Bahan Ajar Kimia Fisika Bab V Kimia Permukaan 5.1. Daerah Antar Muka Pada pembahasan termodinamika terdahulu, setiap fasa dari suatu sistem termodinamika dianggap sangat homogen, dengan sifat – sifat intensif yang dianggap tetap. Tetapi jika efek permukaan diperhitungkan, maka terlihat bahwa sifat – sifat molekul atau atom pada permukaan tidak sama jika dibandingkan dengan molekul atau atom pada fasa ruah. Daerah tiga dimensi yang membatasi dua fasa yang berbeda disebut sebagai daerah antar muka (interphase / interface / interfacial region). Bila salah satu fasa yang terlibat adalah fasa gas (udara), maka daerah antar muka dapat disebut permukaan (surface region). α β α β Sistem dua fasa Sistem dua fasa dengan daerah antar muka Gambar 5.1. Ilustrasi sistem dua fasa dengan dan tanpa daerah antar muka α dan β merupakan fasa ruah. Daerah antar muka adalah daerah terarsir antara kedua fasa ruah, dengan ketebalan kurang lebih 3 molekul. Efek permukaan / daerah antar muka sangat berpengaruh untuk sistem – sistem seperti koloid (dimana perbandingan permukaan terhadap volume tinggi) atau sistem gas – padat (dimana sejumlah gas dapat teradsorpsi pada padatan). Pengetahuan tentang efek permukaan sangat penting dalam dunia industri dan biologi. Banyak reaksi kimia yang berlangsung dengan bantuan katalis heterogen, yang berfungsi sebagai permukaan tempat terjadinya reaksi. 1 Bahan Ajar Kimia Fisika 5.2. Tegangan Permukaan Untuk mendefinisikan tegangan permukaan, digambarkan suatu rangka kawat yang disusun seperti piston. Di dalam rangka kawat tersebut terdapat film permukaan yang luasnya dapat berubah bila tangkai piston ditarik. Gambar 5.2. Rangka kawat piston dengan film permukaan Gaya (F) yang diperlukan untuk meregang film permukaan berbanding lurus dengan panjang piston (l). Karena terdapat dua permukaan (depan dan belakang) pada film, maka F (2l ) .............................................. atau F 2l ................................................... (5.1) (5.2) dimana γ adalah tegangan permukaan. Satuan tegangan permukaan adalah kerja (energi) per satuan luas. Satuan SI untuk γ adalah adalah J/m2 atau N/m, sedangkan satuan cgs untuk γ adalah erg/cm2 atau dyn/cm. 1 erg/cm2 = 1 dyn/cm = 10-3 J/m2 = 10-3 N/m = 1 mN/m = 1 mJ/m2 A adalah luas daerah antar muka antara fasa α dan β, maka dengan memberi kerja mekanik pada piston akan mengakibatkan perubahan luas area sebesar dA. Jika P adalah tekanan sistem dan V adalah volume total sistem, maka total kerja reversibel yang terjadi pada sistem α dan β adalah dwrev PdV dA ........................................... (5.3) Persamaan (5.3) berlaku untuk daerah antar muka / permukaan planar, dimana sudut kontak adalah nol. Tegangan permukaan dapat ditentuka dengan berbagai macam metoda. Tetapi, pada pembahasan ini, hanya akan dibahas penentuan tegangan permukaan dengan menggunakan metode kenaikan kapiler (capillary – rise method). 2 Bahan Ajar Kimia Fisika 5.3. Penentuan Tegangan Permukaan Penentuan tegangan permukaan dengan menggunakan metode kenaikan kapiler melibatkan permukaan lengkung dengan sudut kontak tidak sama dengan nol. Kenaikan cairan pada pipa kapiler dapat diasumsikan sebagai terjadinya lapisan tipis film cairan yang teradsorpsi pada dinding kapiler. Untuk mengurangi daerah permukaan yang terkena udara, cairan akan naik pada pipa. Kesetimbangan akan tercapai bila energi bebas mencapai nilai minimum. Gambar 5.3. Kenaikan dan penurunan cairan dalam kapiler Anggap terdapat cairan berjari - jari r dan tekanan P pada kesetimbangan dalam pipa kapiler. Adanya tegangan permukaan menyebabkan cairan mengkerut menjadi r – dr dan tekanan uap bertambah menjadi P + ΔP. Besarnya penambahan tekanan (ΔP) harus sebanding dengan perubahan luas permukaan. Bila cairan dianggap berbentuk bola (spheric), maka P dA .................................................. (5.4) 8rdr ............................................. (5.5) Karena perubahan luas permukaan (dA) akan sebanding dengan perubahan volume (dV), dV 4r 2 dr ........................................... (5.6) P.4r 2 dr ....................................... (5.7) maka kerja yang dilakukan adalah w PdV Nilai kerja (w) harus sebanding dengan perubahan tegangan permukaan 3 Bahan Ajar Kimia Fisika P.4r 2 dr .8rdr P 2 r .......................................... (5.8) .................................................. (5.9) dengan r adalah jari – jari cairan dalam pipa kapiler. Persamaan (5.9) disebut sebagai persamaan La Place. Untuk menentukan nilai r digunakan persamaan r rpipa cos P ................................................ 2 cos rpipa (5.10) ........................................ (5.11) Adanya tekanan atmosfer mendorong cairan dalam pipa ke atas sampai perbedaan tekanan cairan pada permukaan lengkung dan permukaan planar dapat diimbangi oleh tekanan hidrostatik akibat kenaikan cairan setinggi h pada pipa. 2 cos hg l v ...................................... rpipa (5.12) Jika ρl adalah rapat massa cairan dan ρv adalah rapat massa uap, maka ρv « ρl. Sehingga persamaan (5.12) menjadi 2 cos hg l v ...................................... rpipa hg l rpipa 2 cos (5.13) ...................................................... (5.14) 5.4. Tegangan Permukaan dan Tekanan Uap Tinjau suatu sistem dimana terdapat tetesan cairan sebanyak dn mol (dari fasa ruahnya) dengan jari – jari r di atas permukaan. Tekanan uap normal cairan adalah P0 dan tekanan uap tetesan adalah P. Karena G G 0 nRT ln P , maka P0 perubahan energi bebas Gibbs untuk sistem di atas dapat dinyatakan sebagai dG dnRT ln P P0 ................................................. (5.15) Perubahan energi bebas juga dapat ditentukan dari perubahan energi permukaan cairan yang terjadi akibat kenaikan area permukaan karena penambahan sejumlah 4 Bahan Ajar Kimia Fisika dn mol senyawa dengan massa molar M. Penambahan ini menyebabkan kenaikan volume sebesar M dn/ρ yang besarnya sebanding dengan perubahan jari – jari tetesan berluas 4πr2 sebanyak dr. M dn 4r 2 dr .................................................. (5.16) M dn ................................................... 4r 2 (5.17) dr Perubahan energi permukaan nilainya sama dengan tegangan permukaan dikalikan perubahan daerah permukan yang merupakan hasil dari perubahan jari – jari tetesan. dG dA 8rdr ............................................ (5.18) Substitusi dr dengan menggunakan persamaan (5.17) menghasilkan dG 8r M dn ......................................... 4r 2 (5.19) 2M dn ......................................... r (5.20) dG Dengan menggabungkan persamaan (5.15) dan (5.20), didapat dnRT ln P 2M dn ........................................ r P0 ln P 2M 0 rRT P ........................................ (5.21) (5.22) Karena M/ρ adalah volume molar (Vm), maka persamaan (5.22) menjadi ln P 2Vm rRT P0 ........................................ (5.23) Persamaan (5.23) disebut sebagai persamaan Kelvin. Menurut persamaan ini, tetesan berjari – jari kecil akan memiliki tekanan uap yang besar 5.5. Termodinamika Permukaan Untuk mempelajari sifat – sifat terodinamika dari permukaan, terdapat dua pendekatan yang berlaku. Menurut Gibbs (1878), daerah antar muka dapat dianggap sebagai permukaan dua dimensi dengan V = 0 tetapi sifat – sifat 5 Bahan Ajar Kimia Fisika termodinamikanya ≠ 0. Sedangkan Guggenheim (1940) menyatakan bahwa daerah antar muka merupakan daerah tiga dimensi dengan volume dan sifat – sifat termodinamika ≠ 0. Tinjauan termodinamika permukaan lebih sering menggunakan pendekatan Gibbs. Pada pendekatan Gibbs, daerah antar muka diasumsikan sebagai daerah planar dan dilambangkan dengan superscript σ. α α daerah antar muka Gibbs daerah antar muka β β Sistem sesungguhnya Sistem permodelan Gibbs Gambar 5. 4. Pendekatan termodinamika Gibbs Daerah antar muka Gibbs mempunyai ketebalan nol sehingga volumenya adalah nol (Vσ = 0). Total volume untuk sistem Gibbs adalah V = Vα + Vβ .................................................. (5.24) Energi dalam fasa α pada sistem Gibbs dinyatakan sebagai U ruah U = V ............................................... Vruah α (5.25) Indeks ”ruah” menyatakan fasa α yang berada pada sistem sesungguhnya. Nilai U ruah / Vruah disebut sebagai energi per unit volume (energy density) dalam fasa ruah α. Dengan cara yang sama, maka nilai Uβ dapat ditentukan. Total energi dalam pada sistem Gibbs dinyatakan sebagai U = Uα + Uβ + Uσ atau Uσ = U + Uα – Uβ ............ (5.26) Nilai entropi sistem dihitung dengan cara yang sama, yaitu S V , Sβ = Sα = ruah Vruah S ruah V , Sσ = S + Sα – Sβ ............ V ruah (5.27) Jumlah komponen sistem ditentukan dengan cara ni ci V , ni ci V ............................................ (5.28) 6 Bahan Ajar Kimia Fisika atau ni ni ni ni ............................ ni ni ni ni (5.29) Menurut Hk. I Termodinamika, pada sistem terbuka yang melibatkan 2 fasa dU = TdS – PdV + γdA + dn ........................................... (5.30) .................................................. (5.31) i i i Pada daerah antar muka dimana Vσ = 0 dUσ = TdSσ + γdAσ + dn i i i Bila sistem diubah dari keadaaan 1 ke keadaan 2 dengan P, T, dan c, tetap maka 2 2 2 1 1 1 2 dU T dS dA i dni ...................................... i (5.32) 1 Indeks 1 menyatakan kondisi dengan nilai yang mendekati nol dan dapat dieliminasi sehingga persamaan 5.9 menjadi U TS A i ni ........................................................... (5.33) i Diferensial total untuk persamaan (5.33) adalah dU TdS S dT dA Ad i dni ni d i ......... i (5.34) i Dengan menggabungkan persamaan 5.31 dan 5.34 didapat persamaan S dT Ad ni d i 0 ......................................... (5.35) i Pada temperatur tetap, Ad ni d i .............................................. (5.36) i Ungkapan di atas disebut persamaan isoterm adsorpsi Gibbs. Bila nilai konsentrasi permukaan ( i ) dinyatakan sebagai i ni / A ..................................................... (5.37) maka persamaan isoterm adsorpsi Gibbs menjadi d i d i .......................................................... (5.38) i Aplikasi paling umum dari isoterm adsorpsi Gibbs adalah pada sistem dua fasa dimana konsentrasi komponen 1 dan i pada fasa β jauh lebih kecil daripada fasa α, c1 << c1 , c i << c i . Contoh aplikasi ini meliputi : 7 Bahan Ajar Kimia Fisika a) Sistem cair – uap dengan tekanan uap rendah atau sedang, dimana konsentrasi fasa uap jauh lebih rendah daripada konsentrasi fasa cairnya. b) Sistem cair – cair dimana pelarut 1 dan zat terlarut i pada fasa α tidak terlarut pada fasa β. c) Sistem padat – cair dimana pelarut 1 dan zat terlarut i pada fasa cair tidak terlarut pada fasa padat (prinsip ini sangat penting dalam elektrokimia). Untuk sistem – sistem tersebut, berlaku persamaan i (1) n1s A nis ni,bulk ................................................. n s n 1,bulk 1 (5.39) dimana Γi(1) adalah adsorpsi relatif komponen i terhadap komponen 1 (pelarut), n is dan n1s adalah jumlah mol senyawa i dan 1 di daerah antar fasa pada sistem sesungguhnya, ni,bulk dan n1,bulk adalah jumlah mol senyawa i dan 1 pada fasa ruah α dalam sistem sesungguhnya. a) Bila nilai Γi(1) dari zat terlarut i positif, maka komponen i teradsorpsi positif pada daerah antar muka. b) Bila nilai Γi(1) dari zat terlarut i negatif, maka komponen i teradsorpsi negatif pada daerah antar muka. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan senyawa pada daerah antar muka dibandingkan dengan jumlah senyawa tersebut di daerah fasa ruahnya. Untuk sistem dua fasa dua komponen, persamaan isoterm adsorpsi Gibbs dapat dinyatakan sebagai d 2(1) d 2 .................................................... (5.40) Bila fasa α dinyatakan sebagai fasa padat atau cair, maka 2 2 (T , P) RT ln a2 ............................................... (5.41) Ketergantungan 2 terhadap tekanan sangat kecil untuk fasa terkondensasi. Pada suhu konstan, d 2 RTd ln a2 dan persamaan 5.18 menjadi 2(1) 1 RT ln a 2 ................................................. T (5.42) Jika fasa α sangat encer sehingga a 2 c2 c ( dimana co = 1 mol/dm3), maka 8 Bahan Ajar Kimia Fisika 2(1) 1 RT ln c c 2 T ........................................... (5.43) Persamaan 5.20 menyatakan bahwa nilai Γ2(1) akan positif bila tegangan permukaan (γ) menurun dengan naiknya konsentrasi zat terlarut. Perilaku zat terlarut dalam larutan encer dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu : a) Tipe I : kenaikan konsentrasi zat terlarut mengakibatkan kenaikan γ dengan laju yang rendah Contoh : larutan garam – garam anorganik dan gula b) Tipe II : kenaikan konsentrasi zat terlarut mengakibatkan penurunan γ dengan laju tertentu Contoh : senyawa – senyawa organik yang memiliki bagian yang larut dalam air c) Tipe III : kenaikan konsentrasi zat terlarut menyebabkan penurunan tajam nilai γ hingga mencapai nilai konstan Contoh : garam – garam yang terbentuk dari asam organik rantai sedang (sabun, RCOO-Na+) γ Tipe I Tipe II Tipe III c 2 Gambar 5. 5. Kurva tegangan permukaan terhadap konsentrasi untuk larutan encer 5.6. Film Permukaan pada Cairan Senyawa hidrokarbon rantai sedang yang mempunyai gugus polar di salah satu ujungnya secara spontan akan membentuk lapisan tipis di atas air, contohnya 9 Bahan Ajar Kimia Fisika CH3(CH2)16COOH (asam stearat), CH3(CH2)11OH (lauryl alcohol), dan CH3(CH2)14COOC2H5 (etil palmitat). Lapisan tipis ini disebut film permukaan atau film Langmuir, dengan ketebalan umumnya satu molekul. Rantai hidrokarbon yang tidak pendek membuat kelarutan senyawa – senyawa tersebut dalam air cukup rendah. Pada suhu ruang, ketiga senyawa tersebut berupa padatan atau cairan dengan titik didih tinggi dan tekanan uap sangat rendah. Karena itu, jumlah senyawa terlarut (i) dalam fasa ruah air dan udara sangat kecil (sehingga dapat diabaikan) bila dibandingkan dengan jumlah senyawa (i) pada daerah antar muka. Karena ni ni 0 , maka ni ni dan i ni A i (1) . Nilai i adalah positif, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa adanya film permukaan akan menurunkan tegangan permukaan (lihat persamaan 5.43). γo dan γ dinyatakan sebagai tegangan permukaan air murni dan air yang ditutupi oleh film permukaan. Karena film permukaan menurunkan tegangan permukaan, maka γ akan lebih kecil daripada γo. Selisih gaya per unit panjang antara γo dan γ disebut tekanan permukaan (suface pressure, π). .............................................. (5.44) Ada dua cara untuk menyatakan data pada film permukaan : a) Sebagai persamaan keadaan permukaan RTf ............................................. (5.45) Persamaan ini digunakan untuk film di atas permukaan cair. b) Sebagai isoterm adsorpsi P = Kf ’(Γ) ................................................ (5.46) dimana P adalah tekanan atau konsentrasi dalam fasa ruah dari zat yang teradsorpsi dan K adalah tetapan pembanding. Persamaan ini digunakan untuk film pada permukaan padat. 5.7. Adsorpsi Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antar fasa. Pada peristiwa adsorpsi, komponen akan berada di daerah antar muka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang terserap 10 Bahan Ajar Kimia Fisika disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben (adsorbent / substrate). Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia. Tabel 5.1. Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia Molekul terikat pada adsorben oleh gaya van der Waals Mempunyai entalpi reaksi – 4 sampai – 40 kJ/mol Dapat membentuk lapisan multilayer Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di bawah titik didih adsorbat Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai – 800 kJ/mol Membentuk lapisan monolayer Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi Jumlah adsorpsi pada permukaan Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan merupakan fungsi adsorbat adsorbat Tidak melibatkan energi aktifasi Melibatkan energi aktifasi tertentu tertentu Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik 5.8. Isoterm Adsorpsi Percobaan adsorpsi yang paling umum adalah menentukan hubungan jumlah gas teradsorpsi (pada adsorben) dan tekanan gas. Pengukuran ini dilakukan pada suhu tetap, dan hasil pengukuran digambarkan dalam grafik dan disebut isoterm adsorpsi. 5.8.1. Isoterm Adsorpsi Langmuir Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu 1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap 2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer 3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk molekul gas sama 4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat 11 Bahan Ajar Kimia Fisika 5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada permukaan lapisan adsorbat monolayer adsorben Gambar 5.6. Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ menyatakan fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas yang teradsorpsi, maka k1 k 2 P(1 ) ..................................... (5.47) dengan k1 dan k2 masing – masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi. Jika didefinisikan a = k1 / k2, maka P ............................................ (a P) (5.48) Pada adsorpsi monolayer, jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P (y) dan jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer dihubungkan dengan θ melalui persamaan y ym ................................................... (5.49) y ym P ............................................... aP (5.50) Teori isoterm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana reaksi yang terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer. 5.8.2. Isoterm Adsorpsi BET Teori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H. Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai 12 Bahan Ajar Kimia Fisika a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan monolayer b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer lapisan adsorbat multilayer adsorben Gambar 5.7. Pendekatan isoterm adsorpsi BET Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c. Lapisan adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari gas yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan ”basah (wet)”. Bila V menyatakan volume gas teradsorpsi, Vm menyatakan volume gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET dapat dinyatakan sebagai V cx Vm (1 x)(1 x cx) ...................................... (5.51) Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat dibandingkan dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa. Dengan menggunakan analogi persamaan Clausius – Clapeyron, maka H ads d ln P dT RT 2 ............................................. (5.52) dimana ΔHads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi adsorpsi. 5.8.3. Isoterm Adsorpsi Freundlich Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna 13 Bahan Ajar Kimia Fisika larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal?) dan proses pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H. Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan, maka y = k c1/n ................................................. (5.53) 1 log c ........................................ n (5.54) log y log k dimana k dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan (5.53) diaplikasikan untuk gas, maka y adalah jumlah gas yang teradsorpsi dan c digantikan dengan tekanan gas. Plot log y terhadap log c atau log P menghasilkan kurva linier. Dengan menggunakan kurva tersebut, maka nilai k dan n dapat ditentukan. Gambar 5.8. Plot isoterm Freundlich untuk adsorpsi H 2 pada tungsten (suhu 400oC) 14