- ISBN : 978-602-70313-2-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan RESPON FISIOLOGIS TANAMAN TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN YANG TERCEMAR LOGAM BERAT, KALAH ATAU BERTAHAN? Kartika Sari1, Widya Sartika Sulistiani2 1,2 Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Muhammadiyah Metro Alamat : Jl. Ki Hajar Dewantara 15A Metro Telp (0725) 42445-42454 fax. (0725) 42445 Email: [email protected], [email protected] Abstrak Cemaran logam berat tidak dapat dihindari akibat adanya kemajuan industri dan teknologi. Akibatnya, tanaman terpaksa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan tersebut. Tanaman tidak serta-merta mati, telah mengembangkan mekanisme yang berbeda untuk menjaga konsentrasi fisiologis ion-ion logam esensial sekaligus meminimalisir terdedahnya tanaman terhadap logam berat non esensial. Untuk itu akan dikaji bagaimanakah tanaman secara umum merespon kondisi lingkungan yang tercemar logam berat sehingga dapat diperkirakan langkah terbaik untuk mengatasi cemaran logam berat terhadap pertumbuhan tanaman. Selama masih dalam ambang batas, tanaman akan berupaya untuk melakukan berbagai mekanisme rumit untuk merespon stress akibat cemaran logam berat. Usaha yang dilakukan adalah membentuk kompleks ligan-logam, mengkhelatkan logam, melepaskan asam organik, mengaktifkan enzim antioksidan, hingga mengaktifkan transkripsi gen-gen yang responsif terhadap keberadaan logam berat. Jika konsentrasi cemaran terlalu tinggi, maka dapat meracuni tanaman. Diawali dengan tampilan morfologis yang berubah sampai dengan pertumbuhan dan produksi tanaman yang terganggu sehingga akhirnya mati. Untuk itu dibutuhkan bantuan dari luar untuk mengatasinya. Penyerapan logam berat dapat dikurangi dengan mengatur masa panen, pemangkasan yang tepat, dan penambahan pupuk hayati. Pada akhirnya, tanaman yang mampu bertahan pada kondisi cemaran logam berat berpeluang untuk dikembangkan sebagai tanaman hiperakumulator dalam proses fitoremediasi. Kata Kunci: logam berat, pertumbuhan tanaman, respon fisiologis Abstract Heavy metals pollution cannot be avoided since there are industrial and technology advancement. Therefore, plants have to adapt towards this environment change. Plants do not directly die but develop certain mechanism to preserve the physiological concentration of essential metal ions as well as to minimize the exposure of nonessential heavy metals. Hence, this writing will discuss how plants generally respond the heavy metal polluted environment in order to conclude how to estimate the best steps to solve the heavy metals pollution problems in plants. Plants have their threshold in tolerating the heavy metals pollution. Plants will activate a complicated mechanism in responding heavy-metals stress. They will construct a ligand-metals complex, chelate the metals, release organic acids, activate antioxidant enzymes, and activate the transcription process of metal-responsive genes. If the heavy metal concentration is too high, plants will be poisoned. Starting by the changing of the plants appearance, the process then followed by the hampered growth and production of the plants until they die. To avoid this, outside support will be advantageous for the plants. They are: managing the harvesting time, pruning activity and supplying the organic fertilizers. Finally, the plants that can survive longer in this stressful environment could be developed as hyper-accumulator plants in phytoremediation process. Keywords: heavy metals, physiological respond, plant growth 478 Seminar Nasional Pendidikan 2017 - ISBN : 978-602-70313-2-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan 1. PENDAHULUAN Untuk melangsungkan kehidupannya, suatu tanaman membutuhkan dukungan dari berbagai faktor. Selain faktor genetik, faktor lain yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang baik adalah yang menyediakan suplai nutrisi yang cukup bagi tanaman, berada dalam kisaran pH netral, kondisi fisik media tanam yang cukup baik, serta tidak terganggu oleh faktor pencemar. Namun tidak selamanya kondisi ideal semacam itu dapat dicapai, ada kalanya lingkungan terdedah oleh berbagai faktor pencemar. Salah satu jenis pencemar yang kerap kali diterima lingkungan adalah logam berat. Perkembangan gaya hidup manusia yang makin modern yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pabrik dan penggunaan kendaraan bermotor telah turut menyumbangkan kadar logam berat yang dilepaskan ke lingkungan. Dalam konsentrasi rendah pun logam-logam berat tersebut beracun bagi tanaman, hewan, dan manusia [1]. Untuk itu diperlukan manajemen khusus dalam mengontrol pengaruh logam berat tersebut, terutama bagi tanaman. Tanaman, sebagaimana organisme lainnya, telah mengembangkan mekanisme yang berbeda untuk menjaga konsentrasi fisiologis ion-ion logam esensial sekaligus meminimalisir terdedahnya tanaman terhadap logam berat non esensial [2]. Untuk itu akan dikaji bagaimanakah tanaman secara umum merespon kondisi lingkungan yang tercemar logam berat. Diharapkan melalui kajian ini, diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai respon tanaman terhadap logam berat sehingga dapat dikembangkan solusi yang tepat untuk mengatasi kondisi pencemar logam berat pada lingkungan, terutama pada lahan pertanian. 2. METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode kajian pustaka, yakni menggunakan berbagai sumber data sekunder yang mendukung topik penelitian, untuk kemudian digunakan dalam menganalisis objek penelitian. Dari sana akan ditarik suatu kesimpulan dan generalisasi untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan sebelumnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Dampak Negatif Cemaran Logam Berat pada Tanaman Lingkungan yang tercemar logam berat sejatinya tetap akan memberikan dampak terhadap tanaman, yang secara morfologis akan terlihat. Perubahan itu antara lain adalah warna daun yang lebih gelap, penyusutan ukuran stomata dan jaringan epidermis di sekitarnya, serta berat debu yang lebih tinggi, di mana berat debu dan jumlah stomata pada daun menunjukkan korelasi negative [3]. Dalam penelitiannya, Widowati [1] menemukan bahwa penyerapan logam berat pada bagian-bagian yang berbeda pada tanaman dipengaruhi oleh lokasi sampling yang berbeda-beda. Setiap organisme memiliki ambang batas tertentu dalam mentolerir Pemaran logam berat [1]. Dalam jangka panjang, pencemaran yang tingkatnya sudah sedemikian tinggi akan menjadikan tanaman gagal tumbuh dan tidak dapat berproduksi, sebagaimana yang terjadi pada lahan persawahan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Tanaman budidaya yang ditanaman pada lahan tercemar kromium akan mengalami keracunan, sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik dan produksinya menurun [4]. Interaksi pertama Cr dengan tanaman adalah selama proses penyerapan [5]. Cr bersifat toksik dan bukan merupakan unsur yang diperlukan oleh tanaman, karenanya Cr tidak memiliki mekanisme khusus dalam proses penyerapannya. Oleh karena itu proses penyerapan Cr melalui jalur yang dilalui oleh penyerapan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Ditambahkan oleh pendapat lain [6] bahwa walaupun kromium merupakan salah satu logam berat yang keberadaannya di lingkungan tidak 479 Seminar Nasional Pendidikan 2017 - ISBN : 978-602-70313-2-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan diharapkan, akan tetapi fungsinya yang penting dalam beberapa industri menyebabkan keberadaannya di lingkungan tidak bisa dihindarkan sebagai akibat pembuangan limbah industri yang mengandung kromium. Kromium dalam spesi Cr 6+ bersifat toksik bagi tumbuhan, sedangkan Cr3+ tidak bersifat toksik bagi tumbuhan. Pada konsentrasi yang rendah, tanaman dapat mereduksi Cr6+ menjadi Cr3+ sehingga kurang bersifat toksik bagi pertumbuhan tanaman. Namun demikian, Oleh karena sifatnya yang hampir sama dengan magnesium, sehingga dimungkinkan terjadinya kompetisi Mg2+ dan Cr3+ pada pada proses penyerapan yang terjadi di akar. Gambar 1. Kadar klorofil tanaman kangkung berdasarkan pengaturan Magnesium pada media tercemar kromium [6] Dari gambar 1 di atas dapat diketahui bahwa pengaturan kadar magnesium pada media tanam tercemar kromium dapat menghambat penurunan kadar klorofil pada tanaman kangkung. Semakin besar kadar magnesium pada media tanam tercemar logam kromium maka semakin dapat mencegah penurunan kadar klorofil pada bagian batang maupun daun tanaman kangkung [6] 3.2 Respon Tanaman untuk Bertahan terhadap Cemaran Logam Berat Di lain pihak, beberapa tanaman, mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada lingkungan tercemar. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, tumbuhan tidak serta merta mati dalam kondisi lingkungan yang tercemar logam berat pada umumnya, dan kromium pada khususnya. Tanaman akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri supaya proses fisiologis di dalamnya tetap berlangsung secara normal. Supaya tujuan tersebut dapat tercapai, maka tanaman beradaptasi dengan menyesuaikan beberapa mekanisme. Tanaman merespon keracunan logam berat dengan berbagai cara. Respon yang dibentuk antara lain adalah immobilisasi, eksklusi, khelasi, dan compartementalisasi ion-ion logam. Selain itu dapat juga dengan mengekspresikan mekanisme respon terhadap stress seperti pelepasan etilen dan protein-protein stress [7]. Dijelaskan oleh Maksymiec [2], untuk merespon stress yang disebabkan oleh cemaran logam berat dibutuhkan suatu jaringan transduksi sinyal yang rumit di mana sinyal tersebut diaktifkan oleh keberadaan suatu logam berat. Selanjutnya keberadaan logam tersebut akan dicirikan oleh terbentuknya suatu protein terkait stress dan molekul-molekul pemberi sinyal. Akhirnya terjadilah aktivasi transkripsi dari gen-gen yang responsif terhadap logam dalam rangka mengatasi adanya stress terhadap logam berat tersebut 480 Seminar Nasional Pendidikan 2017 - ISBN : 978-602-70313-2-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan Melalui penelitiannya, Prine [4] menyebutkan bahwa jarak pagar termasuk salah satunya. Hal ini karena tanaman tersebut memiliki biomassa yang besar dan mampu mengakumulasi kromium lebih tinggi dibandingkan tanaman lain yang diujikan. Tanaman semacam ini akan menjadi toleran terhadap kondisi lingkungan semacam itu karena melibatkan sel-sel dan enzim yang berperan sebagai antioksidan [1]. Lebih jauh lagi, Pandey [8] telah membandingkan keefektifan dari suplai Co, Ni, Cu, Zn, dan Cd dalam satuan molar yang sama (500 µM) dalam memicu peroksidasi lemak dan menginduksi perubahan enzim antioksidan. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat keefektifannya berada pada urutan sebagai berikut: Ni>Co>Cd>Cu>Zn. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan penyerapan logam berat memicu respon antioksidan tapi dengan tingkat keefektifan yang berbeda-beda, di mana Ni menginduksi efek keracuan secara visual yang paling parah dan menunjukkan kerusakan oksidatif secara maksimum. Selain itu, ada satu lagi mekanisme umum tanaman yang kerap berulang dalam mendetoksifikasi diri dari keracunan logam berat adalah mengkhelatkan logam dengan suatu ligan dan mengkompartemenkan suatu kompleks ligan-logam. Ligan pengikat logam yang dikenal antara lain: asam sitrat dan asam malat untuk mengikat alumunium [7]. Adapun besarnya kandungan logam berat yang terserap oleh tanaman dapat diukur melalui seberapa banyak kandungan logam tersebut di dalam bagian suatu tanaman. Dalam suatu penelitian [4] dilakukan perhitungan banyaknya logam kromium yang terserap oleh tanaman jarak berdasarkan banyaknya kandungan kromium pada daun tanaman tersebut. Dengan demikian, dapat diketahui kemampuan dan potensi tanaman jarak pagar sebagai hiperakumulator logam kromium dalam usaha fitoremediasi. Suatu tanaman dapat dikatakan sebagai spesies hiperakumulator jika tanaman tersebut mampu mengakumulasikan logam berat sebanyak 100 kali lipat daripada tanaman lain pada umumnya yang non-akumulator. Lebih jauh lagi, percobaan yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar yang yang diberi perlakuan pupuk hayati sebanyak 5 gram/tanaman mampu menyerap logam kromium yang lebih tinggi dibanding tanaman yang tidak diberi tambahan pupuk hayati [4]. Ini disebabkan karena adanya aktivitas bakteri dari pupuk hayati tersebut yang mampu mensekresikan asam organik yang mampu berikatan dengan logam. Logam yang berhasil diikat tersebut menjadi lebih mobil sehingga lebih mudah untuk diserap oleh tanaman. Hal ini sejalan dengan yang diteliti oleh Delhaize & Ryan [7] yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah logam alumunium dapat menstimulasi penghabisan atau efluks asam organik dari ujung akar gandum yang terkorelasi dengan kemampuan tanaman gandum untuk bertoleransi terhadap alumunium. Kramer dkk [7] menyatakan bahwa asam organik dan beberapa asam amino memiliki peran dalam mengkhelatkan ion-ion logam. Proses-proses di atas secara diagramatik dapat terlihat melalui Gambar 2 di bawah ini: 481 Seminar Nasional Pendidikan 2017 - ISBN : 978-602-70313-2-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan Gambar 2. Respon fisiologis tanaman terhadap cemaran logam [9] Selain dengan cara-cara di atas, gangguan cemaran logam berat juga dapat diatasi dengan manajemen budidaya yang efektif. Pada penelitiannya [1], ditemukan adanya kecenderungan bahwa waktu pemanenan yang berbeda dapat mempengaruhi penyerapan logam berat pada tanaman sekaligus mempengaruhi kandungan protein, vitamin A, vitamin C, Mg, dan klorofil di dalam tanaman. Selain itu, ternyata pemangkasan juga turut mempengaruhi penyerapan logam berat. Hal ini karena pemangkasan dapat mengurangi luas daun sehingga proses transpirasi tanaman juga berkurang. Transpirasi yang berkurang kemudian akan mempengaruhi besarnya air yang terserap oleh akar. Dengan demikian, logam berat yang terdapat di dalam tanah juga dapat dikurangi penyerapannya. 4. SIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan di atas terlihat bahwa adanya cemaran logam berat di dalam lingkungan sangat berbahaya, terutama bagi tanaman yang ditanam di lahan yang tercemar tersebut. Pada dasarnya setiap tanaman memiliki ambang batas untuk mentoleransi keberadaan cemaran tersebut, sehingga tanaman tidak akan serta merta mati jika terdedah oleh cemaran logam berat. Tanaman akan merespon secara fisiologis melalui berbagai cara untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, mulai dari mengkhelatkan logam, membentuk kompleks ligam-logam, mengaktifkan enzim antioksidan, hingga memodifikasi gen terkait demi mengatasi stress akibat keberadaan cemaran logam berat. Namun demikian, jika telah melebihi ambang batas, maka konsentrasi logam berat yang terlalu tinggi dapat meracuni tanaman. Secara morfologis, keracunan tanaman tersebut dapat terlihat dari pertumbuhan tanaman yang terganggu hingga akhirnya tidak berproduksi dan mati. Untuk itu cemaran logam berat juga perlu diatasi dari luar melalui manajemen budidaya yang efektif. Langkah yang dapat dipilih anatara lain dengan mengatur masa panen maupun melakukan pemangkasan secara tepat. Dengan demikian, penyerapan logam berat oleh tanaman dapat dikurangi. Penambahan pupuk hayati juga merupakan langkah yang cukup efektif mengingat keberadaan bakteri di dalamnya mampu mensekresikan asam organik yang mampu berikatan dengan logam berat. Tanaman-tanaman yang mampu bertahan pada kondisi yang tercemar logam berat ini kemudian dapat berpeluang dikembangkan sebagai tanaman hioerakumulator dalam usaha fitoremediasi. 482 Seminar Nasional Pendidikan 2017 - ISBN : 978-602-70313-2-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Membangun Generasi Berpendidikan dan Religius Menuju Indonesia Berkemajuan DAFTAR PUSTAKA [1] Widowati H., K. Sari., W.S. Sulistiani. 2016. The management of vegetable cultivation to protect the consumer from heavy metal pollution. Scientific Journal of PPI-UKM 3(4): 2356-2536. [2] Manara, Anna. 2012. Plant responses in heavy metal toxicity. Furini A (ed). Plants and heavy metals. Springer Brief in Biometals: 27-53. [3] Rachmawati. 2006. Uji Pencemaran Udara oleh Partikulat Debu di Sekitar Terminal Lebak Bulus Berdasarkan Bioindikator Stomata pada Tanaman Glodogan (Polyalthia longifolia). Skripsi. Tidak diterbitkan. Program Studi Biologi Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. [4] Sudaryono, dan I. Mawardi. 2008. Pengaruh pemupukan pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). J. Tek. Ling 9 (2): 184-190. [5] Shanker, A.K., C. Cervantes, H. Loza-Tavera and S. Avudainayagam. 2005.Chromium toxicity in plants. Environment International. 31:739-753. [6] Sulistiani, W.S., dan Sari, K. 2017. Pengaturan Kadar Magnesium pada Media Tanam Tercemar Logam Kromium terhadap Pertumbuhan dan Nilai Gizi Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica). Laporan Penelitian PDP. Tidak diterbitkan. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Universitas Muhammadiyah Metro. [7] Cobbet, C.S. 2000. Phytochelatins and their roles in heavy metal detoxification. Plant Physiology 123: 825-832. [8] Pandey N, GC Pathak, DK Pandey, R Pandey. 2009. Heavy metals, Co, Ni, Cu, Zn, and Cd, produce oxidative damage and evoke differential antioxidant responses in spinach. Brazilian Sociaety of Plant Physiology 21(2): 103-111. [9] Pilon-Smits, E. 2005. Phytoremediation. Annu Rev Plant Biol 56:15-39 483 Seminar Nasional Pendidikan 2017