Fitoremediasi tanah tercemar logam berat

advertisement
Fito-remediasi tanah yang tercemar Logam Berat
Penggunaan tumbuhan untuk menyembuhkan tanah-tanah yang tercemar, merupakan
teknologi baru yang sedang berkembang sehingga memerlukan banyak pemahaman tentang
mekanisme yang melandasinya untuk optimasinya. Sejumlah spesies tumbuhan telah diuji
karena kemampuannya mengakumulasikan unsure-unsur toksik dalam biomasanya di bagian
tanaman di atas tanah. Ada dua strategi yang telah diuji dalam teknologi fitoremediasi. Aplikasi
tumbuhan hiper-akumulasi (seperti Thlaspi caerulescens atau Alyssum bertolonii) yang
menghasilkan sedikit biomasa di atas tanah tetapi mampu mengakumulasikan banyak satu atau
lebih unsure toksik di dalam biomasanya merupakan pendekatan pertama (Tlustoš, Száková,
Hrubý, Hartman, Najmanová, Nedělník, Pavlíková, dan Batysta, 2006).
Pendekatan ke dua adalah aplikasi tumbuhan yang menghasilkan banyak biomasa,
yang dicirikan oleh rendahnya kemampuan meng-akumulasikan unsur toksik, total serapan
unsure toksik tersebut sebanding dengan tumbuhan hiper-akumulasi karena banyaknya
produksi biomasa di atas tanah. Dalam konteks ini, tumbuhan Brassica spp. mampu
mengakumulasikan Zn, sehingga lebih efektif mengambil Zn dari tanah yang tercemar
dibandingkan dnegan tumbuhan hiper-akumulator Zn Thlaspi caerulescens yang menghasilkan
biomasa tanaman di atas tanah lebih sedikit. Spesies tumbuhan yang toleran terhadap tanah
yang kaya unsur toksik, dan kemudian diikuti dengan serapan intensif unsur ini, termasuk pada
famili Caryophyllaceae, Brassicaceae, Cyperaceae, Poaceae, Fabaceae, dan Chenopodiaceae
(Kabata-Pendias and Pendias 2001). Demikian juga rekomendasi EPA (EPA 2000)
memasukkan tumbuhan akumulator logam seperti jagung (Zea mays), sorghum (Sorghum
bicolor), dan lucerne (Medicago sativa) di antara tumbuhan yang mampu mengambil sejumlah
besar logam tetapio masih memerlukan banyak kajian ilmiah.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon-pohon yang tumbuhnya cepat, dan
terutama “willow’ sangat potensial untuk fitoremediasi karena hasil biomasanya sangat banyak
dan kemampuannya sangat baik untuk mengakumulasikan unsur logam toksik, terutama
cadmium dan zinc (Pulford and Watson, 2002). Di antara jenis-jenis herba, tembakau (Nicotiana
tabacum L.) mengakumulasikan banyak Cd dan Cu; dan jagung (Zea mays L.) dipandang
sebagai tanaman yang efektif karena banyak menghasilkan biomasa bagian tanaman di atas
tanah dengan kandungan unsure logam yang cukup tinggi. Dibandingkan dengan N. tabacum,
ternyata Z. mays mampu menyerap Zn lebih banyak (Wenger et al., 2002). Akan tetapi, untuk
tujuan fito ekstraksi, efektivitas tanaman jagung tampaknya belujm mencukupi (Schmidt 2003).
Cadmium dan Pb terutama ditahan dalam akar jagung, ini menunjukkan mobilitas Pb dalam
tubuh tanaman snagat terbatas (Bricker et al., 2001). Tingginya kandungan Pb dalam biomasa
bagian tanaman di atas tanah ditunjukkan oleh tanaman Indian mustard [Brassica juncea (L.)
Czern.], rye grass (Lolium perene L.), sunflower (Helianthus anuus L.) atau smallwing sedge
(Carex microptera Mack.) (Klassen et al. 2000). Kecuali itu, tanaman bunga-matahari
menunjukkan kemampuan yang bagus untuk fitoremediasi Cu. Tingginya kandungan As dan
Zn juga ditemukan dalam biomasa tanaman Amaranthus hybridus L. yang mengakumulasikan
unsure ini dengan urutan daun > stems > akar; akan tetapi tumbuhan ini belum mencukupi
untuk aplikasi praktis fitoremediasi.
The phytoremediation efficiency of some plant species, such as Brassica juncea for removal of Pb,
Thlaspi caerulescens for Cd and Zn, Amaranthus retroflexus for Cs, and Helianthus annus for Cs and Sr, was
also tested in field conditions (Saxena et al. 1999). In our investigation, the uptake of As, Cd, Pb, and
Zn by five high biomass producing crops (coming from the families Asteraceae, Fabaceae, Malvaceae,
and Cannabaceae) commonly used as grazing and/or energy crops was determined and evaluated in
both pot and field experiments at soils with different level of element contamination to assess the
potential suitability of these plants for phytoremediation purpose.
Fitoremediasi merupakan instilah umum pemanfaatan tumbuhan untuk mengusir,
mendegradasi, atau mengandung bahan pencemar tanah seperti logam berat, pestisida,
polyaromatic hydrocarbons, dan lindi dari timbunan sampah landfill. Proses ini meliputi:
(1) modifikasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang tercemar;
(2) melepaskan eksudat akar, sehingga menambah kan karbon organik;
(3) memperbaiki aerasi dengan jalan melepaskan oksigen secara langsung ke zone
perakaran dan meningkatkan porositas tanah lapisan atas;
(4) menangkap dan menahan pergerakan bahan-bahan kimia;
(5) mempengaruhi proses co-metabolic mikroba dan transformasi ensimatik tumbuhan
yang merombak bahan-bahan kimia limbah;
(6) menurunkan migrasi vertical dan lateral bahan pencemar menuju groundwater
dengan jalan mengekstraks air tersedia dan membalik gradient hidraulik.
Para peneliti telah mendemonstrasikan bahwa beberapa jenis tumbuhan telah mampu
membersihkan logam berat dalam tanah yang tercemar (Pichtel et al., 2000; Baker and Brooks,
1989). Dalam banyak proyek remediasi, metode fito-remediasi tampak menjadi tahapan akhir
yang dilakukan mengikuti perlakuan awal atas atanah-tanah yang terkontaminasi berat. Akan
tetapi kalau konsentrasi bahan pencemarnya relative rendah, metode fito-remediasi saja
tampaknya sudah sangat ekonomis dan efektif (Susarla et al., 2002). Tumbuhan telah
digunakan untuk menstabilkan dan mengambil logam pencemar dari tanah dan air. Metodemetode yang digunakan adalah fito-ekstraksi dan fito-stabilisasi (USDA, 2000).
------------Ritusmita Goswami, Ritu Thakur, K.P Sarma. 2010. Uptake of Lead from Aqueous Solution
using Eichhornia crassipes: Effect on Chlorophyll Content and Photosynthetic Rate.
International Journal of ChemTech Research CODEN( USA): IJCRGG ISSN : 0974-4290
Vol.2, No.3, pp 1702-1705, July-Sept 2010
Pb merupakan logam berat yang sangat toksik dan mempunyai efek sangat serius
terhadap tumbuhan dan binatang. Remediasi polutan toksik ini dengan menggunakan bahanbahan yang ramah lingkungan sangat diperlukan. Dalam penelitian ini pengaruh pH dan
konsentrasi terhadap kapasitas serapan Pb oleh Eichhornia crassipes dan “interplay” nya telah
diamati. Laju serapan Pb oleh Eichhornia crassipes sangat cepat dalam periode 48 jam
pertama pada semua konsentrasi awal dan pada berbagai nilai pH. Efisiensi serapan akar lebih
besar dibandingkan dengan bagian tanaman di atas tanah. Akumulasi Pb dalam akar
Eichhornia crassipes ternyata sangat tinggi pada semua perlakuan pH dan konsentrasi awal.
Laju fotosintesis Eichhornia crassipes sangat menurun kalau ditanam dalam medium akuatik
yang mengandung Pb. Kandungan khlorofil menurun dengan adanya peningkatan perlakuan
konsentrasi Pb selama periode percobaan; hal ini mencerminkan kemungkinan toksisitas Pb.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan Eichhornia crassipes mempunyai
kemampuan menetralkan pH.
Kecenderungan bioakumulasi Pb oleh Eichhornia crassipes menunjukkan bahwa laju
serapan Pb oleh Eichhornia crassipes ternyata sangat cepat dalam periode paparan 48 jam
dengan perlakuan konsentrasi awal 15 mg/L, 20 mg/L dan 30 mg/L dalam kondisi pH rendah,
medium dan neutral. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mempunyai efisiensi akumulasi
maksimum hingga hari ke dua aplikasinya dan dalam beberqapa kasus ia hampir mencapai
kondisi kejenuhan. Efisiensi bio-sorption (atau reduksi konsentrasi Pb dalam larutan) Pb selama
48 jam ternyata sangat tinggi sehingga ia dapat menyerap hingga 85.05% pada perlakuan
konsentrasi initial 20 mg/l dengan pH medium, kalau dibandingkan dengan akumulasi total
89.78% (atau reduksi konsentrasi Pb dalam larutan) Pb setelah periode 240 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman mempunyai efisiensi akumulasi maksimum hingga hari ke dua
aplikasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk konsentrasi larutan initial sebesar 15
mg/L, biosorption maksimum Pb sebesar 71.31 % terjadi pada kondisi pH netral, sedangkan
pengambilan Pb sebesar 53.45% dan 64.23% terjadi pada kondisi pH rendah dan medium
setelah periode paparan dua hari. Setelah hari ke 10 untuk perlakuan konsentrasi awal sebesar
15 mg/L, laju pengambilan Pb hanya sebesar 68.90 %, 69.09 % dan 84.54% pada kondisi pH
low, medium dan neutral; hal ini menunjukkan bahwa efisiensi serapan oleh Eichhornia
crassipes mengalami penurunan setelah hari ke dua.
The Eichhornia crassipes have the maximum efficiency of accumulation up to 2nd day of its application
for all initial concentration and pH. After 2Nd day the rate of Uptake was slowed down and in some
cases increment was only 3-4%. The accumulation of Pb in Eichhornia crassipes does not follow any
specific trend with respect to pH. The roots of Eichhornia crassipes have the maximum efficiency of
absorption of Pb as compared to shoots and it was found to be 90% or more after 5 th day and 10th
day of exposure for various initial concentration and pH. Chlorophyll content is affected by Pb
toxicity. Eichhornia crassipes (E. crassipes Solms.) can be used as low cost treatment material for the
removal of Pb.
------------Shuang Cui, Qi-xing Zhoua, Shu-he Wei, Wei Zhang, Lei Caoa, Li-ping Rena. 2006. Effects
of exogenous chelators on phytoavailability and toxicity of Pb in Zinnia elegans Jacq.
College of Environmental Science and Engineering, Nankai University, Tianjin 300071
Fitoremediasi yang didukung oleh khelat dianggap sebagai metode yang efektif untuk
ekstraksi Pb oleh tumbuhan.
However, more detailed studies are needed to evaluate the effect of exogenous chelators on
phytoavailability and toxicity of Pb in plants, then to find out the proper applied concentration of
chelators to minimize the combined toxicity to the plants and maximize phytoavailable Pb. To clarify
these questions, the seed germination test of Zinnia elegans Jacq. exposed to solutions containing Pb
and four types of chelators including sodium ethylenediamine tetra-acetic acid (Na2EDTA), oxalic
acid, tartaric acid and citric acid was observed.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa akar dan batang tanaman yang diperlakukan
dengan equimolar khelators dan Pb menunjukkan pertumbuhan lebih panjang dibandingkan
dnegan tanaman yang diperlakukan dengan Pb yang molaritasnya separuh dan dua-kali
lipatnya. Pertumbuhan kecambah dihambat oleh penambahan surplus khelator, dan toksisitas
senyawa kompleksnya ternyata lebih rendah daripada Pb dan khelatornya. Aplikasi konsentrasi
2.4mM EDTA dan 1.2mM asam oksalat ternyata mampu meningkatkan serapan Pb kalau biji
diperlakukan dengan 2.4mM Pb. Dalam larutan dengan konsentrasi 4.8mM Pb, ternyata
akumulasi Pb dalam kecambah sangat meningkat oleh adanya perlakuan 4.8mM EDTA, 2.4mM
tartaric acid, 4.8mM tartaric acid dan 2.4mM citric acid; dan mencapai jumlah sebesar 6752.4,
6453.8, 6541.4 dan 6598.3_g g−1. Dengan penambahan khelators yang berlebihan, ternyata
akumulasi Pb dalam kecambah menurun sejalan dengan perlakuan konsentrasi. Kalau Pb
digunakan dengan konsentrasi 2.4 mM, konsentrasi ekuimolar EDTA ternyata mampu
meningkatkan serapan Pb dan memacu pertumbuhan kecambah. Dengan demikian, agen-agen
khelator dengan konsentrasui yang tepat dapat mengatasi toksisitas Pb, tetapi aplikasi khelator
yang berlebihan dapat mengakibatkan turunnya serapan Pb dan menghambat pertumbuhan
kecambah.
-------------------Majeti Narasimha Vara Prasad dan Helena Maria de Oliveira Freitas. 2003. Metal
hyperaccumulation in plants - Biodiversity prospecting for phytoremediation technology.
Electronic Journal of Biotechnology ISSN: 0717-3458. Vol. 6 No. 3, Issue of December 15,
2003
Biodiversitas (di bawah dan di atas tanah) dianggap sangat penting dalam upaya
membersihkan ekosistem yang terkontaminasi dan tercemar logam berat. Hal ini merupakan
bidang kajian yang sangat penting dan prospektif dalam lingkup bioteknologi lingkungan.
Several microbes, including mycorrhizal and non-mycorrhizal fungi, agricultural and vegetable crops,
ornamentals, and wild metal hyperaccumulating plants are being tested both in lab and field
conditions for decontaminating the metallic ferous substrates in the environment. As on to date
about 400 plants that hyper accumulate metals are reported. The families dominating these members
are Asteraceae, Brassicaceae, Caryophyllaceae, Cyperaceae, Cunouniaceae, Fabaceae, Flacourtiaceae,
Lamiaceae, Poaceae, Violaceae, and Euphobiaceae. Brassicaceae had the largest number of taxa viz.
11 genera and 87 species.
Genus-genus Brassicaceae ternyata mampu mengakumulasikan logam berat. Hiperakumulasi Ni dilaporkan terjadi pada tujuh genus dan 72 species; sedangkan hiper-akumulasi
Zn terjadi pada tiga genus dan 20 species. Spesies Thlaspi ternyata hiper-akumulasi lebih dari
satu jenis logam, yaitu spesies T. caerulescence untuk logam-logam Cd, Ni. Pb, dan Zn;
spesies T. goesingense untuk logam Ni dan Zn; serta spesies T. ochroleucum untuk logam Ni
dan Zn; spesies T. rotundifolium untuk logam Ni, Pb dan Zn. Tumbuhan yang bersifat hiperakumulasi logam mempunyai potensi bahaya untuk
aplikasi remediasi logam dalam
lingkungan.
Significant progress in phytoremediation has been made with metals and radionuclides. This process
involves rising of plants hydroponically and transplanting them into metal-polluted waters where
plants absorb and concentrate the metals in their roots and shoots. As they become saturated with
the metal contaminants, roots or whole plants are harvested for disposal. Most researchers believe
that plants for phytoremediation should accumulate metals only in the roots.
Beberapa spesies akuatik mempunyai kemampuan mengambil logam berat dari air,
misalnya air limbah (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms); pennywort (Hydrocotyle umbellata L.)
dan duckweed (Lemna minor L.). Akar tumbuhan Indian mustard sangat efektif menyerap Cd,
Cr, Cu, Ni, Pb, dan Zn; bunga matahari mampu menyerap Pb, U, 137Cs, dan 90Sr dari larutan
hidrofonik.
Hyperaccumulators accumulate appreciable quantities of metal in their tissue regardless of the
concentration of metal in the soil, as long as the metal in question is present. The phytoextraction
process involves the use of plants to facilitate the removal of metal contaminants from a soil matrix.
In practice, metal-accumulating plants are seeded or transplanted into metal-polluted soil and are
cultivated using established agricultural practices. If metal availability in the soil is not adequate for
sufficient plant uptake, chelates or acidifying agents would be applied to liberate them into the soil
solution.
Penggunaan bahan pembenah tanah seperti bahan sintetik ammonium thiocyanate dan
zeolit alamiah memberikan hasil yang menjanjikan. Bahan sintetik polyacrylates,
hydrogels mampu melindungi akar tanaman dari bahaya toksisitas logam berat dan
mencegah masuknya logam toksik ke dalam akar. Setal pertumbuhan tanaman dan
akumulasi logam dianggap cukup, bagian tanaman di atas tanah dipanen dan diambil,
berarti logam secara permanent diambil dari lokasi yang tercemar itu. Logam-logam
dalam tanah juga menjadi tersedia biologis dan dapat diserap oleh akar tanaman.
Bahan-bahan kimia yang diperkirakan dapat dipakai untuk tujuan ini adalah bahanbahan pengasaman tanah, garam pupuk dan bahan-bahan pembentuk khelate.
Retensi logam-logam kepada bahan organic tanah juga lebih lemah pada kondisi pH
rendah, hal ini mengakibatkan logam menjadi lebih tersedia dalam larutan tanah untuk
diserap oleh akar tanaman. Oleh karena itu diperkirakan proses fitoekstraksi akan
menjadi lebih baik kalau ketersediaan logam bagi akar tanaman dapat diperbaiki dengan
penambahan bahan-bahan yang dapat mengasamkan tanah. Khelate digunakan untuk
memperbaiki fito-ekstraksi sejumlah logam pencemar tanah, termasuk Cd, Cu, Ni, Pb,
dan Zn.
Para peneliti semula menggunakan hiper-akumulator untuk membersihkan tanah-tanah
yang tercemar logam berat. Beberapa peneliti telah memilih jenis tumbuhan yang laju
tumbuhnya cepat, banyak menghasilkan biomasa, termasuk beberapa tanaman agronomis,
berdasarkan kemampuannya untuk mentoleransi dan mengakumulasi logam dalam bagian
tanaman di atas atanah. Gen-gen yang mengendalikan hiperakumulasi logam dalam jaringan
tanaman telah dapat diidentifikasi dan di-klon-kan. Metabolisme Glutathione dan asam-asam
organic memegang peranan penting dalam mekanisme toleransi tanaman terhadap logam
berat. Glutathione merupakan komponen penting dalam sel bacteria, tumbuhan dan binatang.
Dalam proses fitoremediasi logam yang ada dalam lingkungan, asam-asam organic
memegang peranan penting dalam mentoleransi logam. Asam-asam organic ini mampu
membentuk kompleks dengan logam berat, ini merupakan proses detoksifikasi logam berat.
Strategi genetic dan tanaman transgenic, serta produksi mikroba dan uji lapangan akan dapat
mendukung aplikasi fitoremediasi di lapangan. Pentingnya biodiversitas dan bioteknology untuk
me-remediasi logam toksik menjadi bahan kajian sangat penting. Tumbuhan Brassicaceae
sangat prospektif untuk pemuliaan bioteknologi dan untuk kepentingan fitoremediasi.
--------------------------
Fitoremediasi terdiri atas empat macam teknologi yang berbasis tumbuhan, masingmasing mempunyai mekanisme yang berbeda untujk remediasi tanah-tanah yang
tercemar logam berat, sediment atau air yang tercemar. Keempat teknologi ini adalah:
1. RIZO-FILTRASI, menggunakan tumbuhaN UNTUK membersihkan beragam
lingkungan akuatik;
2. FITO-STABILISASI, tumbuhan digunakan untuk menstabilkan dan bukan untuk
membersihkan tanah yang tercemar;
3. FITO-VOLATILISASI, menggunakan tumbuhan untuk mengekstraks logam tertentu
dari tanah dan kemudian melepaskannya ke atmosfer melalui volatilisasi; dan
4. FITO-EKSTRAKSI, dimana tumbuhan menyerap logam dari tanah dan mengangkut
logam tersebut serta menyimpannya dalam bagian tanaman di atas tanah yang
dapat dipanen.
Referensi
Bricker, T.J., J. Pichtel, H.J. Brown dan M. Simmons. 2001. Phytoextraction of Pb and Cd from
a superfund soil: Effects of amendments and croppings. J. Environ. Sci. Health, 36:
1597–1610.
Kabata-Pendias A. dan H. Pendias. 2001. Trace Elements in Soils and Plants. 3rd ed. CRC
Press, Boca Raton.
Klassen S.P., McLean J.E., Grossl P.R. dan R.C.Sims. 2000. Fate and behaviour of lead in soils
planted with metal-resistant species (River Birch and Smallwing Sedge). J. Environ.
Qual., 29: 1826–1834.
Pichtel, J., K.Kuroiwa dan H.T.Sawyerr. 2000. Distribution of Pb, Cd, and Ba in soils and plants
of two contaminated sites. Environmental Pollution. 110, 171-178.
Pulford I.D., dan C. Watson. 2002. Phytoremediation of heavy metal-contaminated land by trees
– a review. Environ. Int., 1032: 1–12.
Saxena P.K., S.Krishna Raj, T.Dan, M.R.Perras dan N.N.Vettakkorumakankav. 1999.
Phytoremediation of heavy metal contaminated and polluted soils. In: Prasad M.N.V.,
Hagemeyer J. (eds.): Heavy Metal Stress in Plants – From Molecules to Ecosystems,
Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, Germany: 305–329.
Schmidt, U. 2003. Enhancing phytoextraction: The effect of chemical soil manipulation on
mobility, plant accumulation, and leaching of heavy metals. J. Environ. Qual., 32: 1939–
1954.
Susarla, S., V.F.Medina dan S.C.McCutcheon. 2002. Phytoremediation, An ecological solution
to organic contamination. Ecological Engineering. 18, 647-658.
Tlustoš, P., J. Száková, J. Hrubý, I. Hartman, J. Najmanová, J. Nedělník, D. Pavlíková dan M.
Batysta. 2006. Removal of As, Cd, Pb, and Zn from contaminated soil by high biomass
producing plants. PLANT SOIL ENVIRON., 52, 2006 (9): 413–423.
Wenger, E. ; R.McDermott dan W.M.Snyder. 2002. Cultivating Communities of Practice
(Hardcover). Harvard Business Press; 1 edition. ISBN 978-1-57851-330-7.
Download