1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintah sebagai
subsistem pemerintah daerah sebagai subsitem pemerintah negara dimaksudkan
untuk meningkatakan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah
dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan mayarakat
berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi mayrakat, dan pertanggung
jawababn kepada masyarakat.
Mengingat luasnya kewenangan daerah dalam pemerintahan, maka pada
masa yang akan datang, daerah dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih
besar dari kemampuan yang dimiliki saat ini. Kemampuan tersebut mencakup
kemampuan berbagai bidang pemerintahan, termasuk bidang kelembagaan,
personil, keuangan, peralatan dan sebagainya. Oleh karena itu, seharusnya
dilakukan Pemerintahan Daerah adalah mengembangkan kelembagan agar
mampu melaksanakan perannya semakin besar dan mengingat secara efektif,
efisien dan akuntabel.
Sesuai dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor IV/MPR1999 tentang Garis Besar Haluan Negara, bahwa
1
kebijakan umum pembagian daerah diarahkan pada upaya untuk bertanggung
jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat kebijakan umum lainya
diarahkan pada upaya mempercepat pembangunan daerah yang efektif dan kuat
dengan memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga
terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah.
Otonomi daerah telah melalui perjalanan panjang, sejak dikumandangkan
proklamasi kemerdekaan republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ketentuan
yang mengatur Otonomi Daerah telah termuat dalam UUD 1945 Pasal 18.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
peraturan Perundang-Undangan yang mengatur penyelenggaraan Pemerintah
didaerah antara lain UU.No 1 tahun 1945, UUNo 2 Tahun 1948, UU No.1 Tahun
1957, Panpes No.6 Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, dan UU No. 5 Tahun
1947 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Namun sesuai dengan
perkembangan lingkungan strategis baik internasional regional maupun nasional
UU Nomor 5 Tahun 1974 tidak sesuai lagi dengan tuntunan perkembangan
kehidupan bangsa sehingga diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan
Daerah.
Undang-undang
pajak
daerah
terus
mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan hingga sekarang Undang-undang
yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Otonomi Daerah ditetapkan secara utuh pada daerah
Kabupaten dan Daerah Kota, yang diselenggarakan atas dasar Otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan demikian Daerah Kabupaten dan
2
kota memiliki kewengangan yang utuh kecuali dibidang Pertahanan, Keamanan,
Peradialan, Politik Luar Negeri dan Moneter serta kewenagan lainya yang diatur
oleh Peraturan Perundangan yang tinggi.
Oleh karena itu untuk mendukung penyeleggaraan otonomi daerah
diperlukan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan
antara pusat dan dearah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka
perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat,
dan
pembangunan,
maka
pemerintah
suatu
negara
pada
hakekatnya
mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi alokasi yang meliputi, antara lain,
sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat.
Fungsi distribusi meliputi antara lain, pertahanan-keamanan, ekonomi dan
moneter. Namun dalam pelaksanaan perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang
berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga
fungsi dimaksudkan sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasardasar perimbnagan keuanagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Salah satu faktor determinan kunci dalam pelaksanaan otonomi daerah
adalah tersedianya sumber-sumber penerimaan keuanagan daerah yang
memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. Kemampuan
keuangan pemerintah daerah akan menentukan kapasitas pemerintah daerah
dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintah yaitu melaksanankan pelayana
publik (publik service function), dan melaksanakan pembanguanan (development
function).
3
Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah, yang
diharapkan
dapat
membantu
pembiyaan
dareah
untuk
melaksanakan
otonominya, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
disamping penerimaan yang berasal dari pemerintah berupa subsidi / bantuan.
Sumber pajak daerah tersebut diharapkan menjadi sumber pembiayaan
penyelenggaraan
pemerintahan,
dan
pembangunan
daerah
untuk
meningkatakan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Kemampuan pajak daerah yang dimilki setiap daerah merupakan salah
satu indikator kesiapan pemerintah daerah dalam berotonomi daerah. Oleh
karena itu perolehan pajak daerah diarahkan untuk meningkatakan PAD yang
digunakan untuk menyelenggarakan otonomi dareah yang secara konseptual
diharapkan memiliki kemampuan nyata dan bertanggung jawab. Tuntunan
kemampuan nyata ini diharapkan bersumber dari kemampuan menyiasati
penerimaan pajak daerah melalui upaya-upaya yang dapat dilakukan sehingga
terjadi peningkatan dari waktu kewaktu.
Kabupaten Tana Toraja sebagai daerah otonomi dalam melaksanakan
pembanguanan, menganut azas desentralisasi yang diwujudkan dalam bentuk
prakarsa baik dalam menentukan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan segi
pembiayaan maupun perangkat pelaksanaannyaApabila dilihat dari segi
penerimaan Pajak
Daerah.
Di Kabupaten Tana Toraja dalam
rangka
pemanfaatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk melaksanakan Otonomi
Daerah
masih
mengalami
kendala
utama
khususnya
dalam
menggali
Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Hotel dan Restoran.
Salah satu pajak yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan
penerimaannya adalah Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Namun kenyataan pajak
4
tersebut selama ini tidak pernah mampu mencapai target yang ditetapkan. Salah
satu faktor yang dianggap memberi pengaruh terhadap kondisi demikian adalah
belum optimalnya pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran
berdasarkan yang ada dan yang bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan
dan kondisi yang terdapat di Kabupaten Tana Toraja. Serta masih lemah dan
kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh aparatur petugas pajak di
Kabupaten Tana Toraja.
Kontribusi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran masih sangat minim. Ini
dapat dilihat dari lima tahun terakhir persentase kontribusi Pajak Hotel dan
restoran hanya dibawa 10%.
Dalam realisasi penerimaan pajak tersebut besarnya pajak dareah untuk
tahun
anggaran
2006
yaitu
sebanyak
Rp.3.981.421.364,-
pajak
Hotel
Rp.59.913.339,- hanya memberi kontribusi sebesar 1,50%, sedangkan pajak
restoran Rp.63.375007,- memberi kontribusi 1,59%. Pada tahun 2007 pajak
daerah sebesar Rp.2.025.869.477,- pajak hotel memberi kontribusi sebesar 6,2%
yaitu sebesar Rp.125.797.627,- sedangkan pajak restoran sebesar 7,56% yaiutu
sebesar
Rp.153.294.960,-.
Rp.2.148.471.095,Rp.186.073.180,-
Pada
kontribusi
sedangkan
tahun
pajak
pajak
hotel
2008
pajak
sebesar
restoran
daerah
8,66%
9,97%
sebesar
persen
yaitu
yaitu
sebesar
Rp.214.284.718,-. Pada tahun 2009 mengalami penurunan pajak daerah setelah
adanya pemekaran Kabupaten Tana Toraja. Ini juga berpengaruh pada
pendapatan Pajak Hotel dan Restoran. Pada tahun 2009 Pajak Daerah hanya
mencapai Rp.1.788.539.524,- kontribusi pajak hotel 4,02% yaitu sebesar
Rp.71.912.545,-
sedangkan
pajak
restoran
6,96%
yaitu
sebesar
Rp.124.598.238,-. Pada tahun 2010 pajak daerah mengalami penurunan menjadi
5
Rp.627.094.067,-
kontribusi
pajak
hotel
sebesar
5,97%
yaitu
sebesar
Rp.37.481.435,- sedangkan pajak restoran Rp.100.552.705,-.
Padahal jika dilihat dari Hotel/Penginapan yang sebanyak 13 buah dan
restoran/rumah makan yang berjumlah 19 buah yang terdapat di Kabupaten
Tana Toraja pada dasarnya cukup memberi kontribusi terhadap pendapatan dan
penerimaan pajak daerah. Namun karena belum dikelolah secara optimal baik
dari perhitungan potensi yang dimiliki, pelaksanaan pemungutan, serta
pengawasan terhadap pemungutan Pajak Hotel dan Restoran itu sendiri maka
pendapatan dan penerimaan yang diperoleh kurang sesuai dengan potensi yang
ada. Selain itu, sistem dan aturan yang ada selama ini belum disesuaikan
dengan keadaan Pajak Daerah sehingga nampak pengelolahan belum mampu
memberi kontribusi yang diharapkan khususnya dalam peningkatan Pendapatan
Asli Daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten
Tana Toraja perlu memikirkan secara serius masalah-masalah yang erat
hubungannya dengan Pajak Hotel dan Restoran, dan berusaha melakukan
upaya demi mengoptimalkan peningkatan penerimaan pajak sehingga pajak
Hotel dan Restoran dapat memberi kontribusi yang besar dalam meningkatkan
Pajak Daerah secara khusus dan Pendapatan Asli Daerah secara umum.
Dari uraian masalah diatas maka penulis tertarik untuk membuat skripsi
dengan judul “Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Di
Kabupaten Tana Toraja”.
6
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maslah yang telah dipaparkan terlebih dahulu,
maka penulis mengemukakan pokok permaslahan sebagai berikut:
1. Seberapa besar kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pajak
Daerah di Kab. Tana Toraja?
2. Sejauhmana pemanfaafan Potensi yang ada untuk meningkatkan Pajak
Hotel dan Restoran di Kab. Tana Toraja?
I.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Hotel dan Restoran
terhadap Pajak Daerah di Kab. Tana Toraja.
2. Untuk mengetahui sejauhmana pemanfaafan potensi yang ada untuk
meningkatkan Pajak Hotel dan Restoran di Kab. Tana Toraja.
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah :
a. Manfaat Akademik
Diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan
tentang
bagaimana
bagaimana mengoptimalisasikan Pajak Daerah secara efektif dan
efisien dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
b. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran kepada aparat Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tana
Toraja untuk meningkatkan pengelolahan pajak daerah sebagai sumber
pendapatan asli daerah.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka
teori
dan
konsep-konsep
kunci
yang
dikembangkan
dalampenelitian ini adalah dianalisis secara deskriptif untuk memberikan
gambaran mengenai upaya – upaya yang dilakukan unit pelayanan pada Dinas
Pendapatan daerah Kabupaten Tana Toraja, khususnya dalam hubungannya
dengan administratif dan teknis pelayanan pajak daerah.
Melalui kerangka teori yang dibangun dan dikembangkan pada bab II ini
penulis mengutip beberapa teori dan konsep yang dianggap relevan dengan
fokus permasalahan penelitian,
untuk
dijadikan acuan perumusan dan
pemecahan masalah pada pembahasan selanjutnya.
II.1.1. Pengertian Optimalisasi
Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas
pengertian optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S.
poerdwadarminta ( 1997 :753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah hasil
yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian
hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien”.
Optimalisai banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua
kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Menurut
Winardi (1996 : 363) Optimaslisai adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya
tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha, Optimalisasi adalah usaha
memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan yang diinginkan
atau dikehendaki.
8
Dari
uraian
tersebut
diketahui
bahwa
optimalisasi
hanya
dapat
diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara efektif dan efisien. Dalam
penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil
secara efektif dan efisien agar optimal. Dengan kata lain pencapaian tujuan
diharapkan
mampu
berhasilguna
dan
berdayaguna.
Untuk
itu
dalam
pembahasan ini, akan dikemukakan pengertian dan efisiensi terlebih dahulu.
a. Efektifitas
The Liang Gie (1991 : 53 ), memberikan pengertian Efektivitas sebagai
berikut :
Efektivitas adalah Perbandingan terbalik antara input dan output,
antara keuntungan dan biaya, antara hasil pelaksanaan dengan sumbersumber yang dipergunakan seperti halnya juga hasil maksimum yang
dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas, dengan kata lain
hubungan antara apa yang telah diselesaikan dengan apa yang harus
diselesaikan.
Pada pengertian tersebut, input yang dimaksudkan adalah semua
sumber yaitu sarana dan prasarana yang digunakan organiasi untuk mencapai
tujuan.
Kamus istilah Manajemen, Koemaruddin (1991 : 83 ), dikemukakan
bahwa : “Efektivitas adalah Pencapaian sasaran menurut perhitungan terbaik
mengenai suasana dagang dan kemungkinan daripada Laba”.
Efektivitas sebagaimana dikemukakan oleh LAN RI (1984 : 13 ), adalah:
“Mencapai hasil sepenuhnya seperti yang benar-benar diinginkan, setidaktidaknya berusaha mencapai hasil semakasimal mungkin”.
9
Lebih jelas pengertian Efektivitas yang dikemukakan oleh Parieta
Westera (1991: 109) sebagai berikut: “ Keadaan atau berhasilnya suatu suatu
kerja yang dilakukan oleh manusia dan memberikan guna yang diharapkan”.
Jadi efektivitas dilihat dari hasil pekerjaan yang dilakukan dengan
manfaat yang diberikan bagi organisasi. Efektivitas itu sendiri dapat dilihat dari
efek dan akibat yang dikehendaki untuk menjadi suatu kenyataan. Yang tentu
saja dilakukan dengan kemampuan maksimal yang dimiliki oleh seseorang yang
merupakan komponen penting dalam organisasi.
Pengertian efektivitas tersebut nampak lebih luas dan memiliki kriteria
yang beragam pula dalam memandang efektivitas, yaitu dapat sudut ekonomi,
phsykoligis, psikologi dan sosial. Dan secara jelas memberikan suatu standar
korelasi yang dapat menentukan hasil akhir dari kegiatan dan efektifitas juga
digunakan sebagai standar nilai apabila dilakukan dengan dengan sepenuh
kemampuan yang ada sebagai unsur peningkatan yang ada sebagai unsur
peningkatan presatasi kerja dan produktivitas kerja secara maksimal dalam
menjangkau aspek yang diinginkan secara kolektif.
Efektivitas dalam hubungannya dengan dengan optimalisasi peningkatan
penerimaan Pajak Daerah diharapkan agar sistem dan prosedur pemungutan
bisa berjalan dan berlangsung dengan baik, itu harus dilihat dari sistem yang
digunakan serta prosedur pelaksanaan pemungutan juga jadwal pemungutan
dan pengawasan harus ditetapkan secara teratur agar menghasilkan penerimaan
pajak yang tinggi.
10
b. Efisiensi
Disamping efektivitas, keberhasilan organiasasi juga perlu didukung
dengan efisisensi. Adapun pengertian Efisiensi menurut Ibnu Syamsi (1994:3),
adalah sebagai berikiut :
Efisiensi adalah perbandingan antara hasil rill yang dicapai
seseorang dengan standar hasil minimumnya. Apabila hail rill itu diatas
standar minimum yang telah ditetapkan, berarti kerjanya efisien. Apabila
hasilnya sama dengan standar hasil yang katakan berarti kerjanya
normal. Tetapi apabila hasilnya rill itu berada dibawah standar minimum,
berarti kerjanya tidak efisien.
Sedangkan Fandy Tjiptono (1998:4) mengemukakan pengertian Efisiensi
sebagai berikut : “efesiensi merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan jasa, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Hal ini dikemukakan juga oleh Malayu S.P.Hasibuan (1996:165) yang
mengatakan bahwa : “ Efesisen adalah perbandingan antara output dengan input
atau perbandingan manfaat dengan biaya’.
Mengacu pada beberapa pengertian diatas maka efesiensi harus dilihat
dari keberhasilannya minimal sesuatu tolak ukur yang ada yaitu segi
pengorbanan riil yang diberikan dengan standar pengorbanan maksimum. Untuk
itu, standar harus ditetapkan dengan cermat, berdasarkan hasil normal dari :
a. Pengalaman-pengalaman yang banyak
b. Percobaan berkali-kali
c. Menggunakan perkiraan untuk hal-hal yang sulit diukur.
Efesiensi
dalam
hubungannya
dengan
optimalisasi
peningkatan
penerimaan pajak Pajak Daerah sangat ditentukan oleh beberapa jumlah biaya
yang diperlukan dan dikeluarkan sebagai biaya pungut dan penggunaan jumlah
11
petugas pemungutan pajak, juga ketersediaan sarana dan prasarana yang
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemungutan pajak tersebut agar bisa
mencapai hasil pajak yang tinggi sehingga bisa berdayaguna.
Berdasarkan uraian di atas, maka optimalsasi terhadap suatu kegiatan
adalah merupakan gambaran dari wujud efisiensi dan efektivitas yang
dilaksanakan dan sangat berkaitan erat, karena optimalisasi kegiatan tidak akan
terwujud apabila efisiensi dan efektivitas tidak dapat diwujudkan terlebih dahulu.
II.1.2 Teori Pajak Daerah
Setelah sumber pendapatan daerah dapat dikenai pajak, maka perlu juga
dipertimbangkan apakah suatu pajak telah didapat secara efektif digali,
dikenakan, dinilai atau dipungut tersebut maupun administrasi oleh Pemerintah
Daerah. Teori development from below, berpendapat bahwa orang akan lebih
bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah dari pada kepada
Pemerintah Pusat kareana mereka dapat secara mudah melihat manfaat
langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988).
Berlandaskan teori tersebut maka, dapat diidentifikasikan beberapa
permasalahan dalam administrasi pajak Daerah. Pertama, apakah Pemerintah
daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakan suatu pajak
secara efektif dan adil. Karena pengenaan pajak daerah yang adil membutuhkan
pengadministrasian data pajak yang akurat. Pengadministrasian data pajak yang
efektif akan memudahkan masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini akan
mendorong meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kedua,
apakah Pemerintah Daerah kemampuan administrasi efektif atas suatu pajak.
Hal ini sangat penting, dalam rangka transparansi pengelolahan dana yang
berasal dari pajak.
12
Teori development from below, yang dikemukakan tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat lebih cenderung mau membayar pajak karena kedekatannya
dengan manfaat yang diperoleh dari membayar pajak tersebut. Orang akan lebih
bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada
Pemerintah Pusat merupakan hal yang logis karean Pemerintah Daerah juga
lebih dekat jika dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang kadang mereka
tidak dapat melihat manfaat langsung secara mudah dalam pembangunan
didaerah mereka.
Semakin rendah tingkat pemerintahan maka semakin dekat hubungan
antara rakyat dengan pemerintahnya, sehingga mereka yang mengenakan pajak
dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekatan inilah,
dasar pengenaan pajak dan tarif pajak jadi rendah tingkat keadilannya. Untuk itu
Pemerintah Daerah harus memiliki Tanggung jawab atas penilaian atau
pemungutan suatu pajak. Pemerintah Pusat mungkin lebih baik dalam
melaksanakan atau membantu dalam pengenaan pajak atau pemungutan suatu
pajak daerah.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tanggung jawab
pengenaan pajak yaitu:
a. Tingkat kemampuan dan ketersediaan tenaga kerja terampil di daerah
yang dibutuhkan sebagai tenaga pelaksana administrasi perpajakan
didaerah
b. Sejauh mana kedekatan pemungut pajak dengan wajib pajak daerah atau
desakan politis terhadap keadilan dan ketegasan dalam proses
pemungutan pajak daerah.
13
Selain tanggung jawab pengenaan pajak penetapan dan pemungutan
pajak harus didukung dengan sistem pengawasan yang efisien. Keterlambatan
dalam membayar pajak seringkali dikenakan dengan tindakan mengenakan
denda dalam bentuk persentase atau jumlah pajak yang terutang.
II.1.3 Pajak Daerah
Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup
dalam suatu negara berurusan dengan pajak sehingga masalah pajak juga
menjadi masalah keseluruhan rakyat negara tersebut. Dengan demikian setiap
orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala
permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai asas-asasnya,
jenis-jenis pajak yang berlaku, tata cara pembayaran pajak serta hak dan
kewajiban sebagai wajib pajak.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Tahun 2008 Tentang Otonomi Daerah (Bab VIII
pasal 157) , dan mengalami perubahan yang sekarang menjadi Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah
agar daerah dapat melaksanakan otonominya yaitu mampu mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, disamping penerimaan yang berasal dari
pemerintah berupa subsidi/ bantuan, bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sumber
pendapatan daerah tersebut dapat diharapkan menjadi sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, dan juga
kegiatan kemasyarakatan didaerah untuk meningkatkan dan memeratakan
kesejahteraan rakyat.
Banyak ahli pajak dalam bidang perpajakan memberikan pengertian yang
berbeda-beda mengenai pajak namun memiliki inti dan tujuan yang sama.
14
Penegertian Pajak antara lain yang dikemukakan oleh Rocmat Soemitro
(Mardiasmo, 1997:1) sebagai berikut :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Sedangkan Andriani (Brotohardjo, 1982:2) mengemukakan pajak adalah :
Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang, oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat pretasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan negara menyelenggarakan pemerintahan.
Selanjutnya Usman, dan Subroto (1980 : 16 ) mengemukakan pajak
adalah:
Pajak diartikan sebagai Pungutan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya dipergunakan
untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah yang balas jasanya tidak
secara langsung diberikan kepada pembayaran sedangkan dalam
pelaksanaannya dimana tidak dapat dipaksakan.
Pajak sebagaimana dinyatakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
yang kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
dan mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa pajak
merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dan
peran pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pajak juga merupakan
penarikan atas sumber daya ekonomi oleh pemerintah kepada warga negara
yang digunakan untuk melaksanakan tugas Pemerintah atau melayani
kepentingan masyarakat.
15
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
Pajak terdapat Unsur-Unsur sebagai berikut :
a. Pajak dipungut oleh Negara berdasarkan kekuatan Undang-Undang
atau Peraturan Hukum lainya.
b. Pajak dipungut tanpa ada kontra prestasi yang secara langsung dapat
dipungut.
c. Hasil pungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran
penyelenggaraan negara.
d. Pajak sebagai sumber keuangan negara dan berfungsi juga sebagai
pengatur.
Mardiasmo (1997 : 3), dilihat dari tujuannya, pemungutan pajak
mempunyai dua macam fungsi yaitu fungsi budgtair (keuangan) dan fungsi
mengatur.
Fungsi budgetair adalah Pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi
mengatur adalah pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.
Pajak digolongkan menjadi Pajak Pusat dan Daerah. Pajak Pusat atau
Pajak Negara digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan
secara nasional sedangkan Pajak Daerah digunakan untuk membiayai urusan
rumah tangga dalam rangka pelaksanaan otonomi.
Ada
beberapa
pendapat
mengenai
Pajak
Daerah
antara
lain
dikemukakan oleh :
Rocmad Sumitro (Mardiasmo 1997:13) mengartikan Pajak Daerah
sebagai berikut : “Pajak lokal atau Pajak Daerah ialah pajak yang dipungut oleh
16
daerah-daerah
swantara,
seperti
propinsi,
kotapraja,
kabupaten
dan
sebagainya”.
Menurut Azhari A. Samudra (1995:61) : “Pajak Daerah adalah pungutan
daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan
rumah tangga sebagai Badan Hukum Publik”.
Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah sebagai berikut :
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembagunan daerah.
Sedangkan menurut Machfud ( 1992:39), Pajak Daerah adalah:
Pungutan Daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh
daerah untuk pembiayaan rumahtangganya sebagai badan hukum publik.
Sebagai suatu pungutan daerah, pajak daerah ditarik dari warga
masyarakat yang memiliki persyaratan tertentu. Agar dalam pelaksanaan
pungutan tersebut dapat berjalan lancar, maka berdasarkan peraturan
perundang-undangan diatur mengenai tata cara, obyek, subyek, tarif dan
sebagainya.
Pajak dikategorikan sebagai sumber pendapatan daerah yang sangat
penting untuk memantapkan pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis,
serasi, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pajak daerah ialah :
1. Iuran wajib kepada daerah.
2. Dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
17
3. Pembiayaan tidak mendapat imbalan jasa langsung.
4. Hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum daerah.
Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintahan juga kegiatan kemasyarakatan terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah dan Lain-Lain yang Sah. Pajak sebagai salah satu
sumber Pendapatan Asli Daerah sangat diharapkan memndukung pelaksanaan
otonomi daerah.
Sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah
Perlu dan harus menyusun dan menata kembali Peraturan-Peraturan Daerah
(Perda) yang sesuai dengan jiwa Undang-Undang tersebut dengan melihat
situasi dan kondisi didaerah. Sedangkan untuk memperjelas mengenai Pajak
Daerah yang merupakan slah satu komponen paling penting dalam memberikan
kontribusi yang besar bagi PAD dikemukakan sebagai berikut :
Jenis-jenis Pajak Daerah, antara lain sebagai berikut:
a. Pajak Daerah Propinsi
1. Pajak Kendaran Bermotor
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakr Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
b. Pajak Dareah Kabupaten/Kota
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
18
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. PBB Perkotaan dan Pedesaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Teori-teori yang mendukung mengenai Pajak Daerah menurut Nick Devas
(1999:63) antara lain :
Teori yang menyatakan bahwa 3 (tiga) tujuan pokok yang hendak dicapai
dalam sistem Pajak Daerah yaiutu sebagi berikut:
1. Menyederhanakan sistem pajak daerah untuk mewujudkan sistem pajak
yang lebih adil.
2. Menaikkan penerimaan pajak
daerah, agar daerah tidak terlalu
tergantung pada bantuan dari pemerintah pusat dengan berusaha
menggali potensi sumber-sumber pajak dan daerah yang baru.
3. Wewenag pemerintah daerah yang sangat luas menetapkan tarif pada
daerah agar penerimaan dari hasil pajak lebih meningkat.
Adapun teori mengenai tolak ukur dalam menilai Pajak Daerah ada 5
(lima) yaiutu :
1. Hasil (Yield) dari suatu pajak daerah, apakah sudah memadai hasilnya,
dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya juga dari
perbandinagan hasil pajak dengan biaya pungut yang dikeluarkan.
19
2. Keadilan (Equity) dalam arti harus benar beban dari tarif pajak dan
kewajiban membayar harus jelas dan adil
3. Memiliki daya guna ekonomi (Economic Efficiency) pajak yang hendaknya
bisa mendorong penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam
kehidupan ekonomi.
4. Kemampuan dalam melaksanakan suatu pajak (Ability to Implement)
dimaksudkan bahwa pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut
kemauan politik dan kemauan tata usaha.
5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah dalam mengumpulkan
dana (Suitability as a Loacal Revenue Source) yang berarti harus jelas
kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat
memungut pajak harus sama dengan tempat akhir beban pajak.
II.1.4. Pengertian Pajak Hotel dan Restoran
1. Pajak Hotel
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :
“ Pajak Hotel yang selanjutnya disebut pajak adalah Pungutan
Daerah atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan khusus disediakan
bagi orang untuk dapat menginap atau istrahat dan memperoleh jasa
pelayanan dan fasilitas lainnya termasuk bangunan lainnya yang
menyatu, dikelolah dan dimiliki oleh pihak yang sama dengan dipungut
bayaran, kecuali untuk perkantoran dan pertokoan.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 5 Tahun 2009
tentang Pajak Hotel, pasal (1) ayat (7) bahwa pajak hotel yang selanjutnya
disebut pajak adalah Pungutan Daerah atas pelayanan hotel. Lebih lanjut pada
ayat (8) dinyatakan bahawa Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi
orang untuk dapat menginap atau istrahat dan memperoleh jasa pelayanan dan
fasilitas lainnya termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelolah dan dimiliki
20
oleh pihak yang sama dengan dipungut bayaran, kecuali untuk perkantoran dan
pertokoan. Pada ayat (9) dinyatakan bahwa subyek pajak adalah orang atau
pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah, wajib pajak adalah orang
pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah diwajibkan melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungutan atau pemotongan pajak tertentu.
2. Pajak Restoran
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Peraturan Daerah
Kabupaten Tana Toraja Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran, sebagai
berikut :
“ Pajak Restoran yang selanjutnya disebut pajak daerah adalah
pungutan Daerah atas pelayanan restoran. Restoran atau Rumah
Makan adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang
disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga
atau ketering.”
Jadi Objek Pajak yang dipungut dalam Pajak Hotel dan Restoran adalah
setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran baik di Hotel dan
Restoran. Yang meliputi fasilitas penginapan misalnya cottage., motel, wisma,
losmen, dan rumah penginapan. Juga pelayanan penunjangan antara lain biaya
telepon, faksmail, telex, fotocopy, pelayanan cuci dan setrika dan pengangkutan
lainya, juga fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan atau yang
dikelolaholeh hotel. Juga jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan hotel, dan perjamuan makanan dan atau minuman ditempat yang
disertai dengan fasilitas penyantapannya.
Adapun yang termasuk dengan Subyek Pajak (SP) adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pembayaran pembayaran atas pelayanan hotel dan
restoran.
21
Jadi wajib Pajak Hotel dan Restoran (WP) adalah pengusaha hotel dan
atau restoran. Pajak Hotel dan Restoran dipungut oleh daerah tempat hotel dan
atau rumah makan atau restoran berlokasi. Adapun dasar Pengenaa
Pajak
(DPP) adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan restoran
dipungut 10% dari pembayaran yang dilakukan oleh orang atau pribadi atau
badan atas jasa hotel.
Dengan optimalisasi peningkatan penerimaan pajak hotel dan restoran
dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilaksanakan dengan melihat potensi
yang ada dan yang bisa dikembangkan melalui jumlah hotel dan restoran dan
berusaha mengoptimalkan pelaksanaan pemungutan melalui sistem dan
prosedurnya, pengembangan jumlah petugas pemunguan pajak juga sarana dan
prasarana yang mendukung kelancaran pelaksanaan pemungutan serta
optimalisasi pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan pemungutab
Pajak Hotel dan Restoran melalui pengawasan langsung dan tidak langsung
untuk mencapai peningkatan realisasi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran
yang tinggi.
II.1.4.1. Pengertian Potensi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poewadarminta
(1997:92) mengemukakan bahwa : “Potensi diartikan sebagai Kemampuan”.
Sedangkan Alwi M. Dahlan (1989 : 42) merumuskan : “Kemampuan
melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang memuaskan baik berupa
barang atau jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat”.
Jika dikaitkan dengan Pendapatan Asli Daerah maka potensi adalah
suatu kesanggupan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan kegiatan kemasyaraktan di
22
daerah dalam pencapaian tujuan negara. Kesanggupan yang dimaksudkan yaitu
kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh daerah, atau dapat pula diartikan
sebagai kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh setiap daerah. Serta dapat
pula
diartikan
sebagai
kemampuan
atau
kesanggupan
daerah
untuk
menghasilkan dana dalam keadaan seratus persen berdasarkan sumber daya
yang ada. Dimana potensi diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi daerah yang ditujukan untuk peningkatan kemajuan pembangunan
daerah.
Menurut Nick Devas (1999:143), ada tiga tolak ukur yang bisa dilihat
dalam mengukur petensi suatu daerah sebgai dasar dalam pengenaan suatu
Pajak Daerah, yaitu sebagai berikut:
1. Uapaya Pajak : mengukur kemampuan membayar pajak yang telah
ditetapkan secara objektif. Pengukuran yang lazim digunakan adalah
Produk Domesti Regional Bruto (PDRB) namun hal ini tidak dapt
diterapkan karena ada beberapa keberatan: pertama, PDRB mungkin
murni mencerminkan pendapatan bersih daerah tetapi biasanya sebagian
besar pendapatan bersangkutan mungkin jatuh ketangan pengusaha
yang tidak tinggal di daerah itu; kedua, tidak semua kegiatan ekonomi
disuatu daerah mudah dibebani pajak karena harus disesuakan dengan
kondisi yang ada didaerah yang tidak memungkinkan dikanakan pajak;
ketiga, data PDRB itu sendiri meragukan. Dimana ukuran ini berpijak
pada anggapan pemerintah daerah memiliki wewenang mengenakan
Pajak dan menetapkan tarif pajak. Sehingga secara otomatis tingkat dan
besar signifikasi kurang bisa prediksikan secara jelas berkaitan dengan
kurang akuratnya data tersebut.
23
2. Hasil Guna: mengukur sejauh mana hubungan yang bisa dilihat antara
hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak tersebut dengan
beranggapan bahwa semua Wajib Pajak membayar pajak masing-masing
dan
menghitung
masing-masing.
Sehingga mampu meningkatkan
penerimaan pajak yang bisa berhasil guna agar daerah mampu
berkembang sesuai potensi yang ada.
3. Daya Guna ; dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan
untuk menutup biaya memungut pajak bersangkutan. Daya guna juga
akan lebih besar bila biaya pungut ditekan serendah mungkin terhadap
hasil pajak.
Dalam hubungannya dengan optimalisasi penerimaan Pajak Daerah yaitu
bagaimana mengoptimalisasikan sasaran pemasukan Pajak Daerah, didasarkan
pada potensi pajak tersebut sebagai sumber penerimaan daerah untuk
membangun dan mengembangkan daerah menjadi sebuah daerah yang maju.
II.1.3.2. Pengertian Pemungutan
Dalam rangka optimalisasi peningkatan Pajak Daerah yang perlu
diperhatikan adalah pelaksanaan sistem dan prosedur pemungutan dan yang
dilakukan, karena bagaimana pun tingginya kesadaran masyarakat namun jika
pemungutannya tidak dilaksanakan dengan baik maka upaya tersebut tetap tidak
akan mampu mewujudkan suatu tingkat penerimaan pajak seperti yang
diharapkan. Adapun pengertian pemungutan itu sendiri dikemukan oleh Soelarno
(1999:111) adalah : “Suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data
obyek dan subyek sampai dengan kegiatan penagihan pajak kepada Wajib pajak
serta pengawasan penyetorannya”. Dari rumusan pengertian tersebut dapat
diartikan sebagi “Rangkaian kegiatan untuk pelaksanaan pengenaan”.
24
1. Sistem dan Prosedur
Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem atau tata cara adalah rangkain tata
kerja yang saling berkaitan, kemudian membentuk kebulatan pola kerja (suatu
totalitas) dalam rangka pelaksanaan bidang kerja, dengan kata lain pemungutan
pajak adalah kegiatan mengenakan pajak sesuai dengan pola kerja yang
ditetapkan.
Akan tetapi dalam pedoman petugas organisasi dan metode kerja yang
diterbitkan oleh lembaga administrasi negara didefenisikan sebagai berikut:
a. Sistem (sistem kerja) adalah suatu rangkaian daripada tata kerja dan
prosedur kerja yang kemudian membentuk suatu kebulatan pola teratur
dalam rangka melaksanakan suatu bidang pekerjaan.
b. Prosedur (Prosedur Kerja) adalah rangkaian daripada tatakerja yang
berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya suatu urutan
tahap serta jalan yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian
sesuatu bidang pekerjaan.
Demikian pula pada DPPKAD sebagai sebuah organisasi / kantor tidak
terlepas dari sebuah prosedur kerja administrasi perkantoran dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebagaimana Moenir (1980:108) berpendapat
bahwa:
Sistem dan Prosedur merupakan
dalam pelaksanaan tugas / pekerjaan,
perkantoran daripada bidang lain.
perkantoranlah
sistem dan prosedur
digunakan dalam
langkah kegiatan.
faktor yang sangat penting
tetapi juga dalam bidang
Sebab didalam kegiatan
dibuat atau diciptakan, untuk
Pada penjelasan Lain Moenir (1980:49) menambahkan bahwa “sebagai
pusat administrasi, maka perkantoran akan menghasilkan (keluaran_output)
sesuatu biasanya dalam wujud kertas, yang sangat didambakan oleh semua
25
orang yang berkepentingan, seluruh proses administrasi yang dilakukan dalam
perkantoran adalah proses layanan yang dikeluarkannya tertuju pada organisasi,
kelompok atau instansi lain”.
Jika dipahami secara sederhana semestinya target selalu terpenuhi,
karena pajak daerah dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Artinya jauh lebih mudah dibanding pendapatan lain misalnya retribusi daerah
yang memerlukan imbal jasa langsung , jika hal tersebut dilihat dari tata cara
pemungutannya.
Untuk memahami lebih jauh tentang prosedur pemungutan pajak daerah
sesuai Peraturan Daerah, adalah sebagai berikut:
1. Tata cara penetapan dan pemungutan pajak daerah yaitu:
a. Penetapan pajak daerah berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
b. Dalam hal SPTD tidak dipenuhi oleh wajib pajak sebagaimana
mestinya maka diterbitkan SKPD secara jabatan.
c. Bentuk dan isi tata cara penerbitan SKPD atau Dokumen lain
yangditetapkan oleh Kepala Daerah.
d. Pemungutan Pajak Daerah tidak dapat dialihkan pada pihak ketiga
atau diborongkan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah.
2. Tata cara pembayaran Pajak Daerah:
a. Pembayaran Pajak Daerah dilakukan di Kas Daerah atau ditempat
lain yang ditunjukkan sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan
menggunakan SKPD, SKPD jabatan dan SKPD tambahan.
b. Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk maka
hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-
26
lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang telah ditentukan Oleh
Kepala Daerah.
c. Pembyaran Pajak Daerah Harus dilunasi sekaligus.
d. Kepala Daerah atau pejabat yang ditentukan dapat memberi izin
kepada wajib pajak terutang untuk mengangsur pajak terutang dalam
jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan.
e. Tata cara pembayaran penyetoran Pajak Daerah ditetapkan Oleh
Kepala Daerah.
f.
Kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dapat mengizinkan wajib
pajak yang menanda pembayaran pajak yang menunda pembayaran
pajak
sampai
persyaratan
batas
yang
waktu
ditentukan
yang
ditentukan
dengan
dan
alasan
memenuhi
yang
dapat
dipertanggung jawabkan.
g. Pembayaran pajak dalam perda diberikan tanda bukti pembayaran.
h. Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.
i.
Bentuk, jenis , isi ukuran tanda bukti pembayaran pejak ditetapkan
oleh Kepala Daerah.
3. Tata cara penagihan pajak daerah:
a. Pengeluaran surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang
sejenis sebagaimana awal tindakan pelaksanaan penagihan Pajak
Daerah dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
b. Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal surat teguran,
surat peringatan atau surat lain
yang sejenis, wajib pajak daerah
harus melunasi pajak daerah yang terutang.
27
c. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain sejenis dikeluarkan
oleh pejabat yang ditunjuk.
d. Bentuk dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan
penagihan pajak daerah ditetapkan oleh kepala daerah.
Mardiaso (1997:8) menyebutkan ada 3 (tiga) bentuk sistem Pemungutan
Pajak yaitu :
1. Official Assesment System, adalah memberikan wewenang kepada
Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang pada
wajib pajak.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
a. Wewenag untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak (SKP)
oleh fikus.
2. Self Assesment System, adalah sistem pemungutan yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terhitung.
Ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib
pajak sendiri.
b. Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, menyettor dan
melapor sendiri pajak yang terutang.
c. Fikus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
28
3. With Holding System, adalah sistem pemungutan yang memberikan
wewenag kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya : wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada pihak ketiga yaitu pihak selain fikus dan wajib pajak.
Berdasarka Peraturan Pemerintah Repoblik Indonesia Nomor 19 Tahun
1997 tentang pajak Daerah ada 4 (empat) cara pemungutan pajak yaitu :
a. Pajak dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak.
b. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan
menggunkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang
dipersamakan.
c. Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Kurang Bayar dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan.
d. Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding sebagai
dasar pemungutan dan penyetoran pajak.
2. Petugas Pemungutan Pajak
Petugas pemungutan pajak dalam hal hal ini adalah oang-orang yang
ditetapkan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang untuk
29
melakukan penagihan/ pemungutan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Tana
Toraja.
Aspek yang perlu dikaji dalam hal ini menyangkut pemungutan pajak,
kemampuan dan motivasi petugas pajak dalam hal melakukan kegiatan
pemungutan Pajak, berdasarkan sistem dan prosedur yang ditetapkan di
Kabupaten Tana Toraja. Disini sangat diperlukan penambahan jumlah aparat
petugas pemungut pajak. Selain itu dalam pengembangan indikator ini perlu
ditingkatkan motivasi serta pengetahuan dan kemampuan petugas pemungut
pajak agar tugas yang dibebankan mampu dilaksanakan dengan baik dan
berhasil.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana diyakini sangat berperan dalam meningkatkan
penerimaan Pajak Daerah. Sarana dan Prasarana yang merupakan faktor
penunjang
yang
sangat
penting
dalam
mendukung
kelancaran proses
pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Dalam hal ini kendaraan baik kendaraan
roda dua (motor), atau pun kendaraan roda empat (mobil) sebagai alat
transportasi sangat diperlukan karena letak lokasi objek pajak saling berjauhan
yang apabila pelaksanaan pemungutanya tidak dilengkapi oleh sarana tersebut
maka akan menambah beban biaya pungut semakin besar. Dan ketetapan waktu
pelaksanaan pemungutan tidak sesuai dengan yang direncanakan dan dengan
sendirinya akan mengurangi penerimaan pajak tersebut. Ketersediaan sarana
dan prasarana sangat penting perannya dalam pencapaian tujuan suatu usaha
dalam hal ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak.
30
Dari segi sarana dan prasarana dengan melihat sifatnya, maka pajak
daerah lebih banyak membutuhkan sarana berupa formulir-formulir, surat-surat
penetapan dan surat-surat lainya.
Hal ini sejalan dengan penekanan Moenir (1995:119), yang menyatakan
bahwa peran sarana dan prasarana, sebagai berikut :
a. Mempercepat
proses
pelaksanaan
pekerjaan,
sehingga
dapat
menghemat waktu.
b. Meningkatkan produktivitas, baik barang maupun jasa.
c. Kualitas kerja lebih baik atau terjamin.
d. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi oang-orang yang berkepentingan.
e. Ketetapan susunan dan stabilitas ukuran terjamin.
f.
Lebih mudah, sederhana dalam gerak para pelakunya.
g. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan
sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.
Sarana dan prasarana kerja yang baik dan tersedia tentunya akan
memberikan pengaruh yang berarti bagi pelaksanaan pemungutan dan kegiatan
lain yang terkait dengan optimalisasi peningkatan Pajak Daerah di Kabupaten
Tana Toraja.
II.1.3.3. Pengertian Pengawasan
LAN (1994 : 145), memberikan pengertian pengawasan yaitu:
Kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan
dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai
kebijaksanaan instruksi, rencana dan ketentuan yang telah ditetapkan
dan yang berlaku.
31
Pengawasan (Controlling) sebagai salah satu fungsi manajemen
dimaksudkan untuk menjaga/menjamin ketetapan pelaksanaan agar sesuai
dengan kegiatan, rencana, pelaksanaan kebijakan dan tujuan serta prosedur
yang telah ditetapkan, diciptakan agar pelaksanaannya menjadi efektif dan
efisien.
Pengawasan pada pokoknya adalah tindakan untuk memastikan bahwa
sumber dana dalam organisasi baik manusia maupun peralatan (sarana dan
prasarana) dapat didayagunakan dengan baik sesuai tujuan. Tindakan yang
dimaksud adalah berupa pengecekan terhadap hasil karya apakah telah sesuai
dengan rencana atau tidak. Dan selanjutnya LAN (2002:83) mengemukakan
bahwa peran pengawasan adalah untuk pencapaian keberhasilan dan kemajuan
organisasi. Dengan demikian suatu suatu pengawasan dapat meluruskan
penyimpangan-penyimpangan yang yang terjadi didalamkegiatan organisasi,
secara langsung pengawasan bertujuan untuk :
1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan
perintah.
2. Menerbitkan koordinasi kegiatan-kegiatan
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang
dihasilkan.
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap pimpinan organisasi.
Ruang lingkup pengawasan antara lain :
1. Produknya secara kualitatif dan kuantitatif
2. Sumber-sumbernya, uang, bahan, peralatan, tenaga kerja dan waktu.
3. Kebijaksanaan-kebijaksanaan.
32
Prinsip-prinsip pengawasan, antara lain:
1. Objektif dan menghasilkan fakta
2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan yang terjamin dalam :
a. Tujuan yang ditetapkan.
b. Rencana kerja yang ditentukan
c. Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang gariskan.
d. Perintah yang diberikan.
e. Peraturan yang ditetapkan.
Berdasarkan subyek melakukan pengawasa, dapat dikemukakan 4
(empat) macam pengawasan (LAN, 1997:126)
1. Pengawasan melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap
pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.
2. Pengawasan fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
aparat yang tugas pokoknya, melakukan pengawasan seperti
3. Pengawasan legislatif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga perwakilan rakyat baik dipusat maupun di daerah.
4. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat seperti yang termuat dalam media massa.
Menurut Malau S.P. Hasbuan (1994:139) mengemukanan bahwa :
“proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan
manajemen”, dengan menggunakan 2 (dua) macam teknik yaitu :
1. Pengawasan Langsung (direct control)
2. Pengawasan tidak Langsung (indirect control)
1. Pengawasan Langsung (direct control)
33
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara
pribadi oleh pimpinan organisasi atau pengawasan yang dijalankan mbaik
dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “ on the spor”
ditempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari
pelaksana, hal ini dilakukan dengan inspeksi. Akan tetapi karena banyak dan
kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan terutama dalam organisasi yang
besar, seorang pemimpin tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan
langsung. Karena itu sering pula harus melakukan pengawasan yang bersifat
tidak langsung.
2. Pengawasan Tidak Langsung
Yang dimaksud pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari jarak
jauh. Pengawasan ini diadakan atau dilakukan dengan mempelajari atau melalui
laporan-laporan yang diterima dari pelaksana/ bawahan baik berbentuk laporan
lisan maupun tertulis. Kelemahan pengawasan ini bahwa sering para bawahan
hanya
melaporkan
hal-hal
yang
positf
saja.
Dengan
maksud
untuk
menyenangkan pimpinan saja, sehingga pimpinan tidak mengetahui keadaan
yang sesungguhnya. Akibatnya ia akan mengambil kesimpulan yang salah.
Kesimpulan ialah bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan
baik apabila hanya tergantung pada laporan saja. Oleh karena itu pengawasan
langsung dan tidak langsung harus digabungkan dengan atau dalam melakukan
fungsi pengawasan. Dimana hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh
pimpinan dalam pengambilan keputusan, hal ini bertujuan:
1. Menghasilkan
atau
meniadakan
kesalahan,
penyimpanan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
34
2. Mencegah
terulangnya
kembali
kesalahan,
penyimpanan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
3. Mencari-cari lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai
tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi
Dalam pelaksanaan optimalisasi peningkatan penerimaan Pajak Daerah
di Kabupaten Tana Toraja diperlukan pengawasan langsung dan tidak langsung
secara intensif dan teratur supaya tidak terjadi penyalagunaan wewenang dan
KKN antara aparat petugas pemungut Pajak yang terhitung.
II.2. Defenisi Oprasional
Yang dimaksud dengan Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tana Toraja adalah
segala usaha dan kegiatan mengenai efesien dan efektifitas, potensi dan
pengawasan untuk mencapai tujuan dengan hasil maksimal dalam rangka
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ada pun sub-sub sistem yang mempengaruh pembiayaan daerah dalam
rangka dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD adalah sebagi
berikut:
1. Optimalisasi
Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi
optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan
efisien”.
Dari
uraian
tersebut
diketahui
bahwa
optimalisasi
hanya
dapat
diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara efektif dan efisien. Dalam
penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil
35
secara efektif dan efisien agar optimal. Dengan kata lain pencapaian tujuan
diharapkan
mampu
berhasilguna
dan
berdayaguna.
Untuk
itu
dalam
pembahasan ini, akan dikemukakan pengertian dan efisiensi terlebih dahulu.
2. Potensi
Jika dikaitkan dengan Pendapatan Asli Daerah maka potensi adalah
suatu kesanggupan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan kegiatan kemasyaraktan di
daerah dalam pencapaian tujuan negara. Kesanggupan yang dimaksudkan yaitu
kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh daerah, atau dapat pula diartikan
sebagai kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh setiap daerah. Serta dapat
pula
diartikan
sebagai
kemampuan
atau
kesanggupan
daerah
untuk
menghasilkan dana dalam keadaan seratus persen berdasarkan sumber daya
yang ada. Dimana potensi diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi daerah yang ditujukan untuk peningkatan kemajuan pembangunan
daerah.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana diyakini sangat berperan dalam meningkatkan
penerimaan Pajak Daerah. Sarana dan Prasarana yang merupakan faktor
penunjang
yang
sangat
penting
dalam
mendukung
kelancaran proses
pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Dalam hal ini kendaraan baik kendaraan
roda dua (motor), atau pun kendaraan roda empat (mobil) sebagai alat
transportasi sangat diperlukan karena letak lokasi objek pajak saling berjauhan
yang apabila pelaksanaan pemungutanya tidak dilengkapi oleh sarana tersebut
maka akan menambah beban biaya pungut semakin besar. Dan ketetapan waktu
pelaksanaan pemungutan tidak sesuai dengan yang direncanakan dan dengan
36
sendirinya akan mengurangi penerimaan pajak tersebut. Ketersediaan sarana
dan prasarana sangat penting perannya dalam pencapaian tujuan suatu usaha
dalam hal ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak.
4. Pengawasan
Pengawasan (Controlling) sebagai salah satu fungsi manajemen
dimaksudkan untuk menjaga/menjamin ketetapan pelaksanaan agar sesuai
dengan kegiatan, rencana, pelaksanaan kebijakan dan tujuan serta prosedur
yang telah ditetapkan, diciptakan agar pelaksanaannya menjadi efektif dan
efisien.
Pengawasan pada pokoknya adalah tindakan untuk memastikan bahwa
sumber dana dalam organisasi baik manusia maupun peralatan (sarana dan
prasarana) dapat didayagunakan dengan baik sesuai tujuan. Tindakan yang
dimaksud adalah berupa pengecekan terhadap hasil karya apakah telah sesuai
dengan rencana atau tidak. Dan selanjutnya LAN (2002:83) mengemukakan
bahwa peran pengawasan adalah untuk pencapaian keberhasilan dan kemajuan
organisasi. Pengawasan di bagi atas 2 (dua) yaitu:
a. Pengawasan Langsung.
b. Pengawasan Tidak Langsung.
II. 3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan judul penelitian dalam skripsi ini yaitu: Optimalisasi
Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Tana Toraja maka yang di maksud
Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah adalah pencapaian penerimaan pajak
daerah sesuai yang diharapkan yang bedampak pada peningkatan Pendapatan
Asli Daerah.
37
Dalam rangka optimalisasi Peningkatan Pajak Daerah aspek yang sangat
penting untuk diteliti sebagai suatu pendekatan dalam memahami optimalisasi
Penerimaan Pajak Daerah terdiri dari Potensi Pajak Daerah, yang merupakan
suatu kondisi yang menggambarkan kekuatan/ kemampuan dari Pajak Daerah di
Kabupaten Tana Toraja, Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah yang
dilakukan melalui analisis yang mendalam terhadap sistem dan prosedur,
petugas pemungut pajak, serta sarana dan prasarana yang digunakan untuk
pelaksanaan
Pemungutan
Pajak
Daerah,
dan
yang
terutama
adalah
Pengawasan baik berupa pengawasan langsung maupun tidak langsung, yang
dilakukan terhadap pemungutan Pajak Daerah di Kabupaten Tana Toraja.
Konsep ini dikutip dari Teori development From below yang dikemukakan
oleh Davey (1988).
Dari uraian Konsep diatas disimpulkan suatu Kerangka Pemikiran
Penelitian yaitu :
38
1. POTENSI
Jumlah
Hotel dan Restoran
2. Pemungutan :
Optimalisasi Penerimaan
Pajak Hotel dan Restoran
Kabupaten Tana Toraja
a. sistem dan
prosedur
Peningkatan Pajak
Daerah
b. jumlah petugas
c. sarana dan
prasarana
3. Pengawasan:
1. Pengawasan
Langsung
2. Pengawasan
tidak
Langsung
39
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode peneltian
deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan melalaui pengamatan untuk
mendapatkan keterangan-keterangan terhadap suatu masalah tertentu serta
untuk mendapatkan gambaran tentang pengelolahan pajak daerah dalam rangka
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tana Toraja.
Kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian ini, didasarkan
pada pertimbanagan bahwa metode ini dianggap sangat relevan dengan materi
penulisan skripsi, karena penelitian yang dilakukan hanya bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan apa adanya dari kejadian yang diteliti. Selain itu,
guna
memperoleh data yang obyektif dan valid dalam rangka memecahkan
permasalahan yang ada.
III. 2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yang
dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubunkan variabel satu
dengan variabel yang lain.
III.3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di
Kabupaten Tana Toraja
III.4. Jenis Sumber Data
40
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber dan cara.
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip Lexi
J.Moeleong bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata
dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan
data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara
dari narasumber atau informasi yang dianggap berpotensi dalam
memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya dilapangan.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah sebagian data pendukung data primer dari
literature dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi atau
instansi dengan permasalahan dilapangan yang terdpat pada lokasi
penelitian berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan
penelitian.
III. 5. Teknik Pengumpulan Data
Guna memperoleh data dan informasi serta keterangan-keterangan bagi
kepentingan
penulis,
selanjutnya
maka
dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab secara langsung dengan informasi yang
telah ditetapkan sesuai dengan kapasitas, pengalaman, dan pengetahuan
masing-masing mengenai penerimaan pajak daerah. Wawancara ini dapat
dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui obsevasi.
41
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk wawancara berpedoman yaitu
dituntun oleh sejumlah yang telah disusun terlebih dahulu. Informasi selaku
subyek yang akan memberikan keterangan dan informasi tentang hal-hal
yang akan diteliti, ditujukan kepada :
a. Kepala Dinas Pendapatan Daerah
: 1 Orang
b. Kepala Sub Bagian Keuangan
: 1 Orang
c. Kepala Bidang Pendapatan
: 1 Orang
d. Kepala Seksi Pajak
: 1 Orang
e. Petugas Pemungut Pajak
: 2 Orang
Jumlah
: 6 Orang
2. Telaah Dokumen
Telaah dokumen yaitu mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku
referensi maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian
yang penulis lakukan. Telaah dokumen dilakuakan dengan jalan melakukan
penelusuran terhadap beberapa dokumen yang berkaitan dengan obyek
penelitian guna mendapatkan data sekunder yang akan digunakan dalam
menganalisis permaslahan, yaitu yang berhubungan dengan teori-teori,
undang-undang dan dokumen tentang penerimaan pajak daerah.
3. Observasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan
optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Tana Toraja. Ini
dimaksudkan untuk memperoleh keterangan informasi yang dijadikan data
42
yang akurat tentang hal-hal yang diteliti serta untuk mengetahui relevansi
antara jawaban responden dan informan dengan kenyataan yang ada.
III.6. Instrumen Penelitian
1. Pedoman Wawacara
Teknik yang diambil dalam pelaksanaan wawancara yakni berupa
wawancara berstruktur guna memperoleh data primer. Adapun yang menjadi
sasaran pengambilan data hanya dibatasi pada informan saja. Hal ini ditempuh
dengan memperhitungkan kemampuan dan waktu penulis.
2. Dokumen
Dokumen-dokumen
yang
akan
diteliti
adalah
data-data
yang
berhubungan dengan data optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran di
Kabupaten Tana Toraja
3. Observasi
Nasution menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para peneliti hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui alat yang sangat canggih.
Kegiatan observasi dilakukan sebagai pembanding dengan datadata yang diperoleh dengan melihat secara langsung proses Penerimaan
Pajak Daerah sambil memperoleh informasi melalui wawancara dan
mempelajari dokumen-dokumen yang ada.
43
III.7. Analisis Data
Dalam penelitian ini mengenai Optimalisasi penerimaan Pajak Hotel dan
Restoran di Kabupaten Tana Toraja peneliti menggunakan teknik analisis data
kualitatif.
Menurut Bogdan dan Biken (1982), analisis data kualitatif adalah uapaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah – milah menjadi satuan yang dapat dikelolah, mensistesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Didalam melakukan analisis data penelitian mengacu kepada beberapa
tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman yang terdiri dari beberapa tahapan
antara lain :
1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang
compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan
untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data
yang diharapkan.
2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data
(transformasi data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dan
tidak sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian di lapangan.
3. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam
bentuk naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam
pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan
dalam tebel ataupun uraian penjelasan.
44
4. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion
drawing/verivication), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi
yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan
dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang
pada
catatan-catatan
di
lapangan
sehingga
data-data
dapat
diuji
validitasnya.
45
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. 1. Sejarah Umum Kabupaten Tana Toraja
Sebelum menggunakan kata “Tana Toraja” pada mulanya terkenal
dengan nama “Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo”, yang mengandung
arti : “ Negara Dengan Bentuk Pemerintahan Dan Kemasyarakatannya
Merupakan Suatu Kesatuan Yang Bulat Bagaikan Bulan Dan Matahari”.
Kata Tana Toraja baru dikenal sejak abad ke XVII yaitu sejak Daerah ini
mengadakan Hubungan dengan beberapa daerah tetangga, yang dalam hal ini
kerajaan-kerajaan di dareah Bugis yakni : Bone, Sidenreng dan Luwu.
Adapun beberapa pendapat tentang arti kata Tana Toraja antara lain dari
Bahasa Bugis TO = Orang , RIAJA = dari Utara. Ada pula yang mengartikan
Tana Toraja berasal dari kata TO RIAJA yang berarti Orang dari Barat, anggapan
ini diberikan oleh orang-orang dari daerah Luwu, pada permulaaan abad ke XIX
yang pada saat itu penjajah mulai merentangkan sayapnya ke Daerah
Pedalaman Sulawesi Selatan.
Tahun 1906 pasukan penjajah tiba di Rantepao dan Makale melalui
Palopo. Saat tibanya kaum penjajah di Rantepao dan Makale tersebut maka
perlawanan gigih mulai dilancarkan oleh beberapa penguasa antara lain :
Pongtiku, Bombing, Wa’ Saruran dan Lain-lain yang menimbulkan cukup banyak
korban dipihak kaum penjajah.
Pemerintah Hindia Belanda mulai menyusun pemerintahannya yang
terdiri dari Distrik, Bua’, dan Kmpung yang masing-masing di pimpin oleh
46
penguasa setempat (Puang, Parengenge’, dan Ma’ Dika). Setelah 19 tahun
Hindia Belanda berkuasa di dareah ini, Tana Toraja dijadikan sebagai
ONDERRAFDELING dibawah SEKFBERSTUUR Luwu Palopo yang terdiri dari
32 Landschaap dan 410 kampung dan sebagai controleuur yang pertama yaitu :
H.T. MANTING.
Pada tanggal 18 Oktober 1946 dengan besluit LTGG Tanggal 8 Oktober
1946 Nomor 5 (stbld. 1946 Nomor 105) Onderafdeling Makale/Rantepao
dipisahkan dari Swapraja yang berdiri sendiri dibawah satu pemerintahan yang
disebut Tongkonan Ada’.
Pada saat Pemerintahan bentuk serikat (RIS) Tahun 1946 Tongkonan
Ada’ diganti dengan suatu pemerintahan darurat yang beranggotakan 7 orang
dibantu oleh suatu badan yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI) yang
beranggotakan 15 orang.
Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan
Nomor 482, Pemerintah Daerah Darurat dibubarkan dan pada tanggal 21
Februari 1952 diadakan serah terima Pemerintah kepada Pemerintah Negeri
(KPN) Makale/Rantepao yaitu kepada Wedana Andi Achmad. Dan pada saat itu
wilayah yang terdiri dari 32 Distrik, 410 Kampung dirubah menjadi 15 Distrik dan
133 Kampung.
Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1957 dibentuk
Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja yang peresmiannya dilakukan pada
tanggal 31 Agustus 1957 dengan Bupati Kepala Daerah yang bernama Lakitta.
Pada tahun 1961 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 2067 A, Administrasi Pemerintahan berubah
47
dengan
penghapusan
Sistem
Distrk
dan
Pembentukan
Pemerintahan
Kecamatan.
Tana Toraja pada waktu itu terdiri dari 15 Distrik dengan 410 Kampung
berubah menjadi 9 Kecamatan dengan 135 Kampung, Kemudian dengan Surat
Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor
450/XII/1965 Tanggal 20 Desember 1965 diadakan Pembentukan Desa Gaya
Baru.
Berdasarkan petunjukkan Surat Gubernur Dareah Tingkat I Sulawesi
Selatan tentang Pembentukan Lembang Gaya Baru tersebut, ditetapkan Surat
Keputusan Bupati Tingkat II Tana Toraja Nomor 152/SP/IX/1967 tanggal 7
September 1967 tentang Pembentukan Lembang Gaya Baru dalam Kabupaten
Daerah Tinggakat II Tana Toraja yang terdiri atas 186 Kampung.
Berdasarkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Lembang dan Peraturan Pelaksanaannya, dari 65
Lembang Gaya Baru tersebut berubah menjadi 45 Desa dan 20 Kelurahan.
Selanjutnya dengan Suarat Keputusan Bupati Daerah Tingkat II Tana Toraja
Nomor 169 Tahun 1983 tanggal 26 September 1983 dibentuk Dusun dalam
Lembang dan Lingkungan dalam Kelurahan. Pelaksanaan lebih Lanjut UndangUndang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pemerintahan Lembang tersebut, dengan
1980 dari 65 Desa dan Kelurahan tersebut dibentuk lagi 18 Lembang. Persiapan
yang selanjutnya dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi
Selatan Nomor 168/XI/1982, 18 Desa Persiapan tersebut menjadi Desa Defenitif.
48
Pembentukkan wilayah kerja Pembantu Bupati Dareah Wilayah Utara.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 1988
tanggal 26 September 1988, telah dibentuk sebuah wilayah kerja Pembantu
Bupati Daerah Wilayah Utara meliputi Kecamatan Rantepao, Kecamatan
Sanggalangi’ Kecamatan Sesean, dan Kecamatan Rindingallo. Dan selanjutnya
dengan Surat Keputusan Gubernur Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor
11002IX/1989 tanggal 11 September 1989 dari 63 tersebut dimekarkan lagi 8
Lembang Persiapan, yang selanjutnya denga Suarat Keputusan Gubernur
Daerah Tingakat I Sulawesi Selatan Nomor 769/VI/1991 Tanggal 20 Juni 1991
dari 8 Lembang Persiapan tersebut ditetapkan sebagai Lembaga Defenitif.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi
Selatan Nomor SK.78II/1995 Tanggal 6 Februari 1995 telah dibentuk 4(empat)
Perwakilan Kecamatan. Selanjutnya dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah
Tingakat I Sulawesi Selatan Nomor 954/XII/1998 Tanggal 14 Desember 1998
dibentuk lagi 2 Kecamtan Perwakilan.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi
Selatan Nomor Kpts 68/II/1995 tanggal 20 Februari 1995 dari 22 Kelurahan
Persiapan telah disahkan 15 kelurahan Persiapan menjadi Kelurahan Defenitif,
yang selanjutnya dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan Nomor 442/1996 tanggal 17 September 1996 telah disahkan 7
kelurahan persiapan menjadi Kelurahan Defenitif.
Dari sejumlah Lembang/Kelurahan Defenitif tersebut dimekarkan lagi 104
Lembang Persiapan dan 10 Kelurahan Persiapan sesuai Surat Keputusan
Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 771/X/1996. Dengan Surat
49
Keputusan Gubernur Tingkat Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor
771/X/1996 tanggal 9 Oktober 1996 dibentuk lagi 15 Lembang Persiapan.
Selanjutnya dengan Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sulawesi
Selatan Nomor 162/VII?1997 tanggal 31 Juli 1997 ke 104 Lembang Persiapan
disahkan menjandi Lembang Defenitif.
Dengan berlaunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perauran Daerah
Nomor 18 tahun 2000 tanggal 29 Desember 2000 maka 6 Kecamatan
Perwakilan menjadi Defenitif sehingga jumlah Kecamatan di Kabupaten Tana
Toraja 15 Kecamatan. Selanjutnya dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2001 tanggal 11 April 2001 maka dari 238 Lembang yang ada di Kabupaten
Tana Toraja.
Dengan demikian pembagian wilayah Pemerintahan Kabupaten Tana
Toraja terdiri dari 15 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 115 Lembang. Selanjutnya
melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2001 tentang perubahan pertama
Perda Nomor 18 Tahun 2000 tanggal 20 April 2001, Kabupaten Tana Toraja
terdiri dari 19 Kecamatan 27 Kelurahan dan 119 Lembang.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 8 Tahun
2004 tentang Perubahan kedua Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja
Nomor 18 Tahun 2000 tanggal 18 September 2004, Kabupaten Tana Toraja
terdiri atas 29 Kecamatan, 73 Kelurahan, dan 195 Lembang. Kemudian
mengalami perubhan kembali menjadi 40 kecamatan, 87 Kelurahan dan 223
Lembang, berdasarkan Peraturan Daerah Tana Toraja Nomor 6 tahun 2005
50
tentang perubahan ketiga Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja Nomor 18
Tahun 2000.
VI.2. Sejarah Terbentuknya BPKKD
Sebelum dibentuk Badan Pengelolahan Keuangan Dan Kekayaan Daerah
(BPKKD), sumber pendapatan Daerah ditangani oleh Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda), sedangkan Pengelolahan Keuangan Daerah ditangani oleh bagian
Keungan Sekretaris Daerah. Namun dengan adanya reformasi muncullah
Peraturan Daerah No.5 Tahun 2000 tentang Pembentukkan BPKKD. Adanya
Perda ini maka BPKKD mulai menangani penerimaan sumber-sumber
Pendapatan Daerah dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Pendapatan adalah semua peneriamaan rekening kas umum daerah,
yang menambah Ekuitas dana jangka pendek dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah. Yang termasuk pendapatan
daerah yaitu : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbnagan, dan Dana
Daerah Yang Sah Lainya.
Pejabat
yang
pernah melaksanakan Tugas pada kantor
Badan
Pengelolahan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) yaitu :
1. Bapak Drs. Tandirerung dari tahun 2001 s/d Oktober 2004.
2. Bapak Drs. Y.S Dalipang dari Oktober 2004 s/d September 2006.
3. Bapak Y Pabesak September 2006 s/d November 2006.
4. Bapak Ayub Toding Allo, SH.MH November 2006 sampai sekarang.
VI.3. VISI DAN MISI BPKKD
Visi merupakan a sense of direction/ pernyataan mengenai masa depan
organisasi yang realistik dan dapat dipercaya (Redible) sedangkan Misi
51
merupakan artikulasi tujuan (Destination) yang harus dicapai yang akan
menjadikan suatu organisasi baik dan sukses.
VI.3.1. Pernyataan Visi
Dengan adanya pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan UU No.32
tahun 2004 yang bertujuan untuk meningkatkan peranan dan kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik, maka untuk mencapai tujuan tersebut Badan
Pengelolahan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) menetapkan Visi :
“ Terwujudnya Pengelolahan Keuangan Daerah Berbasis Kinerja guna
Mendukung Pemerintahan dan Pembangunan Yang Bersih, Berkualitas,
profesional, dan Akuntable”.
VI.3.2. Pernyataan Misi
Misi pemerintahan Kabupaten Tana Toraja adalah mengoptimalkan
otonomisasi daerah melalui peningkatan kualitas pemerintah daerah yang
dititikberatkan pada pemberdayaan aparatur pemerintah, yang demokrasi dan
lebih dekat kepada masyarakat serta bebas dari praktek Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme (KKN) dengan menetapkan peraturan yang baik. Untuk maksud
tersebut Badan Pengelolahan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Tana
Toraja mempunyai Misi :
a. Meningkatkan Pendapatan Daerah
b. Meningkatkan Efesiensi dan Efektifitas Belanja Daerah.
c. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
d. Meningkatkan sarana dan Prasarana.
e. Meningkatkan
pengendalian
dan
pengawasan
Sumber-Sumber
Pendapatan Daerah.
52
f.
Meningkatkan Administrasi Pengelolahan Keuangan Daerah.
g. Meningkatkan Kinerja Pengalokasian Belanja Daerah secara Efesien,
Efektif, dan Transparan berdasarkan skala prioritas.
h. Meningkatkan
Konsultasi
terhadap
sumber-sumber
penerimaan
Keuangan Daerah.
VI.4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi dalam suatu intansi pemerintah merupakan unsur
penting bagi keberhasilan instansi, karena berhasilnya suatu instansi dapat
diukur dari sejauhmana mekanisme kerja dapat berjalan dengan efektif.
Struktur organisasi merupakan bagian penting dalam setiap organisasi
karena dalam struktur organisasi dijelaskan tugas dan tanggung jawab dari
masing-masing bagian.
VI.5. Rincian Tugas Fungsi dan Tata Kerja Kepala Badan, Sekretaris, Kepala
bidang, Kepala Sub Bagian, dan Kepala Sub Bidang pada BPKKD
VI.5.1. Tugas dan Fungsi Kepala Badan
a. Badan Pengelolahan Keuangan Daerah dipimpin oleh seorang kepala badan
yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam menyelenggarakan
pemerintahan kabupaten dalam lingkup pengelolahan keungan daerah.
b. Kepala Badan mempunyai funsi sebagai berikut :
1. Menyusun program kerja tahunan badan untuk dijadikan acuan kerja.
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas dengan memberi
disposisi atau lisan agar pekerjaan berjalan dengan baik.
3. Memberi
teladan
staf
kepada
Bupati
menyangkut
kebijakan
pengelolahan keuangan daerah.
53
4. Membantu pengendalian tugas Badan Pengelolahan Keuangan Daerah.
5. Merumuskan kegiatan teknis mengenai tugas-tugas yang diserahkan
bupati sesuai dengan peratturan perundang-undanagan yang berlaku
dengan memberi bimbingan/pembinaan untuk mencpai daya guna dan
hasil guna.
6. Melaksanakan penetapan besarnya pajak daerah dan retribusi daerah
dengan berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Melaksanakan tugas pengendalian operasional dibidang pendpatan,
penetapan dan penangguhan pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan
asli daerah dan PBB.
8. Melaksanakan koordinasi dan pengawasan atas pekerjaan panagiahn
pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan asli daerah.
9. Menyusun/membuat laporan hasil pelaksanaan tugas badan pengelola
keuangan daerah sebagai badan pertanggungjawaban atau bahan
evaluasi.
10. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan.
VI.5.2. Uraian Tugas dan Fungsi Bidang Sekretariat
a. Tugas
sekretariat
adalah
membantu
kepala
badan
memberikan
pelayanan administrasi keuangana kepegawaian dan pelayana umum.
b. Fungsi Sekretariat :
1. Menyusun Program kegiatan sekretaris untuk dijadikan acuan kerja.
2. Membagi tugas bagi para sub bagian sesuai dengan tugas dan
disposisi agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik.
54
3. Melaksanakan pemantauan, pengendalian, dan pembinaan tugas
dilingkup sekretariat badan pengelolah keuangan daerah.
4. Membina dalam mengarahkan pelaksanaan tugas Sub Bagian
Keuangan, Sub Bagian Kepegawaian dan Umum, dan Sub Bagian
Program.
5. Melaksanakan pengelolaan surat masuk dan keluar.
6. Mengkoordinasi penyusunan rencana APBD dan perubahan APBD
serta perhitungan APBD.
7. Meneliti Kebenaran setiap naskah dinas yang keluar baik dari segi
prosedur bidang keuangan, perencanaan dan teknis administrsinya.
8. Menginventarisasikan
permasalahan
yang
timbul
dalam
melaksanakan tugas sekretaris sekaligus mencari upaa pemecahan
masalah.
9. Menyusun
laporan
pelaksanaan
tugas
sebagai
bahan
pertanggungjawaban dan atau evaluasi
10. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan.
Dalam Bidang Sekretariat ada 3 Sub Bidang yaitu:
VI.5.2.1. Sub Bagian Penyusunan Program
a. Tugas Sub Bagian penyusunan program yaitu menyusun/ membuat program
kerja menyangkut seluruh unit dalam Badan Pengelolahan Keuangan dan
Kekayaan Daerah.
b. Fungsi Sub Bagian Penyusunan Program :
1. Menyusun program kerja tahunan untuk badan pengelolahan keungan
dan kekayaan daerah sebagai acuan kerja.
55
2. Menyusun/ membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP).
3. Membuat
laporan
hasil
pencapaian
tugas
sebagai
bahan
pertanggungjawaban dan evaluasi.
VI.5.2.2. Sub Bagain Keuangan
a. Tugas Sub Bagian Keuangan adalah melakukan urusan pengelolahan dan
pertanggungjawaban keunagan.
b. Fungsi Sub Bagian Keuangan adalah :
1. Menyusun program kerja tahunan sub bagian keunagan untuk dijadikan
sebagai acuan kerja.
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dbidang tugas dengan disposisi
atau lisan agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik.
3. Membuat Daftar Usulan kegiatan Daerah (DIKDA) Badan Pengelola
Keuangan Dareah.
4. Memberi petunjuk tentang pembuatan DUKDA/ DIKDA sesuai ketentuan
pada bendahara.
5. Memberi petunjuk kepada bendaharawan tentang pembuatan laporan
dan pertanggungjawaban keuanagan.
6. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan badan pengelola
keunagan dan kekayaan daerah secara berkala berdasarkan ketentuan
yang berlaku.
7. Menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan badan pengelola
keuangan dan kekayaan daerah secara berkala berdasakan ketentuan
yang berlaku.
56
8. Memeriksa laporan pertanggungjwaban keuangan bendahara secara
berkala berdasarkan ketentuan yang berlaku.
9. Menginventarisasikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
tugas sekaligus mencari upaya pemecahan masalah.
10. Menyusun
laporan
hasil
pelaksanaan
tugas
sebagai
bahan
pertanggungjawaban dan atau bahan evaluasi.
11. Melaksanakan tugas kedinasan lain yangdiperintahkan oleh atasan
VI.5.2.3. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum
a. Tugas Sub Bagian Kepegawaian adalah membantu Sekretaris Badan
Pengelola Keuanagan dan kekayaan Daerah (BPKKD), membagi Tugas dan
memberi pentunjuk pada bawahan.
b. Fungsi Sub Bagian Kepegawaian adalah :
1. Menyusun program kerja tahunan sub bagian kepegawaian untuk
dijadikan sebagai acuan kerja.
2. Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang dan tugas agar
pekerjaan dapat berjalan dengan baik.
3. Membuat Daftar Urut Kepangkatan (DUK)
4. Membuat dan Menerbitkan keputusan kenaikan gaji berkala pegawai.
5. Menyusun laporan pelaksanaan tugas sub bagian kepegawaian sebagai
bahan pertanggungjawaban dan atau bahan evaluasi.
6. Melaksanakan tugas kedinasan yang diperintahkan oleh atasan
c. Tugas Sub Bagian Umum adalah membantu Sekretariat Pengelola
Keuanagan Daerah dalam hal penerbian administrasi pengadaan barang
inventaris/ peralatan kantor lainnya, mengelolah surat arsip dan mengolah/
mengurus urusan rumah tangga badan pengelola keungan daerah.
57
d. Fungsi Sub Bagian Umum adalah :
1. Membuat program kerja sebagai acuan.
2. Menata sistem informasi data dan inventaris dan peralatan kantor lainya.
3. Menyusun laporan pelaksanaan tugas sub bagian umum sebagai bahan
pertanggungjawaban dan sebagai bahan evaluasi.
4. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang di[erintahkan atasan.
VI.5.3. Tugas dan Fungsi Bidang Anggaran
a. Tugas Bidang Anggaran adalah menyiapkan bahan perumusan kebijakan
dan
pelaksanaan
pembiyaan
yang
meliputi
penyusunan
Anggaran
Pendapatan, Anggaran Belanja, dan Anggaran Pembiayaan.
b. Fungsi Bidang Anggaran yaitu :
1. Menyimpan bahan perumusan kebijakab pembiyaan.
2. Melaksanakan penyusuna anggaran belanja dan pendapatan daerah.
3. Menyusun Nota keuangan.
4. Menyusun bahan pembinaan administrasi keungan.
5. Pembinaan Bendaharawan.
6. Menerbitkan Surat Surat Penyediaan Dana (SPD).
7. Mengesahkan Dokumentasi Pelaksanaan Anggaran. (DPA).
8. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Anggaran.
9. Pembinaan Pengelolaan Keuangan Lembaga dan Kelurahan.
10. Menyusun laporan pelaksanaan tentang tugas bidang anggaran sebagai
bahan pertanggungjawaban.
58
VI.5.4. Tugas dan Fungsi Akuntansi dan Verifikasi
a. Tugas Bidang Akuntansi dan Verifikasi adalah menyiapkan bahan
perumusan kbijakan Akuntansi dan Verifikasi penerimaan dan Pengeluaran
Daerah.
b. Fungsi Bidang Akuntansi dan Verifikasi
1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan Akuntansi
2. Melaksankan penyusunan rencana Akuntansi dan Verifikasi
3. Menyusun pelaporan keuanagan.
4. Menlaksanakan pengendalian dan pengorganisasian serta verifikasi
pelaksanaan APBD
5. Menyusun bahan pembinaan pengelolaan utang/ piutang.
6. Menyusun laporan pertanggungjawaban sebagai bahan evaluasi.
VI.5.5. Uraian Tugas Dan Fungsi Bidang Kekayaan/ Aset
a. Tugas bidang Kekayaan/ Aset adalah menyiapkan bahan perumusan
kebijakan dan pelaksanaan pengelolahan kekayaan daerah
b. Fungsi Bidang Kekayaan/ Aset
1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan pengelolahan kekayaan
daerah.
2. Menyusun rencana kebutuhan.
3. Pengelolaan pengadaan dan inventarisasi barang.
4. Pengelolaan dan Pemeliharaan dan Pengahpusan
5. Menyiapkan bahan penyusunan neraca daerah
6. Membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas sebagai
bahan evaluasi.
59
VI.5.6. Tugas dan Fungsi Bidang Perbendaharaan
a. Tugas Bidang Perbendaharaan adalah menyiapkan bahan perumusan
kebijakan dan pelaksanaan perbendaharaan dan pembiayaan.
b. Fungsi Bidang Perbendaharaan yaitu :
1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan pengelolaan penerbitan
keuangan daerah.
2. Menyiapkan lembaran penagihan.
3. Memeriksa kebenaran daftar-daftar gaji Surat Perintah Membayar (SPM)
dan daftar penguji.
4. Menyusun bahan pembinaan administrasi keuangan.
5. Pembinaan pembendahraan
6. Menerbitkan Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) atau Surat Perintah
Membayar (SPM) dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SPKD)
7. Pembinaan Pengelolaan kas daerah
8. Melakukan koordinasi dan rekonsolisasi kas dan giro
Kelompok Jabatan Fungsional ini mempunyai tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan bidang tenaga fungsional masing-masing sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
60
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan tentang
optimalisasi penerimaan pajak hotel dan pajak restoran di Kabupaten Tana
Toraja maka pembahasan berikut ini akan dijelaskan variabel-variabel penelitian
yaitu Potensi Pajak Hotel dan Pajak Restoran, sarana dan prasarana,
pengawasan, dan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran.
Uraian tentang hasil penelitian secara berturut-turut adalah sebagai
berikut :
V.1 Potensi Pajak Hotel dan Restoran Di Kabupaten Tana Toraja
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Potensi Pajak Hotel dan
Pajak Restoran di Kabupaten Tana Toraja diukur dengan menggunakan indikator
jumlah Hotel dan Restoran. Berikut ini disajikan data tentang jumlah Hotel dan
Restoran di Kabupaten Tana Toraja :
61
Tabel 5.1
Daftar Data Hotel dan Restoran Kab. Tana Toraja
NO
I
II
III
IV
V
VI
NAMA USAHA
KELAS
ALAMAT
HOTEL
1
Hotel Sahid
2
Hotel Sangalla"
3
4
5
WISMA
1
2
3
4
6
7
8
Rumah
Makan
1
2
3
Restoran
Pantan Hotel
Hotel Makula'
Hotel Batupapan
Bintang
III
Bintang
III
Bintang
II
Melati 3
Melati 3
Wisma Puri Artha
Wisma Yani Randadni
Wisma Bungin
Wisam Litha
Wisma Fajar
Wisma Lois Lestari
Penginapan Makale
Melati 3
Melati 2
Melati 2
Melati 2
Melati 1
Melati 1
Melati 1
1
2
3
4
5
KARAOKE
1
2
3
4
CAFE
1
2
Rumah Makan Idaman
Rumah Makan Kamali
Rumah Makan Jember
Ge'tengan/Mengkendek
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Poros Makale Rantepao
Sangalla'
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Nusantar Makale
Jl. Nusantar Makale
Jl. Merdeka Makale
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Merdeka Makale
Jl. Poros Makale Rantepao
Restoran Wisma Puri
Arta
restoran Hotel Sangalla'
Restoran Hotel Makula
Restoran Pantan Hotel
Restoran Hotel Sahid
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Poros Makale Rantepao
Sangalla'
Jl. Poros Makale Rantepao
Ge'tengan/Mengkendek
Karoke Laruna Kini
Karoke Hotel sahid
Karoke Pantan Hotel
Karoke Hotel Sangalla'
Jl. Poros Makale Rantepao
Ge'tengan/Mengkendek
Jl. Poros Makale Rantepao
Jl. Poros Makale Rantepao
Cafe Buntu Ria
Cafe Kandora
Cafe Garonggong
3
(Ceria)
4
Cafe Tepian
Sumber : Dokumen Data pemungutan Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten
Tana Toraja (Tahun 2011)
62
Berdasarkan data sekunder yang diamati oleh penulis jika dilihat dari
jumlah Hotel/Penginapan yang sebanyak 13 buah dan restoran/rumah makan
yang berjumlah 19 buah yang terdapat di Kabupaten Tana Toraja pada dasarnya
cukup memberi kontribusi terhadap pendapatan dan penerimaan pajak daerah.
Selain itu, jika dilihat dari kebudayaan Tana Toraja, dan Tana Toraja merupakan
kota Pariwisata, maka seharusnya Pajak Hotel dan Restoran dapat merupakan
suatu Pajak yang memberi kontribusi yang besar bagi Kabupaten Tana Toraja.
Namun kenyataan yang ada berbeda dari yang seharusnya.
Namun karena belum dikelolah secara optimal baik dari perhitungan
potensi yang dimiliki, pelaksanaan pemungutan, serta pengawasan terhadap
pemungutan Pajak Hotel dan Restoran itu sendiri maka pendapatan dan
penerimaan yang diperoleh kurang sesuai dengan potensi yang ada.
Salah satu pendapat narasumber (kepala bidang penagihan dan
penerimaan) mengenai pengaruh kurangnya penerimaan pajak yaitu :
“belum adanya kesadaran mayarakat dalam membayar pajak.
Padahal pajak sudah diatur dalam perundang-undangan. Namun
masyarakat akan dikenakan sanki apabila wajib pajak tidak memenuhi
kewajibanya dalam membayar pajak.”
Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kurangnya penerimaan Pajak di Kabupaten Tana Toraja
disebabkan
karena
kurangnya
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
membayar pajak. Walaupun sudah ada sanki yang akan diberikan namun para
wajib pajak masih saja acuh atau tidak mau tahu. Mungkin ini disebabkan karena
kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang pentingnya membayar pajak.
Untuk itu perlu dilakukan sosialiasi kepada masyarakat akan pentingnya
membayar pajak. Kurangnya pemasukan juga disebabkan oleh kurangnya
63
pemasukan yang diterima oleh wajib pajak menyebabkan wajib pajak enggan
membayar pajak.
Selain dari faktor tersebut narasumber juga mengatakan penyebab
kurangnya penerimaan pajak Hotel dan Restoran yaitu :
“ sebelum pemisahan Kabupaten pemasukan Pajak Hotel dan
Restoran di Tana Toraja cukup besar. Namun setelah pemisahan
Kabupaten maka pendapatan Pajak Hotel dan Restoran juga mengalami
Penurunan.”
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah pemekaran
Kabupaen di Toraja terjadi penurunan penerimaan pajak. Yakni dibentuknya 2
kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Hal ini secara
langsung memberi pengaruh terhadap penerimaan pajak khususnya di
kabupaten Tana Toraja karena seperti kita ketahui jumlah hotel yang ada di
kabupaten Toraja Utara lebih banyak di bandingkan yang ada di Kabupaten Tana
Toraja.
Selain itu juga narasumber (petugas pemungutan) mengemukakan bahwa
“ kadang saat melakukan pemungutan, wajib pajak atau orang yang
berkepentingan tidak ada ditempat atau lokasi pemungutan, selain itu
pengaruh kurangnya pemasukan dari hotel atau penginapan serta restoran
atau rumah makan yaitu yang ada merupakan kendala dari kurangnya
kontribusi dari pajak Hotel dan Restoran. Ini disebabkan kurangnya
pengunjung yang datang. Padahal jika dilihat dari letaknya, Tana Toraja
merupakan daerah Pariwisata. Namun kurangnya pariwisata yang asuk juga
mempengaruhi pemasukan hotel dan restoran yang ada.”
Dari peryataan narasumber tersebut penulis menyimpulkan bahwa apabila
petugas pemungutan Pajak datang kelokasi pemungutan wajib pajak terkadang
tidak berada dilokasi penelitian. Serta kurangnya pengunjung juga berpengaruh
terhadap kurangnya pendapatan Hotel dan Restoran, sehingga pemilik hotel dan
restoran kadang enggan membayar pajak.
64
Untuk mengetahui tentang seberapa besar kontribusi penerimaan Pajak
Hotel dan Restoran terhadap penerimaan Pajak Daerah bagi Kabupaten Tana
Toraja sajikan beberapa data tentang perkembangan Pajak Hotel dan Restoran
dikabupaten Tana Toraja :
TABEL 2
KONTRIBUSI PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PAJAK DAERAH
TAHUN
JENIS PAJAK
HOTEL
Rp 59.913.339,00
Rp 125.797.627,00
Rp 189.073.180,00
Rp 71.912.545,00
Rp 37.481.435,00
2006
2007
2008
2009
2010
PAJAK DAERAH
RESTORAN
Rp 69.375.007,00
Rp 153.294.960,00
Rp 213.284.718,00
Rp 124.598.238,00
Rp 100.552.705,00
KONTRIBUSI
Rp 3.981.421.364,00
Rp 2.025.868.477,00
Rp 2.148.471.095,00
Rp 1.788.539.524,00
Rp 900.611.267,00
3,24%
13,77%
18,72%
10,98%
15,32%
Sumber data : SKPD Kabupaten Tana Toraja Tahun 2006 – 2010 (Tahun 2011)
Dari pengamatan data sekunder yaitu mengamati SKPD Kabupaten Tana
Toraja dari tahun 2006 hingga 2010 yang dilakukan oleh penulis maka penulis
menyimpulkan bahwa kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap pajak daerah
masih sangat rendah. Persentase kontribusi masih sangat rendah bila
dibandingkan dengan potensi Pajak Hotel dan Restoran yang sebenarnya.
Dengan
kata
lain
apabila
Pemerintah
Kabupaten
Tana
Toraja
dapat
mengopotimalkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran berdasarkan potensi
yang ada dan yang bisa dikembangkan, maka persentase Pajak Hotel dan
Restoran terhadap Pajak Daerah akan meningkat.
Dapat dilihat dari tabel diatas pada Tahun 2006 kontribusi pajak Hotel dan
Restoran hanya mencapi 3,24%, kemudian pada Tahun 2007 dan 2008
meningkat yaitu sebesar 13,77% dan 18,72%, namun pada Tahun 2009
mengalami penurunan Kembali yaitu sebesar 10,98%. Penurunan kontribusi
Pajak Hotel dan Restoran pada Tahun 2009 ini disebabkan oleh Pemekaran
65
Kabupaten di Tana Toraja, yaitu dibentuknya 2(dua) Kabupaten di Tana Toraja
yakni Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Namun pada tahun 2010
kembali mengalami kenaikan yaitu sebesar 15,32%.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa optimalisasi penerimaan
Pajak Hotek dan Restoran dalam meningkatkan Pajak Daerah masih rendah.
Mengingat Pajak Hotel dan Restoran potensinya sangat signifikan dan jumlahnya
besar dalam meningkatkan penerimaan Pajak Daerah secara keseluruhan. Maka
diperlukan upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan penerimaan Pajak
Hotel dan Restoran. Dengan demikian, Pemerintah Tana Toraja harus mampu
mengoptimalkan Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran melalui nilai Potensi
yang ada sebagai salah satu alternatif sumber pembiyaan pemerintah,
pembangunan, dan kemasyarakatan yang menjadi tanggungjawab dalam
berotonomi daerah.
Selain itu dapat dilihat perbandingan Pendapatan Pajak Daerah lainnya
pada tabel brikiut :
Tabel 3
Tabel Perbandingan Pajak Hotel dan Restoran dengan Pajak Daerah lainya
No
Jenis Pajak
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
1.
Pajak Hotel
Rp56.916.339
Rp125.797.627
Rp186.073.180
Rp71.912.545
Rp37.481.435
2.
Pajak Restoran
Rp69.375.007
Rp153.294.960
Rp214.284.718
Rp124.598.238
Rp100.552.705
3.
Pajak Reklame
Rp64.139.950
Rp155.000
Rp3.195.000
Rp4.425.000
Rp700.000
4.
Pajak Penerangan Jalan
Rp1.442.680.830
Rp86.878.940
Rp157.158.502
Rp88.237.352
Rp39.021.242
5.
Pajak Hiburan
Pajak Pengambilan bahan
Rp2.710.000
Rp1.152.180.045
Rp812.572.225
Rp966.155.370
Rp449.338.695
6.
Rp507.064.238
Rp506.217.905
Rp774.467.470
Rp533.211.019
Rp273.517.200
Tambang Galian C
Sumber : SKPD Pemerintah Kabuten Tana Toraja (Juni 2011)
Dari hasil pengamatan data diatas penulis menyimpulkan bahwa : pada
tahun 2006 Pajak Hotel berada pada peringakat ke 5 dari 6 Pajak Daerah
66
sedangkan Pajak Restoran berada pada peringkat 3 dari 6 Daerah. Dari
pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa peringkat Pajak Hotel dan Restoran
dapat dikategorikan masih rendah khususnya Pajak Hotel yang hanya berada
pada urutan ke 5 dari 6 Pajak Daerah, dengan pencapaian hasil yang hanya
mencapai Rp 56.913.339,00 bila dibandingan dengan pajak lainnya. Kemudian
Pada tahun 2007 Pajak Hotel naik ke pringkat 4 dan Pajak Restoran tetap pada
peringkat ketiga dari Pajak Daerah lainya. Dimana pencapaiannya yaitu Pajak
Hotel yang berjumlah Rp 125.797.627 dan Pajak Restoran berjumlah
Rp.153.294.960. Pada tahun ini pendapatan mengalami kenaikan yang cukup
signifikan. Ini dapat dilihat dari persentase kenaikan yang mengalamio kenaikan
hampir 100%. Pada tahun 2008 peringkat Pajak Hotel dan restoran tetap namun
jumlah pendapatan juga mengalami peningkatan yaitu Pajak Hotel memberi
kontribusi sebesar Rp 189.037.180,00 dan Pajak Restoran sebesar Rp.
214.284.718,00. Jika dibandingkan dengan Tahun sebelumnya Pajak Restoran
mengalami peningkatan yang besar Jika dibandingkan dengan Pajak Hotel.
Sedangkan pada Tahun 2009 dan Tahun 2010 terjadi penurunan pendapatan
terutama pada Pajak Hotel. Penyebab dari penurunan initelah dijelaskan
sebelumnya bahwa pada Tahun ini terjadi pemisahan Kabupaten Tana Toraja
menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja
Utara. Dimana setelah pemisahan potensi Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten
Tana Toraja menjadi berkurang Karena jika dibandingkan dengan potensi
kabupaten Toraja Utara lebih besar bila dibanding Kabupaten Tana Toraja. Hal
ini dapat dilihat dari jumlah Pajak Hotel yang diterima pada Tahun 2009 yaitu
sebesar
Rp. 71.912.,545,00 dan pada tahun 2010 sebesar Rp 37.481.435.
67
Sedangkan Pajak Restoran yang diterima pada Tahun 2009 sebesar
Rp.124.598.238 dan pada tahun 2010 sebesar Rp37.481.435.00.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten
Tana Toraja perlu memikirkan secara serius masalah-masalah yang erat
hubungannya dengan Pajak Hotel dan Restoran, dan berusaha melakukan
upaya demi mengoptimalkan peningkatan penerimaan pajak sehingga pajak
Hotel dan Restoran dapat memberi kontribusi yang besar dalam meningkatkan
Pajak Daerah secara khusus dan Pendapatan Asli Daerah secara umum.
Dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penagihan dan Penerimaan
mengatakan upaya dilakukan oleh Pemerintah dalam Peningkatan Pajak Hotel
dan Restoran :
“salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dicanangkannya
Lovely Desember beberapa Tahun terakhir ini. Acara ini lakukan untuk
menarik para wisatawan untuk datang ke Toraja yang telah mengalami
Penurun semenjak terjadinya Bom Bali beberapa waktu lalu. Secara tidak
langsung ini dapat meningkatakan pajak hotel dan restoran di Kabupaten
Tana Toraja.”
Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa sudah ada
upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Tana Toraja untuk meningkatkan Pajak
Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Walaupun hasilnya masih belum
mengalami peningkatan yang begitu berati, namun upaya ini diharapkan dapat
membantu kenaikan Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Untuk
itu dipelukan upaya yang lebih giat lagi dalam peningkatan Penerimaan Pajak
Hotel dan Restoran utamanya pemanfaatan potensi yang ada.
Selain itu rencana pembangunan Bandara yang bertaraf Internasional yang
rencana akan di bangun di Kecamatan Mengkendek juga diharapkan dapat
memberi pengaruh terhadap peningkatan kontribusi Pajak Hotel dan Restoran di
Kabupaten Tana Toraja. Karena dengan dibangunnya bandara tersebut maka
68
dapat memperlancar masuknnya para wisatawan, baik wisatawan dalam negeri
maupun wisatawan luar negeri. Dengan demikian maka pendapatan Pajak Hotel
dan Restoran dapat meningkat.
Serta jika pemerintah juga dapat memperbaiki dan melestarikan objekobjek wisata yang ada maka ini juga dapat menarik para wisatawan untuk datang
berkunjung di Kabupaten Tana Toraja. Karena kita tau bahwa Tana Toraja juga
merupakan tujuan wisata yang disenangi oleh wisatawan khususnya wisatawan
luar negeri. Namun pada kenyataan yang kita lihat akses untuk menuju ke
tempat wisata masih sangat kurang khususnya tranportasi. Ini dikarenakan jalan
menuju tempat wisata yang mengalami kerusakan namun tidak ada perbaikan
dari pemerintah. Padahal jika pariwisata di Tana Toraja mendukung maka hal ini
sangat mendukung penerimaan Pajak Hotel dan Restoran.
V.2. Pemungutan
Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran dalam penelitian ini mengandung
pengertian suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpuanan data obyektif
dan subyektif sampai dengan kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak
serta pengawasan penyetoran.
V.2.1. Sistem dan Prosedur
Dalam melakukan pemungutan pajak Hotel dan Restoran dipelukan sitem
dan Prosedur agar dalam pemungutan dapat terarah dan berjalan dengan baik.
Menurut Perda Kabupaten Tana Toraja Nomor 5 tahun 2009 tentang Pajak
Hotel dan Perda Kabupaten Tana Toraja Nomor 7 tahun 2003 tentang Pajak
Hotel sistem dan prosedur pemungutan pajak yaitu :
69
1. Wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel dan restoran harus
mempergunakan nota pesanan/ bill.
2. Nota pesanan/ bill harus dicetak, diberi no seri dan dipergunakan sesuai
nomor urut.
3. Nota pesanan/ bill baru dapat dipergunakan setelah diporporasi oleh dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Tana
Toraja.
4. Tata cara pelaksanaan porporasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
5. Salinan Nota peanan/bill yang sudah dipergunakan harus disimpan oleh
wajib pajak dalam waktu setahun sebagai bukti dalam pembuatan surat
pemberitahuan Pajak Daerah
Dari
hasil
wawancara
narasumber
mengatakan
bahwa
prosedur
pemungutannya yaitu:
Dimulai dari pendataan yang dilakukan oleh seksi pendapatan setelah
itu masuk kekepala seksi perhitungan untuk dihitung seberapa banyak
persentase pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, setelah itu
dilanjutakan oleh seksi penetapan untuk ditetapkan, setelah ditetapkan
dilimpahkan kepada bidang penagihan untuk ditagih kemudian disetor ke
kas Daerah sebagai PAD. Jadi dilakukan dalam suatu sitem.
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa sebelum dilakukan
pemungutan terlebih dahulu dilakukan pendataan di Hotel-Hotel dan Restoran
serta rumah makan untuk menentukan seberapa besarnya jumlah pajak yang
akan ditetapkan. Ini berarti bahwa dalam melakukan pemungutan telah ada
prosedur-prosedur yang sudah baik yang dipedomani oleh para petugas
pemungutan pajak agar dalam dalam pemungutan dapat berjalan dengan baik
dan optimal.
70
Dalam hal pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran yang akan
dijelaskan melaui hasil wawancara dengan beberapa Narasumber.
“pemungutan dilakukan dengan dua cara yaitu : oficcial asessment
dan self assesment. Oficcial asessment yaitu pemungutan pajak yang
dilakuakan diadakan terlebih dahulu kesepakatan antara wajib pajak.
Namun walaupun tidak ada pemasukan wajib pajak sesuai dengan
kesepakatan yang ada. Sedangkan self assesment wajib pajak diberi
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terhitung.”
Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam
menetapkan besarnya pajak terhutang telah ditetapkan sesuai dengan prosedur
yang ada. Dalam pemungutan yang dilakukan telah dilakukan prosedur yang
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ada.
V.2.2. Jumlah Petugas
Jumlah petugas juga merupakan hal yang mendukung dalam usaha
peningkatan penerimaan pajak. Petugas pemungutan pajak dalam hal hal ini
adalah oang-orang yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan pejabat yang
berwenang untuk melakukan penagihan/ pemungutan terhadap Pajak Daerah di
Kabupaten Tana Toraja.
Apabila petugas pajak juga tidak mencukupi untuk melakukan pemungutan
maka proses pemungutan juga akan terhambat. Dari hasil wawancara
mengatakan:
Jumlah pegawai yang turun ke lapangan untuk memungut pajak 2
sampai 3 orang.
Dari paparan diatas penulis menyimpulkan bahwa jumlah petugas
pemungutan pajak masih kurang. Ini dapat dilihat dari jumlah Hotel dan Restoran
yang ada cukup banyak. Jika hanya 2 (dua) sampai 3 (tiga) orang yang
melakukan penagihan maka ini belum cukup optimal. Jumlah Hotel dan restoran
71
yang cukup banyak tentu saja membutuhkan petugas pemungutan yang cukup.
Agar dalam pemungutan dapat berjalan lancar dan tepat waktu.
Aspek yang perlu dikaji dalam hal ini menyangkut pemungutan pajak,
kemampuan dan motivasi petugas pajak dalam hal melakukan kegiatan
pemungutan Pajak, berdasarkan sistem dan prosedur yang ditetapkan di
Kabupaten Tana Toraja. Disini sangat diperlukan penambahan jumlah aparat
petugas pemungut pajak. Selain itu dalam pengembangan indikator ini perlu
ditingkatkan motivasi serta pengetahuan dan kemampuan petugas pemungut
pajak agar tugas yang dibebankan mampu dilaksanakan dengan baik dan
berhasil.
V.2.3. Sarana dan Prasarana
Faktor yang mendukung dalam optimalisasi penerimaan pajak yaitu sarana
dan prasarana. Agar mendapatkan hasil yang optimal diperlukan sarana dan
prasara yang cukup dalam pemungutan pajak. Untuk itu sangat penting
memperhatikan sarana dan prasarana yang diperlukan, agar petugas pajak
dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Sarana dan Prasarana diyakini sangat berperan dalam meningkatkan
penerimaan Pajak Daerah. Sarana dan Prasarana yang merupakan faktor
penunjang
yang
sangat
penting
dalam
mendukung
kelancaran
proses
pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Dalam hal ini kendaraan baik kendaraan
roda dua (motor), atau pun kendaraan roda empat (mobil) sebagai alat
transportasi sangat diperlukan karena letak lokasi objek pajak saling berjauhan
yang apabila pelaksanaan pemungutanya tidak dilengkapi oleh sarana tersebut
maka akan menambah beban biaya pungut semakin besar. Dan ketetapan waktu
pelaksanaan pemungutan tidak sesuai dengan yang direncanakan dan dengan
72
sendirinya akan mengurangi penerimaan pajak tersebut. Ketersediaan sarana
dan prasarana sangat penting perannya dalam pencapaian tujuan suatu usaha
dalam hal ini untuk mengoptimalkan pemungutan pajak.
Dari segi sarana dan prasarana dengan melihat sifatnya, maka pajak
daerah lebih banyak membutuhkan sarana berupa formulir-formulir, surat-surat
penetapan dan surat-surat lainya.
Secara umum sarana penunjang di Tana Toraja dikemukakan oleh
narasumber :
Sarana dan prasarana yang ada masih kurang. Namun dalam
pemungutan sudah menggunakan
kendaraan
operasional
yang
disediakan (Motor).
Dari penjelasan diatas menyimpulkan bahwa sarana pendukung seperti
kendaraan dalam melakukan pemungutan sudah tersedia, namun masih belum
memadai. Hal ini dapat saja berpengaruh terhadap produktivitas petugas pajak.
Jarak ke lokasi yang agak jauh tentu saja membutuhkan kendaraan operasional
agar tidak datang terlambat ke lokasi pemungutan., agar pelaksanaan dapat
berjalan dengan baik, utamanya dalam
hal ketepatan waktu petugas
pemungutan pajak datang keloaksi maka sebaiknya sarana yang dibutuhkan
tersedia dengan baik bagi petugas.
V.3. Pengawasan
Pengwasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting.
Pengawasan dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan sesuai dengan
perencanaan dan berjalanan sesuia dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku serta tidak tejadi penyimpangan ataupun penyalagunaan
dan kebocoran keuangan.
73
Tanpa pengawasan maka jalannya pengawasan suatu organisasi tidak
dapat dinilai apakah sesuai dengan rencana organiasi atau telah menyimpang
dari arah yang telah ditetapkan. Untuk itu pengawasan perlu untuk dilakukan
pada setiap tahapan pelaksanaan suatu kegiatan.
Dalam penelitian ini pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam hal ini
adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Tana Toraja, dalam hal memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan
tugas-tugas pemungutan pajak hotel dan restoran dapat terselenggara dengan
baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau standar yang telah ditetapkan.
Terkait dengan pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di
Kabupaten Tana Toraja pengawasan dilakukan dengan dua cara yaitu
pengawasan langsung yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap
kegiatan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran dan pengawasan tidak langsung
oleh pimpinan dengan mempelajari atau menilai laporan-laporan pelaksanaan
kegiatan pemungutan pajak yang diterima baik berbentuk tertulis atau lisan.
V.3.1. Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara
pribadi oleh pimpinan organisasi atau pengawasan yang dijalankan mbaik
dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “ on the spor”
ditempat pemungutan Pajak Hotel dan Restoran dan menerima laporan-laporan
secara langsung pula dari pelaksana, hal ini dilakukan dengan inspeksi. Akan
tetapi karena banyak dan kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan terutama
dalam organisasi yang besar, seorang pemimpin tidak mungkin dapat selalu
74
menjalankan pengawasan langsung. Karena itu sering pula harus melakukan
pengawasan yang bersifat tidak langsung.
Tanggapan narasumber tentang pengawasan yaitu :
“dalam pemunutan sama sekali belum ada pengawasan yang
dilakukan oleh petugas pajak atau pimpinan.
Dari hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan bahwa pengawasan
langsung
masih
kurang
pengawasan yang
dilakukan
dilakukan dalam
oleh
pimpinan,
bahkan
belum
ada
pemungutan pajak. Petugas pajak
melakukan tugasnya saja tanpa ada pengawasan langsung dari pimpinan. Ini
tentu saja dapat menimbulkan penyimpangan dalam pemungutan. Kurangnya
pengawasan ini memungkinkan akan terjadi penyalagunaan tugas atau pun dari
pihak wajib pajak sendiri.
Namun belum terselenggaranya pengawasan langsung secara optimal
terhadap kegiatan pemungutan pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana
Toraja disinyalir oleh kesibukan dan kompleksnya tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawab Kepala Dinas.
V.3.2. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung dalam kaitannya dengan pelaksanaan
pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja adalah berupa
kegiatan pemeriksaan atau pengecekan kegiatan pemungutan Pajak hotel dan
Restoran yang dilakukan oleh petugas pemungutan pajak melalui laporan tertulis
atau lisan.
Pengawasan ini diadakan atau dilakukan dengan mempelajari atau
melalui laporan-laporan yang diterima dari pelaksana/ bawahan baik berbentuk
laporan lisan maupun tertulis. Kelemahan pengawasan ini bahwa sering para
75
bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positf saja. Dengan maksud untuk
menyenangkan pimpinan saja, sehingga pimpinan tidak mengetahui keadaan
yang sesungguhnya. Akibatnya ia akan mengambil kesimpulan yang salah.
Kesimpulan ialah bahwa pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan
baik apabila hanya tergantung pada laporan saja. Oleh karena itu pengawasan
langsung dan tidak langsung harus digabungkan dengan atau dalam melakukan
fungsi pengawasan.
Penulis pun melakukan wawancara untuk mencari informasi tentang
pengawasan tidak langsung. ( Kepala Bidang Penagihan dan Penerimaan).
Narasumber mengatakan bahwa :
“ pengawasan dilakukan oleh kepala pimpinan setian bulannya untuk
mengetahui proses pemungutan yang dilakukan oleh petugas pajak.
Selain dari pimpinan pengawasan juga dilakukan oleh DPRD, namun
dari DPRD kadang pengawasannya tidak menentu, kadang
pengawasannya persemester. Pengawasan juga dilakukan dari
INSPEKTORAT Kabupaten Tana Toraja, pengawasan ini merupakan
pengawasan melekat.”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan bahwa
dalam proses pemungutan Pajak Hotel dan Restoran sudah ada pengawasan
yang dilakukan walaupun belum maksimal. Karena telah diturunkan staf-staf
khusus untuk melakukan pengawasan terhadap pemungutan pajak Hotel dan
Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Selain pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan Dinas, pengawasan eksternal juga dilakukan oleh DPRD Kabupaten
Tana Toraja. Pengawasan
ini
dilakukan
untuk
menghindari
terjadinya
penyimpangan dalam proses pemungutan dan proses pengelolahan Pajak Hotel
dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja. Hal ini juga terkait dengan banyaknya
kasus-kasus pajak yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Selain pengawasan
76
eksternal dari DPRD Kabupaten Tana Toraja, pengawasan juga dilakukan oleh
INSPEKTORAT Kabupaten Tana Toraja. Pengawsan dari dinas inspektorat
merupakan pengawasan melekat. Dengan pengawasan ini diharapkan dapat
menghindari penyelewengan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab.
77
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian tentang fokus permasalahan
dalam penelitian tentang Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten
Tana Toraja, maka penulis mebuat kesimpulan dan saran sebagai berikut :
VI.1. Kesimpulan
Dari uraian hasil penelitian tentang Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel
dan Restoran ditarik beberapa kesimpulan :Kontribusi pajak hotel dan restoran di
Kabupaten Tana Toraja Masih Jauh dari Target yang diharapkan. Ini disebabkan
karena pelaksanaan pemungutan dan pengawasan yang masih sangat kurang
dilakukan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari sitem dan prosedur yang ada.
Selain itu jumlah petugas pemungut pajak, begitupula dengan tingkat
pengetahuan, pemahaman petugas pemungutan pajak terhadap sistem dan
prosedur pemungutan pajak masih kurang, serta motivasi yang masih rendah
sehingga kurang mendukung optimalisasi penerimaan pajak hotel dan restoran di
Kabupaten Tana Toraja.
Begitupula dengan sarana dan prasarana yang ada masih kurang
mendukung kelancaran pemungutan. Kurangnya kontribusi ini juga disebabkan
oleh kurangnya kesadaran para wajib pajak untuk melakukan kewajibanya dalam
membayar pajak. Hal ini disebabkan kareana kurangnya sosialisasi tentang
pentingnya membayar pajak. Sealin faktor tersebut, hal lain yang mempengaruhi
wajib pajak enggan membayar pajak yaitu kurangnya pemasukan yang diterima
oleh wajib pajak, sehingga mereka enggan membayar pajak.
78
VI.2. Saran-Saran
Setelah
melakukan
penelitian
dan
mencermati
upaya
optimalisasi
penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Tana Toraja, dan telah
dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka beberapa saran dapat
diberikan yaitu :
1.
Perlu dilakukan pemuktahiran data atau informasi yang berkaitan
dengan masalah Pajak Hotel dan Restoran sebagai salah satu Input dalam
perumusan perhitungan nilai potensi Pajak Hotel dan Restoran dan
berusaha menerapkannya sehingga penerimaan pajak yang diharapkan
dapat mendekati nilai potensi tersebut.
2.
Potensi pajak Hotel dan Restoran yang sangat menjanjikan bagi
penyediaan dana dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan,
dan kegiatan kemasyarakatan di Kabupaten Tana Toraja seharusnya
dapat dikelolah secara optimal melalui melalui berbagai kajian yang
menyeluruh untuk meminimalisir kendala-kendala dalam pencapaian
target penerimaan.
3.
Terkait dengan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran, perlu
dilakukan upaya peningkatan pelaksanaan sistem dan prosedur yang
seharusnya didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dengan menerapkan tarif yang telah ditetapkan. Kuantitas dalam
hal ini jumlah petugas pemungutan Pajak yang dikerahkan masih kurang
sehingga perlu ditambah untuk optimalisasi pemungutan pajak. Dan
kualitas dalam hal ini pengetahuan tingkat pengetahuan ditingkatkan bagi
berlangsungnya sistem dan Prosedur pemungutan yang mampu
memberikan hasil yang optimal. Begitu pula pengadaan sarana dan
79
prasarana perlu diperhatikan dan diberikan kepada petugas pemungutan
pajak demi kelancaran pemungutan Pajak di Kabupaten Tana Toraja.
Selain itu motivasi kerja juga sangat perlu diberikan kepada petugas
pajak dalam melaksanakan tugas.
4. Perlu adanya intensitas kualitas pengawasan untuk menjamin konsistensi
penyelenggaraan sistem dan prosedur pemungutan Pajak Hotel dan
Restoran berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku baik
secara langsung maupun tidak langsung. Intensitas pengawasan ini untuk
menghindari terjadinya penyelewangan dan kolusi antara wajib pajak
dengan petugas pemungutan pajak oleh pejabat yang berwenang atau
yang mewakili pimpinan organisasi dalam hal ini Kepala Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tana Toraja.
80
Download