BAB 7

advertisement
BAB 7. KLASIFIKASI MIKROBA
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari klasifikasi, identifikasi, dan
nomenklatur. Untuk tujuan klasifikasi, organisme dikelompokkan pada organisasi
(katagori) takson dari hirarki tertinggi sampai terendah. Untuk hewan species adalah
organisme yang mampu melakukan perkawinan dan memperoleh keturunan yang fertil.
Klasifikasi adalah metode pengorganisasian, pengelompokan, dan pengurutan
informasi. Pengelompokan biasanya berdasarkan karakter pembeda dan penyama.
Karakter pembeda dipakai untuk membedakan kelompok satu dengan kelompok
lainnya. Sedangkan karakter penyama adalah karakter yang dimiliki bersama dalam
satu kelompok. Pengurutan biasanya berupa pengurutan hirarki, di mana hirarki tertinggi
biasanya diurutan pertama, sedangkan hirarki terendah diurutan paling akhir.
Identifikasi adalah pengunaan praktis kriteria klasifikasi untuk membedakan
organisme satu dengan yang lainnya. Nomenklatur adalah penamaan yang
menunjukkan karakteristik organisme untuk setiap hirarki katagori takson. Penamaan ini
harus bersifat universal dan mampu dipahami oleh semua ilmuwan yang ada di dunia.
Oleh karena itu pengunaan bahasa universal sangat penting. Bahasa universal untuk
penamaan organisme adalah bahasa Latin dan Yunani. Kedua bahasa ini telah menjadi
bahasa sains dan elit bagi ilmuwan pada abad Permulaan sampai abad Pertengahan.
Dengan demikian terdapat bahasa pemersatu untuk sains khususnya biologi.
Linnaeus telah membangun sistem klasifikasi organisme. Sistem klasifikasi
Linnaeus masih digunakan untuk klasifikasi tanaman dan hewan. Dengan modifikasi
sistem Linnaeus dapat diterapkan untuk klasifikasi jamur dan bakteri. Sistem klasifikasi
Linnaeus menerapkan sistem hirarki yang dimulai dari hirarki tertinggi dan diakhiri hirarki
terendah. Hirarki tertinggi sistem klasifikasi Linnaeus adalah Kingdom, sedangkan hirarki
terendah adalah Species. Setelah introduksi takson Domain oleh Woese, maka hirarki
tertinggi adalah Domain.
Domain
Kingdom
Phyllum
Class
Ordo
Family
Genus
Species
SEJARAH KETURUNAN
Meskipun tidak ada metode pasti dalam mengklasifikasi suatu benda, maka
ketika suatu organisme hendak diklasifikasi, maka timbul suatu pertanyaan “berasal dari
manakah dia?”. Organisme selalu memiliki sejarah perkembangan genetik masingmasing. Secara kasat mata kita dapat melihat bahwa banyak organisme memiliki
persamaan meskipun mereka berbeda. Hal ini karena organisme memiliki nenek
moyang bersama.
Pada abad 19 ahli biologi mulai sadar bahwa species dinamis tidak statis. Oleh
karena itu species berubah setiap saat. Penemuan fosil memperkuat pemikiran tersebut
bahwa bentuk kehidupan kuno berbeda dengan bentuk kehidupan sekarang. Penemuan
fosil yang menunjukkan proses perubahan organisme secara gradual semakin
memperkuat dugaan tersebut. Dengan kenyataan seperti itu, maka suatu kelompok
species dapat berubah pada kurun waktu tertentu menjadi species baru yang berbeda
dengan kelompok species lain yang dulu merupakan satu kelompok species. Kelompok
species lain dapat masih bertahan (tidak berubah) atau berubah ke arah berlawanan.
SISTEM ALAMI KLASIFIKASI
Tidak ada aturan baku dalam mendisain klasifikasi. Kita dapat mengkalsifikasi
organisme berdasarkan kriteria yang kita anut. Namun terdapat beberapa pertanyaan
“apa yang dapat kita pelajari darri klasifikasi?”, “seberapa pentingkah?”, “Adakah
klasifikasi alternatif dari klasifikasi yang kita pakai dan hal itu memberikan lebih banyak
informasi?” Kriteria yang kita pakai dalam klasifikasi harus dapat memberikan informasi
penting dan berguna. Kita lebih mementingkan kriteria patogenik dan non-patogenik
daripada bentuk organisme.
Pada awal sistem klasifikasi organisme dicetuskan oleh Linnaeus karakter
bersama dipakai sebagai petunjuk hubungan kekerabatan. Hal ini terjadi karena saat itu
belum ditemukan ilmu yang mampu menjelaskan hubungan kekerabatan (genetika).
Ketika genetika telah ditemukan, maka sistem klasifikasi organisme mengarah ke
hubungan kekerabatan (filogeni). Darwin memilih klasifikasi berdasarkan sejarah evolusi
sebagai sistem alami. Darwin menyatakan bahwa Linnaeus berhasil membuat sistem
alami klasifikasi berdasarkan persamaan karakter yang merefleksikan sejarah evolusi
pada tumbuhan dan hewan.
Mikroba khususnya bakteri dan protista sulit diklasifikasi. Hal ini karena mereka
sederhana dan memiliki morfologi serupa. Beberapa karakter yang dapat dipakai untuk
klasifikasi bakteri adalah struktur dinding sel (pewarnaan Gram), persentase G+C
genom, suhu pertumbuhan, kemampuan membentuk spora, sumber elektron,
kemampuan fotosintesis, motilitas, bentuk sel, variasi sumber karbon dan nitrogen, dan
kebutuhan khusus nitrisional (vitamin, dll). Karakter tersebut bukan mencerminkan suatu
sistem alami klasifikasi bakteri, tetapi tidak ada alternatif lain yang memuaskan dalam
klasifikasi bakteri. Alhasil kriteria tersebut dibakukan dalam sebuah manual klasifikasi
dan identifikasi bakteri (Bergey's Manual of Determinative Bacteriology).
TEKNIK KLASIFIKASI
Pendekatan Numerik (Numeric Approach)
Ketika mempelajari anggota Enterobacteriaceae, Edwards dan Ewing
membangun prinsip karakterisasi, klasifikasi, dan identifikasi organisme sebagai berikut.
Klasifikasi dan identifikasi organisme harus berdasarkan morfologi keseluruhan dan pola
biokimia. Karakter tunggal (partogenik, variasi inang, reaksi biokimia) jika tidak memiliki
nilai penting, tidak dapat dipakai sebagai dasar klasifikasi dan identifikasi organisme.
Pada taksonomi numerik (taksonomi fenetik) mengunakan 50—200
karakteristik biokimia, morfologi, dan karakter koloni (termasuk sensitivitas terhadap
antibiotik) digunakan untuk menentukan derajat kesamaan di antara beberapa
organisme. Dalam kajian numerik, peneliti sering mengkalkulasi koefisien persentase
persamaan di antara galur-galur maupun species-species. Dendogram atau matriks
persamaan memperlihatkan hubungan individual antar-galur dan dibuat berdasarkan
koefisien persentase persamaan di antara mereka. Dendogram pada Gambar 7.1
menunjukkan bahwa group 1 terdiri atas 4 galur Citrobacter freundii di mana 3 galur
memiliki persamaan sekitar 95% di antara mereka, sedangkan 1 galur memiliki
persamaan 90% dengan 3 galur pertama. Group 2 terdiri atas 3 galur Citrobacter
diversus yang memliki persamaan sekitar 95% di antara mereka dan 70% dengan C.
freundii (group 1). Escherichia coli (group 3) memiliki persamaan sekitar 50% dengan
Citrobacter.
Gambar 7.1 Contoh sebuah dendogram
Ketika pendekatan ini digunakan sebagai satu-satunya dasar klasifikasi, maka
akan menyulitkan dalam menentukan banyaknya uji yang harus dipilih yang cocok
mencerminkan hubungan antar-genus maupun antar-species.
Pendekatan Filogenetik (Phylogenetic Approach)
Metode ideal identifikasi dan klasifikasi organisme adalah membandingkan
urutan gen antara galur tersedia dan beberapa species yang telah diketahui luas. Hal ini
sulit dilakukan, kalaupun dapat dilakukan akan memerlukan biaya cukup banyak dan
waktu lama. Beberapa teknik dipakai dalam pendekatan filogenetik, diantaranya
hibridisasi DNA. Metode ini mengukur sejumlah urutan DNA umum 2 organisme dan
mengestimasi persentase divergensi dalam urutan DNA yang mirip tetapi tidak identik.
Kajian kemiripan DNA berdasarkan hibridisasi DNA telah dilakukan untuk khamir, virus,
bakteriofag, dan banyak bakteri.
Lima faktor yang dapat dipakai untuk menentukan kemiripan DNA adalah ukuran
genom, jumlah G+C, reasosiasi optimal DNA, stabilitas DNA terhadap panas, dan
reasosiasi supraoptimal DNA.
Ukuran Genom
DNA bakteri memiliki ukuran (diukur ekuivalen berat molekul) sebesar 1x109—
8x109. Ukuran genom biasanya dapat langsung membedakan antar-kelompok.
Legionella pneumophila (bakteri penyebab penyakit legionnare) berbeda dengan
Bartonella quintana (Rickettsia). L. Pneumophila memiliki ukuran genom 3X109,
sedangkan B. Quintana sekitar 1X109.
Jumlah G+C
Jumlah G+C bakteri DNA bervariasi antara 25 sampai 75%. Persentase G+C ini
spesifik, tetapi tidak eksklusif. Artingan 2 galur dengan persentase G+C mirip dapat
termasuk dalam kelompok species sama atau berbeda. Jika persentase G+C cukup
berbeda, maka dapat dipastikan kedua galur berbeda species.
Reasosiasi optimal DNA
Kekerabatan DNA ditentukan dengan mengasosiasikan pita tunggal DNA galur
satu dengan galur lainnya untuk berasosiasi membentuk pita ganda DNA. Reasosiasi
DNA merupakan reaksi tergantung suhu. Suhu optimal reasosiasi DNA adalah 25—
30C di bawah denaturasi DNA. Di bawah suhu tersebut pita ganda DNA (berbeda)
tereasosiasi menjadi tunggal kembali. Studi menunjukkan bahwa galur-galur suatu
species bakteri memiliki kemiripan urutan DNA sebesar 70—100%. Namun kemiripan
DNA antar-species bervariasi antara 0 sampai 60%.
Gambar 7.2 reasosiasi dua DNA tunggal menghasilkan 3 pola yaitu reasosiasi
sempurna (atas), reasosiasi sebagian (tengah), tanpa reasosiasi (bawah)
Stabilitas DNA terhadap Panas
Setiap 1% basa nukleotida takberpasangan dalam pita ganda DNA menurunkan
stabilitas DNA terhadap panas sebesar 1% juga. Oleh karena itu perbandingan stabilitas
DNA terhadap panas antara DNA dupleks (original) 2 galur berbeda dan DNA
heterodupleks (hibridisasi) dapat menunjukkan divergensi di antara kedua galur
tersebut.
Reasosiasi Supraoptimal DNA
Ketika suhu inkubasi untuk reasosiasi DNA dinaikkan dari 25—30C di bawah
denaturasi DNA menjadi 10—15C di bawah denaturasi DNA, hanya DNA yang sangat
mirip yang dapat bereasosiasi (lebih stabil terhadap panas). Galur dalam satu species
biasanya mirip 60% pada uji reasosiasi supraoptimal DNA.
Penetapan Species Berdasarkan Kemiripan DNA
Berdasarkan 5 faktor kemiripan DNA, galur-galur pada E. coli dapat ditetapkan
sebagai berikut> Jumlah G+C 49—52 persen mol, ukuran genom 2,3—3,0x109,
reasosiasi lebih dari 70% pada suhu optimal dengan 0—4% divergensi dan 60% pada
suhu supraoptimal.
Faktor Lain dalam Pendekatan Filogenetik: Urutan RNA Ribosom
Membandingkan urutan DNA dapat dengan mudah diaplikasikan pada eukariota.
Hal ini karena DNA eukariota tidak mudah mengalami mutasi. Sebaliknya DNA
prokariota mudah bermutasi. Oleh karena itu dicari material genetik yang tidak mudah
mengalami mutasi. Materi genetik yang paling sulit bermutasi adalahmaterial genetik
ribosom. Material genetik ribosom adalah RNA. Prokariota memiliki 3 jenis RNA ribosom
(rRNA) yaitu 5S, 16S, dan 23S rRNA (Tabel 7.1). Karena 5S rRNA relatif kecil, maka
yang sering digunakan adalah 16S dan 23S rRNA. Urutan 16S rRNA berbagai
organisme terlihat pada Tabel 7.2
Tabel 7.1 karakterisasi rRNA
Tipe rRNA
Ukuran (bp)
5S
120
16S
1500
23S
2900
Lokasi
Subunit besar
Subunit kecil
Subunit besar
Bernadette Pace, seorang mahasiswa University Illinois melakukan anelisasi
rRNA dengan DNA genom untuk mengukur kemiripan rRNA berbagai species.
Percobaannya menunjukkan bahwa metode pengurutan rRNA dapat diterima secara
ilmiah sebagai metode perbandingan luas antar organisme daripada hibridisasi DNADNA.
Tabel 7.2 Urutan 16S rRNA berbagai organisme
Species
Urutan RNA
Manusia
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATTCCAGCTCCAATAGCG
Khamir
Jagung
Escherichia coli
Anacystis nidulans
Thermotoga maratima
Methanococcus vannielii
Thermococcus celer
Sulfolobus sulfotaricus
TATATTAAAGTTGCTGCAGTTAAAAAG...
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATTCCAGCTCCAATAGCG
TATATTAAAGTTGTTGCAGTTAAAAAG...
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATTCCAGCTCCAATAGCG
TATATTTAAGTTGTTGCAGTTAAAAAG...
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGCG
TTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCG...
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGGAGAGGCAAGCG
TTATCCGGAATTATTGGGCGTAAAGCG...
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGGGCAAGCG
TTACCCGGATTTACTGGGCGTAAAGGG...
...GTGCCAGCAGCCGCGGTAATACCGACGGCCCGAGTG
GTAGCCACTCTTATTGGGCCTAAAGCG...
...GTGGCAGCCGCCGCGGTAATACCGGCGGCCCGAGT
GGTGGCCGCTATTATTGGGCCTAAAGCG...
...GTGTCAGCCGCCGCGGTAATACCAGCTCCGCGAGTG
GTCGGGGTGATTACTGGGCCTAAAGCG...
Carl Woese menyadari potensi urutan rRNA dalam menentukan hubungan
filogenetik. Pada mulanya dia hanya mengurutkan RNA hanya 25% dari total urutan
16SrRNA. Namun sekerang seluruh 16S rRNA (10000 nukleotida) telah dapat diurutkan
dan dipakai untuk mencari kekerabatan antar-organisme
Gambar 7.3 Identifikasi bakteri melaui pendekatan polifasik
Pendekatan Polifasik (Polyphasic Approach)
Secara praktis, pendekatan taksonomi organisme khususnya bakteri harus
polifasik (Gambar 7.3). Langkah pertama adalah mengelompokan secara fenotip galurgalur secara morfologik, biokimiawi, dan karakter lainnya. Kelompok fenotip kemudian
diuji kemiripan DNA untuk menentukan apakah homogenitas atau heterogenitas fenotip
mencerminkan homogenitas atau heterogenitas filogenetik. Langkah berikutnya adalah
menguji ulang karakteristik biokimiawi dari kelompok galur yang diuji. Langkah ini untuk
memperjelas batas sifat biokimiawi dari galur-galur yang diuji.
Karakter Morfologi
Awetan basah dan pewarnaan mampu memberi informasi awal terhadap
karakter morfologi sel bakteri. Dari teknik ini diperoleh karakter morfologi sebagai
berikut. Reaksi sel terhadap pewarnaan Gram dan Acid-fast, motilitas, aransemen
flagela, ada-tidaknya spora dan kapsula, dan bentuk sel. Informasi ini dapat
mengidentifikasi bakteri sampai tingkat genus. Karakter koloni dan pigmentasi dapat
memberi informasi cukup penting. Sebagai contoh beberapa species Porphyromonas
berautoflouresens jika terpapar sinar UV dengan panjang gelombang tinggi dan Proteus
sp. melakukan swarming pada media.
Karakter Pertumbuhan
Karakter pertumbuhan meliputi ketergantungan terhadap oksigen (aerob,
anaerob, atau mikroaerofil), pH, suhu, kebutuhan nutrien, dan resistensi antibiotik.
Sebagai contoh Campylobacter jejuni (penyebab diare) tumbuh baik pada suhu 42C
dengan adanya antibiotik. Sedangkan Yersinia enterocolitica tumbuh lebih baik daripada
bakteri lain pada suhu 4C. Leginella, Haemophilus, dan beberapa bakteri patogen
lainnya memerlukan faktor pertumbuhan spesifik, sementara itu E. coli dan bakteri
enterik dapat tumbuh di media minimal.
Sensitivitas terhadap Antigen dan Fag
Antigen dinding sel, flagela, dan kapsula biasanya digunakan untuk
mengklasifikasi organisme pada tingkat species. Serotipe terkadang digunakan untuk
membedakan galur dalam kepentingan medis, misalnya V. cholerae (galur O1 yang
pandemik) dan E. coli (serotipe enterotoksigenik, enteroinvasif, enterohomoragik, dan
enteropatogenik).
Fag tipe (sensitivitas isolat terhadap bakteriofag) telah digunakan untuk
memantau epidemiologik penyakit yang disebabkan Staphylococcus aureus, P.
aureginosa, V. cholerae, dan S. Thypi. Sensitivitas terhadap bakteriosin juga dipakai
sebagai penanda (marker) galur epidemiologik.
Karakter Biokimiawi
Sebagian besar bakteri diidentifikasi dan diklasifikasi berdasarkan reaksi
terhadap serangkaian pengujian biokimia. Beberapa metode pengujian (uji oksidase,
reduksi nitrat, degradasi amino, dan fermentasi karbohidrat) rutin dilakukan terhadap
sebagian besar bakteri. Beberapa bakteri dilakukan pengujian khusus seperti uji
koagulase untuk Staphylococcus, uji pyrrolidonyl arylamidase untuk bakteri kokus gram
positif. Jenis-jenis pengujian untuk identifikasi bervariasi tergantung kelompok dan
species bakteri. Menurut Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika
Serikat melakukan 46 pengujian untuk mengidentifikasi anggota Enterobacteriaceae.
Sementara itu laboratorium klinis menggunakan perangkat uji cepat komersial
(comercial rapid test kit) untuk mengidentifikasi isolat dengan kriteria lebih sedikit.
KLASIFIKASI DI ATAS DAN DI BAWAH SPECIES
Di Bawah Species
Untuk tujuan epidemiologi, ahli mikrobiologi klinis harus dapat membedakan
galur-galur dengan karakter khusus dalam species sama. Sebagai contoh E. coli
serotipe O157:H7 berasosiasi dengan diare berdarah, sehingga menghasilkan sindrom
hemolitik uremic.
Pada tingkat di bawah species, yaitu galur biasanya dinyatakan sebagai
kelompok atau tipe dengan basis reaksi biokimiawi atau serologi, sensitivitas terhadap
fag atau bakteriosin, sifat patogenitas atau karakter lainnya. Karakter yang diterima
sebagai kelompok atau tipe di bawah tingkat species adalah serotipe, tipe fag, tipe
kolkisin, bioserotipe, dan patotipe.
Di Atas Species
Ahli mikrobiologi harus terbiasa dengan karakter genus dan famili suatu
organisme. Genus adalah kumpulan species yang berkerabat dekat dan famili adalah
kumpulan genus berkerabat dekat. Genus ideal sebaiknya terdiri dari species-species
dengan karakter fenotip dan filogenetik mirip. Citrobacter, Yersinia, dan Serratia memiliki
kemiripan fenotip satu dengan yang lainnya, Bacillus, Clostridium, dan Leigonella
memiliki kemiripan fenotip, tetapi tidak mirip secara filogenetik (0—65%). Jika baik
secara fenotip dan genotip tidak mirip, maka karakter fenotip dipakai sebagai prioritas
penentuan kekerabatan genus. Secara praktis identifikasi tingkat genus sebagian besar
berdasarkan karakter fenotip khususnya pengujian biokimiawi.
Urutan rRNA yang relatif tidak mudah termutasi selama evolusi, memberikan
suatu peluang bagi ahli mikrobiologi untuk membandingkannya (filogenetik) antar
organisme. Urutan rRNA dapat dipakai sebagai dasar penentuan identifikasi dan
kekerabatan organisme pada tingkat genus, famili, dan tingkat taksonomi (takson) lebih
tinggi. Namun untuk tingkat genus dan famili harus didukung oleh kemiripan fenotip.
PERUBAHAN NAMA DAN SPECIES BARU
Nama species harus mengacu pada prinsip dan pedoman tata nama pada
masing-masing organisme (Untuk bakteri harus mengikuti Bacteriological Code). Nama
ilmiah harus berbahasa Latin atau Yunani. Nama species dan takson di atasnya harus
ditentukan berdasarkan 3 kriteria, yaitu publikasi valid, legitimasi nama berdasarkan
aturan tata nama, dan prioritas publikasi.
Validasi publikasi terhadap usulan species harus berisi hama species, diskripsi
species, penentuan tipe galur species dan harus dipublikasi di International Journal for
Systematic Bacteriology (IJSB). Setelah diusulkan, nama species tidak langsung
diterima, tetapi mengalami koreksi secara formal. Koreksi dimulai dengan publikasi
permintaan opini kepada Judicial Commission of the International Association of
Microbiological Societies yang merupakan bagian dari IJSB. Nama species tidak serta
merta diterima tetapi diakomodir, sehingga satu species mempunyai nama ganda,
seperti Providencia rettgeri/Proteus rettgeri, Moraxella catarrhalis/Branhamella
catarrhalis, dan Legionella micdadei/Tatlockia micdadei. Sesuai perkembangan, maka
terjadi pengunaan dari salah satu nama ganda tersebut, sehingga akhirnya nama
species tersebut menjadi tunggal. Jadi legalitas nama species tergantung pada
diterimanya nama tersebut secara umum oleh ilmuwan di seluruh dunia.
Sejumlah genus terbagi menjadi beberapa genus (Aerobacter merupakan genus
baru beberapa anggota genusCaplylobacter) dan beberapa species berubah atau
berpindah nama baik yang berubah nama species saja atau berubah atau berpindah
nama genusnya (Campylobacter cinaedi dan C. fennellie berpidah menjadi Heliobacter
cinaedi dan H. fennellie).
Sumber utama informasi usulan species baru dan perubahan nama species
dapat ditemukan di IJSB. Selain itu Journal of Clinical Microbiology juga
mempublikasikan deskripsi mikroba baru (nilai penting medis, penyakit baru yang
ditimbulkan). Semua informasi baik dari IJSB maupun journal lainnya di-update ke
update Bergey's Manual of Systematic Bacteriology sebagai teks referensi taksonomi
bakteri.
KLASIFIKASI BAKTERI BERDASARKAN BERGEY
Berdasarkan Bergey Manual bakteri dibedakan menjadi 2 yaitu bakteri primitif
disebut Arkhaea dan bakteri sejati disebut Eubacteria. Arkhaea adalah bakteri yang dulu
dikelompokan sebagai bakteri ekstrim dan non-patogen, sedangkan Eubacteria adalah
bakteri moderat baik patogen maupun non-patogen.
Arkhaea
Karakter utama fisiologi Arkhaea adalah termofil ekstrim (termasuk
termoasidofil), pereduksi sulfat, metanogen, dan halofil ekstrim. Pengelompokan ini
tidak mencerminkan filogeni. Secara filogeni metanogen lebih primitif dan menurunkan
beberapa kelompok termasuk halofil, pereduksi sulfat, dan non-metanogen termofil.
Arkhaea termofil merupakan organisme paling termofil yang hidup di bumi.
Mereka mampu tumbuh dengan suhu optimal pertumbuhan >100C. Arkhaea termofil
aerob termasuk asidofil, dia mampu mengoksidasi sulfur.
Arkhaea halofil ekstrim adalah organisme paling toleran terhadap kadar garam
tinggi. Mereka biasanya aerob atau mikroaerofil. Sebagian dari mereka mampu
berfotosintesis tanpa klorofil.
Tabel 7.1 Kelompok filogeni Eubacteria
Kelompok
Anggota (Species)
Hydrogen oxidizers
Aquifex
(oxygen reducers)
Thermotogales
Thermotoga, Fervidobacterium
Thermodesulfobacterium group
Thermodesulfobacterium
Green nonsulfur
Chloroflexus*|, Herpetosiphon, Thermomicrobium
Deinococcus group
Deinococcus, Thermus
Thermodesulfovibrio group
Thermodesulfovibrio
Synergistes group
Synergistes
Low G+C Gram positive
Bacillus, Clostridium, Eubacterium, Heliobacterium*,
Lactobacillus, Mycoplasma, Spiroplasma
High G+C Gram positive
Bifidobacterium, Mycobacterium, Propionibacterium,
Streptomyces
Cyanobacteria
Oscillatoria*|, Prochlorococcus*, Synechococcus*,
chloroplasts*
Planctomycetales
Planctomyces
Chlamydiales
Chlamydia
Green sulfur
Chlorobium*
Cytophaga group
Bacteriodes, Cytophaga|, Flexibacter|,
Flavobacterium, Rhodothermus
Fibrobacter group
Fibrobacter
Spirochetes
Borrelia, Leptonema, Spirochaeta (including
Spirochaeta sp. str. Antarctic), Treponema
Proteobacteria (Purple bacteria):
alpha subdivision
Agrobacterium, Anaplasma, Rhodobacter*,
Rhodospirillum*, Rickettsia, mitochondria
beta subdivision
Neisseria, Rhodocyclus*
gamma subdivision
delta/epsilon subdivision
*
I
Beggiatoa|, Chromatium*, Escherichia, Haemophilus,
Legionella, Pseudomonas, Salmonella, Vibrio,
Yersinia
Bdellovibrio, Campylobacter, Desulfovibrio,
Helicobacter, Myxococcus|, Wolinella
Fotosintetik
Motil
Arkhaea pereduksi sulfat mempunyai anggota yang luas. Mereka mampu
mengasinkan (meningkatkan kadar sulfur) sumur minyak, sehingga menjadi perhatian
khusus oleh ilmuwan. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi (menambah biaya
pemurnian minyak). Selain mengarami sumur minyak, mereka juga dapat menyerang
pipa minyak sehingga menurunkan keawetan pipa.
Arkhaea metanogen adalah mikroba anaerob obligat. Mereka menghasilkan gas
metana. Gas metana dapat merusak ozon. Sebagian besar produksi metana dari
aktivitas manusia, yaitu peternakan dan pertanian (padi).
Eubacteria
Beberapa pengelompokan (division) pada Eubacteria mencerminkan filogeni di
anggota mereka (Tabel 7.1). Meskipun demikian masih terdapat pengelompokan yang
belum mencerminkan filogenetik Eubacteria.
Download