I. PENDAHULUAN Salah satu masalah yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah pesatnya pertambahan penduduk sehingga kebutuhan akan pangan maupun kebutuhan lainnya juga turut bertambah. Dilain pihak jumlah lahan yang dapat memproduksi pangan sangat terbatas oleh akibat banyaknya lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman atau perumahan. Bebagai usaha yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Namun keterbatasan teknologi serta pengetahuan bagi para petani mengakibatkan penggunaan sumberdaya alam tersebut bahkan menimbulkan lahan-lahan kritis. Melihat keadaan tersebut pemerintah mengambil berbagai kebijaksanaan meningkatkan hasil pangan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Namun pada kenyataannya jumlah lahan kritis setiap tahun semakin bertambah sehingga perlu upaya penanggulangan diantaranya melalui usaha reboisasi dan penghijauan. Bahkan saat sekarang dikembangkan suatu system tata guna lahan dengan penanaman secara bersama antara tanaman kehutan dan tanaman pertanian yang dikenal dengan system agroforestry. Tujuan utama dari system agroforestry adalah untuk memperbaiki serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui usaha peningkatan produksi bahan makanan maupun peningkatan pendapatan penduduk yang diarahkan kepada penyelamatan dan pencegahan kerusakan hutan, tanah, dan air (Maydell, 1978 dalam Alrasjid., 1981). Untuk itu perlu pemilihan tanaman yang baik dan tepat sesuai dengan keadaan setempat dimana diharapkan dapat memberikan keuntungan dan nilai tambah kepada para petani. Jambu mete (Anacardium occidentale Linn) adalah salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman campuran antara tanaman keras dengan tanaman pertanian karena disamping sifatnya yang dapat memulihkan kondisi kesuburan tanah juga pencegah erosi pada tanah-tanah gundul atau kritis. Disamping itu sifatnya yang lain adalah tahan terhadap kekeringan juga pemeliharaan mudah dan sederhana serta pertumbuhannyarelatif singkat sudah dapat memenuhi fungsi dan peranannya sebagai tanaman penghijauan (Djarijah,dkk, 1994). Lebih lanjut Sumartono (1994) mengemukakan bahwa tanaman jambu mete tidak memerlukan persyratan tumbuh yang tinggi serta dapat hidup pada tanah-tanah yang kurang subur dan kekurangan hara. Tanaman jambu mete mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi oleh karena buahnya dapat dikonsumsi disamping bijinya mengandung gizi yang tinggi sedangkan buah semunya banyak mengandung vitamin C, B1 dan B2. Kulit bijinya mengandung cairan CNSL yang berguna untuk bahan pembuat cat (Sumartono,1983). Sehubungan dengan hal tersebut maka akan dipaparkan pola pengembangan tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) dengan tanaman legum Stylo (Stylosanthes guianensis Aubl) II. PERKEMBANGAN AGROFORESTRY Sistem agroforestry merupakan sistem yang relatif baru umtuk rangkaian kegiatan yang telah dikenal sejak lama dan konsep agroforestry telah memperoleh pengakuan secara internasional dalam memanfaatkan lahan dan telah mengalami berbagai kesukaran dan dalam waktu yang lama sebelum dapat diterima di kalangan ilmuwan baik sebagai suatu nama maupun sebagai suatu konsep. Istilah agroforestry meliputi berbagai macam sistem pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan kehutan dan pertanian atau penggembalaan pada lahan sama. Agroforestry diarahkan pada penyelesaian masalah pengembangan pedesaan, utamanya pada daerah tropis, dengan: - Meningkatkan dan memperbaiki hasil produksi - Menjaga penyediaan energi lokal - Produksi kayu dan berbagai bahan mentah lainnya bagi kebutuhan petani itu sendiri, untuk industri, dan jika mungkin untuk di ekspor - Perlindungan dan perbaikan potensi produksi pada lahan dan lingkungan yang tersedia; meningkatkan daya dukung ekologi manusia; - Menjaga kelestarian melalui intensifikasi pemanfaatan lahan yang tepat - Memperbaiki kondisi sosial ekonomi di daerah pedesaan dengan menciptakan lapangan kerja, pendapatan dan mengurangi resiko; - Pengembangan sistem pemanfaatan lahan yang mengoptimalkan penggunaan teknologi modern dan pengalaman tradisional setempat sesuai dengan budaya dan kehidupan masyarakat yang dimaksud (H.J. Von Maydell,FRG,1988) Menurut Junus dkk (1984), dalam prakteknya di lapangan terdapat berbagai perwujudan atau variasi agroforestry antara lain : 1. Agrosylvikultur : perpaduan produksi tanaman pertania dengan tanaman keras. 2. Sylvopastoral : Perpaduan antara sistem silvikultur dengan produksi hewan seperti halnya penggembalaan dalam hutan. 3. Agrosylvopastoral : Perpaduan antara produksi pertanian dan kehutanan sekaligus peternakan hewan. Di negara sedang berkembang populasi ternak tinggi namun produksi dar ternak sangat rendah. Sebab utama yang membatasi produksi ini adalah kelangkaan pakan ternak. Makanan ternak tidak tersedia dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Hal ini disebabkan oleh penggunaan areal yang semakin luas untuk tanaman pangan bagi manusia karena tekanan populasi yang bertambah sementara lahan padang rumput penggembalaan semakin berkurang.Oleh karena itu penggabungan beberapa pohon penting penghasil pakan ternak dengan tanaman pertanian dapat memainkan peranan penting dalam memenuhi kebutuhan untuk hewan; dengancara demikian produksi akan bertambah dan efisiensi kerja peternakan hewan akan meningkat. Ada beberapa jenis pohon hutan yang dapat digabungkan dengan tanaman pertanian untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Pohon-pohon ini tidak hanya memproduksi pakan ternak, tetapi juga membantu keseimbangan kondisi iklim, mengendalikan erosi tanah, memperbaiki struktur dan kesuburan tanah, menyediakan kayu bakar dan lain sebagainya.(Lahjie,2001) Dalam kaitannya dengan penggunaan lahan, sebaiknya sistem agroforestry dilaksanakan di daerah dengan kondisi topografi yang miring, dengan tingkat kesuburan yang rendah. Dengan melaksanakan system agroforestry di daerah tersebut tidak saja mengatasi erosi akan tetapi juga menjamin tersedianya pangan, kayu bakar dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani (Satjapradja, 1981). Selanjunya dikemukakan bahwa untuk pengembangan agroforestry, agar tidak mengkonversi hutan alam yang masih baik akan tetapi lebih difokuskan pada rehabilitasi tanahtanah kritis. III. POLA PENGEMBANGAN SISTEM AGROFORESTRY DENGAN TANAMAN JAMBU METE, STYLO DAN RUMPUT BEDE Pola pengembangan tanaman jambu mete dengan legum pakan ternak digolongkan ke dalam system silvopastural dan dekripsi tanaman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn) a. Asal dan penyebaran Jambu mete berasal dari Amerika Selatan yakni dari daerah Brazzilia bagian Timur Laut pada daerah lembah sungai Amazone. Tanaman ini dimasukkan ke Indonesia pada abad XVI, namun belum berperan sebagai tanaman komersil (Abdullah, 1985). Menurut Rismunandar (1986) bahwa tanaman jambu mete kini telah menyebar ke negara-negara yang beriklim tropis dan merupakan tanaman kosmopolit. Sedangkan di Indonesia tersebar di daerah Jawa dan Madura. b. Sistimatika Kedudukan tanaman jambu mete dalam ilmu sistimatika adalah sebgai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Sapindales Familia : Anacardiaceae Genus : Anacardium Species : A. occidentale c. Morfologi Sistem perakaran tanaman jambu mete terdiri atas akar tunggang dan beberapa akar yang tumbuhnya mendatar ke samping, sedang akar-akar disekitar akar tunggang yang tumbuhnya vertikal ke bawah, sehingga memungkinkan tanaman dapat berdiri kokoh di atas tanah tempat tumbuhnya. Sistem perakaran dan luas daerah pertumbuhannya yang menyebar tersebut menjamin pertumbuhan dan perkembangan tanaman sekalipun tumbuh di daerah kering. Namun pertumbuhannya menjadi kurang baik apabila aerasi jelek (Djarijah dkk., 1998) Tanaman jambu mete termasuk tanaman pohon. Percabangan relatif dibentuk dekat permukaan tanah dengan habitus agak menyebar, sehingga menyerupai bentuk semak. Tinggi pohon mete dapat mencapai 10 – 12 m (Rismunandar,1986). d. Syarat Tumbuh Tanaman jambu mete dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dengan curah hujan 500 mm setahun bahkan curah hujan 3000 - 4000 mm setahun, asal drainasenya baik (Djarijah dan Mahedalswara, 1994). Dan menurut Sumartono (1983) tanaman jambu mete lebih menyukai suhu tinggi dan dapat mentolerir suhu udara yang lebih tinggi dari 30C dan rendah rata-rata 20C dengan curah hujan terendah hingga tinggi. Umumnya tanaman jambu mete dapat tumbuh dan menghasilkan .hampir pada semua jenis tanah kecuali tanah-tanah lempung, tanah-tanah yang mengandung lapisan garam dan tanah-tanah dengan darinase buruk. Tanaman jambu mete juga dapat tumbuh dengan baik pada tempat-tempat dengan kedalaman air tanah mencapai 10 m. tanah gembur mengandung pasir dan air tidak tergenang adalah tempat tumbuh terbaik bagi jambu mete (Rismunandar, 1986). 2. Stylo (Stylosanthes guianensis Aubl) a. Asal dan penyebaran Stylo adalah jenis legum yang berasal dari benua Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tanaman ini ditanam sebagai salah satu upaya untuk menekan laju erosi di Australia, sebagai pasture stylo diintoduksikan ke Afrika Timur dan Afrika Barat dan telah menyebar luas dan ditanam sebagai tanaman pioneer pada pasture rumput/legum pada daerah kurang subur. b. Sistimatika Menurut Reksohadiprodjo (1985) bahwa kedudukan stylo dalam ilmu sistimatika sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Familia : Leguminoseae Genus : Stylosanthes Species : S. guianensis c. Morfologi Stylo termasuk tanaman berumur panjang (menahun) yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 100 – 150 cm menyerupai semak. Tanaman ini mempunyai batang yang kasar, berbulu serta rimbun menutupi tanah. Tanaman ini setiap tangkai berdaun tiga helai dan berbentuk ellips atau pedang yang ujungnya meruncing. Panjang daun 1-6 cm, agak berbulu dengan tangkai daun panjangnya 1-10 mm. Bunganya berbentuk kupu-kupu kecil tersusun dalam tandan dan berwarna kuning, karangan bunga terdiri dari beberapa kumpulan bunga yang setiap karangan bunga mengandung 40 bunga. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa stylo berbuah polong, setiap polongnya mengandung satu biji yang berwarna coklat kekuningan. Panjang tiap polongnya 2-3 mm, lebarnya 1,5-2,5 mm. Sedangkan system perakarannya luas masuk jauh ke dalam tanah, sehingga tahan terhadap kekeringan(AAK, 1990) d. Syarat Tumbuh Tanaman stylo dapat tumbuh baik pada tanah-tanah kering maupun basah serta cocok ditanam pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan minimal 875 mm setahun dengan ketinggian 0 – 1000 mm di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat hidup pada temperatu tinggi. Tumbuh baik pada tanah-tanah liat maupun berpasir dan agak tahan terhadap drainase yang kurang baik namun tidak tahan terhadap naungan (AAK, 1990). e. Penggunaan Tanaman stylo dapat digunakan sebagai tanaman pakan ternak terutama pada penggembalaan, stylo juga dapat diawetkan dalam bentuk hijauan kering sebagai persedian ternak pada saat tertentu, misalnya paceklik dan bagi ternak selama dalam perjalanan. Juga dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pada saat terbaik tetapi saat itu belum dimanfaatkan (Rismunandar,1986). Dengan penerapan pola agroforestry terhadap kedua tanaman di atas dapat digamparkan bahwa penanaman tumpangsari dengan menggunakan jenis leguminosa memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan jambu mete karena selain menekan pertumbuhan gulma yang sangat memberikan pengaruh terhadap persaingan penyerapan unsur hara. Disamping itu tanaman stylo dapat berfungsi dengan baik terhadap penutupan tanah dengan perakaran yang dalam mampu mencegah terjadinya evaporasi yang berlebihan sehingga lebih memungkinkan tersedianya air dalam tanah yang merupakan faktor penting dalam mekanisme penyerapan hara dimana akar lebih banyak mengabsorbsi hara dalam suasana lembab dari pada bila akar tumbuh dalam suasana kering (Soepardi, 1977) Selain itu diduga juga bahwa dengan adanya tanaman penutup tanah dari jenis-jenis leguminosa akan terjadi penambahan unsure hara nitrogen (N) ke dalam tanah oleh kemampuan tanaman legum dalam mengikat nitrogen dari udara bebas. Dengan adanya tambahan unsur nitrogen ini akan turut mempengaruhi pertumbuhan maupun perkembangan tanaman pokok. Hal tersebut didukung oleh suatu pernyataan bahwa tanaman legum dapat mensuplai unsur nitrogen pada tanaman sekitarnya sehingga akan memperbaiki pertumbuhan serta produksi tanaman oleh karena famili leguminosa pada umumnya dapat mengikat nitrogen bebas dari udara dengan bantuan bintil-bintil akar bakter-bakteri rhizobium. Dimana bintil-bintil akar bakteri tinggal dan berkembang biak serta melakukan fiksasi nitrogen bebas di udara. Menurut Yuhaeni dkk (1983) bahwa unsure nitrogen sangat kuat pengaruhnya dalam fase-fase pertumbuhan tanaman karena unsure nitrogen berfungsi didalam sintesa protein yang merupakan unsure pembangun protoplasma dalam pembentukan organ-organ tanaman. Dengan bertambahnya unsur-unsur nitrogen maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan menjadi lebih baik sehingga tanaman cenderung membentuk daun yang lebar serta batang yang lebih besar dan tanaman semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Nur Hidayah (1989) menyatakan bahwa perlakuan tumpangsari antara jambu mete dengan tanaman jenis legum S. guianensis memperlihatkan pengaruh yang terbaik. Hal tersebut dapat terjadi sebab berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan dapat memperlihatkan cirri pertumbuhan yang spesifik dengan cepatnya membentuk rumpun yang lebat dan berlapis-lapis dalam waktu yang relatif singkat, akibatnya gulma tidak diberi kesempatan untuk tumbuh, laju evaporasi ditekan seminim mungkin sehingga memungkinkan adanya air tersedia dalam keadaan tanah yang lembab. Sifat spesifik ini akan turut mempengaruhi suplai nitrogen yang telah siap diserap oleh akar tanaman poko. Karena salah satu factor fisik yang mempengaruhi simbiosis legum adalah kelembaban tanah, dimana bakteri rhizobium sensitive terhadap kekeringan bila terbuka di udara dan tidak dapat hidup terus-menerus sepanjang waktu dalam tanah kering udara. Lebih lanjut menurut AAK (1990) leguminosa di daerah tropis tumbuh lebih lambat dari pada tanaman rumput. Dan beberapa keuntungan tanaman campuran dengan leguminosa : 1. Memperbaiki unsure N dalam tanah, karena kemampuan leguminosa untuk mengikat N dari udara oleh bakteri yang terdapat di dalam bintil-bintil akar. 2. Memperbaiki mutu makanan hijauan karena protein dan kadar mineral cukup tinggi. 3. Di daerah tropis di mana kelembaban rendah akan membatasi pertumbuhan tanaman rumput pada saat-saat tertentu, tetapi dengan campuran leguminosa, leguminosa dapat memperbaiki pertumbuhan, karena akarnya lebih dalam. IV. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola pengembangan tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) dengan tanaman legum (Stylosanthes guianensis Aubl) yang merupakan salah satu bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan mengetahui sifat-sifat pertumbuhan masing-masing tanaman. Dengan demikian nilai produksi dari suatu lahan yang kondusif dapat ditingkatkan secara ekonomi. DAFTAR PUSTAKA Abdullah. 1985. Jambu Mete Sebagai Komoditi Eksport yang Mempunyai Harapan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume IV. No.1. balai Penelitian Tanaman Industri Bogor, Bogor AAK. 1990. Hijauan Makanan Ternak. Penerbit Kanisius Yogyakarta, Yogyakarta. Djarijah, Nunung Marlina dan Maheldalswara.1994. Jambu Mete Pembudidayaannya. Penerbit Kanisius Yogyakarta, Yogyakarta. dan Junus,M., A.R. Wasaraka, J.J.Fransz, Memet Rusmaedy, Soeyitno, S., Sanggen Ny. Digut, Mappatoba Sila. 1984. Dasar-dasar Ilmu Kehutanan I. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur. Lahjie.M.Abubakar. 2000. Teknik Agroforestri. Penerbit UPN Veteran Jakarta, Jakarta. Nurhidayah. 1989. Studi Pertumbuhan Jambu Mete dengan Beberapa Legum dan Rumputan. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian dan Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar Rismunandar. 1984. Tanah dan Seluk Beluknya Terrhadap Pertanian. Penerbit Sinar Baru. Bandung TUGAS : ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DOSEN : DR.Ir.WEMPIE POLA PENGEMBANGAN JAMBU METE(Anacardium occidentale Linn) DAN JENIS LEGUM(Stylosanthes guianensis Aubl) DENGAN METODE AGROFORESTRY SRI DARMAYANI TODING P0102022004 KEKHUSUSAN KEHUTANAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2002