ANABOLISME LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI Disusun oleh: Nama : Christian Prabowo NIM : 13.70.0086 Kelompok : D11 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2013 1 1. PENDAHULUAN 1.1 TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum anabolisme ini adalah mengetahui proses fotosintesis pada tumbuhan, mengetahui fungsi stomata, mengetahui cara perhitungan stomata, dan untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses fotosintesa. 1.2 TINJAUAN PUSTAKA Suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi senyawa kompleks adalah anabolisme. Proses anabolisme terjadi pada tumbuhan, yaitu pada proses fotosintesis. Proses fotosintesis adalah proses dimana zat-zat organik seperti H2O dan CO2 diubah menjadi zat organic karbohidrat oleh klorofil dengan bantuan energi matahari.. (Dwidjoseputro,1978) Salah satu organ tumbuhan yang paling penting adalah daun yang pada umumnya berwarna hijau dan fungsi utamanya adalah penangkap energi cahaya matahari melalui fotosintesis. Karena tumbuhan ada organism autotrof obligat, daun adalah organ yang sangat penting untuk tumbuhan agar dapat bertahan hidup. Tumbuhan harus memenuhi kebutuhan energinya sendiri dengan cara mengonversi energi cahaya menjadi energi kimia (Audesirk & Audesirk, 1989). Proses fotosintesa didefinisikan sebagai proses di mana CO2 diubah ke dalam persenyawaan organik yang berisi karbon dan kaya energi di bawah pengaruh sinar matahari. Lalu proses respirasi merupakan proses untuk memperoleh energi dari bahan organik di mana berlangsung secara efisien di dalam sel. Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses fotosintesa dan respirasi adalah proses yang saling berkebalikan. (Harjadi, 1979). Pada bagian tumbuhan yang berwarna hijau, pada saat proses fotosintesis bagian ini melepaskan oksigen. Struktur tumbuhan yang tidak hijau seperti halnya batang berkayu, akar, bunga, dan buah, sebenarnya menggunakan oksigen dalam proses respirasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa fotosintesa hanya dapat berlangsung jika ada pigmen hijau pada daun yaitu klorofil (Kimball, 1992) 2 Stomata terletak pada epidermis atas dan bawah yang berupa pori-pori kecil.Jumlah stomata pada bagian bawah pada tumbuhan darat lebih banyak daripada bagian atas daun, yang berguna untuk meminimalisasi penghilangan air. Stomata berperan sebagai pertukaran gas (O2 dan CO2). Selain itu juga mempunyai peran dalam penghilangan air dari tumbuhan (Audesirk&Audesirk,1989) Stomata terletak pada jaringan epidermal. Setiap 2 sel penjaga mengelilingi 1 lubang stomata. Sel penjaga ini bertugas untuk mengatur terbuka dan menutupnya stomata berdasarkan pada perubahan konsentrasi glukosa sebagai aktivitas fotosintesis. Sel penjaga ini bersifat fleksibel. Saat tekanan osmotik meningkat, konsentrasi air menjadi turun dan air berpindah ke sel penjaga secara osmosis. Hal ini membuat sel penjaga menggembung dan celah pada stomata terbuka. Perubahan ukuran stomata juga dapat dipengaruhi oleh cahaya, konsentrasi karbondioksida, dan air. Sebagian besar transpirasi dan evaporasi tumbuhan terjadi melalui stomata. Jika stomata terbuka lebih lebar maka akan lebih banyak pula kehilangan air (Audesirk&Audesirk,1989). Tahun 1939 Robert Hill menyatakan bahwa kloroplas yang diisolasi dapat membebaskan oksigen dengan adanya agen pengoksidasi (elektron acceptor). Oleh karena itu reaksi ini disebut reaksi Hill. Perubahan warna pada DCPIP menjadi indicator laju rekasi Hill. DCPIP akan berwarna biru apabila mengalami oksidasi dan akan kehilangan warnanya bila tereduksi. Reaksi Hill: H2O + NADP NADPH + ½ O2 + H+ Cahaya dan kloroplas DCPIP (Biru) + H2O DCPIP H2 (tidak berwarna) + ½ O2 Cahaya dan kloroplas ( Green, et al, 1988 ). 3 2. MATERI METODE 3.1. Materi 3.1.1. Alat 3.1.1.1 Pengamatan Fotosintesis Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 3 toples besar beserta tutupnya. 3.1.1.2. Penghitungan Jumlah Stomata Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, kaca preparat, hand counter, dan mikroskop. 3.1.1.3. Reaksi Hill Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, mortar, corong, sentrifuge, batang pengaduk, nilon. 3.1.2. Bahan 3.1.2.1. Pengamatan Fotosinteis Bahan yang digunakan adalah 3 lilin menyala, tumbuhan lidah mertua, 2 jangkrik. 3.1.2.2. Penghitungan Jumlah Stomata Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah beberapa jenis tanaman daun hijau, kutek bening dan selotip. 3.1.2.3. Reaksi Hill Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah beberapa daun , es, medium isolasi dingin, larutan DCPIP dingin. 4 3.2. Metode 3.2.1. Preses Fotosintesa Toples pertama diisi lilin menyala dan ditutup.Lalu toples kedua diisi lilin menyala dan jangkrik kemudian ditutup. Dan yang terakhir, toples ketiga diisi tumbuhan, lilin menyala, jangkrik, kemudian toples ditutup. Ditunggu beberapa menit dan diamati perubahan yang terjadi.. 3.2.2. Penghitungan Jumlah Stomata Mula-mula dipilih 1 daun dari ketiga jenis tanaman. Pada bagian bawah dan atas daun dicat dengan kuteks bening kurang lebih 1 cm. Kuteks dibiarkan mengering beberapa menit. Setelah kering, selotip bening ditempelkan pada kuteks tersebut kemudian dikelupas secara hati-hati mulai dari bagian pojok. Setelah itu potongan selotip tersebut diamati di bawah mikroskkop dengan perbesaran 10 x 40. Lalu dicari daerah yang bersih dan banyak mengandung stomata. Jumlah stomata dihitung pada dua tempat yang berbeda. Percobaan diulangi dengan menggunakan daun yang berbeda. 3.2.3. Reaksi Hill 3.2.3.1. Pembuatan Larutan 0,05 M larutan buffer fosfat pH 7 4,48 gram (0,025 M) Na2HPO4.12H20 + 1,7 gram (0,025 M) KH2PO4 kemudian dilarutkan menggunakan air destilata sampai 500 ml. Lalu disimpan pada suhu 0-4°C. Medium isolasi 34,23 gram (0,4 M) sukrosa + 0,19 gram (0,01 M) KCl dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang sampai volume 250 ml. Disimpan pada suhu 0-4°C. Larutan DCPIP 0,01 gram (10-4 )DCPIP + 0,93 gram (0,05 M) KCl dilarutkan dengan larutan buffer fosfat pada suhu ruang sampai 250 ml. Disimpan pada suhu 0-4°C. 5 3.2.3.2. Isolasi Kloroplas Daun yang digunakan dipotong kecil-kecil, lalu diblender selama 10 s bersama dengan 20 ml medium isolali dingin. Lalu, 4 nilon ditumpuk pada funnel dan dibasahi dengan medium isolasi dingin. Kemudian larutan disaring dengan funnel tersebut dan dituang pada tabung sentrifuge yang dingin dan nilon diperas ke dalam tabung sentrifuge tersebut.Lalu, hasil saringan tersebut disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 12 menit. Setelah itu, supernatant (bagian jernih) di sentrifuge lagi dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit. Kemudian supernatant dibuang dan endapan yang tersisa ditambah dengan 2 ml larutan medium isolasi ke dalam tiap tabung sentrifuge dan bulirbulir kloroplas dilarutkan dengan menggunakan batang pengaduk. Sebelum digunakan, larutan ini diletakkan pada wadah berisi air es. 3.2.3.3. Reaksi Hill Untuk kelompok 1,2, dan 3 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml air destilasi (blanko). Untuk kelompok 4,5, dan 6 0,5 ml medium isolasi ditambah dengan 5 ml larutan DCPIP. Untuk kelompok 7,8, dan 9 0,5 ml larutan kloroplas detambah dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di ruang terang. Dan untuk kelompok 10,11, dan 12 0,5 ml larutan kloroplas ditambah dengan 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan di ruang gelap. Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. Kemudian absorbansinya diukur dengan menggunakan spektrofotometer 600 nm. 6 2 HASIL PENGAMATAN 2.1. Pengamatan Fotosintesa Percobaan pengamatan fotosintesa dengan menggunakan lilin, jangkrik, dan tumbuhan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Pengamatan fotosintesa Perlakuan Gambar Keterangan Lilin Lilin mati pada 40,62 s Lilin + jangkrik Jangkrik hidup dan sedikit bergerak. Lilin mati pada 59,89 s lilin + jangkrik + tumbuhan Jangkrik hidup dan sedikit bergerak. Lilin mati pada 29,85 s Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa lilin menjadi mati. Kemudian pada perlakuan kedua jangkrik masih dan lilin mati. Pada perlakuan ketiga lilin mati, jangkrik tetap hidup dan tanaman tetap hidup. 7 2.2. Perhitungan Jumlah Stomata Jumlah stomata pada daun bayam, daun cabe, dan daun tapak dara dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Tabel perhitungan jumlah stomata Daun I Nama Tanaman Gambar Bagian atas daun Daun II Daun Jambu biji Perbesaran 10 x 40 Jumlah stomata bagian atas 0 stomata Gambar Bagian bawah daun Perbesaran 10 x 40 Jumlah stomata bagian bawah 86 stomata Pada tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah stomata pada epidermis bawah daun daun jambu biji 86 dan pada bagian atas tidak ditemukan stomata. 2.3 Reaksi Hill Tabel 2. Tabel reaksi Hill 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml air destilasi Blanko 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml larutan DCPIP 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml larutan DCPIP R. terang 0,5 ml larutan kloroplas + 5 ml larutan DCPIP R. gelap Menit 0 1 2 0.3550 0,3097 3 0,2729 - Nilai Absorbansi 5 6 7 - 15 0,3562 0,3207 0,3839 - - 4 - 8 - 9 - 10 - 11 - 12 - - - - - - - 0 - - - - 2,0325 2,0325 - - - - - - 15 - - - - 2,0682 2,0212 - - - - - - 0 - - - - - - 2,4984 2,0103 2,1281 - - - 15 - - - - - - 2,4662 2,0103 2,0382 - - - 0 - - - - - - - - - - 2,3571 2,1005 15 - - - - - - - - - - 2,3948 2,1351 3. PEMBAHASAN 3.1. Pengamatan Fotosintesis Pada percobaan pengamatan fotosintesis, percobaan dilakukan dengan 3 toples yang berisikan masing masing lilin, lilin dan jangkrik, lilin, jangkrik, dan tanaman lidah mertua. Pada toples pertama yang hanya berisikan lilin, lili mati pada waktu 40,62 s. Catatan waktu tersebut termasuk lama untuk percobaan ini. Hal ini mungkin disebabkan toples yang digunakan tidak rapat sepenuhnya sehingga masih ada oksigen yang bisa masuk untuk memperlama proses pembakaran api pada lilin. Selain itu, pada saat pembakaran, karena bahan pada tutup toples adalah plastik, tutup toples meleleh karena api lilin didalam toples, sehingga udara di luar dapat masuk ke dalam toples. Pada toples kedua yang berisikan jangkrik dan lilin, lilin mati pada waktu 59,89 s. Waktu yang tercatat lebih lama daripada waktu pada toples pertama. Padahal, seharusnya lilin pada toples kedua ini lebih cepat mati karena ada jangkrik yang menyerap oksigen didalam toples, sehingga proses pembakaran lilin lebih cepat habis. Hal ini mungkin disebabkan jangkrik yang sudah hampir mati dan kebutuhan oksigennya berkurang, sehingga oksigen dalam toples tidak terlalu banyak berkurang, ditambah seperti pada toples pertama, tutup toples meleleh dan berlubang sehingga oksigen dari luar bisa masuk ke dalam toples. Pada toples ketiga yang berisikan lilin jangkrik dan tumbuhan lidah mertua, lilin mati pada waktu 29,85 s. Waktu yang tercatat justru lebih cepat daripada toples pertama dan toples kedua. Padahal seharusnya menurut pernyataan Dwidjoseputro (1978) bahwa proses fotosintesis menghasilkan oksigen yang dapat memperlama proses pembakaran pada lilin sehingga waktu yang tercatat seharusnya lebih lama dibandingkan dengan toples pertama dan kedua. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan praktikan yang menyimpan jangkrik terlalu lama dan perawatan yang kurang, sehingga pada saat praktikum jangkrik mengalami stress dan menghirup lebih banyak oksigen daripada oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan lidah mertua. 10 3.2. Perhitungan Jumlah Stomata Dalam pengamatan jumlah stomata, dilakukan langkah sesuai dengan metode yang tercantum di modul. Kelompok 11 menggunakan daun jambu biji. Pada bagian atas dan juga bawah daun di oleskan kutek bening dibiarkan mengering lalu tempelkan solasi lalu di lepas perlahan-lahan, kemudian daun tersebut diamati menggunakan mikroskop dan diperoleh jumlah stomata terbanyak pada bagian bawah daun dengan jumlah 86. Seperti yang dikatakan Audestirk&Audesirk (1989), bahwa jumlah stomata pada bagian bawah daun lebih banyak daripada bagian atas daun. Pada tabel hasil pengamatan, stomata pada bagian atas daun tidak dapat ditemukan, karena praktikan kurang teliti dalam menggunakan mikroskop. Tetapi pada bagian atas daun tetap terdapat stomata. Lalu pada bagian bawah daun, stomata yang nampak berjumlah 86, hal ini sesuai dengan pernyataan Audesirk&Audesirk(1989). Dan juga, daun yang digunakan adalah daun jambu biji yang merupakan tumbuhan darat. Sel penjaga yang terlihat pada mikroskop berbentuk seperti celah diantara dua sel yang beerkaitan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Audesirk&Audesirk (1989), yang mengatakan bahwa satu stomata dikelilingi oleh 2 sel penjaga. 3.3. Reaksi Hill Pada percobaan reaksi Hill, dilakukan langkah-langkah sesuai yang tercantum pada metode, dimulai membuat larutan sampai dengan pengukuran absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Percobaan pertama dilakukan daun yang telah ditumbuk dan dihaluskan kemudian di beri medium isolasi dingin dan di saring dengan menggunakan kain funnel.Kemudian, supernatan yang dihasilkan dibuang, lalu endapannya ditambahakan 2ml larutan medium isolasi dingin dan diaduk menggunakan batang pengaduk. Siapkan 4 tabung kelompok 1,2,3 untuk membuat 0,5 ml larutan kloroplas ditambah 5 ml air destilata dan 5 dan 6 membuat 0,5 ml larutan kloroplas ditambah 0,5 ml air destilata dan larutan DCPIP. Sedangkan kelompok 7,8,9 membuat 0,5 ml air destilata ditambah 5 ml larutan DCPIP dan diletakkan pada ruang terang. Sedangkan kelompok 10,11,12 membuat larutan 0,5 larutan kloroplas ditambah 5 ml larutan DCPIP diletakan di ruang gelap. Seharusnya, 11 hasil yang didapat pada larutan yang diletakan diruang terang nilai absorbansinya lebih kecil dari larutan yang diletakan diruang gelap. Tetapi pada kelompok 8 nilai absorbansinya lebih tinggi daripada larutan yang diletakkan di ruang gelap. Hal ini mungkin disebabkan ketidakteletian praktikan saat menyaring larutan sehingga konsentrasi larutan menjadi tidak sesuai. Namun, bila melihat data dari kelompok 8 dan 11, nilai absorbansi pada larutan ruang gelap lebih tinggi daripada ruang terang, sehingga hal ini sesuai dengan pendapat Green (1988) bahwa cahaya merupakan salah satu faktor yang penting dalam reaksi Hill. Bila cahaya tidak akan membuat absorbansi larutan makin tinggi. Pada data hasil pengamatan, didapat nilai absorbansi 2. Hal ini dikarenakan larutan yang disiapkan oleh praktikan terlalu keruh, sehingga saat di ukur absorbansinya, cahaya dari spektrofotometer lebih banyak diserap daripada diteruskan. Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa pada blanko, nilai absorbansinya 0. Hal ini terjadi karena blanko adalah larutan yang dipakai sebagai acuan untuk menentukan nilai absorbansi pada reaksi terang dan reaksi gelap. Sehingga pada saat percobaan dengan spektrofotometer, nilai absorbansi blanko selalu 0. 4. KESIMPULAN Anabolisme merupakan proses pembentukan senyawa kompleks dari senyawa sederhana. Fotosintesis merupakan salah satu contoh reaksi anabolisme. Pada proses fotosintesis diperlukan karbondioksida dari udara dan senyawa yang dihasilkan adalah oksigen. Stomata terletak di lapisan epidermis daun. Jumlah stomata pada lapisan epidermis bawah lebih banyak dari jumlah stomata pada laisan epidermis atas. Nilai absorbansi pada menit ke 10 dan 20 selalu mengalami penurunan. Nilai absorbansi pada reaksi terang lebih kecil dari reaksi gelap. Daun tapak dara (Catharanthus roseus) memiliki kemampuan fotosintesa paling besar dibanding daun bayam (Sinacia oleracea) dan daun cabe (Capsum sp.). Semarang, 21 November 2013 Christian Prabowo NIM : 13.70.0086 Asisten Dosen Ivana Aprilia P 1 5. DAFTAR PUSTAKA Audesirk, G. & L. Audesirk. (1989). Biology of Earth. Macmillan Publishing Company Inc. New York. Green, N.P.O.; G.W Stout & D.J Taylor. (1988). Biological Science 1. Cambridge University Press. New York. Harjadi, S. S. M. M. (1979). Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Kimball, J. W. ( 1994 ). Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Roberts, M. (1993). Biology Principle and Process. Thomas Nelson and Sons Ltd. London. 2 6. LAMPIRAN 8.1. Laporan Sementara