psychological well being penyandang gagal ginjal

advertisement
Jurnal Penelitian Psikologi
2013, Vol. 04, No. 01, 35-45
PSYCHOLOGICAL WELL BEING PENYANDANG
GAGAL GINJAL
Siti Nur Aini, Siti Nur Asiyah
Program Studi Psikologi Fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel Surabaya
Abstract: this research is aimed to know the description of psychological well being of
patients with renal failure using qualitative approach and case study method. Data
collection method used was interview and observation toward 2 subject and significat
others. Analysis technique used was tematik analysis. The result showed that the patients
with renal failure need process and time to accept the condition of the self that suffers
from renal failure. The disability of the patients in the aspect of physic limited them to do
all activities related to theirselves or social activities. it depends on the physical condition
that influence the otonomy dimension and environmental mastery which had been done.
the patients would direct their activity to their goal of life when they believe that they able
to reach, and vice versa. By the belief, the patients could develop theirselves personally.
Keywords: Psychological Well Being, patients of renal failure
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran psychological well being
penyandang gagal ginjal dengan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara dan observasi
terhadap 2 orang subjek dan significant others.Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis tematik. Hasil menunjukkan penyandang gagal ginjal tidak mudah dan
membutuhkan proses dan waktu untuk menerima keadaan dirinya yang menderita gagal
ginjal. Keterbatasan penyandang gagal ginjal dalam segi fisik membuat mereka terbatas
dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan diri sendiri maupun aktivitas
sosial. Hal tersebut tergantung dari kondisi fisik yang masih mampu dicapai. Nantinya
mempengaruhi dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan yang mereka lakukan.
Penyandang gagal ginjal akan mengarahkan aktivitasnya untuk tujuan hidup ketika
mereka yakin mereka mampu mencapainya dan sebaliknya. Dengan keyakinan itu pula
penyandang gagal ginjal dapat mengembangkan diri mereka secara personal.
Kata kunci: Psychological Well Being, Penyandang Gagal Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diperlukan untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme. Fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan kotoran dari sistem
saluran kemih. Selain itu fungsi ginjal adalah untuk menyaring kotoran dari
darah dan menyerap banyak nutrisi penting ke aliran darah. Disisi lain fungsi
ginjal yang dilakukan di saluran (tubulus) adalah menyeimbangkan jumlah
garam dan air yang disimpan (Kementrian Kesehatan RI, 2009).
35
36
Siti Nur Aini,Siti Nur Asiyah
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital menimbulkan
keadaan yang disebut uremia atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) stadium
terminal. Perkembangan yang sejak tahun 1960 dari teknik dialysis dan
transplantasi ginjal sebagai pengobatan stadium terminal GGK, merupakan
alternatif dari resiko kematian (Benez, 2011).
Gagal ginjal yang tergolong penyakit kronis ini mempunyai karakteristik
bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan
rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, umumnya pasien juga
tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para
profesi kesehatan. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan perubahan atau
ketidakseimbangan yang meliputi biologi, psikologi, sosial dan spiritual pasien.
Seperti, perilaku penolakan, marah, perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya,
putus asa bahkan bunuh diri (Indonesia Kidney Care Club, 2006).
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
promovendus dr. Sagiran, Sp.B, M.Kes sebanyak 81 persen pasien yang divonis
gagal ginjal bereaksi dengan emosi negatif, dan baru bisa menerima kenyataan
menjelang setahun sejak divonis penyakit ini. Tingkat pendidikan tidak
berpengaruh pada emosi negatif yang diluapkan oleh pasien. Ada pasien
dengan pendidikan tinggi sangat shock saat divonis tetapi ada juga pasien
dengan pendidikan rendah justru dapat menerima kenyataan. Tetapi,
umumnya pasien shock dan marah pada saat disampaikan temuan bahwa
mereka gagal ginjal.
Psychological well being tidak muncul dengan sendirinya pada individu
yang sedang dalam keadaan sakit apalagi yang bersifat kronis. Adanya
dukungan sosial dari keluarga dapat mempengaruhi munculnya PWB. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ekasofia tentang hubungan dukungan sosial
dengan PWB pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menunjukkan hasil
korelasi positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan PWB sebesar
0,819 dan p sebesar 0,000 (Sarungallo, 2010).
Selain dukungan sosial, self disclosure juga mempunyai hubungan yang
signifikan dengan PWB. Penelitian Anjar dengan judul Hubungan Antara
Tingkat Self Disclosure dengan Psychological well being Pada Wanita Penderita
Kanker Payudara Stadium Lanjut, menunjukkan ada hubungan yang positif
yang signifikan antara tingkat self disclosure dengan Psychological well being pada
wanita yang menderita kanker payudara. Artinya, semakin tinggi tingkat self
disclosure, semakin tinggi pula Psychological well being wanita yang menderita
penderita kanker payudara stadium lanjut (Sulistyorini, 2007).
Carol D. Ryff (1995), penggagas teori Psychological well being yang
selanjutnya disingkat dengan PWB menjelaskan istilah PWB sebagai
pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika
individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki
Psychological Well Being Penyandang Gagal Ginjal
37
tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi
pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus
bertumbuh secara personal.
Enam dimensi dari Psychological well being (Ryff,1995), yaitu a) Self
acceptance. Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang
menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya.
Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan
menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun
buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif
terhadap kehidupan yang dijalaninya. Sebaliknya, individu yang menilai
negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi
dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa
lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang
berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya. b) Hubungan
positif dengan orang lain (positive relations with others) adalah kemampuan
individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya.
Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina
hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu,
individu tersebut juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain,
dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan
menerima dalam hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang rendah
dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain, terisolasi dan merasa
frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk
berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain. c)
Otonomi (autonomy). Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu
untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.
Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu
untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri
sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu
mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya
campur tangan orang lain. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi
otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan
evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk
membuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial
untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu. Kematangan
dalam berfikir dan bertindak mempengaruhi otonomi seseorang. Kematangan
dalam hal ini bukan dari usia tetapi dari pengalaman. Untuk pemecahan
sebuah masalah individu yang matang akan dapat menentukan sendiri sebuah
keputusan yang akan di ambil, dan dapat menentukan sikapnya sendiri
berdasarkan dengan pengalaman sebelumnya. Sedangkan individu yang belum
matang ia akan bergantung kepada orang lain atas keputusan yang akan
38
Siti Nur Aini,Siti Nur Asiyah
digunakan. d)Penguasaan lingkungan (environmental mastery) digambarkan
dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan
kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan
sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan
lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan.
Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya
termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari,
memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya
individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah akan mengalami
kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk
mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak
mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya. e)
Tujuan hidup (purpose of life). Tujuan hidup memiliki pengertian individu
memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang
keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan
merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki
makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki
tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun
yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup
serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya individu yang rendah
dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita
yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari
kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang
memberi arti pada kehidupan. f) Pertumbuhan pribadi (personal growth).
Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan
adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam
dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan
berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki
kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan
peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta
dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan
yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi
rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan
dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap
kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan
tingkah laku yang baik.
Penelitian ini sendiri ingin mengetahui bagaimana gambaran Psychological
well being pada penyandang gagal ginjal.
Psychological Well Being Penyandang Gagal Ginjal
39
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian
yang digunakan adalah studi kasus intrinsik yaitu peneliti memahami secara
utuh sebuah kasus, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep atau
teori ataupun tanpa upaya menggeneralisasi.
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti telah diketahui statusnya sebagai
peneliti oleh subyek penelitian dan informan. Selain itu, peran peneliti disini
berpartisipasi secara pasif, datang di tempat kegiatan orang yang diamati,
tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Namun, untuk memperjelas
dan memahami apa yang dilakukan subyek maka dilaksanakan pula
wawancara secara mendalam yang dilakukan pada saat subyek tidak akan
terganggu aktivitasnya.
Penelitian dilakukan di tiga lokasi. Lokasi pertama berada di rumah
subyek GY yang berada di daerah Sidoarjo dan rumah subyek ZH yang berada
di kabupaten Gresik, sedangkan lokasi ketiga di kios suami subyek GY (tempat
subyek membantu suaminya) yang terletak tidak jauh dari rumah GY yaitu di
kabupaten Sidoarjo.
Sumber data diperoleh dari subyek dan significant others, yakni keluarga
Subyek secara purposive. Kriteria pemilihan Subyek diantaranya adalah : 1)
Subyek merupakan individu yang divonis gagal ginjal dan melakukan cuci
darah minimal 1 minggu sekali. Kriteria ini dipilih berdasarkan pertimbangan
yaitu karena pasien gagal ginjal pada umumnya tidak dapat melakukan
aktivitas sebagaimana orang normal biasanya ditambah lagi dengan terapi
yang harus dijalani setiap minggunya yang memerlukan biaya tidak sedikit.
Sehingga peneliti menganggab bahwa ini akan mempengaruhi kondisi psikis
pasien gagal ginjal tersebut. 2) significant others adalah orang yang memiliki
kedekatan dengan subyek dan telah mengenal subyek dan mengetahui
kesehariannya selama lebih dari tiga tahun. 3) masing-masing sumber data
bersedia untuk di jadikan sebagai sumber data.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka peneliti memilih ZH dan GY yang
merupakan penyandang gagal ginjal dan melakukan cuci darah minimun 1
minggu sekali. Sedangkan untuk significant others, peneliti meminta anak dari
GY yaitu NA dan SG untuk menjadi informan. Dari subyek ZH, peneliti
meminta DCR yang merupakan anak dari ZH untuk menjadi informan agar
informasi yang didapat peneliti semakin mendalam.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara
dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan observasi partisipasi pasif,
dimana peneliti datang ke tempat subyek penelitian, tetapi tidak ikut terlibat
dalam kegitan yang dilakukan oleh subyek penelitian tersebut. Sedangkan
wawancara dilakukan terhadap subyek dan orang yang secara emosional dekat
dengan subyek. Untuk keperluan wawancara ini dibuat pedoman wawancara
40
Siti Nur Aini,Siti Nur Asiyah
kepada subyek dan informan sebagai acuan untuk melakukan wawancara.
Dokumentasi dalam penelitian ini berupa hasil labotatorium penyandang gagal
ginjal yang berasal dari rumah sakit tempat subyek melakukan hemodialisa.
Tahap analisis data yang dilakukan oleh peneliti antara lain : 1) Organisasi
data. Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti seperti hasil rekaman
wawancara, hasil observasi dan catatan lapangan di simpan dalam bentuk file
yang berupa transkrip wawancara dan observasi. Saat menyusun transkip
wawancara dan observasi peneliti juga melakukan koding. Koding
dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara
lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran topik
yang dipelajari (Perwandari, 2005). 2) Analisis tematik dilakukan degan
membaca transkrip berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman berupa
tema pada kasus yang diteliti. 3) Pengujian terhadap dugaan atau kesimpulan
sementara. Dengan mempelajari data, peneliti mengembangkan dugaandugaan yang merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. 4) Tahapan
Interpretasi dilakukan peneliti dengan perspektif mengenai apa yang sedang
diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Proses
interpretasi ini memerlukan distansi (upaya mengambil jarak) dari data,
dicapai melalui langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, serta melalui
dimasukkannya data ke dalam konteks konseptual yang khusus.
Keabsahan data pada penelitian ini pertama, menggunakan teknik
triangulasi a) triangulasi sumber, yaitu dengan cara membandingkan apa yang
dikatakan oleh subyek dengan yang dikatakan informan. Hal ini dimaksudkan
agar data yang diperoleh dapat dipercaya karena tidak hanya diperoleh dari
satu sumber saja yaitu subyek penelitian, tetapi juga data diperoleh dari
sumber lain seperti suami dan anak subyek b) triangulasi metode, yaitu dengan
cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Dalam hal ini peneliti berusaha mengecek kembali data yang diperoleh melalui
wawancara.
Kedua, menggunakan bahan referensi yaitu referensi yang utama berupa
buku dan jurnal tentang psychological well being. Hal ini dimaksudkan agar data
yang diperoleh memiliki dukungan dari teori-teori yang telah ada.
Hasil Penelitian
Menurut dimensi Penerimaan diri pada Psychological well being pada
penyandang gagal ginjal, pertama, hasil penelitian menunjukkan kedua subyek
belum dapat menerima keadaan dirinya secara penuh. Secara kasat mata
keduanya nampak menerima kondisinya, akan tetapi jika di gali secara
mendalam keduanya masih belum dapat menerima secara keseluruhan. Hal ini
karena sakit yang diderita kedua subyek sangat kompleks dan cenderung
Psychological Well Being Penyandang Gagal Ginjal
41
kronis yang tidak hanya berdampak pada kondisi psikologis tetapi juga seluruh
keadaan fisik subyek.
Pada dimensi Hubungan positif dengan orang lain, subyek ZH
menunjukkannya upaya menyapa orang yang ada di sekitarnya, namun secara
emosional subyek masih belum mampu. Keterbatasan waktu dan fisik yang
menyebabkan ZH jarang berkomunikasi dengan orang di sekitar lingkungan
rumahnya. Berbeda dengan GY, sifatnya yang ringan tangan membuat
hubungan dengan orang yang ada disekitar menjadi hangat. GY juga termasuk
orang yang supel sehingga mudah sekali untuk akrab dengan orang lain.
Walaupun GY orang yang mudah tersinggung, sifat ini tidak pernah di
tunjukkan kepada orang lain kecuali pada keluarganya.
Sedangkan pada dimensi Otonomi kedua subyek memiliki otonomi yang
berbeda. ZH tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumahnya sendirian ia
masih memerlukan bantuan dari orang yang ada di sekitarnya. Berbeda dengan
GY, ia dapat melakukan pekerjaan rumah sendiri dan lebih aktif daripada ZH.
Hal ini bisa disebabkan karena fungsi ginjal dari GY masih lebih bagus dari
pada ZH, sehingga GY dapat beraktivitas lebih banyak dari ZH. Sedangkan
dalam menghadapi tekanan sosial ZH dan GY cenderung sama, apabila terkena
masalah yang sangat berat dan membebani pikiran mereka maka kesehatan
mereka akan menurun drastis. Karena itu keduanya mempunyai cara tersendiri
untuk meluapkan beban yang ada di dalam dirinya. ZH memilih untuk
menangis, menurutnya dengan menagis akan dapat mengurangi sedikit beban
yang ada di pikirannya. Sedangkan GY biasa diluapkan dengan kemarahannya
baru kemudian GY menceritakan kepada orang terdekatnya.
Pada dimensi Penguasaan lingkungan, kedua subyek dapat menguasai
lingkungannya dengan baik. Dengan kondisi fisik yang terbatas keduanya tetap
mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan sekitar seperti kegiatan PKK dan
majelis ta’lim setiap bulan atau minggunya. ZH tidak menolak saat diajak anak
atau suaminya berbelanja di pertokoan waktu libur. Sedangkan GY tetap
membantu suaminya walaupun dengan waktu yang terbatas pula.
Pada dimensi Tujuan dalam hidup, yaitu keinginan untuk dapat sehat
kembali tidak pernah luntur dari ke dua subyek. ZH sadar bahwa sakit yang di
deritanya tidak dapat disembuhkan karena organ yang paling vital sudah tidak
dapat berfungsi dengan baik lagi, sehingga ZH selalu berusaha mendekatkan
diri pada Allah dan berdo’a agar selalu diberi usia yang panjang sehingga ZH
dapat selalu berkumpul dengan keluarganya. Tidak jauh berbeda dengan GY,
ia dapat bertahan sampai sekarang hanyalah untuk anaknya. GY tidak lagi
berfikir tentang harta karena tujuannya saat ini hanyalah selalu mendekatkan
diri pada Allah agar ia di beri kesembuhan.
Pada dimensi Pertumbuhan pribadi, dimana seseorang mampu menyadari
dan mengembangkan potensi-potensi diri serta terbuka dengan pengalaman
42
Siti Nur Aini,Siti Nur Asiyah
baru merupakan tanda dari adanya pertumbuhan diri yang baik pada individu.
Kedua subyek sama-sama menyadari potensi yang ada di dalam dirinya.
Keduanya dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri masing-masing
dan terbuka dengan pengalaman yang baru. ZH memiliki potensi lain di
bidang musik, dan saat ini ZH ikut bergabung dalam grup sholawat yang
merupakan pengalaman baru ZH karena sebelumnya adalah pemain volly.
Sedangkan GY mengembangkan potensinya kembali di bidang perdagangan.
Pembahasan
Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit kronis yang menimbulkan
dampak pada kondisi fisik dan psikologis penyandang tersebut. Dampak fisik
antara lain terjadinya gangguan dalam berkonsentrasi, menurunnya nafsu
makan, sulit tidur, kulit terasa kering dan gatal serta kram otot pada malam
hari. Sedangkan dampak psikologis yang dialami antara lain kecemasan,
isolasi sosial, Loneliness (kesepian), dan kesulitan menjaga hubungan sosial
secara normal. Masalah yang dialami subyek yang saat ini sedang menderita
gagal ginjal secara garis besar dapat mempengaruhi psychological well being
(kesejahteraan psikologis).
Disisi lain, Psychological well being merupakan evaluasi individu terhadap
kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik
kekuatan dan kelemahannya, memiliki hubungan yang positif dengan orang
lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki tujuan dalam
hidup serta memiliki pertumbuhan personal.
Dalam dimensi Penerimaan Diri. Kedua subyek masih belum bisa
menerima kondisi yang terjadi pada dirinya. Kedua subyek merasa tidak puas
dengan kondisi yang dialaminya, subyek juga merasa menyesal dengan apa
yang telah dilakukannya pada masalalu. Kurangnya perhatian terhadap
makanan atau minuman yang di konsumsi serta penyakit yang merupakan
bawaan dari gagal ginjal, yakni hipertensi mengakibatkan subyek divonis gagal
ginjal. Penyebab utama kurangnya perhatian ini adalah kurangnya wawasan
tentang penyakit yang sebelumnya ada pada subyek yang akan membawa
dirinya pada kondisi yang sekarang ini. Selain itu kurangnya penerimaan diri
pada subyek juga dikarenakan kondisi fisik dan psikologis yang menurun
sehingga penyebabkan kualitas personalnya menjadi menurun.
Disisi dimensi positive relations with others, masalah yang ada pada kedua
subyek tidak menghalanginya untuk tetap menjalin hubungan yang positif
dengan orang-orang yang ada di sekitarya. Kedua subyek sangat peduli
dengan keadaan yang ada disekitarnya. Mereka masih mau memberi bantuan
dan menerima bantuan dari orang lain. Hal ini dikarenakan orang-orang yang
ada di lingkungan kedua subyek selalu memberi dukungan dan memberi
semangat kepada mereka.
Psychological Well Being Penyandang Gagal Ginjal
43
Sedangkan pada dimensi Otonomi kedua subyek memiliki otonomi yang
berbeda. ZH Nampak kurang mandiri karena masih memerlukan bantuan dari
orang yang ada di sekitarnya. Berbeda dengan GY yang dapat melakukan
pekerjaan rumah sendiri dan lebih aktif daripada ZH. Hal ini bisa disebabkan
karena fungsi ginjal dari GY masih lebih bagus dari pada ZH, sehingga GY
dapat beraktivitas lebih banyak dari ZH. Dalam menghadapi tekanan
social,kedua subyek cenderung memiliki kesamaan, apabila terkena masalah
yang sangat berat dan membebani pikiran mereka maka kesehatan mereka
akan menurun drastis. Namun keduanya mempunyai cara tersendiri untuk
meluapkan beban yang ada di dalam dirinya. ZH memilih untuk menangis,
menurutnya dengan menangis akan dapat mengurangi sedikit beban yang ada
di pikirannya. Sedangkan GY biasa meluapkan kemarahannya baru kemudian
GY menceritakan kepada orang terdekatnya.
Pada dimensi Penguasaan Lingkungan, kedua subyek termasuk individu
yang dapat menguasai lingkungannya dengan baik walaupun dengan kondisi
fisiknya terbatas, kedua subyek tidak menghentikan aktivitas ataupun kegiatan
yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini dukungan sosial sangat
berpengaruh penting.
Dalam dimensi tujuan dalam hidup, kondisi kedua subyek dengan
penyakit kronik yang tidak mungkin untuk disembuhkan, karena organ yang
vital tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya, maka satu-satunya
tujuan individu yang terserang penyakit ini adalah dengan mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Disisi pertumbuhan diri kedua subyek tidak dibatasi dengan kondisi
penyakit gagal ginjal yang dialaminya. Kedua subyek mampu mengenali
potensi yang ada pada dirinya dan mengembangkannya. Walaupun potensi
tersebut tidak ditemukan sebelumnya.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa kedua subyek
memiliki psychological well being yang cukup. Meskipun tidak mudah bagi
mereka untuk mampu menerima keadaan dirinya yang menderita gagal ginjal,
keduanya membutuhkan proses dan waktu untuk bisa melakukan penerimaan
kondisi diri secara penuh.
Keterbatasan penyandang gagal ginjal dalam segi fisik membuat mereka
mulai terbatas dalam melakukan aktivitas baik untuk aktivitas sosial maupun
aktivitas yang berhubungan dengan diri sendiri. Hal tersebut tergantung dari
kondisi fisik yang masih mampu dicapai oleh mereka yang nantinya
mempengaruhi dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan yang mereka
lakukan.
44
Siti Nur Aini,Siti Nur Asiyah
Dari segi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, penyandang gagal
ginjal akan mengarahkan aktivitasnya untuk tujuan hidup yang mereka yakini
mampu mencapainya. Dengan keyakinan itu pula penyandang gagal ginjal
dapat mengembangkan diri mereka secara personal.
Kondisi kesehatan dari penyakit gagal ginjal sangat mempengaruhi
kondisi psikis dari penyandangnya. Oleh karena itu diharapkan kepada para
penyandang gagal ginjal agar mengubah mindset yang ada pada dirinya dan
segera menemukan potensi yang ada pada dirinya agar hidupnya bisa lebih
bermanfaat untuk orang lain.
Selain itu diharapkan penyandang gagal ginjal agar selalu mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk membuat jiwanya menjadi tenang
dan tentram serta mampu menerima kondisi yang dialaminya dengan lapang
dada. Dengan cara ini maka diharapkan penyandang gagal ginjal nantinya
tidak menutup diri dan tidak selalu merasa sendiri serta dapat menatap masa
depannya lebih baik.
Daftar Pustaka
Benez, Ezra. (2011). Klasifikasi Stadium Gagal Ginjal Kronik pada Pria yang
Menderita Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Perhitungan Laju Filtrasi
Glomerulus di RSMH. Diakses dari http://thebenez.wordpress.com/ pada
tanggal 5 Desember 2011
Indonesia Kidney Care Club. (2006). Mengatasi Dampak Psikologis Pasien Gagal
Ginjal. Diakses di http://www.ikcc.or.id. Pada tanggal 09 April 2012
Kementrian Kesehatan Indonesia. (2009). Pustaka kesehatan popular. PT Bhuana
Ilmu Populer, David B. jacoby, M.D alih bahasa dr. Lukito Yuwono, dkk
hal
Kristanto, David. (2011). Gagal ginjal dan hemodialisa.
http://www.mitrakeluarga.com/ pada tanggal 30 Mei 2012
Diakses
di
Madinda, Windiarsih (2010). Psychological Well-Being Pada Penderita Kanker
Stadium Lanjut Di Poli Paliatif Rsud Dr.Soetomo Surabaya. Skripsi:
Universitas Airlangga
Mahdiana,Ratna. (2011).Mengenal, Mencegah, dan Mengobati Penularan Penyakit
dari Infeksi.Yogyakarta:Citra Pustaka
Merir. (2011) Pasien Gagal Ginjal Masih Bisa Aktif Bekerja.
http://forum.vivanews.com pada tanggal 09 April 2012
Diakses di
Moleong, Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Psychological Well Being Penyandang Gagal Ginjal
Muliyadi. (2011). Penyebab ginjal akut. Diakses di
pada tanggal 30 Mei 2012
45
www. Infodokterku.com
Poerwandari, Kritisi. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Depok: LPSP3
Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in
Psychological Science, 57(6), 99-104.
Sarungallo, Ekasofia. (2010). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Psychological Well Being Pada Orang Dengan Hiv/Aids (Odha). Skripsi:
Universitas Airlangga
Download