Sebaran Resistivitas Batuan Di Bawah Permukaan Dalam

advertisement
Sebaran Resistivitas Batuan Di Bawah Permukaan Dalam Menentukan
Potensi Sumber Daya Air Tanah Di Kecamatan Gabus Wetan, Indramayu
Deden Zaenudin M.1 , Febriwan Mohammad2, Muhammad Kurniawan2, M. Aditio1, Undang
Mardiana2
1
Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, FTG, UNPAD, Sumedang
2
Dosen Jurusan Teknik Geologi, FTG, UNPAD, Sumedang
Email: [email protected]
ABSTRACT
Indramayu regency is the main center of rice production in Indonesia. However, Indramayu is relatively
vulnerable to a crop failure which is caused by the drought. This study was conducted in the District of
Gabuswetan, Indramayu Regency. The purpose of this study is to determine the potential of groundwater
resources in the area in order to prevent the drought affecting the crop failure. This study is based on 1-D
resistivity data which was obtain using Schlumberger electrode configuration method in 10 points of
measurement. The Geoelectric data processing of 1-D was done by using WINGLINK software and will
be displayed in the form of resistivity log and the resistivity distribution maps for each predetermined
depth. The result is that there are at least three groups of hydrogeological unit based on the value of
resistivity. The first group is low resistivity rocks (<25 m) which is dominating the research area that
can be found from the depth of 50 meters to the surface which is interpreted as aquiclude. The second
group is medium resistivity rocks (25 -75 m) which is spreading in the certain spots that is began to
appear dominant starting from the depth of 50 meters to 200 meters which is interpreted as an aquifer.
The last group is i high resistivity rocks (> 75 m) which is found primarily at the depths of more than
75 meters in the north and southwest area of the research that is interpreted as aquifuge.
ABSTRAK
Kabupaten Indramayu merupakan sentra produksi padi utama di Indonesia. Namun, kabupaten Indramayu
relatif rentan terhadap kekeringan yang menyebabkan petani gagal panen. Penelitian ini dilakukan di salah
satu Kabupaten Indramayu yaitu Kecamatan Gabuswetan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh gambaran sebaran resistivitas batuan dibawah permukaan berdasarkan kontras tahanan
jenis yang diperoleh setelah dilakukannya interpretasi resistivitas yang dikorelasikan dengan data
geologi dalam menentukan potensi sumber daya air tanah di kecamatan gabuswetan, Indramayu.
Penelitian ini berdasarkan data resistivitas 1-D dengan konfigurasi elektroda Schlumberger dengan titik
pengukuran sebanyak 10 titik. Pengolahan data geolistrik 1-D dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak WINGLINK dan nantinya akan ditampilkan dalam bentuk log resistivitas dan kemudian dibuat peta
sebaran resistivitas untuk tiap kedalaman yang telah ditentukan. Dari hasil penelitian terdapat tiga
kelompok batuan berdasarkan nilai resistivitasnya, yaitu kelompok batuan dengan resistivitas rendah (<25 m)
mendominasi daerah penelitian dan ditemui mulai dari permukaan hingga kedalaman 50 meter yang bersifat
akiklud , resistivitas menengah (25 -75 m) tersebar secara spot dan mulai muncul dominan mulai dari
kedalaman 50 meter hingga 200 meter yang diinterpretasikan sebagai akifer pada daerah penelitian, dan
resistivitas tinggi (> 75 m) yang ditemukan terutama pada kedalaman lebih dari 75 meter di bagian utara dan
barat daya area penelitian yang diperkirakan sebagai akifug.
PENDAHULUAN (INTRODUCTION)
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu
kabupaten yang merupakan daerah sentra
pertanian, dimana sektor pertanian menyumbang
43 persen dari total Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Kabupaten Indramayu. Selain itu
pertanian juga merupakan sektor usaha utama
berdasarkan prosentase jumlah penduduk yaitu 8,8
persen. Sebagai salah satu daerah yang dikenal
dengan lumbung padi Jawa Barat, produksi padi
1
sawah pada tahun 2008 adalah 1.299.476,75 Ton
yang berarti mengalami penurunan sebesar 6,99 %
dari produksi pada tahun 2007 sebesar
1.315.434,36 Ton dan luas lahan panen juga
mengalami penurunan dari 195.757 Ha pada tahun
2007 menjadi 190.090 Ha pada tahun 2008. Dari
nilai produktivitas juga mengalami penurunan dari
semula 67,20 Ku/Ha tahun 2007 menjadi 64,68
Ku/Ha pada tahun 2008. Produksi pada sawah
mengalami penurunan dikarenakan terjadi
kekeringan pada musim tanam gadu seluas 28,425
Ha (BAPPEDA)
Lebih dari 98% dari semua air di daratan
tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam
pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua
persen sisanya terlihat sebagai air di permukaan
seperti di sungai, danau dan reservoir. Setengah
dari dua persen ini disimpan di reservoir buatan.
(Febriwan,2016)
Salah satu metode yang digunakan dalam
eksplorasi bawah permukaan adalah metode
geofisika. Pemanfaatan metode geofisika untuk
eksplorasi bawah permukaan dilakukan untuk
mendapatkan gambaran secara kuantitatif dan
kualitatif kondisi bawah permukaan sesuai dengan
sifat fisika yang digunakan dalam metode terkait.
Berbagai sifat fisika yang dimiliki oleh material
bawah
permukaan
dimanfaatkan
untuk
mendapatkan anomali bawah permukaan sebagai
target eksplorasi yang dilakukan.
Metode geofisika banyak digunakan terutama
untuk eksplorasi bawah permukaan baik dalam
bidang geoteknik, eksplorasi mineral, pemetaan
sumberdaya air, dan lain sebagainya. Diantara
metode geofisika yang banyak dimanfaatkan
adalah, metode resistivitas (resistivity) atau
geolistrik, seismik, gaya berat (gravity), magnetik,
radar dan lain sebagainya.Metode resistivitas
(resistivity) atau geolistrik ini memanfaatkan sifat
kelistrikan material bawah permukaan untuk
mendapatkan anomali dan sebaran sifat kelistrikan
bawah permukaan. Metode ini efektif digunakan
untuk pemetaan dangkal dan menengah.
Teknik yang biasa digunakan dalam eksplorasi
bawah permukaan dengan menggunakan metoda
resistivitas adalah teknik 1D (sounding). Teknik
sounding digunakan untuk mendapatkan sebaran
nilai resistivitas yang sensitif secara vertikal.
Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan
pemetaan potensi air tanah di Kecamatan Gabus
Wetan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
menggunakan
metoda
geolistrik
dengan
konfigurasi Schlumberger. Pemetaan terdiri dari
10 titik pengukuran 1 -D (sounding).
LOKASI PENELITIAN (STUDY AREA),
Penyelidikan resistivitas (resistivity) 1-D di
daerah Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu,
Provinsi Jawa Barat (Gambar 1).
Pada gambar diatas, 10 titik berwarna hijau
menandakan lokasi pengukuran 20 titik 1-D (
sounding).
Gambar 1 Peta Lokasi Pengukuran Geolistrik
2
koordinat/posisi yang diperoleh dari hasil
pengukuran dengan GPS, sehingga dengan posisi
titik duga yang menyebar maka dapat dibuat
kontur kesamaan nilai resisitivitas batuan (iso
resisivity) untuk berbagai posisi kedalaman yang
diinginkan. Dari data arus dan tegangan yang
telah terukur dari hasil akuisisi dapat dihitung nilai
resistivitas semu. Sebaran nilai resistivitas semu
terhadap panjang bentangan dijadikan masukan
untuk proses inversi.
Gambar 2 Peta Geologi Regional Daerah
Penelitian
Berdasarkan peta geologi regional lembar
Indramayu (D.Sudana, 1992) dan Arjawinangun
(Djuri, 1996) daerah penelitian masuk kedalam
dua satuan batuan yaitu : Qaf (Endapan Dataran),
dan Qav/Qos (Batupasir Tufaan, Konglomerat,
dan lempung).
METODE (METHODS)
Pengukuran geolistrik di Wilayah Gabus Wetan,
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dilakukan
dengan 10 titik metoda 1-dimensi (sounding).
Pengukuran
metoda
1-Dimensi
dengan
menggunakan
konfigurasi
elektroda
Schlumberger dengan panjang rata-rata bentangan
elektroda arus (AB) sepanjang 600 meter. Dengan
demikian, pendugaan kedalaman setiap titik duga
diharapkan dapat mencapai 200 meter. Pada setiap
titik duga pengukuran akan diperoleh gambaran
sebaran nilai resistivitas pada arah tegak atau
vertikal (stratigrafi) berdasarkan nilai tahanan
jenisnya (rho). Setiap titik duga mempunyai
Proses inversi adalah proses untuk memperoleh
nilai resistivitas sebenarnya terhadap kedalaman
yang mencerminkan kondisi bawah permukaan
berdasarkan sifat kelistrikan. Proses Inversi
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
WINGLINK dan nantinya akan ditampilkan dalam
bentuk log resistivitas. Setelah dilakukan proses
inversi diperoleh nilai resistivitas sebenarnya
terhadap kedalaman yang akan digunakan sebagai
acuan pembuatan peta sebaran resistivitas.
Penampilan hasil inversi tersebut berupa data log
resistivitas. Untuk Geolistrik 1-D, setelah
dihasilkan log resistivitas untuk masing – masing
titik maka proses selanjutnya adalah pembuatan
peta sebaran resistivitas untuk tiap kedalaman
yang telah ditentukan. Kegunaan dari pembuatan
peta tersebut adalah untuk melihat sebaran nilai
resistivitas per kedalaman dengan memotong dari
nilai resistivitas yang telah dilakukan inversi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN (RESULT AND
DISCUSIONS)
Hasil penafsiran data lapangan serta penampang
tegak tahanan jenis yang diperoleh kemudian
dikorelasikan dengan keadaan geologi setempat,
menunjukkan bahwa lapisan batuan di daerah
penyelidikan umumnya berasal dari endapan
sedimen dan dapat dikelompokan berdasarkan
kisaran nilai tahanan jenisnya. Hasil pengolahan
untuk setiap titik duga geolistrik menunjukkan
variasi nilai tahanan jenis dengan kedalaman yang
terdeteksi dapat mencapai kedalaman 150 – 200
meter di bawah permukaan tanah setempat. Untuk
memudahkan pembacaan, maka titik duga
dikelompokkan ke dalam kelompok–kelompok
nilai resistivitas. Secara umum daerah kajian
menunjukkan kisaran nilai tahanan jenis antara 1
hingga 100 Ωm.
3
Nilai resistivitas batuan di atas selanjutnya dapat
didistribusikan dalam bentuk peta kontur
resistivitas. Kontur resistivitas dibuat pada
beberapa posisi kedalaman mulai dari permukaan,
hingga kedalaman optimum yaitu 200 meter.
Melalui pengamatan pada kontur resistivitas,
dapat diperoleh informasi mengenai sebaran nilai
resistivitas pada daerah penelitian. Informasi ini
berkaitan langsung dengan sebaran batuan dan
potensi keberadaan akifer di lokasi penelitian.
Melalui integrasi dengan data pemetaan dan
pengetahuan mengenai geologi di lokasi
penelitian, pemahaman
mengenai
sistem
hidrogeologi dan penyebaran sistem akifer dapat
diperoleh.
Peta-peta kontur resistivitas di tiap kedalaman
dapat ditampilkan dalam bentuk gabungan (stack)
mulai dari kedalaman dekat dengan permukaan
hingga kedalaman optimum survey. Konturkontur tersebut diperoleh melalui interpolasi nilainilai kedalaman dan resistivitas berdasarkan pada
konsep geostatistik Krigging.
Gambar 3 memperlihatkan distribusi resistivitas
pada tiap kedalaman serta menunjukkan sebaran
nilai yang beragam dari resistivitas rendah hingga
tinggi dengan memiliki pola-pola yang saling
berhubungan antar tiap kedalaman. Perbedaan
nilai resistivitas ditunjukkan oleh ragam warna
yang masing-masing mencirikan nilai resistivitas
yang telah dikelompokkan. Resolusi horizontal
dari peta-peta kontur tersebut.
Selain pembuatan peta, dilakukan pula pembuatan
profil dengan arah profil telah ditentukan
sebelumnya. Terdapat empat arah profil model
yang ingin diketahui yaitu satu penampang
berarah Utara – Selatan (Gambar 4) dan tiga
penampang berarah Barat – Timur (Gambar 5 s.d
Gambar 7)
Dari hasil penampang (Gambar 4 s.d 7)
menunjukkan dominasi lempung pasiran yang
tersebar pada semuar area pengukuran.
Keberadaan lempung pasiran mulai dari
kedalaman 0 hingga 200 meter. Namun pada
beberapa penampang terlihat bahwa terdapat nilai
resistivitas menengah dan tinggi yang berasosiasi
dengan litologi pasir lempungan sebagian tuf
muncul berbentuk spot.
Gambar 3 Peta Resistivitas per kedalaman dari
kedalaman 1.5 s.d. 200 meter di bawah
permukaan setempat
4
Gambar 4 Profil model berarah Utara – Selatan yang berada di area penelitian.
Gambar 5 Profil model berarah Barat-Timur yang berada di area penelitian.
.
Gambar 6 Profil model berarah Barat-Timur yang berada di area penelitian.
.
Gambar 7 Profil model berarah Barat-Timur yang berada di area penelitian.
.
Dari hasil penampang (Gambar 4 s.d 7)
menunjukkan dominasi lempung pasiran yang
tersebar pada semuar area pengukuran.
Keberadaan lempung pasiran mulai dari
kedalaman 0 hingga 200 meter. Namun pada
beberapa penampang terlihat bahwa terdapat nilai
resistivitas menengah dan tinggi yang berasosiasi
dengan litologi pasir lempungan sebagian tuf
muncul berbentuk spot.
6
Kemunculan nilai tersebut mulai dari kedalaman
lebih dari 50 meter dibawah permukaan. Nilai
resistivitas tersebut lebih banyak muncul pada
bagian utara dan barat daya daerah penelitian.
Sedangkan pada begian yang lain hanya berupa
spot – spot kecil yang menyisip diantara nilai
resistivitas rendah. Dari peta yang dihasilkan,
rentang nilai resistivitas dapat dikelompokkan
menjadi 3 paket batuan, yaitu
Tabel 1 Interpretasi sebaran nilai resistivitas di daerah penelitian
ρ (Ω.m)
< 25
Interpretasi
Resistivitas Rendah
Paket 1
25-75
Resistivitas Menengah
Paket 2
>75
Resistivitas Tinggi
Paket 3
Dari hasil analisis sementara berdasarkan
data permukaan dan data sekunder, maka
dapat diinterpretasikan nilai sebaran
resistivitas bawah permukaan di daerah
penelitian sebagai berikut :

Paket 1: Nilai resistivitas ini berasosiasi
dengan batuan dengan litologi lempung
pasiran
atau
pasir
lempungan.
Keberadaan nilai resistivitas ini mulai
dari permukaan hingga kedalaman 200
meter. Penyebaran nilai ini berada pada
hampir semua area penelitian dan
mendominasi mulai dari kedalaman 0
meter hingga 50 meter. Batuan ini
bersifat akiklud.

Paket 2: Nilai resistivitas menengah
berasosiasi dengan litologi batupasir
tufan yang berada pada area penelitian.
Kemunculan nilai ini mulai dari
kedalaman 50 meter hingga 200 meter.
Penyebarannya tidak merata, hanya
berada di bagian utara dan selatan area
penelitian saja. Nilai ini berasosiasi juga
dengan interpretasi akifer pada daerah
penelitian.

Paket 3: Nilai resistivitas ini berasosiasi
dengan litologi batupasir tufan yang lebih
padu/keras dan diperkirakan sebagai
akifug.
Keterangan
KESIMPULAN (CONCLUSION)
Berdasarkan log vertikal, peta dan penampang
yang telah dibuat, maka analisis data geolistrik
menunjukkan :
1. Terdapat tiga kelompok batuan berdasarkan
nilai resistivitasnya. Yaitu kelompok batuan
dengan resistivitas rendah, resistivitas
menengah dan resistivitas tinggi.
2. Kelompok batuan dengan nilai tahanan jenis
berkisar antara <25 m yang mengindikasikan
batuan dengan resistivitas rendah mendominasi
daerah penelitian dan ditemui mulai dari
permukaan hingga kedalaman 50 meter
ketebalan bervariasi. Lapisan ini berupa litologi
lempung pasiran. Lapisan ini diduga berperan
sebagai akiklud, yaitu media berpori yang dapat
menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkan
airtanah.
3. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
25 m hingga 75 m mengindikasikan batuan
dengan resistivitas menengah. Lapisan ini
diinterpretasi memiliki litologi pasir lempungan
sebagian tuf. Nilai resistivitas ini tersebar secara
spot dan mulai muncul dominan mulai dari
kedalaman 50 meter hingga 200 meter.
4. Kelompok ketiga adalah lapisan dengan nilai
resistivitas yang tinggi (> 75 m). Ditemukan
terutama pada kedalaman lebih dari 75 meter di
bagian utara dan barat daya area penelitian.
Diperkirakan memiliki litologi pasir lempungan
sebagian tuf yang bersifat lebih padu
dibandingkan dengan litologi nilai resistivitas
menengah.
UCAPAN TERIMAKASIH
(ACKNOWLEDGEMENT)
Terima kasih kami ucapkan kepada Laboratorium
Geofisika Fakultas Teknik Geologi Unpad yang
memberikan dukungan kepada tim peneliti
sehingga paper ini dapat tersusun dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES)
Achadan, A., Sudana, D., 1992. Geologi lembar
Indramayu, Jawa (The Geology of
Indramayu Qudrangle, Java), Skala (Scale)
1:100.000.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Geologi.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten
Indramayu
(BAPPEDA
Indramayu),
,
http://bappedaindramayu.madebychocaholic
.com/potensi Diunduh pada tanggal 30
Oktober 2016.
Djuri, 1995. Geologi lembar Arjawinangun, Jawa
(The Geology of Arjawinangun Qudrangle,
Java), Skala (Scale) 1:100.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Mardiana, Undang., dkk, 2016, Pemetaan Potensi
Airtanah Menggunakan Metode Geolistrik 1Dimensi (VES) Sub – DAS Cileles Untuk
Identifikasi Area Recharge dan Discharge,
Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat,
Seminar Nasional ke-III Fakultas Teknik
Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung.
Mohammad, Febriwan.,dkk, 2016, Potensi
Airtanah Berdasarkan Nilai Resistivitas
Batuan di Kelurahan Cangkorah, Kecamatan
Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.,
Bulletin of Scientific Contribution Fakultas
Teknik Geologi Universitas Padjadjaran,
Volume 14, No 2, Agustus 2016: 141-152.
Telford, M.W., et al, 1976, Applied Geophysic,
Cambridge University Press
8
Download