ESD Perlu Pengembangan HARIAN SINDO, Wednesday, 26 May 2010 PENDIDIKAN sangat dinamis dan telah mengalami revolusi pada konsep dan ideologinya.Hal ini disebabkan perkembangan kehidupan yang juga mengalami perubahan yang mendasar. Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut,harus dilakukan penyetelan ulang terhadap konsep pendidikan. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan atau education for sustainable development (ESD) merupakansebuahkonseppendidikan yang tidak hanya bervisi pada pendidikan murni, tetapi sekaligus menggabungkan konsep pembangunan dari perspektif ekonomi, sosial,budaya,dan lingkungan. Senior Programme Coordinator Networking and Capacity Building at Centre for Environment Education, India (CEE), Shivani Jain, menjelaskan, belajar merupakan proses penemuan. Baik itu penemuan sendiri maupun penemuan akan segala yang ada di sekitar manusia. Fokus dari kualitas mengajar adalah selalu ”belajar”. Seorang guru yang baik harus menjadi seorang pembelajar yang baik juga. Dengan demikian,untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam dunia pendidikan formal, memahami apa itu belajar dan bagaimana belajar itu berlangsung. ”Menjadi sangat penting proses belajar seorang anak agak berbeda dengan proses belajar orang dewasa,” tutur Shivani. Walaupun keduanya adalah belajar melalui analisis dan membangun pemahaman melalui pengalaman. Seorang dewasa hanya belajar bila merasa butuh untuk belajar. Sementara, seorang anak sepertinya haus untuk belajar sepanjang waktu. Karenanya, komunitas pendidik perlu memberikan perhatian ekstra pada siklus belajar dan menganalisisnya dalam kerangka strategi pembelajaran yang lebih baik. Shivani menjelaskan, ESD bukanlah hanya sebagai satu subjek atau disiplin ilmu yang harus dipelajari siswa dengan cara duduk di dalam kelas. Sebab, ESD merupakan proses, perspektif, sikap, dan aksi. Consultan Climate Security Programme Team British council Indonesia, Nita Irawati Murjani, menyebutkan, masa depan bumi berada di tangan generasi muda. Kepedulian mereka hari ini akan menjamin kondisi bumi yang akan mereka warisi kelak agar kepedulian itu tumbuh,terawat,dan terarah. Bimbingan yang tepat dari guru mutlak diperlukan. ”Selain orang tua, guru memiliki peran strategis nyata dalam menanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap lingkungan ini,” kata Nita. Sebuah laporan studi tentang pendidikan perubahan iklim di Indonesia yang berjudul ”Mapping Climate Education In Indonesia: Opportunities for Development” menunjukkan dua temuan penting.Pertama,adanya persepsi keliru dari sebagian responden yang mewakili kalangan akademik bahwa perubahan iklim adalah kehendak Tuhan. Kedua, salah satu masalah untuk pendidikan perubahan iklim di sekolah adalah tidak adanya materi ajar tentang perubahan iklim yang dapat digunakan guru. Merespons masalah tersebut,Nita mengatakan,British Council telah memulai sebuah proyek yang bertajuk Climate4- classrooms yang bertujuan untuk menyediakan materi ajar untuk guru sebagai bahan mengajar di dalam kelas. ”Indonesia telah dipilih sebagai salah satu negara percontohan bersama dengan Inggris, Meksiko, dan China,”kata Nita. Pada awalnya, materi Climate- 4Classrooms dikembangkan sebagai materi onlineyang disusun oleh British Council UK bekerja sama dengan Royal Geographical Society (RSG) dan Royal Meteorological Society (RMets). Di Indonesia, British Council bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional dalam mengembangkan sebuah panduan (guide line) yang dapat dipergunakan guru berbagai bidang studi untuk mengembangkan materi ajar perubahan iklim sesuai subjeknya. Guide line tersebut bahkan juga melihat keterkaitan antar subjek dalam pengajaran perubahan iklim. Saat ini, materi Climate4- Classrooms sedang dalam tahap penyempurnaan untuk mendapatkan masukan dari para guru sebagai pengguna materi tersebut. Kendati begitu, materi itu telah dipakai sebagai salah satu materi untuk pelatihan guru dari sekolahsekolah Islam di Padang dan sekitarnya yang pernah mengikuti program British Council lainnya,yaitu Islamic School Supporting Network (ISSN). Sebagai kelanjutan dari pelatihan guru di Padang,British Council akan membuat program uji coba penggunaan materi Climate4- Classrooms di enam sekolah di Padang dan sekitarnya. Tujuan kegiatan uji coba ini adalah untuk melihat seberapa jauh materi yang ada dapat dipergunakan guru dan bagaimana dapat integrasikan ke kurikulum yang ada. Sementara, Education Consultan Madania Educational Innovation Canter Deddy Sanjaya mengatakan, dalam menyiapkan program pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan,pendidik harus terlebih dahulu menyamakan paradigma mengenai ESD. ”Hanya dengan berbagi pandangan yang sama, maka program ESD dapat berjalan dengan baik,”sebutnya. Deddy menjelaskan,penerapan ESD dalam sekolah formal bukanlah misi yang mustahil.Walaupun dihadapi dengan keterbatasan waktu dan beragamnya materi yang bisa diberikan, sebenarnya masih ada daerah yang belum terjelajahi. Titik awal dari semuanya adalah para guru dengan mengembangkan kompetensi dasar yang memungkinkan terwujudnya ESD dalam pembelajaran. Karena itulah, Deddy mengingatkan bahwa ESD bukanlah hanya sebuah program, tapi juga ajang penyebaran ide. Sebab itu, kesuksesannya bergantung pada seberapa luas pengaruhnya. (hermansah)