deteksi molekuler komunitas bakteri dari perairan pulau pari

advertisement
DETEKSI MOLEKULER KOMUNITAS BAKTERI
DARI PERAIRAN PULAU PARI TELUK JAKARTA
YANG TERCEMAR MINYAK
ARIANI HATMANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Deteksi Molekuler
Komunitas Bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta yang Tercemar Minyak”
ini merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dan masukan dari tim
komisi pembimbing. Tesis ini belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Agustus 2011
Ariani Hatmanti
NRP P051080051
ABSTRACT
ARIANI HATMANTI. Molecular Detection of Bacterial Community in Oilcontaminated Seawaters of Pari Island, Jakarta Bay. Under direction of ANJA
MERYANDINI and ARIS TJAHJOLEKSONO
A research on molecular detection of bacterial community was done in Pari Island
Jakarta Bay from January 2010 – June 2011. This study was aimed to
understand bacterial community and the succesion of bacteria in oilcontaminated seawater. This research was also conducted to know the
domination of exogenous bacteria in the substrates and their effect on crude oil
degradation. Twenty-eight samples or substrates were analyzed using
Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE). The substrates were mixture
of oil-contaminated seawater and sediment. The results of this study showed that
marine bacterium SCRIPP 413, uncultured bacterium clone VH-FL6-50 and
uncultured bacterium clone W1-16 were dominant in the bacterial community in
Pari Island contaminated environment. This study also indicated that the
exogenous bacteria were dominant in absence of indigenous bacteria.
Keywords:
bacterial community, marine bacteria, DGGE, oil-contaminated
seawater
RINGKASAN
ARIANI HATMANTI. Deteksi Molekuler Komunitas Bakteri dari Perairan Pulau
Pari Teluk Jakarta yang Tercemar Minyak. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI
and ARIS TJAHJOLEKSONO
Pada umumnya pencemaran minyak bumi dapat ditanggulangi dengan
menggunakan teknik fisika dan kimia. Cara penanggulangan tersebut masih
menyisakan cemaran minyak bumi di perairan maupun sedimen di sekitarnya
sehingga masih berpotensi mencemari lingkungan. Penanganan sisa bahanbahan cemaran ini biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik
bioremediasi, yaitu penggunaan agen biologi, termasuk mikroorganisme untuk
menghilangkan limbah atau buangan yang bersifat toksik dari lingkungan.
Bioremediasi dapat dilakukan berdasarkan pendekatan bioaugmentasi
maupun biostimulasi. Dalam aplikasi biostimulasi maupun bioaugmentasi, perlu
dipelajari ketersediaan bakteri indigenous dan struktur komunitas mikroba pada
perairan tersebut agar upaya bioremediasi dapat dilakukan secara lebih optimal
dan berdaya guna. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi struktur komunitas
dan suksesi bakteri pendegradasi minyak, serta dominansi bakteri eksogenous
terhadap populasi bakteri yang terdapat di dalam media yang tercemar minyak.
Bakteri yang digunakan di dalam penelitian ini adalah strain
RCO/B/08_006, RCO/B/08_008, RCO/B/08_009, dan RCO/B/08_013. Kelima
strain tersebut telah diidentifikasi pada penelitian sebelumnya sebagai bakteri
potensial pendegradasi minyak dan Poly-aromatics Hydrocarbon (PAH). Substrat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air laut dan sedimen dari
perairan Pulau Pari Teluk Jakarta yang dicampur untuk menggambarkan kondisi
alam yang mendekati sebenarnya. Sebelum dicampur dengan air laut, sampel
sedimen yang diambil dari beberapa titik di perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
dikomposit terlebih dahulu, kemudian didistribusikan ke dalam tabung-tabung
dan ditambah dengan waterair laut dengan perbandingan 1:1. Pada penelitian ini
digunakan 84 tabung (28 x 3 ulangan) yang terdiri atas: 4x3 tabung disterilisasi
dan ditambah bakteri RCO/B/08_008, 4x3 tabung disterilisasi dan ditambah
konsorsium A (Strain RCO/B/08_006, RCO/B/08_008, dan RCO/B/08_013), 4x3
tabung tidak disterilisasi dan ditambah bakteri RCO/B/08_008, 4 tabung tidak
disterilisasi dan ditambah konsorsium A, 8x3 tabung tidak disterilisasi dan tidak
ditambah bakteri, serta 4x3 tabung disterilisasi tanpa ditambah bakteri. Substrat
dalam tabung-tabung tersebut diinkubasikan selama 0, 7, 14 dan 28 hari. Setelah
masa inkubasi, masing-masing substrat dalam tabung disimpan pada suhu 80oC.
Bahan yang digunakan untuk isolasi DNA adalah ISOIL Bead-beating DNA
Extraction Kit dan Applied Biosystems Prepman Ultra Sample Preparation
Reagent. Bahan yang digunakan untuk PCR dan elektroforesis meliputi
HotstarTag PCR Mix (QIAGEN), Primer 341F (5’-CCTACGGGAGGCAGCAG-3’),
Primer 907R (5’-CCGTCAATTCMTTTGAGTT T-3’), Primer 341F-GC (40pb GC
clamp 5’-CCTACGGGAGGCAGCAG-3’), MilliQ PCR grade, Etanol 70%,
QIAquick PCR purification kit (QIAGEN), Urea, Formamida, Akrilamida/bisakrilamida, Ammonium Persulphate (APS), TEMED, Agarosa, Akuades, TAE
Buffer 1x, Dye-solution, Gel-loading solution, Etidium Bromida, Etanol 90%, dan
air murni.
Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa komunitas bakteri dalam
lingkungan tercemar di perairan Pulau Pari Teluk Jakarta didominasi oleh marine
bacterium SCRIPP 413, uncultured bacterium clone VH-FL6-50 dan uncultured
bacterium clone W1-16. Beberapa jenis bakteri lainnya terdeteksi pada hari ke-7
dan 14, namun kemudian tidak terdeteksi pada hari ke-28. Dominansi bakteri
eksogenous yaitu strain RCO/B/08_006, RCO/B/08_008, dan RCO/B/08_013
terdeteksi hanya di dalam substrat yang tidak mengandung bakteri indigenous
(substrat steril). Namun, pada substrat yang mengandung bakteri indigenous
(substrat tidak steril), bakteri eksogenous tidak terdeteksi. Hal ini
mengindikasikan bahwa bakteri eksogenous yang ditambahkan tidak kompetitif.
Kata kunci: komunitas bakteri, bakteri laut, DGGE, pencemaran laut
© Hak Cipta milik IPB, 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan
hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh Karya Tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DETEKSI MOLEKULER KOMUNITAS BAKTERI
DARI PERAIRAN PULAU PARI TELUK JAKARTA
YANG TERCEMAR MINYAK
ARIANI HATMANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Iman Rusmana, MSi.
Judul Tesis
:
Nama
NRP
:
:
Deteksi Molekuler Komunitas Bakteri dari Perairan Pulau
Pari Teluk Jakarta yang Tercemar Minyak
Ariani Hatmanti
P051080051
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Anja Meryandini, M.S
Ketua
Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Bioteknologi SPs IPB,
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian: 29 Juli 2011
Tanggal Lulus:
HALAMAN PERSEMBAHAN
KARYA ILMIAH ini
penulis persembahkan kepada :
Bapak dan Ibu..
Yang tanpa beliau berdua tak akan Ariani Hatmanti menjadi seperti saat ini..
Terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan, arahan, dorongan,
cinta, kasih, doa dan ketulusan yang tak ada duanya..
Maafkan ananda..
yang belum bisa membalasnya sampai kini..
&
Anak-anak tercinta :
Ardana Zahra Septanti & Ardana Dzaka Septanto
Terimakasih banyak atas segala pengertian dan pengorbanannya..
atas segala doa dan semangatnya yang membuat bunda masih kuat bertahan..
hingga kini..
dan nanti..
Semoga Allah SWT masih memberikan kesempatan bagi kita
‘tuk mengganti semua waktu, perhatian dan kebersamaan yang sempat tercabik
oleh kesibukan selama ini..
Semoga Allah Subhanahuwata’ala
senantiasa meridhoi dan melindungi kita..
Amien yaa rabbalalamiin..
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan nikmat dan karunia-NYA sehingga karya tulis ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Januari 2010 – Juni
2011 ini adalah “Deteksi Molekuler Komunitas Bakteri dari Perairan Pulau Pari
Teluk Jakarta yang Tercemar Minyak”.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak, karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Anja Meryandini, M.S dan Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA, selaku
pembimbing, yang telah memberikan segenap waktu, pikiran dan
tenaganya untuk membimbing dan mengarahkan penulis baik selama
penelitian maupun dalam penulisan tesis.
2. Dr. Ir. Iman Rusmana, MSi. selaku penguji luar komisi yang telah menguji,
menelaah dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
3. Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. selaku Ketua Program Studi Bioteknologi
SPs IPB yang telah mengarahkan dan memberi semangat penulis selama
melaksanakan pendidikan di Program Studi Bioteknologi SPs IPB.
4. Program DIPA Puslit Oseanografi LIPI penelitian bioremediasi pantai
berpasir dan proyek kerjasama LIPI – NITE yang telah menyediakan
bahan dan alat-alat untuk penelitian ini.
5. Beasiswa Bantuan Penulisan Tesis Program Mitra Bahari-COREMAP II
tahun 2010 atas bantuan dana demi kelancaran penulisan tesis ini.
6. Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Prof. Dr. Suharsono, MSc.,
yang telah memberikan izin belajar bagi penulis.
7. Dr. Zainal Arifin, MSc., Dr. Suhartati M. Natsir, MS., Drs. Ruyitno Nuchsin,
MSc., Ir. Yeti Darmayati, MSc., Dra. Lies Indah Sutiknowati, MSi., Ir. Dwi
Hindarti, MSc., Drs. Muswerry M, MSc., Drs. Helfinalis, MSc., Drs. Djoko
Hadi K, MSc., yang selalu memberikan dorongan materi dan nonmateri
bagi penulis.
8. Direktur Research and Development Center Charoen Pokphand
Indonesia dan Dr. Fitri Fegatella atas izin dan kerjasamanya dalam
penggunaan alat DGGE. Mbak Ekasari Hendra, Aster, dan rekan-rekan di
Charoen Pokphand atas kerjasama, diskusi dan supportnya.
9. Dr. Achmad Farajallah dan Wildan atas bantuan penggunaan
laboratorium untuk silver stain dan diskusinya.
10. Ibu, Bapak, dan adik-adik penulis Dyah dan Adi beserta keluarganya atas
doa, dorongan dan kasih sayang serta bantuannya selama penulis
menyelesaikan pendidikan.
11. Anak-anak penulis : Ardana Zahra Septanti dan Ardana Dzaka Septanto,
atas doa dan pengorbanannya selama penulis melaksanakan pendidikan.
12. Sahabat-sahabat penulis : Ahmad Riyadi, Nurul Fitriya, Syofia, Nilda, Nila,
Nano, Mas Tonthowi, Bu Noor, Rahman, Rachma, Yoni, Afdal, Febri,
Yulia, Cipon, Mourly atas doa, dorongan dan semangatnya.
13. Rekan-rekan Prodi Bioteknologi SPs IPB : Etty, Eka, Mbak Rere, Duti,
Dedi, dan Pak Zul atas kebersamaan dan semangatnya.
14. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, namun
besar kontribusinya bagi kelancaran pendidikan penulis hingga selesai.
Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011
Ariani Hatmanti
NRP. P051080051
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 8 Juli 1976 dari pasangan Bapak
Drs. Tjipto Hartono dan Ibu Sri Amini Susilowati, B.A. Penulis merupakan putri
sulung dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMAN 1 Pemalang Jawa Tengah pada tahun 1994 dan
pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).
Pada kesempatan selanjutnya penulis memilih untuk mendalami bidang Biologi
Lingkungan, khususnya Mikrobiologi Lingkungan.
Setelah menamatkan kesarjanaan pada bulan April 1999, penulis diterima
bekerja sebagai staf peneliti di Laboratorium Mikrobiologi Laut Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI terhitung sejak Bulan Maret 2000, dan sampai sekarang masih
mengabdikan diri dalam penelitian-penelitian mikrobiologi laut di puslit tersebut,
terutama dalam bidang lingkungan. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai
mahasiswa pada Program Studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan pada program tersebut, penulis aktif menjadi
anggota dalam organisasi Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) dan
Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) cabang Jakarta. Selain itu penulis
juga telah menghasilkan beberapa tulisan ilmiah dan semi populer yang
diterbitkan pada jurnal terakreditasi nasional dan jurnal internasional.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL..............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
xv
PENDAHULUAN.............................................................................................
Latar Belakang............................................................................................
Tujuan Penelitian........................................................................................
1
1
2
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
Komposisi Minyak.......................................................................................
Pencemaran Minyak...................................................................................
Efek Pencemaran Minyak..........................................................................
Definisi Bioremediasi..................................................................................
Bioaugmentasi............................................................................................
Bakteri yang digunakan dalam bioaugmentasi...........................................
Hubungan pencemaran minyak dan komunitas bakteri.............................
DGGE : definisi dan hubungannya dengan komunitas bakteri...................
Prinsip DGGE.............................................................................................
3
3
4
6
7
8
9
10
11
12
BAHAN DAN METODE...................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................................
Materi Penelitian.........................................................................................
Metode Penelitian.......................................................................................
15
15
15
16
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................
Struktur komunitas bakteri indigenous pada lingkungan tercemar minyak
di perairan Pulau Pari Teluk Jakarta...........................................................
Perubahan struktur komunitas bakteri pada substrat dengan
penambahan bakteri eksogenous (tunggal dan konsorsium).....................
Komposisi bakteri yang terdeteksi dalam komunitas bakteri dari perairan
Pulau Pari Teluk Jakarta.............................................................................
19
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................
Simpulan.....................................................................................................
Saran..........................................................................................................
37
37
37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
39
LAMPIRAN......................................................................................................
46
19
24
32
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Komposisi Elemental Minyak Bumi..........................................................
3
2.
Matrik sampel yang dianalisis komunitas bakterinya................................
15
3.
Strain bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi Laut Puslit Oseanografi
LIPI yang digunakan dalam penelitian......................................................
16
Pita bakteri yang terdeteksi pada gel akrilamida (profil DGGE) dalam
proses bioremediasi pada substrat tidak steril dan substrat steril tanpa
penambahan bakteri (tunggal atau konsorsium)......................................
25
Pita bakteri yang terdeteksi pada gel akrilamida (profil DGGE) dalam
proses bioremediasi pada substrat tidak steril dan substrat steril
dengan penambahan bakteri (tunggal atau konsorsium).........................
33
4.
5.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Prinsip Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE).......................
13
2.
Profil DGGE pada proses bioremediasi secara alamiah dalam substrat
tidak steril dan substrat steril tanpa penambahan bakteri (tunggal atau
konsorsium)..............................................................................................
20
Hubungan antara total biomassa sel dengan penurunan konsentrasi
minyak dalam substrat tidak steril tanpa penambahan strain
RCO/B/08_008.........................................................................................
22
Profil DGGE pada proses bioremediasi dalam substrat tidak steril dan
substrat steril dengan penambahan bakteri (tunggal atau
konsorsium)..............................................................................................
26
Hubungan antara total biomassa sel, penurunan konsentrasi minyak,
dan penambahan strain tunggal RCO/B/08_008 .....................................
28
Hubungan antara total biomassa sel, penurunan konsentrasi minyak,
dan penambahan konsorsium A...............................................................
31
Komposisi komunitas bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
berdasarkan kemampuan kulturisasi........................................................
32
Komposisi komunitas bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
berdasarkan filum.....................................................................................
34
Komposisi komunitas bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
berdasarkan kelas....................................................................................
35
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Rekapitulasi hasil sekuensing pita DGGE................................................
48
2.
Data sekuen masing-masing isolat dalam format fasta............................
49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan senyawa yang bersifat rekalsitran sehingga tidak
mudah terdegradasi secara alami dalam jangka waktu yang relatif pendek
(Nugroho 2006). Pada umumnya pencemaran minyak bumi dapat ditanggulangi
dengan menggunakan teknik fisika dan kimia. Cara penanggulangan tersebut
masih menyisakan cemaran minyak bumi di perairan maupun sedimen di
sekitarnya sehingga masih berpotensi mencemari lingkungan. Penanganan sisa
bahan-bahan cemaran ini biasanya menggunakan teknik-teknik bioremediasi.
Prince et al. (2003) menyatakan bahwa metode bioremediasi merupakan cara
penanggulangan tumpahan minyak yang paling aman bagi lingkungan. Menurut
Sudrajat
(1996)
teknik
bioremediasi
yaitu
pemanfaatan
mikroorganisme
perombak polutan untuk membersihkan lingkungan yang tercemar. Kemampuan
merombak tersebut berkaitan dengan gen-gen penyandi berbagai enzim
perombak polutan.
Bioremediasi dapat dilakukan melalui dua metode yaitu biostimulasi dan
bioaugmentasi.
Biostimulasi
adalah
penggunaan
nutrien
untuk
memacu
pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas bakteri indigenous, sedangkan
bioaugmentasi adalah penambahan bakteri eksogenous ke lingkungan yang
tercemar (Barnum 2005). Dalam aplikasi biostimulasi maupun bioaugmentasi,
perlu dipelajari ketersediaan bakteri indigenous dan struktur komunitas mikroba
pada perairan tersebut, agar upaya bioremediasi dapat dilakukan secara lebih
optimal dan berdaya guna.
Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya di perairan Teluk Jakarta,
diperoleh beberapa strain bakteri yang mampu mendegradasi minyak dan Polyaromatics Hydrocarbon (PAH). Di antara strain-strain tersebut adalah: strain
RCO/B/08_006,
RCO/B/08_008,
RCO/B/8_009,
strain
68
MRa,
dan
RCO/B/08_013. Strain RCO/B/08_008 mampu mendegradasi senyawa-senyawa
PAH yaitu fluoranthene, fenanthrene, naphtalene, pyrene, phenotiazene,
dibenzothiophene, fluorene dan campuran PAH, serta menguraikan arabian light
crude oil (ALCO) yang ditambahkan pada substrat agar (Hatmanti dan Darmayati
2009, Darmayati 2009). Darmayati (2009) menyatakan strain RCO/B/08_009
mampu
mendegradasi
dibenzothiophene,
fluorene,
fenanthrene,
pyrene,
fluoranthene, dan campuran PAH serta ALCO. Darmayati et al. (2008) juga
menyebutkan bahwa RCO/B/08_008, RCO/B/08_009 dan RCO/B/08_006 dapat
dijadikan agen bioremediasi di laut maupun pantai karena mampu mendegradasi
dan/atau mengemulsifikasi minyak dengan baik dalam kondisi salinitas 10 – 34
ppt dan pH 6 – 8. Walaupun dipilih secara random, strain 68 MRa dan
RCO/B/08_013 mempunyai kemampuan mendegradasi setidaknya 4-5 jenis PAH
dari 7 yang diujikan (Hatmanti dan Darmayati 2009). Kelima jenis bakteri
potensial ini telah ditapis lebih lanjut untuk agen bioaugmentasi skala
laboratorium dalam kultur tunggal oleh Kusuma (2009) serta dalam kultur
campuran oleh Arifah (2010). Berdasarkan kedua penelitian tersebut diketahui
bahwa setiap bakteri yang diintroduksikan ke dalam substrat, baik secara individu
maupun konsorsium, memberikan hasil yang bervariasi dalam menguraikan
minyak dan PAH. Hasil dari penelitian Kusuma (2009) menunjukkan strain
RCO/B/08_008 memiliki persentase degradasi minyak tertinggi yaitu 89% selama
28 hari, sedangkan penelitian Arifah (2010) menunjukkan konsorsium A (Strain
RCO/B/08_006, RCO/B/08_008, dan RCO/B/08_013) mampu menurunkan
konsentrasi minyak dan total PAH paling tinggi yaitu secara berturut-turut 71%
dan 84%.
Untuk melengkapi informasi tentang komunitas mikroba di perairan yang
tercemar, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknikteknik molekuler. Salah satu teknik molekuler yang dapat digunakan adalah
Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE). Teknik DGGE dapat
digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang berukuran sama tetapi sekuen
nukleotidanya berbeda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur komunitas bakteri
indigenous, serta dominansi bakteri eksogenous terhadap komunitas bakteri
indigenous yang terdapat di dalam substrat dari perairan Pulau Pari Teluk
Jakarta yang tercemar minyak.
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Minyak
Minyak bumi tersusun atas berbagai jenis senyawa hidrokarbon. Komposisi
spesifiknya tergantung dari bentuknya, apakah masih berupa minyak bumi atau
telah mengalami destilasi. Proses destilasi dilakukan untuk memisahkan
komponen-komponen minyak bumi berdasarkan berat molekul yang berbeda
menjadi bermacam-macam produk seperti bensin, solar dan minyak tanah.
Tumpahan minyak bumi dari kapal tanker dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan yang serius dan mempengaruhi kehidupan satwa yang ada di
lingkungan yang tercemar (Barnum 2005).
Budhiarto (2009) menyatakan minyak bumi memiliki campuran senyawa
hidrokarbon sebanyak 50-98% berat, sisanya terdiri atas zat-zat organik yang
mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa-senyawa anorganik
seperti vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium.
Secara umum, komposisi minyak bumi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Komposisi Elemental Minyak Bumi
Komposisi
Karbon (C)
Hydrogen (H)
Sulfur (S)
Nitrogen (N)
Oksigen (O)
Persentase
84-87
11-14
0-3
0-1
0-2
Berdasarkan kandungan senyawanya, minyak bumi dapat dibagi menjadi
golongan hidrokarbon dan non-hidrokarbon serta senyawa-senyawa logam.
Golongan hidrokarbon-hidrokarbon yang utama adalah parafin, olefin, naften,
dan aromatik.
1. Parafin
Parafin adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh berantai lurus (alkana),
CnH2n+2. Contohnya adalah metana (CH4), etana (C2H6), n-butana (C4H10),
isobutana (2-metil propana, C4H10), isopentana (2-metilbutana, C5H12), dan
isooktana (2,2,4-trimetil pentana, C8H18). Jumlah senyawa yang tergolong ke
dalam senyawa isoparafin jauh lebih banyak daripada senyawa yang
tergolong n-parafin. Tetapi, di dalam minyak bumi, kadar senyawa isoparafin
biasanya lebih kecil daripada n-parafin.
2. Olefin
Olefin adalah kelompok senyawa hidrokarbon tidak jenuh, CnH2n. Contohnya
etilena (C2H4), propena (C3H6), dan butena (C4H8).
3. Naftena
Naftena adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang membentuk struktur cincin
dengan rumus molekul CnH2n. Senyawa-senyawa kelompok naftena yang
banyak ditemukan adalah senyawa yang struktur cincinnya tersusun dari lima
atau
enam
atom
karbon.
Contohnya
adalah
siklopentana
(C5H10),
metilsiklopentana (C6H12) dan sikloheksana (C6H12). Umumnya, di dalam
minyak bumi, naftena merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang
memiliki kadar terbanyak kedua setelah n-parafin.
4. Aromatik
Aromatik adalah hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh yang berintikan atomatom karbon yang membentuk cincin benzen (C6H6). Contohnya benzen
(C6H6), metilbenzen (C7H8), dan naftalena (C10H8). Minyak bumi dari
Sumatera dan Kalimantan umumnya memiliki kadar aromatik yang relatif
besar.
Selain senyawa-senyawa yang tersusun dari atom-atom karbon dan hidrogen, di
dalam minyak bumi ditemukan juga senyawa non hidrokarbon seperti belerang,
nitrogen, oksigen, vanadium, nikel dan natrium yang terikat pada rantai atau
cincin hidrokarbon. Unsur-unsur tersebut umumnya tidak dikehendaki berada di
dalam produk-produk pengilangan minyak bumi, sehingga keberadaannya akan
sangat mempengaruhi langkah-langkah pengolahan yang dilakukan terhadap
suatu minyak bumi.
Pencemaran Minyak
Petroleum hidrokarbon merupakan polutan utama pada lingkungan laut
yang merupakan hasil dari kegiatan di daratan dan buangan dari sungai-sungai
di sekitarnya, seperti kegiatan di kilang minyak di pantai, produksi minyak di
lepas pantai, kegiatan pelayaran, dan kecelakaan tanker serta tumpahnya
minyak dan produk bahan bakar petroleum lainnya (Yakimov 1998).
Pencemaran minyak di perairan paling sering terjadi dibandingkan di darat.
Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi
juga bersumber dari kegiatan pengeboran, produksi minyak dan turunannya,
pengilangan, transportasi minyak, perembesan minyak bumi dari reservoirnya,
serta kegiatan pemuatan dan pembongkaran muatan kapal tanker di pelabuhan.
Meningkatnya frekuensi pencemaran akan mengancam kebersihan lingkungan
perairan. Bila hal ini tidak segera ditanggulangi, dalam waktu singkat laju
pencemaran laut akan menjadi tidak terkendali (Fahruddin 2004).
Minyak bumi merupakan salah satu jenis polutan yang masuk ke dalam
ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian dari polutan tersebut larut dalam
air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi di sedimen dan sebagian
masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut, termasuk fitoplankton, ikan,
udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain. Polutan di dalam tubuh
organisme tingkat rendah termakan oleh jenjang organisme di atasnya sehingga
terikut dalam rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan
pada akhirnya terakumulasi di dalam tubuh manusia. Bila dalam jaringan tubuh
organisme laut terdapat polutan dengan konsentrasi tinggi, kemudian organisme
tersebut dijadikan bahan makanan, maka akan berbahaya bagi kesehatan
manusia (Nurhariyati 2006).
Sesaat setelah terlepas ke lingkungan laut, minyak akan mengalami
perubahan sifat-sifat fisik, kimia dan biologis. Perubahan sifat ini terjadi sebagai
akibat dari faktor-faktor fisika di laut, diantaranya :
1) Evaporasi. Evaporasi alkana (C15) dan aromatik berlangsung antara 1 – 10
hari (Yakimov 1998, Zhu et al. 2001). Faktor lingkungan yang mempengaruh
evaporasi adalah angin, gelombang air dan temperatur.
2) Pelarutan. Komponen minyak aromatik dengan berat molekul kecil dan paling
toksik bersifat paling larut air dibanding senyawa minyak lainnya, maka
proses ini juga penting dalam degradasi. Kecepatan pelarutan dipengaruhi
oleh proses foto-oksidasi dan proses biologis (NAS, 1985).
3) Foto-oksidasi. Dalam kondisi aerobik dan terpapar sinar matahari, minyak
aromatik dapat ditransformasi menjadi senyawa lebih sederhana. Senyawa
lebih sederhana ini (hydroperoxides, aldehydes, ketones, phenols, dan
carboxylic acids) bersifat lebih larut air sehingga meningkatkan laju
biodegradasi tetapi lebih toksik (Nicodem et al. 1997, Yakimov 1998).
4) Dispersi. Proses ini terjadi karena gradien konsentrasi yang membentuk
formasi emulsi minyak-air (butiran minyak dalam kolom air) sehingga
memperluas permukaan butir minyak. Emulsi minyak-air dapat terjadi karena
adanya agitasi (angin dan gelombang adalah contoh agitasi alamiah), atau
dengan penambahan dispersan (Fahruddin 2004).
5) Emulsifikasi. Emulsifikasi adalah proses perubahan bentuk dari butiran
minyak dalam air menjadi butiran air dalam minyak (disebut juga chocolate
mousse). Bahan asphaltik dapat meningkatkan emulsifikasi, tetapi akan
mempersulit pembersihan minyak (Kusuma 2009).
6) Biodegradasi oleh mikroflora laut terutama bakteri (Yakimov 1998).
7) Lain-lain. Termasuk adsorpsi minyak pada zat padat air, sedimentasi dan
formasi butir tar (Fahruddin 2004)
Efek Pencemaran Minyak
Menurut Syakti (2008), pencemaran minyak bumi di laut memberikan
pengaruh terhadap beberapa hal yang meliputi (1) pengaruh langsung terhadap
organisme; (2) pengaruh langsung terhadap kegiatan perikanan; (3) pengaruh
terhadap ekosistem. Pengaruh langsung terhadap organisme meliputi efek letal
(kematian) dan subletal. Pengaruh langsung terhadap kegiatan perikanan dapat
berupa tainting (bau lantung) terhadap ikan-ikan yang dibudidayakan di dalam
karamba, sehingga ikan mempunyai bau dan cita rasa yang tidak enak. Pada
kegiatan budidaya, pencemaran minyak bumi dapat mematikan biota budidaya
dan merusak peralatan. Pengaruh terhadap ekosistem dapat berupa rusaknya
daerah perkembangbiakan dan daerah penyedia makanan, serta terganggunya
ketersediaan makanan dalam rantai makanan.
Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa
benzena, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX,
merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenik dan
karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit
mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat, sehingga hal ini
dapat mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut yang
lain. Bila senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh
jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk fenol, kemudian
pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride
yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal. Senyawa antara yang terbentuk
adalah epoksida benzena yang beracun dan dapat menyebabkan gangguan
serta kerusakan pada tulang sumsum. Keracunan yang kronis menimbulkan
kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel darah putih, zat beku darah, dan
sel darah merah yang menyebabkan anemia. Kejadian ini akan merangsang
timbulnya preleukemia, yang pada akhirnya menyebabkan leukemia. Dampak
lain adalah menyebabkan iritasi pada kulit (Fahruddin 2004).
Selain itu Fahruddin (2004) juga menyatakan bahwa komponen minyak
tidak larut di dalam air akan mengapung di permukaan air laut sehingga
menyebabkan air laut berwarna hitam. Hal ini mengakibatkan penetrasi cahaya
menurun di bawah oil slick atau lapisan minyak. Proses fotosintesis akan
terhalang pada zona eufotik sehingga rantai makanan yang berawal pada
fitoplankton akan terputus. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari
atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat
tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Beberapa
komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Kondisi ini menyebabkan
kematian hewan dan tumbuh–tumbuhan yang hidup di batu-batuan dan pasir di
wilayah pantai, juga merusak area mangrove serta daerah air payau secara luas.
Hutan mangrove merupakan sumber nutrien dan tempat pemijah bagi ikan.
Pencemaran minyak dapat menyebabkan sistem perakaran dari tanaman hutan
mangrove dapat tertutup minyak sehingga pertukaran CO2 dan O2 terhambat.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton
dan dapat mematikan ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas
bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena
pada tahap ini biota sangat rentan pada lingkungan tercemar.
Definisi Bioremediasi
Meskipun evaporasi dan fotooksidasi berperan utama dalam detoksifikasi
minyak namun pada akhirnya degradasi sempurna komponen-komponen minyak
dilakukan oleh mikroflora laut dan bakteri mendominasi fungsi ini. Sayangnya
degradasi oleh mikroba secara alami berjalan relatif lambat dalam lingkungan
laut, karena suhu yang rendah, keterbatasan nitrogen dan fosfor serta besarnya
jumlah residu minyak yang merubah bentuk minyak dari emulsi menjadi tarballs
yang akan mengendap dalam sedimen (Yakimov 1998).
Metode bioremediasi merupakan cara penanggulangan tumpahan minyak
yang paling aman bagi lingkungan (Prince et al. 2003). Bioremediasi didefinisikan
sebagai proses penguraian limbah organik maupun anorganik polutan secara
biologis dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol atau bahkan
mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Kelebihan teknologi ini ditinjau dari
aspek komersil adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang
relatif lebih murah dan bersifat fleksibel. Penanganan bioremediasi dapat
dilakukan secara in situ maupun ex situ (Syakti 2008). Fahruddin (2004)
mengartikan bioremediasi hidrokarbon sebagai suatu proses penguraian
senyawa-senyawa hidrokarbon kompleks menjadi air, karbondioksida dan
senyawa organik sederhana secara biologis. Dalam proses tersebut terjadi
oksidasi senyawa organik kompleks menjadi senyawa anorganik. Substrat
hidrokarbon dari minyak bumi digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber
karbon dan nutrien untuk pertumbuhan dan perolehan energi. Senyawa organik
diubah menjadi CO2, komponen sel dan produk lain sesuai jalur metabolisme
yang ditempuh. Menurut Glick dan Pasternak (2003) bioremediasi adalah proses
penggunaan agen biologi untuk menghilangkan limbah atau buangan yang
bersifat toksik dari lingkungan.
Proses
bioremediasi
dapat
dilakukan
secara
bioaugmentasi
yaitu
penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisme baik yang
alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically
engineered strains), dan biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalui
penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau
menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi)
agar mikroorganisme tumbuh dan beraktivitas lebih baik (Irianto 2007).
Dua
pendekatan yang dapat digunakan dalam bioremediasi tumpahan minyak: (1)
bioaugmentasi,
di
mana
mikroorganisme
pengurai
ditambahkan
untuk
melengkapi populasi mikroba yang telah ada, dan (2) biostimulasi, di mana
pertumbuhan pengurai hidrokarbon asli lingkungan tersebut dirangsang dengan
cara menambahkan nutrien dan/atau mengubah habitat (Venosa dan Zhu 2003).
Bioaugmentasi
Bioaugmentasi didefinisikan sebagai penambahan kultur mikroba untuk
melakukan tugas resubstratsi spesifik di dalam lingkungan tercemar. Mikroba
dalam kultur tersebut diisolasi secara khusus, pada umumnya dari lingkungan
yang sama, ditapis untuk aktivitas biologi yang diinginkan, dan ditumbuhkan
dalam jumlah yang besar dalam suatu reaktor (United-tech 2009).
Ractliffe (2002) menyatakan bioremediasi hidrokarbon baik dilakukan
menggunakan suatu proses yang disebut bioaugmentasi. Proses ini dilakukan
dengan menambahkan sejumlah besar mikroorganisme yang telah diisolasi,
diseleksi dan ditumbuhkan di laboratorium pada lingkungan yang terkontaminasi.
Mikroba
tersebut
mampu
mendegradasi
komponen-komponen
dalam
hidrokarbon menjadi CO2 dan air. Mikroba tersebut akan bertahan hidup dengan
mengkonsumsi hidrokarbon sampai polutan tersebut teresubstratsi. Agar proses
bioaugmentasi berhasil dengan baik, maka dibutuhkan beberapa kriteria
diantaranya : kemampuan mikroba untuk mencapai kontaminan, keberadaan
oksigen untuk metabolisme mikroba, suhu antara 5 – 45 oC (28 oC merupakan
suhu optimum), pH antara 6,5 – 8,5 dan penambahan nutrien. Selama mikroba
dapat mencapai kontaminan, tersedia oksigen serta suhu dan pH yang sesuai,
maka proses remediasi akan berlangsung dengan sempurna.
Bakteri yang digunakan dalam bioaugmentasi
Bakteri dianggap sebagai salah satu mikroorganisme yang bertanggung
jawab terhadap degradasi hidrokarbon di lingkungan (Leahy et al. 1990) dan
bakteri hidrokarbonoklastik bersifat kosmopolitan, dapat ditemukan di berbagai
jenis lingkungan. Lebih dari 20 genera bakteri pendegradasi hidrokarbon
terdistribusi dalam beberapa subphylum (α−, β−, γ−proteobacteria; gram positif;
Flexibacter-Cytophaga-Bacteroides) telah dilaporkan (Bruns and Corti 1999;
Macnaughton et al. 1999; Yakimov et al. 1998).
Sejumlah bakteri pendegradasi hidrokarbon telah diisolasi dari lingkungan
laut dan telah dikarakterisasi (Kasai et al. 2002, Ozaki et al. 2006, Teramoto et al.
2010), meskipun informasi mengenai bakteri tersebut pada lingkungan tropis
masih langka (Zhuang et al. 2003). Harwati et al. (2007, 2009) telah mengisolasi
sejumlah bakteri laut dari air laut Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, dan
beberapa diantaranya mempunyai kemampuan mendegradasi hidrokarbon.
Zhu et al. (2001) melaporkan beberapa bakteri yang mempunyai
kemampuan mendegradasi hidrokarbon di daerah subtropis, diantaranya
Achromobacter,
Acinetobacter,
Alcaligenes,
Arthrobacter,
Bacillus,
Brevibacterium, Corynebacterium, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas dan
Vibrio, sedangkan Darmayati (2003) dalam penelitiannya telah menemukan
beberapa bakteri pendegradasi minyak dari perairan tropis, diantaranya
Pseudomonas cepacia dan P. gladioli yang diisolasi dari perairan Kalimantan
Timur, demikian juga Achromobacter putrefasciens, Acinetobacter haemolyticus,
dan Vibrio algynolyticus yang berhasil diisolasi dari perairan laut Jawa. Feliatra
(1998) mengisolasi Acinetobacter, Arthrobacter, Micrococcus dan Bacillus dari
perairan Dumai dan Selat Malaka. Genus Alcanivorax, Marinobacter, Bacillus
dan Achromobacter merupakan genera yang umum ditemukan di lokasi
penelitian. Menurut Teramoto et al. (2009) Marinobacter dan Alcanivorax
terdapat di mana-mana di perairan laut tropis, namun Oceanobacter-related
menjadi dominan di perairan tropis yang diperkaya dengan pupuk. Diperkirakan
bakteri ini merupakan bakteri pemakan n-alkana di perairan tropis. Darmayati
(2008) serta Hatmanti dan Darmayati (2009) menyatakan bahwa Alcanivorax
merupakan genus yang umum ditemukan di semua lokasi penelitian di Teluk
Jakarta, sehingga dianggap mempunyai penyebaran yang kosmopolitan. Genus
ini meliputi Alcanivorax dieselolei, Alcanivorax sp TE-9, Alcanivorax sp. EPR 6
dan Alcanivorax sp B 1084. Alcanivorax sebagai genus yang kosmopolitan telah
dilaporkan di beberapa tempat diantaranya di perairan Indonesia (Thontowi 2008;
Darmayati 2009), Jerman (Bruns dan Berthe-Corti 1999), Inggris (Rolling et al.
2002), Italia (Yakimov et al. 2005), dan Jepang (Kasai et al. 2002). Lebih dari 250
spesies dari genus afiliasi Alcanivorax telah diisolasi dan dideteksi menggunakan
sekuens 16S rRNA. Bakteri ini dapat berada di beberapa tipe lingkungan laut,
baik dalam komunitas bakteri maupun kultur tunggal bakteri yang diisolasi dari
lingkungan subtropis (Darmayati 2008).
Hubungan pencemaran minyak dan komunitas bakteri
Bakteri sebagai kultur tunggal yang spesifik, hanya mampu mengurai
sejumlah kecil komponen yang terdapat dalam minyak, namun biodegradasi
minyak pada umumnya dilakukan oleh konsorsium yang terdiri atas bermacammacam spesies bakteri (Roling et al. 2002).
Penguraian minyak biasanya dilakukan oleh suatu komunitas bakteri.
Setiap jenis bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengurai
minyak. Ada yang mampu menguraikan senyawa aromatik, senyawa hidrokarbon
bercabang, maupun senyawa hidrokarbon sederhana, namun ada pula yang
mampu mendegradasi beberapa jenis senyawa dalam hidrokarbon, seperti
Alcanivorax borkumensis yang dikenal mampu mengurai ikatan jenuh dan
aromatik. Bakteri tertentu yang dinyatakan dominan dan relatif memiliki
kemampuan
tinggi
dalam
mendegradasi
minyak
adalah
Marinobacter,
Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium,
Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter. Pseudomonas sp biasanya
banyak dikenal sebagai bakteri pendegradasi hidrokarbon di Indonesia (Hariyadi
2009).
DGGE : definisi dan hubungannya dengan komunitas bakteri
Selama dekade terakhir ini banyak perubahan metode yang digunakan
dalam menganalisis komposisi komunitas mikroba. Teknik klasik yang digunakan
seperti kultivasi dan identifikasi secara mikroskopik tidak cukup untuk
menganalisis kelimpahan jenis bakteri dalam sampel dari alam (lingkungan). Di
satu sisi, kurangnya perbedaan yang mencolok pada identifikasi secara morfologi
dan ukuran sel yang sangat kecil tidak memungkinkan penggunaan identifikasi
mikroskopis pada sebagian besar bakteri yang diisolasi dari sampel alam, di sisi
lain substrat yang digunakan untuk mengkultivasi galur mikroba adalah substrat
selektif sehingga menjadi bias ketika mendeskripsikan komposisi komunitas.
Selain itu, isolasi sebagian besar bakteri dari alam terhambat oleh kurangnya
pengetahuan kita tentang kondisi kultur yang spesifik dan terdapatnya interaksi
dalam komunitas (quorum sensing). Perbandingan antara sel yang dapat
dikulturkan dan jumlah sel total dalam habitat yang berbeda menunjukkan
kekurangan pendekatan culture-dependent untuk menganalisis komposisi
komunitas mikroba (Amann et al. 1995).
Studi mengenai komunitas bakteri memunculkan pertanyaan mengenai
komposisi komunitas tersebut, struktur, stabilitas, aktivitas dan fungsinya baik
dalam komunitas tersebut maupun secara individu. Teknik mikrobiologi
tradisional dan observasi menggunakan mikroskop konvensional tidak cukup
untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebagian besar bakteri dalam sampel dari
lingkungan tidak dapat dideteksi menggunakan mikroskop konvensional, karena
melekat pada tanah dan partikel sedimen dan tetap tidak terlihat. Pewarna
fluorescence, seperti DAPI dan acridine orange, telah meningkatkan penggunaan
teknik ini, namun tetap tidak diperoleh informasi mengenai identitas spesies.
Selain itu hanya sebagian kecil dari bakteri alam yang dapat diisolasi dan
dikarakterisasi sampai saat ini. Kultur substrat selektif pengayaan masih belum
bisa digunakan untuk menggambarkan kondisi khusus yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk berkembangbiak di habitat alam mereka, sehingga pemahaman
mengenai keragaman bakteri di alam sangat terbatas. Bagaimanapun aplikasi
teknik biologi molekuler menawarkan peluang baru untuk menganalisis
komunitas mikroba, diantaranya Teknik Denaturing Gradient Gel Electrophoresis
(DGGE). Pada DGGE, fragmen DNA yang mempunyai panjang sama, namun
dengan sekuens pasangan basa yang berbeda dapat dipisahkan. Pemisahan ini
didasarkan kepada pengurangan mobilitas elektroporesis dari molekul DNA yang
terdenaturasi secara parsial dalam gel poliakrilamid yang mengandung gradien
DNA denaturant yang bertambah secara linear (Muyzer et al. 2004).
Schafer dan Muyzer (2001) menyatakan bahwa komposisi komunitas
bakteri yang berperan dalam proses bioremediasi minyak bumi dapat diketahui
dengan menggunakan teknik molekuler yang disebut DGGE. PCR-DGGE
fingerprinting adalah suatu teknik untuk memonitor variasi keragaman genetik
mikroba, yang menyediakan estimasi minimum kekayaan atau dominansi suatu
bakteri di dalam komunitas tersebut. Lebih lanjut DGGE memudahkan identifikasi
populasi individu dengan analisis hibridisasi pola pita dengan probe spesifik atau
dengan melakukan analisis sekuensing terhadap pita individual. PCR-DGGE
telah
digunakan
untuk
menginvestigasi
keragaman
komunitas
mikroba,
mendeterminasi variabilitas spasial dan temporal suatu populasi bakteri, dan
memonitor perilaku komunitas setelah tercemarnya suatu lingkungan baik secara
alami ataupun induksi secara buatan.
Perkembangan teknologi molekuler dalam menganalisis ekologi mikroba,
termasuk penggunaan sekuens gen rRNA sebagai marker molekular untuk
mengidentifikasi mikroorganisme telah mengubah persepsi tentang keragaman
komunitas mikroba. Gen yang menyandikan subunit kecil rRNA merefleksikan
hubungan evolusi mikroorganisme (Woese 1987).
Teknik penyidikan secara molekuler merupakan teknik yang unggul untuk
membandingkan sejumlah besar sampel. Genetic fingerprinting komunitas
mikroba memberikan profil yang merefleksikan kelimpahan genetik dari
komunitas tersebut. DGGE dari fragmen gen yang diamplifikasi dengan PCR
adalah salah satu dari teknik penyidikan secara genetik dalam ekologi mikroba
(Muyzer 2000).
Prinsip DGGE
Sekumpulan DNA diekstrak dari konsorsium komunitas mikroba dalam
suatu substrat, kemudian diamplifikasi dengan primer yang spesifik untuk
fragmen gen 16S rRNA sehingga menghasilkan campuran produk PCR. Produk
PCR ini mempunyai ukuran yang sama, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan
elektroforesis menggunakan gel agarosa. Variasi sekuen di antara gen 16S rRNA
dari bakteri yang berbeda-beda memberikan sifat ”melting” yang berbeda,
sehingga molekul-molekul DNA yang bervariasi sekuennya tersebut dapat
dipisahkan
dengan
menggunakan
elektroforesis
gel
poliakrilamid
yang
mengandung gradien denaturan DNA. Contoh gradien denaturan DNA yang
dapat digunakan adalah campuran urea dan formamida. Produk PCR memasuki
gel sebagai molekul DNA utas ganda (double strands) dan bergerak (bermigrasi)
di dalam gel yang konsentrasi denaturannya meningkat secara bertahap. Produk
PCR dengan sekuens yang berbeda mulai terdenaturasi pada posisi yang
berbeda (pada konsentrasi denaturant yang berbeda) di dalam gel. Melting
proceeds sering juga disebut sebagai melting domain, yaitu daerah di mana
suatu DNA mengalami denaturasi. Bila suatu DNA mencapai melting domain
pada gradien denaturan, akan terjadi transisi molekul DNA dari utas ganda
menjadi utas tunggal secara parsial. Utas tunggal yang mencuat menyebabkan
berhentinya pergerakan molekul DNA pada posisi tersebut. Untuk mencegah
penguraian komplet dua utas DNA, maka suatu sekuens 40 nukleotida yang kaya
akan GC (GC clamp) dilekatkan pada 5’-end pada satu primer PCR (Schafer and
Muyzer 2001).
Gambar 1 Prinsip Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE)
DNA yang diisolasi dari campuran spesies mikroba yang berbeda
diamplifikasi menggunakan primer universal untuk suatu kelompok organisme
yang disisipi dengan susunan GC berulang (sepanjang 40 bp, yang disebut GCclamp). GC-clamp ini berfungsi sebagai penjepit rantai ganda DNA sehingga
tidak terpisah menjadi rantai tunggal pada saat dielektroforesis pada gel yang
mengandung zat pendenaturasi. Ketahanan rantai ganda DNA terhadap zat
pendenaturasi berbeda-beda tergantung dari komposisi (urutan) nukleotida yang
ada. Perbedaan urutan nukleotida ini menyebabkan DNA terdenaturasi pada
konsentrasi zat pendenaturasi tertentu. Perenggangan rantai ganda DNA
menyebabkan
pergerakan
DNA
berhenti
dalam
matrik
gel
pada
saat
dielektroforesis (Gambar 1). Dengan demikian, sekuen DNA yang berbeda,
bahkan perbedaan hanya satu pasang basa nukleotida, akan muncul sebagai
pita pada posisi yang berbeda di dalam gel akrilamid (Muyzer et al. 1993).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dan analisis dilakukan mulai bulan Januari 2010 – Juni 2011 di
Laboratorium Mikrobiologi Laut Puslit Oseanografi LIPI dan P.T. Charoon
Phokpand.
Materi Penelitian
Substrat yang digunakan adalah sampel air laut dan sedimen dari perairan
Pulau Pari Teluk Jakarta yang dicampur untuk menggambarkan kondisi alam
yang mendekati sebenarnya (untuk tujuan aplikasi). Sebelum dicampur dengan
air laut, sampel sedimen yang diambil dari beberapa titik di perairan Pulau Pari
Teluk Jakarta dikomposit terlebih dahulu, kemudian didistribusikan ke dalam
tabung-tabung dan ditambah dengan air laut dengan perbandingan 1:1. Sampelsampel tersebut terdiri atas 264 tabung, yaitu 88 x 3 ulangan tabung (Kusuma
2009; Arifah 2010). Pada penelitian ini digunakan 84 tabung (28 x 3 ulangan)
yang terdiri atas: 4x3 tabung disterilisasi dan ditambah bakteri RCO/B/08_008,
4x3 tabung disterilisasi dan ditambah konsorsium A (Strain RCO/B/08_006,
RCO/B/08_008, dan RCO/B/08_013), 4x3 tabung tidak disterilisasi dan ditambah
bakteri RCO/B/08_008, 4 tabung tidak disterilisasi dan ditambah konsorsium A,
8x3 tabung tidak disterilisasi dan tidak ditambah bakteri, serta 4x3 tabung
disterilisasi tanpa ditambah bakteri. Substrat dalam tabung-tabung tersebut
diinkubasikan selama 0, 7, 14 dan 28 hari. Setelah masa inkubasi masingmasing, substrat dalam tabung disimpan pada suhu -80oC. Matrik perlakuan
sampel yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Matrik sampel yang dianalisis komunitas bakterinya
RCO/B/08_
008
Substrat
Konsorsium
A
Tanpa
inokulum-1
Tidak
disterilisasi
0
7
14
28
0
7
14
28
0
7
14
28
Disterilisasi
0
7
14
28
0
7
14
28
0
7
14
28
Keterangan:
Tanpa
inokulum-2
0
7
14
28
Penambahan konsorsium A terdiri atas strain RCO/B/08_006,
RCO/B/08_008, dan RCO/B/08_013; Perlakuan tanpa penambahan
bakteri dilakukan dua ulangan; Pengambilan sampel dilakukan pada hari
ke-0, 7, 14 dan 28; masing-masing tabung dilakukan 3 kali ulangan
Strain bakteri yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu RCO/B/08_006,
RCO/B/08_008, RCO/B/08_009, RCO/B/08_013 adalah koleksi Laboratorium
Mikrobiologi Laut Puslit Oseanografi LIPI. Masing-masing strain memiliki tingkat
kesejajaran 99% atau lebih dengan Pseudomonas balearica, Alcanivorax sp.
TE9, Bacillus sp. L41 dan Bordetella sp F2 (Tabel 3). Bahan yang digunakan
untuk isolasi DNA adalah ISOIL Bead-beating DNA Extraction Kit dan Applied
Biosystems Prepman Ultra Sample Preparation Reagent. Bahan yang digunakan
untuk PCR dan elektroforesis meliputi HotstarTag PCR Mix (QIAGEN),
Primer
341F
(5’-CCTACGGGAGGCAGCAG-3’),
Primer
907R
(5’-
CCGTCAATTCMTTTGAGTT T-3’), Primer 341F-GC (40pb GC clamp 5’CCTACGGGAGGCAGCAG-3’), MilliQ PCR grade, Etanol 70%, QIAquick PCR
purification
kit
(QIAGEN),
Urea,
Formamida,
Akrilamida/bis-akrilamida,
Ammonium Persulphate (APS), TEMED, Agarosa, Akuades, TAE Buffer 1x, Dyesolution, Gel-loading solution, Etidium Bromida, Etanol 90%, air murni.
Tabel 3 Strain bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi Laut Puslit Oseanografi
LIPI yang digunakan dalam penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
Kode Isolat
RCO/B/08_006*
RCO/B/08_008*
RCO/B/08_009*
RCO/B/08_013*
Kesejajaran dengan Gen Bank NCBI
AM905859.1 Pseudomonas balearica st101 (99%)
AB055207.1 Alcanivorax sp. TE-9 (100%)
DQ249996.1 Bacillus sp. L41 (99%)
DQ453689.1 Bordetella sp. F2 (99%)
Keterangan : * adalah isolat koleksi Laboratorium Mikrobiologi Laut Puslit Oseanografi
LIPI (Hatmanti dan Darmayati 2009) yang digunakan sebagai perlakuan
dalam penelitian Kusuma (2009) dan Arifah (2010)
Metode Penelitian
Sampel
Ekstraksi DNA (ISOIL beads beating)
PCR dengan primer GC clamp
Sekuensing
Analisis Sekuensing
DGGE
Analisis DGGE
Isolasi DNA dari poliakrilamid gel
Analisis Sampel
Komunitas mikroba dilihat secara kualitatif dengan menggunakan metode
Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE). Metode ini diawali dengan
isolasi asam nukleat sampel (Rosello-Mora et al. 1999), yang kemudian
digunakan sebagai sampel untuk analisis DGGE (Muyzer et al. 1993, 1996).
Urutan kerja analisis sampel adalah sebagai berikut :
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode bead beating, yaitu
penggunaan beads (manik-manik) untuk melisiskan sel bakteri yang menempel
pada permukaan minyak. Sebanyak 1 ml sampel disentrifuse pada kecepatan
lambat dan suhu dingin untuk mengumpulkan biomassa selnya. Supernatan
dibuang dan pada pellet ditambahkan campuran 50 mg Skim Milk, 10 μl Triton X
dan 950 μl Lysis Solution BB dan dicampur pelan dengan menggunakan vortex.
Campuran diinkubasi pada suhu 65 oC selama 5 menit, kemudian dikocok pada
kecepatan 3.000 rpm selama 5 menit (300 detik) dengan Beads Cells Disrupter.
Campuran kemudian diinkubasi kembali pada suhu 65 oC selama 30 menit, dan
dibolak-balik 10 kali setiap 10 menit. Tahap ini dilakukan sebanyak dua kali.
Tabung disentrifuse pada 12.000 x g selama 1 menit pada suhu ruangan.
Sebanyak 600 μl supernatan ditransfer ke tabung baru, kemudian ditambahkan
400 μl “Purification Solution” dan dihomogenkan dengan pengocokan. Pada
campuran ditambahkan 600 μl “Chloroform”, dan divortex selama 15 detik,
kemudian disentrifuse pada 12.000 x g selama 15 menit pada suhu kamar.
Sebanyak 800 μl supernatant bagian atas (tidak di bagian tengah) diambil dan
dipindahkan ke tabung baru serta ditambahkan 800 μl “Precipitation Solution”.
Larutan disentrifuse pada 20.000 x g selama 20 menit pada 4 oC, supernatan
dibuang, dan pada pelet ditambahkan 1 ml “Wash Solution”. Larutan disentrifuse
lagi pada 20.000 x g selama 10 menit pada 4o C, supernatan dibuang pelanpelan. Sebanyak 1 ml 70% etanol dan 2 μl Ethacinmate ditambahkan pada pelet
dan disentrifuse 20.000 x g selama 5 menit pada suhu 4
o
C kemudian
supernatan dibuang dan pelet dikeringkan dengan meletakkannya terbalik pada
tissue di dalam laminair airflow. Pelet dilarutkan dalam 30 μl TE, kemudian
disimpan pada suhu -20 oC atau segera dianalisis lebih lanjut.
PCR untuk DGGE
PCR untuk DGGE dilakukan menggunakan primer dengan GC clamp
(341F-GC) dan 907R. Kondisi PCR yang dilakukan sebagai berikut aktivasi
dilakukan selama 5 menit pada 95oC, diikuti dengan 30 siklus yang terdiri dari :
melting selama 30 detik pada 94oC, annealing selama 1 menit pada 55oC dan
ekstensi selama 1 menit pada 72 oC, diikuti dengan 10 menit final ekstensi pada
72 oC, dan pendinginan selama 5 menit pada suhu 4oC (modifikasi dari Muyzer et
al. 1993, 1996). Produk PCR kemudian dicek dalam 1,5% gel agarose.
DGGE
DGGE dilakukan dengan menggunakan alat Dcode™ Universal Mutation
Detection System BioRad dengan gel berukuran 16 x 16 cm dan ketebalan 1,0
mm. DGGE dilakukan dalam 7 liter 1 x larutan TAE buffer (20 mM Tris acetat, 0,5
mM EDTA, pH 8,0) pada suhu 60 oC selama 210 menit pada voltase 200 Volt.
Gradien yang digunakan berkisar antara 35% - 65% denaturant (100%
denaturant yang terdiri dari 7 M urea ditambah 40 % vol/vol formamide). Gel
diwarnai menggunakan Etidium Bromida (0,5 mg/L) selama 30-45 menit dan
dibilas dalam 1 x TAE buffer selama 15 menit pada suhu kamar. Gel kemudian
difoto menggunakan Gel-Doc UV Transluminator.
Ekstraksi DNA dari Gel Polyacrilamide dan Analisis Sekuen
Pada
pita
yang
ditargetkan,
pemotongan
dilakukan
menggunakan
pisau/cutter yang telah disterilisasi menggunakan alkohol 70%. Pita yang telah
dipotong direndam dalam 30 μl akuades untuk PCR selama semalam pada suhu
4 oC. Sebanyak 2 μl cairan elusi DNA diambil dan digunakan sebagai cetakan
dalam PCR untuk sekuensing. Produk PCR kemudian dielektroforesis pada 1,5%
gel agarose dan dipurifikasi lebih lanjut menggunakan Gene-Clean Kit (Bio 101).
DNA kemudian disekuensing menggunakan Sekuenser ABI Prisma 373. Sekuen
yang diperoleh kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan fasilitas BLAST
dari NCBI (www.ncbi.nlm.nih.gov).
Analisis Sekuen Nukleotida
Database 16S rDNA yang diperoleh dari penelitian ini dideterminasi
menggunakan BLAST program dan database GenBank. Teknik profil alignment
(penyejajaran) ClustalX versi 1.7 digunakan untuk mensejajarkan sekuen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lingkungan, baik
mikroorganisme
yang
air, tanah
beragam.
maupun
Menurut
udara
diyakini
Nakatsu
mengandung
(2007),
keragaman
mikrobiologi yang tertinggi di planet bumi terdapat pada tanah. Pemahaman
mengenai keragaman mikrobiologi mencakup pengetahuan tentang ekologi
mikroba dan struktur komunitasnya. Jumlah spesies di dalam sesuatu komunitas
(spesies richness) dan ukuran populasi spesies di dalam suatu komunitas
(spesies evenness) merupakan parameter penting dalam menentukan struktur
dan keanekaragaman dalam suatu komunitas (Liu et al. 1997).
Studi mengenai keragaman bakteri dan dinamika komunitas bakteri
berkembang pesat dalam ekologi mikroba, dipercepat dengan kemajuan dalam
teknik-teknik molekuler. Analisis komunitas bakteri yang berperan dalam aktivitas
biodegradasi
hidrokarbon
in
situ
menggunakan
pendekatan
molekuler
merupakan suatu tantangan, karena hampir sebagian besar (>90 – 99%) spesies
bakteri yang berkompeten dalam komunitas pendegradasi hidrokarbon tidak
dapat ditumbuhkan dalam substrat artifisial (Wilkinson 1988). Metode molekuler
yang dapat digunakan dalam analisis komunitas bakteri diantaranya adalah
DGGE. Metode ini menggunakan molekul 16S rDNA yang dibawa oleh semua
bakteri, dengan sekuen yang merupakan marker molekuler untuk identifikasi
spesies (Macnaughton et al. 1999). Metode ini pada awalnya digunakan untuk
menampilkan profil populasi mikroba dari sampel alam oleh Muyzer et al. (1993).
Struktur komunitas bakteri indigenous pada lingkungan tercemar minyak di
perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
Berdasarkan pita-pita pada profil DGGE (Gambar 2), diketahui bahwa
bakteri indigenous secara alami telah terdapat pada substrat tercemar minyak
dari Pulau Pari Teluk Jakarta. Hal ini dapat dilihat pada substrat yang tidak steril1 dan 2.
Pada substrat tidak steril-1 pada hari ke-0 terdapat uncultured
bacterium clone VH-FL6-50 (100%) dan uncultured bacterium clone W1-16
(92%), dan kedua bakteri ini bertahan dalam substrat sampai hari ke-28.
Uncultured bacterium clone VH-FL6-50 adalah bakteri laut yang ditemukan
menempel pada partikel dan dapat hidup bebas pada perairan di pelabuhan
Victoria Hongkong China (Zhang et al. 2007). Bakteri ini ditemukan pula di
lingkungan perairan Pulau Pari, dalam kondisi yang sama yaitu perairan tercemar
minyak. Uncultured bacterium clone W1-16 ditemukan di sedimen dan air
perairan Northern Yellow Sea, Korea (Zhao 2008), namun karena yang
ditemukan di perairan Pulau Pari hanya mempunyai keidentikan 92% maka
diduga merupakan spesies yang berbeda. Hagstrom et al. (2002) mengusulkan
untuk mengelompokkan bakteri yang mempunyai keidentikan sekuen 16S rDNA
minimal 97% ke dalam spesies yang sama, sehingga bila nilai keidentikannya di
bawah 97% dapat diduga merupakan spesies yang baru. Namun dugaan ini
harus diuji kebenarannya menggunakan metode identifikasi morfologi dan
biokimia. Dalam penelitian ini tidak dilakukan identifikasi berdasarkan uji-uji
tersebut.
a
b
c
e
Pb
Br
Al
Bc
Bakteri Kontrol
0
7
14
28
Substrat tidak steril-1
tanpa inokulum
f
g
d
0
h
7
14
f
g
28
Substrat tidak steril-2
tanpa inokulum
0
7
14
28 hari
Substrat steril
tanpa inokulum
Gambar 2 Profil DGGE pada proses bioremediasi secara alamiah dalam
substrat tidak steril dan substrat steril tanpa penambahan bakteri
(tunggal atau konsorsium), bakteri kontrol: Pb: RCO/B/08_006
(Pseudomonas balearica st101 99%)), Br: RCO/B/08_013 (Bordetella
sp. F2 99%), Al: RCO/B/08_008 (Alcanivorax sp. TE-9 100%) Bc:
RCO/B/08_009 (Bacillus sp. L41 99%); Pita yang terdeteksi: a:
Marine bacterium SCRIPP 413 (98%), b: Uncultured bacterium clone
VH-FL6-50 (100%), c: Pseudomonas sp. clone HY2 (98%), d:
Uncultured bacterium clone W1-16 (92%), e: Uncultured bacterium
Uday 0-58 (100%), f: Iron-reducing bacterium clone HN17 (98%), g:
Uncultured bacteria clone N704B_48 (99%) dan h: Alteromonas sp.
MOLA 3 (98%)
Pada substrat tidak steril-1 hari ketujuh diperoleh pita dari marine
bacterium SCRIPP 413 (98%). Marine bacterium SCRIPP 413 merupakan bakteri
yang ditemukan oleh Hold et al. (2001) menempel pada dinoflagelata toksin dan
nontoksin. Beberapa spesies marine bacterium dilaporkan dapat menghasilkan
hydroxy-acid siderophore yang dapat mereduksi besi dalam degradasi minyak
(Barbaeu et al. 2002). Diduga marine bacterium SCRIPP 413 (98%), uncultured
bacterium clone VH-FL6-50 (100%) dan uncultured bacterium clone W1-16
(92%) merupakan bakteri indigenous yang dominan pada lingkungan perairan
Pulau Pari yang tercemar minyak. Dominansi ini tidak dapat dihubungkan dengan
peranan bakteri dalam degradasi minyak pada substrat yang tercemar minyak.
Hal ini karena primer yang digunakan adalah sekuen fragmen 16S rDNA yang
merupakan primer universal untuk kelompok bakteri. Bakteri-bakteri tersebut
terdapat melimpah di dalam substrat mungkin juga karena kehadiran sumber
karbon atau pencemar lain untuk metabolisme selnya. Untuk mengetahui
kemampuannya dalam mendegradasi minyak perlu dilakukan analisis lanjutan
DGGE, misalnya dengan melakukan hibridisasi gel DGGE menggunakan probe
spesifik gen fungsional seperti gen alkB, yaitu gen penyandi enzim alkana
monooksigenase. Alkana monooksigenase merupakan enzim yang berperan
dalam jalur degradasi senyawa alkana (Whyte et al. 2002). Penggunaan probe
tersebut dapat mengkonfirmasi keberadaan bakteri pendegradasi alkana di
dalam substrat.
Meskipun kehadiran bakteri indigenous pendegradasi hidrokarbon tidak
dapat dipastikan di dalam substrat tidak steril-1, namun menurut Kusuma (2009)
terjadi penurunan konsentrasi cemaran minyak dari 9,5 mg/20 ml menjadi 5,3
mg/20 ml atau sebesar 4,2 mg/20 ml (44% b/b) selama 28 hari. Penurunan ini
menurut Nugroho (2006) terjadi karena di dalam substrat tercemar minyak
mentah telah terdapat bakteri tertentu. Penurunan konsentrasi minyak ini
berlangsung cepat sampai hari ke-14 di mana terdapat pertambahan jumlah total
biomassa sel bakteri. Peningkatan jumlah bakteri ini dimungkinkan karena
bertambahnya jumlah sel bakteri yang dapat memetabolisme komponenkomponen minyak, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah sel. Peningkatan
jumlah sel ini menyebabkan pita bakteri yang awalnya tidak terlihat menjadi
terdeteksi di dalam gel poliakrilamida. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya
empat pita yang berbeda pada profil DGGE pada substrat tidak steril-1 (Gambar
2). Gambar 3 menunjukkan bahwa proses penurunan konsentrasi minyak
melambat mulai hari ke-14 sampai ke-28, seiring dengan menurunnya jumlah
total biomassa bakteri. Hal ini terjadi karena ketersediaan sumber karbon yang
dapat digunakan oleh bakteri semakin rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa
konsentrasi cemaran minyak pada substrat yang tercemar minyak dapat
menurun secara alami tanpa perlakuan apapun. Penguraian minyak secara alami
dilakukan oleh bakteri indigenous yang terdapat di dalam substrat.
Gambar 3
Hubungan antara total biomassa sel dengan penurunan konsentrasi
minyak dalam substrat tidak steril tanpa penambahan strain
RCO/B/08_008 (Kusuma 2009).
: total sel;
: berat minyak
Penurunan konsentrasi cemaran minyak pada substrat tidak steril-2 yaitu
sebesar 56% (berat/berat) selama 28 hari. Menurut Arifah (2010) hal ini
menunjukkan bahwa secara alami bakteri pendegradasi hidrokarbon sudah ada
di alam dan memiliki kemampuan yang cukup besar untuk menurunkan
konsentrasi
minyak
mentah
dari
konsentrasi
minyak
awalnya.
Bakteri
hidrokarbonoklastik yang terdapat pada substrat tidak steril muncul ketika ada
cemaran minyak yang terpenetrasi dalam sedimen dan air laut, sehingga
walaupun tanpa dilakukan penambahan bakteri hidrokarbonoklastik eksogenous
pun dalam substrat tetap terjadi aktivitas degradasi hidrokarbon. Hal ini dapat
dilihat pada profil DGGE lajur substrat tidak steril-2 tanpa penambahan inokulum
(Gambar 2). Perbedaan profil DGGE maupun persentase penurunan konsentrasi
minyak pada substrat tidak steril-1 dan 2 terjadi karena kedua substrat tersebut
disiapkan
dalam
waktu
yang
berbeda,
walaupun
menggunakan
teknik
pencampuran yang sama dan konsisten. Muyzer dan Smalla (1998) menyatakan
bahwa DGGE dapat digunakan untuk memonitor perbedaan teknik penyimpanan
dan penyiapan materi yang dilakukan.
Seperti halnya pada substrat tidak steril-1, bakteri indigenous yang
terdeteksi pada profil DGGE pada substrat tidak steril-2 pun tidak semuanya
dapat diasumsikan sebagai bakteri yang ikut serta dalam proses degradasi
minyak. Untuk mengetahui peranan bakteri-bakteri tersebut, maka perlu
dilakukan analisis DGGE lebih lanjut dengan menggunakan probe-probe spesifik
gen penyandi enzim pada bakteri pendegradasi hidrokarbon, misalnya
monooksigenase dan dioksigenase (Luz et al. 2004).
Pada profil DGGE substrat tidak steril-2 hari ke-0 diperoleh pita marine
bacterium SCRIPP 413 (98%), uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%)
dan Pseudomonas sp. clone HY2 (100%). Marine bacterium SCRIPP 413 (98%)
dan uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%) merupakan bakteri
indigenous
yang
sama
seperti
terdeteksi
pada
medium
tidak
steril-1.
Pseudomonas sp. clone HY2 (100%) diperkirakan juga merupakan bakteri
indigenous di perairan Pulau Pari Teluk Jakarta. Pseudomonas sp. clone HY2
merupakan bakteri yang mampu mengoksidasi hidrokarbon di Victoria Land
coast Antartika (Lo dan Michaud 2010). Pseudomonas sp. banyak dilaporkan
merupakan bakteri yang mampu memetabolisme berbagai jenis hidrokarbon,
yaitu alifatik dan aromatik (Whyte et al. 1997; Darmayati 2009; Hatmanti dan
Darmayati 2009). Struktur komunitas bakteri pada hari ketujuh dalam substrat
tidak steril-2 berubah, marine bacterium SCRIPP 413 (98%) dan uncultured
bacterium clone VH-FL6-50 (100%) masih tetap bertahan, namun Pseudomonas
sp. clone HY2 (100%) tidak ditemukan, digantikan oleh keberadaan iron-reducing
bacterium clone HN17 (98%) dan uncultured bacteria clone N704B_48 (99%).
Iron-reducing bacterium clone HN17 merupakan bakteri pereduksi Fe3+ di ladang
padi terkontaminasi arsen di daerah Hunan, Cina. Keberadaan bakteri ini pada
lingkungan tercemar minyak dimungkinkan karena bakteri pereduksi besi
berperan dalam biodegradasi hidrokarbon (Holba et al. 2004). Uncultured
bacteria clone N704B_48 ditemukan di Laut Cina Selatan. Keberadaan bakteri ini
dalam hubungannya dengan degradasi minyak belum banyak dilaporkan. Pada
substrat tidak steril-2 hari ke-14 sampai hari ke- 28 hanya ditemukan uncultured
bacterium clone VH-FL6-50 (100%). Menurut Muyzer et al. (1993) dan Stephen
et al. (1999), aplikasi PCR-DGGE hanya dapat mendeteksi 1 - 2 % dari
mikroorganisme yang mewakili grup target, sedangkan Macnaughton et al.
(1999) menyatakan bahwa metode DGGE tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi komponen komunitas minor yang mungkin penting dalam degradasi
kelas hidrokarbon spesifik.
Komunitas bakteri pada substrat steril tanpa penambahan bakteri tunggal
maupun konsorsium A, menunjukkan terdapatnya pita iron-reducing bacterium
clone HN17 (98%) dan uncultured bacteria clone N704B_48 (99%) yang
konsisten sejak hari ke-0 sampai hari ke-28. Alteromonas sp. MOLA 3 (98%)
ditemukan pada hari ke-14 sampai ke-28. Alteromonas sp. MOLA 3 merupakan
bakteri yang ditemukan dalam penelitian mengenai komunitas bakteri di
ekosistem pantai Mediterranian. Keberadaan bakteri ini dalam substrat steril
diperkirakan berhubungan dengan kemampuannya mendegradasi senyawa
phenanthrene (Zaidi dan Imam 1999). Pita-pita DNA yang terdapat pada profil
DGGE (Gambar 2) merupakan bakteri indigenous yang terdapat pada substrat
dari perairan Pulau Pari Teluk Jakarta yang tercemar minyak. Komunitas bakteri
indigenous di perairan Pulau Pari Teluk Jakarta yang terdeteksi sampai dengan
hari ke-28 dirangkum di dalam Tabel 4.
Perubahan struktur komunitas bakteri pada substrat dengan penambahan
bakteri eksogenous (tunggal dan konsorsium)
Gambar 4 menunjukkan suksesi struktur komunitas bakteri selama proses
a
a
bioaugmentasi. Bioaugmentasi adalah penambahan bakteri baik secara tunggal
maupun konsorsium pada suatu substrat yang tercemar. Bakteri yang
diintroduksikan biasanya bakteri yang telah diuji kemampuannya dalam
mendegradasi bahan pencemar. Penambahan bakteri eksogenous pada substrat
yang mengandung bakteri indigenous (substrat tidak steril) dapat dilihat pada
lajur 5 - 12, sedangkan penambahan bakteri eksogenous pada substrat yang
tidak mengandung bakteri indigenous (substrat steril) terdapat pada lajur 13 – 20
(Gambar 4).
Tabel 4 Pita bakteri yang terdeteksi pada gel akrilamida (profil DGGE) dalam proses bioremediasi pada substrat tidak steril dan substrat
steril tanpa penambahan bakteri (tunggal atau konsorsium)
Hari
Hari ke-0
Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-28
Perlakuan
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Substrat tidak steril 1
clone W1-16 (92%)
clone W1-16 (92%)
clone W1-16 (92%)
clone W1-16 (92%)
tanpa penambahan
Marine bacterium SCRIPP Marine bacterium SCRIPP Marine bacterium SCRIPP
bakteri
413 (98%)
413 (98%)
413 (98%)
Uncultured bacterium
clone Uday 0-58 (92%)
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
Marine bacterium SCRIPP Marine bacterium SCRIPP
Substrat tidak steril 2
413 (98%)
413 (98%)
tanpa penambahan
Iron-reducing bacteria
Pseudomonas sp. clone
bakteri
clone HN17 (98%)
HY2 (100%)
Uncultured bacterium
N704B_48 (98%)
Iron-reducing bacteria
Iron-reducing bacteria
Iron-reducing bacteria
Iron-reducing bacteria
clone HN17 (98%)
clone HN17 (98%)
clone HN17 (98%)
clone HN17 (98%)
Substrat steril tanpa
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
penambahan bakteri
N704B_48 (98%)
N704B_48 (98%)
N704B_48 (98%)
N704B_48 (98%)
Alteromonas sp. MOLA3
Alteromonas sp. MOLA3
(100%)
(100%)
25
a
a
a
a
b
c
b
c
d
f
e
e
Br
Al
Bakteri Kontrol
Bc
0
7
14 28
Substrat tidak steril +
strain RCO/B/08_008
0
7
14
28
Substrat tidak steril
+ konsorsium A
g
g
h
i
f
h
i
i
j
j
Pb
a
0
7
14
28
Substrat steril +
strain
RCO/B/08 008
j
0
7
14
28 hr
Substrat steril
+ konsorsium
A
Gambar 4 Profil DGGE pada proses bioremediasi dalam substrat tidak steril dan
substrat steril dengan penambahan bakteri (tunggal atau
konsorsium), bakteri kontrol: Pb: RCO/B/08_006 (Pseudomonas
balearica st101 99%), Br: RCO/B/08_013 (Bordetella sp. F2 99%), Al:
RCO/B/08_008 (Alcanivorax sp. TE-9 100%) Bc: RCO/B/08_009
(Bacillus sp. L41 99%); Pita yang terdeteksi: a: Marine bacterium
SCRIPP 413 (98%), b: Uncultured bacterium clone VH-FL6-50
(100%), c: Pseudomonas sp. clone HY2 (98%), d: Uncultured
gamma-proteobacterium (99%), e: Bordetella sp. F2 (98%), f: Bacillus
sp. L41 (99%), g: Uncultured Bordetella sp. (100%), h: Alcanivorax
sp. TE9 (99%), i: Iron-reducing bacterium clone HN-HFO91 (98%), j:
Uncultured Firmicuted bacteria (100%)
Pada profil DGGE Gambar 4 lajur 5 – 8, pita bakteri RCO/B/08_008 tidak
terdeteksi. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri eksogenous yang
ditambahkan tidak dapat berkompetisi jumlahnya dengan komunitas bakteri
indigenous. Tidak semua bakteri eksogenous dapat hidup dan berkembang pada
suatu lingkungan walaupun diisolasi dari substrat dengan karakter yang sama
dengan lingkungan yang diremediasi (Macnaughton et al. 1999). Selain itu, tidak
terdeteksinya RCO/B/08_008 sejak hari ke-0 dapat disebabkan karena jumlah
inokulum yang kurang sesuai. Berdasarkan Kusuma (2009), RCO/B/08_008
diinokulasikan pada substrat dengan kepadatan 1 x 108 sel/ml. Pita
RCO/B/08_008 tidak terdeteksi di dalam profil DGGE. Namun, hasil penelitian
sebelumnya (Kusuma 2009) menunjukkan bahwa penambahan RCO/B/08_008
(Alcanivorax sp. TE9 100%) menurunkan konsentrasi minyak pada substrat
sebesar 89% (b/b) setelah diinkubasi 28 hari. Penurunan ini relatif lebih besar
dibandingkan pada substrat tidak steril tanpa penambahan bakteri eksogenous.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian RCO/B/08_008 memberi pengaruh yang
signifikan terhadap degradasi minyak di dalam substrat walaupun mungkin tidak
secara langsung. Diasumsikan bahwa aktivitas degradasi minyak pada substrat
tersebut didominasi oleh bakteri indigenous, namun hal ini perlu diuji lebih lanjut.
Berbeda dengan hasil yang diperoleh pada substrat yang mengandung
bakteri indigenous, pada substrat yang tidak mengandung bakteri indigenous,
terdapat pita Alcanivorax sp. TE9 (99%) yang dominan sejak hari ke-0 sampai
dengan hari ke-28. Bakteri Alcanivorax sp. TE9 (99%) dimungkinkan merupakan
bakteri eksogenous yang telah mengalami mutasi. Vogel et al. (1996)
menyatakan bahwa stress lingkungan dapat meningkatkan terjadinya mutasi.
Seperti diketahui bahwa RCO/B/08_008 mempunyai kesejajaran 100% dengan
Alcanivorax sp. TE9 dalam GenBank NCBI. Terdapatnya pita Alcanivorax sp.
TE9 (99%) pada substrat steril dan tidak terdeteksinya pita tersebut pada
substrat tidak steril menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak dapat berkompetisi
dengan bakteri indigenous. Dalam Kusuma (2009) penurunan konsentrasi
minyak pada substrat ini adalah sebesar 68% (b/b), lebih rendah dibandingkan
dengan penambahan RCO/B/08_008 pada substrat yang mengandung bakteri
indigenous (89%), namun lebih tinggi dibandingkan dengan hanya bakteri
indigenous saja (44%). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan RCO/B/08_008
memberi pengaruh bagi penurunan konsentrasi minyak dalam substrat.
Gambar 5a dan b menunjukkan bahwa total biomassa sel yang terdeteksi
pada substrat yang tidak steril lebih rendah daripada total biomassa sel pada
substrat steril. Pada substrat yang tidak steril, total biomassa sel selama 28 hari
didominasi oleh uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%), namun pada hari
ketujuh muncul marine bacterium SCRIPP 413 (98%) (Gambar 4).
a
b
Gambar 5
Hubungan antara total biomassa sel, penurunan konsentrasi
minyak, dan penambahan strain tunggal RCO/B/08_008 (Kusuma
2009). (a) substrat tidak steril; (b) substrat steril;
: total biomassa
: berat minyak
Beberapa jenis bakteri lain tidak dapat terdeteksi pada profil DGGE karena
kemungkinan jumlahnya relatif sedikit. Total biomassa bakteri pada substrat steril
(Gambar 5b) didominasi oleh Alcanivorax sp. TE9 (99%) pada hari ke-0 dan
ketujuh, sedangkan total biomassa sel pada hari ke-14 diperkirakan didominasi
oleh Alcanivorax sp. TE9 (99%), marine bacterium SCRIPP 413 (98%), Bacillus
sp. L41 (99%) dan iron-reducing bacteria clone HN-HFO91 (98%) (Gambar 4).
Lebih tingginya penurunan konsentrasi minyak pada substrat tidak steril-1
dengan penambahan RCO/B/08_008 dibandingkan pada substrat steril dengan
penambahan RCO/B/08_008 menunjukkan bahwa strain tersebut, meskipun
tidak terdeteksi oleh teknik PCR-DGGE, namun mampu mengaktivasi atau
memacu bakteri indigenous untuk melakukan penguraian minyak menjadi
komponen-komponennya.
Pada substrat tidak steril dengan penambahan konsorsium A (Gambar 4),
bakteri indigenous yang terdiri atas marine bacterium SCRIPP 413 (98%),
uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%) dan Pseudomonas sp. clone HY2
(98%) mendominasi pada hari ke-0. Di samping itu terdeteksi juga bakteri
eksogenous Bordetella sp. F2 (98%) dalam intensitas yang relatif rendah.
Bordetella sp. F2 (98%) diduga merupakan hasil mutasi dari bakteri eksogenous
RCO/B/08_013 (Bordetella sp. F2, 99%) akibat perubahan lingkungan. Pada hari
ketujuh Bordetella sp. F2 (98%) tidak terdeteksi lagi dan susbtrat didominasi oleh
uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%) dan Pseudomonas sp. clone HY2
(98%), sementara marine bacterium SCRIPP 413 (98%) digantikan oleh
uncultured gamma proteobacterium clone 1 T12d-oil (99%). Bakteri ini bersama
dengan uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%) tetap terdeteksi sampai
hari ke-28. Uncultured gamma proteobacterium clone 1 T12d-oil merupakan
salah satu bakteri yang ditemukan oleh Paisse et al. (2010) terdapat pada
sedimen Etang-de-berre Lagoon yang tercemar minyak. Pada hari ke-28 juga
terdapat bakteri uncultured Firmicuted bacteria (100%), yang menandakan
terjadinya degradasi hidrokarbon aromatik secara anaerob (Kunapulli et al.
2008).
Gambar 4 lajur 17 sampai 20 menggambarkan perubahan struktur
komunitas
bakteri
yang
terjadi
pada
perlakuan
substrat
steril
dengan
penambahan konsorsium A. Pada substrat ini, bakteri indigenous marine
bacterium SCRIPP 413 (98%), uncultured bacterium clone VH-FL6-50 (100%)
dan Pseudomonas sp. clone HY2 (98%) terdeteksi pada hari ke-0. Uncultured
Bordetella sp. clone ud3b (100%) terdeteksi pada hari ke-0 dan meningkat pada
hari ketujuh. Selain itu Alcanivorax sp. TE-9 (99%) ditemukan pula pada hari
ketujuh dalam intensitas yang relatif tinggi. Hal ini diperkirakan karena
kemampuan Alcanivorax sp. TE-9 dalam mendegradasi senyawa-senyawa PAH
seperti
fluoranthene,
fenanthrene,
naphtalene,
pyrene,
phenotiazene,
dibenzothiophene, fluorene dan Arabian Light Crude Oil (Hatmanti dan Darmayati
2009, Darmayati 2009). Uncultured Bordetella sp. clone ud3b merupakan bakteri
yang berperan dalam mineralisasi 1,2,4-trichlorobenzene (Fang et al. 2008),
sedangkan
Alcanivorax
sp.
merupakan
bakteri
kunci
dalam
degradasi
hidrokarbon alifatik dan aromatik (Kasai et al. 2001; Roling et al. 2004),
khususnya di lingkungan laut (Harayama et al. 2004). Selain itu pada hari ketujuh
terlihat pula adanya bakteri iron-reducing bacteria HN-HFO91 (98%) yang
dimungkinkan berperan pada degradasi senyawa benzene dalam substrat
tersebut. Pada hari ke-14 Alcanivorax sp. TE-9 (99%) tetap bertahan dalam
jumlah yang relatif tinggi, marine bacterium SCRIPP 413 (98%) kembali
terdeteksi dan terdapat pertumbuhan Bacillus sp. L41 yang berperan dalam
degradasi pyrene, phenanthrene, dibenzothiophene, fluorene dan ALCO
(Darmayati 2009; Hatmanti dan Darmayati 2009). Pada hari ke-28 Alcanivorax
sp. TE-9 (99%) masih tetap bertahan bersama iron-reducing bacterium HNHFO91 (98%). Pada hari ke-28 ini terdapat uncultured Firmicuted bacteria
BC_COM467 (100%) yang menandakan kondisi substrat menjadi anaerob (Abu
2010). Tabel 5 merangkum perubahan struktur komunitas bakteri pendegradasi
minyak di perairan Pulau Pari Teluk Jakarta setelah dilakukan penambahan
bakteri eksogenous dan diinkubasi sampai 28 hari.
Gambar 6 menunjukkan perbandingan antara total biomassa sel dan
penurunan konsentrasi minyak. Penurunan konsentrasi minyak pada tiga
perlakuan substrat selama 28 hari bervariasi. Konsentrasi minyak dalam substrat
secara alami mengalami penurunan sampai 56% (Gambar 6a), sedangkan pada
substrat yang mengandung bakteri indigenous dengan penambahan konsorsium
A adalah sebesar 71% (Gambar 6b) dan pada substrat dengan penambahan
bakteri eksogenous tanpa bakteri indigenous hanya mencapai 40% (Gambar 6c).
Berdasarkan
Gambar
6a
diketahui
bahwa
tanpa
penambahan
bakteri
eksogenous, total biomassa sel bertambah tidak terlalu tinggi, namun dengan
penambahan konsorsium A, maka jumlah sel bakteri tersebut mengalami
peningkatan (Gambar 6b dan 7c). Jika dilihat dari penurunan konsentrasi
minyaknya, maka penambahan konsorsium A pada substrat yang mengandung
bakteri indigenous (Gambar 6b) adalah yang tertinggi, yaitu 71%. Hal ini
diperkirakan karena terdapatnya interaksi positif antara bakteri eksogenous
dengan bakteri indigenous pada substrat, yang bekerja saling menguntungkan
dalam menguraikan minyak. Pada substrat yang tidak mengandung bakteri
indigenous,
penurunan
konsentrasi
minyaknya
justru
lebih
rendah
bila
dibandingkan substrat tidak steril tanpa penambahan konsorsium A (hanya
bakteri indigenous saja). Hal ini diperkirakan karena tanpa bakteri indigenous,
bakteri eksogenous yang diintroduksikan tidak dapat menguraikan minyak secara
maksimal.
a
b
Gambar 6
c
Hubungan antara total biomassa sel, penurunan konsentrasi
minyak, dan penambahan konsorsium A (Arifah 2010). (a) substrat
tidak steril tanpa penambahan konsorsium A; (b) substrat tidak steril
dengan penambahan konsorsium A; (c) substrat steril dengan
penambahan konsorsium A.
Best et al. (1988) menyatakan bahwa ada beberapa macam interaksi di
dalam suatu komunitas, antara lain : (i) interaksi antar anggota komunitas di
mana yang satu tidak mampu menghasilkan salah satu faktor tumbuh, sementara
yang lain memenuhi melalui aktivitas metaboliknya; (ii) interaksi di mana salah
satu atau lebih anggota komunitas menghasilkan senyawa metabolit yang
menghalangi pertumbuhan anggota lainnya; (iii) interaksi di mana terdapat
anggota komunitas yang menghasilkan berbagai enzim untuk meningkatkan
metabolisme kooperatif antar anggota; (iv) interaksi di mana terdapat anggota
komunitas baru yang berasal dari transfer plasmid antar spesies yang resisten
terhadap polutan baru.
Pada profil DGGE masih terdapat pita hasil amplifikasi dari substrat yang
telah disterilisasi (diautoklaf). Hal ini menunjukkan bahwa proses sterilisasi tidak
merusak semua DNA yang ada di dalam substrat. Esser et al. (2006)
menyatakan bahwa sterilisasi menggunakan autoklaf dapat mendegradasi
molekul DNA menjadi fragmen-fragmen berukuran 20-30 pasang basa. Namun,
beberapa molekul DNA berukuran besar masih dapat bertahan sehingga masih
dapat diamplifikasi menggunakan PCR bersensitifitas tinggi.
Komposisi bakteri yang terdeteksi dalam komunitas bakteri dari perairan
Pulau Pari Teluk Jakarta
Berdasarkan hasil sekuensing yang dibandingkan dengan seluruh data
yang terdapat di bank data (www.ncbi.nlm.nih.gov) menggunakan program
BLAST diketahui bahwa dari 70 pita yang terdeteksi pada profil DGGE dalam
penelitian ini, 45 pita merupakan bakteri yang belum dapat dikultur dan 25
merupakan bakteri yang dapat diisolasi dan telah diketahui taksonominya
(Gambar 4). Terdapatnya lebih banyak pita yang teridentikasi sebagai uncultured
bacterium menunjukkan bahwa di lingkungan yang tercemar minyak masih
banyak terdapat bakteri yang belum dapat dikultur atau diisolasi. Bakteri-bakteri
tersebut kemungkinan mempunyai peranan tertentu dalam komunitasnya.
Gambar 7 Komposisi komunitas bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
berdasarkan kemampuan pengkulturan.
Tabel 5 Pita bakteri yang terdeteksi pada gel akrilamida (profil DGGE) dalam proses bioremediasi pada substrat tidak steril dan substrat
steril dengan penambahan bakteri (tunggal atau konsorsium)
Hari
Hari ke-0
Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-28
Perlakuan
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
Substrat tidak steril 1 clone VH-FL6-50 (100%)
Marine bacterium SCRIPP
+ RCO/B/08_008
413 (98%)
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
Uncultured bacterium
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
clone VH-FL6-50 (100%)
Marine bacterium SCRIPP Pseudomonas sp. clone
Uncultured gamma
Uncultured gamma
Substrat tidak steril 2
HY2 (98%)
413 (98%)
proteobacterium (99%)
proteobacterium (99%)
+ Konsorsium A
Uncultured gamma
Uncultured Firmicuted
Pseudomonas sp. clone
bacteria BC_COM467
HY2 (100%)
proteobacterium (99%)
(100%)
Bordetella sp. F2 (98%)
Alcanivorax sp. TE9 (99%) Alcanivorax sp. TE9 (99%) Alcanivorax sp. TE9 (99%) Alcanivorax sp. TE9 (99%)
Marine bacterium SCRIPP Iron-reducing bacteria
clone HN17 (98%)
413 (98%)
Substrat steril +
Bacillus sp. L41 (99%)
RCO/B/08_008
Uncultured Firmicuted
bacteria BC_COM467
Iron-reducing bacteria
(100%)
clone HN-HFO91 (98%)
Marine bacterium SCRIPP Alcanivorax sp. TE9 (99%) Alcanivorax sp. TE9 (99%) Alcanivorax sp. TE9 (99%)
413 (98%)
Marine bacterium SCRIPP Iron-reducing bacteria
Uncultured Bordetella sp.
(100%)
413 (98%)
clone HN17 (98%)
Uncultured bacterium
clone VH-FL6-50 (100%)
Substrat steril +
Bacillus sp. L41 (99%)
Iron-reducing bacteria
Uncultured Firmicuted
konsorsium A
clone HN-HFO91 (98%)
bacteria BC_COM467
Pseudomonas sp. clone
HY2 (100%)
(100%)
Uncultured Bordetella sp.
(100%)
33
Dari 25 bakteri yang dapat dikultur, filum proteobakteria mendominasi yaitu
sebanyak 20 isolat dan sisanya adalah Firmicutes yaitu 5 isolat (Gambar 5). Hal
ini mirip dengan hasil penelitian Paisse et al. (2008) yang menyatakan bahwa
analisis komposisi komunitas bakteri di Berre lagoon Prancis didominasi oleh
Proteobacteria phylum (γ-, δ-, α-, ε- dan β-proteobacteria), Bacteroidetes and
Verrucomicrobium groups and Spirochaetes, Actinobacteria and Cyanobacteria.
Menurut Madigan et al. (2003), proteobakteria merupakan filum yang mempunyai
anggota terbesar dalam kingdom bakteri. Proteobakteria terdiri atas beberapa
kelas yaitu α, β, γ, δ dan ε-proteobakteria.
Gambar 8 Komposisi komunitas bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
berdasarkan filum.
Berdasarkan kelasnya, komunitas bakteri di Pulau Pari didominasi oleh
γ−proteobacteria (16 isolat), diikuti oleh β−proteobacteria (4) dan Bacilli (2). Hal
ini mirip dengan Thontowi (2008) yang menyebutkan bahwa kelas γproteobakteria dan α-proteobakteria mendominasi bakteri yang ada di Pulau
Pari. Hal ini sesuai dengan komposisi bakteri-bakteri laut pada umumnya
(Harayama et al. 1999; Yakimov et al. 2003). Berbeda dengan Harwati et al.
(2007) yang menyebutkan bahwa keragaman bakteri pendegradasi minyak di
perairan laut Semarang didominasi oleh α-proteobakteria.
Gambar 8 Komposisi komunitas bakteri dari Perairan Pulau Pari Teluk Jakarta
berdasarkan kelas.
Rekapitulasi hasil sekuensing pita-pita dari profil DGGE pada penelitian ini
dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan format fasta sekuen fragmen DNA
hasil sekuensing tercantum dalam Lampiran 2.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Komunitas bakteri dalam lingkungan tercemar di perairan Pulau Pari
Teluk Jakarta didominasi oleh Marine bacterium SCRIPP 413, uncultured
bacterium clone VH-FL6-50 dan uncultured bacterium clone W1-16.
Beberapa jenis bakteri terdeteksi pada hari ke-7 dan 14, namun kemudian
tidak terdeteksi sampai hari ke-28.
2. Dominansi bakteri eksogenous (RCO/B/08_008, RCO/B/08_006, dan
RCO/B/08_013)
terdeteksi
hanya
di
dalam
substrat
yang
tidak
mengandung bakteri indigenous (substrat steril). Namun, pada substrat
yang mengandung bakteri indigenous (substrat tidak steril), bakteri
eksogenous tidak terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
eksogenous yang ditambahkan tidak kompetitif dan tidak efisien
digunakan sebagai agen bioremediasi.
Saran
1. Untuk mengetahui peranan uncultured bacteria dalam komunitas bakteri
pendegradasi minyak perairan Pulau Pari Teluk Jakarta, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan primer spesifik gen
fungsional misalnya gen penyandi alkana monooksigenase (gen AlkB).
2. Perlu dilakukan analisis tentang produk-produk hasil dari degradasi
minyak, untuk mengetahui peranan bakteri dalam bioremediasi minyak di
lingkungan yang tercemar minyak.
DAFTAR PUSTAKA
Abu LN, Selesi D, Rattei T, Tischler P, Meckenstock RU. 2010. Identification of
enzymes involved in anaerobic benzene degradation by a stricktly
anaerobic iron-reducing enrichment culture. Environ. Microbiol. 12: 27832796.
Amann RI, Ludwig W, Schleifer KH. 1995. Phylogenetic identification and in situ
detection of individual microbial cells without cultivation. Microbiological
Reviews 59, 143–169.
Arifah F. 2010. Pemilihan formulasi konsorsium bakteri untuk mendegradasi
minyak mentah pada sedimen pantai Pulau Pari Kepulauan Seribu
[Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gajahmada.
Barnum S. 2005. Biotechnology: an introduction, 2nd edition. United States: Miami
University Thomson Brooks/Cole. Pages : 138 – 139.
Baker PW, Harayama S, editor. 2004. An analysis of microorganisms in
environments using denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE). Di
dalam: Walker JM, Spencer JFT, Spencer ALR, editor. Method in
biotechnology: environmental biology: method and protocols. hlm 323 –
338.
Barbeau K, Zhang G, David HL, Alison B. 2002. Petrobactin, a Photoreactive
Siderophore Produced by the Oil-Degrading Marine Bacterium
Marinobacter hydrocarbonoclasticus. J. Am. Chem. Soc., 2002, 124 (3), pp
378–379.
Best DJ, Jones J, Stafford D. 1988. The Environment and Biotechnology. Di
dalam: Higgins J, Best DJ, Jones J, editor. Biotechnology: principles and
application. 2nd Edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications. hlm 213256.
Bruns A, Corty LB. 1999. Fundibacter jadensis gen. nov, sp.nov., a new slightly
halophilic bacterium, isolated from intertidal sedimen. Int. J. Systematic
Bacteriol 49 : 441 – 448.
Budhiarto A. 2009. Crude Distilation Unit (CDU). Di dalam: Teknologi Proses
Kilang Minyak Bumi. Jakarta: MIGAS.
Darmayati Y. 2003. Marine petroleum hydrocarbon-degrading bacteria
distribution in Malaka Strait. Proceeding of Annual Meeting of Indonesian
Sociecty for Microbiology II : 555 – 562.
Darmayati Y, Harayama S, Yamazoe A, Hatmanti A, Sulistiani, Nuchsin R,
Kunarso DH. 2008. Hydrocarbonoclastic bacteria from Jakarta Bay and
Seribu Islands. Marine Research in Indonesia, 33: 55 – 64.
Darmayati Y. 2008. Pemanfaatan bakteri laut dalam bioremediasi hidrokarbon di
perairan pantai: screening dan optimalisasi pertumbuhan. Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI. Jakarta.
Darmayati Y. 2009. Seleksi dan karakterisasi bakteri laut pendegradasi minyak.
Dipresentasikan di Seminar Nasional Perikanan 2009. STP Jakarta.
Elhafi G, Naylor CJ, Savage CE, Jones RC. 2004. Microwave or autoclave
treatments destroy the infectivity of infectious bronchitis virus and avian
pneumovirus but allow detection by reverse transcriptase-polymerase chain
reaction. Avian Pathology 33: 303-306.
Esser KH, Marx WH, dan Lisowsky T. 2006.DNA decontamination: DNAExitusPlus in comparison with conventional reagents. Nature Methode 3.
Fahruddin. 2004. Dampak tumpahan minyak pada biota laut. Career
Development Network, Faculty of Engineering University of Indonesia.
Jakarta.
Feliatra. 1998. Isolation, identification and biodegradation of petroleum by
bacteria in Malacca Strait. Di dalam: proceeding of the first Indonesian
Seminar on Marine Biotechnology’98. Soemodihardjo et al., editor. Jakarta,
Widya Graha-LIPI, 14-15 Oktober 1998. hal: 291 – 303.
Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular biotechnology: principles and
applications of recombinant DNA, 3rd edition. Washington United States:
American Society for Microbiology. pages : 378 – 379.
Haghstrom A, Pommier T, Rohwer F, Simu K, Stolte W, Svensson D, Zweifel UL.
2002. Use of 16S ribosomal DNA for delineation of marine bacterioplankton
species. Appl Environ Microbiol 68:3628-3633.
Harayama S, Kasai Y, Hara A. 2004. Microbial communities in oil-contaminated
seawater. Current Opinions in Biotechnology 15: 205–214.
Hariyadi R. 2009. Bakteri Pengunyah Minyak. Gatra Nomor 22 [Terbit Kamis, 9
April 2009].
Hatmanti A, Darmayati Y. 2009. Karakterisasi dan analisis kekerabatan bakteri
potensial pendegradasi minyak dan poly-aromatics hydrocarbon (PAH) dari
Perairan Teluk Jakarta. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional Biologi
2009, Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman, 12 Desember 2009.
Harwati UT, Kasai Y, Kodama Y. Susilaningsih D, Watanabe K. 2007.
Characterization of diverse hydrocarbon-degrading bacteria isolated from
Indonesia Seawater. Microb Environ 22:1-4.
Holba AG, Wright L, Levinson R, Huizinga, B, Scheihing M. 2004. Effects and
impact of early-stage anaerobic biodegradation on Kuparuk River Field,
Alaska. Geological Society Special Publications 237: 53-88.
Hold GL, Smith EA, Rappe MS, Maas EW, Moore ERB, Stroempl C, Stephen,
JR, Prosser JI, Birkbeck TH, Gallacher S. 2001. Characterization of
bacterial communities associated with toxic and non-toxic dinoflagellates:
Alexandrium spp. Microbiol. Ecol. 37 (2), 161-173.
Kasai Y, Kishira H, Harayama S. 2002. Bacteria belonging to the genus
Cycloclasticus play primary role in the degradation of aromatic hydrocarbon
released in marine environment. Appl. Environ. Microbiol. 69 : 5625 – 5633.
Kumar S, Tamura K, Nei M. 2004. MEGA 3: Integrated software for molecular
evolutionary genetics analysis and sequence alignment. Briefings
Bioinformatics 5:150-163.
Kunapuli U, Lueders L, Meckenstock RU. 2007. The use of stable isotope
probing to identify key iron reducing microorganisms involved in anaerobic
benzene degradation. ISME J. 1, 643-653.
Kunapuli U, Griebler C, Beller HR, Meckenstock RU. 2008. Identification of
intersubstrattes formed during anaerobic benzene degradation by an ironreducing enrichment culture. Environ. Microbiol. 10, 1703-1712.
Kusuma DH. 2009. Kemampuan lima isolat bakteri hidrokarbonoklastik sebagai
agensia bioremediasi lingkungan tercemar minyak mentah di Pulau Pari,
Kepulauan Seribu [Skripsi]. Yogyakarta: Univ Gadjahmada.
Leahy JG, Collwell RR. 1990. Microbial degradation of hydrocarbons in the
environment. Microbiological Review 54:305-315.
Liu WT, Marsh TL, Cheng H, Forney LJ. 1997. Characterization of microbial
diversity by determining terminal restriction fragment length polymorphisms
of genes encoding 16S rRNA. Appl. Environ. Microbiol. 63:4516–4522.
Liu J, Lee LS, Nies LF, Nakatsu CH, Turco RF. 2007. Biotransformation of 8:2
fluorotelomer alcohol in soil and by soil bacteria isolates. Env. Sci. Technol.
41:8024-8030.
Lo GA, Michaud L. 2010. Occurrence and characterization of psychrotolerant
hydrocarbon-oxidizing bacteria from surface seawater along the Victoria
Land coast (Antarctica). Polar Biol. 33 (7), 929-943.
Luz AP, Pellizari VH, Whyte LG, Greer CW. 2004. A survey of indigenous
microbial hydrocarbon degradation genes in soils from Antarctica and
Brazil. Can. J. Microbiol. 50:323-333.
Macnaughton SJ, Stephen JR, Venosa AD, Davis GA, Chang YJ, White DC.
1999. Microbial population changes during bioremediation of an
experimental oil spill. Appl. and Environ. Microbiol. 65: 3566 – 3574.
Muyzer G, De Waal HR, Uiterlinden AG. 1993. Profiling of complex microbial
populations by denaturing gradient gel electrophoresis analysis of
polymerase chain reaction-amplified genes coding for 16S rRNA. Appl.
Environ Microbiol 59: 695 – 700.
Muyzer G, Hottentrager S, Teske A, Wawer C. 1996. Denaturing gradient gel
electrophoresis of PCR-amplified 16s rDNA – a new molecular approach to
analyse the genetic diversity of mix microbial communities. Di dalam:
Molecular Microbial Ecology Manual. Akkermans ADL, Elsas JD van, Bruijn
de, editor. pp 1-23. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Muyzer G. 2000. Genetic fingerprinting of microbial communities – present status
and future perspective. Di dalam : Microbial. Biosystem : New Frontiers.
Proceedings of the 8th International. Symposium on Microbial. Ecology. Bell
CR, Brylinski M, Johnson-Green P, editor. Canada: Atlantic Canada Society
for Microbial Ecology. hal : 503-572
Muyzer G, Brinkhoff T, Nubel U, Santegoeds C, Schafer H, Wawer C. 2004.
Denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE) in microbial ecology.
Molecular microbial ecology manual, 2nd edition. Netherlands: Kluwer
Academic Publishers. hal 743 – 770.
Muyzer G, Smalla K. 1998. Application of denaturing gradient gel electrophoresis
(DGGE) and temperature gradient gel electrophoresis (TGGE) in microbial
ecology. Antonie van Leeuwenhoek 73: 127-141.
Nakatsu CH. 2007. The basics and application of denaturing gradient gel
electrophoresis for soil microbial community analysis. Soil Sci. Soc. J. Am.
71:562-571.
Nicodem DE, Fernandes MC, Guedes CLB, Correa RJ. 1997. Photochemical
processes and the environmental impact of petroleum spills.
Biogeochemistry 39:121-138.
Nugroho A. 2006. Bioremediasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Yogyakarta, Graha
Ilmu, 160 hal.
Nurhariyati T, Ni’matuzzahroh, Surtiningsih T. 2006. Biodegradasi minyak oleh
rhodotorula dan candida hasil isolasi dari Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya. Berkala Penelitian Hayati 12: 27-31.
Paissé S, Coulon F, Goñi-Urriza M, Peperzak L, McGenity TJ, Duran R. 2008.
Structure of bacterial communities along a hydrocarbon contamination
gradient in a coastal sediment. FEMS Microbiol Ecol. 66:295-305.
Païssé S, Goñi-Urriza M, Coulon F, Duran R. 2010. How a bacterial community
originating from a contaminated coastal sediment responds to an oil input.
FEMS Microb Ecol. 60:394-405.
Pramudianto B. 1999. Sosialisasi PP No.19/1999 tentang pengendalian
pencemaran dan atau perusakan laut. Di dalam : Prosiding Seminar Sehari
Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut.
Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.
Prince RC, Bare RE, Garrett RM, Grossman MJ, Haith CE, Keim LG, Lee K,
Holtom GJ, Lambert P, Sergy GA, Owens EH and Guénette CC. 2003.
Bioremediation of stranded oil on an Arctic shoreline. Spill Science and
Tech Bull 8:303 – 312.
Ratcliff R. 2009. Petro-clear hydrocarbon and pesticide remediation: microbial
solutions. http://www.virtualviz.com/petrochemical.htm [15 Mei 2009]
Rolling WF, Milner MG, Jones DM, Lee K, Daniel F, Swannell RJ, Head IM.
2002. Robust hydrocarbon degradation and dinamycs of bacterial
communities during nutrient-enhanced oil spill bioremediation. Appl.
Environ. Microbiol 68:5537 – 5548.
Rolling WF, Milner MG, Jones DM, Fratepietro F, Swannell RP, Daniel F, Head
IM. 2004. Bacterial community dynamics and hydrocarbon degradation
during a field-scale evaluation of bioremediation on a mudflat beach
contaminated with buried oil. Appl Environ Microbiol 70:2603-2613.
Rossello-Mora R, Thamdrup B, Schäfer H, Weller R, Amann R. 1999. The
response of the microbial community of marine sediments to organic
carbon input under anaerobic conditions. Syst. Appl. Microbiol. 22:237-248.
Schafer H, Muyzer G. 2001. Denaturing gradient gel electrophoresis in marine
microbial ecology. Di dalam: Methods in microbiology Vol 30. America:
Academic Press Ltd. hal 423 – 465.
Stephen JR, et al. 1999. Microbial Characterization of a JP-4 fuel contaminated
site using a combined lipid biomarker/PCR-DGGE based approach. Environ
Microbiol 1:231-243.
Sudrajat. 1996. Karakteristik Limbah Minyak dan Pelaksanaan Bioremediasi.
Samarinda. PPLH.
Syakti AD. 2008. Multi-proses Resubstratsi di dalam Penanganan Tumpahan
Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut dan Pesisir. http://www_pksplipb_or_idSEMINAR BIOREMEDIASI.htm [29 Mei 2009].
Syutsubo K, Kishira H, Harayama S. 2001. Development of specific
oligonucleotide probes for the identification and in situ detection of
hydrocarbon-degrading Alcanivorax strains. Environ Microbiol 3:371-379.
Teramoto M, Suzuki M, Okazaki F, Hatmanti A, Harayama S. 2009.
Oceanobacter-related bacteria are important for the degradation of
petroleum aliphatic hydrocarbons in the tropical marine environment.
Microbiology 155:3362-3370.
Thontowi A. 2008. Potensi bakteri pendegradasi hidrokarbon alkana sebagai
agen bioremediasi pencemaran minyak di laut Indonesia [Tesis]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
United-tech. 2009. Bioaugmentation vs indigenous microbial populations for
waste remediation projects. http://www.united-tech.com/bioaugmentation
.html. [29 Mei 2009]
Venosa AD and Zhu X. 2003. Biodegradation of Crude Oil Contaminating Marine
Shorelines and Freshwater Wetlands. Spill Science & Tech Bull 8(2): 163–
178.
Whyte LG, Bourbonniere L, Greer CW. 1997. Biodegradation of petroleum
hydrocarbons by psycrotrophic Pseudomonas strains possesing both
alkane (alk) and naphthalene (nah) catabolic pathways. App. Environ.
Microbiol. 63: 3719 – 3723.
Whyte LG, Greer CW, Inniss EW. 1999. Assessment of the biodegradation
potential of psychrotrophic microorganisms. Can J Microbiol 42:99-106.
Whyte LG et al. 2002. Prevalence of Alkane Monooxygenase Genes in Arctic and
Antarctic Hydrocarbon-Contaminated and Pristine Soils. FEMS Microbiol.
Ecol. 41: 141-150.
Wilkinsons SG. 1988. Gram-negative bacteria. Di dalam: Microbial Lipids.
Ratledge, Wilkinsons SG, editor. London, England: Academic Press. p.299488
Yakimov MM, Golyshin PN, Lang S, Edward R, Moore B, Abraham WR, Lunsdorf
H, Timmis KN. 1998. Alcanivorax borkumensis gen nov., sp nov., a new
hydrocarbon-degrading and surfactant-producing marine bacterium. IJSM
48:339-348.
Yakimov MM,.Timmis KN, Golyshin PN. 2007. Obligate oil-degrading marine
bacteria. Curr Opin. Biotech 18:1-10.
Zaidi BR, Imam SH. 1999. Factors affecting microbial degradation of polycyclic
aromatic hydrocarbon phenanthrene in the Caribbean coastal water.
Marine Pollution Bulletin 38:737-742.
Zhang R, Liu B, Lau SC, Ki JS, Qian PY. 2007. Particle-attached and free-living
bacterial communities in a contrasting marine environment: Victoria
Harbor, Hong Kong. Microbiol Ecol. 61:496-508.
Zhuang WQ, Tay JH, Maszenan AM, Tay ST. 2003. Isolation of naphthalenedegrading bacteria from tropical marine sediments. Water Sci Technol 47:
303-308.
Zhu X, Venosa AD, Suidan MT, Lee K. 2001. Guideline for the bioremediation of
marine shorelines and freshwater wetlands. Cincinnati: U.S.
Environmental Protection Agency. 156 pp.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rekapitulasi hasil sekuensing pita DGGE
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Nama Sampel A0 (4) A28 (2) 8‐14 (2) 8‐14 (3) 8‐28 (3) A‐0 (1) A‐0 (2) A‐0 (3) A‐0 (4) A‐14 (2) A‐28 (3) K814 (3) K814 (4) KA0 (3) KA7 (3) K‐7 (2) K‐14 (1) Iden‐
tity DQ453689.1 Bordetella sp F2 98%
FM242405.1 Uncultured gamma proteobacterium 99%
AB055207.1 Alcanivorax sp TE‐9 99%
FJ269102.1
Iron‐reducing bacterium clone HN‐HFO91 100%
EU369166.1 Uncultured bacterium clone MBFOS‐07 100%
AF359548.1 Marine bacterium SCRIPPS_413 98%
HQ190475.1 Uncultured bacterium clone BR130 99%
EF379688.1 Uncultured bacterium clone VH‐FL6‐50 100%
FJ529835.1
uncultured Bordetella sp 100%
DQ249996.1 Bacillus sp. L41 99%
HQ727565.1 uncultured Firmicutes bacterium BC_COM467 100%
FJ545511.1
Uncultured bacterium clone W1‐16 92%
HQ011565.1 Uncultured bacterium clone Uday0‐58 100%
GU176052.1 Pseudomonas sp. clone HY2 100%
FJ269053.1
iron‐reducing bacterium clone HN17 98%
GU941107.1 Uncultured bacterium clone N704B_48 99%
EF061427.1 Alteromonas sp. MOLA 3 100%
Kode Akses Nama Isolat Lampiran 2 Data sekuen masing-masing Isolat dalam format fasta
>Bordetella sp. F2 (98%)
GGGGGTTTGGAATGGGGGGCACCCTGATCCAGCCATCCCGCGTGTGCGATGAAGG
CCTTCGGGTTGTAAAGCACTTTTGGCAGGAAAGAAACGGCCCTGGTTAATACCTG
GGGCAACTGACGGTACCTGCAGAATAAGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCG
CGGTAATACGTAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGC
AGGCGGTTCGGAAAGAAAGATGTGAAATCCCAGGGCTTAACCTTGGAACTGCATT
TTTAACTACCGGGCTAGAGTGTGTCAGAGGGAGGTGGAATTCCGCGTGTAGCAGT
GAAATGCGTAGAGATGCGGAGGAACACCGATGGCGAAGGCAGCCTCCTGGGATAA
CACTGACGCTCATGCACGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTA
GTCCACGCCCTAAACGATGTCAACTAGCTGTTGGGGCCTTCGGGCCTTGGTAGCG
CAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGATTAAAACTCA
AAGGAATTGACGGAGGNNNGNNGGAGGGNNGGGGGGNGGGGGAGAGGAGGTTATA
GATTGTGGGTATCTTAAGCTTCCGGTTGAGCCGGTAGAGTTATT
> Uncultured gamma proteobacterium (99%)
ATGGGCGCACCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGT
AAAGCTCTTTCTATAGGGAAGAAAAGGCCTGTGTTTATACCGTAAGGCCTTGACG
TTACCTGCAAAGCAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCCCGCCCCGCTGCAATCTTTC
TGGTGGTTATCCGGAATCAAATTACTGGGCGGGTCCGCGGGCGGATCGGGTAGTT
AAGGGTGATGTGAAACGGCGGGCTTAACCTGTGAACTGCGTCCGATACTGGTTGA
GTTGAGTATGGAAGAGGGAAATGGAATTTCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTTTAT
ATCTGAAAGAACATCAGTGGCCAAGGCGGCTTCCTGGTCCTATCGCTGATCTAAG
GTGCCAAAGCGTGGGGAGCAAAATTAGATACCATACCCTGGTACTCCGTCCCTAT
ACGATACTAAACTAGTTGTTGGAAGGGTCTGCCTTTCAGTGACACGTCTAACGCG
TCCACCTCTCCGAGTACGTGAGTACGGCCGCAACGTTAAAACTTTGACGGATTGA
CGG
> Alcanivorax sp TE‐9 (99%)
GGGGGGTTTGGAAATGGGCGCAGCTGATGCCAGCACATGCCGCGTGTGTGAAGAA
GGCCTTCGGGTTGTAAAGCTCTTTTGGTAGGGAGGAAGGCTTTGCGGCTAATACC
CTGGAGTACTTGACGTTACCTACAGAAGAAGCCCCGGCTAATTTCGTGCCAGCAG
CCGCGGTAATACGAAAGGTGCGAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCG
CGTAGGCGGTGTGTTAAGTCGGATGTGAAAGCCCAGGGCTCAACCTTGGAATTGC
ATCCGATACTGGCACGCTAGAGTGCAGTAGAGGGAGGTGGAATTTCCGGTGTAGC
GGTGAAATGCGTAGAGATCGGAAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCCTCCTGGAC
TGACACTGACGCTGAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTG
GTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCTACTAGCCGTTGGGGTCCTTAGTGACTTTGG
TGGCGCAGCTAACGCGATAAGTACACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTAAA
ACTCAAATGAATTGACGGAANNNCCTNCGACGAAGTAGGGTTGGGATCGAGGGAA
GTAGTTGATTGGGGCGTGGTGGGTGGGCTTTTGGTTTTGGGTGCCGCGG
>Iron‐reducing bacterium clone HN‐HFO91 (100%)
GGGGTTTTTCCAATGGCCGAAAGGCTGATGCAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAG
GCCTTCGGGTTGTAAAGCTCTGTTGCCCGTGAAGAAGTTCCTGCTCAGGAAATGG
GGCAGGATTGACGGTAACGGGAGAGGAAGCCCCGGCAAACTACGTGCCAGCAGCC
GCGGTAATACGTAGGGGGCGAGCGTTGTCCGGATTTATTGGGCGTAAAGGGCGTG
TAGGCGGTCTGGTAAGTCAGGGGTGAAACCCCGGGGCTCAACCCCGGGCGTGCCT
CTGATACTGCTGGACTTGAGTGCTCTAGAGGGCAGTGGAATTGCCGGTGTAGCAG
TGAAATGCGTAGAGATCGGCAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTGCCTGGGGAG
TAACTGACGCTGAGGCGCGAAAGCTAGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGT
AGTCCTAGCCGTAAACGATGAGTGCTATGTGTGAGGGGTATCGACCCCCCTCGTG
CAGCAGTTAACGCAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTGAAAC
TCAAAGGAATTGACGGAAAATTTAATTTTTTATTAAATTATTAATTTCGTACACA
GCTCGTCGTTGGCGGGGGTTGACGCGGGTT
> Uncultured bacterium clone MBFOS‐07 (100%)
GCCTGACCGAGCGACGCCGCGTGAGGGAAGAAGGCCTTCGGGTCGTAAACCTCTG
TCCTTGGGGAAGAAGGTGACGGTACCCAAGGAGGAAGCCCCGGCTAACTACGTGC
CAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGGGCGAGCGTTGTCCGGAATTACTGGGCGTAA
AGGGTGCGTAGGCGGCCATTTAAGTCTTGTGTGAAAGGCCCCGGCTTAACCGGGG
AGCTGCATGGGAAACTGGATGGCTTGAGTGCTGGAGAGGGTTGCGGAATTCCCAG
TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATTGGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCAAC
CTGGACAGTAACTGACGCTGAGGCACGACAGCTGGGGGAGCGAACAGGATTAGAT
ACCCTGGTAGTCCCAGCCGTAAACGATGAGTGCTAGGTGTTGCGGGTATCGACCC
CTGCAGTGCCGCAGTTAACGCAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAG
GCTGAAACTCAAAGGAATTGACGGA
> Marine bacterium SCRIPPS_413 (98%)
GGGGAAAGGAATGGGGGCAAACCTGATCCAGCCATGCCGCGTGCAGGAAGACTGC
CCTATGGGTTGTAAACTGCTTTTATACGGGAAGAAACACCCCTACGTGTAGGGGC
TTGACGGTACCGTAAGAATAAGGATCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAA
TACGGAGGATCCAAGCGTTATCCGGAATCATTGGGTTTAAAGGGTCCGTAGGCGG
ATAATTAAGTCAGAGGTGAAATCCTGCAGCTCAACTGTAGAACTGCCTTTGATAC
TGGTTGTCTTGAGTTATTATGAAGTAGTTAGAATATGTAGTGTAGCGGTGAAATG
CATAGATATTACATAGAATACCGATTGCGAAGGCAGATTACTAACAATATACTGA
CACTGATGGACGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC
GCCGTAAACGATGGTCACTAGCTGTTCGGATTTCGGTCTGAGTGGCTAAGCGAAA
GTGATAAGTGACCCACCTGGGGAGTACGTTCGCAAGAATGAAACTCAAATGAATT
GACGGACGGTCTCTTTTTTGGGTCGCTGGTGTTTTTAGGTCTACTCTTAGCGTGG
GTACGAAAAGAAGCAAGGAAGAG
> Uncultured bacterium clone BR130 (99%)
GCGCAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGCAGTGAAGAAGGCCTTAGGGTTGGAAA
ACTGTTTTTATACGGAAGAAAAAGAGAGTACCTGTACTCCAATGACCGGACCATA
CCAAGCCAGCCCGGCTAACTCCACGCCAGGAGCCGCGGTTATACGGAAGGTCCGG
GCGTTATCCGGAATCATTGGGTTTAAAGGGTCCGGGGTGAAATCATTGGGTTCAG
GGTGAAAGGTGCCGGCTCAACTGTAGCACTGCCCTTGATACTGATTGTCTTGAGT
TATGGTGAAGTGGCCGGAATATGTAGTGTTTCGGTGAAATGCATATATATTAGGC
GAACACCGATTGCGAATGGACGTCACTAACCATTGACTGACGCTGAAAAAAGAAA
GCGTGGCGAGGGAACTGCATTAGATACCCCAGTAGTCCACGCTGTAAACGATGGA
TACTATCTGTCGGGCTTTCTGGCTCGGCGGCCAAGCGAAAGTGATAAGTATCCCA
CCTGGTGAGTACGTTCGCAAGAATGAAACTCAAAGGAATTGACGGA
> Uncultured bacterium clone VH‐FL6‐50 (100%)
AACCCTGATCCAGCTATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTAGGGTTGTAAAGCAC
TTTAAGTTGTGAGGAAAGGTTAGTAGTTAATACCTGCTAGCTGTGACGTTAGCAA
CAGAATAAGCACCGGTCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGC
AAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCGCGTAGGTGGTTTGTTAAGTTA
GATGTGAAAGCCCCGGGCTTAACCTGGGAACTGCATCTGATACTGGCAGGCTAGA
GTACGAAAGAGGGGAGTGGAATTTCCAGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATTGG
AAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCCCTGGTTTGATACTGACACTGAGGTGCG
AAAGCGTGGGTAGCGAACGGGATTAGATACCCCGGTAGTCCACGCCGTAAACGAT
GTCTACTAGCCGTTGGGAATCTTGAATTCTTAGTGGCGCAGTTAACGCGATAAGT
AGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTAAAACTCAAATGAATTGACGGG
> uncultured Bordetella sp(100%)
CCGCGTGTGCGATGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGCACTTTTGGCAGGGAAGAAAC
GGCCCTGGTTAATACCTGGGGCAACTGACGGTACCTGCAGAATAAGCACCGGCTA
ACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAATTAC
TGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTCGGAAAGAAAGATGTGAAATCCCAGGGCT
TAACCTTGGAACTGCATTTTTAACTACCGGGCTAGAGTGTGTCAGAGGGAGGTGG
AATTCCGCGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGCGGAGGAACACCGATGGCGAA
GGCAGCCTCCTGGGATAACACTGACGCTCATGCACGAAAGCGTGGGGAGCAAACA
GGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGTCAACTAGCTGTTGGGGC
CTTCGGGCCTTGGTAGCGCAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGG
TCGCAAGATTAAAACTCAAAGGAATTGACGG
> Bacillus sp. L41 (99%)
GGGGGTTTGCATGGAGAAAGTCTTGACGGAGCAACGCCGCGTGAACGATGAAGGC
CTTCGGGTCGTAAAGTTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCAGAGTAACTGCTG
GTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGC
GGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGCGCGCGCA
GGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCACGGCTCAACCGTGGAGGGTCATTG
GAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAAAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTG
AAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTA
ACTGACGCTGAGGCGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAG
TCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGAGGGTTTCCGCCCTTTAGTGCT
GCAGCAAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTC
AAATGAATTGACGG
> uncultured Firmicutes bacterium BC_COM467 (100%)
GCCTGACCGAGCGACGCCGCGTGAGGGAAGAAGGCCTTCGGGTCGTAAACCTCTG
TCCTTGGGGAAGAAGGTGACGGTACCCAAGGAGGAAGCCCCGGCTAACTACGTGC
CAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGGGCGAGCGTTGTCCGGAATTACTGGGCGTAA
AGGGTGCGTAGGCGGCCATTTAAGTCTTGTGTGAAAGGCCCCGGCTTAACCGGGG
AGCTGCATGGGAAACTGGATGGCTTGAGTGCTGGAGAGGGTTGCGGAATTCCCAG
TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATTGGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCAAC
CTGGACAGTAACTGACGCTGAGGCACGACAGCTGGGGGAGCGAACAGGATTAGAT
ACCCTGGTAGTCCCAGCCGTAAACGATGAGTGCTAGGTGTTGCGGGTATCGACCC
CTGCAGTGCCGCAGTTAACGCAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAG
GCTGAAACTCAAAGGAATTGACGGA
> Uncultured bacterium clone W1‐16 (92%)
GCGCAGCTGATGCAGCAATGCCGCGTGCGGGATGAAGGCCTTCGGGTTGTAAACC
CCTTTCAGCAGGGACGAAAATGACGGTACCTGCAGAAGAAGGTACGGCCAACTAA
ATGCCATCAGCCGCGGTAACGCATAGGGGGGGACGTAGTGTGGTTTTGAATTATT
GGGAGAACTGCGCGGGGGTGCGGCCCGTCAAGTGTGAAGACTCAGGGCTCAGCCC
AACCACGCCACTGCATTCTGTACTGGCGGGCTTGAGGTAGGTGAGGGAGGATTTC
ATGGTGTGTGTGTCAATGGAATGCATATCTATAGGAAGGAACACCGCTGAGGCAG
GCCTCTGGCCCGAGCTCGCCTCTGACTAACAAACGAAAGCGTGGGTAACAAAATT
AAATACCTTGGTTGTCCATCCCTGACACATACGATAGTAGGTGTGGGTGGGGACC
AATTAACTGCCTCCCGGTCGAAACTAATTCATTGCCCCCCCCGGCGGGGGACGAC
GGCCGCCTAACAAAAAAACAAATTGATTGACGGA
> Uncultured bacterium clone Uday0‐58 (100%)
AGCCTGATGCAGCAACGCCGCGTGCGGGATGAAGGCCCTAGGGTTGTAAACCGCT
TTCAGCAGGGAAGAAACTGACGGTACCTGCAGAAGAAGGTGCGGCCAACTACGTG
CCAGCAGCCGCGGTGACACGTAGGCACCAAGCGTTGTCCGGATTTATTGGGCGTA
AAGAGCTCGTAGGCGGTTCAGTAAGTCGGGTGTGAAAACTCTGGGCTCAACCCAG
AGACGCCACCCGATACTGCTGTGACTTGAGTACGGTAGGGGAGTGGGGAATTCCT
GGTGTAGCGGTGAAATGCGCATATATCAGGAGGAACACCAGTGGCGAAAGCGCCA
CTCTGGGCCGTAACTGACGCTGAGGACCGAAAGCGTGGGTAGCAAACAGGATTAG
ATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACATTCGGCACTAGGTGTGGGTCTCAACCAA
CGAGATCCGCGCCGTCGCTAACGCATTAAGTGCCCCGCCTGGGGAGTACGGTCGC
AAGACTAAAACTCAAATGAATTGACGG
> Pseudomonas sp. clone HY2 (100%) CCTGATCCAGCTATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTAGGGTTGTAAAGCACTTT
AAGTTGGGAGGAAAGGTTAGTAGTTAATACCTGCTAGCTGTGACGTTAGCAACAG
AATAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGC
GTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCGCGTAGGTGGTTTGTTAAGTTAGATG
TGAAAGCCCCGGGCTTAACCTGGGAACTGCATCTGATACTGGTGGGCTAGAGTGC
GAAAGAGGGGAGTGGAATTTCCAGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATTGGAAGG
AACACCAGTGGCGAAGGCGACTCCCTGGTTTGATACTGACACTGAGGTGCGAAAG
CGTGGGTAGCGAACGGGATTAGATACCCCGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCT
ACTAGCCGTTGGGAATCTTGAATTCTTAGTGGCGCAGTTAACGCGATAAGTAGAC
CGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGCTAAAACTCAAATGAATTGACGG
> iron‐reducing bacterium clone HN17 (98%)
GGGTTAGCAATGGGCGAAAGCCTGACGCAGCCATGCCGCGTGGGTGATGAAGGCC
TTAGGGTTGTAAAACCCTTTCACCGGGGACGATAATGACGGTACCCGGAGAAGAA
GCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGT
TCGGAATTACTGGGCGTAAAGGGCGCGTAGGCGGACAGTTAAGTTGGGGGTGAAA
GCCCGGGGCTCAACCTCGGAATTGCCTTCAATACTGGCTGTCTTGAGTTCGGGAG
AGGTGAGTGGAACTCCGAGTGTAAAGGTGAAATTCGTAGATTTTCGGAAGAACAC
CAGTGGCGAAGGCGACTCACTGGCCCGTTACTGACGCTGAGGCGCGAAAGCGTGG
GGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAG
TTGTCGGCGTGCATGCATGTCAGTGACGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTG
GGGAGTACGGTCGCAAGATTAAAACTCAAAGGAATTGACGGACGGATAAGA
> Uncultured bacterium clone N704B_48 (99%)
GGGGTAAGAAATGGGGGGCAACCCTGATCCAGCCACGCCGCGTGAGTGATGAAGG
CCTTAGGGTTGTAAAGCTCTTTCGGCGGGGACGATAATGACGGTACCCGGAGAAG
AAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTT
GTTCGGAATCACTGGGCGTAAAGCGCACGTAGGCGGACCGTTAAGTCGGAGGTGA
AAGCCTGGGGCTCAACCCCAGAACTGCCTTCGATACTGGCGGTCTTGAGTGTGGT
AGAGGTTGGTGGAACTCCGAGTGTAGAGGTGAAATTCGTAGATATTCGGAAGAAC
ACCAGTGGCGAAGGCGGCCAACTGGACCATTACTGACGCTGATGTGCGAAAGCGT
GGGTAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGAGCT
AGCCGTTGGCCTGCATGCATGTCAGTGACGCAGCTAACGCGTTAAGCTCTCCGCC
TGGGGAGTACGGTCGCAAGATTAAAACTCAAAGGAATTGACGGAGG
> Alteromonas sp. MOLA 3 (100%)
ACCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGCACTT
TCAGTTGTGAGGAAAAGTTAGTAGTTAATACCTGCTAGCCGTGACGTTAACAACA
GAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCGAG
CGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTTTGTTAAGCTAGAT
GTGAAAGCCCCGGGCTCAACCTGGGATGGTCATTTAGAACTGGCAGACTAGAGTC
TTGGAGAGGGGAGTGGAATTCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATCTGGAG
GAACATCAGTGGCGAAGGCGACTCCCTGGCCAAAGACTGACGCTCATGTGCGAAA
GTGTGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACACCGTAAACGCTGTC
TACTAGCTGTGTGTGAATTTAATTCGTGCGTAGCGAAGCTAACGCGCTAAGTAGA
CCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGA
Download