8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian Shimoda 1855 adalah perjanjian resmi pertama Rusia-Jepang mengenaistatus Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pasal 2 Perjanjian Shimoda yang menjelaskan perjanjian mengenai perbatasan, mencantumkan mulai sekarang, perbatasan kedua negara ditetapkan terletak antara Pulau Etorofudan Pulau Uruppu. Seluruh Pulau Etorofu merupakan milik Jepang; dan Kepulauan Kuril, yang berada di utara dan termasuk di dalamnya Pulau Uruppu merupakan milik Rusia. Pulau-pulau seperti Kunashiri, Shikotan, dan Kepulauan Habomai yang berada di selatan Etorofu tidak secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian,dan dimengerti pada waktu itu sebagai wilayah teritorial Jepang yang tidak dalam sengketa. Perjanjian Shimoda juga mencantumkan Pulau Sakhalin/Karafuto tidak untuk dibagi duamelainkan berada di bawah pengawasan bersama Rusia-Jepang. Pada perjanjian Rusia-Jepang yang berikutnya yakni Perjanjian Saint Petersburg 1875, Jepang setuju untuk menghentikan semua tuntutan atas Sakhalin, dengan imbalan Rusia memberikan semua hak atas Kepulauan Kuril kepada Jepang. Jepang merupakan salah satu negara yang cukup berpengaruh di kawasan Asia Pasifik karena Jepang memiliki kekuatan ekonomi yang luar biasa. Perekonomian Asia bahkan dunia hampir didominasi oleh produk buatan Jepang seperti barang elektronik dan otomotif. Namun meskipun memiliki kekuatan ekonomi yang cukup kuat, Jepang adalah salah satu negara di dunia yang Universitas Sumatera Utara 9 kekuatan militernya bergantung kepada negara lain yaitu Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat yakni salah satunya dengan adanya pangkalan militer Amerika Serikat di Okinawa yang tak lain bertujuan untuk pertahanan. Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat atas wilayahnya, Jepang juga tidak terlepas dari permasalahan perbatasan dengan negara lain. Jepang akan melakukan tindakan apapun dalam mempertahankan wilayahnya. Salah satu contoh upaya keras Jepang yakni dalam hal menjaga keutuhan wilayahnya adalah terjadinya konflik wilayah perbatasan Jepang dengan Rusia tentang kepulauan Kuril. Konflik tersebut merupakan persengketaan antara Jepang dan Rusia atas kedaulatan Kepulauan Kuril Selatan. Pulau-pulau yang disengketakan adalah pulau yang masuk dalam operasi ofensif strategis Manchuria pada akhir Perang Dunia II. Pulau-pulau yang disengketakan sekarang berada di bawah administrasi Rusia sebagai Distrik Kuril Selatan, Oblast Sakhalin. Namun, diklaim Jepang sebagai teritorial Jepang yang disebut Teritorial Utara, atau Chishima Selatan, di bawah administrasi sub-Prefektur Nemuro, Prefektur Hokkaido. 1 Awal mula munculnya masalah hubungan antara Rusia dan Jepang tentang kepulauan ini adalah adanya Perjanjian Shimoda (1855), dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa selanjutnya batas antara kedua negara akan terletak antara Pulau Etorofu dan Uruppu. Seluruh Etorofu harus milik Jepang; dan Kepulauan Kuril, yang terletak di sebelah utara dan termasuk Urup, akan menjadi milik Rusia. Pulau Kunashir, Shikotan dan Kepulauan Habomai, yang terletak di sebelah selatan Iturup, tidak secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian dan 1 http://restianafebriarizky.wordpress.com, diakses tanggal 30 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara 10 dianggap sebagai pulau-pulau yang tidak disengketakan. Namun masalah bermula ketika terjadi perang Rusia-Jepang tahun 1904-1905 dimana mereka saling memperebutkan wilayah Manchuria. Kemudian, pada tahun 1905 Perjanjian Porsmouth merupakan solusi awal yang menyebutkan dimana setengah dari kepulauan Shakalin Selatan mejadi milik Jepang dan Kuril menjadi milik Uni Soviet. 2 Perjanjian damai Jepang atau yang lebih dikenal dengan Perjanjian San Francisco tanggal 8 September 1951, di dalamnya memuat pasal-pasal yang menunjukkan tanggung jawab Jepang sebagai negara yang harus menanggung beban biaya yang ditimbulkan selama masa penjajahan. Dalam perjanjian San Francisco juga tertuang pasal tentang wilayah yang harus dikembalikan kepada negara asal. 3 Akibat dari perjanjian tersebut yakni pernyataan bahwa Jepang harus menghentikan semua klaim terhadap Kepulauan Kuril, namun perjanjian tersebut juga tidak mengakui kedaulatan Uni Soviet atas Kepulauan Kuril. Rusia bertahan pada sikapnya, bahwa kedaulatan Uni Soviet atas kepulauan-kepulauan tersebut diakui dengan adanya perjanjian-perjanjian pada akhir Perang Dunia II namun klaim Rusia ditolak Jepang. Masalah ini berdampak terhadap hubungan bilateral kedua negara dimana masalah ini sudah hampir berlanjut selama 65 tahun. Selama itu kedua negara ini melakukan konfrontasi secara Sehingga konflik ini terus bertahan hingga puncaknya pada tahun 2007 sebuah kapal patroli Rusia melakukan tembakan 2 http://www.scribd.com/doc/51627758/Russo-Japan-Border-Dispute diakses tanggal 30 Juni 2013 3 http://publikasi.umy.ac.id/index.php/hi/article/viewFile/1187/1318, diakses tanggal 30 Juni 2013 Universitas Sumatera Utara 11 terhadap nelayan Jepang di kawasan tersebut dengan alasan bahwa nelayan tersebut telah masuk kedalam wilayah yuridiksi Rusia. Tokyo meminta kepada Moskow untuk meminta maaf dalam insiden tersebut namun justru Moskow melakukan penambahan kekuatan militer di kawasan tersebut. Kunjungan Presiden Dmitri Medvedev ke Kepulauan tersebut dianggap Tokyo sebagai salah satu bentuk provokasi dari Rusia, kemudian reaksi dari Jepang adalah menarik duta besar dari Moskow dan juga memprotes keras kedutaan Rusia di Tokyo. Pada kasus sengketa wilayah antara Rusia dan Jepang terhadap Pulau Kuril, Rusia menginginkan hubungan yang normal di antara dua negara di dalam mencapai kepentingan masing-masing termasuk perjanjian perdamaian berdasarkan hukum dan keadilan. Pada sengketa Pulau Kuril ini disamping adanya suatu negosiasi untuk menyelesaikan sengketa wilayah, juga adanya kerjasama ekonomi dari kedua belah pihak berdasarkan kebijakan dari Jepang sendiri yaitu adanya negosiasi yang berkelanjutan dan juga pembangunan secara ekonomi, kemanusiaan serta teknologi. Namun hal ini tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang ingin memperbaiki kondisi ekonominya setelah Perang Dingin berakhir. Adanya perbedaan pendapat antara pemerintah yang mana lebih menitikberatkan kepada kerjasama ekonomi seiring dengan jalannya proses negosiasi, lain hal dengan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat dimana lebih menitikberatkan kepada kedaulatan negara. Mereka berpendapat bahwa penyelesaian sengketa wilayah tersebut harus diselesaikan dengan keseriusan dari pemerintah dalam menjalankan negosiasi, serta tidak akan mendukung hasil dari penyelesaian sengketa tersebut jika Rusia harus kehilangan sebagian wilayahnya. Universitas Sumatera Utara 12 Menurut Wohlforth negara sering kali harus bertindak egois, terutama bila dihadapkan pada pilihan kepentingan diri sendiri dan kepentingan kolektif. Dalam kondisi anarkis seperti ini setiap negara harus menolong dirinya sendiri (selfhelp). 4 Maka cara yang dilakukan oleh Jepang dalam memperjuangkan Kepulauan Kuril tersebut cukup beralasan dan masuk akal. Jepang tidak ingin kehilangan wilayah tersebut sebab selain bisa memperluas wilayahnya, di sisi lain kepentingan Jepang akan kepulauan tersebut juga cukup besar. Di gugusan kepulauan tersebut selain terdapat potensi perikanan yang cukup besar juga terdapat unsur mineral yang bisa mendongkrak perekonomian negara, sehingga apapun akan dilakukan oleh Jepang dalam memperebutkan pulau tersebut. Morgenthau juga mengatakan bahwa setiap kegiatan negara dalam kegiatan politik hubungan internasional atau dalam konteks hubungan dengan negara lain, adalah melakukan struggle of Power yang memiliki makna bahwa setiap negara akan melakukan perebutan kekuasaaan agar kepentingan negaranya tercapai. 5 Hal yang dilakukan Jepang dalam rangka mencapai tujuan nasional, yaitu mendapatkan wilayah tersebut dengan cara meminta dukungan Amerika Serikat dan melakukan tekanan terhadap pemerintah Rusia dengan mengajak pihak Rusia melakukan hubungan bilateral guna membahas kepulauan tersebut. Selain itu Jepang juga menggunakan hukum internasional untuk menekan Rusia dalam kepemilikan kepulauan tersebut. Jepang melakukan klaim atas kepemilikan kepulauan tersebut dengan dasar perjanjian Shimoda, namun menurut Rusia klaim itu hilang setelah Jepang melakukan perang dengan Rusia pada tahun 1905. 4 http://ayiephfrastia.blogspot.com/2012/01/sengketa-kepemilikan-kepulauan-kuril.html, diakses tanggal 1 Agustus 2013 5 Ibid Universitas Sumatera Utara 13 Perang tersebut mengakibatkan putusnya hubungan diplomatik yang berarti semua produk hukum diantara kedua negara tersebut batal, sehingga pada akhirnya langkah yang diambil dalam konteks kepemilikan kedua negara atas kepulauan Kuril adalah siapa yang terakhir menduduki kepulauan tersebut adalah yang berhak memiliki, dan yang terakhir menduduki kepulauan tersebut adalah Rusia. Jika dilihat dari perkembangan hubungan negara Jepang dan Rusia terhadap masalah perbatasan terseebut, dapat dipastikan kata damai atas kepulauan tersebut antara kedua negara masih jauh dari harapan. Meskipun kedua negara sering melakukan pertemuan tingkat tinggi, kedua negara tidak pernah mencapai kata sepakat, karena tidak ada negara yang akan memberikan wilayahnya kepada negara lain secara percuma. Puncaknya bahkan hingga terjadi perang diantara kedua negara yang berkonflik. Sengketa ini juga akan membuat proses remiliterisasi dalam negera Jepang semakin kuat. Meskipun dalam Konstitusi Jepang Artikel 9 yang mengatakan bahwa Jepang tidak akan memiliki kekuatan militer selamanya, dan tergantung atas militer Amerika Serikat. Melihat prospek ancaman dari negara lain selain dengan Rusia cukup besar, diantaranya konflik perbatasan dengan Korea Selatan yakni pulau Doko dan RRC, konflik dengan Taiwan atas kepemilikan senkyuku, serta nuklir Korea Utara merupakan ancaman serius yang harus dipikirkan dan tentunya tidak akan bisa terus bergantung terhadap negara lain. Tidak menutup kemungkinan dilakukannya amandemen terhadap konstitusi tersebut. Karena sampai kapan Jepang akan bergantung terhadap kekuatan Amerika Serikat dalam hal pertahanan. Universitas Sumatera Utara 14 Meskipun isu remiliterisasi ini menyebabkan beberapa Perdana Menteri harus meletakkan jabatannya, tidak menutup kemungkinan isu ini menguat karena ancaman akan kedaulatan negara Jepang semakin terlihat. Masalah ini berdampak terhadap hubungan bilateral kedua negara dimana masalah inisudah hampir berlanjut selama 65 tahun. Selama itu kedua negara ini melakukan konfrontasi secara sehingga konflik ini terus bertahan hingga puncaknya pada tahun 2007 sebuah kapal patroli Rusia melakukan tembakan terhadap nelayan Jepang di kawasan tersebut dengan alasan bahwa nelayan tersebut telah masuk kedalam wilayah yuridiksi Rusia. Tokyo meminta kepada Moskow untuk meminta maaf dalam insiden tersebutnamun justru Moskow melakukan penambahan kekuatan militer di kawasan tersebut. Kunjungan Presiden Dmitri Medvedev ke Kepulauan tersebut dianggap Tokyo sebagai salah satu bentuk provokasi dari Rusia, kemudian reaksi dari Jepang adalah menarik duta besar dari Moskow dan juga memprotes keras kedutaan Rusia di Tokyo. Berdasarakan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk lebih menulis skripsi mengenai “Sengketa Pulau Kuril Antara Rusia dan Jepang Ditinjau Dari Hukum Internasional” B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana pengaturan status pulau-pulau dari wilayah negara dalam Hukum Internasional? 2. Bagaimana konflik Pulau Kuril antara Rusia dan Jepang? Universitas Sumatera Utara 15 3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Pulau Kuril menurut Hukum Internasional? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaturan status pulau-pulau dari wilayah negara dalam Hukum Internasional. b. Untuk mengetahui konflik pulau Kuril antara Rusia dan Jepang. c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa Pulau Kuril menurut Hukum Internasional 2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya pada mekanisme penyelesaian Sengketa Pulau Kuril Antara Rusia dan Jepang Ditinjau Dari Hukum Internasional sehingga dapat diselesaikan tanpa menimbulkan konfrontasi antar negara. b. Secara Praktis, diharapkan juga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi negara suatu negara dalam menyelesaikan konflik perbatasan tidak melakukan konfrontasi. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelursan dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis menemukan judul skripsi antara lain: Universitas Sumatera Utara 16 Utami Gita Syafitri, Sengketa Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea Selatan Ditinjau dari Hukum Internasional, adapun permasalahan dalam penelitian adalah bagaimana kedaulatan negara di wilayah laut menurut Hukum Internasional, bagaimana penyelesaian sengketa menurut Hukum Internasional dan bagaimana Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea Selatan. Penyelesaian Sengketa Spratly Islands Menurut Hukum Internasional, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan/ Penyelesaian sengketa pulau/ kepulauan menurut Hukum Internasional? Bagaimana permasalahan sengketa Spratly Islands? Bagaimana penyelesaian sengketa Spratly Islands menurut Hukum Internasional? Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang Sengketa Pulau Kuril Antara Rusia Dan Jepang Ditinjau Dari Hukum Internasional. Jadi penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain. Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang Bagaimana pengaturan status pulau-pulau dari wilayah negara dalam Hukum Internasional.Bagaimana konflik Pulau Kuril antara Rusia dan Jepang.Bagaimana Penyelesaian Sengketa Pulau Kuril menurut Hukum Internasional.Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka penulis tertarik mengambil judul ini sebagai judul skripsi. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Universitas Sumatera Utara 17 E. Tinjauan Kepustakaan Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara dua bangsa yang berbeda. Dalam interaksi sesama manusia, konflik atau sengketa merupakan hal yang lumrah terjadi berbagai metode penyelesaian sengketa internasional telah berkembaang pesat sesuai dengan tuntutan zaman.namun, hal tersebut belum juga dapat membuat sengketa yang terjadi antar negara atau bangsa usai malah sengketa yang terjadi semakin banyak saja. Di dalam kehidupan masyarakat internasional, hubungan antarnegara ditandai oleh dua faktor, yaitu adanya kerja sama dalam hidup berdampingan secara damai, dan adanya sengketa internasional. Pada dasarnya masyarakat internasional yang berusaha untuk berdampingan secara damai, tidak dapat menghindarkan diri dari timbulnya suatu sengketa. Sengketa internasional didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subjek hukum mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta mengenai penafsiran atau kepentingan antara negara yang berbeda. Sengketa internasional terjadi karena berbagai sebab, diantaranya: 6 1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional 6 J.G. Merills, International Dispute Settlemen, New York: Cambridge Press, 2005, hal 1 Universitas Sumatera Utara 18 2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional 3. Kerusakan lingkungan hidup 4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional maupun internasional 5. Batas wilayah dan klaim kepemilikan wilayah negara. Sengketa antarnegara hampir setiap saat terjadi, terutama sengketa mengenai perebutan wilayah negara. Ketika terjadi sengketa internasional, hukum internasional memainkan peranan yang penting dan esensial dalam proses menyelesaikan sengketa tersebut. Penyelesaian sengketa internasional merupakan satu tahap paling penting dan menentukan. Dalam hal ini hukum internasional memberikan pedoman. Aturan dan cara-cara suatu sengketa dapat diselesaikan oleh para pihak. 7 Untuk mengetahui instrumen hukum internasional yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa Pulau Kuril, maka terlebih dahulu dijelaskan sumber-sumber hukum internasional. Sumber hukum internasional adalah bahanbahan aktual dari mana seorang ahli hukum menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap keadaan tertentu. 8 Sumber hukum internasional secara umum terdapat dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang menyebutkan bahwa dalam memutuskan sengketa yang diajukan padanya, Mahkamah Internasional akan menggunakan: 7 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, 8 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal 4 hal 1 Universitas Sumatera Utara 19 1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negaranegara yang bersengketa. 2. Kebiasaan internasional yang terbukti telah menjadi kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. 3. Prinsip hukum umum yang diikuti oleh bangsa beradab. 4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan kaidah hukum. Urutan penyebutan sumber hukum dalam Pasal 38 ayat (1) di atas tidak menggambarkan urutan pentingnya masing-masing sumber hukum. Satu-satunya klasifikasi yang dapat kita adakan ialah bahwa sumber hukum formal itu dibagi atas dua golongan sumber hukum yang tersebut terdahulu, dan sumber hukum tambahan atau subsider yaitu keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran sarjana hukum yang paling terkemuka diberbagai negara. 9 Sumber hukum penyelesaian sengketa internasional terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1945. Piagam PBB mengenal dua cara penyelesaian sengketa internasional, yaitu penyelesaian secara damai dan kekerasan. Penyelesaian sengketa secara damai tercantum dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB yang menyatakan bahwa semua negara anggota harus menyelesaikan persengketaan internasional dengan jalan damai sedemikian rupa sehingga perdamaian dan kemanan internasional, dan keadilan tidak terancam. 9 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : Alumni, 2003, hal 191 Universitas Sumatera Utara 20 Penyelesaian sengketa secara damai kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 33 Piagam PBB yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertamatama harus mencari penyelesaian dan jalan perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase. Penyelesaian hukum melalui badan-badan atau pengaturanpengaturan regional atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri. Bentuk penyelesaian sengketa internasional yang tercantum dalam Piagma PBB, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara diplomatik dan secara hukum. Yang termasuk dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi, penyelidikan, mediasi dan konsiliasi. Hukum internasional juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah penyelesaian melalui arbitrase dan melalui pengadilan. Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti Mahkamah Internasional, tanpa harus melalui jalur diplomatik. Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak memaksakan prosedur penyelesaian apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam Universitas Sumatera Utara 21 memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada penyelesaian secara diplomatik. 10 Hukum internasional juga mengenal penyelesaian sengketa internasional melalui kekerasan. Sebenarnya, cara penyelesaian ini tidak dianjurkan oleh hukum internasional. Hal ini tersirat dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang menyatakan bahwa semua anggota harus menahan diri dalam hubungan internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap negara, atau dengan cara lain tidak konsisten dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Jika cara damai yang ditempuh tetap tidak dapat menyelesaikan sengketa internasional, berdasarkan Pasal 42 Paigam PBB maka Dewan Kemanan PBB dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan udara, laut atau darat yang mungkin diperlukan untuk memelihara atau memulihkan perdamaian serta kemanan internasional. Penyelesaian sengketa dengan cara kekerasan dapat dilakukan dengan cara retorsi, reprisal, blokade damai, intervens, perang (kekuatan bersenjata) dan tindakan bersenjata non-perang. Penyelesaian sengketa wilayah juga dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Bab XV Konvensi Hukum Laut 1982. Penyelesaian sengketa dalam konvensi ini terdiri dari dua bentuk, yaitu dengan cara damai (cara damai ini sama seperti yang terdapat dalam Pasal 33 PBB), dan penyelesaian sengketa melalui prosedur wajib yang menghasilkan keputusan mengikat. 10 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung : Alumni 2005, hal 195 Universitas Sumatera Utara 22 Pada kasus sengketa wilayah antara Rusia dan Jepang terhadap Pulau Kuril, Rusia menginginkan hubungan yang normal di antara dua negara di dalam mencapai kepentingan masing-masing termasuk perjanjian perdamaian berdasarkan hukum dan keadilan. Pada sengketa pulau Kuril ini disamping adanya suatu negosiasi untuk menyelesaikan sengketa wilayah, juga adanya kerjasama ekonomi dari kedua belah pihak berdasarkan kebijakan dari Jepang sendiri yaitu adanya negosiasi yang berkelanjutan dan juga pembangunan secara ekonomi, kemanusiaan serta teknologi. Namun hal ini tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang ingin memperbaiki kondisi ekonominya setelah perang dingin berakhir. Adanya perbedaan pendapat antara pemerintah yang mana lebih menitikberatkan kepada kerjasama ekonomi seiring dengan jalannya proses negosiasi, lain hal dengan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat dimana lebih menitikberatkan kepada kedaulatan negara. Mereka berpendapat bahwa penyelesaian sengketa wilayah tersebut harus diselesaikan dengan keseriusan dari pemerintah dalam menjalankan negosiasi, serta tidak akan mendukung hasil dari penyelesaian sengketa tersebut jika Rusia harus kehilangan sebagian wilayahnya. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- Universitas Sumatera Utara 23 undangan dan putusan pengadilan, 11 yang berkaitan dengan sengketa pulau kuril antara Rusia dan Jepang ditinjau dari hukum internasional. Penelitian hukum normatif (Legal Research) terdiri dari inventarisasi hukum positif, penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum in concreto. Penelitian hukum normatif yang dipakai dalam penelitian adalah penemuan hukum in concreto. Dalam penelitian ini, normanorma hukum in abstracto diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta yang relevan dalam perkara (Legal facts) dipakai sebagai premisa minor. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto, yang dimaksud. 12 Adapun sifat penulisan ini adalah deskriptif analitis, yaitu untuk mendapatkan deskripsi mengenai jawaban atas masalah yang diteliti. 2. Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan (Library research), (Library research) yang dilakukan dengan menghimpun data sekunder, yaitu: a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundangundangan maupun putusan-putusan pengadilan internasinonal. 11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo persada,2004, hal 14. 12 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006, hal 91-92 Universitas Sumatera Utara 24 b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah dan jurnal-jurnal ilmiah yang ada relevansinya dengan penelitian ini dan dapat memberi petunjuk dan inspirasi bagi penulis dalam rangka melakukan penelitian. c. Bahan hukum tertier, yakni memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, dan bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi hasil penelitian ini. 3. Alat Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, dipergunakan tehnik penelitian kepustakaan (Library research) dalam menganalisa sengketa pulau kuril antara Rusia dan Jepang ditinjau dari hukum internasional dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan tersebut, melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah studi dokumen. 4. Analisis Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data ini dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan responden, kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan35 Universitas Sumatera Utara 25 yang ada dalam skripsi ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat. G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Sengketa Pulau Kuril antara Rusia dan Jepang Ditinjau Dari Hukum Internasional” sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian dan sistematika penulisan BAB II PENGATURAN STATUS PULAU-PULAU DARI WILAYAH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Dalam bab ini akan membahas tentang Pengertian Hukum Internasional dan Sumber-Sumber Hukum Internasional, Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional dan Pengaturan Status Pulau dari Wilayah Negara Berdasarkan Hukum Internasional BAB III KONFLIK KEPEMILIKAN PULAU KURIL ANTARA RUSIA DAN JEPANG. Pada bab ini akan membahas mengenai Sejarah Pulau Kuril, Sebab-Sebab Terjadinya Sengketa Pulau Kuril antara Rusia dan Jepang, Dasar Klaim Rusia dan Jepang dan Upaya-Upaya Universitas Sumatera Utara 26 Diplomatik Rusia-Jepang dalam Penyelesaian Sengketa Pulau Kuril BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PULAU KURIL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Pada bab ini membahas tentang Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Penyelesaian Sengketa Pulau Kuril, Penyelesaian Sengketa Pulau Kuril Menurut Internasional dan Solusi Penyelesaian Sengketa Pulau Kuril BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran sebagai bagian akhir dari penulisan skripsi, maka dalam bab ini rangkum dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta memberikan saran terhadap penyelesaian sengketa Pulau Kuril antara Jepang dan Rusia Universitas Sumatera Utara