THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta PENGARUH DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI KULIT MANGGA (Mangifera indica) TERHADAP KADAR BIOETANOL HASIL FERMENTASI Trianik Widyaningrum Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan [email protected] ABSTRAK Indonesia berpotensi sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia. Bioetanol hasil fermentasi dari ragi dapat digunakan di bidang industri sebagai sumber bahan bakar, penerangan atau pembangkitan tenaga, selain itu sebagai pelarut bahan kimia, obat-obatan, deterjen, oli, dan lilin. Salah satu bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah bahan yang berselulosa seperti kulit mangga (Mangifera indica). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis ragi dan waktu fermentasi kulit mangga terhadap kadar bioetanol hasil fermentasi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan langkahlangkah antara lain pembuatan filtrat substrat kulit mangga dan inokulasi menggunakan ragi dengan dosis 0,25 gram, 0,5 gram, dan 0,75 gram (setiap 1 liter larutan kulit mangga) kemudian masing-masing difermentasi dengan waktu 48 jam,96 jam, 144 jam, kemudian dilakukan pengukuran kadar bioetanol menggunakan metode Conway diffusion. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa kadar bioetanol dengan menggunakan ragi dosis 0,5 gram dan waktu fermentasi 96 jam menghasilkan kadar bioetanol tertinggi yaitu 13,92 % Keyword: Ragi, Mangifera indica, bioetanol, fermentasi 1. PENDAHULUAN online.com,2008). Mangga merupakan salah satu jenis buah yang mempunyai sumber vitamin dan mineral yang banyak terdapat di Indonesia. Selain dapat dikonsumsi sebagai buah segar, mangga juga dapat diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti sirup mangga, puding mangga, maupun buah kaleng segar. Pada umumnya bagian mangga yang sering dikonsumsi adalah buahnya saja sedangkan kulitnya hanya dibuang sebagai sampah padahal kulit mangga mempunyai struktur yang cukup baik dan mempunyai manfaat seperti pada bagian dagingnya. Pada buah – buahan ini umumnya mengandung senyawasenyawa pektin yang terdapat pada bagian yang dianggap sebagai sampah yaitu pada bagian kulitnya. Pektin merupakan polisakarida Indonesia berpotensi sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia, menurut Yudiarto, (http//www.trubusonline.com, 2008). Etanol hasil fermentasi dari ragi dapat digunakan di bidang industri sebagai sumber bahan bakar, penerangan atau pembangkitan tenaga, selain itu sebagai pelarut bahan kimia, obat-obatan, deterjen, oli, dan lilin. Penggunaan lainnya yaitu di bidang kedokteran, laboratorium, dan keperluan rumah tangga (Narita, 2005). Periset di Balai Besar Teknologi Pati menyebutkan bahwa ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol yaitu tanaman yang mengandung pati seperti gandum, tanaman yang bergula seperti tebu dan tanaman yang berselulosa seperti Mangga (Mangifera indica) (http//www.trubus1239 THE 5TH URECOL PROCEEDING penguat tekstur dalam sel tanaman yang terdapat diantara selulosa dan hemiselulosa. Bersama-sama selulosa dan hemiselulosa membentuk jaringan dan memperkuat dinding sel tanaman. (Prasetyowati, dkk.,2009) Mangga merupakan salah satu jenis buah yang berdaging buah dengan komponen utama air dan karbohidrat. Karbohidrat tersebut terdiri dari gula sederhana, tepung, serta selulosa. Buah mangga termasuk kelompok buah batu (drupa) yang berdaging, dengan ukuran dan bentuk yang sangat berubah-ubah bergantung pada macamnya, mulai dari bulat (misalnya mangga gedong), bulat telur (gadung, indramayu, arumanis) hingga lonjong memanjang (mangga golek). Panjang buah kira-kira 2,5–30 cm. Pada bagian ujung buah, ada bagian yang runcing yang disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang membengkok yang disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut. Kulit buah agak tebal berbintik-bintik kelenjar; hijau, kekuningan atau kemerahan bila masak. Daging buah jika masak berwarna merah jingga, kuning atau krem, berserabut atau tidak, manis sampai masam dengan banyak air dan berbau kuat sampai lemah (Backer, 1965) Berdasarkan latar belakang banyaknya kandungan selulosa dalam kulit mangga, maka penting kiranya dilakukan penelitian tentang pemanfaatan kulit bnuah mangga ini sebagai sumber bioetanol Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif tentang pemanfaatan kulit buah mangga menjadi bahan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri, khususnya yang berhubungan dengan alkohol/etanol. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis ragi dan waktu fermentasi kulit mangga terhadap kadar bioetanol hasil fermentasi dan mengetahui dosis ragi dan waktu fermentasi kulit mangga yang paling optimal dalam menghasilkan kadar 18 February 2017 UAD, Yogyakarta bioetanol hasil fermentasi 3. METODE PENELITIAN a Alat pembuatan infusa kentang Alat yang digunakan pada pembuatan infusa kentang adalah panci infusa, pisau, kompor listrik, timbangan analitik, panci, saringan, kertas pH dan termometer. b Alat pembuatan kultur Saccharomyces cerevisiae Alat yang digunakan pada pembuatan kultur Saccharomyces cerevisiae adalah erlenmeyer, tabung reaksi, ose mata, lampu spirtus dan inkubator. c Alat yang digunakan untuk pembuatan filtrat substrat Kulit mangga Alat yang digunakan pada pembuatan filtrat substrat kulit mangga adalah baskom, timbangan analitik, pisau stainless, kompor listrik, blender, pengaduk, gelas ukur, pH universal, kain saring, panci stainless stell, erlenmeyer, oven, dan autoklaf. d Alat destilasi Alat yang digunakan untuk proses destilasi adalah rotary evaporator, waterbath, vaccum pump,watercooler, dan labu destilat. e Alat pengukuran kadar bioetanol Alat yang digunakan dalam pengukuran kadar etanol adalah Conway diffusion, spektrofotometer, tabung reaksi, inkubator, vortex, sentrifuse, tabung reaksi, pipet volume, dan erlenmeyer. a Bahan pembuatan infusa kentang Bahan yang digunakan pada pembuatan infusa kentang adalah kentang, aquades, dan HCl. b Bahan pembuatan kultur Saccharomyces cerevisiae 1240 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 ekstrak dan ditunggu sampai dingin, ditambahkan HCl untuk membuat pH ekstrak menjadi 4,5 (asam) d Ekstrak tersebut disterilisasi kedalam autoklaf dan disimpan sampai dingin sebagai sumber makanan bagi Saccharomyces cerevisiae 3. Pembuatan kultur Saccharomyces cerevisiae Bahan yang digunakan adalah kultur Saccharomyces cerevisiae. c Bahan yang digunakan untuk pembuatan filtrat substrat Kulit mangga Bahan yang digunakan pada pembuatan filtrat substrat Kulit mangga adalah kulit mangga, aquades, dan air kran. d Bahan destilasi a Dilakukan persiapan awal meliputi penyemprotan daerah kerja dengan alkohol 70%, pembakaran bunsen, disiapkan inkubator suhu 29oC, ose Bahan yang digunakan untuk proses destilasi adalah filtrat hasil fermentasi kulit mangga , Saccharomyces cerevisiae, dan aquades. e Bahan pengukuran kadar etanol mata dan infusa kentang. Diambil kultur Saccharomyces cerevisiae sebanyak 2 ose kemudian dimasukkan kedalam infusa kentang setelah itu diinkubasikan selama 6 hari 4. Pembuatan filtrat substrat Kulit mangga, perlakuan dengan ragi tape b. Bahan yang digunakan dalam pengukuran kadar etanol adalah Filtrat, K2CrO7 (asam kalium dikromat), K2CO3 (Kalium karbonat), Pb asetat, Na oksalat, etanol, dan aquades. Langkah Kerja a Kulit mangga dicuci hingga bersih dan dicacah sampai berukuran kecil-kecil. b Dikeringkan kulit mangga yang telah dicacah, tujuannya agar lebih awet c Kulit mangga tersebut dipanaskan selama 30 menit dan diblender, 1. Persiapan alat dan bahan Semua alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu di laboratorium sebelum penelitian dilakukan. Alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf dan oven, khusus ose dipijarkan diatas lampu spirtus (Riadi, 2007). 2. Pembuatan infusa kentang a Dikupas kentang setelah itu ditimbang hingga mencapai 200 gram b Dimasukkan kentang kedalam panci infusa, ditambahkan air sebanyak UAD, Yogyakarta d Ditambahkan ragi tape (Saccharomyces) dengan dosis 0,25 gram, 0,5 gram, dan 0,75 gram, (setiap 1 liter larutan Kulit mangga), kemudian masing-masing difermentasi dengan waktu fermentasi, 2,4,6, hari e Setelah difermentasi, ada 3 lapisan yang terbentuk yaitu lapisan terbawah merupakan protein, diatasnya air dan etanol. Disedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein, f Walaupun sudah disaring, etanol 1 liter dan dipanaskan diatas kompor listrik sampai mendidih o pada suhu 90 C c Disaring kemudian diambil 1241 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 yang diambil merupakan campuran, untuk memisahkannya dilakukan destilasi atau penyulingan. Dipanaskan campuran etanol o tersebut pada suhu 78 C atau setara titik didih etanol. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair, g Untuk mendapatkan kadar etanol 98% maka dilakukan destilasi lagi (Surawidjaya dalam Trubus, 2007) c d 5. Destilasi Diatur suhu waterbath mencapai 60oC d Dipasang labu filtrat yang sebelumnya sudah dimasukkan filtrat serta dipasang juga labu destilat Dinyalakan vaccum pump dan diatur dengan tekanan 1 atm . e Setelah diinkubasi, diambil larutan pada bagian tengah unit dengan pipet kemudian dilarutkan menjadi 10 ml f Diamati larutan tersebut dengan menggunakan spektrofotometer 480 nm g Dibuat kurva standar dengan persamaan linearnya C. Analisis Data Analisis yang dilakukan dalam penelitian meliputi analisis varian antara dosis ragi dan waktu fermentasi terhadap kadar glukosa substrat sargassum, bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT. Selanjutnya dilakukan analisis teoritis terhadap data kualitatif yang ditekankan pada proses dan hasil destilasi yaitu hubungan antara kadar bioetanol cairan fermentasi dan kadar bioetanol destilat. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil uji laboratorium dosis bioetanol hasil fermentasi kulit mangga dengan variasi dosis ragi dan waktu fermentasi adalah sesuai Gambar 1. f Diputar rotavapor secara perlahan kemudian vaccum dinyalakan dan ditunggu sampai substrat mendidih dan terjadi kondensasi g Apabila sudah menetas destilat maka ditunggu salama 1 jam 30 menit untuk proses destilasi h Setelah itu semua peralatan dimatikan dan diambil destilat untuk diuji kadar etanol, apabila kadar etanol belum mencapai 97%-99% maka dilakukan destilasi secara berulang. 6. Pengukuran kadar etanol a b conway, ditambahkan 1 ml kalium karbonat jenuh ke bagian kiri unit dan 1 ml larutan standar pada bagian kanan unit yang sebelumnya pada bagian tepi unit diolesi dengan vaselin. Unit ditutup dan digoyang perlahan untuk mencampur lautan alkohol dengan kalium karbonat jenuh Diinkubasikan selama 2 jam pada suhu 37oC e a Disiapkan rangkaian alat destilasi meliputi watercooler, rotary evaporator, waterbath, dan vaccum pump b Didinginkan air kedalam watercooler c UAD, Yogyakarta Diambil cairan destilat kemudian diencerkan menjadi 50 ml Diteteskan 1 ml kalium dikromat asam ke bagian tengah unit micro 1242 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Berdasarkan Gambar 2 Y = 199,8 x – 7,23, dengan R = 0,229 pada taraf signifikasi 5 % sedangkan nilai R tabel diperoleh 0.532, karena R hitung (0.756) ˂ R tabel (0.532) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif 0,25 antara variasi dosis ragi dan waktu fermentasi terhadap dosis bioetanol yang 0,5 dihasilkan artinya apabila dosis ragi dan 0,75 waktu fermentasi ditambah maka akan menaikkan dosis bioetanol pada fermentasi kulit mangga. Perbedaan antar perlakuan dosis ragi dan waktu fermentasi terhadap dosis bioetanol yang dihasilkan dapat diketahui menggunakan uji Anakova dengan hasil disajikan F hitung (71,472) > F tabel (2,93).maka dapat dinyatakan kadar bioetanol yang dihasilkan dari pemberian variasi dosis ragi dan waktu fermentasi masing-masing kelompok tersebut berbeda nyata. 14 12 10 Kadar Etanol (%) 8 6 4 2 0 0 48 96 UAD, Yogyakarta 144 Waktu Fermentasi (jam) Gambar 1 Grafik Hubungan Dosis Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap kadar Bioetanol Kulit mangga Berdasar 1 terlihat bahwa dosis bioetanol hasil fermentasi kulit mangga tertinggi yaitu pada dosis ragi 0,50 gram/L dan waktu fermentasi pada waktu 96 jam dengan rerata dosis bioetanol sebesar 13,92 %, sedangkan rerata dosis bioetanol yang terendah dihasilkan pada dosis ragi 0,25 gram/L dengan waktu fermentasi 0 jam yaitu 4,49 %. Berdasarkan Gambar 1 tersebut dilakukan uji regresi untuk mengetahui pengaruh variabel dosis ragi dan waktu fermentasi terhadap dosis bioetanol yang dihasilkan seperti pada Gambar 2. B. Pembahasan Pengujian kadar bioetanol bertujuan untuk mengetahui kadar bioetanol yang dihasilkan kulit mangga selama proses fermentasi dari masing-masing pemberian dosis ragi. Pengujian kadar bioetanol dilakukan dengan metode micro conway. Metode ini didasarkan pada reaksi oksidasi bioetanol oleh K2Cr2O7 dengan cara difusi. Etanol yang dihasilkan dalam proses fermentasi dibebaskan oleh K2CO3 jenuh dalam unit Conway yang tertutup rapat. Etanol selanjutnya mengalami reaksi oksidasi dengan kalium bikromat dalam suasana asam, Prinsip metode Conway pada penentuan etanol melalui beberapa tahap, yaitu : sampel direaksikan dengan K2CO3 jenuh di bagian tepi unit Conway, sementara unit Conway bagian tengah sudah diisi K2Cr2O7 asam dan ditutup rapat. Micro Conway Difussion, selanjutnya diinkubasi pada suhu 40°C selama 1 jam. Larutan asam kalium bikromat di bagian tengah unit Conway dipipet sampai habis dan diencerkan dengan aquades sampai 10 mL. Larutan ini ditentukan absorbansinya pada panjang Gambar 2. Grafik persamaan garis regresi antara dosis ragi dan waktu fermentasi dengan hasil rerata dosis bioetanol kulit mangga 1243 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 gelombang maksimum secara spektrofotometri. Melalui cara ini, reaksi antara bioetanol dan K2Cr2O7 menyebabkan jumlah kalium bikromat berkurang sesuai banyaknya bioetanol yang bereaksi. Pengurangan K2Cr2O7 ditandai dengan berkurangnya absorbansi spektrofotometri. Absorbansi yang terukur merupakan absorbansi K2Cr2O7 sisa hasil reaksi etanol dengan K2Cr2O7 (Sudarmadji, 1989: 31). Pada hasil penelitian ini, penambahan dosis ragi dan waktu fermentasi meningkatkan kadar bioetanol yang dihasilkan. Peningkatan kadar bioetanol pada proses fermentasi ini disebabkan oleh aktifitas enzim invertase dan zymase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cereviseae untuk mengkonversi gula sederhana menjadi etanol dan CO2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Judoamidjojo et al., (1992) dalam Azizah (2012) yang menyatakaan bahwa Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etanol yang berasal dari fermentasi gula. Gula akan diubah menjadi bentuk yang paling sederhana oleh enzim invertase baru kemudian gula sederhana tersebut akan dikonversi menjadi etanol dengan adanya enzim zymase. Berdasar Gambar 1 terlihat kadar bioetanol hasil fermentasi diperoleh bioetanol dengan kadar yang bervariasi. Adanya bioetanol hasil fermentasi tersebut berdasarkan pendapat Narita (2005), Suhartanti (2006), dan Hidayat (2007) hasil metabolisme S. cerevisiae pada sumber makanan yang berkarbohidrat seperti gula, pati, dan selulosa adalah bioetanol. Dengan adanya bioetanol tersebut menandakan bahwa proses fermentasi oleh S. cerevisiae berlangsung dengan baik. Hal tersebut sesuai pendapat Wirahadikusumah (2002) bahwa penguraian karbohidrat atau selulosa menjadi piruvat dengan bantuan enzim piruvat dekarboksilase yang direduksi menjadi bioetanol adalah melalui peristiwa glikolisis. Berdasarkan Gambar 1, kadar bioetanol pada jam ke 0 paling rendah karena S.cerevisiae S.cerevisiae belum UAD, Yogyakarta bekerja secara maksimal, sedangkan pada jam ke 48 terlihat masih rendah yaitu untuk dosis ragi 0,25 gram sebesar 9,73 %, untuk dosis ragi 0,50 gram sebesar 10,29 %, untuk dosis ragi 0,75 gram sebesar 9, 39%. Hal ini dikarenakan keadaan tersebut merupakan fase lag (adaptasi) yaitu mikrobia masih dalam keadaan menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga pertumbuhan dan kadar bioetanol yang dihasilkan pun sedikit (Yuwono, 2005). Pada jam ke 96 kadar bioetanol terlihat semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena pada jam ke 96 merupakan fase eksponensial yaitu mikrobia akan tumbuh dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi sehingga peningkatan jumlah sel terjadi secara eksponensial atau logaritmik (Yuwono, 2005). Berdasarkan Gambar 1 tersebut terlihat bahwa kadar bioetanol tertinggi terdapat pada jam ke 96 yaitu pada dosis ragi 0,50 gram yaitu sebesar 13,92 %, fase ini masih pada fase eksponensial dikarenakan kadar bioetanol masih mengalami kenaikan, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Desrosier (2008) bahwa untuk menghasilkan kadar bioetanol yang optimal melalui fermentasi, waktu yang dibutuhkan adalah 3-6 hari (72-144 jam). Kadar bioetanol mengalami kenaikan secara terus menerus pada jam ke 48, ke 96 dan dosis bioetanol tertinggi pada jam ke 144 ini juga yaitu terdapat pada dosis ragi 0,75 gram dikarenakan antara jumlah ragi dan jumlah filtrat seimbang, apabila di dalam 100 mL filtrat dimasukkan dengan dosis ragi yang terlalu banyak maka akan terjadi perebutan nutrisi antara mikrobia yang satu dengan yang lainnya begitu pula sebaliknya jika jumlah filtrat yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan jumlah dosis ragi maka proses fermentasi atau pembentukan bioetanol akan membutuhkan waktu yang lama dikarenakan masih banyak tersedianya nutrisi dalam filtrat. Kadar bioetanol akan semakin meningkat sampai batas waktu tertentu dan kemudian menurun. Hal ini sesuai dengan 1244 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 pendapat Madigan (2012) yaitu bahwa semakin lama waktu fermentasi maka kadar etanol yang dihasilkan semakin banyak, dan selanjutnya ragi (Saccharomyces cerevisiae) mengalami fase pertumbuhan diperlambat dan mengalami fase kematian sehingga aktivitas ragi untuk mengubah glukosa semakin menurun. Selain itu, etanol yang dihasilkan telah diubah menjadi asam asetat oleh ragi sehingga dosis etanol yang dihasilkan mengalami penurunan. Pengukuran pH dilakukan setelah substrat dimasukkan ke dalam botol fermentor sebelum proses fermentasi. Hasil pengukuran pH sebelum proses fermentasi menunjukkan kondisi pH 5-7 tetapi setelah dilakukan proses fermentasi kondisi pH mulai menurun. Pada fermentasi 48 jam menunjukkan pH 4 hal ini sesuai dengan pendapat Azizah (2012), bahwa pertumbuhan mikroba optimal pada kondisi pH kisaran antara 3,5-6,5 sedangkan pada kondisi basa tidak akan tumbuh. Lingkungan yang terlalu asam atau basa membuat mikroorganisme sulit untuk beradaptasi. Selama fermentasi perubahan pH dapat disebabkan oleh hasil fermentasi yang merupakan asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhan mikroorganisme dan komponen organik dalam medium (Keenan dkk, (1990) dalam (Rahmawati, 2010)). Kecenderungan media fermentasi semakin asam disebabkan amonia yang digunakan sel khamir sebagai sumber nitrogen diubah menjadi NH4+. Molekul NH4+ akan menggabungkan diri ke dalam sel sebagai R-NH3. Dalam proses ini H+ ditinggalkan dalam media, sehingga semakin lama waktu fermentasi semakin rendah pH media (Judoamidjojo dkk, (1989) dalam (Rahmawati, 2010)). Analisis regresi pengaruh dosis ragi dan waktu fermentasi terhadap dosis bioetanol kulit mangga terlihat hubungan yang linear. Persamaan garis regresi Y = 0.061- 0.470X1 + 0.041X2 dengan Rhitung sebesar 0,756 dan Rtabel 0.532. Hal tersebut berarti bahwa dengan penambahan dosis ragi dan waktu fermentasi memberikan pengaruh positif yang berarti bahwa UAD, Yogyakarta dengan adanya peningkatan dosis ragi dan waktu fermentasi terdapat peningkatan dosis bioetanol kulit mangga karena pada saat fermentasi, botol fermentor ditempatkan pada suhu ruang yang optimal. Suhu mikroba untuk tumbuh yaitu sekitar 25 oC, suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda‐beda. Menurut Fardiaz, (1992) dalam Azizah (2012), Saccharomyces cerevisiae memiliki kisaran suhu pertumbuhan antara 20 ‐ 30°C. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian Pengaruh Dosis Ragi Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol kulit mangga dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dosis ragi dan waktu fermentasi berpengaruh terhadap kadar bioetanol kulit mangga. 2. Dosis ragi dan waktu fermentasi yang paling optimum dalam menghasilkan kadar bioetanol kulit mangga adalah dosis 0,50 gram dengan waktu fermentasi 4 hari (96 jam). Sebagai tindak lanjut hasil penelitian dapat dirumuskan saran yaitu perlu adanya penyampaian informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan kulit mangga yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan bioetanol berbahan dasar kulit mangga dengan menggunakan enzim sellulase untuk mendapatkan kadar boetanol yang lebih tinggi 5. DAFTAR PUSTAKA Ajila C.M., Bhat S.G., Prasada Rao U.J.S., Valuable components of raw and ripe peels from two Indian mango varieties. Food Chem., 2007, 102, 1006–1011. Anonim, 2008, http//www.trubusonline.com,/ethanol Atmojo. 2010. Bioetanol Bahan Bakar Nabati. 1245 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 http://theatmojo.com/energi/bioetano l-bahan-bakar-nabati. Azizah. N, Dkk. 2012. “Pengaruh Lama FermentasiTerhadap Kadar Alkohol, Ph, Dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Substansi Kulit Nanas”. Semarang: UNDIP. Jurnal Penelitian Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1, No. 2, 2012: 72-73. Backer, A. C., and Van Den Brink, B. C. R. 1965. Flora of Java (Spermatophytes Only) Vol. II. N. V. P Noordhoff-Groningen: The Netherlands. Buckle, Edward, Fleet, Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press UAD, Yogyakarta Food Science and Food Safety,7, 309–319. Narita, Vanny, 2005. Saccharomyces cerevisiae Superjamur yang Memiliki Sejarah Luar Biasa. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Jakarta. http//www.bppt.com/Saccharomyce s cerevisiae. download tanggal 10 Maret 2008. Prasetyowati, Karina Permata Sari, Healty Pesantri, 2009. Ekstraksi Pektin Dari Kulit Mangga. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 16, Desember 2009 Priyo, 2007. Bagaimana proses pembuatan alkohol 96% dari fermentasi tetes tebu beserta reaksi yang terjadi. http//www.yahooanswer.com/alkoh ol download tanggal 10 Maret 2008. Riadi, Lieke, 2007. Teknologi Fermentasi. Yogyakarta : Graha Ilmu Rahmawati, A. 2010. “Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.) dan Kulit Nanas (Ananas comosus L.) Pada Produksi Bioetanol Menggunakan Aspergillus niger”. Skripsi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. UNS Sa’id, Gumbira, 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta : PT.Melon Putra Sardjoko, 1991. Bioteknologi Latar Belakangdan Beberapa Penerapannya.Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Surawidjaja dalam Trubus, 2007, Mengebor Bensin di Kebun Singkong http//www.trubusonline.com. Sukarno, dan Moh Amien. 1996. Biologi 3 untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 3 Program IPA. DEPDIKBUD. Jakarta: Perum Balai Pustaka Sudarmadji S., Bambang H., dan Suhardi. 2007. Analisis Bahan Makanan dan Burtin P , 2003, N utritional Value of seaweeds,electron, J. Environ Agrc Food Chem .,2;298 – 503. Champbell Neil A. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga Desrosier, Norman W, 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Deky Seftian, Ferdinand Antonius, M. Faizal. Pembuatan Etanol Dari Kulit Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik Dan Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Fauzi. 2011. Pemanfaatan Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Sebagai Bahan Baku Bioetanol Dengan Proses Fermentasi Dan Distilasi. Diploma III Teknik Kimia Hidayat, Nur, 2007. Teknologi Pertanian dan Pangan. http//www.worldpress.com/fermenta si. download tanggal 23 Maret 2008 Madigan, dkk. 2012. Brock Biology Of Microorganism 13th Edition. San Francisco : Benjamin Cummings. Masibo, M. & He, Q. (2008). Major mango polyphenols and their potential significance to human health.Comprehensive Review of 1246 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Pertanian. Yogyakarta. Liberty Yogyakarta hal 142-145. Wirahadikusumah, Muhammad. 2002. Biokimia Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan Lipid. ITB Bandung: Bandung. UAD, Yogyakarta Yuwono, Triwibowo. 2005. Fisiologi Mikrobia. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. 1247