perkembangan seni rebana biang pada masyarakat kecamatan

advertisement
PERKEMBANGAN SENI REBANA BIANG PADA
MASYARAKAT KECAMATAN JAGAKARSA JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Disusun Oleh
Meilanih
NIM: 109022000005
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M.
ABSTRAK
Jakarta dikenal sebagai ibu kota negara Indonesia dengan ragam suku
budaya. Hal ini pun berdampak pada munculnya ragam seni musik pertunjukan
tradisional. Salah satunya seni rebana biang. Rebana biang merupakan salah satu
seni musik pertunjukan tradisional dalam bentuk kesenian di Indonesia. Kesenian
ini merupakan perpaduan dari dua unsur kebudayaan yaitu Betawi dan Sunda.
Awal mula perkembangan rebana biang bermula dari sebuah pengajian yang
dilakukan dengan proses pewarisan alami, yang kemudian lama-kelamaan
menjadi sebuah seni pertunjukan dalam masyarakatnya.
Dari hasil pengamatan, sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur
merupakan satu-satunya wadah yang menampung seni musik tradisional di DKI
Jakarta khususnya rebana biang. Kesenian ini tetap bertahan di tengah keberadaan
kesenian modern. Seni rebana biang mengalami penyusutan dalam penyebaran
maupun perkembangannya. Sangat disayangkan bila seni yang telah diwariskan
oleh leluhur ini lama-kelamaan hilang dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan informasi mengenai latar belakang serta sejarah seni
rebana biang, asal usulnya, kondisi perkembangan hingga pelestarian dari
berbagai pihak baik masyarakat maupun pemerintah.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai perkembangan
seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Adapun
metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, melalui
pendekatan sosio-budaya agar dapat merekonstruksi peristiwa yang telah terjadi di
masa lampau yang bersifat komprehensif.
Kata Kunci : Kesenian, Musik, Rebana, Rebana Biang, Pelestarian
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga
shalawat serta salam tercurah kepada nabi Muhammad SAW, yang telah banyak
memberikan umatnya ke jalan yang terang benderang dan penuh dengan jalan
yang mulia di sisi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwasanya skripsi yang berjudul “Perkembangan
Seni Rebana Biang Pada Masyarakat Kecamatan Jagakarsa Jakarta” ini tidak
akan terselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak baik dukungan moril maupun
materil. Oleh karena itu tak lupa penulis ucapkan terimah kasih yang sebesarbesarnya kepada :
1.
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam UIN Syarif Hidayatullah yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan studi ini.
4.
Solikhatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam yang dengan sabar membantu dalam memberikan
pelayanan yang penulis butuhkan dalam meyelesaikan studi ini.
5.
Drs.H.M. Ma’ruf Misbah, M.A selaku dosen pembimbing skripsi dan
dosen pembimbing akademik penulis, yang bersedia meluangkan
waktunya,
pengetahuan,
arahan
ii
dan
bimbingannya,
serta
kesabarannya. Penulis ucapkan terimah kasih setinggi-tinginya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6.
Bapak Dr. H. M. Muslih Idris, Lc dan Drs. Tarmizy Idris, M.A selaku
Dosen PengujI skripsi.
7.
Serta seluruh dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang telah
banyak memberikan ilmunya, bimbingan, serta pengalamannya.
8.
Seluruh staff dan pegawai Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah
memberikan pelayanan dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
penulis.
9.
tak lupa penulis sebutkan kepada kedua orangtua dan abang yang
selalu memberikan dukungan, memberi semangat, serta doanya yang
tak henti-henti diberikan pada penulis hingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
10. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada H.
Abd. Rahman selaku ketua Sanggar beserta keluarga besar Sanggar
Pusaka Rebana Biang Ciganjur atas kesediaan serta waktunya untuk
diwawancara.
11. Terima kasih pula kepada staff kantor Kecamatan Jagakarsa Jakarta
Selatan yang membantu penulis dalam mencari sumber referensi yang
dibutuhkan serta kepada mereka semua yang banyak memberikan
bantuan dan dorongan kepada penulis untuk selalu memberikan yang
terbaik sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
iii
12. Tak lupa teman-teman UKM khususnya KMPLHK Ranita UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang selalu menemani penulis dalam mencari
bahan referensi penelitian khusunya angkatan 2010.
13. Teman-teman SKI seperjuangan angkatan 2009 yang tak terlupakan
atas motivasi dan dukungannya baik materi maupun non materil yang
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan atas berbagai pihak yang
telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi penulis berharap agar
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, 11 Oktober 2016
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..v
DAFTAR TABEL DAN FOTO………………………………………………viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………. 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………………..……9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………. 10
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………... 11
E. Metode penelitian ……………………………………………………..13
F. Sistematika Penulisan………………………………………………….17
BAB II PENGERTIAN SENI DALAM ISLAM
A. Pengertian Seni Musik Islam ………………………………………….19
B. Seni Musik dalam Pandangan Islam …………………………………..23
C. Jenis Musik Islami …………………………………………………….26
1. Musik Gambus……………………………………………………...28
2. Musik Marawis……………………………………………………...30
3. Musik Nasyid……………………………………………… ……....31
4. Musik Rebana……………………………………………………….32
BAB
III
POTRET
WILAYAH
MASYARAKAT
KECAMATAN
JAGAKARSA JAKARTA SELATAN
A. Kondisi Geografis Kecamatan Jagakarsa …………………….…..40
B. Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Kecamatan Jagakarsa…...…42
C. Keadaan Sosial-Budaya Masyarakat Kecamatan Jagakarsa….........45
v
BAB
IV
PERKEMBANGAN
MASYARAKAT
SENI
KECAMATAN
REBANA
BIANG
JAGAKARSA
PADA
JAKARTA
SELATAN
A. Pengertian Rebana Biang ……….………………………......................52
B. Asal Usul Rebana Biang………………………………..………..……53
C. Kondisi Perkembangan Rebana Biang…………………………………57
D. Bentuk Penyajian Rebana Biang…………………………………...…..64
1. Tata Rias dan Busana Rebana Biang……………………….…….... 64
2. Para Pemain…………………………………………………….........68
3. Kelengkapan Peralatan……………………………………..…….….69
4. Tempat Pementasan………………………………………………….76
E. Usaha dan Upaya dalam Mengembangkan Seni Rebana Biang ……….79
1. Usaha yang Dilakukan Pihak Pemerintah DKI Jakarta……………..79
2. Upaya yang Dilakukan Pihak Masyarakat Kecamatan Jagakarsa…...80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….…82
B. Saran …………………………………………………………………..83
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 84
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
1. Data Tabel Kelurahan di Kecamatan Jagakarsa……………………………41
2. Data Table Sarana Pendididkan di Kecamatan Jagakarsa…………………44
3. Data Tabel Sarana Peribadatan di Kecamatan Jagakarsa…………………48
4. Data Tabel Kebudayaan dan Kesenian di Kecamatan Jagakarsa………….49
DAFTAR FOTO DAN PETA
1. Peta Wilayah Kecamatan Jagakarsa……………………………………….40
2. Selendang Kain Sarung……………………………………………………...66
3. Celana Panjang……………………………………………………………...67
4. Kostum Pemain Rebana Biang……………………………………………..67
5. Rebana Gendung……………………………………………………………70
6. Rebana Kotek…………………………………………………….…………70
7. Rebana Biang……………………………………………………..…………71
8. Tamborin atau Kecrekan…………………………………..............................71
9. Gelung Rebana Biang dari Depan…………………………………………..72
10. Gelung Rebana Biang dari Belakang…………………………………...…..73
11. Kulit Kambing yang belum Haluskan…………………………………..….73
12. Kulit Kambing yang sudah Dihaluskan…………………………………….74
13. Kayu Rotan dengan diameter 4-5…………………………………………..74
14. Kayu Rotan Ukuran 1 setengah cm……………………………………...…75
vii
15. Pasak atau kancing Rebana Biang…………………………………………75
16. Stema rebana biang…………………………………………………………76
17. Panggung Pementasan………………………………………………………78
18. Pementasan Ruang Terbuka………………………........................................78
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, yang terdiri atas berbagai
pulau dan suku bangsa. Setiap suku bangsa di Indonesia pasti memiliki ciri khas
budaya masing-masing. Kata budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta, yaitu “Buddhayah” yang memiliki arti budi, akal, pikiran, nalar,
akhlak yang dapat diartikan pula sebagai panduan dari seluruh perasaan, pikiran
dan ciptaan manusia pada saat tertentu.1 Sedangkan, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia kebudayaan adalah kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.2 Keragaman budaya
yang terjadi di Indonesia menghasilkan beragam macam seni budaya.
Perkembangan seni budaya di Indonesia semakin lama semakin
berkembang, terlihat dari berbagai macam seni budaya yang dilahirkan manusia.
Kreativitas masyarakat sepanjang sejarah meliputi berbagai macam kegiatan, di
antaranya dalam organisasi sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta bidang filsafat, seni, dan bahasa.3 Wujud kebudayaan dalam suatu
masyarakat, antara lain meliputi teknologi sistem mata pencarian hidup, sistem
kekerabatan, organisasi, bahasa, ilmu pengetahuan dan kesenian. Sekian banyak
1
Dikutip dari alamat web: https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya diakses pada tanggal
15 September 2016, 11.30 WIB
2
KBBI, Pusat Bah.asa Edisi Ketiga, (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2008), h.
3
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogjakarta: PT Tiara Wacana Yogya), h. 3
215
1
2
wujud kebudayaan yang diciptakan masyarakat, kesenian merupakan salah satu
bagian dari budaya yang diciptakan manusia dan merupakan salah satu unsur dari
kebudayaan
universal.
Perbedaan
geografis,
suku,
bahasa
juga
akan
mempengaruhi munculnya berbagai apresiasi masyarakat dalam melahirkan
budaya. Sebagai mahluk sosial yang memiliki cita rasa tinggi, manusia
menciptakan berbagai kesenian. Hampir di setiap wilayah atau daerah di
Indonesia, memiliki bentuk kesenian yang beranekaragam yang menggambarkan
ciri khas daerah setempatnya dengan latar belakang sejarah dan konteks sosial
yang berbeda- beda.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman
seni budaya. Banyak macam suku, bangsa dan bahasa di Indonesia. Luasnya
kepulauan Nusantara dari Sabang hingga Merauke membuktikan bahwa semua
wilayah memiliki seni budaya sendiri yang harus dijaga dan dilestarikan, sebab
peran seni budaya membawa dampak penting dalam membangun identitas daerah
serta jati diri suatu bangsa.
Kebudayaan Indonesia senantiasa mengalami perkembangan. Proses
tawar menawar dan tarik menarik antara berbagai unsur budaya dari berbagai
lapisan masyarakat baik dalam maupun dari luar mempengaruhi perkembangan
tersebut.4 Bila dilihat dari sudut pandang antropologi-budaya suku bangsa
Indonesia yang berada di daerah pedalaman belum banyak mengalami
pencampuran jenis bangsa dan budaya luar, seperti India, Arab dan Eropa.
Sebaliknya hal ini terbanding terbalik untuk daerah pesisir, seperti di kota-kota
pelabuhan yang menunjukan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih
4
h. 14
Aswab, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa, (Jakarta: Yayasan Festifal Istiqlal, 1996),
3
berkembang dibandingkan di daerah pedalaman. Hal ini dikarenakan adanya
pencampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.5
Sebagai bangsa Indonesia yang multietnik dan multibudaya serta
sebagian mayoritas masyarakatnya beragama Islam, seni budaya Islam sudah ada
sejak masuknya agama Islam ke Nusantara. Ketika itu para mubaliqh
menyampaikan
dakwahnya
dengan
menggunakan
seni
budaya
dalam
penyampaian ajaran Islam, agar mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.
Proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia terjadi karena adanya dua pihak.
Pertama orang-orang muslim yang datang dan mengajarkan agama Islam. Kedua
golongan masyarakat sendiri yang menerimanya.6 Cara proses Islamisasi dan
saluran-salurannya pun berbagai macam seperti perdagangan, perkawianan, ajaran
tasawuf, cabang-cabang seni , dan aspek –aspek budaya lainnya.
Proses islamisasi juga dilakukan melalui cabang-cabang kesenian
seperti seni bangunan, seni pahat, seni tari, seni sastra dan seni musik. Banyak
bukti peninggalan Islam
yang ditinggalkan di Indonesia, seperti dalam seni
bangunan dapat dilihat dari bentuk mesjid-mesjid. Selain itu salah satu
peninggalan seni ukir atau pahat dapat dilihat juga pada batu nisan kuburan pada
masyarakat muslim. Proses penyebaran agama Islam melalui seni sastra, tari,
musik, dapat kita lihat pada puisi-puisi Islam, upacara-upacara keagamaan, dan
hari besar Islam yang sering dipertunjukkan.7
5
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional III,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 173
6 Marwati dan Notosusanto, Sejarah Nasional III, h. 179
7 Marwati dan Notosusanto, Sejarah Nasional III, h.180 - 194
4
Agama merupakan salah satu pembangkit daya cipta yang luar biasa
untuk mewujudkan sesuatu yang bernilai seni.8 Secara umum seni Islam
merupakan segala hasil usaha dan daya upaya, buah pikiran dari kaum muslim
yang menciptakan sesuatu yang indah.9 Sidi Gazalba dalam bukunya yang
berjudul Islam dan Kesenian berpendapat, bahwa kesenian itu mengandung daya
tarik yang berkesan untuk menarik sasarannya dan pemanfaatannya sendiri
bertujuan untuk menimbulkan kesenangan yang bersifat estetik (keindahan), juga
merupakan naluri atau fitrah manusia.10
Seni yang membahas tentang keindahan atau estetik disebut dalam
Islam adalah seni suara atau musik
yang biasa disebut Handasah Al-Shaut.
Agama Islam mengajarkan umat muslim agar semua tindakan yang dilakukan
berdasarkan pada petunjuk Allah. Dewasa ini, perkembangan dunia musik
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal tersebut terjadi karena
masuknya unsur budaya luar dari berbagai belahan dunia. Sehingga banyak
menimbulkan berbagai argumen berbeda-beda dalam pandangan Islam. Sebab
pandangan terhadap seni musik dalam sejarah kebudayaan Islam sering diartikan
sebagai seni yang negatif.
Islam tidak melarang umatnya untuk mendengarkan seni musik.
Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya yang berjudul Halal dan Haram
berpendapat bahwa, nyanyian adalah salah satu bentuk hiburan yang dapat
menghibur jiwa dan menyenangkan hati. Islam memperbolehkan nyanyian
8 C. Israr, Sejarah Kesenaian Islam II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 21
9 Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam: Pertumbuhan dan Perkembangannya,
(Bandung: PT Angkasa, 1993), h. 9
10 Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998), cet ke-1,
h.186
5
asalkan tidak ada unsur kotor, maksiat dan tidak mengandung penghinaan.11
Pemanfaatan seni musik sebagai media dakwah sudah dilakukan sejak zaman
dahulu, yaitu melalui musik nasyid, gambus, kasidah.
Beberapa pandangan mengenai hukum musik, seperti Yusuf Qardhawi
berpendapat bahwa musik hukumnya mubah (boleh), namun harus dibatasi
dengan sikap yang tidak berlebihan.12 Seni musik dan lagu sudah ada sejak zaman
klasik hingga zaman modern. Bahkan
mempunyai peran penting dalam
menyampaikan dakwah dan pesan-pesan moral. Bahkan para sufi pun
menempatkan seni musik yang mengandung nilai-nilai dakwah sebagai suatu
yang sangat penting keberadaannya. Seni musik di dunia Islam dapat dipelajari
dari berbagai sudut pandang, yakni sebagai suatu warisan historis dari abad
pertengahan dan zaman kuno, sebagai seni pertunjukan, sebagai cabang ilmu
pengetahuan dan sebagai media ketaatan spiritual.
Ketika Islam berkembang di Indonesia hal ini membawa pengaruh
terhadap perkembangan seni musik, khususnya dalam seni musik Islam. Dalam
peradaban Islam, musik telah berkembang ketika di masa pemerintahan Khalifah
Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Thalib yang ketika itu kota Madinah menjadi pusat
utama kegiatan seni musik di Timur Tengah.13
Musik bagi organisasi sosial keagamaan, seperti tarekat sufi memainkan
peranan penting dalam mempertahankan dan mengembangkan tradisi musik
Islam. Bahkan dari segi sejarah, ketika itu Nabi Muhammad dan para sahabat
11 Yusuf Qardhawi, Halal Dan Haram, (Jakarta: Robbani Press, 2005), cet 5, h. 345346
12 Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, (Solo: Era Intermedia, 2002), h. 54
13
2000), h. 425
Abdul hadi W.M, Islam Cakrawala estetika dan budaya, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
6
pernah berlagu dan berdendang ketika mendirikan masjid Nabawi di Madinah
serta ketika menggali parit untuk perang Khandak. Dahulu juga orang-orang Arab
biasa menyanyi dan menyenandungkan lagu sambil memukul alat musik rebana.
Seni rebana merupakan salah satu kesenian tradisional yang terdapat di
Indonesia. Seni musik ini sangat melekat pada masyarakat muslim. Kata rebana
berasal dari kata Arba’a dalam bahasa Arab yang berarti empat. Makna bilangan
empat ini mengandung arti prinsip-prinsip dasar agama Islam yaitu melakukan
kewajiban terhadap Allah, masyarakat, kepada alam dan melakukan kewajiban
pada diri sendiri14. Pertunjukan rebana biasanya ditampilkan dalam acara-acara
tertentu seperti memperingati Maulid Nabi SAW, perayaan hari besar Islam,
khitanan, pernikahan dan lain sebagainya.
Seni rebana tidak hanya terdapat di Indonesia melainkan di seluruh
dunia. Jenis kesenian ini memiliki nama berbeda-beda di setiap Negara masingmasing, misalnya untuk sebutan rebana di seluruh dunia di Arab disebut Tar, di
Sinkiang Cilia disebut Daira, di Maroko rebana disebut Bendir. Dalam istilah
bahasa Inggris lebih dikenal dengan Tambourine. Tambourine atau disebut Riq
digunakan di berbagai negara Arab, termasuk Mesir, Irak, Suriah dan lainnya.
Sedangkan di Rusia, Ukrania, Slovia, Polandia seni ini disebut dengan Buben,
Lalu untuk negara-negara Asia Tengah disebut Dajre.15 Sedangkan untuk Di
Indonesia sendiri memiliki beranekaragan nama atau sebutan untuk rebana.
14 Nirwantoki. Shendrowinoto. dkk, Seni Budaya Betawi Mengiringi Zaman, (Jakarta:
Dinas Kebudayaan Betawi DKI Jakarta, 1998), h. 71-74
15 Jantara: Jurnal Sejarah dan Budaya, Musik dan Lagu, (Yogjakarta : 2012,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), h. 145-150
7
Seperti dalam istilah Jawa lebih akrab disebut Terbang, sedangkan untuk
masyarakat Betawi seni ini lebih akrab di panggil rebana.
Saat ini kesenian rebana sangat melekat pada musik tradisional Betawi
yang dikenal dikalangan masyarakatnya. Dalam masyarakat Betawi seni rebana
memiliki nama dan fungsi yang beranekaragam. Berdasarkan pada jenis alatnya
yaitu rebana, sumber syair yang dibawakan, wilayah penyebarannya dan latar
belakang sosial pendukungnya, jenis rebana dalam masyarakat Betawi terbagi
menjadi rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana maulid, rebana hadroh, rebana
dor, rebana kasidah, rebana maukhid, rebana burdah dan rebana biang.16
Rebana biang merupakan salah satu kesenian musik tradisional yang
terdapat di Betawi. Dahulu persebaran rebana biang terdapat di beberapa wilayah
seperti Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Bogor. Seiring dengan perubahan
zaman serta globalisasi yang semakin berkembang kesenian ini pun satu persatu
terlah sirna keberadaannya. Menurut kesaksian bang Indra, rebana biang di
Jakarta saat ini yang masih tetap dijaga kelestariannya hanya terdapat di Ciganjur
Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan yang di bawah kepemimpinan H. Abd.
Rahman.17
Dalam penuturan H. Abd. Rahman asal muasal rebana biang di
Ciganjur Kecamatan Jagakarsa bermula dari seorang tokoh yang bernama kumpi
Zaenal atau biasa disebut bapak H. Kumis. Ketika itu beliau mengajarkan agama
Islam di daerah tersebut lalu sebagai hiburan agar para muridnya tidak merasa
16
Rahmat Ruchiat, dkk., Ikhtisar Kesenian Betawi, ( Jakarta: Dinas kebudayaan DKI
Jakarta, 2000), h. 45
17
Hasil wawancara dengan wakil ketua LKB bang Indra pada hari senin, tanggal 09
bulan Mei 2016 pukul 14.30WIB bertempat di rumah beliau.
8
bosan beliau mempertunjukan rebana biang setelah pengajian. Kemudian seiring
perkembangan dari generasi ke generasi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan
dalam masyarakat Kecamatan Jagakarsa serta menjadi sebuah pertunjukkan
kesenian tradisional dalam masyarakatnya.
Kondisi perkembangan seni rebana biang pimpinan H. Abd. Rahman
tidak semulus seni musik tradisional Betawi lainnya, seperti gambang kromong,
atau tanjidor. Masih dalam penurutan H. Abd. Rahman, rebana biang sempat
mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Akan tetapi dengan niat yang
tulus serta ingin menjalankan amanat dari ayahnya beliau tetap berusaha untuk
menjaga dan melestarikan seni rebana biang dalam masyarakat Kecamatan
Jagakarsa.
Oleh karena itu, berdasarkan pada perolehan data serta sumber yang
penulis dapatkan dari hasil observasi serta wawancara penulis bermaksud
mengkaji persolan tersebut. Berdasarkan data Suku Dinas Kebudayaan Kota
Administrasi Jakarta Selatan, wilayah Kecamatan Jagakarsa tahun 2014
merupakan salah satu wilayah yang memiliki sanggar kesenian terbanyak yakni
41 group kesenian.18 Kesenian musik memiliki jumlah terbesar di antara group
kesenian yang lain. Hal ini menandakan masyarakat Kecamatan Jagakarsa lebih
tertarik pada seni musik.
Ketertarikan penulis dalam penelitian ini selain karena usaha dari
pelaku seninya yang terus menjaga kesenian ini hal lain juga karena,
18 Sumber data dalam penelitian ini di antaranya wawancara dengan pihak SUDIN
(Suku Dinas) Kota Administrasi Jakarta Selatan dan dokumen berupa naskah serta penulis juga
melakukan pengamatan pribadi/ observasi. Pelaksanaan observasi hari selasa/28 Maret 2016,
pukul 13.00 WIB
9
perkembangannya dari generasi ke generasi hingga menjadi salah satu seni rebana
biang yang masih tetap bertahan di DKI Jakarta. Serta menjadi organisasi
kesenian resmi yang terdaftar di Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan dan
Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB). Maka dari itu, berdasarkan pada paparan
diatas serta landasan itulah penulis melakukan penelitian ini dengan mengambil
aspek perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa
melalui sanggar pusaka rebana biang Ciganjur dibawah kepemimpinan H. Abd.
Rahman.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini
menguraikan beberapa permasalahan antara lain mengenai perkembangan seni
rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Penulis juga membatasi
permasalahan penelitian ini di wilayah Jakarta Selatan, melalui sanggar pusaka
rebana biang Ciganjur pimpinan H. Abd. Rahman.
Berdasarkan uraian yang penulis paparkan dalam latar belakang,
penulis bermaksud mengkaji tentang perkembangan seni rebana di DKI Jakarta
khususnya dalam seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa Jakarta
Selatan. Dalam tulisan ini, permasalahan yang akan diangkat terbagi menjadi
beberapa pertanyaan yaitu :
1. Bagaimanakah pengertian seni dalam Islam?
2. Bagaimanakah deskripsi potret wilayah pada masyarakat Kecamatan
Jagakarsa Jakarta Selatan dari segi kondisi geografis, sosial-ekonomi
serta sosial-budaya?
10
3. Bagaimana perkembangan seni rebana biang pada masyarakat
Kecamatan Jagakarsa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam
proses
penulisan,
penulis
akan
membahas
mengenai
perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Adapun
tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengetahui mengenai pengertian seni dari sudut pandang Islam.
2. Menjelaskan mengenai potret wilayah dan kondisi sosial masyarakat
Kecamatan Jagakarsa.
3. Mengetahui bagaimana perkembangan seni rebana biang pada
masyarakat Kecamatan Jagakarsa.
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan pada aspek kesenian yang
bernuasa Islam.
2. Memberikan informasi tentang sejarah kesenian Islam khususnya seni
rebana
3. Sebagai sumber informasi atau perbandingan terhadap perkembangan
musik yang bernafaskan Islam.
11
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan ini, penulis mencari beberapa referensi tentang seni
rebana biang, baik tentang pengertian, asal usul hingga perkembangan rebana
biang. Akan tetapi sejauh penulis dapatkan, belum menemukan pembahasan yang
secara spesifik menjelaskan tentang kesenian ini. Adapun sumber referensi lain
yang penulis gunakan sebagai bahan acuan yang tentunya masih berkaitan dengan
seni rebana biang seperti:
Buku karya yang ditulis oleh Atik Sopandi, dkk dengan judul Rebana
Burdah dan Rebana Biang. Buku terbitan tahun 1992 yang diterbitkan oleh Dinas
kebudayaan DKI Jakarta ini menjelaskan tentang proses penyampaian atau
penyajian rebana biang pada masyarakat sekitarnya ketika masa itu dan menjadi
buku acuan penulis dalam melakukan penelitian ini.
Buku rujukan lain adalah terbitan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta
seperti karya Nirwanto Ki S Hendrowinoto, dkk dengan judul Seni Budaya Betawi
Mengiringi Zaman, karya Rachmat Ruchiat, dkk dengan judul Ikhtisar Kesenian
Betawi, buku ini memang tidak menjelaskan secara spesifik tentang rebana biang,
akan tetapi memberikan gambaran tentang kesenian Betawi secara umum dan
mencakup tentang kesenian rebana biang.
Buku-buku karya Yusuf Qardhawi dengan tema tentang seni Islam,
berjudul Islam dan Seni, Islam Bicara Seni, Seni dan Hiburan Dalam Islam. Buku
ini memberikan gambaran kepada penulis mengenai seni musik dari sudut
pandang para Ulama, terlebih lagi memudahkan penulis untuk membuat penyusun
penelitian ini.
12
Tidak hanya sumber referensi yang berbentuk buku bacaan, penulis
juga menggunakan referensi lain dalam bentuk jurnal atau penelitian dengan judul
Pertunjukan Seni Rebana Biang Di Jakarta Sebagai Seni Bernuasa Keagamaan
oleh Mahmudah Nur artikel. Buku ini menjelaskan tentang pertumbuhan
pertunjukan seni rebana biang di tengah masyarakat hingga aspek pelestarian
rebana biang di Jakarta. Bagi penulis, hal ini memberikan informasi mengenai
gambaran perkembangan seni rebana biang di Jakarta.
Bahan rujukan lain yang penulis pakai adalah hasil laporan akhir
tahunan Kecamatan Jagakarsa. Laporan akhir ini dilakukan setiap tahunnya oleh
kecamatan Jagakarsa sebagai pertanggung jawaban akhir pada Pemerintah Pusat.
Laporan ini menjelaskan tentang wilayah kecamatan Jagakrasa dari aspek
karekteristik wilayah, kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dan lain-lain
sebagainya. Meskipun tidak menjelaskan tentang seni rebana biang pada
masyarakat Kecamatan Jagakarsa akan tetapi, membantu penulis dalam
menjelaskan keadaan masyarakat di kecamatan Jagakarsa.
Maka itu sejauh referensi yang penulis temukan, penulis belum
menemukan hasil penelitian yang menjelaskan tentang perkembangan seni rebana
biang pada masyarakat Kecamata Jagakarsa. Oleh karena itu penulis
mengembangkan karya penelitian ini agar kelak menjadi bahan referensi dalam
mengembangkan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa bagi
peneliti lain.
13
E. Metode Penelitian
1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskritif analitis,
dengan
pendekatan
sosio-budaya
untuk
memberikan
gambaran
dan
merekonstruksi peristiwa masa lampau yang bersifat komprehensif.19 Guna
mengetahui kronologi peristiwa, pengertian, asal-usul, proses serta faktor-faktor
mengenai kesenian rebana biang di Jakarta.
2.
Jenis Data dan Sumber Data
a. Jenis Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah pengertian
seni dalam Islam, deskripsi tentang geografis, sosial budaya, sosial ekonomi
masyarakat Kecamatan Jagakarsa, dan perkembangan seni rebana biang di
masyarakat Kecamatan Jagakarsa.
b. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang keterangannya
diperoleh secara langsung dari orang yang menyaksikan peristiwan secara
langsung dengan mata kepala sendiri. Dengan kata lain sumber primer adalah
sumber yang diperoleh dari aktor (pelaku) sejarah dan orang-orang yang
menyaksikan langsung peristiwa sejarah. Biasanya data primer berupa dokumen
19
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4-5.
14
atau catatan yang ditulis oleh saksi mata yang berkenaan dengan suatu peristiwa.20
Kesaksian lisan juga merupakan sumber primer yang diungkapkan secara lisan.
Dalam mendapatkan data primer
penelitian ini, penulis melakukan
kunjungan langsung (observasi lapangan) ke sanggar pusaka rebana biang
Ciganjur pada masyarakat kecamatan Jagakarasa. Dengan cara melakukan
wawancara kepada ketua sanggar Pustaka Rebana Biang, yakni H. Abd. Rahman
selaku penerus generasi keempat sekaligus pelaku seni yang mengembangkan seni
rebana biang, pihak keluarga yang menjadi saksi dalam peristiwa tersebut, pelaku
atau pemain seni rebana biang, serta masyarakat sekitar yang menjadi saksi
sejarah dalam mengembangkan seni rebana biang. Selain data wawancara penulis
juga menggunakan buku-buku yang menjadi sumber primer seperti (1) Buku
karangan Atik Sopandi, dkk dengan judul Rebana Burdah dan Rebana Biang.
Buku ini berdasarkan pada hasil observasi lapangan pada rebana biang di Jakarta.
(2) Buku dengan judul Betawi dalam Seni Sastra dan Seni Suara di DKI Jakarta.
Buku ini merupakan hasil penelitian Tim Peneliti Kebudayaan Betawi Fakultas
Ilmu pengetahuan Budaya UI. Semua data tersebut kemudina penulis analisis
dengan tujuan menemukan sumber data yang kredibel.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang keterangannya diperoleh dari
orang tidak menyaksikan atau orang yang tidak terlibat langsung dalam peristiwa
tersebut. Adapun sumber data sekunder antara lain: pandangan dan tulisan orang
20
Dokumen yang termasuk sumber primer adalah undang-undang dasar, piagam,
otobiografi, dan sebagainya. Lihat dalam buku Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan
Pendidikan Teori-Aplilkasi, (Jakarta:PT Bumi Aksara,2007), h.56
15
yang memiliki relevansi dengan sumber data primer yang penulis dapatkan dari
berbagai buku, jurnal, media elektronik. Untuk sumber sekunder buku-buku yang
penulis gunakan yaitu (1) Buku-buku karangan Yusuf Qardhawi tentang Islam
dan Seni, Islam Bicara Seni, Seni dan Hiburan dalam Islam, (2) Ensiklopedi
Musik, Seni Pertunjukan Tradisional Betawi, Spritual dan Seni Islam, serta bukubuku lain yang relevan dengan pembahasan.
3.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
sumber
informasi
penelitian
ini
meliputi
data
kepustakaan dan observasi lapangan. Dalam melakukan pengumpulan data
observasi lapangan penulis melakukan wawancara secara langsung di rumah ketua
sanggar pusaka rebana biang, kepada pihak keluarga, para pelaku seni yang
mengetahui tentang seni rebana biang di masyarakat sekitar Kecamatan Jagakarsa.
Kemudian penelitian ini juga menggunakan sumber sekunder sebagai
data kepustakaan yang bertujuan sebagai tambahan, penguat dari sumber data
primer, seperti buku, hasil penelitian, jurnal yang penulis dapatkan dari
perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, perpustakaan umum Iman Jamma, perpustakaan Nasional
RI, perpustakaan Daerah DKI Jakarta, perpustakaan umum Universitas Indonesia
Depok, dan sebagainya yang masih memiliki keterkitan dengan topik masalah.
4.
Analisis data
Data yang sudah penulis kumpulkan setelah itu diedit dan kemudian
diklasifikasikan untuk dikategorikan selanjutnya. Data yang terkumpul dipilah
16
berdasarkan relevansi dengan subjek kajian. Kemudian dilakukan analisa untuk
mengungkapkan perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan
Jagakarsa.
5.
Langkah penelitian
Secara umum, metode penelitian ini dilakukan empat langkah penelitian
ini diantaranya yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik, interprestasi, dan
historiografi.21 Heuristik adalah kegiatan mengumpulkan dan penelusuran sumber
data melalui pelacakan berbagai dokumen, serta wawancara dengan informan
terkait penelitian ini. Adapun sumber primer yang bersifat tertulis, berupa sumber
yang diterbitkan seperti biografi maupun tidak di terbitkan seperti sumber tertulis
di arsip, dokumen negara atau dokumen pribadi. Sumber data sekunder berupa
buku-buku terkait, tesis. disertasi, jurnal, serta sumber elektronik dari website
milik instansi resmi daerah maupun pemerintah.
Pengumpulan
sumber-sumber
yang
penulis
lakukan
dengan
menggunakan metode penelusuran kepustakaan (library researh) dan observasi
lapangan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengunjungi lembaga-lembaga
pemerintahan yang memiliki arsip terkait tema penelitian seperti arsip kantor
Kecamatan Jagakarsa untuk memperoleh data berupa gambaran kondisi
masyarakat
Kecamatan
Jagakarsa.
Selanjutnya
berkunjung
ke
berbagai
perpustakaan seperti perpustakaan, baik perpustakaan umum seperti UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Iman Jamma, perpustakaan Nasional RI,
perpustakaan Daerah DKI Jakarta, perpustakaan Dinas Pariwisata dan
21
1999), h. 44
Dudung abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: logos Wacana Ilmu,
17
Kebudayaan DKI Jakarta dan sebagainya yang tentunya berkaitan dengan topik
penelitian.
Pada tahap terakhir dilakukan pengujian terhadap fakta dan data sejarah
yang sudah di kumpulkan.22 Kritik ekstern dilakukan untuk menguji keaslian
sebuah sumber sejarah. Sedangkan kritik intern dilakukan untuk menguji validitas
data sejarah. Langkah interprestasi adalah upaya menafsirkan data berdasarkan
persepktif tertentu sehingga fakta menjadi struktur yang logis. Kemudian diakhiri
dengan langkah histrografi, yakni proses menuliskan hasil penafsiran menjadi
kisah sejarah yang utuh versi penulis.
Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini
adalah buku Pedoman Penulisan Karya lmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang
diterbitkan oleh UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan penelitian ini, penulis membagi menjadi lima bab.
Lima bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab dalam pembahasannya yakni
sebagai berikut:
Bab
pertama, merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, metode penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.
Bab kedua ini menguraikan tentang pengertian seni dari sudut pandang
Islam. Dalam bab ini akan di jelaskan tentang pengertian seni musik Islam, seni
musik dalam pandangan Islam, dan jenis seni musik Islam.
22
Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, h. 14
18
Bab ketiga,,berisikan tentang potret wilayah masyarakat Kecamatan
Jagakarsa Jakarta Selatan. Pembahasan ini akan menguraikan tentang kondisi
geografis, keadaan sosial ekonomi serta sosial budaya pada masyarakat
Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Bab keempat, membahas perkembangan seni rebana biang pada
masyarakat Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Bab ini memaparkan tentang
pengertian rebana biang, asal usul rebana biang, kondisi perkembangan rebana
biang,
bentuk
penyajian
rebana
biang
dan
usaha
dan
upaya
dalam
mengembangkan seni rebana biang.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari
pembahasan skripsi ini dan saran-saran tentang hal yang berkaitan dengan
penelitian.
BAB II
PENGERTIAN SENI DALAM ISLAM
Islam adalah agama yang mencintai keindahan. Keindahan tersebut
dapat kita lihat melalui sebuah seni. Seni tersebut beragam baik itu seni rupa, seni
suara, seni tari, seni musik, seni sastra dan lain-lain. Kita ketahui bahwa
kedatangan budaya dari luar atau asing, seperti Cina, Arab, India, Eropa, Jepang
melalui beberapa hubungan perdagangan, agama dan politik memberikan dampak
yang signifikan terhadap perkembangan kehidupan budaya kesenian khususnya
seni musik di Indonesia. Di dunia yang serba modern, kini keberadaan musik telah
dijadikan ajang aspirasi dari setiap manusia untuk mengeksperikan perasaannya,
baik itu gembira maupun sedih. Dalam pembahasan bab ini penulis akan
menjelaskan tentang pengertian seni dalam Islam yang pada sub-babnya
menerangkan tentang pengertian seni musik, seni musik dalam pandangan Islam,
serta jenis musik islami di Indonesia.
A. Pengertian Seni Musik
Bila membahas masalah musik erat hubungannya dengan seni, sebab
musik1 merupakan bagian dari seni. Ensiklopedi Indonesia menerangkan bahwa
seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang
lahir dengan perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang ditanggap oleh
1
Istilah musik berasal dari Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi
musiqa atau dalam bahasa Persia menjadi Musiqi, dan “Music” dalam bahasa Inggris.
19
20
indera pendengar (seni suara), indera penglihat (seni lukis), atau
perantara gerak (seni tari, drama).2 Sedangkan seni itu sendiri merupakan sesuatu
yang bernilai indah serta merupakan bagian dari kebudayaan yang hampir semua
orang menyukainya karena sifatnya yang universal.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, seni adalah halus, indah dan
baik. Seni sering diartikan sebagai suatu kreasi, bentuk, dan simbol dari perasaan
manusia. Kesenian adalah usaha atau daya pikiran naluriah manusia yang bersifat
indah dan biasanya berhubungan erat dengan hati dan perasaan manusia. Banyak
pendapat lain mengartikan arti kesenian yaitu:
1. Kesenian adalah hasil atau barang sesuatu yang diciptakan manusia
sehingga menghasilkan keindahan dan untuk mewujudkan rasa
keindahan,
2. Kesenian adalah rasa halus yang dipergunakan untuk mengekspresikan
diri,
3. Kesenian adalah kesatuan dari ide dan gambaran dalam pikiran.3
Penjelasan tersebut menerangkan bahwa kesenian adalah ungkapan rasa
halus yang dimanifestasikan sebagai ciptaan atau buah pikiran manusia yang
hasilnya mengandung unsur keindahan.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Herbert Read yang mengatakan
bahwa seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan.
Hashim Musa berbendapat seni adalah segala kegiatan yang melahirkan sesuatu
2
Hasan Sadeli, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h. 1037
3
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1993), h. 8
21
yang indah, dan segala hasil yang indah lahir dari kegiatan itu, sedangkan Dr.
Hamka melihat seni dari sudut pandang Islam. Menurutnya seni yang sampai
kepada manusia adalah gabungan antara rasa keindahan dan rasa kesempurnaan
dengan rasa kemuliaan.4
Seni Islam dapat diartikan suatu seni yang dihasilkan oleh seniman
muslim atau suatu seni yang sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh seorang
muslim.5 Seni Islam yang menggambarkan keindahan dapat membangkitkan
keindahan dan kesempurnaan yang hakiki yang mendekatkan diri kepada Allah
SWT.6
Berbicara mengenai pengertian musik terlebih dahulu kita harus
memahami definisinya. Dalam sejarah kehidupan manusia, musik merupakan
bagian dari kehidupan manusia yang sejalan dengan perkembangan hidup. Seni
musik merupakan bagian dari proses kreatif manusia dalam mengelola bunyibunyian yang tercipta oleh alam.
Suhastjarja, seorang dosen dari Institut Seni Indonesia Yogjakarta,
mengatakan bahwa musik ialah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu
konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainya yang
mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai suatu bentuk dalam ruang
waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam lingkungan hidupnya
4
Dapat dilihat dalam buku terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Kebudayaan Belia dan Sukan Bandar Seri Begawan, Simposium Serantau Sastera Islam, (Brunei
Darussalam: Percetakan dan Perniagaan Avesta Sdn, Bhd., Brunei Darussalam, 1996), h. 70-71
5
6
Islam, h. 74
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam, h. 9
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Kebudayaan, Simposium Serantau Sastera
22
sehingga dapat dimengerti dan dinikmati.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) musik memiliki dua arti :
a) Musik adalah ilmu atau seni yang menyusun nada atau suara dalam
urutan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan
komposisi suara yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan,
b) Musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu, dan keharmonisan.8
Definisi lain dalam kamus musik menyebutkan bahwa musik adalah
bunyi riil (akustis), suatu peristiwa yang dialami dalam dimensi ruang dan waktu,
namun musik melebihi bunyi alamiah seperti suara angin.9
Dari banyaknya beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa seni musik adalah ekpresi jiwa manusia dalam menyusun suara
atau bunyi yang didalamnya mengandung irama, lagu, dan keharmonisan baik
berupa vokal atau nyanyaian melalui alat-alat musik. Musik memiliki beberapa
fungsi di antaranya dapat menenteramkan pikiran dari beban manusia, dan
menghibur tabiat manusia.10
Sepanjang sejarah, Musik juga telah masuk ke dalam perayaan-peryaan
keagamaan dan dalam siklus kehidupan manusia, seperti kelahiran, pengkhitanan,
dan perkawinan. Sebelum Islam datang setiap kaum atau bangsa pasti memiliki
10
169
7
Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), h. 13-14
8
Ensiklopedi Indonesia jilid IV, (Jakarta: PT Ikthiar Baru-Van Hoege), h. 602
9
Karl Edmund Prier, Kamus Musik, (Yogjakarta : Pusat Musik Liturgi, 2009), h. 123
Syyed Hossein Nasr, Spiritual Dan Seni Islam, (Bandung, Penerbit Mizan, 1993), h.
23
tradisi musik tertentu, namun ketika musik telah mendapat sentuhan dari estetika
Islam musik tersebut mengalami transformasi. Menurut Abdul Ghani an-Nabulasi
dan Muhammmad ad-Dhalimi asal usul seni Islam adalah tajwid, yakni aturan
dalam
membaca
ayat-ayat
al-Quran
seindah-indahnya,
sambil
berusaha
menghindar dari kekeliruan pembacaan.11
B. Seni Musik Dalam Pandangan Islam
Seni dalam arti keindahan merupakan bagian dari ajaran Islam. Islam
mengajurkan keindahan, karena Allah itu Maha indah dan suka keindahan. Islam
merupakan agama yang memberikan perhatian besar pada keindahan, baik
keindahan yang berupa tulisan maupun lisan. Akan tetapi masih ada persoalan
yang masih diperdebatkan oleh kalangan umat Islam hingga saat ini. Masalah
tersebut mengenai seni musik. Persoalan masalah seni musik masih menjadi
perdebatan bagi kalangan umat Islam yang terbagi menjadi tiga yaitu;
1. Golongan pertama adalah golongan yang menerima atau membuka
telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan segala macam nyanyian dan
musik dengan anggapan bahwa hal itu diperbolehkan, sebagai bagian
dari kebahagian hidup yang dihalalkan oleh Allah SWT. untuk
umatnya.
11
2000), h. 429
Abdul hadi W.M, Islam Cakrawala Estetika dan Budaya, (Jakarta : Pustaka Firdaus,
24
2. Golongan kedua adalah pihak yang menutup rapat-rapat telinga mereka,
terlebih lagi apabila yang menyanyi seorang wanita, sebab menurut
pandangan mereka suara wanita itu aurat.
3. Golongan Ketiga adalah mereka bersikap ragu-ragu di antara kedua
pendapat tersebut, sekali waktu condong kepada golongan pertama pada
saat lain condong kepada golongan kedua. Mereka menunggu putusan
dan jawaban yang memuaskan dari ulama-ulama Islam dalam hal seni
musik ini.12
Kontekstualisasi seni suara saat ini dapat diambil dari nada-nada,
irama-irama atau bunyi suara bacaan al-Qur’an yang indah. Ismail Raji al-Faruqi,
dalam kitab Mu’jam al Mufahros fi al fazil al-Qur’an mengatakan bahwa bacaan
al-Qur’an merupakan handasah al-shaut (seni suara) yang dapat didengar di
mana-mana.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Yusuf al-Qardhawi tentang boleh
atau tidakkah musik di kalangan umat Islam. Beliau mengatakan, bahwa musik itu
di bolehkan dengan catatan sebagai berikut:
1. Subtansi atau isi nyanyian harus sesuai dengan etika dan ajaran Islam
yang memang sudah diatur,
2. Janganlah gerak-gerik seorang penyanyi dapat membangkitkan hawa
nafsu dan meninbulkan fitnah,
3. Janganlah perbuatan itu dilakukan secara berlebihan, sehingga
melalaikan untuk mengerjakan semua perintah Allah,
12
Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, (Solo: Era Intermedia,2004), h. 52 - 53
25
4. Janganlah seni suara itu disertai dengan hal-hal yag diharamkan.13
Dalam dunia Islam, musik dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang
yakni; Pertama sebagai suatu warisan historis dari abad pertengahan dan zaman
kuno. Kedua sebagai pertunjukan. Ketiga sebagai cabang ilmu pengetahuan dan
sebagai media ketaatan spritual.
Musik dalam sejarah Islam memainkan peranan yang cukup penting,
serta hadir dalam bentuk seni yang sangat popular dan penting, bahkan dalam
dunia tarekat sufi musik berguna sebagai makna spiritual
melalui praktik-
praktiknya.14 Dalam sudut pandang spiritual, musik mempunyai arti penting tidak
hanya sekedar musik melainkan juga dalam hubungannya dengan syair, seperti
dalam karya Jalal Al-Din Rumi.
Berdasarkan dari pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
mengenai seni suara apabila digunakan pada hal-hal yang positif bagi kehidupan
manusia, maka ia menjadi sesuatu yang mubah dalam kehidupan. Begitu
sebaliknya apabila dijadikan sebagai sarana demoralisasi atau perbuatan maksiat
maka akan menjadi terlarang atau haram.
13
Pernyataan Yususf al-Qardhawy dikutip dalam H. Mu’amal Hamidy, Halal dan
Haram Dalam Islam, (Surabaya: Penerbitan Bina Ilmu, 1990), h. 416-417
14
2002), h. 121
John L, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (bandung : Penerbit Mizan,
26
C. Jenis Musik Islami
Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki daya kreatifitas yang akan
terus-menerus berkembang yang dapat mengahasilkan sebuah karya yang
berbeda-beda, manusia juga memiliki kemampuan memandukan antara satu suara
dengan suara lainnya dalam susunan yang harmonis yang pada akhirnya
melahirkan sebuah musik yang dapat menyebabkan kegembiraan atau kesedihan
pendengar atau penikmatnya. Pada tahap perkembangan selanjutnya, musik
berkembang bersamaan dengan berkembangnya suatu bangsa. Sebab, kualitas
musik dapat dijadikan salah satu indikator bagi kualitas kebudayaan suatu bangsa
atau jati diri kepribadian bangsa dengan kebudayaan bangsa lain.
Indonesia adalah Negara kepulauan yang memilki wilayah geografi
yang sangat luas dan budaya beragam. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang beragama, hampir mayoritas masyarakatnya beragama Islam terjadi
pertemuan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan asli atau setempat yang
telah hidup lebih dahulu di wilayah Indonesia, serta pertemuan antara kebudayaan
Islam dengan kebudayaan -kebudayaan dari luar.
Keanekaragaman bentuk musik yang beragam di Indonesia timbul dari
pertumbuhan dan perkembangan pada daerah setempat, seperti menemukan musik
gamelan, musik yang mengandung unsur Cina, Arab, India dan lain-lain. Musik
atau seni suara sudah ada ketika lahirnya peradaban manusia di dunia. Musik
merupakan cabang kesenian yang menggunakan media suara sebagai bentuk
ungkapan perasaan dan nilai kejiwaan manusia yang dianggap paling tua.
Ragam seni musik di Indonesia selalu mengalami perkembangan dari
masa ke masa, mulai dari musik tradisional, musik modern hingga sampai musik
27
religi. Fungsi musik di Indonesian memiliki fungsi tertentu, yaitu musik sebagai
musik dan musik yang berfungsi sesuai keberadaannya. Musik yang berfungsi
sebagai musik artinya mendengarkan musik instrumentalia pada malam hari
ketika menjelang tidur, lalu musik yang berfungsi sebagai pengiring, misalnya
pengiring lagu, tarian, drama, gerak jalan, dan sebagainya. 15 Indonesia memiliki
musik Islam baik dilihat dari bentuk maupun isinya. Musik Islami adalah musik
yang bertemakan keislamam, baik dalam lirik dan syairnya mengandung unsur
ajaran-ajaran Islam, nasihat untuk mengikuti perintah-perintah Allah swt dan
menjauhi larangan-Nya, dan ajakan bertaqwa kepada Tuhan-Nya.
Dalam sejarah musik, penyajiannya dapat di tampilkan berbagai
macam; Pertama, cara penyajiannya dengan menggunakan seni suara disebut
musik vokal, seperti paduan suara, dan acapela. Kedua, cara penyajiannya dengan
alat-alat musik biasa disebut musik instrumental, seperti pertunjukan-pertunjukan
musik orckestra, dan musik-musik klasik. Ketiga, kombinasi antara musik vokal
dan musik instrumental. 16
Dikalangan masyarakat terdapat berbagai jenis musik islami, seperti
qasidah, gambus, qit’a (penggalan syair), ghazal (biasanya berbentuk puisi yang
kemudian dilagukan), mawal (lagu tentang keindahan). Sedangkan untuk musik
instrument adalah musik yang menggunakan alat-alat saja, seperti tanbu, qasaba,
tabl (dram) dan duff (tamborin). Jenis alat musik ini biasa dipergunakan untuk
menguatkan bunyi dan jalan irama. Di Indonesia sendiri terdapat ragam jenis
15
Ensiklopedi Jakarta, (Jakarta : PT Lentera Abadi, 2009), h. 58
16
B. Sitompul, Musik Dan Seni Suara, (Jakarta: Penerbit Widjayakarta, t.t), h. 29
28
musik islami yakni melalui musik gambus, marawis, nasyid serta rebana yang
memiliki ragam nama serta fungsi yang berbeda-beda dalam maknanya.
1. Musik Gambus
Gambus merupakan seni musik islami di Indonesia. Gambus adalah
salah satu alat musik petik sejenis gitar, dengan kotak resonator17 yang berbentuk
cembung yang ketujuh dawainya dimainkan dengan jari atau plektrum18. Gambus
memiliki berbagai macam arti di Indonesia , pertama musik yang dihasilkan dari
orkes gambus di kalangan masyarakat Jakarta dan Sumatera Selatan, kedua alat
musik petik berdawai yang dikenal di beberapa daerah seperti, Jakarta, Lampung,
Riau, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, ketiga
jenis tarian rakyat yang berasal dari daerah Bangka, dan di Sumatera Selatan jenis
tarian rakyat ini di dibawakan secara berpasangan dengan diiringi sebuah gambus.
Dalam bahasa Arab namanya adalah qopuz diambil dari kata bahasa
Afrika Timur, yaitu gabbus. Sedangkan di Indonesia instrumen ini telah berubah
menjadi nama sebuah orkes dengan nada yang dimiliki bercorak Islam. 19 Musik
gambus berkembang pesat pada Negara-negara Timur Tengah, khususnya Mesir.
17
Resonator adalah benda yang ikut bergetar sehingga memperkeras bunyi, seperti
badan gitar yang berrongga adalah resonator dimana udara didalamnya rongga turut bergetar.
Dilihat dalam buku Pono Banoe, Kamus Istilah Musik, (Jakarta: CV. Baru, 1985), h.207
18
Plektrum adalah bilah kecil yang terbuat dari kayu, tanduk atau bahan jenis lainnya
yang digunakan sebagai pemetik pada beberapa alat musik petik. Dilihat dalam buku M. Soeharto,
Kamus Musik, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), h. 100
19
Ensiklopedi Musik Jilid 1, h. 158
29
Pada Negara Timur Tengah musik gambus kini telah dibuat menjadi sebuah
orckestra yang besar seperti orkes symponi di Negara-negara Barat. Di Indonesia
musik gambus berkembang di tempat-tempat berkembangnya agam Islam.
Hampir semua kota di Indonesia yang diantara banyak penduduknya yang
memeluk agama Islam, biasanya lahir musik gambus.
Awal mula masuknya musik dan alat musik gambus ke daerah-daerah
di Indonesia bermula dari masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia,
sehingga menghasilkan warna musik bernafaskan Islam dengan syair berbahasa
Arab. Dalam perkembangannya musik gambus juga menggunakan syair Melayu
dan India, dan juga dengan lagu-lagu daerah. Meskipun memiliki beragam variasi
musik gambus tetap tidak menghilangkan warna dari nada Timur Tengah. Musik
gambus Jakarta juga disertai dengan alat musik Barat, seperti gitar, biola, organ
dan sebagainya yang dibutuhkan dalam penampilannya. Berbeda dengan alat
musik gambus dari Sumatera Selatan memiliki kekhasan sendiri, baik penampilan
maupun iringan musiknya.
Berdasarkan pengamatan, musik gambus biasanya dimainkan oleh
warga keturunan Arab. Hal ini berkaitan dengan lagu-lagu yang ditampilkan pada
awalnya dalam bentuk syair dalam bahasa Arab. Peralatan musik gambus
bervariasi, namun pada umumnya terdiri dari gambus, biola, dumbuk, suling,
organ atau accordion dan marawis. Musik gambus juga dapat pergunakan untuk
mengiringi tarian japin yang biasanya dibawakan oleh pria berpasangan-pasangan.
30
Salah satu tokoh musik gambus di Jakarta yang terkenal diantaranya adalah Zein
Alhaddad.20
2. Musik Marawis
Musik marawis merupakan salah satu jenis musik tepok dengan perkusi
sebagai alat utamanya. Nama marawis sendiri diambil dari alat musik yang
dipergunakannya. Kesenian marawis berasal dari Negara Timur Tengah terutama
dari Negara Yaman. Secara keseluruhan, musik ini menggunakan alat-alat yang
terdiri dari tiga jenis, yakni:
3. Hajir adalah gendang besar dengan berdiameter 45 cm dengan tinggi
60-70 cm dengan kedua gendang tertutup, serta garis tengah 10 cm.
4. Marawis adalah gendang kecil berdiameter 20 cm dengan tinggi 19 cm.
Alat ini berjumlah enam buah dan termasuk alat yang paling banyak
dipergunakan untuk pementasan.
5. Tumbuk adalah sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang,
memiliki diameter yang berbeda pada kedua sisinya, serta papan tepok,
yakni dua potong kayu bulat berdiameter 10 sentimeter. Kadang kala
ditambahkan dengan tamborin atau krecek, biola, seruling.
Lagu-lagu yang dibawakan diiringi dengan jenis pukul atau nada
tertentu, seperti zafin, sarah, dan zahefah.21 Selain itu lagu yang sering
20
Dikutip dari alamat web http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Gambus
diakses pada senin 15 September 2016. 14.00 WIB.
31
dinyanyikan biasanya bergenre gambus atau padang pasir. Para pemain biasanya
berasal dari turun temurun yang terdiri dari minimal sepuluh orang, yang sebagian
besar masih memiliki hubungan keluarga.22 Musik marawis sering juga
ditampilkan dalam acara hajatan, seperti acara pernikahan maupun khitanan.
Pemain marawis sebagian besar adalah pria, dengan menggunakan busana muslim
yang sopan sebagai kostumnya dan biasanya menggunakan peci sebagai penutup
kepala.
3. Musik Nasyid
Nasid juga merupakan salah satu jenis musik islami. Nasyid adalah
salah satu seni Islam dalam bidang suara. Lagu yang dinyanyikan biasanya
mengandung kata-kata nasihat, kisah para nabi, pujian kepada Allah SWT. dan
lain-lain. Nasyid dibawakan dengan cara acappela dengan diiringi gendang.
Nasyid hadir di Indonesia sekitar era tahun 80-an bermula ketika para aktivis
kajian Islam yang mulai tumbuh di kampus-kampus pada saat itu. Syair yang
digunakan asli berbahasa Arab. Namun seiring perkembangan nasyid ada yang
dibawakan dengan berbahasa Indonesia. Nasyid juga dibawakan ketika perayaan
hari besar Islam.
21
Pukulan Zafin digunakan untuk mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas
dipanggung, seperti lagu berbalas pantun. Pukulan Sarah digunakan saat mengarak atau mengiringi
pengantin. Dan pukulan Zahefah digunakan untuk mengiringi lagu-lagu majlis.
22
Yayasan untuk Indonesia, Ensiklopedi Jakarta II: Culture & Heritage, (Jakarta:
penerbit pemerintahan provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman , 2005), h. 252
32
Ustad Abdullah Gymnastiar, berpendapat nasyid adalah bagian dari seni
Islam yang harus menjadi bagian dari dakwah Islam sepanjang syairnya benar dan
ada di jalan yang di ridhoi Allah dan penyajiannya benar-benar tulus karena
Allah. Oleh karena itu tidak cukup dengan memperindah suara, namun yang
terpenting adalah memperbaiki akhlak para penasyidnya agar nasyid mampu
menembus relung hati dan mampu merubah sikap para pendengarnya.23
Nasyid pertama kali hadir di Indonesia ketika dibawakan oleh
sekelompok dakwah al-Arqam dari Negara Jiran Malaysia. Mereka menggunakan
nasyid sebagai salah satu metode dakwah mereka serta dalam penyampainnya
menggunakan syair yang enak didengar.
4. Musik Rebana
Kesenian rebana sering dikaitkan dengan kesenian tradisional Islam.
Kesenian tradisional adalah bentuk seni yang bersumber dan berakar, serta telah
dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Kesenian
tradisional selalu berkaitan dengan adat istiadat yang berbeda antara satu
kelompok dengan kelompok lain. Rebana merupakan alat musik yang memiliki
ukuran yang bervariasi dalam bentuk yang rata-rata pipih, terbuat dari sehelai
23
Pendapat Abdullah Gymnastiar yang dikemukakan dalam pembukaan album nasyid
The Fikr dengan tema cinta yang diproduksi oleh PT. Mutiara Qalbun Salim. Terdapat dalam
Nasyid Modern, Permata, no. 3, tahun VII, (Juli 2009), h. 11
33
kulit yang direntangkan pada bingkai kayu yang bundar dan pada bingkainya
sering ditambahkan beberapa logam pipih.24
Konon kata rebana berasal dari kata Arbaa (bahasa Arab) yang
bermakna empat. Bilangan empat ini mengandung arti prinsip-prinsip dasar
agama Islam yaitu melakukan kewajiban terhadap Allah, masyarakat, kepada alam
dan melakukan kewajiban pada diri sendiri.25 Rebana merupakan alat musik yang
cukup popular di masyarakat Muslim. Rebana memiliki sebutan yang luas seperti
robana, rabana, terbana, trebang atau terbang. Rebana dalam istilah Jawa lebih
akrab disebut “Terbang” dan dalam istilah bahasa Inggris lebih dikenal dengan
“Tambourine”. Tamborine atau disebut Riq digunakan di berbagai negara Arab,
termasuk Mesir, Irak, Suriah dan lainnya. Sedangkan di Rusia, Ukrania, Slovia,
Polandia alat perkusi ini disebut dengan Buben, Lalu untuk negara-negara Asia
Tengah disebut Dajre.26 Pada hakekatnya instrumen musik rebana sudah ada sejak
empat belas abad yang lalu yaitu pada zaman Nabi Muhammad SAW. Instumen
ini masuk ke Indonesia ketika penyebaran agama Islam ke Nusantara. Hampir
seluruh daerah di Indonesia, terutama di daerah yang wilayahnya kental dengan
budaya Islam mengenal alat ini dengan baik.27
24
Abdul Chaer, Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta:
Masup Jakarta, 2012), h. 201
25
Nirwantoki. SHendrowinoto. dkk, Seni Budaya Betawi Mengiringi Zaman, ( Jakarta
: Dinas Kebudayaan Betawi DKI Jakarta, 1998), h. 71-74
26
Jantara: Jurnal Sejarah dan Budaya, Musik dan Lagu, (Yogjakarta : 2012,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), h. 145-150
27
Ensiklopedi Musik jilid I, (Jakarta: PT Delta pamungkas, 2004), h. 150-151
34
Berdasarkan literatur sejarah kesenian yang diterbitkan oleh direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional tahun 1990, instrument musik rebana masuk ke
Indonesia kurang lebih pada abad enam belas Masehi, kemudian perkembangan
agama Islam di Indonesia memberikan pengaruh terhadap perkembangan seni
rebana. Hal ini terjadi sejak tahun 1945 hingga saat ini. Perkembangan ini ditandai
dengan banyaknya kegiatan festival-festival seni rebana yang dimulai dari tingkat
desa hingga sampai pada tingkat nasional, serta banyaknya pergelaran-pergelaran
seni rebana, baik di panggung hiburan yang sifatnya resmi maupun yang tidak
resmi.28
Hampir di seluruh wilayah di Indonesia, seperti terdapat madrasah,
majlis, taklim, masjid dan pesantern, juga terdapat kesenian ini. Rebana biasa
dimainkan oleh lelaki sambil membawakan lagu bernuasa Islami yang berisi
pujian terhadap Allah SWT dan Nabi Muhammad atau mengenai hukum dan
ajaran Islam. Busana para pemain dan penyanyi rebana selalu berupa celana
panjang, baju, dan kopiah untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan berupa
kerudung pada leher, celana panjang, gaun panjang, serat cadar penutup kepala.29
Di Jakarta khususnya masyarakat Betawi terdapat berbagai macam jenis
rebana dengan nama, manfaat, dan penggunaan yang berbeda-beda dari yang
ukuran terkecil hingga ukuran yang besar, yaitu ketimpring, hadroh, kasidah,
maukhid, biang.30
28
Wirya, Bermain rebana, h.2
29
Indonesia Heritage, Seni Pertunjukan, (Jakarta: Grolier Internasional. Inc, 2002), h.
30
Ensiklopedi Musik Jilid 2, (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1992), h. 150
66-67
35
a.
Rebana Ketimpring
Rebana ketimpring adalah jenis rebana yang paling kecil. Garis tengah
hanya berukuran 20 sampai 25 cm. Sebutan rebana ketimpring dikarenakan
adanya tiga pasang kerincingan, bentuknya semacam kecrek yang dipasang pada
badan rebana yang terbuat dari kayu yang menurut istilah setempat kayu itu
disebut “kelongkongan”. Rebana ketimpring ini mempunyai dua fungsi yaitu
sebagai rebana ngarak dan maulid.
b. Rebana Hadroh
Sama halnya dengan rebana ketimpring akan tetapi ukuran rebana
hadroh lebih besar. Rebana hadrah adalah jenis rebana yang menggunakan tiga
buah rebana yaitu, pertama “bawa” untuk irama pukulannya cepat, yang berfungsi
sebagai komando, kedua ” seling” untuk saling mengisi dengan “bawa”, ketiga
gedug berfungi sebagai bas. Alat rebana ini memiliki garis tengahnya rata-rata 30
cm. Lagu rebana hadroh diambil dari syair Diiwan Hadroh dan syair Addibaai.
c.
Rebana Kasidah
Rebana kasidah merupakan seni musik Islam yang sangat populer. Jenis
musik ini merupakan perkembangan dari rebana dor.31 Kasidah merupakan bentuk
31
Rebana Dor adalah jenis rebana yang fleksibel karena dapat digabungkan pada
semua jenis rebana lain. Jenis rebana ini terdapat lubang-lubang kecil untuk tempat jari pada
kelongkongannya. Rebana ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang berasal dari Timur
Tengah, seperti Shikah, Resdu, Yaman Hezas, Bani Sakadan sebagainya, oleh sebab itu rebana
Dor biasa disebut rebana lagu. Lihat dalam E. Sjahrial, Ikhtisar Kesenia Betawi, (Jakarta : Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata DKI Jakarta), h. 51
36
puisi Arab yang sudah ada sebelum datangnya Islam, akan tetapi setelah
datangnya Islam kasidah kini menjadi milik Islam sebab ketika itu digunakan
sebagai media pemahaman tentang Islam dan sebagai alat dakwah dalam syiar
Islam.32
Kasidah (qasidah, qasida dalam bahasa Arab) adalah bentuk syair epik
kesusastraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi pujianpujian untuk kaum muslim dan biasanya lagunya mengandung unsur-unsur
dakwah Islamiyah dan nasihat-nasihat baik sesuai ajaran Islam . Lagu-lagu yang
dinyanyikan biasanya dengan penuh irama kegembiraan yang hampir menyerupai
irama Timur Tengah yang diiringi dengan instrument rebana. Banyak bentuk dari
qasidah, salah satunya Qasidah Burdah33 dan Qasidah Barzanji. Banyak dari
golongan remaja bahkan ibu-ibu menyukai kesenian ini yang membuat
perkembangannya menjadi kian pesat. Syairnya pun tidak terbatas berbahasa
Arab, ada juga yang berbahasa Sunda, Jawa dan sebagainya dengan bernuansa
Islam. Rebana kasidah biasa dimainkan oleh pria, wanita atau campuran.34 Hingga
saat ini rebana kasidah masih tetap berkembang.
Di Jakarta seni kasidah sangat pesat pertumbuhannya. Hal tersebut
membuat Gubenur DKI Jakarta yaitu, R. Supranto pada periode 1982-1987
32
Ensiklopedi Musik jilid I, h.137-138
33
Qasidah Burdah merupakan salah satu karya sastra Arab klasik karangan Imam al-
Bushiry yang ditulis pada abad ke13 Masehi. qasidah burdah menjadi salah satu karya sastra yang
popular selama berabad-abad yang mendapat sambutan dalam sejarah perkembangan sastra dunia
sepanjang zaman.
34
Yayasan Untuk Indonesia, Ensiklopedi Jakarta : Culture & Heritage buku III,
(Jakarta: Dinas kebudayaan dan Permuseuman, 2005), h. 2
37
mengkukuhkan seni kasidah menjadi suatu lembaga seni pada tanggal 11 Maret
1985, yang dinamakan Lembaga Seni Qasidah Indonesia (LASQI) sebagai wadah
untuk
menampung
aspirasi
masyarakat
dalam
hal
seni
musik,
serta
mengembangkan seni musik Islam di Indonesia. Salah satu penyanyi kasidah yang
sangat terkenal di Indonesia adalah Hj. Rofiqoh Darto Wahab, Hj Nur Asiah
Jamil.
d. Rebana Maukhid
Rebana maukhid pada awalnya tidak terlepas dari peran seorang
mubalig bernama Habib Hussein Alhadad. Beliau adalah orang yang
mengembangkan rebana ini pertama kali. Ukuran rebana ini lebih besar dari
rebana hadroh, sekitar 40 cm dan lebih kecil dari rebana burdah yang berukuran
sekitar 50 cm. Keberadaan rebana maukhid bukan semata-mata untuk sebuah
pertunjukan, akan tetapi ditujukan sebagai pengisi acara tablig.
e.
Rebana Biang
Rebana Biang adalah rebana yang memiliki ukuran besar dibandingkan
jenis rebana yang lain. Rebana biang terdiri dari empat jenis yakni; yang paling
kecil berdiameter 20 cm disebut ketog, yang bergaris tengah 30 cm disebut
gendung, yang sedang bergaris tengah 60 cm disebut kotek, yang paling besar
bergaris tengah 60 – 80 cm disebut biang. Karena bentuk dari alat ini besar, cara
memainkannya sambil duduk dengan cara menyanggahnya dengan telapak kaki
dan lutut.
38
Seni yang dianggap sebagai bahasa universal diharapkan mampu
menjadi sarana untuk mengajak setiap mahluk hidup untuk berbuat baik dan
mencegah perbuatan tercela serta mampu membangun kehidupan yang
berkeadaban dan bermoral. Dalam Islam khususnya seni yang bernafaskan Islam
dasar pemikirannya adalah niat untuk beribadah kepada Allah swt. Pada tahap
selanjutnya, pemaparan tentang seni musik islami akan di khususkan pada
masyarakat Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Pada pembahasan Bab III akan
menjelaskan tentang kondisi wilayah masyarakat Kecamatan Jagakarsa, serta
membahas kondisi sosial ekonomi, budaya yang terjadi pada masyarakatnya.
BAB III
POTRET WILAYAH MASYARAKAT KECAMATAN JAGAKARSA
JAKARTA SELATAN
DKI Jakarta merupakan wilayah yang cukup luas dan terbagi menjadi
berbagai kota administrasi, seperti kota administrasi Jakarta Barat, kota
administrasi Jakarta Timur, kota administrasi Jakarta Pusat, kota administrasi
Jakarta Utara, kabupaten Kepulauan Seribu dan kota administrasi Jakarta Selatan.
Dasar pembentukan kota administrasi Jakarta Selatan adalah UndangUndang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Pronvinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah
kota administrasi Jakarta Selatan memiliki luas wilayah seluas 145,73 Km² yang
terbagi dalam 10 kecamatan. Kecamatan Jagakarsa merupakan sebagian dari
sepuluh kecamatan dalam lingkup pemerintah kota administrasi Jakarta Selatan
yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubenur Provinsi DKI Jakarta
Nomor 1251 tahun 1986 tentang Pemecahan, Penyatuan, Penetapan Batas,
Perubahan Nama Kelurahan yang Sama atau Kembar dan Penetapan Luas
Wilayah Kelurahan di DKI Jakarta.
Pembahasan dalam Bab ini akan membahas mengenai kondisi geografis
Kecamatan Jagakarsa, kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kecamatan Jagakarsa
dan kondisi sosial-budaya masyarakat Kecamatan Jagakarsa.
39
40
A. Kondisi Geografis Kecamatan Jagakarsa
Secara geografis wilayah Kecamatan Jagakarsa terletak pada 06º 15’
40,8’’ LS dan 106 45’ 00,0” BT. Wilayah Kecamatan Jagakarsa merupakan salah
satu dari sepuluh kecamatan yang ada dalam lingkungan kotamadya Jakarta
Selatan. Kecamatan Jagakarsa merupakan bagian Selatan Provinsi DKI Jakarta
yang berbatasan langsung dengan kotamadya Depok Provinsi Jawa Barat.
Wilayah Kecamatan Jagakarsa merupakan salah satu dari sepuluh kecamatan
dalam wilayah kota administrasi Jakarta Selatan dengan luas 2.502,607 Ha.
Gambar. 3.1 Peta wilayah kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan
Pembentukan wilayah administratif Kecamatan Jagakarsa berdasarkan
pada peraturan Pemerintahan nomor 60 Tahun 1990 Tanggal 18 Desember yang
berisi tentang Pembentukan Kecamatan dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota
41
Jakarta. Sebelumnya wilayah Kecamatan Jagakarsa termasuk bagian dari wilayah
kecamatan Pasar Minggu. Kecamatan Jagakarsa memiliki enam kelurahan yang
masing-masing memiliki luas wilayah tertentu. Berikut tabel rincian enam
kelurahan di wilayah Kecamatan Jagakarasa yaitu;
No. Kelurahan
Luas (km²)
1
Ciganjur
337.600
2
Srengseng Sawah
674.700
3
Jagakarsa
485.000
4
Lenteng Agung
227.747
5
Tanjung Barat
380.060
6
Cipedak
397.500
Jumlah
2.502.607
Tabel 3.1:Laporan Penyelenggara Pemerintahan provinsi DKI Jakarta Bulan
Desember 2014 Kecamatan Jagakarsa
Adapun batas wilayah Kecamatan Jagakarsa adalah
a. Utara
: Jl. Margasatwa, Jl. Sagu, Jl. Mursid, Jl. Joe, Jl. TB
Simatupang dan
b. Timur
Jl.Poltang
: Kali Ciliwung Kota Administrasi Jakarta Timur
42
c. Selatan
: Pilar Batas (Desa Pondok Cina, Kukusan, Tanah Baru
Kotamadya Depok), Gandul kecamatan Sawangan Kabupaten Bogor
d. Barat
: Kali Krukut Kabupaten Bogor
Karakteristik wilayah berdasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) pada tahun 1985 – 2005,
wilayah kecamatan Jagakarsa ditetapkan sebagai wilayah penyangga dan resapan
air dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) rendah rata-rata 20% dengan iklim
antara 25 C° sampai 27 C° dengan curah hujan rata-rata 2.000 m³ yang terletak
pada ketinggian 52 M diatas permukaan laut.1
B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Jagakarsa
Jakarta Selatan merupakan daerah pemukiman. Banyak kita temukan
perkampungan yang masih alami yang terdiri dari mayoritas komunitas budaya
asli Betawi. Masyarakat Kecamatan Jagakarsa pada dasarnya adalah warga
Betawi
yang menetapi daerah tersebut. Seiring dengan pesatnya laju
perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Selatan banyak para pendatang yang mulai
menempati wilayah tersebut. Bahkan ada sebagian warga Betawi yang mulai
terpinggirkan.
Beberapa faktor dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosioal
ekonomi seseorang dalam masyarakat, di antaranya tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, tingkat pendapatan, keadaan rumah tangga, tempat tinggal, jabatan
1
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember
2014, (Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2014), h. 1 - 2
43
dalam organisasi, aktivitas ekomomi, Kepemilikan kekayaan. Beberapa teori juga
pernah diajukan bahwa pola pemukiman atau tempat tinggal dari suatu
masyarakat ditentukan oleh faktor fisik, seperti topografi, iklim.2
Berdasarkan pada indikasi pola pemukiman masyarakat Kecamatan
Jagakarsa di atas, maka sebagian warga Kecamatan Jagakarsa ada yang bermata
pencaraian sebagai pegawai baik itu PNS maupun swasta, pedagang, wirausaha,
karyawan pabrik, buruh, asisten rumah tangga (ART),peternak, petani, pedagang
kaki lima dan lain sebagainya.3
Untuk mengurangi angka pengangguran serta meningkatkan sosial
ekonomi di masyarakat Kecamatan Jagakarsa, pemerintah mempunyai beberapa
program kegiatan yang salah satunya dengan membangun koperasi yang berbasis
kekeluargaan di setiap kelurahan. Tercatat hingga awal bulan Desember 2014
terdapat 21 buah koperasi yang memiliki badan hukum. Terdapat enam buah
kopersi yang dikelola masyarakat kelurahan selebihnya dimiliki oleh instansi atau
swasta. Selain itu juga terdapat kegiatan industri kecil dan rumah tangga
berjumlah kurang lebih 335 usaha industri dengan tenaga kerja sebanyak kurang
lebih 1.632 orang.4
Pendidikan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan yang dapat
meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk menujang hal
tersebut pemerintah telah menyediakan sarana pendidikan dan tenaga pengajar,
2
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional I, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993), h. 196.
3
Sumber BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan , Jagakarsa Dalam Angka 2015,
(Jakarta:CV. Nario Sari,2015), h. 39-40
4
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember
2014, (Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2014), h. 39 dan 43.
44
baik kualitas maupun kuantitas. Berikut adalah tabel gambaran sarana pendidikan
yang terdapat di Kecamatan Jagakarsa sampai dengan bulan Desember 2014
adalah sebagai berikut;
NO.
KEL
SLB TK
S
SD
S
N
SLTP
MI
S
N
SLTA
M
S
PT
N M
TS
S
N
A
1
Ciganjur
−
12
2
6
4
2
1
1
1
1
−
1
−
2
Sr. Sawah
1
11
3
16
1
8
2
3
14
1
1
2
−
3
Jagakarsa
1
11
2
14
5
2
3
−
3
1
−
3
−
4
Lt. Agung
1
8
4
13
2
2
2
4
3
1
1
1
1
5
Tj. Barat
−
8
8
3
_
1
1
_
1
_
_
3
_
6
Cipedak
_
7
6
6
3
2
2
2
2
1
2
_
1
3
57
25
58
15
17
11
10
24
5
4
10
2
Jumlah
Table 3.2 Laporan penyelenggara pemerintahan provinsi DKI Jakarta Bulan
Desember 2014 kec. Jagakarsa
Keterangan:
SLB: sekolah Luar Biasa
MA: Madrasah Aliyah
PT: Perguruan Tinggi
MTS: Madrasah Tsanawiyah/ SMP
S: Swasta
MI: Madrasah Ibtidaiyah/ SD
N: Negeri
45
Kecamatan Jagakarsa terdiri dari 54 rukun warga dan 545 rukun
tetangga dengan jumlah penduduk 356.271 orang. Berdasarkan hasil proyeksi
penduduk, jumlah penduduk Kecamatan Jagakarsa pada tahun 2014 tercatat
sebanyak 356.271 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 179.995
orang dan penduduk perempuan sebanyak 176.276 orang. Maka laju pertumbuhan
penduduk di Kecamatan Jagakarsa pertahun 2010-2014 adalah 3,32 %.5
C. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Kecamatan Jagakarsa
Bila membahas masalah sosial budaya suatu daerah tidak akan lengkap
tanpa mengetahui sejarah atau asal usul daerah tersebut. Nama Kecamatan
Jagakarsa diambil dari salah satu nama tokoh yang memiliki sejarah penting yang
terjadi di daerah tersebut.6
Nama Jagakarsa bermula dari seorang panglima perang kerajaan
Mataram Yogjakarta pada tahun 1625, yakni bernama Raden Bagus Jagakarsa.
Saat itu Raden Jagakarsa ikut berperang ke kota Batavia. Akan tetapi beliau
menolak untuk pulang ke Mataram karena takut terkena hukuman. Kemudian
beliau menikah dengan putri Pajajaran yang berkedudukan di wilayah yang kini
bernama Ragunan. Ia memiliki dua orang anak yaitu bernama Raden Mas
5
Sumber Badan Pusat Statistik Kota Administasi Jakarta Selatan, Statistik Daerah
Kecamatan Jagakarsa 2015 dalam Pemerintahan dan Kependudukan, (Jakarta: CV Nario Sari,
2015), h. 2 - 3
6
Pemberian nama pada suatu tempat atau wilayah pasti mengandung sebuah arti atau
maksud tertentu, seperti beberapa nama tempat di Jakarta yang berdasarkan topografi atau keadaan
alam, ada juga yang berdasarkan jenis tumbuh-tumbuhan, nama binatang yang banyak ditemukan
disana, kelompok etnis yang biasanya dijadikan pemukiman berdasarkan kelompok yang
bersangkutan. Lihat dalam Zaenuddin HM, 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe, (Jakarta: PT.
Ufuk Press,2012 ), h. 257-258
46
Mohammad Kahfi dan Raden Mas Aria Kemang Yudhanegara. Dalam keluarga
Raden Jagakarsa, mempunyai silsilah atau keturunan yang tinggal dan menetap di
daerah tersebut. Pada masanya, namanya sangat tersohor, sehingga banyak orang
menyebut kawasan itu dengan nama Jagakarsa dan hingga akhirnya nama itu tetap
ada hingga kini diabadikan menjadi nama tempat Jagakarasa.7
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah satu hal yang tidak dapat
kita hindari, begitu pula dengan masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Kemajemukan
timbul karena adanya berbagai macam kenekaragaman unsur penyusun
masyarakat di dalamnya, yakni suku bangsa, agama, dan golongan-golongan
sosial lainya.
Masyarakat Kecamatan Jagakarsa memiliki beraneka ragam suku dan
agama, meskipun secara mayoritas masyarakatnya beragama Islam dan suku
Betawi yang masih mendominasi daerah ini. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri
seiring dengan perkembangan tahun dan zaman membuat datangnya para
pendatang dari luar daerah yang membawa budaya serta agama yang berbeda
menempati wilayah tersebut. Hal ini membuat masyarakat Kecamatan Jagakara
memiliki beragam budaya.
Budaya yang menciptakan kesenian dalam masyarakat lahir dari adanya
peradaban manusia. serta bagi masyarakat, agama merupakan salah satu
kebutuhan dasar sebagai mahluk sosial. Nilai dan norma yang terdapat pada
agama telah membentuk sistem sosial dan budaya suatu masyarakat, sehingga
agama menjadi unsur dominan yang membentuk cara pandang, pola pikir, tingkah
7
Zaenuddin HM, 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe, (Jakarta: PT. Ufuk
Press,2012 ), h. 257-258
47
laku serta membentuk sistem sosial dalam masyarakat.8 Bagi setiap masyarakat,
konsep tentang agama adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pandangan
hidup dan pengalaman mereka. Agama telah menentukan pola fikir atau cara
pandang serta tingkah laku setiap individu dalam masyarakat. Hal demikian juga
berpengaruh dalam masyarakat Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Berkaitan agama dengan masyarakat Kecamatan Jagakarsa sangat erat.
Diketahui sebagian besar masyarakat Kecamatan Jagakarsa adalah beragama
Islam. Kehidupan beragama di wilayah Kecamatan Jagakarsa cukup baik. Ini
terlihat dengan adanya saling menghormati sesama pemeluk agama. Kerukunan
hidup beragama yang terjadi dalam masyarakat bisa terjadi karena adanya kerja
sama dengan pemerintah dalam pembinaan keagamaan yang dilakukan dengan
para tokoh-tokoh agama, Ulama serta peranan tokoh masyarakat yang membantu
menjalankannya. Kerukunan beragama yang terjadi dalam masyarakat Kecamatan
Jagakarsa juga dapat dilihat dari jumlah sarana peribadatan yang terdapat di
wilayah Kecamatan Jagakarsa.9 Maka tidak mengherankan jika jumlah masjid dan
musholah lebih banyak dibandingkan sarana peribadatan lain. Berikut tabel
rincian sarana peribadatan di wilayah Kecamatan Jagakarsa sebagai berikut;
8
Imam Subchi, Agama Masyarakat Keturunan Arab, Al-Turas Vol 12 No 2, (Mei
2006), h. 135
9
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember
2014, h. 17-18
48
No
Kelurahan
Masjid
Mushalla
1
Ciganjur
19
33
2
Serengseng
24
36
Gereja
Pure
3
1
Sawah
3
Jagakarsa
19
34
4
Leteng Agung
20
30
1
5
Tanjung Barat
18
18
3
6
Cipedak
11
39
111
190
Jumlah
7
1
Table 3.3 Laporan penyelenggara pemerintahan provinsi DKI Jakarta Bulan
Desember 2014 kec. Jagakarsa
Islam sebagai agama mayoritas pada masyarakat Kecamatan Betawi
menjadi pedoman hidup serta tata aturan yang mengatur setiap tingkah laku dan
aktivitas mereka, bahkan menjadi pedoman mereka dalam bertindak dalam
kehidupan sehari-hari.
Budaya yang lahir dalam masyarakat Kecamatan Jagakarsa berkaitan
erat dengan suku Betawi sebab masyarakat Kecamatan Jagakarsa sebagian besar
adalah warga asli Betawi yang memiliki warisan kebudayaan dari leluhur
terdahulu dan kebudayaan tersebut masih tetap dilestarikan. Kebudayaan Betawi
memberikan sumbangan yang besar terhadap seni musik, seperti seni rebana biang
49
yang terdapat pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Dalam hal ini seni rebana
biang tidak hanya mendapat pengaruh dari suku Betawi melainkan juga mendapat
pengaruh dari berbagai daerah seperti dari Sunda, bahkan Negara Arab. Pada
dasarnya kesenian rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa bermula
dari faktor agama dengan tujuan untuk menyebarkan Islam di wilayah tersebut,
akan tetapi seiring dengan sifat keterbukaan masyarakatnya pada seni rebana
biang maka kesenian ini pun menjadi budaya leluhur yang dimiliki masyarakat
sekitar. Meskipun masyarakat kecamatan Jagakarsa sebagian besar adalah suku
Betawi akan tetapi tidak bisa dipungkiri terdapat suku lain, antara lain suku Jawa
yang bisa dibilang mayoritas suku kedua setelah Betawi. Selain itu juga ada
Sunda, Batak dan lain sebaginya. Banyak kebudayaan dan kesenian yang terdapat
di Kecamatan Jagakarsa10 Berikut tabel rincian jenis kebudayaan dan kesenian
yang terdapat di wilayah Kecamatan Jagakarsa yaitu;
Kelurahan
No Jenis
Ciganjur SR.
Kesenian
1.
Tari
2.
Tanjidor
Sawah
4
10
2014, h.33 - 34
Jagakarsa LT.
1
Agung
1
TJ.
Cipedak
Barat
3
2
1
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember
50
3.
Topeng
2
4.
Wayang
1
1
1
Kulit
Betawi
5.
Orkes
2
2
3
1
1
4
7
11
7
10
6
6
1
2
3
3
1
1
Melayu
6.
Rebana
Qasidah
7.
Vokal
Group
8.
Gambang
2
Keromomg
9.
Band
2
10. Orkes
2
1
1
1
Gambus
11. Reog
1
Ponorogo
12. Seni Lukis
2
13. Reog Dog
1
1
1
51
dog
Jumlah
21
18
24
14
12
17
Table 3.4 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan
Desember 2014.
Meskipun suku dan budaya di masyarakat Kecamatan Jagakarsa
beragam, namun masyarakat Kecamatan Jagakarsa yang mayoritas penduduknya
adalah warga Betawi dan mayoritas beragama Islam, mereka tidak menghapus
atau menghilangkan keberadaannya. Akan tetapi, terus dilestarikan sebagai
sesuatu yang membanggakan. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya Sanggar
Pustaka Rebana Biang Ciganjur. Sanggar ini merupakan wadah pengembangan
dan pelestarian seni rebana pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa. Bahkan telah
diakui keberadaanya oleh pihak Pemerintah Pusat.
Pada pembahasan selanjutnya, di Bab IV penulis akan menjelaskan
tentang perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa.
Dalam pembahasan tersebut penulis akan memaparkan mengenai pengertian dari
rebana biang, awal mula lahirnya seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan
Jagakarsa, kondisi perkembangan rebana biang saat ini serta upaya yang
dilakukan untuk mengembangkan atau melestarikan seni rebana biang
masyarakat luas.
pada
BAB IV
PERKEMBANGAN SENI REBANA BIANG PADA MASYARAKAT
KECAMATAN JAGAKARSA JAKARTA SELATAN
Dewasa ini tidak mudah untuk menemukan seni musik pertunjukan
tradisional dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih
mengenal seni pertujukan modern dari pada seni pertunjukan tradisional daerah
sendiri. Selain itu minat generasi muda saat ini sangat rendah terhadap budaya
sendiri. Bahkan tidak jarang banyak yang mulai meninggalkan kesenian
tradisional yang dimiliki oleh bangsanya.
Rebana biang di masyarakat Kecamatan Jagakarsa yang dipegang oleh
H. Abd. Rahman merupakan salah satu kesenian Betawi yang masih tetap
konsisten dalam mempertunjukan seni musik tradisional. Keunikan serta
keistimewaan, antara lain dalam hal ukuran alat musik yang besar dibandingkan
jenis rebana lain, lirik lagu Arab yang diubah ke dalam adat Betawi, serta para
pemaimnya yang sebagian besar sudah tidak muda lagi. Kelompok ini
mempertahankan eksistensinya di tengah modernisasi walaupun terjadi pasang
surut dalam perkembangannya. Namun kelompok ini tetap berjuang melestarikan
kesenian yang telah diwariskan leluhurnya.
A. Pengertian Rebana Biang
Sebelum kita membahas tentang perkembangan rebana biang pada
masyarakat Kecamatan Jagakarsa, terlebih dahulu kita harus mengenal apa itu
pengertian dari rebana biang. Kata biang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
52
53
memiliki banyak makna seperti induk, kepala, pimpinan. 1 Sedangkan menurut
kamus Betawi kata biang memiliki arti besar, induk, ibu.
Untuk pengertian rebana sendiri adalah alat musik yang memiliki
ukuran yang bervariasi dalam bentuk yang rata-rata pipih yang terbuat dari sehelai
kulit binatang yang kemudian direntangkan pada bingkai kayu yang bundar dan
pada bingkainya sering ditambahkan beberapa logam pipih.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa rebana biang
adalah alat musik rebana yang memiliki ukuran besar dibandingkan dengan jenis
rebana lainnya. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa rebana biang memiliki
ukuran yang besar.
B. Asal-Usul Rebana Biang
Banyak kesenian yang terdapat di Betawi mendapat pengaruh yang
cukup kuat dari berbagai daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sifat
masyarakat Betawi yang memiliki keterbukaan terhadap kebudayaan lain
sehingga dengan mudah menerima kebudayaan yang datang padanya.
Rebana biang merupakan salah satu seni musik rebana yang dimiliki
budaya Betawi. Rebana Biang adalah salah satu jenis musik Betawi
yang
bernafaskan Islam yang mendapat pengaruh oleh unsur kebudayaan Sunda.2 Jenis
rebana ini memiliki berbagai sebutan di berbagai daerah, ada yang menyebutnya
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, , (Jakarta: Balai Pustaka ,1990) edisi ketiga, hal. 146
2
Nirwanto dkk, Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman, (Jakarta: Dinas Kebudayaan
DKI Jakarta, 1998), hal. 82
54
dengan Rebana Gede, Rebana Salun, Gembyung, dan Terbang Selamet.3 Nama
rebana biang sendiri diambil dari ukuran alat yang dipergunakan. Sebab ada
rebana biang yang memiliki ukuran besar dan bergaris tengah kurang lebih 90 cm.
Menurut keterangan H. Abd. Rahman, pada masa Gubenur Ali Sadikin
periode 1966 – 1977 rebana ini disebut rebana gede, namun pada tahun 1974
masa Gubenur Ali Sadikin meresmikan semua kesenian Betawi dan kemudian
beliau mengubah nama rebana ini menjadi rebana biang yang dilihatnya
berdasarkan pada jenis ukuran rebananya. Maka dari itu diambillah nama biang
sebagai ciri khas dari rebana tersebut.
Bentuk dari rebana biang adalah sama, yang membedakannya hanya
dari segi ukuran yang berbeda-beda. Bahkan masing-masing rebana memiliki
sebutan yang berbeda pula. Rebana biang terdiri dari tiga jenis, yaitu rebana yang
terkecil dengan ukuran 30 cm bernama Gendung, lalu rebana yang berukuran 60
cm bernama Kotek, sedangkan rebana dengan ukuran 90 cm disebut dengan
Biang. 4 Lirik lagu yang dipergunakan biasanya berbahasa Arab, Betawi dan
Sunda.
Rebana biang di Jakarta tersebar di beberapa wilayah seperti di
Ciganjur, Jakarta Selatan, Cijantung, Jakarta Timur dan Cakung. Akan tetapi
seiring dengan perkembangan zaman serta pola pikir masyarakat yang semakin
modern jenis kesenian tradisional musik Betawi rebana biang di DKI Jakarta saat
ini hanya terdapat di daerah Ciganjur.
3
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Seni Pertunjukan Tradisional Betawi,
(Jakarta:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta, 2012), hal. 80
4
Atik Sopandi dkk, Rebana Burdah Dan Biang, (Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI
Jakarta, 1992), hal. 25
55
Rebana biang di Ciganjur yang dipimpin oleh H. Abd. Rahman
merupakan seorang tokoh seni yang sangat mencintai kebudayaan Betawi. Beliau
memiliki inisiatif membuka sanggar musik tradisional Betawi rebana biang yang
bertempat di Jl. R.M Kahfi I, Gang Amsar RT 05 RW04, no. 54 Ciganjur
Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Sanggar tersebut
diberi nama Pusaka
Rebana Biang Ciganjur yang artinya sanggar ini dikhususkan untuk menjaga dan
melestarikan seni rebana biang warisan pusaka dari orang tua. 5 Sanggar ini
sekaligus menyatu dengan tempat tinggalnya. Selain keunikan yang terdapat pada
alatnya, seni rebana biang pimpinan H. Abd Rahman ini mempunyai sesuatu yang
unik dari segi para pemainnya dilihat dari usia para pemainnya yang bisa dibilang
sudah tidak muda lagi selain itu, seni rebana biang juga digunakan sebagai
pengiring dalam tari Blenggo.
Alasan beliau mendirikan sanggar tersebut selain karena kecintaannya
akan budaya seni adalah untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya
leluhur yang diwariskan padanya yakni musik tradisional Betawi rebana biang.
Menurut kesaksian H. Abd. Rahman kesenian rebana biang Ciganjur di
masyarakat Kecamatan Jagakarsa pada awalnya berasal dari daerah Banten, Jawa
Barat yang dibawa oleh bapak H. Kumis yang kemudian dibawa dan
dikembangkan di daerah Ciganjur yang kemudian berkembang menjadi sebuah
pertunjukan.
Rebana biang ketika itu dijadikan sebagai media untuk menyiarkan
agama Islam dan juga sebagai hiburan setelah pengajian agar masyarakatnya tidak
merasa bosan. Rebana biang yang berada pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa
5
Mei 2016.
Wawancara dengan bapak H. Abd. Rahman (ketua Sanggar Pusaka Rebana Biang), 2
56
ini telah bertahan selama empat generasi. Para pewarisnya pun hanya berasal dari
golongan keluarga saja. Para generasi-generasi tersebut yakni:
 Generasi pertama dipimpin oleh H. Damong pada tahun 1885-1915
 Generasi kedua dipimpin oleh H. Bitong dan H. Abdulloh pada tahun
1915-1946
 Generasi ketiga dipimpin oleh H. Sa’aba Amsir pada tahun 1946-1985
 Generasi keempat dipimpin oleh H. Abd. Rahman bin H. Sa’aba pada
tahun 1985- hingga saat ini dan beliau merupakan anak tertua dari Alm.
H. Sa’aba.
Rebana biang merupakan rebana Betawi yang sangat istimewa, antara
lain adalah dalam hal keunikan alat musiknya yang besar, latar belakang sosial
budaya, wilayah penyebarannya, pengaruh kesenian dari daerah lain, cara
membawakan maupun proses teaterisasinya. 6 Rebana ini juga merupakan satusatunya jenis rebana Betawi yang mengiringi tari Blenggo atau teater Topeng
Blantek.7
6
Mahmudah Nur, Jurnal PENAMAS volume 28 n0. 2, dengan judul Pertunjukan
Seni Rebana biang di Jakarta sebagi seni Bernuasa keagamaan, (Jakarta: Kemeterian Agama RI
Balai Penelitian dan Penegmbangan Agama Jakarta,2015), h. 302-303
7
Tari Belenggo merupakan sejenis tari yang hanya dilakukan oleh orang laki-laki.
Pakainnya adalah seragam berwarna hitam dan rebana biang menjadi musik mengiring dalam tari
ini. Tarian ini dipertunjukan ketika lagu-lagu rebana biang bertempo perlahan. Tari Belenggo ini
diwariskan secara turun temurun dan menjadi tontonan yang digemari masyarakat di wilayah
Ciganjur hingga saat ini. Hal ini terjadi karena di wilayah Ciganjurlah kesenian rebana biang ini
tetap dipertahankan dan dijaga dengan baik agar menjadi warisan budaya leluhur dalam
masyarakat Betawi. Lihat dalam buku karangan Budiaman, Folkor Betawi, (Jakarta: Dinas
Kebudayaan provinsi DKI Jakarta, 2000,) hal.65-66
57
Dalam dunia yang serba modern ini seni rebana biang sangatlah kurang
diminati oleh masyarakat. Pesan dan kesan dalam syair lagu berbahasa Arab yang
disampaikan oleh pemainnya kurang dimengerti oleh sebagian masyarakat.
C. Kondisi Perkembangan Seni Rebana Biang
Tidak dapat dipungkiri, masuk dan berkembangnya seni rebana biang
pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa secara tidak langsung bersamaan dengan
berkembangnya agama Islam di Indonesia. Seni rebana biang di DKI Jakarta saat
ini yang masih eksis di tengah masyarakat Kecamatan Jagakarasa adalah Sanggar
Pusaka Rebana Biang di Ciganjur di bawah pimpinan H. Abd. Rahman.
Keberadaan Sanggar Pusaka Rebana Biang telah diakui sebagai kelompok seni
Betawi hingga kini. Dewasa ini keberadaannya tidak terlepas dari keterlibatan
sebuah yayasan di Solo yang berinisiatif mendaftarkan sanggar ini ke Taman
Ismail Marzuki di tahun 2002.8
Ketua Sanggar Pusaka Rebana Biang, H. Abd Rahman, menuturkan,
bahwa pada generasi pertama hingga ke generasi ketiga rebana biang hanya
memiliki satu set alat musik saja, bahkan itu pun pusaka yang diwariskan oleh
orang tua. Para pemain dan penerusnya pun hanya dari kalangan keluarga saja.9
Akan tetapi lain halnya dengan kondisi perkembangan rebana biang yang
dipimpin oleh H. Abd. Rahman. Kondisi perkembangan rebana biang dari tahun
ke tahun mengalami perkembangan yang signifikan.
8
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Betawi dalam Seni Sastra
dan Seni Suara di DKI Jakarta, Jakarta h.112-113
9
Hasil wawancara dengan H. Abd. Raman (ketua Sanggar Pustaka Rebana Biang
Ciganjur), pada 2 Mei 2016.
58
Hal ini terlihat ketika di masa H. Abd Rahman, rebana biang tidak
hanya memiliki satu set alat musik saja, akan tetapi bapak dari lima anak ini juga
menduplikatkan rebana biang turunan dari yang asli sebagai warisan dari orang
tuanya. Hal ini dimaksudkan agar rebana biang yang dipusakakan oleh ayahnya,
Alm H. Sa’aba, tidak rusak dan tetap terjaga kelestariannya.
Tidak hanya dari alatnya saja yang berkembang tetapi juga dapat
dilihat dari segi sarana fisik, jumlah pemain, serta kemampuan sumber daya
manusianya, perkembangan rebana biang Ciganjur terlihat cukup signifikan. Hal
ini terlihat dari perkembangan sanggarnya yang semula tidak memiliki tempat
khusus untuk berlatih kini memiliki sanggar. Bapak dari lima anak tersebut
menuturkan bahwa sanggar ini dibangun secara perlahan-lahan dengan uang hasil
kerjanya serta didapatnya dari bantuan dana dari pihak Pemerintah Daerah.
Dari segi para pemainnya dapat dilihat perkembangan rebana biang
mengalami kemajuan, terlihat dari jumlah pemain yang dimilikinya yang semula
hanya satu kelompok terdiri dari empat pemain yang para pemainnya berasal dari
satu keluarga yakni H. Abd Rahman, kedua putranya dan satu orang adiknya yang
sebaya dengan H. Abd rahman kini telah membentuk kelompok rebana biang
menjadi tiga kelompok. Kelompok ini sekurang-kurangnya terdiri dari empat
orang, belum termasuk para penarinya.
Kemampuan para pemainnya terlihat kemajuan yang cukup signifikan,
yakni terutama H. Abd Rahman setelah beliau ikut terjun langsung sebagai
pemimpin sanggar serta sekaligus pelaku seni dalam sanggar dan bahkan beliau
merangkap sebagai pelantun atau vokalis. Disamping itu, H. Abd. Rahman juga
merangkap sebagai pekerja seni atau membuat rebana-rebana yang dari awal
59
sampai tahap akhir pembuatan rebana. Pesanannya pun beragam baik yang berasal
dari berbagai pihak dalam maupun pihak luar. Bahkan beliau pernah menceritakan
bahwa pemesan pembuatan rebana biang bisa berasal dari luar Pulau Jawa seperti
di Bali. Pengerjaan pembuatan rebana atau alat musik dilakukan beliau dengan
bantuan dari anak buahnya. Selain itu beliau juga menerima servis untuk rebanarebana buatannya yang dibeli oleh pihak lain. Kemampuan untuk melakukan hal
tersebut beliau peroleh dari belajar secara otodidak, dengan cara belajar
mempraktikkannya.
Sebagai sebuah organisasi kesenian, proses regenerasi adalah hal yang
tidak dapat ditinggalkan atau terlupakan. Proses regenerasi bertujuan agar
kesenian tersebut dapat bertahan sampai kapan pun. Kata regenerasi merupakan
gabungan dari dua kata, yakni “re” dan “generasi”. Kata “re” dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sekali lagi atau kembali. Sedangkan ,
untuk makna kata “generasi” yakni sekalian orang yang kira-kira sama waktu
hidupnya, angkatan, dan masa orang seangkatan hidup.
10
Oleh dari itu
berdasarkan dua makna tersebut, maka makna regenerasi merupakan proses
mempertahankan sesuatu dengan cara mewariskannya kembali kepada generasi
selanjutnya. Dengan kata lain regenerasi sama maknanya dengan proses
pewarisan suatu hal, termasuk juga di dalamnya seni dan budaya kepada generasi
penerus agar kesenian tersebut dapat terus bertahan.
Hal tersebut pun terjadi dengan seni rebana biang Ciganjur. Melalui
proses regenerasi ini, diharapkan agar seni musik Islam ini dapat terus bertahan
10
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia
edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka,2007), h. 368
60
keberadaannya. Meskipun pada awal kemunculannya seni rebana biang
anggotanya hanya dari keturunan keluarga.
Perkembangan regenerasi pada masa kepempimpinan H. Abd. Rahman
terlihat sangat jelas. Mengingat bahwa kesenian rebana biang tidak hanya dari
keluarga saja yang menjaga dan melestarikan tetapi juga harus berasal dari
masyarakat sekitarnya. Pada masa kepemimpinan H. Abd. Rahman telah dibuat
pengembang rebana biang. Usulan untuk adanya pengembang rebana biang sudah
diajukan oleh Iwan yang merupakan anak tertua dari H. Abd. Rahman. Untuk
melestarikan dan menjaga seni rebana biang yang menjadi warisan orang tuanya.
Beliau mengusulkan idenya pada Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dan juga
Pemda agar setiap tempat hiburan menampilkan kesenian Betawi. Tepatnya di
tahun 2014 telah dibentuk rebana biang pengembang. Pengembang rebana biang
ini dipegang langsung oleh Iwan.
Iwan menuturkan bahwa peran dari pengembang ini cukup berarti
karena memiliki progam-program khusus. Program ini dirancang untuk menjaga
dan melestarikan rebana biang. Program tersebut terdiri dari pengenalan, penerus,
dan bahan hingga pembuatannya. Program pengembangan pengenalan ini
merupakan dasar dari inisiatif dari Iwan agar setiap tempat hiburan menampilkan
atau mempertunjukan kesenian Betawi yang bertujuan agar kesenian Betawi
dikenal oleh
masyarakat luas baik dalam maupun luar tidak hanya pada
masyarakat perkampungan saja.11
Untuk program pengembangan penerus sanggar ini merekrut dari
berbagai kalangan baik remaja maupun dewasa. Para muridnya pun beragam tidak
11
Hasil wawancara dengan Bapak. Iwan (Ketua Pengembang Sanggar Pustaka
Reabana Biang),pada 15 Mei 2016.
61
hanya berasal dari keturunan keluarga tetapi juga dari luar, bahkan usianya pun
berkisar antara 20 sampai 30 tahun dan ada yang sudah menikah.
Iwan
menambahkan bahwa siapa saja boleh belajar rebana biang asalkan orang tersebut
memiliki kemauan untuk belajar dan memiliki jiwa seni tanpa dipungut biaya apa
pun.
Pengembangan dari segi bahan dan pembuatan rebana biang ini
dimaksudkan untuk membuat dan menservis rebana. Hal ini bertujuan agar
pemainnya selain mengerti cara memainkan rebana biang mereka juga mengetahui
cara pembuatan rebana biang dari tahap awal higga tahap akhir. Untuk saat ini
pembuatan rebana hanya dilakukan oleh golongan keluarga. Menurut penuturan
Iwan, untuk mempelajari cara pembuatan rebana biang seseorang harus tekun dan
telaten dalam mempelajarinya sama halnya dengan belajar menabuh rebana biang.
Masa belajar seseorang tidak pernah ditentukan karena, cara belajarnya terkadang
tergantung waktu luang muridnya. Jika ada waktu mereka berkumpul untuk
latihan yang dilakukan setiap minggu tapi jika tidak ada waktu luang terkadang
sebulan sekali mereka melakuknnya.
Selain pengembangan di tempat hiburan, sanggar-sanggar serta
lingkungan masyarakat Kecamatan Jagakarasa pengembangan rebana biang juga
dilakukan pada sekolah-sekolah. Pengembangan rebana biang di sekolah
merupakan program dari sekolahnya. Iwan menambahkan, program tersebut
bertujuan mengenalkan dan mengajarkan kesenian-kesenian Betawi rebana biang
pada murid-murid SMA.
Dengan status pensiunan dari pegawai negeri sipil (PNS), H. Abd.
Rahman memiliki waktu banyak. Peran dari ketua sanggar pun sangat membantu
62
dalam melestarikan kesenian ini. Ketua yang sekaligus sebagai pemain ini
memastikan segala hal yang terkait dengan kepastian pementasan. seperti waktu
dan anggaran yang diberikan pada kelompok rebana biang. Meskipun peran H.
Abd. Rahman lebih dominan tetapi ia tetap menerima masukan serta saran dari
para anggotanya.
Suatu organisasi atau lembaga kesenian tidak akan lengkap tanpa
dibentuknya manejemen yang baik yang bertugas untuk mengatur, merencanakan,
pengkoordinasian dan mengarahkan tujuan organisasi agar berjalan lancar serta
seimbang. Hal ini pun terjadi pada sanggar seni rebana biang pimpinan H. Abd.
Rahman. Dalam hal ini, beliau menuturkan bahwa ada beberapa manejemen
sanggar pustaka rebana biang seperti ketua sanggar rebana biang dipegang
langsung oleh H. Abd Rahman, untuk bagian seketaris atau administasi
diserahkan pada adik beliau yaitu H. Abd Aziz, dari segi keuangan atau
bendaharanya kepada H. M.Nasir, untuk bagian pengembang diserahkan kepada
anak tertua H. Abd Rahman yaitu Bapak Iwan, untuk bagian pengasuh kepada H.
Engkos dan H. Mansub, sedangkan untuk bagian vokal dan musik langsung
kepada pada H. Abd Rahman dan H.Engkos sebab mereka merupakan sesepuh
dari rebana biang.12
Berkaitan permasalahan tentang pemasaran atau mempromosikan
rebana biang ke masyarakat luas H. Abd. Rahman mengatakan bahwa, ketika itu
masih sangat tradisional yaitu melalui cara lisan seperti dari mulut kemulut, sebab
saat itu sanggar seni rebana biang masih sangat sederhana. Seiring dengan
perkembangan zaman pemasaran seni rebana biang pun mengalami kemajuan.
12
Hasil wawancara dengan H. Abd. Rahman (ketua Sanggar Pusaka Rebana Biang),
pada hari Rabu 12 Oktober 2016.
63
Salah satunya melalui media elektronik dan media sosial. Peran dari pimpinan H.
Abd. Rahman sangatlah besar dalam kegiatan seni rebana biang. Sebab semua
informasi yang berhubungan dengan seni rebana biang, baik yang berasal dari
Lembaga Kebudayaan Betawi atau Sudin DKI Jakarta akan langsung disampaikan
kepada ketua atau pimpinan sanggar, yang kemudian beliau
informasikan
kembali kepada para anggota.
Sanggar Pusaka Rebana Biang tidak hanya menyediakan seni musik
rebana biang saja, akan tetapi sanggar ini pun mempertunjukkan kesenian
tradisional lainnya seperti, mengkombinasikannya dengan adat palang pintu
Betawi, adat pernikahan Betawi, acara Khitanan yang diringi dengan delaman
serta
ondel-ondel. Hal ini dimaksudkan agar seni rebana biang
dikenal
masyarakat luas.
Dalam perkembangannya hingga dewasa ini, kelompok sanggar rebana
biang ini relatif tidak menghadapi permasalahan yang cukup pelik. Permasalahan
muncul apabila ada order yang pelaksanaanya bersamaan dengan hari kerja,
mengingat sebagian anggota timnya yang berusia produktif memiliki pekerjaan.
Seiring dengan keberadaan dan perkembangan rebana biang hingga
sekarang, sanggar ini pun tidak pernah memberikan syarat-syarat tertentu dalam
rekruitmen anggotanya. Bahkan dari usia hingga suku pun tidak dipermasalahkan,
asalkan mereka tekun dan mau mengembangkan serta melestarikan kesenian ini.
Animo masyarakat dalam mengapresiasi seni dan tradisi rebana biang dinilai
cukup besar dalam melestarikan seni rebana biang.
64
D. Bentuk Penyajian Rebana Biang
Masyarakat tradisional dapat bertahan apabila bisa menerima perubahan
dan pembaharuan sesuai dengan kebutuhan tanpa merusak tatanan dan stabilitas
tradisi yang telah ada. Dalam kesenian tradisional memiliki kesederhanaan dalam
bentuk penyajiannya, baik dalam bentuk, iringan, tempat pentas, dan tata busana
yang semuanya biasa dilakukan tanpa adanya aturan baku. Bentuk penyajian
permainan rebana biang telah mengalami perubahan sedikit demi sedikit tetapi
tanpa mengurangi unsur tradisi yang sudah ada dengan tujuan kearah yang lebih
positif. Hal ini dapat kita lihat pada pertama, perubahan cara berpakaian yang
dikenakan para pemainnya. Ketika awal kemunculannya pertunjukan rebana biang
hanya diperuntukkan menggunakan pakaian berwarna hitam, akan tetapi kini
warna tidak permasalahkan dalam berbusana. Kedua, generasinya kini tidak hanya
golongan keluarga tetapi juga masyarakat luas. Ketiga, alat pengiring rebana
biang kini ditambahkan dengan kecrekan atau arcodion. Berikut adalah
pemaparan tentang bentuk penyajian rebana biang secara rinci:
1.
Tata Rias dan Busana Rebana Biang
Secara umum, dalam sebuah pertunjukan pasti ada perlengkapan-
perlengkapan yang tidak boleh dilupakan seperti kostum, tata rias, dan tempat
pementasan. Salah satu hal utama dari sebuah perlengkapan pertunjukan adalah
kostum. Bagi seorang seniman yang sekaligus sebagai pelaku seni, tata rias dan
busana merupakan hal sangat penting dalam menujang penampilannya di pentas
hiburan. Selain untuk memperindah penampilannya, tata rias dan busana juga
65
sebagai mempertegas setiap karakter yang diperankannya serta sebagai
pembedaan dengan kesenian Betawi lainnya.
Pada hakikatnya tak ada ketentuan terhadap busana dalam seni rebana
biang, asalkan pakaian yang dikenakannya bersifat sopan, nyaman dipakai dan
enak dipandang mata. Sehingga selama pementasan pertunjukan para penonton
tidak hanya mendengarkan instrumen permainan rebana biang, mereka juga dapat
melihat kostum yang dikenakan para pemainnya.
Pada seni rebana biang bentuk tata rias dan busana yang dikenakan para
pemain rebana biang mengalami masa perkembangan. Menurut H. Abd. Rahman
dahulu busana yang dikenakan baju berwarna hitam. Sebab zaman dahulu banyak
sekali kejahatan di jalanan dan pertunjukan rebana biang dilakukan pada malam
hari hingga pagi. Untuk menghindari hal tersebut maka digunakanlah busana
berwarna hitam karena warna hitam berbaur dengan malam hari.
Seiring dengan berubahnya generasi, kostum yang digunakannya pun
mengalami sedikit perubahan yakni berupa baju koko putih, celana panjang hitam
(pantalon), peci hitam, dan selendang berupa kain sarung yang dilipat panjang
yang dikalungkan di leher masing-masing para pemainnya. Selendang kain sarung
ini menjadi khas dari seni rebana biang yang merupakan simbol dari kebiasaan
masyarakat Betawi, yang dalam kehidupan sehari-hari sering menggunakan kain
sarung untuk beribadah. Kostum inilah yang sering dipakai ketika pertunjukan.
Menurut H. Abd. Rahman, sebenarnya untuk kostum tidak ditentukan,
tergantung pada acara dan situasinya. Acara tersebut bisa resmi atau acara non
resmi. Untuk acara resmi maka akan dikenakan kostum pakaian muslim.
Sedangkan untuk ruang lingkup acara non resmi, seperti hajatan maka akan
66
dikenakan pakaian yang beranekaragam atau disesuaikan dengan permintaan
orang yang punya hajat. Bila permintannya seragam maka akan disamakan tetapi
bila tidak ada ketentuan maka yang dipakai seperti kostum biasanya, asalkan
sopan sesuai dengan pakaian seorang muslim. 13 Berikut ini adalah foto dari
kostum Sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur.14
Gambar 4.1 selendang kain sarung yang dikenakan para pemain rebana biang
13
Hasil wawancara dengan H. Abd. Raman (ketua Sanggar Pustaka Rebana Biang
Ciganjur), pada 2 Mei 2016
14
Foto dokumentasi penulis , yakni selendang kain sarung yang dasarnya adalah kain
sarung yang dilipat dua yang di kalungkan di setiap leher pemain.
67
Gambar 4.2 celana panjang yang dikenakan para pemain rebana biang
Gambar 4. 3 kostum pemain Sanggar Pusaka Rebana Biang
68
Kelengkapan lainnya yang juga mendukung penampilan dari sebuah
pertunjukan adalah tata rias. Mereka hanya mengunakan tata rias yang natural.
Karena seluruh pemain rebana biang adalah laki-laki. Para pemain cukup
memakai tata rias secukupnya dan tidak berlebihan, seperti memakai minyak
wangi untuk aroma badan. Dengan demikian, tata rias dan busana yang dikenakan
para pemain rebana biang harus tetap berpegang teguh pada etika berpakaian
selayaknya seorang muslim, yakni menggunakan pakaian muslim yang tertutup
dan sopan.
2.
Para Pemain
Pada dasarnya pemain rebana biang tidak hanya berasal dari golongan
keluarga saja. Kini anggotanya pun berasal dari luar golongan keluarga atau
masyarakat sekitarnya. Untuk menjadi anggota atau pemain rebana biang setiap
pemain tidak perlu ada ketentuan atau pun syarat khusus untuk mempelajarinya,
yang dibutuhkan hanya kemauan untuk belajar dan jiwa seni dalam dirinya dan
bertujuan untuk menjaga dan melestarikan kesenian ini.
Batasan seseorang mempelajari rebana biang tidak ditentukan masa
belajarnya, sebab masa seseorang bisa atau tidaknya menabuh rebana biang itu
tergantung pada diri sendiri. Jika ia tekun dan telaten mempelajarinya maka akan
cepat pula ia dapat menabuh rebana biang dengan baik.
Para pemain Sanggar Rebana Biang Pusaka yang asli, artinya hanya
dari golongan keluarga saja rata-rata sudah berusia lanjut, bahkan jumlahnya
hanya ada enam orang. Akan tetapi setelah adanya pengembang jumlah anggota
rebana biang bertambah banyak. Dari segi usia pun berbeda dengan rebana biang
69
pusaka yang asli. Usia anggota pengembang rata-rata masih produktif antara umur
20 sampai 30 tahun, bahkan ada yang sudah berumah tangga.
Ketika ada pertunjukan, tidak semua pemain pengembang rebana biang
mengikutinya. Hanya yang memiliki waktu luang saja yang dapat datang. Sebab
para pemain pengembang ada yang masih memiliki pekerjaan. Lain halnya
dengan para pemain yang asli seperti H. Abd. Rahman dan H. Engkos yang
merupakan sesepuh dan memilki waktu luang yang banyak, pasti akan datang.
3. Kelengkapan Peralatan
Alat musik pokok yang wajib digunakan dalam pertunjukan adalah
rebana. Namun seiring dengan perkembangannya terkadang dipakai juga alat
musik tamborin yang berfungsi sebagai pelengkap atau tambahan dalam
pertunjukan.
Dalam alat musik rebana biang terdiri dari tiga buah. Pada alat musik
rebana biang bentuknya adalah sama tetapi yang membedakan hanya ukuran garis
tengahnya saja. Berikut bentuk dan nama rebananya, serta ukurannya sebagai
berikut;

Rebana dengan ukuran kecil yakni 30 cm disebut gendung,

Rebana dengan ukuran sedang yakni 60 cm disebut kotek,

Rebana dengan ukuran terbesar yakni 90 cm disebut biang,

Tamborin sebagai pelengkap pertunjukan.
70
Berikut foto alat musik Sanggar Puasaka Rebana Biang Ciganjur.15
Gambar 4.4 rebana gendung sanggar pusaka rebana biang
Gambar 4.5 rebana kotek sanggar pusaka rebana biang
15
Foto hasil dokumentasi penulis, di sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur
Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, 2 Mei 2016
71
Gambar 4.6 rebana biang sanggar pusaka rebana biang
Gambar 4.7 tamborin atau kecrekan.
Bila membahas tentang kelengkapan alat rebana biang akan terasa
kurang tanpa membahas tentang bahan-bahan yang dibutuhkan membuat rebana
biang. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat rebana biang yakni:

Pertama adalah gelung atau body rebana biang. Gelung ini terbuat dari
kayu mahoni untuk sekarang , sedangkan untuk rebana pusakanya
terbuat dari kayu pohon nangka,
72

Kedua adalah kulit kambing yang di cukur atau dihabiskan bulunya,

Ketiga adalah rotan dengan berdiameter 4-5 mili yang kemudian di
belah menjadi 4 bagian yang berfungsi sebagai tali utuk pengikat rebana.

Keempat adalah kayu rotan dengan ukuran 1setengah cm untuk bagian
pemegangnya.

Kelima adalah Pasak atau disebut kancing yang terbuat dari kayu
bangunan atau balok yang kuat.

Keenam adalah stema yang terbuat dari kayu rotan berdiameter 5 mili
yang diletakan di dalam rebana biang yang berfungsi sebagai
penguatnya.
Berikut adalah foto bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat rebana biang.16
Gambar 4.8 Gelung atau body rebana biang (dilihat dari depan)
16
Foto hasil dokumentasi penulis, di sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur
Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, 12 Oktober 2016
73
Gambar 4.9 Gelung atau body rebana biang (dilihat belakang)
Gambar 4.10 kulit kambing yang belum dicukur habis bulunya.
74
Gambar 4.11 kulit kambing yang sudah dicukur habis bulunya atau dihaluskan
Gambar 4.12 Kayu rotan berdiameter 4-5 mili yang kemudian di belah menjadi 4
bagian
75
Gambar 4.13 Kayu rotan ukuran 1 setengah cm
Gambar 4.14 Pasak atau kancing untuk rebana biang.
76
Gambar 4. 15 Stema dalam rebana biang yang terbuat dari kayu rotan
Dalam pertunjukan rebana biang selain permainan instrument, para
pemainnya juga menyertai dengan lagu-lagu. Adapun lagu-lagu yang digunakan
seperti berupa salawat atau pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Lagu rebana
biang ada dua macam. Pertama yang berirama cepat disebut dengan lagu Arab.
Kedua dengan berirama lambat antara lain, lagu rebana atau lagu Melayu.
Lagu-lagu yang dimiliki Sanggar Pusaka Rebana Biang juga pernah
mengalami penggubahan lagu, bahkan nada, pernah disesuaikan dengan situasi
dan kondisi yang sesuai dengan konteksnya, seperti dalam acara hajatan
pernikahan
4. Tempat Pementasan
Pada awalnya pementasan rebana biang hanya dilaksanakan setelah
selesai pengajian untuk hiburan para muridnya yang dilakukan oleh tokoh yang
mengajarkan rebana biang di Ciganjur.
Namun, ternyata seiring dengan
perkembangan zaman serta permintaan masyarakat akan hiburan seni, rebana
77
biang berkembang menjadi sebuah pertunjukan untuk masyarakat sekitarnya.
Pementasan rebana biang bisa dilakukan dimana saja seperti, dilakukan pada
halaman-halaman terbuka di perkampungan-perkampungan Betawi, khususnya
ketika seseorang mengadakan perayaan pernikahan, khitanan dan lain-lain.
Tempat pementasan rebana biang dapat dilakukan di berbagai tempat,
sesuai dengan acara dan permintaan yang bersangkutan. Apabila rebana biang
dipertunjukkan dalam suatu acara resmi seperti undangan peresmian dari
pemerintah maka mereka akan tampil di atas panggung yang sudah disediakan
panitianya, yakni di dalam gedung, sedangkan bila pementasan rebana biang pada
acara non resmi seperti perayaan pernikahan, khitanan dan acara-acara festival,
lebaran Betawi dan lain-lain dilakukan pada ruang terbuka yang memiliki
penonton yang banyak.
Dalam Sanggar Pusaka Rebana Biang untuk setiap pementasan bukan
berapa banyak lagu yang mesti dimainkan tetapi berapa lama waktu yang
diberikan dalam kelompoknya. Sebelum pementasan biasanya para pemain
mengawalinya dengan membaca bismillah dan Al-Fatihah.
Dalam waktu pementasan rebana biang tidak memiliki batasan waktu.
Para pemain dapat mempertunjukannya kapan aja, baik itu pagi, siang, sore
ataupun malam sesuai dengan acara yang bersangkutan. Asalkan jadwalnya
disesuaikan dengan waktu para pemain. Berikut foto panggung pementasan.17
17
Foto dokumentasi penulis, panggung pementasan rebana biang di Setu Babakan
biasanya para pemain Sanggar Pusaka Rebana Biang mempertunjukkan permainannya di
panggung tersebut.
78
Gambar 4.16 Panggung pementasan rebana biang di perkampungan Betawi Setu
Babakan
Gambar 4.17 Tempat pementasan pada ruang terbuka yang memilki banyak penonton
bertempat di Perkampungan Setu Betawi Babakan
79
E. Usaha dan Upaya dalam Mengembangkan Seni Rebana Biang
Suatu kesenian tidak dapat bertahan keberadaanya bila hanya di dukung
oleh pelaku seni saja tanpa adanya dukungan pemerintah maupun masyarakatnya.
Seni merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari masyarakat sebab suatu
konsep seni tidak lepas dari kehidupan masyarakatnya.
Dewasa ini arus perkembangan seni musik tradisional semakin
tertinggal, maka diperlukan suatu usaha dan upaya dalam melestarikan dan
mengembangkan kesenian tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan
dukungan yang baik antara seniman, pemerintah, dan masyarakatnya.
1. Upaya Pemerintah DKI Jakarta
Suatu kesenian tidak akan maju jika hanya mendapat dukungan dari
masyarakat sekitarnya saja. Peran pemerintah juga dapat menjadi salah satu cara
agar seni rebana biang tetap eksis di tengah modernisasi. Menurut hasil
wawancara, peran Pemerintah turut andil dalam melesetarikan seni rebana biang.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Jakarta Selatan, berperan menjadi fasilitator dalam
mengembangkan dan melestarikan seni rebana biang.
Pemerintah juga kerap melakukan pembinaan, pengembangan, dan
promosi-promosi ke masyarakat luar. Upaya yang dilakukan antara lain dengan
cara menampilkan seni rebana biang pada masyarakat, mengikut sertakan rebana
biang pada acara-acara resmi, festival atau pertemuan antara kesenian Betawi
yang diselenggarakan pemerintah.
Kelompok rebana biang ini pun pernah
mengikuti acara-acara kesenian tradisional dari tingkat nasional hingga
internasional.
80
Bantuan pendanaan pun juga pernah dilakukan oleh pihak pemerintah,
Menurut H. Abd. Rahman, pendanaan tersebut beliau gunakan untuk membuat
duplikat rebana biang dan juga untuk keperluan sanggar. Dukungan dari Lembaga
Kebudayaan Betawi pun membantu sanggar ini dengan menjadikan Sanggar
Pusaka Rebana Biang sebagai salah satu organisasi kesenian Betawi asli dan secra
tidak langsung tergabung dalam wadah organisasi tersebut.
2. Upaya masyarakat Kecamatan Jagakarsa
Dukungan dari masyarakat sekitar pun merupakan hal yang penting.
Ragamnya masyarakat Kecamatan Jagakarsa juga memiliki peran penting dalam
mengembangkan dan melestarikan seni rebana biang. Sifat masyarakat yang
cukup kooperatif dapat terlihat dari masyarakat sekitar yang mempertunjukkan
kesenian ini pada acara-acara yang mereka adakan.
Adapun upaya yang dilakukan, seperti mengundang kelompok seni
rebana biang dalam perayaan pernikahan, perayaan khitanan dan lain-lain, sebagai
hiburan. Bahkan kelompok ini pun pernah diundang di pernikahan antar etnis.
Hal tersebut pun merupakan upaya masyarakat Kecamatan Jagakarasa untuk
mempertahankan dan melestarikan kesenian leluhur ini. Selain itu, bentuk upaya
lainnya dari masyarakat sekitar adalah dengan belajar rebana biang yakni dengan
menjadi anggota rebana biang sebab mereka merasa kesenian ini menjadi suatu
jati diri dalam kebudayaan Indonesia.
Sebagus apa pun suatu kesenian tradisional dalam pertunjukannya tidak
akan berkembang atau bertahan tanpa adanya dukungan dari berbagai yang terkait,
81
baik pihak pemerintah, seniman maupun masyarakat yang membantu melestarikan
seni tersebut.
Kini sanggar Pusaka Rebana Biang pimpinan H. Abd. Rahman menjadi
lebih banyak di kenal oleh masyarakat luas dari pada masa sebelumnya. Atas
usaha serta kerja kerasnya, H. Abd. Rahman dan keluarganya serta para pemain
rebana biang. H. Abd Rahman memperoleh apresiasi tinggi dari berbagai pihak,
berupa penghargaan baik dari pihak pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun
pemerintah pusat. Bahkan melalui program pengembang dalam seni rebana biang
seluruh lapisan masyarakat turut serta dalam melesetarikan seni rebana biang serta
diharapkan dapat membawa pentas ini ke tahap internasional.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas yang penulis kemukakan pada setiap bab-bab
sebelumnya, maka semakin jelaslah pembahasan tentang Perkembangan Seni
Rebana Biang Pada Masyarakat Kecamatan Jagakartsa Jakarta yang akan
disimpulkan diantaranya:

Seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa merupakan
salah satu seni pertunjukan yang bernuasa keagamaan di Jakarta. Peran
seorang tokoh yang bernama Kumpi Zaenal yang berasal dari Banten
merupakan awal mula berkembangnya seni rebana biang pada
masyarakat Kecamatan Jagakarsa Jakarta. Ketika masa itu seni rebana
biang diajarkan setelah pengajian dengan tujuan sebagai hiburan, yang
kemudian berkembang menjadi sebuah pertunjukan dalam masyarakat
Kecamatan Jagakarsa.

Perkembangan seni rebana biang pada masyarakat Kecamatan Jagakarsa
pimpinan H. Abd Rahman mengalami pasang surut dalam sejarahnya. Di
zaman serba modern serta maju ini permasalahan pun muncul baik dari
sisi eksternal, seperti semakin kencangnya arus budaya luar yang masuk
kebudaya
Indonesia
membuat
kesenian tradisional
ini
semakin
ditinggalkan oleh para pendengar dan peniknatnya bahkan para pemudapemudi. Sedangkan dari sisi internal, yakni bahasa atau lirik lagu yang
sulit dipahami oleh sebagian masyarakat sekitar serta sedikitnya minat
82
83
masyarakat untuk meneruskan atau mengembangkan kesenian tradisional.
Namun, semua permasalahan tersebut tetap tidak memupuskan niat H.
Abd. Rahman untuk tetap melestarikan kesenian ini dengan dukungan
kuat dari keluarga dan para pemainnya.
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian, adapun saran-saran yang penulis
sampaikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan kesenian rebana biang.
Pertama, khususnya penulis sampaikan kepada pihak pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan agar lebih memperhatikan,
mengembangkan serta memperkenalkan seni rebana biang kepada masyarakat
luas. Perhatiannya tidak hanya berkaitan dengan seni pertunjukaan melainkan juga
pada kelestariannya. Selain itu, pengadaan berbagai sumber referensi dengan
memperbanyak atau mencetak buku-buku mengenai seni rebana biang agar
selanjutnya dapat diajukan sebagai sumber referensi peneliti yang akurat.
Kedua, penulis sampaikan kepada para pelaku seni tradisional seperti
rebana biang perlu mengadakan kerjasama atau kolaborasi dengan musik
tradisional lain yang bertujuan untuk mempromosikan dan memperkenalkan seni
rebana biang kepada masyarakat luas agar lebih dikenal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Tertulis
a. Buku
Abdurahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: logos Wacana Ilmu,
1999.
Aswab, Ruh Islam Dalam Budaya Bangsa. Jakarta: Yayasan Festifal Istiqlal,
1996.
Banoe, Pono. Kamus Istilah Musik. Jakarta: CV. Baru, 1985.
Chaer, Abdul. Foklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi. Jakarta:
Masup Jakarta, 2012.
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Kebudayaan Belia dan Sukan Bandar
Seri Begawan, Simposium Serantau Sastera Islam. Brunei
Darussalam: Percetakan dan Perniagaan Avesta Sdn, Bhd., Brunei
Darussalam, 1996.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Seni Pertunjukan Tradisional
Betawi. Jakarta: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta, 2012.
Djoened Poesponegoro, Marwanti dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
III. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
Edmund Prier, Karl. Kamus Musik. Yogjakarta : Pusat Musik Liturgi, 2009.
Ensiklopedi Jakarta. Jakarta : PT Lentera Abadi, 2009.
Ensiklopedi Musik jilid I. Jakarta: PT Delta pamungkas, 2004.
84
85
Ensiklopedi Musik Jilid 2. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1992.
Gazalba, Sidi. Islam dan Kesenian. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998.
Hadi, Abdul. Islam Cakrawala Estetika dan Budaya. Jakarta : Pustaka Firdaus,
2000.
Hossein Nasr, Syyed. Spiritual dan Seni Islam. Bandung: Penerbit Mizan, 1993
Indonesia Heritage. Seni Pertunjukan. Jakarta: Grolier Internasional. Inc, 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa Edisi Ketiga. Jakarta: PT
Gramedia Pusaka Utama, 2008.
Kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodelogi Sejarah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Kuntowijoyo. Budaya dan Masyarakat. Yogjakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
L, John. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Bandung : Penerbit Mizan,
2002.
Muhammad Nashiruddin, Syaikh. Siapa Bilang Musik Haram. Jakarta: PT Darul
Haq, 2002.
Qardhawi, Yusuf. Halal Dan Haram. Jakarta: Robbani Press, 2005.
Qardhawi, Yusuf. Islam Bicara Seni. Solo: Era Intermedia, 2002.
86
Ruchiat, Rahmat, dkk. Ikhtisar Kesenian Betawi. Jakarta: Dinas kebudayaan DKI
Jakarta, 2000.
Sadeli, Hasan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2002.
Situmorang, Oloan. Seni Rupa Islam: Pertumbuhan dan Perkembangannya.
Bandung: PT Angkasa, 1993.
Sitompul, B. Musik Dan Seni Suara. Jakarta: Penerbit Widjayakarta, t.t.
Sjahrial, E. Ikhtisar Kesenian Betawi. Jakarta : Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
DKI Jakarta.
Soedarsono, Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka, 1992.
Soeharto, M. Kamus Musik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992.
Sopandi, Atik, dkk. Rebana Burdah Dan Biang. Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI
Jakarta, 1992.
Shendrowinoto, Nirwanto, dkk, Seni Budaya Betawi Mengiringi Zaman. Jakarta:
Dinas Kebudayaan Betawi DKI Jakarta, 1998.
Thaha, Idris Ed., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)
cet 1. Jakarta: CeQDA Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia. Betawi dalam Seni Sastra dan Seni Suara di DKI Jakarta.
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,
2010.
87
Wirya, Mus. K. Bermain rebana. Jakarta: CV Yasaguna, 1984.
Yayasan untuk Indonesia. Ensiklopedi Jakarta II: Culture & Heritage. Jakarta:
Penerbit Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman , 2005.
Yayasan Untuk Indonesia. Ensiklopedi Jakarta III : Culture & Heritage buku.
Jakarta: Dinas kebudayaan dan Permuseuman, 2005.
Zaenuddin. 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe. Jakarta: PT. Ufuk Press,
2012.
b. Sumber wawancara
Wawancara dengan bapak H. Abd. Rahman (ketua sanggar pusaka rebana biang),
2 Mei 2016.
Wawancara dengan bapak Iwan (Ketua pengembang rebana biang), 15 Juni 2016.
Wawancara dengan bang Indra,(wakil ketua Lembaga Kebudayaan Betawi).
9 Mei 2016.
Wawancara dengan staff kantor Suku Dinas Kebudayaan SUDIN kota administrasi
Jakarta. 28 Maret 2016.
c.
Arsip, Dokumen, Jurnal, Skripsi
Jantara: Jurnal Sejarah dan Budaya, Musik dan Lagu. Yogjakarta : Kementerian
Pendididkan dan Kebudayaan, 2012.
Nur, Muhammad. Dalam Jurnal PENAMAS volume 28 n0. 2, Pertunjukan
Seni Rebana biang di Jakarta Sebagai Seni Bernuasa Keagamaan,
88
Jakarta: Kemeterian Agama RI Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama Jakarta, 2015.
Syahrul Syah Sinaga, Syahrul. Akulturasi Kesenian Rebana , 2001. Dalam
Jurnal Harmoni Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran seni.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Bulan Desember
2014. Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan,
2014.
BPS Kota Administrasi Jakarta
Selatan. Data Stastistik Daerah Kecamatan
Jagakarsa, Sie Kependudukan Kecamatan Jagakarasa. Jakarta:,CV
Nario Sari, 2014
BPS Kota Administrasi Jakarta
Selatan. Statistik Kota Administasi Jakarta
Selatan. Jakarta:,CV Nario Sari, 2015.
d. Referensi Internet
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1142/Jagakarsa-Kecamatan
http://www.merdeka.com/khas/jaga-rasa-di-jagakarsa-sedjarah-djakarta-1.html
http://lembagakebudayaanbetawi.com/artikel/seni-budaya/musik/rebana-biang
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3844/Biang-Rebana
http://warisanbudayaindonesia.info/view/warisan/2293/Rebana_Biang
http://www.gobetawi.com/2014/11/tokoh-betawi-abdurrahman-maestrorebana.html
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran Transkip wawancara
Hasil wawancara dengan narasumber
Nama
: H. Abdul Rahman, Wiraswasta
Jabatan
: Ketua Sanggar Pusaka Rebana Biang.
Tempat
: Sanggar Pusaka Rebana Biang
(Senin, 2 Mei 2016, 14.00 WIB)

Penulis
: Bagaimana latar belakang lahirnya rebana biang?

Narasumber
: Dasar lahirnya rebana biang adalah sebagai penyeimbang,
karena bapak Kumis dari Banten dateng ke Cianjur untuk mengembangkan agama
Islam dan disamping itu hiburan seninya adalah rebana biang yang ketika itu
dijadikan sebagai hiburan untuk para muridnya setelah mengajar ngaji kalau buat
sekarangkan hadroh. Jadi, dasar dari lahirnya rebana biang adalah faktor agama.
Karena saat itu bapak Kumpi ingin mengajarkan agama Islam dan ngaji yang
kemudian menggandeng rebana biang.

Penulis
: Jadi tokoh yang memperkenalkan kesenian ini siapa?

Narasumber
: Jadi, yang memperkenalkannya bapak Kumis. Kalau orang
Jombang bilang nama aslinya Kumpi Zaenal atau ketua Kumis dan dia seorang guru.

Penulis
: Kenapa rebana ini disebut rebana biang?

Narasumber
: Dahulu sebelum diangkat oleh Pemda DKI, Alm Gubenur Ali
Sadikin rebana ini disebut rebana gede sebab rebana ini paling gede. Setelah diangkat
menjadi menjadi Gubenur DKI, Ali Sadikin diresmikanlah kesenian Betawi dan
rebana ini dan berganti nama menjadi rebana biang. Karena rebana biang menjadi
rebana paling gede. Tahun 1974 Gubenur Ali sadikin meremikan berbagai kesenian
Betawi, seperti topeng, gambang kromong, tanjidor dan lain-lain. Jadi pengalihan
namanya dikasih oleh bapak Ali Sadikin jadi rebana biang.

Penulis
: Bagaimana persebaran rebana biang zaman sekarang?

Narasumber
: Untuk jenis produk atau rebananya buatan Sanggar Pusaka
Reban Biang ada dimana, artinya saya yang membuat rebananya kemudian dibeli,
seperti dari Dinas Kebudayaan dan lain-lain, dan sedangkan untuk jenis musiknya
yang masih eksis di Jakarta ada hanya di sini.

Penulis
:Bagaimana perkembangan seni rebana biang dari generasi ke
generasi

Narasumber
:Untuk generasi pertama dipimpin oleh H. Damong pada tahun
1885 sampai 1915 setiap grup selama 50 tahun atau lihat dari usianya sampai kapan
atau mampu menjalanannya, melestarikan rebana biang. Kedua pada tahun 1915
sampai 1946 dipimpin H.Bitong yang merupakan anak dari anak H. damong lalu
selanjutnya H. Abdulloh tahun. Generasi ketiga H. Sa’abah yang para pemainya
waktu itu adalah H. sa’abah sebagai ketua sekaligus pemainnya, H. Ghani, H. Zaini.
H. Marzuki, H. Sabun, H. Kusin, H. Mohayar, H. Masum. Dan generasi keempat,
adalah H. Abd. Rahman hingga sekarang.

Penulis
:Bagaimana perkembangan seni rebana biang pada generasi
kertiga ?

Narasumber
: Setelah seni Betawi di masukin kedalam Perintahan DKI
Jakarta di masa pemerintahan Gubenur Ali Sadiki semua kesenian Betawi seperti
tanjidor, gambang keromong, dan lain sebaginya kemudian barulah diangkat dan
terdaftar dibawah Pemerintah DKI Jakarta. Saat itu ketika di gedung DKI Jakarta atau
Kantor Gubenur diadakan peresmia kesenian Betawi dengan menggunakan rebana
biang sebagai peresmiannya yang dipegang langsung oleh H. Sa’abah.

Penulis
: Bagaimana perkembangan seni rebana biang pada generasi
keempat yang dipimpin langsung oleh uwan sendiri?

Narasumber
: Perkembangan di generasi saya, pada saat ini para pemainnya
terdiri dari adik, anak dan keponakan saya, bahkan dari luar pun masuk untuk
mengembangankan atau belajar rebana biang. Tidak hanya dari pihak keluarga saja
yang menjadi anggota tetapi dari luar yang memiliki kemauan mau belajar bisa saja
sebab terbuka. Ketika masa H. Sa’abah hanya ada terdapat satu set rebana biang
belum jagi tidak ada pengajaran rebana biang. Akan tetapi setelah dipegang saya, serta
mendapat dukungan dari pemerintahan untuk mengembangkan dan melestarikan seni
rebana biang, yang kemudian mengajarkan rebana biang pada anak-anak dan juga
mulai melakukan duplikat rebana biang. Untuk membuat rebana biang, saya diajarkan
oleha orang tua. Jadi ketika di generasi keempat ini sudah ada pendidikan
mengajarkan rebana biang, membuat rebana biang. Uwan.

Penulis
: siapa sajakah para pemain rebana biang saat ini

Narasumber
: Adapun pemain rebana biang yaitu H. Engkos. H. M. Nasir,
H.Mursidi, H.Abdul aziz, lalu anak saya Iwan, Wahyudin, Budi setiawan, sedangkan
dari luar yaitu David, Mustofa, Fauzi, Agus Effendi, Alfian yang masuk kedalam
bagian pengembang.

Penulis
: Adakah syarat atau ketentuan untuk menjadi anggota rebana
biang?

Narasumber
: Tidak ada syarat tertentu dalam menjadi anggota rebana
biang, asalkan ada kemauan belajar dan mengembangkan, melestarikan rebana biang
siapa saja boleh.

Penulis
: Bagaimanakah bentuk penyajian rebana biang?

Narasumber
: Tidak ada ketentauan dalam tata busana busana yang dipakai
pemainnya. Adapun warna yang dipakai seperti ada biru, merah, putih. Akan tetapi
semua warna tidak menjadi ciri khas para pemainnya. Sedangkan untuk acaranya
peresmian untuk busana disesuaikan dengan permintaan dan bahkan busana pakaian
pemainnya juga tergantung pada acara penyenggaranya. Rebana biang tidak memiliki
pakain khusus asalkan terlihat sopan serta rapi dalam pandangan Islam. Yang menjadi
ciri khasnya hanya memakai peci saja..

Penulis
: Bagaimana tempat pentas rebana biang?

Narasumber
: Untuk tempat pentas rebana biang, kita melakukannya dimana
saja tergatung pada permintaan. Bisa dilakukan dalam outdoor seperti festival
kesenian Betawi yang dibawakan sambil jalan atau indoor dalam ruangan sambil
duduk.

Penulis
: Adakah harapan yang ingin bapak sampaikan pada
pemerintah?

Narasumber
: Harapan untuk pemerintah agar kesenian rebana biang atau
musik Betawi lainya tetap berjalan lancar dengan adanya perangsang dari Pemda agar
mengajar lebih giat sebab meskipun selama ini dilakukan secara sukarela atau mandiri
tetap berjalan, akan tetapi ada baiknya mendapat dukungan dari Pemerintah baik itu
kecil atau pun besar untuk menujang kegiatan pengembangan.

Penulis
: Bagaimana pembuatan seni rebana biang?

Narasumber
: Adapun bahan-bahan untuk membuat rebana biang yakni:
Pertama adalah gelung atau body rebana biang. Gelung ini terbuat dari kayu mahoni
untuk sekarang , sedangkan untuk rebana pusakanya terbuat dari kayu pohon nangka,
Kedua adalah kulit kambing yang di cukur atau dihabiskan bulunya, Ketiga adalah
rotan dengan berdiameter 4-5 mili yang kemudian di belah menjadi 4 bagian yang
berfungsi sebagai tali utuk pengikat rebana. Keempat adalah kayu rotan dengan
ukuran 1setengah cm untuk bagian pemegangnya. Kelima adalah Pasak atau disebut
kancing yang terbuat dari kayu bangunan atau balok yang kuat. Keenam adalah stema
yang terbuat dari kayu rotan berdiameter 5 mili yang diletakan di dalam rebana biang
yang berfungsi sebagai penguatnya.

Penulis
: Bagaimanakan cara pengaturan atau manajemen rebana biang
dalam mempromosikan, mengembangkan, memperluas jaringan dalam rebana biang?

Narasumber
: manejemen sanggar pustaka rebana biang ada beberapa seperti
ketua sanggar rebana biang dipegang langsung oleh saya H. Abd Rahman, untuk
bagian seketaris atau administasi diserahkan pada adik yaitu H. Abd Aziz, dari segi
keuangan atau bendaharanya kepada H. M.Nasir, untuk bagian pengembang
diserahkan kepada anak tertua yaitu Bapak Iwan, untuk bagian pengasuh kepada H.
Engkos dan H. Mansub, sedangkan untuk bagian vokal dan musik langsung kepada
pada saya dan H.Engkos. kalo untuk pemasaran atau mempromosikan rebana biang
ke masyarakat ketika itu masih sangat tradisional melalui cara lisan seperti dari mulut
kemulut, akan tetapi setelah zaman semakin maju seperti ada kemajuan media
elektronik dan media sosial semua informasi yang berhubungan dengan seni rebana
biang, baik yang berasal dari Lembaga Kebudayaan Betawi atau Sudin DKI Jakarta
akan langsung disampaikan kepada ketua atau pimpinan sanggar, yang kemudian baru
informasikan kembali anggota.
Hasil wawancara dengan narasumber
Nama
: Iwan Kurniawan
Jabatan
: Sebagai ketua Pengembang dan anggota
Tempat
: Sanggar Pusaka Rebana Biang (Rabu, 15Juni 2016 pukul 15.30 WIB)

Penulis
: Peran bapak dalam sanggar rebana biang sebagai apa ?

Narasumber
: Saya sebagai ketua atau pemegang dalam pengembang rebana
biang ini

Penulis
: Bagaimana peran bapak sebagai pengembang dalam Sanggar
Pustaka Rebana Biang?

Narasumber
: Sebenarnya, sudah ada masukan ke LKB kesenian Betawi
yang ada baik, rebana biang, lenong, tanjidor dan lain-lain sudah saya kasih usulan
agar tembus ke Pemda agar setiap tempat hiburan paling tidak setiap bulan sekali
pentas, jadi masyarakatnya mengetahui kesenian Betawi. Baik itu di TMII, Ragunan,
Ancol, Kota Tua, Monas. Sebetulnya, tahun lalu ada pertemuan di LKB saya
mengusulkan seperti itu dari tim Rebana biang dan tim lain mengikuti tinggal
tembusannya saja dari Pemda bagaimana tindak lanjutnya dan itu di sebut dengan
pengembangan pengenalan. Untuk pengembangan lainnya seperti generasi penerus
sebetulnya sudah ada, sebelum ada saya juga sudah ada tiga orang untuk
pengembangan, akan tetapi dengan kesibukan masing-masing jarang melakukan
pertemuan. Sekarang dibawah pegangan saya sudah ada pelatihan pengembangan.
pelatihannya dilakukan seminggu sekali. Dan muridnya berkisar antara umur 20
sampai dibawah 30 bahkan ada yang sudah yang menikah. Sanggar latihannya pun
hanya rumah karena kita tidak ada tempat, walaupun ada di Setu Babakan itu pun
milik Pemda bukan milik pribadi. Setiap ada kegiatan yang berhubungan dengan
rebana biang, baik dari Mahasiswa, siaran-siaran TV dilakukan tempat seperti ini.
Tempat tinggal orang tua saya yang sekaligus tempat sanggar rebana biang. Kendala
lahan pun tetap ada, namun agar menujang latihan kita juga butuh anggaran tapi yah,
selama ini kita berjalan dengan sedirinya saja. Dan untuk di terima atau tidaknya oleh
Gubenur kita. Yang sebenarnya dulu kesenian Betawi sudah diangkat ketika Gubenur
Ali Sadikin. Pengembanganya pun juga tidak hanya dari segi musik melainkan juga
dari segi bahannya, pembuatanya seperti cara mengerok kulit bagaimana, cara
mengikatnya bagaimana, itu pun kadang sesuai bakat masing-masing., seperti saya
saja masih belum bisa mengikat sedangkan untuk adik saya bisa karena dia sabar,
teliti dan saya mencari keahlian lain,seperti buat kancing rebana biang. Tidak semua
orang bisa menguasai semua yang ada pada satu rebana itu. Dan juga tidak semua
orang bisa mukul tiga jenis rebana itu, kalau dia sudah di biang maka di biang, bila
sudah di kotek maka di kotek dan gendung maka tetap di gendung, itu pun tidak bisa
dicampur aduk dan nanti nadanya pun akan kacau.

Penulis
: Sejak kapan sudah ada pengembangan dalam rebana biang ?

Narasumber
: Sekitar tahun 2014, saya mengikuti orang tua seminar ke
LKB. Kemudian saya memberi masukan seperti itu, kemudian seperti, acara buka
puasa kita memberikan masukan seperti itu tinggal orang diatas menindak lanjutinya
dan pendekatan-pendekatannya ke Dinas Pariwisata. Sebenernya sekitar tahun 90an
sering dilakukan pementasan seperti sudah ada di TMII yang dilakukan setiap bulan.
Akan tetapi sekitar tujuh tahun sampai sepuluh tahun kebelakang sudah tidak ada lagi,
entah tidak tahu apa tidak ada pengurusnya atau tidak ada anggarannya saya kurang
tahu. Kita yang tinggal di sanggar ini bila ada panggilan yah kita berangkat.

Penulis
: Tujuan adanya bagian pengembangan ini seperti apa?

Narasumber
: Saya ini melestarikan rebana biang, agar tidak punah yang
pengembangan ini berlanjut dilakukan di sekolah, sanggar-sanggar dan tempat wisata.
Nah untuk pengembangan kesekolah itu dilakukan oleh sekolahnya sendiri sebab dari
sekolahnya ada program untuk melestarikan kesenian Betawi, bukan kita yang masuk
kedalam sekolahnya. Karena kita sifatnya menunggu bukan menawarkan diri. Sebab
kita diajarkan sama orang tua seperti itu tidak diajarkan menawarkan diri kalau di
panggil berangkat kalau tidak kami stand by saja.

Penulis
: Apa yang membuat bapak berinisiatif mengusulkan ide
pengembangan ini ke Pemda?

Narasumber
: Dahulu saya sekitar umur 35 kebawah dan belum ada seperti
itu, dan juga karena kesibukan kita dengan pekerjaan kemudian berkembanglah dan
kesibukan kita tidak bisa mengikuti kegiatan orang tua. Akan tetapi setelah waktu kita
segang dan pekerjaan tetap ada. Dan prinsip saya begini, kalau bukan saya sebagai
anak, keluarga, dan cucu dari kakek saya, siapa lagi sebagai generasi penerus. Dan
saya merasa terpanggil dan kalau tidak dilestarikan maka akan punah, kalau bukan
kita sebagai penerusnya siapa lagi sedangkan orang lain tidak mungkin. Karena
kesenian ini dilatar belakangi oleh salawat pada Nabi. Kalau dilihat dari segi agama
kita mendapat pahala sedangkan dari segi lain dilihat sebagai materi. Jadi kita
memiliki dua keuntungan yakni mendapat pahala dari bersalawat pada Nabi
sedangkan mendapat meteri dari sisi kesenian. Dan saya merasa turun tangan untuk
melakukannya.

Penulis
: Bagaimana menurut bapak perkembangan rebana biang saat
ini di DKI Jakarta?

Narasumber
: Sebenernya rebana biang dimana pun ada. Di TMII, Taman
Ismail Marzuki, bahkan Setu Babakan genersi penerusnya ada. Pernah dahulu ada
pelatihan di Jakarta Barat akan tetapi, sumbernya aslinya berasal dari Ciganjur karena
disebut rebana biang pusaka karena pusakanya ada disini semua dari manapun maka
akan kesini. Dan kita juga sudah terdaftar di LKB, Dinas Pariwisata. Maka kalau ada
setiap petemuan pasti kita yang akan kedatangan atau di undang. Sedangkan utuk
pengembangan di seluruh wilayah Jakarta bukan dari tangan kita melainkan dari
Dinas pariwisata atau LKB. Dan bila diadakan pertemuan atau festival kesenian
rebana biang pasti ada di setiap wilayah.
Tetapi untuk pengembangannya tidak
seperti kesenian lain yang memiliki materi-materi sedangkan untuk kesenian ini tidak
memiliki tergetan materi.

Penulis
: Pendapat bapak bagaimana selama ini perkembangan rebana
biang saat ini khususnya untuk Sanggar Pusaka Rebana Biang ini seperti apa? Lalu
apakah ada kendala yang dihadapi selama ini?

Narasumber
: Perkembangannya dari dulu untuk generasinya dahulu dari
kakek lalu ke anaknya Uwan dari Uwan ke saya. Setelah ada pengembangan tidak
hanya cukup dari keluarga saja penerusnya melainkan dari orang luar pun yang
memiliki kemauan yang mau belajar dan memiliki jiwa seni disilakan dan tanpa di
pungut biaya. Ada pun kendala yang di hadapi seperti terkadang kendala terjadi di
dalam organisasi juga dan itu menjadi hal biasa. Seperti kecemburuan sosial dalam
hal pementasan akan tetapi tidak menjadi kendala dalam perpecahan dan hanya
segelintir orang saja. Dan menurut Uwan juga hal itu terserah saja kalau ingin di
jalankan silakan sebab orag tua mengajarkan agar tidak terjadi perpecahan.
Perkembangannya Sanggar Pusaka Rebana Biang selama ini menurut saya lancarlancar saja, terkadang banyak orang tahu itu dari acara-acara perkawinan, perayaan
perkawinan itu seperti sebuah pengembangan. Misalnya mereka orang Betawi yang
ingin hiburannya rebana biang selain simpel dari jumlah pemainya yang tidak terlalu
banyak dan cara dimainkannya pun bisa duduk dan sambil berjalan bisa. Dan dalam
pengembangan rebana biang ini sudah agak maju dahulu yang hanya rebana biang dan
tari Blenggo yang di sajikan, sekarang ini kita sudah memodifikasikannya dengan
adanya Palang Pintu,Silat. Jadi rincian yang disajikan pertama rebana biang, silat,
pantun baru kemudian salawat. Dan kita pentasnya tidak hanya Jakarta tetapi sampai
Bekasi pun kita pentas. Dalam hal ini Sanggar Pusaka tidak mengkormesilkan seni.
Sebab pesan dari kakek tidak seperti itu yang penting kita ikhlas dan kita menunggu
rezekinya ada bukan mencari sebab kesenian ini tidak kami jadikan sebagai lapak
pencarian. Jadi kita tidak menjual jasa akan tetapi bila jasa kita di gunakan maka tidak
masalah dan itulah yang menjadi martabat dari kesenian ini.

Penulis
: Menurut bapak bagaimana cara agar kesenian rebana biang ini
bisa diperkenalkan masyarakat halayak atau masyarakat luas?

Narasumber
: Untuk memperkenalkan kesenian ini di masyarakat luas baik
masyarakat Betawi maupun Masyarakat non Betawi, kalau seseorang memiliki jiwa
seni maka ia kan mencari apa itu rebana biang akan tetapi sebaliknya untuk yang
tidak memiliki seni maka akan cuek atau begitu aja. Untuk memperkenalkan seni ini
seperti pernah diperkenalkan pada lebaran Betawi di daerah jalan Thamrin itu pernah
kita dipinggir jalan, sambil itu ada car freeday kita nabuh disana. Itu pun dari LKB
yang memotori jadi kita di bayar oleh mereka karena ada program juga dari
Pemerintah. Kalau dari kita untuk memperkenalkannya seperti tadi saya bilang,
seperti di acara-acara atau perayaan pernikahan jadi prinsipnya kita tetap tidak
menjual jasa kepada orang lain akan tetapi bila ada yang membutuhkan atau
memerlukan maka kita akan terbuka dan tidak mengkormesilkannya. Selain itu juga
pernah diperkenalkan pada tempat-tempat hiburan terkadang ada acara-acara
Pemerintah yang ada Gubenurnya seperti acara peresmian misalnya pernah di Kota
Tua, Taman Ismail Marzuki barulah kita dipanggil dan barulah orang pada dikenal.
Seperti dahulu waktu masih saya kecil, ketika rebana biang masih di pegang kakek
saya pernah ada acara peresmiannya dibuka dengan mukul rebana biang yang pusaka.
Dan pada tahun 2015 kemarin, pernah kita mengikuti acara bale-bale yang di
Bandung yang acaranya disiarkan di TV tentang seni dan acara pun tentang rebana
biang dan tari blenggo. Biasanya juga acara bale-bale diadakan setiap tahun tapi tidak
tahu bulannya kapan.

Penulis
: Kira-kira berapa jumlah anggota di pengembangan saat ini?
Apa sama atau tidak, dan yang membedakannya apa?

Narasumber
: Beda, yang membedakannya yaitu kalau dari bagian
pengembangan jumlah anggotanya lebih banyak dan dari segi usianya pun bervariatif
atau produktif dan mereka juga lebih memiliki jiwa seni dan tangannya pun beda.
Kalau seseorang memiliki jiwa seni tangannya kalau mukul rebana pasti nyaring
(enak didengar) beda dengan orang yang tidak memiliki jiwa seni terkadang nyaring
terkadang tidak bila terjadi semacam itu maka digunakan nalar oleh para pemainnya.
Untuk jumlah anggotanya pengembangannya ada sekitar enambelas orang dan orangorangnya pun masih masyarakat Ciganjur atau masyarakat Jagakarsa itu pun bagi
anak-anak yang mau. Dan untuk sekarang para pemainya yang seumuran dengan
Uwan ada enam orang pemainnya itu yang asli dalam sanggar rebana biang bukan
pengembangannya. Tapi bila sudah main atau pentas maka campur. Jadi untuk
pemain asli dan pengembangan dicampur, Karena ilmunya bisa langsung diserap dan
tinggal disesuaikan oleh generasi penerus. Terkadang para pemain pengembangan
tidak ikut semua,kadang kalau sempet ikut kalau tidak yah tidak ikut. Kecuali yang
senior seperti Uwan, pamannya, sepupunya yang memiliki waktu banyak pasti ikut
kegiatan dimana pun.

Penulis
: Kira-kira berapa lama masa belajar seseorang
dalam
pengembangan rebana biang?

Narasumber
: Hal itu tidak bisa di tentukan, satu bulan pun belum pasti bisa.
mungkin untuk satu nada atau getaran bisa tapi penerapannya yang agak sulit dan
butuh bertahun-tahun. Karena terkadang kita kalau sempat kita kumpul kalau tidak
yah enggak. Waktu belajarnya pun kadang satu jam cukup, karena buat yang baru
belajar atau masuk pengembangan nabuh saja tangan bisa capek atau sakit. Masa
latihannya pun bebas bisa seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali
tergantung dari anak-anaknya kadang latihannya di sini atau dirumah pamannya
Uwan, tapi lebih sering di rumah pamannya yakni H. Engkos karena dibantu sama H.
Nasir dan Uwan Engkos sedangkan disini hanya Uwan sendiri. Uwan engkos juga
termasuk sesepuh yang tau nada-nadanya seperti apa, yang penting bila kita nabuh
kita inget nadanya,begini nabuhnya begini, yang penting harus inget caranya begitu
saja dan tidak ada nada-nada atau not-not khusus.
LAMPIRAN FOTO
Foto No. 1
Foto: Sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur Jakarta (tempat latihan seni rebana biang
sekaligus tempat tinggal H. Abd. Rahman)
(sumber: foto pribadi penulis diambil di kediaman rumah H. Abd. Rahman)
Foto No. 2
Piagam yang diberikan oleh Pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Selatan kepada Sanggar
Pusaka sebagai tanda organisasi kesenian yang diakui pemerintah.
(sumber: foto pribadi penulis diambil di kediaman rumah H. Abd. Rahman)
Foto No.3
Foto: Lirik lagu yang biasa dibawakan oleh para pemain Sanggar Pusaka Rebana Biang
Ciganjur.
(sumber: foto pribadi penulis diambil di kediaman rumah H. Abd. Rahman)
Foto No.4
Pertunjukan rebana biang pada acara outdoor atau festival kesenian Betawi di Jakarta
yang dilakukan setiap tahunnya.
(sumber: hasil dokumentasi kegiatan sanggar pustaka rebana biang)
Foto No. 5
Pertunjukan seni rebana biang pada acara outdoor atau festival kesenian Betawi di
Jakarta yang dibawakan sambil berjalan,
(sumber: hasil dokumentasi kegiatan sanggar pustaka rebana biang)
Foto No. 6
Pertunjukan rebana biang indoor pada acara-acara resmi pemerintah.
(Sumber: didapat dari google gambar tentang rebana biang di Jakarta, di akses tanggal
5 September 2016. Pukul 09.00 WIB)
Foto No. 7
Cara memainkan rebana biang sambil duduk yang dilakukan oleh H. Abd. Rahman sambil
memukul rebana biang.
(Sumber: foto pribadi penulis di kediaman rumah H. Abd Rahman)
Foto No. 8
H. Abr Rahman bersama rebana gendung (dari kanan), kotek (tengah) dan biang (dari kiri) di
kediaman rumah beliau.
(Sumber: foto pribadi penulis diambil di kediaman rumah H. Abd Rahman.)
Download