BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kejadian kanker kolorektal terus meningkat dari tahun ke tahun, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, kanker kolorektal menjadi kasus keganasan nomor tiga terbanyak setelah kanker paru dan payudara (Ferlay et al., 2012). Demikian juga di Indonesia, kanker kolorektal menjadi kasus keganasan ketiga terbanyak setelah kanker payudara dan paru. Selain itu, kanker kolorektal ini juga menjadi penyebab kematian ketiga akibat kanker pada laki-laki dan keempat pada perempuan di Indonesia (IARC, 2016). Di RSUP Dr. Sardjito, kanker kolorektal menjadi penyakit ketiga terbanyak (Kurnianda, data tidak dipublikasikan). Tingginya beban penyakit kanker kolorektal di Indonesia menyebabkan terus dikembangkannya penelitianpenelitian untuk memahami karakteristik penyakit, dengan tujuan untuk memperbaiki manajemen yang sesuai dengan karakteristik kejadian kanker kolorektal. Pada akhirnya, usaha tersebut akan menurunkan beban penyakit kanker kolorektal di Indonesia. Adenokarsinoma kolorektal adalah tumor ganas yang berasal dari epitel glandula di sepanjang kolon hingga rektum (Hamilton et al., 2010). Faktor risiko seperti pola diet, riwayat keluarga dengan kanker kolorektal atau polip adenomatosa, dan riwayat penyakit inflamasi saluran cerna kronis diketahui berperan penting dalam 1 2 karsinogenesis kanker ini. Tiga jalur telah diketahui berperan dalam karsinogenesis kanker kolorektal secara umum, yaitu instabilitas kromosom (chromosomal instability), instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability), dan CpG island methylator phenotype (CIMP) (Pino dan Chung, 2010). Instabilitas mikrosatelit adalah perubahan pada unit nukleotida yang mengalami pengulangan (mikrosatelit) yang disebabkan oleh adanya gangguan pada satu atau lebih gen Mismatch Repair (MMR). Salah satu gen MMR adalah gen MLH1 yang menyandi protein MLH1. Permasalahan pada mayoritas kasus dengan instabilitas mikrosatelit terletak di gen MLH1 (Kumar et al., 2012). Gangguan pada gen MMR tersebut menyebabkan hilangnya ekspresi protein MMR sehingga protein MMR tidak dapat menjalankan fungsinya. Perubahan yang terjadi di tingkat gen akan menyebabkan perubahan fenotip yang sering kali terkait dengan parameter klinikopatologis, seperti lokasi kanker, stadium, kedalaman tumor, dan derajat diferensiasi adenokarsinoma kolorektal. Parameter klinikopatologis lain yang sering juga dipelajari keterkaitannya dengan perubahan di tingkat gen adalah usia dan jenis kelamin. Gambaran klinikopatologis pasien dan penanda-penanda biologis sering kali dapat digunakan sebagai faktor prognostik ataupun faktor prediktif. Faktor prognostik adalah faktor yang dapat memprediksi agresivitas penyakit, sedangkan faktor prediktif adalah faktor yang dapat memprediksi hasil pengobatan sehingga akan membantu penentuan regimen pengobatan. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan 3 terapi pasien kanker kolorektal sangat dipengaruhi oleh gambaran klinikopatologis pasien dan penanda biologis. Sistem klasifikasi TNM adalah faktor prediksi sekaligus faktor prognostik yang masih sering digunakan. Gambaran klinikopatologis yang disertai dengan hasil pemeriksaan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, akan meningkatkan ketepatan terapi sebab sangat mungkin terjadi bahwa pada dua pasien kanker kolorektal dengan lokasi dan stadium yang sama akan diperoleh hasil pengobatan yang berbeda jika hanya menggunakan sistem klasifikasi TNM (Nitsche et al., 2011). Pada pasien adenokarsinoma kolorektal stadium II, pemberian kemoterapi adjuvan masih dipertimbangkan dan belum menjadi standar pengobatan. Pemeriksaan instabilitas mikrosatelit dapat digunakan untuk membantu menentukan perlu atau tidaknya pemberian kemoterapi adjuvan (Saridaki et al., 2014). Penelitian mengenai hubungan antara ekspresi protein MLH1 dengan gambaran klinikopatologis pasien adenokarsinoma kolorektal masih sangat minim jumlahnya di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran profil kejadian instabilitas mikrosatelit pada pasien adenokarsinoma kolorektal di Yogyakarta. Gambaran klinikopatologis pasien yang akan diteliti berupa usia, jenis kelamin, lokasi kanker, stadium, kedalaman tumor, dan derajat diferensiasi. 4 I.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan usia? 2. Bagaimana hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan jenis kelamin? 3. Bagaimana hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan lokasi kanker? 4. Bagaimana hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan stadium? 5. Bagaimana hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan kedalaman tumor? 6. Bagaimana hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan derajat diferensiasi adenokarsinoma kolorektal? I.3. Tujuan I.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini akan mengkaji hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein klinikopatologis pasien adenokarsinoma kolorektal. MLH1, dengan gambaran 5 I.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan usia. 2. Mengetahui hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan jenis kelamin. 3. Mengetahui hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan lokasi kanker. 4. Mengetahui hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan stadium. 5. Mengetahui hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan kedalaman tumor. 6. Mengetahui hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dengan derajat diferensiasi adenokarsinoma kolorektal. I.4. Keaslian Penelitian Birgul Karahan, Asuman Argon, Mehmet Yildirim, dan Enver Vardar pernah melakukan penelitian di tahun 2015 mengenai “Relationship between MLH-1, MSH2, PMS-2, MSH-6 expression and clinicopathological features in colorectal cancer”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara hilangnya ekspresi MLH1 dan PMS2 dengan lokasi kolon sebelah kanan, diferensiasi buruk dan 6 musinus, serta infiltrasi limfositik yang padat. Hilangnya ekspresi MSH2 dan MSH6 berkorelasi dengan lokasi kolon sebelah kanan dan diferensiasi buruk serta musinus. Penelitian ini berbeda dalam hal jumlah protein yang diteliti hanya 1, yaitu MLH1. Parameter klinikopatologis penelitian ini juga berbeda dalam hal stadium. Aru W. Sudoyo, Bethy Hernowo, Ening Krisnuhoni, Ary R. Reksodiputro, Daldiyono Hardjodisastro, dan Evlina S. Sinuraya pernah melakukan penelitian di tahun 2010 mengenai “Colorectal cancer among young native Indonesians: A clinicopathological and molecular assessment on microsatellite instability”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada pasien kanker kolorektal berusia <40 tahun di Indonesia dalam hal ekspresi MLH1 dan MSH2 dan gradasi tumor, yang berarti tidak ada hubungan antara instabilitas mikrosatelit dan derajat tumor. Penelitian ini berbeda dalam hal usia sampel yang mengikutsertakan baik usia muda maupun tua dan gambaran klinikopatologis yang diteliti berupa usia, jenis kelamin, lokasi kanker, stadium, dan kedalaman tumor. Penelitian tentang MLH1 sudah banyak dilakukan di negara-negara lain, namun tidak demikian halnya di Indonesia. Penelitian yang mengkaji hubungan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1, dan gambaran klinikopatologis pasien kanker kolorektal di Indonesia baru dilakukan oleh Sudoyo et al (2010). Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain crosssectional analitik yang pertama dilakukan di Yogyakarta. 7 I.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat keilmuan : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran profil kejadian instabilitas mikrosatelit pasien adenokarsinoma kolorektal di Yogyakarta. 2. Manfaat bagi pasien : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran prognosis pasien adenokarsinoma kolorektal dengan instabilitas mikrosatelit, yang ditunjukkan dengan ketiadaan ekspresi protein MLH1. 3. Manfaat bagi pemerintah : Penelitian ini diharapkan dapat mendorong rekomendasi kebijakan kesehatan terkait manajemen dan deteksi dini penyakit ini dan dalam perjalanannya akan menurunkan beban penyakit tersebut di Indonesia.