Konflik Lahan Pasir Besi Dan Dinamika Sosial Ekonomi

advertisement
MAKALAH KOLOKIUM
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian
:
:
:
:
:
Tanggal dan Waktu
:
Idah Faujiati Rosidah/I34100123
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Muhammad Zulkarnaen/I34100124
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS/19580214 198503 3 004
Respon Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Berencana
di Aras Masyarakat Lokal
19 Maret 2014, 11.00-12.00 WIB
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak pulau dan ditempati oleh
237.641.326Jiwa (BPS 2010) serta tersebar di berbagai provinsi baik di daerah perkotaan dan
pedesaan. Lebih dari 50 persen penduduk Indonesia tinggal di pedesaan tepatnya 119.321.070
jiwa dan sebagian dari mereka bermatapencaharian sebagai petani. Para petani di pedesaan ini
masih mengandalkan sektor pertanian sebagai ladang untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Mereka akan tetap berusaha demi meningkatkan taraf hidup mereka agar kesejahteraan mereka
pun meningkat, baik berusaha di sektor on-farm, off-farm, maupun non-farm. Kulon Progo
merupakan salah satu wilayah kabupaten di Yogyakarta yang memiliki lahan pantai yang subur.
Lahan pantai tersebut digunakan para petani sebagai sumber nafkah atau mata pencaharian
petani dalam bidang pertanian khusunya dalam menanam cabe rawit sehingga Kulon Progo
menjadi pemasok cabe merah maupun cabe rawit di pasaran baik di Jawa maupun luar Jawa.
Petani lahan pantai ini sudah lama memanfaatkan lahan ini sejak zaman nenek dan leluhur
mereka, sejak lahan pantai ini masih tandus karena belum adanya teknologi yang dapat mengolah
lahan pantai tersebut. Namun, lahan yang sejak lama dimanfaatkan dan diolah petani lokal ini
diakui oleh pemerintah sebagai lahan yang termasuk milik Paku Alaman, sehingga di Kulon Progo
ini terdapat adanya konflik sumberdaya khususnya tanah yang menjadi sumber konflik antara
masyarakat dengan pemerintahan daerah seperti yang terjadi di Ternate.
Cahyono dkk (2011) menyebutkan bahwa Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses
Reformasi ternyata tidak dengan sendirinya mengubah pola-pola dasar penguasaan ekonomipolitik oleh kelompok-kelompok dominan. Di Kulon Progo, konflik dalam suasana desentralisasi ini
muncul dalam perebutan penguasaan lahan pantai yang mengandung bijih besi, antara Raja
dalam artian sebenarnya, yakni pihak Keraton Yogyakarta, Paku Alaman dan masyarakat pesisir
Kulon Progo. Pihak Kerajaan ingin membuka pertambangan pasir besi di lahan ini. Bermula dari
rencana proyek besar penambangan Pasir Besi oleh PT. Jogja Magansa Mining (JMM) yang
saham utamanya dimiliki keluarga besar Keraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta berkerja
sama dengan PT Indomine Australia.
Rencana pertambangan pasir besi ini membangkitkan gerakan masyarakat petani lahan
pantai untuk bersatu dan membentuk gerakan sosial yaitu gerakan petani yang dikenal dengan
Paguyuban Petani Lahan Pantai-Kulon Progo (PPLP-KP). Para petani memperkuat diri agar tetap
mempertahankan apa yang menjadi hak mereka dan berusaha tetap menjaga kelestarian
sumberdaya alam yang mereka miliki. Dengan lahan pasir yang mereka miliki, kesejahteraan
petani pun meningkat tanpa adanya berbagai bantuan dari pemerintah daerah. Jika lahan pantai
itu direbut dari petani dan dijadikan sebagai pabrik pertambangan pasir besi maka kesejahteraan
petani menurun dan ribuan petani akan kehilangan pekerjaannya. Oleh karena itu, petani
merasakan pentingnya memperjuangkan hak mereka, beragam strategi perlawanan terhadap
tambang pasir besi dikerahkan, termasuk dalam hal ini kepemimpinan karena sebuah gerakan
sosial tidak lepas dari adanya kepemimpinan.
Gerakan sosial yang terbentuk merupakan respon dari masyarakat petani lahan pantai
yang tergabung dalam paguyuban lahan pantai-Kulon Progo dalam menghadapi adanya rencana
pertambangan pasir besi yang akan dilakukan pemerintah yang bekerjasama dengan pihak swasta
yang merupakan sebuah perubahan berencana. Perubahan berencana adalah perubahan yang
diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak
2
mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pertambangan pasir besi ini ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan daerah melalui pengolahan sumberdaya dan termasuk ke dalam
pembanguan yang dilakukan oleh pemerintah.
Tujuan pembangunan nasional merupakan visi dari GBHN 1999-2004 yang tertulis dalam
UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yakni terwujudnya
masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera,
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang
sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan
lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan
berdisiplin. Selain itu, program pembangunan ini merupakan program pembangunan dalam
berbagai bidang, salah satunya pengelolaan sumberdaya alam.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah ditujukan untuk mensejahterakan rakyat yang
juga mendapatkan dukungan dari masyarakat sehingga pembangunan dapat berjalan dengan
lancar. Sebagaimana dalam UU tersebut disebutkan bahwa Peranan pemerintah dalam
perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus dioptimalkan karena sumber daya
alam sangat penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara
melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari
bencana ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dimaksudkan
untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungan.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah ternyata tidak selalu memberikan dampak positif
bagi masyarakat sehingga tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat bahkan menimbulkan
konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Taib dkk (2010) menuturkan bahwa adanya
pembangunan ini seharusnya bisa disambut baik dan mendukung pembangunan, namun
kenyataannya masyarakat menentang secara terang-terangan karena adanya multiinterpretasi dan
ketidakadaan pegangan bersama dari berbagai pihak tentang siapa yang berhak menguasai tanah
dan sumberdaya alam.
Jika masyarakat tidak mendukung adanya pembangunan maka hal ini akan menimbulkan
konflik khususnya konflik sumberdaya alam seperti halnya yang terjadi di Ternate Provinsi Maluku
Utara. Konflik ini terjadi karena berkaitan dengan penggunaan tanah untuk pembangunan
lapangan terbang Sultan Babullah dan menimbulkan munculnya gerakan agraria yang
menggunakan strategi perubahan identitas perjuangan dari “petani” menjadi “masyarakat adat”
sebagai strategi yang diharapkan mampu menjadi upaya untuk melakukan perubahan. Gerakan ini
terjadi sebagai respons masyarakat terhadap adanya pembanganan yang bertujuan untuk
mencapai perubahan yang merupakan bentuk perubahan sosial di masyarakat akibat adanya
proses pembangunan tersebut.
Martono (2011) menyebutkan bahwa gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan
yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut
adanya perubahan yang ditujukan oleh sekelompok tertentu, misalnya adalah pemerintah atau
penguasa. Namun, gerakan sosial ini dapat berpihak sebagai yang pro maupun kontra dengan
pemerintah. Sebagaimana halnya dalam buku Gutomo Bayu Aji (2005) bahwa Serikat Petani
Pasundan atau SPP merupakan sebuah lembaga yang menggabungkan berbagai bentuk
kelompok petani yang menyuarakan keadilan atas apa yang terjadi pada tanah-tanah petani yang
ada di tatar pasundan khusunya Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. SPP ini berawal dari sebuah
perjuangan mendapatkan tanah garapan untuk petani di Garut yang kemudian membentuk
kelompok atau ikatan yang bertujuan mendapatkan kembali lahan garapan petani yang dikuasai
PT Perhutani maupun pihak perkebunan.
SPP ini merupakan sebuah organisasi yang melakukan gerakan sosial untuk mendapatkan
kembali lahan garapan petani, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya pemimpin dan kepemimpinan
dalam SPP ini yang mendorong adanya perubahan. Yulianto E.H (2010) menyebutkan bahwa
munculnya pemimpin dalam suatu kelompok terasa penting dalam membimbing proses kerjasama
dalam pada suatu komunitas yang mengalami perubahan. Seperti halnya dalam kasus SPP di
Garut, Kepemimpinan sangat mempengaruhi keberlangsungan perjuangan untuk melakukan
perubahan. Kepemimpinan dalam gerakan sosial ini penting sebagai salah satu bentuk strategi
gerakan sebagai respons masayarakat terhadap adanya perkebunan tersebut yang merupakan
3
salah satu bentk perubahan berencana. Hal ini memiliki beberapa kesamaan dengan petani lahan
pantai di Kulon Progo. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji bagaimana respon masyarakat
dalam menghadapi suatu perubahan berencana di aras masyarakat lokal di Kulon Progo?
1.2. MASALAH PENELITIAN
Adanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan bentuk dari perubahan
berencana. Perubahan berencana ini merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah
direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam
masyarakat. (Soekanto, 2012). Perubahan tersebut terjadi di masyarakat dan dapat menimbulkan
beberapa respons dari masyarakat lokal yang mengalaminya jika perubahan tersebut tidak sesuai
dengan keinginan masyarakat atau hanya berdasarkan keputusan satu pihak, pihak pihak tersebut
bisa seperti pemerintah maupun pihak lokal. Masyarakat yang menolak adanya perubahan
tersebut melakukan perlawanan dengan membuat sebuah gerakan sosial. Gerakan sosial pada
hakikatnya merupakan hasil perilaku kolektif, yaitu suatu perilaku yang dilakukan bersama-sama
oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau
respons terhadap rangsangan tertentu. Rangsangan tersebut bisa berupa ketidakpuasan,
kesenjangan, ketidaknyamanan atas kondisi sosial yang dirasakan masyarakat sehingga
membentuk sebuah gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan.
Sebagaimana dalam penelitian ini disebutkan bahwa rencana pertambangan pasir besi ini
menjadi salah satu penyebab munculnya gerakan sosial di Kulon Progo termasuk di Desa
Garongan. Masyarakat membentuk sebuah perkumpulan atau paguyuban petani lahan pantai atau
yang dikenal dengan PPLP-KP (Paguyuban Petani Lahan Pantai-Kulon Progo). Berbagai bentuk
perlawanan sudah banyak dilakuka untuk melawan pembangunan pabrik pertambangan pasir besi
di daerah pesisir tempat para petani mencari nafkah bagi keluarganya, sehingga para petani
membuat sebuah strategi gerakan sosial untuk mempertahankan hak mereka. Oleh karena itu,
penulis merasa penting untuk mengkaji bagaimana strategi gerakan sosial yang dilakukan
petani lahan pantai Kulon Progo?
Strategi yang dilakukan oleh PPLP-KP di Desa Garongan ini merupakan strategi
perjuangan para petani untuk tetap mempertahankan lahan mereka sebagai sumber
matapencaharian mereka. Para petani ini tergabung dalam paguyuban ini sebagai bentuk
perlawanan dan penghimpunan kekuatan dalam sebuah organisasi atau paguyuban. Dalam
sebuah organisasi maupun gerakan petani atau gerakan perlawanan ini tidak terlepas dari adanya
kepemimpinan, baik disadari maupun tidak disadari. Dalam kepemimpinan ini dikenal dengan
adanya tipe dan peran kepemimpinan sebagai ciri khas gerakan perlawanan tersebut. Oleh karena
itu, perlu untuk mengkaji bagaimana tipe kepemimpinan dalam gerakan sosial yang
diaterapkan oleh petani lahan pantai?
Tipe kepemimpinan yang digunakan dalam gerakan sosial dapat mempengaruhi
keberhasilan suatu gerakan sosial dalam mencapai tujuannya yaitu menolak dan mencegah
pembanguna pabrik pertambangan pasir besi melalui strategi gerakan dengan menggunakan
berbagai cara. Oleh karena itu, perlu untuk mengkaji bagaimana hubungan tipe kepemimpinan
dengan strategi gerakan sosial sehingga dapat tercapai keberhasilan gerakan sosial di
kalangan petani lahan pantai?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan penelitian secara umum adalah uintuk menganalisis respon masyarakat dalam
menghadapi perubahan berencana di aras masyarakat lokal petani lahan pantai-Kulon Progo dan
secara khusus bertujuan untuk
1. Menganalisis strategi gerakan sosial yang dilakukan petani lahan pantai Kulon Progo
2. Menganalisis tipe kepemimpinan dalam gerakan sosial yang diaterapkan oleh petani lahan
pantai
3. Menganalisis hubungan tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan sosial sehingga dapat
tercapai keberhasilan gerakan sosial di kalangan petani lahan pantai
4
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian
penelitian selanjutnya mengenai gerakan sosial maupun kajian mengenai kepemimpinan
dalam gerakan sosial.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi dan wawasan
mengenai tipe kepemimpinan dalam gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan petani dari
adanya isu pertambangan pasir besi dan menunjukan bentuk perubahan berencana yang
ada di masyarakat
3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran kepada
pemerintah sebagai penetap kebijakan agar lebih teliti dalam memberikan kebijakan yang
terkait dengan pembangunan daerah dalam proses perubahan sosial yang direncankan
sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Berencana
Perubahan berencana adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan
terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat
(Soekanto (2012) dikutip dari Selo Soemardjan). Suatu perubahan yang dikehendaki dapat timbul
sebagai reaksi (yang direncanakan) terhadap perubahan-perubahan dan kebudayaan yang terjadi
sebelumnya, baik yang merupakan perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki.
Abdulsyani (2012) mengemukakan bahwa perubahan yang direncanakan, paling baik dilakukan
pada masyarakat yang memang sebelumnya sudah mempunyai keinginan untuk mengadakan
perubahan, tetapi tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi demikian, masyarakat akan serta
merta menerima perubahan yang dilakukan oleh para agent of change yang dirasakan sesuai
dengan kehendak masyarakat yang bersangkutan.
Selain itu, Abdulsyani (2012) menambahkan bahwa akan lebih baik lagi apabila sebelum
perencanaan dilaksanakan, agent of change terlebih dahulu melakukan pengamatan terhadap
masyarakat sasaran perubahan untuk mengetahui kehendak dan harapan mereka, baru kemudian
disesuaikan dengan perencanaan yang sudah ada. Perubahan yang direncanakan dengan terlebih
dahulu mengetahui kehendak dan harapan masyarakat terhadap perubahan selanjutnya, dapat
pula merupakan rencana perubahan terhadap hasil-hasil perubahan sebelumnya yang tidak
menguntungkan pihak masyarakat.
Perubahan berencana atau perubahan yang direncanakan ini bertujuan untuk merubah
kondisi sebelumnya salah satunya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun,
perubahan yang akan dilakukan harus disesuaikan juga dengan kondisi masyarakatnya, mungkin
bisa saja masyarakat tidak membutuhkan perubahan tersebut. Jika masyarakat tidak
menginginkan perubahan yang telah direncanakan atau menolak adanya perubahan maka akan
mendapatkan respon yang negatif dan masyarakat akan melakukan pertentangan maupun
pembeontakan.
Gerakan Sosial
Gerakan sosial memiliki banyak definisi dari berbagai ahli. Menurut Sunarto (dalam
Martono 2011) menyatakan bahwa gerakan sosial pada hakikatnya merupakan hasil perilaku
kolektif, yaitu suatu perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak
bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respons terhadap rangsangan
5
tertentu. Gerakan sosial sosial sifatnya lebih terorganisir dan lebih memiliki tujuan dan kepentingan
bersama dibandingkan perilaku kolektif. Perilaku kolektif dapat terjadi secara spontan, namun
gerakan sosial memerlukan sebuah proses pengorganisasian massa. Martono (2011) melanjutkan
bahwa gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan yang lahir dari sekelompok individu untuk
memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan yang ditujukan oleh
sekelompok tertentu, misalnya adalah pemerintah atau penguasa. Namun, gerakan sosial ini dapat
berpihak sebagai yang pro maupun kontra dengan pemerintah.
Sztompka (2004) menyebutkan bahwa dalam mendefinisikan gerakan sosial ini harus
terdiri dari beberapa komponen seperti (1) kolektivitas orang yang bertindak bersama, (2) tujuan
bersama tindakannya adalah perubahan tertentu dalam masyarakatmereka yang ditetapkan
partisipan menurut cara yang sama, (3)kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah
derajatnya daripada organisasi formal, (4) tindakannya mempunyai derajat spontanitas relatif tinggi
namun tak terlembaga dan bentuknya tak konvensional. Jadi, Sztompka (2004) memberikan
kesimpulan bahwa gerakan sosial adalah tindakan kolektif yang diorganisir secara longgar, tanpa
cara terlembaga untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat.
Sztompka (2004) dan Martono (2011) ini menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan
tindakan kolektif yang terorganisir namun tidak sama dengan lembaga. Gerakan sosial merupakan
tindakan kolektif yang terorganisir secara longgar untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan
dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial ini juga bukan hanya
mendorong adanya perubahan tapi juga sebagai dampak dari adanya perubahan sosial baik yang
dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki. Gerakan sosial pun muncul karena adanya
ketidaknyamanan, kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang terjadi dimasyarakat.
Strategi Gerakan Sosial
Setiap gerakan sosial yang terjadi memiliki tujuannya masing-masing. Oleh karena itu,
gerakan sosial ini memiliki berbagai strategi yang digunakan dalam mencapai tujuannya yaitu
mewujudkan perubahan sosial. Menurut Suharko (2006) (dalam Martono 2011) menyebutkan
bahwa strategi yang dapat digunakan gerakan sosial biasanya didasarkan pada penilaian terhadap
konteks atau latar politik tertentu, pertimbangan pihak lawan yang dihadapi, isu yang dibidik, dan
kekuatan, serta sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi gerakan sosial. Ada empat strategi yang
dapat digunakan gerakan sosial. Yaitu:
1. Low profile strategy. Menurut Fisher (dalam Martono 2011) strategi ini dinamakan “isolasi
politik” yang secara khusus sesuai dengan konteks politik yang represif dan efektif untuk
menghindari kooptasi dari pemegang kekuasaan yang otoritarian. Aktor gerakan dalam
hal ini secara sadar memutuskan untuk mengisolasi diri atau menghindari hubungan
dengan agen-agen negara. Ruang untuk mengisolasi diri biasanya ditemukan ditingkat
lokal tempat aktor berbasis komunitas aktif dalam rangka mengembangkan atau
mengorganisasi kelompok sosial berdasarkan sumberdaya lokal.
2. Strategi pelapisan (layering). Strategi ini dikemukakan oleh Fowler. Strategi ini mirip
dengan strategi pertama. Menurut Fowler (dalam Martono 2011), strategi ini sangat
sesuai untuk organisasi gerakan sosial yang beroperasi di negara-negara yang
membatasi aktivitas otonom di luar pemerintah. Pelapisan merupakan pengembangan
penyediaan pelayanan yang berorientasi pemberdayaan dan transformasi sosial. Dengan
melakukan ini organisasi sosial dapat menghindari diri dari aksi dan intervensi langsung
dari pihak lawan.
3. Advokasi. Strategi ini sering disebut dengan strategi pendampingan, yang merupakan
strategi utama yang sering digunakan di kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Strategi advokasi ini sering
digunakan untuk mendesakkan perubahan-perubahan sosial, dan akan efektif untuk
memaksakan perubahan kebijakan pemerintah.
4. Strategi keterlibatan kritis. Strategi ini merupakan strategi yang mengkombinasikan
strategi advokasi dengan strategi kerjasama ketika menghadapi pemerintah atau agenagen resmi negara. Strategi ini bisa mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik
6
dengan mengombinasikan
pemerintah dengan LSM.
strategi
kerjasama
dengan
strategi
advokasi
antara
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, yaitu yang
dipimpin atau pengikut-pengikutnya. Sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kepemimpinan merupkan hasil organisasi sosial yang telah
terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mulai terbentuknya suatu kelompok
sosial, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih
aktif daripada rekan-rekannya, sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol
dari yang lainnya. Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keadaan-keadaan
dimana tujuan kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila kelompok tadi
mengalami ancaman dari luar (Soekanto 2003).
Definisi kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, hal ini juga sama
dengan apa yang diungkapkan oleh Wiriadihardja (1987) namun lebih menekankan pada kegiatan
kelompok untuk menentukan tujuan bersama, beliau mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi kegiatan kelompok, menuju ke arah penentuan tujuan dan mencapai
tujuan. Prof. F.P. Brassor dalam Wiriadihardja, HM (1987) memberi definisi kepemimpinan adalah
proses dimana seorang pelaksana memberi petunjuk pengarahan, pembinaan atau mempengaruhi
pekerjaan orang lain agar memilih ingin mencapai maksud dan tujuan tertentu. Jadi pada
hakikatnya esensi kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain apakah dia
pegawai bawahan, rekan sekerja atau atasan, adanya pengikut yang dapat dipengaruhi baik oleh
ajakan, anjuran, bujukan, sugesti, perintah,saran atau bentuk lainnya, dan adanya tujuan yang
hendak dicapai.
Konsep kepemimpinan ini didefinisikan berbeda oleh Soekanto (2003) dan Wiriadihardja
(1987), walaupun sama-sama menunjukkan proses mempengaruhi orang lain, tapi wiriadihardja
menambahkan adanya tujuan dan mencapai tujuan. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan
proses mempengaruhi orang lain atau orang yang dipimpin baik perorangan maupun kelompok
dan mengarahkan pada pencapaian tujuan. Selain itu, kepemimpinan ini merupakan kemampuan
dari seorang pemimpin yang sedang menjalankan tugasnya dalam mengarahkan anggotanya,
kelompoknya atau pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama baik melalui anjuran, ajakan,
sugesti, atau perintah.
Peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam
posisi tertentu. Pemimpin di dalam organisasi mempunyai peranan, setiap pekerjaan membawa
harapan bagaimana penanggung peran berperilaku. Peran kepemimpinan dapat diartikan sebagai
seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya
sebagai pemimpin. Covey dalam Rivai (2012) membagi peran kepemimpinan dalam tiga bagian
yaitu :
1. Pencarian alur, peran untuk menentukan visi dan misi yang pasti
2. Penyelaras, peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem dan proses operasional
organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi
3. Pemberdaya, peran untuk menggerakan semangat dalam diri orang-orang dalam
mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk mampu mengerjakan apa
pun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati.
Yulianto (2010) menambahkan dalam penelitiannya bahwa dalam suatu komunitas
masyarakat, secara alamiah akan muncul kelompok yang berbeda peran sosialnya. Sebagian kecil
akan terbentuk sebagai kelompok yang memimpin dan sebagian besar akan terbentuk pula
seseorang yang terpimpin. Keberadaan industri perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan
berkurangnya pengaruh dan peranan pemimpin desa baik formal maupun non formal dalam
masyarakat semuntai sebagai bentuk pergeseran peran kepemimpinan lokal di desa Semuntai.
perubahan kepemimpinan lokal dimulai ketika masuk dan berkembangnya industri perkebunan
kelapa sawit. Kini kepemimpinan lokal tidak hanya terdiri dari kepala desa dan ketua adat, namun
muncul golongan pemimpin lokal yang didasarkan kekayaan yang dimiliki, jabatan yang diemban
dan ilmu pengetahuan.
7
Tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat juga dikatakan sebagai suatu kemampuan untuk menangani orang
lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi yang sedikit mungkin antar anggota
kelompok. Berdasarkan penelitian Fajrin (2011) terdapat beberapa tipe kepemimpinan seperti tipe
otokratik, tipe paternalistik, tipe kharismatik, tipe laissez faire, dan tipe demokratik. Kepemimpinan
tipe otokratik dapat dilihat sebagai seorang pemimpin yang sangat egois. Seorang pemimpin yang
otoriter cenderung memperlakukan para bawahannya sama dengan alat lain dalam organisasi,
anggota dipandang selayaknya mesin. Hal yang paling diutamakan adalah orientasi pada
pelaksanaan dan penyelesaian tugas, tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu
dengankepentingan bawahannya. Pemimpin dengan kepemimpinan otoktarik akan selalu
menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
Kepemimpinan tipe paternalistik banyak ditemui dimasyarakat tradisional, khususnya
agraris. Kepemimpinan ini erat kaitannya dengan tata nilai yang ada di dalam masyrakat
tradisional atau pedesaan. Salah satu cirinya ialah penghormatan yang begitu tinggi kepada orang
tua dan orang yang dituakan. Pemimpinan dengan kepemimpinan paternalistik bersifat kebapakan,
dalam artian bertindak sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Pada umumnya pemimpin
semacam ini merupakan tokoh – tokoh adat, ulama, tetua desa, dan guru.
Kepemimpinan tipe kharismatik akan sangat bertumpu pada sang pemimpin. Kharakteristik
yang khas dari kepemimpinan kharismatik ialah daya tarik dari sang pemimpin yang sangat
memikat sehingga mampu memperoleh pengikut pemimpin yang sangat dikagumi pengikutnya,
walau terkadang si pengikut tidak dapat menjelaskan kegagumannya secara konkrit. Kesulitan
yang sering kali muncul pada kelompok dengan kepemimpinan kharismatik adalah regenerasi
pemimpin. Seorang pemimpin kharismatik akan sulit digantikan, karena kekaguman anggota akan
seseorang pemimpin tidak semudah itu dapat berpindah dari satu orang ke orang lain.
Pemimpin dengan tipe kepemimpinan laissez faire berpandangan bahwa organisasi akan
berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang – orang
dewasa. Seluruh anggota organisasi dianggap sudah mengetahui dan memahami tujuan
organisasi, sasaran apa yang akan dicapai, dan tugas apa yang harus ditunaikan. Sehingga pada
tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin tidak akan banyak melakukan intervensi. Pendelegasian
wewenang terjadi secara ekstensif, dimana pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan pada
anggota menengah.
Kepemimpinan demokratik lebih menekankan peran pemimpin sebagai seorang
koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi. Pemimpin menyadari
bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka
ragam tugas dan kegiatan yang harus dicapai oleh organisasi. Pembagian tugas tersebut
membuat adanya pembagian tugas dan peran yang jelas, berserta herarki kekuasaannya.
Seorang pemimpin dengan kepemimpinan demokratik akan disegani bukan ditakuti.
Scott (1976) menggunakan pendekatan struktur sosial dan relasi sosial dalam melihat
sebuah gerakan petani. Masyarakat pedesaan apabila dilihat secara horisontal akan
memperlihatkan homogenitas yang tinggi, sedang secara vertikal akan memperlihatkan bentuk
krucut, dimana pada bagian bawah diisi oleh petani penggarap dan buruh tani dengan masa
terbesar, sedangkan pada bagian atas diisi oleh para elite yang berjumlah sedikit. Di dalam
struktur masyarakat yang seperti ini, faktor kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting,
sedangkan pemimpin dipegang oleh kelompok elite yang berada pada puncak, dari struktur sosial
yang ada. Mengingat pentingnya faktor kepemimpinan yang ada, maka dapat diasumsikan bahwa
gerakan perlawanan petani tidak mungkin terjadi tanpa adanya pemimpin.
8
2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Gerakan sosial meupakan suatu gerakan yang lahir dari sekelompok individu yang
terorganisir untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya strategi-strategi yang harus dilakukan
baik dalam bentuk low profile strategy, strategi pelapisan, advokasi, maupun keterlibatan kritis.
Strategi gerakan ini pun tidak serta merta muncul begitu saja tapi juga memiliki beberapa hal atau
beberapa faktor yang menyebabkan munculnya suatu gerakan maupun strategi gerakan sosial
tersebut dan salah satu sebabnya adalah adanya rencana pertambangan pasir besi.
Selain itu, gerakan sosial ini merupakan suatu kelompok yang terorganisir sehingga tidak
terlepas dari adanya kepemimpinan dengan berbagai bentuk atau tipe kepemimpinan sesuai
dengan apa yang dianut atau diyakini, baik dengan tipe kepemimpinan otokratik, kharismatik
maupun demokratik. Tipe kepemimpinan ini bisa melihat bagaimana seseorang dapat
mempengaruhi masyarakat lainnya yang mengikutinya dalam pembentukan strategi yang
dilakukan dalam gerakan sosial sehingga tipe kepemimpinan ini memiliki hubungan dengan
strategi gerakan sosial yang didukung dengan peran kepemimpinan. Kerangka pemikiran ini bisa
dilihat dalam gambar atau bagan alir kerangka pemikiran yang diusulkan (Gambar.2) berikut.
-
Tipe-Tipe kepemimpinan
Tipe Otokratik
Tipe Kharismatik
Tipe Demokratik
Tipe Paternalistik
Tipe Laissez Faire
Strategi Gerakan Sosial
- Low Profile Strategy
- Pelapisan (Layering)
- Advokasi
- Keterlibatan Kritis
Keterangan :
: Berhubungan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
2.3.
HIPOTESIS PENELITIAN
Penelitian ini memiliki hipotesis uji berdasarkan kerangaka berfikir dalam penelitian adalah
terdapat hubungan antara tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan sosial dalam menuju
keberhasilan gerakan sosial di kalangan petani lahan pantai yang tergabung dalam PPLP-KP.
2.4.
DEFINISI OPERASIONAL
1. Strategi gerakan sosial merupakan segala bentuk kegiatan atau aktivitas petani yang
tergabung dalam PPLP-KP dalam melakukan perlawanan untuk mencapai tujuan bersama
yaitu adanya perubahan baik menggunakan low profile strategy, strategi pelapisan,
advokasi, maupun keterlibatan kritis. Strategi gerakan sosial ini termasuk kedalam jenis
data nominal. Jawaban dari strategi gerakan sosial berupa ya/tidak dengan menggunakan
kode :
Ya : kode 1
Tidak : kode 0
a. Low profile strategy atau “isolasi politik” yang secara khusus sesuai dengan
konteks politik yang represif dan efektif untuk menghindari kooptasi dari pemegang
kekuasaan yang otoritarian. Aktor gerakan dalam hal ini secara sadar memutuskan
untuk mengisolasi diri atau menghindari hubungan dengan agen-agen negara.
9
b. Strategi pelapisan (layering). Strategi ini merupakan strategi yang membatasi
aktivitas otonom di luar pemerintah. Pelapisan merupakan pengembangan
penyediaan pelayanan yang berorientasi pemberdayaan dan transformasi sosial.
Dengan melakukan ini organisasi sosial dapat menghindari diri dari aksi dan
intervensi langsung dari pihak lawan.
c. Advokasi merupakan strategi dengan melakukan pendampingan, yang merupakan
strategi utama yang sering digunakan di kalangan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) untuk mendesakkan perubahan-perubahan sosial, dan akan efektif
untuk memaksakan perubahan kebijakan pemerintah.
d. Strategi keterlibatan kritis merupakan kombinasi antara strategi advokasi dengan
kerjasama antara pemerintah dan LSM.
2. Tipe kepemimpinan merupakan bentuk kepemimpinan yang dibedakan kedalam beberapa
tipe seperti tipe otokratik, tipe kharismatik, dan tipe demokratik. Jawaban dari tipe
kepemimpinan ini adalah berupa ya/tidak dengan menggunakan kode.
Ya
: kode 1
Tidak : kode 0
a. Tipe Otokratik : kepemimpinan ini memiliki orientasi pada pelaksanaan dan
penyelesaian tugas, tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan
bawahannya dan selalu menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
b. Tipe Kharismatik : Daya tarik dari sang pemimpin yang sangat memikat sehingga
mampu memperoleh pengikut pemimpin yang sangat dikagumi pengikutnya, walau
terkadang si pengikut tidak dapat menjelaskan kegagumannya secara kongkrit
c. Tipe Demokratik : Kepemimpinan ini menggunakan pembagian tugas dan pembagian
tugas tersebut membuat adanya pembagian tugas dan peran yang jelas, berserta
herarki kekuasaannya.
d. Tipe paternalistik :
e. Tipe laissez faire :
3. Keberhasilan gerakan sosial adalah kemampuan masyarakat dalam melawan dan
mempertahankan lahan pantai sehingga menghambat rencana pertambangan pasir besi.
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Penelitian survei
merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner
sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kuntitatif yang didukung pendekatan kualitatif. Pendekatan
kuantitatif dilakukan untuk melihat tipe kepemimpinan dalam PPLP-KP dan strategi gerakan sosial
dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis
kepemimpinan dan respon masyarakat dalam menghadapi perubahan berencana yang dilakukan
dengan teknik wawancara mendalam kepada informan yang dipilih dengan metode snowball.
Dalam metode snowball, dengan siapa peserta atau informan pernah dikontak atau pertama kali
bertemu dengan peneliti adalah penting untuk menggunakan jaringan sosial mereka untuk merujuk
kepada orang lain yang berpotensi berpartisipasi atau berkontribusi dan mempelajari atau
memberi informasi kepada peneliti (Bungin 2005).
3.2.
LOKASI DAN WAKTU
Penelitian ini dilakukan di Desa Garongan Kecamatan Pancatan Kabupaten Kulon Progo.
Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan penelitian ini
karena desa ini desa yang memulai gerakan diantara desa-desa yang sekarang bergabung
dengan PPLP dan melanjutkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Valentina Sokoastri (2012)
mengenai dampak reforma agraria dari bawah terhadap kesejahteraan masyarakat di Desa
Garongan. Selain itu, PPLP ini merupakan gerakan yang unik, salah satunya dalam hal
kepemimpinan, mereka menyebut mereka lah pemimpin mereka sendiri..
10
Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai April
2014, pengolahan data dilakukan pada bulan April 2014. Analisis data dan penulisan dilakukan
pada bulan Mei 2014. Kegiatan penelitian meliputi peyusunan proposal penelitian, kolokium,
pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang
skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian dapat dilihat dalam tabel 1.
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan
Penyusunan
proposal
skripsi
Kolokium
Perbaikan
proposal
penelitian
Pengambilan
data
lapangan
Pengolahan
data
dan
analisis data
Penulisan
draft skripsi
Sidang
skripsi
Perbaikan
skripsi
3.3.
Februari
Maret
April
Mei
Juni
TEKNIK SEMPLING
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Garongan, kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon
Progo, Yogyakarta. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu yang tinggal di daerah pesisir
Desa Garongan. Responden merupakan petani lahan pantai di Desa Garongan yang termasuk ke
dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai- Kulon Progo (PPLP-KP). Petani ini lah yang mengalami
perubahan dan membentuk gerakan sosial untuk mempertahankan hak atas lahan pantai mereka
yang sudah diolah sejak nenek moyang mereka.
Responden terpilih dari populasi sasaran di Desa Garongan yang menjadi anggota
paguyuban petani lahan pantai. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciricirinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi 1987). Populasi sasaran dalam penelitian ini
homogen yaitu sebagai petani dan keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis maka
teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah teknik pengambilan sampel acak sederhana
(simple random sampling) dengan jumlah responden 30 orang. sampel acak sederhana ialah
sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer
dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan
Effendi, 1987).
3.4.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
sekunder didapatkan dari studi literatur maupun data dari pihak-pihak terkait seperti pemerintahan
RT, RW, Kelurahan maupun PPLP-KP. Data primer didapatkan dari lapangan melalui teknik
observasi langsung, kuesioner dan wawancara mendalam dengan informan yang dipilih dengan
teknik bola salju (snowball). Kuseioner ini terbagi kedalam tiga bagian yaitu untuk melihat strategi
gerakan sosial, tipe kepemimpinan, dan hubungan tipe kepemimpinan dengan strategi gerakan
11
sosial. Sedangkan wawancara mendalam dilakukan untuk melihat respon masyarakat dalam
menghadapi perubahan berencana, bentuk kepemimpinan yang diterapkan, dan strategi lain yang
terjadi di masyarakat Desa Garongan yang ada diluar data kuantitatif.
3.5.
TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Data yang telah dikumpulkan menggunakan kuisioner akan diolah secara kuantitatif
dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS for Windows versi 19.0. Pengolahan data
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan tabel frekuensi dan Uji Chi Square untuk meneliti
hubungan antar variabel nominal seperti tipe kepemimpinan (nominal) dan strategi gerakan sosial
(nominal). Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung
data kuantitatif. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan
mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 1994. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta [ID]: Bumi Aksara
Aji GB. 2005. Tanah untuk Penggarap, Pengalaman Serikat Petani Pasundan Menggarap Lahanlahan Perkebunan dan Kehutanan. Edisi Pertama. Bogor [ID]. Pustaka LATIN
Apriyanto D dan Harini R. 2013. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara terhadap Kondisi
Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Artikel Ilmiah. Universitas Gadjah Mada. [internet]. [Diunduh pada tanggal 05 Nopember 2013,
pukul : 11.13]. Tersedia pada : http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/download/96/93
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jumlah Penduduk di Indonesia.
Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta [ID] : Prenada Media
Martono, N. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial : perspektif Klasik Modern, Posmodern, dan
Poskolonial. Jakarta [ID] : Rajawali Pers
Ningtyas PMK dan Dharmawan A. 2010. Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN) terhadap Keadaan Sosial Ekonomi dan Ekologi Masyarakat Lokal. Jurnal Sodality
Vol.04, No. 02. Bogor [ID]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Institut Pertanian Bogor
Rivai, V dan Mulyadi D. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta [ID] : Rajawali Pers
Sauki M, Hestu W P, Budhiawan H, Syaifullah A, Cahyono E, danYanuardi D. 2009. Memahami
dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria dan Krisis Sosial Ekologi : Konflik Lahan
Pasir Besi Dan Dinamika Sosial Ekonomi Petani Pesisir Kulon Progo. Bogor [ID]. Sekolah
Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta dan Sajogyo Institute
Soekanto, S. 2012. Sosiologi suatu pengantar, Edisi ke-44, Januari tahun 2001. Jakarta [ID] : PT.
Raja Grafindo Persada
Sztompka P. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial : Konsep Fundamental dalam Studi Perubahan
Sosial. Jakarta [ID] : Prenada
Taib R, Soetarto E, dan Tonny F. 2010. Transformasi Identitas Gerakan dari “Petani” menjadi
“Masyarakat Adat” : Upaya Memahami Konflik Pembangunan Bandara Sultah Babullah di
Ternate Maluku Utara. Jurnal Sodality Vol.04, No. 02. Bogor [ID]. Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor
Marius JA. 2006. Perubahan Sosial. Jurnal penyuluhan Vol.02, No. 02 september 2006. Institut
Pertanian Bogor. [internet]. [Diunduh pada tanggal 28 September 2013. 11:18]. Tersedia pada
: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/42870/Jelamu.pdf
Wiriadihardja, HM. 1987. Dimensi kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta [ID] : Balai Pustaka
Yudhistira, Hidayat WK, dan Hadiyarto A. 2011. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat
Kegiatan Penambangan Pasir Di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi. Jurnal Vol.
09, Issue 2: 76-84 (2011). Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP.
[internet]. [Diunduh pada tanggal 05 Nopember 2013, pukul : 11.26]. Tersedia pada :
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/download/4072/pdf
13
Yulianto EH. 2010. Perubahan Struktur Sosial Dan Kepemimpinan Lokal Masyarakat Akibat
Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten
Paser Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal EPP.Vo. 1. No.7. 2010 : 39-46. Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda. [internet]. [Diunduh pada tanggal 28
Nopember
2013,
Pukul
13:57].
Tersedia
pada
:
http://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012 /03/jurnal-vol-7-no-1-eko.pdf
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
15
Lampiran 2 Kuisioner
Diisi oleh peneliti
Nomor Responden
:
Hari/tanggal wawancara :
/
KUISIONER
Respon Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Berencana di Aras Masyarakat Lokal
Peneliti bernama Idah Faujiati Rosidah, merupakan mahasiswi Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Saat ini sedang menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Bapak/Ibu
dan Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban dijamin
kerahasiannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi.
Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu dan Saudara/i untuk menjawab
kuesioner ini.
I.
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Karakteristik Umum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
: ……………………………………………...……
:L/P
: …………tahun
: …………………………………………………...
: …………………………………………………...
: 1. Tidak Sekolah
2. SD/Madrasah Ibtidaiyah
3. SMP/ Madrasah Tsanawiyah
4. SMA/ Madrasah Aliyah
5. Perguruan Tinggi
Jumlah anggota rumah tangga :
orang
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
No. HP/Telp.
Pendidikan terakhir
16
Tipe kepemimpinan
No.
Pertanyaan
Tipe Otoriter
1.
Apakah ada orang yang sangat berpengaruh dalam gerakan sosial
ini?
2.
Apakah ada orang yang selalu hanya memberikan perintah?
3
Apakah ada orang yang selalu mengawasi kinerja petani dalam
gerakan?
4
Apakah ada orang yang sering mengontrol kinerja petani dalam
gerakan?
5
Apakah ada orang yang menuntut adanya ketaatan terhadap dirinya
dalam gerakan?
6
Apakah hanya pendapatnya saja yang diterapkan dalam strategi
gerakan?
7
Apakah petani lain dilibatkan dalam berbagai pembentukan strategi
gerakan?
Tipe Kharismatik
8
Apakah ada orang yang menggerakan petani untuk ikut dalam
gerakan sosal?
9
Apakah apakah ada seseorang yang dikagumi dalam menggerakan
petani lahan pantai?
10 Apakah ada penggerak yang susah untuk digantikan?
11 Apakah ada orang yang hebat dalam berkomunikasi?
12 Apakah orang tersebut memiliki sangat percaya diri?
13 Apakah orang tersebut bersedia mengambil resiko?
14 Apakah orang tersebut tidak berada pada status formal?
Tipe Demokratik
15 Apakah ada orang yang mendorong para petani dalam menentukan
sendiri kebijakannya dalam membuat strategi gerakan?
16 Apakah ada pembagian kerja yang khusus?
17 Apakah tersebut diperbolrhkan untuk dilaksanakan dengan berbagai
macam cara?
18 Apakah pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak jika terjadi perbedaan pendapat?
19 Apakah para petani diberikan penghargaan atas tugas yang
diberikan?
20 Apakah ada seseorang yang mendapatkan kritik atas apa yang
dilakukan dalam melaksanakan tugasnya dalam serakan sosial?
21 Apakah masyarakat bebas mengeluarkan pendapat dalam menyusun
strategi gerakan sosial?
Tipe Paternalistik
22 Apakah orang yang menjadi penggerak gerakan sosial ini merupakan
tetua di desa?
23 Apakah orang tersebut dapat menjadi suri tauladan dalam perlawanan
atau gerakan sosial?
24 Apakah orang tersebut sangat dihormati di desa?
25 Apakah orang tersebut disegani di desa?
26 Apakah orang tersebut dihormati dalam gerakan sosial?
27 Apakah petani akan selalu mendengarkan perintahnya orang tersebut
dalam merencanakan aktivitas penolakan atau perlawanan?
28 Apakah petani akan menunggu perintahnya dalam mengambil
keputusan?
Jawaban
Ya Tidak
17
Tipe laissez faire
29 Apakah ada orang yang membebaskan para petani dalam melakukan
aktivitas gerakan?
30 Apakah orang tersebut kurang aktif dalam menentukan strategi
gerakan?
31 Apakah semua tugasnya dalam merencanakan gerakan ini diberikan
kepada masyarakat?
32 Apakah semua tugas dalam melaksanakan strategi gerakan diberikan
kepada masyarakat secara umum?
33 Apakah pengambilan keputusan seluruhnya diserahkan kepada
masyarakat pada umumnya?
34 Apakah orang tersebut menghargai pendapat orang lain?
35 Apakah orang tersebut kurang bermusyawarah?
Strategi gerakan social
No
Pertanyaan
Low Profile Strategy
1
Apakah gerakan ini pernah mendapatkan protes dari pemerintahan
lokal dalam menolak pertambangan lahan pasir besi?
2
Apakah gerakan ini memutuskan hubungan secara langsung
dengan pemerintah dalam melakukan aksi penolakan?
3
Apakah gerakan ini menghindari kerjasama dengan pemerintah
dalam melakukan penolakan?
4
Apakah pemerintah kurang dilibatkan dalam menyusun rencana
perlawanan menolak rencana pertambangan pasir besi?
5
Apakah gerakan ini tetap mengembangkan diri berdasarkan
sumberdaya lokal yang ada tanpa bantuan pemerintah?
Advokasi
6
Apakah gerakan petani ini pernah mendapatkan pendampingan
yang dilakukan oleh LSM?
7
Apakah gerakan ini pernah menjalin solidaritas dengan LSM?
8
Apakah gerakan ini pernah berdiskusi dengan LSM untuk merubah
kebijakan pemerintah untuk menolak rencana pertambangan pasir
besi?
9
Apakah gerakan ini pernah mengikuti kegiatan di LSM tertentu?
10
Apakah gerakan ini melibatkan LSM dalam menyusun rencana
atau strategi penolakan rencana pertambangan pasir besi?
Pelapisan
11
Apakah gerakan ini pernah mengadakan kegiatan yang
dikhususkan untuk masyarakat lokal yang ikut memperjuangkan
lahan pantai?
12
Apakah gerakan ini pernah memberikan pelayanan untuk
membantu petani yang memiliki masalah ekonomi?
13
Apakah gerakan ini pernah membatasi kegiatan pemerintah di
wilayah gerakan?
14
Apakah gerakan ini mempunyai aktivitas yang bisa meningkatkan
kesejahteraan petani?
15
Apakah gerakan ini pernah menghindari tekanan dari pemerintah?
Keterlibatan Kritis
16
Apakah gerakan ini pernal terlibat dalam kegiatan yang diadakan
LSM dan pemerintah lokal?
17
Apakah gerakan ini pernah menjalin kerjasama dengan LSM dan
Jawaban
Ya
Tidak
18
Pemerintah lokal untuk mengubah kebijakan pertambangan pasir
besi?
Apakah gerakan ini pernah mendapatkan dana atau bantuan dari
LSM dan pemerintah lokal untuk keberhasilan gerakan?
Apakah gerakan ini berusaha mengubah kebijakan pemerintah
tentang pertambangan pasir besi?
Apakah gerakan ini pernah mendapat dukungan dari pemerintah
dan LSM dalam menolak pertambangan pasir besi?
18
19
20
Lampiran 3 Panduan Pertanyaan
Panduan pertanyaan ini ditujukan untuk menggali informasi dari informan dan responden sebagai
tambahan informasi di luar kuesioner.
1.
2.
3.
4.
5.
Bagaimana pendapat anda dengan kepemimpinan?
Kepemimpinan seperti apa yang cocok dalam mempertahankan lahan pantai?
Mengapa pemimpin itu penting dalam perjuangan petani ini?
Siapa yang menjadi tokoh atau panutan dalam mempertahankan lahan pantai?
Apa saja yang dilakukan pemimpin dalam membawa petani lahan pantai mencapai
tujuannya?
6. Apa saja yang sudah dilakukan untuk melawan pertambangan pasir besi?
7. Apakah ada penggerak petani untuk melawan pertambangan pasir besi?
8. Siapakah penggeraknya?
9. Bagaimana seorang penggerak mengajak petani dalam melakukan perjuangan?
10. Bagaimana cara melakukan perlawanan untuk menolak pertambangan pasir besi?
11. Siapa tokoh yang memberikan masukan dalam menentukan cara perlawanan?
12. Apa yang diinginkan setelah adanya gerakan sosial ini?
13. Apa tujuan akhir perjuangan ini?
14. Apa manfaat yang dirasakan dari adanya perlawanan ini?
15. Menurut pendapat anda, apakah perlawanan ini sudah berhasil?
Sebutkan alasannya!
16. Menurut pendapat anda, apakah gerakan ini telah berhasil?
19
Lampiran 4 Matrik pendekatan lapang
No
Tujuan penelitian
Jenis data
1
Menganalisis strategi
gerakan sosial
Primer dan
sekunder
2
Menganalisis tipe
kepemimpinan dalam
gerakan
Menganalisis hubungan
antara tipe kepemimpinan
dengan strategi gerakan
dalam mencapai
keberhasilan.
primer
3
Primer dan
sekunder
Metode
pengumpulan
data
Kuesioner,
panduan
pertanyaan,
dan studi
literatur
Kuesioner dan
panduan
pertanyaan
Kuesioner,
panduan
pertanyaan,
dan studi
literatur
Metode
pengolahan dan
analisi data
Tabel frekuensi,
Tabel frekuensi
dianalisis
dengan
statistika chi
square
20
Lampiran 5 Rancangan Skripsi
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis
2.4. Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Metode Penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu
3.3. Teknik Sampling
3.4. Teknik Pengumpulan Data
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1.1 Profil Desa Garongan
1.2 Kondisi Geografis Desa Garongan
1.3 Kondisi Pendidikan di Desa Garongan
1.4 Kondisi Ekonomi di Desa Garongan
1.5 Kondisi Kependudukan di Desa Garongan
1.6 Kondisi sarana dan prasarana di Desa Garongan
5. ANALISIS STRATEGI GERAKAN SOSIAL YANG DILAKUKAN PETANI LAHAN PANTAI
KULON PROGO
6. ANALISIS TIPE KEPEMIMPINAN DALAM GERAKAN SOSIAL YANG DIATERAPKAN OLEH
PETANI LAHAN PANTAI
7. ANALISIS HUBUNGAN TIPE KEPEMIMPINAN DENGAN STRATEGI GERAKAN SOSIAL
SEHINGGA DAPAT TERCAPAI KEBERHASILAN GERAKAN SOSIAL DI KALANGAN
PETANI LAHAN PANTAI
8. PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
9. DAFTAR PUSTAKA
10. LAMPIRAN
Download