makalah uts perbandingan agama

advertisement
MAKALAH
AGAMA BUDHA DAN PAKARNYA
Tugas ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Agama
Dosen Pengampu: Imamul Huda, M. Pd.I.
Disusun oleh :
1. Intan suci
(111-14-287)
2. Setyaning Surya Utami
(111-14-291)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah
melimpahkan
hidayah
serta
inayah-Nya.
Sehingga
kami
dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Agama Budha dan Pakarnya” tanpa
halangan yang berarti, dan tak lupa sholawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya
didunia dan di akhirat. Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada bapak
dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberi dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini telah kami usahakan untuk menyusun
dalam batas-batas kemampuan kami secara maksimal, namun begitu masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, semua bentuk
kritik dan saran yang berniat memperbaiki, kami terima sebagai gambaran
pembuatan makalah kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Budha merupakan salah satu agama terbesar di dunia. Agama ini
lahir pada abad ke-6 SM. Pada mulanya, agama ini bermula dari seorang
Budha Gautama yang mengkritisi dari agama Hindu yang memiliki sistem
kasta. Gautama adalah seorang pangeran Kapilawistu yang sangat taat pada
tradisi agama Hindu. Ia hidup di istana dengan bergelimang harta. Namun, hal
ini tidak menjadikannya sebagai seorang pemalas.
Ketika Gautama pergi keluar istana, ia melihat banyak hal yang tidak
pernah ia ketahui sebelumnya. Semua yang dilihatnya berbanding terbalik
dengan kehidupan yang ada di istana. Banyak orang di luar istana yang hidup
serba kesusahan. Berawal dari hal itu, Gautama memutuskan untuk pergi dari
istana dan memilih untuk mencari kebenaran yang hakiki dengan jalan bertapa
dalam kesederhanaan. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
pengertian agama Budha, sejarahnya, ajaran pokok yang terkandung di dalam
agama Budha beserta pakar agama Budha.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian agama Budha?
2. Bagaimanakah sejarah agama Budha?
3. Bagaimanakah ajaran agama Budha?
4. Siapakah pakar dalam agama Budha?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian agama Budha.
2. Untuk mengetahui sejarah agama Budha.
3. Untuk mengetahui ajaran agama Budha.
4. Untuk mengetahui pakar dalam agama Budha.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama Budha
Secara etimologi, Buddha berasal dari “Buddh” yang berarti bangun atau
bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau awam.
Kata kerjanya yakni “Bujjhati”, antara lain berarti bangun, mendapatkan
pencerahan, mengetahui, mengenal atau mengerti. Dari arti etimologis tersebut,
perkataan Buddha mengandung beberapa pengertian seperti: orang yang telah
memperoleh kebijaksanaan sempurna, orang yang sadar secara spiritual, orang
yang siap sedia mneyadarkan orang lain secara spiritual, orang yang bersih dari
kotoran batin yang berupa dosa (kebencian), lobha (serakah), moha
(kegelapan).1
Banyak orang yang belum mengerti dengan benar tentang ajaran agama
Buddha, terutama mereka yang bukan pemeluk agama itu, karena tidak
mengajarkan paham ketuhanan.2
Ada pula yang berpendapat bahwa Buddha Gautama sebenarnya hanya
menyampaikan ajaran moral belaka. Sidharta, demikian nama aslinya hanyalah
mengajarkan kepada manusia agar menghindari kejahatan kepada manusia agar
menghindari kejahatan tertentu: membunuh, mencuri, berdusta, berzina, mabuk
madat dan sebagainya.
Pendapat lain lagi mengatakan bahwa agama Buddha sesungguhnya
merupakan sekumpulan doktrin yang mengajarkan manusia agar melenyapkan
rasa benci dan menanam kecintaan kepada sesama hidup.3
Menurut sumber-sumber dari kalangan pemuka Buddha sendiri,
dikatakan bahwa pendapat-pendapat tersebut di atas tidak seluruhnya benar.
Apa yang tersebut diatas hanya satu aspek saja atau sebagian dari aspek-aspek
1
Mukti Ali, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: Hanindita, 1988), hlm. 102.
Paul Edwards, The Encyclopedia of Philosophy, (New York: Macmillan Publishing Co.,
Inc. and The Free Press, 1972), hlm. 417.
3
Persaudaraan Upasaka dan Upasika Indonesia Cabang Semarang, 2500 Budhha Jayanti,
(Semarang: 1956), hlm 33.
2
3
agama Buddha. Semua itu hanya ajaran Buddha dan tidak mencerminkan
keseluruhan ajaran Buddha. Dapat diibaratkan sebagai salah satu kaki dari
lipan yang banyak jumlahnya. Disamping itu doktrin tentang usaha menjauhi
kejelekan dan mencintai sesame manusia adalah doktrin yang sudah ada dalam
sejarah manusia sebelum lahirnya Buddha Gautama.
Maka perlu diketahui apakah yang membedakan agama Buddha dari
agama-agama lain dan ajaran moral lain. Untuk mengetahui ini orang harus
mengadakan pengamatan lebih dekat terhadap praktek pengalaman dari para
pemeluknya. Menurut mereka untuk dapat memahami ajaran Buddha dengan
benar, orang harus mengalami atau menjalankan doktrin agama Buddha yang
meliputi latihan kedisiplinan pribadi yang keras sehingga dapat merasakan
ketenangan batin, yang nantinya bisa membawa seseorang bebas dari
penderitaan.
Tidak mudah untuk menerangkan hal ini, terutama kepada mereka yang
tidak didik dalam agama Buddha. Begitu juga tidak mudahuntuk menerangkan
konsep-konsep agama Buddha ke dalam bahasa lain, karena seringkali tidak
ada kata-kata yang tepat untuk menjelaskan istilah-istilah dalam agama
Buddha.
Di kalangan para pemeluknya, ajaran yang disampaikan Buddha
Gautama tidak harus dipandang sebagai agama atau filsafat saja. Karena
pengertian yang menunjukan kepada arti agama atau filsafat dan
semua
fenomena yang terdapat di alam ini telah tercakup dalam istilah dharma
(Sanskerta) atau dhamma (Pali) yang menjadi inti dari seluruh ajaran Buddha
Gautama. Dengan demikian pemakaian istilah Buddha Dharma atau Dhamma
lebih sering dipergunakan oleh para pemeluk agama Buddha daripada istilah
agama.
Seperti diketahui, bahwa Buddha dianggap oleh penganut-nya sebagai
Guru Dunia yang menerangi umat manusia dan menunjukkan kepada mereka
jalan yang melepaskan mereka dari penderitaan.4
4
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Agama Buddha, (Jakarta: Badan Penerbitan Kristen,
1977), hlm. 73.
4
Sebaliknya bagi orang yang berkehendak akan mendalami agama
Buddha, banyak mengarahkan perhatiannya ke Negara Myanmar (dulu
bernama Birma). Myanmar adalah suatu Negara
yang terkenal mayoritas
penduduknya beragama Buddha. Meskipunagama Buddha tidak dinyatakan
sebagai agama Negara dalam konstitusi Myanmar, namun penduduk Myanmar
mempercayai dan mengamalkan ajaran agamanya dengan kebebasan penuh.
Agama Buddha adalah sebagai dari penghidupan nasional bangsa Myanmar
sendiri.
Oleh karena itu bagi orang yang ada kesempatan untuk mengamati dari
dekat kehidupan umat Buddha akan memperoleh pengertian yang lebih
mendalam tentang agama Buddha, sehingga tidak timbul pandangan yang
keliru.5
Bahwa agama Buddha, seperti Agama Jaina, bergerak dalam bidang
pemikiran Hindu pada kebanyakan prinsipnya. Juga disebutkan bahwa
keduanya adalah merupakan suatu reaksi terhadap kekerasan Brahmana dan
penindasan yang dilakukan mereka yang menyebabkan golongan-golongan lain
bangkit menentang, terutama golongan Ksatria yang terdiri dari anak-anak raja
dan prajurit-prajurit, sebagai salah satu dari gerakan pemikiran sezaman.6
B. Sejarah Agama Budha
Agama Budha lahir dan berkembang pada abad ke-6 SM. Agama itu
beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang
mula-mula, Siddharta Gautama (563-483 SM), yang dipanggilkan dengan
Buddha. Panggilan itu berasal dari akar kata bodhi (hikmat), yang di dalam
deklensi (tashrif) selanjutnya menjadi buddhi (nurani), dan menjadi buddha
(yang beroleh Nur). Oleh sebab itu, sebutan Buddha pada masa selanjutnya
memperoleh berbagai pengertian sebagai berikut: Yang Sadar (Awakened
One), dan Yang Cemerlang (Illumined One),dan Yang Beroleh Terang
5
Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996), hlm. 21-24.
6
Ahmad Shalaby, Agama-agama Besar di India, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), hlm.
114.
5
(Englightened One). Panggilan itu diperoleh Siddharta Gautama setelah
menjalani sikap hidup penuh kesucian, bertapa, berkalwat, mengembara untuk
menemukan kebenaran, dekat tujuh tahun lamanya, dan di bawah sebuah
pohon (yang dewasa ini berada di kota Goya) iapun beroleh Hikmat dan
Terang hingga pohon itu sampai kini disebut: pohon Hikmat (Tree of Bodhi).7
Nama Siddharta juga biasa disebut Gautama, karena sanak keluarganya
menganggap dirinya sebagai keturunan Guru Weda Gautma. Acap kali disebut
juga Shakyamuni (yakin rahib atau yang bijaksana dari kaum Shakya) dan
Shaakya-sinha (yakni singa dari kaum Shakya), karena ia termasuk golongan
ksatria keturunan Shakya. Asal golongan ini jika diturutkan kembali, melalui
seorang Raja, Ikshavaku namanya. Kaum Shakya mewujudkan sebuah republik
kaum ningrat atau kaum bangsawan yang tak seberapa luasnya di daerah
pegunungan Himalaya di antara hulu sungai Rapti dan Gandak, kira-kira 170
km jauhnya di sebelah utara Benaras di perbatasan India dan Nepal (sekarang
di dekat Gorakphur). Pada zaman Buddha lahir, kaum Shakya mengakui
kedaulatan kerajaan tetangga, yaitu Kosala atau Oudh dan daerah kaum Shakya
itu kemudian digabungkan dengan kerajaan tersebut.8
Siddharta dilahirkan pada bulan purnama pada hari Vaisakh (April-Mei).9
Dibawah sebuah pohon sala yang sedang berbunga di taman lumbini.
Ketika Maya dalam perjalanan dari Kapilavastu mengunjungi orang tuanya di
Dewadaha. Beberapa orang suci mengatakan banyak mukjizat yang terjadi
atas kelahiran Buddha ke dunia ini. Pada saat maya mengandung, ia bermimpi
bahwa ia dibawa ke Himalaya oleh para malaikat, dimandikan dengan air
suci, dan ditempatkan pada dipan yang terbuat dari emas. Kemudian datanglah
seekor gajah putih membawa bunga lotus (padma) masuk kedalam tubuh
melalui sisi kanannya,10 Pada hari kelahirannya cahaya yang tak terhingga
Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983), hlm. 72.
A.G.Honig, Ilmu Agama, (Jakarta: PT BPK GUNUNG MULIA, 1993), hlm. 166.
9
Alm. Ven. Narada Mahathera Sang Buddha dan Ajarannya, (Jakara: Yayasan
7
8
Dammadipa Arama, 1995),hlm. 4.
10
Zainul Arifin, Diktat
Hinduisme-Buddhisme,(Surabaya:
Pengembangan Ilmiah,1996), hlm.72.
6
Biro
Penerbitan
dan
menyinari alam semesta, orang buta dapat melihat, orang tuli dapat
medengar, orang bisu dapat berbicara, bunga-bunga bejatuhan diri langit,
music dan
wangi-wangian bertebaran
di mana-mana. Anak lelaki
itu
berjalan tujuh langkah di atas bunga-bunga lotus beberpa saat setelah
kelahirannya.
Lima hari setelah kelahirannya, ketika anak laki-laki itu dibawa ke
orang suci dan para ahli peramal, mereka melihat di tubuh Siddharta
terdapat tanda-tanda sebagai orang besar ditafsirka bahwa ia akan menjadi
seorang pemimpin dunia atau menjadi Buddha.
Semasa
muda
hidup
Siddharta
dalam
gemilang
kemewahan.
Mengingat kata-kata ahli peramal, Suddhadana menetapkan bahwa putranya
harus menjadi pemimpin
dunia
bukan
seorang
Buddha. Guru-guru
terbaikpun diundang untuk mendidiknya. Yang mengajarkan tidak hanya
hikmah tetapi juga berbagai macam seni. Dikatakan bahwa guru-gurunya
kagum akan kecepatan Siddharta menguasai setiap
ilmu yang diajarkan
kepadanya. Sekalipun demikian sebagai seorang anak ia sering nampak duduk
termenung, berfikir sangat serius.
Suddhadana melakukan apa saja yang dapat mencegah anaknya dari
hal-hal yang dapat membuat anaknya merasakan penderitaan hidup. Istana
dibangunkannya untuk berbagai musim, dilengkapi dengan parabotan
serba mewah. Dia dikelilingi oleh berbagai keindahhan dan kesenangan.
upaya pencegahan terus menerus dilakukan dari pandangannya kepada orang
sakit, tua dan lemah. Tak seorangpun diperbolehkan bercerita tentang
penyakt atau kematian, penderitaan dan ketidak bahagiaan.
Ketika Siddharta berusia 16 tahun, semua gadis cantik diundang
agar ia dapat memilih seorang istri dari salah satu di antara mereka. Semua
gadis tersebut lewat di hadapannya dan menerima hadiah darinya. Gadis
yang terakhir adalah Yasodhara. Namun hadiah sudah habis. Maka kalung
7
permata di lehernya di lepas dan diikatkan di pinggangnya sambil berkata “
buat yang terjujur dari semuanya” maka Yasodhara putri Suppabuddha inilah
yang menjadi pilihannya.11
Pernikahan mereka sanggat menyenangkan. Akan tetapi kehidupan
mereka terbatas dalam lingkungan istana. suatu saat Siddharta meminta
izin ayahnya untuk keluar dari istana, maka Suddadana menolaknya. Dia
mengutus seseorang untuk memberitahukan tentang kunjungan putranya
dan meminta mereka agar semua yang dilihatnya tampak baik dan indah dan
semua yang jelek supaya di sembunyikannya. Akan tetapi takdir tidak bisa
ditolak
pada
beberapa perjalanannya ia ditemani oleh seorang kusirnya
Channa, ia melihat sesuatu yang membuat ia berfikir mendalam dan sedih:
orang
tua
dimakan
usia,
orang
sakit diliputi luka, dan orang mati
dikuburkan. Ia lalu bercerita kepada Channa
keadaan
yang melekat
dengan kehidupan
bahwa semua
itu
adalah
dan tak seorangpun dapat
terhindar darinya. Dalam setiap keadaan ia berusaha menyenangkan hatinya,
namun semakin ia tahu sesuatu, justru ia mejadi semakin sedih.
Persoalan hidup sekitar penderitaan manusia yang telah ia lihat itu,
selain dipikirkan dan direnungkannya, dicarilah jawabannya di dalam
pelajaran Weda yang telah diterimanya dari para brahmana, tetapi belum
ditemuka jawaban yang memuaskan. Selain itu terpikir juga nasib sebagian
rakyat yang miskin dan sengsara dari kalangan Kasta Sudra. Apa sebabnya
sang Brahma, pencipta yang Maha Tunggal mambagi-bagi manusia dalam
bentuk Kasta. Apakah benar yang demikian itu aturan sang Brahma.
Semakin
direnungkan
semakin
dalamlah
sedih
dan
dukanya.
Makanan yang enak, pemandangan yang indah, nyanyian dan musik yang
merdu
tak dapat menghiburnya,
bahkan
kesenangan
itu
dianggapnya
fatamorgana, kesenangan yang hanya sekejap saja. Pada suatu hari ia ke
luar dengan kusir Channa, ia melihat seorang muni (petapa) yang
tua
memakai pakaian kasar warna kuning. Berjalan kesana kemari meminta11
Zainul Arifin, Hinduisme-Budhhaisme, hlm. 73.
8
minta, tetapi kelihatan wajahnya tabah dan tenang. Ia pun tertarik dan
memutuskan inilah jalan yang tepat untuk mencari kebenaran.sejak itu ia
memutuskan
hendak
meninggalkan
istana
dengan kesenangannya dan
kemewahannya. Ia hendak pergi mengembara dan bertapa ke hutan-hutan
untuk menyelami rahasia hidup. Ayahnya tak mampu menghalangi niat
Siddharta, bahkan ketika itu istrinya yang sedang hamil dan hendak
melahirkan anaknya juga tak mampu mengikat hatinya untuk tinggal di
istana sebelum hatinya terpaut kasih kepada putranya itu.
Pada suatu malam ketika semua pengawal istana sedang lengah dan
lalai. Pangeran Siddharta memerintahkan
kusirnya
untuk
menyiapkan
seekor kuda. Sementara Channa menengok istrinya yang sedang tidur
dengan putranya yang masih bayi itu, di pandanginya istri dan anaknya
dengan rasa kasih dan mesra. Dengan diam-diam ia keluar dari kamarnya
dan terus keluar dari istana melintasi pintu gerbang melalui para pengawal
ysng sedang lengah naik kuda bersama Channa menuju kerajaan Mogadah.
Setelah jauh dari Kapilawastu mereka berhenti turun dari kudanya.
Disana Siddharta mencukur rambut dan jenggotnya sehingga tampangnya
sebagai seorang bangsawan telah berubah menjadi mirip seorang bhiksu.
Setelah itu ia memerintah Channa agar kembali ke istana, sedangkan ia
sendiri
akan melanjutkan perjalannannya menjadi seorang pendeta atau
bhiksu, untuk mencari rahasia dan hikmat hidup.
Dalam perjalanannya ini ia bertekad tidak akan kembali ke kota
Kapilawastu sebelum mendapatkan apa yang dicarinya, yaitu hahekat hidup,
obat penderitaan segenap manusia. Di tengah perjalanan
bertukar pakaian
dengan seorang pemburu yang berpakaian kumal. Dengan pakaian tersebut ia
menyamar sehingga tidak akan ada seorangpun yang mengenali bahwa ia
seorang bangsawan putra mahkota suatu kerajaan terkenal pada masa itu.
Dalam penggembaraanya itu, Siddarta mengunjungi beberapa biara
dan asrama Brahmana, seperti biara Ranthalama, biara Alodrakama, dan
9
lain-lain perguruan Brahmana yang terkenal. Semua jawaban yang ia
peroleh terhadap hakekat dan rahasia hidup adalah hendaknya mempelajari
kitab Weda. Dengan jawaban para pendeta tersebut Siddharta merasa tidak
puas. Ia pergi meninggalkan mereka lalu bertemu dengan lima orang Bhiksu
yang sedang sama-sama mencari hikmat dari rahasia hidup. Kelima Bhiksu
itu mengajarkan bahwa untuk medapatkan hikmat dan kesempurnaan
hidup harus mensucikan roh dan jiwa dengan jalan menyiksa diri dengan
kelaparan dan dahaga.12 ia menjalani cara ini bersama lima bhiksu tadi
masuk kedalam hutan melakukan pertapaan dengan tidak makan sama
sekali, menanggung lapar dan dahaga.siang malam duduk merenung, hujan
dan
panas,
angin
malam
dan
embun
tiada
diperhatikannya hingga
badannya kurus kerontang tinggal kulit pembalut tulang. Namun apa yang ia
cari belum juga ia dapatkan. Akhirnya ia memutuskan untuk berpisah
meninggalkan ke lima kawan-kawannya. Kembali makan seperti biasa. Ia
yakin benar bahwa menyiksa tubuh dan menyengsarakan diri hanyalah
memadamkan cahaya pikiran. Ajaran Brahmana untuk mecapai hidup
Hikmat yang tinggi dengan jalan penyiksaan diri tidaklah dapat di terima.
Tujuan tersebut selamanya tidak akan tercapai.
Siddharta meneruskan perjalanannya, mengembara. Meminta-minta
sekedar untuk kelangsungan hidupnya, merenungi hakekat hidup dan
kebenaran.13
Akhirnya pada suatu sore di bulan purnama (waktu itu ia berumur
30 tahun) pada bulan Vaisakh (April-Mei) ia duduk di bawah pohon Bodhi atau
Bodh Gaya dengan bermaksud tidak akan meninggalkan pohon itu
sebelum ia mendapatkan pencerahan. Ketika Mara (iblis) mengetahui
bahwa
Siddharta sekarang bermaksud untuk berusaha dengan
sekuatnya
mendapatkan pencerahan yang sempurna, ia menggerakan seluruh roh-roh
jahat untuk menghalangi Siddharta. Berbagai macam cara yang di lakukan
12
Ibid., hlm. 76.
Agus Hakim, Perbandingan Agama, (Bandung: Diponegoro ,1978), hlm 157.
13
10
Mara, akan tetapi usahanya tetap sia-sia. Demikian malam itu dilalui dengan
peperangan melawan mara dan bala tentaranya. Tetapi Siddhartalah yang
menang, dan malam ini pula ia mendapatkan pencerahan, cahaya (boddhi).
Seluruh kemenangan Siddharta sebenarnya dicapai melalui tiga tahap, yaitu:
1. Tahap yang pertama
ia mendapatkan pengetahuan
tantang
kehidupannya yang terdahulu.
2. Tahap kedua ia menjadi maha tahu yang sudah terjadi.
3. Tahap
ketiga
ia
dapat
pengertian
tentang
pangkal
yang
bergantungan, yang menjadi awal segala kejahatan.14
Demikian pada waktu matahari terbit Siddharta sudah mendapatkan
pencerahan yang sempurna. Banyak mu’jizat yang terjadi pada waktu yang
mulia itu. Gempa bumi hingga enam kali, seluruh alam diterangi dengan
sinar
yang terang
benderang.
Kejahatan
meninggalkan
seluruh
hati
manusia. Segala kekurangan disempurnakan, yang sakit menjadi sembuh,
seluruh makhluk memperoleh kedamaian, dewa-dewa menyebarkan bungabunga dan Siddharta disebut Tathagata.15
Mula-mula
manusia. Setelah
ia
ragu untuk menyebarkan pengetahuannya kepada
menghadap
dewa
Brahman
ia
pun
menyebarkan
pengetahuannya yangsungguh menyinari dunia ini. Sejak itulah Siddharta
menjadi Buddha. Artinya yang disinari. Dan menyiarkan kenyakinanya ke
Negara
suci Buddha
selama 45 tahun. Ia melihat penganut-penganutnya
semakin bertambah, bahkan raja-raja dan rakyatnya berduyun-duyun meminta
petunjuk hidup kepada Buddha.16
Akhirnya ketika Buddha berusia 80 tahun, ia wafat atau masuk ke
Pernirvana (Nirwana), di Kusinara. Tubuhnya dikremasi dengan upacara
besar. Kemudian abunya digunakan sebagai jimat yang dibagi menjadi 8
14
Zainul Afirin, Hinduisme-Buddhaisme, hlm 77.
Harun Hadiwijono, op. cit., hlm. 52.
16
Mo. Rifai, Perbandingan Agama, (Semarang: Wicaksana, 1984), hlm 94.
15
11
bagian dan dibagikan kepada seluruh pemimpin. bangsa yang mendirikan
stup (dagona,pagoda) di Negara-negara yang menganut Buddha menuntut
agar setidaknya mamiliki satu bagian abu jimat dari Buddha.
C. Ajaran Agama Budha
Ajaran pokok dalam agama Budha yakni terdapat delapan ajaran pokok,
sebagai berikut:
1. Pengertian yang benar (samma-ditthi)
Jalan untuk mengungkapkan pengakuan yang samar-samar bahwa semua
yang ada tidak baik dan segala sesuatu yang harus dilepaskan.
2. Maksud yang benar (samma-sankappa)
Emosi mendasari dalam berfikir, lebih daripada berfikir itu sendiri, karena
berfikir yang benar secara bertahap akan membuka selubung perasaanperasaan dari dalam yang tidak dikenal.
3. Bicara yang benar
Pembicaraan adalah sarana untuk mengenal orang lain dan untuk mengenal
diri mereka sendiri.
4. Laku yang benar
Dalam hal ini mereka menunjukkan aturan-aturan yang lebih sederhana
untuk membangkitkan suatu pikiran yang bebas yakni bentuk ketenangan
yang perlu dicapai sebelum memulai dengan suatu kegiatan yang benar.
5. Kerja yang benar
Melalui
kerja
kemungkinan
besar
seseorang
mencapai
integritas,
konsentrasi dan ketengangan batin dalam hidup mereka sehingga
memunculkan belas kasihan terhadap orang lain.
6. Ikhtiar yang benar
Langkah ini diperkenankan untuk memperkembangkan wawasan intuisi dan
kekuatan kehendak.
7. Ingatan yang benar
12
Dalam hal ini sejalan dengan memperkembangkan kesadaran seseorang dan
latihan jasmani yang dapat dimunculkan melalui perasaan dan pikiran
seseorang.
8. Renungan yang benar
Yang mengandung arti jalan untuk menggabungkan subjek dan objek, yaitu
terbukti dengan kembalinya seseorang atau disebut reinkernasi.
Selain ajaran pokok tersebut, juga ada tiga pengakuan dalam agama
Budha yang disebut dengan Triratna (tiga permata), maksudnya tiga buah
pengakuan dari setiap penganut agama Budha yang berbunyi: Buddha sarana
gacchami (saya berlindung di dalam agama Buddha) “Siddharta Gautama”;
Dhammam saranam gacchami (saya berlindung di dalam Dhamma) “pokokpokok ajaran”; Sangham saranam gacchami (saya berlindung di dalam Sangha)
“Biara”
Triratna ini harus diucapkan tiga kali. Pada kali kedua diawali dengan
Dutiyam dan pada kali ketiga diawali dengan Tatiyam. Ketiga triratna tersebut
diyakini sebagai asas perlindungan bagi setiap penganut agama Buddha, yakni
asas keyakinan yang dianut Madzhab Theravada dan Mahayana. 17 Inti dari
ajaran Siddharta (Buddha) Tri Ratna atau Tiga Mustika,Tri Ratna adalah
sebagai berikut:
a. Buddha
Buddha berarti seorang yang telah mencapai Penerangan atau
Pencerahan Sempurna dan Sadar akan Kebenaran Kosmos serta Alam
Semesta. “Hyang Buddha” adalah seorang yang telah mencapai
Penerangan
Luhur, cakap
dan
bijak
menuaikan
karya-karya
kebijakan dan memperoleh Kebijaksanaan Kebenaraan mengenai
Nirvana serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau
keselamatan kepada dunia semesta sebelum parinirvana. Hyang
Buddha yang berdasarkan Sejarah bernama Shakyamuni pendiri
Agama buddha. Hyang Buddha yang berdasarkan waktu kosmik
ada banyak sekali dimulai dari Dipankara Buddha.
Joesoef Sou’yb, op. cit., hlm. 84-87.
17
13
b. Dharma
Hukum Kebenaran, Agama, hal-hal apa saja yang berhubungan
dengan ajaran agama Buddha sebagai agama yang sempurna. Dharma
mengandung 4 (empat) makna utama:
1. Doktrin
2. Hak, keadilan, kebenaran
3. Kondisi
4. Barang yang kelihatan atau phenomena.
Buddha
Dharma
adalah
suatu
ajaran
yang
menguraikan
hakekat kehidupan berdasarkan Pandangan Terang
yang dapat
membebaskan manusia dari kesesatan atau kegelapan batin dan
penderitaan disebabkan ketidakpuasan.18 Buddha Dharma meliputi
unsur-unsur
agama,
kebaktian, filosofi,
psikologi,
falsafah,
kebatinan, metafisika, tata susila, etika, dan sebagainya. Tripitaka
Mahayana termasuk dalam Buddha Dharma.
c. Sangha
Persaudaraan para bhiksu, bhiksuni (pada waktu permulaan
terbentuk). Kemudian,
ketika
agama
Buddha
Mahayana
berkembang para anggotanya selain para bhiksu, bhiksuni, dan juga
para umat awam yang telah upasaka dan upasika denganbertekad
pada
kenyataan
tidak-tanduknya
untuk
menjadi seorang
Bodhisattva,menerima dan mempraktekkan Pancasila Buddhis ataukah
Bodhisattva Sila.19
D. Pakar Dalam Agama Budha
Gautama Budha nama aslinya pangeran Siddharta pendiri agama Budha,
salah satu dari agama terbesar di dunia. Putra raja Kapilavasto, timur laut India,
berbatasan dengan Nepal. Siddharta sendiri (marga Gautama dari suku Sakya)
konon lahir di Rumbini yang kini termasuk wilayah negara Nepal. Menikah
18
Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha Edisi Ke-5, (Jakarta: Grafindo, 2007),
hlm. 72-73.
19
Ibid., hlm 75.
14
pada umur 16 tahun dengan sepupunya yang sebaya. Di besarkan di dalam
istana mewah, pangeran Siddharta tidak betah dengan hidup enak leha-leha,
dan dirundung rasa tidak puas yang amat.
Tatkala berumur 29 tahun, tak lama sesudah putera pertamanya lahir,
Gautama mengambil keputusan dia harus meninggalkan kehidupan istananya
dan menghambakan diri kepada upaya mencari kebenaran sejati yang bukan
sepuhan. Berpikir bukan sekadar berpikir, melainkan bertindak. Dengan
lenggang kangkung dia tinggalkan istana, tanpa membawa serta anak istrinya,
tanpa membawa barang dan harta apapun, dan menjadi gelandangan dengan
tidak sepeser pun di kantong. Langkah pertama, untuk sementara waktu, dia
menuntut ilmu dari orang-orang bijak yang ada saat itu, dan sesudah merasa
cukup mengantongi ilmu pengetahuan, dia sampai pada tingkat kesimpulan
pemecahan masalah ketidakpuasan manusia. Pada saat itu, murnya menginjak
35 tahun dan sisa umurnya dipergunakannya berkelana sepanjang India bagian
utara, menyebarkan filosofi barunya di depan khalayak yang sudi
mendengarkan. Saat dia wafat, tahun 483 SM, sudah ratusan ribu pemeluk
agamanya. Meskipun ucapannya masih belum ditulis orang tapi petuahnya
dihafal oleh banyak pengikutnya di luar kepala, diwariskan ke generasi
berikutnya lewat mulut semata.20
20
http://tokohternama.blogspot.co.id/2009.05.tokoh-pendiri-agama-budha:html.
15
BAB III
KESIMPULAN
Secara etimologi, Buddha berasal dari “Buddh” yang berarti bangun atau
bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau awam.
Bahwa agama Buddha, seperti Agama Jaina, bergerak dalam bidang pemikiran
Hindu pada kebanyakan prinsipnya. Juga disebutkan bahwa keduanya adalah
merupakan suatu reaksi terhadap kekerasan Brahmana dan penindasan yang
dilakukan mereka yang menyebabkan golongan-golongan lain bangkit
menentang, terutama golongan Ksatria yang terdiri dari anak-anak raja dan
prajurit-prajurit, sebagai salah satu dari gerakan pemikiran sezaman.
Agama Budha lahir dan berkembang pada abad ke-6 SM. Agama itu
beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang
mula-mula, Siddharta Gautama (563-483 SM), yang dipanggilkan dengan
Buddha. Panggilan itu berasal dari akar kata bodhi (hikmat), yang di dalam
deklensi (tashrif) selanjutnya menjadi buddhi (nurani), dan menjadi buddha
(yang beroleh Nur).
Pakar dalam Agama Budha yaitu Gautama Budha nama aslinya pangeran
Siddharta pendiri agama Budha, salah satu dari agama terbesar di dunia. Putra
raja Kapilavasto, timur laut India, berbatasan dengan Nepal. Siddharta sendiri
(marga Gautama dari suku Sakya) konon lahir di Rumbini yang kini termasuk
wilayah negara Nepal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul. 1996. Diktat Hinduisme-Buddhisme. Surabaya: Biro Penerbitan
dan Pengembangan Ilmiah.
Ali, Mukti. 1988. Agama-agama di Dunia. Yogyakarta: Hanindita.
Edwards, Paul. 1972. The Encyclopedia of Philosophy. New York: Macmillan
Publishing Co., Inc. and The Free Press.
Hadiwijono, Harun. 1977. Agama Hindu dan Agama Buddha. Jakarta: Badan
Penerbitan Kristen.
Hakim, Agus. 1978. Perbandingan Agama. Bandung: Diponegoro.
Honig, A.G. 1993. Ilmu Agama. Jakarta: PT BPK GUNUNG MULIA.
Manaf, Mudjahid Abdul. 1996. Sejarah Agama-Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Persaudaraan Upasaka dan Upasika Indonesia Cabang Semarang. 1956. 2500
Budhha Jayanti, Semarang.
Rifai, Mo. 1984. Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana.
Shalaby, Ahmad. 2001. Agama-agama Besar di India. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sou’yb, Joesoef. 1983. Agama-agama Besar di Dunia. Jakarta: Pustaka Alhusna.
Sudharma, Budiman. 2007. Buku Pedoman Umat Buddha Edisi Ke-5. Jakarta:
Grafindo.
Ven, Alm. 1995 .Narada Mahathera Sang Budha dan Ajaran-ajarannya, Jakarta:
Yayasan Dammadipa Arama.
http://tokohternama.blogspot.co.id/2009.05.tokoh-pendiri-agama-budha:html.
17
Download