MODEL PEMBELAJARAN STAD SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN PKn DI SEKOLAH DASAR Hj. Asniwati Abstrak: Dalam mata pelajaran PKn seorang siswa bukan saja menerima pelajaran berupa pengetahuan, tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap, keterampilan, dan nilai-nilai moral yang baik. Sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, tujuan dari pelajaran PKn pada setiap jenjang pendidikan adalah untuk mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman, keterampilan sosial, dan intelektual, serta prestasi dalam memecahkan masalah di lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai tujuan pembelajaran PKn tersebut, maka peran guru sangat menentukan terutama dalam rangka mengelola pembelajarannya. Karena itu, untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan menginovasi sistem pembelajaran agar menjadi pembelajaran yang mampu mendorong siswa sebagai peserta didik menggali sendiri, memecahkan suatu masalah dari konsep yang dipelajarinya, dan berperan secara aktif, misalnya pembelajaran model Student Teams Achievement Division (STAD). STAD. Melalui model pembelajaran ini diharapkan terbentuk pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Kata-kata kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD), pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Pendidikan sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, di mana tingkat persaingan sangat ketat di segala bidang. Melalui pendidikan akan dihasilkan tenaga terampil dalam bidangnya masing-masing atau dengan kata lain melalui proses pendidikan dapat diwujudkan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di dunia internasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional_ Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peratuan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan Hj. Asniwati adalah pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan dosen tetap pada PS PGSD/PG-PAUD FKIP Unlam Banjarmasin. pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan. Berdasarkan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 disebutkan bahwa satuan Pendidikan dasar dan menengah harus menerapkan standar isi dan standar kelulusan. Standar isi dan standar kelulusan merupakan acuan dan bahan baku penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Berdasarkan peraturan Menteri tersebut, pemerintah telah menetapkan standar isi dan kelulusan yang harus dicapai oleh satuan pendidikan, ini berarti tidak hanya pemerintah yang berperan di dalamnya, akan tetapi harus ada peran aktif dari kepala sekolah dan guru yang bersangkutan sehingga tercapai standar kelulusan yang telah ditetapkan demi kemajuan pendidikan di Indonesia. Implementasi dari pendidikan dan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan adalah pelaksanaan proses pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara siswa dan sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interkasi antara siswa dan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin dalam lingkungan kerja yang kompleks. Guru merupakan figur yang memegang penting dalam pembelajaran di kelas. Peran utama guru bukan menjadi penyaji informasi yang hendak dipelajari oleh siswa, melainkan membelajarkan siswa tentang cara-cara mempelajari sesuatu secara efektif. Oleh karena itu, pemahaman tentang teori belajar dan cara-cara memotivasi siswa dalam belajar harus dikuasai oleh guru agar mampu merancang pembelajaran yang menarik dan memotivasi siswa untuk gemar belajar. Setidaknya, dalam melaksanakan pembelajaran seorang guru harus menampilkan tiga aspek penting; kepemimpinan, pemberian instruksi melalui tatap muka dengan siswa, dan bekerja dengan siswa, kolega guru, dan orang tua. Dalam upaya membangun kelas dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu. Pada aspek kepemimpinan, peran guru sama dengan peran pemimpin yang bekerja sebagaimana pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu merencanakan, memotivasi, dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap individu dapat bekerja secara independen, dan membantu memformulasi serta menilai pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya harus memenuhi standar kualitas. Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik, misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang diajarkan di lapangan. Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua. Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta didik. Dengan demikian semui masalah, yang terjadi di kelas dapat diselesaikan. HASIL BELAJAR DAN SISTEM PEMBELAJARAN 1. Pengertian Belajar Kegiatan pembelajaran meliputi belajar dan mengajar yang keduanya saling berhubungan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun makna atau pemahaman terhadap suatu objek atau suatu peristiwa. Sedangkan, kegiatan mengajar merupakan upaya menciptakan suasana yang mendorong inisiatif, motivasi, dan tanggungjawab pada siswa untuk selalu menerapkan seluruh potensi diri dalam membangun gagasan (Sudjatmiko, 2003: 10). Pembelajaran melibatkan unsur-unsur yang saling-terkait. Unsur-unsur yang dimaksud meliputi: 1) Peserta didik (siswa); (2) pendidik (guru); 3) tujuan; 4) isi pendidikan (materi pelajaran); 5) metode; dan 6) situasi lingkungan (Hadikusumo, 2000: 28). Guru, siswa, dan materi pelajaran adalah tiga unsur utama yang terlibat langsung dalam proses ini agar tujuan pembelajaran tercapai. Selain unsur utama, unsur lain yang terlibat adalah media. Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir. Ada beberapa pendapat ahli mengenai belajar. Menurut James O. Whittakel, belajar sebagai proses yang menumbuhkpn atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman. Aoron Quinn Sartain dkk menyatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Sedangkan menurut W.S. Winkel, belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-sikap (Darsono, 2000:4). 2. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2004: 4). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah is menerima pengalaman belajarnya (Satmoko, 2000). Belajar merupakan proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuan, bukan hanya proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tersebut tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Keterampilan memproses hasil belajar berupa konsep dan fakta yang sudah diperoleh itu, untuk mengembangkan diri, untuk menemukan sesuatu yang baru sangat penting. Dengan konsep dan fakta yang tidak banyak tetapi dipahami betul, dapat diproses untuk menguasai dan atau menemukan fakta dan konsep yang lebih banyak. Menurut Darsono (2000: 82-84), pemberian konsep dan fakta yang terlalu banyak, dapat menghambat kreatifitas siswa. Tidak menguasai semua konsep dan fakta dalam suatu ilmu, namun siswa mempunyai kemampuan dasar untuk mengembangkan konsep dan fakta yang terbatas itu, sehingga mereka mampu menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru. Dalam belajar PKn, siswa tidak hanya mempelajari PKn sebagai-produk, tetapi juga mempelajarinya sebagai proses. Siswa tidak belajar dengan hanya menerima dan menghafalkan saja, tetapi harus belajar secara bermakna. Siswa diusahakan terlibat aktif dalam menemukan konsep. Karena itu, guru hendaknya tidak menyajikan materi pelajaran dalam bentuk jadi. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. .Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut, seperti takut ditertawakan, takut disepelekan, atau dimarahi jika salah (Seksi Kurikulum Subdin Pembinaan Pendidikan Dasar, 2003: 4). Menurut (Satmoko, 2000: 26-27) ada 9 kategori tipe-tipe hasil belajar khusus, yaitu: 1) Pengetahuan: Terminologi; Fakta-fakta khusus; Konsep dan prinsip; Metode-metode dan prosedur-prosedur 2) Pengertian: Konsep dan prinsip; Metode dan prosedur, Materi tertulis, grafik, gambar pets, dan data bilangan. 3) Aplikasi: Informasi aktual; Konsep dan prinsip; Metode dan prosedur, Keterampilan dalam pemecahan masalah. 4) Ketrampilan berpikir: Berpikir kritis; Berpikir ilmiah; Keterampilan umum; Keterampilin laboratorium; Keterampilan bertindak; Keterampilan komunikasi; Keterampilan konseptual; Keterampilan sosial. 5) Sikap: Sikap sosial dan Sikap ilmiah 6) Minat: Minat pribadi dan Minat pendidikan dan kejuruan 7) Apresiasi: Literatur, seni, musik; Pencapaian sosial dan ilmiah 8) Penyesuaian diri: Penyesuaian sosial dan Penyesuaian emosional. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasa Belajar Siswa Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Anni, 2004: 11-12). a. Faktor internal 1) Aspek fisik, misalnya kesehatan organ tubuh 2) Aspek psikis, misalnya intelektual, emosional, motivasi 3) Aspek sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. b. Faktor eksternal, misalnya iklim/cuaca, suasana lingkungan, tingkat kesulitan bahan belajar, tempat belajar, metode pembelajaran yang digunakan dan sebagainya. 4. Sistem Pembelajaran Pandangan mengenai konsep pengajaran mengalami perubahan dan perkembangan secara terus menerus, salah satu perubahan dan perkembangan yang dimaksud adalah pengembangan sistem pembelajaran. Pengembangan sistem pembelajaran merupakan salah satu bentu sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan, dan disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan produktivitas proses pembelajaran. Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran adalah siswa, tujuan pembelajaran, dan prosedur kerja untuk mencapai tujuan, sedangkan unsur dinamis pembelajaran yang harus ada pada diri guru adalah kemampuan penguasaan pada bidang studi dan cars mengajarkannya kepada siswa. Tujuan yang ingin dicapai di sekolah mempunyai kaitan dengan pendekatan, metode, dan teknik dalam pembelajaran yang dipakai guru dalam memberikan atau siswa menerma materi tersebut. Guru sangat memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, di mama guru harus menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan, sehingga siswa terutama siswa SD menjadi bersemangat dan senang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Guru berperan sebagai fasilitator, pengarah, dan pendorong dalam kegiatan pembelajaran, siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Bedjo Sujanto (2007: 90), guru disebut profesional jika memiliki karakteristik yang salah satunya adalah guru berusaha menempatkan siswa sebagai subjek belajar, guru sebagai fasilitator, dan mitra siswa agar siswa dapat mengalami proses belajar bermakna. MODEL PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN (PAKEM) Untuk menciptakan siswa belajar aktif dan kreatif dalam pembelajaran PKn beberapa hal seperti, "Materi, pendekatan, metode, media, dan sumber belajar. Pembelajaran PKn SD dalam bentuk tujuan pengajaran khusus dalam pengembangannya terdapat rambu-rambu, seperti tema dan arch pelajaran, bahan/materi pelajaran pokok kognitif (konsep, pengetahuan, dalil, norma dan hukum, afektif (nilai dan norma), psikomotor (tata cara, aturan main, keterampilan teknis penerapan, tindakan, dan dimensi lingkungan). Di samping itu rambu pembelajaran PKn SD sebagai wahana pembinaan nilai-nilai moral Pancasila secara dini, dilakukan secara terprogram, dan terpadu dengan mata pelajaran yang aktif'. Dewasa ini banyak ahli yang berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik perlu sekali melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Menurut Achmad Agus Sutrisno (2008) dalam pembelajaran PKn perlu dibuat model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa: "Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik" Berdasarkan pernyataan di atas, jelas apabila hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu untuk menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). PAKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenanglcan. Pembelajaran aktif dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Kreatif dimaksudkan bahwa guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Efektif yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah pembelajaran berlangsung, dan menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar sehingga waktu untuk mencurahkan perhatian (time on task) tinggi (Seksi Kurikulum Subdim Pembinaan Pendidikan Dasar, 2003:2). Ada dua dimensi pengertian PAKEM tersebut sebagaimana dikatakan (Mulyaningsih, 2004) adalah dimensi guru dan dimensi siswa. 1. Dimensi Guru a. Aktif, guru aktif: 1) Memantau kegiatan belajar siswa 2) Memberi umpan balik 3) Mengajukan pertanyaan 4) Mempertanyakan gagasan siswa. b. Kreatif, guru: 1) Mengembangkan kegiatan yang beragam 2) Membuat alat bantu sederhana c. Efektif pembelajaran: Mencapai tujuan pembelajaran d. Menyenangkan, pembelajaran tidak membuat anak takut: 1) Mengemas materi agar mudah dipahami siswa 2) Menggunakan metode pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 3) Menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran untuk menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 2. Dan dimensi siswa a. Aktif, siswa aktif: 1) Bertanya 2) Mengemukakan gagasan 3) Mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya b. Kreatif, siswa: 1) Merancang/membuat sesuatu 2) Menulis/mengarang c. Efektif: Menguasai ketrampilan yang diperlukan d. Menyenangkan, pembelajaran membuat anak: 1) Berani mencoba atau berbuat 2) Berani bertanya 3) Berani mengemukakan pendapat/gagasan 4) Berani mempertanyakan gagasan orang lain. 120 Melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) artinya guru dan murid secara bersama-sama mengembangkan fisik dan mental sehingga terbiasa bertindak aktif, kreatif dan menyenangkan. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai dengan baik. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1. Permasalahan Pembelajaran PKn Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh pars pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berkenaan dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan pendidikan harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam memahami dan mengembangkan substansi tiap mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan tataran empiris dan kontekstual masih terlihat jelas adanya kesenjangan antara tataran normatif dengan fenomena ideologis, sosial, politik, dan cultural dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara RI. Tataran normatif sejak kita merdeka sudah terukir dengan indah apa yang menjadi komitment kita bersama sebagai sebuah bangsa yaitu: "Pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mensejahterakan umum, mencerdaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial..." (Pembukaan UUD 1945). Komitmen kebangsaan yang sangat tinggi yang tertulis secara normatif dengan kenyataan yang ditampilkan masih perlu pembenahan. Kesenjangan ini terus bergulir, puncaknya adalah !crisis nasional, yang dikenal dengan kisis multidimensi. Untuk itu maka perlu pendidikan yang efektif dan bermutu. Salah satu masalah yang terkait dengan penerapan esensi ilmu pengetahuan sosial contohnya mata pelajaran kewarganegaraan adalah memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme dan munculnya arogansi kesukuan dan golongan yang merusak sendi-sendi demokratisasi. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme dalam memperjuangkan jati diri bangsa Indonesia dalam persaingan global dan memudarnya integrasi nasional. Maka diperlukan sosialisasi hasil kajian esensi pendidikan kewarganegaraan dan sosialisasi bagaimana pembelajarannya agar mampu memperkuat revitalisasi nasionalisme Indonesia menuju character and nation building sebagai tumpuan harapan pendidikan masa depan. Juga dapat memperkuat kembali komitment kebangsaan yang selama ini mulai meinudar dengan tekad memperjuangkan bangsa Indonesia yang berkualitas dan bermartabat. Dengan demikian maka Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik dan moral bangsa adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar untuk tetap eksis dan maju kearah paradigma baru yang terkenal arah barn atau paradigma moderat. Menurut Malik Fajar (2004: 4) sejak tahun 1994. pembelajaran Pith menghadapi berbagai kendala dan keterbatasan. Kendala dan keterbatasan tersebut adalah: (1) masukan intrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan (2) masukan lingkungan (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Beberapa petunjuk empiris menyangkut permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam IPS lebih menekankan pada aspek instruksional yang sangat terbatas, yaitu pada penguasaan materi (content mastery). Dengan kata lain lebih menekankan pada dimensi kognitifnya sehingga telah mengabailcan sisi lain yang penting, yaitu pembentukan watak dan karakter yang sesungguhnya menjadi fungsi dan tujuan utama PKn. Kedua, pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk berkembangnya kemampuan intelektual siswa (state of mind). Proses pembelajaran yang bersifat "satu arah" dan pasif baik di dalam maupun di luar kelas telah berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) dalam proses pembentukan watak dan perilaku siswa. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk membangun model-model pembelajaran khususnya dalam PKn dalam rangka, menciptakan proses belajar yang menyenangkan, mengasyikkan, sekaligus mencerdaskan. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana sosiopedagogis melalui pemanfaatan handson ecperince juga belum berkembang sehingga belum memberikan kontribusi yang berarti dalam menyeimbangkan antara penguasaan teori dan pembinaan perilaku, khususnya yang berkaitan dengan pembiasaan hidup yang terampil dalam suasana yang demokratis dan sadar hukum. Kompleksitas permasalahan yang melukiskan betapa banyaknya kendala kurikuler dan sosiokultural dalam pembelajaran IPS untuk mencapai hasil belajar yang menyeluruh, yang dalam pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan prinsip penting apabila kurikulum berbasis kompetensi atau kepribadian yang diusulkan oleh Winataputra (2004: 21). Khususnya dalam menanamkan sikap, nilai dan perilaku yang dapat dijadikan landasan untuk membentuk watak dan karakter pars siswa didik dalam konteks negara-bangsa Indonesia. Empat pilar belajar yang diperkenalkan oleh UNESCO dalam Soedijarto (2004: 1018). Pertama, learning to knows. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Philp Phoenix, proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan ways of knowing atau made of inquire telah memungkinkan siswa untuk terus belajar dan mampu memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan dari hasil penelitian orang lain, melainkan dari hasil penelitiannya sendiri. Karena itu, hakikat dari learning to knows adalah proses pembelajaran yang memungkinkan siswa menguasai teknik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan. Kedua, Learning to do yaitu pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan controlling, monitoring, mainlining, designing, organizing. Belajar ini terkait dengan belajar melakukan sesuatu dalam situasi yang konkret yang tidak hanya terbatas kepada penguasaan keterampilan mekanistis melainkan meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi konflik, menjadi pekerjaan yang penting. Ketiga, Learning to live together yaitu membekali siswa kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda, dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka. Keempat, yaitu learning to be, pilar yang keempat ini berhubungan dengan pilar yang ketiga, terutama dalam konteks prinsip relevansi sosial dan moral. Tentu saja, keberhasilan pembelajaran untuk mencapai pada tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, dan ketiga. Prinsipnya adalah melahirkan siswa didik yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila keempatnya berhasil dengan memuaskan akan menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa didik, sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, yakni manusia yang berkepribadian yang mantap dan mandiri. Manusia yang utuh yang memiliki kemantapan emotional dan intelektual, yang mengenal dirinya, yang dapat mengendalikan dirinya dengan konsisten dan memiliki rasa empati (tepo seliro), atau disebut memiliki Emotional Intelligence. 2. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa "Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman". Pasal 37 menyebutkan bahwa, "Kurikulum Pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a) Pendidikan Agama; (b) Pendidikan Kewarganegaraan; (c) Bahasa; (d) Pkn; (e) Ilmu Pengetahuan Alam; (f) Ilmu Pengetahuan Sosial; (g) Seni dan Budaya; (h) Pendidikan Jasmani dan Olahraga; (i) Keterampilan/Kejuruan; dan (j) Muatan Lokal". Dari isi Undang-Undang Sisdiknas diatas jelas eksistensi PKn dalam kurikulum persekolahan adalah berdiri sendiri sebagai mata pelajaran. Istilah yang sering digunakan selain PKn adalah civics. Henry Randall Waite (1886) seperti dikutip oleh Sumantri (2001: 81) merumuskan pengertian civics sebagai ilmu kewarganegarain yang membicarakan hithungan manusia dengan perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, organisasi ekonomi, dan organisasi politik); dan individu dengan negara. Istilah lain yang hampir sama maknanya dengan civis adalah citizenship. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah stau dari lima tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler dan aspek sosial budaya. Secara akademis pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi psikologis dan sosial budaya kewarganegaraan individo, dengan menggunakan ilmu politik, ilmu pendidikan sebagai landasan kajiannya atau penemuannya intinya yang diperkaya dengan disiplin ilmu lain yang relevan, dan mempunyai implikasi kebermanfaatan terhadap instrumentasi dan praksis pendidikan setiap warga negara dalam konteks sistem pendidikan nasional (Wiranaputra, 2004). Menurut Malik Fajar (2004: 6-8) bahwa PKn sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan. Watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, PKn memiliki peranan yang amat penting. Mengingat banyak permasalahan mengenai pelaksanaan PKn sampai saat ini, maka arah baru PKn perlu segera dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk standar nasional, standar materi serta modelmodel pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuannya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai arah baru. Pertama, PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang relevan, misalnya ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya, yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai, dan perilaku demokrasi demokrasi warganegara. Kemampuan dasar terkait dengan kemampuan intelektual, sosial (berpikir, bersikap, bertindak, serta berpartisipasi dalam hidup masyarakat). Substansi pendidikan (cita-cita, nilai dan konsep demokrasi) dijadikan materi kurikulum PKn yang bersumber pada pilar¬pilat demokrasi konstitusional Indonesia. Kedua, PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta didik. Pembangunan karakter bangsa merupakan proses pengembangan warga negara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan negara yang cerdas dan berdaya nalat tinggi. PKN memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan (civic intelligence), tanggungjawab (civic responsibilty), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan pengemabang nilai dan perilaku demokrasi. Ketiga, PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pada pelatihan penggunaan logika dan penalaran. Untuk memfasilitasi pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan belajar interaktif yang dikemas dalam berbagai bentuk paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung. Di samping itu upaya peningkatan kualifikasi dan mutu guru PKn perlu dilakukan secara sistematis agar terjadinya kesinambungan antara pendidikan guru melalui LPTK, pelatihan dalam jabatan, serta pembinaan kemampuan profesional guru secara berkelanjutan dalam mengelola proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Keempat, kelas PKn sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn, pemahaman, sikap, dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui "mengajar demokrasi" (teaching democraty), tetapi melalui model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup berdemokrasi (doing democray). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kendali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga dapat lebih berhasil di masa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas. Dari arah baru PKn yang diharapkan terealisasikan dalam kehidupan nyata di sekolah maupun di masyarakat, yang terbentang ke seluruh Tanah Air. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama untuk disosialisasikan dalam bentuk kerja nyata dalam pembentukan kepribadian siswa menjadi pribadi yang utuh, dan insan kamil yang menjadi tumpuan harapan kita bersama yakni dapat menjawab tantangan pembelajaran pada abad 21, yakni: (1) berpikir kritis dan menyelesaikan masalah-masalah; (2) kreatif dan inovasi; (3) keterampilan berkomunikasi dan menggali dan menyampaikan informasi; (4) keterampilan berkolaborasi; (5) pembelajaran kontekstual; dan (6) keterampilan menggunakan teknologi dan media komunikasi dan informasi. Tidak mudah memang, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan, semua sangat tergantung pada niat, dan dorongan ktia bersama untuk memberikan dukungan, sehingga apa harapannya yang bersemangat berubah yang lebih penting adlah guru sebagai pelau langsung di lapangan. Selain itu juga akan terbangun budaya demokrasi, yang menjadi esensi materi pembelajaran yang perlu disampaikan oleh guru. Adapun prinsip-prinsip demokrasi menurut Masykuri Abdullah (Dede Rosyada, 2003: 117-119) adalah persamaan, kebebasan dan pluralisme. Robert Dahl dalam tulisan yang sama, bahwa prinsip yang harus ada dalam demokrasi, yaitu: (1) kontrol atas keputusan pemerintah, (2) pemilihan yang teliti dan juju. (3) Flak memiliki dan dipilih, (4) kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. (5) kebebasan mengakses informasi, dan (6) kebebasan berserikat. Sedangkan Amin Rais dalam Dede Rosyada (2003 : 117-119) merumuskan kriteria lain dari parameter demokrasi adalah : (1) adanya dalam pembuatan keputusan, dan (2) distribusi pendapatan secara riil. 3. Tujuan Pembelajaran PKn Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mendidik warga negara yang baik, yakni: Pertama, peka terhadap informasi baru yang dijadikan pengetahuan dalam kehidupannya; kedua, warga negara yang berketerampilan; (a) peka dalam menyerap informasi; (b) mengorganisasi dan menggunakan informasi; (c) membina pola hubungan interpersonal dan partisipasi sosial; dan ketiga, warga negara yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, yang disyaratkan dalam membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan beradab, maka setiap warga negara haruslah memiliki karakter atau jiwa yang demokratis yang meliputi: a. Rasa hormat dan tanggungjawab terhadap sesama negara terutama dalam konteks adanya pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan agama, dan ideologi politik. Selain itu, sebagai warga negara yang demokrat, seorang warga negara juga dituntut untuk turut bertanggung jawab negara menjaga keharmonisan hubungan antara etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang berdiri di atas pluralitas tersebut. b. Bersikap krisis terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan politik) maupun terhadap kenyataan supra empiris (agama, mitologi, kepercayaan). Sikap kritis juga harus ditunjukkan pada diri sendiri. Sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap kritis terhadap pendapat yang berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung oleh sikap yang bertanggungjawab terhadap apa yang dikritik. c. Membuka diskusi dan dialog yakni perbedaan dan pandangan serta -perilaku merupakan realitas empirik yang pasti terjadi di tengah komunitas warga negara, apalagi di tengah komunitas masyarakat yang plural dan multietnik. Untuk meminimalisasi konflik yang ditimbulkan dari perbedaan tersebut, maka membuka ruang untuk berdiskusi dan berdialog merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan. Oleh karenanya, sikap membuka diri untuk dialog dan diskusi merupakan salah satu ciri sikap warga negara yang demokrat. d. Bersikap terbuka yang merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan sesama manusia, termasuk rasa menghargai terhadap hal-hal yang mungkin asing, terbuka yang didasarkan atas kesadaran akan pluralisme dan keterbatasan diri akan melahirkan kemampuan untuk menahan diri dan tidak secepatnya menjatuhkan penilaian dan pilihan. e. Rasional yaitu memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara bebas dan rasional adalah sesuatu hal yang harus dilakukan. Keputusan-keputusan yang diambil secara rasional akan mengantarkan sikap yang logis yang ditampilkan oleh warga negara, sementara sikap dan keputusan yang diambil secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional dan cenderung egois. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan warga negara, baik persoalan politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sebaiknya dilakukan dengan keputusan-keputusan yang rasional. f. Adil adalah menempatkan sesuatu secara proporsional. Tidak ada tujuan baik yang patut diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak adil adalah bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil. Dengan semangat keadilan, maka tujuan-tujuan bersama bukanlah suatu yang didiktekan tetapi ditawarkan. Mayoritas suara bukanlah diatur tetapi diperoleh. g. Jujur yaitu memiliki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupakan suatu yang niscaya. Kejujuran merupakan kunci terciptanya keselarasan diri keharmonisan hubungan antar wagra negara. Sikap jujur bisa diterapkan di segala sektor, baik politik, sosial dan sebagainya. Kejujuran politik adalah bahwa kesejahteraan warga. Berdasarkan tentang uraian hakikat belajar, hakikat pembelajaran PKn di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran PKn di SD, guru dituntut agar kreatif dan inovatif dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menantang dan merangsang daya pikir anak sehingga anak terlibat dalam proses pembelajaran. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dan seluruh siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa: Hal ini didukung oleh pendapat Bourne (dalam Romberg, 1992: 752) menyatakan bahwa PKn sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada knowing how, yaitu pelejar dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran memerlukan suatu pendekatan atau model-model pembelajaran yang menarik agar tercapai hasil yang diharapkan. Ada berbagai macam pendekatan dan model pembelajaran dalam pembelajaran PKn. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran PKn adalah PAKEM yakni kegiatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Pendekatan tersebut dapat menggunakan model Kooperatif tipe STAD yang dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. PEMBELAJARAN PAKEM DAN MODEL STAD Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eko Srihartanto (2007) hasil yang dicapai pada Impelemtasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di SD Negeri I Wonogiri yaitu bahwa proses pembelajaran yang menggunakan PAKEM dengan Model Student Teams Achievement Division (STAD) temyata dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga prestasi siswa selalu meningkat baik ujian, pencapaian kejuaran baik akademik maupun non akademik. Karena, guru yang profesional di bidangnya akan dapat berinovasi dalam menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan dan mengaktifkan siswa, yaitu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD merupakan salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang di dalamnya siswa dibentuk kedalam kelompok belajar yang terdiri dan lima atau enam anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda, atau kelompok ditentukan secara heterogen. Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran secara singkat dan selanjutnya siswa bekeda dalam kelompoknya telah menguasai materi pelajaran yang diberikan. Kemudian siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus menjawab atau mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya, walaupun dalam satu kelompok. Langkah-langkah pembelajaran PAKEM dengan Model STAD adalah: 1. Awal pembelajaran melakukan kegiatan yang menyenangkan, misalnya mengadakan permainan yang dikaitkan dengan materi pembelajaran, menyanyi atau melakukan gerakan-gerakan yang menyenangkan sesuai dengan petunjuk guru. 2. Persiapan materi dan penetapan siswa dalam kelompok Mengaitkan pengalaman siswa dengan materi yang akan dipelajari. Sebelum menyajikan harus menyiapkan lembar kegiatan siswa dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Kemudian penetapan siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4 - 6 orang dilakukan dengan heteroginitas. 3. Penyajian materi pelajaran, ditekankan pada hal-hal berikut: 1) Pendahuluan; disini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari dalam kelompok dan menginformasi hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan dipelajari. 2) Pengembangan; dilakukan pengembangan materi sesuai yang akan dipelajari dalam kelompok. 3) Praktek terkendali; dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyeluruh. 4) Guru menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan alat bantu atau media pembelajaran, sumber belajar yang beragam dan melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi yang dipelajari. Siswa diberikan kesempatan untuk memegang dan mempergunakan media pembelajaran serta memanfaatkan lingkungan sebagai media dan sumber belajar. 4. Kegiatan Kelompok Guru mengaktifkan siswa dengan memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya lisan atau tulisan dalam kelompok. Agar siswa kreatif siswa dapat menemukan sendiri rumus atau menggunakan rumus sendiri yang berbeda dengan penjelasan guru yang penting benar. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu dimengerti.. Guru memberi kesempatan kepada setiap perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil kerja yang telah dibuat oleh kelompoknya. 5. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 6. Penghargaan kelompok Kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. 7. Evaluasi Evaluasi atau penilaian dilakukan selama beberapa menit secara mandiri untuk menunjukkan apakah materi yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. 8. Menutup Pelajaran. 130 PENUTUP Pada prinsipnya, model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional- yang berpusat pada guru, dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik. Model tradisional terdiri atas ceramah atau presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Sedangkan model pembelajaran kontruktivis terdiri atas belajar kooperatif, instruktif berbasis masalah, dan diskusi kelas. Berdasarkan pemyataan di atas, maka diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang inovatif dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran. Dengan suasana kelas yang demokratis, yaitu saling memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar dalam memberdayakan potensi peserta didik secara optimal. Model pembelajaran kooperatif akan dapat memberikan nuansa baru dalam pelaksanaan pembelajaran bagi semua bidang studi yang diampu oleh guru. Hal tersebut memberikan dampak yang tidak saja dapat dirasakan guru tetapi juga pada siswa, interaksi edukatif muncul, serta terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik. Pendekatan yang dimaksud adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif. Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan dimaksudlcan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukalcan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. Siswa dibebaskan untuk mencari berbagai sumber belajar yang relevan. Kegiatan demikian memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya, sebagai sarana untuk mamahami materi pelajaran serta mengembangkan pengetahuannya. Salah satu model atau strategi pembelajaran kooperatif adalah model Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dengan strategi Student Teams Achievment Division (STAD). Penerapan model pembelajaran ini sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran PKn memberikan kontribusi yang signifikan kepada siswa dalam menguasai materi pelajaran secara tuntas. Selain itu juga dengan strategi STAD (siswa yang dibagi perkelompok) setiap anggota kelompok mendapatkan masukan dan bimbingan dari teman sekelompoknya. Setiap anggota kelompok merasakan dirinya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan, pendapat, dan gagasan. Sehingga siswa lebih bersemangat dalam diskusi kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai tanggungjawab terhadap tugas individu maupun tugas dalam kelompoknya. DAFTAR RUJUKAN Chatarina Tri Anni, (2004), Psikologi Belajar, Semarang: UPT MKK Unnes. Eni Mulyaningsih, (2004), "Hubungan Metode PAKEM dan Kemampuan Verbal dengan Prestasi Belajar Matematika Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Kelas SDN Kecil Kemrajen Banyumas Tahun Ajar 2003/2004", Skripsi, Semarang: FMIPA Unnes Erman Suherman, (1997), Strategi Belajar dan Mengajar PKn, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Max Darsono, (2000), Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP- Semarang Press. Sudjatmiko, (2003), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Suprayekti, (2003), Interaksi Belajar Mengajar, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.