media rumen untuk meningkatkan produksi gas metana batubara

advertisement
Minyak dan Gas Bumi
MEDIA RUMEN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI
GAS METANA BATUBARA
Yanni Kusuryani dan Kosasih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS"
[email protected]
SARI
Siklus produksi Gas Metana Batubara (GMB) diawali dengan fasa dewatering sampai tercapai
produksi gas optimum, dilanjutkan dengan fasa produksi sampai waktu tertentu, kemudian masuk
fasa decline, setelah secara alamiah mengalami penurunan produksi (decline). Untuk
mempertahankan produksi, perlu diupayakan cara untuk meningkatkan kembali produksi GMB
dengan dilakukan stimulasi reservoir. Salah satu metode stimulasi dilakukan dengan cara
biostimulasi dan bioaugmentasi melalui pemanfaatan mikroba non indigenus/exogenus dari cairan
rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroba dalam media/ cairan rumen dapat
meningkatkan produksi gas metana untuk semua jenis batubara dengan coal rank mulai dari lignit
sampai bituminus.
Kata kunci : gas metana batubara, media/ cairan rumen, mikroba indigenus/ exogenus, coal rank
1. PENDAHULUAN
Sejak tahun 2011 target produksi migas
konvensional yang ditetapkan pemerintah
sebesar 1 juta barel/hari tidak pernah tercapai,
bahkan produksi migas nasional turun 5-8% per
tahun. Untuk memenuhi kekurangan target
produksi migas tersebut, maka pemerintah
melakukan kegiatan eksplorasi-eksploitasi
migas non-conventional salah satunya adalah
Gas Metana Batubara (GMB). Sumber energi
batubara menjadi alternatif sumber energi
pengganti seiring dengan semakin menurunnya
cadangan sumber energi minyak dan gas bumi.
Data pada akhir tahun 2011 menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan
batubara masing-masing sebesar 161 dan 28
milyar ton. Cadangan batubara Indonesia
sebagian besar memiliki kandungan kalori
rendah dari jenis lignit (59%), subbituminus
(kandungan kalori sedang) sebesar 27%, dan
bituminus mencapai 14%, serta antrasit
62
kurang dari 0.5%. Sedangkan potensi sumber
daya GMB Indonesia sebesar 453 Triliun Cubic
Feef (Tcf) yang tersebar di 11 cekungan dengan
potensi terbesar berada di Cekungan Sumatera
Selatan, Barito dan Kutai masing-masing
sebesar 183, 101,6 dan 80,4 Tcf (BPMIGAS,
2011).
GMB diproduksi dengan cara pengeboran
sumur. Kemudian reservoir batubara umumnya
dilakukan rekayasa agar didapatkan cukup ruang
sebagai jalan gas ke luar melalui cleat menuju
lubang sumur. Proses rekayasa diawali dengan
memproduksi air (dewatering) untuk menurunkan tekanan hidrostatik reservoir sampai pada
tekanan desorbsi gasnya. Setelah tekanan
desorbsi tercapai, gas akan mengalir melalui
rekahan (cleat) ke luar menuju lubang sumur.
Pada saat awal produksi merupakan fase
dewatering dengan kurva produksi cenderung
meningkat sampai puncak produksi. Setelah fase
ini, fase berikutnya disebut fase produksi gas
M&E, Vol. 13, No. 1 , Maret 2015
Minyak dan Gas Bumi
sampai pada waktu tertentu (bervariasi
tergantung dari banyak faktor antara lain
reservoir property). Kemudian secara alamiah
akan mengalami penurunan produksi, di mana
fasa ini sering disebut dengan fase decline. Untuk
mempertahankan produksi, perlu diupayakan
cara untuk meningkatkan kembali produksi GMB
dengan cara dilakukan stimulasi reservoir.
Beberapa metode stimulasi (e-CBM) yang sering
dilakukan yaitu dengan menyuntikkan sejumlah
gas ke dalam reservoir batubara, hingga
keberadaan gas tersebut akan mengubah
kesetimbangan reaksi kimia senyawa organik
kompleks dengan melepas molekul gas metana
dari senyawa tersebut. Metode lain yang dapat
dilakukan adalah secara biokimia, yaitu melalui
biostimulasi dan bioaugmentasi yang dapat
dilakukan secara in-situ atau ex situ.
Upaya stimulasi biokimia dengan memanfaatkan
sumber mikroba dari media/ cairan rumen ternak
ruminansia, seperti sapi dibahas dalam paper
ini. Media/ cairan rumen yang merupakan limbah
rumah potong hewan yang berpotensi dapat
mencemari lingkungan. Mikroba dalam media/
cairan rumen diyakini memiliki kemampuan
mencerna lignin dari tanaman (Odarza, 2000),
karena memiliki konsorsium mikroba yang terdiri
dari bakteri, protozoa dan fungi yang
mengandung mikroba metanogen (Hungate,
1990) yang potensial untuk mendegradasi
batubara. Tanaman itu sendiri merupakan materi
utama terbentuknya batubara.
2. BATUBARA
Batubara disebut batuan sedimen organik yang
terdiri dari kandungan bermacam-macam
pseudomineral dan bersifat heterogen. Kualitas
setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu
dan tekanan serta lamanya waktu pembentukan,
yang disebut sebagai maturitas organik (Yulita,
2007), seperti disajikan pada Gambar 1.
Proses pembatubaraan (pembentukan batubara)
diawali dengan proses dekomposisi dan
depolimerisasi sisa tumbuhan/ tumbuhan mati
(material organik), serta mikroorganisme juga
Gambar 1. Proses pembentukan batubara
Media Rumen Untuk Meningkatkan Produksi Gas Metana Batubara; Yanni Kussuryani dan Kosasih
63
Minyak dan Gas Bumi
memegang peranan yang sangat penting
(Al-alasy, 2008) sampai menjadi gambut (peat),
selanjutnya berubah menjadi batubara coklat
(brown coal). Setelah mengalami pemanasan
dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, maka gambut mengalami perubahan
secara bertahap dan bertambah kematangan
material organiknya menjadi batubara
subbituminus. Perubahan kimiawi dan fisika
terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih
keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk
bituminus. Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan kematangan material organik
semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit. Dalam proses
pembatubaraan, kematangan material organik
sebenarnya menggambarkan perubahan
konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk
batubara.
Komposisi kimia batubara terdiri dari unsur
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur
(Jordening, 2005). Sedangkan batubara disusun
dan diperkaya dengan berbagai macam polimer
organik yang berasal dari lignin, karbohidrat, dan
material organik lainnya, yang komposisinya
bervariasi tergantung pada spesies tumbuhan
penyusunnya (Tirasonjaya, 2006). Lignin
sebagai unsur yang memegang peranan penting
dalam mengubah susunan sisa tumbuhan
menjadi batubara, merupakan senyawa polimer
aromatik yang sulit didegradasi dan hanya sedikit
organisme yang mampu mendegradasi lignin.
Selain itu material organik lain yang terkandung
dalam batubara meliputi resin, tannin, alkalodia,
porphirin, dan hidrokarbon.
Gas metana yang terjerab di dalam batubara
dapat berasal dari luar maupun dari dalam
batubara itu sendiri. Gas metana yang berasal
dari luar umumnya disebut sebagai gas rawa
(shallow gas) yang terperangkap dan
terakumulasi di dalam pori-pori batubara selama
masa pembatubaraan. Gas tersebut umumnya
terperangkap di dalam pori matrix atau celah
batubara (cleats) dan umumnya terakumulasi
dalam kuantitas yang relatif kecil bila
dibandingkan dengan gas metana yang berasal
dari dalam batubara. Gas metana yang berasal
64
dalam batubara tersimpan dalam matriks berupa
senyawa organik polimer kompleks yang
terformulasi dalam bentuk semacam gel dan
kuantitasnya sangat besar, bahkan bila dibanding
dengan gas yang terjerab dalam reservoir
konvensional yang terletak pada kedalaman dan
luasan reservoir yang sama, reservoir batubara
mampu menampung gas metana lebih dari dua
kali. Gel di dalam matriks tersebut hanya
sebagian yang dapat terbebas sebagai molekul
gas metana dengan proses fisis, melainkan
harus melalui proses biokimia seperti fermentasi
baik yang terjadi secara natural maupun karena
direkayasa.
3. BIODEGRADASI KOMPONEN
BATUBARA
Gas metana yang terbentuk dalam proses
biodegradasi batubara merupakan hasil
fermentasi secara anaerobik yaitu proses
perombakan suatu bahan menjadi bahan lain
dengan bantuan mikroorganisme tertentu dalam
keadaan tidak berhubungan langsung dengan
udara bebas (anaerob). Dekomposisi anaerob
biasa terjadi secara alami di lingkungan yang
basah, seperti dasar danau dan di dalam tanah
pada kedalaman tertentu. Tahapan untuk
terbentuknya biogas dari proses fermentasi
anaerob dapat dipisahkan menjadi tiga yaitu,
tahap hidrolisis, pengasaman, dan pembentukan
gas metana (Firdaus, 2007).
3.1. Proses Hidrolisis
Proses Hidrolisis adalah proses penguraian
senyawa berantai panjang menjadi senyawa
dengan rantai yang lebih pendek pada bahanbahan biomassa. Kandungan biomassanya
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan bahan
ekstraktif seperti protein, karbohidrat dan lipida.
Mikroorganisme yang berperan yaitu
mikroorganisme yang mengandung enzim
ekstraseluler seperti selulose, amilase, protease
dan lipase. Proses hidrolisis terjadi ketika
polisakarida terurai menjadi monosakarida
sedangkan protein terurai menjadi peptida dan
asam amino (Ismawati, 2006).
M&E, Vol. 13, No. 1 , Maret 2015
Minyak dan Gas Bumi
3.2. Proses Pengasaman
Proses pengasaman/ asidifikasi terjadi karena
kehadiran bakteri pembentuk asam yang
disebut dengan bakteri asetogenik. Bakteri ini
akan memecah struktur organik kompleks
seperti protein menjadi asam-asam amino,
karbohidrat dipecah menjadi gula dengan
struktur yang sederhana, dan lemak dipecah
menjadi asam yang berantai panjang (Gambar
2). Hasil dari pemecahan ini akan dipecah
lebihjauh menjadi asam-asam lemak volatil
Gambar 2. Degradasi protein dalam
rumen (Sutardi, 1979)
(VolatileFatty Acid, VFA) (Firdaus, 2007).
Fermentasi karbohidrat menghasilkan VFA
sebagai produk utama untuk sumber energi,
sedangkan karbon untuk pertumbuhan dan
mempertahankan kehidupan komunitas
mikroorganisme (Fujiati, 2008). Selain sebagai
sumber energi, VFA mempunyai peran sebagai
pembentuk protein mikrobia terutama VFA yang
mempunyai kerangka karbon cabang (Agustina,
2006).
3.3. Proses Metanogenesis/Produksi
Metana
Bakteri pembentuk metana (bakteri
metanogenik) menggunakan asam yang
terbentuk dari proses asidifikasi. Bakteri ini akan
membentuk gas metana dan CO2 dari gas H2
(Nijaguna, 2002). Substrat berupa asam organik
didekomposisi oleh bakteri metanogenik dan
menghasilkan metana dalam kondisi anaerob
melalui dua jalan, yaitu pertama jalan fermentasi
asam asetat menjadi metana dan CO2 (Gambar
3). Kedua reduksi CO2 menjadi metana dengan
menggunakan gas hidrogen atau asam format
yang diproduksi oleh bakteri lain (Campbell,
1983).
Gambar 3. Fermentasi selulosa terbentuknya VFA dan gas metana
(Murwani, 1989 dalam Husnadjat 1998)
Media Rumen Untuk Meningkatkan Produksi Gas Metana Batubara; Yanni Kussuryani dan Kosasih
65
Minyak dan Gas Bumi
Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap
faktor lingkungan. Sifat bakteri metanogen
adalah anaerob obligat, yang pertumbuhannya
akan terhambat oleh kandungan oksigen yang
sedikit. Tidak hanya oksigen, tetapi materi
pereduksi, seperti nitrit atau nitrat, dapat
menghambat bakteri metanogenik (Campbell,
1983).
Bakteri metanogen yang telah berhasil
diidentifikasi terdiri dari 4 genus, yaitu bakteri
berbentuk batang dan tidak membentuk spora
dinamakan methanobacterium. Bakteri bentuk
batang dan membentuk spora adalah
methanobacillus, bakteri bentuk kokus yaitu
methanococcus (kelompok koki yang membagi
diri) dan bakteri bentuk sarcina yaitu
methanosarcina (Hambali, 2003).
Mikroorganisme mampu tumbuh pada batubara
dengan menggunakan komponen organik pada
batubara sebagai substrat. Mikrobial kompleks
mendegradasi C3, n-C4, cairan hidrokarbon, dan
campuran organik padat yang terkandung dalam
batubara, hingga tahapan terbentuknya biogas
(Strapoc et al, 2008). Gas pada batubara terdiri
dari campuran CO, H2, dengan sedikit metana,
CO2 dan komponen sulfur,seperti disajikan pada
Gambar 4.
Sebagian mikroorganisme batubara mampu
mereaksikan gas karbon monoksida yang
dikonversi
menjadi
asetat.
Bakteri
homoasetogen di dalam sumber batubara juga
menggunakan H2 dan CO 2 yang dikonversi
menjadi asetat. Asetat dari hasil fermentasi dan
reaksi penggunaan konversi gas dapat diubah
menjadi metana oleh bakteri metana
asetoklastik dengan reaksi sebagai berikut:
CO + 2H2O
CH3COOH + CO2. CH3COO-+ H2O
metana + HCO3
4. PENGARUH MEDIA RUMEN PADA
PRODUKSI GAS METANA BATUBARA
Rumen adalah salah satu bagian lambung ternak
ruminansia (memamah biak) seperti sapi,
kerbau, kambing dan domba. Rumen sesungguhnya merupakan media fermentasi bagi
populasi mikroba yang hidup dan berperan
dalam proses pencernaan pakan ternak.
Degradasi semua pakan secara kimiawi hampir
seluruhnya dilakukan oleh mikroba rumen. Di
dalam rumen tersebut terjadi proses fermentasi
oleh mikroorganisme (bakteri, protozoa, fungi).
Gambar 4. Degradasi batubara (Strapoc et al, 2008)
66
M&E, Vol. 13, No. 1 , Maret 2015
Minyak dan Gas Bumi
4.1. Cairan dalam Rumen/ Media Rumen
Suhu media/ cairan rumen bervariasi tergantung
panas tubuh ruminansia. Suhu media rumen
cocok untuk pertumbuhan bakteri berkisar 36° 42°C. Kandungan mikroba di dalam media
rumen lebih besar dibandingkan di dalam feses.
Populasi mikroba dalam media/ cairan rumen
sangat padat yaitu mengandung sekitar 1010
bakteri/mL, 106 protozoa/ml dan 103 fungi/mL
(Rode, 2000). Mikroba dalam media/ cairan rumen memiliki peranan yang berbeda-beda yaitu
bakteri rumen berperan penting dalam
degradasi pakan, protozoa berperan penting
pada ekosistem rumen yaitu predasi terhadap
bakteri selulolitik tetapi tidak mencernanya dan
menstimulasi bakteri selulotik dengan
membebaskan peptida dan asam amino
sebagai sumber nitrogen untuk bakteri selulotik.
Fungi berperan penting dalam mencerna
lignoselulosa yang ditembus dari dinding sel
tumbuhan (De Ondarza, 2000).
4.2. Mikroba dalam Rumen
Bakteri dalam media/ cairan rumen hidup pada
pH 5,5 - 7 dengan kondisi anerobik pada
temperatur 39°-40°C. Bakteri rumen
diklasifikasikan berdasarkan substrat utama
yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan
berdasarkan morfologinya. Beberapa jenis
bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966)
ialah:
a. Bakteri pencerna selulosa (Bakteroides
succinogenes, Ruminococcus flavafaciens,
Ruminococcus
albus,
Butyrifibrio
fibrisolvens, Bacteriodes cellulosolvens).
Bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio
fibrisolvens, Bakteroides ruminocola,
Ruminococcus sp.).
b. Bakteri pencerna pati (Bakteroides
ammylophilus, Streptococcus bovis,
Succinnimonas amylolytica).
c. Bakteri pencerna gula (Triponema bryantii,
Lactobasilus ruminus).
d. Bakteri pencerna protein (Clostridium
sporogenus, Bacillus licheniformis).
e. Bakteri pencerna asam (Peptostreptococcus
elsdenii, Selemonas lactilytica, Selemonas
ruminantium).
f. Bakteri lipid (Anaerovibrio lipolytica, Treponema bryantii, Veillonela alcalescens).
g. Bakteri
penghasil
metana
(Methanobacterium
formicicum,
Methanobrevi
bacterruminantium,
Methanomicrobium dan Methanosarcina).
4.3. Biostimulasi dan Bioaugmentasi
Biostimulasi adalah proses mengstimulasi
populasi mikroorganisme indigenus batubara
dengan menambahkan nutrien ke dalam
reservoir. Cara ini juga biasanya digunakan untuk
mengaktifkan kembali reservoir GMB yang
mengalami penurunan produksi atau sudah tidak
berproduksi. Untuk mengetahui jenis nutrisi yang
dibutuhkan maka perlu diketahui jenis
mikroorganisme indigenus batubara dan kondisi
lingkungan reservoir (Jones et al., 2010). Jenis
nutrisi yang telah digunakan untuk teknik
biostimulasi ini adalah asam asetat, H2/CO2,
trimetilamina dan metanol pada reservoir
batubara di Jerman. Hasilnya menunjukkan
bahwa mikroba metanogenik dapat diperkaya
dengan penambahan nutrisi diketahui dengan
analisis Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) (Beckmann et al., 2011).
Jenis-jenis bakteri indigenus batubara seperti
Pseudomonas sp., Veillonellaceae, dan
Methanosarcina barkeri berhasil distimulasi
dengan penambahan nutrien inorganik (Jones
et al., 2010).
Bioaugmentasi adalah proses menginokulasi
konsorsium mikroorganisme ke dalam reservoir
batubara yang sudah tidak aktif. Aplikasinya yang
telah dilakukan di AS dan Jerman. Penambahan
mikroorganisme ke dalam air formasi untuk
memperkaya kandungan mikroorganisme
dalam air formasi yang nantinya akan
dimasukkan kembali ke sumur produksi
(Michael, 2008). Mikroba yang dapat digunakan
adalah mikroba indigenus seperti dari reservoir
atau non indigenus/exogenus. Mikroba tersebut
Media Rumen Untuk Meningkatkan Produksi Gas Metana Batubara; Yanni Kussuryani dan Kosasih
67
Minyak dan Gas Bumi
diperbanyak terlebih dahulu lalu diijeksikan
kembali ke dalam reservoir (Strapoc et al., 2008)
Bioaugmentasi mikrokosmos batubara
didominasi oleh bakteri Geobacter sp. dan
Methanosaeta concilii (Jones dkk., 2010).
Peningkatan dan kesinambungan produksi GMB
dilakukan secara biokimia dengan teknik
biostimulasi dan bioaugmentasi melalui
pemanfaatan mikroba indigenus atau dengan
memanfaatkan mikroba non indigenus/
exogenus. Mikroba non indigenus/exogenus yang
digunakan pada penelitian ini adalah media/
cairan rumen dari rumah potong hewan. Untuk
melihat pengaruh media/ cairan rumen pada
produksi gas metana batubara dilakukan empat
(4) tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Sampling batubara, air formasi, dan cairan/
media rumen. Perconto batubara diambil dari
tambang batubara Tanjung Enim. Air formasi
diambil dari sumur GMB lapangan Rambutan, Muara Enim, Sumatera Selatan.
Sedangkan cairan/ media rumen diambil dari
rumah potong hewan di daerah Bogor, Jawa
Barat.
b. Screening batubara, perconto batubara yang
didapat dari lapangan segera dilakukan uji
proximate dan ultimate untuk mengetahui jenis
batubara yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
c. Preparasi, perconto batubara yang sudah
melalui tahap screening dihancurkan sesuai
ukuran yang dikehendaki. Kemudian perconto
batubara dimasukkan ke dalam fermentor
bersama cairan/ media rumen dan air
formasi. Selanjutnya fermentor divakum agar
tidak terkontaminasi dengan udara luar.
d. Pengamatan volume gas dilakukan melalui
tabung ukur.
Dari tahapan kegiatan tersebut dilakukan untuk
mengetahui parameter berikut: 1) pengaruh media/cairan rumen dan jenis batubara untuk
produksi gas metana, 2) pengaruh konsentrasi
media/ cairan rumen dan jenis batubara terhadap
produksi gas metana, 3) pengaruh variasi suhu
terhadap produksi gas metana batubara dengan
68
memanfaatkan mikroba dalam media/ cairan
rumen, 4) efektivitas ukuran batubara terhadap
produksi gas metana.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
variasi batubara (lignit, subbituminus, bituminus)
dengan ukuran kerakal dan mesh 60, variasi
konsentrasi media (1:1:1 dan 1:2:1), suhu 30°C
dan 50°C dan masa inkubasi 105 hari. Pada
suhu 30°C dengan konsentrasi media 1:1:1
diperoleh volume gas metana pada jenis batuan
bituminus sebanyak 0.462 L/kg (16.29 cf/ton).
Pada kondisi yang sama namun dengan jenis
batubara lainnya dihasilkan gas metana sebesar
0.853 L/kg (30.1 cf/ton). Bila inkubasi dilakukan
pada suhu 50°C terlihat jumlah gas metana yang
dihasilkan lebih tinggi, begitu pula bila dilakukan
penambahan konsentrasi media/cairan rumen.
5. KESIMPULAN
Pengaruh media/ cairan rumen pada
peningkatan produksi gas metana batubara
diamati dengan melakukan penelitian
menggunakan tiga jenis batubara yaitu lignit,
subbituminus dan bituminus, ukuran kerakal dan
mesh 60, pada variasi suhu 30°C dan 50°C,
konsentrasi cairan rumen (1:1:1) dan (1:2:1)
serta waktu mengamatan hingga 105 hari. Hasil
penelitian dapat menyimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Semua jenis batubara dapat memproduksi
gas metana dengan memanfaatkan sumber
mikroba dari media/ cairan rumen dan air
formasi.
b. Terjadi aktivitas mikroba untuk semua
perlakuan pada berbagai jenis batubara, yang
ditandai dengan perubahan nilai pH media
dengan kisaran 5-8 (pH bakteri metanogenik
dapat bekerja pada kisaran 3 sampai 9).
c. Mikroba dominan yang terdapat dalam media adalah bakteri terutama bakteri batang
(bacillus), sedangkan pada air formasi
banyak terdeteksi bakteri dari jenis kokus,
Protozoa.
M&E, Vol. 13, No. 1 , Maret 2015
Minyak dan Gas Bumi
d. Semakin rendah derajat kematangan
batubara, produksi gas yang dihasilkan
semakin tinggi. Semakin kecil ukuran
batubara maka gas metana yang dihasilkan
semakin tinggi. Semakin besar konsentrasi
media/ cairan rumen maka produksi gas
total dan gas metana juga semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S, 2006, Bioremediasi sebagai
Alternatif Penanganan Pencemaran Akibat
Tambang Batubara, Universitas Negeri
Medan.
Al-Alasy, Y. 2008, Batubara Sebagai Sedimen
Organik, http://www.tambangaceh.blogspot.
com/2008/02/batubarasebagai
sedimenorganikhtl. 29 Maret 2009. Pukul
15:03 WIB.
Astuti. W. D., R. Ridwan dan B. Tappa, 2007,
Penggunaan Probiotik dan Kromium
Organik Terhadap Kondisi Lingkungan
Rumen in Vitro JITV12(4): 262-267
Australian Standard, 2000, Coal and Cook Analysis and Testing Part 3: Proximate
Analysis of Higher Rank Coal, Standards
Australia International, NSW Australia
Beckmann, S, Lüders T, Krüger M, von Netzer
F, Engelen B, Cypionka H,2011, Acetogens
and Acetoclastic Methanosarcinales Govern
Methane Formation in Abandoned Coal
mines. Appl. Environ. Microbiol. 77:37493756
BPMIGAS, 2011, Buletin BPMIGAS ke-67:
Mewujudkan Listrik Dari CBM. Badan
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan
Gas: Jakarta.
Campbell, J, 1983, Biomass Catalysts and
Liquid Fuals, Holt Rainheart and Winston ltd,
Pensylvania.
De Odarza, M. B., 2000, Rumen Microbiology.
Diakses http://www.milkproductioncom/
Library/Authors/marybeth_ deondarza.
html.13-08-2009. Pukul 15.02.
ESDM, 2012, Hand Book of Energy dan
Economic Statistics of Indonesia 2011, http:
www.esdm.go.id, Download pada 7 Juli 2011.
Firdaus, I.U., 2007, Keuntungan Biogas, http//
Biogen.litbang.deptan.go.id/ terbitan/
prosiding200384-96susi.pdf. 01-06-2009.
Pukul 13.47.
Fujiati, A.K., 2008, Analisis Kandungan Volatile
Fatty Acids (VFA) Kultur Probiotik Isolat
Khamir R1 dan R2 dalam Fermentor Air-Lift
Skala 18 Liter, Skripsi: Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Hambali, E dan Mujdalipah, 2003, Teknologi
Bioenergi, Penebar Swadaya, Jakarta.
Hungate, R.E., 1966, The Rumen and Its
Microbes. Academic Press, New York.
Husnadjat, 1998, Peningkatan Daya Cerna Isolat
Bakteri Selulotik Rumen Kerbau Pada
Dinding Sel Jerami Padi dengan Dipacu
Faktor Pertumbuhan, Skripsi, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
IEA, 2009, World Energy outlook 2009.
Download from : www.worldenergyoutlook.
org/media/weowebsite/2009/WEO2009.pdf
IEA, 2011, World Energy outlook 2011.
Download from : www.worldenergyoutlook.
org/media/weowebsite/2011/WEO2011.pdf
Ismawati, I.A., 2006, Karakteristik Kimia Kotoran
Sapi sebagai Bahan Baku Biogas dan
Cairan Hasil Buangannya (Effluent), Skripsi,
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian. Bogor.
Jones, J. P, Voytek, M. A, Corum, M. D and
Orem, W. H., 2010,Stimulation of Methane
Generation from Nonproductive Coal by
Addition of Nutrients or a Microbial
Consortium, U.S. Geological Survey:
Virgina.
Jordening, H. J., 2005, Environmental
Biotechnology Concepts and Application. In
Wise, L. D. (editor). Bioprocessing and
Biotreatment of Coal. Marcel Dekker Inc.
New York.
Media Rumen Untuk Meningkatkan Produksi Gas Metana Batubara; Yanni Kussuryani dan Kosasih
69
Minyak dan Gas Bumi
Mc Donald, P., Edwards, RA, Greenhalg, J. F.
D., and CA, Morgan, CA, 2012, Animal.
Nijaguna, B. 2002, Biogas Technology; New Age
International (P) Ltd.: New Delhi, India.
Rode, L.M, 2002, Maintaining a Healthy Rumen
An Overview, Research Centre Agriculture
and Agri-food Canada: Lethbridge.
Scott, H. Stevens, 2003, Preparing a Gas Sector
Developmnet Plan Part B - Coalbed
Methane, ADB, Manila, Philippines, MIGAS,
Jakarta, Indonesia.
Strapoc, D, Flynn. P, Courtney. T, Irene. S,
Jennifer. M, Julius S.L, Yu-Shih. L, Tobias F.E,
Florence. S, Kai-Uwe. H, Maria. M and Arndt.
S., 2008, Methanogenic Microbial
Degradation of Organic Matter in Indiana
Coal Beds, Methane-producing Microbial
Community in a Coal Bed of the Illinois Basin:
Journal of Applied and Environmental
Microbiology, v. 74, p. 2424- 2432.
70
Sutardi, T, 1979, Ketahanan Protein Bahan
Makanan terhadap Degradasi oleh Mikroba
Rumen dan Manfaatnya Bagi Peningkatan
Produktivitas Ternak. Prosiding Seminar
Penelitian dan Penunjang Peternakan,
Bogor : LPP IPB.
Tirasonjaya, F, 2006, Batubara Sumber Energi
Alternatif. Litbang Teknologi Pengolahan dan
Pemanfaatan Batubara. http://ilmubatubara.
word press. com. 20 April 2009. Pukul 13.35.
Yulita, 2007, Kembalinya Pamor Batubara
Sebagai Energi Alternatif, 22678o2ikhttp://
w w w. e n e r g i t e r b a r u k a n . n e t / i n d e x .
php?option=com_content&task=v
ie&id=37&Itemid=59&www.teachcoal.org/
aboutcoal/articles/faqs.html/. 21-09-2009.
Pukul 15.37.
M&E, Vol. 13, No. 1 , Maret 2015
Download