STUDI TENTANG SIKAP TERHADAP MEREK DAN IMPLIKASINYA PADA MINAT BELI ULANG (Kasus pada produk mi instan Indomie di Kota Semarang) TESIS Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh derajad sarjana S-2 Magister Manajemen Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro oleh: Dyah Kurniawati NIM C4A007042 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini persaingan di dunia bisnis semakin keras, perusahaan-perusahaan yang tidak mampu mengantisipasi persaingan ini akan tergilas dan pada akhirnya akan runtuh dikalahkan oleh para pesaingnya. Salah satu fenomena nyata yang dapat kita saksikan setiap hari yaitu perang iklan produk diberbagai media. Sekarang ini iklan sebagai bagian promosi dipandang sebagai sumber informasi, hiburan dan media komunikasi bisnis yang efektif dan ampuh (Daugherty, 2007). Pemasaran modern dewasa ini tidak lagi hanya dipandang sekedar memasarkan produk yang berkualitas, membuat produk dengan harga murah dan menempatkan produk yang mudah dijangkau konsumen. Kini perusahaan harus memikirkan bagaimana berkomunikasi dengan konsumen untuk mengenalkan produk mereka secara intensif, salah satu bentuk komunikasi tersebut melalui iklan (Apsari & Hastjarjo, 2006). Persaingan antar produk mendorong produsen gencar untuk berpromosi agar dapat menarik perhatian konsumen. Mengatur strategi pemasaran melalui promosi agar produknya meningkat dan jangkauan pasar lebih luas merupakan jurus yang harus dilakukan. Promosi melalui media periklanan sangat efisien karena mempunyai daya bujuk (persuasif) yang kuat dan juga sangat efektif karena dapat memberikan informasi yang jelas terhadap produk pada segmen tertentu. Kejelasan informasi produk yang diiklankan pada segmen pasar akan menghasilkan tanggapan positif dari konsumen yang tentunya akan mendatangkan 1 keuntungan bagi produsen. Iklan mengarahkan konsumen dalam memilih suatu produk sehingga diyakini dapat memenuhi kebutuhan pembeli (Shimp, 2000). Komunikasi pemasaran saat ini memegang peranan penting bagi pemasar untuk mengkomunikasikan produk dan jasanya kepada konsumen maupun masyarakat. Komunikasi ini dimaksudkan agar pasar sasaran atau pembeli potensial menyadari, mengetahui dan menyukai apa yang disediakan perusahaan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya suatu komunikasi pemasaran yang juga disebut juga promosi. Promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari iklan (advertising), pemasaran langsung (direct marketing), promosi penjualan (sales promotion), kehumasan (public relation and publicity), penjualan perorangan/tatap muka (direct selling) (Kotler,1997). Iklan sebagai salah satu komponen bauran pemasaran biasanya menuntut dana yang tidak sedikit, namun demikian seberapa besar pengaruh iklan dalam tujuan pemasaran sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Perdebatan yang muncul diantaranya adalah mengenai seberapa efektif iklan ini mempengaruhi atau merangsang konsumen dalam sikap atau sampai pada pembelian produk atau jasa (Apsari & Hastjarjo, 2006). Berkaitan dengan kelayakan hasil yang diperoleh dengan total dana yang dikeluarkan untuk sebuah iklan, dan adanya usaha menjawab berbagai perdebatan keefektifan suatu iklan, memunculkan berbagai studi pengaruh iklan terhadap konsumen. Pengukuran efek iklan dalam beberapa studi menekankan pengaruh iklan terhadap sikap akhir yang ditimbulkannya, jadi bagaimana suatu iklan dibuat 2 tidak hanya sebatas menarik dan kreatif saja tetapi bagaimana iklan tersebut membentuk sikap (Grossman & Brian, 1998). Salah satu ukuran dalam melihat efek iklan adalah pengaruh iklan pada sikap (attitude-affective) konsumen. Janben (2001) mendukung pernyataan ini bahwa faktor krusial yang menjadikan suatu iklan sukses salah satunya adalah sikap terhadap merek (brand attitude). Penelitian efek iklan terhadap sikap konsumen kemudian berkembang tidak hanya pada efek langsung yang ditimbulkan tetapi juga dikaji bagaimana efek jangka panjang dari penayangan iklan tersebut. Hal ini dikarenakan pengukuran efek iklan yang hanya melihat efek langsung tentunya kurang dapat digeneralisasi secara aktual (Grossman & Brian, 1998). Fenomena dewasa ini menunjukkan konsumen terlalu banyak disuguhi iklan, bahkan dapat dikatakan informasi produk dan jasa yang diterima konsumen sangat membludak. Berbagai macam konsep dan kreatifitas iklan disuguhkan diantaranya untuk mencuri kesadaran konsumen atas suatu produk atau jasa, menumbuhkan sikap terhadap iklan maupun merek dan lain sebagainya. Begitu banyaknya informasi yang didapat, tentu ini tidak mudah bagi konsumen untuk mengingat suatu merek produk atau jasa yang sudah ditayangkan melalui iklan, sehingga pemrosesan informasi dari sebuah iklan dan pembentukan sikap konsumen tidak akan terlepas dari proses pembelajaran konsumen. Loudon & Bitta (1993) menyatakan bahwa sikap sebagai hasil belajar yang diperoleh dari interaksi dengan objek sikap. Hal ini menunjukkan bahwa konsep-konsep belajar 3 menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan iklan, proses dan strategi penyampaian iklan. Pemilihan objek pada penelitian ini adalah produk mi instan merek Indomie. Seperti yang telah banyak diketahui bahwa saat ini mi instan telah bermetamorfosis. Dulu, makanan ini hanya dikenal sebagai lauk-pauk. Diproduksi oleh Indofood tahun 1982, perusahaan milik keluarga Salim ini menjadi pionir sekaligus produsen satu-satunya saat itu. Karena dominasinya, Indofood pernah menguasai hampir 95% pangsa pasar mi instan di tahun 1999. Namun, sekarang situasinya berbeda. Mi instan tidak lagi sekedar lauk-pauk melainkan sudah menjadi makanan pengganti nasi. Bahkan dianggap sebagai makanan ’pengganjal perut’ yang paling praktis dan disukai daripada sereal atau cracker. Dari segi citarasa pun, mi instan mudah diterima semua golongan. Maka, pasarnya terus membumbung tinggi dari tahun ke tahun. Hingga 2007 perputaran bisnis mi instan diperkirakan mencapai Rp. 11 triliun (SWA, 2007). Pada awal tahun 2000 bermunculan berbagai merek baru seperti: Mie Sedaap, Mie Kare, Mie Selera Rakyat, Mie ABC, Gaga 100, Alhamie, dan sebagainya. Mereka mencoba untuk bersaing dengan keperkasaan Indofood (terutama merek Indomie, Sarimi dan Supermie). Akan tetapi, banyak yang kemudian tidak kuat menahan beratnya persaingan. Di antara yang bertahan dan bahkan berani menantang adalah Mie Sedaap produksi dari Grup Wings, yang diluncurkan April 2003. Produk mie Sedaap ini yang selama hampir lima tahun terakhir konsisten mencoba bersaing dengan kekuatan Indofood yang diwakili 4 oleh Indomie, Sarimi dan Supermie. Mula-mula persaingan hanya sebatas beradu iklan tetapi lama kelamaan menjadi persaingan penjualan produk di pasaran. Tabel 1.1 Brand Awareness Konsumen Mi instan Perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. PT. Sayap Mas Utama (Wings) Orang Tua Group Merek Indomie, Sarimie, Supermie, Popmie Mie Sedaap 2003 59.418 2004 113.430 2005 119.658 2006 179.529 2007 15.558 56.231 99.432 140.169 212.459 37.039 Mie Kare, Mie Selera Rakyat Mie ABC 13.508 15.808 19.597 40.249 11.435 11.507 12.563 10.131 16.020 1.798 10.471 10.391 7.990 14.246 3.515 7.261 2.757 53 38 0 PT. ABC President Indonesia Miduo, Mie PT. Dellifood Gelas Sentosa Corpindo PT. Jakarana Gaga 100 Tama Keterangan : Satuan dalam Rp Juta Sumber: Nielsen Media Research (2007) Pada Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir ini persaingan ketat terjadi pada dua merek produsen utama produk mi instan yaitu Indomie dan Mie Sedaap, dimana popularitas Indomie yang pada dua periode tahun 2003 – 2004 selalu terjaga baik di benak konsumen mendapatkan tantangan pada kurun waktu 2005 – 2007 pada saat Mie Sedaap menguasai pasar konsumen mi instan di Indonesia. PT Indofood tidak bisa diam terlalu lama melihat agresivitas para pesaingnya. Pada akhirnya kemudian aktivitas beriklan, varian baru, hingga kegiatan lini bawah aktif digelar demi mempertahankan pangsa pasar sekaligus gelar sang pemimpin. Enam tahun lalu, Indofood masih menjadi penguasa mutlak pasar mi instan Indonesia, ketika itu Indofood 5 menguasai sekitar 90% pangsa pasar sebagai dominant market leader, Indofood sempat lengah menjaga pasarnya sehingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh pendatang baru Mie Sedaap dari WingsFood dan Mie Kare dari Orang Tua Group. Wingsfood dengan produk mi instannya Mi Sedaap makin agresif memainkan kombinasi kampanye terintegrasi di tahun 2005 dan 2006. tidak hanya above the line yang diperkuat, belanja iklannya pun meningkat menjadi sekitar Rp. 140 miliar (2005), dan naik hampir 80% di tahun 2006 menjadi sekitar Rp. 212 miliar (SWA, 2007). Di samping itu aktivitas below the line juga tidak kalah heboh dan atraktif. Misalnya, ketika Lebaran tiba, seluruh pelosok kota di Indonesia di penuhi oleh umbul-umbul dan billboard Mie Sedaap. Hal ini bertujuan untuk mendongkrak awareness Mie Sedaap di mata konsumen di Indonesia. Tabel 1.2 Persentase Makanan Favorit Konsumen Indonesia 2008 Jco; 10% McDonald; 11% Indomie; 3% Gery; 22% Roma Biscuits; 6% Mie Sedaap; 19% Sozzis; 6% Kecap Bango; 10% Kc. Garuda; Tango; 10%3% Sumber : MIX, 2008. 6 Tabel 1.2 menguraikan pendapat konsumen tentang kecenderungan memilih produk makanan, terutama untuk pemilihan produk mi instan konsumen Indonesia lebih banyak memilih merek Mie Sedaap sejumlah 19% dibandingkan merek Indomie yang hanya memperoleh presentase sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa meski Indomie sudah menjadi brand awareness dalam hal produk mi instan tetapi pada kenyataannya masih kalah pamor dengan Mie Sedaap yang lebih dipilih konsumen pada saat ini. Tabel 1.3 Persentase Kecenderungan Pemilihan Brand Popularitas; 2,6 Popularitas Buatan luar; 2,1 Buatan luar Harga; 4,7 Kualitas; 4,4 Harga Kualitas Gengsi Gengsi; 1,7 Kemudahan didapat Kemudahan didapat; 4,1 0 1 2 3 4 5 Sumber: Spire Research & Consulting, 2008. Tabel 1.3 menguraikan pendapat konsumen tentang kecenderungan konsumen dalam pemilihan merek dimana harga, kualitas dan kemudahan merek untuk didapat menjadi pertimbangan konsumen saat mengkonsumsi. Dalam hal ini, keberadaan iklan serta tingkat harga berpengaruh besar sebagai faktor utama yang paling dipertimbangkan konsumen dalam menentukan pilihan produk mi instan selain faktor kecocokan rasa. Dari data mengenai brand awareness konsumen mi instan diatas yang menunjukkan bahwa kesadaran merek mi instan yang ada pada konsumen saat ini 7 adalah mi instan merek Indomie, tetapi apabila dilihat dari rata-rata pertumbuhan pertahun konsumen ternyata lebih memilih mengkonsumsi mi instan merek Mie Sedaap. Hal ini menunjukkan adanya suatu masalah yang menyangkut sikap terhadap merek dalam minat beli untuk produk mi instan merek Indomie. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Spears & Singh (2004) mendapatkan kesimpulan bahwa sikap terhadap iklan berpengaruh langsung terhadap sikap terhadap merek yang akhirnya mempengaruhi minat beli konsumen. Penelitian Biehal et al., 1992; Brown & Stayman, 1992; MacKenzie et al. 1986 menunjukkan adanya hubungan positif antara sikap pada iklan terhadap brand awareness. Sedangkan hasil penelitian dari Teng; Laroche; & Zhu (2007) pembuat iklan juga harus memikirkan adanya brand awareness, karena menurutnya brand awareness dapat mempengaruhi sikap terhadap merek. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peyrot dan Van Doren (1994), disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang konsumen. Berdasarkan research gap dari penelitian terdahulu dan fenomena gap yaitu penurunan brand awareness serta pemilihan merek yang dialami merek Indomie yang diduga karena menurunnya sikap terhadap merek oleh konsumen, sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana meningkatkan sikap terhadap merek dan implikasinya pada minat beli ulang. Dari masalah tersebut muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa pengaruh sikap terhadap iklan terhadap sikap terhadap merek pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang? 8 2. Apa pengaruh sikap terhadap iklan terhadap brand awareness pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang? 3. Apa pengaruh brand awareness terhadap sikap terhadap merek pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang? 4. Apa pengaruh sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap iklan terhadap sikap terhadap merek pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang. 2. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap iklan terhadap brand awareness/popularitas merek pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang. 3. Untuk menganalisis pengaruh brand awareness/popularitas merek terhadap sikap terhadap merek pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang. 4. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang (re-purchase intentions) pada konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang. 9 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan praktis manajerial dalam bidang manajemen pemasaran. Serta sebagai bahan masukan dan kontribusi praktis bagi manajerial dalam bidang pemasaran yaitu menemukan faktor yang mempengaruhi sikap terhadap merek dan pengaruhnya terhadap minat beli ulang (re-purchase intentions). 2. Penelitian ini juga dalam rangka mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Spears & Singh (2004), dimana mereka menyarankan untuk menguji faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang konsumen pada produk consumer goods. 10 BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL 2.1 Konsep-konsep Rujukan Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada sub bab ini akan dipaparkan 3 jurnal penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penelitian ini. 2.1.1 Penelitian mengenai sikap terhadap iklan Daugherty; Logan; Chu & Huang (2007) melakukan penelitian untuk mengkaji bagaimana cara konsumen membentuk sikap terhadap iklan secara umum. Secara khusus mereka meneliti hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi persepsi konsumen terhadap iklan sebagai suatu institusi. Hasil yang ditemukan adalah bahwa sikap terhadap iklan bisa membentuk persepsi konsumen saat akan memilih suatu produk/merek. Judul Tujuan penelitian Model Tabel 2.1 Penelitian Daugherty; Logan; Chu & Huang (2007) Understanding consumer perceptions of advertising: a theoretical framework of attitude and confidence Untuk mengetahui bagaimana cara konsumen membentuk sikap terhadap iklan secara umum. Credibility Informative Entertaining Attitude toward advertising Confidence in advertising Societal Economic Hasil penelitian Konsep dirujuk tesis ini Kepercayaan konsumen terhadap iklan bisa membentuk pengaruh yang kuat dalam membentuk persepsi konsumen saat akan memilih suatu produk/merek. yang Faktor-faktor seperti informative, entertaining, societal dan untuk economic digunakan sebagai pembentuk dari sikap terhadap iklan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada sikap terhadap merek. 11 2.1.2 Penelitian mengenai sikap terhadap merek Teng; Laroche & Zhu (2007) melakukan penelitian mengenai respon konsumen terhadap iklan dan merek. Penelitian ini juga berusaha untuk mengetahui pengaruh dari iklan dan berbagai kompetisi iklan lain didalamnya yang menjadi dasar untuk menentukan dan mengkaji pengaruh iklan pada sikap konsumen terhadap iklan dan juga terhadap kesadaran merek serta pengaruhnya terhadap minat beli sebagai respon terhadap berbagai iklan dan juga lingkungan merek yang beragam. Tabel 2.2 Penelitian Teng; Laroche & Zhu (2007) Judul The effects of multiple-ads and multiple-brands on consumer attitude and purchase behavior. Tujuan Untuk mengetahui bagaimana model mediasi ganda digunakan penelitian untuk menjelaskan respon konsumen terhadap iklan dan juga terhadap merek. Model Cad1 Aad1 AFFad1 Cb1 Cad2 Aad2 AFFad2 Ab1 Ab2 PI1 PI2 Cb2 Hasil Informasi mengenai iklan dan juga merek yang kompetitif di penelitian proses secara komparatif dan evaluasi terhadap iklan dan merek yang kompetitif ini. Konsep dirujuk yang Sikap terhadap merek yang dibentuk oleh sikap terhadap iklan untuk berpengaruh pada minat beli konsumen. tesis ini 12 2.1.3 Penelitian mengenai sikap terhadap merek dan minat beli Spears & Singh (2004) melakukan penelitian mengenai sikap terhadap merek dan minat beli yang keduanya merupakan dua factor konstruk paling penting dan popular yang sering dipertimbangkan oleh pengiklan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana mengukur sikap terhadap merek dan minat beli dengan mengembangkan pengukuran yang valid yang secara konsisten dapat digunakan dalam berbagai situasi. Tabel 2.3 Penelitian Spears & Singh (2004) Judul Measuring attitude toward the brand and purchase intentions. Tujuan Untuk menguji pengaruh sikap terhadap iklan pada sikap penelitian terhadap merek untuk menciptakan minat beli. Model Positive feelings Attitude toward the brand (Ab) Aad Purchase intentions (PI) Negative feelings Hasil Perasaan positif dan negatif berpengaruh positif terhadap penelitian pembentukan sikap terhadap iklan yang juga akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek yang pada akhirnya akan menciptakan minat beli. Konsep yang Minat beli konsumen dipengaruhi oleh sikap konsumen dirujuk untuk terhadap suatu merek tertentu yang didasari baik oleh perasaan tesis ini positif dan negatif yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap iklan. 13 2.2 Telaah Pustaka 2.2.1 Sikap terhadap Merek (brand attitudes) Sikap terhadap merek (brand attitudes), komponen paling abstrak dari asosiasi merek didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan tentang merek yang dilakukan oleh konsumen (Keller, 1998) dan merefleksikan respon konsumen terhadap merek tersebut. Brand attitudes dapat dibentuk dari kepercayaan tentang atribut intrinsik dari suatu merek dan juga manfaat fungsional serta pengalaman yang menyertainya (Zeithaml, 1988; Keller, 1993). Brand attitudes dapat juga dibentuk melalui kepercayaan dasar seseorang tentang atribut ekstrinsik dari suatu merek dan juga manfaat simbolik yang ada didalamnya (Lutz, 1991; Keller, 1998). Sikap terhadap merek adalah predesposisi pemirsa setelah melihat iklan terhadap merek barang yang diiklankan itu (Markenzie & Lutz, 1989). Sikap terhadap merek membentuk basis dari aksi dan tindakan yang diambil konsumen menyangkut merek tertentu. Fishbein & Ajzen, 1975 menyatakan bahwa tindakan konsumen adalah fungsi dari kepercayaan, dan dari kepercayaan itu dapat diprediksi sikap nyatanya. Menurut Kotler (2000) sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa obyek atau gagasan. Menurut Peter & Olson (1999) sikap dapat didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang, maka dapat dikatakan sikap adalah sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan dapat timbul apabila individu dihadapkan pada suatu rangsangan yang menghendaki adanya 14 reaksi individu. Sikap konsumen merupakan elemen kedua dari elemen-elemen yang membentuk kesan merek. Sikap konsumen terhadap merek (brand attitude) dapat diartikan sebagai penyampaian apa yang diharapkan pembeli agar dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan pembeli. Karena itu sikap konsumen dapat memacu keinginan atau niat untuk membeli produk. Sikap terhadap merek ditampilkan sebagai fungsi ganda dari kepercayaan yang terpenting yang dimiliki konsumen tentang suatu merek (sebagai contoh, tingkatan tentang sejauh mana sesuatu yang dipikirkan konsumen bahwa suatu merek memiliki beberapa atribut atau kegunaan didalamnya) dan juga penailaian evaluatif dari kepercayaan itu (maksudnya, seberapa baik atau buruk atribut atau kegunaan yang dimiliki oleh suatu merek) (Fishbein, 1980; Keller, 1993). Sikap terhadap merek merepresentasikan pengaruh konsumen terhadap suatu merek, yang dapat mengarah pada tindakan nyata, seperti pilihan terhadap suatu merek (Keller, 1998). Sudah umum dibicarakan, bahwa semakin tertariknya seseorang terhadap suatu merek, maka semakin kuat keinginan seseorang itu untuk memiliki dan memilih merek tersebut. Selanjutnya Chaudhuri (1999) mengatakan bahwa sikap terhadap merek adalah evaluasi keseluruhan konsumen terhadap merek, dalam model ekuitas merek ditemukan bahwa peningkatan pangsa pasar terjadi ketika sikap terhadap merek semakin positif, sikap merek (brand attitudes) akan berpengaruh terhadap ekuitas merek. Sikap merek dikatakan mendapat nilai positif apabila mereka tersebut lebih disukai, merek lebih diingat (Till & Baack, 2005; Shapiro & 15 Krishnan, 2001), dan merek tersebut lebih dipilih dibandingkan merek yang pesaing (Hyun Seung Jin, 2003). Menurut Till & Baack (2005) sikap terhadap merek dapat diukur melalui indikator-indikator berikut: 1.Merek diingat 2.Merek disukai 3.Merek dipilih Menurut Howard (1994), sikap konsumen terhadap merek dapat timbul setelah mengenal merek atau langsung mendengar pesan iklan (informasi) yang disampaikan produsen. Hal positif dan kemudahan dari brand attitudes didapatkan dari ingatan dan hal itu akan berpengaruh pada persepsi merek (Berger & Mitchel, 1989). Konsumen yang yang memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek akan kurang sensitif terhadap merek favoritnya selama mereka terus mendapatkan kepuasan dari mengkonsumsi merek tersebut (Sheth, Newman, & Gross, 1991). Pangsa pasar dari suatu merek akan meningkat pada saat brand attitudes (sikap terhadap merek) konsumen menjadi positif (Baldinger, 1996). Oleh karena itu, semakin jelas bahwa nilai suatu merek dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap suatu merek. 2.2.2 Sikap terhadap iklan (attitude toward an ad) Attitude toward an ad (sikap terhadap iklan) menunjukkan perasaan yang dimiliki konsumen dan sikap keseluruhan terhadap format iklan yang ditampilkan. Yang termasuk didalam sikap terhadap iklan ini adalah pendapat seseorang atas 16 kenyamanan/ketidaknyamanan yang diterima seseorang terhadap iklan dan juga sikap keseluruhan konsumen terhadap suatu iklan (Grewal, 1997). Sikap terhadap iklan didefinisikan sebagai kecenderungan konsumen untuk merespon dalam cara yang yang menguntungkan atau tidak menguntungkan, positif, atau negatif terhadap iklan secara keseluruhan (Markenzie & Lutz, 1989). Menurut Engel; Blackwell & Miniard (1994), kemampuan iklan untuk menciptakan sikap yang mendukung terhadap produk sering tergantung pada sikap konsumen dengan adanya iklan-iklan yang diminati atau dievaluasi secara menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap produk. Iklan yang tidak diminati dapat mengurangi niat beli produk oleh konsumen. Pada penelitian ini juga memperlihatkan secara berulang-ulang bahwa sikap terhadap suatu iklan dapat berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas sikap terhadap produk. Menurut Daugherty; Logan; Chu; & Huang (2007) sikap terhadap iklan dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut: 1. Informatif (informative) : yaitu iklan bisa menyediakan informasi yang berguna bagi konsumen. 2. Menghibur (entertaining) : yaitu tanggapan keseluruhan konsumen terhadap iklan yang ditayangkan (menarik/tidak). 3. Bisa menyesuaikan (societal) : yaitu merepresentasikan efek material dan budaya dari iklan; seperti ekspresi dari pengalaman pribadi seseorang. 4. Ekonomis (economic) : yaitu bisa membentuk kepercayaan konsumen tentang iklan tersebut sebagai sebuah kesatuan. 17 Periklanan (advertising) merupakan komunikasi non-individu dengan sejumlah biaya melalui berbagai media yang dilaksanakan oleh perusahaan, lembaga non laba, serta individu-individu (Swastha, 1999). Periklanan dapat dipandang sebagai kegiatan penawaran kepada suatu kelompok masyarakat baik secara lisan maupun dengan penglihatan, tentang suatu produk, jasa atau ide. Periklanan mempunyai beberapa fungsi yang menurut Swastha (1999) dapat digolongkan sebagai berikut: a. Memberi informasi Perusahaan dalam hal ini bertindak sebagai produsen perlu menyampaikan kepada masyarakat tentang kehadiran produk berupa barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan serta fungsi atau faedah atas produk tersebut. b. Membujuk atau mempengaruhi Perusahaan dalam hal ini berusaha menarik simpati atas produk yang ditawarkan perusahaan kepada masyarakat dengan harapan masyarakat mau mencoba untuk menggunakan atau mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Iklan yang sifatnya membujuk dapat menimbulkan kecaman dari orang atau kelompok tertentu, mereka menilai bahwa iklan tersebut dipakai untuk mempermainkan dan memanfaatkan konsumen yang tidak bersalah. c. Menciptakan kesan (image) Melalui iklan orang akan mempunyai suatu kesan tertentu tentang apa yang diiklankan. Dalam hal ini perusahaan berusaha untuk menciptakan iklan yang sebaik-baiknya. Misalnya dengan menggunakan warna, ilustrasi, bentuk, dan layout yang menarik. 18 d. Memuaskan keinginan Iklan merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat efisien bagi perusahaan. Perusahaan dapat menggunakannya untuk melayani masyarakat. Fungsi iklan dalam pemasaran adalah memperkuat dorongan kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap suatu produk untuk mencapai pemenuhan kepuasannya. Menurut Djayakusumah (1982) dan Kasali (1995) agar iklan berhasil merangsang tindakan pembeli setidaknya harus memenuhi kriteria AIDCDA sebagai berikut: Attention : mengandung daya tarik Interest : mengandung perhatian dan minat Desire : memunculkan keinginan untuk mencoba/memiliki Conviction : menimbulkan keyakinan terhadap produk Decision : mengambil keputusan untuk mencoba produk Action : mengarah pada tindakan untuk membeli Berdasarkan konsep AIDCDA, promosi periklanan harus diperlukan pengetahuan yang cukup tentang pola perilaku, kebutuhan, dan segmen pasar. Konsep tersebut diharapkan konsumen dapat melakukan pembelian berkesinambungan. Segala daya upaya iklan dengan gaya bahasa persuasinya berusaha membuat konsumen untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan. 2.2.3 Brand Awareness (kesadaran/popularitas merek) Brand awareness atau kesadaran merek merupakan langkah awal untuk membangun sebuah merek produk. Aspek paling penting dari brand awareness 19 adalah bentuk informasi dalam ingatan di tempat yang pertama. Sebuah titik ingatan brand awareness adalah penting sebelum brand association dapat dibentuk. Ketika konsumen memiliki waktu yang sedikit untuk melakukan konsumsi, kedekatan dengan nama merek akan cukup untuk menentukan pembelian (Pitta & Katsanis, 1995). Menurut Rossiter dan Percy (1987) konsep kesadaran merek yaitu kemampuan pembeli untuk mengidentifikasi (mengenal atau mengingat) suatu merek yang cukup detail untuk melakukan pembelian. Kesadaran merek merupakan langkah awal bagi setiap konsumen terhadap setiap produk atau merek baru yang ditawarkan melalui periklanan. Hal ini didukung oleh Aaker dan John (1995) bahwa pengiklanan menciptakan kesadaran pada suatu merek baru, dan kesadaran itu sendiri akan menghasilkan keinginan untuk membeli, kemudian setelah itu suatu merek akan mendapatkan jalannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Brand awareness didefinisikan dalam hal kemampuan yang dimiliki konsumen untuk mengasosiasikan suatu merek dengan kategori produknya (Aaker, 1991). Hal ini merujuk pada kekuatan dari keberadaan suatu merek pada pikiran konsumen (Aaker, 1996). Kesadaran merepresentasikan level terendah dari pengetahuan merek. Brand awareness meliputi suatu proses mulai dari perasaan tidak mengenal merek itu hingga yakin bahwa merek itu adalh satu-satunya dalam kelas produk atau jasa tertentu. Dalam hal ini apabila suatu merek sudah dapat merebut suatu tempat yang tetap di benak konsumen maka akan sulit bagi merek tersebut 20 untuk digeser oleh merek lain, sehingga meskipun setiap hari konsumen dipenuhi dengan pesan-pesan pemasaran yang berbeda-beda, konsumen akan selalu mengingat merek yang telah dikenal sebelumnya. Menurut Durianto dkk (2003), brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Pengertian kesadaran (awareness) mengacu pada sejauh mana suatu merek dikenal atau tinggal dalam benak konsumen. Kesadaran dapat diukur dengan berbagai cara, tergantung pada cara konsumen mengingat suatu merek. Diantaranya adalah pengenalan merek (brand recognition), ingatan merek (brand recall), “top of mind” brand, dan merek dominan (dominant brand). Pengenalan merek menggambarkan sejauh mana sebuah nama merek telah akrab dikenal berdasarkan eksposur masa lalu. Sementara itu, ingatan merek mencerminkan nama- nama merek yang diingat bila kelas produk tertentu disebutkan (Tjiptono, 2000). Menurut Tjiptono & Diana (2000) brand awareness dapat diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut: 1.Pengenalan merek : yaitu menggambarkan sejauh mana sebuah nama merek telah akrab dikenal berdasarkan eksposur dan pengalaman masa lalu. 2.Pengingatan kembali merek (brand recall): yaitu mencerminkan namanama merek yang masih diingat bila kelas produk tertentu disebutkan. Misal: merek-merek yang diingat konsumen jika kita meminta menyebutkan nama merek mi instan (Indomie, mie Sedaap, dll). 21 3.“Top of mind” brand/puncak pikiran : yaitu merek yang pertama kali diingat. Dengan demikian bila Indomie yang paling awal diingat, maka merek Indomie disebut merek yang menduduki posisi top of mind brand dalam kategori mi instan. 4.Merek dominan : yaitu satu-satunya merek yang diingat. Situasi ini terjadi apabila sebagian besar pelanggan hanya dapat menyebutkan satu nama merek bila diminta menyebutkan nama-nama merek yang ia kenal dalam kelas produk tertentu. Tingkat kesadaran merek yang paling tinggi adalah merek dominan, yaitu satu-satunya merek yang diingat. Situasi ini terjadi apabila sebagian besar pelanggan hanya dapat menyebutkan satu nama merek bila diminta menyebutkan nama-nama merek yang ia kenal dalam kelas produk tertentu (Tjiptono & Diana, 2000). Brand awareness dibentuk oleh beberapa faktor, misalnya dengan adanya iklan dan word of mouth (Hoyer & Brown, 1990). Brand awareness mempunyai pengaruh terhadap pilihan konsumen. Hal itu berpengaruh dalam keputusan konsumen untuk membeli suatu produk (Keller, 1993, 1998). Penelitian yang dilakukan oleh Hoyer & Brown (1990) menyebutkan bahwa brand awareness adalah taktik pilihan yang paling umum diantara konsumen yang belum berpengalaman dalam membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk. Konsumen yang sadar akan keberadaan suatu produk tertentu sebagai pilihannya mencoba untuk memilih merek yang terkenal meskipun pilihannya itu memiliki kualitas yang lebih rendah daripada merek lain yang juga belum diketahuinya. 22 Terdapat beberapa manfaat dari penciptaan brand awareness yang tinggi. Pertama, sangatlah penting bahwa merek yang ada di benak konsumen saat mereka berpikir terhadap suatu kategori produk (Keller, 1993, 1998). Brand awareness merujuk pada kesukaan terhadap suatu merek yang akan berada pada prioritas pertimbangan konsumen (Nedungadi, 1990). Kemungkinan meningkatkan brand awareness akan efektif dalam meningkatkan probabilitas pilihan dan pertimbangan yang serius terhadap pembelian (Hoyer & Brown, 1995). Kedua, brand awareness memicu perbedaan pada pemrosesan informasi. 2.2.4 Minat Beli Ulang (re-purchase intentions) Posisi pasar suatu produk terbentuk karena adanya konsumen yang mau membeli produk tersebut dan sebagian besar konsumen tersebut kemudian membeli lagi produk tersebut. Pembelian produk baru selalu dimulai dengan pembelian pertama, yaitu kemauan untuk melakukan pembelian pertama kali dengan niat mencoba produk baru tersebut (Lindawati, 2005). Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian diproses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli. 23 Suatu produk dapat dikatakan telah dikonsumsi oleh konsumen apabila produk tersebut telah diputuskan oleh konsumen untuk dibeli. Keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh nilai produk yang dievaluasi. Bila manfaat yang dirasakan lebih besar dibandingkan pengobanan untuk mendapatkannya, maka dorongan untuk membelinya semakin tinggi. Sebaliknya jika manfaatnya lebih kecil dibanding pengorbanannya maka biasanya pembeli akan menolak untuk membeli dan umumnya beralih mengevaluasi produk lain yang sejenis (Budiyono, 2004). Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan minat pembelian ulang. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian ulang adalah niat untuk melakukan pembelian kembali pada kesempatan mendatang (Kinnear & Taylor, 1995). Menurut Assael (1995) keinginan untuk membeli merupakan tendensi konsumen untuk membeli suatu produk. Pengukuran keinginan untuk membeli tersebut merupakan suatu hal yang penting dalam pengembangan strategi pemasaran. Para pemasar biasanya mencoba-coba elemen dari bantuan pemasaran mana yang menentukan atau berpengaruh pada konsumen untuk membeli produk. Selain itu perlu diperhatikan bahwa keputusan untuk membeli suatu produk dipengaruhi oleh dua hal yaitu sikap dan pendirian orang lain dan faktor situasi yang tidak diantisipasi. Sampai dimana pengaruh orang lain tersebut terhadap minat membeli konsumen ditentukan oleh intensitas dari pendirian negatif orang 24 lain terhadap alternatif yang disuka konsumen, dan motivasi konsumen untuk menuruti orang lain. Sedangkan pengaruh faktor situasi yang diantisipasi terhadap minat membeli konsumen didasarkan pada faktor-faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapkan, dan melihat produk yang diharapkan. Minat beli ulang merupakan minat pembelian yang didasarkan atas pengalaman pembelian yang telah dilakukan dimasa lalu. Minat beli ulang yang tinggi mencerminkan tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen ketika memutuskan untuk mengadopsi suatu produk. Keputusan untuk mengadopsi atau menolak suatu produk timbul setelah konsumen mencoba suatu produk tersebut dan kemudian timbul rasa suka atau tidak suka terhadap produk tersebut. Rasa suka terhadap produk timbul bila konsumen mempunyai persepsi bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas baik dan dapat memenuhi atau bahkan melebihi keinginan dan harapan konsumen. Dengan kata lain produk tersebut mempunyai nilai yang tinggi di mata konsumen. Tingginya minat beli ulang ini akan membawa dampak yang positif terhadap keberhasilan produk di pasar (Thamrin, 2003). Minat beli ulang pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespons positif terhadap kualitas produk / jasa dari suatu perusahaan dan berniat mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut (Cronin,dkk. 1992). Menurut Ferdinand (2002) minat beli ulang dapat diidentifikasi melalui indikator-indikator sebagai berikut: 25 1. Minat transaksional : yaitu kecenderungan seseorang untuk selalu membeli ulang produk yang telah dikonsumsinya. 2. Minat referensial : yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk yang sudah dibelinya, agar juga dibeli oleh orang lain, dengan referensi pengalaman konsumsinya. 3. Minat preferensial : yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang selalu memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsi. Preferensi ini hanya dapat diganti bila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 4. Minat eksploratif : minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilanggananinya. Tujuan melakukan pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengalami perilaku pembelian suatu produk pada saat konsumen memiliki tujuan untuk melakukan pembelian ulang suatu produk dengan merek tertentu, maka pada saat itu pula secara tidak langsung konsumen tersebut telah memiliki perilaku loyal serta puas terhadap merek tersebut. 2.2.5 Pengaruh Sikap terhadap iklan terhadap Sikap terhadap Merek Berdasarkan penelitian Reardon et al (2005) menunjukkan adanya hubungan positif antara sikap terhadap iklan terhadap sikap terhadap merek karena kesadaran terhadap merek dalam bentuk pengalaman secara langsung 26 terhadap produk, seringkali tidak cukup. Kurangnya pengalaman terhadap berbagai merek yang beredar dan juga terhadap produk baru mengakibatkan konsumen mempunyai motivasi yang tinggi untuk menerima iklan sebagai informasi untuk mengkonsumsi suatu produk (Moon, 1996). Batra et al. (2000) melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap pada iklan terhadap brand attitude. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa sikap konsumen terhadap suatu merek akan mudah dibentuk berdasarkan informasi yang ditampilkan lewat iklan daripada mengkonsumsi produk secara langsung. Berdasarkan atas hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa sikap terhadap iklan memang memiliki pengaruh positif terhadap brand attitude. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan adalah: H1: Sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. 2.2.6 Pengaruh Sikap terhadap iklan terhadap brand awareness Berdasarkan penelitian Biehal et al., 1992; Brown & Stayman, 1992; MacKenzie et al. 1986 menunjukkan adanya hubungan positif antara sikap pada iklan terhadap brand awareness. Sebagai contoh, argumen yang informatif akan menghasilkan ketertarikan sikap pada iklan dan meningkatkan keyakinan terhadap merek yang didapatkan dari suatu iklan tersebut. Tetapi sebaliknya, jika argumen yang kurang informatif menurunkan sikap pada iklan seseorang, dan sebagai hasilnya adalah akan mengurangi kekuatan dari kepercayaan seseorang terhadap merek yang diiklankan. 27 Ehrenberg (1974) juga menyatakan bahwa sikap pada iklan dapat meningkatkan kesadaran akan merek, mendorong percobaan terhadap merek dan menekankan pembelian yang berulang. Pengiklanan berinteraksi dengan pengalaman masa lalu dalam menggunakan suatu merek untuk mendorong kecenderungan melakukan pembelian (Deighton, et al., 1994 dalam Thamrin, 2000). Ditambahkan juga oleh Jefkin (1997) bahwa memori iklan yang kuat dibenak konsumen dapat menekankan pembelian yang berulang. Berdasarkan atas hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa sikap terhadap iklan memang memiliki pengaruh positif terhadap brand awareness. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan adalah: H2: Sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap brand awareness. 2.2.7 Pengaruh brand awareness terhadap sikap terhadap merek Penelitian Seung Jin (2003) menunjukkan bahwa saat pemirsa atau pembaca bereaksi positif terhadap iklan, maka mereka juga akan bereaksi positif terhadap merek. Lebih lanjut Baker et al. (2004) menyatakan bahwa saat sebuah iklan tidak memfasilitasi reaksi iklan dengan merek maka iklan tersebut hanya merupakan hiburan bagi yang menyaksikannya. Iklan tersebut dikatakan efektif bila iklan tersebut berhasil menarik perhatian pemirsa atau pembacanya terhadap merek. Berdasarkan penelitian Rossiter dan Percy (1987) konsep kesadaran merek yaitu kemampuan pembeli untuk mengidentifikasi (mengenal atau mengingat) suatu merek yang cukup detail untuk melakukan pembelian. Kesadaran merek 28 merupakan langkah awal bagi setiap konsumen terhadap setiap produk atau merek baru yang ditawarkan melalui periklanan. Hal ini didukung oleh Aaker dan John (1995) bahwa pengiklanan menciptakan kesadaran pada suatu merek baru, dan kesadaran itu sendiri akan menghasilkan keinginan untuk membeli, kemudian setelah itu suatu merek akan mendapatkan jalannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan atas hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa brand awareness memang memiliki pengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan adalah: H3: brand awareness berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. 2.2.8 Pengaruh sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peyrot dan Van Doren (1994), disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang konsumen. Hal ini terjadi ketika konsumen merasa puas terhadap produk/jasa yang di terima dari suatu perusahaan penyedia barang/jasa tersebut maka sangat besar kemungkinan bagi konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Bentler dan Spencer (dalam Heru, 1999) yaitu adanya perilaku masa lampau yang dapat mempengaruhi minat secara langsung dan perilaku mengkonsumsi ulang pada waktu yang akan datang. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Howard dan Seth (dalam Heru, 1999) memperlihatkan adanya variabel tanggapan (response variabel) yaitu keputusan untuk membeli, dimana konsumen yang puas akan melakukan 29 konsumsi ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan orang lain atas kinerja produk atau jasa yang dirasakannya. Penelitian yang dilakukan oleh Howard dan Seth (1969) menyatakan jika suatu merek mampu memberikan kepuasan, maka potensi merek dalam memenuhi alasan keinginan membeli tersebut pasti akan meningkat. Dengan demikian kemungkinan pembeli membeli merek tersebut juga akan meningkat. Dengan pembelian yang berulang kali terhadap satu atau lebih merek dan merek tersebut memuaskan maka kemungkinan besar pembeli tersebut akan menunjukkan satu proses keputusan pembelian yang rutin, yang dalam tahap-tahap pembelian selanjutnya akan terstruktur dengan baik, sehingga mendorong percepatan proses pengambilan keputusan membeli. Berdasarkan atas hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa sikap terhadap merek memiliki pengaruh positif terhadap minat beli ulang. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan adalah: H4: sikap terhadap merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang . 30 2.3 Model Penelitian Model penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara sikap pada iklan (attitude toward an ad) dan kesadaran merek (brand awareness) terhadap sikap terhadap merek (brand attitude). Selanjutnya sikap terhadap merek diduga memiliki pengaruh bagi terciptanya minat beli ulang (repurchase intentions). Kesemua hubungan tersebut merupakan hubungan yang positif. Selanjutnya berdasarkan uraian dan penjelasan pada telaah pustaka tersebut, maka kerangka pikir teoritis pada penelitian ini adalah seperti pada Gambar 2.4 di bawah ini. Gambar 2.4 Model Penelitian Sikap terhadap iklan H1 H2 Sikap terhadap merek H4 Minat beli ulang H3 Brand Awareness (kesadaran merek) Sumber: Teng (2007); Li (2004); Spears & Singh (2004) dan dikembangkan dalam penelitian ini, 2009. 31 2.4 Definisi Operasional dan Indikator Variabel 2.4.1 Variabel Sikap terhadap Iklan (Attitude toward an ad) Sikap terhadap iklan menunjukkan perasaan yang dimiliki konsumen dan sikap keseluruhan terhadap format iklan yang ditampilkan. Yang termasuk didalam sikap terhadap iklan ini adalah pendapat seseorang atas kenyamanan/ketidaknyamanan yang diterima seseorang terhadap iklan dan juga sikap keseluruhan konsumen terhadap suatu iklan (Grewal, 1997). Gambar 2.5 Indikator Variabel Sikap terhadap Iklan Sikap terhadap iklan X1 X2 X1 : informatif (informative) X2 : menghibur (entertaining) X3 : bisa menyesuaikan (societal) X4 : ekonomis (economic) X3 X4 Sumber : Daugherty; Logan; Chu; & Huang (2007). 32 2.4.2 Variabel Brand Awareness (kesadaran merek) Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Pengertian kesadaran (awareness) mengacu pada sejauh mana suatu merek dikenal atau tinggal dalam benak konsumen. Kesadaran dapat diukur dengan berbagai cara, tergantung pada cara konsumen mengingat suatu merek (Durianto dkk., 2003). Gambar 2.6 Indikator Variabel Brand Awareness (kesadaran merek) Brand awareness X5 X6 X5 : pengenalan merek X6 : pengingatan kembali merek X7 : “top of mind” brand/puncak pikiran X8 : merek dominan X7 X8 Sumber : Tjiptono & Diana (2000). 33 2.4.3 Variabel Sikap terhadap Merek (brand attitudes) Sikap terhadap merek didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan tentang merek yang dilakukan oleh konsumen (Keller, 1998) dan merefleksikan respon konsumen terhadap merek tersebut. Sikap terhadap merek dapat dibentuk dari kepercayaan tentang atribut intrinsik dari suatu merek dan juga manfaat fungsional serta pengalaman yang menyertainya (Zeithaml, 1988; Keller, 1993). Brand attitudes dapat juga dibentuk melalui kepercayaan dasar seseorang tentang atribut ekstrinsik dari suatu merek dan juga manfaat simbolik yang ada didalamnya (Lutz, 1991; Keller, 1998). Gambar 2.7 Indikator Variabel Sikap terhadap Merek Sikap terhadap merek X9 X9 : Merek diingat X10 : Merek disukai X11 : Merek dipilih X10 X11 Sumber : Till & Baack, 2005; Jin, 2003 & Shapiro & Krishnan, 2001. 34 2.4.4 Variabel Minat beli ulang (re-purchase intentions) Minat beli ulang pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana pelanggan merespons positif terhadap kualitas produk / jasa dari suatu perusahaan dan berniat mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut (Cronin,dkk. 1992). Minat beli ulang merupakan minat pembelian yang didasarkan atas pengalaman pembelian yang telah dilakukan dimasa lalu. Minat beli ulang yang tinggi mencerminkan tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen ketika memutuskan untuk mengadopsi suatu produk. Tingginya minat beli ulang ini akan membawa dampak yang positif terhadap keberhasilan produk di pasar (Thamrin, 2003). Gambar 2.8 Indikator Variabel Minat Beli Ulang Minat beli ulang X12 X12 : minat transaksional X13 : minat referensial X14 : minat preferensial X15 : minat eksploratif X13 X14 X15 Sumber: Ferdinand (2002). 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah para konsumen mi instan merek Indomie di kota Semarang. Pemilihan objek ini telah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. 3.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data 3.2.1 Jenis Penelitian Penjelasan tentang jenis penelitian akan berhubungan dengan pemilihan metode penelitian yang dilakukan. Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungannya antara satu variabel dengan variabel lainnya atau dengan kata lain melihat hubungan antara variabel bebas (sikap terhadap iklan dan brand awareness) terhadap variabel tergantung yaitu sikap terhadap merek dan minat beli ulang. Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam penelitian kausalitas. Menurut Ferdinand (2006) penelitian kausalitas adalah penelitian yang ingin mencari penjelasan dalam bentuk hubungan sebab akibat (cause-effect) antara beberapa konsep atau beberapa variabel yang dikembangkan. Penelitian kausalitas diarahkan untuk menggambarkan adanya hubungan sebab akibat antara beberapa situasi yang digambarkan dalam variabel dan atas dasar itulah ditarik sebuah kesimpulan umum. 36 3.2.2 Sumber Data Data primer yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui sumber perantara) dan data dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sesuai dengan keinginan peneliti (Indriantoro & Supomo, 1999). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang meliputi variabel-variabel sikap terhadap iklan, brand awareness, sikap terhadap merek, dan minat beli ulang. Indriantoro & Supomo (1999) menyatakan bahwa data sekunder adalah data yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah berupa data brand awareness konsumen mi instan dan company profile dari PT. Indofood Indonesia. 3.3 Populasi dan Sampel Populasi adalah kumpulan individu atau obyek yang memiliki kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri-ciri tersebut, populasi dapat diartikan sebagai kumpulan elemen yang dapat digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan. Populasi pada penelitian ini adalah konsumen mi instan merek Indomie di Kota Semarang. Jumlah populasi sangat banyak dan tidak diketahui secara angka pasti. 37 Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap dapat mewakili populasi (Sugiyono, 1999). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, dimana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian (Kuncoro, 2003). Responden haruslah orang yang benar-benar mengerti dan memahami mi instan merek Indomie. Oleh karena itu konsumen yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah konsumen yang mengkonsumsi mi instan merek Indomie yang sudah pernah mengkonsumsi Indomie minimal satu kali. Untuk memperoleh responden dilakukan dengan menanyakan terlebih dahulu kepada konsumen, apabila sanggup atau cocok dijadikan sampel maka kepadanya akan diberikan kuesioner. Dengan pertimbangan bahwa konsumen mi instan merek Indomie tersebar baik di pusat kota maupun kecamatan-kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk yang padat, maka dari 16 kecamatan tersebut diambil 5 kecamatan yang terdapat di kota Semarang, yaitu Semarang Selatan, Semarang Timur, Semarang Utara, Semarang Tengah, dan Semarang Barat. Menurut Hair dkk (2006) besarnya sampel bila terlalu besar akan menyulitkan untuk mendapat model yang cocok, dan disarankan ukuran sampel yang sesuai antara 100-200 responden agar dapat digunakan estimasi interpretasi dengan SEM. Untuk itu jumlah sampel akan ditentukan berdasarkan hasil perhitungan sampel minimum. Penentuan jumlah sampel minimum untuk SEM menurut Hair dkk (2006) adalah: 38 (Jumlah indikator + jumlah variabel laten) x (estimated parameter) Berdasarkan pedoman tersebut, maka jumlah sampel minimum untuk penelitian ini adalah: Sampel minimal = (15 + 4) x 6 = 114 responden 3.4 Metode Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu suatu metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden. Asumsi kunci dalam menggunakan metode ini adalah bahwa subyek penelitian merupakan orang-orang yang paling tahu tentang dirinya dan pernyataan subyek yang diberikan adalah benar dan bisa dipercaya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 2 macam angket yaitu: 1. Angket dengan pertanyaan terbuka, yaitu angket yang terdiri atas pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan informasi, saran dan masukan dari responden. 2. Angket dengan pertanyaan tertutup, yaitu angket yang digunakan untuk mendapatkan data tentang sikap terhadap iklan, brand awareness, sikap terhadap merek, dan minat beli ulang. Kuisioner digunakan sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang diatur sedemikian rupa dengan menggunakan formulir yang sudah disusun sebelumnya. Pertanyaan dalam angket tertutup menggunakan skala Numerical. 39 Penelitian dengan menggunakan Numerical scale 1-10 dengan alasan-alasan sebagai berikut (Husein, 1999) : 1. Untuk mendapatkan data yang bersifat universal 2. Beberapa buku teks menganjurkan agar data pada kategori “netral” tidak dipakai dalam analisis selama responden tidak memberikan alasannya. 3. Untuk menghindari kategori tidak tahu. Dalam skala numerikal, angka 1 menunjukkan bahwa responden memberikan tanggapan yang sangat tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan, sedangkan angka 10 menunjukkan sangat setuju untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai sebagai berikut: Sangat tidak setuju 1 2 Sangat setuju 3 4 5 6 7 8 9 10 3.5 Teknik Analisis 3.5.1 Analisis Instrumen Penelitian Langkah awal yang perlu dilakukan sebelum analisis data adalah analisis instrumen penelitian atau alat penelitian. Pengujian dilakukan terhadap validitas dan reliabilitas daftar pertanyaan atau kuesioner yang diajukan. Adapun penjelasan secara lengkap mengenai langkah-langkah dalam analisis adalah sebagai berikut: 40 Uji validitas Pengujian dengan SPSS yang pertama dilakukan adalah uji validitas. Uji validitas daftar pertanyaan dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas ini dilakukan untuk mengukur konsistensi butirbutir pertanyaan sehingga dapat menggambarkan indikator yang diteliti. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk mengukur validitas kuesioner dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing item pertanyaan dengan total skor pada konstruknya sehingga disebut analisis butir/item. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien korelasi (r hitung) dengan nilai r tabel untuk meguji derajat kebebasan (df=degree of freedom) n-k dimana n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variabel independen pada tingkat signifikansi 5% (α=0,05). Apabila nilai r hitung (dalam output SPSS dinotasikan sebagai corrected item total correlation) hasilnya positif dan r hitung > r tabel, maka dapat dinyatakan bahwa item pertanyaan tersebut valid. Demikian pula sebaliknya, apabila r hitung < r tabel maka dapat dinyatakan bahwa item pertanyaan tersebut tidak valid. Item pertanyaan yang tidak valid akan dikeluarkan dan tidak dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Sedangkan untuk item pertanyaan yang valid akan diteruskan ke tahap pengujian reliabilitas. 41 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas merupakan uji kehandalan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur dapat dipercaya. Kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur konsisten apabila pengukuran dilakukan berulang dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabel). Sebaliknya, bila suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil pengukuran yang diperoleh tidak konsiten dengan hasil sebelumnya maka alat ukur tersebut dianggap tidak reliabel. Dalam pengujian ini, uji reliabilitas digunakan dengan menggunakan koefisien alpha. Kalkulasi koefisien alpha memanfaatkan bantuan SPSS dan batas kritis untuk nilai alpha untuk mengindikasikan kuesioner yang reliabel adalah 0,60. Jadi nilai koefisien alpha > 0,60 merupakan indikator bahwa kuesioner tersebut handal/reliabel. 3.5.2 Analisis Model Penelitian Merupakan suatu pengukuran yang digunakan dalam suatu penelitian yang dapat dihitung dengan jumlah satuan tertentu atau dinyatakan dengan angkaangka. Analisis ini meliputi pengolahan data, pengorganisasian data dan penemuan hasil. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis The Structural Analysis Modelling (SEM) dengan software AMOS 16.0. Alat analisis ini digunakan karena SEM merupakan sekumpulan teknikteknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan relatif “rumit” secara simultan (Ferdinand, 2006). Keunggulan SEM lainnya 42 adalah kemampuan lainnya untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor serta kemampuannya untuk mengukur pengaruh hubunganhubungan secara teoritis. Program AMOS digunakan dalam penelitian ini karena mempunyai kemampuan untuk: a) Memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan struktural. b) Mencakup model yang memuat variabel laten. c) Memuat pengukuran kesalahan (error) baik pada variabel dependen maupun independen. d) Mengukur efek langsung dan tak langsung pada variabel dependen dan independen. e) Memuat hubungan sebab akibat yang timbal balik, bersamaan (simultaneity) dan interdependensi. Menurut Ferdinand (2006) untuk membuat permodelan SEM yang lengkap perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengembangan model teoritis Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Seorang peneliti harus melakukan serangkaian telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan. 43 2. Pengembangan diagram alur (diagram path) Path diagram akan mempermudah peneliti melihat hubunganhubungan kausalitas yang ingin diuji. Peneliti biasanya bekerja dengan “construct” atau “factor” yaitu konsep-konsep yang memiliki pijakan teoritis yang cukup untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Konstruk-konstruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen dikenal sebagai “source variables” atau “independent variables” yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Diagram alur pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: 44 Gambar 3.1 Diagram Alur e2 e1 e3 1 1 X1 e4 1 1 X3 X2 X4 e10 e9 1 1 1 X9 Sikap terhadap iklan X10 e11 1 X11 1 H1 Sikap terhadap merek H2 H3 H4 Minat beli ulang 1 Brand awareness X12 X13 1 1 e12 e13 1 X5 1 e5 X7 X6 1 1 e7 e6 X8 X14 X15 1 1 e14 e15 1 e8 3. Konversi Path Diagram ke dalam persamaan Persamaan yang diperoleh dari path diagram yang dikonversikan terdiri dari : 1. Structural equation yang dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai konstruk. V Endogen = V Eksogen + V Endogen + Error Dengan demikian persamaan strukturalnya adalah: Kesadaran merek = ß1 sikap terhadap iklan + Z1 Sikap terhadap merek = ß2 brand awareness + ß3 sikap terhadap iklan + Z2 Minat beli ulang = ß4 sikap terhadap merek + Z3 Keterangan : ß1,2,3,4 = regression weight Z1,2,3 = disturbance term 45 2. Persamaan spesifikasi model pengukuran (meassurement model) dimana harus ditentukan variabel yang mengukur konstruk dan menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang dihipotesiskan antar konstruk atau variabel. Persamaan untuk measurement model sebagai berikut: Gambar 3.2 Model Pengukuran Konsep Eksogen Konsep Endogen (model pengukuran) (model pengukuran) X1 = λ1 sikap terhadap iklan + ε1 X9 = λ9 sikap terhadap merek + ε9 X2 = λ2 sikap terhadap iklan + ε2 X10 = λ10 sikap terhadap merek + ε10 X3 = λ3 sikap terhadap iklan + ε3 X11 = λ11 sikap terhadap merek + ε11 X4 = λ4 sikap terhadap iklan + ε4 X12 = λ12 minat beli ulang + ε12 X5 = λ5 kesadaran merek + ε5 X13 = λ13 minat beli ulang + ε13 X6 = λ6 kesadaran merek + ε6 X14 = λ14 minat beli ulang + ε14 X7 = λ7 kesadaran merek + ε7 X15 = λ15 minat beli ulang + ε15 X8 = λ8 kesadaran merek + ε8 4.Pemilihan Matriks Input dan Teknik Estimasi Model SEM menggunakan input data yang hanya menggunakan matriks varians / kovarians atau matrik korelasi untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. Matriks kovarian digunakan karena SEM memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda, yang tidak dapat disajikan oleh korelasi. Hair dkk (2006) menganjurkan agar menggunakan matriks varians/kovarians pada saat 46 pengujian teori sebab lebih memenuhi asumsi-asumsi metodologi dimana standard error yang dilaporkan akan menunjukkan angka yang lebih akurat dibanding menggunakan matriks korelasi. Untuk ukuran sampel Hair dkk (2006) menemukan bahwa ukuran sampel yang sesuai untuk SEM adalah sebesar 100 – 200. Sedangkan untuk ukuran sampel minimum sebanyak 5 observasi untuk setiap estimate parameter. Bila jumlah indikatornya berjumlah 15, maka jumlah sampelnya sebanyak (15 + 4) x 6 atau 114 sampel yang telah sesuai untuk pengolahan data dalam SEM. Teknik estimasi menggunakan maximum likelihood estimation method yang dilakukan secara bertahap yaitu estimasi measurement model dengan teknik confirmatory factor analysis dan structural equation model, yang dimaksudkan untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun. a. Analisis Confirmatory Factor Tahap analisis faktor konfirmatori terdiri dari dua yaitu konfirmatori konstruk eksogen dan konstruk endogen. Analisis konfirmatori bertujuan menguji unidimensionalitas dari dimensi-dimensi pembentuk masing-masing variabel laten. b. Analisis Structural Equation Model Analisis selanjutnya setelah analisis confirmatory adalah Structural Equation Model (SEM) secara full model yang digunakan untuk menguji model dan hipotesis yang diajukan. 47 5. Menilai problem identifikasi Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Bila setiap kali estimasi dilakukan muncul problem identifikasi, maka sebaiknya model dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk. 6.Evaluasi kriteria goodness of fit Kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Tindakan pertama adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM, yaitu ukuran sampel, normalitas dan linearitas, outliers dan multicolinearity dan singularity. Setelah itu melakukan uji kesesuaian dan uji statistik (Hair dkk, 2006). Beberapa indeks kesesuaian dan cut-off valuenya yang digunakan untuk menguji apakah sebuah model diterima atau ditolak yaitu: - X 2 - Chi-Square Statistic Model yang diuji dipandang baik atau memuaskan apabila nilai chi squarenya rendah. Semakin kecil nilai χ2 semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p > 0.05 atau p > 0.10 (Hair dkk, 2006). - The Root Mean Square Error of Approximation / RMSEA Menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi (Hair dkk, 2006). Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama 48 dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasar degree of freedom (Hair dkk, 2006). - Goodness of Fit Index / GFI Adalah ukuran non statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) hingga 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan suatu better fit. - Adjusted Goodness of Fit Index / AGFI Dimana tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90 (Hair dkk, 2006). - CMIN/DF Adalah The Minimum Sampel Discrepancy Function yang dibagi dengan degree of freedom. CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi square, χ2 dibagi DF-nya disebut χ2 relatif. Bila nilai χ2 relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data (Hair dkk, 2006). - Tucker Lewis Index / TLI Merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model, dimana nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah ≥ 0.95 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit (Hair dkk, 2006). - Comparative Fit Index / CFI Rentang nilai sebesar 0 – 1 , bila mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI ≥ 0.95 (Hair 49 dkk, 2006). Dalam tabel di bawah ini disajikan indeks-indeks yang dipakai untuk menguji Goodness of Fit dari model yang sedang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Gambar 3.3 Indikator Justifikasi Statistik dalam AMOS Goodness of Fit Index 2 Cut-off Value χ – Chi-square Diharapkan kecil Significance Probability ≥ 0.05 RMSEA ≤ 0.08 GFI ≥ 0.90 AGFI ≥ 0.90 CMIN/DF ≤ 2.00 TLI ≥ 0.95 CFI ≥ 0.95 7. Interpretasi dan modifikasi model Pada tahap selanjutnya model diinterpretasikan dan dimodifikasi. Bagi model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Setelah model diestimasi, residual kovariansnya haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarians residual harus bersifat simetrik. Batas keamanan untuk jumlah residual yang dihasilkan oleh model adalah 5%. Nilai residual values yang lebih besar atau sama dengan 1.96 diinterpretasikan sebagai signifikan secara statis pada tingkat 5% dan residual yang signifikan ini menunjukkan adanya prediction error yang substansial untuk sepasang indikator. 50 BAB IV ANALISIS DATA Bab IV menampilkan hasil penelitian yang berupa gambaran umum obyek penelitian dan data deskriptif serta menyajikan hasil olah data (hasil evaluasi) yang meliputi analisis konfirmatori (confirmatory factor analysis) dan analisis model penuh dari Structural Equation Modeling (full model of structural equation modelling) yang menjadi kesatuan langkah dalam pengujian hipotesis. 4.1. Deskripsi Responden Data deskripsi responden ini menggambarkan beberapa kondisi reponden (konsumen mi instan merek Indomie di Semarang), yang ditampilkan secara statistik deskriptif. Data deskriptif responden ini memberikan beberapa informasi secara sederhana keadaan responden yang dijadikan obyek penelitian atau dengan kata lain data deskriptif dapat memberikan gambaran tentang keadaan jenis kelamin reponden, umur, pendidikan dan lama mengenal serta mengkonsumsi mi instan merek Indomie. Kuesioner yang telah diisi oleh responden kemudian dikompilasi dan diolah menjadi data penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah data pada semua indikator (X1-X15) lengkap sesuai dengan jumlah responden. Jawaban responden mempunyai nilai minimal 1 dan maksimal 10 pada semua indikator. 51 4.1.1. Responden Menurut Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total responden Sumber: Data primer, diolah, 2009 Jumlah 52 62 114 Persentase 45,61 54,39 100 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 114 responden yang terbanyak adalah responden yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 54,39 persen sedangkan jenis kelamin laki-laki adalah 45,61 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen yang memilih untuk membeli mi instan merek Indomie di wilayah Semarang adalah perempuan. 4.1.2. Responden Menurut Usia Karekteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia (tahun) 17 – 25 26 – 35 36 – 45 > 45 Total responden Sumber : Data primer, diolah, 2009 Jumlah 42 46 11 15 114 Persentase 37,14 40 10 12,86 100 52 Berdasarkan Tabel 4.2 3 menunjukkan bahwa dari 114 responden yang memilih untuk membeli mi instan merek Indomie di Semarang yang terbanyak adalah responden yang berusia 26 sampai dengan 35 tahun yaitu sebesar 40 persen, dan terendah adalah usia 36 sampai dengan 45 tahun yaitu sebesar 10 persen. Secara umum konsumen mi instan Indomie adalah mereka yang mempunyai kematangan usia dalam memilih mi instan yang enak dan sesuai dengan selera konsumen yaitu berusia lebih dari 25 tahun. 4.1.2 Responden Menurut Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan TINGKAT PENDIDIKAN SMP SMA DIPLOMA S1 S2,dll Total responden Sumber: Data primer, diolah, 2009 JUMLAH RESPONDEN 11 28 8 47 20 114 PERSENTASE 10 24,29 7,14 41.43 17,14 100 Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 114 responden yang terbanyak adalah responden yang berlatar pendidikan Sarjana (S1) yaitu sebesar 41,43 persen, sedangkan SMA sebesar 24,29 persen, S2,dll sebesar 17,14 persen, SMP sebesar 10 persen dan Diploma sebesar 7,14 persen. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan mempengaruhi konsumen dalam memilih dan membeli produk yang sesuai dengan pilihan rasa mereka. 53 4.1.3 Responden Menurut Jenis Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan JENIS PEKERJAAN PNS/BUMN Wiraswasta Pegawai Swasta TNI/POLRI Lainnya Total responden Sumber: Data primer, diolah, 2009 JUMLAH RESPONDEN 18 21 46 13 16 114 PERSENTASE 15,71 18,57 40 11,43 14,29 100 Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 114 responden yang memilih membeli mi instan Indomie di Semarang yang terbanyak bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 40 persen, dan yang paling sedikit adalah responden yang bekerja sebagai TNI/POLRI sebesar 11,43 persen. 4.1.4 Responden Menurut Jumlah Pendapatan Karakteristik responden berdasarkan jumlah pendapatan dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan PENDAPATAN (Rupiah) < 1.000.000 1.000.000 - < 2.000.000 2.000.000 - < 3.000.000 3.000.000 - < 4.000.000 4.000.000 - < 5.000.000 > 5.000.000 Total responden Sumber: Data primer, diolah, 2009 JUMLAH RESPONDEN 23 29 46 5 6 5 114 PERSENTASE 20 25,71 40 4,29 5,71 4,29 100 54 Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 114 responden yang membeli produk mi instan Indomie terbanyak berpendapatan antara Rp. 2.000.000,- s/d Rp. 3.000.000,- sedangkan yang paling sedikit adalah responden berpendapatan antara Rp. 3.000.000,- s/d Rp. 4.000.000,- dan berpendapatan lebih dari Rp. 5.000.000,-. 4.2 PROSES ANALISIS DATA 4.2.1 Uji Reliabilitas Univariate Uji reliabilitas ini dilakukan pada hasil penyebaran kuesioner untuk 10 responden. Analisis ini dilakukan sebagai pilot study sebelum masuk pada alat analisis SEM. Hasil yang didapat dari uji reliabilitas awal ini adalah semua variabel dalam penelitian ini mempunyai cronbach’s alpha diatas 0,70. Data yang lebih rinci pada tabel berikut ini : 55 Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Univariate Variabel Sikap terhadap iklan Brand awareness Sikap terhadap merek Sikap terhadap iklan Corrected Item-Total Correlation X1 0.903 X2 0.908 X3 0.936 X4 0.817 X5 0.907 X6 0.902 X7 0.916 X8 0.950 X9 0.777 X10 0.827 X11 0.769 X12 0.888 X13 0.813 X14 0.840 X15 0.880 Penilaian Cronbach's Alpha 0.953 reliabel 0.966 reliabel 0.876 reliabel 0.934 reliabel Sumber: Data primer diolah, 2009 56 4.2.2 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS MULTIVARIATE 4.2.2.1 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang sama. Nilai reliabilitas minimum dari dimensi pembentuk variabel laten yang dapat diterima adalah sebesar adalah 0,70. Construct Reliability didapatkan dari rumus Hair, et.al.,(1995): Construct reliability Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Variabel Sikap terhadap iklan Brand awareness Sikap terhadap merek Sikap terhadap iklan Corrected Item-Total Correlation X1 0.649 X2 0.671 X3 0.813 X4 0.718 X5 0.716 X6 0.763 X7 0.816 X8 0.735 X9 0.619 X10 0.655 X11 0.729 X12 0.802 X13 0.712 X14 0.745 X15 0.793 Penilaian Cronbach's Alpha 0.860 reliabel 0.888 reliabel 0.812 reliabel 0.892 reliabel Sumber: Data primer diolah, 2009 57 Setelah dilakukan pengujian pada setiap variabel dalam penelitian ini, diperoleh nilai cronbach’s alpha sebesar lebih besar dari 0.70 . Hal ini berarti sudah memenuhi syarat nilai reliabilitas. 4.2.2.2 Variance Extract Variane extract menunjukkan jumlah varians dari indikator yang diekstraksi oleh variabel laten yang dikembangkan. Nilai variance extract yang dapat diterima adalah minimum 0,50. Persamaan untuk mendapatkan nilai variance extracted adalah: Variance extracted Sumber : Hair, et al 1995 Keseluruhan hasil uji reliabilitas dan variance extract tersaji pada Tabel 4.8 berikut ini: Tabel 4.8 Uji Reliability dan Variance Extract Variabel Reliabilitas (> 0.70) 0.87 Sikap terhadap iklan Brand awareness 0.89 Sikap terhadap merek 0.81 Minat beli ulang 0.89 Sumber: data primer yang diolah, 2009 Variance Extract (> 0.50) 0.63 0.67 0.59 0.68 Penilaian Baik Baik Baik Baik Berdasarkan pengamatan pada Tabel 4.8 tampak bahwa tidak terdapat nilai reliabilitas yang lebih kecil dari 0,70. Begitu pula pada uji variance extract juga tidak ditemukan nilai yang berada di bawah 0,50. Hasil pengujian ini menunjukkan semua indikator – indikator (observed) pada konstruk (sikap terhadap iklan, brand awareness, sikap terhadap merek dan minat beli ulang) yang 58 dipakai sebagai observed variable bagi konstruk atau variabel latennya mampu menjelaskan konstruk atau variabel laten yang dibentuknya. 4.2.3 Deskripsi Karakteristik Responden Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai responden penelitian ini, khususnya mengenai variabel-variabel penelitian yang digunakan. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis indeks, untuk menggambarkan persepsi responden atas item-item pertanyaan yang diajukan. Oleh karena itu angka jawaban responden tidak berangkat dari angka 0 tetapi mulai angka 1 hingga 10, maka angka indeks yang dihasilkan akan berangkat dari angka 10 hingga 100 dengan rentang 90, tanpa angka 0. Dengan menggunakan kriteria lima kotak (five box method), maka rentang jawaban diperoleh sebesar 90 dibagi 5 akan menghasilkan rentang sebesar 18 yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi nilai indeks yaitu: Nilai indeks 10.00 – 28.00 : Interpretasi Sangat Rendah Nilai indeks 28.01 – 46.00 : Interpretasi Rendah Nilai indeks 46.01 – 64.00 : Interpretasi Sedang Nilai indeks 64.01 – 82.00 : Interpretasi Tinggi Nilai indeks 82.01 – 100 : Interpretasi Sangat Tinggi Dengan dasar ini, peneliti menentukan indeks persepsi responden terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. (Umar, 2001). 59 4.2.1.1 Sikap terhadap iklan Variabel sikap terhadap iklan diukur melalui 4 item pertanyaan hasil statistik deskriptif dengan menggunakan teknik pengukuran angka indeks adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.9 Indeks Sikap Terhadap Iklan INDIKATOR Sikap thd iklan Informatif Menghibur Bisa menyesuaikan Ekonomis Rata-rata Total INDEKS (%) Indeks sikap terhadap iklan 1 0 1 2 2 1 3 5 3 4 7 13 5 16 18 6 26 21 7 31 28 8 14 16 9 11 8 10 2 5 0 1 0 4 2 4 6 15 20 20 27 17 21 21 23 16 14 10 1 6 64,12 63,68 66,58 62,11 64,12 Sumber: Data primer, diolah, 2009 Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari rentang nilai indeks sebesar 10-100 rata-rata indeks variabel sikap terhadap iklan adalah tinggi, yaitu sebesar 64,12%. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi responden mengenai sikap terhadap iklan dari produk mi instan merek Indomie, yaitu positif. Dalam tabel tersebut diketahui bahwa bisa menyesuaikan menempati posisi tertinggi dalam variabel sikap terhadap iklan, yakni sebesar 66,58%. Kemudian diikuti oleh informatif sebesar 64,12%, selanjutnya adalah menghibur dimana indeksnya sebesar 63,68% dan yang terakhir yaitu ekonomis dengan indeks sebesar 62,11%. Hal ini menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut telah dapat dijadikan tolak ukur dari variabel sikap terhadap iklan. Pendapat dari responden yang indeks rata-ratanya tinggi ini disertai oleh jawaban mereka atas pertanyaan terbuka yang terdapat pada Tabel 4.10. 60 Tabel 4.10 Deskripsi sikap terhadap iklan No 1 Indeks dan Interpretasi 64,12 (Tinggi) Indikator Informatif 63,68 (Sedang) 2 Menghibur 66,58 (Tinggi) 3 Bisa menyesuaikan 62,11 (Sedang) 4 Ekonomis Persepsi Responden Indomie mi instan yang nikmat, sangat disukai oleh seluruh anggota keluarga. Indomie adalah produk mi instan yang bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Rasa Indomie mencakup makanan dari seluruh Indonesia. Informasi tentang Indomie yang telah tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Indomie mempunyai jingle lagu yang menarik. Banyak inovasi dalam iklannya. Iklannya berganti-ganti. Menunjukkan keberagaman etnik yang mau makan Indomie. Visualisasinya Indonesia banget dan jingle mudah diingat. Karena rasa Indomie khususnya rasa mi goreng disesuaikan dengan selera nusantara. Iklannya jelas dan mudah dimengerti. Iklannya menggambarkan rasa Indomie telah diterima oleh berbagai suku yang berbeda. Rasanya memang sesuai dengan yang ditawarkan saat iklan. Saya senang dengan rasa Indomie yang sesuai dengan harganya. Sesuai, alasannya karena cocok dan enak juga. Walaupun harga Indomie lebih mahal, namun sesuai dengan kualitas (rasa, tekstur, kenampakan) yang diperoleh. Sumber: Data primer, diolah, 2009 4.2.1.2 Brand awareness Variabel brand awareness diukur melalui 4 item pertanyaan hasil statistik deskriptif dengan menggunakan teknik pengukuran angka indeks adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.11 Indeks Brand awareness INDIKATOR Brand awareness Pengenalan merek Pengingatan kembali merek Puncak pikiran Merek dominan Rata-rata Total INDEKS (%) Indeks brand awareness 1 1 2 2 3 5 4 4 5 20 6 25 7 24 8 17 9 13 10 3 0 0 1 2 2 0 2 1 5 5 4 9 20 13 16 21 27 19 22 30 37 21 21 13 15 10 11 6 6 3 64,65 67,81 68,25 64,74 66,36 Sumber: Data primer, diolah, 2009 61 Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari rentang nilai indeks sebesar 10-100, rata-rata indeks variabel brand awareness adalah tinggi yakni sebesar 66,36%, dimana puncak pikiran mempunyai indeks tertinggi yaitu sebesar 68,25%, kemudian pengingatan kembali merek menempati posisi kedua dengan indeks 67,81%, sedangkan posisi ketiga ditempati oleh merek dominan dengan indeks sebesar 64,74%, dan yang terakhir adalah pengenalan merek sebesar 64,65%. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat indikator yang telah dipilih dapat dijadikan tolak ukur pada variabel brand awareness. Pendapat dari responden yang indeks rata-ratanya tinggi ini disertai oleh jawaban mereka atas pertanyaan terbuka yang terdapat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Deskripsi Brand awareness No 1 Indikator Pengenalan merek Indeks dan Interpretasi 64,65 (Tinggi) 67,81 (Tinggi) 2 Pengingatan kembali merek 68,25 (Tinggi) 3 Puncak pikiran 4 Merek dominan 64,74 (Tinggi) Persepsi Responden Sejak Indomie diproduksi. Sejak SD (> 12 tahun). > 20 tahun. Sejak masih kecil (> 19 tahun). Sudah melekat di benak saya ketika mendengar kata mi instant. Karena merek Indomie cukup populer dan sering disebutsebut orang. Karena dari kecil sudah akrab dengan merek Indomie. Karena ikon ”Indomie seleraku” mewakili selera nusantara. Sudah mendominasi iklan di berbagai media (cetak dan televisi). Hadir di masyarakat lebih awal dari mi instant lain. Masih melekat di ingatan. Karena produk itu sudah mengakar di benak konsumen. Karena sudah merakyat/terbiasa mengkonsumsi Indomie. Karena sejak kecil sering dibelikan Ibu merek Indomie. Saya lebih sering menggunakan merek Indomie. Sumber: Data primer, diolah, 2009 62 4.2.1.3 Sikap terhadap merek Variabel sikap terhadap merek diukur melalui 3 item pertanyaan hasil statistik deskriptif dengan menggunakan teknik pengukuran angka indeks adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 4.13: Tabel 4.13 Indeks Sikap terhadap Merek INDIKATOR Sikap thd merek Merek diingat Merek disukai Merek dipilih Rata-rata Total INDEKS (%) Indeks sikap terhadap merek 1 0 1 0 2 2 1 3 3 0 6 6 4 8 10 2 5 14 12 14 6 23 24 23 7 34 19 26 8 21 23 21 9 8 10 16 10 4 8 3 66,84 65,96 67,02 66,61 Sumber: Data primer, diolah, 2009 Tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari rentang nilai indeks sebesar 10-100 rata-rata indeks variabel sikap terhadap merek adalah tinggi yakni 66,61%. Hal ini menunjukkan bahwa sikap terhadap merek pada mi intan merek Indomie tinggi. Indeks tertinggi adalah merek dipilih yaitu sebesar 67,02%, kemudian merek diingat sebesar 66,84%. Urutan ketiga adalah merek disukai yaitu sebesar 65,95%. Hasil dari indeks tersebut menunjukkan bahwa ketiga indikator tersebut telah dapat dijadikan tolak ukur dari variabel sikap terhadap merek. Pendapat dari responden yang indeks rata-ratanya tinggi ini disertai oleh jawaban mereka atas pertanyaan terbuka yang terdapat pada Tabel 4.14. 63 Tabel 4.14 Deskripsi Sikap terhadap merek No 1 2 3 Indeks dan Interpretasi 66,84 (Tinggi) Indikator Merek diingat 65,96 (Tinggi) Merek disukai 67,02 (Tinggi) Merek dipilih Persepsi Responden Karena mudah diingat dan banyak terdapat dimana-mana. Karena di setiap warung/toko menjual Indomie. Paling lama mengenal produk Indomie. Karena dengan iklan yang lebih menarik maka konsumen dapat lebih mudah mengingatnya. Rasanya lebih enak daripada merek lain. Sudah biasa mengkonsumsi Indomie. Karena suka dan sudah loyal dengan rasa nusantaranya. Rasa alami/natural dengan rempah-rempahnya. Karena sesuai selera saya. Indomie lebih enak daripada merek lain. Kemasan, rasa dan harganya oke. Karena mudah didapat di toko-toko terdekat. Sumber: Data primer, diolah, 2009 4.2.1.4 Minat beli ulang Variabel minat beli ulang diukur melalui 4 item pertanyaan hasil statistik deskriptif dengan menggunakan teknik pengukuran angka indeks adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 4.15. Tabel 4.15 Indeks Minat beli ulang INDIKATOR Minat beli ulang Minat transaksional Minat referensial Minat preferensial Minat eksploratif Rata-rata Total INDEKS (%) Indeks minat beli ulang 1 2 0 1 0 2 1 4 3 2 3 5 4 4 7 4 10 9 11 6 5 20 14 20 10 6 27 30 13 29 7 26 27 30 29 8 14 15 19 22 9 7 8 11 6 10 2 3 2 3 61,23 62,89 63,33 64,56 63,00 Sumber: Data primer, diolah, 2009 Tabel 4.15 menunjukkan bahwa dari rentang nilai indeks sebesar 10-100, rata-rata indeks variabel minat beli ulang adalah sedang, yaitu sebesar 63,00%. Indikator minat eksploratif mempunyai indeks paling tinggi, yaitu sebesar 64 64,55%, kemudian diikuti dengan minat preferensial yaitu sebesar 63,33%. Minat referensial mempunyai indeks 62,89% dan minat transaksional dengan indeks paling rendah, yaitu sebesar 61,23%. Hal ini menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut telah dapat dijadikan tolak ukur dari variabel minat beli ulang. Pendapat dari responden yang indeks rata-ratanya sedang ini disertai oleh jawaban mereka atas pertanyaan terbuka yang terdapat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Deskripsi Minat beli ulang No 1 Indikator Minat transaksional Indeks dan Interpretasi 61,23 (Sedang) 62,89 (Sedang) 2 Minat referensial 3 Minat preferensial 4 Minat eksploratif 63,33 (Sedang) 64,56 (Tinggi) Persepsi Responden Dua (2) kali sebulan, kurang lebih Rp. 10.000,10 bungkus perbulan. Tidak tentu, dibawah Rp. 20.000,- perbulan. Tiga kali perbulan, Rp. 10.000,Bila ada rasa baru yang muncul enak, maka saya akan mereferensikan pada teman-teman kos. Karena sesuai selera yang disukai. Karena rasanya enak saya akan referensikan ke orang lain. Karena sudah sejak lama mengkonsumsi. Sudah terbiasa. Rasanya cocok. Rasanya enak dan mudah didapat. Khususnya Indomie mi goreng lezat dan nikmat. Indomie rasa soto cocok dilidah. Indomie mi goreng karena terjaga kualitas dan rasa rempah-rempahnya terasa dan harga terjangkau. Sumber: Data primer, diolah, 2009 4.3 PROSES ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN MODEL PENELITIAN Proses analisis data dan pengujian model penelitian akan menjelaskan tentang langkah-langkah analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Langkahlangkah tersebut mengacu pada 7 langkah proses analisis SEM sebagaimana dikemukakan oleh Ferdinand (2005). Adapun urutan langkah-langkah analisis tersebut meliputi : 65 4.3.1 Langkah 1 : Pengembangan Model Berdasarkan Teori Pengembangan model dalam penelitian ini didasarkan atas telaah pustaka dan kerangka pemikiran sebagai mana telah dijelaskan dalam Bab II. Secara umum model tersebut terdiri atas 2 variabel independen (Eksogen) dan 2 variabel dependen (Endogen). 2 variabel independen adalah sikap terhadap iklan dan brand awareness. Sedangkan variabel dependen terdiri dari sikap terhadap merek dan minat beli ulang. 4.3.2 Langkah 2 : Menyusun Diagram Alur (Path Diagram) Setelah pengembangan model berbasis teori dilakukan maka langkah selanjutnya adalah menyusun model tersebut dalam bentuk diagram. Langkah ini telah dilakukan dan penggambarannya dapat dilihat pada Bab III. 4.3.3 Langkah 3 : Konversi Diagram Alur ke dalam Persamaan Model yang telah dinyatakan dalam diagram alur tersebut, selanjutnya dinyatakan ke dalam persamaan struktural. Persamaan struktural ini juga telah dijelaskan pada Bab III sebelumnya. 4.3.4 Langkah 4 : Memilih Matriks Input dan Teknik Estimasi Matriks input yang digunakan sebagai input adalah matriks kovarians. Hair et.al., (1995; dalam Ferdinand, 2005) menyatakan bahwa dalam menguji hubungan kausalitas maka matriks kovarianlah yang diambil sebagai input untuk operasi SEM. Dari hasil pengolahan data yang telah dikumpulkan, matriks kovarians data yang digunakan tertuang dalam Tabel 4.17 di bawah ini. 66 Tabel 4. 17 Sample Covarians – Estimates X15 X14 X13 X12 X11 X10 X9 X8 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X1 X8 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X1 X15 2,845 2,050 2,000 2,233 1,592 1,430 1,319 1,258 1,106 1,311 ,928 1,439 1,182 1,113 1,014 X8 2,916 2,013 2,007 1,745 1,541 1,056 1,080 ,787 X14 X13 X12 X11 X10 X9 3,485 2,009 2,345 1,406 1,591 1,281 1,518 1,251 1,547 1,178 1,307 1,348 1,482 1,240 3,048 1,903 1,542 1,424 1,100 1,091 1,051 1,441 ,944 1,264 1,051 1,016 1,196 3,038 1,440 1,637 1,153 1,231 1,320 1,430 1,039 1,667 1,299 1,385 1,221 3,244 2,301 1,730 1,562 1,307 1,540 1,323 1,852 1,358 1,189 1,290 3,820 1,574 1,402 1,315 1,543 1,345 1,866 1,548 1,271 1,289 2,444 1,132 1,094 1,299 1,217 1,084 1,106 1,283 ,911 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X1 2,566 1,970 2,011 1,414 1,174 1,249 1,064 3,136 2,102 1,450 1,202 1,423 1,178 3,249 1,516 1,079 1,223 1,212 4,131 2,479 2,001 1,852 2,493 1,843 1,596 3,215 1,708 2,804 Sumber: Data primer diolah, 2009 Langkah selanjutnya setelah menyusun sampel kovarian sebagai mana tampak pada tabel di atas adalah menentukan teknik estimasi. Setelah mengkonversi data menjadi matrik kovarian maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan teknik estimasi. Teknik estimasi yang akan digunakan adalah maximum likehood estimation method karena jumlah sampel yang digunakan berkisar antara 100 - 200. Teknik ini dilakukan secara bertahap yakni estimasi measurement model dengan teknik confirmatory factor analysis dan structural equation model, yang dimaksudkan untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun. 67 4.3.4.1. Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen Tahap analisis faktor konfirmatori konstruk eksogen bertujuan menguji unidimensionalitas dari dimensi-dimensi pembentuk masing-masing variabel laten. Variabel-variabel laten atau konstuk eskogen ini terdiri dari 2 unobserved variable dengan 8 observed variable sebagai pembentuknya. Hasil pengolahan data ditampilkan pada Gambar 4.1. Gambar 4. 1 Analisis Faktor Konfirmatori Kontsruk Eksogen SIkap thd Iklan ke Brand Awareness ,47 e1 X1 ,68 ,52 e2 ,72 X2 Sikap thdp Iklan ,82,91 e3 X3 e4 X4 ,83 ,69 ,60 e5 X5 ,77 ,65 e6 X6 X7 e8 X8 ,60 ,81 ,79,89 e7 Uji Model Chi-Square=25,787 Probability=,136 Cmin/DF=1,357 GFI=,947 AGFI=,900 TLI=,981 CFI=,987 RMSEA=,056 DF=19 Brand Awaraness ,80 ,65 Sumber: Data yang diolah, 2009 68 Berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis faktor konfirmatori pada konstruk eksogen dapat ditunjukkan bahwa model layak diuji pada tahap full model, hal ini ditandai dengan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak model. Tabel 4. 18 Hasil Uji Model Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen Kriteria Cut of Value Chi-Square χ2 dengan df : 19; p : 5 % = 30,14353 Probability > 0,05 GFI > 0,90 AGFI > 0,90 TLI > 0,95 CFI > 0,95 CMIN/DF < 2,00 RMSEA < 0,08 Sumber: data yang diolah, 2009 Hasil Evaluasi 25,787 0,136 0,947 0,900 0,981 0,987 1,357 0,056 Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Hasil perhitungan uji chi-square pada konstruk eksogen memperoleh nilai sebesar 25,787 masih dibawah chi-square tabel untuk derajat kebebasan 19 pada tingkat signifikan 5% sebesar 30,14353. Nilai probabilitas sebesar 0,136 yang mana nilai tersebut diatas 0,05. Nilai CMIN/DF sebesar 1,357 sehingga masih dibawah 2,00. Nilai GFI sebesar 0,947 lebih besar dari 0,90. AGFI sebesar 0,900 sama dengan 0,90. Nilai TLI sebesar 0,981 yang mana masih diatas 0,95 dan nilai RMSEA sebesar 0,056 yang mana nilai tersebut masih dibawah 0,08. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konstruk memenuhi kriteria model fit (Goodness ofFit Indices). Disamping kriteria diatas observed (indikator) dari konstruk sikap terhadap iklan dan brand awareness valid karena mempunyai nilai (loading 69 factor) diatas 0,5 sehingga tidak satupun observed (indikator) yang didrop (dibuang). Hasil tersebut menunjukkan konstruk dapat diolah dengan full model. Tabel 4.19 Hasil Regression Weights Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen Estimate S.E. C.R. P Label X1 <--- Sikap thdp_Iklan 1,000 X2 <--- Sikap thdp_Iklan 1,130 ,161 7,012 ,000 par_1 X3 <--- Sikap thdp_Iklan 1,252 ,154 8,154 ,000 par_2 X4 <--- Sikap thdp_Iklan 1,477 ,190 7,765 ,000 par_3 X5 <--- Brand_Awaraness 1,000 X6 <--- Brand_Awaraness 1,029 ,114 9,034 ,000 par_4 X7 <--- Brand_Awaraness 1,025 ,103 9,933 ,000 par_5 X8 <--- Brand_Awaraness ,986 ,113 8,748 ,000 par_6 Sumber: data yang diolah, 2009 Berdasarkan hasil pada Tabel 4.19 di atas, juga terlihat bahwa setiap indikator atau dimensi pembentuk masing-masing variabel laten menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria yaitu nilai Critical Ratio (CR) >1.96 dengan Probability (P) lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan hasil ini, maka dapat dikatakan bahwa indikator-indikator pembentuk variabel laten telah menunjukkan unidimensionalitas atau kumpulan dimensi konfirmatori faktor betul terjadi unidimensi antara indikator pembentuk suatu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Secara rinci pengujian hipotesis penelitian akan dibahas secara bertahap sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan. 70 4.4.4.2. Analisis Faktor Konfirmatori Kontsruk Endogen Analisis faktor konfirmatori konstruk endogen bertujuan untuk menguji unidimensionalitas indikator-indikator pembentuk variabel laten (konstruk) endogen. Variabel-variabel laten atau konstruk endogen ini terdiri dari 2 variable dengan 7 observed variable sebagai pembentuknya. Adapun hasil pengujian terhadap faktor konfirmatori konstruk endogen selanjutnya ditampilkan pada Gambar 4.2. Gambar 4. 2 Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen Sikap thd Merek ke Minat Beli Ulang e9 e10 ,52 X9 ,57 X10 e11 e12 ,72 X11 ,70 ,72 ,76 Sikap Thd Merek ,85 e13 e14 ,75 Uji Model Chi-Square=15,531 Probability=,275 Cmin/DF=1,195 GFI=,963 AGFI=,920 TLI=,990 CFI=,994 RMSEA=,042 DF=13 ,58 X12 X13 ,87 e15 ,63 X14 ,76,79 ,75 X15 ,87 Minat Beli Ulang Sumber: data yang diolah, 2009 Berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis faktor konfirmatori pada konstruk endogen dapat ditunjukkan bahwa model layak diuji pada tahap full model, hal ini ditandai dengan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak full model. 71 Tabel 4.20 Hasil Uji Model Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen Kriteria Cut of Value Hasil Evaluasi Chi-Square χ2 dengan df : 13 p : 5 % = 22,36203 Probability > 0,05 GFI > 0,90 AGFI > 0,90 TLI > 0,95 CFI > 0,95 CMIN/DF < 2,00 RMSEA < 0,08 Sumber: data yang diolah, 2009 Hasil perhitungan uji chi-square 15,531 0,275 0,963 0,920 0,990 0,994 1,195 0,042 pada konstruk Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik endogen memperoleh nilai sebesar 15,531 masih dibawah chi square tabel untuk derajat kebebasan 13 pada tingkat signifikan 5% sebesar 22,36203. Nilai probabilitas sebesar 0,275 yang mana nilai tersebut di atas 0,05. Nilai CMIN/DF sebesar 1,195 sehingga masih dibawah 2,00. Nilai GFI sebesar 0,963 dan AGFI sebesar 0,920 yaitu lebih besar dari 0,90. Nilai TLI sebesar 0,990 yang mana masih di atas 0,95. Nilai CFI sebesar 0,994 yang mana nilainya masih di atas 0,95 dan nilai RMSEA sebesar 0,042 yang mana nilai tersebut masih dibawah 0,08. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konstruk endogen memenuhi kriteria model fit (Goodness of-Fit Indices). Disamping kriteria diatas observed (indikator) dari konstruk sikap terhadap merek dan minat beli ulang valid karena mempunyai nilai (loading factor) di atas 0,5 sehingga tidak satupun observed (indikator) yang didrop (dibuang). Hasil tersebut menunjukkan konstruk dapat diolah dengan full model. 72 Tabel 4. 21 Hasil Regression Weights Faktor Konfirmatori Kontruk Endogen Estimate X9 <--- Sikap Thd_Merek 1,000 X10 <--- Sikap Thd_Merek 1,315 X11 <--- Sikap Thd_Merek 1,363 X12 <--- Minat Beli_Ulang 1,000 X13 <--- Minat Beli_Ulang ,879 X14 <--- Minat Beli_Ulang ,978 X15 <--- Minat Beli_Ulang ,966 Sumber: data yang diolah, 2009 S.E. C.R. P Label ,186 7,087 ,000 ,177 7,715 ,000 par_1 par_2 ,094 9,374 ,000 ,095 10,315 ,000 ,083 11,654 ,000 par_3 par_4 par_5 Berdasarkan hasil pada Tabel 4.21 di atas, juga terlihat bahwa setiap indikator atau dimensi pembentuk masing-masing variabel laten menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria yaitu nilai Critical Ratio (CR) >1.96 dengan Probability (P) lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan hasil ini, maka dapat dikatakan bahwa indikator-indikator pembentuk variabel laten telah menunjukkan unidimensionalitas atau kumpulan dimensi konfirmatori faktor endogen betul terjadi unidimensi antara indikator pembentuk suatu serangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. 4.2.4.4. Analisis Structural Equation Model Analisis selanjutnya adalah analisis Structural Equation Model (SEM) secara Full Model yang dimaksudkan untuk menguji model dan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pengujian model dalam Structural Equation Model dilakukan dengan dua pengujian, yaitu uji kesesuaian model dan uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi. Hasil pengolahan data untuk analisis SEM terlihat pada Gambar 4.3, Tabel 4.20 dan Tabel 4.21. 73 Gambar 4.3 Hasil Uji Structural Equation Model ,47 e1 X2 ,69 ,72 X3 e9 Sikap thdp Iklan ,91 ,82 e3 Uji Model Chi-Square=102,766 Probability=,105 Cmin/DF=1,195 GFI=,899 AGFI=,859 e11 ,67 TLI=,980 CFI=,984 X11 RMSEA=,042 DF=86 X1 ,52 e2 Full Model e10 ,52 X9 ,83 ,45 ,57 X10 ,72 ,75 ,82 Z3 ,69 e4 ,60 ,59 e5 X6 X7 ,75 Minat Beli Ulang ,86 ,80 ,44 ,77 ,81 ,74 Z2 ,76 ,87 ,63 ,58 ,76 X15 X14 X13 X12 e15 e14 e13 e12 ,36 ,82 ,88 ,77 e7 Sikap Thd Merek X5 ,67 e6 ,56 ,64 X4 Brand Awaraness z1 ,66 e8 X8 Sumber: data yang diolah, 2009 74 Berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis full model dapat ditunjukkan bahwa model memenuhi kriteria fit, hal ini ditandai dengan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak full model. Tabel 4. 22 Hasil Uji Full Model Kriteria Chi-Square Probability GFI AGFI TLI CFI CMIN/DF RMSEA Cut of Value χ2 dengan df : 86 p : 5 % = 108,6478931 > 0,05 > 0,90 > 0,90 > 0,95 > 0,95 < 2,00 < 0,08 Hasil Evaluasi 102,766 0,105 0,899 0,859 0,980 0,983 1,195 0,042 Baik Baik Marginal Marginal Baik Baik Baik Baik Sumber: data yang diolah, 2009 Hasil perhitungan uji chi – square pada full model memperoleh nilai chi square sebesar 102,766 masih dibawah chi square tabel untuk derajat kebebasan 86 pada tingkat signifikan 5 % sebesar 108,6478931. Nilai probabilitas sebesar 0,105 yang mana nilai tersebut di atas 0,05. Nilai CMIN/DF sebesar 1,195 sehingga masih dibawah 2,00. Nilai GFI sebesar 0,899 yaitu lebih kecil dari 0,90, nilai AGFI sebesar 0,859 yaitu lebih kecil dari 0,90 (marjinal). Nilai TLI sebesar 0,980 yang mana masih di atas 0,95. Nilai CFI sebesar 0,983 yang mana nilainya masih di atas 0,95 dan nilai RMSEA sebesar 0,042 yang mana nilai tersebut masih di bawah 0,08. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model keseluruhan memenuhi kriteria model fit. Disamping kriteria diatas observed (indikator) dari konstruk adalah valid karena mempunyai nilai di atas 0,5 sehingga tidak satupun observed (indikator) yang didrop (dibuang). 75 Tabel 4. 23 Hasil Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling Brand_Awaraness <--- Sikap thdp_Iklan Sikap Thd_Merek <--- Sikap thdp_Iklan Sikap Thd_Merek <--- Brand_Awaraness Minat Beli_Ulang <--- Sikap Thd_Merek X1 <--- Sikap thdp_Iklan X2 <--- Sikap thdp_Iklan X3 <--- Sikap thdp_Iklan X4 <--- Sikap thdp_Iklan X5 <--- Brand_Awaraness X6 <--- Brand_Awaraness X7 <--- Brand_Awaraness X8 <--- Brand_Awaraness X9 <--- Sikap Thd_Merek X10 <--- Sikap Thd_Merek X11 <--- Sikap Thd_Merek X12 <--- Minat Beli_Ulang X13 <--- Minat Beli_Ulang X14 <--- Minat Beli_Ulang X15 <--- Minat Beli_Ulang Sumber: data yang diolah, 2009 Estimate ,725 ,446 ,358 1,004 1,000 1,123 1,243 1,469 1,000 1,046 1,016 ,999 1,000 1,304 1,303 1,000 ,874 ,979 ,959 S.E. ,141 ,115 ,094 ,152 C.R. 5,160 3,879 3,794 6,590 P ,000 ,000 ,000 ,000 Label par_14 par_12 par_13 par_15 ,159 7,061 ,000 ,150 8,278 ,000 ,187 7,843 ,000 par_1 par_2 par_3 ,115 9,115 ,000 ,103 9,860 ,000 ,114 8,796 ,000 par_4 par_5 par_6 ,178 7,313 ,000 ,162 8,019 ,000 par_7 par_8 ,093 9,403 ,000 par_9 ,094 10,432 ,000 par_10 ,082 11,716 ,000 par_11 Berdasarkan pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.23 bahwa setiap indikator pembentuk variabel laten menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria yaitu nilai CR diatas 1,96 dengan P lebih kecil dari pada 0,05 dan nilai lambda atau loading factor yang lebih besar dari 0,5. Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa indikatorindikator pembentuk variabel laten tersebut secara signifikan merupakan indikator dari faktor-faktor laten yang dibentuk. Dengan demikian, model yang dipakai dalam penelitian ini dapat diterima. 76 4.3.5 Langkah 5 : Menilai Problem Identifikasi Pengujian selanjutnya adalah menguji apakah pada model yang dikembangkan muncul permasalahan identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala : 1. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar. 2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan. 3. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif. 4. Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang didapat (>0,9). Berdasarkan analisis terhadap pengujian pada model penelitian yang dilakukan seperti pada Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3, ternyata tidak menunjukkan adanya gejala problem identifikasi sebagaimana telah disebutkan di atas. 4.3.6 Langkah 6 : Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Evaluasi goodness of fit dimaksudkan untuk menilai seberapa baik model penelitian yang dikembangkan. Pada tahapan ini kesesuaian model penelitian dievaluasi tingkat goodness of fit, namun yang perlu dilakukan sebelumnya adalah mengevaluasi data yang digunakan agar dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh SEM. 77 4.2.6.1. Evaluasi Univariate Outlier Outlier merupakan observasi dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. Pengujian ada tidaknya outlier univariate dilakukan dengan menganalisis nilai Zscore dari data penelitian yang digunakan. Apabila terdapat nilai Zscore yang lebih besar ± 3,0 maka akan dikategorikan sebagai outlier. Pengujian univariate outlier ini menggunakan bantuan program SPSS 16. Tabel 4.24 Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Zscore(X1) 114 -2,62351 2,13324 -1,122366E-015 1,0000000 Zscore(X2) 114 -2,98080 2,01643 -1,842276E-015 1,0000000 Zscore(X3) 114 -2,92574 2,11826 8,682291E-016 1,0000000 Zscore(X4) 114 -2,55232 1,85623 -7,528700E-016 1,0000000 Zscore(X5) 114 -3,01863 1,95266 -9,280771E-016 1,0000000 Zscore(X6) 114 -2,68771 1,80989 1,387779E-017 1,0000000 Zscore(X7) 114 -2,99875 1,97372 3,295975E-016 1,0000000 Zscore(X8) 114 -3,19135 2,05597 9,575674E-016 1,0000000 Zscore(X9) 114 -2,98305 2,11160 6,418477E-017 1,0000000 Zscore(X10) 114 -2,85096 1,73381 1,745999E-015 1,0000000 Zscore(X11) 114 -2,59885 1,82307 2,688821E-016 1,0000000 Zscore(X12) 114 -2,92640 2,21484 -9,887924E-016 1,0000000 Zscore(X13) 114 -2,44624 2,11607 9,003215E-016 1,0000000 Zscore(X14) 114 -2,84420 1,95539 -1,262879E-015 1,0000000 Zscore(X15) 114 -2,63050 2,09197 7,702172E-016 1,0000000 Valid N (listwise) 114 Sumber: data yang diolah, 2009 Berdasarkan hasil pengolahan data untuk pengujian ada tidaknya outlier ada pada Tabel 4.24 di atas dapat ditunjukkan bahwa data tidak terjadi problem 78 outlier univariate. Pembuktiannya adalah ditandai dengan nilai Z skor dibawah 3 atau tidak berada pada rentang 3 sampai dengan 4. Apabila pada data terdapat outlier univariate tidak akan dihilangkan dari analisis karena data tersebut menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dan tidak ada alasan khusus dari profil responden yang menyebabkan harus dikeluarkan dari analisis tersebut (Ferdinand, 2005). 4.2.6.2. Evaluasi Multivariate Outlier Outliers merupakan observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi yang lain dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal maupun variabelvariabel kombinasi (Hair et.al.,1995). Adapun outliers dapat dievaluasi dengan dua cara, yaitu analisis terhadap univariate outliers dan analisis terhadap multivariate outliers (Hair et.al.,1995). Outlier pada tingkat multivariate dapat dilihat dari jarak Mahalanobis (Mahalanobis Distance). Perhitungan jarak mahalanobis bisa dilakukan dengan menggunakan program Komputer AMOS 16. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa jarak mahalanobis minimal adalah 8,334 dan maksimal adalah 47,887. Berdasarkan nilai chi-square dengan derajat kebebasan 15 yaitu jumlah variabel indikator pada tingkat signifikansi 0,01. Nilai mahalanobis distance (15; 0,01)=30,578 ; maka nilai mahalanobis yang melebihi 30,578 pada Tabel mahalanobis (Ferdinand, 2005) terdapat Outlier. Sehingga disimpulkan 79 terdapat Outlier pada pengolahan data ini, yaitu terdapat pada 7 observasi, yaitu pada observasi 34, 8, 20, 91, 85, 110, dan 97 (tabel 4.25). Tabel 4.25 Mahalanobis distance Observation number Mahalanobis d-squared 97 47,887 110 41,892 85 41,438 91 40,184 20 39,387 8 36,769 34 30,806 Sumber: data yang diolah, 2009 Terdapatnya outlier pada tingkat multivariate dalam analisis ini tidak akan dihilangkan dari analisis karena data tersebut menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dan tidak ada alasan khusus dari profil responden yang menyebabkan harus dikeluarkan dari analisis tersebut (Ferdinand, 2005). Data mahalanobis distance dapat dilihat dalam lampiran output. 4.2.6.3. Uji Normalitas Data Pengujian data selanjutnya adalah dengan menganalisis tingkat normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini. Asumsi normalitas data harus dipenuhi agar data dapat diolah lebih lanjut untuk pemodelan SEM. Normalitas univariate dan multivariate data yang digunakan dalam analisis ini dapat diuji normalitasnya, seperti yang disajikan dalam Tabel 4.26. Pengujian normalitas secara univariate ini adalah dengan mengamati nilai skewness data yang digunakan, apabila nilai CR pada skewness data berada 80 diantara rentang antara + 2,58 pada tingkat signifikansi 0.01, maka data penelitian yang digunakan dapat dikatakan normal. Hasil pengujian normalitas data ditampilkan pada Tabel 4.25. Pengujian normalitas dilakukan dengan mengamati nilai skewness data yang digunakan apakah terdapat nilai CR yang melebihi + 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01. Dari Tabel 4.26 terlihat bahwa tidak terdapat nilai CR yang berada diluar + 2,58. Jadi dapat disimpulkan secara univariate sudah baik. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01 (1%) (Ghozali,2004), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada data yang menyimpang. Uji normalitas data untuk setiap indikator terbukti normal. Tabel 4.26 Normalitas Data Variable X15 X14 X13 X12 X11 X10 X9 X8 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X1 Multivariate min 2,000 1,000 2,000 1,000 2,000 1,000 2,000 1,000 2,000 2,000 1,000 1,000 2,000 1,000 2,000 max 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 skew -,495 -,442 -,329 -,367 -,576 -,307 -,322 -,357 -,289 -,244 -,397 -,130 -,278 -,169 -,318 c.r. -2,156 -1,925 -1,434 -1,602 -2,513 -1,339 -1,405 -1,555 -1,260 -1,064 -1,730 -,567 -1,214 -,735 -1,387 kurtosis ,148 -,241 ,064 ,325 ,070 -,316 ,337 ,120 ,442 -,310 ,117 -,515 -,166 -,094 -,038 37,112 c.r. ,323 -,526 ,139 ,709 ,152 -,689 ,735 ,262 ,963 -,676 ,255 -1,122 -,362 -,205 -,082 8,773 Sumber: data primer yang diolah, 2009 81 Berdasarkan tabel 4.26 di atas dapat dilihat bahwa data tersebut tidak ada nilai yang lebih besar dari 2,58, dengan demikian data tersebut terbukti terdistribusi secara normal. Studi Hair, et.al.,(1995) menyatakan bahwa data yang normal secara multivariate pasti normal pula secara univariate. Namun sebaliknya, jika secara keseluruhan data normal secara univariate, tidak menjamin akan normal pula secara multivariate. 4.2.6.4. Evaluasi atas Multikolinearitas dan Singularitas Untuk melihat apakah pada data penelitian terdapat multikolinearitas (multicollinearity) atau singularitas (singularity) dalam kombinasi-kombinasi variabel, maka yang perlu diamati adalah determinan dari matriks kovarians sampelnya. Indikasi adanya multikolineritas dan singularitas menunjukkan bahwa data tidak dapat digunakan untuk penelitian. Adanya multikolineritas dan singularitas dapat diketahui melalui nilai determinan matriks kovarians yang benar-benar kecil, atau mendekati nol (Tabachnick & Fidell, 1998 dalam Ferdinand, 2000). Dari hasil pengolahan data pada penelitian ini, nilai determinan matriks kovarians sampel sebagai berikut : Determinant of sample covariance matrix = 848,017 Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai determinan matriks kovarians sampel adalah jauh dari nol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa data penelitian yang digunakan tidak terdapat multikolineritas dan singularitas, sehingga data layak untuk digunakan. 82 4.2.6.5. Uji Kesesuaian Model Pengujian kesesuaian model penelitian digunakan untuk menguji seberapa baik tingkat goodness of fit dari model penelitian. Berdasarkan hasil pengujian yang telah tersaji di atas, diketahui dari delapan kriteria yang ada, tujuh diantaranya yang berada pada kondisi baik dan dua (yaitu GFI dan AGFI) masih dalam kondisi marjinal. Dengan hasil ini maka secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa model penelitian memiliki tingkat goodness of fit yang baik. 4.3.7 Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model Model yang baik memiliki Standardized Residual Covariance yang kecil. Angka + 2,58 merupakan batas nilai standardized residual yang diperkenankan (Ferdinand, 2005). Hasil Standardized Residual Covarian model penelitian ini ditampilkan pada table 4.27 berikut ini. Table 4.27 Standardized Residual Covariance X15 X14 X13 X15 ,000 X14 -,315 ,000 X13 ,206 ,102 ,000 X12 X11 X10 X9 X12 ,071 ,239 -,323 ,000 X11 -,008 -,632 ,271 -,668 ,000 X10 -,483 -,105 -,090 -,077 ,362 ,000 X9 ,349 ,103 -,057 -,437 ,241 -,255 ,000 X8 ,639 1,331 ,382 ,376 ,346 -,150 ,066 X7 ,053 ,455 ,199 ,639 -,557 -,501 -,155 X6 ,620 1,211 1,356 ,830 ,055 ,057 ,465 X5 -,482 ,244 -,113 -,258 -,391 -,306 ,355 X4 ,346 -,107 ,171 ,813 ,173 ,191 -,880 X3 ,238 ,697 ,119 ,475 -,508 ,108 -,212 X2 ,346 1,372 ,314 1,072 -,535 -,268 ,836 X1 ,413 1,051 1,321 ,985 ,240 ,220 -,086 83 X8 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X8 ,000 X7 ,202 ,000 X6 ,000 -,221 X5 -,509 ,181 ,258 ,000 X4 ,380 -,052 -,067 ,291 X3 -,484 -,144 -,160 -,389 ,172 ,000 X2 ,015 ,535 ,934 ,457 -,448 -,008 ,000 X1 -,602 ,331 ,592 ,848 -,245 -,165 ,708 X1 ,000 ,000 ,000 Sumber: data primer diolah, 2009 Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya nilai standardized residual covariance yang melebihi + 2,58 (Ferdinand, 2005). Hasil di atas menunjukkan bahwa data tidak perlu dilakukan modifikasi model terhadap model dikembangkan dalam penelitian ini. 4.4. Pengujian Hipotesis Penelitian Tahap pengujian hipotesis ini adalah untuk menguji hipotesis penelitian diajukan pada Bab II. Pengujian hipotesis ini didasarkan atas pengolahan data penelitian dengan menggunakan analisis SEM, dengan cara menganalisis nilai regresi yang ditampilkan pada Tabel 4.21 (Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling). Pengujian hipotesis ini adalah dengan menganalisis nilai Critical Ratio (CR) dan nilai Probability (P) hasil olah data, dibandingkan dengan batasan statistik yang disyaratkan, yaitu diatas 1.96 untuk nilai CR dan dibawah 0.05 untuk nilai P. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Secara rinci pengujian hipotesis penelitian akan dibahas secara bertahap sesuai dengan 84 hipotesis yang telah diajukan. Pada penelitian ini diajukan empat hipotesis yang selanjutnya pembahasannya dilakukan dibagian berikut. 4.4.1. Uji Hipotesis I Hipotesis I pada penelitian ini adalah sikap pada iklan berpengaruh positif terhadap sikap pada merek. Berdasarkan dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR pada hubungan antara sikap pada iklan terhadap sikap pada merek tampak pada Tabel 4.23 adalah sebesar 3,879 nilai P sebesar 0,000. Kedua nilai ini menunjukkan nilai diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk nilai P, dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis I penelitian ini dapat diterima. 4.4.2. Uji Hipotesis II Hipotesis II pada penelitian ini adalah sikap pada iklan berpengaruh positif terhadap brand awareness. Berdasarkan hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR antara variabel sikap pada iklan terhadap brand awareness adalah sebesar 5,160 dengan nilai P sebesar 0,000. Kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel sikap pada iklan terhadap brand awareness dapat diterima, karena memenuhi syarat diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk nilai P, dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis II penelitian ini dapat diterima. 4.4.3. Uji Hipotesis III Hipotesis III pada penelitian ini adalah brand awareness berpengaruh positif terhadap sikap pada merek. Berdasarkan hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR hubungan antara brand awareness terhadap sikap pada merek adalah sebesar 3,794 dengan nilai P sebesar 0,000. Hasil dari kedua nilai 85 ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel brand awareness terhadap sikap pada merek dapat diterima, karena memenuhi syarat diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk nilai P, dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis III penelitian ini dapat diterima. 4.4.4. Uji Hipotesis IV Hipotesis IV pada penelitian ini adalah sikap pada merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang. Berdasarkan hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR sikap pada merek terhadap minat beli ulang adalah sebesar 6,590 dengan nilai P sebesar 0,000. Hasil dari nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel sikap pada merek terhadap minat beli ulang dapat diterima, karena memenuhi syarat diatas 1,96 untuk CR dan dibawah 0,05 untuk nilai P, dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis IV penelitian ini dapat diterima. Selanjutnya hasil uji dari tiap-tiap hipotesis di atas akan disajikan secara ringkas pada Tabel 4.28 tentang kesimpulan hipotesis di bawah ini. Tabel 4.28 Kesimpulan Hipotesis H1 Hipotesis Sikap terhadap iklan berpengaruh terhadap sikap terhadap merek. positif Hasil Uji (Indeks CR dan P) Diterima (CR: 3,879 dan P: 0,000) H2 Sikap terhadap iklan berpengaruh terhadap brand awareness. positif Diterima (CR: 5,160 dan P: 0,000) H3 Brand awareness berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. Diterima (CR: 3,794 dan P: 0,000) H4 Sikap terhadap merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang. Diterima (CR: 6,590 dan P: 0,000) Sumber: data primer yang diolah, 2009 86 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 RINGKASAN PENELITIAN Penelitian ini mencoba untuk menganalisis variabel-variabel yang berkaitan dengan sikap terhadap merek. Variabel yang mendukung penelitian ini diambil dari beberapa jurnal yaitu: Spears dan Singh (2004), Biehal et al. (1992), Teng et al. (2007), dan Peyrot dan Van Doren (1994). Model penelitian tersebut menunjukkan adanya 4 (empat) hipotesis. Hipotesis-hipotesis dalam Gambar 2.4, antara lain adalah (hipotesis 1) sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek, (hipotesis 2) sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap brand awareness, (hipotesis 3) brand awareness berpengaruh positif sikap terhadap merek, dan (hipotesis 4) sikap terhadap merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang. Hasil penelitian diharapkan dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang?. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara metode purposive sampling. Cara ini diambil dengan teknik pengambilan sampel dengan berdasarkan pertimbangan tertentu, dimana sampel dipilih dengan syarat-syarat yang dipandang memiliki ciri-ciri esensial yang relevan dengan penelitian. Jumlah responden yang ditentukan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah 114 konsumen. Teknik analisis yang dipakai untuk menginterpretasikan 87 dan menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan teknik Structural Equation Model (SEM) dari software AMOS 16. Proses analisis yang dilakukan terhadap data penelitian yang diperoleh dari 114 responden. Hasil analisis data tersebut akan menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel yang sedang dikembangkan dalam model penelitian ini. Model yang diajukan dapat diterima setelah asumsi-asumsi telah terpenuhi yaitu normalitas dan Standardized Residual Covariance < 1,96. Sementara nilai Determinat of Covariance Matrixnya 848,017. Model pengukuran eksogen dan endogen telah diuji dengan menggunakan analisis konfirmatori. Selanjutnya model pengukuran tersebut dianalisis dengan Structural Equation Model (SEM) untuk model pengujian hubungan kausalitas antar variabel-variabel yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sikap terhadap iklan, brand awareness, sikap terhadap merek, dan minat beli ulang telah memenuhi kriteria Goodness of Fit yaitu chi square = (102,766); probability = (0,105); GFI = (0,899); AGFI = (0,859); CFI = (0,983); TLI = (0,980); RMSEA = (0,042); CMIN/DF = (1,195). Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa model tersebut dapat diterima. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Critical Ratio (C.R) pada hubungan antara variabel sikap terhadap iklan terhadap sikap terhadap merek sebesar 3,879 dengan nilai P (Probability) sebesar 0,000, nilai Critical Ratio (C.R) pada hubungan antara variabel sikap terhadap iklan terhadap brand awareness sebesar 5,160 dengan nilai P (Probability) sebesar 0,000, nilai Critical Ratio (C.R) pada hubungan antara variabel brand awareness terhadap sikap 88 terhadap merek sebesar 3,794 dengan nilai P (Probability) sebesar 0,000, sedangkan nilai Critical Ratio (C.R) pada hubungan antara variabel sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang sebesar 6,590 dengan nilai P (Probability) sebesar 0,000. Setelah dilakukan penelitian, yang menguji keempat hipotesis yang dilakukan, maka diambil kesimpulan atas hipotesis-hipotesis tersebut. Berikut ini kesimpulan penelitian atas keempat hipotesis penelitian yang digunakan. 5.2 KESIMPULAN HIPOTESIS PENELITIAN 5.2.1 Hubungan antara sikap terhadap iklan dengan sikap terhadap merek H 1 : Sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang pertama berbunyi ”Sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek” dapat diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan dan memperkuat justifikasi penelitian terdahulu, seperti Spears dan Singh (2004), Reardon et al (2005) dan Batra et al. (2000). Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Reardon et al (2005) yaitu: menyediakan pengertian tentang sikap konsumen terhadap suatu merek yang kebanyakan dibentuk oleh informasi yang diberikan lewat iklan daripada pengalamannya langsung terhadap produknya. Hasil yang didapatkan yaitu menunjukkan adanya hubungan positif antara sikap pada iklan terhadap sikap 89 pada merek karena kesadaran terhadap merek dalam bentuk pengalaman secara langsung terhadap produk, seringkali tidak cukup. Hasil pengujian melalui alat analisis SEM dapat diketahui bahwa indikator bisa menyesuaikan (X3) merupakan indikator yang paling dominan dari sikap terhadap iklan dengan nilai indeks sebesar 0,91. Hal tersebut bermakna bahwa bisa menyesuaikan (X3) merupakan kunci nilai dalam menentukan persepsi sikap terhadap iklan. Semakin baik nilai bisa menyesuaikan dari produk mi instan merek Indomie, maka akan menciptakan sikap terhadap merek yang lebih baik. Persepsi keseluruhan responden dari variabel sikap terhadap iklan yaitu iklan Indomie menarik dan up date dengan momen-momen terbaru. Iklan Indomie jelas dan mudah dimengerti. Iklannya menggambarkan rasa Indomie diterima oleh berbagai orang dari suku-suku yang berbeda. Iklannya terkadang berlebihan dan tidak sesuai kenyataan (untuk memasak mienya dibutuhkan waktu yang lebih lama). Indomie terkenal karena keunggulan produknya. Indomie mi instan yang nikmat dan sangat disukai oleh seluruh anggota keluarga. Rasa Indomie memang sesuai dengan yang ditawarkan saat iklan. Indomie mempunyai jingle lagu yang menarik, visualisasinya sangat Indonesia dan iklannya sering berganti-ganti. Konsumen senang dengan rasa Indomie yang sesuai dengan harganya. Walaupun harga lebih mahal tetapi Indomie memiliki kualitas yang bagus dilihat dari komposisi bahan-bahan yang ada. 90 5.2.2 Sikap terhadap iklan dengan brand awareness H 2 : Sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap brand awareness. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang kedua berbunyi “Sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap brand awareness” dapat diterima. Hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang relatif sama dan sejalan dengan apa yang telah dirumuskan oleh beberapa penelitian terdahulu seperti Teng et al (2007), Biehal et al. (1992), Brown dan Stayman (1992), dan MacKenzie et al. (1986). Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Teng et al (2007) yaitu: untuk mengetahui pengaruh dari iklan yang menjadi dasar untuk menentukan dan mengkaji pengaruh sikap konsumen terhadap iklan terhadap kesadaran merek dari suatu produk. Hasil yang didapatkan yaitu: menunjukkan adanya hubungan positif antara sikap pada iklan terhadap brand awareness. Argumen yang informatif akan menghasilkan ketertarikan sikap pada iklan dan meningkatkan keyakinan terhadap merek yang didapatkan dari suatu iklan tersebut. Hasil analisis dengan SEM diketahui bahwa indikator bisa menyesuaikan (X3) merupakan indikator yang paling dominan dari sikap terhadap iklan dengan nilai indeks sebesar 0,91. Hal ini memberikan pemahaman bahwa sifat bisa menyesuaikan yang dimiliki oleh produk mi instan merek Indomie ini dapat meningkatkan brand awareness. Persepsi keseluruhan dari variabel sikap terhadap iklan yaitu: iklan Indomie menarik karena menunjukkan keberagaman etnik yang mau makan Indomie. Banyak artis terkenal sebagai model iklannya. Indomie adalah produk 91 mi instan yang bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Kurang sesuai rasa yang ada di iklannya dengan rasa yang sebenarnya. Tidak selezat yang diiklankan. Ada produk lain dengan harga yang lebih miring namun rasa dan kemasan lebih besar. Visualisasi iklannya sangat Indonesia dan jingle iklannya mudah diingat. 5.2.3 Brand awareness dengan sikap terhadap merek H 3 : Brand awareness berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang ketiga berbunyi “Brand awareness berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek” dapat diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini sepenuhnya sejalan dan sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh para peneliti terdahulu yang telah berhasil merumuskan dan membangun hipotesis atas pengaruh brand awareness terhadap sikap terhadap merek, seperti Teng; Laroche; dan Zhu (2007), Baker et al. (2004), Seung Jin (2003), dan Li (2004). Tujuan dari Li (2004) yaitu: menguji pengaruh dari opini, kenampakan, pengenalan dan pengetahuan terhadap merek pada brand awareness dalam perilaku konsumen pada sikap terhadap merek. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa konsumen akan lebih memiliki sikap terhadap merek pada merek yang telah lebih dulu atau familiar dengan mereka. Ketika konsumen tidak memiliki informasi yang lebih jauh mengenai merek dari suatu produk tertentu, mereka akan lebih bergantung pada brand awareness dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan pembelian yang akan dilakukan. Oleh karena itu, 92 konsumen akan lebih memilih terhadap merek yang telah mereka kenal sebelumnya. Hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat analisis SEM dapat diketahui bahwa diantara indikator-indikator lainnya indikator top of mind brand/puncak pikiran (X7) merupakan indikator yang paling dominan dari brand awareness dengan nilai indeks sebesar 0,88. Fakta ini menunjukkan bahwa top of mind brand/puncak pikiran dari konsumen mi instan merek Indomie di Semarang telah jelas pengaruhnya terhadap sikap terhadap merek. Persepsi responden secara keseluruhan mengenai brand awareness yaitu: rata-rata konsumen telah sangat lama mengenal merek Indomie antara lain sejak konsumen masih kecil, lebih dari 20 tahun, dan ada juga yang dalam waktu 5 tahun tapi terputus-putus. Konsumen menyebutkan bahwa pertama kali makan mi instan adalah mi instan merek Indomie. Indomie sudah melekat di benak konsumen ketika mereka mendengar kata mi instan. Merek Indomie cukup populer dan sering di sebut-sebut orang. Ikon Indomie yaitu “Indomie seleraku” telah mewakili selera nusantara. Sekarang ini telah banyak merek mi instan lain di pasaran selain Indomie. Sudah mendominasi iklan di berbagai media (baik cetak maupun televisi). Hadir di masyarakat lebih awal dari mi instan yang lain. Konsumen telah biasa mengkonsumsi merek Indomie di banding merek lain. Produk Indomie sudah mengakar di benak konsumen. Banyak merek lain selain Indomie yang lebih enak. Konsumen merasa sudah banyak kompetitor lain dari Inomie di pasaran. 93 5.2.4 Sikap terhadap merek dengan minat beli ulang H 4 : Sikap terhadap merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang keempat berbunyi ”Sikap terhadap merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang” dapat diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini memiliki kesamaan dan memperkuat justifikasi penelitian terdahulu, seperti Peyrot dan Van Doren (1994), Spears & Singh (2004), dan Howard dan Seth (1999). Spears & Singh (2004) melakukan penelitian mengenai sikap terhadap merek dan minat beli yang keduanya merupakan dua factor konstruk paling penting dan popular yang sering dipertimbangkan oleh pengiklan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana mengukur sikap terhadap merek dan minat beli dengan mengembangkan pengukuran yang valid yang secara konsisten dapat digunakan dalam berbagai situasi. Hasil yang didapatkan yaitu perasaan positif dan negatif berpengaruh positif terhadap pembentukan sikap terhadap merek melalui iklan yang pada akhirnya akan menciptakan minat beli pada produk. Hasil pengujian melalui alat analisis SEM dapat diketahui bahwa indikator merek dipilih (X11) merupakan indikator yang paling dominan dari sikap terhadap merek dengan nilai indeks sebesar 0,82. Hal tersebut bermakna bahwa frekuensi merek dipillih (X11) merupakan kunci dalam meningkatkan minat beli ulang. Persepsi responden mengenai sikap terhadap merek yaitu: konsumen menyukai Indomie karena rasanya dan bukan karena iklannya. Konsumen 94 menyukai Indomie karena mudah didapatkan di setiap toko atau warung-warung sekitar rumah mereka. Iklan Indomie sering muncul di televisi. Konsumen paling lama mengenal Indomie dibandingkan dengan mi instan merek yang lain. Iklan Indomie dikemas dengan begitu menarik sehingga konsumen lebih mudah mengingatnya. Konsumen banyak berpendapat bahwa rasa Indomie lebih enak daripada mi instan merek lain. Tergantung rasanya, ada beberapa varian yang Indomie lebih unggul tetapi ada pula varian lain yang dimiliki merek lain lebih enak. Konsumen merasakan bahwa porsi Indomie lebih sedikit dibandingkan dengan merek yang lain. Konsumen ada merek lain dengan harga yang lebih murah dan rasa yang lebih enak dari Indomie. Ada konsumen yang menyukai Indomie khususnya untuk rasa tertentu seperti rasa mi goreng dan soto ayamnya karena enak dan lezat. Setelah konsumen mencoba Indomie mereka juga ingin membandingkan dengan merek lain. Konsumen berpendapat bahwa kemasan, rasa dan harga yang ditawarkan oleh Indomie sesuai dengan yang diharapkan. 5.3 KESIMPULAN MENGENAI MASALAH PENELITIAN Kesimpulan atas masalah penelitian didasarkan atas temuan permasalahan penelitian yang teridentifikasi dan tersusun pada Bab 1. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah mencari jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana meningkatkan sikap terhadap merek dan implikasinya pada minat beli ulang?. Dari hasil penelitian telah menjawab masalah penelitian tersebut yang signifikan menghasilkan proses dasar yang mempengaruhi dan dipengaruhi sikap terhadap merek. Sikap terhadap merek 95 dapat dicapai melalui sikap terhadap iklan dan brand awareness, yang pada akhirnya sikap terhadap merek tersebut dapat mendorong minat beli ulang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa untuk meningkatkan minat beli ulang antara lain terdapat dua proses dasar, yaitu: Pertama, untuk membangun minat beli ulang dapat dilakukan melalui peningkatan sikap terhadap iklan Indomie, dimana sikap terhadap merek Indomie dapat dicapai dengan peningkatan sikap terhadap iklan yang tinggi. Semakin tinggi memiliki sikap terhadap iklan yang ada maka akan semakin tinggi sikap terhadap mereknya, dan semakin tinggi sikap terhadap merek akan semakin membangun minat beli ulang, seperti yang disajikan dalam gambar berikut: Gambar 5.1 Proses Alur Proses dan Mekanisme Strategi Peningkatan Minat Beli Ulang – Proses 1 Sikap terhadap iklan Sikap terhadap merek Minat beli ulang Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini, 2009. Kedua, peningkatan minat beli ulang terhadap merek Indomie dapat dilakukan melalui upaya peningkatan sikap terhadap iklan. Sikap terhadap iklan dapat diwujudkan melalui peningkatan brand awareness yang tinggi. Ini dapat dilakukan melalui peningkatan sikap terhadap iklan yang telah ada. Semakin baik sikap terhadap iklan Indomie akan membuat konsumen makin memiliki brand awareness yang tinggi. Brand awareness yang tinggi pada suatu produk akan berdampak pada sikap terhadap merek, selanjutnya semakin baik sikap terhadap 96 merek akan mampu membangun minat beli ulang, seperti yang disajikan dalam gambar berikut: Gambar 5.2 : Proses Alur Proses dan Mekanisme Strategi Peningkatan Minat Beli Ulang – Proses 2 Sikap terhadap iklan Brand awareness Sikap terhadap merek Minat beli ulang Sumber: dikembangkan untuk penelitian ini, 2009. Berdasarkan proses yang dikembangkan dalam penelitian ini maka masalah penelitian yang diajukan dan telah mendapat justifikasi melalui pengujian dengan Structural Equation Model (SEM) dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana meningkatkan sikap terhadap merek dan implikasinya pada minat beli ulang.? Paling sedikit dapat diwujudkan sedikitnya melalui 2 (dua) proses dasar. 97 5.4 IMPLIKASI 5.4.1 Implikasi Teoritis Implikasi teoritis merupakan sebuah cerminan bagi setiap penelitian. Dimana implikasi teoritis memberikan gambaran mengenai rujukan-rujukan yang dipergunakan dalam penelitian ini, baik itu rujukan permasalahan, permodelan, hasil-hasil dan agenda penelitian terdahulu. Implikasi teoritis yang dikembangkan atas variabel sikap terhadap iklan yang dikembangkan dalam penelitian ini, merupakan adaptasi dari penelitian Reardon et al (2005) dan Daugherty et al (2007). Sikap terhadap iklan dapat diukur melalui informatif, menghibur, bisa menyesuaikan dan ekonomis. Variabel brand awareness dalam penelitian ini, merupakan adaptasi dari teoritis dan permodelan Li (2004) dan Tjiptono dan Diana (2000). Brand awareness merek Indomie dapat diukur melalui pengenalan merek, pengingatan kembali merek, top of mind brand dan merek dominan. Variabel sikap terhadap merek merupakan adaptasi dari teoritis dan permodelan Spears & Singh (2004), Till & Baack (2005) dan Jin (2003). Sikap terhadap merek dapat diukur melalui merek diingat, merek disukai dan merek dipilih. Variabel minat beli ulang dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari teoritis dan permodelan Ferdinand (2002). Minat beli ulang dari konsumen Indomie dapat diukur melalui minat transaksional, minat referensial, minat preferensial dan minat eksploratif. 98 Tabel 5.1 Implikasi Teoritis Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang Implikasi Teoritis - Studi Reardon et al (2005) memberikan dasar rujukan penting pada studi ini. Penelitian Reardon et al (2005) menyelidiki hubungan antara sikap terhadap iklan pada sikap terhadap merek. - Penelitian sekarang melahirkan sebuah kesamaan dan memperkuat justifikasi penelitian terdahulu. Studi ini memperkuat penelitian Reardon et al (2005), serta mendukung studi Spears dan Singh (2004), dan Batra et al (2000), bahwa penelitian pengaruh sikap terhadap iklan dan sikap terhadap merek adalah telah mendapatkan justifikasi dukungan secara empirik. Sehingga hasil penelitian rujukan dan penelitian ini dapat diaplikasikan pada persoalanpersoalan yang sama. - Studi Teng et al (2007) memberikan landasan dan dukungan teoritis utama pada kajian sikap terhadap iklan. Studi ini menganalisis bagaimana pengaruh sikap konsumen terhadap iklan terhadap kesadaran merek dari suatu produk. - Dasar studi Li (2004) dan Tjiptono & Diana (2000) adalah berusaha untuk menguji pengaruh dari opini, kenampakan, pengenalan dan pengetahuan terhadap merek pada sikap terhadap merek. - Hipotesis 1 pada penelitian ini adalah sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. - Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan antara informatif, menghibur, bisa menyesuaikan dan ekonomis dapat membuat sikap terhadap merek semakin baik. - Penelitian ini berusaha untuk mengetahui pengaruh dari iklan yang menjadi dasar untuk menentukan dan mengkaji pengaruh sikap konsumen terhadap iklan pada kesadaran merek. - Hipotesis 2 pada penelitian ini adalah sikap terhadap iklan berpengaruh positif terhadap brand awareness. - Hasil penelitian menunjukkan sikap terhadap iklan membuat brand awareness terhadap suatu produk menjadi semakin baik. - Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi brand awareness terhadap sikap terhadap merek. - Hipotesis 3 pada penelitian ini adalah brand awareness berpengaruh positif terhadap sikap terhadap merek. - Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen akan lebih memiliki sikap terhadap merek pada merek yang telah lebih dulu atau familiar dengan mereka. Ketika konsumen tidak memiliki informasi yang lebih mengenai merek dari suatu produk tertentu, konsumen akan lebih bergantung pada brand awareness. Studi ini memperkuat penelitian Teng et al (2007) serta mendukung studi Biehal et al (1992), Brown & Stayman (1992) dan MacKenzie et al (1986), bahwa penelitian pengaruh sikap terhadap iklan dan brand awareness adalah telah mendapatkan justifikasi dukungan secara empirik. Sehingga hasil penelitian rujukan dan penelitian ini dapat diaplikasikan pada persoalan yang sama. Studi ini memperkuat penelitian Li (2004) dan Tjiptono & Diana (2000) serta memperkuat skema penelitian Teng et al (2007), dan Baker et al (2004), bahwa penelitian pengaruh brand awareness dan sikap terhadap merek adalah telah mendapatkan justifikasi dukungan secara empirik. Sehingga hasil penelitian rujukan dan penelitian ini dapat diaplikasikan pada persoalan yang sama. 99 - Model konseptual Spears & Singh (2004) ditujukan untuk menjawab peran penting sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang. - Penelitian sekarang melahirkan sebuah kesamaan dan memperkuat justifikasi penelitian terdahulu. - Hipotesis 4 pada penelitian ini adalah sikap terhadap merek berpengaruh positif terhadap minat beli ulang. - Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan antara merek diingat, merek disukai dan merek dipilih dapat membuat minat beli ulang terhadap suatu produk semakin baik. Studi ini memperkuat penelitian Spears & Singh (2004), Peyrot & Van Doren (1994) dan Howard & Seth (1999), bahwa penelitian pengaruh sikap terhadap merek dan minat beli ulang adalah telah mendapatkan justifikasi dukungan secara empirik. Sehingga hasil penelitian rujukan dan penelitian ini dapat diaplikasikan pada persoalan yang sama. 5.4.2 Implikasi Manajerial Penelitian ini memperoleh beberapa bukti empiris berdasarkan atas temuan penelitian (Ganbar 4.3, hasil pengujian SEM). Hasil dari temuan penelitian dapat direkomendasikan beberapa implikasi kebijakan sesuai dengan prioritas yang dapat diberikan sebagai masukan bagi pihak manajemen. Berikut ini diuraikan beberapa saran alternatif yang bersifat strategis yaitu: Tabel 5.2 Implikasi Manajerial N Variabel o 1 SIKAP TERHADAP IKLAN Harapan Pelanggan Saran Kebijakan Jangka Waktu Informatif - Konsumen menginginkan agar - PT Indofood harus menampilkan - Jangka produsen Indomie menunjukkan kelebihan/keunggulan pendek keunggulan produknya produknya seperti kandungan dibandingkan dengan produk vitamin dan mineral yang lebih pesaing. diperkaya, dll. - Konsumen berharap adanya - Informasi tentang variasi rasa informasi tentang variasi rasa baru baru harus lebih sering dan perkembangan rasa baru dimunculkan dalam iklannya. Indomie. Menghibur - Konsumen menginginkan jingle - Iklan Indomie harus mampu - Jangka Indomie yang sudah lama dikenal membuat orang yang melihatnya pendek 100 masyarakat itu tetap dipertahankan meskipun dalam prakteknya bisa juga lebih di variasi. - Konsumen berharap iklan Indomie yang menunjukkan keberagaman etnik yang ada di Indonesia itu tetap dipertahankan walaupun versi terbaru iklannya selalu dibuat. untuk mengenali merek yang diiklankan. Dengan demikian, iklan tersebut tidak sia-sia karena saat konsumen menilai iklan tersebut menarik, maka di benak konsumen akan ada pemikiran; ’Merek ini memang iklan-iklannya menarik dan pantas diperhatikan’, sehingga konsumen akan tertarik untuk memperhatikan iklan berikutnya dari merek yang sama. Saat konsumen memahami keunggulan-keunggulan yang ditawarkan, konsumen juga mengetahui merek apa yang memiliki keunggulankeunggulan tersebut. Bisa menyesuaikan - Konsumen berharap rasa Indomie - PT Indofood harus memperbaiki - Jangka soto ayam sesuai dengan apa yang kualitas rasa Indomie khususnya pendek rasa soto ayam secepat mungkin sudah diiklankan. jika tidak ingin jumlah - Konsumen berharap iklan yang konsumennya beralih ke merek dibuat tidak terlalu berlebihan dan lain yang menyediakan rasa tidak sesuai kenyataan (misal: sejenis. masaknya lebih lama dari merek lain). Ekonomis - Dengan harga Indomie yang lebih - Dengan harga produk yang - Jangka sudah di tetapkan itu sebaiknya pendek mahal dari merek pesaing PT Indofood juga mendukung seharusnya diikuti juga dengan kualitas yang lebih baik, misalnya dengan memberikan/menambah atribut lain dalam produk dalam hal kualitas rasa, kemasan, dll. Indomie nya (misal: sosis / krupuk instan, dll). - Memberikan penawaran promosi berupa mempertahankan harga lama dan juga pemberian bonus terhadap pembelian produk dalam jumlah tertentu. 101 N Variabel o 2 BRAND AWARENESS Harapan Pelanggan Saran Kebijakan Jangka Waktu Pengenalan merek - Meskipun merek Indomie telah - Perusahaan perlu tetap - Jangka lama dikenal masyarakat, Indomie menengah mempertahankan harus tetap bisa mempertahankan keanekaragaman rasa dan mutu variasi rasa yang berbeda-beda itu dari produknya. Sebab hal itu sesuai dengan apa yang banyak signifikan bagi konsumen saat diinginkan oleh konsumen. memilih hendak membeli ulang produk Indomie. Pengingatan kembali merek - Konsumen berharap meskipun - Indomie harus bisa menciptakan - Jangka Indomie sudah populer dan lama berbagai variasi rasa sesuai menengah melekat di benak konsumen akan dengan apa yang diinginkan tetapi saat ini semakin banyak oleh konsumennya yang merek lain yang mudah ditemukan tersebar di seluruh wilayah di pasaran, oleh karena itu Indonesia. Indomie harus lebih bisa menjaga - Menjaga kualitas produk yang mutu dan kualitas produknya. diberikan kepada konsumen dan mempertahankan pelayanan yang sudah baik kepada konsumennya. Puncak pikiran - Sekarang sudah banyak sekali - Untuk mendapatkan perhatian - Jangka pesaing Indomie di pasaran, oleh yang lebih dari konsumen PT menengah karena itu rasa Indomie harus tetap Indofood harus membuat iklan dijaga agar tidak mengecewakan yang lebih kreatif, unik dan konsumennya serta keberadaan mengundang rasa penasaran berbagai varian rasa di setiap untuk mencoba varian rasa yang toko/warung yang menjual di tawarkan. Indomie harus selalu diperhatikan. - Meyakinkan konsumen bahwa - Ketika konsumen merasa tidak varian rasa Indomie akan selalu puas, hal ini akan mempengaruhi ada di setiap toko/warung yag terhadap pilihan merek mereka. menjual produk mi instan itu. Merek dominan - Kesesuaian rasa yang dimiliki - PT Indofood harus tetap - Jangka Indomie harus selalu mempertahankan dan menengah dipertahankan agar konsumen meningkatkan kualitas rasa yang tidak beralih ke produk lain dimiliki Indomie selama ini jika sejenis. tidak ingin konsumennya beralih ke merek lain yang menyediakan variasi rasa yang sama. 102 3 SIKAP TERHADAP MEREK Merek diingat - Konsumen berharap iklan Indomie - Mengadakan kampanye untuk - Jangka sering muncul di berbagai media mendongkrak penjualan produk pendek dan selalu up date terhadap seperti pemasangan umbulmomen-momen terbaru. umbul dan billboard Indomie di berbagai tempat dan bisa juga dengan cara menjadi sponsor dalam berbagai kegiatan seperti olahraga, hiburan, kegiatan kemanusiaan, dll. Merek disukai - Konsumen mengenal Indomie - Melakukan evaluasi rasa secara - Jangka sebagai produk mi instan yang berkala terhadap produk yang di pendek rasanya enak dengan bumbu buat agar tidak berubah sesuai rempah-rempah yang keinginan konsumen yang selalu menyertainya. Konsumen berharap setia memilih Indomie. standart rasa yang telah di - Meyakinkan konsumen dengan ciptakan oleh Indomie akan selalu cara menampilkan sistem dipertahankan dan di tingkatkan. produksi yang dilakukan oleh Indomie bahwa Indomie itu dikemas dengan higienis dengan tekonologi canggih. Merek dipilih - Konsumen berharap mendapatkan - Memberikan kepuasan rasa - Jangka kepuasan rasa yang maksimal sesuai dengan yang diinginkan pendek setelah memilih Indomie. oleh konsumen untuk didapat setalah memilih Indomie. - Memberikan kemasan produk yang lebih menarik. - Menciptakan inovasi untuk menciptakan keunggulan produk Indomie. 103 Hal pertama yang paling penting untuk ditingkatkan adalah implikasi manajerial yang berhubungan dengan dampak stretegis atas sikap terhadap iklan pada sikap terhadap merek. Karena sikap terhadap iklan mempunyai pengaruh sebesar 0,45 terhadap sikap terhadap merek dengan tingkat signifikansi yang baik. Hal kedua yang paling penting untuk ditingkatkan adalah implikasi manajerial berhubungan dengan dampak strategis atas sikap terhadap iklan terhadap brand awareness. Karena sikap terhadap iklan mempunyai pengaruh sebesar 0,60 terhadap brand awareness dengan tingkat signifikansi yang baik. Hal ketiga yang paling penting untuk ditingkatkan adalah implikasi manajerial berhubungan dengan dampak strategis atas brand awareness terhadap sikap terhadap merek. Karena brand awareness mempunyai pengaruh sebesar 0,44 terhadap sikap terhadap merek dengan tingkat signifikansi yang baik. Hal keempat yang paling penting untuk ditingkatkan adalah implikasi manajerial berhubungan dengan dampak strategis atas sikap terhadap merek terhadap minat beli ulang. Karena sikap terhadap merek mempunyai pengaruh sebesar 0,75 terhadap minat beli ulang dengan tingkat signifikansi yang baik. 5.5 KETERBATASAN PENELITIAN Dari hasil pembahasan tesis ini, dengan melihat latar belakang penelitian, justifikasi teori dan metode penelitian, maka dapat disampaikan beberapa keterbatasan penelitian dari penelitian ini adalah terdapat beberapa kriteria goodness of fit yang marginal yakni AGFI sebesar 0,859 dan GFI sebesar 0,899 yang didapat dari hasil uji kelayakan model Structral Equation Model (SEM). 104 5.6 AGENDA PENELITIAN MENDATANG Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melihat keterbatasanketerbatasan pada penelitian ini : 1. Dalam pengujian analisis SEM masih terdapat uji kelayakan model yang marjinal, hal ini berarti masih ada variabel yang perlu ditambah jumlah sampelnya dan juga mungkin perlu diganti sehingga disarankan untuk manambahkan variabel-variabel, seperti brand image, kegunaan produk, dan lain-lain (Xue Li, 2004). 2. Penelitian mendatang hendaknya mengarahkan penelitian pada subyek penelitian yang lebih luas, untuk mendapatkan hasil yang lebih umum terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap terhadap merek serta dapat meningkatkan minat beli ulang. Misalkan, usaha dibidang produk makanan cepat saji atau air minum dalam kemasan. 105