar di masyarakat (ustad), selanjutnya diikuti oleh pekerjaan sebagai guru atau pegawai pemerintah, serta pada jumlah kekayaan yang dimiliki. Sumber kepemimpinan formal sekaligus sebagai pemimpin instrumental (pola kepemimpinan yang menekankan pada prinsip harus mencapai tujuan yang ditargetkan) adalah lurah yang memperoleh legalitas dari pemerintahan yang didasarkan pilihan masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa pimpinan adalah orang yang mempunyai status tinggi yang harus di hormati. Oleh karena itu untuk kegiatan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, penduduk selalu mematuhi pemimpinnya. Penduduk bekerjasama untuk merealisasikan kebutuhan bersama atas dasar keputusan bersama yang dipimpin oleh lurah. Pelapisan sosial berikutnya ditunjukkan pada peran dari tokoh masyarakat (ustad, guru/dosen dan pegawai pemerintah) yang dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang serba tahu dan biasanya beperan sebagai pemimpin ekspresif (kepemimpinan yang menekankan pada prinsip kepuasan masyarakat) . Oleh karena itu mereka selalu bertanya dan meminta petunjuk apabila ada permasalahan atau akan melakukan suatu kegiatan, seperti hajatan/kenduri. Untuk pelapisan sosial paling bawah adalah masyarakat awam sebagai anggota dari keseluruhan komunitas. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka sistem pelapisan sosial penduduk kelurahan Cigadung dapat digambarkan sebagai berikut : Kajian Pengembangan Masyarakat 41 Tokoh masyarkat o Tokoh Informal (Ustad, Tokoh Masyarakat) Kekayaan dan PNS (Guru dan Peg Pemerintah) Masyarakat Awam Gambar 4. Sistem Pelapisan Sosial Penduduk Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Kelembagaan dan Orga nisasi Sosial Pada masyarakat Kelurahan Cigadung, kelembagaan sosial yang terdapat di komunitas dapat diuraikan sebagai berikut : Lembaga Kekerabatan/Solidaritas Beberapa lembaga kekerabatan atau solidaritas yang masih dapat dijumpai di lokasi kajian, yakni adanya nilai-nilai budaya (khususnya sunda) yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan. Perilaku prososial yang telah lama dikenal diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih asah, dan silih asuh. Secara harfiah, artinya saling mengasihi, memberikan pengetahuan dan saling mengasuh diantara warga masyarakat. Perilaku sosial tersebut diwujudkan dalam beberapa kegiatan kemasyarakatan antara lain : (1) kerjasama yang harmonis dalam kegiatan pembangunan sosial dan gotong royong dengan prinsip sabilulungan dasar gotong royong; yang terlihat dalam kegiatan kerja bakti untuk membangun sarana prasarana sosial (mis al: perbaikan saluran air, pembangunan masjid, pembangunan jembatan, pembangunan MCK) yang Kajian Pengembangan Masyarakat 42 dibutuhkan masyarakat dan berbagai kegiatan bersama lainnya dalam menghadapi perayaan hari kemerdekaan atau hari-hari lainnya, (2) musyawarah dalam memecahkan masalah kemasyarakatan yang terlihat dari rapat -rapat atau pengajian antar warga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat kelurahan dengan prinsip silih asih, silih asah , silih asuh . Perwujudannya berupa adanya kelompok-kelompok pengajian/majelis ta’lim, kelompok masyarakat asal Jawa yang berusaha mengatasi permasalahan anggotanya yang tinggal di wilayah tersebut, dan lain sebagainya, (3) saling menolong antar tetangga yang terlihat dari spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya yang terk ena musibah (misal: sakit, meninggal, kecelakaan, dll) atau dalam membangun perayaan khitanan, perkawinan, membangun rumah, dll. Adanya kelompok arisan, kelompok jimpitan, dana kematian warga dan kegiatan sosial lainnya merupakan wujud dari nilai nulung kanu butuh, nalang kanu susah , (4) saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat, dengan adanya kelompok rukun tetangga/ warga (RT/RW). Lembaga Ekonomi Untuk memenuhi kebutuhan hidup di bidang ekonomi ataupun untuk meningkatkan kesejahteraannya, beberapa kegiatan warga yang mencerminkan aktivitas ekonomi terlihat dari kegiatan warga berupa; usaha dagang baik berupa warungan atau pedagang kaki lima, usaha bidang jasa seperti ojeg/angkot/menjahit, berternak unggas/ikan, dan lain-lain. Ada beberapa kelembagaan ekonomi yang sengaja dibentuk warga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan para anggota, seperti kelompok simpan pinjam warga (dana diperoleh dari iuran warga) dan biasanya bergabung dengan kelompok pengajian yang ada di tingkat rukun warga (RW), kelompok paket lebaran (dalam lingkup RT/RW) untuk memenuhi kebutuhan pada saat lebaran dan kelembagaan koperasi simpan pinjam warga yang sifatnya lebih formal walaupun belum berbadan hukum. Kelembagaan ekonomi yang ada mempunyai nilai/norma yang berbeda sesuai kesepakatan bersama anggotanya yang mengatur perilaku/hubungan antar anggota untuk bersama-sama mencapai tujuan yang diinginkan melalui wadah yang telah Kajian Pengembangan Masyarakat 43 dibentuk secara bersama. Norma/nilai tersebut mengatur seluruh mekanisme kegiatan kelembagaan, seperti mengatur bagaimana anggota harus membayar iuran, bagaimana jika mengalami kesulitan dalam membayar/mencicil, serta bagaimana anggota memperoleh hak-haknya, dan lain-lain. Keberadaan kelembagaan ekonomi yang ada sangat dibutuhkan karena manfaatnya telah dirasakan warga dalam menunjang ataupun meningkatkan kesejahteraannya. Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan ini muncul sebagai konsekuensi adanya tuntutan akan kebutuhan ilmu pengetahuan yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi pemerintah (adanya pesantren, kelompok pengajian, taman pengajian Al Qur’an/TPA, orang tua asuh). Lembaga pendidikan tersebut berusaha membantu warga/anak-anak di kelurahan tersebut dalam memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan dalam bentuk sekolah. Di lokasi kajian, ditemukan adanya 2 (dua) lembaga pendidikan formal berupa, Sekolah Dasar Negeri Cigadung dan Madrasah Tsanawiyah/MAN Pesantren Al-Burhan yang merupakan milik salah seorang tokoh masyarakat, serta 3 (tiga) sekolah taman kanak -kanak Islam yang dikelola yayasan-yayasan non pemerintah. Lembaga Keagamaan Mayoritas penduduk/warga kelurahan Cigadung beragama Islam, oleh karena itu jumlah kelembagaan keagamaan berupa masjid hampir di tiap rukun warga (RW) memiliki masjid dan majelis taqlim sendiri belum termasuk musholla (masjid kecil) yang terdapat di beberapa wilayah rukun tetangga (RT). Untuk kelompok non muslim (Nasrani, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu) biasanya mereka tergabung dalam persekutuan-persekutuan tertentu dan melaksanakan ibadatnya di gereja. Sedangkan untuk agama Hindu/Budha dan Kong Hu Chu di lokasi kajian belum ada dibangun rumah peribadatan bagi agama-agama tersebut. Untuk warga beragama Islam biasanya posisi imam masjid masih di hormati dan dip ercaya warga, serta biasanya selalu dimintai nasehat/sarannya dalam menghadapi permasalahan kemasyarakatan. Hubungan antara sesama Kajian Pengembangan Masyarakat 44 penganut agama di kelurahan Cigadung berlangsung harmonis, dalam arti warga saling menghormati akan perbedaan prinsip tersebut serta kebebasan untuk melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing -masing, bahkan seringkali dalam kondisi perayaan hari besar keagamaan, seperti hari raya idul fitri bagi warga muslim menitipkan rumahnya apabila hendak bepergian kepada warga non muslim, demikian sebaliknya apabila natal, warga yang beragama Kristen menitipkan rumahnya ke tetangga dekat (muslim) apabila hendak bepergian jauh dan cukup lama. Lembaga Pemerintahan Lembaga pemerintahan seperti RT, RW dan kelurahan tidak jauh berbeda dengan daerah -daerah lain. Berlakunya Undang -undang Nomor 22 Tahun 1999 Junto UU No.32 Tahun 2004 Junto UU No.3 Tahun 2005 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan bentuk kelembagaan yang dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Pemberian kewenangan dimaksudkan agar masyarakat dapat mengekspresikan aspirasi dan potensi yang dimiliki dalam melaksanakan proses pembangunan yang partisipatif. Bentuk kelembagaan sosial formal yang ada di Kelurahan Cigadung adalah sebagaimana terdapat pada tabel 8. di bawah ini : Tabel 8. Kelembagaan Sosial yang ada di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2003. No Nama Kelembagaan 1. 2. 3. Lembaga Pemberdayaan Masy. Kelembagaan sosial PKK Kader Pembangunan Desa 4. 5. 6. 7. 8. Kelembagaan Posyandu Karang Taruna Kelompok Tani Kelompok Dasa Wisma Kelompok UP2K PKK Jml Pengurus Anggt aktif 13 pengurus 30 anggt + pengurus 7 org 30 pengurus 83 anggota Ada di tk RW Ada di tk RW Sumber : Profil Kelurahan Cigadung 2003 Kajian Pengembangan Masyarakat Status Ada/ tdk Aktif/ tdk Ada Aktif Ada Aktif Ada Ada Tdk ada Ada Ada Ada Aktif Aktif Tdk Aktif Aktif Aktif Ket 45 Hubungan kelembagaan lokal dengan lembaga lain diluar komunitas relatif kurang, kecuali kelembagaan formal dengan lurah beserta aparatnya sebagai fasilitator; seperti terjadinya kerjasama antara pihak pemerintah lo kal dengan LSM yang memberikan bantuan berupa perkreditan (pengelola salah seorang pengurus LPM tingkat kelurahan). Namun demikian hubungan antar kelompok pada masing-masing kelembagaan sosial relatif kuat dan telah membentuk jejaring tersendiri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga. Artinya setiap program kegiatan akan terbuka bagi anggota di luar kelompok walaupun kesenjangan secara fisik begitu nyata, namun antara penduduk kompleks dengan penduduk lokal tidak terdapat proses dissosiatif yang begitu tajam. Proses assosiatif penduduk kompleks dengan menawarkan kerjasama pada penduduk lokal yang tidak mampu secara ekonomi untuk menjadi S atpam kompleks ataupun pembantu rumah tangga. Sumber Daya Lokal Sumber daya lokal yang terdapat di lokasi kajian terdiri atas sumber daya fisik dan non fisik. Sumber daya non fisik meliputi sumber daya manusia berupa kemampuan/ketrampilan yang erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, sedangkan sumber daya fisik meliputi jumlah penduduk dan luas lahan yang dimiliki. Sumber daya fisik berupa jumlah penduduk telah diuraikan dalam konteks kependudukan. Sedangkan sumber daya fisik berupa lahan, sebagaimana telah diuraikan banyak di manfaatkan sebagai lahan pemukiman penduduk, dan hanya sebagian kecil saja yang diperuntukkan bagi fasilitas umum. Hal di atas menunjukkan bahwa sebagai konsekuensi dari kepadatan penduduk, akan dihadapkan dengan persoalan keterbatasan wilayah dan adanya eksploitasi wilayah yang diperuntukkan bagi pemukiman penduduk. Wilayah Kelurahan Cigadung yang berada di Utara kota Bandung menjadi daya tarik tersendiri dengan kesejukan udaranya dan lokasi perbukitan, telah memunculkan kompetisi untuk berdomisili di wilayah tersebut. Hal tersebut berdampak pada peruntukkan perumahan yang harus bersaing dengan kawasan Kajian Pengembangan Masyarakat 46 yang digunakan untuk kepentingan produksi, sehingga kenyamanan ekologis jadi terabaikan. Kebutuhan untuk bermukim di wilayah tersebut cukup tinggi , prioritas lahan bagi kepentingan ekonomi cukup tinggi, sementara sumber daya terbatas sehingga sarana dan sanitasi lingkungan menjadi terabaikan. Ruang wilayah pemukiman bagi penduduk golongan ekonomi menengah ke bawah menjadi tidak teratur dan kurang memadai. Dengan tidak adanya pertimbangan untuk tempat pembuangan limbah/sampah, penduduk setempat banyak membuang sampahnya ke sungai kecil yang ada di wilayah tersebut. Dampaknya adalah terhadap polusi udara yang menebarkan bau tidak sedap dari sampah yang menyumbat aliran sungai, yang selanjutnya dapat berdampak terhadap sendi kehidupan lainnya, seperti kesehatan. Pendayagunaan Kelembagaan Lokal Kegiatan pendayagunaan kelembagaan -kelembagaan yang ada di masyarakat telah dilakukan pemerintah setempat dan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan yang terjadi di lokasi kajian. Hasil pengamatan di lokasi kajian menunjukkan bahwa, kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS) telah dilakukan melalui kelembagaan kemasyarakatan yang ada (lembaga kekerabatan, ekonomi, pendidikan, keagamaan maupun kelembagaan sosial). Namun hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat, kelembagaan-kelembagaan UKS tersebut bekerja sendiri-sendiri dan bersifat pragmatis. Maksudnya, seperti yang telah diuraikan pada peta sosial mengenai kelembagaan bahwa di masyarakat telah tumbuh kesadaran untuk mengatasi permasalahan kemasayarakatan dengan memanfaatkan, misalnya kelembagaan kekerabatan melalui kelompok rereongan dengan kegiatan beras jimpitannya. Kegiatan simpan pinjam warga melalui koperasi warga telah berupaya memberikan bantuan pinjaman modal usaha bagi warga masyarakat yang akan melalukan usaha ekonomi produktif, ataupun kegiatan bantuan bagi warga masyarakat miskin melalui zakat/sodaqoh yang dilakukan kelompok pengajian. Kajian Pengembangan Masyarakat 47 Kegiatan -kegiatan yang dilakukan kelembagaan UKS tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, namun sayangnya belum dapat memberdayakan masyarakat itu sendiri khususnya warga masyarakat miskin. Belum adanya jejaring sosial dalam kinerja kelembagaan-kelembagaan tersebut, menyebabkan permasalahan sosial/kemiskinan sepertinya kurang dapat teratasi. Tidak adanya bimbingan/pendampingan dari pemerintah setempat dalam kegiatan usaha ekonomi produktif ataupun pengembangan manajemen koperasi menyebabkan kiprah koperasi warga sebatas simpan pinjam berupa uang saja. Demikian halnya dengan kegiatan rereongan, dana yang minim serta tidak maksimalnya keterlibatan dari warga mampu menyebabkan kiprahnya dalam mensejahterakan masyarakat terutama warga miskin tidak optimal. Hal-hal tersebut dapat tercapai bilamana sinergitas dan harmonisasi jejaring sosial diantara pelaku kegiatan UKS, pemerintah setempat, stakeholders (pengusaha lokal/warga mampu, pemerhati masalah kemasayarakatan, tokoh masyarakat dan LSM lokal) serta warga masyarakat itu sendiri dapat terjalin. Pemetaan Permasalahan, Kebutuhan dan Sumber Kesejahteraan Sosial Kelurahan Cigadung sebagaimana kelurahan – kelurahan lain yang ada di kota Bandung mempunyai permasalahan sosial yang sama dan umum terjadi di wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh gambaran permasalahan sosial yang terdapat di lokasi kajian yang paling menarik untuk dikaji adalah masalah kemiskinan karena dengan tingkat pendidikan yang relatif cukup dan fasilitas umum yang lengkap, ternyata masih ditemukan warga masyarakat yang kurang beruntung (miskin). Golongan miskin yang ada di Kelurahan Cigadung meliputi para migran dan orang-orang yang lahir di sana (penduduk asli) yang nasibnya semakin terpuruk sejak terjadinya krisis moneter. Menurut data kelurahan yang ada dan hasil sementara petugas pencatat data kemiskinan dari BPS, kondisi kemiskinan (keluarga miskin) di kelurahan Cigadung bertambah dari 34,25 % (2002) menjadi 37,50 % (2005, triwulan III) dari jumlah KK (5040) yang ada atau sebanyak 1890 KK. Kriteria kemiskinan yang digunakan petugas, yakni dengan melihat pendapatan keluarga dibagi ratio kebutuhan fisik minimum perkapita/hari. Pada Kajian Pengembangan Masyarakat 48 umumnya penduduk miskin di lokasi kajian dapat digolongkan atas : Buruh kasar, buruh pabrik, pemulung, pedagang keliling/kecil, pengangguran dan pegawai rendahan (satpam, honorer, penjaga toko dan lain-lain). Berdasarkan hasil penelitian di lokasi kajian, dapat diungkapkan situasi kemiskinan di perkotaan disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda, diantaranya adalah kesempatan kerja. Seseorang miskin karena menganggur, sehingga tidak memperoleh penghasilan ataupun bekerja tapi tidak penuh, baik dalam ukuran hari, minggu, bulan atau tahun. Masalah kemiskinan di perkotaan berkaitan erat dengan masalah sumber daya manusia, tingkat pendidikan dan strategi pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kualitas sumber daya manusia selain ditentukan oleh fakto r kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan dipandang tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan produktivitas. Tingkat pendidikan keluarga miskin di perkotaan pada umumnya rendah. Berdasarkan hasil kajian di lokasi penelitian sebanyak 4,5 % tidak tamat SD, tamat SD sebanyak 41,4 %, tamat SLTP sebanyak 20 % dan tamat SLTA 34,1 %. Dari data tersebut, walaupun terdapat beberapa warga dari golongan miskin berpendidikan cukup memadai (SLTP dan SLTA) namun tidak cukup dijadikan bekal untuk memperoleh pekerjaan dengan penghasilan besar, besarnya jumlah penduduk diperkotaan telah menjadikan persaingan yang tinggi untuk memperoleh pekerjaan. Namun hal tersebut tidak membuat orang tua dari keluarga miskin dilokasi kajian menjadi patah semangat untuk menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin. Hal ini sebagaimana dikemukakan Bapak Wwn (Responden) sebagai berikut : “ Kahoyong mah abdi teh nyakolakeun anak setinggi-tinggina lah. Geuning abdi nu tamat SMP, ukur janjten tukang beberesih dipasar (petugas kebersihan PD Pasar). Namung kumaha deui biaya sakola teh mani mahal, putra abdi aya 6 (genep), dua nu tos lulus SMP teu tiasa neraskeun, teu aya biaya. Repatlah kanggo tuang sapopoe oge”. (Keinginan sih menyekolahkan anak setinggi mungkin, saya yang tamat SMP saja cuma jadi petugas kebersihan. Tapi mau bagaimana, biaya sekolah itu mahal. Anak saya ada 6 orang, dua sudah lulus SMP tidak bisa meneruskan sekolah lagi, tidak mempunyai biaya, repot untuk makan sehari-hari juga). Kajian Pengembangan Masyarakat 49 Keluarga miskin di perkotaan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal ataupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. Faktor produksi yang dimiliki hanya kemauan dan tenaga yang mereka miliki. Kemiskinan di lokasi kajian, digambarkan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Segi pendapatan dimaksud adalah dalam bentuk uang. Gambaran kemiskinan di lokasi kajian, pada dasarnya rumah tangga/keluarga yang tidak mempunyai modal yang produktif atau asset (tanah, perumahan yang layak, perabotan rumah tangga, kesehatan, pendidikan dan lain -lain), sumber-sumber keuangan (in come dan kredit yang memadai), tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata rumah tangga miskin membelanjakan uangnya untuk konsumsi ( lauk pauk) sebesar Rp. 5.000.-/hari, ditambah dengan beras 2 liter (Rp. 6.000.-) atau jumlah keseluruhan rata-rata uang belanja untuk konsumsi kebutuhan fisik minimum/rumah tangga miskin sebesar Rp. 11.000.-. Kondisi tersebut dikonsumsi pada satu keluarga dengan jumlah rata-rata 4 -5 orang. Berdasarkan hal tersebut apabila dilihat dari R-KFM menurut BPS (R -KFM per kapita perhari sebesar Rp. 15.000,-) untuk kebutuhan fisik keluarga miskin berada di bawah kategori R-KFM (kurang dari Rp. 15.000.-). Kondisi tersebut dikonsumsi pada satu rumah tangga dengan jumlah 4 – 5 orang anggota keluarga. Kondisi lingkungan dan perumahan bagi golongan miskin di lokasi kajian, berada di lokasi pemukiman yang padat penduduk dan biasanya terdapat di gang-gang sempit, tidak memiliki pekarangan rumah. Pemandangan yang umum terjadi jalan-jalan sempit tersebut terkadang juga dimanfaatkan sebagai tempat usaha (berdagang, tempat bermain anak, menjemur pakaian, dan lain -lain) sehingga kesan padat dan kumuh sangat jelas terlihat. Rumah bagi keluarga miskin biasanya berupa rumah petak (berdempetan) kecil, dengan pengembangan keatas (loteng) untuk keluarga dengan jumlah anggota banyak. Pada umumnya keluarga miskin yang merupakan pendatang dari daerah lain menghuni rumah-rumah kontrakan yang berdempetan dan telah bertahun-tahun Kajian Pengembangan Masyarakat 50 tinggal diwilayah tersebut, ataupun kalau pindah alternatif ke RW lain dengan kondisi yang sama. Untuk penduduk asli yang tergolong kelompok miskin, sama halnya dengan para pendatang tersebut menempati rumah-rumah di pinggiran dengan kondisi yang tidak jauh berbeda. Dari hasil kajian diperoleh pula fakta, bahwa kondisi lingkungan pemukiman penduduk menengah ke bawah (miskin) sangat memprihatinkan dengan tidak ditemukannya lagi lahan-lahan hijau, saluran air kotor (got) yang menebarkan aroma tidak sedap, tidak dikelolanya pembuangan sampah secara baik, masyarakat setempat membuang sampah ke sungai terdekat ataupun dilempar dimana saja ada sedikit tempat kosong yang sebenarnya bukan tempat pembuangan sampah. Dan satu lagi yang memerlukan penanganan segera adalah masyarakat di wilayah RW 09, 10 dan 11 sudah sejak 3 tahun kebelakang mengalami kesulitan memperoleh air bersih, apa lagi saat musim kemarau. Sumur-sumur penduduk banyak yang kering, dugaan warga terhadap keringnya sumur-sumur mereka adalah sejak bermunculannya komplekskompleks perumahan mewah, dimana setiap rumah menggunakan mesin penyedot air dengan kekuatan besar. Seperti dituturkan Rd (Informan) warga RW 10 : “Tingawitan seeur parumahan di Cigadung, seeur sumur wargi upami mulai musim halodo, nya halodo oge. Untungna masih aya seke nu tiasa dimangpaatkeun kuwarga sadaya, teu meser sih namung kedah antri ngawitan tabuh 03.00 enjing teh tos seueur nu antri”. (Sejak banyak perumahan di Cigadung, banyak sumur warga kalau musim kemarau ya ikut kamarau (kering) juga. Untungnya masih ada mata air yang dapat dimanfaatkan. Tidak usah bayar tapi harus antri mulai jam 03.00 dini hari sudah banyak yang antri). Demikian halnya dengan mobilitas penduduk dari keluarga miskin sangat tinggi. Untuk dapat bertahan hidup di kota, warga miskin rela bekerja apa saja yang penting menghasilkan uan g, bahkan ditemukan informasi untuk membantu kepala keluarga dalam pendapatan, banyak para wanita (ibu-ibu rumah tangga) bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kompleks pemumahan elite, tidak jarang anak -anaknya pun yang tidak sekolah lagi menjadi pedagang asong ditempat-tempat yang ramai (tengah kota), kernet angkot, pengamen ataupun tukang ojeg pada juragan ojeg. Kajian Pengembangan Masyarakat 51 Dari uraian-uraian diatas, diperoleh kesimpulan bahwa rakyat miskin di lokasi kajian mengalami kemiskinan yang ditandai dengan kurang/ketidakm ampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang meliputi sandang, pangan dan papan/perumahan, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi individu miskin tersebut dalam melaksanakan fungsi sosialnya, seperti tidak dapat berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, ketidakmampuan dalam mengatasi masalah -masalah yang dihadapi, seperti dalam hal kelanjutan pendidikan anak-anak dari keluarga miskin tersebut ataupun tingkat pendidikan keluarga miskin pada umumnya rendah. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah setempat dan masyarakat secara swadaya untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya yang muncul sebagai dampak permasalahan kemiskinan ; pengangguran, anak putus sekolah, kesehatan lingkungan, kesenjangan sosial serta tidak adanya transparansi dalam pemberian bantuan bagi golongan miskin. Salah satunya adalah dengan mengadakan pertemuan rutin bulanan dengan perwakilan-perwakilan anggota masyarakat. Namun fenomena yang sering terjadi adalah masyarakat itu sendiri cenderung kurang menyadari terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi, sehingga perlu upaya penyadaran kepada masyarakat akan permasalahan yang ada dan bersama-sama mencari jalan pemecahannya. Kegiatan - kegiatan usaha kesejahteraan sosial itu sendiri sebenarnya telah banyak dilakukan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan sosial, khususnya permasalahan kemiskinan. Namun upaya-upaya yang dilakukan masih bersifat sektoral dan berjalan sendiri-sendiri, sehingga penanganan permasalahanpun sifatnya masih terbatas. Un tuk itu perlu ada keterlibatan pihak -pihak terkait (pemerintah, swasta dan masyarakat itu sendiri) untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, menciptakan kondisi yang mendukung terhadap berbagai upaya kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat, dan adanya jaringan kerjasama diantara kelembagaan UKS yang ada dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Diharapkan dengan terciptanya kondisi-kondisi sebagaimana diharapkan, permasalahan sosial yang ada dapat teratasi. Kajian Pengembangan Masyarakat EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Evaluasi terhadap program-program pengembangan masyarakat bertujuan untuk melihat sejauhmana program-program tersebut mampu mencapai tujuan yang ditetapkan atau ingin dicapai, dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Selain itu untuk melihat bagaimana keterlibatan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Program pengembangan masyarakat dievaluasi dengan memperhatikan beberapa prinsip, seperti: (1) pemberdayaan, (2) partisipasi, (3) kemandirian, (4) kerjasama, (5) keberlanjutan dan (7) keberpihakan kepada golongan miskin. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa program-program pengembangan masyarakat belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana diatas, untuk lebih jelasnya akan diuraikan dua program pengembangan masyarakat, yakni program pengembangan masyarakat yang berasal dari pemerintah dan program yang berasal dari inisiatif murni warga masyarakat sebagai berikut : Kegiatan Pengembangan Masyarakat melalui Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) Program P2W-KSS merupakan program yang digulirkan pemerintah Kota Bandung dengan sasaran wanita yang berusia 15 – 64 tahun dengan tingkat kesejahteraan rendah dan atau yang masuk dalam kategori keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera tahap I, menurut hasil pendataan keluarga yang dilakukan BKKBN. Adapun yang dimaksud keluarga pra sejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan dan kesehatan. Sedangkan keluarga sejahtera I, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar serta kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Kajian Pengembangan Masyarakat 53 Tujuan program P2W-KSS adalah mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat, sejahtera, termasuk perlindungan perempuan dan anak dengan meningkatkan kedudukan, peran, kemampuan, kemandirian serta ketahanan mental dan spiritual perempuan, melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam rangka pembangunan masyarakat pedesaan/perkotaan. Penyelenggaraan atau pengelolaan P2W-KSS di kelurahan Cigadung terdiri dari : a. Tim Pembina Program Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2W-KSS) tingkat Kecamatan di bawah tanggung jawab Camat beserta jajarannya. b. Tim Kelompok Kerja (POKJA) P2W-KSS tingkat Kelurahan, dengan penanggung jawab Kepala Kelurahan dengan dibantu Tim yang telah dibentuk di Kelurahan. c. Tim Teknis Operasional : 1) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) berserta seksi-seksi yang termasuk dalam susunan organisasinya. 2) Unsur PKK Kelurahan 3) Kepala Sekolah SD Cigadung 4) Puskesmas 5) MUI Kelurahan Cigadung 6) PLKB 7) Fasilitator P2W-KSS d. Keluarga Binaan Dana/pembiayaan pelaksanaan program terpadu P2W-KSS di Kelurahan Cigadung, berasal dari APBD Pemerintah Daerah Kota Bandung tahun anggaran 2001/2002. Program P2W-KSS merupakan program dan inisiatif pemerintah dalam upaya pengembangan masyarakat terutama pemberdayaan kaum perempuan/wanita. Dalam pelaksanaan kegiatan program menggunakan pendekatan secara partisipatif Pelaksanaan partispatif dimulai dari Musbang (musyawarah permbangunan) di Kajian Pengembangan Masyarakat 54 tingkat Kelurahan yang dilaksanakan pada bulan Maret 2001 dengan peserta terdiri dari : a. Lurah Cigadung beserta staf b. Pengurus LPM kelurahan Cigadung c. Pengurus Tim Penggerak PKK Kelurahan Cigadung d. Para Ketua RW se – Kelurahan Cigadung e. PLKB Sedangkan pengarah/nara sumber adalah : a. Camat Cibeunying Kaler b. Kasi PMD Kecamatan Cibeunying Kaler Pada Musbang tersebut selain membahas pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat secara umum, juga dibahas secara khusus pelaksanaan program terpadu P2W-KSS dan disepakati RW 09 dan RW 10 sebagai lokasi pelaksanaan P2W-KSS didasarkan pada potensi Kelurahan Cigadung dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Jumlah penduduk RW 09 dan RW 10 relatif banyak b. Berdasarkan data keberadaan penduduk, penduduknya banyak tergolong penduduk pra sejahtera. c. Perbedaan yang mencolok/perbedaan tingkat sosial yang tajam antara penduduk yang tinggal di komplek perumahan dengan penduduk yang tinggal di perkampungan. d. Partisipasi dan gotong royong masyarakatnya cukup besar. e. Sumberdaya manusia (SDM) penduduk/warga perempuan di RW 09 dan RW 10 rendah dibandingkan RW lain yang ada di Kelurahan Cigadung. Pada awal kegiatan, dilakukan pelatihan orientasi P2W-KSS yang dilaksanakan di tingkat Kota Bandung dan diikuti oleh para pengurus LPM, pengurus Tim Penggerak PKK kelurahan, Ketua RW dan para kader PKK RW. Langkah selanjutnya adalah melakukan inventarisasi potensi dasar yang dimiliki Kelurahan Cigadung, sebagai bahan merumuskan/menyusun program kegiatan apa yang akan dilaksanakan, dan rembug warga Kajian Pengembangan Masyarakat dalam upaya menggali aspirasi, 55 memotivasi, mengarahkan dan mengembangkan apa yang diinginkan warga untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.. Operasionalisasi kebijakan program terpadu P2W-KSS dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Meningkatkan komitment dalam aspek kebijakan dan operasional dari instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, swasta termasuk dunia usaha dan masyarakat keseluruhan. b. Memantapkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program dengan memanfaatkan berbagai forum dan pertemuan-pertemuan rutin maupun insidental dengan dinas/lembaga/instansi. c. Meningkatkan kepedulian dan peran serta aktif masyarakat. d. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pelaksana melalui berbagai pelatihan, terutama pelatihan yang terkait dengan program peningkatan peranan wanita dalam pembangunan. e. Mengupayakan kemandirian masyarakat. f. Memanfaatkan hasil pendataan dan pemetaan keluarga sejahtera pada daerah rawan sosial ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Hasil pemetaan menemukan bahwa dalam membentuk kelompok keluarga binaan program P2W-KSS telah pula yang berada di RW 09 dan RW 10 Kelurahan Cigadung sebanyak 13 kelompok dengan anggota antara 4 -6 orang Kelompok keluarga binaan tersebut merupakan kelompok ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam satu wadah kegiatan yang sama, yang melakukan kegiatan/aktifitas ekonomi produktif. Ke 13 kelompok tersebut mendapat bantuan modal usaha dari BPM Kota Bandung sebesar Rp. 15.000.000.- (Lima belas juta rupaiah) yang diperuntukkan bagi pengembangan/memulainya berbagai jenis usaha kecil, dengan besaran bantuan disesuaikan pada skala usaha yang dijalankan. Adapun jenis usaha yang dilakukan kelompok binaan adalah : Pembuatan makanan ringan/jajanan, warungan, menjahit dan pengembanagn hasil peternakan (pembuatan telur asin). Sistem pengguliran dana bantuan diatur dalam kelompok Kajian Pengembangan Masyarakat 56 dengan tujuan dapat terjalin kerjasama yang baik antara anggota kelompok dalam memajukan usahanya dan terkoordinasi. Pengembangan Ekonomi Lokal dari Kegiatan P2WKSS Kondisi wilayah kelurahan Cigadung merupakan wilayah perkotaan, dengan keadaan sumber daya alam yang kurang mendukung bagi pengembangan ekonomi masyarakat. Hal tersebut disebabkan sebagian besar wilayahnya digunakan sebagai tempat permukiman penduduk, sehingga aktifitas ekonomi-produktif warganya banyak diwarnai dari sektor dagang/jasa. Namun demikian kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan oleh kelompok keluarga binaan telah mempertimbangkan potensi lokal yang telah digeluti dan telah dikenal oleh sebagian masyarakat sehingga mereka memiliki pengetahuan lokal akan jenis usaha yang dipilih dan akses/peluang pasarnyapun cukup jelas. Hasil pengamatan menemukan kegiatan ekonomi produktif yang dilakukan kelompok keluarga binaan kegiatan P2WKSS yakni dengan membuat jajanan pasar, beternak ayam , menjahit dan tata rias adat Sunda. Program bantuan pinjaman bergulir P2WKSS memprioritaskan pada kelompok sasaran yang belum memiliki usaha dan telah memiliki usaha yang jelas namun kesulitan dalam mengakses permodalan. Keterkaitan program P2W-KSS dalam pengembangan ekonomi lokal dengan pasar yang lebih luas, menurut peneliti masih diperlukan peran pendampingan bagi usaha-usaha yang telah jalan dalam rangka memperluas jaringan kerja/bermitra, seperti melakukan negosiasi/kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar untuk dapat menjadi ‘Bapak Angkat’ dalam membimbing usaha-usaha kecil menengah (UKM). Peran Kepala Kelurahan sebagai penanggung jawab program sangat penting dalam memonitor kegiatan usaha ekonomi produktif yang sudah berjalan ataupun akan dimunculkan dan lebih dari itu aparat pemerintahan kelurahan dapat berperan sebagai fasilitator bagi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan di masyarakat. Adapun langkah-langkah operasional yang dapat ditempuh mengembangkan kelompok keluarga binaan di kelurahan ini adalah : Kajian Pengembangan Masyarakat untuk 57 a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi kelompok keluarga binaan lebih diintensifkan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan keterampilan. b. Peningkatan penguasaan teknologi c. Peningkatan penguasaan informasi d. Peningkatan penguasaan permodalan e. Peningkatan penguasaan pasar f. Perbaikan organisasi dan manajemen g. Pencadangan bidang-bidang usaha Evaluasi Program P2WKSS Kegiatan program P2WKSS berupa pemberian bantuan bergulir, bimbingan pelatihan kepada anggota masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan yakni wanita/ibu rumah tangga yang berasal dari keluarga tidak mampu/miskin, telah dirasakan manfaatnya. Dari kegiatan tersebut ibu-ibu yang termasuk dalam kelompok keluarga binaan memperoleh ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mencari penghasilan (ketrampilan menjahit, tata rias dan membuat kuekue), bantuan modal usaha untuk memulai ataupun mengembangkan usaha serta peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu baik bagaimana membina keluarga yang sehat, menjaga kelestarian lingkungan, dan pengetahuan lainnya. Namun dari pengamatan peneliti, kegiatan program P2WKSS belum menjangkau seluruh lapisan wanita keluarga miskin yang ada. Penentuan sasaran masih belum tepat, hanya kalangan terdekat dengan aparat kelurahan yang memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Kegiatan yang dilakukanpun sebatas kegiatan proyek, dalam arti tidak ada kelanjutan dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Dari wawancara yang telah dilakukan terhadap penerima bantuan program tersebut diperoleh informasi, bahwa para anggota kelompok binaan yang telah terbentuk menjadi bingung kepada siapa dapat berkonsultasi manakala usahausaha yang telah dan sedang berjalan menemui hambatan dalam pelaksanaannya. Dan bantuan modal bergulir yang diberikanpun telah memunculkan konflik bagi Kajian Pengembangan Masyarakat 58 anggota masyarakat yang tidak memperoleh bantuan karena adanya prasangka telah terjadi KKN dalam pelaksanaan kegiatan program tersebut. Program Pengembangan Masyarakat melalui Kegiatan Koperasi Warga Koperasi warga (Kopaga) yang diberi nama oleh warganya ‘Pra Koperasi Sawargi Cikal’ didirikan pada tanggal 16 Juni 1994 oleh kaum perempuan/wanita di RW 02 Kelurahan Cigadung atas prakarsa Ketua RW saat itu yang dipegang atau diketuai oleh Ibu Asmanah (sebagai ketua RW) dan disyahkan oleh Kepala Kelurahan Cigadung. Awal lahirnya ‘Pra Koperasi Sawargi Cikal’ adalah karena adanya keprihatinan dari Ibu Asmanah sebagai ketua RW saat itu melihat banyak dari warganya, karena terdesak oleh keadaan ekonomi yang sulit, terjerat dengan sistem hutang para rentenir. Kondisi perekonomian sebagian besar warga RW 02 Kelurahan Cigadung tergolong kelompok ekonomi menengah ke bawah dan aktifitas ekonomi yang dilakukan warga sebagian besar adalah dengan berusaha warung kecil-kecilan, buruh bangunan, swasta dan hanya sebagian kecil saja dari warga yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil/ABRI. Keadaan itulah yang membuat Ibu Asmanah mengadakan rembugan dengan personil-personilnya (para ketua RT dan staf pengurus RW) untuk membahas masalah yang dihadapi para ibu-ibu saat itu. Dan akhirnya munculah ide mendirikan Koperasi. Pada awal berdiri Pra KSP Sawargi Cikal hanya diikuti oleh ibu-ibu RT saja yang tergabung dalam kegiatan Posyandu yang rutin tiap bulan dilaksanakan. Jumlah anggota saat itu + 34 orang terdiri dari ibu-ibu pengurus ataupun anggota Posyandu, dengan simpanan pokok (awal kegiatan) sebesar Rp. 10.000.- dan simpanan wajib Rp. 2.000.- saja. Dana-dana yang ada pada koperasi murni merupakan hasil swadaya masyarakat. Pada akhirnya kegiatan Pra KSP tersebut semakin berkembang dengan anggota tidak terbatas pada kaum ibu-ibu saja tetapi juga para Bapak. Sampai saat ini Pra KSP sudah berjalan +10 tahun dengan jumlah anggota 250 orang yang terdapat tidak hanya di RW 02 saja, melainkan sudah merambah ke Kajian Pengembangan Masyarakat 59 Kelurahan lain. Dan modal yang dimiliki Pra Koperasi terhitung per 31 Desember 2004, sebesar + Rp. 400.000.000.- (empat ratus juta rupiah). Pada saat peneliti turun langsung ke lapangan mengadakan wawancara langsung dengan para pengurus dan anggota yang ada dan menanyakan kenapa namanya Pra Koperasi, Bapak Suparman selaku ketua menjelaskan bahwa Koperasi yang dipimpinnya belum berbadan hukum dan para anggotanya sendiri memang tidak menghendakinya, itu sebabnya diberi nama Pra Koperasi. Walaupun demikian dalam opersionalnya, Pra Koperasi Simpan Pinjam Sawargi Cikal sebagaimana koperasi yang berbadan hukum melaksanakan pembukuan secara lengkap dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tiap tahunpun dilaksanakan. Dengan kesederhanaan pola pikir, warga beralasan tidak menginginkan prosedur yang rumit sehingga tetap mempertahankannya sebagai Pra Koperasi. Koperasi warga yang ada di RW 02 Kelurahan Cigadung ini berbeda dengan jenis koperasi yang diproduksi pemerintah, karena lahir dari – oleh – untuk masyarakat, sehingga koperasi ini benar-benar murni berbasis masyarakat (community base) dan bergerak di bidang sosial ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai dengan didirikan Pra KSP Sawargi Cikal adalah membantu warga masyarakat yang mempunyai kegiatan ekonomis produktif ataupun kesulitan keuangan pada saat-saat tertentu (biaya sekolah anak, biaya sakit, hajat dan lain-lain). Bunga yang dikenakan kepada anggota sebesar 3 % perbulan menurun dari pokok pinjaman, dengan simpanan pokok saat ini sebesar Rp. 50.000.-, Simpanan wajib Rp. 5.000.- dan simpanan sukrela tidak terbatas. Dalam pelaksanaan usaha simpan pinjam yang dilakukan Pra KSP Sawargi, alokasi modal diperuntukkan bagi : a. Kredit darurat, seperti : saat mendapat musibah/sakit, biaya sekolah dan lainlain. b. Kredit pengembangan, diberikan kepada warga yang sudah mempunyai kegiatan ekonomi-produktif. c. Kredit modal usaha, diberikan kepada warga yang ingin memulai suatu usaha. Kajian Pengembangan Masyarakat 60 d. Investasi/deposito, ditujukan bagi warga yang cukup mampu ekonominya sehingga dana yang terkumpul dapat dimanfaatkan warga lain yang membutuhkan, dan bagi depositor sendiri memperoleh laba/bunga yang cukup. Nilai-nilai kekerabatan, kejujuran dan saling percaya merupakan hal yang penting untuk tetap dipertahankan warga. Dalam hal pemilihan kepengurusan, sikap kepercayaan para anggota menjadikan Bapak Suparman (sebagai ketua) dan Ibu Elly Komariyah (bendahara) tetap dipercaya memegang kedudukan tersebut sampai saat ini (sejak berdirinya koperasi). Demikian pula dalam hal pengembalian pinjaman dilakukan secara kekeluargaan apabila terjadi kemacetan. Keberadaan Pra KSP Sawargi Cikal telah memberikan manfaat besar bagi anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi keluarga sudah dirasakan. Berdasarkan observasi, peneliti melihat banyak usaha-usaha kecil terbantu dengan adanya Pra Koperasi tersebut. Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan Koperasi Warga Kegiatan Pra KSP Sawargi Cikal RW 02 Kelurahan Cigadung sebagaimana diuraikan di atas sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kegiatan UKM yang banyak dilakukan warga di sektor informal (pembuatan makanan kecil/usaha warungan) mendapat peningkatan dalam usahanya berkat bantuan modal kredit yang diberikan Pra Koperasi Sawargi Cikal dan bahkan dari usaha warung kecil beberapa anggota telah memiliki kios/warung yang lebih besar dari usaha semula. Kegiatan Pra KSP Sawargi Cikal merupakan murni kegiatan yang berasal dari, oleh dan untuk masyarakat, dengan demikian kegiatan ini telah memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki masyarakat. Potensi lokal berupa nilai-nilai luhur, seperti kejujuran, kepercayaan, hubungan yang baik antara sesama warga benar-benar dipertahankan. Sedangkan pada tahap memulai/mengembangkan usaha, masyarakat sebagai pelaku ekonomi melakukan Kajian Pengembangan Masyarakat 61 usaha ekonomi-produktif yang benar-benar digeluti dan diketahui sehingga prospek pasarpun dapat diperhitungkan. Hasil pemetaan sosial menunjukkan, kelurahan Cigadung mempunyai ciri yang unik pada masyarakatnya. Walaupun wilayahnya sudah termasuk wilayah perkotaan, namun pada masyarakat pribumi yang bertempat tinggal diperkampungan nilai-nilai kekerabatan, gotong royong masih dipegang. Kontrol sosial masyarakat terhadap warganyapun masih kuat. Dari hal-hal itulah yang merupakan potensi lokal yang dimiliki masyarakat kegiatan Pra KSP Sawargi Cikal masih terus berjalan dan berkembang.Keberhasilan progran Pra KSP ini tidak terlepas dari adanya kepercayaan yang diberikan anggota kepada pengurus dan kejujuran dari para pengurusnya sendiri. Evaluasi Kegiatan Koperasi Warga Keberadaan Pra KSP Sawargi Cikal telah memberikan manfaat besar bagi anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, kegiatan usaha ekonomi produktif pada sektor informal terbantu dengan adanya Pra KSP tersebut. Kegiatan pra KSP Sawargi Cikal merupakan kegiatan pengembangan masyarakat yang murni inisiatif maupun dananya dari masyarakat. Walaupun demikian, keterbatasan sarana, prasarana, serta belum adanya jaringan kerjasama dengan kelembagaan UKS yang lain, kondisi yang kurang mendukung untuk koperasi berkembang lebih optimal, masih ditemui dan menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatannya. Untuk pengembangan usaha ekonomi produktif yang banyak dilakukan warga masyarakat, maka perlu adanya perhatian aparat pemerintah lokal dalam perkembangan usaha warga dan melakukan pendampingan secara profesional, membangun jejaring yang lebih kuat dengan pengusaha besar (sebagai bapak angkat) dengan tujuan agar anggota mampu menciptakan relasi sosial dengan sumber-sumber lingkungan yang ada untuk keberlanjutan dan peningkatan usaha koperasi warga tersebut, dan melatih kader-kader kepengurusan koperasi agar manajemen koperasi dapat lebih baik lagi. Kajian Pengembangan Masyarakat 62 Ikhtisar Program Pengembangan Masyarakat Berdasarkan hasil evaluasi program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan di kelurahan Cigadung , yaitu Program Terpadu P2WKSS dan Program Pengembangan Masyarakat melalui Koperasi Simpan Pinjam Warga (KSP), diperoleh gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan partisipasi aktif komunitas (warga kelurahan Cigadung). Pada dasarnya kedua kegiatan tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan masyarakat melalui partisipasi aktif pada program kegiatan. Namun selanjutnya, kedua program pengembangan masyarakat tersebut dapat dibedakan baik dari proses ataupun pelaksanaannya. Program P2WKSS merupakan program pemberdayaan yang diprakarsai pemerintah, mempunyai ciri, sebagai berikut : 1. Program pemberdayaan masyarakat dimaksud merupakan program pemerintah pusat dengan penanggung jawab teknis ada di bawah Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Untuk selanjutnya sesuai dengan kebijakan otonomi daerah maka program tersebut diadopsi pemerintah daerah setempat disesuaikan dengan kondisi lokal. 2. Struktur dan mekanisme program telah diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis dengan landasan formal Surat Keputusan Gubernur dan Keputusan MENEG UPW. Juklak dan Juknis ini merupakan acuan utama pelaksana program di daerah dan sifatnya mengikat. 3. Keterlibatan masyarakat terbatas dalam pelaksanaan, sedangkan tahap perencanaan dan evaluasi dari Pemerintah lokal dan aparat Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemkot Bandung. 4. Sumber daya manusia mengandalkan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebagai supervisor dan pelaksana teknis di lapangan, terutama dalam melaksanakan tugas pendampingan dan intervensi sosial. 5. Pengendalian program ditinjau dari pencapaian target administratif, berupa pengembalian modal bergulir dan belum ada mekanisme pemantauan pencapaian Kajian Pengembangan Masyarakat 63 aspek-aspek fungsional, yang menunjukkan keberdayaan masyarakat dalam mengatasi masalah sosial dan kemiskinan di lingkungannya. 6. Dalam perkembangan program, banyak menghadapi masalah seperti penentuan kelompok sasaran yang dirasa tidak adil oleh masyarakat (karena orang –orang terdekat dengan aparat kelurahan yang mendapat bantuan), dana tidak digulirkan oleh kelompok, terjadi penyalah gunaan uang modal, pemaksaan jenis usaha ekonomi. Berbeda dengan struktur dan mekanisme program pemberdayaan yang diprakarsai pemerintah, maka program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, dalam eveluasi ini yakni KSP Sawargi Cikal pada umumnya dapat melepaskan diri dari keterikatan kepada struktur organisasi pemerintah secara vertikal maupun wilayah administrasi, sehingga koperasi simpan pinjam warga dapat lebih mengembangkan masyarakat sesuai dengan kebutuhan aktual masyarakat. Dengan demi kian dari eveluasi terhadap program pembangunan masyarakat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan pra koperasi warga merupakan salah satu sumber kesejahteraan sosial yang dipergunakan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung berlangsungnya kegiatan pengembangan masyarakat, yakni : 1. Nilai sosial kultural, seperti kehidupan masyarakat atas dasar kekerabatan, ketetanggaan, solidaritas sosial, norma dan nilai yang telah disepakati dan dipatuhi bersama. 2. Adanya Kelembagaan yang mewarnai kehidupan masyarakat. 3. Adanya motivasi dari beberapa tokoh masyarakat akan pentingnya perubahan dan kepedulian terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. 4. Adanya kepercayaan pada kelompok kelembagaan lokal yang dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan warga dan menangani permasalahan sosial yang terjadi di lingkungannya. Kajian Pengembangan Masyarakat 64 5. Adanya jiwa wiraswata yang dimiliki warga masyarakat, dapat di manfaatkan sebagai dasar terbentuknya kemandirian. 6. Adanya konflik yang berlangsung di masyarakat, dapat digunakan sebagai pendekatan pembangunan masyarakat. Kajian Pengembangan Masyarakat ANALISIS PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) Profil Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung. Masyarakat Kelurahan Cigadung merupakan ciri masyarakat kota dengan keanekaragaman penduduk/warga dan permasalahan-permasalahan sosial yang dimiliki seperti halnya masyarakat perkotaan di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kepadatan penduduknya yang disebabkan pertambahan jumlah penduduk cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, telah memunculkan berbagai permasalahan sosial; pengangguran, kenakalan anak/remaja, masalah lingkungan, semakin banyaknya jumlah penduduk yang menunjukkan ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan dasar, masalah kesehatan dan lain-lain. Permasalahan- permasalahan tersebut pada hakekatnya bermuara pada tingkat kemiskinan yang dialami penduduk, karena kemiskinan masih merupakan penyebab utama munculnya masalah sosial lainnya. Pada sisi lain kepadatan penduduk tersebut melahirkan kehidupan sosial yang khas. Secara fisik kedekatan sesama warga dan nilai serta norma yang tumbuh di masyarakat, mendasari hubungan sosial kekerabatan dan ketetanggaan cukup tinggi, sehingga mendukung terjadinya tindakan saling tolong menolong berdasarkan kekeluargaan dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang terjadi. Hal itu pula yang mendukung munculnya pengelompokan-pengelompokan masyarakat secara partisipatif, yang dapat berfungsi sebagai wadah bagi pemenuhan kebutuhan manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial sekaligus keagamaan. Wadah, media maupun wahana tersebut berupa kelembagaan sosial yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. Berdasarkan hasil kajian, telah tumbuh dan berkembang berbagai kelembagaan usaha kesejahteraan sosial. Pola kelembagaan UKS tersebut selanjutnya telah menciptakan mekanisme pemecahan masalah. Pendayagunaan kelembagaan- kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial yang terdapat di masyarakat secara Kajian Pengembangan Masyarakat 66 maksimal, dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya keluarga miskin. Melalui media, wahana kelembagaan UKS yang ada, aspirasi dan keinginan masyarakat dapat tersalurkan dalam upaya melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat ataupun mengatasi masalahmasalah sosial yang terjadi. Pelaksanaan kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat di lokasi kajian, dilaksanakan melalui wadah/wahana berupa perkumpulan, kelompok, yang terbentuk secara alamiah seperti kelompok rereongan RW 09, kelembagaan UKS yang sengaja dibentuk oleh pemerintah seperti : PKK dan LPM, ataupun kelembagaan murni swadaya masyarakat seperti : kelompok pengajian dan Koperasi Warga. Profil kelembagaan-kelembagaan UKS yang terdapat di lokasi kajian dan menjadi fokus kajian peneliti, sebagaimana diuraikan berikut ini : Kelompok Rereongan Di propinsi Jawa Barat, sejak lama telah dikenal nilai-nilai budaya (khususnya Sunda) yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat untuk mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya.Perilaku prososial yang telah lama dikenal diwujudkan dalam falsafah silih asih, silih asah dan silih asuh. Secara harfiah artinya : saling mengasihi, saling memberi dan saling mengasuh diantara warga masyarakat, baik dalam kehidupan keluarga, tetangga, kelompok maupun kehidupan bermasyarakat. Demikian halnya dengan masyarakat kelurahan Cigadung, walaupun kehidupan perkotaan sangat heterogen namun nilai-nilai dan norma tersebut masih hidup dan terpelihara dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan nilai budaya tersebut, beberapa perilaku sosial yang khas diwujudkan dalam bentuk : (1) adanya kerjasama dalam mengerjakan kegiatan kemasyarakatan, berupa gotong royong seperti : kegiatan kerja bakti untuk membangun sarana prasarana sosial (misal perbaikan saluran air, pembangunan Masjid, pembangunan MCK), kegiatan bersama menghadapi perayaan hari kemerdekaan, dan lain-lain, (2) Kajian Pengembangan Masyarakat musyawarah dalam memecahkan masalah 67 kemasyarakatan yang terlihat dari rapat-rapat atau pengajian antar warga, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat kelurahan ; untuk menyelesaikan masalah kemasyarakatan, seperti menyelesaikan masalah pemuda pengangguran yang sering mabuk-mabukan, membantu warga masyarakat yang terlibat dalam pertikaian, dan lain-lain, (3) saling menolong antar tetangga, yang terlihat dari spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya yang terkena musibah; sakit, meninggal, kecelakaan ataupun membantu dalam kegiatan anggota masyarakat seperti : merayakan pesta pernikahan, khitanan, ataupun membangun rumah. Perwujudan nilai budaya tersebut, berupa kepedulian masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial, di Bandung di kenal sebagai kegiatan beras perelek (mengumpulkan beras sekitar satu sendok) setiap bulan yang dikumpulkan di tiap rukun tetangga masing-masing. Hasil pengumpulan beras tersebut digunakan untuk menolong anggota masyarakat yang termasuk golongan miskin dan mengatasi permasalahan sosial lainnya yang membutuhkan dana/sarana yang siap pakai. Di lokasi kajian, kegiatan serupa juga dilakukan masyarakat namun dalam bentuk yang berbeda. Warga menyebut kegiatannya sebagai kegiatan rereongan. Kegiatan rereongan bertujuan memupuk dan melestarikan sikap hidup masyarakat Jawa Barat yang berasaskan kebersamaan, solidaritas dan gotong royong. Kegiatan pengumpulan dana masyarakat tidak lagi berupa beras, melainkan dalam bentuk uang. Dalam upaya memenuhi kebutuhan/menangani permasalahan sosial yang terjadi, masyarakat RW 09 telah melaksanakan kegiatan pengumpulan berbagai jenis dana masyarakat setiap bulan ditingkat RT dan RW. Kegiatan pengumpulan dana tersebut, antara lain dilakukan melalui : dana kebersihan sampah, dana keamanan, dana kematian, dana yang diperuntukan bagi warga masyarakat yang sakit, dan dana lainnya yang dikumpulkan secara intensif. Kegiatan pengumpulan dana terbagi dalam dua bentuk, yakni dana rutin yang merupakan iuran rutin tiap bulan dari warga, dan pengumpulan dana insindentil atau sewaktu-waktu. Warga sewaktu-waktu dimintai kerelaannya untuk memyumbang untuk menanggulangi permasalahan yang sifatnya mendesak, seperti perbaikan saluran air, perbaikan jalan kampung ataupun Kajian Pengembangan Masyarakat 68 untuk persiapan pelaksanaan hari-hari besar nasional. Besarnya sumbangan sukarela (di luar iuran rutin tiap bulan) tidak ditentukan, berdasarkan kerelaan dan kesanggupan masing-masing warga. Hasil wawancara mendalam dengan pengurus kegiatan rereongan RW 09 diperoleh informasi, nilai rupiah sumbangan masyarakat untuk iuran rutin dari kegiatan rereongan setiap bulannya berkisar antara Rp. 2.000.- - Rp. 10.000.- (tidak termasuk sumbangan spontan para penghuni kompleks perumahan menengah ke atas yang berada di RT 02 RW 09). Ini menunjukkan bahwa besarnya sumbangan masyarakat tidak terbatas sebesar Rp. 2.000.- saja, melainkan bervariasi. Sebanyak 48 % responden dari keseluruhan warga RW 09 yang menyumbangkan setiap bulannya lebih dari Rp. 2.000.-. RW 09 Kelurahan Cigadung itu sendiri terdiri dari 6 RT selanjutnya dana-dana kegiatan yang terkumpul dikelola pengurus (RW dan para ketua RT). Diperoleh pula informasi, sebagian besar masyarakat menyatakan setuju mengenai kegiatan pengumpulan dana tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ty (responden) penjual bubur ayam warga RT 02 : “ Abdi ngaraos kabantos ku kagiatan rereongan nu aya. Icalan bubur oge modal awalna, abdi nambut ka dana kas rereongan RW 09, sa ageung Rp.100.000.-. Nuhun, Alhamdulilah teu aya bungaan, tiasa dicicil 10 kali janten teu abot teuing. Ku sabab kitu sim abdi ngadukung kana kagitan rereongan teh.” (Saya merasa terbantu dengan kegiatan rereongan yang ada. Jualan bubur juga modal awalnya diperoleh dari pinjaman kas rereongan RW 09 sebesar Rp. 100.000.-. Terima kasih, Alhamdulillah tidak ada bunga, dapat dicicil 10 kali, jadi tidak terlampau berat.Untuk itu saya sangat mendukung dengan kegiatan rereongan tersebut). Menurut informasi dari pengurus RT dan RW selaku pengelola kegiatan rereongan, bahwa kegiatan ini walaupun sifatnya sebatas tradisi tetapi sangat dirasakan manfaatnya bagi warga masyarakat, terutama bagi keluarga tidak mampu/miskin. Seperti diungkapkan oleh Pak Eks (responden) ketua RT 06 : “Kagiatan rereongan ieu teh tos lami dilaksanakeun di RW 09, namung intensif na mah nembe tahun 2000 kadieukeun. Maksadna mah diayakeun pengumpulan dana teh kanggo ngagalang partisipasi wargi pikeun saling peduli ka sasami wargi.Dana nu kakempel tina kagiatan rutin atawa sukarela teh, sadayana kanggo kasejahteraan warga khususnya kanggo wargi teu mampu.Alhamdulillah geuning, tina kagiatan rerongan teh tos aya buktosna nyaeta perbaikan jalan kampung, ngadamel jamban Kajian Pengembangan Masyarakat 69 umum kanggo antisipasi musim halodo, pan di rw 09 mah sok saat sumur-sumur warga teh, sareng eta kagiatan anak asuh. Harepanna mah mudah-mudahan kagiatan ieu teh sing langgeng sareng aya parhatian pamarentah supados aya kasinambunganana kagiatan teh”. (Kegiatan rereongan ini sudah lama dilaksanakan di RW 09, tapi secara intensif baru berjalan sejak tahun 2000. Maksud kegiatan ini untuk menggalang patisipasi warga agar saling peduli terhadap sesama warga. Dana yang terkumpul dari kegiatan rutin ataupun sukarela, seluruhnya untuk kesejahteraan warga khususnya warga tidak mampu. Alhamdulillah, dari kegiatan ini sudah ada bukti berupa perbaikan jalan kampung, pembuatan MCK umum untuk antisipasi musim kemarau kan di wilayah RW 09 sumur-sumur penduduk kering pada musim tersebut dan untuk kegiatan anak asuh. Harapannya semoga kegiatan ini dapat berjalan langgeng dan ada perhatian pemerintah untuk kesinambungan kegiatan). Hasil kajian menunjukkan, bahwa masyarakat mau secara sukarela menyumbangkan dana karena adanya manfaat dan kegunaan langsung dari dana tersebut. Hal yang dianggap penting yang perlu diungkapkan peneliti di sini adalah bahwa kegiatan rereongan walaupun sifatnya informal, terbukti telah banyak membantu kegiatan pembangunan di wilayah tersebut. Sebagaimana penuturan salah seorang warga di atas bahwa jalan-jalan kampung di RW 09 yang belum tersentuh oleh kegiatan pembangunan dari pemerintah (kondisi wilayah RW sebagian besar terdiri kampung-kampung dengan padat penduduk dan tinggal di gang-gang sempit) adalah hasil swadaya masyarakat (kegiatan rereongan) begitu pula jamban (MCK) umum yang berada di perkampungan, dananya berasal dari sumbangan warga. Kegiatan penanganan kemiskinan yang ada di wilayah RW 09 berupa pemberian alatalat sekolah bagi anak dari warga tidak mampu, program anak asuh yang dilakukan kelompok rereongan bekerja sama dengan warga mampu dari wilayah yang sama ( warga penghuni kompleks perumahan yang berlokasi di RT 02 RW 09). Gerakan rereongan menjadi sangat penting sebagai salah satu upaya yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yang prakarsanya tumbuh, dari ,oleh dan untuk masyarakat. Namun dari hasil kajian juga menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kekurang berhasilan gerakan tersebut, yakni : (1) adanya pergeseran nilai budaya, karena keberadaan wilayah Cigadung sebagai salah satu sudut wilayah kota Bandung yang pesat dengan berbagai informasi/nilai budaya lain, (2) kepengurusan yang kurang jelas (belum ada struktur organisasi), (3) Kajian Pengembangan Masyarakat 70 kurangnya informasi penggunaan dana, (4) kinerja pengelola kegiatan yang belum optimal, (5) kurangnya dukungan dari pemerintah lokal dan instansi terkait. Koperasi Warga (KOPAGA) dan Program Bantuan Kredit Mikro PPMK Profil kelembagaan UKS yang bergerak di bidang ekonomi dan menjadi fokus kajian yakni : (1) koperasi warga (KOPAGA), merupakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial murni hasil swadaya masyarakat, dan (2) bantuan kredit mikro yang merupakan dana bantuan dari pemerintah Kota Bandung ditujukan bagi masyarakat ekonomi lemah (miskin) dan bagian dari program pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK) dengan penyelenggara LPM Kelurahan. KOPAGA yang tumbuh dan berkembang saat ini, berawal dari munculnya rasa keprihatinan tokoh-tokoh masyarakat RW 02 (Ketua RW beserta Stafnya) yang melihat banyak warganya yang kurang mampu (miskin) terlilit hutang pada rentenir. Bunga pinjaman yang ditawarkan oleh rentenir tersebut sangat mencekik, dimana pinjaman dibayar secara mencicil tiap hari berikut bunganya. Karena terdesak oleh keadaan ekonomi yang sulit, banyak warga pada sebelum lahir Pra Koperasi tersebut terjerat sistem hutang para rentenir. Sebagaimana dikisahkan oleh Bapak Spm (responden) : “Saya termasuk salah seorang penggagas berdirinya Koperasi Wraga bersama tokoh masyarakat RW 02 saat itu. Saya merasa sangat prihatin melihat banyak warga terjerat hutang pada rentenir, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ataupun modal usaha. Alih-alih, mau dapat untung dan usaha yang dilakukan bisa berkembang. Kenyataannya banyak usaha yang dilakukan warga jadi bangkrut karena kesulitan membayar bunga pinjaman yang besar.Disitulah, melalui rembugan warga, kami sepakat mendirikan Koperasi Simpan Pinjam ini”. Keberhasilan kegiatan KOPAGA terbukti dengan makin banyaknya jumlah anggota, KOPAGA saat ini beranggotakan sebanyak 250 orang yang terdapat tidak hanya di RW 02 saja, melainkan beberapa wilayah RW di Kelurahan Cigadung bahkan ada sebagian kecil anggota KOPAGA berasal dari kelurahan lain terdekat. Kekayaan/asset yang dimiliki KOPAGA saat ini terhitung per 31 Desember 2004 sebesar kurang lebih Rp.400.000.000,00.- (empat ratus juta rupiah) berikut asset fisik. Kajian Pengembangan Masyarakat 71 Sedangkan untuk kepengurusan KOPAGA sendiri dipilih berdasarkan hasil musyawarah/kesepakatan seluruh anggota. Kegiatan KOPAGA sampai saat ini, masih berupa kegiatan simpan pinjam yang diperuntukkan baik sebagai modal usaha ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari kegiatan yang dilaksanakan, sudah banyak membantu warga masyarakat yang melaksanakan kegiatan usaha ekonomi-produktif, seperti : berdagang warungan, PKL, bisnis pakaian jadi yang dikirim ke luar kota Bandung, dan lain-lain. Ataupun membantu warga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari : sandang, pangan, kesehatan dan pendidikan. Dalam pelaksanaan kegiatan, sistem nilai yang dipergunakan berupa nilai-nilai kekerabatan, kejujuran dan saling percaya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu El (responden) : “Sanes teu aya hambatan dinu ngajalankeun koperasi ieu. Kredit macet mah tos biasa, namung abdi sareng pengurus koperasi, dinu ngahadepan masalah kredit macet teh, sistem kekeluargaan nu di anggo. Anggota nu kreditna macet, ditepangan, ditaroskeun naon panyababna sareng kedah kumaha jalanna supados cicilan teh tiasa lancar, nya di musyawarahkeun. Kadang abdi mah, sawios sabaraha sanggemna anggota tiasa nyicil, misalna Rp. 2.000.- sadinten kanggo pinjaman sa ageung Rp. 1.000.000.-, sawios, tetep dicatet/dibukukeun. Ya . . . . Alhamdulillah, nganggo cara eta nepikeun dinten ieu koperasi teh masih lancar kagiatanana”. (Bukan tidak ada hambatan dalam menjalankan koperasi ini. Kredit macet sudah biasa, tetapi saya dan pengurus koperasi, dalam menghadapi anggota yang mempunyai kredit macet, ditemui di rumahnya, ditanya apakah penyebab kemacetan kreditnya dan dimusyawarahkan. Kadang-kadang saya menerima cicilan berapa saja sesuai kesanggupan anggota, misalnya Rp. 2.000.- sehari untuk pinjaman sebesar Rp. 1.000.000.-, biarlah tetap dicatat dan dibukukan. Ya . . . . Alhamdulillah, dengan memakai cara demikian sampai saat ini koperasi masih lancar kegiatannya ). Sebagaimana diuraikan di atas keberadaan KOPAGA Kelurahan Cigadung telah memberikan manfaat besar bagi para anggotanya yang sebagian besar berasal dari warga/masyarakat kalangan tidak mampu (miskin), tidak saja dalam bentuk ekonomi (uang) tetapi juga secara sosial, yakni adanya hubungan (interaksi) sesama anggota untuk saling mendukung, saling percaya sehingga kegiatan koperasi dapat terus berjalan dengan lancar. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Spa (responden) di RW 02 sebagai berikut : Kajian Pengembangan Masyarakat 72 “Abdi kantos jadi anggota koperasi ti awal ngadegna koperasi ieu. Tambutan abdi ka koperasi teh kanggo keperluan barudak sakola. Ya . . . Alhamdulillah kabantos pisan. Ayeuna mah, parantos bareres sakola barudak. Janten teu kedah nambut-nambut deui, kantun nyimpenlah sakedik-sakedik, lumayan tiasa kanggo mantosan anggota nu sanes”. (Saya sudah menjadi anggota koperasi sejak awal berdirinya koperasi. Saya pinjam ke koperasi untuk keperluan sekolah anak-anak saya. Saya sangat terbantu, Alhamdulillah.Sekarang, sekolah anak-anak sudah selesai, ke koperasi tinggal menyimpan walaupun sedikit-sedikit, lumayan bisa membantu anggota Koperasi yang lainnya). Dalam perjalanan kelembagaan koperasi walaupun sudah berjalan lama, namun para pengurus dan anggota tidak menginginkan status koperasi mereka menjadi berbadan hukum, dengan alasan terlalu banyak prosedur yang berbelit-belit nantinya. Dengan kesederhanaan pola pikir para warga, menginginkan kalau KOPAGA yang mereka miliki tetap saja begitu (alamiah, tidak berbadan hukum). Dari hasil wawancara dengan pengurus koperasi dan observasi di lapangan, diperoleh pula keterangan bahwa koperasi sampai saat ini belum memiliki gedung sendiri, kesekretariatan masih meminjam salah satu ruang di rumah Ibu Eli (bendahara). Hal itu menjadi kendala bila mana RAT (rapat anggota tahunan) mau dilaksanakan, demikian juga dengan masalah dana; masih dirasakan minim untuk dapat memenuhi keinginan anggota, sehingga pinjaman dalam jumlah besar, diatas Rp. 5 juta selalu harus menunggu giliran dan kesepakatan dari beberapa anggota koperasi. Hal lain yang dirasakan sebagai masalah organisasi, oleh pengurus koperasi adalah masalah kaderisasi pengurus. Pengurus KOPAGA yang ada sekarang, masih kelanjutan dari pengurus lama (keadaannya saat ini sudah tua-tua, walaupun masih sehat). Pengurus sangat berharap ada bimbingan dari pemerintah setempat (kelurahan) untuk mengadakan pelatihan manajemen koperasi dalam upaya kaderisasi, karena hal tersebut sulit dilaksanakan sendiri dengan berbagai persoalan: waktu yang sempit dari pengurus untuk melakukan kegiatan lain, tidak mempunyai tempat untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan ataupun pengetahuan lain yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelatih. Keinginan lain dari pengurus KOPAGA adalah seperti yang diungkapkan oleh Bapak Spm (Ketua KOPAGA) : Kajian Pengembangan Masyarakat 73 “Abdi sareng pengurus nu sanes, kahoyongna mah ieu koperasi teh tiasa dikembangkeun deui. Sanes koperasi simpan pinjam wungkul, lamun tiasa mah koperasi sembako kanggo para anggota. Namung nya eta teu gaduh modal, teras kahoyong deui teh pamarentah tiasa ngabimbing anggota-anggota koperasi nu ngajalankeun usaha ekonomi-produktif, sapertos usaha dagang, usaha ngadamel tuangeun atanapi usaha peternakan alit-alitlah. Tujuannana ya . . . supados usaha nu di jalankeun tiasa nambih sae perkembangannana”. (Saya bersama pengurus koperasi yang lain, mempunyai keinginan koperasi ini bisa lebih dikembangkan, tidak hanya koperasi simpan pinjam, tetapi kalau dapat koperasi sembako (9 bahan pokok) untuk para anggota. Tetapi yaitu kami tidak mempunyai modal cukup untuk itu.Keinginan lain, yakni pemerintah dapat meberikan bimbingan kepada anggota koperasi yang melaksanakn Usaha Ekonomi-Produktif, dagang, usaha pembuatan makanan ringan ataupun usaha beternak kecil-kecilan. Tujuannya, Ya . . . supaya usaha yang dijalankan dapat lebih baik perkembangannya). Kegiatan pengembangan masyarakat lain dalam bidang ekonomi dan ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah (miskin), yakni bantuan kredit mikro dari Pemerintah Kota yang merupakan bagian dari program pengembangan masyarakat kelurahan (PPMK). Program ini terselenggara dibawah koordinasi Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Bandung, dan dilaksanakan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Cigadung. Pelaksanaan program PMK dimulai sejak tahun 2003 sampai saat ini. Sasaran kegiatan meliputi pembangunan fisik, sosial dan ekonomi di tingkat kelurahan. Pembangunan ekonomi ditujukan pada masyarakat ekonomi lemah (miskin) berupa Bantuan Kredit Mikro, dimana dalam pelaksanaannya dikelola oleh LPM. sedangkan kegiatan pembangunan fisik diprioritaskan pada pembangunan yang tidak terjangkau oleh instansi teknis seperti Dinas Perumahan dan Dinas Pekerjaan Umum. Pembangunan tersebut meliputi perbaikan jalan-jalan perkampungan/gang, perbaikan gorong-gorong dan got, serta perbaikan sarana pos keamanan. Untuk pembangunan sosial meliputi pembinaan remaja masjid, PKK serta pembinaan olah raga dan kesenian. Alokasi dana kegiatan PPMK untuk setiap kegiatan sebesar 60 % untuk pembangunan fisik, 20 % pembangunan sosial serta 20 % untuk ekonomi. Hasil pemetaan di lokasi kajian menunjukkan bahwa kegiatan bantuan kredit mikro dari PPMK, nampaknya belum mampu berfungsi untuk memberdayakan masyarakat walaupun memiliki komitment terhadap pelayanan publik, terutama pada masyarakat yang tidak mampu (miskin). Hal tersebut ditunjukkan dengan Kajian Pengembangan Masyarakat 74 diperolehnya informasi dari warga golongan miskin bahwa untuk mendapat kredit dari program PPMK, prosedurnya terlalu berbelit hanya sebagian kecil golongan miskin yang mendapat bantuan. Seperti yang dituturkan Eby (informan) warga RW 04 : “Padamelan abdi mah kuli bangunan, tos gaduh putera 3 (tilu), terang nyalira, sabaraha sih kenging ti nguli teh, nya asal cekap kanggo tuang sadidinten tos alhamdulillah.Abdi kantos ngadangu, aya banosan kredit saurna ti pamarentah tapi duka atuh kumaha carana supados kenging bantuan teh. Ari kana LKMD/LPM abdi terang, pan eta pangurusna anu sok ngajakan kerja bhakt:;ngabarantas sarang nyamuk atawa kerja bhakti kanggo nyiapkeun ngareah-reah kamerdekaan tea (17 Agustus) kamari, jeung sajabana. Namung salah saurang pangurus LPM teh aya nu ngalola dana bantuan kredit ti pamarentah, abdi teu acan terang”. (Pekerjaan saya sebagai kuli bangunan, sudah mempunyai anak 3 (tiga). Tahu sendiri, berapa penghasilan sebagai kuli bangunan ?. Asal cukup untuk makan, sudah Alhamdulillah.Saya juga dengar ada bantuan kredit buat warga tidak mampu dari pemerintah, tapi saya tidak tahu bagaimana cara mendapatkan bantuan tersebut. Kalau tentang LKMD/LPM saya tahu, itu pengurus yang suka mengajak kerja bhakti; pemberantasan sarang nyamuk, atau kerja bhakti untuk menyambut parayaan 17 Agustus. Tapi kalau ada pengurus LPM yang mengelola dana bantuan kredit, saya tidak tahu). Disamping itu sistem nilai yang dimiliki LPM sebagai lembaga pengelola dana, yakni tolong menolong, kebersamaan serta partisipasi aktif masyarakat belum sepenuhnya dimanfaatkan. Demikian juga mekanisme pemberian bantuan, tidak berasal dari bawah (masyarakat) melainkan berdasarkan hasil musyawarah Dewan Kelurahan, walaupun sebelumnya sudah ada proses pendataan tentang siapa yang layak mendapat bantuan. Fakta yang diperoleh di lokasi kajian, bahwa kegiatan pemberian bantuan modal kredit bagi warga miskin tidak membantu kelembagaan yang ada (LPM) optimal dipergunakan, kapasitas lembaga fungsinya hanya sebatas lembaga pendonor. Keterlibatan RW, RT dan tokoh masyarakat sebagai mitra kerja dari LPM juga tidak ada, sehingga sosialisasi kegiatan kepada masyarakat tidak sampai. Seperti apa yang dituturkan oleh Bapak Dja (responden) pengelola dana bantuan yang juga salah satu pengurus LPM : “Sumuhun abdi nu dipercanten nyepeng dana bantuan kredit teh ku Dewan Kelurahan sareng diawasi langsung ku fasilitator ti Kacamatan. Namung perkawis saha-saha Kajian Pengembangan Masyarakat 75 warga nu kenging bantosan, eta hasil musyawarah di Dewan Kelurahan. Janten abdi mah, kantun ngalaksanakeun sareng nyerat pembukuannana”. (Benar, saya dipercaya pegang dana bantuan kredit oleh Dewan Kelurahan dan diawasi langsung oleh fasilitator dari Kecamatan. Tetapi kalau penentuan siapa-siapa yang memperoleh bantuan, itu berdasarkan hasil musyawarah di Dewan Kelurahan. Jadi saya hanya tinggal melaksanakan dan mencatat pembukuannya). Kelembagaan Sosial : PKK dan LPM Kelembagaan lain di kelurahan Cigadung yang keberadaan serta fungsinya benar-benar dirasakan manfaatnya yaitu Kelembagaan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Kedua kelembagaan sosial tersebut merupakan lembaga bentukan pemerintah yang dibentuk/didirikan dengan tujuan untuk membantu dalam pelaksanaan program pembangunan di wilayah tersebut. Meskipun demikian, hasil kajian menunjukkan bahwa kiprah selanjutnya dari kedua kelembagaan tersebut banyak diprakarsai masyarakat. PKK merupakan kelembagaan sosial tertua yang dimiliki pemerintahan kelurahan tersebut, sejak didirikan tahun 1972 oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat Kawat No. Sus 3/6/12 . Gerakan PKK yang dimotori oleh kaum perempuan telah banyak memberikan perubahan yang cukup berarti bagi masyarakat pada umumnya dan kaum perempuan (keluarga) pada khususnya. Hasil kajian menunjukkan, meskipun dalam kiprahnya Gerakan PKK tersebut tersendat-sendat namun sampai saaat ini masih tetap eksis dan diakui keberadaannya oleh masyarakat. Diperoleh informasi bahwa untuk dapat terlaksananya kegiatan Posyandu satu kali dalam sebulan, para kader PKK di tingkat RW biasanya secara sukarela ikut menyumbang dalam pembuatan makanan tambahan (bubur kacang hijau) karena dana dari kelurahan tidak mencukupi bahkan seringkali tidak ada, sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan. Dalam visi dan misi gerakan PKK memang tidak tertulis secara langsung meningkatkan kesejahteraan sosial keluarga miskin, namun secara tersurat sebenarnya hal tersebut telah terwakili. Seperti yang tertuang dalam visi gerakan PKK, yakni “terwujudnya keluarga yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Kajian Pengembangan Masyarakat 76 Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, sehat, sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan”. Selanjutnya, dari hasil wawancara dan observasi di lapangan juga ditemukan bahwa persepsi dan antusias masyarakat terhadap gerakan kelembagaan sosial ini cukup tinggi. Gerakan PKK tidak hanya merangkul para ibu rumah tangga dari kalangan keluarga tidak mampu, tetapi juga partisipasi aktif dari kalangan ibu-ibu dari kalangan menegah ke atas, biasanya justru berperan sebagai tokoh/kader dari garakan PKK. Bahkan di beberapa RW lokasi kajian ditemukan, kegiatan Posyandu dan Posbindu tiap bulan yang merupakan penjabaran salah satu dari 10 program pokok PKK, yakni kesehatan, setengah dari dana kegiatan tersebut berasal dari sumbangan sukarela ibu-ibu kader ditambah swadaya RW masing-masing, dan tidak lebih 25 % yang merupakan sumbangan pemerintah kelurahan. Hasil pemetaan menunjukkan, gerakan PKK tidak sebatas melaksanakan kegiatan Posyandu saja, tetapi juga 10 program pokok PKK sudah berusaha untuk dilaksanakan, seperti yang dituturkan oleh Ibu Ttg (responden) ketua kader PKK kelurahan : “Kami pengurus PKK tingkat kelurahan beserta pengurus dibawahnya (RW dan RT) telah berupaya menggalang partisipasi aktif warga untuk bersama-sama mensukseskan 10 program PKK Dan saya rasa, hal tersebut telah terwujud walaupun tingkat keberhasilannya belum terlihat nyata. Hal tersebut terbukti dengan terbentuknya kelompok Dasa Wisma di tiap-tiap RW, Juga hasil nyata dari kegiatan Posyandu yang terlihat di Kelurahan Cigadung, Al-hamdulillah balita-balita yang ada, meskipun berasal dari keluarga miskin, mereka cukup sehat. Kasus busung lapar ataupun polio, tidak ada di wilayah kami”. Diperoleh pula informasi bahwa untuk membantu perekonomian ibu-ibu rumah tangga tidak mampu, dari kelompok-kelompok dasa wisma yang terbentuk di RW 09, 10 dan 13 dan dengan didukung oleh dana proyek program P2WKSS telah diberikan pelatihan-pelatihan keterampilan untuk berwirausaha, seperti : keterampilan menjahit, membuat jajanan ringan dan tata rias. Pada akhir pelatihan masing-masing kelompok Dasa Wisma tersebut memperoleh bantuan untuk modal usaha dalam bentuk uang dan sarana : mesin jahit, mesin obras, ataupun perlengkapan untuk merias. Kajian Pengembangan Masyarakat 77 Untuk bidang sosial, gerakan PKK juga telah berupaya mengadakan penyuluhan tentang bagaimana cara membina keluarga yang baik, pendidikan anak ataupun memelihara kelestarian lingkungan, bagaimana menciptakan lingkungan sekitar menjadi sehat, dan lain-lain. Berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa warga masyarakat yang aktif mengikuti kegiatan Posyandu serta kegiatankegiatan lain yang dilaksanakan tim PKK kelurahan, diperoleh informasi sebagaimana dituturkan oleh Cch (informan) dan Wt (informan) warga RW 05 : Cch Wt : “Abdi ngadukunglah kana kagitan PKK, Sae keleresan 2 murangkalih abdi masih balita. Unggal bulan abdi ka Posyandu, nimbang sareng imunisasi barudak. Gratis, al-hamdulillah. Sareng eta kagiatan di Posyandu sanes kanggo panimbangan wae, tapi oge panyuluhan ti dokter/mantri kasehatan. Janten kanggo abdi, jalmi alit karaos pisan manfaatna, lamun kedah kadokter klinik mah kan kedah gaduh artos heula” (Saya mendukung dengan kegiatan PKK, bagus kebetulan 2 anak saya masih balita. Setiap bulan saya bawa ke Posyandu, Menimbang dan immunisasi. Gratis alhamdulillah. Kegiatan di Posyandu tidak hanya penimbangan, tetapi juga penyuluhan dari dokter/mantri kesehatan. Jadi buat saya orang tidak mampu terasa benar manfaatnya, kalau harus ke dokter atau klinik harus punya uang terlebih dahulu). : “Abdi ngiringan kagitan PKK teh, tadina ukur ngiring-ngiring kitu wae, tapi diemut-emut teh . . lumayan oge, nambah pengetahuan. Abdi salah saurang pangurus Posyandu ‘Melati’ (RW 05), abdi oge anggota kelompok Dasa Wisma nu kenging bantosan kanggo modal usaha, ngadamel jajanan ringan : cheese stick.Ya. lumayan tiasa nambih-nambih balanja dapur, caroge abdi mah ngan ukur tukang bangunan, panghasilannana teu tiasa ditangtoskeun” (Saya ikut kegiatan PKK tadinya Cuma ikut-ikutan saja. Tapi dipikir-pikir lumayan juga, nambah pengetahuan. Saya salah satu pengurus Posyandu ‘Melati’ (RW 05). Saya juga anggota kelompok Dasa Wisma yang dapat bantuan untuk modal usaha membuat jajanan ringan : cheese stick. Ya . . . lumayan bisa untuk nambah-nambah belanja dapur. Suami saya Cuma seorang tukang bangunan yang penghasilannya tidak menentu). Berdasarkan hasil wawancara dan pemetaan sebagaimana tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelembagaan PKK merupakan kelembagaan sosial yang paling dikenal dan diakui keberadaannya di masyarakat. Masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan PKK. Interaksi yang terjadi antara sesama anggota ataupun pengurus berlangsung secara kekeluargaan dan akrab. Dalam beberapa kegiatan ditemui, penyampaian sosialisasi kegiatan umumnya disampaikan melalui loud speaker masjid dan dari Kajian Pengembangan Masyarakat 78 mulut ke mulut (informal). Undangan secara tertulis bilamana pelaksanaan kegiatan dilakukan di tingkat kelurahan. Struktur organisasi sudah ada, namun perlu pembenahan lagi karena susunan pengurus umumnya cenderung ibu-ibu yang sudah paruh baya, perlu kaderisasi. Hal tersebut berkaitan dengan mobilitas organisasi, sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan PKK juga belum ada. Rapat pertemuan anggota biasanya dilaksanakan di rumah Ibu RW ataupun rumah pengurus lainnya yang bersedia dipakai. Demikian juga dana kegiatan yang minim menyebabkan kendala dalam beberapa kegiatan, seperti : keinginan dari para pengurus PKK untuk lebih mengembangkan usaha ekonomi-produktif yang telah dilakukan kelompok-kelompok Dasa Wisma dalam pembuatan jajanan ringan, banyak usaha mandeg di tengah jalan karena kehabisan modal. Kelembagaan lain yang dekat dengan kehidupan masyarakat yakni LKMD/LPM. Kegiatan-kegiatan LPM yang banyak bersentuhan dengan bidang kemasyarakatan, menyebabkan masyarakat tidak canggung lagi untuk aktif berperan serta di setiap kegiatannya.Ada 2 (dua) kegiatan ekonomi yang ditujukan bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah dimana LPM berperan sebagai mediator bagi kegiatan tersebut, yaitu program P2KP dan Bantuan Kredit Mikro. Namun sayang di kelurahan Cigadung, kedua program pembangunan tersebut tidak berhasil memberdayakan masyarakat. Hasil pemetaan diperoleh informasi, fungsi LPM dalam 2 (dua) kegiatan tersebut tidak lebih hanya sebagai tenaga pencatat pada pembukuan mengenai keluar masuknya dana. LPM beserta pengurus ke bawah (RW, RT) tidak diberikan kewenangan dalam pengelolaan dana tersebut, bahkan nama-nama penerima bantuan sudah terlebih dahulu ditentukan. Kegiatan-kegiatan LPM selama ini sebatas pembinaan/kegiatan sosial terhadap warga masyarakat seperti : kerja bhakti, siskamling, pembinaan terhadap remaja, menyelenggarakan kegiatan/perayaan keagamaan dan nasional dan lain-lain. Sebagai suatu kelembagaan formal, LPM telah memiliki struktur organisasi yang jelas, ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota (dari RW yang Kajian Pengembangan Masyarakat 79 ada). Namun dalam pelaksanaannya, LPM tidak mempunyai pogram kerja yang jelas, tergantung situasi dan kondisi. Demikian pula dana untuk menunjang kegiatan, dana yang dimiliki LPM hanya sesaat dan sifatnya pragmatis, ada kegiatan ada dana, selesai kegiatan habis. Program-program pembangunan dengan pelaksana LPM semuanya merupakan program pemerintah, penggunaan anggaran dimana perencanaan pembangunan pembangunan, semuanya sudah pengelolaan ditetapkan, dan tinggal melaksanakan instruksi. Sementara untuk program pengembangan masyarakat yang berasal dari inisiatif masyarakat, LPM telah berupaya mengkoordinir keinginan warga berupa : pemb uatan proposal bantuan kepada Pemerintah Daerah setempat, namun sampai saat ini belum direalisasikan, seperti : pembuatan pipanisasi di RW 09 (perkampungan masyarakat menengah ke bawah), dimana wilayah tersebut pada saat musim kemarau (sekitar bulan Juni s/d Oktober) sumur-sumur penduduk banyak yang kering. Penduduk memanfaatkan seke (sumber mata air) yang debit airnya cukup banyak untuk keperluan sehari-hari. Dari sumber air seke itulah penduduk berharap diadakan pipanisasi ke tiap-tiap rumah warga. Kesulitan air bersih hampir merata di seluruh wilayah RW 09, dimana dari permasalahan air tersebut dapat menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya. Dari hasil pemetaan, menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengenal akan keberadaan LPM, namun dalam kiprahnya kapasitas yang dimiliki oleh LPM belum optimal digunakan, seperti adanya modal sosial yang dimiliki warga berupa kejujuran, nilai kekeluargaan dan saling percaya. Kelompok Pengajian Al-Mutazam Berdasarkan hasil kajian diperoleh gambaran perkembangan kelompok Pengajian Al-Mutazam. Latar belakang terbentuknya kelompok pengajian AlMutazam dimulai dari sekelompok pengajian ibu-ibu kompleks perumahan UNPAD II yang selalu mengadakan kegiatan keagamaan, pengajian, ceramah, pengumpulan zakat dan sodaqoh, dan lain-lain, bergiliran dari rumah ke rumah. Selanjutnya dari Kajian Pengembangan Masyarakat 80 kegiatan tersebut muncul pendapat untuk mengembangkan sarana masjid yang sudah disediakan menjadi pusat dari seluruh kegiatan pengajian. Kegiatan dimulai dari renovasi masjid dengan dana hasil swadaya warga kompleks dan masyarakat sekitar. Selanjutnya masjid yang kini berdiri cukup indah (2 lantai) diatas tanah waqaf + 500 m² tersebut menjadi pusat kegiatan pengajian ibuibu kompleks dan masyarakat sekitarnya. Kiprah kelompok pengajian ibu-ibu masjid Al-Mutazam selain mengadakan pengajian dan ceramah, yakni memberi santunan (sedeqah) kepada warga kurang mampu (miskin), zakat fitrah, pemberian santunan bagi anak sekolah (anak asuh) dari keluarga tidak mampu dan santunan kepada lanjut usia dan janda miskin. Kegiatan pengajian yang diorganisir oleh Ibu Cc (50 tahun) ketua kelompok pengajian tersebut, sudah memiliki struktur organisasi yang jelas : ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Dalam perkembangannya, kelompok pengajian masjid Al-Mutazam menurut informasi dari para pengurus, mulai aktif berkiprah dibidang sosial sejak tahun 1997 (sejak masjid selesai direnovasi). Dana/kas masjid berasal murni dari infaq (sumbangan sukarela) jama’ah/anggota kelompok pengajian setiap pelaksanaan kegiatan (1 minggu, 3 kali kegiatan, yakni : Senin, Rabu dan Jum’at) dengan jumlah infaq tidak ditentukan namun rata-rata berkisar antara Rp. 2.000.- - Rp. 20.000.-. Keberadaan masjid ditengah-tengah kompleks perumahan menengah ke atas, telah menjadi jembatan silaturahmi bagi warga kompleks dengan warga sekitarnya. Bahkan banyak ibu-ibu dari pemukiman penduduk di luar kompleks menjadi jama’ah kelompok pengajian tersebut. Seperti dituturkan oleh Ibu Ti (responden) : “Abdi tos lami ngiringan kagiatan pangajian di dieu. Alhamdulillah, janten nambihan pengetahuan agama teh. Teras eta gening, dikinten teh kumaha kitu sasarengan sareng ibu-ibu nu benghar, eh . . . ternyata balageur.Malahan jadi sok isin, unggal nyambut sasih saum sareng lebaran Idul Fitri, abdi kenging sodaqoh sareng zakat fitrah ti kelompok pengajian ieu. Nya kanggo pribados mah, nuhun pisan namung insya Allah sanes ku iming-iming infaq abdi aktif di dieu. Insya Allah, abdi mah bade milarian ridlo Allah, rizqi mah engke oge ngiringan.” (Saya sudah lama ikut kegiatan pengajian disini. Alhamdulillah jadi bertambah ilmu agama saya. Terus, saya kira bergaul dengan ibu-ibu kaya itu akan gimana, tapi kenyataannya mereka baik-baik. Malah saya jadi malu, tiap menjelang bulan Ramadhan dan lebaran Idul Fitri, saya selalu mendapat sedeqah dan zakatnya. Ya . . . secara pribadi saya sangat berterima kasih, tapi insya Allah saya ikut pengajian disini Kajian Pengembangan Masyarakat 81 bukan hanya karena ingin dapat sumbangan, tapi insya Allah saya hanya ingin mencari ridlo Allah, rizki nanti juga mengikuti).” Selanjutnya, dana yang dimiliki kelompok pengajian tersebut selain berasal dari infaq tiap kali kegiatan pengajian, juga berasal dari sumbangan sukarela keluargakeluarga mampu di kompleks tersebut. Dan sering kali, dana tersebut jumlahnya lebih besar dari dana infaq rutin yang terkumpul. Kegiatan kelompok pengajian Al-Mutazam, menurut informasi pengurus memang belum mempunyai rencana kerja yang terstruktur dan jelas, seperti dituturkan oleh Ibu In (responden) salah satu pengurus kelompok pengajian : “Kelompok pengajian Al-Mutazam dalam kegiatannya, memang tidak membuat rencana kerja secara mendetil/jelas, kecuali kegiatan rutin pengajian. Alasannya, ya di samping kebetulan para pengurus mempunyai kesibukan masing-masing (bahkan ada pengurus yang merupakan ibu-ibu bekerja). Dengan demikian, kepengurusn yang ada sifatnya ‘informal’ saja. Mengenai pemasukan dan pengeluaran dana/kelompok pengajian kami mempunyai catatan. Tapi yaitu, karena kepengurusan yang sifatnya kesukarelaan (siapa yang punya waktu luang lebih banyak dan berkenan mengurus kelompok ini), maka di luar kegiatan pengajian,kegiatan lain hanya insidentil untuk moment-moment tertentu saja. ” Berdasarkan keterangan dari beberapa pengurus lain diperoleh pula informasi; bahwa saldo kas yang tersisa tidak pernah besar, karena walaupun pemasukan melalui infaq/sodaqoh/zakat cukup besar, seperti : menjelang hari Raya Idul Fitri, maka dana yang ada langsung diberikan kepada yang berhak menerima; keluarga miskin, janda miskin, anak yatim/piatu, jompo/lanjut usia terlantar. Pengurus mempunyai tanggung jawab terhadap amanat/kepercayaan yang diberikan oleh para donatur tersebut. Namun ada beberapa kali kejadian, para penyumbang tersebut menyerahkan seluruh pengelolaan dananya kepada pengurus masjid. Untuk dana yang terkumpul tidak terduga tersebut, kelompok Pengajian AlMutazam telah melakukan beberapa kegiatan sosial, yang pada hakekatnya ditujukan bagi kalangan tidak mampu yang banyak tersebar di sekeliling kompleks. Kegiatankegiatan sosial yang telah dilaksanakan, antara lain : sunatan massal bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (miskin), pengobatan gratis, bazar ‘sembako murah’, penyemprotan terhadap sarang nyamuk di wilayah kompleks dan kampung Kajian Pengembangan Masyarakat 82 sekelilingnya, dan bantuan bagi jompo dan janda miskin serta pemberian biaya seragam dan buku-buku sekolah bagi anak-anak dari keluarga miskin. Dari gambaran pelaksanaan kegiatan kelompok pengajian ibu-ibu tersebut, walaupun tidak mempunyai program kerja yang jelas, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kiprah kelompok pengajian tersebut telah mampu melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial , dalam arti telah mampu mengatasi permasalahan sosial dengan nilai-nilai religius yang dimiliki para anggotanya. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka tabel 9. berikut merupakan intisari yang menerangkan tentang profil kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang menjadi fokus kajian di Kelurahan Cigadung. Tabel 9. Profil Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung No Ket. Kelembagaan UKS 1. 2. PKK LPM Berdiri Misi 1989 Meningkatkan kesos klg 1989 Menangani permas. Masy. Secara partisipatif 3. Aspek Kesos yang telah dicapai Aspek ekonomi, berupa pemberian bantaun kredit mikro dan dana bergulir dari pemerintah Aspek afeksi dan perlindungan berupa pembinaan terhadap masyarakat dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan Aspek sosialisasi dan partisipasi berupa adanya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam kegiatan kemasyarakat 4. Lingkup 5. Anggota Aspek ekonomi, berupa : peningkatan gizi balita Aspek efeksi dan perlindungan berupa pembinaan keluarga Aspek sosialisasi dan partisipasi sosial berupa partisipasi aktif warga dalam kegiatan PKK Seluruh wil. Kelurahan 15 RW Klp. Pengajian Al_Mutazam KOPAGA Kel. Rereongan RW 09 1995 Memakmurkan masjid dan penyebaran Ukhuah Islamiah Aspek ekonomi berupa penyantunan anak yatim paitu, lansia, dan janda miskin Aspek afeksi dan perlindungan berupa pembinaan mental spiritual/keagamaan Aspek sosialisasi dan partisipasi berupa keikut sertaan warga pada kegiatan keagamaan 1994 Membantu ek. Klg tdk mampu Tdk diketahui Membantu kesulitan warga Aspek ekonomi berupa pemberian kredit modal usaha Aspek ekonomi berupa bantaun pinjaman warga warga tidak mampu Aspek afeksi dan perlindungan berupa menangani masalahmasalah warga Aspek sosialisasi dan partisipasi berupa keterlibatan aktif warga masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan Seluruh wil. Kelurahan RW 04, 05, 06 RW 09 15 RW RW 04, 05, 06 RW 02,03,04,05 RW 02,03,04,05 Kajian Pengembangan Masyarakat Warga RW 09 83 6. Sumber dana 7. Jaringan kerjasama 8. Status 9. Masalah Organisasi Bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat PKK Kota dan intern pengurus Lembaga pemerintah Bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat juga donatur khusus Anggota dan donatur Anggota Swadaya masyarakat Pemerintah Kota Bdg Intern anggota Intern anggota Warga RW 09 Lembaga pemerintah Tidak berbadan hukum Lembg. Tradisional -Kurangnya kaderisasi kepengurusan -Kurangnya sosialisasi keg ke masyarakat -Sarana dan prasarana yang tdk memadai - rendahnya SDM pengurus -Kurangnya kaderisasi kepengurusan -Kurangnya sosialisasi keg ke masyarakat -Sarana dan prasarana yang tdk memadai - rendahnya SDM pengurus -Struktur organisasi kurang jelas -Kegiatan kurang terkoordinir -Bantuan yang diberikan bersifat sesaat dan pragmatis Tidak berbadan hukum -Tidak adanya kaderisasi pengurus -Sarana dan prasarana kurang menunjang -Minimnya dana yang dimiliki -Struktur kepengurusn tdk jelas -keg. Kurang terkoordinir -sarana dan prasarana yang tdk ada Sumber : Hasil Penelitian 2005 Analisis Kapasitas dan Faktor-faktor Pendukung/Penghambat Kelembagaan UKS Berdasarkan hasil kajian peneliti tentang potensi yang dimiliki masyarakat di lokasi kajian, seperti nilai gotong royong, kekeluargaan, saling percaya, solidaritas dan diwujudkan dalam bentuk pengelompokkan kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Hal tersebut jika di motivasi dan digerakkan secara sungguh-sungguh, merupakan sumber daya bagi penanganan masalah kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya. Bentuk-bentuk kegiatan usaha kesejahteraan sosial telah tumbuh dan dilaksanakan oleh masyarakat. Di lokasi kajian ditemukan, wadah, media ataupun wahana yang digunakan masyarakat dalam upaya menangani permasalahan sosial ataupun untuk memenuhi kebutuhannya. Kelompok, lembaga/perkumpulan yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial tersebut merupakan manifestasi dari keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan usaha kesejahteraan sosial di wilayahnya masing-masing. Peran dari masing-masing kelembagaan UKS yang ada tersebut sangat besar dan merupakan sumber daya lokal yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam Kajian Pengembangan Masyarakat 84 pemberdayaan masyarakat untuk menangani permasalahan kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Peran kelembagaan UKS yang ada di masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai faktor utama pemberdayaan melalui penguatan kapasitas dan percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat. Pada intinya kegiatan pemberdayaan diarahkan kepada upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber-sumber sosial sehingga masyarakat dapat menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, menyampaikan pendapat-pendapatnya dan dapat menggali serta memanfaatkan sumber-sumber lokal yang tersedia. Berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan yang berasal dari pemerintah (dalam kajian ini terdapat pada kasus bantuan kredit mikro dari program PMK), walaupun mengatasnamakan dan menggunakan strategi pemberdayaan, tampaknya kurang/tidak mempertimbangkan potensi masyarakat yang bersumber dari sistem sosial budaya setempat. Program dirancang dan dilaksanakan tanpa memberikan kepercayaan terhadap kemampuan masyarakat agar dapat mengatasi permasalahan dengan inisiatif dan kekuatan sendiri. Hal ini berbeda dengan kegiatan pengembangan masyarakat yang berasal dari inisiatif murni masyarakat, yang cenderung memberikan peluang besar bagi pendayagunaan potensi lokal, seperti yang dilakukan oleh KOPAGA, Kelompok rereongan dan kelompok pengajian Al-Mutazam. Kenyataan yang terjadi saat ini, adalah bahwa pemerintah dalam upaya penanganan permasalahan kemiskinan cenderung membuat organisasi/kelembagaan baru, seperti program penanggulangan kemiskinan perkotaan dengan Program P2KPnya, yaitu dengan membuat kelompok Keswadayaan Masyarakat). Kondisi tersebut yang disebut BKM (Badan dapat mempengaruhi sistem kelembagaan berbasis komunitas yang telah mengakar di masyarakat, seperti kelembagaan bentukan pemerintah yang lama PKK dan LPM (nama baru dari LKMD), kedua kelembagaan tersebut sangat potensial untuk dikembangkan karena sudah dikenal sangat dekat dengan kehidupan masyarakat dan manfaatnya dapat langsung dirasakan. Namun kondisi yang terjadi, kedua kelembagaan tersebut cenderung diabaikan peranannya. Kajian Pengembangan Masyarakat 85 Selanjutnya untuk 10 program pokok kegiatan PKK yang dilaksanakan hanya program kesehatan melalui Posyandu dan Posbindu yang aktif dan rutin diselenggarakan. Untuk program-program lainnya, yang pernah masuk dalam kegiatan PKK, yakni program terpadu P2WKSS (tahun 2002). Program tersebut seperti program-program pemerintah lainnya belum berhasil memberdayakan masyarakat. Cara-cara yang membuat ketergantungan terhadap sistem yang diciptakan oleh pemrakarsa program, tidak membuat potensi yang dimiliki PKK itu sendiri menjadi sumber-sumber penyelesaian masalah yang terjadi. Pelaksanaan program P2WKSS dilaksanakan melalui PKK (kelompokkelompok Dasa Wisma) dan diberikan bantuan modal usaha ekonomi-produktif, namun pola pemberian bantuan berikut mekanisme bantuan dilakukan secara sentralistik dan kurang melibatkan peran aktif masyarakat. Hal ini seperti yang dituturkan Sr (informan) peserta latihan keterampilan Tata Rias: “Abdi saleresna ngadukung kana kagiatan PKK. Sae lah . . kagiatan-kagitanna, tiasa nambihan elmu, namung eta kagiatan pelatihan, teras bantuan modal usaha teh, abdi mah teu terang eta kagiatan PKK atawa nu sanes. Pokokna abdi dipiwarang RW ngiringan ka kagiatan eta di Kalurahan teras ka Pemkot. Saleresna mah abdi teu minat ka tata rias tapi kumaha atuh, parentah.Bantosan mangrupa seperangkat alat rias, dipasihan sa atos pelatihan. Ayeuna aya disimpen ku ketua kelompok, kirang ka angge. Jabaning rengse kagiatan pelatihan, tos bae teu aya kagiatan naon-naon deui. Saleresna abdi sareng anggota nu sanes bingung bade dikumahakeun bantosan eta teh” (Saya mendukung dengan kegiatan PKK. Baguslah, dapat menambah ilmu, namun itu kegiatan pelatihan berikut bantuan modal usaha, saya tidak tahu bahwa hal itu kegiatan PKK atau kegiatan lainnya. Pokoknya saya diperintah ketua RW untuk ikut kegiatan tersebut di Kelurahan terus ke Pemkot. Sebenarnya saya kurang berminat dengan tata rias tapi gimana, itu perintah. Bantuan berupa seperangkat alat-alat rias, diberikan selesai pelatihan. Sekarang ada disimpan di ketua kelompok, kurang terpakai. Apalagi selesai kegiatan pelatihan, sudah saja tidak ada lagi kegiatan apaapa . Sebenarnya saya dan anggota yang lainnya bingung mau dibagaimanakan bantuan tersebut). Dalam kondisi yang kurang mendukung, untuk pengembangan kegiatan PKK, maka hasil yang dicapai dari kiprahnyapun kurang/tidak optimal. Ditambah masalah intern kelembagaan sosial itu sendiri, seperti keterbatasan dana, sarana dan prasarana, rendahnya SDM pengurus dan kurangnya dukungan stakeholders. Kajian Pengembangan Masyarakat 86 Demikian halnya dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dalam kenyataannya LPM tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap program pembangunan yang mempergunakannya sebagai mediator. Peran LPM beserta pengurusnya (RW dan RT) sebatas program pembinaan. Untuk memprakarsai munculnya program pembangunan, seperti halnya PKK, maka keterbatasan dana, sarana dan prasarana, masih menjadi kendala bagi LPM untuk memberikan hasil yang optimal dalam kiprahnya. Dari hasil kajian tentang kelompok pengajian Al-Mutazam, dan kelompok rereongan, ditemukan pula fakta bahwa keberadaan orang-orang yang tinggal di pinggiran kompleks membentuk suatu komunitas. Demikian pula komunitas yang tinggal di dalam kompleks perumahan, walaupun berasal dari daerah yang berbeda, cenderung masih memiliki nilai-nilai budaya universal yang mengikat kehidupan mereka. Adat istiadat, nilai-nilai dan moral merupakan potensi yang dimiliki masyarakat yang dapat menjadi faktor utama dalam pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan kelompok rereongan dan pengajian Al-Mutazam memadukan nilai-nilai budaya kedua komunitas (pinggiran dan kompleks perumahan) untuk membangkitkan kepedulian, solidaritas, saling membantu, saling menjaga ketertiban dan saling menghormati, ternyata membuat hubungan antar komunitas lokal yang tinggal dipinggiran dengan kompleks perumahan menjadi mutualisme simbiosis atau hubungan yang saling menguntungkan. Berdasarkan kajian dan pembahasan seperti diuraikan di atas, untuk memperkuat dan memaksimalkan upaya yang dilakukan kelembagaan UKS dalam mensejahterakan keluarga miskin, maka langkah awal yang perlu dilaksanakan yaitu menyadarkan atau mengingatkan masyarakat terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi atau melakukan konsientisasi terhadap komunitas disuatu lingkungan untuk memberikan respon dan sensitif terhadap adanya masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya. Dalam kondisi masyarakat sadar akan masalah dan potensi sosial yang dimiliki. Maka proses penanganan masalah melalui pemberdayaan dapat dilakukan yang akhirnya kelembagaan UKS tersebut. Kajian Pengembangan Masyarakat diharapkan terjadinya aktualisasi eksistensi dari 87 Untuk terwujudnya aktualisasi keberdayaan kelembagaan UKS tersebut, perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang mendukung/menghambat dan kapasitas apa yang dimiliki dari masing-masing kelembagaan UKS, sehingga diharapkan pencapaian tujuan sesuai dengan yang diinginkan, yakni memberikan kontribusi dalam mensejahterakan warga miskin serta mengatasi masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Kemampuan kelembagaan dalam kinerjanya dapat diukur dari lima aspek sebagaimana dijelaskan dalam tabel 10. berikut ini : Tabel 10. Analisis Kapasitas Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 2005. No 1 2 3 4 5 Kapasitas Kelembagaan UKS Kepemimpinan Perencanaan program Manajemen pelaksanaan kegiatan Alokasi sumber dana Jaringan (hubungan) kerjasama dengan pihak luar (stakeholders) PKK LPM Formal Cenderung bersifat intervensi Cenderung birokrasi Formal Cenderung bersifat intervensi Cenderung birokrasi Bantuan pemerintah dan swadaya masyarkat - PKK tingkat kota - Warga masyarakat mampu sebagai donatur - LPM Bantuan pemerintah dan swadaya masyarkat - Pemerintah kota - Warga masyarkat mampu - PKK Kelompok Pengajian Al-Mutazam Informal Partisipatif Informasl Patisipatif Informal Partisipatif Sederhana/ tradisional Sederhana/ tradisional Sederhana/ tradisional Anggota Swadaya masyarkat Bank Tidak ada Anggota donatur Antar kelompok pengajian setempat dan Kopaga Kelompok Rereongan Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2005. Aspek – aspek pada tabel 10. di atas akan sangat berpengaruh pada kinerja dari masing-masing kelembagaan UKS. Seperti pada aspek kepemimpinan yang bersifat formal yang dimiliki kelembagaan PKK dan LPM, kepemimpinan yang terdapat pada dua kelembagaan tersebut cenderung bersifat instrumental yakni pola kepemimpinan yang menekankan prinsip harus mencapai tujuan sesuai target. Pola Kajian Pengembangan Masyarakat 88 kepemimpinan demikian kurang memperhatikan aspirasi masyarakat sesungguhnya. Program-program kegiatan ada dalam petunjuk pelaksana ataupun petunjuk teknis yang sudah ditetapkan. Pelaksana kegiatan/ kader biasanya juga dipilih di tingkat kelurahan. Masyarakat terutama warga miskin tidak dapat mengekspresikan sepenuhnya akan program pembangunan yang dibutuhkan, sehingga banyak program yang dilaksanakan namun tidak maksimal keberhasilannya. Seperti Program P2WKSS yang dilaksanakan oleh PKK, kegiatan pelatihan ataupun bantuan modal bergulir yang diberikan kurang dapat memberdayakan warga miskin : jenis pelatihan tidak sesuai keinginan/kemampuan yang dimiliki, seperti pelatihan tatarias dan menjahit kurang diminati warga miskin, warga miskin lebih responsif apabila pelatihan yang diberikan dalam bentuk usaha ekonomi produktif (membuat jajanan/kue, beternak ataupun berdagang). Demikian halnya dengan bantuan modal bergulir, besar pinjaman tidak mencukupi untuk modal usaha, transparansi serta prosedur peminjaman yang berbelit menyebabkan banyak keluarga miskin kesulitan mengaksesnya, hanya orang-orang yang terdekat/kerabat pihak kelurahan dapat memperoleh pinjaman tersebut. Berbeda dengan pola kepemimpinan formal : Kelompok pengajian, Rereongan dan KOPAGA, ketiga kelembagaan UKS tersebut lebih menerapkan pola kepemimpinan yang sifatnya ekspresif, yakni lebih menekankan pada prinsip kepuasan masyarakat dalam arti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan didasarkan atas keinginan dan kebutuhan masyarakat. Sehingga hasil kegiatan lebih dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, seperti kegiatan rereongan dalam membuat jamban umum yang terdapat di RW 09, jamban tersebut sangat membantu warga masyarakat pada saat musim kemarau karena sumur-sumur penduduk mengering. Aspek berikutnya yang dapat mempengaruhi kinerja kelembagaan, yakni perencanaan program dan manajemen pelaksanaan kegiatan. Perencanaan program yang bersifat partisipatif dapat menumbuhkan inisiatif dan kreatifitas masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, utamanya mengatasi permasalahan sosial/kemiskinan yang terjadi. Masyarakat lebih responsif untuk terlibat dalam Kajian Pengembangan Masyarakat 89 kegiatan kemasyarakatan serta dapat menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap permasahan-permasalahan sosial yang terjadi di lingkungannya. Demikian halnya dengan aspek alokasi dana dan jaringan kerjasama dengan pihak luar (stakeholders) akan sangat mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan dari kelembagaan UKS itu sendiri. Alokasi dana yang minim serta kurang/tidak adanya jaringan kerja sama dengan pihak luar akan mempengaruhi kinerja kelembagaan untuk mengatasi permasalahan sosial /kemiskinan yang dihadapi. Selain aspek-aspek yang dimiliki kelembagaan UKS (kapasitas kelembagaan) sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu juga dipertimbangkan faktor di luar kapasitas yang dapat mendukung ataupun menghambat kinerja kelembagaan UKS. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat sejauhmana kelembagaan UKS yang menjadi fokus kajian telah dapat didayagunakan masyarakat dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan ataupun memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat. Faktor-faktor tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini : Faktor pendukung kinerja kelembagaan UKS di masyarakat, yaitu : 1. Adanya aspek kewilayahan/territoriality, berupa wilayah pemukiman padat. Konsep ini mengacu kepada kecenderungan manusia di dalam sistem sosialnya untuk saling berinteraksi, dan memelihara wilayah atau teritorialnya. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk membina kehidupan sosiabilitas antar warga, dengan ikatan kekeluargaan dan saling tolong menolong, yang me ncakup kepedulian sosial, kepercayaan antar warga serta solidaritas sosial yang cukup tinggi. 2. Adanya pengelompokan masyarakat yang didasarkan pada norma, nilai dan kesamaan perhatian/keprihatinan terhadap persoalan masyarakat melatarbelakangi kegiatan organisasi. 3. Adanya motivasi dari beberapa warga masyarakat terhadap perubahan yang diharapkan dengan tetap memelihara tatanan sosial yang sudah ada. Motivasi masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan UKS baik dalam aspek ekonomi maupun sosial; seperti adanya jiwa wiraswasta dari beberapa warga masyarakat maupun jiwa sosial melalui kepedulian terhadap permasalahan sosial. Kajian Pengembangan Masyarakat 90 4. Adanya hubungan yang dibangun atas dasar kepercayaan pada anggota masyarakat terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi serta nilai-nilai sosio kultural atas dasar kekerabatan dan ketetanggaan dalam masyarakat. 5. Adanya partisipasi aktif warga masyarakat, yang diwujudkan dalam hubungan sosial yang didasarkan pada moral bersama, kepercayaan bersama dan cita-cita bersama,. Seluruh warga masyarakat harus selalu bekerja sama, saling menolong dan mempunyai kepedulian sosial terhadap sesamanya. Adapun faktor-faktor penghambat kinerja kelembagaan UKS yang ditemui, yakni : 1. Kulaitas SDM pelaksana/pengurus kelembagaan UKS yang masih rendah. Hal tersebut dapat menjadi hambatan terhadap jalannya roda kelembagaan. 2. Jaringan kerja masing-masing kelembagaan UKS kurang koordinatif; kelembagaan UKS bekerja secara sektoral dan tidak menghasilkan kerja yang optimal. 3. Kondisi yang kurang mendukung, dalam arti warga masyarakat sudah terpola pada sikap menunggu perintah dan menerima petunjuk dari pengurus wilayah masing-masing. 4. Sikap ketergantungan pada pemerintah, terutama ketergantungan pada dana dan upaya penyelesaian masalah, hal tersebut disebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya. 5. Perilaku warga masyarakat yang mengukur keberhasilan suatu program hanya dilihat secara materi dan fisik saja, yang telah menjadi kebiasaan buruk warga masyarakat. 6. Luas dan kompleksitasnya permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat, memerlukan keterpaduan berbagai pihak dalam penanganannya. Analisis Jaringan Intra Komunitas Kesadaran akan kompleksitas permasalahan kemiskinan perkotaan mendorong sejumlah warga masyarakat membentuk wadah, perkumpulan ataupun kelompok dan bekerja sama dengan berbagai pihak stakeholders (pemerintah, tokoh masyarakat, swasta dan pemerhati masalah kemasyarakatan setempat), untuk menangani Kajian Pengembangan Masyarakat 91 permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ataupun untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan masyarakat. Analisis jaringan intra komunitas dilakukan dengan tujuan mengetahui sejauhmana kerjasama yang terjadi, baik yang bersifat intern kelembagaan UKS ataupun yang bersifat eksternal, yakni kelembagaan UKS dengan stakeholders terkait. Melalui kegiatan forum diskusi kelompok terpadu (FGD) ditemukan sejumlah informasi sebagai berikut : (1) Kelembagaan-kelembagaan UKS yang ada dimasyarakat belum menunjukkan hubungan sinergitas (kerjasama) dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan, termasuk masalah kemiskinan. Hal tersebut sebagaimana telah diuraikan dalam profil kelembagaan UKS menunjukkan, bahwa kerjasama yang terjalin antar kelembagaan UKS baru terjadi antar kelompok PKK dan LPM pada kegiatan posyandu ataupun perbaikan jalan kampung.Kerjasama yang diberikan berupa dukungan tenaga.Sedangkan kegiatan penanganan masalah kemiskinan kelembagaan UKS yang ada bekerja masing-masing, seperti kelompok pengajian memberikan bantuan bagi keluarga miskin pada saat menjelang idul fitri demikian halnya rereongan ataupun Kopaga bekerja secara sektoral dalam mengatasi masalah keluarga miskin. (2) Jaringan kerjasama yang terdapat pada kelembagaan UKS bersifat intern, dalam pengertian hanya kepada warga masyarakat yang menjadi anggota dari kelembagaan yang bersangkutan. Pada profil kelembagaan UKS ditunjukkan kerjasama antar anggota kelembagaan UKS sangat erat, seperti dicontohkan antar anggota kelompok pengajian berusaha bersama-sama mengumpulkan zakat/sodaqoh untuk membantu kaum/golongan miskin ataupun Kopaga berusaha mengatasi masalah anggotanya yang kesulitan dalam permodalan untuk suatu usaha. (3) Jaringan kerjasama yang terjalin berupa adanya rasa saling percaya (trust), sifat kekeluargaan, dan solidaritas yang tinggi antar anggota kelembagaan UKS dalam memenuhi kebutuhan/mengatasi permasalahan secara bersama, dan di Kajian Pengembangan Masyarakat 92 wujudkan dalam bentuk kerja sama berupa tenaga maupun kerja sama dalam bentuk uang. Pada kelompok Kopaga rasa trust tersebut ditunjukkan dengan dipilihnya kembali ketua dan bendahara yang sama sejak berdirinya kopaga tersebut. Demikian halnya dengan rasa solidaritas ditunjukkan pada kelompok rereongan dalam mendirikan jamban/MCK umum untuk kepentingan bersama. (4) Kelompok PKK merupakan kelembagaan UKS yang paling dikenal warga masyarakat, terbukti pada saat dilakukan FGD dukungan terhadap kelembagaan tersebut lebih banyak dibandingkan dukungan terhadap kelembagaan lainnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan dipilihnya PKK dengan menggunakan gambar lingkaran paling besar dibandingkan kelembagaan lain. (5) Sebagai kelompok yang memperoleh dukungan terbanyak, maka diharapkan kelompok PKK dapat menjadi mediator dalam menjalin kerjasama dengan kelembagaan UKS lainnya. (6) Kerjasama dalam bentuk hubungan baik berupa dana maupun tenaga baru dilakukan oleh kelompok PKK, LPM dan kelompok rereongan. Kerja sama antara PKK dan kelompok rereongan terjadi karena pada umumnya kader PKK adalah juga tenaga penggerak kegiatan rereongan di wilayah Rwnya masingmasing. Kegiatan rereongan di koordinasi oleh ibu-ibu kader PKK. Sedangkan dengan LPM kerja sama terjadi, apabila LPM ada kegiatan, maka sering kali PKK dilibatkan sebagai tenaga pelaksana dalam hal pemberian informasi kegiatan kepada warga. Hubungan yang terjadi tidak bersifat formal, tidak melalui prosedur resmi. (7) Jaringan kerjasama yang bersifat eksternal yakni kelembagaan UKS yang menjadi fokus kajian dengan stakeholders seperti : Pemerintah kelurahan, pengusaha lokal dan masyarakat setempat yang konsen terhadap masalah kemasyarakatan, belum terjalin secara harmonis. Sosialisasi kegiatan yang kurang, kondisi yang kurang mendukung bagi pengembangan kelembagaan UKS, serta sikap ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah untuk me ngatasi permasalahan sosial yang terjadi menyebabkan kinerja kelembagaan UKS menjadi kurang optimal. Kajian Pengembangan Masyarakat 93 (8) Diperlukan keterpaduan dan kerjasama antar berbagai kelembagaan UKS yang ada, sehingga diharapkan penanganan masalah sosial dan masalah kemiskinan dapat ditanggulangi secara maksimal. Selanjutnya jaringan intra komunitas yang terjadi dapat dilihat dalam gambar berikut ini : Swasta/ pengusaha lokal Pemerintah Kelurahan Kelembagaan UKS Warga Masyarakat Pemerhati mas kemasyarakatan /LSM Tokoh Masyarakat Gambar 5. Jaringan Intra Komunitas Kelurahan Cigadung Tahun 2005. (Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2005) Keterangan : : Hubungan timbal balik : Hubungan satu arah : Hubungan tidak erat/harmonis Gambar 5 menunjukkan hubungan kelembagaan UKS secara eksternal dengan stakeholders yang terdiri dari : warga masyarakat secara umum, tokoh masyarakat, pemerintah kelurahan setempat, swasta dan LSM/pemerhati masalah kemasyarakatan. Sebagaimana diuraikan diatas, jaringan kerjasama yang sudah ada baru sebatas kerjasama ke dalam (intern) antar anggota dari masing-masing kelembagaan UKS. Kajian Pengembangan Masyarakat 94 Dari gambar 5 di atas menunjukkan pengaruh stakeholders pada keberdayaan kelembagaan UKS dalam melaksanakan perannya sebagai wadah berkumpulnya masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi ataupun untuk memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat. Semakin besar lingkaran semakin besar pengaruhnya terhadap keberdayaan kelembagaan UKS. Hubungan kelembagaan UKS dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat secara umum merupakan hubungan yang terjadi secara timbal balik, hal ini disebabkan inisiatif, rencana ataupun pelaksanaan kegiatan dalam upaya mengatasi masalah sosial yang terjadi khususnya masalah kemiskinan telah banyak yang prakarsanya muncul murni dari masyarakat, seperti kegiatan rereongan, kelompok pengajian maupun kegiatan PKK dan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat baik secara materil maupun immateril. Untuk itu diperlukan suatu upaya menggugah kesadaran masyarakat secara terus menerus terhadap permasalahan sosial yang terjadi di lingkungannya, dengan harapan dukungan yang penuh dari masyarakat dan tokoh masyarakat dapat memberikan support yang kuat bagi keberlangsungan kinerja kelembagaan UKS. Selanjutnya Kelembagaan UKS dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan dukungan dari pemerintah setempat (kelurahan). Dukungan dimaksud, yakni pemerintah setempat dapat menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan kelembagaan UKS dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sesuai dengan pendekatan pembangunan people center development, maka pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator, yakni dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing kelembagaan UKS. Dengan demikian peran pemerintah tidak seperti pada gambar 5. di atas yakni mengintervensi setiap permasalahan sosial yang terjadi dengan merumuskan kebijakan yang belum tentu sesuai dengan aspirasi dan yang dibutuhkan masyarakat. Gambar 5 di atas juga menunjukkan kelembagaan UKS yang ada belum mempunyai hubungan yang erat dengan stakeholders yang terdiri dari swasta, LSM ataupun pemerhati masalah kemasyarakatan di tingkat lokal. Dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS seringkali masalah yang ditemui adalah minimnya dana kegiatan, oleh karena itu Kajian Pengembangan Masyarakat menjalin kerjasama yang baik dengan pihak 95 swasta/pengusaha lokal, LSM maupun pemerhati masalah kemasyarakatan diharapkan dapat lebih meningkatkan keberdayaan kelembagaan UKS dalam kiprahnya mengatasi masalah sosial, khususnya masalah kemiskinan. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka langkah selanjutnya peneliti bersama masyarakat sepakat melaksanakan FGD tahap kedua, yakni melakukan kegiatan dalam upaya mengenali permasalahan/kebutuhan masyarakat, merumuskan rencanarencananya serta melaksanakan kegiatan pembangunan secara partisipatif, swadaya dan sesuai yang diinginkan masyarakat. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah merumuskan rancangan strategi program pendayagunaan yang tepat bagi kelembagaan UKS sehingga diharapkan kelembagaan UKS yang ada dapat lebih berdayaguna dan memberikan kontribusi dalam mensejahterakan keluarga miskin. Kegiatan dilakukan secara partisipatif bersama warga masyarakat dan para pengurus kelembagaan UKS. Untuk selanjutnya rancangan strategi pembentukan jaringan kerjasama kelembagaan UKS akan diuraikan pada bab berikut ini. Kajian Pengembangan Masyarakat RANCANGAN STRATEGI PEMBENTUKAN JARINGAN KELEMBAGAAN UKS DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS Keberadaan kelembagaan UKS yang ada di masyarakat merupakan potensi, sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Hasil analisis pendayagunaan mengenai kelembagaan UKS menunjukkan bahwa masyarakat di lokasi kajian pada dasarnya telah memiliki rasa solidaritas yang cukup dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan melalui keberadaan kelembagaan UKS. Masyarakat di lokasi kajian telah memanfaatkan kelembagaan -kelembagaan UKS yang ada dalam mewujudkan kesejahteraan sosialnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelembagaan sosial yang ada telah diupayakan penggunaannya untuk mengatasi permasalahan ataupun mewujudkan kesejahteraan secara bersama. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa Kegiatan usaha kesejahteraan sosial di tingkat lokal tersebut masih bersifat sektoral dan temporer. Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan untuk membantu warga miskin seperti yang dilakukan kelompok pengajian hanya pada saat-saat tertentu, menjelang hari raya ataupun menyambut bulan Ramadhan. Demikian juga dengan Kopaga hanya dapat memberikan bantuan pinjaman modal usaha bagi warga tidak mampu yang menjadi anggotanya, tanpa adanya bimbingan lanjutan bagaimana mengembangkan usaha yang telah dilakukan. Pendayagunaan sumber kesejahteraan sosial berupa kelembagaan UKS yang ada belum optimal.. Hal-hal tersebut menyebabkan penanganan masalah sosial khususnya masalah kemiskinan sepertinya tidak pernah dapat tertangani. Kelompok/warga miskin tidak dapat berdaya dalam kemiskinannya. Melalui kegiatan forum kelompok diskusi terfokus (FGD) yang telah dilakukan, permasalahan-permasalahan yang dirasakan masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan kelembagaan UKS disampaikan kepada peserta pertemuan (pleno). Karena sesuai rencana yang telah disepakati, tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah : Kajian Pengembangan Masyarakat 97 (1) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusun keg iatan mereka sendiri berdasarkan masalah/kebutuhan yang mereka miliki. (2) Mendapatkan perencanaan dari masyarakat yang menghasilkan strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS dan program aksi. Adapun hasil kegiatan dalam rangka menemukan permasalahan/kebutuhan yang dirasakan masyarakat, menemukan sejumlah permasalahan yang menyebabkan kurang optimalnya keberdayaan kelembagaan UKS yang ada, sebagai berikut : 1. Tidak semua warga mengenal dan mengetahui keberadaan kelembagaan UKS. Hasil kajian menemukan, walaupun beberapa organisasi /kelembagaan yang bergerak dalam usaha kesejahteraan sosial telah tumbuh di masyarakat, namun pemahaman masyarakat tentang kelembagaan UKS itu sendiri sangat sedikit. Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya para pengelola kegiatan kurang dapat mensosialisasikan keberdaaan kelembagaan tersebut. Kegiatan kegiatan yang dilakukan bersifat pragmatis dan temporal, seperti yang dilakukan oleh kelompok pengajian Al-Mutazam, PKK ataupun kelompok rereongan. Masyarakat tidak mampu/miskin di luar wilayah komunitas tempat keberadaan kelembagaan UKS tersebut tidak tersentuh oleh kegiatan kegiatannya. Bagi masyarakat miskin sendiri, manfaat bantuan tersebut tidak bersifat memberdayakan hanya bantuan semata. Bantuan berupa zakat/sodaqoh menjelang hari raya Idul Fitri, walaupun hasil yang diperoleh warga miskin cukup besar berkisar Rp.400.000,-/KK namun dana tersebut habis sekejap untuk memenuhi kebutuhan menjelang hari raya. Demikian halnya kegiatan rereongan yang dilakukan warga di RW 09, visi dan misi kurang terumuskan dengan jelas. Pengelolaan dana kegiatan terlihat sangat sederhana, para pengurus sebatas melaksanakan kewajiban. Hasil wawancara diperoleh informasi bahwa para pengelola kurang bisa merangkul keberadaan warga mampu yang berdomisili di kompleks perumahan menengah keatas untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. 2. Minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki kelembagaan UKS. Hal tersebut dapat terlihat seperti pada kegiatan posyandu yang dilakukan PKK dari tiap-tiap rukun warga di kelurahan Cigadung. Tempat kegiatan selalu Kajian Pengembangan Masyarakat 98 berpindah karena tidak mempunyai tempat penyelenggaraan sendiri (gedung sendiri). Demikian juga dengan dana kegiatan, dana yang terbatas menyebabkan kegiatan yang rutin dilaksanakan sebatas penimbangan bayi dan immunisasi. Penyuluhan/pengobatan gratis bagi ibu/keluarga tidak mampu baru dapat dilakukan bilamana ada donatur sukarela ataupun saat tertentu, seperti peringatan Hari Besar Nasional. Demikian juga dengan kegiatan koperasi warga, kopaga baru sebatas memberikan bantuan modal usaha bagi warga yang menjadi anggota koperasi tanpa ada kelanjutan bagaimana pengembangan usaha yang telah dilakukan. Minimnya sarana dan prasarana juga dirasakan kelompok rereongan dan kelompok Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Kedua kelembagaan tersebut kurang optimal kiprahnya dalam mensejahterakan keluarga tidak mampu/miskin. Informasi yang diperoleh di lokasi kajian, masih banyak warga miskin yang tidak mempunyai pekerjaan tetap sebagai akar permasalahan kemiskinan, belum mampu ditemukan solusinya. Bantuan modal usaha yang diberikan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan warga miskin lebih baik lagi, karena terkadang modal usaha yang ada habis dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Luas dan kompleksnya permasalahan kemiskinan yang terjadi. Kemiskinan dapat menimbulkan permasalahan sosial lain, seperti yang ditemukan di lokasi kajian kemiskinan keluarga menyebabkan banyak anak putus sekolah, rendahnya kualitas kesehatan keluarga ataupun munculnya tindak kriminalitas. Permasalahan yang semakin meluas tersebut, tidak mampu dipecahkan hanya oleh salah satu kelembagaan UKS tertentu. Berdasarkan hasil FGD, masyarakat menyadari perlu adanya sinergitas antar berbagai kelembagaan UKS untuk menangani permasalahan sosial yang terjadi, khususnya masalah kemiskinan dengan harapan cakupan permasalahan yang dapat diatasi dapat lebih besar (optimal). 4. Sejumlah informasi yang d iperoleh dalam kajian menunjukkan bahwa program pembangunan dalam upaya menangani warga miskin telah banyak dilakukan pemerintah. Namun keberhasilan program nampaknya belum tercapai, karena hasil kajian lebih menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan -bantuan dari pemerintah , seperti yang ditunjukkan dalam Kajian Pengembangan Masyarakat 99 pemberian bantuan bergulir P2KP, keberhasilan program tersebut dalam mensejahterakan warga miskin tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga miskin yang ada karena mekanisme pemberian bantuan yang tidak transparan. Banyak warga tidak mampu yang tidak mendapat bantuan dana tersebut, sedangkan bagi yang mendapat bantuanpun, bantuan tersebut dianggap sebagian warga bersifat hibah, yang menyebabkan kredit macet, tidak adanya bimbingan dalam pendampingan juga menyebabkan kegiatan usaha produktif yang dilakukan masyarakat tidak dapat berkelanjutan. 5. Permasalahan lain yang dirasakan masyarakat sehubungan dengan berdayagunanya kelembagaan UKS yang ada, yakni belum terjalinnya kerjasama antar kelembagaan UKS dalam menangani permasalahan sosial khususnya masalah kemiskinan. Melalui kegiatan FGD serta hasil analisis mengenai jaringan intra komunitas, masyarakat mulai menyadari perlu adanya keterpaduan baik dalam kegiatan maupun dana untuk dapat mengatasi masalah sosial termasuk menangani kemiskinan. Diharapkan dengan adanya keterpaduan/sinergitas permasalahan-permasalahan yang ada dapat lebih optimal dalam penangan annya. 6. Kurangnya dukungan pemerintah setempat juga dirasakan masyarakat menjadi kendala dalam perkembangan kelembagaan UKS selanjutnya. Para pengelola kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang ada sangat berharap adanya dukungan pemerintah setempat, dalam wujud pembinaan ataupun menggalakkan partisipasi warga dalam setiap kegiatan masyarakat. Untuk selanjutnya permasalahan -permasalahan tersebut beserta cara mengatasinya dijelaskan melalui tabel 11. di bawah ini : Tabel 11. Analisis Masalah dan Cara Mengatasi Masalah dalam Rangka Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS No 1 2 Masalah Tidak semua warga mengenal dan mengetahui keberadaan kelembagaan/ organisasi UKS yang ada Minimnya sarana dan prasar ana yang dimiliki kelembagaan UKS Faktor penyebab Kurang informasi/ sosialisasi tentang kegiatankegiatan yang dilaksanakan kelembagaan/ organisasi UKS Terbatasnya dana yang dimliki oleh masing-masing kelembagaan UKS Kajian Pengembangan Masyarakat Cara Mengatasi Masalah - Identifikasi kelembagaan UKS yang ada - Membangun interaksi sosial yang harmonis antar warga masy. - Memfasilitasi jaringan kerjasama antar kelembagaan - Membangun kerjasama 100 3 Luas dan kompleksitasnya permasalahan sosial/ kemiskinan yang terjadi Terjadinya perubahan sosial yang semakin cepat dan perubahan pola perilaku masyarakat 4 Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memberikan respon dan sensitif terhadap adanya masalah sosial termasuk permasalahan kemiskinan keluarga Belum terjalinnya kerjasama diantara kelembagaan UKS yang ada Ketergantungan terhadap upaya penyelesaian masalah dari pemerintah. 5 6 Kondisi yang kurang kondusif dalam mendukung kegiatan UKS. Penanganan masalah sosial(kemiskinan) masih bersifat sektoral.Masingmasing kelembagaan UKS yang ada bekerja sendirisendiri. Pemerintah cenderung membentuk kelembagaan yang baru dalam menangani masalah sosial/kemiskinan dengan stakeholders terkait, guna memperoleh dukungan baik materi/immateri Membangun kesepakatan dan kerjasama antar kelembagaan UKS, sehingga kegiatan yang dilaksanakan tidak tumpang tindih - Mengembangkan partisipasi sosial dalam bekerja sama - Melakukan konsientisasi terhadap komunitas dengan cara melakukan aksi sosial bersama - Mengadakan pertemuan rutin berdasarkan kesepakatan bersama - Pelembagaan sistem kerjasama dalam keg UKS dalam bentuk/wadah Wahana Kessos Berbasiskan Masy (WKSBM) Seluruh komponen masyarakat harus berupaya untuk mendorong, berpartisipasi, dan mengembangkan kegiatankegiatan UKS yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masy. Berdasarkan tabel 11. d i atas kegiatan selanjutnya diarahkan dalam rangka menyusun rancangan strategi kegiatan pembentukan jaringan kelembagaan UKS sesuai kesepakatan dalam forum FGD. Adapun yang melatarbelakangi perlunya pendekatan dan strategi pembentukan jaringan berdasarkan analisis dari permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan dapat dijelaskan pada gambar. 6 sebagai berikut : Kajian Pengembangan Masyarakat 101 Jaringan kelembagaan UKS yang ada : Secara internal : - antar anggota kelembagaan UKS masingmasing - berdasarkan kepercayaan dan solidaritas antar anggota - kegiatan kurang terkoordinasi Secara eksternal : - tidak ada sinergitas antar kelembagaan UKS - kurangnya dukungan dari pemerintah setempat dan stakehorlders terkait Pendayagunaan kelembagaan UKS kurang optimal, dengan indikator : - terbatasnya cakupan pengaruh dari masing-masing kelembagaan UKS - terbatasnya sarana dan prasarana dan kegiatan dari masing-masing kelembagaan UKS - adanya jarak yang berbeda dalam kerjasama antar kelembagaan UKS. Pendekatan dan strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS, sebagai berikut : - identifikasi bentuk kelembagaaan UKS - pelembagaan sistem kerjasama dalam bentuk WKSBM - pengembangan jaringan kerjasama dalam kegiatan UKS - mengembangkan partisipasi sosial - advokasi sosial Pragram Aksi : - sosialisasi WKSBM - pengembangan jaringan kerjasama dan advokasi sosial Kontribusi WKSBM: - melakukan pendataan tentang permasalahan sosial yang memerlukan penanganan segera termasuk masalah kemiskinan. - terlibat dalam pengawasan program pengentasan kemiskinan yang diselenggarakan pemerintah - mengembangkan penyediaan pelayanan sosial - berperan sebagai wahana penanmpung aspirasi masyarakat Gambar 6 : Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS Penjelasan selengkapanya tentang gambar 6 di atas diuraikan pada uraian-uraian di bawah ini. Kajian Pengembangan Masyarakat 102 Tujuan dan Sasaran Tujuan disusunnya rancangan program ini adalah untuk menentukan strategi dalam mendayagunakan kelembagaan UKS dilokasi kajian, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga miskin. Rancangan ini merupakan rangkaian strategi yang disusun dengan pendekatan partisipatif. Sasaran rancangan program ini adalah kelembagaankelembagaan UKS yang ada di masyarakat, terutama pengurus dan anggota. Sedangkan warga masyarakat, aparat pemerintahan lokal (kelurahan) dan stakeholders terkait menjadi sasaran kedua sebagai faktor yang secara langsung ataupun tidak berhubungan dengan kelembagaan-kelembagaan tersebut. Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS Rancangan strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS adalah sebagai berikut : Tabel 12. Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS Kegiatan Tahap-tahap Pendayagunaan Tujuan Pelaksana 1 Identifikasi berbagai bentuk kelembagaan UKS yang ada di masyarakat Mengenali bentukbentuk kelembagaan UKS beserta program kegiatan yang dilaksanaakannya. Kelembagaan UKS dengan mediator kelompok PKK 2 Pelembagaan sistem kerjasama kelembagaan UKS dengan membentuk Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) - Membangun interaksi, komunikasi yang harmonis antar warga dan pengurus kelembagaan UKS - Mengadakan pertemuan rutin berdasarkan kesepakatan bersama. - Sosialisasi kegiatan dari masingmasing kelembagaan UKS yang ada. - Membentuk badan koordinasi kerjasama antar kelembagaan UKS - Menyusun konsep WKSBM - Menyebarluaskan informasi (sosialisasi) tentang keberadaan WKSBM - Menyusun rencana kegiatan WKSBM dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap permasalahan sosial/masalah kemiskinan Mengatasi kompleksnya masalah dan minimnya dana,sarana dan prasarana yang dimiliki masingmasing kelemb.UKS, agar penangana n mas.ke mas yarakatan (kemiskinan) dapat lebih optimal . Kelembagaan UKS dengan mediator kelompok PKK No Kajian Pengembangan Masyarakat 103 3 Pengembangan jaringan kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan UKS antar kelembagaan UKS yang ada 4 Mengembangkan partisipasi sosial dalam bekerjasama 5 Advokasi sosial - Fasilitasi penyelanggaraan forum-forum kegiatan kerjasama - Bekerjasama dengan Pemda setempat dan stakeholders terkait guna memperoleh dukungan pelaksanaan kegiatan mensejahterakan klg miskin - Menyelenggarakan kegiatan pelatihan SDM bagi penyelenggara kegiatan UKS - Menyusun rencana kegiatan UKS dengan penyelenggara kegiatan UKS lainnya yang mempunyai misi yang sama dalam rangka penyelanggaraan pendampingan, bantuan, bimbingan dan pemantapan teknis kepada pemda setempat, instansi dan stakeholders terkait. - Study banding dengan WKSBM lain yang sudah berjalan. - Melaksanakan aksi sosial yang meliputi program aksi jangka pendek, menengah dan panjang Menguatkan dan meningkatkan kinerja kelembagaan UKS dan jaringan kerjasama kelembagaan UKS (WKSBM) serta memperoleh dukungan dari pemda setempat dan stakeholders. - Pengelola kelembagaan UKS - Pelaksana WKSBM yang yang telah disepakati bersama - Pemda setempat (aparat kelurahan) - Stakeholders; TOMA, Pengusaha lokal, LSM dan Pemerhati masalah kemasyarakatan Menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungannya. - Penyedi aan, penyebarluasan informasi tentang kegiatan UKS. - Pelibatan WKSBM dalam kegiatan program pengentasan kemiskinan. - Melaksanakan identifikasi terhadap issue-issue permasalahan sosial yang memerlukan penanganan segera. - Menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konsultasi bagi warga masyarakat tentang sistem sumber yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan masalah sosial. Untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga masyarakat - Pelaksana kegiatan WKSBM - Pemerintah kelurahan dan stakeholders (pemerhati masalah kemasyarakatan di tingkat lokal) - Pelaksana kegiatan WKSBM - Pemerintah kelurahan dan stakeholders (pemerhati masalah kemasyarakatan di tingkat lokal) Kajian Pengembangan Masyarakat 104 Kontribusi Keberadaan Jaringan Kerjasama Kelembagaan UKS (WKSBM) Dalam Mensejahterakan Keluarga Miskin Berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, yakni dapat memberikan kontribusi dalam mensejahterakan keluarga miskin, maka diharapkan adanya kerjasama antar kelembagaan UKS yang diwujudkan dalam bentuk Wahana Kesejahteraan Sosial berbasis Masyarakat (WKSBM) ini dapat mengatasi permasalahan kemiskinan melalui cara sebagai berikut : a. Melakukan pendataan/mendata dan menilai masalah-masalah yang memerlukan penangann segera (identifying issues), yang makin menyebabkan nasib golongan miskin semakin terpuruk. Kemudian mencari solusi pemecahannya secara bersama. b. WKSBM mulai terlibat dalam pengawasan program pengentasan kemiskinan yang diselenggarakan pemerintah (Pro poor advocacvy), agar program tersebut tidak salah sasaran dan kriterianya sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. c. WKSBM juga mulai merancang dengan inisiatif dan sumber daya lokal mengembangkan penyediaan pelayanan sosial (delivering social services) : membangkitkan kembali gerakan orang tua asuh bagi anak sekolah yang berasal dari keluarga miskin, menyediakan pelayanan kredit murah dan merencanakan membuka bengkel kerja di bidang automotif untuk menampung warga yang menganggur dan program bapak angkat terhadap beberapa usaha di bidang peternakan yang dilakukan warga. d. WKSBM juga dapat berperan sebagai wahana penampung aspirasi masyarakat (mediating local communities), khususnya masyarakat miskin untuk menyampaikan masalah dan kebutuhannya. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat merupakan refleksi dari kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan, dan menanggulangi berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. WKSBM adalah jaringan kerja sama antar keperangkatan kelembagaan UKS yang ada di masyarakat yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. WKSBM dapat berperan sebagai katalisator yang dapat membawa warga untuk saling bekerja Kajian Pengembangan Masyarakat 105 sama dan membuka potensi yang dimilikinya untuk kegiatan penanganan masalah-masalah sosial. Tugas utama dari Wahana ini adalah menciptakan proses dialog antar warga secara kontinuitas untuk menangkap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. WKSBM ini bukan merupakan bentuk kelembagaan baru, melainkan hanya sebagai lembaga jaringan yang dapat dijadikan sebagai wahana pertemuan antar kelembagaan UKS. Dengan demikian WKSBM bukan merupakan kelembagaan tandingan bagi kelembagaan UKS yang telah ada, melainkan sebagai service development yang dapat berperan sebagai : a. Wahana pertemuan publik, melalui wahana tersebut WKSBM dapat menyelenggarakan pertemuan dengan kelompok-kelompok kepentingan tertentu, guna membahas berbagai permasalahan kemasyarakatan. b. WKSBM juga dapat berperan sebagai lembaga mediasi dan pelengkap dari anggotanya yang belum memiliki kemampuan tertentu untuk berhubungan dengan pihak lain, seperti dengan pemerintah atau lembaga lain yang diperlukan. c. WKSBM juga dapat menjadi tempat bersama untuk melaksanakan kegiatankegiatan pengembangan masyarakat, baik yang diprakarsai oleh masyarakat, swasta ataupun pemerintah. d. WKSBM juga dapat menjadi lembaga monitoring dan evaluasi bagi anggotanya yang terdiri dari kelembagaan lokal untuk lebih bertanggung jawab dan terbuka, maupun pengawasan terhadap program pembangunan yang diselenggarakan pemerintah setempat. Melalui keberadaan dan eksistensi WKSBM diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga miskin. Kondisi yang diharapkan dari meningkatnya kesejahteraan keluarga miskin ditandai dengan menguatnya fungsi keluarga dalam aspek-aspek sebagai berikut : (1) Penguatan pada fungsi ekonomi Berbagai kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan fisik-organis merupakan fungsi ekonomis atau fungsi nafkah rumah tangga/keluarga. Implementasi program WKSBM berupa membangun komunikasi yang Kajian Pengembangan Masyarakat 106 harmonis antar warga dan pelaksana kelembagaan, kegiatan tersebut diharapkan mampu membuat kesepakatan dan kerja sama antar kelembagaan yang ada dalam merancang kegiatan dengan inisiatif dan potensi yang dimiliki masyarakat setempat; mengembangkan penyediaan pelayanan sosial dasar dalam bidang penyediaan kredit murah bagi usaha ekonomi produktif, pelayanan kesehatan umum (seperti yang sudah dilakukan yakni pengobatan gratis bagi warga tidak mampu), program orang tua asuh bagi anak dari keluarga tidak mampu, program bapak angkat bagi warga yang melakukan aktifitas ekonomi melalui usaha peternakan unggas dan ikan ataupun untuk jangka panjang melalui inisiatif dan aspirasi warga berencana membuka bengkel kerja otomitof yang diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat setempat yang masih menganggur. Kegiatan-kegiatan sebagaimana diuraikan di atas, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan bagi keluarga miskin. Dengan demikian, dengan bertambahnya penghasilan akan berpengaruh terhadap kemampuan keluarga miskin dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Fungsi ekonomi keluarga terkait dengan pemenuhan kebutuhan sosial dasar seperti makan, pakaian, rumah, pendidikan dan kesehatan. Sejumlah kebutuhan sosial dasar tersebut sulit diwujudkan apabila tidak ada keseimbangan antara pendapatan dengan jenis, jumlah dan kualitas kebutuhan. (2) Kemampuan dalam melaksanakan peranan sosial Dalam suatu keluarga seharusnya terjadi hubungan sosial yang penuh dengan keharmonisan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh akibat adanya pertalian darah ataupun cinta kasih antar anggota keluarga. Dasar cinta kasih dan afeksi ini merupakan faktor penting bagi pembentukan perilaku individu anggota keluarga tersebut. Pada rumah tangga miskin fungsi tersebut terkadang mengalami gangguan (disfungsi). Kondisi ini didasarkan oleh adanya kemiskinan itu sendiri. Orang tua keluarg a miskin selalu disibukkan kesehariannya dengan bekerja mencari penghasilan, bahkan jam kerja yang banyak tidak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh. Demikian pula anak -anak dari keluarga miskin, kenyataan di lapangan menunjukan bahwa banyak anak -anak usia sekolah bekerja Kajian Pengembangan Masyarakat 107 membantu orang tuanya dengan menjadi pedagang asongan ataupun mengamen di jalan –jalan raya. Kondisi tersebut secara langsung akan berpengaruh terhadap fungsi afeksi dan perlindungan dari keluarga tersebut. Dengan adanya implementasi program WKSBM berupa pemberian bantuan modal usaha dan kerja sama antara pengelola kelembagaan UKS yang ada pada program anak asuh, diharapkan akan memberikan sedikit waktu luang bagi para orang tua keluarga miskin, sehingga mereka mampu berperan sosial sesuai perannya masing-masing, seperti sebagai orang tua peran sosialnya adalah dapat memberikan bimbingan, perhatian dan kasih sayang pada anak anaknya. Dengan adanya bantuan secara materi/immateri diharapkan mampu menjalankan peran tersebut, dalam arti bantuan yang diperoleh dapat mengurangi beban dalam upaya pemenuhan kebutuhan/mengatasi masalah sehingga selanjutnya peran sebagai orang tua dapat dilaksanakan dengan lebih baik. (3) Kemampuan dalam memecahkan permasalahan secara mandiri Peran WKSBM dalam men ingkatkan kemampuan memecahkan masalah secara mandiri, yakni dengan adanya kegiatan pengembangan partisipasi sosial dalam bekerja sama menangani permasalahan kemasyarakatan. Diharapkan melalui kegiatan tersebut, setiap warga masyarakat akan tumbuh kesadaran dalam mengenali permasalahan yang terjadi untuk selanjutnya mampu memberikan inisiatif dan terlibat aktif dalam setiap kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Dengan demikian, program -program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan adalah sesuai dengan aspirasi dan keinginan warga masyarakat itu sendiri. Kemampuan memecahkan masalah pada keluarga miskin seringkali mengalami hambatan, disebabkan tidak adanya rasa percaya diri akan kemampuan yang dimiliki karena segala potensi yang dimiliki keluarga tersebut semata-mata hanya ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan dasar; sandang dan pangan. Kajian Pengembangan Masyarakat 108 Program Aksi Langkah selanjutnya, yakni implementasi salah satu strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS, berupa program aksi sebagai berikut : (1) Program pembentukan badan koordinasi antar kelembagaan UKS dengan mediator PKK. Kegiatan yang dilakukan yakni mengadakan pertemuan untuk menentukan siapa pelaksana dari kerjasama antar kelembagaan UKS yang akan dibentuk. Berdasarkan hasil FGD maka diperoleh kesepakatan sebagai koordinator kegiatan kerjasama adalah pengurus PKK (Ketua kelompok PKK RW 05) yang telah mendapat dukungan dari seluruh peserta rapat, sedangkan kepengurusan lainnya merupakan perwakilan dari masingmasing kelembagaan UKS yang telah mendapat kesepak atan bersama. (2) Program sosialisasi WKSBM Kegiatan ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan adanya sinergitas antar kelembagaan UKS yang ada, berupa terwujudnya suatu wadah, media yang dinamakan Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat (WKSBM). Kegiatan yang dapat dilakukan dalam ran gka Sosialisasi WKSBM, yakni; menyusun profil/konsepsi WKSBM, mengadakan forum untuk memahami WKSBM baik tentang tujuan dibentuknya wahana tersebut, kebijakan ataupun strategi WKSBM sebagai pusat kegiatan masyarakat melalui tulisan, lisan maupun peragaan melalui media elektronik, pameran, bazar, dll. Kegiatan selanjutnya yang dilaksanakan, berupa membuat jadual rutin pertemuan yang merupakan kesepakatan bersama antar kelembagaan UKS, membuat rencana aksi bersama dan pembagian tugas serta dana. Pada saat kajian dilaksanakan bertepatan dengan persiapan menjelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, untuk itu sosialisasi WKSBM dilaksanakan dengan memberikan informasi secara lisan (disampaikan lurah pada saat pidato pembukaan kegiatan) kepada warga tentang keberadaan WKSBM, adapun kegiatan yang dilaksanakan berupa : a. Menyelenggarakan kegiatan bazar sembako murah yang ditujukan bagi warga masyarakat tidak mampu (miskin). Dana kegiatan selain diperoleh dari pengurus kelembagaan yang ada, juga hasil sumbangan dari warga Kajian Pengembangan Masyarakat 109 masyarakat mampu dan donatur lainnya. Pelaksanaan bazar berlangsung selama 3 hari, yakni tangga 14 s/d 16 Agustus 2005. b. Gotong royong melaksanakan aksi kebersihan, berupa membersihkan Sungai Cidurian, sungai kecil yang ada di wilayah Kelurahan Cigadung, yang dijadikan alternatif sebagian warga sebagai tempat pembuangan sampah. Kegiatan dilaksanakan selama 2 hari (sabtu – minggu, tanggal 20 – 21 Agustus 2005). (3) Program pengembangan jaringan kerjasama dan advokasi sosial. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai maksud implementasi dari programprogram kerja WKSBM bilamana sudah mulai eksis dan diterima baik oleh kelembagaan lokal yang menjadi pendukungnya. Langkah yang dapat dilakukan adalah menginformasikan mengenai fungsi dan tugas WKSBM kearah kegiatan partisipasi publik, seperti ; menyusun rencana/anggaran untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang terjadi secara kolaborasi antar kelembagaan UKS yang ada, mengajak warga masyarakat mampu baik secara materi/immateril untuk bersama-sama mengatasi masalah -masalah kemasyarakatan/kemiskinan, sehingga jangkauan pelayanan/manfaat yang dirasakan masyarakat menjadi lebih besar maknanya. Langkah selanjutnya, setelah WKSBM yang terbentuk tersebut benar-benar eksis adalah mencari pengaku an dari pemerintah daerah setempat sebagai bentuk partisipasi warga dalam program pembangunan. Kajian Pengembangan Masyarakat SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan 1. Berdasarkan hasil kajian, telah tumbuh dan berkembang pola kelembagaan usaha kesejateraan sosial yang dilaksanakan masyarakat, namun disadari upaya yang telah dilakukan kelembagaan -kelembagaan yang ada memiliki keterbatasan dalam hal kapasitas: sarana, prasarana maupun kegiatan yang kurang bersifat pemberdayaan (kurang terarah, terpadu, berkesinambungan dan memandirikan masyarakat) serta kurangnya dukungan pemerintah setempat dan jaringan kerjasama dengan pihak luar. Untuk itu diperlukan upaya pendayagunaan terhadap kelembagaan tersebut, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga miskin. 2. Kemiskinan yang terjadi di lokasi kajian, merupakan kemiskinan yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, karena kurangnya pendapatan, pengangguran ataupun tingginya biaya hidup di perkotaaan. Ketidakmampuan secara ekonomi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi pula keberfungsian sosial dari keluarga miskin, yakni kemampuan untuk menampilkan peranan sosial di masyarakat dan kemampuan dalam memecahkan masalahnya secara mandiri. 3. Untuk mendapatkan solusi dari kurang optimalnya pendayagunaan kelembagaan UKS diperlukan strategi yakni dengan membentuk jaringan kelembagaan UKS, agar tercapai sinergitas dalam pelaksanaan kegiatan UKS yang dilaksanakan masyarakat. Hasil kajian diperoleh bentuk kerjasama antar kelembagaan UKS berupa Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasaiskan Masyarakat (WKSBM). 4. Keberadaan dan eksistensi Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat (WKSBM) diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mensejahterakan keluarga miskin, yang ditandai hal-hal sebagai berikut : (1) Penguatan pada fungsi ekonomi, (2) Pengutan kemampuan dalam melaksanakan peran sosial dan (3) Kemampuan dalam memecahkan permasalahan secara mandiri. Kajian Pengembangan Masyarakat 111 5. Hasil kajian mengenai pendayagunaan kelembagaan UKS menghasilkan Program Aksi, yakni : (1) Program pembentukan koordinasi antar kelembagaan UKS, (2) Program sosialisasi WKSBM dan (3) Program pengembangan jaringan kerjasama dan advokasi sosial. Rekomendasi 1. Mengingat luas dan kompleksitasnya permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat berikut keterbatasn dana pemerintah dalam penanggulangannya, maka pemerintah daerah perlu memperhatikan, mendukung dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi terlaksananya kegiatan -kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan masyarakat lokal. 2. Pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus berusaha untuk saling menyadarkan dan mengingatkan kembali terhadap berbagai permasalahan sosial yang terjadi di sekitarnya, dan memberikan respon serta sensitif terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. 3. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasiskan Masyarakat (WKSBM) yang merupakan wadah, wahana jaringan kerjasama antar berbagai kelembagaan UKS yang ada dan telah terbentuk. Dalam perkembangan dan pelaksanaan kegiatannya perlu mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat. 4. WKSBM merupakan refleksi dari kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap perannya dalam mencegah, mengurangi, menekan dan menanggulangi berbagai masalah sosial yang tumbuh dan berkembang di lingkungan sosialnya. Untuk itu, partisipasi sosial warga perlu terus menerus di tumbuhkan dan diwujudkan dalam bentuk keterlibatan langsung masyarakat dalam kegiatan, sehingga tercapai kemandirian dan rasa percaya diri masyarakat akan kemampuan yang dimiliki. 5. Mengingat ruang lingkup kajian masih sangat terbatas, maka program aksi yang telah disusun dalam kajian ini perlu ditindak lanjuti, untuk pengembangan WKSBM nantinya dapat dijadikan sebagai community center untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh akses terhadap pelayanan sosial yang ada di lingkungannya ataupun sebagai tempat warga masyarakat mengungkapkan masalah/kebutuhannya. Kajian Pengembangan Masyarakat DAFTAR PUSTAKA Abdullah Irawan, 1998, Social Security : Dari Solid aritas Mekanis ke Formalitas Mekanisme Sosial, UGM : Yogyakarta. Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan RI berkerjasama dengan Lembaga Peneltian SMERU, 2001, Paket informasi penanggula ngan kemiskinan, Jakarta. Bambang Rustanto, 2002, Model Pengembangan Forum Warga Peduli di Jakarta, YPM Kesuma : Jakarta. Balatbangsos Depsos RI,2003, Prosiding Diskusi Pakar:Menemukan Model Pemberdayaan Pranata Sosial dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat,Jakarta. Carry, Lee J., 1970, Community Development as a Process, Columbia, Mesouri. Departemen Sosial RI, 2003, Kebijakan Operasional Pemberdayaan Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), Depsos, Jakarta. Departemen Sosial R.I., 2003, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Jakarta. Departemen Sosial RI, Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, 2002, Pusdatin, Setjen Depsos RI. Departemen Sosial RI,1974, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Jakarta. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Depsos R.I., 2003, Kebijakan Operasional Pemberdayaan Sosial WKSBM, Jakarta. Du Bois Brenda & Milley, 1992 : Social Work an Emporing Profesion, Allan Bacon : New York. Hermawati, Istiana, 2001, Metode dan Teknik dalam Praktek Pekerjaan Sosial, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Heru Nugroho, 1995, Makalah : Ketimpangan dan Pemberdayaan dalam Kumpulan Makalah -Makalah Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta. Hikmat, Hari, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora, Utama Press, Bandung. Ife, Jim, 1995, Community Development, Creating Community Alternative -Vision, Analysis and Practic, Logman, Australia. Kajian Pengembangan Masyarakat 113 Isbandi, Rukminto Adi, 2003, Pemberdayaan, pengembangan masyarakat dan Intervensi komunitas : Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis, lembaga penerbit FE, UI, Jakarta. Jellinek &Bambang Rustanto, 1999 : Survival Strategy of Javenese During the Economic Crisis, Word Bank : Jakarta. Kelurahan Cigadung, Laporan Pertanggung Jawaban tahun 2003, Bandung. Koentjaraningrat, 1986, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta. Mardiniah, Naning, 2003, Otonomi dan Pemberdayaan Desa dalam Paulus Wirutomo, 2003, Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah, hal.121-153, Cipruy, Bandung. Marliyantoro, Oleilin, 2002 : Konsep dan Relevansi Model Sosial dalam Majalah Jendela Vol 1, APMD, Jogyakarta. Masri Singarimbun, Sofyan Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta. Nasdian F. Tony dan Utomo BS, 2003, Pengembangan kelembagaan dan modal sosial, Magister profesional pengembangan masyarakat, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Noormohammed, Sidik, 1994 :Perumahan bagi Golongan Miskin dalam Kemiskinan di Indoensia, edt Dorojatun K, J, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Nuryana, Mu’man, 2002, Peranan sosial Kapital sebagai piranti sosial komunitas dilihat dari dimensi teoritis dan empiris, dalam majalh informasi kajian permasalahan sosial dan UKS, volume 7 No. 2 Puslit PKS, Baltbangsos Depsos RI, Jakarta. Paine, Malcom, 1986, Social care in the community, London :Nc Millan. Panjaitan Nurmala K, 2003 : Perilaku Manusia dalam Lingkungan Sosial, Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB. Pincus, Allan dan Anne Minahan, 1973, Social Work Practice : Model and Metods, Illionis : FY Peacock Publisher, Itasca. Pramono, Agung, 2003, Globalisasi dan Pergeseran Paradigma Pembangunan dalam Paulus Wirutomo, 2003, Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah, hal.1-32, Cipruy, Bandung. Kajian Pengembangan Masyarakat 114 Prasojo Nurani W & Ida Yuhana F, 2003, Pengelolaan Konflik Sosial, Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB. Rianingsih, Djohani, 1996, Acuan Penerapan PRA : Berbuat Bersama Berperan Setara, Studio Driya Media, Bandung. Rusli Said, dkk, 2003, Kependudukan, Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB. Sitorus, MT. Felix dan Augusta, Ivanovic, 2003, Metodologi kajian komunitas, Tajuk modul Magister Perofesional Pengembangan Masyara kat, IPB, Bogor. Soekanto, Soerjono, 1986, Sosiologi Suatu Pengantar, CV. Rajawali,Jakarta. Suharto, Edi, 2005, Analisis kebijakan Publik : Panduan Praktis mengkaji masalah dan kebijakan sosial, Alphabetha, Bandung Suharto, Edi, 2004, Pendekatan Pekerjaan Sosial dalam Menangani Kemiskinan, www.policy.hu/suharto/makindo 27, html Sumantri, T MC, dkk, 2003, Analisis Ekonomi Lokal, Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB. Sumarjo dan Saharuddin, 2004, metode-metode partisipatif dalam pengembangan masyarakat, Tajuk Modul , Bogor : Jurusan Ilmu Sosek Fakultas Pertanian IPB dan Program Pasca Sarjana IPB. Supriyatna, Tjahya, 1997, Birokrasi Pemberdayaan Kemiskinan, Humaniora, Utama Press, Bandung. dan Pengentasan Suryana, Ahmad, 2003, Evolusi pemikiran kebijakan ketahanan pangan, Kumpulan artikel, BPFE Ekonomi UGM, Yogjakarta. Seregaldin dan Dasgupta, Social Capital, Multifaceted Perspective, Washington DC, World Bank, 2001. Syaukat Y & Hendrakusumaatmaja S, 2003, Pengembangan Ekonomi berbasis Lokal, Magister Profesional Pengembangan Masyarkat, Program Pasca Sarjana IPB. Syahyuti, 2003, Bedah Konsep Kelembagaan : Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian, Puslitbang Sosek, Badan Litbang Pertanian , Bogor. Kajian Pengembangan Masyarakat 115 Uphoff, Norman, 1988, Assisted Self-Reliannce: Working With, Rather than For, The Poor, dalam Lewis John P., and Contributors, Strengthening The Poor: What Have We Learned ? hal. 47-57, Overseas Development Council, Washington DC. Yusman Iskandar dkk, Ensiklopedia Pekerjaan Sosial Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial RI, Jakarta, 2004. Kajian Pengembangan Masyarakat 117 Desa Ciburial Kab. Bandung Peta Kelurahan Cigadung U Kel Dago Kel Cibeunyuing Kab. Bandung Kel Sekeloa Kel Sadangserang Kel Sukaluyu 119 CATATAN HASIL P R A Hari/tanggal : Tempat : Pemimpiin Diskusi : Pencatat Diskusi : Aspek-aspek yang didiskusikan : 1. Masalah, penyebab dan upaya yang dilakukan oleh keluarga miskin 2. Kebutuhan yang dirasakan keluarga miskin 120 3. Potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga miskin 4. Program pemecahan masalah yang dibutuhkan 121 CATATAN HASIL P R A Hari/tanggal : Tempat : Pemimpin Diskusi : Pencatat Diskusi : Aspek-aspek yang didiskusikan : 1. Identifikasi kelembagaan UKS yang ada di Kelurahan Cigadung 2. Visi dan misi kelembagaan UKS 3. Potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh kelembagaan UKS 122 4. Faktor pendorong dan penghambat kinerja kelembagaan UKS 5. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kegaitan UKS 6. Harapan mengenai kelembagaan UKS dan bentuk kerjasama kelembagaan yang tepat untuk mengatasi permasalahan kemasyarkatan. 123 124 125 Kondisi Perumahan dan lingkungan padat penduduk (kumuh) Kelurahan Cigadung Kondisi Perumahan dan lingkungan padat penduduk (kumuh) Kelurahan Cigadung Kondisi Perumahan dan lingkungan padat penduduk (kumuh) Kelurahan Cigadung 126 Kompleks perumahan mewah di Kelurahan Cigadung Kompleks perumahan mewah di Kelurahan Cigadung Kompleks perumahan mewah di Kelurahan Cigadung 127 Profil Kelembagaan UKS yang dilaksanakan masyarakat Kelurahan Cigadung Profil Kelembagaan UKS yang dilaksanakan masyarakat Kelurahan Cigadung Profil Kelembagaan UKS yang dilaksanakan masyarakat Kelurahan Cigadung 128 Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) 129 Sarana/tempat penyelenggaraan kegiatan UKS Sarana/tempat penyelenggaraan kegiatan UKS Sarana/tempat penyelenggaraan kegiatan UKS 130 Bantuan modal usaha KOPAGA kepada sekelompok pedagang Bakso Swadaya masyarakat dalam perbaikan jalan kampung MCK umum hasil dari swadaya masyarakat (kegiatan Rereongan)