BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Menurut Kerlinger, teori adalah seperangkat Konstrak (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Sedangkan menurt wiersma, teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena secara sistematik. Suatu teori akan memperoleh arti yang penting, apabila lebih banyak dapat melukiska, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada. Teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, sebagai dasar untuk member jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan. Kajian teori sangat penting untuk membangun kerangka berfikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia Hakikat pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar mengacu pada aspek menulis, membaca, dan berbica. Dari beberapa aspek di atas yang diajarkan masih sangat sederhana. pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar juga harus memperhatikan bahasa yang digunakn siswa setiap harinya, karena sering kali siswa sulit untuk meninggalkan bahasa daerahnya dalam berbicara Bahasa Indonesia. 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan 7 8 perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analisis dan imajenatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisa, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuaan, ketrampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan : 1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri. 2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar. 3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya. 4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah. 5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia. 6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. 9 2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan dan tulisan. 2) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan da bahasa negara. 3) Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakanya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4) Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a) Mendengarkan b) Berbicara c) Membaca d) Menulis Pada akhir pendidikan SD/MI, peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan nonsastra. 10 2.1.1.4 Arah pengembangan Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian. 2.1.2 Pengertian Drama Drama berasal dari kataYunani draomai yang berarti berbuat, bertindak, dan beraksi. Kata drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan. drama juga dapat diartikan sebagai karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog para tokoh-tokohnya. Menurut Wood dan Attfield (1996), drama adalahproses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniru gerak pembicaraan Perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita-cerita tertentu. Sedangkan menurut Benhart (1984), drama adalah suatu karangan dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog atau pantomi, suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sebagai suatu ceritra yang diperuntukan untuk dipentaskan dipentaskan dipanggung dramatik. 2.1.2.1 Jenis-Jenis Drama Menurut Yusi Rosdiana (2007), jenis-jenis drama dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu : 1) Ditinjau dari aspek jumlah pelaku termasuk jenis drama dialog, yaitu drama yang dipentaskan oleh tiga pelaku atau lebih. Lawan kata dari drama dialog adalah drama monolog. Drama monolog adalah drama yang dipentaskan oleh seorang pemain. 2) Ditinjau dari aspek kuantitas waktu pementasan termasuk jenis drama pendek atau drama sebabkan karena teks drama anak-anak terdapat satu babak dalam 11 kisahan ceritanya dan jika dipentaskan hanya memerlukan waktu yang pendek (20 menit). Drama jenis ini menuntut pemusatan pada satu tema, jumlah kecil pemeran, dan peringkasan dalam gaya, latar, dan pengaluran. Lawan kata jenis drama pendek adalah jenis drama panjang. Drama-drama yang terkenal biasanya berupa jenis drama panjang karena terdiri dari tiga atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan jika dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang ( 2 jam). 3) Ditinjau dari aspek alur peristiwa yang menyedihkan dan berakhir dengan kebahagiaan, teks drama anak-anak termasuk jenis drama dukaria. Selain itu, terdapat drama tragedi yang artinya drama yang menyebabkan para penonton merasa belas dan ngeri sehingga mereka mereka mengalami pencucian jiwa atau kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat satuan lakuan dramatis. Selain itu juga dikenal jenis drama komedi dan melodrama. Drama komedi adalah drama yang menyebabkan para penonton merasa gembira karena arus peristiwanya jenaka dan lucu. 4) Ditinjau dari aspek kehidupan rakyat biasa, terdapat jenis drama domestik sebaliknya jika ditinjau dari aspek kehidupan kaum bangsawan terdapat jenis drama borjuis. 5) Ditinjau dari aspek media pementasan, terdapat jenis drama radio, televisi, dan drama pentas (drama panggung). 6) Ditinjau dari aspek keaslian penciptaan teks drama, terdapat jenis drama asli dan terjemahan. Drama dikatakan asli jika drama tersebut dikarang oleh pelaku pementasan dan drama dikatakan terjemahan jika drama tersebut disalin dari bahasa lain dan dari pengarang lain. 7) Ditinjau dari aspek sikap terhadap naskah terdapat jenis drama modern dan tradisional. Drama modern adalah drama yang berasal dari pengarang lain dan teks telah dipersiapkan terlebih dulu. Sedangkan drama tradisional adalah jenis drama yang dipentaskan secara improvisasi dan mengikuti adat kebiasaan turuntemurun serta tidak mengikuti kepribadian seniman pencipta tertentu. 12 Selain jenis-jenis drama di atas, terdapat beberapa jenis drama anak-anak yang ditinjau dari aspek cara menyajikannya, antara lain : 1) Drama pantomim, yaitu drama yang dipentaskan dengan sama sekali tidak menggunakan pengucapan kata (drama bisu), tetapi hanya menggunakan sikap dan gerak serta diiringi musik. 2) Drama tablo, yaitu drama yang dipentaskan tanpa gerak dan pengucapan kata oleh para pelaku, dan merupakan seni preposisi dengan komposisi sikap para pelaku serta diikutkan seorang narator untuk memberi prolog atau keterangan cerita. 3) Drama kreatif, yaitu drama informal yang dibuat oleh anak dan untuk partisipan. Drama kreatif dapat ditampilkan di depan kelas dengan cara mengambil cerita anak-anak yang berasal dari bacaan, alurnya dikembangka sendiri sehingga tidak perlu ada teks drama. 4) Sandiwara boneka, yaitu drama yang dilakukan pemeran dengan menggunakan bentuk boneka yang pada dasarnya hanya mewakili pemeran sebenarnya. Pemeran yang sebenarnya adalah orang yang menggerakkan boneka tersebut. 5) Drama bacaan, yaitu suatu pementasan dramatis yang diformalisasikan dari teks drama oleh kelompok pembaca. Masing-masing pemeran memegang satu peran dan membaca karakter yang digariskan dalam teks drama. 6) Drama opera, yaitu bentuk drama panjang yang sebagian atau seluruhnya dinyanyikan dan biasanya dinyanyikan dengan musik. 2.1.2.2 Unsur-Unsur Pembangun Drama 1) Unsur Intrinsik Drama menurut Fatmawati (2010), unsur intrinsik drama terdiri dari: a) Alur Sebagaimana pada cerita rekaan, alur disebut juga plot, jalan cerita, atau struktur naratif. Demikian pula alur drama disebut juga struktur drama. Berkaitan dengan drama anak-anak, maka alur drama anak-anak adalah rangkaian peristiwa yang mempunyai hubungan sebab akibat. Sedangkan struktur drama anak-anak 13 digolongkan menjadi 5 bagian, yaitu (a) perkenalan, (b) penajakan laku, (c) klimaks, (d) leraian, dan (e) keputusan. Alur atau struktur anak-anak pada umumnya mengandung 5 bagian rangkaian peristiwa, yaitu perkenalan, komplik, klimaks, anti klimaks, dan penyelesaian. b) Tema Tema pada drama terdapat dalam keseluruhan teks. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita drama, jadi penentuan tema suatu drama dilakukan berdasarkan keseluruhan teks yang bersangkutan tidak hanya berdasarkan pada bagian tertentu. c) Tokoh Tokoh pada drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan (tokoh pembantu). Tokoh utama terbagi tiga,yaitu tokoh pratagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis. Tokoh pratagonis adalah tokoh yang berwatak baik atau tokoh yang mempunyai masalah atau tokoh penggerak cerita. Tokoh antagonis adalah tokoh yang berwatak jahat atau tokoh yang seiring dengan tokoh pratagonis dan selalu bersama. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang bertindak sebagai pelerai. Tokoh ini dapat berupa manusia dan bathin manusia itu sendiri. d) Latar Latar atau setting mengandung pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa. e) Dialok Dialok adalah unsur penting dalam drama, karena dialok merupakan ciri khas suatu naskah drama. f) Gaya Bahasa Gaya bahasa merupakan bentuk penyampaian bahasa,bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang mudah dimengerti,bisa berupa bahasa formal maupun bahasa sehari-hari. 2) Unsur Ekstrinsik Drama menurut Yusi Rosdiana (2007:8.22), unsur ekstrinsik drama terdiri dari: 14 a) Biografi Pengarang Seorang pengarang karya sastra, harus dapat menjiwai isi karangan yang dibuat. b) Psikologi Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang. Psikologi juga dikatakan ilmu berkaitan dengan proses-proses mental yang normal maupun yang tidak normal dan pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan berbagai kegiatan jiwa. Jadi seorang pengarang harus mampu menguasai psikologi karangan sastra yang dibuatnya. c) Sosiologi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai struktur sosial dan proses-proses sosial. Pengarang menulis drama juga dipengaharui oleh status lapisan masyarakat tempat asalnya, kondisi ekonomi, dan realitas sosial. 2.1.2.3 Naskah Drama Menuru KBBI naskah adalah karanagn yang masih ditulis dengan tangan yang belum diterbitkan. Menurut Imam Suryono drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon. Menurut Molton drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Menurut Ferdinand Brunetierre drama haruslah melahirkan kehendak dengan action. Menurut Baltazhar Vallhagen drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Menurut Sendarasik naskah drama merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna betuknya apabila belum dipentaskan. Naskah drama juga sebagai ungkapan pernyataan penulis (play wright) yang berisi nilai-nilai pengalaman umum juga merupakan ide dasar bagi actor. 15 Berdasarkan pengertian diatas naskah drama dapat diartikan suatu karangan atau cerita yang berupa tindakan atau perbuatan yang masih berbentuk teks atau tulisan yang belum duterbitkan (pentaskan). 2.1.3 Hakikat Belajar Menurut Slameto (2010), belajar adalah suatu rangkaian upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, melalui hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Nana Syaodih Sukmadinata (2005), menyebutkan bahwa sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Moh. Surya (1997), belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Witherington (1952), belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Crow (1958), belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Hilgard (1962), belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi. Di Vesta dan Thompson (1970), belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Gage dan Berliner, belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman. Belajar adalah proses untuk mencapai berbagai kemampuan, ketrampilan serta sikap. Definisi lain belajar juga bisa diartikan suatu proses usaha yang dilakukan untuk mendapatkan suatu perubahan yang baru sebagai akibat pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Mulai dari bayi hingga remaja, seseorang akan terus belajar. Hakikat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara sadar dan terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna memperoleh pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang lebih baik. Perubahan tersebut bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti 16 perubahan dalam hal pemahaman, pengetahuan, perubahan sikap, tingkah laku dan daya penerimaan. Selain itu hakekat belajar dapat diartikan Perubahan dan meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus. Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik simpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku berdasarkan interaksi sosial, pengalaman, dan digunakan untuk diri sendiri atau lingkunganya. Lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan formal seperti sekolah dan lingkungan nonformal seperti rumah atau lingkungan sekitar siswa. Dalam suatu proses belajar, apabila seorang tidak mendapatkan peningkatan pengetahuan, ketrampilan serta perubahan perilaku, maka belum mengalami proses belajar. Ada dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor interen meliputi faktor jasmaniah, kebosanan, psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor eksteren meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. 2.1.4 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Nana Sudjana (2005) menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam dalam pengertian luas mencakup bidang koknitif, afektif, dan psikomotorik. Suratinah Tirtonegoro (2001) menyatakan hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu. Menurut Uno (2008) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap dalam diri seseorang dikarenakan adanya interaksi seseorang dengan lingkunganya. Pendapat Uno tersebut sejalan dengan pendapat Suprijono (2009) yang mengungkapkan hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusiaan saja. Menurut Hamalik (2001) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada 17 prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Menurut Nasution (2006) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Menurut Slameto (2010) menyebutkan sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu : a) Faktor interen, merupakan faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, yang termasuk didalamnya: 1) Faktor Jasmaniah (faktor kesehatan dan cacat tubuh) 2) Faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan) 3) Faktor kelelahan. b) Faktor ekstren, merupakan faktor yang ada diluar individu, yang termasuk didalamnya: 1) Faktor keluarga (cara oang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan). 2) Faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, dan tugas rumah) 3) Faktor masyarakat (kegiatan anak dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat) Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku dan merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Perubahan tersebut mencakup semua perubahan yang bersifat progresif yang diharapkan kearah 18 yang lebih baik. Bagi seorang siswa hasil belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa hasil belajar ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada seorang siswa mulai dari belum pandai setelah belajar maka menjadi pandai. 2.1.5 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Menurut Slameto (2011) kooperatif (cooperative learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai mahluk sosial yang penuh ketergantungan kepada orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooparatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (shering) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi, kmunikasi, dan sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing teman. Pendekatan pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkntroksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak, partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 siswa, siswa hetetogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau persentasi. Sintaks pembelajaran kooparatif adalah informasi, pengarahan dan strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, dan persentasi atau pelaporan hasil kelompok. 2.1.5.1 Sejarah Pembelajaran Kooperatif Karp dan Yoels (2009), menyatakan bahwa Strategi yang paling sering dilakukan untuk mengaktifkan siswa adalah dengan diskusi kelas. Namun dalam kenyataannya, strategi ini tidak efektif karena meskipun guru sudah mendorong siswa untuk aktif dalam berdiskusi, kebanyakan siswa hanya diam menjadi penonton sementara arena kelas dikuasai oleh beberapa siswa saja. Salah satu metode pembelajaran yang 19 berkembang saat ini adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar berdiskusi, saling membantu, dan mengajak satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan materi masalah dalam belajar. 2.1.5.2 Pengertia Pembelajaran Kooperatif Koes (2009), menyebutkan bahwa Belajar kooperatif didasarkan pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian khusus, suatu ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah pencapaian hasil yang diinginka. Menurut Effendi Zakaria (2001), Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan - rekan dalam kelompok kecil. Sedangkan Eggen dan Kauchak (1993), mendefinisikan Pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu, belajar kooperatif ini juga dinamakan belajar teman sebaya. Ketika pembelajaran kooperatif dilaksanakan, guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi di antara para siswanya, maksudnya suasana kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaankebiasaan kerja sama, terutama dalam memecahkan kesulitan-kesulitan dalam belajar. 2.1.5.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya, pendekatan pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, dkk (2000), yaitu: 20 1) Hasil Belajar Akademik pendekatan ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. pendekatan struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu Pembelajaran kooperatif member peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang (ras, budaya, kelas social, kemampuan dan ketidakmampuannya) dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas - tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3) Pengembangan Keterampilan Sosial Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh para siswa sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara, karena mengingat kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah social yang semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan tersebut. 2.1.5.4 Kerangka Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya beberapa struktur Arends, (1997), yaitu: 1) Struktur tugas, mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas. 2) Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu: a) Struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya. b) Struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siwa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. 21 c) Struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan. 3) Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok. 2.1.5.5 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif Menurut Bennet (2009), menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kinerja kelompok, yaitu: 1) Positive interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. 2) Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. 3) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan pembelajaran kooperatif adalah menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya. 4) Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif. 5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar keterampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat. Menurut Arends (1997), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 22 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar. 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3) Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya., suku, jenis kelamin yang berbeda-beda. 4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu. 2.1.5.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif dilaksanakn mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut Ibrahim, dkk (2000): 1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapkan pembelajaran. 2) Menyampaikan informasi. 3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. 4) Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok. 5) Evaluasi atau memberikan umpan balik. 6) Memberikan penghargaan. 2.1.5.7 Ketrampilan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan-keterampilan antara lain Ibrahim, dkk., (2000): 1) Keterampilan-keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seorang bekerja secara efektif dengan orang lain. 23 2) Keterampilan berbagi banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang mendominasi sering dilakukansecara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka. 3) Keterampilan berperan serta sementara ada sejumlah siswa yang mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok. 4) Keterampilan-keterampilan komunikasi kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok ini ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam setiap kelompok. 5) Keterampilan-keterampilan kelompok kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok di mana anggota-anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. 2.1.6 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Role Playing Menurut Fogg (2001), role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment. Dalam metode role playing siswa dikondisikan pada situasi tertentu diluar kelas. Role playing juga sering dimaksutkan sebagi suatu bentuk aktivitas pembelajaran yang membayangkan dirinya seolah-olah berada diluar kelas dan memainkan peran orang lain. Role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pembelajaran melalui pengamatan imajenasi dan penghayatan siswa. Pengamatan imajenasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau 24 benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, tergantung dari apa yang diperankan. Pada strategi role playing, titik tekanan terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra kedalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temanya pada situasi tertentu. Strategi role playing juga diorganisasi berdasarkan kelompok-kelompok siswa yang heterogen. Masing-masing kelompok memperagakan atau menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan untuk berimprovisasi, namun masih dalam batas-batas scenario dari guru. 2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Role Playing Salah satu tipe yang saat ini popular dalam pembelajaran adalah tipe pembelajarn role playing, tipe ini merupakan salah satu bentuk tipe pembelajaran kooperatif. Sejak dipopulerkan rolr playing pembelajaran ini mulai menyebar di kalangan guru di Indonesia. Dengan menggunakan tipe pembelajaran tertentu makan pembelajaran menjadi menyenangkan. Selama ini hanya guru yang menjadi aktor didepan kelas, dan seolah-olah gurulah sebagai satu-satunya sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian rupa, dimana setiap orang dapat memperoleh informasi dari seluruh dunia hanya di dalam kamar saja dengan layanan internet, maraknya penerbitan guru dan sumber-sumber lain yang tidak kita duga. Pembelajarn modern memiliki ciri aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. metode pembelajaran apapun yang digunakan selalu menekaknkan aktifitas peseta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovasi setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik perhatian atau minat peserta didik. Kreatifitas setiap pembelajaran harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikansuatu masalah 25 dengan menggunakan metode, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe role playing untuk kalangan SD bisa di gunakan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS, SBK, dan Bahasa Jawa. Setiap tipe, metode, atau model harus kita persiapkan dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung efektif, tanpa persiapan yang matang pembelajaran apapun akan menjadikan siswa jenuh. Model, metode, atau tipe pun harus berganti-ganti dalam beberapa pertemuan agar prses belajar mengajar tidak monoton. Dari namanya sudah bisa ditebak bahwa tipe pembelajaran role Playing ini tentunya menggunakn media pembelajaran berupa skenario cerita dan siswa belajar memainkan peran sesuai dengan watak cerita yang ada di skenario tersebut. Role playing mengandalkan skenario sebagai media dalam proses pembelajaran. Skenario ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan skenario dan siswa sudah belajar dengan kelompoknya sebelum proses belajar mengajar berlangsung, yang akan ditampilkan didepan kelas. Sebelum bermain peran apabila disekolah ada LCD bisa di tampilkan terlebih dahulu drama atau cerita melalui video. 2.1.6.2 Prinsip Pembelajaran Role Playing Role playing adalah suatu tipe pembelajaran dengan menggunakan skenario cerita. Dalam operasionalnya siswa diminta untuk mempelajari atau berlatih dahulu dengan kelompoknya dan menghayati peranya, dan pada saat dikelas mereka diminta untuk menampilkanya didepan kelas. Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif tipe role playing adalah sebagai berikut : a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. 26 c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan di kenai evaluasi. e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 2.1.6.3 Langkah Pembelajaran Role Playing Menurut Von Glaserfield (2007), pengaruh bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan (guru) kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan (siswa). siswalah yang menginterprestasikan serta mengkonsultasikan pemindahan pengetahuaan tersebut berdasarkan pengalaman yang mereka miliki masing-masing. Karna itulah pembelajaran kooperatif tipe role playing merupakan tipe pembelajaran yang paling tepat digunakan, adapun langkah-langkah pembelajaranya adalah sebagai berikut : 1) Guru menyusun atau menyiapkan skenario pembelajaran yang akan ditampilkan. 2) Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario 2 hari sebelum proses belajar mengajar dimulai. 3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. 4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang akan dicapai. 5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 6) Masing-masing siswa duduk dikelompoknya dan memperhatikan yang sedang ditampilkan. 7) Setelah selesai, masing-masing siswa diberikan selembar kertas untuk membahas apa yang sudah ditampilkan. 8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulan. 9) Guru memberikan kesimpulan secara umum. 27 10) Evaluasi dan penutup. 2.1.6.4 Kelebihan dan Kelemahan Role Playing Ada beberapa keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan menggunakan role playing ini. Diantarnya adalah : 1) Dapat member kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. 2) Bisa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit dilupakan. 3) Membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis. 4) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan. 5) Memungkinkan siswa untuk terjun langsung memenangkan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar. Selain memiliki kelebihan role playing juga memiliki kelemahannya sendiri, diantaranya adalah : 1) Banyaknya waktu yang dibutuhkan. 2) Kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak dilatih dengan baik. 3) Ketidak mungkinan menerapkan role playing jika suasana kelas tidak kondusif. 4) Membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan menghabiskan waktu dan tenaga. 5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui tipe pembelajaran ini. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Indah Kristina W dengan judul “Penggunaan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dalam Pembelajaran IPS Dampak Globalisasi Siswa Kelas IV Semester II SD Negeri Pesaren 01 Warungasem Kabupaten Batang 2011/2012”. Model PTK menggunakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yakni 1) perencanaan tindakan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (action) dan 28 3) pengamatan (observation), dan 4) refleksi (reflection). Subyek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Pesaren 01 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang sebanyak 20 siswa. Teknik pengumpulan data adalah teknik tes dan teknik observasi. Adapun instrumen penelitiannya dengan menggunakan butir-butir soal dan lembar observasi. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif komparatif yang meliputi perbandingan mean, dan persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar IPS siswa tentang dampak globalisasi, setelah menggunakan metode pembelajaran role playing. Hal ini nampak pada perbandingan nilai rata-rata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 60, sedangkan pada siklus 1 naik menjadi 65 dan pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 70. Adapun skor kreativitas belajar klasikal pada kondisi pra siklus 55 %. Siklus I meningkat menjadi 75% dan pada siklus II meningkat naik menjadi 85%. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti C. (2010) dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatigatahun 2010 dalam penelitianya yang berjudul “upaya meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia dengan metode bermain peran di SD Sawahjoho 02” maka pembelajaran Bahasa Indonesia jika disajikan dengan metode ini dapat meningkatkan hasil belajar dan Pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi lebih bermakna. Penelitian yang dilaksanakan oleh Sudali (2009) dengan judul “pengaruh penerapan model pembelajaran role playing terhadap aktifitas guru dan hasil belajar dalam mata pelajaran pendidikan IPS di SDN Lemah Abang 2 Tanjung, Kabupaten Brebes”. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan prosentase ketuntasan siswa dalam materi pelajaran dan telah terjadi peningkatan dalam aktifitas guru. 2.3 Kerangka Berpikir Hal yang masih menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini adalah bagaimana cara membuat siswa fokus dan antusias dalam mengikuti 29 pembelajaran. Meskipun dalm pembelajaranya mencantumkan kata bermain, akan tetapi jika suasana dalam pembelajaran itu sama saja maka siswa akan merasa bosan. Belajar tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja akan tetapi harus menghibur, menginspirasi, membangkitkan semangat, dan rasa senang siswa. Melalui role playing ini siswa akan dipancing alam bawah sadarnya untuk berperan dalam proses pembelajaran. Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan dalam mengajar. Cara tersebut berkaitan dengan cara menyampaikan bahan pelajaran oleh guru kepada siswa yang dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan lebih mengembangkan bahan pelajaran itu maka cara mengajar harus menggunakan cara yang setepat-tepatnya, seefektif dan seefesien mungkin. Dengan menggunakan suatu model, metode, atau tipe maka minat belajar siswa akan tumbuh dengan sendirinya. Minat belajar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran role playing dan minat belajar Bahasa Indonesia berperan dalam menentukan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa. dari pemikiran diatas dapat digambarkan kerangka berfikir dalam penelitian ini sebagai berikut : 30 Pembelajaran Bahasa Indonesia Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari Siswa menemukan sendiri materi yang dipelajari dengan bermain peran dan cerita yang telah dibaca Siswa menyampaikan apa yang mereka temukan dengan kelompoknya didepan kelas Siswa bermain peran didepan kelas dengan kelompoknya Evaluasi Guru sebagai fasilitator Kelompok yang tidak maju belajar menilai, memberi masukan, atau bertanya Hasil Belajar KKM Gambar 2.1. Kerangka Berfikir Penelitian 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka serta kerangka pemikiran diatas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: “Pembelajaran kooperatif tipe role playing dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada materi drama siswa kelas 5 SD Negeri Jubelan 01 Dusun Jubelan Sumowono”. 2.5 Hipotesis Tindakan Dari pemikiran di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : a) Diduga dengan penerapan pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Role Playing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pokok bahasan drama dapat meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas siswa pada kelas 5 SD Negeri Jubelan 01, dusun Jubelan, Sumowono secara signifikan minimal dengan kualifikasi B (Baik) 80% ≤ 𝑁𝑅 ≤ 90%. 31 b) Diduga dengan penerapan penerapan kooperatif tipe Role Playing pada mata pelajaran Bahsa Indonesia dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas 5 SD Negeri Jubelan 01 secara signifikan minimal dengan nilai ≥ 70 atau mengalami ketuntasan belajar klasikal sebesar 80%.