STRATEGI KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS (PR) YANG DILAKUKAN PENERIMA BEASISWA DJARUM PLUS DSO SURABAYA TAHUN 2011-2012 DALAM IMPLEMENTASI “COMMUNITY EMPOWERMENT” Oleh: Alfianida Rahmahwati (070915071) [email protected] ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi evaluatif atas strategi komunikasi Public Relations (PR) yang dilakukan penerima beasiswa Djarum Plus DSO Surabaya Tahun 20112012 dalam implementasi “Community Empowerment”. “Community Empowerment” merupakan bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan beswan Djarum kepada komunitas. Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena terdapat tiga signifikansi yaitu pertama, pembahasan terkait dengan strategi komunikasi Public Relations (PR) belum mendapatkan perhatian pada penelitian Public Relations (PR). Kedua, beswan Djarum yang merupakan target CSR dari PT. Djarum mampu CSR kembali melalui“Community Empowerment”. Dan yang terakhir adalah program “Community Empowerment”akan dilanjutkan kepada beswan Djarum tahun 20122013, sehingga perlu adanya suatu evaluasi atas pelaksanaan program. Hasil penelitian ini menemukan bahwa strategi komunikasi Public Relations (PR) yang dijalankan dalam implementasi “Community Empowerment” adalah two ways asymmetric dan symetric. Two ways symmetric terjadi pada beswan dan pimpinan pondok, sedangkan asymmetric terjadi pada beswan dengan perwakilan/representasi masyarakat. Kata Kunci: Komunikasi, Partisipasi, Beswan Djarum PENDAHULUAN Penelitian terhadap perusahaan rokok menjadi tema menarik bagi peneliti karena perusahaan rokok di Indonesia memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat Indonesia.Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar ketiga di dunia sebesar 65 juta perokok. Tingginya perokok di Indonesia salah satunya disebabkan oleh belum diratifikasinya FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang antara lain membahas tentang cukai rokok, iklan, peringatan bergambar, kawasan tanpa rokok, kampanye anti rokok, dan pendidikan. Fenomena ini dikuatkan dengan banyaknya perusahaan rokok asing yang melakukan akuisisi saham atas perusahaan rokok dalam negeri.Philip Morris International (PMI) yang mengakuisisi PT. HM. Sampoerna, British American Tobacco (BAT) mengakuisisi PT. Bentoel International Investama, dan terakhir Korea KT & G yang membeli saham dari PT. Trisakti Purwosari (Natalia 2011). Menurut Heath (1997) terdapat kondisi spesifik yang dihadapi oleh perusahaan rokok, antara lain ‘Change happens, competitor launches new products, regulator changes the rules, workers complain for inadequate compensation, activist group criticize the way of company doing business, and journalist release the case. These are issues that require immediate response before turn into crisis’ Kondisi itulah yang membuat eksistensi dari suatu perusahaan rokok menjadi terancam sehingga diperlukan upaya-upaya untuk menjaga eksistensi perusahaan. Eksistensi suatu perusahaan dapat tercapai jika perusahaan tersebut mendapatkan dukungan dari publiknya, baik internal dan eksternal. Begitu pula dengan konteks perusahaan rokok. Perusahaan rokok memberikan penghidupan kepada publik internalnya, sehingga dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana bentuk usaha yang dilakukan perusahaan rokok mencari dukungan dari publik eksternalnya. Menurut Frida (2004), fungsi Public Relations (PR) adalah mempertemukan kepentingan organisasi/lembaga dengan kepentingan publik. Perusahaan dan masyarakat memiliki hubungan yang mutual dependence dan mutual understanding. Mutual dependence yang dimaksud adalah perusahaan membutuhkan masyarakat untuk mendukung eksistensinya, sedangkan masyarakat juga membutuhkan perusahaandalam usaha peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi dari masyarakat. Saat ini, pemerintah dirasa sudah tidak mampu lagi untuk dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat sehingga dibutuhkan upaya terjun langsung ke dalam masyarakat (Fajar, 2010). Sehingga saling pengertian antar kedua aspek ini perlu untuk dijaga agar dapat memberikan mutual benefit bagi kedua sektor. Berbagai aktivitas Public Relations (PR) dijalankan untuk menciptakan hubungan yang mutual dependence dan mutual understanding, salah satu upaya yang dilakukan jika berkaitan dengan publik ekstrenal khususnya komunitas dapat direalisasikan melalui community relations.Community relations adalah: ‘The strategic development of mutually beneficial relationships with targeted communities toward the long-term objective of building reputation and trust (Doorley & Garcia 2007, p. 185)’ Community relations yang dilakukan perusahaan dapat pula diimplemtasikan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (Iriantara 2004, p. 47). Public Relations (Community Relations dalam Perusahaan) Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk dari Community Relations Strategi Komunikasi Public Relations dalam Implementasi Corporate Social Responsibility Gambar 1 Peta Penelitian Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility(CSR) diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta,Prasetijo, & Rudito 2004, p.72). Selain itu, sejak tanggal 23 september 2007, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility disclosure) mulai diwajibkan melalui UU Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) menyebutkan ‘Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya’ Dalam pasal ini diatur tentang kewajiban pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Sehingga, tidak ada lagi sebutan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sukarela, namun pengungkapan yang wajib hukumnya. Kegiatan komunikasi dalam hal ini dikhususkan pada strategi komunikasi Public Relations (PR) dalam implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), agar masing-masing kebutuhan dapat diakomodir dengan baik. Oleh karena itu dalam penerapan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) diperlukan strategi komunikasiPublic Relations (PR) yang sesuai, sehingga implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dapat berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Grunig (2001) memperkenalkan empat model komunikasi dalam Public Relations (PR), antara lain : 1. Press agent atau publicity model Adalah model komunikasi Public Relations (PR) yang bertujuan untuk publisitas yang menguntungkan secara sepihak, khususnya menghadapi menghadapi media massa dan dengan mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya untuk menutupi unsur-unsur negatif perusahaan. 2. Public information model Public Relations (PR) berupaya membangun kepercayaan terhadap organisasi melalui komunikasi satu arah, bertujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak dan tidak mementingkan sisi persuasif. 3. Two-way asymentric model Model ini merupakan pengembangan dari public information model. Komunikasi berperan untuk pengumpulan informasi tentang publik dalam pengambilan keputusan manajemen. Walaupun umpan balik dari publik diperhatikan, namun pesan-pesan komunikasi organisasi lebih banyak berusaha agar publik beradaptasi dengan organisasi, bukan sebaliknya. Melalui model ini, Public Relations (PR) dapat membantu organisasi mempersuasi publik untuk berpikir dan berperilaku seperti yang dikehendaki organisasi. 4. Two-way symentric model Dalam model ini Public Relations (PR) menerapkan komunikasi dua arah timbal balik, dimana organisasi dan publik berupaya untuk mengadaptasi dirinya untuk kepentingan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai alat negosiasi dan kompromi dalam mewujudkan pemecahan masalah yang ‘win-win solutions’. Organisasi benar-benar memperhatikan kepentingan publiknya (Johnston&Zawawi 2008, p. I-15). Penelitian ini berfokus pada kegiatan CSR yang dilakukan penerima Beasiswa Djarum melalui program “Community Empowerment”. Dimana Beswan yang merupakan target sasar dari kegiatan CSR PT. Djarum melakukan kontribusi sosial kepada masyarakat yang lebih luas. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah strategi komunikasi Public Relations (PR) yang dilakukan penerima beasiswa Djarum Plus DSO Surabaya tahun 2011-2012 dalam implementasi “Community Empowerment” ? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif, dimana teknik pengumpulan data menggunakan observasi partisipan dan wawancara mendalam (in depth interview). Wawancara ini dilakukan kepada tiga aspek antara lain perwakilan dari Djarum Foundation (program director bakti pendidikan, pembina beswan djarum RSO Surabaya, dan pembina beswan djarum DSO Surabaya), perwakilan dari Beswan 27 DSO Surabaya (ketua beswan 27 DSO Surabaya dan ketua pelaksana Best Worm from Beswan), dan publik sasaran (ketua pondok Mustiko Al-Amin Pacet dan Ketua Dusun Kandangan). Pembahasan Public Relations (PR)dan Community Relationsdalam Perusahaan Public Relations (PR) memiliki tugas utama untuk menjadi jembatan atas perusahaan dan publik. Perusahaan dalam perjalanannya tidak dapat melangkah sendiri tanpa membutuhkan dukungan atau kerjasama dengan berbagai publik yang ada.Dalam menjaga hubungannya dengan publik, Public Relations (PR) harus mampu untuk mengidentifikasi siapa sajakah publik yang berinteraksi dengan perusahaan. Frida Kusumastuti (2004, p. 17) memberikan definisi publik sebagai suatu kelompok dalam masyarakat yang memiliki karakteristik kepentingan yang sama. Publik yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah publik ekternal, khususnya komunitas melalui community relations. PT. Djarum telah melakukan aktivitas community relations sejak awal berdirinya perusahaan pada tahun 1951. Kesadaran perusahaan dalam melakukan aktivitas ini sesuai dengan filosofi perusahaan yang dipegang teguh yaitu tumbuh bersama lingkungan dan berkembang bersama mereka. Dari perspektif yang dimiliki oleh PT. Djarum ini dapat disadari bahwa kesetaraan posisi antar perusahaan dan masyarakat telah terlahir bahkan sebelum konsep terkait dengan community relations itu sendiri hadir. Corporate Social Responsibility sebagai Bentuk Community Relations dalamPerusahaan Community relations yang dilakukan perusahaan dapat pula diimplemtasikan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (Iriantara 2004, p. 47).Keseluruhan kegiatan Corporate Social Responsibility(CSR) yang dilakukan oleh PT.Djarum ini berada pada naungan Djarum Foundation.Djarum Foundation yang telah berdiri sejak 30 April 1986 mengusung misi untuk memajukan Indonesia menjadi negara digdaya yang seutuhnya. Dalam menggapai misi yang telah dicanangkan tersebut, Djarum Foundation berfokus pada lima sektor pengembangan antara lain Bakti Sosial, Bakti Olahraga, Bakti Lingkungan, Bakti Pendidikan, dan Bakti Budaya. Fajar (2010, p. 180) mengemukakan bahwa setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosial sejalan dengan operasionalisasi usahanya, antara lain pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Dimana dalam pandangan ini diperlihatkan adanya suatu sumbangasih perhatian dari perusahaan kepada masyarakat. Kedua, hubungan masyarakat dan kalangan bisnis seharusnya merupakan hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Hubungan simbosiosis mutualisme dapat dicapai jika antara perusahaan dan masyarakat menyadari dan memahami hubungan mutual dependence yang mereka miliki serta terdapat upaya-upaya untuk melakukan mutual understanding atas kedua belah pihak. “Kegiatan ini menurut kita merupakan sesuatu hal yang common sense sih ya. Kita kan kalau hidup kan pastinya punya tetangga kan ya, dan tetangga kita itu yang paling deket itu yang harus kita perhatika … ” (Primadi H. Serad, 4 Desember 2012) Dan yan terakhir adalah kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Berbagai alasan tersebut menjadikan adanya suatu peran penting dari Public Relations (PR) sebagai pelaksana kegiatan CSR. “Djarum tidak perlu lagi ketakutan untuk menghadapi suatu krisis terkait dengan ancaman perusahaan rokok karena Djarum kan juga sudah memiliki ekspansi pada sektor bisnis yang lain seperti pada bank ada BCA, trus elektronik punya polytron, property, optic melawai dan lain sebagainya ...”(Totok Widyanto, 30 November 2012) Penelitian ini menemukan suatu temuan terkait dengan tambahan motif suatu korporasi melakukan kegiatan CSR yaitu sebagai bentuk pemenuhan kewajiban atas peraturan yang ada. “Kalau di Indonesia ini, kalau suatu perusahaan telah melakukan CSR dia tidak perlu membayar pajak sebesar 100% (Tax reduction), sebenarnya ini masih kurang ya.Kalau di Negara-negara luar Indonesia, tax reduction bisa mencapai 200%.”(Primadi H. Serad, 4 Desember 2012) Implementasi Corporate Social Responsibility melalui Program “Community Empowerement” Program “Community Empowerment”(CE) yang dilakukan oleh penerima beasiswa djarum plus (beswan) merupakan program yang diinisiasi pada tahun 2011 untuk angkatan 27. Pencetus program CE adalah program director bakti pendidikan,Primadi H. Serad. “saya melihat kegiatannya ini banyak, ada kegiatan lokalnya juga, seperti di Bandung ada bakti social, semarang itu mengajar, trus kalau Surabaya karena orangnya cenderung sosialis mangkanya senengnya pergi ke panti asuhan (pondok) … mereka ini diberikan banyak pelatihan trus kapan implementasinya … aku bikin suatu program dimana beswan ini bisa menerapkan apa yang telah mereka dapatkan trus memberikan kontribusi pada lingkungannya ya melalui community empowerment ini … ” (Primadi H. Serad, 4 Desember 2012) Tujuan dari CE ini adalah menjadikan lingkungan yang disasar oleh kegiatan CE menjadi lingkungan yang mandiri dan berkelanjutan. Poin utama program ini adanya suatu hasil yang dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai tujuan dari program. Implementasi kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak bisa dilepaskan dengan konsep sustainability development. Korten dan Boulding (2001) menjelaskan tentang sustainability development adalah proses pembangunan dimana anggota masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusionalnya untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya dan menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup yang sesuai dengan aspirasi mereka sendiri. Seperti telah dipaparkan diatas bahwa tujuan dari program CE ini adalah membuat lingkungan yang disasar menjadi lingkungan yang mandiri dan berkelanjutan. Selain itu, menurut analisis dari peneliti, program CE ini sendiri juga merupakan keberlanjutan program CSR bakti pendidikan. Dimana para penerima beasiswa Djarum yang merupakan target dari CSR bakti pendidikan diminta untuk dapat melakukan kegiatan CSR kembali melalui CE. Penelitian ini berfokus pada program “Community Empowerment” yang dilakukan beswan Djarum 27 DSO Surabaya yang dinamakan Best Worm from Beswan. Dalam merumuskan programCorporate Social Responsibility (CSR), langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah pertama engagement. Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalinkomunikasi dan relasi yang baik. Tahap ini juga bisa berupasosialisasi Tujuanutama langkah mengenai ini adalah rencana pengembangan program CSR. terbangunnya pemahaman, penerimaan dankepercayaan masyarakat yang akan dijadikan sasaran CSR. Modal sosial bisa dijadikan dasar untuk membangun kontrak sosial antara masyarakat dengan perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat. Pendekatan awal yang dilakukan beswan adalah melakukan komunikasi dengan pemuka pendapat dalam hal ini adalah pondok pesantren Mustiko Al-Amin sebagai pilot project dari Best Worm from Beswan. Komunikasi awal yang dijalankan adalah dengan mencari tahu kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Kedua adalah assessment. Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat yangakan dijadikan dasar dalam merumuskan program. Tahapan ini bisa dilakukan bukan hanya berdasarkan needs-based approach (aspirasi masyarakat), melainkan pula berpijak pada rights-based approach (konvensi internasional atau standar normatif hak-hak sosial masyarakat). Ketiga adalah Plan of action. Beswan Djarum 27 DSO Surabaya dalam program “Community Empowerment” membuat bentuk kegiatan socialpreneur yang bertujuan untuk menciptakan kemandirian bangsa. Kegiatan ini dilakukan melalui pembentukan karakter kewirausahaan masyarakat yang berujung pada tersedianya lapangan pekerjaan yang terintegrasi melalui network yang luas dan bersifat saling membantu (gotong royong). Kegiatan socialprenuer ini dinamakan Best Worm from Beswan, yaitu usaha budidaya cacinglumbricus yang memiliki peluang bisnis besar untuk diternakkan, dan diolah sehingga dapat dijadikan sebuah produk industri rakyat berupa integrated farming yang murah dan mudah dijalankan oleh golongan masyarakat rendah, sehingga secara makro peningkatan perekonomian masyarakat akan menjadi multiplyer effect yang sangat besar. Kegiatan ini merupakan “Community Empowerment” Beswan DSO Surabaya angkatan 2011-2012. Kegiatan ini dilaksanakanpada bulan Januari 2012 hingga September 2012 bertempat di Dusun Kandangan, Desa Kertosari, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto Jawa Timur. Sasaran dari kegiatan ini adalah Yayasan Mustiko Al-Amin Pondok Sosial Yatim dan warga di Desa Kertosari, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto, Jawa Timur. Tahapan pengorganisasian ini, selain ditentukan gambaran kegiatan, waktu pelaksanaan, dan jobdesk untuk masing-masing divisi, ditentukan pula terkait dengan sasaran kegiatan, dimana beberapa alasan hingga memilih ponpes mustiko al-amin sebagai pilot project adalah pertama karena ponpes ini merupakan jembatan pertama beswan untuk dapat masuk kedalam masyarakat yang berada di daerah tersebut terkait dengan program budidaya cacing ini. Kedua terdapat ikatan secara personal antar djarum dengan pimpinan pondok.Ketiga adalah karena karakter dari pondok itu sendiri yang unik yang mengkombinasikan tiga macam misi, yaitu dakwah, pendidikan, dan entrepreneurship. Selain itu pondok ini merupakan pondok yang masih baru berjalan empat tahun, sehingga perlu dukungan atas eksistensinya. Langkah keempat adalahAction and Facilitation. Pelaksanaan program dilakukan sejak Januari hingga September 2012. Dalam implementasi CE Best Worm from Beswan dibagi menjadi dua area pengerjaan, pertama adalah ternak cacing dan kedua adalah workshop cacing. Ternak cacing berfokus pada operasionalisasi, bagaimana pembuatan media cacing, merawat cacing, hingga memanen cacing. Sedangkan pada workshop berfokus pada riset tentang cacing. Riset ini dilakukan pada keseluruhan aspek cacing, mulai dari pemilihan media yang paling baik untuk cacing sehingga dapat menghasilkan cacing unggulan hingga riset terkait dengan pengolahan produk. Dalam tahapan awal, ternak cacing yang dilakukan masih berorientasi untuk kebutuhan riset dan belum dipasarkan. Dimana cacing hasil ternakan tersebut diteliti sedemikian rupa, terkait dengan media yang paling tepat. Riset yang dilakukan terkait media cacing didapatkan temuan bahwa media yang paling tepat untuk cacing ini adalah kotoran ternak yang sudah lama/mawur yang di campur dengan gerajen yang sudah direndam dan diberi tambahan pelepah pisang. Sedangkan terkait dengan hasil olahan cacing, beswan mengembangkan berbagai varian produk dari cacing, antara lain cacing kering, tepung cacing, pellet cacing, dan cacing oven yang menggunakan alat yang kita buat yaitu canon dryer. Selain itu produk-produk tersebut, beswan djarum juga mengeluarkan produk unggulan mereka yang berasal dari cacing, yaitu pupuk Kascing. Pupuk Kascing diolah dari media yang telah digunakan untuk budidaya cacing, yaitu yang sudah difermikomposting oleh cacing tersebut. Sehingga media yang telah digunakan oleh cacing ternyata mampu memberikan manfaat lagi. Divisi riset juga menemukan fakta bahwa pupuk kascing memiliki hasil yang lebih baik dari pupuk kandang biasa karena pupuk kascing memiliki kandungan yang teryata dibutuhkan untuk tanah dan tumbuh kembang tanaman. Pelaksanaan kegiatan CE Best Worm from Beswan, Beswan Djarum memiliki kegiatan tambahan yaitu kegiatan mengajar di SDN Kertosari 1&2. Kegiatan tambahan dinamakan Beswan mengajar yang mana kegiatan ini tidak direncanakan sejak awal namun ketika pelaksanaan progrm Best Worm from Beswan ini berlangsung. Beswan mengajar merupakan upaya beswan untuk hadir dan mencukupi kebutuhan masyarakat melalui sumber daya yang dimiliki. “.. .Disana beswan djarum mengabdikan diri pada sector pendidikan yaitu dengan mengajar anak-anak SD kelas 4, 5, dan 6.Inisiasi dari kegiatan pendidikan ini kita lakukan ketika momentum UNAS.Kita berpikiran bahwa untuk mendapatkan les privat bagi warga desa itu pastinya sulit dan mahal sehingga kita terpikirkan untuk membuat kegiatan mengajar tersebut...” (Sarwanto, 15 November 2012) Langkah terakhir adalah Evaluation and Termination or Reformation. Evaluasi dilakukan berdasarkan atas rencana yang telah dibuat sebelumnya yang dibandingkan dengan fakta di lapangan dimana rancangan yang dibuat merupakan rancangan yang dilakukan hingga tahap akhir berupa penjualan cacing kepada masyarakat luas, namun target pencapaian yang dilakukan oleh Beswan Djarum DSO Surabaya tahun 2011-2012 adalah pada riset terkait dengan cacing yang diternak dan dibudidayakan. Hasil dari evaluasi terkait dengan program CE ini adalah dengan memilih jalan reformation, yaitu melanjutkan program yang ada. Proses Produksi dan Riset Pembanguna n Media Budidaya Survey Panen Kegiatan Social dari profit Evaluasi Marketing dan distribusi Gambar 2 Bagan Proses Produksi Strategi Komunkasi Public Relations (PR) dalam Implementasi “Community Empowerment” (CE) Beswan Djarum Pelaksanaan program CSR, khususnya dalam hal ini adalah “Community Empowerement” diperlukan suatu strategi khusus yaitu melaluicommunity engagement. Community engagementmerupakan keterlibatan yang mengacu pada partisipasi publik pada proses pembuatan keputusan pada organisasi. Dari definisi tersebut terdapat dua poin penting pada konsep community engagement, yaitu partisipasi dan proses pembuatan keputusan melalui komunikasi. Partisipasi Publik Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dikelompokkan menjadi 4 tahap, yaitu: 1) partisipasi dalam tahap perencanaan, 2) partisipasi dalam tahap pelaksanaan, 3) partisipasi dalam tahap pemanfaatan hasil pembangunan, dan 4) partisipasi dalam tahap pengawasan (Cornell University, 2006).Dalam pelaksanaan program CE Best Worm from Beswan, partisipasi publik yang dilakukan masih berupa keterwakilan. Dimana para pemuka pendapatlah yang mendapatkan engagement atau partisipasi langsung dari beswan. Sedangkan pada tataran masyarakat menyeluruh, partisipasi yang dilakukan masihlah sangat minim (partisipasi dengan pondok dan lingkungan SDN Kertosari 1 dan 2). Partisipasi pada tahap perencanaan dilakukan dengan mengikutsertakan pimpinan pondok pesantren mustiko al-amin untuk memberikan masukan kebijakan terkait dengan strategi implementasi dan strategi komunikasi kepada pondok dan warga sekitar. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dilakukan rutin setiap minggunya. Dimana para beswan memang melakukan kunjungan rutin di hari Sabtu untuk melaksanakan program CE ini di ponpes Mustiko Al-Amin yang ditunjuk sebagai pilot project. Partisipasi yang dilakukan pada tahapan pelaksanaan ini juga dilakukan dengan Lurah desa Kertosari dan lingkungan SDN Kertosari 1 & 2. Partisipasi yang dilakukan dengan lurah terkait dengan pelaksanaan beswan mengajar di SDN Kertosari. Dimana lurah disini menjadi penghubung antara beswan dan kepala sekolah SDN Kertosari 1&2. Partisipasi dalam pemanfaatan program dilakukan ketika terdapat peluncuran produk inovasi budidaya cacing yang dilaksanakan pada 9 September 2012. Ketika melakukan launching produk tersebut, beswan dan pondok mengundang seluruh perangkat desa atau biasa disebut dengan kepala pedukuhan yang terdiri dari sepuluh dusun, antara lain Sambigeneng, Tambaksari, Tegalrejo, Wonokoyo, Kandangan, Sonosari, Wonokerto, Wonokitri, Tambaksuruh, dan Sidomulyo. Partisipasi yang terjalin adalah bagaimana para perangkat desa dan dusun ini langsung melihat hasil riset dan budidaya cacing yang dikembangkan oleh beswan dan pondokan. Partisipasi dalam tahap pengawasan hanya dilakukan oleh pondok karena pondok inilah yang bersinergi langsung dengan beswan. Dimana pengawasan pondok yang dilakukan meliputi adanya pengawasan terkait dengan implementasi atau progress kegiatan dan target pencapain. Sedangkan dengan tataran masyarakat tidak ada pengawasan dari masyarakat yang dilakukan, karena masih belum adanya partisipasi dan komunikasi intensif dengan masyarakat. Strategi Komunikasi PR dalam Implementasi CSR Komunikasi CSR kepada stakeholders adalah proses pertukaran dan penyampaian informasi diantara para stakeholders terkait bagaimana kebijakan CSR perusahaan, implementasi program CSR dan lain sebagainya.Komunikasi yang dilakukan dalam implementasi program CE ini dilakukan dengan pemuka pendapat. Pemuka pendapat yang ditunjuk antara lain adalah pimpinan ponpes mustiko al-amin, kepala kelurahan, perangkat dusun, dan kepala sekolah SDN Kertosari 1 & 2. Komunikasi yang rutin dilakukan adalah dengan pimpinan ponpes mustiko al-amin, dimana waktu pelaksanaannya dilakukan setiap minggu. Komunikasi yang dijalin dengan pimpinan kelurahan dilakukan dua kali, yaitu ketika melakukan program pendidikan (beswan mengajar) dan peluncuran produk inovasi budidaya cacing pada tanggal 9 September 2012. Meskipun terjadi komunikasi rutin yang dilakukan oleh Beswan kepada pimpinan ponpes, namun komunikasi rutin ini tidak serta merta dilakukan kepada pimpinan kelurahan. Pada perangkat desa, komunikasi yang dijalankan hanya sekali ketika peluncuran peluncuran produk inovasi budidaya cacing. sedangkan pada kepala sekolah SDN Kertosari 1 & 2 juga dilakukan satu kali ketika beswan akan mengadakan beswan mengajar. Merencanakan pilihan model komunikasi dalam implementasi CSR, seorang Public Relations (PR) berpegang teguh pada fact finding, planning, communicating, hingga evaluation. Grunig (2001) memperkenalkan empat model komunikasi dalam Public Relations (PR), antara lain: 1. Press agent atau publicity model Adalah model komunikasi Public Relations (PR) yang bertujuan untuk publisitas yang menguntungkan secara sepihak, khususnya menghadapi menghadapi media massa dan dengan mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya untuk menutupi unsur-unsur negatif perusahaan. 2. Public information model Public Relations (PR) berupaya membangun kepercayaan terhadap organisasi melalui komunikasi satu arah, bertujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak dan tidak mementingkan sisi persuasif. 3. Two-way asymentric model Model ini merupakan pengembangan dari public information model. Komunikasi berperan untuk pengumpulan informasi tentang publik dalam pengambilan keputusan manajemen. Walaupun umpan balik dari publik diperhatikan, namun pesan-pesan komunikasi organisasi lebih banyak berusaha agar publik beradaptasi dengan organisasi, bukan sebaliknya. Melalui model ini, Public Relations (PR) dapat membantu organisasi mempersuasi publik untuk berpikir dan berperilaku seperti yang dikehendaki organisasi. 4. Two-way symentric model Dalam model ini Public Relations (PR) menerapkan komunikasi dua arah timbal balik, dimana organisasi dan publik berupaya untuk mengadaptasi dirinya untuk kepentingan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai alat negosiasi dan kompromi dalam mewujudkan pemecahan masalah yang ‘winwin solutions’. Organisasi benar-benar memperhatikan kepentingan publiknya (Johnston&Zawawi 2008, p. I-15). Dalam implementasi CE, model komunikasi yang nampak adalah Beswan Ponpes/ Representasi Masyrakarat Masyarakat Gambar 3 model komunikasi implementasi CE Proses komunikasi yang dijalankan beswan kepada masyarakat, dalam hal ini diwakili oleh ponpes dilakukan sejak fact finding, dimana dilakukan penggalian data kebutuhan dan karakteristik masyarakat, hingga program berjalan. Ponpes digunakan sebagai pilot project sehingga komunikasi yang dijalankan terus berlangsung, rutin, dan saling mempengaruhi. Saling mempengaruhi disini adalah beswan melakukan implementasi budidaya cacing kerjasama dengan ponpes, dimana dalam kesehariannya ponpes yang mengembangkan ternak cacing. Beswan setiap minggunya melakukan kontrol terkait dengan ternak dan riset terkait dengan produk olahan cacing. Model komunikasi yang dijalankan Beswan dengan pimpinan ponpes Mustiko Al-Amin merupakan model komunikasi two-ways symetric. Setelah program berjalan atau dieksekusi barulah terdapat pengkomunikasian dengan pemuka pendapat yang lain seperti Lurah dari desa Kertosari. Komunikasi yang dilakukan dikarenakan beswan akan melakukan pengeksekusian program tambahan, beswan mengajar di SDN Kertosari 1 & 2. Lurah melakukan tembusan kepada kepala sekolah SDN Kertosari 1 & 2, dan munculah komunikasi selanjutnya oleh kepala sekolah SDN Kertosari 1 & 2. Disini beswan tidak hanya memberikan program dan melakukan komunikasi, namun kepala sekolah dan siswa-siswa juga melakukan komunikasi atas kebutuhan mereka terkait dengan materi yang diinginkan. Komunikasi selanjutnya dilakukan ketika peluncuran produk inovasi budidaya cacing, dimana lagi-lagi beswan melakukan komunikasi dengan lurah untuk mengundang perangkat desa lainnya agar hadir dalam acara tersebut. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan seremonial yang dilakukan oleh beswan atas kinerja riset yang telah dilakukan dan siap diluncurkan kepada masyarakat. Para perangkat dusun turut diundang dalam kegiatan peluncuran produk inovasi karena asumsi yang dimiliki adalah perangkat dusun ini merupakan representasi dari masyarakat/opinion leader. “dimana harapannya mereka akan memberikan sosialisasi kepada warga masyarakatnya. Kita memang tidak mengundang warga secara luas kan karena kita takutnya itu nggak maksimal.” (Totok Widyanto, 30 November 2012) Model komunikasi yang dijalankan beswan kepada lurah masih bersifat asimetris dua arah, dimana beswan menyesuaikan diri dengan lurah, begitu pula dengan lurah. Model komunikasi jenis ini juga terjadi ketika pengkomunikasian dengan para perangkat desa. Grunig berpendapat bahwa model ini merupakan model yang paling etis karena semua kelompok merupakan bagian dari resolusi masalah. Setelah proses peluncuran produk inovasi budidaya cacing ini dilakukan, temuan yang didapat peneliti adalah ditemukannya adanya stagnansi atas keberlanjutan program yang ada. Peneliti berusaha untuk mengetahui dimana akar permasalahan yang terjadi seharusnya momentum peluncuran produk tersebut merupakan momentum besar bagi masyarakat untuk dapat melakukan replikasi atas program CE yang ada. Permasalahan yang dihadapi dalam proses komunikasi ini, salah satunya berada pada pemilihan opinion leader. Dimana menurut temuan peneliti, pemuka pendapat dalam hal ini adalah ponpes ternyata tidak memiliki signifikansi dan peran besar terhadap masyarakat. Meskipun karakter masyarakat disana merupakan masyarakat yang religius. Permasalahan kedua yang dihadapi adalah kurangnya komunikasi aktif dan proaktif kepada masyarakat baik sebelum peluncuran produk inovasi dan pasca peluncuran produk inovasi. Komunikasi yang rutin terjalin dengan ponpes tidak serta diikuti dengan komunikasi yang tersampaikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasa tidak ada komunikasi atas mereka. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah strategi komunikasi PR yang diimplementasikan dalam CSR yang dilakukan melalui community engagement ini terdiri dari dua aspek yaitu partisipasi dan komunikasi. Dimana pada aspek partisipasi, dilakukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil pembangunan, dan pengawasan. Partisipasi yang ada dilakukan pada kelompok kepentingan dan atau representasi masyarakat, seperti pada pimpinan ponpes, kepala kelurahan, kepala pedukuhan/dusun, dan kepala sekolah. Sedangkan pada tahap komunikasi, model komunikasi PR yang nampak dijalankan oleh beswan meliputi dua bentuk, yaitu two ways symetric dan asymetric. Komunikasi two ways symetricterlihat pada komunikasi yang dijalankan dengan pondok. Sedangkan komunikasi two ways asymetricnampak pada bentuk komunikasi pada kepala kelurahan, kepala pedukuhan/dusun, dan kepala sekolah. DAFTAR PUSTAKA Budimanta, A., Prasetijo, A. & Rudito, B. 2007, Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini (edisi kedua), ICSD, Jakarta. Doorley, J. & Garcia, H. F. 2007, Reputation Management : The Key To Successful Public Relations And Corporate Communication, Taylor and Francis, France. Frida, K. 2004, Dasar-dasar Humas, PT Ghalia Indonesia, Jakarta Grunig, J. E. 2001. Two-ways symmetrical public relations: Past, present, future. Sage Publication : USA. Heath, R.L. 2007. Strategic issue management : Organisational public policy challenges. Sage : Thousand Oaks, CA Iriantara, Y. 2004, Manajemen Strategis Public Relations, PT Ghalia Indonesia, Jakarta. Johnston, J. & Zawawi, C. 2009, Public Relations : Theory And Practice, Allen & Unwin, Crows Nest, New South Whales. Natalia, M. 2011, Minimal Ada 65 Juta Orang Merokok Tiap Hari. Diakses pada April 22 2012 dari http://health.kompas.com/read/2011/07/27/12081690/Minimal.Ada.65.Juta.Or ang.Merokok.Tiap.Hari