BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 2011). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari suatu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka. Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah 14 15 kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan ekonomi merupakan target yang ingin dicapai oleh perekonomian dalam jangka panjang, dan semaksimal mungkin konsisten dengan pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Pertumbuhan ekonomi dapat menerangkan dan sekaligus dapat mengukur prestasi perkembangan suatu perekonomian. Dalam aktivitas ekonomi secara aktual, pertumbuhan ekonomi (economic growth) berarti terjadinya perkembangan ekonomi secara fiskal yang terjadi di suatu negara, seperti : (1) pertambahan jumlah dan produksi barang industri; (2) perkembangan infrastruktur; dan (3) pertambahan produksi hasil dari kegiatankegiatan ekonomi yang berlangsung dalam satu periode tertentu, misalnya satu tahun (Dumairy, 2000). Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi mempunyai arti yang sedikit berbeda, meskipun keduanya sering dianalogikan sama. Keduanya menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku atau secara aktual terjadi. Tetapi sebenarnya penggunaan kedua istilah tesebut dapat dilakukan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan digunakan sebagai suatu ungkapan yang umum yang menggambarkan tingkat perkembangan suatu negara atau daerah, yang diukur melalui pertumbuhan (% pertumbuhan output agregat, seperti: PDB) dari pendapatan nasional riil. Nilai tersebut dapat dikonstankan berdasarkan tahun dasar tertentu, terutama untuk melihat adanya faktor kenaikan harga-harga atau inflasi (Sadono Sukirno, 2011). 16 Dari sejumlah literatur ekonomi, penggunaan istilah pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi sering dilakukan secara bersamaan. Istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara maju sedangkan pembangunan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara berkembang. Berikut adalah beberapa definisi mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pendapat para ahli. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi oleh masyarakat bertambah, sehingga kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 2011). Pertumbuhan ekonomi dalam arti luas adalah proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam pertumbuhan ditelaah proses produksi yang melibatkan sejumlah jenis produksi dengan menggunakan sejumlah sarana produksi tertentu. Pertumbuhan ekonomi dalam arti terbatas yaitu peningkatan produksi dan pendapatan, bisa saja berlangsung tanpa terwujudnya pembangunan. Pertumbuhan ekonomi adalah menelaah faktor-faktor tertentu dari pertumbuhan output jangka menengah dan jangka panjang, faktor-faktor penentu pertumbuhan adalah tenaga kerja penuh, teknologi tinggi, akumulasi modal yang cepat, dan tabungan sebagai investasi yang tergantung pada besarnya pendapatan masyarakat (Rudiger Dornbusch dan Stanley Fischer. 1996). 17 Pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznet (M.L. Jhingan, 1993) adalah kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyaknya jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan ekonomi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Definisi di atas memiliki tiga komponen pengertian: Pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang. Kedua, teknologi maju merupakan faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk. Ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembangaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Sementara itu, menurut beberapa ahli ekonomi, pengertian pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan dalam nilai PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk. Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan kegiatan di negara maju (Sadono Sukirno, 2011). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat 18 lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahun (Tulus Tambunan, 2001). Pengertian PDB adalah suatu indeks harga yang mengukur tingkat harga dari sejumlah barang yang dihasilkan di dalam sebuah perekonomian yang dibeli oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri (Muana Nanga, 2005). PDB juga merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam negara dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk negara tersebut dan penduduk/perusahaan negara lain (Sadono Sukirno, 2011). Pegertian PDB menurut BPS, yaitu penjumlahan nilai tambah bruto (gross value added) dari seluruh sektor perekonomian di dalam suatu daerah/wilayah dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih nilai produksi (output) dengan biaya antara (intermediate input). Nilai tambah yang dihasilkan akan sama dengan balas jasa faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi. PDB dapat dihitung dengan dua cara, yaitu atas harga dasar berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun yang bersangkutan, sedangkan PDB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa tersebut berdasarkan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar) (BPS, 2001). Lebih lanjut pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional yang merujuk pada PDB dari tahun ke tahun. Dalam 19 membandingkannya, perlu disadari bahwa perubahan nilai pendapatan nasional PDB dipengaruhi oleh faktor perubahan harga-harga. Rumusan perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah: (Sadono Sukirno, 2011) ∆ PDB = (PDBt - ∆ PDBt-1) / PDBt-1 X 100% Dimana: ∆ PDB = pertumbuhan ekonomi atas dasar perubahan PDB (%) PDBt = nilai PDB tahun t PDB t-1= nilai PDB tahun sebelumnya Perlu diperhatikan, untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDB yang digunakan adalah data PDB atas dasar harga konstan. Dengan menggunakan data atas harga konstan, maka pertumbuhan PDB semata-mata hanya mencerminkan pertumbuhan output yang dihasilkan perekonomian pada periode tertentu. Sebab dengan menggunakan data PDB atas dasar harga konstan pengaruh perubahan harga terhadap nilai PDB (atas dasar harga berlaku), telah dihilangkan. PDB sebagai indikator ekonomi dapat dimanfaatkan untuk memberikan gambaran situasi ekonomi suatu wilayah, diantaranya: 1. PDB atas dasar harga berlaku nominal menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDB yang besar menunjukan sumber daya ekonomi yang besar; 2. PDB harga berlaku menunjukan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu wilayah; 20 3. PDB atas dasar harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun; 4. Distribusi PDB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukan struktur perekonomian yang menggambarkan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran yang besar menunjukan basis perekonomian yang mendominasi wilayah tersebut; 5. PDB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk memenuhi pertumbuhan nyata ekonomi perkapita. Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di suatu daerah/provinsi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan PDRB dan bukan indikator lainnya seperti misalnya, pertumbuhan Produk Nasional Bruto (PNB) sebagai indikator pertumbuhan. Alasan-alasan tersebut adalah: 1. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian dalam suatu daerah/provinsi. Hal ini berarti peningkatan PDRB juga mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut. 2. PDRB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan PDRB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna 21 menghitung PDRB, memungkinkan kita untuk membandingkan jumlah output yang dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelunnya. 3. Batas wilayah perhitungan PDRB adalah suatu provinsi. Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaankebijaksanaan ekonomi yang diterapkan pemerintah daerah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi suatu negara. “pertumbuhan” (growth) tidak identik dengan ‘pembangunan” (development). Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu syarat dari banyak syarat yang diperlukan dalam proses pembangunan. Salah satu sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada ”proses”, karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya. 22 2.1.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik Menurut Adam Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (Arsyad,1999). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga : 1. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah sumber daya alam yang tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan suatu perekonomian. 2. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam proses pertumbuhan output, maksudnya jumlah penduduk akan menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja. 3. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan output. Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektorsektor dalam menggunakan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik. Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi yang menghasilkan barang-barang dan jasa (Sadono Sukirno, 2011). Persamaannya adalah : ∆ Y = f (∆K, ∆L,∆R,∆T) 23 Keterangan : ∆ Y = Pertumbuhan Ekonomi ∆ K = Jumlah Barang Modal ∆ L = Jumlah Tenaga kerja ∆ R = Kekayaan Alam dan Sumber Alam lain yang digunakan. ∆ T = Tingkat Teknologi. 2.1.1.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar Teori Harrod-Domar mengingatkan kita bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal dalam perekonomian akan bertambah (Sadono Sukirno, 2011). Rumus model pertumbuhan Harrod Domar dapat disusun seperti rumus berikut (Todaro, 2000:96): 1) Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s dari pendapatan nasional (Y). Sehingga bentuk persamaan dari hubungan tersebut adalah S=sY 2) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh ∆K, sehingga persamaannya dapat dituliskan I = ∆K. Namun, karena jumlah stok modal K mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output Y, seperti telah ∆ ditunjuukan oleh rasio modal-output, k, maka = k, atau ∆ = k sehingga ∆ K = k ∆Y 24 3) Karena jumlah keseluruhan dari tabungan nasional (S) harus sama dengan keseluruhan investasi (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis dengan S=I Sehingga dari ketiga persamaan tersebut diketahui bahwasanya : I = ∆K = k ∆Y S = Sy – k ∆Y = ∆K = 1 atau sY = k ∆Y ∆ Logika ekonomi dari persamaan dengan pesat, maka setiap ∆ = = perekonomian yaitu agar haruslah bisa tumbuh menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin dari GNP nya, semakin besar tingkat tabungan dan investasi maka perekonomian akan tumbuh semakin cepat. Namun, tingkat pertumbuhan maksimal yang dapat dijangkau setiap tingkat tabungan dan investasi tergantung pada tingkat produktivitas investasi tersebut Pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tabungan dan investasi, dengan rumus: ∆ = dimana ∆ = GNP Keterangan : s = rasio tabungan nasional atau bagian output nasional yang selalu ditabung k = rasio modal output, modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan GNP. Berdasarkan rumus tersebut Harrod-Domar berpendapat bahwa masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan investasi modal. . 25 Menurut Harrod-Domar (Sadono Sukirno, 2011) pada hakekatnya investasi berusaha untuk menunjukan syarat yang diperlukan agar terjadi pertumbuhan yang mantap atau Steady Growth yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal yang akan selalu berlaku dalam perekonomian. Inti dari pertumbuhan Harrod-Domar adalah suatu realisasi jangka pendek antara peningkatan investasi (pembentukan kapital) dan pertumbuhan ekonomi. Dua variabel fundamental dari model ini adalah pembentukan kapital (investasi) dan ICOR (incremental capital output ratio). Jika Y=output, K=stok kapital, dan I=investasi, maka ICOR adalah (∆K/∆Y), penambahan kapital dibagi pertumbuhan output, sama seperti (I/∆Y), sejak ∆K=I dalam definisi. Model Harrod-Domar ini adalah suatu modifikasi yang didasari pada model masing-masing dari Domar dan Harrod. Model Domar lebih memfokuskan pada laju pertumbuhan investasi (∆I/I). Di dalam modelnya, investasi (I) ditetapkan harus tumbuh atas suatu persentase yang konstan, sejak marginal propensity to save, yakni rasio dari pertumbuhan tabungan (S) terhadap peningkatan pendapatan (Y), dan ICOR keduanya konstan. 2.1.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik Teori ini menyatakan perlunya teknologi dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi. Unsur ini diyakini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut kaum neo-klasik, laju pertumbuhan 26 ekonomi ditentukan oleh pertambahan dalam penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Pendapat ini sepenuhnya berpangkal pada pemikiran aliran klasik yang menyatakan bahwa perekonomian akan tetap mengalami tingkat kesempatan kerja penuh dan kapasitas alat-alat modal akan tetap sepenuhnya digunakan dari masa ke masa. Dalam teori ini, teknologi dianggap sebagai faktor eksogen yang tersedia untuk dimanfaatkan oleh semua negara di dunia. Dalam perekonomian yang terbuka, semua faktor produksi dapat berpindah secara leluasa dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan ekonomi semua negara di dunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang. Robert Solow dan Trevor Swan secara sendiri-sendiri mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang dikenal dengan model pertumbuhan Neo-Klasik. Asumsi yang melandasi model Neo-Klasik adalah: 1. Tenaga kerja tumbuh dengan laju pertumbuhan tertentu, misal P per tahun; 2. Adanya fungsi produksi yang berlaku pada setiap periode; 3. Ada kecenderungan menabung oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi (S) tertentu dari Output (Q). Tabungan masyarakat (S=SQ) bila Q naik S juga naik, S turun bila Q turun; 4. Semua tabungan masyarakat diinvestasikan, sehingga S=I=K. Dengan demikian proses pertumbuhan dalam model Neo-Klasik memenuhi syarat Waranted rate of Growth, adanya keseimbangan di pasar barang. Proses pertumbuhan ekonomi akan tergantung dalam pertambahan penyedia faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal serta 27 tingkat kemajuan teknologi). Pandangan ini didasari oleh anggapan klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami tingkat pekerjaan penuh (full employment), dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar adalah sama seperti yang digunakan dalam persamaan sektor modern Lewis yakni: Y = Aeµt. KaL1-a Y = Produk Domestik Bruto K = Stok modal fisik dan modal manusia L = Tenaga kerja non terampil A = Konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar eµt = Melambangkan tingkat kemajuan teknologi a = Melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal manusia. Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2000). 2.1.1.4 Model Pertumbuhan Agregat Glasson (1997) menyatakan bahwa teori pertumbuhan regional jangka panjang harus memperhitungkan faktor-faktor yang dianalisis jangka pendek 28 diasumsikan konstan, yakni seperti penduduk, upah, harga, teknologi dan distribusi pendapatan. Mobilitas faktor-faktor terutama tenaga kerja dan modal harus menjadi pertimbangan yang sangat penting. Pada umunya orang sependapat bahwa pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen maupun eksogen yakni faktor- faktor yang terdapat pada daerah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar daerah atau kombinasi dari keduanya. Faktor-faktor penentu penting penting dari dalam daerah meliputi distribusi faktor-faktor seperti tanah, tenaga kerja dan modal, sedangkan salah satu faktor penentu dari luar daerah yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditas yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Suatu pendekatan yang lebih baru untuk menjelaskan faktor penentu endogen dari pertumbuhan ekonomi regional adalah melalui penggunaan model ekonomi makro. Model ini berorientasi pada segi penawaran dan berusaha menjelaskan output regional menurut faktor-faktor regional tertentu yang masingmasing dapat dianalisa secara sendiri-sendiri (Glasson,1977) dan dapat ditulis sebagai berikut : On = fn (K, L, Q, Tr, T, So) Keterangan: On = Output potensial dari daerah n K = Modal (Capital) L = Tenaga Kerja (Labor) Q = Tanah (SDA) 29 Tr = Sumber daya pengangkutan T = Teknologi So = Sistem Sosial Politik Apabila dirumuskan menurut faktor-faktor yang lebih penting dan lebih mudah dikuantitatifkan, maka rumus persamaan mengenai pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai contoh: On = an kn + (1 – an) ln + tn Keterangan : O = tingkat pertumbuhan output k = modal l = tenaga kerja t = teknologi a = bagian pendapatan yang diperoleh modal (yakni produk marginal dari modal) n = dari daerah n 2.1.1.5 Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal lebih 30 besar dari sekedar bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia. Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi. Definisi modal/kapital diperluas dengan memesukkan model ilmu pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal dari luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Mankiw, 2000). 2.1.1.6 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pekembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad,1999). Pada saat ini tidak ada satupun teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif, namun beberapa teori secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktorfaktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah. 31 2.1.2 Tenaga Kerja Penduduk merupakan unsur penting dalam usaha untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Penduduk memegang peranan penting karena menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. di samping itu, pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan bertambah dan makin kompleksnya kebutuhan (Sadono Sukirno, 2011). Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 10 tahun atau lebih yang bekerja, mencari pekerjaan, dan sedang melakukan kegiatan lain, seperti sekolah maupun mengurus rumah tangga dan penerimaan pendapatan (Simanjuntak, 1985). Pencari kerja, bersekolah dan yang mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktuwaktu dapat ikut kerja. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja dapat juga diartikan penduduk usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Mulyani Subri, 2003). Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang 32 memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi. Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Nicholson W. (1991) bahwa suatu fungsi produksi suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L) dimana k merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang/jasa yang dapat 33 diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan produk fisik marjinal (Marginal Physcal Product). Selanjutnya dikatakan bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus menerus sedang faktor produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya akan menunjukkan peningkatan produktivitas namun pada suatu tingkat tertentu akan memperlihatkan penurunan produktivitasnya serta setelah mencapai tingkat keluaran maksimal setiap penambahan tenaga kerja akan mengurangi pengeluaran. Payaman J. Simanjuntak (1985) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Menurut BPS penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai Angkatan Kerja (AK) dan bukan AK. Angkatan Kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (Budi Santosa, 2001). Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang 34 tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah. 2.1.2.1 Hubungan Tenaga Kerja dengan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jadi semakin besar jumlah tenaga kerja berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif sehingga akan meningkatkan produktivitas dan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Teori klasik tidak memasukkan tenaga kerja sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena para ekonom di era tersebut lebih menekankan pada aspek mobilitas kapital (K) dalam jangka panjang, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tergantung pada akumulasi kapital (tabungan dan investasi), sedangkan teori neoklasik menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang menjelaskan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi selain modal dan teknologi. Tenaga kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan dan kondisi ekonomi suatu daerah. Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan Angkatan Kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi. Sudah banyak diungkapkan bahwa modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. 35 Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya adalah juga pada produktifitas dan kreatifitas mereka. 2.1.3 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran Pemerintah adalah nilai pembelanjaan yang dilakukan oleh pemerintah yang digunakan terutama untuk kepentingan masyarakat. Pengeluaran untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pengeluaran untuk menyediakan polisi dan tentara, pengeluaran gaji untuk pegawai pemerintah dan pengeluaran untuk mengembangkan infrastruktur dibuat untuk kepentingan masyarakat. Pembelian pemerintah atas barang dan jasa dapat digolongkan menjadi dua golongan utama yaitu pengeluaran penggunaan pemerintah atau konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah (Sadono Sukirno, 2011). Konsumsi pemerintah adalah pembelian atas pembelian barang dan jasa yang akan dikonsumsikan, seperti membayar gaji, membeli alat-alat kantor untuk digunakan dan membeli bensin untuk kendaraan pemerintah. Investasi pemerintah meliputi pengeluaran untuk membangun prasarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit dan irigasi, memberikan subsidi-subsidi, beasiswa bantuan untuk korban bencana alam tidak digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah atas produk nasional karena pengeluaran itu bukanlah untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran konsumsi pemerintah di Indonesia tercermin dalam pengeluaran rutin, sedangkan pengeluaran investasi pemerintah tercermin dalam 36 pengeluaran pembangunan. Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung pada beberapa faktor. 2.1.3.1 Peranan Pengeluaran Pemerintah dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebuah perekonomian ideal, yang kompetitif sempurna dimana pengaturan alokasi sumberdaya berasal dari pertukaran sukarela antara barang dan uang pada harga pasar akan menghasilkan kuantitas maksimum barang dan jasa dari segenap sumber daya yang tersedia dalam perekonomian tersebut. Kenyataan yang ada, pasar tidak selalu hadir dalam wujudnya yang ideal. Perekonomian pasar seringkali terlilit polusi dan monopoli seiring dengan melonjaknya inflasi atau pengangguran dan pada prakteknya pula bahwa distribusi pendapatan dalam masyarakat Laissez-faire sangat tidak merata. Untuk mengatasi kelemahan tersebut pemerintah mengambil peranan penting dalam perekonomian. Menurut Adam Smith dalam Mangkoesubroto (1998), mengemukakan bahwa dalam perekonomian kapitalis, setiap individu yang paling tahu apa yang paling baik bagi dirinya, sehingga dia akan melaksanakan apa yang dianggap terbaik bagi dirinya sendiri. Setiap individu akan melaksanaskan aktivitas yang harmonis seakan-akan diatur oleh invisible hand. Karena itu perekonomian dapat berkembang maksimum. Sehingga Adam Smith mengatakan bahwa peran pemerintah hanya terbatas pada pelaksanaan kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh pihak swasta, yaitu melaksanakan peradilan, pertahanan/keamanan, dan pekerjaan umum. 37 Sedangkan menurut Samuelson (1998) secara garis besar pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yakni meningkatkan efisiensi, menciptakan keadilan dan melaksanakan kebijakan stabilisasi. Pemerintah yang baik harus senantiasa berusaha menghindari dan memperbaiki kegagalan pasar demi tercapainya efisiensi. Pemerintah juga harus memperjuangkan pemerataan melalui program perpajakan dan redistribusi pendapatan untuk kelompok atau golongan masyarakat tertentu. Pemerintah harus menggunakan perangkat perpajakan, pembelanjaan dan peraturan moneter untuk menggapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, mengurangi laju inflasi dan pengangguran serta memacu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Peran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu secara langsung dan secara tak langsung. Pengendalian secara langsung diantaranya adalah masalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Sementara pengendalian secara tak langsung diantaranya berhubungan dengan masalah tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran serta nilai tukar. Pada sistem perekonomian campuran, pemerintah berpartisipasi dalam pasar sebagai pembeli barang dan jasa. Pemerintah membeli input dari rumah tangga dan mendapatkan hak kepemilikan dari sumber produktif (modal dan tanah). Pemerintah menggunakan input untuk menghasilkan barang dan jasa yang tidak dijual kepada sektor rumah tangga dan perusahaan, tetapi disediakan melalui distribusi tanpa melalui pasar. Namun demikian pemerintah juga memiliki dan menjalankan perusahaan, seperti jasa pelayanan pos, kereta api dan lain-lain. 38 Untuk membayar barang dan jasa yang dipergunakannya, pemerintah mendapatkan pemasukan dari perusahaan dan rumah tangga, seperti hasil pembayaran pajak, retribusi, royalti dan fee. Pemerintah menggunakan sumber daya yang produktif untuk menghasilkan barang dan jasa termasuk pertahanan, jalan, sekolah dan jasa-jasa lainnya. Kebijakan makroekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya bertujuan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi yang ada pada saat itu. Menurut Sadono Sukirno (2011) persoalan pokok dalam perekonomian adalah : 1) pengangguran; 2) Inflasi; 3) keleluasan pertumbuhan ekonomi; 4) ketidakstabilan neraca pembayaran. Bentuk utama dari kebijakan fiskal pemerintah adalah dengan menambah pengeluaran pemerintah dan mengurangi pajak pendapatan. Penambahan pengeluaran pemerintah dapat dilakukan dengan : 1) meminjam dari masyarakat melalui pasar modal (loanable fund); dan 2) meminjam dari bank sentral melalui pencetakan uang baru. Penurunan pajak yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan dengan : 1) menurunkan sejumlah pajak tertentu; dan 2) menurunkan persentase pajak pendapatan. Pengeluaran pemerintah merupakan seperangkat produk yang dihasilkan yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik dan pelayanan kepada masyarakat. Total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan keseluruhan dari keputusan anggaran pada masing-masing tingkatan pemerintahan (Pusat-Prop-Kab/Kota). 39 Pada masing-masing tingkatan dalam pemerintah ini dapat mempunyai keputusan akhir proses pembuatan yang berbeda, dan hanya beberapa hal pemerintah yang dibawahnya dapat dipengaruhi oleh pemerintahan yang lebih tinggi (Lee Robert D, Jr and Ronald W. Johnson). Menurut Mangkoesubroto (1998) Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional (GNP) adalah suatu ukuran terhadap kegiatan pemerintah dalam suatu perekonomian. Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan dalam tiga golongan; yaitu : 1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah investasi pemerintah tetap diperlukan untuk menghindari terjadinya kegagalan pasar yang disebabkan oleh investasi swasta yang sudah 40 semakin besar pula. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, aktivitas pemerintah beralih pada bentuk pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitasaktivitas sosial. 2. Teori Adolf Wagner Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin meningkatnya peran pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnyaa fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut: Keterangan : PkPP : Pengeluaran pemerintah per kapita 41 PPK : Pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk 1,2..n : Jangka waktu (tahun) Berikut ini adalah kurva dari rumusan hukum wagner. Gambar 2.1 Hukum Wagner Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain. Kurva diatas menunjukkan secara relatif peranan pemerintah semakin meningkat. 3. Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah 42 juga semakin meningkat. Dalam keadaan normal meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Dalam teori Peacock dan Wiseman terdapat efek penggantian (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai sematamata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. 43 Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang. Adanya dampak eksternal tadi digambarkan dalam bentuk kurva dibawah ini Gambar 2.2 Dampak eksternal terhadap pengeluaran pemerintah Dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana yang ditunjukan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak 44 menurun ke G. Hal ini disebabkan setelah perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pembangunan. Berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah menurut Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, seperti kurva di bawah, tetapi berbentuk seperti tangga. Gambar 2.3 Perkembangan pengeluaran pemerintah menurut Peacock dan Wiseman Pengeluaran pemerintah menurut teori Wagner, Sollow, dan Musgrave digambarkan dalam bentuk kurva yang eksponensial, sedangkan teori Peacock dan Wiseman mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah jika digambarkan dalam kurva seperti bentuk tangga. Hal ini dikarenakan adanya kendala toleransi pajak. Ketika masyarakat tidak ingin membayar pajak yang tinggi yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah tidak bisa meningkatkan pengeluarannya, walaupun pemerintah ingin senantiasa menaikkan pengeluarannya. 45 Dalam RAPBD di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Pengeluaran pembangunan dimaksudkan sebagai pengeluaran yang bersifat menambah kapital (investasi) masyarakat dalam bentuk proyek-proyek prasarana dasar dan sarana fisik. 2. Pengeluaran rutin secara umum diarahkan untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan meliputi belanja pegawai, barang, perjalanan dinas, pemeliharaan, belanja rutin dan lain-lain seperti belanja pensiun dan subsidi. Pengeluaran pemerintah dapat dipandang sebagai pembelanjaan otonomi, karena pendapatan nasional bukan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi keputusan pemerintah untuk menentukan anggaran belanjanya. Faktor yang menentukan pengeluaran pemerintah adalah 1) pajak yang diharapkan akan diterima, 2) pertimbangan-pertimbangan politik; dan 3) persoalan-persoalan ekonomi yang sedang dihadapi (Sadono, 2000). Terjadinya perubahan pembelanjaan agregat, baik yang berasal dari pengurangan pajak, kenaikan ekspor atau penurunan impor akan mampu mengakibatkan perubahan keseimbangan dalam perekonomian dan perubahan dalam pendapatan nasional. Berikut ini adalah kurva efek pengeluaran pemerintah. 46 Sumber : Makroekonomi Modern (Sadono Sukirno, 2011) Gambar 2.4 Efek Kenaikan Pengeluaran Pemerintah Dengan demikian hal ini memberikan gambaran bahwa semakin meningkatnya pendapatan daerah, karena peningkatan agregat demand akan mendorong kenaikan investasi dan akhirnya akan menyebabkan kenaikan produksi. Dalam model pertumbuhan endogen, di katakan bahwa hasil investasi justru akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar dengan mengasumsikan bahwa investasi swasta dan publik (pemerintah) di bidang sumber daya atau modal manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternal positif) dan memacu peningkatan produktivitas yang mampu mengimbangi kecenderungan alamiah penurunan skala hasil. Meskipun tekhnologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa faktor tekhnologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. 47 Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dari investasi komplementer dalam modal, atau sumber daya manusia, sarana prasarana, infrastruktur atau kegiatan penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat tekhnologi dimana sumber daya manusia diakumulasikan. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung. 2.1.3.2 Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Pertumbuhan Ekonomi Due (1968) mengemukakan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi tingkat PDB nyata dengan mengubah persediaan berbagai faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pengeluaran pemerintah seperti pendidikan. Landau (1986) membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang militer dan pendidikan berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara untuk pendidikan sendiri berkorelasi kuat dan investasi pemerintah berkorelasi positif tetapi tidak signifikan. Lin (1994) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDB) dengan laju yang semakin mengecil. Lin juga menyatakan bahwa Hukum Wagner hanya berlaku untuk negara maju. 48 Pengeluaran Pemerintah dapat ikut mendorong pergerakan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja dan barang modal dalam bidang pembangunan infrastruktur sosial (kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum/publik) yang dianggarkan dalam belanja pembangunan. Melalui anggaran rutin, khusunya belanja rutin pegawai yang berupa gaji pegawai, pemerintah dapat mendorong perekonomian melalui konsumsi masyarakat. 2.1.4 Inflasi Semua Negara dan daerah di dunia selalu menghadapi permasalahan inflasi. Tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu Negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya maslah ekonomi yang dihadapi suatu Negara. Inflasi adalah presentasi kenaikan harga - harga barang dalam periode waktu tertentu (Sadono Sukirno, 2011). Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi. Menurut teori Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Dengan kata lain proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang dapat disediakan masyarakat sehingga proses perebutan ini 49 akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang yang tersedia (inflationary gap). Menurut Gilarso (2008), inflasi adalah sebagai kenaikan harga umum, yang besumber pada terganggunya keseimbangan antara arus uang dan arus barang. Sedangkan menurut Asfia (2013), inflasi adalah kenaikan harga umum atau suatu fenomena ekonomi yang berkaitan dengan terjadinya penurunan nilai uang yang ditandai dengan kenaikan harga hampir semua barang dalam waktu yang lama. Menurut Gilarso (2008), inflasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor dinataranya yaitu : a. Segi Produksi atau arus barang (segi supply) b. Segi Permintaan (demand) c. Segi Harga d. Segi Uang Menurut Samuelson dan Nordous (1998) ada beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi yaitu : (ii) Inflasi tarikan permintaan (Demand Pull Inflation) merupakan perubahan pada permintaan agregat. Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik hingga keatas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat. Salah satu teori inflasi tarikan-permintaan yang berpengaruh menyatakan bahwa jumlah uang beredar adalah determinan utama inflasi. Alasan dibalik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar meningkatkan permintaan agregatif, yang pada gilirannya meningkatkan 50 tingkat harga. (ii) Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push Inflation) yang diakibatkan oleh adanya kenaikan terhadap biaya produksi. Penambahan biaya produksi mendorong peningkatan harga walaupun menghadapi resiko pengurangan terhadap permintaan barang yang diproduksinya yang dapat menimbulkan adanya resesi. Sedangkan faktor-faktor yang menyababkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh : (i) Domestic Inflation, yaitu tingkat inflasi yang terjadi kerena disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri (ii) Imported Inflation, yaitu tingkat infasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang import secara umum. Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di samping itu inflasi juga bias memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian yang lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bersemangat dalam bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi infalsi tak terkendali (hyper inflasi), keadaan 51 perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, dan mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Inflasi dapat dikelompokan menjadi tiga kategori (Asfia, 2013), yaitu : a. Moderat Inflation adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat. b. Galloping Inflation adalah inflasi yang ditimbulkan dari adanya gangguan gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi - distorsi besar dalam perekonomian. c. Hyper Inflation adalah Inflasi yang sangat tinggi. Menurut Boediono (1985) diukur tingkat keparahan, inflasi dibedakan menjadi Inflasi ringan (di bawah 10% setahun), Inflasi sedang (antara 10- 30% setahun), Inflasi berat (antara 30-100% setahun), Hiperinflasi (di atas 100% setahun). Menurut Boediono (1985) berdasarkan asal dari inflasi, dibedakan menjadi yaitu Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) 52 timbul karena kenaikan harga-harga di negara-negara langganan berdagang negara kita. Inflasi dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain sebagai berikut : a. Inflasi mengubah distribusi pendapatan. Ketika terjadi inflasi, riil income masyarakat turun dan mereka terpaksa melakukan redatribusi pendapatan yang diterimanya. Inflasi juga mempengaruhi perubahan kekayaan yang dimiliki masyarakat secara individual. b. Inflasi berpengaruh terhadap debitor dan kreditor. Debitor mendapat keuntungan atas penderitaan kreditor selama inflasi. c. Inflasi mempengaruhi efisiensi dalam kegiatan ekonomi. Inflasi mengurangi efisiensi ekonomi karena menimbulkan distorsi harga yaitu suatu kondisi harga produk berada dibawah biaya produksi. Inflasi menyebabkan para pengusaha untuk mengalkulasikan harga dan mengubah ulang label-label harga yang tidak efisien. d. Inflasi mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi. Ketidakstabilan harga disaat inflasi berdampak terhadap keengganan investor berinvestasi. Merosotnya jumlah inflasi dalam suatu kegiatan ekonomi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. 2.1.4.1 Hubungan Inflasi dengan Pertumbuhan Ekonomi Adanya inflasi atau kenaikan harga akan menjadi insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan produksinya. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran dimana kenaikan harga akan meningkatkan produksi total yang mengindikasikan 53 pertumbuhan ekonomi, sehingga adanya inflasi akan meningkatkan pertumbuhan. Tetapi hal tersebut hanya akan terjadi pada tingkat inflasi rendah. Malik dan Chowdhury (2001) meneliti pengaruh Inflasi dan pertumbuhan ekonomi di empat Negara ASEAN menemukan bahwa terdapat hubungan positif dalam jangka panjang antara pertumbuhan GDP dan inflasi pada keempat Negara tersebut. Disamping itu, terdapat juga feedback yang signifikan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang moderat membantu pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi yang cepat justru berdampak pula terhadap kenaikan inflasil. Dengan demikian, keempat negara itu seakan-akan seperti pisau bermata dua. 2.1.5 Pertumbuhan Penduduk Penduduk merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Faktor penduduk secara kuantitas dan kualitas turut menentukan pembangunan suatu wilayah. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran hasil-hasil produksi. Sementara kualitas penduduk menentukan besarnya produktivitas yang dihasilkan oleh berbagai sektor perekonomian. Jumlah penduduk yang terus meningkat akan menyebabkan peningkatan permintaan dan penawaran akan barang dan jasa dalam kegiatan transaksi ekonomi. Kegiatan ekonomi yang meningkat secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di suatu wilayah. 54 Menurut Sadono Sukirno (2011), salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu tingkat pertambahan dari pendapatan nasional atau PDRB adalah jumlah dan mutu dari penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan pertambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Peningkatan produksi di berbagai sektor perekonomian secara langsung akan mempengaruhi PDRB. Penduduk bukan saja merupakan faktor produksi, akan tetapi yang lebih penting lagi penduduk merupakan faktor yang menciptakan dan mengembangkan teknologi serta mengorganisasikan penggunaan berbagai faktor produksi. Pengusaha adalah bagian dari penduduk, para pengusaha memegang peranan yang sangat penting di dalam menentukan luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu adalah lebih banyak, maka lebih banyak kegiatan ekonomi akan dijalankan. 2.1.5.1 Hubungan Jumlah Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Todaro (2000) salah satu komponen pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan jumlah penduduk. Pertumbuhan jumlah penduduk, dan yang pada akhirnya dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja, secara tradisional dianggap sebagai faktor positip dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jika angkatan kerja tersedia dalam jumlah yang lebih besar, berarti tersedia juga lebih banyak pekerja yang produktif dan jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan ukuran potensial pasar domestik. Kondisi jumlah penduduk yang 55 semakin besar akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat dimana total nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi (PDRB) akan lebih tinggi dari sebelumnya. Dengan semakin luasnya pasar domestik maka akan semakin banyak tenaga produktif yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan agregat, kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya berdampak positip pada peningkatan PDRB. Hal ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan secara produktif tambahan tenaga kerja tersebut. Menurut Tarigan (2005), penduduk adalah faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perencanaan wilayah. Jumlah penduduk adalah faktor utama untuk menentukan banyaknya permintaan bahan konsumsi yang perlu disediakan, begitu juga banyaknya fasilitas umum yang perlu di bangun di suatu wilayah. Jumlah penduduk dapat dilihat sebagai faktor produksi yang dapat dialokasikan untuk berbagai kegiatan sehingga dapat dicapai suatu nilai tambah (kemakmuran) yang maksimal bagi wilayah tersebut. Analisis komposisi penduduk dalam bentuk umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan/pendapatan, tingkat pendidikan dan jenis perumahan yang dimiliki akan memberi implikasi yang lebih rinci baik terhadap tingkat kebutuhan maupun terhadap kegiatan produksi yang disumbangkan. 56 1.2 Penelitian Terdahulu Pengaruh Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali Penelitian yang dilakukan oleh Amira Salhab dan Lasmini Soedjono (2011) dengan judul “Pengaruh Inflasi, Jumlah Tenaga Kerja dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali” yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, jumlah tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah secara simultan dan secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali dengan menggunakan regresi linier berganda. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertumbuhan ekonomi dan variabel bebas yang digunakan inflasi, jumlah tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian yaitu menunjukkan secara simultan dan parsial tingkat inflasi, jumlah tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Penelitian yang dilakukan oleh Sayekti Suindyah D. (2009) dengan judul “Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur” yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh investasi, tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah secara simultan dan secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan regresi linier berganda. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertumbuhan ekonomi dan variabel bebas yang digunakan 57 investasi, tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian yaitu menunjukkan secara simultan dan parsial tingkat investasi, tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. 1.3 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 2011). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari suatu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka. Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang- 58 barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan tersebut dikenal dengan istilah rasio modal output (COR). Menurut Arsyad (2004), jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dianataranya yaitu inflasi, tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk. Menurut Gilarso (2008), inflasi adalah sebagai kenaikan harga umum, yang besumber pada terganggunya keseimbangan antara arus uang dan arus barang. Sedangkan menurut Asfia (2013), inflasi adalah kenaikan harga umum atau suatu fenomena ekonomi yang berkaitan dengan terjadinya penurunan nilai uang yang ditandai dengan kenaikan harga hampir semua barang dalam waktu yang lama. Adanya inflasi atau kenaikan harga akan menjadi insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan produksinya. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran dimana kenaikan harga akan meningkatkan produksi total yang mengindikasikan pertumbuhan ekonomi, sehingga adanya inflasi akan meningkatkan pertumbuhan. Tetapi hal tersebut hanya akan terjadi pada tingkat inflasi rendah. Malik dan Chowdhury (2001) meneliti pengaruh Inflasi dan pertumbuhan ekonomi di empat Negara ASEAN menemukan bahwa terdapat hubungan positif dalam jangka 59 panjang antara pertumbuhan GDP dan inflasi pada keempat Negara tersebut. Disamping itu, terdapat juga feedback yang signifikan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang moderat membantu pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumban ekonomi yang cepat justru berdampak pula terhadap kenaikan inflasi. Penduduk merupakan unsur penting dalam usaha untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Penduduk memegang peranan penting karena menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. di samping itu, pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan bertambah dan makin kompleksnya kebutuhan (Sadono Sukirno, 2011). Pertumbuhan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jadi semakin besar jumlah tenaga kerja berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif sehingga akan meningkatkan produktivitas dan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Teori klasik tidak memasukkan tenaga kerja sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena para ekonom di era tersebut lebih menekankan pada aspek mobilitas kapital (K) dalam jangka panjang, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tergantung pada akumulasi kapital (tabungan dan investasi), sedangkan teori neoklasik menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang menjelaskan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi selain modal dan teknologi. 60 Tenaga kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan dan kondisi ekonomi suatu daerah. Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi. Sudah banyak diungkapkan bahwa modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya adalah juga pada produktifitas dan kreatifitas mereka. Due (1968) mengemukakan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi tingkat PDB nyata dengan mengubah persediaan berbagai faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pengeluaran pemerintah seperti pendidikan. Landau (1986) membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang militer dan pendidikan berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara untuk pendidikan sendiri berkorelasi kuat dan investasi pemerintah berkorelasi positif tetapi tidak signifikan. Lin (1994) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDB) dengan laju yang semakin mengecil. Lin juga menyatakan bahwa Hukum Wagner hanya berlaku untuk negara maju. Pengeluaran Pemerintah dapat ikut mendorong pergerakan ekonomi 61 melalui penyerapan tenaga kerja dan barang modal dalam bidang pembangunan infrastruktur sosial (kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum/publik) yang dianggarkan dalam belanja pembangunan. Melalui anggaran rutin, khusunya belanja rutin pegawai yang berupa gaji pegawai, pemerintah dapat mendorong perekonomian melalui konsumsi masyarakat. Menurut Todaro (2000) salah satu komponen pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan jumlah penduduk. Pertumbuhan jumlah penduduk, dan yang pada akhirnya dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja, secara tradisional dianggap sebagai faktor positip dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Jika angkatan kerja tersedia dalam jumlah yang lebih besar, berarti tersedia juga lebih banyak pekerja yang produktif dan jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan ukuran potensial pasar domestik. Kondisi jumlah penduduk yang semakin besar akan berdampak pada peningkatan permintaan agregat dimana total nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi (PDRB) akan lebih tinggi dari sebelumnya. Dengan semakin luasnya pasar domestik maka akan semakin banyak tenaga produktif yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan agregat, kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya berdampak positip pada peningkatan PDRB. Hal ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan secara produktif tambahan tenaga kerja tersebut. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu inflasi, tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk. 62 Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Inflasi Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran Pemerintah Jumlah Penduduk Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan gambar kerangka pemikiran diatas, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cianjur dipengaruhi oleh inflasi, tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk. 1.4 Hipotesis Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diantaranya yaitu sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif 63 antara Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Cianjur. 2. Terdapat pengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif antara Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Cianjur. 3. Terdapat pengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif antara Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Cianjur. 4. Terdapat pengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif antara Jumlah Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Cianjur. 64