[CLICK UNTUK COURSE TITLE] 1 5A Course Content Part MASALAH POKOK PEMBANGUNAN : PENDUDUK Tujuan Instruksional Umum Modul ini dimaksudkan untuk membantu anda lebih memahami masalah penduduk, ketenagakerjaan serta dualisme. Tujuan Instruksional Khusus Setelah membaca modul ini diharapkan anda akan memahi sebagai berikut : a) Masalah penduduk yang dihadapi oleh negara yang sedang berkembang. b) Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran. c) Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dualisme pembangunan. PERTUMBUHAN PENDUDUK Masalah kependudukan yang dimaksudkan disini adalah masalah pertambahan jumlah penduduk yang sangat tinggi di negara-negara sedang berkembang. Hal ini akan menimbulkan berbagai masalah bagi upaya-upaya pembangunan yang dilakukan karena hal tersebut menyebabkan pertambahan jumlah tenaga kerja menjadi cepat, sedangkan kemampuan negara-negara sedang berkembang itu dalam menciptakan kesempatan kerja baru sangat terbatas. Sebagai akibat dari kedua keadaan yang bertentangan tersebut, maka pertumbuhan penduduk bisa menimbulkan masalah-masalah seperti : struktur umur muda, jumlah pengangguran yang semakin lama semakin bertambah, urbanisasi, dan sebagainya. STRUKTUR UMUR PENDUDUK Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin cepat di negara-negara sedang berkembang menyebabkan proporsi penduduk yang belum dewasa menjadi bertambah tinggi dan jumlah anggota keluarga bertambah besar. Akibatnya angka beban tanggungan (burden of dependency ratio), yaitu perbandingan antara orang-orang yang belum/tidak sanggup bekerja dengan orang-orang yang ada dalam batas umur turut serta dalam proses produksi. Atau dapat juga dikatakan, perbandingan beban tanggungan adalah perbandingan penduduk yang berumur 0 – 14 tahun dan di atas 65 tahun dengan penduduk yang berumur 15 – 64 tahun. Indonesia memiliki angka beban tanggungan sekitar 75. Ini berarti tiap-tiap 100 orang penduduk umur produktif harus menanggung 75 penduduk yang tidak produktif. Kalau dibandingkan dengan negara-negara maju yang angka beban tanggungannya berkisar 30 – 59, maka angka beban tanggungan untuk Indonesia termasuk tinggi. Besarnya golongan umur anak-anak yang disebabkan oleh tingginya angka kelahiran merupakan salah satu faktor penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh yang sebenarnya harus ditabung untuk kemudian diinvestasikan bagi pembangunan ekonomi, terpaksa harus dikeluarkan untuk keperluan konsumsi. TEORI PERANGKAP PENDUDUK DARI MALTHUS Dalam tulisan Malthus yang berjudul : Essay on the Principle of Population ia melukiskan konsep hasil yang menurun. Malthus menjelaskan kecenderungan umum penduduk seuatu negara untuk tumbuh menurut deret ukur yaitu menjadi dua kali lipat setiap 30 – 40 tahun. Sementara itu, pada waktu yang bersamaan, karena hasil yang menurun dari tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret hitung. Oleh karena pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan tinggi, maka pendapatan per kapita akan cenderung turun menjadi sngat rendah, yang menyebabkan jumlah penduduk tidak pernah stabil, atau hanya sedikit di atas subsisten. Oleh karena itu, Malthus berkeyakinan bahwa satusatunya cara untuk mengapuskan tingkat kehidupan yang rendah atau “kemiskinan absolut” adalah menganjurkan masyarakat untuk “menahan hawa nafsu” dan membatasi jumlah keturunannya. Mnurt Malthus, negara-negara miskin tidak akan pernah mampu menaikkan tingkat pendapatan per kapitanya di atas tingkat pendapatan per kapita subsisten kecuali mereka melakukan usaha yang bersifat preventif terhadap pertumbhan penduduk. Jika tidak ada usaha pengendalian, maka pengendalian positif (seperti kelaparan, penyakit, dan perang) terhadap pertumbuhan penduduk mau tidak mau akan merupakan kekuatan pengendalian. Model “perangkap penduduk” dari Malthus ini merupakan teori yang sederhana yang melukiskan hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Sayangnya teori ini didasarkan atas asumsi-asumsi yang sangat sederrhana. Teori ini bisa dikritik melalui dua aspek. Kritik pertama dan yang paling penting dalah bahwa model ini sama sekali tidak memperhatikan dampak kemajuan teknologi yang sangat pesat dan dapat mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Kritik kedua adalah mengenai asumsi dari model yang mengatakan bahwa tingkat kenaikan penduduk secara nasional berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan perkapita secara nasional tanpa dibuktikan secara empiris. Kritik ketiga, teori ini memusatkan perhatian kepada variabel yang keliru yaitu pendapatan perkapita sebagai faktor penentu utama tingkat pertumbuhan penduduk. Suatu pendekatan yang lebih baik adalah terpusat pada ekonomi mikro dari proses pembuatan keputusan ukuran keluarga dari masing-masing invidual dan tingkat kehidupan menjadi faktor penentu utama dari keputusn keluarga apakah akan mempunyai lebih banyak atau lebih sedikit. TEORI TRANSISI PENDUDUK Teori transisi penduduk ini menjelaskan mengapa semua negara-negara maju sekarang ini melalui 3 tahap yang sama dalam sejarah kependudukan modern. Sebelum adanya modernisasi perekonomian mereka, negara-negara tersebut untuk berabad-abad mengalai pertumbuhan penduduk yang lambat sekali sebagai kombinasi dari tingginya tingkat kelahiran yang hampir sama dengan tingkat kelahiran. Ini berada pada tahap I. Tahap II mulai terjadi pada saat modernisasi menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kematian dan secara perlahan-lahan menaikkan tingkat harapan hidup. Namun demikian, penurunan tingkan kematian tidak secara langsung diikuti oleh penurunan tingkat kelahiran. Akibatnya, perbedaan pertumbuhan antara tingkat kelahiran yang sangat tinggi dengan tingkat tingkat kematian yang menurun menyebabkan pertumbhan penduduk menjadi sangat tinggi dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Oleh karena itu, tahap ke II ini menandai dimulainya peralihan penduduk (demographic transition) yaitu peralihan dari pertumbuhan penduduk yang stabil dan lambat ke pertumbuhan penduduk yang cepat. Akhirnta, tahap III terjadi pada saat kekuatankekuatan dan pengaruh-pengaruh modernisasi dan pembangunan menyebabkan tingkat kelahiran menurun seimbang dengan tingkat kematian sehingga pertumbuhan penduduk kecil sekali atau bahkan tidak tumbuh sama sekali. MIGRASI DAN PEMBANGUNAN Beberapa tahun yang lalu migrasi dari desa ke kota dipandang sebagai hal yang menguntungkan dalam kajian pembangunan ekonomi. Migrasi internal dianggap sebagai suatu proses yang alamiah dimana surplus tenaga kerja secara perlahan-lahan ditarik dari sektor perdesaan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi pertumbuhan industri perkotaan. Proses tersebut dianggap bermanfaat secara sosial karena sumber daya manusia dipindahkan dari lokasi-lokasi dimana produk sosial marginalnya sering dianggap sama dengan nol ke temapt-tempat dimana produk tesebut tidak hanya positif tetapijuga tumbuh dengan cepat sebagai akibat dari akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Migrasi sering juga dianggap sebagai proses yang bisa menghilangkan ketidak seimbangan struktural antara desa-kota dengan dua cara langsung. Pertama, dari sisi penawaran, migrasi internal yang tidak proporsional meningkatkan tingkat pertumbuhan pncari kerja perkotaan sehubungan dengan adanya pertumbuhan penduduk perkotaan, karena proporsi dari orang muda yang berpendidikan cukup baik mendominir arus migrasi ini. Kehadiran mereka cenderung menambah pertumbuhan penawaran tenaga kerja perkotaan sementara itu, terjadi penurunan jumlah sumberdaya manusia di pedesaan. Cara kedua, dari sisi permintaan, penciptaan lapangan kerja perkotaan adalah lebih sulit dari penciptaan lapangan kerja pedesaan karena kebutuhan sumberdaya komplementer di sektor industri. Kenaikan penawaran yang cepat tersebut dan pertumbuhan permintaan yang lambat cenderung untuk mengubah masalah ketidakseimbangan tenaga kerja dalam jangka pendek menjadi surplus tenaga kerja di daerah perkotaan dalam jangka panjang. TEORI LEWIS DAN KRITIKNYA Menurut Lewis, perekonomian dibagi menjadi 2 sektor yaitu : (a) Sektor tradisional (perdesaan yang subsisten) yang ditandai oleh produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah atau bahkan nol, dan (b) sektor modern (industri perkotaan) dimana tenaga kerja dari sektor subsisten berpindah secara perlahan-lahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan di sektor modern. Perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan di perkotaan tersebut menyebabkan pertumbuhan output di sektor modern tersebut. Kecepatan kedua hal ini tergantung pada tingkat akumulasi modal industri di sektor modern. Investasi-investasi seperti yang disebutkan di atas dimungkinkan dengan adanya kelebihan laba di sektor modern di atas tingkat upah dimana diasumsikan bahwa “para pemilik modal” menginvestasikan kembali laba mereka tersebut. Akhirnya tingkat upah di sektor perkotaan dianggap konstan dan ditentukan di atas tingkat upah subsisten di sektor pertanian tradisional. Lewis menganggap bahwa bahwa tingkat upah di perkotaan paling tidak 30 persen lebih tinggi dari tingkat pendapatan rata-rata untuk mempengaruhi agar para pekerja pindah dari kampung halamannya. Namun demikian, pada tingkat upah perkotaan yang konstan, penawaran tenaga kerja pedesaan dianggap elastis sempurna. Model dari Lewis ini sangat sederhana dan mempunyai 3 asumsi pokok yang sangat berbeda dengan kenyataan-kenyataan. Pertama, model ini secara implisit menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sektor perkotaan adalah proporsional dengan tingkat akumulasi modal di perkotaan. Makin cepat tingkat akumulasi modal, makin tinggi tingkat pertumbuhan sektor modern dan makin tinggi pula tingkat penciptaan kesempatan kerja baru. Tetapi bagaimana jika surplus laba para pemilik modal diinvestasikan kembali dalam bentuk peralatan yang hemat tenaga kerja (labor saving). Kedua, asumsi dari model ini yang berbeda dengan kenyataan adalah asumsi bahwa surplus tenaga kerja terjadi di daerah perdesaan, sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja. Tetapi dalam kenyataannya, pengangguran banyak terjadi di daerah perkotaan dan sedikit surplus tenaga kerja di daerah perdesaan. Ketiga, asumsi dari model Lewis yang tidak realistis adalah anggapan bahwa upah nyata di daerah perkotaan akan selalu sama sampai pada satu titik dimana penawaran dari surplus tenaga kerja pedesaan habis. PROSES MIGRASI DAN KARAKTERISTIK PARA MIGRAN Migran adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah tertebntu ke daerah lainnya. Migran ini dipengaruhi oleh banyak faktor dan komplek. Oleh karena itu, migrasi sebenarnya merupakan suatu proses memilih yang mempengaruhi individu dengan karakteristik-karakteristik ekonomi, sosial, pendidikan, dan demografis tertentu. Karakteristik para migran bisa dibedakan menjadi 3 katagori umum yaitu demografis, pendidikan, dan ekonomi. 1) Karakteristik demografis. Para migran di perkotaan negara-negara sedang berkembang pada umumnya berusia antara 15 – 24 tahun. Proporsi wanita juga tampaknya juga cenderung meningkat, karena semakin luasnya kesempatankesempatan mereka untuk bersekolah. 2) Karakteristik pendidikan. Tampaknya ada hubungan yang jelas antara tingkat pendidikan yang dicapai dan keinginan untuk berimigrasi. Orang yang pendidikan tinggi cenderung lebih banyak melakukan migrasi dari pada yang berpendidikan rendah. 3) Karakteristik Ekonomi. Persentase migrasi yang terbanyak adalah kaum miskin, tidak memiliki tanah, tidak mempunyai ketrampilan dan berasal dari daerah perdesaan.. TEORI MIGRASI TODARO Menurut Todaro, migrasi berkembang karena perbedaan-perbedaan antara pendapatan yang diharapkan dan yang terjadi di daerah perdesaan dan di daerah perkotaaan. Secara singkat model dari Todaro memiliki 4 karakteristik utama yaitu : 1) Migrasi terutama sering dirangsang oleh pertimbangan ekonomis yang rasional. Misalnya pertimbangan manfaat dan biaya, terutama sekali secara fanansial tetapi juga secara psikologis. 2) Keputusan untuk berimigrasi lebih tergantung pada perbedaan upah riil yang diharapkan dari pada yang terjadi antara perdesaan dan perkotaaan. Dimana perbedaan yang diharapkan itu ditentukan oleh interaksi antara dua variabel yaitu perbedaan upah perdesaan-perkotaaan yang terjadi dan kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sektor perkotaan. 3) Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbalik dengan tingkat pengangguran di perkotaan. Tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan kesempatan kerja di perkotaan sangat mungkin terjadi. Sehingga, tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan merupakan hal yang tidak terelakkan karena adanya ketidakseimbangan yang parah antara kesempatankesempatan ekonomi di perkotaan dan di perdesaan pada hampir semua negara sedang berkembang. PENGANGGURAN DAN PEMBANGUNAN Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lmbat menyebabkan masalah pengangguran di negara-negara sedang berkembang menjadi semakin serius. Masalah ini dipandang lebih serius lagi bagi mereka yang berusia antara 15 – 24 tahun yang kebanyakan mempunyai pendidikan yang lumayan. Dimensi-Dimensi Pengangguran : 1) Waktu (banyak diantara mereka yang bekerja ingin bekerja lebih lama, misalnya jam kerja per hari, per minggu, atau per tahun). 2) Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan). 3) Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali disebabkan oleh kurangnya sumberdaya-sumberdaya komplementer untuk melakukan pekerjaan). Bentuk-Bentuk Pengangguran : 1) Pengangguran terbuka : baik sukarela maupun secara terpaksa. 2) Setengah menganggur (underemployment) : yaitu mereka yang bekerja lamanya kurang dari yang mereka bisa kerjakan. 3) Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh : yaitu mereka yang tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah menganggur, termasuk di sini adalah : a) Pengangguran tak kentara (disguised unemploment). Misalnya para petani yang bekerja di ladang selama sehari penuh, padahal pekerjaan itu sebenarnya tidak memerlukan waktu selama sehari penuh. b) Pengangguran tersembunyi (hidden umemployment). Misalnya orang yang bekerja tidak sesuai dengan tingkat atau jenis pendidikannya. c) Pensiun lebih awal. Di beberapa negara, usia pensiun dipermuda sebagai alat untuk menciptakan peluang bagi yang muda-muda untuk menduduki jabatan di atasnya. 4) Tenaga kerja yang lemah (impaired) : yaitu mereka yang mungkin bekerja full time, tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakitan. 5) Tenaga kerja yang tidak produktif : yaitu mereka yang mampu untuk bekerja secara produktif, tetapi karena sumber daya penolong kurang memadai maka mereka tidak bisa mengahsilkan sesuatu dengan baik. Hubungan Antara Pengangguran, Kemiskinan, dan distribusi Pendapatan Biasanya bagi sebagian besar mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya bekerja part time selalu berada di antara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Mereka yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk di antara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. KONSEP DUALISME Konsep dualisme mempunyai 4 unsur pokok yaitu : 1) Dua keadaan yang berbeda dimana sebagian bersifat “superior” dan yang lain bersifat “inferior” yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Misalnya hidup berdampingan antara metode produksi modern dan tradisional pada sektor perkotaan dan perdesaan, antara orang kaya berpendidikan tinggi dengan orang miskin yang tidak berpendidikan sama sekali. 2) Kenyataan hidup berdampingan itu bersifat kronis dan bukan bersifat transisional. Hal ini bukan fenomena yang bersifat sederhana yang karena waktu kemudian menghilang. 3) Derajat superioritas atau inferioritas menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Misalnya perbedaan produkivitas antara industri-industri di negara maju dengan negara sedang berkembang tampaknya semakin lama semakin menjauh dari tahun ketahunnya. 4) Keterkaitan antara unsur superior dan unsur inferior berpengaruh sangat kecil sekali. Bahkan kenyataannya sering menimbulkan keterbelakangan. MACAM-MACAM DUALISME 1. Dualisme Sosial Dualisme sosial merupakan hasil dari penelitian seorang ekonomi belanda, J. H. Boeke, tentang sebab-sebab kegagalan dari kebijaksanaan kolonial Belanda di Indonesia. Prinsip pokok dari Boeke adalah perbedaan yang mendasar antara tujuan dari kegiatan ekonomi di barat yang didasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan di Indonesia disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Boeke mengatakan bahwa dalam suatu masyarakat mungkin terjadi dua sistem sosial yang berbeda. Keduanya wujud berdampingan dimana yang satu tidak dapat sepenuhnya menguasai yang lain. Atau dualismen sosial dapat didefinisikan sebagai suatu pertentangan dari suatu sistem sosial yang diimpor dengan sistem sosial pribumi yang memiliki corak yang berbeda. 2. Dualisme Teknologi Benyamin Higgins (1956) menyatakan bahwa asal mula dari dualisme adalah perbedaan teknologi antara sektor modern dan sektor tradisional. Atau suatu keadaan dimana di dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan teknik produksi dan organisasi produksi yang modern yang sangat berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan mengakibatkan perbedaan tingkat produkvivitas yang sangat besar. 3. Dualisme finansial Hla Myint (1967)membuat analisa mengenai pasar uang yang terdapat di negaranegara sedang berkembang dan menunjukkan adanya dualisme finansial. Pengertian dualisme finansial ini menunjukkan bahwa pasar uang di negara sedang berkembang dapat dipisahkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasar uang yang memiliki organisasi yang sempurna dan pasar uang yang tidak teroganisir sama sekali. Pasar uang jenis pertama terdiri dari bank-bank komersial dan lembagalembaga keuangan non-Bank. Lembaga-lembaga ini terdapat di kota-kota besar dan kota-kota bisnis. Sedangkan lembaga keuangan jenis kedua adalah pasar uang yang tidak berbentuk lembaga keuangan formal. Misalnya para reteiner, petani yang kaya. Para pemilik modal di daerah-daerah pertanian. 4. Dualisme Regional. Pengertian dari dualisme regional adalah ketidakseimbangan tingkat pembangunan di antara berbagai daerah dalam suatu negara. Dualisme regional ini bisa mengakibatkan bertambah lebarnya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara berbagai daerah. Dualisme regional di negara-negara sedang berkembang dibedakan menjadi dua jenis yaitu : (a) dualisme antara daerah perkotaan dan perdesaan. (b) dualisme antara pusat negara, pusat industri dan perdagangan dengan daerah-daerah lain dalam negara tersebut. Kedua jenis dualisme tersebut timbul terutama sekali sebagai akibat dari investasi yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah pertanian (pedesaan). Ketidakseimbangan tersebut akhirnya menyebabkan kesenjangan antara pusat negara dengan daerah-daerah lainnya dan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan bertambah besar. Pengaruh Dualisme Terhadap Pembangunan a. Adanya dualisme menyebabkan mekansime pasar tidak bekerja secara sempurna, yang pada akhirnya mengakibatkan sumber-sumber daya yang tersedia tidak digunakan secara efisien. b. Adanya dualisme khususnya dualisme teknoogi dapat merangsang meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. RINGKASAN Pengangguran merupakan masalah pembangunan yang sangat komplek, karena terkait dengan masalah-masalah lainnya seperti pendidikan, lapangan pekerjaan, migrasi, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Sementara itu, dualisme akan selalu nampak di negara-negara yang sedang berkembang dan sangat sulit untuk menghilangkannya. DAFTAR PUSTAKA Arsyad Lincolin. 1988. Ekonomi Pembangunan. Edisi Pertama. STIE-YKPN. Yogyakarta. Agarwal, A.N. & Kundar Lai. 1993. Economics of Development and Planning. New Delhi: Vikas Publishing House. Sukirno Sadono. 1995. Ekonomi Pembangunan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Tarmidi, Lepi T. 1992. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : PAU Studi Ekonomi Universitas Indonesia. Todaro, M.P.. 1997. EconomicDevelopment in The Third World. 6th edition. Addison Wesley Longman Limited, London. Activity 2 Part Quiz/Exam/Self-Assess Jelaskan mengapa konsep pembangunan melalui pendekatan trickle down effect yang selama ini dianut oleh Orde Baru, ternyata tidak memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan oleh kita semua. Sebagai akibat negara kita mengalami krisis, jumlah penduduk yang miskin menjadi meningkat. Jelaskan menurut Saudara mengapa hal ini bisa terjadi. Jelaskan secara rinci faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bagi suatu negara. Distribusi pendapatan antar daerah di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami perubahan. Jelaskan menurut pendapat Saudara mengapa hal ini bisa terjadi. Jelaskan perbedaan yang sangat mendasar antara distribusi fungsional dengan distribusi pendapatan menurut Lorenzt. 3 Part Suggestions Gunakan bagian ini untuk mendokumentasikan usulan atau saran yang ingin diajukan kepada PDC ataupun sebagai tempat review atas course ini oleh QA. Alamatkan komentar dan keluhan Anda ke Product Development Center - Feedback Center, email: [email protected] dengan memberikan detail keluhan atau komentar anda beserta usulan perbaikan atau saran. Kami sangat menghargai kerjasama Anda sebagai Faculty dan Subject Expert dalam mengembangkan e-learning di Universitas Bina Nusantara. Note: Kami akan sangat menyayangkan jika ada komentar atau saran yang tidak disalurkan melalui jalur di atas. Terima Kasih. Update terhadap dokumen ini atau sarana dan fasilitas lainnya serta ketentuan dan policy bisa didapat di website PDC http://www.binus.ac.id/pdc .