GAMBARAN MODELLING PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH DAN BENTUKBENTUK PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SMPN “X” JAKARTA Fisca Ramadhani Maramis Greta Vidya Paramita Jurusan Psikologi BINUS University, [email protected] ABSTRACT The purpose of this study is to describe the modelling premarital sexual behavior and forms of premarital sexual behavior in adolescents on SMPN "X" Jakarta. The research method of this study is quantitative descriptive. The subjects in this study is adolescents who have a criteria in accordance with the criteria and have made at least one of premarital sexual behavior. This study used 78 sample of adolescents totaled. The analysis is done by describing the data that has been processed and classify each subject on each of the forms of premarital sexual behavior by using a z-score. The results show that teenagers do premarital sexual behavior modelling with a level of premarital sexual behavior were higher. Premarital sexual behavior is the most widely performed among adolescents on SMPN “X” is touching. (FRM) Keywords : Modelling, Premarital-Sexual Behavior, Adolescence ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan modelling perilaku seksual pranikah dan bentukbentuk perilaku seksual pranikah pada remaja SMPN “X” Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja yang memiliki kriteria yang sesuai dengan kriteria penelitian dan sudah melakukan minimal satu dari perilaku seksual pranikah. Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 78 remaja. Analisa dilakukan dengan mendeskripsikan data yang telah diolah serta mengelompokkan tiap subyek pada masing-masing bentuk perilaku seksual pranikah dengan menggunakan z-score. Hasilnya remaja melakukan modelling perilaku seksual pranikah dengan tingkat perilaku seksual pranikah yang tinggi. Perilaku seksual pranikah yang paling banyak dilakukan remaja SMPN “X” adalah pada touching. (FRM). Kata Kunci : Modelling, Perilaku Seksual Pranikah, Remaja PENDAHULUAN Dalam perkembangan remaja Pierce & Cheney (2003) membagi dua jenis remaja yakni remaja awal berusia 13-15 tahun dan remaja akhir berusia 15-17 tahun. Pada perkembangannya remaja akan diikuti oleh sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Diantara perubahanperubahan biologis yang ada misalnya pertambahan tinggi badan, perubahan hormonal, dan kematangan seksual ketika mencapai masa pubertas. Sementara itu perubahan kognitif pada remaja seperti meningkatnya berpikir abstrak, logis, dan idealistik. Hal ini mengakibatkan remaja berpikir cenderung egosentris. Perubahan sosio-emosional di masa remaja meliputi adanya konflik dengan orang tua dan keinginan untuk meluangkan lebih banyak waktu dengan teman-teman sebaya. Ketika remaja mulai banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya, percakapan yang muncul biasanya akan lebih intim dan mendalam (Santrock, 2012). Remaja yang telah matang secara seksual memiliki keinginan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih bermakna dengan lawan jenisnya. Hurlock (dalam Santrock, 2012) menambahkan bahwa pengalaman seksual yang menyenangkan ketika berpacaran menyebabkan masing-masing individu menganggap bahwa perilaku dan aktivitas seksual sebagai suatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan dengan pasangan. Perilaku menurut Lahey (2009) merupakan tindakan yang tampak pada seseorang dan dapat diukur. Selanjutnya Bandura (1977) menambahkan perilaku merupakan suatu respon atau reaksi dari hasil pembelajaran seseorang terhadap interaksinya dengan beberapa faktor yang saling mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dikemukakan Bandura (1977) dalam teorinya ialah faktor lingkungan yakni faktor yang berkaitan dengan lingkungan dimana individu beroperasi secara interaktif, misalnya kelompok teman sebaya dan lain sebagainya. Bandura (dalam Santrock, 2003) mempercayai bahwa perilaku manusia didapatkan dari proses pembelajaran dengan mengamati dan bahkan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain. Proses meniru perilaku orang lain ini dikenal juga dengan modelling. Menurut Bandura (1977) modelling merupakan proses pembelajaran yang melibatkan atensi, retensi, reproduksi, serta motivasi dengan tujuan untuk meniru perilaku tertentu. Modelling dapat menjadi dasar seseorang dalam berperilaku tertentu, salah satunya adalah perilaku seksual pranikah. Menurut Sarwono (dalam Taufik, 2013) perilaku seksual pranikah adalah aktifitas seksual yang dilakukan antara lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi baik secara agama maupun hukum. Bentuk-bentuk aktivitas seksual adalah touching, kissing, petting, dan sexual intercourse (Duvall & Miller, 1985). Sehingga dalam penelitian modelling perilaku seksual pranikah adalah meniru aktivitas seksual pranikah orang lain dengan melibatkan empat tahapan modelling, yakni attention, retention, retention, reproduction, dan motivation. Santrock (2003) menambahkan remaja cenderung akan lebih terbuka terhadap informasi dan pendapat dari teman-temannya sehingga tak jarang membuat remaja meniru perilaku temantemannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, dalam penelitian yang diakukan oleh Wang’eri dan Otanga (2013) pada 217 remaja perempuan dan laki-laki mengenai peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah remaja, bahwa terdapat 30% remaja yang didorong oleh teman-temannya untuk berpacaran, 15,2% didorong teman-temannya untuk menonton pornografi dan 15,7% diantaranya didorong untuk melakukan aktifitas seksual. Mendukung hasil tersebut, dalam penelitiannya Maryatun (2013) menyebutkan bahwa 31 dari 42 remaja awal di Surakarta menyebutkan perilaku seksual pranikah yang mereka lakukan didasari oleh peran teman-teman sebayanya. Hal tersebut berarti bahwa remaja cenderung meniru perilaku teman-teman sebayanya agar dapat diterima oleh kelompoknya (Maryatun, 2013). Howard menyebutkan (dalam Nurhidayah & Setiawan, 2008) umumnya remaja ingin mengetahui hubungan antar pribadi dengan sesamanya, dimulai dengan keinginan untuk mengenal lawan jenis dan memulai persahabatan khusus lalu berlanjut menjadi hubungan yang lebih bermakna. Ketertarikan seksual pada remaja merupakan hal lazim dalam proses perkembangannya akan tetapi Berger (1998) menilai pada kebanyakan remaja, terutama masa remaja awal mereka cenderung lebih aktif secara seksual. Hal ini terlihat dari sejumlah fenomena yang dilansir oleh Romadoni (2013), mengenai tindakan asusila yang melibatkan beberapa pelajar sekolah menengah pertama di Jakarta pada September 2013 silam. Sebelumnya pada tahun 2009 beberapa media massa memuat berita terdapat 18 remaja di SMPN “X” Jakarta yang menjadi pekerja seks komersil (Yulianto, 2010). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) mencatat terdapat 65,3% remaja berusia 16-24 tahun di Jakarta. Pada tahun-tahun berikutnya dalam hasil survei BKKBN (dalam Banun & Setyorogo, 2013) sebanyak 51% remaja di wilayah Jabodetabek mengaku sudah tidak perawan, 4% diantaranya mengaku telah melakukan hubungan seksual pranikah sejak usia 16-18 tahun dan 16% melakukan pada usia 13-15 tahun. Sejalan dengan data tersebut, Uddin (dalam Utomo & Utomo, 2013) menambahkan di Indonesia sendiri terdapat 2.5 juta wanita yang melakukan aborsi dan setengah jutanya adalah remaja. The Australian National University (dalam Utomo & Utomo, 2013) menyebutkan bahwa setidaknya 27% remaja putri di Jabodetabek hamil pada usia dini. Selanjutnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (dalam Dewi, 2009) melakukan penelitian terhadap 800 responden remaja berusia 15-22 tahun di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan Ujungpandang mengenai sikap permisif terhadap perilaku seks dalam berpacaran. Sebanyak 45,9% memandang berpelukan antar lawan jenis merupakan hal wajar, 47,3% membolehkan cium pipi, 22% melakukan ciuman bibir, 11% membolehkan necking, 4,5% tidak mengharamkan kegiatan meraba-raba alat kelamin, 2,8% menganggap petting merupakan hal wajar, dan 1,3% menyetujui hubungan seksual pranikah.Hubungan seks pranikah dikalangan remaja menjadi masalah yang semakin hari semakin mencemaskan dan semakin meningkat. Tidak jarang dari hubungan seks pranikah tersebut menimbulkan dampak yang cukup serius, seperti kehamilan yang tidak diinginkan. Pada tahun 2008 dari 405 kasus kehamilan yang tidak direncanakan, 95% dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun di Jakarta (Solihat, 2013). Menurut BKKBN (2010), kasus aborsi di Indonesia meningkat mencapai 2,4 juta jiwa per tahun dan 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Peneliti dalam hal ini juga melakukan wawancara terhadap salah satu dari subyek dalam peneltiian ini. Ia menyatakan dirinya telah melakukan aktivitas seksual pranikah. Hal tersebut ia lakukan karena rasa ingin tahu atas percakapan-percakapan yang muncul antara ia dan temantemannya. Peneliti merangkum rasa ingin tahu tersebut sebagai proses tahapan modelling yakni, attention yang dikemukakan Bandura (1977). Dari penjelasan dan uraian diatas, maka peneliti tertarik menggambarkan bagaimana gambaran modelling perilaku seksual pranikah dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja SMPN “X” Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran modelling perilaku seksual pranikah dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja SMPN “X” Jakarta. METODE PENELITIAN Teknik sampling yang digunakan dalam peneltiian ini adalah non-probability sampling dengan bentuk snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih beberapa responden yang cocok untuk penelitian dan kemudian meminta daftar anggota atau referensi sebagai partisipan berikutnya (Teddlie & Yu, 2012). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang untuk pilot study dan sebanyak 78 orang untuk field study. Alat ukur dalam penelitian ini berupa kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti berdasarkan teori modelling dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah. Dalam membuat alat ukur mengenai modelling perilaku seksual pranikah, peneliti membuat 61 item untuk mengukur tingkatan modelling perilaku seksual pranikah. Sedangkan untuk mengukur bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah peneliti membuat 17 item untuk mengukur tingkatan dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah remaja diantaranya terdiri dari 8 item untuk mengukur dimensi touching, kissing berjumlah 6 item, petting berjumlah 2 item, sedangkan sexual intercourse memiliki 1 item. Skala yang digunakan pada kuesioner adalah dengan skala likert 1 sampai 4 untuk mengukur pendapat, sikap, dan persepsi individu ataupun kelompok mengenai fenomena yang terjadi. Dalam skala likert ini terdiri dari empat pilihan jawaban yakni Sangat Setuju (SS)= 4, Setuju (S)=3, Tidak Setuju (TS)= 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS)=1, selanjutnya responden diminta untuk menjawab pernyataan yang dirasa dapat mewakili dirinya (Sugiyono, 2012). Selanjutnya setelah pembuatan item-item tersebut, peneliti melakukan pengukuran validitas melalui dua cara, yakni expert judgement dan melalui teknik corrected item total correlation dengan menggunakan SPSS 22.0. Expert judgement dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing. Setelah item-item tersebut disetujui oleh expert judgement, maka peneliti melakukan pilot study terhadap 45 orang sampel. Hasil yang diperoleh dari pilot study kemudian dihitung validitasnya menggunakan teknik corrected item total correlation pada SPSS 22.0. Suatu item dapat dinyatakan valid adalah Jika nilai koefisien korelasi berada diatas 0,30, sedangkan jika nilai koefisien korelasi berada dibawah 0,30 maka item dianggap tidak valid. Pada hasil perhitungan validitas, didapatkan hasil validitas dalam penelitian ini berkisar antara 0,475-0,913. Maka dapat dikatakan bahwa item-item yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Setelah dilakukanya pengukuran validitas, selanjutnya juga diukur reliabilitas alat ukur. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha. Reliabilitas dengan menggunakan Cronbach’s Alpha dapat dipergunakan baik untuk instrumen yang jawabannya berskala ataupun bersifat dikhotomi, yakni yang mengenal dua jawaban. Dalam penelitian ini, instrumen jawaban bersifat skala 1-4. Perhitungan reliabilitas dibantu dengan SPSS 22.0. Untuk mengolah data modelling perilaku seksual pranikah yang telah didapatkan melalui field study, peneliti membuat norma kelompok dengan melihat nilai mean dari total keseluruhan. disimpulkan bahwa skor modelling perilaku seksual pranikah responden berkisar antara 61 sampai 218 , dengan rata-rata skor 139,09 dan skor yang paling sering muncul adalah 153. Dari hasil ratarata skor yang telah diperoleh maka responden memiliki total nilai kurang dari 139,09 memiliki tingkat perilaku seksual yang rendah. Jika total nilai modelling perilaku seksual pranikah lebih tinggi dari 139,09 maka tingkat perilaku modelling dikatakan tinggi. Hal yang sama juga dilakukan untuk melihat tingkatan perilaku seksual pranikah remaja. Skor perilaku seksual pranikah remaja berkisar antara 34-120. Berdasarkan hasil mean yang telah diperoleh maka responden yang memiliki total nilai kurang dari 81,44 berarti memiliki tingkat perilaku seksual pranikah rendah. Sedangkan skor total diatas 81,44 berarti memiliki tingkat perilaku seksual pranikah yang tinggi. Sedangkan tingkat perilaku seksual yang tinggi adalah jika jumlah total keselurahan item perilaku seksual pranikah adalah sebesar 82 sampai 120. Dalam mengartikan tingkatan setiap perilaku, maka peneliti mendeskripsikan perilaku dengan tingkat tinggi berarti perilaku sering dilakukan, sedangkan perilaku dengan tingkat rendah berarti perilaku jarang dilakukan. Setiap subyek atau responden yang sudah mengisi alat ukur bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah akan menghasilkan data berupa empat skor skala bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah yakni skor touching, skor kissing, skor petting, dan skor sexual intercourse. Dikarenakan alat perilaku seksual pranikah memiliki item-item yang tidak merata dan tidak sama jumlahnya, maka pengklasifikasian tiap subyek terhadap bentukbentuk perilaku seksual pranikah tersebut tidak dapat langsung dibandingkan satu sama lainnya. Dalam membandingkan skor pada skala yang berbeda perlu dilakukan konversi data dengan menggunakan z-score (Nurgiyantoro, Gunawan, dan Marzuki, 2012). Sehingga peneliti perlu melakukan konversi data pada setiap skor subjek menggunakan z-score, agar kemudian peneliti dapat menyimpulkan letak bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada tiap subyek. HASIL DAN BAHASAN Dari hasil perhitungan didapatkan juga frekuensi subyek berdaasarkan jenis kelamin dan usia. Sebanyak 43 remaja perempuan dan 35 remaja laki-laki dengan rentang usia 40 remaja berusia 14tahun, 26 remaja berusia 13 tahun dan 12 orang berusia 15 tahun. Selanjutnya dari hasil penelitian ini pula peneliti mendeskripsikan tingkat modelling perilaku seksual pranikah remaja SMPN “X” Jakarta. Berikut ini adalah gambaran subyek berdasarkan tingkat modelling perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja SMPN “X” Jakarta: Tabel 1 Gambaran Subyek Berdasarkan Tingkat Modelling Perilaku Seksual Pranikah modelling perilaku seksual pranikah Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent Valid tinggi 45 57,7 57,7 57,7 rendah 33 42,3 42,3 100,0 Total 78 100,0 100,0 Berdasarkan tabel diatas bahwa sebanyak 57,7% atau sebanyak 45 dari 78 orang siswa melakukan modelling seksual pranikah yang tinggi pada teman sebayanya, artinya adalah bahwa remaja sering meniru perilaku seksual pranikah teman sebayanya. Selanjutnya sebanyak 42,3% atau 33 orang remaja melakukan modelling perilaku seksual pranikah dalam tingkat yang rendah, hal ini berarti bahwa remaja jarang meniru perilaku seksual pranikah teman sebayanya. Hal ini berarti bahwa remaja jarang melakukan modelling perilaku seksual pranikah temannya. Tingkat modelling perilaku seksual pranikah rendah ditandai dengan jumlah keselurahan tahapan modelling perilaku seksual pranikah berkisar antara 61 hingga 139,09. Sedangkan tingkat modelling perilaku seksual pranikah tinggi nilainya berada diatas 139,09 hingga 218. Sedangkan untuk tingkat perilaku seksual pranikah, berikut ini adalah tabel gambarannya: Tabel 2 Gambaran Subyek Berdasarkan Tingkat Perilaku Seksual Pranikah perilaku seksual pranikah Valid Frequency Percent Percent Valid Cumulative Percent tinggi 41 52,6 52,6 52,6 rendah 37 47,4 47,4 100,0 Total 78 100,0 100,0 Tabel diatas merupakan gambaran tingkat perilaku seksual pranikah, dapat diketahui bahwa sebanyak 47,4% orang remaja melakukan perilaku seksual pranikah dalam tingkat yang rendah atau setara dengan 37 siswa. Selain itu sebanyak 52,6% orang remaja atau setara dengan 41 siswa melakukan perilaku seksual pranikah dalam tingkat yang tinggi, hal ini berarti perilaku seksual pranikah sering dilakukan. Sedangkan perilaku seksual pranikah dengan tingkat rendah artinya adalah bahwa perilaku seksual pranikah jarang dilakukan. Selanjutnya Setiap subyek atau responden yang sudah mengisi alat ukur bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah akan menghasilkan data berupa empat skor skala bentukbentuk perilaku seksual pranikah yakni skor touching, skor kissing, skor petting, dan skor sexual intercourse. Dikarenakan alat perilaku seksual pranikah memiliki item-item yang tidak merata dan tidak sama jumlahnya, maka pengklasifikasian tiap subyek terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah tersebut tidak dapat langsung dibandingkan satu sama lainnya. Dalam membandingkan skor pada skala yang berbeda perlu dilakukan konversi data dengan menggunakan z-score (Nurgiyantoro, Gunawan, dan Marzuki, 2012). Sehingga peneliti perlu melakukan konversi data pada setiap skor subjek menggunakan z-score, agar kemudian peneliti dapat menyimpulkan letak bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada tiap subyek. Berikut ini adalah hasil gambaran subyek berdasarkan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah yang telah dikonversi menggunakan z-score: Tabel 3 Penyebaran Subyek Terhadap Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Touching 26 33,3 33,3 33,3 Kissing 18 23,1 23,1 56,4 Petting 25 32,1 32,1 88,5 Sexual Intercourse 9 11,5 11,5 100 Total 78 100 100 Dari tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa perilaku seksual pranikah yang paling banyak dilakukan adalah touching yakni sebanyak 33,3% remaja. Selanjutnya 32,1% sudah melakukan petting, 23,1% remaja sudah melakukan kissing, dan sebanyak 11,5% sudah melakukan sexual intercourse. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa modelling perilaku seksual pranikah termasuk dalam yang tinggi. Hal ini berarti bahwa remaja sering meniru perilaku seksual pranikah temantemannya. Hal ini juga diikuti oleh tingginya tingkat perilaku seksual pranikah itu sendiri. Selanjutnya dilakukan juga analisa terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh tiap-tiap remaja. Dari data tersebut didapatkan perilaku seksual pranikah yang paling banyak dilakukan adalah touching, kemudian diikuti oleh petting, kissing, dan sexual intercourse. Grinman (1977) mengatakan keinginan untuk meniru perilaku teman sebaya biasanya menjadi sangat kuat ketika remaja. Dari hasil penelitian ini didapatkan umumnya tingkat perilaku modelling perilaku seksual pranikah remaja cenderung tinggi yakni sebesar 57,7% dengan tingkat perilaku seksual yang tinggi yakni sebanyak 52,6%. Hal ini berarti bahwa remaja yang menjadi subyek dalam penelitian ini cenderung meniru perilaku temantemannya dalam berperilaku seksual. Perilaku meniru ini juga dipandang sebagai cara agar remaja dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya (Santrock, 2003). Sejalan dengan itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap salah satu responden dalam penelitian ini. Pada wawancara tersebut, subyek menjabarkan bahwa beberapa teman-temannya sudah melakukan aktivitas seksual pranikah, bahkan diantaranya sudah pernah sampai pada aktivitas intercourse. Ia juga menambahkan salah satu alasannya melakukan aktivitas seksual pranikah dengan pasangannya adalah karena dorongan temanteman dan rasa ingin tahu. Dalam wawancara tersebut pula ia menyebutkan bahwa salah satu dari temannya sudah pernah aborsi tetapi hal tersebut tidak mengurangi keinginan untuk melakukan aktivitas seksual pranikah. Remaja yang melakukan modelling perilaku seksual pranikah temannya dalam penelitian ini dipandang sebagai kehendak atau keinginan mereka sendiri untuk berbaur dan menyatu dengan temantemannya. Dengan kata lain, jika perilaku seksual pranikah dilihat sebagai hal yang umum dan wajar dilakukan, maka remaja juga akan melakukan perilaku yang serupa dengan teman-temannya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Sehingga modelling perilaku merupakan keinginannya sendiri. Dengan demikian, peran teman sebaya dalam kehidupan remaja menjadi sangat penting dalam pembentukan identitas dan perilaku remaja. Rathus, Nevid, dan Rathus (2009) menyebutkan ketika remaja memiliki teman yang sudah terlibat dalam sejumlah aktivitas seksual, khususnya intercourse, maka remaja cenderung akan melakukan hal serupa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 33,3% remaja sudah melakukan touching, 32,1% remaja sudah melakukan petting, 23,1% remaja sudah melakukan kissing¸dan sebanyak 11,5% sudah melakukan sexual intercourse. Dapat dilihat dari data tersebut bahwa mereka sudah melakukan aktivitas seksual pranikah yang dikemukakan, sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan teori modelling yang dikemukakan Bandura (1977) bahwa memang perilaku yang dimunculkan individu merupakan hasil dari mengamati dan meniru perilaku orang lain. Bandura menambahkan (1977) ketika individu memiliki motivasi yang kuat, maka perilaku modelling akan cenderung lebih sering ditampilkan. Dalam hal ini dorongan teman sebaya dilihat sebagai tolak ukur bagian dari tahapan modelling yakni motivasi yang dikemukakan Bandura. O’Donnell (dalam Rathus, S., Nevid, J., Rathus, L., 2009) menyebutkan dalam berperilaku seksual pranikah selain perasaan ingin diterima dan diakui oleh kelompoknya, remaja juga merasakan perasaan cinta terhadap pasangannya. Sesuai dengan karakteristik perkembangan pada masa remaja yang sudah mengalami pubertas, mereka juga telah matang secara seksual. Hurlock (dalam Santrock, 2012) mengatakan remaja yang telah matang secara seksual memiliki keinginan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih dalam dengan lawan jenisnya. Sehingga pengalaman seksual yang menyenangkan saat pacaran menyebabkan remaja menganggap aktivitas seksual yang dilakukan dengan lawan jenis sebagai suatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan yang harus diperbaiki dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran-saran yang dirasa akan dapat lebih memperkaya penelitian ini. Dikarenakan sudah banyaknya penelitian yang dilakukan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah, sebaiknya penelitian selanjutnya lebih mengarah pada berbagai faktor yang membuat remaja tidak melakukan perilaku seksual pranikah. Sehingga jika penelitian tersebut dilakukan, dapat mencegah remaja dalam berperilaku seksual pranikah. Selain itu, dikarenakan tidak dilakukannya pendataan terhadap latar belakang responden maupun data demografis, status sosial, latar belakang budaya, ataupun agama maka sebaiknya data-data tersebut dapat ikut diteliti guna memperkaya penelitian ini. Setelah dilakukannya penelitian ini dan terlihat adanya perilaku seks pranikah antar remaja maka sebaiknya pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan atau pendidikan seks lebih dini pada remaja baik penjelasan mengenai kesehatan reproduksi serta akibat-akibat dari perilaku seksual pranikah. Bagi orang tua remaja, sebaiknya komunikasi yang terjadi antara anak dan orang tua bersifat lebih terbuka dan komunikatif. Selain itu ada baiknya orang tua menunjukkan minat terhadap aktivitas sehari-hari yang dilakukan remaja. Orang tua juga disarankan untuk mengkomunikasikan harapannya kepada remaja dengan penuh kasih sayang dang saling menghargai tanpa menghakimi. Selain itu juga kelompok sosial lain seperti guru ataupun masyarakat perlu saling bekerjasama dalam mengembangkan norma-norma, pengawasan, dan kesadaran remaja akan dampak negatif dari perilaku seksual pranikah. REFERENSI Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. (2011). Jumlah Balita, Remaja dan Lansia per Wilayah. Diunduh dari http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/MDKReports/KS/tabel102.aspx Badan Pusat Statistik. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Kementerian Kesehatan. Measure DHS ICF International. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012: Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. Diunduh dari fkm.unej.ac.id/publikasi. Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New York: Prentice Hall Banun, F., Setyorogo, S. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa SemesterV STIkes X Jakarta Timur 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1). 12-17. Berger, K. (1998). The Developing Person Through Life Span: Fourth Edition. New York: Worth Publisher, Inc. Bickham, P., O’keefe, S., Baker, E., Berhie, G., Kommor, M., & Dorton, K. (2007). Correlates of Early Overt and Covert Sexual Behaviors in Heterosexual Women. Arch Sex Behav, 3(6). 724-740. Brown,T., Suter, T. (2012). Marketing Research. South Western: Cengage Learning Candra, A. (24 Januari 2014). Fakta HIV/AIDS Ini Wajib Diketahui Remaja. Kompas. Croteau, D., Hoynes, W., Milan, S. (2012). Media/Society; Industries, Images, and Audiences;Fourth Edition. United States of America: SAGE Publications, Inc. Damayanti, R. (2004). Psikologi Kesehatan. Depok: FKM UI Daniel, J. (2012). Sampling Essentials: Practical Guidelines for Making Sampling Choices. Howard University: SAGE Publications, Inc. Dewi, I. (2009). Skripsi: Pengaruh Faktor Personal Dan Lingkungan Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMA Negeri 1 Baturraden dan SMA Negeri 1 Purwokerto. Magister Promosi Kesehatan. Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Duvall, E., Miller, P., (1985). Marriage and Family Development: Sixth Edition. New York: Harper & Row. Elliot, S. (2008). Not My Kid: Parents, Teenagers, and Adolescent Sexuality. Doctor of Phylosophy. The University of Texas, Austin. Eriyanto. (2007). Tekhnik Sampling: Analisis Opini Publik. Yogyakarta: Lkis. Fernandez, V. (2013). Skripsi: Korelasional Antara Kematangan Emosi (Emotional Maturity) Dengan Kinerja Karyawan Pada PT Gilang Agung Persada. Psikologi. Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Gulo. (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. Grinman, M. (2002). Belonging, Conformity and Social Status In Early Adolescence. Canada: University of British Columbia. Hurlock, E. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan: Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga King, B. (2009). Human Sexuality Today: Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Kriyantono, R. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi; Edisi Pertama. Jakarta: Erlangga Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis Komunikasi; Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Komunitas Aids Indonesia: 45% Remaja Lakukan Free Sex. (11 May 2007). Diunduh dari http://www.aids-ina.org/modules.php?name=News&file=article&sid=222 Lahey, B. (2009). Psychology: An Introduction tenth edition. New York:The McGraw-Hill Companies, Inc. Long, M., (2010). Adolescent Sexuality. Un Chronicle, 47(4). 45-46. Lyle, G. (2012). Burrhus F. Skinner: The Shaper of Behavior. The Psychological Record, 62(2). 351358. Maryatun. (2013). Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Sexual Pranikah Remaja di SMA Muhamadiyah 3 Surakarta. Gaster, 10(11). 39-45 Miller, R., Perlman, D., Brehm, S. (2007). Intimate Relationship: fourth edition. New York:The McGraw-Hill Companies, Inc. Moore, S., Rosenthal, D. (2006). Sexuality in Adolescence: Current Trends. New York: Routledge. Naedi. (2012). Skripsi: Gambaran Tingkat Pengetahuan Seks Bebas Pada Remaja Kelas XI di SMA Negeri 1 Cileungsi Kabupaten Bogor. Keperawatan. Universitas Indonesia, Depok. Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Nurhidayah, S., Setiawan, R. (2008). Pengaruh Pacaran Terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal Soul, 1(2). 60-69 Nurgiyantoro, B., Gunawan., Marzuki. (2012). Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Normadewi, B. (2012). Skripsi: Analisis Pengaruh Jenis Kelamin Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Dengan Love of Money Sebagai Variabel Intervening. Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro, Semarang. Pierce, W., Cheney, C. (2003). Behavior Analysis and Learning; Third Edition. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Pratiwi, A. (2013). Skripsi: Coping Remaja Perempuan Yang Hamil Diluar Nikah. Psikologi. Universitas Brawijaya, Malang. Priyatno, D. (2012). Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. Prihatin, T. (2007). Skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Sikap Siswa SMA Terhadap Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah Di Kota Sukoharjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang. Rachman, R. (2011). Skripsi: Hubungan Antara Kecenderungan Pola Asuh Permisif Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa. Psikologi. Universitas Gunadarma, Jakarta. Raihan, S. (2013). Seksualitas dan Remaja, Diunduh dari file:///G:/skripsi/jurnal/Artikel%20%20SEKSUALITAS%20DAN%20REMAJA%20bkkbn.htm Rathus, S., Nevid, J., Rathus, L. (2009). Human Sexuality in a World of Diversity. USA: Pearson Education, Inc. Riduwan. (2008). Dasar-Dasar Estetika. Bandung: Alfabeta. Romadoni, A. (26 Oktober 2013). Video Asusila Siswi SMP Siapa Salah?. Diunduh dari http://news.liputan6.com/read/729995/video-asusila-siswi-smp-siapa-salah Santrock, J. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Indonesia: Erlangga. Santrock, J. (2012). Adolescence: Fourteenth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc. Sartika, A., Indrawati, E., Sawitri, D. (2009). Hubungan Antara Konformitas Terhadap Teman Sebaya Dengan Intensi Merokok Pada Remaja Perempuan di SMA Kesatrian 1 Semarang. Psycho Idea, 7(1). 14-16 Sarwono, J. (2006). Metode Peneleitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Scwartz, B., Wasserman, E., Robbins, S. (2001). Psychology of Learning and Behavior; Fifth Edition. New York: W.W. Norton. Setyanti, C. (2013). Menikah Bukan Solusi Atasi Anak hamil di Luar Nikah. Kompas. Diunduh dari http://female.kompas.com/read/2013/09/05/1932183/Menikah.Bukan.Solusi.Atasi.Anak.Hamil.di.Lu ar.Nikah Sevilla, dkk. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Stewart, C.J., Cash, W.B. (2011). Interviewing:Principles and Practices. NewYork: McGraw-Hill Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Solihat, S. (2013). Skripsi: Penyesuaian Diri Remaja Yang Hamil Diluar Nikah (Studi Kasus Pada Dua Remaja Yang Hamil Diluar Nikah Di Kota Bandung). Psikologi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Swaleha, P. (2010). Adolescent’s Attitude Towards Self. Researchers World, 1(1). 119-125. Taufik, A. (2013). Persepsi Remaja Terhadap Perilaku Seks Pranikah (Studi Kasus SMK Negeri “X” Samarinda). Sosiatri Sosiologi, 1(1). 31-44 Teddlie, C. Yu, F. (2007). Mixed Methods Sampling: A Typology With Examples. Journal of Mixed Research, 1(77). 78-98. Teguh, A., Istiarti, T., Widagdo, L. (2013). Hubungan Pengetahuan, Sikap Terhadap Kesehatan Reproduksi Dengan Praktik Seksual Pranikah Pada Mahasiswi Kebidanan di Politekik Kesehatan Depkes Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat ,2(2). 1-10. Utomo, I., Utomo, A., Australian Demographic and Social Research Institute., The Australian National University. (2013). Adolescent Pregnancy in Indonesia: A Literature Review. Wang’eri, T., Otanga, H. (2013). Family, Peer and Protective Factors Related Sex Behavior Among Urban Adolescents In Secondary Schools In Mombasa County Coast Province Kenya. International Journal of Education and Research, 1(5). 1-14 Wetherrill, R., Neal, D., Fromme, K., (2010). Parents, Peers, and Sexual Values Influence Sexual Behavior During the Transition to College. Arch Sex Behav, 39(3). 682-694. Yulianto. (2010). Gambaran Sikap Siswa SMP Terhadap Perilaku Seksual Pranikah (Penelitian Dilakukan di SMPN “X” Jakarta). Jurnal Psikologi, 8(2). 46-57 RIWAYAT PENULIS Fisca Ramadhani Maramis lahir di Pekanbaru pada 06 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu psikologi pada tahun 2014.