PENGARUH DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
PENGARUH DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI
KULIT MANGGA (Mangifera indica) TERHADAP
KADAR BIOETANOL HASIL FERMENTASI
Trianik Widyaningrum
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
ABSTRAK
Indonesia berpotensi sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia. Bioetanol hasil
fermentasi dari ragi dapat digunakan di bidang industri sebagai sumber bahan bakar, penerangan
atau pembangkitan tenaga, selain itu sebagai pelarut bahan kimia, obat-obatan, deterjen, oli, dan
lilin. Salah satu bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah bahan yang
berselulosa seperti kulit mangga (Mangifera indica). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dosis ragi dan waktu fermentasi kulit mangga terhadap kadar bioetanol
hasil fermentasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan langkahlangkah antara lain pembuatan filtrat substrat kulit mangga dan inokulasi menggunakan ragi
dengan dosis 0,25 gram, 0,5 gram, dan 0,75 gram (setiap 1 liter larutan kulit mangga) kemudian
masing-masing difermentasi dengan waktu 48 jam,96 jam, 144 jam, kemudian dilakukan
pengukuran kadar bioetanol menggunakan metode Conway diffusion. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa kadar bioetanol dengan menggunakan
ragi dosis 0,5 gram dan waktu fermentasi 96 jam menghasilkan kadar bioetanol tertinggi yaitu
13,92 %
Keyword: Ragi, Mangifera indica, bioetanol, fermentasi
1. PENDAHULUAN
online.com,2008).
Mangga merupakan salah satu
jenis buah yang mempunyai sumber
vitamin dan mineral yang banyak
terdapat di Indonesia. Selain dapat
dikonsumsi sebagai buah segar, mangga
juga dapat diolah menjadi berbagai
macam
makanan
dan
minuman,
seperti sirup mangga, puding mangga,
maupun buah kaleng segar. Pada
umumnya bagian mangga yang sering
dikonsumsi adalah buahnya saja
sedangkan kulitnya hanya dibuang
sebagai sampah padahal kulit mangga
mempunyai struktur yang cukup baik
dan mempunyai manfaat seperti pada
bagian dagingnya. Pada buah – buahan
ini umumnya mengandung senyawasenyawa pektin yang terdapat pada
bagian yang dianggap sebagai sampah
yaitu pada bagian kulitnya.
Pektin merupakan polisakarida
Indonesia berpotensi sebagai
produsen bioetanol terbesar di dunia,
menurut Yudiarto, (http//www.trubusonline.com,
2008).
Etanol
hasil
fermentasi dari ragi dapat digunakan di
bidang industri sebagai sumber bahan
bakar, penerangan atau pembangkitan
tenaga, selain itu sebagai pelarut bahan
kimia, obat-obatan, deterjen, oli, dan
lilin. Penggunaan lainnya yaitu di
bidang kedokteran, laboratorium, dan
keperluan rumah tangga (Narita, 2005).
Periset di Balai Besar Teknologi
Pati menyebutkan bahwa ada 3
kelompok tanaman sumber bioetanol
yaitu tanaman yang mengandung pati
seperti gandum, tanaman yang bergula
seperti tebu dan tanaman yang
berselulosa seperti Mangga (Mangifera
indica)
(http//www.trubus1239
THE 5TH URECOL PROCEEDING
penguat tekstur dalam sel tanaman yang
terdapat
diantara
selulosa
dan
hemiselulosa. Bersama-sama selulosa
dan hemiselulosa membentuk jaringan
dan memperkuat dinding sel tanaman.
(Prasetyowati, dkk.,2009)
Mangga merupakan salah satu
jenis buah yang berdaging buah dengan
komponen utama air dan karbohidrat.
Karbohidrat tersebut terdiri dari gula
sederhana, tepung, serta selulosa.
Buah mangga termasuk kelompok
buah batu (drupa) yang berdaging,
dengan ukuran dan bentuk yang
sangat berubah-ubah bergantung pada
macamnya, mulai dari bulat (misalnya
mangga gedong), bulat telur (gadung,
indramayu, arumanis) hingga lonjong
memanjang (mangga golek). Panjang
buah kira-kira 2,5–30 cm. Pada bagian
ujung buah, ada bagian yang runcing
yang disebut paruh. Di atas paruh ada
bagian yang membengkok yang disebut
sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut.
Kulit buah agak tebal berbintik-bintik
kelenjar; hijau, kekuningan atau
kemerahan bila masak. Daging buah jika
masak berwarna merah jingga, kuning
atau krem, berserabut atau tidak, manis
sampai masam dengan banyak air dan
berbau kuat sampai lemah (Backer,
1965)
Berdasarkan latar belakang
banyaknya kandungan selulosa dalam
kulit mangga, maka penting kiranya
dilakukan
penelitian
tentang
pemanfaatan kulit bnuah mangga ini
sebagai sumber bioetanol Diharapkan
hasil penelitian ini dapat memberikan
alternatif tentang pemanfaatan kulit buah
mangga menjadi bahan yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang industri,
khususnya yang berhubungan dengan
alkohol/etanol.
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dosis ragi dan
waktu fermentasi kulit mangga terhadap
kadar bioetanol hasil fermentasi dan
mengetahui dosis ragi dan waktu
fermentasi kulit mangga yang paling
optimal dalam menghasilkan kadar
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
bioetanol hasil fermentasi
3. METODE PENELITIAN
a
Alat pembuatan infusa kentang
Alat
yang
digunakan
pada
pembuatan infusa kentang adalah
panci infusa, pisau, kompor listrik,
timbangan analitik, panci, saringan,
kertas pH dan termometer.
b Alat pembuatan kultur
Saccharomyces cerevisiae
Alat yang digunakan pada pembuatan
kultur
Saccharomyces cerevisiae
adalah erlenmeyer, tabung reaksi, ose
mata, lampu spirtus dan inkubator.
c Alat yang digunakan untuk
pembuatan filtrat substrat Kulit
mangga
Alat
yang
digunakan
pada
pembuatan filtrat substrat kulit
mangga adalah baskom, timbangan
analitik, pisau stainless, kompor
listrik, blender, pengaduk, gelas ukur,
pH universal, kain saring, panci
stainless stell, erlenmeyer, oven, dan
autoklaf.
d Alat destilasi
Alat yang digunakan untuk proses
destilasi adalah rotary evaporator,
waterbath,
vaccum
pump,watercooler, dan labu destilat.
e Alat pengukuran kadar bioetanol
Alat
yang
digunakan
dalam
pengukuran kadar etanol adalah
Conway diffusion, spektrofotometer,
tabung reaksi, inkubator, vortex,
sentrifuse, tabung reaksi, pipet
volume, dan erlenmeyer.
a
Bahan pembuatan infusa kentang
Bahan
yang digunakan
pada
pembuatan infusa kentang adalah
kentang, aquades, dan HCl.
b Bahan pembuatan kultur
Saccharomyces cerevisiae
1240
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
ekstrak
dan
ditunggu
sampai
dingin, ditambahkan HCl untuk
membuat pH ekstrak menjadi 4,5
(asam)
d Ekstrak
tersebut
disterilisasi
kedalam autoklaf dan disimpan
sampai dingin sebagai sumber
makanan
bagi
Saccharomyces
cerevisiae
3. Pembuatan kultur Saccharomyces
cerevisiae
Bahan yang digunakan adalah kultur
Saccharomyces cerevisiae.
c Bahan yang digunakan untuk
pembuatan filtrat substrat Kulit
mangga
Bahan
yang
digunakan
pada
pembuatan filtrat substrat Kulit
mangga adalah kulit mangga,
aquades, dan air kran.
d Bahan destilasi
a Dilakukan persiapan awal meliputi
penyemprotan daerah kerja dengan
alkohol 70%, pembakaran bunsen,
disiapkan inkubator suhu 29oC, ose
Bahan yang digunakan untuk proses
destilasi
adalah
filtrat
hasil
fermentasi
kulit
mangga
,
Saccharomyces
cerevisiae,
dan
aquades.
e Bahan pengukuran kadar etanol
mata dan infusa kentang.
Diambil kultur Saccharomyces
cerevisiae
sebanyak
2
ose
kemudian
dimasukkan
kedalam
infusa
kentang
setelah
itu
diinkubasikan selama 6 hari
4. Pembuatan filtrat substrat Kulit
mangga, perlakuan dengan ragi
tape
b.
Bahan yang digunakan dalam
pengukuran kadar etanol adalah
Filtrat, K2CrO7 (asam kalium
dikromat),
K2CO3
(Kalium
karbonat), Pb asetat, Na oksalat,
etanol, dan aquades.
Langkah Kerja
a Kulit mangga dicuci hingga bersih
dan dicacah sampai berukuran
kecil-kecil.
b Dikeringkan kulit mangga yang
telah dicacah, tujuannya agar lebih
awet
c Kulit mangga tersebut dipanaskan
selama 30 menit dan diblender,
1. Persiapan alat dan bahan
Semua alat dan bahan yang akan
digunakan dipersiapkan terlebih
dahulu di laboratorium sebelum
penelitian dilakukan. Alat yang
digunakan disterilkan terlebih dahulu
menggunakan autoklaf dan oven,
khusus ose dipijarkan diatas lampu
spirtus (Riadi, 2007).
2. Pembuatan infusa kentang
a
Dikupas kentang setelah itu
ditimbang hingga mencapai 200 gram
b
Dimasukkan kentang kedalam panci
infusa, ditambahkan air sebanyak
UAD, Yogyakarta
d Ditambahkan
ragi
tape
(Saccharomyces) dengan dosis 0,25
gram, 0,5 gram, dan 0,75 gram,
(setiap 1 liter larutan Kulit mangga),
kemudian
masing-masing
difermentasi
dengan
waktu
fermentasi, 2,4,6, hari
e Setelah
difermentasi,
ada
3
lapisan
yang
terbentuk
yaitu
lapisan terbawah merupakan protein,
diatasnya air dan etanol. Disedot
larutan etanol dengan selang plastik
melalui kertas saring berukuran 1
mikron untuk menyaring endapan
protein,
f Walaupun sudah disaring, etanol
1 liter dan dipanaskan diatas
kompor listrik sampai mendidih
o
pada suhu 90 C
c Disaring
kemudian
diambil
1241
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
yang diambil merupakan campuran,
untuk memisahkannya dilakukan
destilasi
atau
penyulingan.
Dipanaskan
campuran
etanol
o
tersebut pada suhu 78 C atau
setara titik didih etanol. Uap etanol
dialirkan melalui pipa yang terendam
air sehingga terkondensasi dan
kembali menjadi etanol cair,
g Untuk mendapatkan kadar etanol
98% maka dilakukan destilasi lagi
(Surawidjaya dalam Trubus, 2007)
c
d
5. Destilasi
Diatur suhu waterbath mencapai 60oC
d
Dipasang
labu
filtrat
yang
sebelumnya
sudah
dimasukkan
filtrat serta dipasang juga labu
destilat
Dinyalakan vaccum pump dan diatur
dengan tekanan 1 atm .
e
Setelah
diinkubasi,
diambil
larutan pada bagian tengah unit
dengan pipet kemudian dilarutkan
menjadi 10 ml
f
Diamati larutan tersebut dengan
menggunakan
spektrofotometer
480 nm
g Dibuat kurva standar dengan
persamaan linearnya
C. Analisis Data
Analisis
yang
dilakukan
dalam
penelitian meliputi analisis varian antara
dosis ragi dan waktu fermentasi
terhadap
kadar
glukosa
substrat
sargassum,
bila
berbeda
nyata
dilanjutkan
dengan
uji
DMRT.
Selanjutnya dilakukan analisis teoritis
terhadap data kualitatif yang ditekankan
pada proses dan hasil destilasi yaitu
hubungan antara kadar bioetanol cairan
fermentasi dan kadar bioetanol destilat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil uji laboratorium dosis
bioetanol hasil fermentasi kulit mangga
dengan variasi dosis ragi dan waktu
fermentasi adalah sesuai Gambar 1.
f
Diputar rotavapor secara perlahan
kemudian vaccum dinyalakan dan
ditunggu sampai substrat mendidih
dan terjadi kondensasi
g Apabila sudah menetas destilat maka
ditunggu salama 1 jam 30 menit
untuk proses destilasi
h Setelah
itu
semua
peralatan
dimatikan dan diambil destilat untuk
diuji kadar etanol, apabila kadar
etanol belum mencapai 97%-99%
maka dilakukan destilasi secara
berulang.
6. Pengukuran kadar etanol
a
b
conway, ditambahkan 1 ml kalium
karbonat jenuh ke bagian kiri unit
dan 1 ml larutan standar pada
bagian kanan unit yang sebelumnya
pada bagian tepi unit diolesi dengan
vaselin.
Unit
ditutup
dan
digoyang
perlahan untuk mencampur lautan
alkohol dengan kalium karbonat
jenuh
Diinkubasikan selama 2 jam pada
suhu 37oC
e
a Disiapkan rangkaian alat destilasi
meliputi
watercooler,
rotary
evaporator, waterbath, dan vaccum
pump
b Didinginkan air kedalam watercooler
c
UAD, Yogyakarta
Diambil cairan destilat kemudian
diencerkan menjadi 50 ml
Diteteskan 1 ml kalium dikromat
asam ke bagian tengah unit micro
1242
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Berdasarkan Gambar 2 Y = 199,8
x – 7,23, dengan R = 0,229 pada taraf
signifikasi 5 % sedangkan nilai R tabel
diperoleh 0.532, karena R hitung (0.756) ˂
R tabel (0.532) maka dapat dinyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang positif
0,25
antara
variasi dosis ragi dan waktu
fermentasi
terhadap dosis bioetanol yang
0,5
dihasilkan
artinya apabila dosis ragi dan
0,75
waktu fermentasi ditambah maka akan
menaikkan
dosis
bioetanol
pada
fermentasi kulit mangga.
Perbedaan antar perlakuan dosis
ragi dan waktu fermentasi terhadap dosis
bioetanol yang dihasilkan dapat diketahui
menggunakan uji Anakova dengan hasil
disajikan F hitung (71,472) > F tabel
(2,93).maka dapat dinyatakan kadar
bioetanol yang dihasilkan dari pemberian
variasi dosis ragi dan waktu fermentasi
masing-masing
kelompok
tersebut
berbeda nyata.
14
12
10
Kadar Etanol
(%)
8
6
4
2
0
0
48
96
UAD, Yogyakarta
144
Waktu Fermentasi (jam)
Gambar 1 Grafik Hubungan Dosis Ragi
dan Waktu Fermentasi terhadap
kadar Bioetanol Kulit mangga
Berdasar 1 terlihat bahwa dosis
bioetanol hasil fermentasi kulit mangga
tertinggi yaitu pada dosis ragi 0,50 gram/L
dan waktu fermentasi pada waktu 96 jam
dengan rerata dosis bioetanol sebesar 13,92
%, sedangkan rerata dosis bioetanol yang
terendah dihasilkan pada dosis ragi 0,25
gram/L dengan waktu fermentasi 0 jam
yaitu 4,49 %. Berdasarkan Gambar 1
tersebut dilakukan uji regresi untuk
mengetahui pengaruh variabel dosis ragi
dan waktu fermentasi terhadap dosis
bioetanol yang dihasilkan seperti pada
Gambar 2.
B. Pembahasan
Pengujian kadar bioetanol bertujuan
untuk mengetahui kadar bioetanol yang
dihasilkan kulit mangga selama proses
fermentasi dari masing-masing pemberian
dosis ragi. Pengujian kadar bioetanol
dilakukan dengan metode micro conway.
Metode ini didasarkan pada reaksi oksidasi
bioetanol oleh K2Cr2O7 dengan cara difusi.
Etanol yang dihasilkan dalam proses
fermentasi dibebaskan oleh K2CO3 jenuh
dalam unit Conway yang tertutup rapat.
Etanol selanjutnya mengalami reaksi
oksidasi dengan kalium bikromat dalam
suasana asam, Prinsip metode Conway
pada penentuan etanol melalui beberapa
tahap, yaitu : sampel direaksikan dengan
K2CO3 jenuh di bagian tepi unit Conway,
sementara unit Conway bagian tengah
sudah diisi K2Cr2O7 asam dan ditutup
rapat.
Micro
Conway
Difussion,
selanjutnya diinkubasi pada suhu 40°C
selama 1 jam. Larutan asam kalium
bikromat di bagian tengah unit Conway
dipipet sampai habis dan diencerkan
dengan aquades sampai 10 mL. Larutan ini
ditentukan absorbansinya pada panjang
Gambar 2. Grafik persamaan garis regresi
antara dosis ragi dan waktu fermentasi
dengan hasil rerata dosis bioetanol kulit
mangga
1243
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
gelombang
maksimum
secara
spektrofotometri. Melalui cara ini, reaksi
antara
bioetanol
dan
K2Cr2O7
menyebabkan jumlah kalium bikromat
berkurang sesuai banyaknya bioetanol yang
bereaksi. Pengurangan K2Cr2O7 ditandai
dengan
berkurangnya
absorbansi
spektrofotometri. Absorbansi yang terukur
merupakan absorbansi K2Cr2O7 sisa hasil
reaksi etanol dengan K2Cr2O7 (Sudarmadji,
1989: 31).
Pada hasil penelitian ini, penambahan
dosis ragi dan waktu fermentasi
meningkatkan kadar bioetanol yang
dihasilkan. Peningkatan kadar bioetanol
pada proses fermentasi ini disebabkan oleh
aktifitas enzim invertase dan zymase yang
dihasilkan oleh Saccharomyces cereviseae
untuk mengkonversi gula sederhana
menjadi etanol dan CO2. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Judoamidjojo et al.,
(1992) dalam Azizah (2012) yang
menyatakaan
bahwa
Saccharomyces
cerevisiae dapat menghasilkan etanol yang
berasal dari fermentasi gula. Gula akan
diubah menjadi bentuk yang paling
sederhana oleh enzim invertase baru
kemudian gula sederhana tersebut akan
dikonversi menjadi etanol dengan adanya
enzim zymase.
Berdasar Gambar 1 terlihat kadar
bioetanol hasil fermentasi diperoleh
bioetanol dengan kadar yang bervariasi.
Adanya bioetanol hasil fermentasi tersebut
berdasarkan pendapat Narita (2005),
Suhartanti (2006), dan Hidayat (2007) hasil
metabolisme S. cerevisiae pada sumber
makanan yang berkarbohidrat seperti gula,
pati, dan selulosa adalah bioetanol. Dengan
adanya bioetanol tersebut menandakan
bahwa proses fermentasi oleh S. cerevisiae
berlangsung dengan baik. Hal tersebut
sesuai pendapat Wirahadikusumah (2002)
bahwa penguraian karbohidrat atau
selulosa menjadi piruvat dengan bantuan
enzim piruvat dekarboksilase yang
direduksi menjadi bioetanol adalah melalui
peristiwa glikolisis.
Berdasarkan Gambar 1, kadar
bioetanol pada jam ke 0 paling rendah
karena S.cerevisiae S.cerevisiae belum
UAD, Yogyakarta
bekerja secara maksimal, sedangkan pada
jam ke 48 terlihat masih rendah yaitu untuk
dosis ragi 0,25 gram sebesar 9,73 %, untuk
dosis ragi 0,50 gram sebesar 10,29 %,
untuk dosis ragi 0,75 gram sebesar 9, 39%.
Hal ini dikarenakan keadaan tersebut
merupakan fase lag (adaptasi) yaitu
mikrobia
masih
dalam
keadaan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya
sehingga pertumbuhan dan kadar bioetanol
yang dihasilkan pun sedikit (Yuwono,
2005).
Pada jam ke 96 kadar bioetanol
terlihat semakin meningkat. Hal tersebut
disebabkan karena pada jam ke 96
merupakan fase eksponensial yaitu
mikrobia akan tumbuh dengan laju
pertumbuhan yang sangat tinggi sehingga
peningkatan jumlah sel terjadi secara
eksponensial atau logaritmik (Yuwono,
2005).
Berdasarkan
Gambar
1
tersebut terlihat bahwa kadar bioetanol
tertinggi terdapat pada jam ke 96 yaitu
pada dosis ragi 0,50 gram yaitu sebesar
13,92
%, fase ini masih pada fase
eksponensial dikarenakan kadar bioetanol
masih mengalami kenaikan, hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh
Desrosier
(2008)
bahwa
untuk
menghasilkan kadar bioetanol yang optimal
melalui fermentasi, waktu yang dibutuhkan
adalah 3-6 hari (72-144 jam). Kadar
bioetanol mengalami kenaikan secara terus
menerus pada jam ke 48, ke 96 dan dosis
bioetanol tertinggi pada jam ke 144 ini juga
yaitu terdapat pada dosis ragi 0,75 gram
dikarenakan antara jumlah ragi dan jumlah
filtrat seimbang, apabila di dalam 100 mL
filtrat dimasukkan dengan dosis ragi yang
terlalu banyak maka akan terjadi perebutan
nutrisi antara mikrobia yang satu dengan
yang lainnya begitu pula sebaliknya jika
jumlah filtrat yang digunakan lebih besar
dibandingkan dengan jumlah dosis ragi
maka proses fermentasi atau pembentukan
bioetanol akan membutuhkan waktu yang
lama
dikarenakan
masih
banyak
tersedianya nutrisi dalam filtrat.
Kadar bioetanol akan semakin
meningkat sampai batas waktu tertentu dan
kemudian menurun. Hal ini sesuai dengan
1244
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
pendapat Madigan (2012) yaitu bahwa
semakin lama waktu fermentasi maka
kadar etanol yang dihasilkan semakin
banyak,
dan
selanjutnya
ragi
(Saccharomyces cerevisiae) mengalami
fase pertumbuhan diperlambat dan
mengalami fase kematian sehingga
aktivitas ragi untuk mengubah glukosa
semakin menurun. Selain itu, etanol yang
dihasilkan telah diubah menjadi asam
asetat oleh ragi sehingga dosis etanol yang
dihasilkan mengalami penurunan.
Pengukuran pH dilakukan setelah substrat
dimasukkan ke dalam botol fermentor
sebelum
proses
fermentasi.
Hasil
pengukuran pH sebelum proses fermentasi
menunjukkan kondisi pH 5-7 tetapi setelah
dilakukan proses fermentasi kondisi pH
mulai menurun. Pada fermentasi 48 jam
menunjukkan pH 4 hal ini sesuai dengan
pendapat
Azizah
(2012),
bahwa
pertumbuhan mikroba optimal pada kondisi
pH kisaran antara 3,5-6,5 sedangkan pada
kondisi basa tidak akan tumbuh.
Lingkungan yang terlalu asam atau basa
membuat mikroorganisme sulit untuk
beradaptasi. Selama fermentasi perubahan
pH dapat disebabkan oleh hasil fermentasi
yang merupakan asam atau basa yang
dihasilkan
selama
pertumbuhan
mikroorganisme dan komponen organik
dalam medium (Keenan dkk, (1990) dalam
(Rahmawati, 2010)). Kecenderungan media
fermentasi semakin asam disebabkan
amonia yang digunakan sel khamir sebagai
sumber nitrogen diubah menjadi NH4+.
Molekul NH4+ akan menggabungkan diri
ke dalam sel sebagai R-NH3. Dalam proses
ini H+ ditinggalkan dalam media, sehingga
semakin lama waktu fermentasi semakin
rendah pH media (Judoamidjojo dkk,
(1989) dalam (Rahmawati, 2010)).
Analisis regresi pengaruh dosis ragi
dan waktu fermentasi terhadap dosis
bioetanol kulit mangga terlihat hubungan
yang linear. Persamaan garis regresi Y =
0.061- 0.470X1 + 0.041X2 dengan Rhitung
sebesar 0,756 dan Rtabel 0.532. Hal tersebut
berarti bahwa dengan penambahan dosis
ragi dan waktu fermentasi memberikan
pengaruh positif yang berarti bahwa
UAD, Yogyakarta
dengan adanya peningkatan dosis ragi dan
waktu fermentasi terdapat peningkatan
dosis bioetanol kulit mangga karena pada
saat
fermentasi,
botol
fermentor
ditempatkan pada suhu ruang yang optimal.
Suhu mikroba untuk tumbuh yaitu sekitar
25 oC, suhu fermentasi mempengaruhi
lama fermentasi karena pertumbuhan
mikroba dipengaruhi suhu lingkungan
fermentasi. Mikroba memiliki kriteria
pertumbuhan yang berbeda‐beda. Menurut
Fardiaz, (1992) dalam Azizah (2012),
Saccharomyces cerevisiae memiliki kisaran
suhu pertumbuhan antara 20 ‐ 30°C.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian Pengaruh Dosis
Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap
Kadar Bioetanol kulit mangga dapat
dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dosis ragi dan waktu fermentasi
berpengaruh
terhadap
kadar
bioetanol kulit mangga.
2. Dosis ragi dan waktu fermentasi
yang paling optimum dalam
menghasilkan kadar bioetanol kulit
mangga adalah dosis 0,50 gram
dengan waktu fermentasi 4 hari (96
jam).
Sebagai tindak lanjut hasil penelitian
dapat dirumuskan saran yaitu perlu adanya
penyampaian informasi kepada masyarakat
tentang pemanfaatan kulit mangga yang
dapat dijadikan sebagai bahan dasar
pembuatan bioetanol dan perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan
bioetanol berbahan dasar kulit mangga
dengan menggunakan enzim sellulase
untuk mendapatkan kadar boetanol yang
lebih tinggi
5. DAFTAR PUSTAKA
Ajila C.M., Bhat S.G., Prasada Rao U.J.S.,
Valuable components of raw and
ripe peels from two Indian mango
varieties. Food Chem., 2007, 102,
1006–1011.
Anonim,
2008,
http//www.trubusonline.com,/ethanol
Atmojo. 2010. Bioetanol Bahan Bakar
Nabati.
1245
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
http://theatmojo.com/energi/bioetano
l-bahan-bakar-nabati.
Azizah. N, Dkk. 2012. “Pengaruh Lama
FermentasiTerhadap Kadar Alkohol,
Ph, Dan Produksi Gas Pada Proses
Fermentasi Bioetanol Dari Whey
Dengan Substansi Kulit Nanas”.
Semarang:
UNDIP.
Jurnal
Penelitian
Aplikasi
Teknologi
Pangan. Vol. 1, No. 2, 2012: 72-73.
Backer, A. C., and Van Den Brink, B. C.
R.
1965.
Flora
of
Java
(Spermatophytes Only) Vol. II. N. V.
P
Noordhoff-Groningen:
The
Netherlands.
Buckle, Edward, Fleet, Wootton, 1987.
Ilmu
Pangan.
Jakarta
:
Universitas Indonesia Press
UAD, Yogyakarta
Food Science and Food Safety,7,
309–319.
Narita, Vanny, 2005. Saccharomyces
cerevisiae
Superjamur
yang
Memiliki Sejarah Luar Biasa. Pusat
Pengkajian
dan
Penerapan
Teknologi Farmasi dan Medika
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi
(BPPT).
Jakarta.
http//www.bppt.com/Saccharomyce
s cerevisiae. download tanggal
10
Maret 2008.
Prasetyowati, Karina Permata Sari, Healty
Pesantri, 2009. Ekstraksi Pektin
Dari Kulit Mangga. Jurnal Teknik
Kimia, No. 4, Vol. 16, Desember
2009
Priyo,
2007.
Bagaimana
proses
pembuatan alkohol 96% dari
fermentasi tetes tebu beserta reaksi
yang
terjadi.
http//www.yahooanswer.com/alkoh
ol download tanggal 10 Maret 2008.
Riadi, Lieke, 2007. Teknologi Fermentasi.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Rahmawati, A. 2010. “Pemanfaatan
Limbah Kulit Ubi Kayu (Manihot
utilissima Pohl.) dan Kulit Nanas
(Ananas comosus L.) Pada Produksi
Bioetanol Menggunakan Aspergillus
niger”. Skripsi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam. UNS
Sa’id,
Gumbira,
1987.
Bioindustri
Penerapan Teknologi Fermentasi.
Jakarta : PT.Melon Putra
Sardjoko, 1991. Bioteknologi Latar
Belakangdan
Beberapa
Penerapannya.Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama
Surawidjaja
dalam
Trubus,
2007,
Mengebor
Bensin
di
Kebun
Singkong
http//www.trubusonline.com.
Sukarno, dan Moh Amien. 1996. Biologi 3
untuk Sekolah Menengah Umum
Kelas
3
Program
IPA.
DEPDIKBUD. Jakarta: Perum Balai
Pustaka
Sudarmadji S., Bambang H., dan Suhardi.
2007. Analisis Bahan Makanan dan
Burtin P , 2003, N utritional Value of
seaweeds,electron, J. Environ
Agrc Food Chem .,2;298 – 503.
Champbell Neil A. 2002. Biologi. Jakarta:
Erlangga
Desrosier, Norman W, 2008. Teknologi
Pengawetan
Pangan.
Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Deky Seftian, Ferdinand Antonius,
M.
Faizal.
Pembuatan
Etanol Dari Kulit Pisang
Menggunakan
Metode
Hidrolisis Enzimatik Dan
Fermentasi. Jurnal Teknik
Kimia No. 1, Vol. 18,
Januari 2012
Fauzi. 2011. Pemanfaatan Buah Pepaya
(Carica Papaya L.) Sebagai Bahan
Baku Bioetanol Dengan Proses
Fermentasi Dan Distilasi. Diploma
III Teknik Kimia
Hidayat, Nur, 2007. Teknologi Pertanian
dan
Pangan.
http//www.worldpress.com/fermenta
si. download tanggal 23 Maret 2008
Madigan, dkk. 2012. Brock Biology Of
Microorganism 13th Edition. San
Francisco : Benjamin Cummings.
Masibo, M. & He, Q. (2008). Major mango
polyphenols and their potential
significance
to
human
health.Comprehensive Review of
1246
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Pertanian.
Yogyakarta.
Liberty
Yogyakarta hal 142-145.
Wirahadikusumah, Muhammad. 2002.
Biokimia
Metabolisme
Energi,
Karbohidrat, dan Lipid. ITB
Bandung: Bandung.
UAD, Yogyakarta
Yuwono, Triwibowo. 2005. Fisiologi
Mikrobia.
Fakultas
Pertanian
Universitas
Gadjah
Mada:
Yogyakarta.
1247
Download