MAKALAH KOLOKIUM Nama Pemrasaran/NIM Departemen Pembahas Dosen Pembimbing/NIP Judul Rencana Penelitian : : : : : Tanggal dan Waktu : Idah Faujiati Rosidah/I34100123 Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Muhammad Zulkarnaen/I34100124 Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS/19580214 198503 3 004 Respon Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Berencana di Aras Masyarakat Lokal 19 Maret 2014, 11.00-12.00 WIB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak pulau dan ditempati oleh 237.641.326Jiwa (BPS 2010) serta tersebar di berbagai provinsi baik di daerah perkotaan dan pedesaan. Lebih dari 50 persen penduduk Indonesia tinggal di pedesaan tepatnya 119.321.070 jiwa dan sebagian dari mereka bermatapencaharian sebagai petani. Para petani di pedesaan ini masih mengandalkan sektor pertanian sebagai ladang untuk meningkatkan pendapatan mereka. Mereka akan tetap berusaha demi meningkatkan taraf hidup mereka agar kesejahteraan mereka pun meningkat, baik berusaha di sektor on-farm, off-farm, maupun non-farm. Kulon Progo merupakan salah satu wilayah kabupaten di Yogyakarta yang memiliki lahan pantai yang subur. Lahan pantai tersebut digunakan para petani sebagai sumber nafkah atau mata pencaharian petani dalam bidang pertanian khusunya dalam menanam cabe rawit sehingga Kulon Progo menjadi pemasok cabe merah maupun cabe rawit di pasaran baik di Jawa maupun luar Jawa. Petani lahan pantai ini sudah lama memanfaatkan lahan ini sejak zaman nenek dan leluhur mereka, sejak lahan pantai ini masih tandus karena belum adanya teknologi yang dapat mengolah lahan pantai tersebut. Namun, lahan yang sejak lama dimanfaatkan dan diolah petani lokal ini diakui oleh pemerintah sebagai lahan yang termasuk milik Paku Alaman, sehingga di Kulon Progo ini terdapat adanya konflik sumberdaya khususnya tanah yang menjadi sumber konflik antara masyarakat dengan pemerintahan daerah seperti yang terjadi di Ternate. Cahyono dkk (2011) menyebutkan bahwa Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses Reformasi ternyata tidak dengan sendirinya mengubah pola-pola dasar penguasaan ekonomipolitik oleh kelompok-kelompok dominan. Di Kulon Progo, konflik dalam suasana desentralisasi ini muncul dalam perebutan penguasaan lahan pantai yang mengandung bijih besi, antara Raja dalam artian sebenarnya, yakni pihak Keraton Yogyakarta, Paku Alaman dan masyarakat pesisir Kulon Progo. Pihak Kerajaan ingin membuka pertambangan pasir besi di lahan ini. Bermula dari rencana proyek besar penambangan Pasir Besi oleh PT. Jogja Magansa Mining (JMM) yang saham utamanya dimiliki keluarga besar Keraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta berkerja sama dengan PT Indomine Australia. Rencana pertambangan pasir besi ini membangkitkan gerakan masyarakat petani lahan pantai untuk bersatu dan membentuk gerakan sosial yaitu gerakan petani yang dikenal dengan Paguyuban Petani Lahan Pantai-Kulon Progo (PPLP-KP). Para petani memperkuat diri agar tetap mempertahankan apa yang menjadi hak mereka dan berusaha tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam yang mereka miliki. Dengan lahan pasir yang mereka miliki, kesejahteraan petani pun meningkat tanpa adanya berbagai bantuan dari pemerintah daerah. Jika lahan pantai itu direbut dari petani dan dijadikan sebagai pabrik pertambangan pasir besi maka kesejahteraan petani menurun dan ribuan petani akan kehilangan pekerjaannya. Oleh karena itu, petani merasakan pentingnya memperjuangkan hak mereka, beragam strategi perlawanan terhadap tambang pasir besi dikerahkan, termasuk dalam hal ini kepemimpinan karena sebuah gerakan sosial tidak lepas dari adanya kepemimpinan. Gerakan sosial yang terbentuk merupakan respon dari masyarakat petani lahan pantai yang tergabung dalam paguyuban lahan pantai-Kulon Progo dalam menghadapi adanya rencana pertambangan pasir besi yang akan dilakukan pemerintah yang bekerjasama dengan pihak swasta yang merupakan sebuah perubahan berencana. Perubahan berencana adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak 2 mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pertambangan pasir besi ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui pengolahan sumberdaya dan termasuk ke dalam pembanguan yang dilakukan oleh pemerintah. Tujuan pembangunan nasional merupakan visi dari GBHN 1999-2004 yang tertulis dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yakni terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin. Selain itu, program pembangunan ini merupakan program pembangunan dalam berbagai bidang, salah satunya pengelolaan sumberdaya alam. Pembangunan yang dilakukan pemerintah ditujukan untuk mensejahterakan rakyat yang juga mendapatkan dukungan dari masyarakat sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Sebagaimana dalam UU tersebut disebutkan bahwa Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus dioptimalkan karena sumber daya alam sangat penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungan. Pembangunan yang dilakukan pemerintah ternyata tidak selalu memberikan dampak positif bagi masyarakat sehingga tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat bahkan menimbulkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Taib dkk (2010) menuturkan bahwa adanya pembangunan ini seharusnya bisa disambut baik dan mendukung pembangunan, namun kenyataannya masyarakat menentang secara terang-terangan karena adanya multiinterpretasi dan ketidakadaan pegangan bersama dari berbagai pihak tentang siapa yang berhak menguasai tanah dan sumberdaya alam. Jika masyarakat tidak mendukung adanya pembangunan maka hal ini akan menimbulkan konflik khususnya konflik sumberdaya alam seperti halnya yang terjadi di Ternate Provinsi Maluku Utara. Konflik ini terjadi karena berkaitan dengan penggunaan tanah untuk pembangunan lapangan terbang Sultan Babullah dan menimbulkan munculnya gerakan agraria yang menggunakan strategi perubahan identitas perjuangan dari “petani” menjadi “masyarakat adat” sebagai strategi yang diharapkan mampu menjadi upaya untuk melakukan perubahan. Gerakan ini terjadi sebagai respons masyarakat terhadap adanya pembanganan yang bertujuan untuk mencapai perubahan yang merupakan bentuk perubahan sosial di masyarakat akibat adanya proses pembangunan tersebut. Martono (2011) menyebutkan bahwa gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan yang ditujukan oleh sekelompok tertentu, misalnya adalah pemerintah atau penguasa. Namun, gerakan sosial ini dapat berpihak sebagai yang pro maupun kontra dengan pemerintah. Sebagaimana halnya dalam buku Gutomo Bayu Aji (2005) bahwa Serikat Petani Pasundan atau SPP merupakan sebuah lembaga yang menggabungkan berbagai bentuk kelompok petani yang menyuarakan keadilan atas apa yang terjadi pada tanah-tanah petani yang ada di tatar pasundan khusunya Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. SPP ini berawal dari sebuah perjuangan mendapatkan tanah garapan untuk petani di Garut yang kemudian membentuk kelompok atau ikatan yang bertujuan mendapatkan kembali lahan garapan petani yang dikuasai PT Perhutani maupun pihak perkebunan. SPP ini merupakan sebuah organisasi yang melakukan gerakan sosial untuk mendapatkan kembali lahan garapan petani, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya pemimpin dan kepemimpinan dalam SPP ini yang mendorong adanya perubahan. Yulianto E.H (2010) menyebutkan bahwa munculnya pemimpin dalam suatu kelompok terasa penting dalam membimbing proses kerjasama dalam pada suatu komunitas yang mengalami perubahan. Seperti halnya dalam kasus SPP di Garut, Kepemimpinan sangat mempengaruhi keberlangsungan perjuangan untuk melakukan perubahan. Kepemimpinan dalam gerakan sosial ini penting sebagai salah satu bentuk strategi gerakan sebagai respons masayarakat terhadap adanya perkebunan tersebut yang merupakan 3 salah satu bentk perubahan berencana. Hal ini memiliki beberapa kesamaan dengan petani lahan pantai di Kulon Progo. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji bagaimana respon masyarakat dalam menghadapi suatu perubahan berencana di aras masyarakat lokal di Kulon Progo? 1.2. MASALAH PENELITIAN Adanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan bentuk dari perubahan berencana. Perubahan berencana ini merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. (Soekanto, 2012). Perubahan tersebut terjadi di masyarakat dan dapat menimbulkan beberapa respons dari masyarakat lokal yang mengalaminya jika perubahan tersebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat atau hanya berdasarkan keputusan satu pihak, pihak pihak tersebut bisa seperti pemerintah maupun pihak lokal. Masyarakat yang menolak adanya perubahan tersebut melakukan perlawanan dengan membuat sebuah gerakan sosial. Gerakan sosial pada hakikatnya merupakan hasil perilaku kolektif, yaitu suatu perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respons terhadap rangsangan tertentu. Rangsangan tersebut bisa berupa ketidakpuasan, kesenjangan, ketidaknyamanan atas kondisi sosial yang dirasakan masyarakat sehingga membentuk sebuah gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan. Sebagaimana dalam penelitian ini disebutkan bahwa rencana pertambangan pasir besi ini menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan sosial di Kulon Progo termasuk di Desa Garongan. Masyarakat membentuk sebuah perkumpulan atau paguyuban petani lahan pantai atau yang dikenal dengan PPLP-KP (Paguyuban Petani Lahan Pantai-Kulon Progo). Berbagai bentuk perlawanan sudah banyak dilakuka untuk melawan pembangunan pabrik pertambangan pasir besi di daerah pesisir tempat para petani mencari nafkah bagi keluarganya, sehingga para petani membuat sebuah strategi gerakan sosial untuk mempertahankan hak mereka. Oleh karena itu, penulis merasa penting untuk mengkaji bagaimana strategi gerakan sosial yang dilakukan petani lahan pantai Kulon Progo? Strategi yang dilakukan oleh PPLP-KP di Desa Garongan ini merupakan strategi perjuangan para petani untuk tetap mempertahankan lahan mereka sebagai sumber matapencaharian mereka. Para petani ini tergabung dalam paguyuban ini sebagai bentuk perlawanan dan penghimpunan kekuatan dalam sebuah organisasi atau paguyuban. Dalam sebuah organisasi maupun gerakan petani atau gerakan perlawanan ini tidak terlepas dari adanya kepemimpinan, baik disadari maupun tidak disadari. Dalam kepemimpinan ini dikenal dengan adanya tipe dan peran kepemimpinan sebagai ciri khas gerakan perlawanan tersebut. Oleh karena itu, perlu untuk mengkaji bagaimana tipe kepemimpinan dalam gerakan sosial yang diaterapkan oleh petani lahan pantai? Tipe kepemimpinan yang digunakan dalam gerakan sosial dapat mempengaruhi keberhasilan suatu gerakan sosial dalam mencapai tujuannya yaitu menolak dan mencegah pembanguna pabrik pertambangan pasir besi melalui strategi gerakan dengan menggunakan berbagai cara. Oleh karena itu, perlu untuk mengkaji bagaimana hubungan tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan sosial sehingga dapat tercapai keberhasilan gerakan sosial di kalangan petani lahan pantai? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penulisan penelitian secara umum adalah uintuk menganalisis respon masyarakat dalam menghadapi perubahan berencana di aras masyarakat lokal petani lahan pantai-Kulon Progo dan secara khusus bertujuan untuk 1. Menganalisis strategi gerakan sosial yang dilakukan petani lahan pantai Kulon Progo 2. Menganalisis tipe kepemimpinan dalam gerakan sosial yang diaterapkan oleh petani lahan pantai 3. Menganalisis hubungan tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan sosial sehingga dapat tercapai keberhasilan gerakan sosial di kalangan petani lahan pantai 4 1.4. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian penelitian selanjutnya mengenai gerakan sosial maupun kajian mengenai kepemimpinan dalam gerakan sosial. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi dan wawasan mengenai tipe kepemimpinan dalam gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan petani dari adanya isu pertambangan pasir besi dan menunjukan bentuk perubahan berencana yang ada di masyarakat 3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran kepada pemerintah sebagai penetap kebijakan agar lebih teliti dalam memberikan kebijakan yang terkait dengan pembangunan daerah dalam proses perubahan sosial yang direncankan sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Berencana Perubahan berencana adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat (Soekanto (2012) dikutip dari Selo Soemardjan). Suatu perubahan yang dikehendaki dapat timbul sebagai reaksi (yang direncanakan) terhadap perubahan-perubahan dan kebudayaan yang terjadi sebelumnya, baik yang merupakan perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki. Abdulsyani (2012) mengemukakan bahwa perubahan yang direncanakan, paling baik dilakukan pada masyarakat yang memang sebelumnya sudah mempunyai keinginan untuk mengadakan perubahan, tetapi tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi demikian, masyarakat akan serta merta menerima perubahan yang dilakukan oleh para agent of change yang dirasakan sesuai dengan kehendak masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, Abdulsyani (2012) menambahkan bahwa akan lebih baik lagi apabila sebelum perencanaan dilaksanakan, agent of change terlebih dahulu melakukan pengamatan terhadap masyarakat sasaran perubahan untuk mengetahui kehendak dan harapan mereka, baru kemudian disesuaikan dengan perencanaan yang sudah ada. Perubahan yang direncanakan dengan terlebih dahulu mengetahui kehendak dan harapan masyarakat terhadap perubahan selanjutnya, dapat pula merupakan rencana perubahan terhadap hasil-hasil perubahan sebelumnya yang tidak menguntungkan pihak masyarakat. Perubahan berencana atau perubahan yang direncanakan ini bertujuan untuk merubah kondisi sebelumnya salah satunya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun, perubahan yang akan dilakukan harus disesuaikan juga dengan kondisi masyarakatnya, mungkin bisa saja masyarakat tidak membutuhkan perubahan tersebut. Jika masyarakat tidak menginginkan perubahan yang telah direncanakan atau menolak adanya perubahan maka akan mendapatkan respon yang negatif dan masyarakat akan melakukan pertentangan maupun pembeontakan. Gerakan Sosial Gerakan sosial memiliki banyak definisi dari berbagai ahli. Menurut Sunarto (dalam Martono 2011) menyatakan bahwa gerakan sosial pada hakikatnya merupakan hasil perilaku kolektif, yaitu suatu perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respons terhadap rangsangan 5 tertentu. Gerakan sosial sosial sifatnya lebih terorganisir dan lebih memiliki tujuan dan kepentingan bersama dibandingkan perilaku kolektif. Perilaku kolektif dapat terjadi secara spontan, namun gerakan sosial memerlukan sebuah proses pengorganisasian massa. Martono (2011) melanjutkan bahwa gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan yang ditujukan oleh sekelompok tertentu, misalnya adalah pemerintah atau penguasa. Namun, gerakan sosial ini dapat berpihak sebagai yang pro maupun kontra dengan pemerintah. Sztompka (2004) menyebutkan bahwa dalam mendefinisikan gerakan sosial ini harus terdiri dari beberapa komponen seperti (1) kolektivitas orang yang bertindak bersama, (2) tujuan bersama tindakannya adalah perubahan tertentu dalam masyarakatmereka yang ditetapkan partisipan menurut cara yang sama, (3)kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya daripada organisasi formal, (4) tindakannya mempunyai derajat spontanitas relatif tinggi namun tak terlembaga dan bentuknya tak konvensional. Jadi, Sztompka (2004) memberikan kesimpulan bahwa gerakan sosial adalah tindakan kolektif yang diorganisir secara longgar, tanpa cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Sztompka (2004) dan Martono (2011) ini menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan tindakan kolektif yang terorganisir namun tidak sama dengan lembaga. Gerakan sosial merupakan tindakan kolektif yang terorganisir secara longgar untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial ini juga bukan hanya mendorong adanya perubahan tapi juga sebagai dampak dari adanya perubahan sosial baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki. Gerakan sosial pun muncul karena adanya ketidaknyamanan, kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang terjadi dimasyarakat. Strategi Gerakan Sosial Setiap gerakan sosial yang terjadi memiliki tujuannya masing-masing. Oleh karena itu, gerakan sosial ini memiliki berbagai strategi yang digunakan dalam mencapai tujuannya yaitu mewujudkan perubahan sosial. Menurut Suharko (2006) (dalam Martono 2011) menyebutkan bahwa strategi yang dapat digunakan gerakan sosial biasanya didasarkan pada penilaian terhadap konteks atau latar politik tertentu, pertimbangan pihak lawan yang dihadapi, isu yang dibidik, dan kekuatan, serta sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi gerakan sosial. Ada empat strategi yang dapat digunakan gerakan sosial. Yaitu: 1. Low profile strategy. Menurut Fisher (dalam Martono 2011) strategi ini dinamakan “isolasi politik” yang secara khusus sesuai dengan konteks politik yang represif dan efektif untuk menghindari kooptasi dari pemegang kekuasaan yang otoritarian. Aktor gerakan dalam hal ini secara sadar memutuskan untuk mengisolasi diri atau menghindari hubungan dengan agen-agen negara. Ruang untuk mengisolasi diri biasanya ditemukan ditingkat lokal tempat aktor berbasis komunitas aktif dalam rangka mengembangkan atau mengorganisasi kelompok sosial berdasarkan sumberdaya lokal. 2. Strategi pelapisan (layering). Strategi ini dikemukakan oleh Fowler. Strategi ini mirip dengan strategi pertama. Menurut Fowler (dalam Martono 2011), strategi ini sangat sesuai untuk organisasi gerakan sosial yang beroperasi di negara-negara yang membatasi aktivitas otonom di luar pemerintah. Pelapisan merupakan pengembangan penyediaan pelayanan yang berorientasi pemberdayaan dan transformasi sosial. Dengan melakukan ini organisasi sosial dapat menghindari diri dari aksi dan intervensi langsung dari pihak lawan. 3. Advokasi. Strategi ini sering disebut dengan strategi pendampingan, yang merupakan strategi utama yang sering digunakan di kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik di negara maju maupun di negara berkembang. Strategi advokasi ini sering digunakan untuk mendesakkan perubahan-perubahan sosial, dan akan efektif untuk memaksakan perubahan kebijakan pemerintah. 4. Strategi keterlibatan kritis. Strategi ini merupakan strategi yang mengkombinasikan strategi advokasi dengan strategi kerjasama ketika menghadapi pemerintah atau agenagen resmi negara. Strategi ini bisa mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik 6 dengan mengombinasikan pemerintah dengan LSM. strategi kerjasama dengan strategi advokasi antara Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya. Sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kepemimpinan merupkan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mulai terbentuknya suatu kelompok sosial, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif daripada rekan-rekannya, sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol dari yang lainnya. Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keadaan-keadaan dimana tujuan kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila kelompok tadi mengalami ancaman dari luar (Soekanto 2003). Definisi kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, hal ini juga sama dengan apa yang diungkapkan oleh Wiriadihardja (1987) namun lebih menekankan pada kegiatan kelompok untuk menentukan tujuan bersama, beliau mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan kelompok, menuju ke arah penentuan tujuan dan mencapai tujuan. Prof. F.P. Brassor dalam Wiriadihardja, HM (1987) memberi definisi kepemimpinan adalah proses dimana seorang pelaksana memberi petunjuk pengarahan, pembinaan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain agar memilih ingin mencapai maksud dan tujuan tertentu. Jadi pada hakikatnya esensi kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain apakah dia pegawai bawahan, rekan sekerja atau atasan, adanya pengikut yang dapat dipengaruhi baik oleh ajakan, anjuran, bujukan, sugesti, perintah,saran atau bentuk lainnya, dan adanya tujuan yang hendak dicapai. Konsep kepemimpinan ini didefinisikan berbeda oleh Soekanto (2003) dan Wiriadihardja (1987), walaupun sama-sama menunjukkan proses mempengaruhi orang lain, tapi wiriadihardja menambahkan adanya tujuan dan mencapai tujuan. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain atau orang yang dipimpin baik perorangan maupun kelompok dan mengarahkan pada pencapaian tujuan. Selain itu, kepemimpinan ini merupakan kemampuan dari seorang pemimpin yang sedang menjalankan tugasnya dalam mengarahkan anggotanya, kelompoknya atau pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama baik melalui anjuran, ajakan, sugesti, atau perintah. Peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Pemimpin di dalam organisasi mempunyai peranan, setiap pekerjaan membawa harapan bagaimana penanggung peran berperilaku. Peran kepemimpinan dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Covey dalam Rivai (2012) membagi peran kepemimpinan dalam tiga bagian yaitu : 1. Pencarian alur, peran untuk menentukan visi dan misi yang pasti 2. Penyelaras, peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi 3. Pemberdaya, peran untuk menggerakan semangat dalam diri orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk mampu mengerjakan apa pun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati. Yulianto (2010) menambahkan dalam penelitiannya bahwa dalam suatu komunitas masyarakat, secara alamiah akan muncul kelompok yang berbeda peran sosialnya. Sebagian kecil akan terbentuk sebagai kelompok yang memimpin dan sebagian besar akan terbentuk pula seseorang yang terpimpin. Keberadaan industri perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan berkurangnya pengaruh dan peranan pemimpin desa baik formal maupun non formal dalam masyarakat semuntai sebagai bentuk pergeseran peran kepemimpinan lokal di desa Semuntai. perubahan kepemimpinan lokal dimulai ketika masuk dan berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit. Kini kepemimpinan lokal tidak hanya terdiri dari kepala desa dan ketua adat, namun muncul golongan pemimpin lokal yang didasarkan kekayaan yang dimiliki, jabatan yang diemban dan ilmu pengetahuan. 7 Tipe Kepemimpinan Kepemimpinan dapat juga dikatakan sebagai suatu kemampuan untuk menangani orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi yang sedikit mungkin antar anggota kelompok. Berdasarkan penelitian Fajrin (2011) terdapat beberapa tipe kepemimpinan seperti tipe otokratik, tipe paternalistik, tipe kharismatik, tipe laissez faire, dan tipe demokratik. Kepemimpinan tipe otokratik dapat dilihat sebagai seorang pemimpin yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter cenderung memperlakukan para bawahannya sama dengan alat lain dalam organisasi, anggota dipandang selayaknya mesin. Hal yang paling diutamakan adalah orientasi pada pelaksanaan dan penyelesaian tugas, tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengankepentingan bawahannya. Pemimpin dengan kepemimpinan otoktarik akan selalu menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya. Kepemimpinan tipe paternalistik banyak ditemui dimasyarakat tradisional, khususnya agraris. Kepemimpinan ini erat kaitannya dengan tata nilai yang ada di dalam masyrakat tradisional atau pedesaan. Salah satu cirinya ialah penghormatan yang begitu tinggi kepada orang tua dan orang yang dituakan. Pemimpinan dengan kepemimpinan paternalistik bersifat kebapakan, dalam artian bertindak sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Pada umumnya pemimpin semacam ini merupakan tokoh – tokoh adat, ulama, tetua desa, dan guru. Kepemimpinan tipe kharismatik akan sangat bertumpu pada sang pemimpin. Kharakteristik yang khas dari kepemimpinan kharismatik ialah daya tarik dari sang pemimpin yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut pemimpin yang sangat dikagumi pengikutnya, walau terkadang si pengikut tidak dapat menjelaskan kegagumannya secara konkrit. Kesulitan yang sering kali muncul pada kelompok dengan kepemimpinan kharismatik adalah regenerasi pemimpin. Seorang pemimpin kharismatik akan sulit digantikan, karena kekaguman anggota akan seseorang pemimpin tidak semudah itu dapat berpindah dari satu orang ke orang lain. Pemimpin dengan tipe kepemimpinan laissez faire berpandangan bahwa organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang – orang dewasa. Seluruh anggota organisasi dianggap sudah mengetahui dan memahami tujuan organisasi, sasaran apa yang akan dicapai, dan tugas apa yang harus ditunaikan. Sehingga pada tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin tidak akan banyak melakukan intervensi. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif, dimana pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan pada anggota menengah. Kepemimpinan demokratik lebih menekankan peran pemimpin sebagai seorang koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi. Pemimpin menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang harus dicapai oleh organisasi. Pembagian tugas tersebut membuat adanya pembagian tugas dan peran yang jelas, berserta herarki kekuasaannya. Seorang pemimpin dengan kepemimpinan demokratik akan disegani bukan ditakuti. Scott (1976) menggunakan pendekatan struktur sosial dan relasi sosial dalam melihat sebuah gerakan petani. Masyarakat pedesaan apabila dilihat secara horisontal akan memperlihatkan homogenitas yang tinggi, sedang secara vertikal akan memperlihatkan bentuk krucut, dimana pada bagian bawah diisi oleh petani penggarap dan buruh tani dengan masa terbesar, sedangkan pada bagian atas diisi oleh para elite yang berjumlah sedikit. Di dalam struktur masyarakat yang seperti ini, faktor kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting, sedangkan pemimpin dipegang oleh kelompok elite yang berada pada puncak, dari struktur sosial yang ada. Mengingat pentingnya faktor kepemimpinan yang ada, maka dapat diasumsikan bahwa gerakan perlawanan petani tidak mungkin terjadi tanpa adanya pemimpin. 8 2.2. KERANGKA PEMIKIRAN Gerakan sosial meupakan suatu gerakan yang lahir dari sekelompok individu yang terorganisir untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya strategi-strategi yang harus dilakukan baik dalam bentuk low profile strategy, strategi pelapisan, advokasi, maupun keterlibatan kritis. Strategi gerakan ini pun tidak serta merta muncul begitu saja tapi juga memiliki beberapa hal atau beberapa faktor yang menyebabkan munculnya suatu gerakan maupun strategi gerakan sosial tersebut dan salah satu sebabnya adalah adanya rencana pertambangan pasir besi. Selain itu, gerakan sosial ini merupakan suatu kelompok yang terorganisir sehingga tidak terlepas dari adanya kepemimpinan dengan berbagai bentuk atau tipe kepemimpinan sesuai dengan apa yang dianut atau diyakini, baik dengan tipe kepemimpinan otokratik, kharismatik maupun demokratik. Tipe kepemimpinan ini bisa melihat bagaimana seseorang dapat mempengaruhi masyarakat lainnya yang mengikutinya dalam pembentukan strategi yang dilakukan dalam gerakan sosial sehingga tipe kepemimpinan ini memiliki hubungan dengan strategi gerakan sosial yang didukung dengan peran kepemimpinan. Kerangka pemikiran ini bisa dilihat dalam gambar atau bagan alir kerangka pemikiran yang diusulkan (Gambar.2) berikut. - Tipe-Tipe kepemimpinan Tipe Otokratik Tipe Kharismatik Tipe Demokratik Tipe Paternalistik Tipe Laissez Faire Strategi Gerakan Sosial - Low Profile Strategy - Pelapisan (Layering) - Advokasi - Keterlibatan Kritis Keterangan : : Berhubungan Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.3. HIPOTESIS PENELITIAN Penelitian ini memiliki hipotesis uji berdasarkan kerangaka berfikir dalam penelitian adalah terdapat hubungan antara tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan sosial dalam menuju keberhasilan gerakan sosial di kalangan petani lahan pantai yang tergabung dalam PPLP-KP. 2.4. DEFINISI OPERASIONAL 1. Strategi gerakan sosial merupakan segala bentuk kegiatan atau aktivitas petani yang tergabung dalam PPLP-KP dalam melakukan perlawanan untuk mencapai tujuan bersama yaitu adanya perubahan baik menggunakan low profile strategy, strategi pelapisan, advokasi, maupun keterlibatan kritis. Strategi gerakan sosial ini termasuk kedalam jenis data nominal. Jawaban dari strategi gerakan sosial berupa ya/tidak dengan menggunakan kode : Ya : kode 1 Tidak : kode 0 a. Low profile strategy atau “isolasi politik” yang secara khusus sesuai dengan konteks politik yang represif dan efektif untuk menghindari kooptasi dari pemegang kekuasaan yang otoritarian. Aktor gerakan dalam hal ini secara sadar memutuskan untuk mengisolasi diri atau menghindari hubungan dengan agen-agen negara. 9 b. Strategi pelapisan (layering). Strategi ini merupakan strategi yang membatasi aktivitas otonom di luar pemerintah. Pelapisan merupakan pengembangan penyediaan pelayanan yang berorientasi pemberdayaan dan transformasi sosial. Dengan melakukan ini organisasi sosial dapat menghindari diri dari aksi dan intervensi langsung dari pihak lawan. c. Advokasi merupakan strategi dengan melakukan pendampingan, yang merupakan strategi utama yang sering digunakan di kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk mendesakkan perubahan-perubahan sosial, dan akan efektif untuk memaksakan perubahan kebijakan pemerintah. d. Strategi keterlibatan kritis merupakan kombinasi antara strategi advokasi dengan kerjasama antara pemerintah dan LSM. 2. Tipe kepemimpinan merupakan bentuk kepemimpinan yang dibedakan kedalam beberapa tipe seperti tipe otokratik, tipe kharismatik, dan tipe demokratik. Jawaban dari tipe kepemimpinan ini adalah berupa ya/tidak dengan menggunakan kode. Ya : kode 1 Tidak : kode 0 a. Tipe Otokratik : kepemimpinan ini memiliki orientasi pada pelaksanaan dan penyelesaian tugas, tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan bawahannya dan selalu menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya. b. Tipe Kharismatik : Daya tarik dari sang pemimpin yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut pemimpin yang sangat dikagumi pengikutnya, walau terkadang si pengikut tidak dapat menjelaskan kegagumannya secara kongkrit c. Tipe Demokratik : Kepemimpinan ini menggunakan pembagian tugas dan pembagian tugas tersebut membuat adanya pembagian tugas dan peran yang jelas, berserta herarki kekuasaannya. d. Tipe paternalistik : e. Tipe laissez faire : 3. Keberhasilan gerakan sosial adalah kemampuan masyarakat dalam melawan dan mempertahankan lahan pantai sehingga menghambat rencana pertambangan pasir besi. 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuntitatif yang didukung pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk melihat tipe kepemimpinan dalam PPLP-KP dan strategi gerakan sosial dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis kepemimpinan dan respon masyarakat dalam menghadapi perubahan berencana yang dilakukan dengan teknik wawancara mendalam kepada informan yang dipilih dengan metode snowball. Dalam metode snowball, dengan siapa peserta atau informan pernah dikontak atau pertama kali bertemu dengan peneliti adalah penting untuk menggunakan jaringan sosial mereka untuk merujuk kepada orang lain yang berpotensi berpartisipasi atau berkontribusi dan mempelajari atau memberi informasi kepada peneliti (Bungin 2005). 3.2. LOKASI DAN WAKTU Penelitian ini dilakukan di Desa Garongan Kecamatan Pancatan Kabupaten Kulon Progo. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan penelitian ini karena desa ini desa yang memulai gerakan diantara desa-desa yang sekarang bergabung dengan PPLP dan melanjutkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Valentina Sokoastri (2012) mengenai dampak reforma agraria dari bawah terhadap kesejahteraan masyarakat di Desa Garongan. Selain itu, PPLP ini merupakan gerakan yang unik, salah satunya dalam hal kepemimpinan, mereka menyebut mereka lah pemimpin mereka sendiri.. 10 Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai April 2014, pengolahan data dilakukan pada bulan April 2014. Analisis data dan penulisan dilakukan pada bulan Mei 2014. Kegiatan penelitian meliputi peyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi 3.3. Februari Maret April Mei Juni TEKNIK SEMPLING Penelitian ini dilaksanakan di Desa Garongan, kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu yang tinggal di daerah pesisir Desa Garongan. Responden merupakan petani lahan pantai di Desa Garongan yang termasuk ke dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai- Kulon Progo (PPLP-KP). Petani ini lah yang mengalami perubahan dan membentuk gerakan sosial untuk mempertahankan hak atas lahan pantai mereka yang sudah diolah sejak nenek moyang mereka. Responden terpilih dari populasi sasaran di Desa Garongan yang menjadi anggota paguyuban petani lahan pantai. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciricirinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi 1987). Populasi sasaran dalam penelitian ini homogen yaitu sebagai petani dan keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis maka teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan jumlah responden 30 orang. sampel acak sederhana ialah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi, 1987). 3.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder didapatkan dari studi literatur maupun data dari pihak-pihak terkait seperti pemerintahan RT, RW, Kelurahan maupun PPLP-KP. Data primer didapatkan dari lapangan melalui teknik observasi langsung, kuesioner dan wawancara mendalam dengan informan yang dipilih dengan teknik bola salju (snowball). Kuseioner ini terbagi kedalam tiga bagian yaitu untuk melihat strategi gerakan sosial, tipe kepemimpinan, dan hubungan tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan 11 sosial. Sedangkan wawancara mendalam dilakukan untuk melihat respon masyarakat dalam menghadapi perubahan berencana, bentuk kepemimpinan yang diterapkan, dan strategi lain yang terjadi di masyarakat Desa Garongan yang ada diluar data kuantitatif. 3.5. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Data yang telah dikumpulkan menggunakan kuisioner akan diolah secara kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS for Windows versi 19.0. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan tabel frekuensi dan Uji Chi Square untuk meneliti hubungan antar variabel nominal seperti tipe kepemimpinan (nominal) dan strategi gerakan sosial (nominal). Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung data kuantitatif. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. 12 DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani. 1994. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta [ID]: Bumi Aksara Aji GB. 2005. Tanah untuk Penggarap, Pengalaman Serikat Petani Pasundan Menggarap Lahanlahan Perkebunan dan Kehutanan. Edisi Pertama. Bogor [ID]. Pustaka LATIN Apriyanto D dan Harini R. 2013. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara terhadap Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Artikel Ilmiah. Universitas Gadjah Mada. [internet]. [Diunduh pada tanggal 05 Nopember 2013, pukul : 11.13]. Tersedia pada : http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/download/96/93 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jumlah Penduduk di Indonesia. Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta [ID] : Prenada Media Martono, N. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial : perspektif Klasik Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta [ID] : Rajawali Pers Ningtyas PMK dan Dharmawan A. 2010. Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap Keadaan Sosial Ekonomi dan Ekologi Masyarakat Lokal. Jurnal Sodality Vol.04, No. 02. Bogor [ID]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor Rivai, V dan Mulyadi D. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta [ID] : Rajawali Pers Sauki M, Hestu W P, Budhiawan H, Syaifullah A, Cahyono E, danYanuardi D. 2009. Memahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria dan Krisis Sosial Ekologi : Konflik Lahan Pasir Besi Dan Dinamika Sosial Ekonomi Petani Pesisir Kulon Progo. Bogor [ID]. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta dan Sajogyo Institute Soekanto, S. 2012. Sosiologi suatu pengantar, Edisi ke-44, Januari tahun 2001. Jakarta [ID] : PT. Raja Grafindo Persada Sztompka P. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial : Konsep Fundamental dalam Studi Perubahan Sosial. Jakarta [ID] : Prenada Taib R, Soetarto E, dan Tonny F. 2010. Transformasi Identitas Gerakan dari “Petani” menjadi “Masyarakat Adat” : Upaya Memahami Konflik Pembangunan Bandara Sultah Babullah di Ternate Maluku Utara. Jurnal Sodality Vol.04, No. 02. Bogor [ID]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor Marius JA. 2006. Perubahan Sosial. Jurnal penyuluhan Vol.02, No. 02 september 2006. Institut Pertanian Bogor. [internet]. [Diunduh pada tanggal 28 September 2013. 11:18]. Tersedia pada : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/42870/Jelamu.pdf Wiriadihardja, HM. 1987. Dimensi kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta [ID] : Balai Pustaka Yudhistira, Hidayat WK, dan Hadiyarto A. 2011. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi. Jurnal Vol. 09, Issue 2: 76-84 (2011). Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP. [internet]. [Diunduh pada tanggal 05 Nopember 2013, pukul : 11.26]. Tersedia pada : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/download/4072/pdf 13 Yulianto EH. 2010. Perubahan Struktur Sosial Dan Kepemimpinan Lokal Masyarakat Akibat Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal EPP.Vo. 1. No.7. 2010 : 39-46. Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda. [internet]. [Diunduh pada tanggal 28 Nopember 2013, Pukul 13:57]. Tersedia pada : http://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012 /03/jurnal-vol-7-no-1-eko.pdf 14 LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian 15 Lampiran 2 Kuisioner Diisi oleh peneliti Nomor Responden : Hari/tanggal wawancara : / KUISIONER Respon Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Berencana di Aras Masyarakat Lokal Peneliti bernama Idah Faujiati Rosidah, merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Bapak/Ibu dan Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban dijamin kerahasiannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu dan Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini. I. KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik Umum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. : ……………………………………………...…… :L/P : …………tahun : …………………………………………………... : …………………………………………………... : 1. Tidak Sekolah 2. SD/Madrasah Ibtidaiyah 3. SMP/ Madrasah Tsanawiyah 4. SMA/ Madrasah Aliyah 5. Perguruan Tinggi Jumlah anggota rumah tangga : orang Nama Jenis Kelamin Usia Alamat No. HP/Telp. Pendidikan terakhir 16 Tipe kepemimpinan No. Pertanyaan Tipe Otoriter 1. Apakah ada orang yang sangat berpengaruh dalam gerakan sosial ini? 2. Apakah ada orang yang selalu hanya memberikan perintah? 3 Apakah ada orang yang selalu mengawasi kinerja petani dalam gerakan? 4 Apakah ada orang yang sering mengontrol kinerja petani dalam gerakan? 5 Apakah ada orang yang menuntut adanya ketaatan terhadap dirinya dalam gerakan? 6 Apakah hanya pendapatnya saja yang diterapkan dalam strategi gerakan? 7 Apakah petani lain dilibatkan dalam berbagai pembentukan strategi gerakan? Tipe Kharismatik 8 Apakah ada orang yang menggerakan petani untuk ikut dalam gerakan sosal? 9 Apakah apakah ada seseorang yang dikagumi dalam menggerakan petani lahan pantai? 10 Apakah ada penggerak yang susah untuk digantikan? 11 Apakah ada orang yang hebat dalam berkomunikasi? 12 Apakah orang tersebut memiliki sangat percaya diri? 13 Apakah orang tersebut bersedia mengambil resiko? 14 Apakah orang tersebut tidak berada pada status formal? Tipe Demokratik 15 Apakah ada orang yang mendorong para petani dalam menentukan sendiri kebijakannya dalam membuat strategi gerakan? 16 Apakah ada pembagian kerja yang khusus? 17 Apakah tersebut diperbolrhkan untuk dilaksanakan dengan berbagai macam cara? 18 Apakah pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak jika terjadi perbedaan pendapat? 19 Apakah para petani diberikan penghargaan atas tugas yang diberikan? 20 Apakah ada seseorang yang mendapatkan kritik atas apa yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya dalam serakan sosial? 21 Apakah masyarakat bebas mengeluarkan pendapat dalam menyusun strategi gerakan sosial? Tipe Paternalistik 22 Apakah orang yang menjadi penggerak gerakan sosial ini merupakan tetua di desa? 23 Apakah orang tersebut dapat menjadi suri tauladan dalam perlawanan atau gerakan sosial? 24 Apakah orang tersebut sangat dihormati di desa? 25 Apakah orang tersebut disegani di desa? 26 Apakah orang tersebut dihormati dalam gerakan sosial? 27 Apakah petani akan selalu mendengarkan perintahnya orang tersebut dalam merencanakan aktivitas penolakan atau perlawanan? 28 Apakah petani akan menunggu perintahnya dalam mengambil keputusan? Jawaban Ya Tidak 17 Tipe laissez faire 29 Apakah ada orang yang membebaskan para petani dalam melakukan aktivitas gerakan? 30 Apakah orang tersebut kurang aktif dalam menentukan strategi gerakan? 31 Apakah semua tugasnya dalam merencanakan gerakan ini diberikan kepada masyarakat? 32 Apakah semua tugas dalam melaksanakan strategi gerakan diberikan kepada masyarakat secara umum? 33 Apakah pengambilan keputusan seluruhnya diserahkan kepada masyarakat pada umumnya? 34 Apakah orang tersebut menghargai pendapat orang lain? 35 Apakah orang tersebut kurang bermusyawarah? Strategi gerakan social No Pertanyaan Low Profile Strategy 1 Apakah gerakan ini pernah mendapatkan protes dari pemerintahan lokal dalam menolak pertambangan lahan pasir besi? 2 Apakah gerakan ini memutuskan hubungan secara langsung dengan pemerintah dalam melakukan aksi penolakan? 3 Apakah gerakan ini menghindari kerjasama dengan pemerintah dalam melakukan penolakan? 4 Apakah pemerintah kurang dilibatkan dalam menyusun rencana perlawanan menolak rencana pertambangan pasir besi? 5 Apakah gerakan ini tetap mengembangkan diri berdasarkan sumberdaya lokal yang ada tanpa bantuan pemerintah? Advokasi 6 Apakah gerakan petani ini pernah mendapatkan pendampingan yang dilakukan oleh LSM? 7 Apakah gerakan ini pernah menjalin solidaritas dengan LSM? 8 Apakah gerakan ini pernah berdiskusi dengan LSM untuk merubah kebijakan pemerintah untuk menolak rencana pertambangan pasir besi? 9 Apakah gerakan ini pernah mengikuti kegiatan di LSM tertentu? 10 Apakah gerakan ini melibatkan LSM dalam menyusun rencana atau strategi penolakan rencana pertambangan pasir besi? Pelapisan 11 Apakah gerakan ini pernah mengadakan kegiatan yang dikhususkan untuk masyarakat lokal yang ikut memperjuangkan lahan pantai? 12 Apakah gerakan ini pernah memberikan pelayanan untuk membantu petani yang memiliki masalah ekonomi? 13 Apakah gerakan ini pernah membatasi kegiatan pemerintah di wilayah gerakan? 14 Apakah gerakan ini mempunyai aktivitas yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani? 15 Apakah gerakan ini pernah menghindari tekanan dari pemerintah? Keterlibatan Kritis 16 Apakah gerakan ini pernal terlibat dalam kegiatan yang diadakan LSM dan pemerintah lokal? 17 Apakah gerakan ini pernah menjalin kerjasama dengan LSM dan Jawaban Ya Tidak 18 Pemerintah lokal untuk mengubah kebijakan pertambangan pasir besi? Apakah gerakan ini pernah mendapatkan dana atau bantuan dari LSM dan pemerintah lokal untuk keberhasilan gerakan? Apakah gerakan ini berusaha mengubah kebijakan pemerintah tentang pertambangan pasir besi? Apakah gerakan ini pernah mendapat dukungan dari pemerintah dan LSM dalam menolak pertambangan pasir besi? 18 19 20 Lampiran 3 Panduan Pertanyaan Panduan pertanyaan ini ditujukan untuk menggali informasi dari informan dan responden sebagai tambahan informasi di luar kuesioner. 1. 2. 3. 4. 5. Bagaimana pendapat anda dengan kepemimpinan? Kepemimpinan seperti apa yang cocok dalam mempertahankan lahan pantai? Mengapa pemimpin itu penting dalam perjuangan petani ini? Siapa yang menjadi tokoh atau panutan dalam mempertahankan lahan pantai? Apa saja yang dilakukan pemimpin dalam membawa petani lahan pantai mencapai tujuannya? 6. Apa saja yang sudah dilakukan untuk melawan pertambangan pasir besi? 7. Apakah ada penggerak petani untuk melawan pertambangan pasir besi? 8. Siapakah penggeraknya? 9. Bagaimana seorang penggerak mengajak petani dalam melakukan perjuangan? 10. Bagaimana cara melakukan perlawanan untuk menolak pertambangan pasir besi? 11. Siapa tokoh yang memberikan masukan dalam menentukan cara perlawanan? 12. Apa yang diinginkan setelah adanya gerakan sosial ini? 13. Apa tujuan akhir perjuangan ini? 14. Apa manfaat yang dirasakan dari adanya perlawanan ini? 15. Menurut pendapat anda, apakah perlawanan ini sudah berhasil? Sebutkan alasannya! 16. Menurut pendapat anda, apakah gerakan ini telah berhasil? 19 Lampiran 4 Matrik pendekatan lapang No Tujuan penelitian Jenis data 1 Menganalisis strategi gerakan sosial Primer dan sekunder 2 Menganalisis tipe kepemimpinan dalam gerakan Menganalisis hubungan antara tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan dalam mencapai keberhasilan. primer 3 Primer dan sekunder Metode pengumpulan data Kuesioner, panduan pertanyaan, dan studi literatur Kuesioner dan panduan pertanyaan Kuesioner, panduan pertanyaan, dan studi literatur Metode pengolahan dan analisi data Tabel frekuensi, Tabel frekuensi dianalisis dengan statistika chi square 20 Lampiran 5 Rancangan Skripsi 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Masalah Penelitian 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kegunaan Penelitian 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.2. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesis 2.4. Definisi Operasional 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Metode Penelitian 3.2. Lokasi dan Waktu 3.3. Teknik Sampling 3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1 Profil Desa Garongan 1.2 Kondisi Geografis Desa Garongan 1.3 Kondisi Pendidikan di Desa Garongan 1.4 Kondisi Ekonomi di Desa Garongan 1.5 Kondisi Kependudukan di Desa Garongan 1.6 Kondisi sarana dan prasarana di Desa Garongan 5. ANALISIS STRATEGI GERAKAN SOSIAL YANG DILAKUKAN PETANI LAHAN PANTAI KULON PROGO 6. ANALISIS TIPE KEPEMIMPINAN DALAM GERAKAN SOSIAL YANG DIATERAPKAN OLEH PETANI LAHAN PANTAI 7. ANALISIS HUBUNGAN TIPE KEPEMIMPINAN DENGAN STRATEGI GERAKAN SOSIAL SEHINGGA DAPAT TERCAPAI KEBERHASILAN GERAKAN SOSIAL DI KALANGAN PETANI LAHAN PANTAI 8. PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran 9. DAFTAR PUSTAKA 10. LAMPIRAN