I. PENDAHULUAN Ekologi tanaman adalah penerapan teori ekologi di dalam budidaya tanaman pertanian. Tanaman adalah tumbuhan yang dibudidayakan dan dalam ekologi terdapat prinsip-prinsip, hukum-hukum serta kaidah-kaidah. Hukum, prinsip serta kaidah-kaidah inilah yang seharusnya diterapkan dalam budidaya tanaman. Dalam pembudidayaan tanaman kecuali faktor-faktor intern, maka faktor-faktor ekstern sangat besar peranannya. Skema perbandingan pengertian ekologi dan hubungannya dengan tumbuhan dan tanaman terdapat pada Gambar 1. Dengan demikian ekologi tanaman adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia, tanaman dan lingkungan. Timbal balik itu mencakup tanaman terhadap lingkungan dan sebaliknya, serta faktor-faktor yang terjadi akibat timbal balik antara keduanya. Contoh: pengaruh suhu terhadap tanaman. Di sini tidak hanya mempelajari pengaruh suhu terhadap tanaman, tetapi juga tanaman terhadap sekitarnya dan bagaimana terjadinya keseimbangan. Sejarah perkembangan ekologi dimulai dari tulisan Clements (1916 - 1928) yang menyebutkan bahwa seorang ahli yang bernama Pebus de Crecentius (1905) merupakan perintis pertama yang mengatakan adanya kompetisi pada tanaman. Kemudian disusul oleh King (1685) merupakan ahli pertama yang menjelaskan konsep suksesi pada tanaman. Dua pengertian tersebut merupakan pengertian dasar sebagai landasan ekologi tanaman. Pada waktu itu Crecentius memaparkan adanya tanaman kuat yang bersaing dengan tanaman-tanaman lain dalam praktek kehutanan. Kenyataan hidup menunjukkan bahwa akan selalu ada eksploitasi atas organisme lemah oleh organisme kuat. Sedangkan King menguraikan tentang suksesi yang terjadi pada suatu daerah sejak tanah masih tergenang air sampai terbentuk daratan bergambut yang merupakan bahan organik terbentuk oleh pembusukan bahan tanaman dalam kondisi reduktif. Sesuai dengan sifat tumbuhan tersebut maka timbul kondisi lingkungan tertentu, misalnya terjadi gambut yang asam dan sebagainya. Warning pada tahun 1891 sudah mengemukakan uraian klasik hubungan suksesi di bukitbukit pasir. Shumaker (Swedia) berdasarkan konsep Warning serta Cowles (1899) menerbitkan pula tulisan tentang bukit pasir di Michigan AS, sehingga pemikiran Warning, Cowles dan Clements merupakan bagian permulaan pemikiran ekologi pada abad ke-20. Clements kemudian membuat pedoman tentang metode penelitian ekologi dan telah berhasil meletakkan dasar pengukuran dalam ekologi, antara lain pengukuran menggunakan metode kuadrat dengan alat-alat tertentu dalam menilai suatu habitat. Dengan jasa Clements ini metode pengukuran kualitatif berkembang ke metode kuantitatif. Setelah itu Clements mengemukakan konsep indikator, yaitu adanya hubungan yang khas antara lingkungan dan tumbuhan sehingga tumbuhan dapat digunakan untuk menduga sifat suatu lingkungan dan sebaliknya. Suatu tumbuhan dapat juga digunakan untuk menduga jenis tumbuhan lain yang mungkin dapat hidup di lingkungan itu. Dengan demikian ada indikator fisik, kimia dan indikator vegetasi. Pada tanah gambut dengan pH 2,5 maka dapat digunakan untuk menduga tumbuhan apa yang dapat hidup di tempat itu atau sebaliknya. Seperti di Kalimantan bila ada pohon PURUN maka diduga bahwa pH tanah disitu bersifat asam (pH 2,5). Hal-hal tersebut merupakan indikator fisik atau kimiawi. Contoh lain di Sumatra bila tumbuh pohon Nibung maka di tempat itu dapat tumbuh dengan baik pula tanaman padi. Di Jawa bila tumbuh pohon petai dengan baik, maka pohon cengkeh juga dapat tumbuh dengan baik, yang kemudian ditampakkan sebagai indikator vegetasi. Dengan demikian suksesi, kompetisi dan indikator merupakan trilogi ekologi dalam perkembangan ekologi tanaman selanjutnya. Berkembangnya cabang-cabang ilmu lain, seperti fisiologi tumbuhan yang bersinggungan dengan ekologi tumbuhan, yaitu dibahasnya hubungan antara struktur, fungsi dan distribusi vegetasi oleh Pfefer dan Sacs (1867) makin memperkuat perkembangan ekologi modern. Demikian pula berkembangnya pengertian tanah di ilmu tanah (pertama kali dikemukakan oleh Doknchagev, 1870), yaitu tanah sebagai bagian yang mandiri sebagai hasil akhir kerjasama antara iklim, organisme, bahan induk, bentuk permukaan dan waktu. Ekologi, fisiologi, agronomi dan pedologi berkembang bersama-sama saling berinteraksi sehingga melahirkan pandangan bahwa organisme dengan lingkungan merupakan sistem yang kompleks. Akhirnya dari interaksi tersebut, kecuali ilmu itu berkembang sendiri-sendiri juga melahirkan kelompok perkembangan seperti: kelompok klasifikasi yang membahas hubungan tumbuhan dengan geografi dan taksonominya, kelompok ekofisiologi yang membahas proses fisiologi hubungannya dengan ekologi dan kelompok pendekatan ekosistem yang membahas tumbuhan/tanaman hubungannya dengan lingkungan secara holistik. II. SUKSESI VEGETASI Dinamika di alam adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadium dari deretan proses perubahan yang tidak pernah ada akhirnya. Keadaan keseimbangan yang tampaknya begitu mantap, hanyalah bersifat relatif karena keadaan itu segera akan berubah jika salah satu dari komponennya mengalami perubahan. Lucy E. Braun (1956) mengatakan bahwa vegetasi merupakan sistem yang dinamik, sebentar menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai keseimbangan. Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep suksesi. Suksesi vegetasi menurut Odum adalah: urutan proses pergantian komunitas tanaman di dalam satu kesatuan habitat, sedangkan menurut Salisbury adalah kecenderungan kompetitif setiap individu dalam setiap fase perkembangan sampai mencapai klimaks, dan menurut Clements adalah proses alami dengan terjadinya koloni yang bergantian, biasanya dari koloni sederhana ke yang lebih kompleks. Odum (1971) mengatakan bahwa adanya pergantian komunitas cenderung mengubah lingkungan fisik sehingga habitat cocok untuk komunitas lain sampai keseimbangan biotik dan abiotik tercapai. Clements (1974) membedakan 6 sub komponen dalam proses suksesi yaitu: 1. Nudasi : terbukanya lahan, bersih dari vegetasi 2. Migrasi : tersebarnya biji 3. Eksesis : proses perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi 4. Kompetisi : adanya pergantian spesies 5. Reaksi : perubahan habitat karena aktivitas spesies 6. Klimaks : komunitas stabil Suksesi merupakan proses yang menyeluruh dan kompleks dengan adanya permulaan, perkembangan dan akhirnya mencapai kestabilan pada fase klimaks. Klimaks merupakan fase kematangan yang final, stabil memelihara diri dan berproduksi sendiri dari suatu perkembangan vegetasi dalam suatu iklim. Beberapa ahli mengatakan bahwa proses suksesi selalu progresif artinya selalu mengalami kemajuan, sehingga membawa pengertian ke dua hal: 1. Pergantian progresif pada kondisi tanah (habitat) yang biasanya pergantian itu dari habitat yang ekstrim ke optimum untuk pertumbuhan vegetasi. 2. Pergantian progresif dalam bentuk pertumbuhan (life form). Namun demikian perubahan-perubahan vegetasi tersebut bisa mencakup hilangnya jenis-jenis tertentu dan dapat pula suatu penurunan kompleksitas struktural sebagai akibat dari degradasi setempat. Keadaan seperti itu mungkin saja terjadi misalnya hilangnya mineral dalam tanah. Perubahan vegetasi seperti itu dapat dikatakan sebagai suksesi retrogresif atau regresi (suksesi yang mengalami kemunduran). Penyebab Suksesi 1. Iklim Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi. 2. Topografi Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara lain: Erosi: Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai. Pengendapan (denudasi): Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut. 3. Biotik Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi. Konsep Klimaks Suksesi tanaman merupakan perubahan keadaan tanaman. Suksesi yang menempati habitat utama disebut Sere. Sedangkan variasi yang terjadi diantaranya disebut Seral. Komunitas yang timbul pada susunan itu disebut Komunitas Seral. Biasanya komunitas seral itu tidak tampak dengan jelas, mereka kenal hanya karena beberapa spesies tanaman dominan tumbuh diantaranya. Tumbuhan pertama yang tumbuh di habitat yang kosong disebut tanaman Pioner. Lazimnya suksesi tanaman tidak menunjukkan suatu seri tingkat-tingkat atau tahap-tahap tetapi terus menerus dan merupakan pergantian yang lambat dan kompleks. Penempatan individu vegetasi ini individu per individu, dan tidak merupakan loncatan-loncatan dari suatu komunitas dominan ke komunitas dominan yang lain. Spesies dominan dari suatu komunitas akan tetap stabil dalam jangka waktu yang lama. Kemudian akan bercampur dengan vegetasi baru. Vegetasi baru ini mungkin menggantikan vegetasi yang telah ada tetapi mungkin juga tidak (bila komunitas yang baru itu tidak menghendaki kondisi yang diciptakan menjadi dominan terutama dari segi kondisi pencahayaan). Jika habitat menjadi ekstrem tidak memenuhi syarat untuk tumbuhnya tanaman-tanaman maka timbul tanaman dari komunitas berikutnya yang sesuai dengan lingkungan yang baru, kemudian tanaman ini menjadi dominan. Setelah beberapa kali mengalami pergantian semacam itu, suatu saat habitat akan terisi oleh spesies-spesies yang sesuai dan mampu bereproduksi dengan baik. Sehingga proses ini mencapai Komunitas Klimaks yang matang, dominan, dapat memelihara dirinya sendiri dan selanjutnya bila ada pergantian, maka pergantian itu relatif sangat lambat. Di dalam kondisi klimaks ini spesies-spesies itu dapat mengatur dirinya sendiri dan dapat mengolah habitat sedemikian rupa sehingga cenderung untuk melawan inovasi baru. Di dalam konsep klimaks ini Clements berpendapat: 1. Suksesi dimulai dari kondisi lingkungan yang berbeda, tetapi akhirnya punya klimaks yang sama. 2. Klimaks hanya dapat dicapai dengan kondisi iklim tertentu, sehingga klimaks dengan iklim itu saling berhubungan. Dan kemudian klimaks ini disebut klimaks klimatik. 3. Setiap kelompok vegetasi masing-masing mempunyai klimaks. Karena iklim sendiri menentukan pembentukan klimaks maka dapat dikatakan bahwa klimaks klimatik dicapai pada saat kondisi fisik di sub stratum tidak begitu ekstrem untuk mengadakan perubahan terhadap kebiasaan iklim di suatu wilayah. Kadang-kadang klimaks dimodifikasi begitu besar oleh kondisi fisik tanah seperti topografi dan kandungan air. Klimaks seperti ini disebut klimaks edafik. Secara relatif vegetasi dapat mencapai kestabilan lain dari klimatik atau klimaks yang sebenarnya di suatu wilayah. Hal ini disebabkan adanya tanah habitat yang mempunyai karakteristik yang tersendiri. Adakalanya vegetasi terhalang untuk mencapai klimaks, oleh karena beberapa faktor selain iklim. Misalnya adanya penebangan, dipakai untuk penggembalaan hewan, tergenang dan lain-lain. Dengan demikian vegetasi dalam tahap perkembangan yang tidak sempurna (tahap sebelum klimaks yang sebenarnya) baik oleh faktor alam atau buatan. Keadaan ini disebut sub klimaks. Komunitas tanaman sub klimaks akan cenderung untuk mencapai klimaks sebenarnya jika faktor-faktor penghalang/penghambat dihilangkan. Gangguan dapat menyebabkan modifikasi klimaks yang sebenarnya dan ini menyebabkan terbentuknya sub klimaks yang berubah (termodifikasi). Keadaan seperti ini disebut disklimaks (Ashby, 1971). Sebagai contoh vegetasi terbakar menyebabkan tumbuh dan berkembangnya vegetasi yang sesuai dengan tanah bekas terbakar tersebut. Odum (1961) mengistilahkan klimaks tersebut dengan pyrix klimaks. Tumbuh-tumbuhan yang dominan pada pyrix klimaks antara lain: Melastoma polyanthum, Melaleuca leucadendron dan Macaranga sp. Jika pergantian iklim secara temporer menghentikan perkembangan vegetasi sebelum mencapai klimaks yang diharapkan disebut pra klimaks (pre klimaks). Berhubungan dengan berbagai klimaks maka terdapat kekaburan arti klimaks. Oleh karena terjadi ketidak sepakatan kemudian berkembang tiga teori klimaks dengan argumentasi masing-masing. 1. Teori monoklimaks: Teori ini dipelopori oleh Clements yang menyatakan bahwa teori klimaks berkembang dan terjadi hanya satu kali. Hal ini merupakan klimaks klimatik di suatu wilayah iklim utama. 2. Teori poliklimaks: Klimaks merupakan keadaan komunitas yang stabil dan mandiri sehingga pada suatu habitat dapat terjadi sejumlah klimaks karena kondisi selain iklim yang berbeda. 3. Teori informasi: Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan tengah antara teori mooklimaks dan teori poliklimaks. Odum berpendangan bahwa suatu komunitas baik hewan maupun vegetasi selalu memerlukan enersi dan informasi dan pada saatnya akan menghasilkan enersi dan informasi. Suatu sistem berkembang, pada permulaannya memerlukan enersi dan informasi sehingga disebut sistem tersubsidi. Pada suatu saat setelah dewasa akan menghasilkan enersi dan informasi. Sistem ini dikatakan mencapai klimaks bila perbandingan masukan dan keluaran enersi dan informasi sama dengan satu. Artinya hasil enersi dan informasi sama besar dengan masukan enersi dan informasi. Sistem yang demikian ini oleh Odum disebut Klimaks. Pengertian ini berlaku sampai sekarang. Odum (1971) mengatakan bahwa komunitas untuk mencapai klimaks akan bervariasi tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan iklim dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan juga oleh sifat-sifat ekosistem yang berbeda. Whittaker (1953) merupakan penyokong monoklimaks, mengatakan bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan vegetasi yang mencapai klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti Oosting, Henry, mengatakan bahwa teori poliklimaks lebih praktis. Hal ini disokong oleh Michols, Tansley dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen (1950), Whittaker (1951 - 1953) dan ahli ekologi Amerika yang lain menyokong konsep poliklimaks dan semuanya percaya karena ada fakta bahwa tingkatan klimaks dinyatakan oleh lingkungan individu serta komunitas tanaman dan bukannya oleh iklim setempat. Macam Suksesi Berdasarkan kondisi habitat pada awal proses suksesi, suksesi dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Suksesi primer: Suksesi yang terjadi belum ada vegetasinya atau di daerah yang tadinya sudah ada vegetasi, kemudian terganggu (misalnya terbakar), sehingga daerah tersebut menjadi kosong sama sekali. Pada habitat tersebut tidak ada lagi organisme dan komunitas asal yang tertinggal sehingga pada substrat yang baru ini akan berkembang suatu komunitas yang baru pula. 2. Suksesi sekunder: Suksesi yang terjadi pada habitat yang pernah ditumbuhi vegetasi kemudian mengalami gangguan, tetapi gangguan tersebut tidak merusak total organisme sehingga dalam komunitas tersebut, substrat lama dan kehidupan masih ada. Perbedaan suksesi sekunder dan primer terletak pada kondisi habitat awal. Proses kerusakan komunitas disebut denudasi. Denudasi dapat disebabkan oleh api, pengolahan, angin kencang, hujan, gelombang laut dan penebangan hutan. Jika vegetasi yang ada kemudian musnah dan timbul lahan kosong disebut lahan sekunder atau lahan terdenudasi. Suksesi sekunder mempunyai tahap yang lebih sedikit daripada suksesi primer, dan biasanya klimaks pada suksesi sekunder lebih cepat dicapai. Ada beberapa macam tipe suksesi yaitu: * Hidrosere: Tipe suksesi yang berkembang di daerah (habitat) perairan yang biasanya disebut Hidrarch. Vegetasi yang sering berganti dalam hidrarch disebut hidrosere. * Halosere: Suksesi yang dimulai pada tanah bergaram atau air asin. * Xerosere: Suksesi vegetasi yang berkembang dalam daerah xerik atau kering, biasanya disebut xerarch. Ada dua macam yaitu: * Psammosere * Lithosere : suksesi vegetasi yang dimulai pada daerah berpasir. : suksesi vegatasi yang dimulai pada batuan. * Serule: Suksesi untuk mikroorganisme (bakteri, fungsi) dalam sisa-sisa produsen/konsumen. Gambar 2. Tahap-tahap lithosere Sumber: Shukla et al. (1985) A. Tumbuhnya lumut kerak (Lichenes) B. Semakin berlumut C. Tahap tumbuhnya rumput-rumputan D. Penuh dengan rumput-rumputan E. Tahap tumbuhnya semak belukar F. Terjadi komunitas hutan yang mencapai klimaks Hidrosere: Tipe suksesi ini tidak memerlukan komunitas aquatik untuk menuju ke perkem-bangan komunitas daratan. Jika air yang ada itu dalam jumlah cukup besar dan sangat dalam atau jika air selalu bergerak kuat (beratus atau bergelombang) atau adanya kekuatan fisik lain, suksesi menghasilkan suatu komunitas aquatik yang stabil dan sukar mengalami pergantian. Jadi suksesi ini hanya terjadi jika kolonisasi komunitas tumbuhan menempati kolam buatan yang kecil dan dangkal, serta diikuti terjadinya erosi tanah di tepi danau, sehingga batas (tubuh) air akan semakin kecil dan hilang setelah waktu yang lama, Sebagai pelopor adalah tumbuhan air yang terendam, kemudian dirusak tumbuhan terapung seperti eceng gondok, kemudian rumpur rawa, rumput daratan, semak dan akhirnya pohon. Pada kolam, eceng gondok berangsur-angsur akan menutup permukaan air, kemudian akumulasi seresahnya baru menumpuk di dasar kolam dan lama kemudian mengubah kolam menjadi rawa dengan jenis tumbuhan baru yang mematikan jenis tumbuhan sebelumnya. Secara berangsurangsur kemudian habitat yang lebih kering dengan aerasi yang lebih baik yang akhirnya akan terjadi tanah yang cukup matang dan tebal. Gambar 3. Peristiwa hidrosere Sumber: Shukla et al. (1985) Xerosere: Suksesi xerik biasanya terjadi pada lahan yang tinggal batuan induknya saja. Dengan demikian tumbuhan yang mampu hidup disitu harus tumbuhan yang tahan kering dan mampu hidup di tanah miskin. Tumbuhan yang biasanya merupakan pioner adalah lumut kerak (Lichenes) dalam bentuk lapisan kerak. Dalam proses respirasi Lichenes akan mengeluarakan CO2 dan akan bereaksi dengan H2O sehingga menjadi H2CO3. Asam karbonat ini akan bereaksi dengan bahan-bahan dari batuan induk sehingga melepaskan ikatan partikel batuan. Partikel batuan yang lepas itu akan bereaksi dengan sisa-sisa Lichenes yang mengalami pembusukan, mengikat N yang terbawa oleh air hujan. Kondisi seperti itu tidak sesuai lagi bagi lumut kerak sehingga lumut kerak mati. Setelah itu akan muncul vegetasi jenis lain yaitu Thallus (Thallophyta). Begitu seterusnya vegetasi pertama akan memberikan pengaruh pada habitat yang tidak cocok untuk vegetasi kedua. Urut-urutan terjadinya proses ini: Lumut kerak lumut kerak berdaun lumut rumput-rumputan (herbaceus) semak-semak (shrubs) pohon-pohonan. Tidak semua proses suksesi xerik seperti di atas. Kalau habitat permukaannya merupakan pasir maka akan dimulai oleh rumput tahan kering, baru kemudian semak dan pohon-pohonan. III. KOMUNITAS VEGETASI Di alam jarang sekali ditemukan kehidupan yang secara individu terisolasi, biasanya suatu kehidupan lebih suka mengelompok atau membentuk koloni. Kumpulan berbagai jenis organisme disebut komunitas biotik yang terdiri atas komunitas tumbuhan (vegetasi), komunitas hewan dan komunitas jasad renik. Ketiga macam komunitas itu berhubungan erat dan saling bergantung. Ilmu untuk menelaah komunitas (masyarakat) ini disebut sinekologi. Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di antara mereka. Kelompok ini disebut populasi sehingga populasi merupakan kumpulan individu-individu dari satu macam spesies. Oosting memberikan definisi, komunitas adalah kumpulan organisme hidup yang saling berhubungan baik antara mereka maupun lingkungan. Dari batasan yang ada, komunitas mempunyai beberapa kekhususan yaitu: 1. Komunitas biotik sebagai campuran hewan dan tumbuhan dalam jumlah besar di suatu habitat, merupakan bagian terbesar dari ekosistem dan dicirikan adanya hubungan interaksi antara komponen biotik dan abiotik. 2. Karena dalam habitat utama biasanya kondisi lingkungan tidak besar variasinya maka tumbuhan yang ada menunjukkan kesenangan/perilaku yang khas sesuai dengan kondisi lingkungan itu. Dengan demikian vegetasi merupakan percerminan iklim dan secara umum keadaaan iklim menampakkan pola vegetasi yang sama. Konsep ini berkembang menjadi konsep indikator. 3. Komunitas sebagai satu kesatuan sering terlihat batasnya, tetapi batas itu kadang-kadang tidak jelas. Habitat yang diatasnya tumbuh vegetasi/kehidupan yang khas, atau suatu komunitas yang dapat mengkarakteristkkan suatu unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam, disebut biotope. Contoh: a. hamparan lumpur, pantai pasir, lautan, ditentukan oleh sifat fisik. b. padang alang-alang, hutan tusam, ditentukan oleh unsur organismenya. 4. Setiap psesies dalam komunitas memerlukan kondisi tertentu/toleransi tertentu terhadap habitat baik kondisi fisik, kimia maupun biologi. Perubahan kondisi fisik yang spesies didalamnya masih toleran disebut amplitudo ekologi. 5. Selalu ada koeksistensi (kooperasi). Karena kelompok-kelompok spesies dalam komunitas itu tidak berdiri sendiri-sendiri maka mereka harus dapat hidup bersama dengan saling mengatur. Di dalam hidup bersama itu interaksi di dalam spesies bisa bersifat searah atau dua arah. Contoh: Tumbuhan yang hidup di lapisan atas tidak dapat hidup tanpa ada tumbuhan yang ada dibawahnya, atau sebaliknya sehingga terjadi saling mengatur. Di dalam hidup bersamaam terjadi bermacam-macam interaksi seperti: - Mutualisme : Hidup bersama saling menguntungkan - Eksploitasi : Suatu spesies hidup atas jerih payah spesies lain - Parasit : Menempel pada tanaman lain dan merugikan - Komensalisme : Menempel pada tanaman lain, tidak merugikan - Kompetisi : Persaingan antara dua atau lebih makhluk hidup 6. Adanya dominasi spesies Di dalam komunitas hanya ada dua atau tiga jenis spesies yang dijumpai dalam keadaan melimpah. Spesies yang demikian disebut spesies dominan. 7. Di dalam komunitas selalu terjadi suksesi atau perubahan meskipun secara lambat. Komposisi Komunitas Karena ada hubungan yang khas antara lingkungan dan organisme, maka komunitas di suatu lingkungan bersifat spesifik. Dengan demikian pola vegetasi di permukaan bumi menunjukkan pola diskontinyu. Seringkali suatu komunitas bergabung atau tumpang tindih dengan komunitas lain. Karena tanggapan setiap spesies terhadap kondisi fisik, kimia maupun biotik di suatu habitat berlainan maka perubahan di suatu habitat cenderung mengakibatkan perubahan komposisi komunitas. Rentetan komunitas yang memperlihatkan pergantian gradual dalam suatu komposisi disebut continuum. Terdapat dua pandangan komposisi komunitas yang berlawanan: 1. Pandangan organisme 2. Pandangan individualisme Pandangan organisme dikembangkan oleh Clements (1916). Menurut pandangan ini komunitas dianggap sebagai “Organisme super” yang merupakan stadium tertinggi perkembangan organisasi organisme yang dari sel ke jaringan, organ, spesies, populasi dan komunitas. Komunitas dianggap organisme super karena tumbuhm beraturan dan di bawah keadaan tertentu dapat melakukan reproduksi dan secara fungsional memperlihatkan tingkatan yang lebih tinggi daripada vegetasi/binatang atau individu yang membentuknya. Sedangkan pandangan individualistik dikembangkan oleh H.A. Gleason (1926) yang disokong oleh Whittaker (1951, 1952, 1956), Curtis (1958) dan Mc Intosh (1959). Pandangan ini pendekatannya menekankan bahwa komunitas tidak perlu mencapai suatu komposisi yang seharusnya atau dalam keadaan stabil. Disini spesies merupakan bagian unit essensial karena hanya spesies dan bukannya komunitas yang dipengaruhi dalam antar hubungan dan distribusi. Spesies langsung tanggap terhadap kondisi lingkungan secara independen, tidak menghadapinya bersama-sama. Dalam pendekatan ini komposisi komunitas dianggap variabel yang kontinyu. Ekoton (Ecotona) Suatu ekoton adalah suatu zona (daerah) peralihan (transisi) atau pertemuan antara dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ekoton. Jadi ekoton merupakan pagar komunitas (batas komunitas). Seperti diketahui biasanya berubah secara perlahan-lahan atau secara gradient. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman terutama kompetisi. Pada keadaan yang pertama (tiba-tiba terputus) ekoton merupakan daerah peralihan yang merupakan campuran dari dua tipe komunitas yang bersebelahan. Pada keadaan yang kedua (kompetisi) ekoton dapat dikenal jelas. Komunitas ekoton umumnya mempunyai banyak organisme dari dua komunitas yang saling bertautan dan yang memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan batas yang jelas antara ekoton dan tetangganya (disampingnya) dengan demikian ekoton berisikan spesies yang lebih banyak dan kepadatan populasi yang sering lebih daripada komunitas disampingnya. Kecenderungan meingkatnya variasi dan kepadatan pada komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir/tepi (edge effect). Organisme yang paling banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge spesies). Stratifikasi Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam sinusie epifit dan sebagainya. Padang rumput mempunyai 3 strata: 1. Lapisan perakaran dan rhisoma 2. Lapisan atas tanah 3. Lapisan rumput (herba) Hutan stratanya lebih kompleks: 1. Strata di bawah tanah 2. Lahan hutan 3. Permukaan tanah sampai 2 meter (herba) 4. Semak (2-5 meter) 5. Lahan pohon/lapisan atas (top story) 5-15 meter, tergantung hutannya ada yang 25-30 meter, 40-50 meter, sequoia sampai 100 meter. Gambar 4. Stratifikasi tumbuhan Klas Bentuk Pertumbuhan (Life Form) Dan Spektrum Biologi Iklim menentukan vegetasi di suatu wilayah, beberapa spesies dalam komunitas dapat dikelompokkan kedalam beberapa bentuk pertumbuhan berdasarkan kenampakan umum pertumbuhannya. Bentuk suatu vegetasi merupakan ekspresi dan indikator iklim. Ide ini dipelopori oleh Raunkiaer (1934). Ia menganggap bahwa di bawah kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan yang mengendalikan bentuk pertumbuhan dan mendorong terhadap suhu yang ekstrim dan kekeringan. Raunkiaer memberikan tiga pedoman untuk menyatakan karakteristik bentuk pertumbuhan: 1. Karakter itu harus struktural dan esensial dan harus memberikan adaptasi morfologi yang penting. 2. Karakter itu harus cukup jelas dan sudah dilihat di alam. 3. Semua bentuk pertumbuhan yang digunakan harus menggunakan kriteria dengan sistem yang sama dan secara statistik dapat untuk membandingkan komunitas satu dengan komunitas yang lain. Gambar 5. Bentuk pertumbuhan (Life form) 1. Phanerophytes 4. Cryptophytes 2. Chamaephytes 5. Therophytes 3. Hemicryptophytes 1. Phanerophytes Termasuk golongan ini ditandai dengan terdapatnya tunas di ranting atau cabang dan ini biasanya berkayu (pohon dan semak) juga liana, epifit dan juga rumput tahun. Menurut tingginya Phanerophytes dikelompokkan menjadi: a. Megaphanerophytes lebih dari 30 meter b. Mesophanerophytes 8 sampai 30 meter c. Microphanerophytes 2 sampai 8 meter d. Nanophanerophytes 25 cm sampai 2 meter Kecuali itu ditambah lagi apakah tunas (kuncup) terlindung atau telanjang dan apakah tanaman selalu hijau atau kadang-kadang menggugurkan daunnya. 2. Chamaephytes Tunas atau pucuk batang terletak di batang dan menjalar di atas tanah, tinggi tanaman tidak lebih dari 25 cm, tetapi tunas selalu di atas tanah. Untuk melindungi dari kondisi yang tidak menguntungkan tunas terletak di bawah daun-daun yang mati di tempat-tempat yang bersalju. Ada beberapa macam Chamaephytes: a. Subfructicosa chamaephytes : tunas terlindung oleh bahan-bahan mati. b. Passive chamaephytes : batang menjalar di atas tanah. c. Active chamaephytes : kuncup di atas tanah. d. Cushion chamaephytes : transisi Chamaephytes dan Hemicryptophytes. 3. Hemicryptophytes Tumbuhan ini hidup di permukaan tanah, rumput-rumput, begitu pula tunas dan batang terlindung oleh tanah dan bahan-bahan mati. 4. Cryptophytes Tunas dan batang di permukaan tanah, bahan cadangan makanan di bawah tanah dengan katagori sebagai berikut: a. Geophytes : rhizoma, semua tumbuhan dengan bulbus, tuber. b. Helophytes : tumbuhan yang hidup di tanah yang jenuh air. c. Hydrophytes : tumbuhan air. 5. Therophytes Meliputi tumbuhan semusim dan organ reproduksinya berupa biji, keabadiannya terbesar lewat embrio dalam biji. Klasifikasi Braun-Blanquetes Braun-Blanquetes (1951) mengadakan modifikasi atas klasifikasi yang diadakan oleh Raukiaer, yang kemudian menghasilkan klasifikasi sebagai berikut: 1. Phytoplankton (tumbuhan melayang) dibedakan: a. Aeroplankton (melayang di udara) b. Hydroplankton (melayang di air) c. Cryoplankton (melayang di es dan salju) 2. Phytoedaphon (mikro flora tanah) dibedakan: a. Aerophytobionts (aerobic) b. Anaerophytobionts (anaerobic) 3. Endophytes dibedakan: a. Endoxylophytes (parasit tumbuhan) b. Endoxythophytes (algae, fungsi dan lichenes) c. Endozoophytes (patogen dalam hewan dan manusia) 4. Therophytes dibedakan: a. Thallotherophytes b. Bryotherophytes c. Pteridotherophytes d. Entherophytes 5. Hydrophytes (kecuali plankton) 6. Geophytes 7. Hemicryptophytes 8. Chamaephytes 9. Phanerophytes 10. Epiphyta arborisola (Tree epiphytes) Spektrum biologi atau spektrum fitoklimatik Sistem Raunkiaer secara umum mendasarkan pada cara dan posisi organ reproduksi untuk mempertahankan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan. Dengan demikian karakter vegetasi adalah struktural, esensial dan adaptial. Kemudian diinginkan dasar yang lebih sederhana untuk perbandingan secara statistik. Dengan sederhana atas persentase bentuk kehidupan (pertumbuhan) vegetasi aetiap areal yang merupakan komunitas vegetasi inilah yang disebut spektrum biologi. Karena setiap klas-klas bentuk kehidupan sangat berhubungan dengan lingkungannya maka spektrum biologi merupakan petunjuk langsung (indikator) lingkungan. Raunkiaer membuat suatu spektrum normal yang didasarkan atas sampling dari keadaan flora dunia di seribu tempat (keadaan). Spektrum normal melengkapi suatu dasar kehadiran persentase setiap klas dalam flora, yang akan ditetapkan spektrum normal adalah: Phanerophytes : 46% Chamaephytes : 9% Hemicryptophytes : 26% Cryptophytes : 6% Therophytes : 13% Kemudian spektrum biologi dikerjakan dan dibandingkan dengan spektrum Raunkiaer ini. Di hutan hujan tropik persentase phanerophytes di tempat-tempat yang berbeda berkisar antara 0-74%. Persentase yang lebih besar ini menyebabkan keadaan iklim yang phanerophytic. Persentase Therophytes lebih dari 40% menyebabkan iklim yang ekstrim dingin. Persentase yang tinggi Hemicryptophytes (lahan rumput) geophytes (Cryptophytes) iklim mediteran dan dalam hutan musim dengan daun lebar. Tetapi karena banyaknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan vegetasi yang kadang-kadang kondisi iklim tidak dicerminkan oleh vegetasi maka kesimpulan-kesimpulannya sering salah. Antara lain seperti jumlah Therophytes yang besar di daerah Phanerophytes yang dominan, juga aktivitas yang lain sangat cepat mengubah spektrum biologi. Untuk lebih mencapai ketepatannya maka harus dilengkapi dengan pengaruh luas daun, ukuran daun merupakan petunjuk yang sangat erat hubungannya dengan kondisi iklim, pengelompokkan tersebut ialah: 1. Leptophyl 25 mm2 2. Nanophyl 25 - 225 mm2 (9 x 25) 3. Microphyl 225 - 2025 mm2 (92 x 25) 4. Mesophyl 2025 - 18.225 mm2 (93 x 25) 5. Macrophyl 18.225 - 164.025 mm2 (94 x 25) 6. Megaphyl lebih dari 164.025 mm2 Dinamika Komunitas (Evolusi Komunitas) Evolusi yang terjadi pada komunitas tumbuhan di suatu tanah yang tadinya kosong (bero) terjadi dalam waktu yang lama dengan tahap-tahap yang harus dilalui. Tahap-tahap ini sukar dinyatakan karena secara faktual proses evolusi itu kontinyu. Tetapi bagaimanapun tahap ini harus dinyatakan dan sebagai dasarnya ialah karakteristik vegetasi. Pada umumnya evolusi komunitas vegetasi melalui beberapa tingkatan dan proses sebagai berikut: 1. Nudasi: yaitu terjadinya awal suksesi yang waktu itu habitat karena sesuatu hal (erosi, deposit, glacial, glassier, perubahan iklim, aktivitas biotik) menjadi tidak berpenghuni (kosong). 2. Migrasi: disini meliputi kolonisasi pertama jadi migrasi itu datangnya suatu tumbuhan di suatu habitat yang mengalami nudasi itu, kedatangan tumbuhan itu dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain angin, air, binatang, manusia dan sebagainya. Migrasi atau immigrasi tumbuhan disebut germinales kalau masih benih (organ reproduktif) dan migrules atau propagules kalau sudah berupa tumbuhan. Migrasi ini dapat berasal dari banyak tempat atau satu tempat saja. 3. Eksesis: ini merupakan proses pemantapan pendatang (immigrasi) tetapi meskipun demi-kian tidak semua pendatang itu berhasil di tempat yang baru. Ini merupakan kombinasi beberapa faktor yang menyebabkan berhasilnya immigrasi tersebut di tempat baru itu. 4. Agregasi: pada mulanya vegetasi pioner itu datang dalam jumlah yang sangat kecil dan mereka tumbuh saling berjauhan, kemudian vegetasi ini akan membentuk organ-organ reproduktif yang biasanya mudah tersebar di seantero permukaan habitat itu yang kemudian membentuk kelompok-kelompok. Disini ada 2 kelompok: a. Simple agregasi yaitu: apabila agregasi itu hanya satu spesies saja. b. Agregasi campuran yaitu migran selain terdiri atas spesies tumbuhan utama jika ber-campur dengan beberapa spesies lain. 5. Evolusi interaksi komunitas. Disini terjadi hubungan yang pada mulanya sederhana menjadi semakin kompleks antara lain eksploatasi, mutualisme dan koeksistensi dan sebagainya. 6. Invasi: Dalam proses kolonisasi, germinales mempunyai sifat yang agresif dan mudah mengadakan adaptasi sehingga mencapai seluruh lahan dari waktu ke waktu. Vegetasi itu tumbuh dan berkembang sehingga mencapai kemantapan. Disini invasi itu dapat bersifat sementara atau permanen. 7. Reaksi: Ini meliputi kondisi baru yang diciptakan dengan adanya vegetasi di suatu habitat. Pada dasarnya perubahan itu melalui cara: a. Pergantian sifat dan reaksi tanah b. Dengan memodifikasi iklim Kompetisi dan macam interaksi yang lain dapat menyebabkan vegetasi mengalami kematian, dan ini akan merupakan humus di atas tanah. Humus ini yang dapat menyebabkan lebih baiknya kondisi fisik dan tanah. Di samping pengaruhnya terhadap tanah maka dengan bentuk-bentuk vegetasi yang ada dapat menciptakan lingkungan yang berbeda dengan keadaan luar, iklim yang diciptakan vegetasi ini disebut iklim mikro. 8. Stabilisasi: Macam-macam interaksi baik antara individu, populasi vegetasi maupun antara vegetasi dan habitatnya membawa perubahan-perubahan yang gradual baik pada habitat maupun struktur vegetasi. Dalam waktu yang lama, beberapa spesies vegetasi akan mendominasi dan akhirnya mengadakan penggantian di habitatnya itu. 9. Klimaks: Klimaks merupakan tahap akhir perkembangan setelah stabilisasi. Secara pasti klimaks yang sebenarnya sukar dinyatakan karena komunitas dan lingkungan akan dapat saling berubah sesuai dengan sifat yang dinamik. Klasifikasi Komunitas Komunitas vegetasi diklasifikasikan dalam beberapa cara menurut kepentingan dan tujuannya. Pada umumnya dan yang banyak disukai ialah klasifikasi berdasarkan: a. Fisiognomi b. Habitat c. Komposisi dan dominasi spesies a. Fisiognomi: Menunjukkan kenampakan umum komunitas tumbuhan. Komunitas tum-buhan yang besar dan menempati suatu habitat yang luas diklasifikasikan kedalam komponen komunitas sebagai dasar fisiognominya. Komponen kmunitas yang menjadi dasar fisiognomi ini ialah yang berada dalam bentuk dominan. Sebagai contoh: Komunitas hutan, padang rumput, stepa, tundra dan sebagainya. b. Habitat: Karena komunitas sering dinamik dengan kekhasan habitat maka habitat ini digunakan menjadi dasar pembagian komunitas. Pada umumnya dikaitkan dengan kandungan air tanah pada habitat yang bersangkutan. Pembagian itu antara lain: 1. Komunitas lahan basah 2. Komunitas lahan agak basah 3. Komunitas lahan mesofit 4. Komunitas lahan agak kering 5. Komunitas lahan kering c. Komposisi dan dominasi spesies: Disini komunitas tumbuhan yang besar dibagi kedalam bagian-bagian yang lebih kecil dengan dasar komposisi dan dominasi spesies. Klasifikasi seperti ini memerlukan pengetahuan isi spesies dalam komunitas itu frekuensinya, dominasinya dan lamanya spesies itu berada (fideling/kesetiaan). Komunitas diberi nama dengan spesies yang dominan atau yang memperlihatkan frekuensi tinggi misalnya: Betula-Rhododendron-Magnolia assosiasi, Kruing-Kamper-Meranti-Jati. Clements mengakui adanya dinamika komunitas alam dan ia mengembangkan klasifikasi floristik yang menekankan pada suksesi, dominasi, konstansi diagnose spesies. Menurut Clements vegetasi dapat dianalisa kedalam unit klas-klas berikut dalam urutan yang turun. 1. Formasi Menurut Clements unit vegetasi terbesar adalah formasi tumbuhan. Formasi tumbuhan merupakan unit vegetasi yang besar di suatu wilayah yang ditunjukkan oleh beberapa bentuk pertumbuhan yang dominan, misalnya hutan ditunjukkan dengan pohon-pohon. Formasi tumbuhan merupakan hasil makroklimat dan ini dikendalikan dan ditentukan batasnya oleh iklim saja. Dengan lain perkataan formasi tumbuhan terjadi dalam suatu kesatuan iklim dan alam. Whittaker berpendapat bahwa formasi tumbuhan tidak tegas dan nyata bahwa unit vegetasi ditentukan hanya oleh iklim, tetapi merupakan pengelompokkan komunitas secara abstrak dengan fisiognomi dan saling berhubungan dengan lingkungan. 2. Assosiasi Setiap formasi klimaks, berisikan dua atau lebih pembagian yang lebih kecil yang dikatakan sebagai assosiasi yang ditandai oleh lebih dari satu spesies yang dominan dan khas. Jadi assosiasi adalah vegetasi regional, dalam formasi ini merupakan klimaks sub iklim dalam formasi umum. Setiap assosiasi ekologinya dan komposisi floristik umumnya (Weaver dan Clements, 1938). Sekarang konsep assosiasi ini sudah tidak dipakai lagi dan menempatkan komunitas kontinum yang populer. Vegetasi itu terus menerus (kontinyu) walaupun berbeda dari tempat yang satu ke tempat yang lain ia tidak dapat dikategorikan kedalam unit-unit yang memilih tempat. Dalam tingkat penggantian (proses penggantian), Whittaker (1951, 1956) mengatakan bahwa assosiasi bukan komunitas alam yang nyata (konkrit). L.E. Braun juga mengeritik konsep assosiasi dalam simposium yang diadakan oleh perhimpunan ekologi Amerika bulan Agustus 1956 yang tujuan utama ialah: a. Bahwa komuntas tidak mempunyai batas yang tegas tetapi tumpang tindih antara satu dengan yang lain. b. Bahwa spesies yang nampak mencirikan komunitas dapat meluas ke komunitas lain walaupun mungkin dalam proporsi yang berbeda. c. Bahwa dua komunitas tidak pasti sama/sejenis. d. Bahwa vegetasi itu kontinyu walaupun berbeda dari tempat yang satu ke yang lain. 3. Fasiasi (Faciation) Setiap assosiasi pada dasarnya meliputi beberapa spesies dominan yang berisikan 2 atau lebih sub unit. Setiap fasiasi dapat dihuni oleh dua atau lebih dominan, tetapi jumlah total dominan dalam fasiasi akan kurang (lebih kecil) daripada assosiasi. Variasi secara lokal dalam assosiasi disebut losiasi (lociation). 4. Konsosiasi (Consociation) Jika hanya terdapat satu dominan dalam klimaks. Konsosiasi merupakan unit komunitas yang lebih kecil dengan dominan tunggal dan masih mempunyai bentuk pertumbuhan yang mencirikan formasi. Unit vegetasi seperti itu terutama modifikasinya oleh kondisi edhapik, misalnya konsosiasi Oak-Beech. 5. Sosiasi (Societeies) Assosiasi dan konsosiasi dapat dianalisis lebih jauh kedalam beberapa komunitas kecil (unit) yang di bawah pengaruh langsung variasi habitat lokal komunitas. Ini didominasi oleh satu atau dua spesies lain dari dominan pada assosiasi dan konsosiasi. Unit yang lebih kecil disebut sosiasi. Dominasi sosiasi merupakan sub dominan yang lebih ekonomis. Dengan demikian sosiasi merupakan dominan dalam dominan yang spesies dominan itu merupakan sub ordinat. Jika kita menganggap konsosiasi sebagai satu kesatuan. 6. Clans (klans) Dalam setiap sosiasi dapat ditemukan dua atau lebih unit klimaks yang terkecil, ini yang disebut klans. Setiap klans merupakan agregasi kecil satu individu tetapi sangat lokal dan spesies dominan yang tertutup. Struktur Komunitas Vegetasi Studi mengenai struktur dan klasifikasi komunitas tumbuhan dapat juga disebut Fitososiologi. Analisisnya disebut analisis vegetasi, yang terdiri atas analisis kualitatif dan kuantitatif. A. Analisis kualitatif komunitas tumbuhan Struktur kualitatif dan komposisi komunitas dapat dinyatakan berdasarkan observasi (pengamatan) visual tanpa sampling khusus atau pengukuran dalam perhitungan (menyatakan) karakteristik florestik secara kualitatif (isi spesies) stratifikasi, aspek sosiabilitasnya, asosiasi antar spesies, bentuk pertumbuhan dan spektrum biologi dipelajari di lapang. 1. Komposisi floristik/anggota spesies komunitas. Studi ini ialah pada spesies dari komunitas yang dianggap penting. Ini dapat dilakukan dengan koleksi yang periodik kemudian diidentifikasi dengan waktu sepanjang tahun. 2. Stratifikasi Jumlah strata pelapisan dalam komunitas dapat dinyatakan dengan observasi, jika secara periodik mengamati tumbuhan untuk sepanjang tahun, penggantian dalam kenampakan vegetasi akan terlihat dengan penggantian dalam cuaca. Dengan ini maka hubungan spesies dalam beberapa cuaca pada satu tahun dicatat. 3. Bentuk pertumbuhan Sebagian besar kenampakan umum dan pertambahan spesies dalam komunitas dikelompokkan kedalam klas bentuk pertumbuhan yang berbeda. Pembagian klasnya seperti yang telah dibicarakan pada bab yang lalu. Berdasarkan nilai persentase perbedaan klas bentuk pertumbuhan, habitat alami yang nyata dari komunitas dapat diketahui. 4. Sosiabilitas Dalam komunitas tumbuhan, spesies secara individu tidak selamanya tersebar. Individu beberapa spesies tumbuhan dengan jarak yang lebar, sedang beberapa yang lain terdapat dalam bentuk rumpun atau menutup lahan. Beberapa individu spesies jika tumbuhan dalam rumpun akan baik dan mereka cenderung mengadakan kompetisi yang hebat sehingga tidak dapat membentuk populasi yang besar. Berdasarkan itu maka dapat dikelompokkan dalam klas-klas. Klas 1. Pohon tumbuh individual (singly) Klas 2. Kelompok tersebar atau ikatan terbuka Klas 3. Menutup tanah dengan anak yang kecil dan terpencar Klas 4. Menutup tanah lebih luas lagi Klas 5. Seluruh lahan tertutup oleh lapisan vegetasi Derajad sosiabilitas yang tinggi terlihat jika tumbuhan itu mempunyai produktivitas biji tinggi, daya tumbuh tinggi serta mempunyai daya adaptasi yang besar. 5. Assosiasi antar spesifik Jika vegetasi mempunyai sampai dua spesies yang berbeda atau lebih dekat satu sama lain, mereka membentuk sebagai komunitas tipe assosiasi-assosiasi antar spesies ini dapat terjadi pada beberapa kemungkinan: a. Spesies-spesies dapat hidup dalamlingkungan yang sama b. Spesies-spesies mungkin mempunyai distribusi geografi yang sama c. Spesies-spesies mempunyai bentuk pertumbuhan yang berlainan (sehingga memperkecil kompetisi) d. Tumbuhan atau spesies yang lain saling berinteraksi yang menguntungkan salah satu atau keduanya, assosiasi ini mudah dilihat di lapang. B. Analisis kuantitatif komunitas tumbuhan Untuk analisis ada beberapa metode pengambilan sampel, yaitu: 1. Metode kuadrat (Quadrat methode) 2. Metode transek (Transeck methode) 3. Metode loop (Loop methode) 4. Metode titik (Point less/point methode) 1. Metode kuadrat Menurut Weaver dan Clements (1938) kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat persegi, persegi panjang atau lingkaran. Metode kuadrat juga ada beberapa jenis: a. Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat. b. Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki. c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman. Cara umum untuk mengetahui basal area pohon dapat dengan mengukur diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada). d. Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf diperlengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya. Luas Minimum Petak Sampel Luas daerah contoh vegetasi yang akan diambil diatasnya sangat bervariasi untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Suatu syarat untuk daerah pengambilan contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi. Jadi peranan individu suatu jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan individu-individu tadi, dengan d