gambaran modelling perilaku seksual pranikah

advertisement
GAMBARAN MODELLING PERILAKU
SEKSUAL PRANIKAH DAN BENTUKBENTUK PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
PADA REMAJA SMPN “X” JAKARTA
Fisca Ramadhani Maramis
Greta Vidya Paramita
Jurusan Psikologi BINUS University, [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study is to describe the modelling premarital sexual behavior and forms of
premarital sexual behavior in adolescents on SMPN "X" Jakarta. The research method of this
study is quantitative descriptive. The subjects in this study is adolescents who have a criteria in
accordance with the criteria and have made at least one of premarital sexual behavior. This
study used 78 sample of adolescents totaled. The analysis is done by describing the data that has
been processed and classify each subject on each of the forms of premarital sexual behavior by
using a z-score. The results show that teenagers do premarital sexual behavior modelling with a
level of premarital sexual behavior were higher. Premarital sexual behavior is the most widely
performed among adolescents on SMPN “X” is touching. (FRM)
Keywords : Modelling, Premarital-Sexual Behavior, Adolescence
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan modelling perilaku seksual pranikah dan bentukbentuk perilaku seksual pranikah pada remaja SMPN “X” Jakarta. Metode penelitian yang
digunakan adalah kuantitatif dengan deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja yang
memiliki kriteria yang sesuai dengan kriteria penelitian dan sudah melakukan minimal satu dari
perilaku seksual pranikah. Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 78 remaja. Analisa
dilakukan dengan mendeskripsikan data yang telah diolah serta mengelompokkan tiap subyek
pada masing-masing bentuk perilaku seksual pranikah dengan menggunakan z-score. Hasilnya
remaja melakukan modelling perilaku seksual pranikah dengan tingkat perilaku seksual
pranikah yang tinggi. Perilaku seksual pranikah yang paling banyak dilakukan remaja SMPN
“X” adalah pada touching. (FRM).
Kata Kunci : Modelling, Perilaku Seksual Pranikah, Remaja
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan remaja Pierce & Cheney (2003) membagi dua jenis remaja yakni remaja
awal berusia 13-15 tahun dan remaja akhir berusia 15-17 tahun. Pada perkembangannya remaja akan
diikuti oleh sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Diantara perubahanperubahan biologis yang ada misalnya pertambahan tinggi badan, perubahan hormonal, dan
kematangan seksual ketika mencapai masa pubertas. Sementara itu perubahan kognitif pada remaja
seperti meningkatnya berpikir abstrak, logis, dan idealistik. Hal ini mengakibatkan remaja berpikir
cenderung egosentris. Perubahan sosio-emosional di masa remaja meliputi adanya konflik dengan
orang tua dan keinginan untuk meluangkan lebih banyak waktu dengan teman-teman sebaya. Ketika
remaja mulai banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya, percakapan yang muncul
biasanya akan lebih intim dan mendalam (Santrock, 2012). Remaja yang telah matang secara seksual
memiliki keinginan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih bermakna dengan lawan
jenisnya. Hurlock (dalam Santrock, 2012) menambahkan bahwa pengalaman seksual yang
menyenangkan ketika berpacaran menyebabkan masing-masing individu menganggap bahwa
perilaku dan aktivitas seksual sebagai suatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan dengan
pasangan.
Perilaku menurut Lahey (2009) merupakan tindakan yang tampak pada seseorang dan dapat
diukur. Selanjutnya Bandura (1977) menambahkan perilaku merupakan suatu respon atau reaksi dari
hasil pembelajaran seseorang terhadap interaksinya dengan beberapa faktor yang saling
mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dikemukakan Bandura (1977) dalam teorinya ialah faktor
lingkungan yakni faktor yang berkaitan dengan lingkungan dimana individu beroperasi secara
interaktif, misalnya kelompok teman sebaya dan lain sebagainya. Bandura (dalam Santrock, 2003)
mempercayai bahwa perilaku manusia didapatkan dari proses pembelajaran dengan mengamati dan
bahkan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain. Proses meniru perilaku orang lain ini dikenal
juga dengan modelling.
Menurut Bandura (1977) modelling merupakan proses pembelajaran yang melibatkan atensi,
retensi, reproduksi, serta motivasi dengan tujuan untuk meniru perilaku tertentu. Modelling dapat
menjadi dasar seseorang dalam berperilaku tertentu, salah satunya adalah perilaku seksual pranikah.
Menurut Sarwono (dalam Taufik, 2013) perilaku seksual pranikah adalah aktifitas seksual yang
dilakukan antara lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi baik secara agama maupun
hukum. Bentuk-bentuk aktivitas seksual adalah touching, kissing, petting, dan sexual intercourse
(Duvall & Miller, 1985). Sehingga dalam penelitian modelling perilaku seksual pranikah adalah
meniru aktivitas seksual pranikah orang lain dengan melibatkan empat tahapan modelling, yakni
attention, retention, retention, reproduction, dan motivation.
Santrock (2003) menambahkan remaja cenderung akan lebih terbuka terhadap informasi dan
pendapat dari teman-temannya sehingga tak jarang membuat remaja meniru perilaku temantemannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, dalam penelitian yang diakukan oleh Wang’eri dan
Otanga (2013) pada 217 remaja perempuan dan laki-laki mengenai peran teman sebaya terhadap
perilaku seksual pranikah remaja, bahwa terdapat 30% remaja yang didorong oleh teman-temannya
untuk berpacaran, 15,2% didorong teman-temannya untuk menonton pornografi dan 15,7%
diantaranya didorong untuk melakukan aktifitas seksual. Mendukung hasil tersebut, dalam
penelitiannya Maryatun (2013) menyebutkan bahwa 31 dari 42 remaja awal di Surakarta
menyebutkan perilaku seksual pranikah yang mereka lakukan didasari oleh peran teman-teman
sebayanya. Hal tersebut berarti bahwa remaja cenderung meniru perilaku teman-teman sebayanya
agar dapat diterima oleh kelompoknya (Maryatun, 2013).
Howard menyebutkan (dalam Nurhidayah & Setiawan, 2008) umumnya remaja ingin
mengetahui hubungan antar pribadi dengan sesamanya, dimulai dengan keinginan untuk mengenal
lawan jenis dan memulai persahabatan khusus lalu berlanjut menjadi hubungan yang lebih bermakna.
Ketertarikan seksual pada remaja merupakan hal lazim dalam proses perkembangannya akan tetapi
Berger (1998) menilai pada kebanyakan remaja, terutama masa remaja awal mereka cenderung lebih
aktif secara seksual. Hal ini terlihat dari sejumlah fenomena yang dilansir oleh Romadoni (2013),
mengenai tindakan asusila yang melibatkan beberapa pelajar sekolah menengah pertama di Jakarta
pada September 2013 silam. Sebelumnya pada tahun 2009 beberapa media massa memuat berita
terdapat 18 remaja di SMPN “X” Jakarta yang menjadi pekerja seks komersil (Yulianto, 2010).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (2011) mencatat terdapat 65,3% remaja berusia 16-24
tahun di Jakarta. Pada tahun-tahun berikutnya dalam hasil survei BKKBN (dalam Banun &
Setyorogo, 2013) sebanyak 51% remaja di wilayah Jabodetabek mengaku sudah tidak perawan, 4%
diantaranya mengaku telah melakukan hubungan seksual pranikah sejak usia 16-18 tahun dan 16%
melakukan pada usia 13-15 tahun. Sejalan dengan data tersebut, Uddin (dalam Utomo & Utomo,
2013) menambahkan di Indonesia sendiri terdapat 2.5 juta wanita yang melakukan aborsi dan
setengah jutanya adalah remaja. The Australian National University (dalam Utomo & Utomo, 2013)
menyebutkan bahwa setidaknya 27% remaja putri di Jabodetabek hamil pada usia dini.
Selanjutnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (dalam Dewi, 2009)
melakukan penelitian terhadap 800 responden remaja berusia 15-22 tahun di Jakarta, Yogyakarta,
Medan, Surabaya, dan Ujungpandang mengenai sikap permisif terhadap perilaku seks dalam
berpacaran. Sebanyak 45,9% memandang berpelukan antar lawan jenis merupakan hal wajar, 47,3%
membolehkan cium pipi, 22% melakukan ciuman bibir, 11% membolehkan necking, 4,5% tidak
mengharamkan kegiatan meraba-raba alat kelamin, 2,8% menganggap petting merupakan hal wajar,
dan 1,3% menyetujui hubungan seksual pranikah.Hubungan seks pranikah dikalangan remaja
menjadi masalah yang semakin hari semakin mencemaskan dan semakin meningkat. Tidak jarang
dari hubungan seks pranikah tersebut menimbulkan dampak yang cukup serius, seperti kehamilan
yang tidak diinginkan. Pada tahun 2008 dari 405 kasus kehamilan yang tidak direncanakan, 95%
dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun di Jakarta (Solihat, 2013). Menurut BKKBN (2010), kasus
aborsi di Indonesia meningkat mencapai 2,4 juta jiwa per tahun dan 1,5 juta diantaranya dilakukan
oleh remaja. Peneliti dalam hal ini juga melakukan wawancara terhadap salah satu dari subyek dalam
peneltiian ini. Ia menyatakan dirinya telah melakukan aktivitas seksual pranikah. Hal tersebut ia
lakukan karena rasa ingin tahu atas percakapan-percakapan yang muncul antara ia dan temantemannya. Peneliti merangkum rasa ingin tahu tersebut sebagai proses tahapan modelling yakni,
attention yang dikemukakan Bandura (1977).
Dari penjelasan dan uraian diatas, maka peneliti tertarik menggambarkan bagaimana gambaran
modelling perilaku seksual pranikah dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja
SMPN “X” Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran modelling perilaku
seksual pranikah dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja SMPN “X” Jakarta.
METODE PENELITIAN
Teknik sampling yang digunakan dalam peneltiian ini adalah non-probability sampling dengan
bentuk snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih beberapa
responden yang cocok untuk penelitian dan kemudian meminta daftar anggota atau referensi sebagai
partisipan berikutnya (Teddlie & Yu, 2012). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang untuk
pilot study dan sebanyak 78 orang untuk field study. Alat ukur dalam penelitian ini berupa kuesioner
yang telah dibuat oleh peneliti berdasarkan teori modelling dan bentuk-bentuk perilaku seksual
pranikah. Dalam membuat alat ukur mengenai modelling perilaku seksual pranikah, peneliti
membuat 61 item untuk mengukur tingkatan modelling perilaku seksual pranikah. Sedangkan untuk
mengukur bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah peneliti membuat 17 item untuk mengukur
tingkatan dan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah remaja diantaranya terdiri dari 8 item untuk
mengukur dimensi touching, kissing berjumlah 6 item, petting berjumlah 2 item, sedangkan sexual
intercourse memiliki 1 item. Skala yang digunakan pada kuesioner adalah dengan skala likert 1
sampai 4 untuk mengukur pendapat, sikap, dan persepsi individu ataupun kelompok mengenai
fenomena yang terjadi. Dalam skala likert ini terdiri dari empat pilihan jawaban yakni Sangat Setuju
(SS)= 4, Setuju (S)=3, Tidak Setuju (TS)= 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS)=1, selanjutnya
responden diminta untuk menjawab pernyataan yang dirasa dapat mewakili dirinya (Sugiyono,
2012).
Selanjutnya setelah pembuatan item-item tersebut, peneliti melakukan pengukuran validitas
melalui dua cara, yakni expert judgement dan melalui teknik corrected item total correlation dengan
menggunakan SPSS 22.0. Expert judgement dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing. Setelah
item-item tersebut disetujui oleh expert judgement, maka peneliti melakukan pilot study terhadap 45
orang sampel. Hasil yang diperoleh dari pilot study kemudian dihitung validitasnya menggunakan
teknik corrected item total correlation pada SPSS 22.0. Suatu item dapat dinyatakan valid adalah
Jika nilai koefisien korelasi berada diatas 0,30, sedangkan jika nilai koefisien korelasi berada
dibawah 0,30 maka item dianggap tidak valid. Pada hasil perhitungan validitas, didapatkan hasil
validitas dalam penelitian ini berkisar antara 0,475-0,913. Maka dapat dikatakan bahwa item-item
yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Setelah dilakukanya pengukuran validitas,
selanjutnya juga diukur reliabilitas alat ukur. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
Cronbach’s Alpha. Reliabilitas dengan menggunakan Cronbach’s Alpha dapat dipergunakan baik
untuk instrumen yang jawabannya berskala ataupun bersifat dikhotomi, yakni yang mengenal dua
jawaban. Dalam penelitian ini, instrumen jawaban bersifat skala 1-4. Perhitungan reliabilitas dibantu
dengan SPSS 22.0.
Untuk mengolah data modelling perilaku seksual pranikah yang telah didapatkan melalui field
study, peneliti membuat norma kelompok dengan melihat nilai mean dari total keseluruhan.
disimpulkan bahwa skor modelling perilaku seksual pranikah responden berkisar antara 61 sampai
218 , dengan rata-rata skor 139,09 dan skor yang paling sering muncul adalah 153. Dari hasil ratarata skor yang telah diperoleh maka responden memiliki total nilai kurang dari 139,09 memiliki
tingkat perilaku seksual yang rendah. Jika total nilai modelling perilaku seksual pranikah lebih tinggi
dari 139,09 maka tingkat perilaku modelling dikatakan tinggi. Hal yang sama juga dilakukan untuk
melihat tingkatan perilaku seksual pranikah remaja. Skor perilaku seksual pranikah remaja berkisar
antara 34-120. Berdasarkan hasil mean yang telah diperoleh maka responden yang memiliki total
nilai kurang dari 81,44 berarti memiliki tingkat perilaku seksual pranikah rendah. Sedangkan skor
total diatas 81,44 berarti memiliki tingkat perilaku seksual pranikah yang tinggi. Sedangkan tingkat
perilaku seksual yang tinggi adalah jika jumlah total keselurahan item perilaku seksual pranikah
adalah sebesar 82 sampai 120. Dalam mengartikan tingkatan setiap perilaku, maka peneliti
mendeskripsikan perilaku dengan tingkat tinggi berarti perilaku sering dilakukan, sedangkan
perilaku dengan tingkat rendah berarti perilaku jarang dilakukan. Setiap subyek atau responden yang
sudah mengisi alat ukur bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah akan menghasilkan data berupa
empat skor skala bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah yakni skor touching, skor kissing, skor
petting, dan skor sexual intercourse. Dikarenakan alat perilaku seksual pranikah memiliki item-item
yang tidak merata dan tidak sama jumlahnya, maka pengklasifikasian tiap subyek terhadap bentukbentuk perilaku seksual pranikah tersebut tidak dapat langsung dibandingkan satu sama lainnya.
Dalam membandingkan skor pada skala yang berbeda perlu dilakukan konversi data dengan
menggunakan z-score (Nurgiyantoro, Gunawan, dan Marzuki, 2012). Sehingga peneliti perlu
melakukan konversi data pada setiap skor subjek menggunakan z-score, agar kemudian peneliti
dapat menyimpulkan letak bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada tiap subyek.
HASIL DAN BAHASAN
Dari hasil perhitungan didapatkan juga frekuensi subyek berdaasarkan jenis kelamin dan usia.
Sebanyak 43 remaja perempuan dan 35 remaja laki-laki dengan rentang usia 40 remaja berusia
14tahun, 26 remaja berusia 13 tahun dan 12 orang berusia 15 tahun. Selanjutnya dari hasil penelitian
ini pula peneliti mendeskripsikan tingkat modelling perilaku seksual pranikah remaja SMPN “X”
Jakarta. Berikut ini adalah gambaran subyek berdasarkan tingkat modelling perilaku seksual
pranikah yang dilakukan oleh remaja SMPN “X” Jakarta:
Tabel 1
Gambaran Subyek Berdasarkan Tingkat Modelling Perilaku Seksual Pranikah
modelling perilaku seksual pranikah
Valid
Cumulative
Frequency Percent
Percent
Percent
Valid
tinggi
45
57,7
57,7
57,7
rendah
33
42,3
42,3
100,0
Total
78
100,0
100,0
Berdasarkan tabel diatas bahwa sebanyak 57,7% atau sebanyak 45 dari 78 orang siswa melakukan
modelling seksual pranikah yang tinggi pada teman sebayanya, artinya adalah bahwa remaja sering
meniru perilaku seksual pranikah teman sebayanya. Selanjutnya sebanyak 42,3% atau 33 orang remaja
melakukan modelling perilaku seksual pranikah dalam tingkat yang rendah, hal ini berarti bahwa remaja
jarang meniru perilaku seksual pranikah teman sebayanya. Hal ini berarti bahwa remaja jarang melakukan
modelling perilaku seksual pranikah temannya. Tingkat modelling perilaku seksual pranikah rendah
ditandai dengan jumlah keselurahan tahapan modelling perilaku seksual pranikah berkisar antara 61
hingga 139,09. Sedangkan tingkat modelling perilaku seksual pranikah tinggi nilainya berada diatas
139,09 hingga 218. Sedangkan untuk tingkat perilaku seksual pranikah, berikut ini adalah tabel
gambarannya:
Tabel 2
Gambaran Subyek Berdasarkan Tingkat Perilaku Seksual Pranikah
perilaku seksual pranikah
Valid
Frequency Percent
Percent
Valid
Cumulative
Percent
tinggi
41
52,6
52,6
52,6
rendah
37
47,4
47,4
100,0
Total
78
100,0
100,0
Tabel diatas merupakan gambaran tingkat perilaku seksual pranikah, dapat diketahui bahwa
sebanyak 47,4% orang remaja melakukan perilaku seksual pranikah dalam tingkat yang rendah atau
setara dengan 37 siswa. Selain itu sebanyak 52,6% orang remaja atau setara dengan 41 siswa melakukan
perilaku seksual pranikah dalam tingkat yang tinggi, hal ini berarti perilaku seksual pranikah sering
dilakukan. Sedangkan perilaku seksual pranikah dengan tingkat rendah artinya adalah bahwa perilaku
seksual pranikah jarang dilakukan. Selanjutnya Setiap subyek atau responden yang sudah mengisi alat
ukur bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah akan menghasilkan data berupa empat skor skala bentukbentuk perilaku seksual pranikah yakni skor touching, skor kissing, skor petting, dan skor sexual
intercourse. Dikarenakan alat perilaku seksual pranikah memiliki item-item yang tidak merata dan tidak
sama jumlahnya, maka pengklasifikasian tiap subyek terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah
tersebut tidak dapat langsung dibandingkan satu sama lainnya. Dalam membandingkan skor pada skala
yang berbeda perlu dilakukan konversi data dengan menggunakan z-score (Nurgiyantoro, Gunawan, dan
Marzuki, 2012). Sehingga peneliti perlu melakukan konversi data pada setiap skor subjek menggunakan
z-score, agar kemudian peneliti dapat menyimpulkan letak bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah pada
tiap subyek. Berikut ini adalah hasil gambaran subyek berdasarkan bentuk-bentuk perilaku seksual
pranikah yang telah dikonversi menggunakan z-score:
Tabel 3
Penyebaran Subyek Terhadap Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah
Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah
Valid
Frequency
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Touching
26
33,3
33,3
33,3
Kissing
18
23,1
23,1
56,4
Petting
25
32,1
32,1
88,5
Sexual Intercourse
9
11,5
11,5
100
Total
78
100
100
Dari tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa perilaku seksual pranikah yang paling banyak
dilakukan adalah touching yakni sebanyak 33,3% remaja. Selanjutnya 32,1% sudah melakukan
petting, 23,1% remaja sudah melakukan kissing, dan sebanyak 11,5% sudah melakukan sexual
intercourse.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa modelling perilaku seksual pranikah
termasuk dalam yang tinggi. Hal ini berarti bahwa remaja sering meniru perilaku seksual pranikah temantemannya. Hal ini juga diikuti oleh tingginya tingkat perilaku seksual pranikah itu sendiri. Selanjutnya
dilakukan juga analisa terhadap bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh tiap-tiap
remaja. Dari data tersebut didapatkan perilaku seksual pranikah yang paling banyak dilakukan adalah
touching, kemudian diikuti oleh petting, kissing, dan sexual intercourse. Grinman (1977) mengatakan
keinginan untuk meniru perilaku teman sebaya biasanya menjadi sangat kuat ketika remaja. Dari hasil
penelitian ini didapatkan umumnya tingkat perilaku modelling perilaku seksual pranikah remaja
cenderung tinggi yakni sebesar 57,7% dengan tingkat perilaku seksual yang tinggi yakni sebanyak 52,6%.
Hal ini berarti bahwa remaja yang menjadi subyek dalam penelitian ini cenderung meniru perilaku temantemannya dalam berperilaku seksual. Perilaku meniru ini juga dipandang sebagai cara agar remaja dapat
dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya (Santrock, 2003). Sejalan dengan itu, peneliti
juga melakukan wawancara terhadap salah satu responden dalam penelitian ini. Pada wawancara tersebut,
subyek menjabarkan bahwa beberapa teman-temannya sudah melakukan aktivitas seksual pranikah,
bahkan diantaranya sudah pernah sampai pada aktivitas intercourse. Ia juga menambahkan salah satu
alasannya melakukan aktivitas seksual pranikah dengan pasangannya adalah karena dorongan temanteman dan rasa ingin tahu. Dalam wawancara tersebut pula ia menyebutkan bahwa salah satu dari
temannya sudah pernah aborsi tetapi hal tersebut tidak mengurangi keinginan untuk melakukan aktivitas
seksual pranikah.
Remaja yang melakukan modelling perilaku seksual pranikah temannya dalam penelitian ini
dipandang sebagai kehendak atau keinginan mereka sendiri untuk berbaur dan menyatu dengan temantemannya. Dengan kata lain, jika perilaku seksual pranikah dilihat sebagai hal yang umum dan wajar
dilakukan, maka remaja juga akan melakukan perilaku yang serupa dengan teman-temannya tanpa adanya
tekanan dari pihak manapun. Sehingga modelling perilaku merupakan keinginannya sendiri. Dengan
demikian, peran teman sebaya dalam kehidupan remaja menjadi sangat penting dalam pembentukan
identitas dan perilaku remaja. Rathus, Nevid, dan Rathus (2009) menyebutkan ketika remaja memiliki
teman yang sudah terlibat dalam sejumlah aktivitas seksual, khususnya intercourse, maka remaja
cenderung akan melakukan hal serupa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa sebanyak 33,3% remaja sudah melakukan touching, 32,1% remaja sudah melakukan
petting, 23,1% remaja sudah melakukan kissing¸dan sebanyak 11,5% sudah melakukan sexual
intercourse. Dapat dilihat dari data tersebut bahwa mereka sudah melakukan aktivitas seksual pranikah
yang dikemukakan, sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sesuai
dengan teori modelling yang dikemukakan Bandura (1977) bahwa memang perilaku yang dimunculkan
individu merupakan hasil dari mengamati dan meniru perilaku orang lain. Bandura menambahkan (1977)
ketika individu memiliki motivasi yang kuat, maka perilaku modelling akan cenderung lebih sering
ditampilkan. Dalam hal ini dorongan teman sebaya dilihat sebagai tolak ukur bagian dari tahapan
modelling yakni motivasi yang dikemukakan Bandura. O’Donnell (dalam Rathus, S., Nevid, J., Rathus,
L., 2009) menyebutkan dalam berperilaku seksual pranikah selain perasaan ingin diterima dan diakui oleh
kelompoknya, remaja juga merasakan perasaan cinta terhadap pasangannya. Sesuai dengan karakteristik
perkembangan pada masa remaja yang sudah mengalami pubertas, mereka juga telah matang secara
seksual. Hurlock (dalam Santrock, 2012) mengatakan remaja yang telah matang secara seksual memiliki
keinginan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih dalam dengan lawan jenisnya. Sehingga
pengalaman seksual yang menyenangkan saat pacaran menyebabkan remaja menganggap aktivitas
seksual yang dilakukan dengan lawan jenis sebagai suatu hal yang menyenangkan untuk dilakukan.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan yang harus diperbaiki dalam penelitian ini.
Oleh karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran-saran yang dirasa akan dapat lebih memperkaya
penelitian ini. Dikarenakan sudah banyaknya penelitian yang dilakukan mengenai faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pranikah, sebaiknya penelitian selanjutnya lebih mengarah pada berbagai
faktor yang membuat remaja tidak melakukan perilaku seksual pranikah. Sehingga jika penelitian tersebut
dilakukan, dapat mencegah remaja dalam berperilaku seksual pranikah. Selain itu, dikarenakan tidak
dilakukannya pendataan terhadap latar belakang responden maupun data demografis, status sosial, latar
belakang budaya, ataupun agama maka sebaiknya data-data tersebut dapat ikut diteliti guna memperkaya
penelitian ini.
Setelah dilakukannya penelitian ini dan terlihat adanya perilaku seks pranikah antar remaja maka
sebaiknya pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan atau pendidikan seks lebih dini pada remaja baik
penjelasan mengenai kesehatan reproduksi serta akibat-akibat dari perilaku seksual pranikah. Bagi orang
tua remaja, sebaiknya komunikasi yang terjadi antara anak dan orang tua bersifat lebih terbuka dan
komunikatif. Selain itu ada baiknya orang tua menunjukkan minat terhadap aktivitas sehari-hari yang
dilakukan remaja. Orang tua juga disarankan untuk mengkomunikasikan harapannya kepada remaja
dengan penuh kasih sayang dang saling menghargai tanpa menghakimi. Selain itu juga kelompok sosial
lain seperti guru ataupun masyarakat perlu saling bekerjasama dalam mengembangkan norma-norma,
pengawasan, dan kesadaran remaja akan dampak negatif dari perilaku seksual pranikah.
REFERENSI
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. (2011). Jumlah Balita, Remaja dan Lansia per
Wilayah. Diunduh dari http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/MDKReports/KS/tabel102.aspx
Badan Pusat Statistik. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Kementerian
Kesehatan. Measure DHS ICF International. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2012: Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. Diunduh dari fkm.unej.ac.id/publikasi.
Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New York: Prentice Hall
Banun, F., Setyorogo, S. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual
Pranikah Pada Mahasiswa SemesterV STIkes X Jakarta Timur 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1).
12-17.
Berger, K. (1998). The Developing Person Through Life Span: Fourth Edition. New York: Worth
Publisher, Inc.
Bickham, P., O’keefe, S., Baker, E., Berhie, G., Kommor, M., & Dorton, K. (2007). Correlates of
Early Overt and Covert Sexual Behaviors in Heterosexual Women. Arch Sex Behav, 3(6). 724-740.
Brown,T., Suter, T. (2012). Marketing Research. South Western: Cengage Learning
Candra, A. (24 Januari 2014). Fakta HIV/AIDS Ini Wajib Diketahui Remaja. Kompas.
Croteau, D., Hoynes, W., Milan, S. (2012). Media/Society; Industries, Images, and Audiences;Fourth
Edition. United States of America: SAGE Publications, Inc.
Damayanti, R. (2004). Psikologi Kesehatan. Depok: FKM UI
Daniel, J. (2012). Sampling Essentials: Practical Guidelines for Making Sampling Choices. Howard
University: SAGE Publications, Inc.
Dewi, I. (2009). Skripsi: Pengaruh Faktor Personal Dan Lingkungan Terhadap Perilaku Seksual
Pranikah Pada Remaja di SMA Negeri 1 Baturraden dan SMA Negeri 1 Purwokerto. Magister Promosi
Kesehatan. Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia.
Duvall, E., Miller, P., (1985). Marriage and Family Development: Sixth Edition. New York: Harper
& Row.
Elliot, S. (2008). Not My Kid: Parents, Teenagers, and Adolescent Sexuality. Doctor of Phylosophy.
The University of Texas, Austin.
Eriyanto. (2007). Tekhnik Sampling: Analisis Opini Publik. Yogyakarta: Lkis.
Fernandez, V. (2013). Skripsi: Korelasional Antara Kematangan Emosi (Emotional Maturity)
Dengan Kinerja Karyawan Pada PT Gilang Agung Persada. Psikologi. Universitas Bina Nusantara,
Jakarta.
Gulo. (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Grinman, M. (2002). Belonging, Conformity and Social Status In Early Adolescence. Canada:
University of British Columbia.
Hurlock, E. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan:
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
King, B. (2009). Human Sexuality Today: Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Kriyantono, R. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi; Edisi Pertama. Jakarta: Erlangga
Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis Komunikasi; Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Komunitas Aids Indonesia: 45% Remaja Lakukan Free Sex. (11 May 2007). Diunduh dari
http://www.aids-ina.org/modules.php?name=News&file=article&sid=222
Lahey, B. (2009). Psychology: An Introduction tenth edition. New York:The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Long, M., (2010). Adolescent Sexuality. Un Chronicle, 47(4). 45-46.
Lyle, G. (2012). Burrhus F. Skinner: The Shaper of Behavior. The Psychological Record, 62(2). 351358.
Maryatun. (2013). Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Sexual Pranikah Remaja di SMA
Muhamadiyah 3 Surakarta. Gaster, 10(11). 39-45
Miller, R., Perlman, D., Brehm, S. (2007). Intimate Relationship: fourth edition. New York:The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Moore, S., Rosenthal, D. (2006). Sexuality in Adolescence: Current Trends. New York: Routledge.
Naedi. (2012). Skripsi: Gambaran Tingkat Pengetahuan Seks Bebas Pada Remaja Kelas XI di SMA
Negeri 1 Cileungsi Kabupaten Bogor. Keperawatan. Universitas Indonesia, Depok.
Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika
Nurhidayah, S., Setiawan, R. (2008). Pengaruh Pacaran Terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal
Soul, 1(2). 60-69
Nurgiyantoro, B., Gunawan., Marzuki. (2012). Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Normadewi, B. (2012). Skripsi: Analisis Pengaruh Jenis Kelamin Dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Dengan Love of Money Sebagai Variabel Intervening.
Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Pierce, W., Cheney, C. (2003). Behavior Analysis and Learning; Third Edition. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Pratiwi, A. (2013). Skripsi: Coping Remaja Perempuan Yang Hamil Diluar Nikah. Psikologi.
Universitas Brawijaya, Malang.
Priyatno, D. (2012). Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta.
Prihatin, T. (2007). Skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Sikap Siswa SMA
Terhadap Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah Di Kota Sukoharjo. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang.
Rachman, R. (2011). Skripsi: Hubungan Antara Kecenderungan Pola Asuh Permisif Dengan
Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa. Psikologi. Universitas Gunadarma, Jakarta.
Raihan, S. (2013). Seksualitas dan Remaja, Diunduh dari file:///G:/skripsi/jurnal/Artikel%20%20SEKSUALITAS%20DAN%20REMAJA%20bkkbn.htm
Rathus, S., Nevid, J., Rathus, L. (2009). Human Sexuality in a World of Diversity. USA: Pearson
Education, Inc.
Riduwan. (2008). Dasar-Dasar Estetika. Bandung: Alfabeta.
Romadoni, A. (26 Oktober 2013). Video Asusila Siswi SMP Siapa Salah?. Diunduh dari
http://news.liputan6.com/read/729995/video-asusila-siswi-smp-siapa-salah
Santrock, J. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Indonesia: Erlangga.
Santrock, J. (2012). Adolescence: Fourteenth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.
Sartika, A., Indrawati, E., Sawitri, D. (2009). Hubungan Antara Konformitas Terhadap Teman
Sebaya Dengan Intensi Merokok Pada Remaja Perempuan di SMA Kesatrian 1 Semarang. Psycho
Idea, 7(1). 14-16
Sarwono, J. (2006). Metode Peneleitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Scwartz, B., Wasserman, E., Robbins, S. (2001). Psychology of Learning and Behavior; Fifth
Edition. New York: W.W. Norton.
Setyanti, C. (2013). Menikah Bukan Solusi Atasi Anak hamil di Luar Nikah. Kompas. Diunduh dari
http://female.kompas.com/read/2013/09/05/1932183/Menikah.Bukan.Solusi.Atasi.Anak.Hamil.di.Lu
ar.Nikah
Sevilla, dkk. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia
Stewart, C.J., Cash, W.B. (2011). Interviewing:Principles and Practices. NewYork: McGraw-Hill
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Solihat, S. (2013). Skripsi: Penyesuaian Diri Remaja Yang Hamil Diluar Nikah (Studi Kasus Pada
Dua Remaja Yang Hamil Diluar Nikah Di Kota Bandung). Psikologi. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Swaleha, P. (2010). Adolescent’s Attitude Towards Self. Researchers World, 1(1). 119-125.
Taufik, A. (2013). Persepsi Remaja Terhadap Perilaku Seks Pranikah (Studi Kasus SMK Negeri “X”
Samarinda). Sosiatri Sosiologi, 1(1). 31-44
Teddlie, C. Yu, F. (2007). Mixed Methods Sampling: A Typology With Examples. Journal of Mixed
Research, 1(77). 78-98.
Teguh, A., Istiarti, T., Widagdo, L. (2013). Hubungan Pengetahuan, Sikap Terhadap Kesehatan
Reproduksi Dengan Praktik Seksual Pranikah Pada Mahasiswi Kebidanan di Politekik Kesehatan
Depkes Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat ,2(2). 1-10.
Utomo, I., Utomo, A., Australian Demographic and Social Research Institute., The Australian
National University. (2013). Adolescent Pregnancy in Indonesia: A Literature Review.
Wang’eri, T., Otanga, H. (2013). Family, Peer and Protective Factors Related Sex Behavior Among
Urban Adolescents In Secondary Schools In Mombasa County Coast Province Kenya. International
Journal of Education and Research, 1(5). 1-14
Wetherrill, R., Neal, D., Fromme, K., (2010). Parents, Peers, and Sexual Values Influence Sexual
Behavior During the Transition to College. Arch Sex Behav, 39(3). 682-694.
Yulianto. (2010). Gambaran Sikap Siswa SMP Terhadap Perilaku Seksual Pranikah (Penelitian
Dilakukan di SMPN “X” Jakarta). Jurnal Psikologi, 8(2). 46-57
RIWAYAT PENULIS
Fisca Ramadhani Maramis lahir di Pekanbaru pada 06 April 1991. Penulis menamatkan pendidikan
S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu psikologi pada tahun 2014.
Download